SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK Antologi Puisi Esai Ahmadun Yosi Herfanda Anwar Putra Bayu D. Kemalawati Handri TM Mezra E. Pellondou Salman Yoga S. Editor Fatin Hamama
ANTOLOGI PUISI ESAI
1
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK ANTOLOGI PUISI ESAI @Jurnal Sajak (cetakan) @inspirasi.co (digital / e-book) Hak cipta dilindungi Undang-undang All Right Reserved Penulis Ahmadun Yosi Herfanda Anwar Putra Bayu D. Kemalawati Handri TM Mezra E. Pellondou Salman Yoga S. Editor Fatin Hamama Gambar Sampul & Desain Cover Arif Bahtiar Desain & Tata Letak Andi Espe Cetakan Pertama, Januari 2014 ISBN 978-602-17438-8-1 164 halaman 13 X 18,5 cm
Diterbitkan pertama kali oleh PT JURNAL SAJAK INDONESIA Jl. Bhineka Permai Blok T No. 6 Mekarsari, Depok, Indonesia Telp/Faks. 021-8721244 Email:
[email protected]
2
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Pengantar Editor
K
reativitas adalah ibarat air yang mengalir. Ia akan menemukan muaranya dimana saja, tak satupun yang dapat menghalangi. Sejak dahulu kala, seorang f ilsuf Yunani, Herakleitos (540-480 SM) menyatakan "Seseorang tidak bisa dua kali masuk ke sungai yang sama" sebagai ungkapan yang menggambarkan padangannya bahwa tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Semua mengalami perubahan tiada henti, termasuk respon manusia terhadap perubahan itu. Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan yang memungkinkannya untuk menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Dikarenakan sastra adalah personif ikasi kreativitas manusia, maka perkembangan sastra selalu mencerminkan kecenderungan manusia dan masyarakatnya. Bahkan, sastra lah yang paling representatif merasakan denyut jantung masyarakat dan mengekspresikannya dalam visi ganda yang memperhatikan akurasi originalitas karya sastra yang berakar pada nilai-nilai kesusastraan yang dianut masyarakat, ANTOLOGI PUISI ESAI
3
dan pada saat yang sama tetap mengacu kepada kehidupan masa kini. Karya Sastra memang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kebudayaan masyarakat. Sebutlah misalnya sifat dan karakteristik sastra Melayu klasik yang menurut sudut pandang masyarakat sekarang dinilai kurang dinamis, perubahannya sangat lamban, terlampau simbolis, cenderung tradisional, dan yang paling penting sama sekali tidak memperhatikan fakta-fakta. Sudah barang tentu penilaian tersebut bukan karena karyakarya sastra klasik tidak menyesuaikan diri dengan perkembangan hidup masyarakat, melainkan karena karakteristik zaman dan era dimana karya-karya tersebut lahir. Sastra Indonesia mengalami perkembangan cukup panjang mulai dari era Hamzah Fansuri abad ke-16 hingga Chairil Anwar abad ke-20, bahkan hingga kini memperlihatkan perkembangan yang tetap dinamis dan fleksibel. Adalah wajar, kalau tidak mengatakan tuntutan zaman, jika di era perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi masa kini karya-karya sastra Indonesia mengambil inspirasi dari perkembangan sains dan teknologi, baik pada konten yang mengangkat isu-isu masalah sosial dan anti diskriminasi, maupun cara ekspresinya yang didukung oleh faktafakta. Salah satu kecenderungan menonjol dalam kaitan ini adalah 'puisi esai' yang "tidak hanya memotret pengalaman batin individu tetapi juga konteks fakta sosialnya". Inilah barangkali yang menjadi karakteristik 'puisi esai' yang terasosiasi dengan isu-isu sosial dan anti diskriminasi. 4
