Surrogate Mother Kelompok Kontra Dibuat untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Metodologi
Oleh : Nilna Asyrofatul U. (105070601111014) Khusnul Khotimah (105070607111013) Cyntia Risas Isella (105070607111017)
PROGRAM STUDI KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010
I. JUDUL ARTIKEL Kontroversi Penyewaan Rahim Hukumnya Disamakan dengan Zina
II. RINGKASAN ARTIKEL Banyak pasangan yang mengalami kesulitan mendapatkan anak rela melakukan apa saja. Termasuk melakukan bayi tabung, atau bahkan mencari ibu pengganti alias sewa rahim. Sewa rahim telah marak dilakukan terutama di India dan Amerika Serikat (AS). Terakhir ada kisah perempuan India yang menyewakan rahimnya kepada pasangan asal Amerika demi mendapatkan sesuap nasi. Selain itu di Indonesia juga telah marak tentang isu penyewaan rahim sejak tahun 1970-an. Secara hukum penyewaan rahim dilarang di Indonesia, hal ini deperkuat oleh pendapat-pendapat yang lain seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pakar hukum Universitas Indonesia (UI), peneliti LIPI dan Dewan Penasihat The Indonesian Institute.
III. LATAR BELAKANG Saat ini surrogate mother atau yang sering disebut dengan sewa rahim telah marak di dunia, bahkan isu sewa rahim telah sampai di Indonesia. Banyaknya pasangan suami istri yang menginginkan keturunan namun tidak juga dikaruniai keturunan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagi faktor diantaranya kondisi rahim yang kurang sehat, suami tidak bisa mengekskresikan sperma, kondisi rahim yang tidak memungkinkan untuk hamil, faktor usia, serta yang di era globalisasi ini wanita cenderung mementingkan karir. Oleh karena itu banyak pasangan yang mengunakan berbagai cara untuk mendapatkan anak salah satunya adalah sewa rahim atau surrogate mother. Permintaan sewa rahim dari negara-negara di dunia terus meningkat. India adalah salah satu negara yang paling menikmati tingginya permintaan sewa rahim. Perempuan-perempuan di India melakukan sewa rahim untuk memperbaiki
ekonomi keluarga. Pemerintah India melegalkan sewa rahim dengan membuat sebuah pusat untuk model sewa rahim. Pemerintah India juga membuat visa khusus atau visa medis untuk memfasilitasi orang yang datang untuk keperluan medis termasuk sewa rahim. Sosiolog Australia Catherine Waldby dari University of Sydney dalam sebuah konferensi baru-baru di Brisbane mengatakan, India bisa mengalahkan Amerika Serikat untuk tempat melakukan sewa rahim terutama potensi permintaan dari negara-negara berkembang. Bagi mereka yang memiliki ekonomi rendah menyewakan rahim adalah salah satu jalan untuk menghasilkan uang. Apalagi risiko sewa rahim juga dapat ditekan. Namun di balik manfaat uangnya, sewa rahim ini terus mendatangkan perdebatan publik. Dengan mengupas artikel “Kontroversi Penyewaan Rahim Hukumnya Disamakan dengan Zina” ini, kami akan mengkaji apakah sewa rahim di Indonesia diperbolehkan dan bagaimana pandangan masyarakat mengenai hal tersebut.
IV. FOKUS MASALAH Pada saat ini telah terjadi maraknya isu sewa rahim di dunia maupun di Indonesia. Hal ini telah menimbulkan suatu masalah sosial dalam masyarakat baik dari sudut pandang agama, politik, dan budaya. Dengan timbulnya masalah ini, tidak banyak lagi pasangan suami istri yang sulit untuk mendapatkan keturunan akan melakukan tindakan tersebut. Namun pada dasarnya tindakan sewa rahim tersebut memiliki hukum yang tidak sah. Pasangan yang sulit untuk mendapatkan keturunan lebih memilih untuk melakukan sewa rahim hanya karena dengan alasan ingin memiliki keturunan. Untuk itu mereka menganggap bahwa sewa rahim merupakan pilihan yang tepat. Dan bagi para wanita yang memiliki perekonomian rendah, sewa rahim merupakan pilihan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Karena selain mendapatkan upah yang besar, bagi mereka sewa rahim itu pekerjaan yang
mudah. Namun wanita yang menyewakan rahimnya umumnya tidak memikirkan dampak dari sewa rahim.
