Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa
Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Abstract The purpose of the research is to know how important and how acceptable a servant leadership for the students who have applied this concept in their organization life. The respondents are 200 university students who were involved in student organization and student extra-curricular in several universities in DKI Jakarta and Bandung. This observation uses conceptual framework to measure the servant leadership that is offered by Wong and Page (2003) and uses five dimensions of Barbuto and Wheeler (altruistic calling, emotional healing, persuasive mapping, wisdom, organizational stewardship) as well as the three dimensions, namely service, humility, and vision. The result of this observation shows that the servant leadership is important. Students who are involved in student organization admit that they have applied the eight dimensions of servant leadership in organizational life. Overall, the study shows that the present leadership in the organizational life of students in several universities in Indonesia have led to servant leadership Keywords: servant leadership, student organization and student extra-curricular.
I.
Pendahuluan
Lingkungan kerja saat ini sudah mengarah kepada keinginan para pekerja untuk mendapatkan makna hidupnya (meaning) dalam pekerjaan yang mereka lakukan di perusahaan atau organisasi mereka (Terez, 2000). Mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam suatu organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa juga ingin mendapatkan makna hidupnya dalam pekerjaan atau pelayanan yang mereka lakukan dalam organisasi atau unit kegiatannya. Albrecht (1994) menyatakan bahwa dalam berbagai hal, krisis utama yang dihadapi oleh bisnis (suatu organisasi) saat ini adalah krisis akan kurangnya makna hidup dalam dunia kerja. Victor Frankl dalam Lantu (2007) menyatakan, pencarian manusia akan makna merupakan motivasi utama yang menggerakkannya dalam hidup ini. Frost (2003) dalam Handoyo (2010) menekankan bahwa akibat krisis kepemimpinan, banyak orang yang menderita, yang mengalami burn-out, yang tidak dapat menikmati hidup dalam pekerjaannya, serta banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengobati sakit emosional di tempat kerja. Hal ini mendorong adanya kebutuhan yang besar akan pentingnya kepemimpinan yang berorientasi pada orang bukan hanya sekadar pada program. Wong dan Davey (2007) dalam Handoyo (2010) menyatakan bahwa fokus kepemimpinan harus digeser dari proses dan hasil menjadi orang dan masa depan. Fokus kepemimpinan ditempat kerja menjadi orang dan masa depan memungkinkan para pekerja mendapatkan makna hidupnya dalam pekerjaan yang mereka lakukan. Menurut Turner (2000) kepemimpinan yang dapat membantu para pengikutnya untuk dapat memberikan makna hidup dalam pekerjaan dan kehidupannya adalah kepemimpinan yang mampu memberikan pelayanan pada para pengikutnya dan institusi dimana ia bekerja (melayani), serta masyarakat sekitar dimana perusahaan melayani. Kelleher (2002) dalam Lantu (2007) juga menyatakan secara jelas dan tegas bahwa ia sangat percaya bahwa pemimpin yang baik adalah pelayan yang terbaik. Kepemimpinan ini merupakan sebuah pendekatan yang secara gamblang didefinisikan oleh Greenleaf (1970) dalam Lantu (2007) yaitu model kepemimpinan yang mencoba untuk secara simultan meningkatkan pertumbuhan personal dari para pekerja dan memperbaiki kualitas pelayanan dari organisasi melalui kombinasi atas kerjasama tim dan pengembangan komunitas, keterlibatan personal dalam proses pembuatan keputusan, serta perilaku yang peduli dan 144
Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti)
etis. Pendekatan yang baru muncul dalam konsep kepemimpinan ini kemudian disebut dengan servant leadership (kepemimpinan yang melayani atau kepemimpinan yang menghamba) Penelitian tentang servant leadership telah banyak dilakukan. Beberapa peneliti pun sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran servant leadership. Jaramillo, dkk (2007) meneliti dampak servant leadership pada sales force performance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi salesperson pada manajer yang menerapkan servant leadership secara empiris berhubungan dengan orientasi pelanggan salesperson. Hal dikatakan akan mengarahkan adaptasi perilaku penjualan, peran perilaku lebih pada pelanggan, dan hasil kinerja penjualan. Jaramillo, dkk (2009) juga meneliti dampak servant leadership terhadap salesperson’s turnover intention. Hasil ini juga menunjukkan bahwa servant leadership berdampak pada turnover intention melalui hubungan moderat dan mediasi yang komplek yang melibatkan tingkat etika, struktur organisasi dan komitmen organisasi serta menunjukkan servant leadership penting ketika organisasi dirasa tidak etis oleh salesperson. Hal ini selanjutnya menunjukkan bahwa ketika organisasi sudah melakukan hal-hal yang tidak etis, maka pemimpin dapat beperan dalam menjaga setiap bahawan untuk tetap menjaga etika dan kinerja mereka. Sendjaya, dkk (2008) meneliti definisi dan pengukuran perilaku servant leadership dalam organisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan model servant leadership ditandai dengan adanya service orientation, holistic outlook, dan moral-spiritual emphasis. Pengukuran servant leadership juga dilakukan oleh Handoyo (2010) di institusi pendidikan tinggi pada masa perubahan organisasi yang hasilnya menemukan bahwa servant leadership dapat menjadi alternatif kepemimpinan di pendidikan tinggi untuk melakukan perubahan organisasi dengan berhasil. Barbuto dan Wheeler (2006) juga telah melakukan studi untuk pengembangan skala pengukuran servant leadership dengan menggunakan 11 karakteristik kepemimpinan yaitu: listening, empathy, healing, awareness,persuasion, conceptualization, foresight, stewardship, commitment to the growth of people, community building dan calling. Namun penelitian dan pengukuran servant leadership di Indonesia, terlebih dalam setting perguruan tinggi, dan lingkungan organisasi kemahasiswaan sepengetahuan penulis masih jarang dilakukan. Penulis menjadi merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan melihat apakah aspekaspek servant leadership ini telah diterapkan dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan dan unitunit kegiatan mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Di Indonesia, perguruan tinggi dipandang sebagai organisasi yang sangat penting. Salah satu alasan di Indonesia perguruan tinggi dianggap penting karena sumbangan pendidikan tinggi yang paling nyata yaitu lulusannya. Kualitas lulusan, dari aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya, akan sangat menentukan perkembangan bangsa dan kesejahteraan masyarakat. Mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan bangsa. Dalam konteks ini, tantangan perguruan tinggi adalah membantu mahasiswa untuk mengembangkan bakat khusus dan sikap mereka yang memungkinkan mereka untuk menjadi pemimpin dan agen perubahan sosial yang efektif melalui kegiatan akademik, organisasi kemahasiswaan (senat mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa) dan unit kegiatan mahasiswa. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk melakukan sebuah survei mengenai servant leadership dalam organisasi kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa. Masalah yang hendak dijawab dalam survei ini adalah apakah dimensi-dimensi servant leadership dianggap penting oleh mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa dan mereka merasa setuju telah menerapkan servant leadership dalam kehidupan berorganisasinya? Dan tujuan survei adalah untuk mengetahui seberapa penting dan seberapa setuju mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa telah merasa menerapkan servant leadership dalam kehidupan berorganisasinya. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh informasi yang dapat dipergunakan untuk program pengembangan kepemimpinan di organisasi-organisasi kemahasiswaan serta unit-unit kegiatan mahasiswa. Dengan tujuan yang sudah dipaparkan diatas maka survei atau penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat (1) Pengembangan model kepemimpinan di lingkungan organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa, sehingga calon pemimpin organisasi atau pemimpin organisasi dapat lebih menyiapkan diri dalam membangun para anggotanya untuk mencapai visi, baik dalam lingkungan organisasinya maupun kelak dalam lingkungan pekerjaan mereka, (2) Hasil survei ini diharapkan dapat juga digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi program pengembangan kepemimpinan dalam lingkungan perguruan tinggi. 145
Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013
II. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran 2.1. Servant Leadership Servant leadership (kepemimpinan melayani) adalah sebuah konsep kepemimpinan etis yang diperkenalkan oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970. Greenleaf (1970), dalam Lantu (2007) menyatakan, servant leadership adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Pilihan yang berasal dari suara hati kemudian menghadirkan hasrat untuk menjadi pemimpin (Lantu, 2007). Perbedaan manifestasi dalam pelayanan yang diberikan, pertama adalah memastikan bahwa kebutuhan pihak lain dapat dipenuhi, yaitu menjadikan mereka sebagai orangorang yang lebih dewasa, sehat, bebas, dan otonom, yang pada akhirnya dapat menjadi pemimpin pelayan berikutnya. Menurut Graham (1991) dalam Lantu (2007), servant leadership merupakan salah satu bentuk kepemimpinan karismatik yang paling besar dipengaruhi oleh moral yang ditunjukkan oleh karakteristik terpentingnya berupa humility, relational power, autonomy, moral development of followers, dan emulation of leader’s service orientation. Karakteristik utama yang membedakan antara kepemimpinan yang melayani (servant leadership) dengan model kepemimpinan lainnya adalah keinginan melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin. Selanjutnya mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan akan menjadi pemimpin, sebab itulah cara yang efektif untuk melayani (Spears,1995, dalam Handoyo, 2010). Spears (2002) dalam Handoyo (2010) menggambarkan servant leadership sebagai melayani yang utama dan mendorong hubungan yang baik dengan mengembangkan atmosfer dignity dan respect, membangun komunitas dan kerja tim, dan mendengarkan rekan dan karyawan. Greenleaf (2002) dalam Lantu, (2007) berpendapat bahwa di tempat kerja perlu diterapkan suatu pola kepemimpinan yang dikenal sebagai servant leadership. Servant leadership memprioritaskan pelayanan kepada pihak lain, baik kepada karyawan (anggota organisasi) perusahaan, maupun pada masyarakat sekitar. Praktik servant leadership ditandai dengan meningkatnya keinginan untuk melayani pihak lain dengan melakukan pendekatan secara menyeluruh pada pekerjaan, komunitas, serta proses pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak. Servant leader mengenali kehormatan dan pentingnya nilai setiap individu karena mereka adalah ciptaan Tuhan yang mulia. Sehingga servant leader merasa berkewajiban untuk terlibat dalam pembentukan para pengikutnya menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu dengan menciptakan lingkungan kerja yang mampu memberi dukungan demi terpenuhinya proses pembentukan tersebut. Dengan menjadi manusia seutuhnya, para pengikutnya dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mampu memberikan kontribusi yang berarti pada pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Dan pada akhirnya proses kehidupan akan mengarahkan mereka pada suatu kondisi di mana mereka siap untuk menjadi para pemimpin pelayan baru bagi pihak lain. Fokus utama dari servant leadership adalah pada bagaimana mengembangkan pihak lain (pengikut, komunitas internal dan eksternal) bukan untuk mementingkan diri sendiri. Pemenuhan kepentingan diri sendiri bukanlah hal yang dicari oleh seorang pemimpin yang melayanni, tetapi lebih pada tingkatan pencarian motivasi yang lebih tinggi (Greenleaf,1977 dalam Lantu, 2007). Tujuan utama dari seorang servant leader adalah melayani dan memenuhi kebutuhan pihak lain, yang secara optimal seharusnya menjadi motivasi utama kepemimpinan. Servant leader akan mengembangkan setiap individu di sekitarnya, membantu individu agar berhasil dalam kehidupan juga dalam pekerjaan. Konsep servant leadership lebih menekankan pada pentingnya menghargai manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, sehingga pemimpin menganggap bahwa pemberdayaan dan pengembangan pengikut adalah amanah yang harus dipenuhi. Keuntungan atau tujuan-tujuan organisasi lainnya adalah seperti prioritas kedua seorang servant leader. Namun dengan perilaku seperti ini, servant leader justru akan meningkatkan kemampuan bersaing organisasi secara berkelanjutan. 2.2. Perbedaan Kepemimpinan Autokritik, Paternalistik, Pelayan (Servant) Laub (1999) dalam Lantu, dkk (2007) menggambarkan perbedaan perilaku servant leader dengan pemimpin model autokratik dan paternalistik. Perilaku ini digambarkan bagaimana seorang pemimpin menganggap dirinya sebagai pemimpin, fokus utama kepemimpinannya, serta perlakuan pemimpin terhadap para pengikutnya. Secara jelas digambarkan dalam tabel 1. 146
Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti)