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Bagaimana kalau para penulis "kawakan" yang biasa menulis puisi lirik, penulis cerpen, atau esai diajak menulis puisi esai? Saya penasaran. Maka saya mengajak dan menawari sejumlah kawan untuk menulis puisi esai. Ternyata sebagian besar menyambutnya. Karya-karya mereka saya kumpulkan dan saya susun dalam 5 buah buku puisi esai. Hasilnya menarik dan berbeda-beda. Beberapa penyair yang saya kenal selama hidupnya menulis puisi lirik, dengan puisi esai ternyata menggarap tema yang sama sekali berbeda dengan tema-tema yang biasa mereka tulis. Ini luar biasa! Ahmadun Y. Herfanda yang biasa menulis puisi lirik relijius, dengan puisi esainya justru menggarap tema baru mengenai konflik sosial dan ideologi. Begitu juga dengan penyair Isbedy Setiawan dan penyair Anwar Putra Bayu, untuk menyebut beberapa contoh. Dan lebih menariknya, sang Dalang, Sujiwo Tejo menemukan nuansa baru dalam penulisan puisi esai. Dengan begitu, puisi esai sebenarnya membuka peluang, termasuk bagi penyair senior, untuk dapat menulis dan menggarap tema-tema yang di luar kebiasaan mereka selama ini. Rama Prabu, dengan menggebu menulis puisi esai yang sangat panjang. Puisi esainya pun terbit sendirian sebagai satu buku. Seiring dengan fleksibilitas tema-tema yang diangkat dalam puisi esai sebagai respon para penulis terhadap perkembangan, karya-karya ini membawakan konten dari fakta sosial. Inilah puisi esai karya para penulis yang tidak asing lagi namanya dan saya kumpulkan beberapa bulan menANTOLOGI PUISI ESAI
5
jelang akhir tahun 2013. Ada Sujiwo Tejo, Agus Noor, Chavchay Saefullah, Akidah Gauzillah, Anis Sholeh Ba'asyin, Dianing Widya, Ahmadun Yosi Herfanda, Anwar Putra Bayu, D. Kemalawati, Handry Tm, Mezra E. Pellondou, Salman Yoga S, Mustafa Ismail, Kurnia Effendi, Bambang Widiatmoko, Nia Samsihono, Anisa Afzal, Isbedy Stiawan ZS, Remmy Novaris, Sihar Ramses Simatupang, Rama Prabu, dan D. Zawawi Imron. Karya mereka saya kumpulkan dan tersebar dalam 5 buku antologi puisi esai yang saya sunting dan terbit bersamaan. Harapan saya, semoga semua buku puisi esai tersebut dapat menyemarakkan sastra kita. Selamat membaca.
Jakarta, Januari 2014
Fatin Hamama
6
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Daftar Isi
Pengantar Editor Fatin Hamama
3
Graf iti Sulastri Ahmadun Yosi Herfanda
11
Dibalik Cerita Sungai Musi Anwar Putra Bayu
35
Di Bawah Pinto, Syair Perempuan Sunyi D. Kemalawati
47
Mestikan Kuterima Salam itu? Handry TM
73
2 Oktober 2013 Meszra E. Pellondou
91
Panglima Muda dan Kopi Ganda Salman Yoga S.
117
Biodata Penulis
151
ANTOLOGI PUISI ESAI
7
8
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
GRAFITI SULASTRI Puisi Esai Ahmadun Yosi Herfanda
ANTOLOGI PUISI ESAI
9
10
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Ahmadun Yosi Herfanda
GRAFITI SULASTRI (SATU) Jalan desa masih lengang dan sunyi, dan kokok ayam baru terdengar sekali, ketika suara aneh membangunkan Sulastri, bukan untuk sekolah, atau sarapan pagi, tapi suara yang menakutkan hati, “Bangun, Lastri, bangun! Bapakmu akan mati pagi ini!” Seperti datang dari langit tinggi, suara itu langsung menohok dada Sulastri mengiris jiwanya yang suci. Koak burung gagak memecah sunyi udara, ditingkah guk-guk burung hantu di pohon tua, membuat bulu kuduk Sulastri berdiri seketika. “Apa benar bapak akan mati?” gumam Sulastri, takut, dan tak mengerti “Ya, bapakmu akan dibunuh pagi ini!” Suara aneh itu terdengar lagi, ANTOLOGI PUISI ESAI
11
seperti menjawab gumam Sulastri. “Siapa akan membunuh bapakku?” gumam Sulastri sambil mengucak mata kiri dan menarik selimut dari ujung kaki “Bangun, Lastri. Bangun! Cepat selamatkan bapakmu!” Terdengar suara itu lagi. Entah suara siapa. Sulastri tak dapat menengarai. Burung gagak kembali berkoak di udara, melintas tepat di atas rumahnya, mengabarkan maut yang bakal menjemput seseorang yang telah sampai pada takdir kematiannya.1 Dengan tubuh gemetar Sulastri memberanikan diri menapakkan kaki ke lantai semen yang masih sedingin embun pagi. Dari arah kamar mandi terdengar gemericik air dari tangan sang ibu yang sedang berwudu.
1
Masyarakat Jawa, khususnya yang tinggal di daerah pesisir utara Jawa Tengah, umumnya percaya bahwa jika ada burung gagak yang berkoak sambil melintas tepat di atas rumahnya, maka akan ada anggota keluarga atau saudaranya yang meninggal dunia. Burung gagak tersebut dipercaya membawa kabar kematian bagi penghuni rumah yang dilintasinya.