V. PEMBAHASAN Deskripsi Tema
Memiliki anak adalah dambaan bagi setiap pasangan suami isteri, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada keadaan dimana seorang isteri tidak dapat mengandung karena adanya kelainan pada rahim sang isteri. Teknologi kedokteran telah menemukan program “fertilisasi in vitro” yang dalam perkembangannya dapat dilakukan dengan menggunakan surrogate mother. Surrogate mother adalah seorang wanita yang mengadakan perjanjian (gestational agreement) dengan pasangan suami isteri yang mana dalam perjanjian tersebut si wanita bersedia mengandung benih dari pasangan suami isteri infertil tersebut dengan suatu imbalan tertentu. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan sewa rahim dilakukan, diantaranya: 1. Seorang wanita yang tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa kerena ditimpa penyakit atau kecacatan yang menghalanginya untuk hamil dan melahirkan. 2. Kehilangan Rahim karena berbagai sebab seperti sakit atau lainnya. 3. Wanita tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban kehamilan, melahirkan dan menyusui. 4. Ingin menjaga penampilan agar tetap bugar, langsing dan cantik. 5. Wanita yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause). 6. Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan menyewa rahimnya kepada orang lain. 7. Sengaja menghindari diri dari proses kehamilan karena takut sakit. Beberapa fakta yang terjadi di India dan Amerika Serikat, penyewaan rahim marak dilakukan. Terakhir ada kisah perempuan India menyewakan
rahimnya kepada pasangan asal Amerika demi mendapatkan sesuap nasi. India menjadi pilihan sewa rahim karena biaya operasi, tenaga ahli dan klinik kesuburan jauh lebih murah dibandingkan AS. Sewa rahim di India hanya US$ 50.00060.000 atau Rp 50-60 juta (kurs 10.000/US$) per bayi. Sedangkan biaya sewa rahim untuk pasangan asing dari barat dikenai biaya US$ 15.000-20.000 atau Rp 150-200 juta. Biaya ini jauh lebih rendah dibandingkan sewa rahim di AS yang sebesar US$ 100.000 atau Rp 1 miliar. Sementara di Indonesia sempat ramai kasus sewa rahim pada Januari 2009 ketika artis yang berinisial ZM diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami istri pengusaha. Dan mendapat imbalan mobil dan Rp 50 juta dari penyewaan rahim tersebut. Alasan Kontra Dari pembahasan di atas telah diketahui bahwa surrogate mother memiliki sisi yang negatif dan dampak 1. Sudut Pandang Berabagai Agama a. Agama Islam
Berkembangnya masalah ini tidak terlepas dari pantauan fiqih Islam karena segala perbuatan manusia tidak akan pernah terlepas dari hukum Islam. Penyewaan rahim baik dengan suka rela atau dengan imbalan berupa materi dan dengan tujuan apapun di hukumi haram dalam islam. Untuk masalah penyewaan rahim, ulama bersepakat bahwa masalah ini merupakan masalah yang terlarang dalam islam dengan menimbang beberapa alasan. Yaitu: 1). Tidak adanya tali pernikahan diantara pemilik sperma dan pemilik rahim. Dalam syariat islam, syarat mutlak atas status legal/sah dari kelahiran seorang anak ke alam semesta adalah dengan melalui jalur resmi, yaitu pernikahan. Jika ada seorang perempuan hamil diluar tali pernikahan, maka kehamilannya dihukumi kehamilan yang tidak sah, begitu juga
anak yang nanti akan lahir. Dengan adanya penyewaan rahim, maka dihawatirkan akan timbul fitnah kepada perempuan yang dijadikan tempat penanaman janin. Padahal islam sangat mengecam adanya perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik. Disamping itu juga dihawatirkan akan terjadi ketidak jelasan nasab dari anak yang dilahirkan. Dan lagi-lagi islam sangat-sangat menjaga kesucian nasab. 2). Tidak sah rahim itu menjadi barang jual beli. Rahim tidak termasuk dalam barang yang bisa diserah terimakan dengan imbalan materi misalkan dengan disewa atau diperjual belikan atau dengan tanpa imbalan misalkan dipinjamkan atau diserahkan dengan sukarela. 3). Penyewaan rahim akan mengakibatkan terlantarnya anak dan menyebabkan orang tua melepaskan tanggung jawab. Terkadang dapat terjadi penyia-nyiaan terhadap anak yang dihasilkan dari penyewaan rahim, misalkan saja kalau terjadi cacat pada anak tersebut atau hal-hal yang tidak dapat diterima oleh pihak penyewa, dan pihak yang disewa juga tidak mau merawatnya karena tidak termasuk dalam perjanjian. Pada 13 Juni 1979 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang bayi tabung yang boleh dilakukan tapi tidak dengan penyewaan rahim. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan sebagai berikut : a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidah kaidah agama. b. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini
akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya). c. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a zzari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan. d. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya. b. Nasrani Agama Kristen juga menganggap embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang harus dihargai dan dihormati. Gereja melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan apa pun, yang dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati. Gereja, juga tidak mentoleransi penggunaan sel embrio sisa proses bayi tabung karena apa pun bentuknya mereka adalah cikal bakal manusia yang mempunyai hak untuk hidup. c. Hindu
Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung Indonesia (KASI), menyatakan: "Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, menggunakan sel punca dari embrio sama dengan aborsi, pembunuhan.
