JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGMELALUI METODE EKSPERIMEN LABORATORIUM DAN LAPANGAN DITINJAUDARI KEBERAGAMAN KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS DAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN Median Agus Priadi1), Suciati Sudarisman2), Suparmi3) 1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia
[email protected]
2
Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Surakarta, 57126, Indonesia
[email protected]
3
Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Surakarta, 57126, Indonesia
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran model problem based learning melalui metode eksperimen laboratorium dan lapangan, antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitis dan sikap peduli lingkungan kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar biologi siswa, serta interaksinya. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 9 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012, sebanyak 7 kelas. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling sebanyak dua kelas yaitu kelas X8 dan X9. Kelas X8 diberi pembelajaran dengan metode eksperimen lapangan dan kelas X9 dengan metode eksperimen laboratorium. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes untuk mendapatkan data prestasi belajar kognitif dan kemampuan berpikir analitis, metode angket untuk mendapatkan data sikap peduli lingkungan, prestasi belajar afektif dan psikomotorik serta metode observasi untuk memperoleh data afektif dan psikomotorik. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain faktorial 2x2x2. Berdasarkan hasil uji hipotesis data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) tidak ada pengaruh penggunaan metode eksperimen laboratorium dan eksperimen lapangan terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotorik siswa tetapi ada pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar afektif; 2) ada pengaruh kemampuan berpikir analitis terhadap prestasi belajar kognitif siswa tetapi tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap afektif dan psikomotorik; 3) ada pengaruh sikap peduli lingkungan terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotorik siswa tetapi tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar afektif; 4) ada interaksi antara metode dan kemampuan berpikir analitis terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik siswa; 5) ada interaksi antara metode dan sikap peduli lingkungan terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa; 6) ada interaksi antara kemampuan berpikir analitis dengan sikap peduli lingkungan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif tetapi tidak ada interaksi pada prestasi belajar psikomotorik; 7) ada interaksi antara metode, kemampuan analitis, dengan sikap peduli lingkungan terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Kata kunci: problem based learning, pencemaran, aspek kognitif, aspek afektif dan psikomotorik
Pendahuluan Perkembangan era globalisasi dan kemajuan teknologi disatu sisi memberikan manfaat namun disisi lain hal ini juga berdampak semakin ketatnya kompetisi serta permasalahanpermasalahan kehidupan akan semakin kompleks. Realitas ini secara tidak langsung menuntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keterampilan dalam memecahkan permasalahan. Untuk itu, keterampilan dalam
memecahkan masalah perlu ditanamkan sedini mungkin. Pendidikan merupakan salah satu sarana yang sangat strategis dalam menanamkan kemampuan memecahkan masalah sedini mungkin kepada siswa melalui kegiatan pembelajaran sesuai dengan jenjang pendidikan di sekolah. Depdiknas (2003:2) menyebutkan bahwa sains berkaitan dengan cara mencari tahu
217
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id tentang alam secara sistematis sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran sains diharapkan menjadi wahana bagi para peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannnya dalam kehidupan seharihari. Berdasarkan Permendiknas no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi menegaskan bahwa mata pelajaran IPA termasuk biologi yang salah satu karakteristik dalam pembelajarannya memerlukan kegiatan penyelidikan atau eksperimen, sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah. Adanya kegiatan ini akan menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pengalaman langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah (BSNP, 2006). Hal ini menunjukkan biologi mengintergrasikan antara teori dan aplikasi dalam kehidupan nyata sebagai suatu pengetahuan. Dengan demikian pembelajaran biologi merupakan sarana strategis dalam menyiapkan SDM yang akan mampu dan terampil dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupannya baik dimasa seakarang ataupun dimasa yang akan datang. Berdasarkan uraian di atas tersirat perlunya proses pembelajaran IPA (biologi) yang menarik, kontekstual, melibatkan adanya interaksi antara siswa dan pendidik dengan lingkungan sebagai salah satu sumber belajar, sehingga siswa dapat melakukan keterampilan proses sains. Menurut Suciati (2010: 237) keterampilan proses sains yang perlu dikembangkan diantaranya adalah keterampilan mengamati, mengelompokkan, menafsirkan, meramalkan, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, melakukan percobaan, dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Secara umum pembelajaran di Indonesia kenyataan menunjukkan bahwa dilapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah-masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Siswa bahkan kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Walaupun demikian, disadari bahwa ada juga siswa yang memiliki kemampuan menghafal yang baik serta mampu memahami materi yang dihafal tersebut, namun kenyataan mereka sering kurang mampu dalam menggunakan konsep