Dalam tabel 1 ini dapat dilihat bahwa pemimpin yang autokritik akan berperilaku sebagai diktator dan menempatkan kebutuhannya sebagai utama. Pemimpin yang autokritik akan memperlakukan bawahannya sebagai pelayan yang dapat membantu tercapainya keinginan dan kebutuhan pribadinya. Tabel I Model APP (Autokritik-Paternalistik-Pelayan (servant)) Pilihan Kepemimpinan Autokritik Paternalistik Pelayan(Servant) Pemimpin sebagai diktator. Pemimpin sebagai orangtua. Pemimpin sebagai pelayan/hamba. Fokus utama pada kebutuhan Fokus utama pada pemimpin. kebutuhan/tujuan organisasi. Fokus utama pada kebutuhan pengikut. Memperlakukan orang lain Memperlakukan bawahan sebagai pelayan pemimpin. sebagai anak. Memperlakukan orang lain sebagai mitra kerja/partner. Sumber: Dr. Jim Laub (1999) dalam Servant Leadership The Ultimate Calling to Fullfill Your Life’ Greatness, Donald Lantu, Erich Pesiwarissa, Augustman Rumahorbo, 2007, hal. 34. Pemimpin paternalistik akan menganggap dirinya sebagai orangtua bagi para bawahannya. Akibatnya, pemimpin beranggapan bahwa bawahan sebagai anak-anak yang belum dewasa dan harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Tercapainya organisasi adalah prioritas utama dari seorang pemimpin paternalistik. Sedangkan, servant leader adalah seorang yang lebih baik melayani pengikutnya. Ia akan menempatkan kebutuhan pengikutnya sebagai prioritas utama dan memperlakukan bawahannya sebagai rekan kerja. Ia tidak akan menempatkan fokus utama pada hasil akhir (profit organisasi), tetapi lebih pada proses pelayanan itu sendiri. Ia percaya bahwa tujuan organisasi akan tercapai dalam basis pengembangan, dan kesejahteraan individu-individu yang menjadi anggota organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini urutan prioritas seorang servant leader (dari tertinggi), sebagai berikut (Harvey, 2001 dalam Lantu, 2009): 1. Pengembangan dan pertumbuhan pengikut. 2. Pelayanan kepada pelanggan 3. Pengembangan komunitas dan masyarakat sekitar. 4. Pengembangan organisasi (profit dan sebagainya). 2.3. Karakteristik Servant Leader Karakteristik yang paling sering dipakai sebagai acuan para pakar servant leadership adalah karakteristik yang dikemukakan oleh Spears (1995) sebagai hasil studinya terhadap berbagai tulisan dalam Handoyo (2010). Berdasarkan hasil studi tersebut, Spears (1995) dalam Handoyo (2010) mengajukan 10 karakteristik utama seorang servant leader sebagai berikut: 1. Mendengarkan. Servant leader mengembangkan kemampuan dan komitmen untuk mengenali serta memahami secara jelas kata-kata yang disampaikan oleh orang lain. Mereka berusaha mendengarkan secara tanggap apa yang dikatakan dan tidak dikatakan. Mereka mencari tahu apa yang dikomunikasikan oleh tubuh, jiwa, dan pikiran. Mendengarkan, dipadukan dengan perenungan yang teratur, mutlak penting bagi pertumbuhan sang pemimpin. 2. Empati. Servant leader berusaha keras memahami dan memberikan empati kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui untuk jiwa dan pribadi mereka yang unik. Mereka akan menunjukkan itikad serta komitmen yang tinggi sebagai manusia seutuhnya. Servant leader akan berhasil jika mereka mampu menjadi pendengar yang ahli dan penuh empati. 3. Menyembuhkan. Salah satu kekuatan besar seorang servant leader adalah kemampuannya untuk menyembuhkan diri sendiri dan orang lain. Banyak individu yang patah semangat dan menderita akibat rasa sakit emosional. Mereka belajar untuk menyembuhkan dirinya sendiri, walaupun seringkali tidak mampu karena diperlukan daya yang sangat kuat untuk perubahan dan integrasi diri. Di sinilah peran penting seorang pelayan dalam membantu proses penyembuhannya. Servant leader dalam membantu proses penyembuhannya. Servant leader menyadari bahwa mereka 147
Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013
mempunyai kesempatan untuk membantu memberikan kesembuhan bagi orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Kesempatan ini tidak akan disia-siakan. Penyembuhan yang diberikan bukan yang sifatnya medikal sebagaimana dilakukan oleh dokter. Tetapi penyembuhan yang lebih pada aspek emosional dan jiwa bagi para pengikutnya. 4. Kesadaran Diri. Kesadaran diri memperkuat pemimpin pelayan. Kesadaran membantu memahami persoalan yang melibatkan etika dan nilai-nilai yang sifatnya universal, sebagaimana dikatakan Covey dalam bukunya Principle-Centered Leadership. Dengan menyandarkan pada etika dan nilai-nilai universal akan memungkinkan kita untuk bisa melihat persoalan dari posisi yang lebih terintegrasi. Menurut Greenleaf (2002) dalam Lantu (2007), servant leader senantiasa memiliki ketenangan dalam batinnya sendiri. 5. Persuasif. Ciri khas seorang servant leader lainnya adalah pada kemampuan diri untuk mempengaruhi orang lain dengan tidak menggunakan wewenang dan kekuasaan yang berasal dari kedudukan atau otoritas formal, dalam membuat keputusan organisasi. Servant leader berusaha meyakinkan orang lain, bukannya memaksakan adanya kepatuhan yang buta. Ini merupakan ciri pembeda antara model kepemimpinan tradisional dan model servant leadership. Servant leadership lebih efektif dalam membangun konsensus kelompok untuk memecahkan berbagai permasalahan yang timbul. 6. Konseptualisasi. Servant leader berusaha untuk terus meningkatkan kemampuan dirinya dalam melihat suatu masalah dari perspektif yang melampaui realitas masa lalu dan saat ini. Banyak orang yang telah disibukkan oleh kebutuhan untuk meraih tujuan operasional jangka pendek. Servant leader tidak seperti itu. Ia terus terbuka dan mengembangkan wawasan serta pemikirannya hingga dapat mencakup pemikiran konseptual yang mempunyai landasan yang lebih luas. Ini berarti pemimpin pelayan harus mengusahakan keseimbangan yang rumit dan kompleks antara konseptualisasi dan fokus operasional sehari-hari. 7. Kemampuan untuk Melihat Masa Depan (Memiliki Visi). Kemampuan untuk memperhitungkan sebelumnya, atau meramalkan hasil satu situasi sulit untuk didefinisikan, tetapi mudah untuk dikenali. Orang mengetahui dan mneyadari bila mereka melihatnya. Kemampuan untuk melihat masa depan (memiliki visi) adalah ciri khas yang memungkinkan pemimpin pelayan dapat memahami pelajaran dari masa lalu, realitas masa sekarang, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa datang. 8. Kemampuan Melayani. Melayani atau stewardship menurut Peter Block (1993), adalah “memegang sesuatu dengan kepercayaan kepada orang lain.” Servant leadership haruslah mempunyai kemampuan untuk melayani dan terutama komitmen untuk melayani kebutuhan orang lain. Ini juga menekankan pada pentingnya aspek keterbukaan dan mempengaruhi, bukannya pengendalian (controlling).Servant leader berusaha dengan segenap upaya untuk mengarahkan agar semua ada dalam organisasi memainkan peran penting dalam menjalankan organisasi tersebut dengan mengarah kepada kebaikan masyarakat yang lebih baik. 9. Komitmen pada Pertumbuhan Individu. Servant leader berkeyakinan bahwa manusia mempunyai nilai intrinsik melampaui sumbangan nyata mereka sebagai pekerja. Dalam hal ini, servant leader memiliki komitmen yang tinggi terhadap pertumbuhan pribadi, profesional, dan spiritual setiap individu dalam organisasi dimana ia berada. 10. Membangun Komunitas. Servant leader berusaha untuk membangun suatu hubungan yang erat sebagaimana layaknya sebuah keluarga diantara sesama anggota yang bekerja dalam organisasi. Servant leadership menyatakan bahwa komunitas yang sesungguhnya (keluarga) dapat juga diciptakan di lingkungan bisnis dan lembaga lainnya. Yang diperlukan untuk membangun kembali masyarakat sebagai bentuk kehidupan yang bisa dihayati bagi sejumlah besar orang adalah hadirnya sejumlah servant leader yang menjadikan kebutuhan pribadinya sebagi prioritas terakhir dan lebih mengutamakan pihak lain sebagai tujuan hidupnya. III. Metode Penelitian 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif, yaitu tipe desain konklusif yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakter atau fungsi dari penelitian tentang suatu kelompok. Penelitian ini juga merupakan penelitian observasional yaitu pengamatan terhadap objek yang diteliti, 148
Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti)
berusaha mengumpulkan data dari fenomena yang telah muncul untuk memberikan penafsiran yang diperoleh melalui data primer dalam pengumpulan data. 3.2 Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data Sampel penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswa yang menjadi pengurus atau anggota aktif minimal 1(satu) tahun dalam suatu unit kegiatan mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan di Universitas Kristen Maranatha Bandung, Universitas Widyatama Bandung, Politeknik Negeri Bandung, Universitas Taruma Negara Jakarta, Universitas Pelita Harapan Jakarta, Universitas Krida Wacana Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yaitu mengambil data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden. Kuesioner dikirimkan kepada ketua-ketua organisasi kemahasiswaan dan ketua-ketua unit kegiatan mahasiswa di universitas yang telah ditentukan melalui surat (pos) atau kuesioner dikirim langsung oleh peneliti atau didatangi langsung oleh peneliti. 3.3. Hasil Pengumpulan Data Dari penyebaran kuesioner yang dilakukan mulai pertengahan bulan November 2011 sampai minggu pertama Desember 2011. Pengumpulan data secara rinci disajikan dalam tabel 2. berikut: Tabel II Keterangan Total kuesioner yang disebar Kuesioner yang tidak kembali Kuesioner yang kembali Kuesioner yang tidak lengkap Total kuesioner yang diolah
Hasil Pengumpulan Data Jumlah 240 14 226 26 200 kuesioner
Persentase 100% 5,83% 94,17% 10,83% 83,33%
Sumber: diolah oleh peneliti, 2011. 3.4. Definisi dan Pengukuran Variabel 3.4.1 Servant Leadership Servant leadership adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani (Greenleaf, 1970 dalam Lantu 2007). Servant leadership dalam penelitian ini mengukur seberapa penting dirasakan oleh anggota organisasi nilai-nilai tentang servant leadership dalam organisasi mereka. Mengukur variabel ini digunakan kuesioner Handoyo (2010) yang mengacu pada 8 dimensi servant leadership yang berisi 38 item pernyataan. Jumlah item pernyataan untuk masing-masing dimensi yaitu 4 item altruistic calling, 4 item emotional healing, 4 item wisdom, 5 item persuasive, 5 item organizational stewardship, 6 item humility: 5 item service, dan 5 item vision. Kuesioner servant leadership Handoyo (2010) ini selain digunakan dalam penelitian Handoyo tahun 2010 juga digunakan oleh Heristi (2006) untuk meneliti Hubungan antara Servant Leadership dengan Efektifitas Tim pada Tim PHKI-Jurusan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Dalam penelitian ini, peneliti melakukan beberapa modifikasi kuesioner berupa penggantian kata seperti fakultas menjadi organisasi kemahasiswaan, karyawan menjadi bawahan. Hal itu di karenakan berbedanya responden yang menjadi sampel penelitian meskipun penelitian Handoyo (2010) yaitu sebagian besar memiliki jabatan struktural (ketua jurusan/departemen, dekan, wakil dekan) dan penelitian ini adalah mahasiswa pengurus atau anggota aktif organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan. Kuesioner ini juga dirancang dengan menggunakan skala likert dengan skala 1 sampai dengan 5 dengan alternatif jawaban 1 menunjukkan tidak penting (TP), 2 menunjukkan kurang penting (KP), 3 menunjukkan netral (N), 4 menunjukkan penting (P), 5 menunjukkan sangat penting (SP). Untuk mengukur seberapa setuju mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa telah merasa menerapkan servant leadership dalam kehidupan berorganisasinya digunakan kuesioner dengan item pernyataan yang sama dengan skala likert 1 sampai dengan 5 dengan alternatif jawabannya, 1 menunjukkan sangat tidak setuju (STS), 2 149
Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013
menunjukkan tidak setuju (TS), 3 menunjukkan ragu-ragu (RR), 4 menunjukkan Setuju (S), dan 5 menunjukkan sangat setuju (SS). 3.5. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Untuk mengukur kualitas suatu kesioner maka diperlukan suatu pengujian validitas dan reliabilitas. Analisis dimulai dengan pengujian validitas terlebih dahulu dengan kemudian diikuti dengan pengujian reliabilitas. Validitas sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan analisis faktor. Uji analisis faktor terhadap setiap item pertanyaan dengan varimax rotation. Hair, dkk (1998) memberikan kriteria terhadap signifikansi factor loading sebagai berikut: factor loading yang lebih besar dari 0,03 adalah signifikan, factor loading yang lebih besar dari 0,04 adalah lebih signifikan dan factor loading yang lebih besar dari 0,50 tergolong sangat signifikan. Reabilitas suatu pengukuran mencerminkan apakah suatu pengukuran dapat terbebas dari kesalahan (error), sehingga memberikan hasil pengukuran yang konsisten internal pada kondisi yang berbeda dan pada masing-masing butir dalam instrumen diukur dengan item-to-total correlation dan Cronbach’s Alpha, yang mencerminkan konsistensi internal alat ukur (Hair, dkk, 1998). Instrumen yang dikatakan andal (reliabel) apabila memiliki cronbach’s alpha lebih besar dari 0,60 (Nunnaly, 1978) Ringkasan hasil pengujian validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.2. Dari hasil pengujian validitas dan reliabilitas di tabel 3.2. menunjukkan bahwa kedua instrumen yang digunakan sahih (valid) dan cukup andal (reliable). Hal ini ditunjukkan dengan hasil factor loading berada diatas kisaran 0,40 dan nilai cronbach’s alpha yang akan diperoleh diatas 0,60 (Nunnaly, dalam Sinuraya, 2009). Tabel III Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas 0,431 - 0.707 0,420 – 0,705
Tingkat Kepentingan Tingkat Penilaian
Reliabilitas 0.934 0,892
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2011 3.6. Teknik Analisis Data Data dianalisis dengan membandingkan nilai rata-rata (mean) item dimensi servant leadership. Rumus menghitung rata-rata: X
=
X N
Keterangan: X = Rata-rata X = Item pernyataan dimensi servant leadership N = Jumlah Responden Kriteria analisis tingkat kepentingan servant leadership dalam kehidupan berorganisasi mahasiswa sebagai berikut: Jika (1 > X > 1,5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 1 dan lebih kecil dari 2, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat kepentingannya adalah tidak penting Jika (1,5 > X > 2,5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 2 dan lebih kecil dari 2,5, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat kepentingannya adalah kurang penting.