2. Sudut Pandang Hukum
Secara hukum, penyewaan rahim dilarang di Indonesia. Larangan ini termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan. 3. Sudut Pandang Moral Secara sisi moral bagi wanita yang telah menyewakan rahimnya, biasanya jika telah mengandung dan melahirkannya si wanita tersebut sulit untuk memberikan janin yang telah dilahirkannya. Maka dari itu akan memancing timbulnya konflik antara pasangan yang telah menyewa rahim dan wanita yang menyewakan rahimnya. 4. Sudut Pandang Masyarakat Perempuan yang telah menyewakan rahimnya akan mendapat stigma buruk jika ketahuan melakukan sewa rahim. Apalagi jika hal tersebut dilakukan di Indonesia yang memiliki hukum dan budaya yang kuat. Biasanya jika masyarakat mengetahui ada wanita yang telah menyewakan rahimnya, maka masyarakat akan memandang buruk atau menilai rendah wanita tersebut. Bisabisa wanita tersebut akan dikucilkan dari lingkungan masyarakat. 5. Sudut Pandang Negara Lain Negara yang memberlakukan hukum Islam sebagai hukum negaranya, tidak diperbolehkan dilakukannya inseminasi buatan dengan donor dan dan sewa rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya inseminasi buatan dengan donor. Sedangkan Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7 Desember 1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi buatan dengan sperma suami didasarkan pada premis bahwa hal itu sama dengan usaha untuk mengubah rancangan ciptaan Tuhan.
VI. KESIMPULAN Sewa rahim adalah salah satu inseminasi buatan/bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang dimasukkan ke dalam rahim selain isterinya. Ada beberapa hal yang mempengaruhi bagi pasangan melakukan sewa rahim guna mendapatkan anak. Padahal sewa rahim bukanlah satu- satunya jalan untuk mendapatkan anak atau keturunan. Karena sewa rahin memiliki hukum yang tidak sah dan dilarang oleh agama. Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan apabila anda belum mempunyai keturunan. Salah satu solusinya adalah menggunakan bayi tabung. MUI menghalalkan bayi tabung asal dari sperma dan telur dari suami istri yang sah perkawinannya. Perkembangan tekhnologi telah membuka mata kita bahwa masih banyak cara yang halal apabila kita berusaha. Permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan menggunakan rahim wanita lain yang bukan istri sahnya saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang. Agar sewa rahim tidak lagi menjadi kontrversial baik di negara lain maupun di Indonesia. VII. REFERENSI Tanamas, Ronald. 2009. Kontroversi Penyewaan Rahim Hukumnya Disamakan dengan Zina. http://m.detik.com diakses 1-12-2010 Obuk. 2009. Hukum Sewa Rahim. Hukum Sewa Rahim. http://obuk.multiply.com/journal/item/14/Hukum_Sewa_Rahim diakses 29 -11-
2010 Bahri, Saiful. 2009. Surrogate Mother, Inseminasi Buatan. http://www.docstoc.com/docs/9106469/SURROGATEMOTHERdocINSEMINASI-BUATAN diakses 5-12-2010
Daud, Zahrul Badawi M. 2009. Hukum Sewa Rahim dalam Pandangan Fikih Islam. http://mybloglenterahati.blogspot.com/2009/08/hukum-sewa-rahimdalam-pandangan-fikih.html diakses 5-12-2010 Putra, aji. 2010. Penyewaan Rahim dalam Islam. http://agama.kompasiana.com/2010/10/07/penyewaan-rahim/ diakses 4-122010
Kamis, 29/01/2009 17:39 WIB Kontroversi Penyewaan Rahim Hukumnya Disamakan dengan Zina Ronald Tanamas - detikNews Jakarta – Kehadiran anak biasanya sangat diidam-idamkan pasangan yang sudah menikah. Banyak pasangan yang mengalami kesulitan mendapatkan anak rela melakukan apa saja. Termasuk melakukan bayi tabung atau bahkan mencari ibu pengganti alias sewa rahim. Di India dan Amerika Serikat (AS), penyewaan rahim marak dilakukan. Terakhir ada kisah Jyoti Dave. Perempuan India ini menyewakan rahimnya kepada pasangan asal Amerika demi mendapatkan sesuap nasi. Suami Dave yang menjadi satu-satunya pencari nafkah keluarga itu tidak bisa lagi bekerja karena mengalami kecelakaan
kerja.