yang telah dihafal tersebut ke dalam suatu situasi yang baru khususnya yang berkaitan dengan lingkungan sehari-hari (Trianto, 2010 : 90). Pembelajaran sains di Indonesia mayoritas masih menggunakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran sains cenderung terbatas pada transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa (transfer of knowledge). Pembelajaran sains yang ada belum memberikan kesempatan yag lebih banyak kepada siswa untuk menemukan dan memecahkan sendiri permasalahan yang mereka temukan dalam memahami materi yang dipelajari. Hasil penelitian yang dilakukan TIMSS (Trend of International on Mathematics and Science Study) tahun 2007 menunjukkan bahwa nilai rata-rata sains yang dicapai negara Indonesa adalah 427 atau berada pada peringkat 35 dari 49 negara. Selain itu juga, hasil penelitian yang dilakukan oleh IMSTEP-JICA (dalam Marsigit: 2009) juga menunjukkanbahwa dalam pembelajaran matematika dan sains guru terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematis disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Kegiatan pembelajaran biologi di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada dasarnya sudah bervariasi, namun secara umum dalam kegiatan pembelajarannya cenderung masih bersifat teacher centered, guru sebagai aktor. Sebagian siswa belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan guru biologi, belum optimalnya hasil belajar biologi siswa diprediksi karena beberapa faktor diantaranya: (1) metode diskusi informasi masih dominan digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa; (2) siswa merasa kurang dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran; (3) karakteristik materi biologi yang bersifat abstrak sulit dipahami siswa dengan baik karena guru kurang memperhatikan tingkat perkembangan kognitif siswa; (4) selain itu, guru belum memperhatikan karakteristik materi dan karakteristik siswa diduga sebagai penyebab utama masalah tersebut; (5) faktor internal siswa yang beragam juga belum diperhatikan oleh guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.
218
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran. Nurhadi (2002: 109), sementara Mohamad Nur (2011: 57) merumuskan sintaks PBL menjadi lima tahapan yaitu mengorientasikan siswa kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Djamilah Bondan (2011: 4) menyebutkan bahwa PBL mempunyai banyak keunggulan antara lain lebih menyiapkan siswa untuk menghadapi masalah pada situasi dunia nyata, memungkinkan siswa menjadi produsen pengetahuan, dan dapat membantu siswa mengembangkan komunikasi, penalaran, dan ketrampilan berfikir kritis. PBL akan efektif jika diintegrasikan dengan metode yang tepat seperti eksperimen. Tahapan-tahapan dalam model PBL yang meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya, menganalitis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah sangat relevan dengan metode eksperimen. Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan pembanding atau kontrol dan penggunaan alatalat praktikum. Dalam proses pembelajaran menggunakan metode eksperimen siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri Nuryani (2007 : 131).
pencemaran cocok menggunakan model PBL melalui metode eksperimen baik di dalam laboratorium maupun di tempat yang sesungguhnya akan terjadi interaksi dan kerjasama antara siswa dengan lingkungan sekitarnya. Keberhasilan pembelajaran biologi khususnya materi pencemaran lingkungan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun eksternal yang beragam. Hal ini sejalan dengan pendapat Saifudin (2011 : 11) yang menjelaskan bahwa karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, sifat-sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengaan faktorfaktor lingkungan dalam menentukan perilaku seperti kemampuan berpikir analitis serta bagaimana sikap peduli lingkungan yang ada dalam diri setiap siswa. Namun dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 9 Bandar Lampung guru belum memperhatikan kondisi tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus sebagai solusi terhadap permasalahan pembelajaran biologi di SMA Negeri 9 Bandar Lampung maka perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Biologi Menggunakan PBL Melalui Eksperimen Laboratorium dan Lapangan Ditinjau dari Keberagaman Kemampuan Berpikir Analitis dan Sikap Peduli Lingkungan”.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 9 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012, sebanyak 7 kelas. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling sebanyak dua kelas yaitu kelas X8 dan X9. Kelas X8 diberi pembelajaran dengan metode eksperimen lapangan dan kelas X9 dengan metode eksperimen laboratorium. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes untuk mendapatkan data prestasi belajar kognitif dan kemampuan berpikir analitis, metode angket untuk mendapatkan data sikap peduli lingkungan, prestasi belajar afektif dan psikomotorik serta metode observasi untuk memperoleh data afektif dan psikomotorik. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain faktorial 2x2x2. Uji statistik dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Dalam penelitian ini,
Model PBL yang diintegrasikan dengan eksperimen laboratorium dan lapangan sangat tepat diterapkan pada materi pembelajaran biologi khususnya tentang pencemaran lingkungan yang memiliki karakteristik yang berisi tentang hubungan antar komponen ekosistem, menjelaskan keterlibatan antara kegiatan manusia dengan kerusakan atau pencemaran lingkungan dan pelestarian lingkungan. Dengan demikian, materi
219
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, sebelum dilakukan uji persyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians.