150
Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti)
Jika (2,5 > X > 3,5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 2,5 dan lebih kecil dari 3,5, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat kepentingannya adalah netral. Jika (3,5 > X > 4,5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 3,5 dan lebih kecil dari 4,5, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat kepentingannya adalah penting. Sedangkan jika (4,5 > X > 5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 4,5 sampai sama dengan 5, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat kepentingannya adalah sangat penting. Jika item dimensi yang memiliki nilai rata-rata tinggi ( X>4) dibandingkan nilai rata-rata item dimensi servant leadership lainnya dapat diartikan dimensi servant leadership yang dianggap tingkat kepentingannya tinggi dan harus ada dalam kepemimpinan di dalam organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa. Sedangkan, item dimensi yang memiliki nilai rata-rata rendah (X <2) adalah item dimensi servant leadership yang kurang diprioritaskan kepentingannya dalam kepemimpinan di organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa. Kriteria analisis tingkat penilaian seberapa setuju mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa telah merasa menerapkan servant leadership dalam kehidupan berorganisasinya sebagai berikut: Jika (1 > X> 1,5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 1 dan lebih kecil dari 2, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat penilaiannya adalah sangat tidak setuju. Jika (1,5 > X > 2,5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 2,5 dan lebih kecil dari 3,5, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat penilaiannya adalah tidak setuju. Jika (2,5 > X > 3,5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 3 dan lebih kecil dari 4, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat penilaiannya adalah ragu-ragu Jika (3,5 > X > 4,5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 4 dan lebih kecil dari 5, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat penilaiannya adalah setuju. Sedangkan jika (4,5 > X > 5) rata-rata item dimensi servant leadership lebih besar sama dengan 4,5 sampai sama dengan 5, maka item dimensi servant leadership tersebut menurut tingkat penilaiannya adalah sangat setuju. IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Karakteristik Responden Responden yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 200 responden. Responden merupakan mahasiswa-mahasiwa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiwa yang minimal telah memiliki pengalaman organisasi selama satu tahun. Dua ratus responden yang diteliti tersebut memiliki latar belakang jurusan yang berbeda-beda, yaitu: akuntansi, manajemen, teknik sipil, sistem informasi, kedokteran, desain komunikasi visual, hukum, hubungan internasional, teknologi pangan, sastra jepang, psikologi, sastra inggris, teknik elektro, sastra mandarin. Responden didominasi oleh mahasiswa dengan jurusan akuntansi yaitu sebanyak 111 responden atau 55,5% dari total jumlah responden dan mahasiswa dengan jurusan manajemen sebanyak 43 responden atau 21,5% dari total jumlah responden. Hal ini dikarenakan sampel yang diambil berasal dari Universitas Tarumanegara Jakarta dan Universitas Widyatama Bandung yang mayoritas mahasiswanya berjurusan akuntansi atau manajemen. Responden penelitian ini berasal dari bermacam-macam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa. Ada lebih dari 20 (dua puluh) jenis organisasi yang diwakili oleh 200 responden ini. Dalam tabel karakteristik responden, jenis organisasi di kelompokkan menjadi lima, yaitu: HIMA (Himpunan Mahasiswa), SEMA (Senat Mahasiswa), BEM/MPM/DPM (Badan Eksekutif Mahasiswa/Majelis Perwakilan Mahasiswa, Dewan
151
Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013
Perwakilan Mahasiswa) Unit Kegiatan, Unit Kerohanian. Lebih lengkapnya karakteristik responden ditampilkan dalam tabel 4.1 dibawah ini. Tabel IV Karakteristik Responden Jenis Kelamin
Total Responden Umur
Total Responden Angkatan
Total Responden Universitas
Total Responden Organisasi
Total Responden Jabatan
Total Responden Lama Terlibat
Total Responden
Laki-laki Perempuan tidak mengisi 18 tahun 19 tahun 20 tahun 21 tahun >21 tahun tidak mengisi >2008 2008 2009 2010 tidak mengisi POLBAN UNTAR MCU UPH UKRIDA WIDYATAMA HIMA SEMA BEM/MPM/DPM Unit kegiatan Unit kerohanian Anggota aktif Pengurus divisi Bendahara ketua divisi Ketua Sekretaris wakil ketua BPH wakil ketua divisi dewan penasehat tidak mengisi 1 - 1,5 tahun 1,6 - 2,5 tahun 2,6 - 3 tahun > 3 Tahun tidak mengisi
Frekuensi 81 118 1 200 7 54 64 54 20 1 200 10 64 64 61 1 200 25 56 56 11 23 29 200 64 19 56 46 15 200 29 50 11 38 23 17 14 10 3 4 1 200 85 51 35 25 4 200
Persentase 41% 59% 1% 100% 4% 27% 32% 27% 10% 1% 100% 5% 32% 32% 31% 1% 100% 13% 28% 28% 6% 12% 15% 100% 32% 10% 28% 23% 8% 100% 15% 25% 6% 19% 12% 9% 7% 5% 2% 2% 1% 100% 43% 26% 18% 13% 2% 100%
4.2. Hasil Analisis Data Secara umum, keenam dimensi servant leadership dinilai penting oleh mahasiswa-mahasiswa yang terlibat organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa dan dua dimensi lainnya netral 152
Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti)
mendekati penting. Hal ini terlihat dari rata-rata tingkat kepentingan organizational stewardship, wisdom, services, humility, vision, persuasive mapping dengan jumlah rata-ratanya diatas 4 dan alturistic calling sebesar 3,885, emotional healing 3,98625. Menurut tingkat kepentingannya, dimensi servant leadership yang dianggap paling penting diantara dimensi lainnya adalah dimensi wisdom yaitu dengan rata-rata tingkat kepentingan sebesar 4,3475. Tabel 5 mengenai ringkasan hasil analisis data menunjukkan mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa merasa setuju menerapkan servant leadership dalam kehidupan berorganisasinya. Terlihat dari rata-rata tingkat penilaian 8 item dimensi servant leadership memiliki nilai diatas 4. Meskipun dalam tingkat kepentingannya terdapat dua dimensi servant leadership yang dinilai netral (mendekati penting) tetapi dalam penilaian penerapannya banyak responden menyatakan setuju bahkan sangat setuju bahwa mereka telah menerapkan item dimensi servant leadership dalam kehidupan berorganisasinya. Rata-rata tingkat penilaian yang paling rendah terdapat pada item emotional healing meskipun jika dibandingkan dengan tingkat kepentingannya dimensi emotional healing dinilai lebih penting dibandingkan dimensi alturistic calling. Dimensi yang nilai rata-rata tingkat penilaiannya paling tinggi dibandingkan dengan dimensi servant leadership lainnya adalah dimensi wisdom. Dapat diartikan jumlah responden yang merasa “setuju” dan “sangat setuju” telah menerapkan item-item dimensi wisdom lebih banyak dibanding responden yang merasa “ setuju” bahkan sangat “setuju” pada item pernyataan dimensi lainnya. Tabel V Ringkasan Hasil Analisis Data No.