12
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
“Bapaaakkk!” panggil Sulastri Tak ada jawaban, tak pula terdengar suara dengkur lembut sang bapak, musik rutin penanda malam sepi. “Bapaaakkk!” panggil Sulastri lagi Tak ada jawaban, tak ada pula tanda keberadaan, karena sang bapak telah pergi menyelamatkan diri, menyelinap dari pintu belakang, lalu menerobos semak-semak berduri, dan melintasi tanggul sungai yang mengarah ke hutan jati. Sulastri tidak tahu, tengah malam tadi puluhan pemuda kampung dengan bambu runcing dan belati hilir mudik mengawasi.2
2
Suasana di kota kecil Kaliwungu, Kendal, sekitar tragedi G30S, baik menjelang maupun sesudahnya, benar-benar seperti sedang berperang (siap tempur). Para pemuda dan kaum lelaki yang berhaluan kanan sibuk mempersenjatai diri dengan bambu runcing, pedang, golok, belati, trisula, dan apa saja. Tiap malam mereka berjaga-jaga, berpatroli keliling kampung dengan membawa senjata, dan mengawasi orang-orang yang dianggap berhaluan kiri. Pasca G30S, rumah-rumah mereka yang jelas-jelas aktifis PKI dan organisasi-organisasi underbouw-nya, serta yang dianggap antekanteknya, lantas digerebek, ditangkap penghuninya, dan diduduki rumahnya. Banyak di antara mereka yang lebih dulu melarikan diri, dan tidak pernah kembali.
ANTOLOGI PUISI ESAI
13
Sulastri tidak tahu, tengah malam tadi, seseorang berjaket sarung dan bertopi, mengendap-endap dari kebun jagung, mengetuk jendela kamar bapaknya dan menyuruhnya segera pergi, jika tidak ingin mati.3 “Sunardi, keluarlah! Aku menunggumu di sini! Urusan harus selesai ini hari!” Tiba-tiba terdengar suara aneh lagi, memanggil-panggil sang bapak, ditingkahi gonggong anjing dari arah jalan desa yang sepi. Sulastri memberanikan diri melangkah ke ruang tamu dan mengintip dari jendela kiri.
3
Pada tahun 1966, pasca G30S, di Kaliwungu, provokasi dan aksi pengganyangan terhadap tokoh-tokoh dan aktfis PNI Asu (kelompok Ali Sastroamidjojo - Surachman) berlangsung sangat gencar, dan nyaris benarbenar berujung pada aksi pengganyangan. Faksi PNI Asu ini dianggap disusupi PKI, berhaluan kiri, dan karena itu dianggap sebagai antek PKI. Faksi yang dianggap berseberangan dengan PI Asu adalah faksi PNI OsaOsep (kelompok Osa Maliki dkk.). Banyak tokoh dan aktifis yang dituding PNI Asu kemudian “menghilang” dari rumahnya. Sebagian kembali setelah situasi aman, dan sebagian tidak diketahui lagi nasibnya.
14
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Tak ada siapa-siapa di jalan, kecuali kelebat-kelebat sepi dan bisikan-bisikan sunyi, yang kemudian dipecah oleh suara adzan Subuh dari masjid di seberang kali. Angin masih membisu Pohon-pohon belum menari dan burung gelatik di ranting mahoni baru bangun dan mulai bernyanyi. Sulastri pun membuka pintu rumah yang ternyata tidak dikunci dan ia sangat terkejut menangkap bayangan besar di depan gerbang halaman rumahnya bukan bayangan manusia bukan pula bayangan hantu tapi baliho besar bertuliskan, “Ganyang Sunardi, PNI Asu!”4 yang tampak remang-remang tertimpa cahaya lampu minyak yang tergantung pada tiang bambu di pagar halaman 4
Aksi provokasi dan pengganyangan terhadap tokoh-tokoh dan aktifis PNI Asu di kota Kaliwungu, Kendal, dalam tahun 1966, tidak hanya dilakukan melalui pidato-pidato politik dan berita-berita di media massa yang
ANTOLOGI PUISI ESAI
15
Dengan tubuh gemetar Sulastri pun undur dari pintu membalikkan tubuhnya dan memanggil sang ibu dengan suara terbata, “Ibu… Ibu…, di depan ada….” “Ada apa, Lastri?” jawab sang ibu yang baru saja selesai salat Subuh “Ada tulisan….” “Tulisan apa?” “Itu tulisan….” Sulastri, gadis kecil siswi SMP negeri, tak dapat menjelaskan maksud tulisan yang berbunyi “Ganyang Sunardi!”5 Ia juga tidak tahu apa maksud “PNI Asu” pada baliho itu Nama bapaknya memang Sunardi Bapaknya juga pengurus PNI
berhaluan kanan. Tetapi, juga melalui aksi corat-coret pada tembok-tembok dan pagar-pagar di tepi jalan, penyebaran pamflet, spanduk, dan baliho. Aksi ini sempat membuat ketakutan para tokoh dan aktifis kelompok berhaluan kiri itu. PNI Asu adalah julukan untuk faksi PNI pimpinan Ali Sastroamodjoyo dan Surachman yang berhaluan kiri (marxis) dan dianggap antek PKI, sehingga ikut menjadi sasaran pengganyangan oleh aksi-aksi “mahasiswa kanan” pada tahun 1966. Faksi di dalam tubuh PNI yang dianggap berhaluan kanan (konservatif) adalah kelompok Osa Maliki dkk. yang disebut PNI Osa-Usep.