Rendah Jumlah
Data dalam penelitian ini meliputi data kemampuan berpikir analitis, sikap peduli lingkungan, prestasi belajar kognitif, dan prestasi belajar afektif dan prestasi belajar psikomotorik. Data tersebut diperoleh dari hasil tes dan angket pada siswa kelas X 8 dengan jumlah 31 siswa dan X 9 dengan jumlah 31 siswa. Pada penelitian ini kelas X 9 sebagai kelas yang diberikan perlakuan metode eksperimen laboratorium dan kelas X 8 sebagai kelas yang diberikan perlakuan metode eksperimen lapangan. Deskripsi kategori tes kemampuan bepikir analitis dan angket sikap peduli lingkungan siswa dikategorikan tinggi jika mempunyai skor nilai (≥) rerata totalskor kelas dan dikategorikan rendah bagi siswa yang mempunyai skor nilai di bawah rerata (<) rerata total skor kelas yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kemampuan berpikir analitis dan sikap peduli lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2, sedangkan data prestasi belajar siswa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada pembelajaran menggunakan model PBL melalui metode eksperimen laboratorium dan lapangan masing-masing disajikan dalam Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5.
52
19
61
35
Rendah
15
48
12
39
27
Jumlah
31
100
31
100
62
Tinggi
Metode Eksperimen Laboratorium Frek. 19
Presentase (%) 61,3
Metode Eksperimen Lapangan Frek. 19
Presentase (%) 61,3
Jumlah Data
Maks.
Min
Ratarata
Std. Dev.
Metode Eksp. Laboratorium
31
91
57
75,8
11,1
Metode Eksp. Lapangan
31
94
60
76,9
10,5
Kelas
Jumlah Data
Maks.
Min
Ratarata
Std. Dev.
Metode Eksp. Laboratorium
31
90
71
80,5
4,1
Metode Eksp. Lapangan
31
81
61
60,5
5,0
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata afektif kelas eksperimen laboratorium lebih baik dibandingkan kelas eksperimen lapangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan prestasi afektif siswa pada kedua metode. Tabel 5. Deskripsi data prestasi belajar psikomotorik ditinjau dari metode belajar
Berdasarkan Tabel 1, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitis tinggi lebih banyak dari padajumlah siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitis rendah. Tabel 2. Distribusi frekuensi data sikap peduli lingkungan siswa Sikap Peduli Lingkungan
62
Tabel 4. Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode belajar
Presentase (%)
16
24
100
Pada Tabel 3, kelompok siswa yang menggunakan eksperimen lapangan memperoleh rerata relatif sama dari pada laboratorium sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang singnifikan prestasi kognitif baik pada kelompok siswa yang menggunakan eksperimen laboratorium ataupun lapangan.
Jumlah
Tinggi
38,7
31
Kelas
Metode Eksperimen Metode Eksperimen Laboratorium Lapanga Presentase Frek. (%)
12
100
Tabel 3. Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode belajar.
Tabel 1. Distribusi frekuensi data kemampuan berpikir analitis siswa tinggi dan rendah Frek .
38,7
31
Berdasarkan Tabel 2, pada kelas yang menggunakan metode eksperimen laboratorium terdapat 21 siswa yang mempunyai sikap peduli lingkungan tinggi dan 10 siswa yang mempunyai sikap peduli lingkungan rendah. Dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa yang mempunya sikap peduli lingkungan tinggi lebih banyak dari pada yang rendah.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kemampuan berpikir analitis
12
Kelas
Jumlah Data
Maks.
Min
Ratarata
Std. Dev.
Metode Eksp. Laboratorium
31
86
69
79,8
3,7
Metode Eksp. Lapangan
31
86
68
78,4
5,4
Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata psikomotorik kelas eksperimen laboratoriumdan kelas eksperimen lapangan relatif sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
Jumlah
38
220
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id perbedaan yang signifikan prestasi psikomotorik siswa pada kedua metode. Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan uji anava (analisis variansi) tiga jalan, karena faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas berjumlah tiga variabel bebas, yaitu metode pembelajaran, kemampuan berpikir analitis, dan sikap peduli lingkungan, menggunakan program SPSS 17. Prasarat hasil uji anava yakni, jika P-value> Alpha 0,05 maka Ho diterima = tidak ada perbedaan atau pengaruh, jika P-value< Alpha 0,05 maka Ho ditolak = ada pengaruh, dan jika P-value> Alpha = 0,05 maka Ho diterima = tidak ada interaksi, dan jika P-value< Alpha maka Ho ditolak = ada interaksi. Adapun ringkasan hasil analisis variansi tiga jalan diperlihatkan dalam Tabel 6.