''Suami saya kehilangan lengannya saat bekerja di pabrik tersebut. Kami bahkan tidak bisa makan seharian. Karena itulah, saya memutuskan menyewakan rahim," kata Dave kepada Reuters. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia membolehkan penyewaan rahim? Belum lama ini mantan Ratu Ekstasi Zarima Mirafsur diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung. Penyewanya adalah pasangan Ita-Edi, pengusaha kaya raya asal Surabaya. Zarima, menurut mantan pengacaranya, Ferry Juan, mendapat imbalan mobil dan Rp 50 juta dari penyewaan rahim tersebut. Tapi kabar ini dibantah Zarima. Sebelum kasus Zarima, isu penyewaan rahim sebenarnya sudah merebak di Indonesia sejak tahun 1970-an berbarengan dengan kontroversi bayi tabung. Pada 13 Juni 1979, Majelis Ulama Indonesia (MUI) misalnya telah mengeluarkan fatwa tentang bayi tabung. Dalam fatwa itu, MUI membolehkan dilakukan bayi tabung, tapi tidak dengan penyewaan rahim.
Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Komisi Fatwa MUI Setiawan Budi Utomo menyatakan, teknik inseminasi alias pembuahan buatan yang dibenarkan menurut Islam adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta pembuatan itu dilakukan karena keinginan yang serius dan tidak untuk main-main atau percobaan. "Jika inseminasi buatan atau menggunakan rahim wanita yang tidak terikat dengan perkawinan sama halnya dengan zina,” kata Budi kepada detikcom. Secara hukum, penyewaan rahim juga dilarang di Indonesia. Larangan ini termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan. Dalam kedua peraturan tersebut, bayi tabung yang diperbolehkan hanya kepada pasangan suami isteri yang sah, lalu menggunakan sel sperma dan sel telur dari pasangan tersebut yang kemudian embrionya ditanam dalam rahim isteri bukan wanita lain alias menyewa rahim. Hal ini dilakukan untuk menjamin status anak tersebut sebagai anak sah dari pasangan suami isteri tersebut. Pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Rudi Satrio mengatakan anak hasil bayi tabung merupakan anak sah. Namun jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata. Dalam hal ini suami dari istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. Namun biasanya ada perjanjian yang tertulis yang dilakukan kedua pasangan tersebut untuk mengakui status anak tersebut. Rudi juga menambahkan jika embrio dimasukkan ke dalam rahim seorang gadis atau wanita yang tidak terikat perkawinan maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin.
Sementara Frans Hendra Winata, anggota Komisi Hukum Nasional dan Dosen Universitas Pelita Harapan mengatakan penyewaan rahim melanggar hukum perkawinan dan dapat dikategorikan hukum pidana dengan pasal perselingkuhan. "Jika penyewaan rahim ini sampai dimuat ke pengadilan semua tergantung dari sisi mana hakim menilai untuk pidananya. Tapi yang jelas itu sudah melanggar undang-undang hak sipil seseorang," kata Frans kepada detikcom. Frans menegaskan penyewaan rahim wanita ini dari segi moral tidak bisa dibenarkan dan melanggar norma-norma yang sudah dianut masyarakat. Namun ditegaskan Frans Hendra, secara khusus penyewaan rahim hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Pemerintah disarankan segera membentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus. Jaleswari Pramodhawardhani, peneliti LIPI dan Dewan Penasihat The Indonesian Institute mengatakan masalah penyewaan rahim wanita memang sangat sensitif dan harus hati-hati penanganannya. Yang jelas memang belum ada peraturan yang mengatur hal ini karena bisa berdampak merugikan wanita itu sendiri. Menurut Jaleswari untuk masalah ini sangat rentan sekali mendapatkan benturan dari norma yang dianut negara seperti Indonesia yang masih menganut adat ketimuran. "Jika tidak hati-hati masalah penyewaan rahim wanita bisa merugikan kaum perempuan yang sampai saat ini masih dikesampingkan suaranya," tegas Jaleswari. (ron/iy)