Dimensi Servant Leadership
Rata-Rata Tingkat Kepentingan
Rata-Rata Tingkat Penilaian
1
Organizational Stewardship
4, 252
4,239
2
Wisdom
4,3475
4,30625
3
Service
4,144
4,165
4
Humility
4,0583
4,09583
5
Vision
4,144
4,162
6
Persuasive Mapping
4,168
4,08
7
Altruistic Calling
3,885
4,04
8
Emotional Healing
3,98625
4,0125
Sumber: diolah oleh peneliti, 2011 Dibawah ini penjelasan atas analisis data untuk masing-masing dimensi servant leadership diurutkan dari nilai rata-rata tertinggi. 4.2.1 Wisdom Wisdom merupakan dimensi yang memiliki nilai rata-rata kepentingan tertinggi sehingga dapat dikatakan dimensi wisdom merupakan dimensi terpenting. Tabel VI Wisdom No. Item 1 3 14 21
Pernyataan Mengetahui dan terlibat langsung dengan apa yang terjadi di kampus Menyadari apa yang sedang terjadi di kampus Mempunyai kesadaran yang tinggi tentang apa yang terjadi di kampus Mampu mengantisipasi konsekuensi dari keputusan yang dibuatnya Seluruh Item Wisdom
Tingkat Kepentingan
Tingkat Penilaian
Jumlah
Rata-rata
Jumlah
Rata-rata
866
4,33
868
4,34
880
4,4
868
4,34
876
4,38
861
4,305
856
4,28
848
4,24
3478
4,3475
3445
4,30625
Sumber: diolah oleh peneliti, 2011
153
Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013
Seperti hasil penelitian yang di lakukan Handoyo (2010) hasil penelitian ini dalam beberapa hal kongruen (selaras) dengan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barbuto dan Wheleer (2006). Mereka menemukan bahwa organizational stewardship dan wisdom adalah dimensi yang sangat penting dalam kepemimpinan. Dengan dinilainya penting dimensi wisdom, pemimpin di organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa dituntut untuk memiliki kesadaran atas lingkungan sekitarnya dan mampu melakukan antisipasi terhadap konsekuensi tindakannya. Perilaku tersebut dinilai lebih penting daripada sekedar mengetahui dan terlibat langsung dengan apa yang terjadi di kampus. Rata-rata penilaian item wisdom tertinggi dibandingkan dimensi servant leadership lainnya .Hal ini di karenakan dari seluruh jawaban responden atas 4 item pernyataan dimensi wisdom, hanya 1 (0,125%) pernyataan dengan respon “tidak setuju”, 3 (0,375%) respon pernyataan kurang setuju, 38 respon pernyataan (4,75%) “ragu-ragu”, dan 94,75% respon pernyataan didominasi oleh setuju atau “sangat setuju” telah menerapkan item wisdom dalam kehidupan berorganisasi. 4.2.2 Organizational Stewardship Penelitian ini menunjukkan perilaku kepemimpinan organizational stewardship menduduki perigkat kedua menurut tingkat kepentingannya dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan 4,252. Dengan begitu dapat diartikan bagi organisasi organisasi kemahasiswaan penting adanya organizational Stewardship, yaitu menyiapkan organisasi untuk membuat kontribusi positif terhadap lingkungannya. Selain itu, pemimpin harus memandangorganisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan sebagai organisasi yang mempunyai potensi untuk memberikan sumbangan ke masyarakat, lebih dari sekedar mempercayai bahwa organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan memainkan peran moral dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemimpin dan anggota-anggota dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan diharapkan mendorong bawahan atau rekan kerjanya untuk mempunyai semangat komunitas di tempatnya bekerja. Tingkat penilaian dimensi organizational stewardship ini juga menduduki peringkat kedua berdasarkan nilai rata-ratanya dibandingkan dimensi servant leadership lainnya. Rata-rata tingkat penilaian diatas empat dapat diartikan apa yang diharapkan atau dianggap penting ternyata dalam kehidupan berorganisasi telah dilaksanakan oleh mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan tersebut. Tabel VII Organizational Stewardship Tingkat Kepentingan No. Pernyataan Item RataJumlah rata Mempersiapkan unit kegiatan mahasiswa 10 untuk berkembang secara positif di masa 887 4,435 depan Mempercayai bahwa unit kegiatan 18 mahasiswa memainkan peran moral dalam 824 4,12 masyarakat Memandang unit kegiatan mahasiswa sebagai 28 organisasi yang mempunyai potensi untuk 839 4,195 memberikan sumbangan ke masyarakat Mendorong bawahan untuk mempunyai 29 849 4,245 semangat komunitas di tempat kerja Mempercayai bahwa unit kegiatan mahasiswa harus berfungsi sebagai 35 853 4,265 komunitas, bukan sekedar sekumpulan orang yang bekerja Seluruh Item Organizational Stewardship 4252 4,252 Sumber: diolah oleh peneliti, 2011
154
Tingkat Penilaian Jumlah
Rata-rata
878
4,39
831
4,155
825
4,125
852
4,26
853
4,265
4239
4,239
Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti)
Item pernyataan nomor 10 memiliki rata-rata tingkat penilaian tertinggi dari semua item pernyataan dalam pengukuran servant leadership penelitian ini (38 item pernyataan) yaitu sebesar 4,39. Hal itu dikarenakan dari 200 responden terdapat 94 responden (47%) menjawab “sangat setuju” bahwa mereka mempersiapkan unit kegiatan mahasiswa untuk berkembang secara positif dimasa depan, 90 responden (45%) menjawab “setuju” dan hanya 16 responden (8%) menjawab “ragu-ragu”. Ini dipandang baik karena artinya terdapat perilaku servant leadership dalam organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa. Menurut Laub (1999) dalam Lantu (2007) servant leadership mengembangkan orang, antara lain dengan cara memberikan kesempatan kepada pengikut untuk belajar dan berkembang, menjadi teladan terhadap perilaku yang diinginkan, mengembangkan orang lain dengan cara mendorong, mendukung, dan melayaninya. Mahasiswa yang terlibat dalam unit kegiatan dan organisasi kemahasiswaan berpeluang merasakan hal yang dinyatakan oleh Laub (1999) dalam Lantu (2007). 4.2.3 Service Service menjadi dimensi terpenting ketiga. Pemimpin dituntut untuk menjadi model pelayanan dalam perilaku, sikap, atau nilai pribadinya dan memahami bahwa pelayanan adalah inti dari kepemimpinan, serta memahami bahwa melayani orang lain sebagai hal yang paling penting. Rata-rata tingkat penilaian dimensi service tertinggi ketiga yaitu sebesar 4,165 artinya responden setuju bahwa mereka telah menerapkan dimensi service dalam kehidupan berorganisasi. Respon “kurang setuju” atas pernyataan item sebesar 1,625%, respon “ragu-ragu” sebesar 12,625% dan 85,75% respon didominasi “setuju” dan “sangat setuju” telah menerapkan hal-hal yang merupakan item dimensi service. Farling, Stone, dan Winston (1999) menyatakan bahwa pelayanan (service) adalah inti dari servant leadership . Dengan demikian dapat disimpulkan perilaku servant leadership selama ini telah diterapkan dalam kehidupan berorganisasi di unit kegiatan dan organisasi kemahasiswaan. Tabel VIII Service No. Item 6 11 12 30 37