Berdasarkan hasil analisis dapat diambil keputusan bahwa kedua metode baik eksperimen laboratorium dan lapangan tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap prestasi kognitif maupun psikomotorik siswa. Artinya PBL yang diintegrasikan dengan metode eksperimen laboratorium dan lapangan memberikan dampak yang relatif sama terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotorik siswa. Hasil prestasi kognitif dan psikomotorik dari penggunaan metode eksperimen laboratorium dan lapangan tidak jauh berbeda disebabkan karena tahapan-tahapan dalam pembelajarannya tidak berbeda secara signifikan, kedua metode tersebut sama-sama menjadikan siswa sebagai “active thinker” dan kedua metode mendorong siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pemecahan masalah dari pengalaman nyata. Smith, Ericson dan Lubienski (dalam Djamilah, 2011: 2) lingkungan atau suasana kelas PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dan mengubah suatu metode atau cara ke dalam situasi baru yang cocok. Siswa-siswa dalam lingkungan atau suasana kelas PBL secara khusus mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk belajar proses matematika yang berkaitan dengan komunikasi, representasi, pemodelan, dan penalaran. Hal ini juga didukung oleh teori konstruktivisme (dalam Trianto 2010:74) yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang diperoleh siswa melalui aktivitas yang dilakukan secara aktif dengan membangun pemahaman terhadap realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka. Hasil ini juga diperkuat oleh Saodih (2011:57) yang menjelaskan bahwa pada penelitian eksperimen selain bisa dilakukan di laboratorium dapat juga dilaksanakan di luar namun pelaksanaan eksperimen di luar laboratorium pada hakekatnya menerapkan prinsip-prinsip yang sama dengan eksperimen laboratorium. Hasil lain pada hipotesis ini menunjukkan bahwa hasil prestasi psikomotorik siswa yang melakukan kegiatan eksperimen di laboratorium memiliki rerata prestasi psikomotorik yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena kelompok siswa pada eksperimen di laboratorium lebih bisa terbimbing dan terarahkan daripada siswa yang melaksanakan eksperimen di lapangan. Hasil analisis untuk prestasi afektif terdapat perbedaan pengaruh pembelajaran dengan kedua metode.
Tabel 6. Hasil uji hipotesis anava tiga jalan prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik N O 1 2 3 4
5 6
7
SOURCE Metode Kemampuan berpikir analitis Sikap Peduli lingkungan Metode * Kemampuan berpikir analitis Metode * Sikap Peduli lingkungan Kemampuan berpikir analitis * Sikap Peduli lingkungan Metode * Kemampuan berpikir analitis * Sikap Peduli lingkungan
Prest. Kognitif 0,713
P-value Prest. Prest. Afektif Psikomotorik 0,000 0,373
0,000
0,649
0,288
0,000
0,308
0,033
0,000
0,000
0,008
0,000
0,000
0,013
0,000
0,008
0,100
0,000
0,000
0,033
a. Hipotesis Pertama Uji pengaruh pembelajaran model PBL dengan eksperimen laboratorium dan eksperimen lapangan terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik: Pada tabel Anava Test, prestasi kognitif dan psikomotorik siswa sama-sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua metode pembelajaran yang diterapkan, ditunjukkan dengan nilai signifikansi masing-masing 0,713 dan 0,373 (sig> 5%). Artinya rerata prestasi kognitif dan psikomotorik relatif sama pada kedua metode yang diterapkan. untuk prestasi afektif terdapat pengaruh yang signifikan pada kedua metode yang ditunjukkan dengan nilai 0,000 (sig<5 %; Ho ditolak). Artinya rerata prestasi afektif ada perbedaan pada kedua metode yang diterapkan.