Pernyataan Memahami bahwa pelayanan adalah inti dari kepemimpinan m, Menjadi model pelayanan untuk menginspirasi orang lain Memahami bahwa melayani orang lain sebagai hal yang paling penting Menjadi model pelayanan dalam perilaku, sikap,atau nilai pribadinya Memandang pelayanan sebagai misi tanggungjawab untuk orang lain Seluruh Item Service
Tingkat Kepentingan Jumlah Rata-rata
Tingkat Penilaian Jumlah
Rata-rata
848
4,24
851
4,255
815
4,075
838
4,19
821
4,105
818
4,09
825
4,125
823
4,115
835
4,175
835
4,175
4144
4,144
4165
4,165
Sumber: diolah oleh peneliti, 2011 4.2.4 Vision Tabel 9 menunjukkan dimensi vision memiliki rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat penilaian seberapa setuju mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa telah merasa menerapkan servant leadership dalam kehidupan berorganisasinya adalah diatas empat. Hal ini artinya dimensi vision penting bagi mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa. Mereka mayoritas setuju telah menunjukkan keinginan untuk mememasukkan visi anggota-anggota organisasi kedalam tujuan organisasi, memberikan dorongan kepada bawahan untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengembangkan visi bersama, bersama dengan anggota organisasi yang lain menuliskan pernyataan visi yang jelas dan tegas, meminta masukan dari anggota organisasi tentang arah masa depan organisasi, serta mencari komitmen semua anggota organisasi terhadap visi bersama yang merupakan item-item dimensi vision. 155
Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013
Tabel IX Vision No. Item 4
15
16 20 26
Tingkat Kepentingan Jumlah Rata-rata
Pernyataan Menunjukkan keinginan untuk mememasukkan visi anggota-anggota organisasi kedalam tujuan organisasi Memberikan dorongan kepada bawahan untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengembangkan visi bersama Bersama2 dengan anggota organisasi yang lain menuliskan pernyataan visi yang jelas dan tegas Meminta masukan dari anggota organisasi tentang arah masa depan organisasi Mencari komitmen semua anggota organisasi terhadap visi bersama Seluruh Item Vision
Tingkat Penilaian Jumlah Rata-rata
848
4,24
851
4,255
815
4,075
838
4,19
821
4,105
823
4,115
825
4,125
835
4,175
835
4,175
815
4,075
4144
4,144
4162
4,162
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2011. 4.2.5 Humility Secara keseluruhan respon responden adalah penting dan setuju dilihat dari rata-rata tingkat kepentingan dan penilaian seberapa setuju mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa telah merasa menerapkan dimensi humility dalam kehidupan berorganisasinya (memenuhi kriteria 2,5 > X > 3,5). Dimensi humility menuntut pemimpin untuk menunjukkan kerendahanhati, tidak membuat pusat perhatian pada prestasinya sendiri, tidak menilai tinggi sumbangan dirinya dan memuja diri sendiri. Responden memberikan respon “tidak setuju” sebesar 2,5% dan respon “ragu-ragu” sebesar 18 % melakukan item nomor 19 yaitu: perilaku tidak membuat pusat perhatian pada prestasi sendiri dan untuk item nomor 23 yaitu membicarakan lebih banyak tentang prestasi bawahan daripada prestasi sendiri, 24% responden memberikan respon “ragu-ragu” melakukan hal tersebut, 7% responden memberikan respon “ tidak setuju” melakukan hal tersebut dalam berorganisasi. Tabel X Humility Tingkat Kepentingan
No. Item
Pernyataan
13
Tingkat Penilaian
Jumlah
Rata-rata
Jumlah
Rata-rata
Rendah hati untuk membantu orang lain yang mempunyai persoalan
859
4,295
864
4,32
19
Tidak membuat pusat perhatian pada prestasinya sendiri
761
3,805
786
3,93
23
Membicarakan lebih banyak tentang prestasi bawahan daripada prestasinya
745
3,725
751
3,755
888
4,44
874
4,37
813
4,065
815
4,075
804
4,02
825
4,125
4870
4,05833
4915
4,095833
33 36 38
Menunjukkan kerendahan hati Tidak tertarik pada pemujaaan terhadap diri sendiri Tidak menilai terlalu tinggi sumbangan dirinya Seluruh Item Humility
Sumber: diolah oleh peneliti, 2011
156
Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti)
4.2.6 Persuasive Mapping Penelitian ini menunjukkan dimensi persuasive mapping dianggap penting terlihat dari rata-rata tingkat kepentingannya 4,168 memenuhi kriteria 2,5 > X > 3,5. Mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa menyatakan setuju telah menerapkan itemitem dimensi persuasive mapping dalam kehidupan berorganisasi. Pemimpin dituntut untuk memiliki ketrampilan untuk memetakan persoalan dan mengkonseptualisasikan kemungkinan tertinggi untuk terjadinya. Selanjutnya, mendesak seseorang untuk melakukan sesuatu untuk menangkap peluang yang ada dengan menawarkan alasan yang kuat untuk bawahan harus melakukannya juga dituntut untuk mendorong bawahan untuk memiliki mimpi yang besar tentang organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa. Tabel XI Persuasive Mapping No. Item
Pernyataan
Mendorong bawahan untuk memiliki mimpi yang besar 8 tentang unit kegiatan, fakultas dan universitas Memberikan persuasi yang kuat kepada bawahan untuk 22 melakukan sesuatu melakukan tugasnya Menawarkan alasan yang 24 kuat agar bawahan melakukan tugasnya 25 Meyakinkan bawahan untuk melakukan sesuatu tugas 34 Memiliki bakat yang besar untuk mempersuasi bawahan untuk melakukan sesuatu Seluruh Item Persuasive Mapping
Tingkat Kepentingan
Tingkat Penilaian
Jumlah
Rata-rata
Jumlah
Rata-rata
846
4,23
760
3,8
826
4,13
818
4,09
829
4,145
822
4,11
841
4,205
835
4,175
826
4,13
845
4,225
4168
4,168
4080
4,08
Sumber: diolah oleh peneliti, 2011 4.2.7 Emotional Healing Tabel 12 menunjukkan secara keseluruhan dimensi emotional healing dinilai penting dan mahasiswamahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan merasa setuju telah melakukan item-item dimensi emotional healing dalam kehidupan berorganisasi. Namun respon untuk item pernyataan nomor 7 dan 31 adalah “Netral” (tidak menyatakan “penting” tetapi juga tidak menyatakan” tidak penting”) sebesar 21,5% dari jumlah responden. Selain itu 19,75% responden memberi respon “ragu-ragu” telah melakukan hal dalam item nomor 7 dan 31. Tabel XII No. Item 7 9
Pertanyaan Berbakat untuk membantu bawahan menyelesaikan persoalan emosionalnya Berusaha membantu bawahan yang sedang
Emotional Healing Tingkat Kepentingan Jumlah Rata-rata
Tingkat Penilaian Jumlah Rata-rata
794
3,97
789
3,945
812
4,06
829
4,145 157
Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013
menghadapi persoalan emosional Menjadi sandaran bawahan 17 ketika bawahan mempunyai persoalan emosional Melakukan apapun yang dapat diberikan 31 pelayanannya untuk bawahan Seluruh Emotional Healing Sumber: diolah oleh peneliti, 2011
804
4,02
810
4,05
779
3,895
782
3,91
3189
3,98625
3210
4,0125