221
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id Rerata hasil prestasi afektif lebih tinggi pada metode eksperimen laboratorium. Hal ini disebabkan karena kelompok siswa pada eksperimen di laboratorium lebih bisa terbimbing dan terarahkan daripada siswa yang melaksanakan eksperimen di lapangan, selain itu siswa lebih terdorong untuk memiliki rasa tanggung jawab yang lebih tinggi untuk memastikan setiap anggota kelompok untuk menjaga kenyamanan dan keamanan khususnya saat proses eksperimen di laboratorium berlangsung. Menurut Nuryani (2007) metode eksperimen di laboratorium mempunyai kelebihan siswa akan menjadi lebih yakin atas suatu hal, memperkaya pengalaman, prestasi belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa, dan dapat mengembangkan sikap ilmiah. Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian Christine Ching (2005) yang menunjukkan PBL dapat membantu siswa mengungkapkan permasalahan mereka sendiri dan memperoleh inspirasi menyelasaikan masalah yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Selain itu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Behiye Akçay (2009) yang menyimpulkan bahwa melalui pembelajaran PBL dengan melakukan eksperimen siswa memperoleh pengetahuan dan menjadi mampu pemecahan masalah belajar, mandiri, dan partisipasi tim.
dan mengkonstruksi pengetahuan barunya. Lundeberg (dalam Jonassen, 2003: 17) menyatakan bahwa menyelesaikan masalah membutuhkan pembelajar yang berpikir kritis, analisis, menggunakan kognitif, reflektif dan mengambil keputusan. Kemampuan berpikir analitis yang dikembangkan akan membantu siswa mencapai prestasi belajar yang maksimal. Hasil penelitian Oscarson and Osberg (2010: 4) menyatakan bahwa keterampilan berpikir (thinking skills) berkorelasi signifikan terhadap prestasi kognitif siswa materi kimia. Kemampuan berpikir analitis yang mencakup analytical reasoning dan analysis of explanation sebagai bagian keterampilan berpikir memberikan harga korelasi (r=0,37), artinya kemampuan berpikir analitis memberikan sumbangan sebesar 13,69% terhadap prestasi belajar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa kemampuan berpikir analitis berpengaruh terhadap prestasi belajar kognitif siswa dimana siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitis tinggi mempunyai prestasi ranah khususnya kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitis rendah. Hasil prestasi belajar afektif dan psikomotorik tidak terlalu dipengaruhi oleh kemampuan berpikir analitis analytical reasoning dan analysis of explanation sehingga hasil relatif sama. Berdasarkan taksonomi tujuan instruksional membagi tujuan pendidikan dan instruksional ke dalam tiga kelompok, yaitu tujuan yang bersifat kognitif, tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan “berpikir”, mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu “mengingat”, sampai dengan kemampuan untuk memecahakan suatu masalah (problem solving) yang menuntut mahasiswa untuk memecahkan masalah tersebut. Sebagaimana disebutkan sebelumnya tujuan kognitif ini paling sering digunakan dalam proses insruksional. Tujuan afektif yang berhubungan dengan “perasaan”, “emosi”, “sistem nilai” dan “sikap hati” (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu “memperhatikan suatu fenomena” sampai dengan yang kompleks yang merupakan faktor internal seseorang, seperi kepribadian dan hati nurani. Dalam literatur tujuan afektif ini disebutkan sebagai: minat, sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai, serta kecenderungan emosi. Tujuan psikomotor berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan
b. Hipotesis Kedua Hasil uji pengaruh kemampuan berpikir analitis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik pada Tabel 6 menunjukkan bahwa prestasi kognitif siswa sama-sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kedua metode pembelajaran yang diterapkan, ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,000 (sig< 5%). Artinya rerata prestasi kognitif berbeda pada kedua metode yang diterapkan. untuk prestasi afektif dan psikomotorik terdapat pengaruh yang signifikan pada kedua metode yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi masing-masing 0,649 da 0,288 (sig> 5%;). Artinya rerata prestasi afektif tidak ada perbedaan pada kedua metode yang diterapkan. Jonassen (2003: 17) menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis termasuk problem solving skills sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah baik yang kompleks terstruktur maupun tidak terstruktur. Dalam menyelesaikan masalah siswa dituntut menggabungkan konsep yang sudah diperoleh
222
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Tujuan ini tidak banyak ditemukan penjelasannya, dan biasanya dihubungkan dengan “latihan menulis”, berbicara, berolahraga, serta mata kuliah yang berhubungan dengan keterampilan teknis.
sehingga berkembang ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut teori ini adanya kesadaran merupakan akhir dari interaksi sehingga menjadi pengetahuan yang personal (private speech). Siswa sering menggunakan pengetahuan ini misalnya saat mengerjakan masalah yang sulit dengan berbicara sendiri. Sejalan dengan hal ini, Saifudin (2011:5) sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi terhadap suatu objek, sementara Kothandapani dan Mann (dalam Saifudin, 2011:24) menjelaskan komponen kognitif merupakan representasi yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut emosional dan konatif merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.
c. Hipotesis Ketiga Uji pengaruh sikap peduli lingkungan tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada Tabel Anava Test, prestasi kognitif dan psikomotorik siswa sama-sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kedua metode pembelajaran yang diterapkan, ditunjukkan dengan nilai signifikansi masingmasing 0,000 dan 0,033 (sig< 5%). Artinya rerata prestasi kognitif dan psikomotorik berbeda pada kedua metode yang diterapkan. Untuk prestasi afektif tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada kedua metode yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,308 (sig> 5%). Artinya rerata prestasi afektif tidak ada perbedaan pada kedua metode yang diterapkan. Rerata prestasi belajar kognitif dan psikomotorik siswa yang yang memiliki sikap peduli lingkungan tinggi lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki sikap peduli lingkungan. Hal ini berarti semakin tinggi sikap peduli lingkungan siswa maka akan semakin baik prestasi belajar yang diperoleh. Hal ini terjadi karena ruang lingkup (area) kegiatan eksperimen siswa pada kelompok eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium lebih terbatas daripada eksperimen yang dilaksanakan di lapangan sehingga siswa pada kelas eksperimen laboratorium lebih terbimbing dan terarahkan. Alice dan Janet (2010) dalam hasil penelitian mereka yang menggunakan PBL dalam kelas ilmu sains dan matematika memberikan dukungan yang berkelanjutan karena mereka mengembangkan keahlian dalam menggunakan PBL dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam dan penerimaan dari filosofi yang mendasari pendekatan baru. Teori belajar konstruktivisme Vygotsky yang dijelaskan oleh Trianto (2010:52) menyatakan bahwa proses belajar adalah suatu proses psikososial yang berkaitan dengan lingkungan sosial budayanya. Siswa mendapatkan stimulus dari lingkungan sekitarnya menggunakan fisiknya, untuk menyerap stimulus tersebut dengan inderanya
d. Hipotesis Keempat Interaksi penggunaan metode eksperimen laboratorium dan lapangan dengan kemampuan berpikir analitis siswa terhadap prestasi belajar belajar kognitif , afektif, dan psikomotorik pada Tabel Anava Test, prestasi kognitif afektif dan psikomotorik siswa sama-sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kedua metode pembelajaran yang diterapkan, ditunjukkan dengan nilai signifikansi masing-masing 0,000 dan 0,000 dan 0,008 (sig< 5%) Artinya rerata prestasi kognitif afektif dan psikomotorik berbeda pada kedua metode yang diterapkan. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen laboratorium dan lapangan merupakan kegiatan pembelajaran yang mendorong siswa sebagai active learner bersama dengan anggota kelompok untuk melakukan identifikasi dari fenomena yang ada di lingkungan kemudian merumuskan permasalahan yang mereka temukan serta mengadakan penyelidikan untuk mencari kemungkinan-kemungkinan jawaban atas permasalahan yang mereka temukan sehingga siswa dapat secara optimal dalam memperoleh dan mengingat lebih lama penetahuan baru dari pengalaman nyata. Adanya faktor internal siswa dalam hal ini adalah kemampuan berpikir analitis serta sikap peduli lingkungan yang beragam akan mempengaruhi tingkat prestasi siswa dan menyebabkan terjadinya interaksi dari variabel-variabel yang ada. Gagne (dalam Syaiful Sagala, 2010: 22) yang mengungkapkan tipe belajar memecahkan masalah (problem
223
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id solving) yang dapat diterapkan melalui berbagai metode pembelajaran akan memberikan kontribusi positif terhadap prestasi belajar siswa. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini baik eksperimen laboratorium dan lapangan sangat sesuai untuk tipe belajar problem solving. Kedua metode tersebut sama-sama memfokuskan pada thinking skills siswa untuk memecahkan masalah sebagai alat untuk membangun pengetahuan. Dutch (dalam Taufiq, 2008 : 21) menjelaskan bahwa PBL merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar belajar untuk belajar, bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan berpikir analitis dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai. Jonassen & Woei (2008) dalam hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa bahwa pembelajaran PBL yang memperhatikan tingkat kesukaran masalah memainkan peran penting dalam efektivitas hasil pembelajaran siswa di semua jenis metode pembelajaran yang menggunakan masalah.
prestasi anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Saifudin (2011 : 11) yang menjelaskan bahwa karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, sifat-sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengaan faktorfaktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Perilaku secara luas tentu tidak hanya dapat ditinjau dalam kaitannya dengan dengan sikap manusia. Pembahasan perilaku dari sudut motivasi, dari sisi teori belajar dan sudut pandang lain akan memberikan penekanan yang berbeda. Namun satu hal yang dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia tidaklah sederhana untuk dipahami dan diprediksikan.