4.2.8 Alturistic Calling Dalam dimensi altruistic calling secara keseluruhan rata-rata mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa menilai penting dan setuju bahwa mereka telah melakukannya dalam kehidupan berorganisasi terlihat dari rata-rata tingkat kepentingannya dan tingkat penilaian yang lebih memenuhi kriteria 2,5 > X > 3,5. Untuk item nomor 2 meletakkan kepentingan bawahan diatas kepentingannya sendiri menurut tingkat kepentingannya 55 responden memberi respon “netral”(tidak menyatakan hal tersebut “penting”, tetapi tidak juga mengatakan hal tersebut tidak “penting”) , 8 responden menyatakan hal tersebut “kurang penting” dan 2 responden memberi respon “tidak penting”. Menurut tingkat kepentingannya untuk item nomor 27 mengorbankan kepentingan untuk memenuhi kepentingan bawahan, yaitu 4responden memberi respon “ tidak penting”, 8 responden menyatakan “ kurang penting”, 59 responden (29%) menyatakan “netral”. Servant leader bersedia mengorbankan kepentingannya untuk memenuhi kepentingan bawahan, namun tidak terlalu penting untuk sampai melakukan apapun yang dapat diberikan pelayanannya untuk bawahan hingga mengorbankan kepentingannya untuk memenuhi kepentingan bawahan. Tabel XIII No. Item 2 5
27
32
Pernyataan Meletakkan kepentingan bawahan diatas kepentingannya sendiri Melakukan tugas memimpin sebagai panggilan atau amanah untuk memenuhi kebutuhan bawahan Mengorbankan kepentingannya untuk memenuhi kepentingan bawahan Tidak menilai terlalu tinggi sumbangan dirinya Seluruh Alturistic calling
Sumber: diolah oleh peneliti, 2011
158
Alturistic Calling Tingkat Kepentingan Jumlah Rata-rata
Tingkat Penilaian Jumlah Rata-rata
755
3,775
868
4,34
812
4,06
804
4,02
739
3,695
741
3,705
802
4,01
819
4,095
3108
3,885
3232
4,04
Survei Servant Leadership dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (Candra Sinuraya dan Triratri Talenta Wirayanti)
V. Penutup 5.1. Simpulan Penelitian ini menyimpulkan bahwa servant leadership penting dan telah diterapkan dalam kehidupan berorganisasi mahasiswa-mahasiswa di beberapa universitas di Jakarta dan Bandung. Dari delapan dimensi servant leadership, enam dimensi servant leadership dinilai penting oleh mahasiswamahasiswa yang terlibat organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa dan dua dimensi lainnya netral mendekati penting Dimensi wisdom adalah dimensi yang dinilai paling penting dan merupakan dimensi yang mahasiswa akui telah mereka miliki serta terapkan dalam kehidupan berorganiasi diantara dimensi organizational stewardship, services, humility, vision, persuasive mapping, alturistic calling dan dimensi emotional healing. Dimensi alturistic calling memiliki tingkat kepentingan yang paling rendah dibandingkan dimensi servant leadership lainnya karena item pernyataan yang menunjukkan alturistic calling yaitu: meletakkan kepentingan bawahan diatas kepentingannya sendiri dan mengorbankan kepentingannya untuk memenuhi kepentingan bawahan bagi beberapa mahasiswa yang terlibat dalam organisasi dianggap kurang penting. Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan kepemimpinan yang sekarang ini berlangsung dalam kehidupan berorganisasi mahasiswa di beberapa universitas di Indonesia khususnya universitas swasta sudah mengarah pada servant leadership. Hal ini dipandang baik karena menurut penelitian Laub (1999) dalam Lantu (2007) dipimpin oleh para servant leader maka organisasi itu akan menjadi sebuah organisasi yang sehat (healthy organization). 5.2. Saran Pihak-pihak yang terlibat dan berkaitan dengan eksistensi unit kegiatan mahasiswa maupun organisasi kemahasiswaan disarankan terus mendukung keberlangsungan hidup unit kegiatan dan organisasi kemahasiswaan karena adanya unit kegiatan dan organisasi kemahasiswaan bukan hanya dapat menambah pengalaman organisasi mahasiswa tetapi dapat membantu mahasiswa menemukan makna hidupnya. Dapat dilakukan pelatihan kepemimpinan yang menekankan pada dimensi-dimensi servant leadership guna meningkatkan pemahaman pentingnya hidup saling melayani mencapai organisasi yang sehat. Untuk penelitian berikutnya mengenai survei servant leadership di organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan mahasiswa dapat menambah jumlah sampel dengan jurusan dan jenis organisasi yang lebih beragam. Selain itu dapat membandingkan tingkat kepentingan dan penerapan servant leadership pada mahasiswa-mahasiwa yang aktif berorganisasi di universitas negeri dengan universitas swasta. 5.3. Keterbatasan Adapun keterbatasan yang penulis sadari dalam penelitian ini, yaitu: 1. Latar belakang responden didominasi lima universitas swasta dan hanya satu universitas negeri sehingga penulis menyatakan hasil penelitian belum benar-benar dapat digeneralisasi untuk universitas negeri. 2. Beberapa responden baru satu tahun terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau unit kegiatan dimana pengalaman berorganisasi khususnya dalam hal kepemimpinan masih tergolong baru, hal ini kurang menggambarkan kepemimpinan yang telah berlangsung selama ini. 3. Survei ini menggunakan self assesment rating sehingga memungkinkan responden menilai terlalu rendah/ tinggi tentang dirinya. VI. Daftar Pustaka Albrecht, K. 1994. The Northbound Train: Finding the purpose, Setting the Direction, Shaping the Destiny of Your Organization . New York: AMACON. Barbuto, J.E., & Wheeler, D.W. (2006). Scale Development and Construct Clarification of Servant Leadership. Group and Organization Management, No.31; 300-326. Farling, M.L., Stone, A.G., & Winston, B.E. 1999. Servant Leadership: Setting the Stage for Empirical Research . The Journal of Leadership Studies, No.6 ; 49-72. Hair, Jr., J. F, Anderson R. E, Tatham R. L, dan Black W. C.. 1998. Multivariat Data Analysis. Fifth Edi-tion. New Jersey: Prentice-Hall International.
159
Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013
Handoyo, Seger. 2010. Pengukuran Servant Leadership sebagai Alternatif Kepemimpinan di Institusi Pendidikan Tinggi pada Masa Perubahan Organisasi. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2, Desember; 130-140. Jaramillo, Fernando., Douglas B. Grisaffe., Lawrence B.Chonko., dan James A. Roberts. 2007. Examining, The Impact of Servant Leadership on Sales Force Performance. Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol. XXIX, No.3 ; 257-275. ____________. 2009. Examining The Impact of Servant Leadership on Salesperson’s Turnover Intention. Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol. XXIX, No.4 ; 351-365. Lantu, Donald., Erich Pesiwarissa., dan Augusman Rumahorbo. 2007. Servant Leadership The Ultimate Calling to Fulfill Your Life’s Greatness.Yogyakarta : Gradien Books. Nunnaly, D., 1978, Psychometric Theory, New York, Mc Graw Hill Sendjaya, Sen., James C. Sarros., dan Joseph C. Santora. 2008. Defining and Measuring Servant Leadership Behaviour in Organizations. Journal of Management Studies, 45:2. Terez, T. 2000. 22 Keys to Creating a Meaningful Workplace. Holbrook: MA Adams Media Corporation.
160