f. Hipotesis Keenam Interaksi antara kemampuan berpikir analitis dengan sikap peduli lingkungan siswa terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada tabel Anava Test, prestasi kognitif dan afektif siswa sama-sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kedua metode pembelajaran yang diterapkan, ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,000 dan 0,008 (sig< 5%). Artinya rerata prestasi kognitif dan afektif berbeda pada kedua metode yang diterapkan. untuk prestasi psikomotorik tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada kedua metode yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi masing-masing 0,100(sig> 5%). Artinya rerata prestasi afektif ada perbedaan pada kedua metode yang diterapkan. Metode pembelajaran, kemampuan berpikir analitis dan sikap peduli lingkungan secara bersamaan mempengaruhi prestasi belajar. Namun metode pembelajaran, kemampuan berpikir analitis tinggi dan sikap peduli lingkungan tidak mempengaruhi prestasi belajar psikomotorik siswa. Jonassen (2003:17) menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis termasuk problem solving skills sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah baik yang kompleks terstruktur maupun tidak terstruktur. Siswa dituntut menggabungkan konsep yang sudah diperoleh dan mengkonstruksi pengetahuan barunya dalam menyelesaikan masalah. Ausubel (dalam Ratna Wilis, 1989:110) juga menjelaskan belajar akan bermakna jika berhubungan dengan cara informasi atau materi yang disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan.
e. Hipotesis Kelima Interaksi metode eksperimen laboratorium dan eksperimen lapangan dengan sikap peduli lingkungan siswa terhadap prestasi belajar belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada Tabel Anava Test, prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa sama-sama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kedua metode pembelajaran yang diterapkan, ditunjukkan dengan nilai signifikansi masing-masing 0,000 dan 0,008 dan 0,013 (sig< 5%). Artinya rerata prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik berbeda pada kedua metode yang diterapkan. Interaksi antara metode dan sikap peduli lingkungan ini terjadi karena prestasi belajar pada hakekatnya dipengaruhi oleh faktor internal ataupun eksternal yang beragam. Jean Piaget dalam teori perkembangannya mengungkapkan bahwa perkembangan seseorang sebagian bergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan beriteraksi aktif dengan lingkungan. Lingkungan anak belajar sangat menentukan prestasi anak. Hal ini mengindikasikan bahwa sikap terhadap lingkungan memiliki perenan penting tehadap
224
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id Siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa tersebut yang diperolehnya dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Sedangkan Saifudin (2011:5) menjelaskan bahwa sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi terhadap suatu objek, sementara Kothandapani dan Mann (dalam saifudin, 2011:24) menjelaskan komponen kognitif merupakan representasi yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut emosional dan konatif merupakan kecenderungan berperilaku terentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Interaksi penggunaan metode eksperimen laboratorium dan eksperimen lapangan, kemampuan berpikir analitis dengan sikap peduli lingkungan siswa terhadap prestasi belajar belajar kognitif, afektif dan psikomotorik; pada tabel Anava Test, prestasi kognitif afektif dan psikomotorik siswa samasama menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kedua metode pembelajaran yang diterapkan, ditunjukkan dengan nilai signifikansi masing-masing 0,000 dan 0,000 dan 0,033 (sig< 5%). Artinya rerata prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik berbeda pada kedua metode yang diterapkan. Dutch (dalam Taufiq, 2008 : 21) menjelaskan bahwa PBL merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar belajar untuk belajar, bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan berpikir analitis dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai. Sementara itu Saodih (2011:57) yang menjelaskan bahwa pada penelitian eksperimen selain bisa dilakukan di laboratorium dapat juga dilaksanakan di luar namun pelaksanaan eksperimen di luar laboratorium pada hakekatnya menerapkan prinsip-prinsip yang sama dengan eksperimen laboratorium. Menurut Gagne (dalam Trianto, 2007:12) “terjadinya proses pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai prestasi belajar terdahulu. Kondisi eksternal
meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran.” Kesimpulan dan Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan sebelumnya, penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) tidak ada pengaruh penggunaan metode eksperimen laboratorium dan eksperimen lapangan terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotorik siswa tetapi ada pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar afektif; 2) ada pengaruh kemampuan berpikir analitis terhadap prestasi belajar kognitif siswa tetapi tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap afektif dan psikomotorik; 3) ada pengaruh sikap peduli lingkungan terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotorik siswa tetapi tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar afektif; 4) ada interaksi antara metode dan kemampuan berpikir analitis terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa; 5) ada interaksi antara metode dan sikap peduli lingkungan terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa; 6) ada interaksi antara kemampuan berpikir analitis dengan sikap peduli lingkungan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif tetapi tidak ada interaksi pada prestasi belajar psikomotorik; 7) ada interaksi antara metode, kemampuan analitis, dengan sikap peduli lingkungan terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Rekomendasi hasil penelitian ini bagi guru sebaiknya menggunakan model PBL yang diintegrasikan dengan metode eksperimen laboratorium dan lapangan untuk mengajar materi pencemaran khususnya udara, air, dan, tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran dengan metode eksperimen laboratorium dan lapangan memberikan rerata prestasi belajar yang sama baik. Guru sebaiknya memperhatikan kemampuan berpikir analitis, karena siswa dengan kemampuan berpikir analitis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan kemampuan berpikir analitis rendah. Rekomendasi bagi peneliti lain yaitu: 1) hasil penelitian ini hanya dilakukan pada peserta didik di SMAN 9 Bandar Lampung, sehingga perlu dilakukan penelitian di sekolah yang lain dengan kategori sedang dan rendah untuk memperoleh temuan yang lebih bervariasi; 2) mempertimbangkan ketersediaan
225
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 3, 2012 (hal 217-226) http://jurnal.pasca.uns.ac.id Mohamad, Nur. (2011). Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah. UNESA.
alat-alat praktikum yang di laboratorium sekolah sejak awal agar waktu dan pelaksanaan penelitian dapat berjalan secara efektif dan efisien; 3) pengambilan data sikap peduli lingkungan akan lebih representatif jika menggunakan angket dan observasi serta mempertimbangkan keterbatasan waktu.
Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Gonzales, E.J., Gregory, K.D., Garden, R.A., O’Connor, K.M., Krostowski, S.J., & Smith, T.A. (2000). TIMSS 1999: International Mathematics Report. Boston: ISC.
Daftar Pustaka
Nurhadi. (2002). Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Depdikbud.
Akçay, Behiye. (2009). Problem-Based Learning in Science Education. Journal ofTurkish Science Education. Volume 6, Issue 1.
Nuryani, Rustaman. (2007). Strategi Belajar Mengajar Biologi. FPMIPA-UPI. Jakarta: JICA IMSTEP.
Alen, James. (2004). How Do Critical Thinking Skills Enhance Student Achievement. Journal Online. Eyoneducation.
Oscarson and Oseberg. (2010). The Invention Effect of Using WebQuest on Logical Thinking Ability in Science Education. Turkey. Procedia Social and Behavioral Science.www. sciencedirect.com.
Alice Gertzman and Janet L. (2010). A Case Study of Problem-Based Learning in a Middle School Science Class: International Journalof Science and technology Education Research, 1, 1-7.
Ratna Wilis Dahar. (1989). Teori – teori Belajar. Bandung: Gelora Aksara Pratama,
Azwar Saifudin. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saifuddin, Azwar. (2011). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
BSNP. (2009). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Untuk SMA/MA Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Suciati, Sudarisman. (2010). Membangun Karakter Peserta Didik Melalui Pembelajaran Biologi Berbasis Keterampilan Proses. Proceeding Seminar Nasional VII Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Cristine Chin and Chia Li-Gek. (2005). Implementing Problem-Based Learning In Biology. Journal of Problem-Based Learning, 1, 8-18.
Syaiful Sagala. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta. -------. 2003. Standar Kompetensi Kurikulum. Jakarta
Trianto. (2010). Mendesain model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Djamilah, Widjajanti. (2011). Problem-Based Learning Dan Contoh Implementasinya. Jurusan FMIPA. Universitas Negeri Yogyakarta
Wina
Jonassen. (2003). Learning to Solve Problem. Cambridge: New York.
Sanjaya. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wenno I.H. (2008). Strategi Belajar Mengajar Sains Berbasis Kontekstual. Yogyakarta: Inti Media.
Jonassen, David H. and Hung, Woei. (2008). All Problems are not Equal: Implications for Problem-Based Learning. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. volume 2, no. 2
Zhou Qing, Guo Jing and Wang Yan. (2010). Promoting Preservise Teachers’ Critical Thinking Skills By Inquiry-Based Chemical Experiment. Procedia Social and Behavioral Science.www. sciencedirect.com.
Marsigit. (2009). Looking For Alternative Models In Reference To Japanese Educational Experiences Math Programs For International Cooperation In Indonesia. FMIPA: Universitas Negeri Yogyakarta
226