16
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Tapi, ia tidak tahu kenapa ada kata “ganyang” di depan nama sang bapak dan ada kata “asu” di belakang PNI. “Ibu…! Itu itu, tulisan itu…!” kata Sulastri lebih keras lagi sambil mengacung-acungkan jari tulunjuk mungilnya ke baliho dari belahan bambu dan lembaran koran bekas bertulisan besar cat merah di depan gerbang rumahnya.
(DUA) Mendengar suara gemetar Sulastri cepat-cepat sang ibu melipat mukena, bangkit dari sajadah, dan mendekati Sulastri 5
Di sebuah kampung, di kota Kaliwungu, Kendal, dalam tahun 1966, terjadi aksi provokasi dan pengganyangan terhadap seorang pengurus PNI yang dituduh sebagai tokoh PNI Asu. Hampir semua tembok dan dinding luar rumah di sepanjang jalan kampung itu diwarnai tulisan besar merah yang sangat mencolok, dan bernada mengganyang tokoh tersebut. Provokasi yang sama juga menyebar melalui pamflet dan beberapa baliho. Dalam “puisi esai” ini nama Sunardi dan Sulastri bukan nama yang sebenarnya, tetapi nama yang disamarkan.
ANTOLOGI PUISI ESAI
17
yang masih berdiri gemetar tak jauh dari pintu yang dibiarkan menganga. “Tulisan yang mana, Lastri?” “Itu… itu!” Mata sang ibu seketika terbelalak membaca tulisan besar yang mengancam keselamatan dan kehormatan suami tercinta Ia pun merangkul Sulastri, tubuh mungil tersayang satu-satunya harapan masa depan keluarga. “Apa maksud tulisan itu, Ibu?” “Orang-orang mengancam bapakmu.” “Siapa mereka, Bu?” “Ini masalah politik, Lastri…. Ibu tahu… ibu tahu, siapa mereka.” “Ya, siapa mereka, Bu?” “Pemuda-pemuda kampung.6 Mereka mengancam bapakmu agar pergi dari kampung ini.” 6
Aksi provokasi dan pengganyangan terhadap tokoh-tokoh PNI yang dianggap PNI Asu, dalam tahun 1966, di Kaliwungu, lebih banyak dilakukan oleh anak-anak muda, baik yang berasal dari ormas-ormas pemuda yang berada di bawah ormas-ormas besar Islam maupun yang mengganggap diri mereka sebagai aktifis KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) serta KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia).
18
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
“Apa mereka akan membunuh Bapak?” “Ya, kalau tidak mau pergi.” “Apa salah bapak, Bu?” “Tidak ada. Bapakmu tak salah apa-apa. Hanya karena bapakmu orang PNI, yang mereka sebut PNI Asu, yang mereka anggap antek PKI.”7 “Apa itu PNI Asu, Bu? Apa benar, bapak PNI Asu?” “Itu masalah politik, Lastri. Ibu sulit menjelaskannya. Tapi, demi Allah, Bapakmu bukan PNI Asu. Bapakmu seorang nasionalis sejati, yang dipercaya jadi pengurus PNI.8 Partai yang didirikan Bung Karno,9 sang pendiri negeri ini.”
7
Tuduhan bahwa seorang pengurus PNI di daerah merupakan bagian dari faksi PNI Asu sering kurang berdasar, karena di daerah sebenarnya sulit dipetakan siapa saja yang menjadi bagian dari faksi PNI Asu dan siapa yang menjadi bagian dari faksi PNI Osa-Osep. Sebelum peristiwa G30S, tokoh-tokoh PNI di daerah, khususnya di Jawa Tengah, bahkan ikut menjadi sasaran pengganyangan yang dilakukan oleh para tokoh dan massa PKI.
8
PNI atau Partai Nasional Indonesia merupakan partai tertua di Indonesia, yang didirikan di Bandung pada tahun 1927. Salah satu cikal-bakal partai ini adalah Algemeene Studi Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Tokoh nasionalis dengan sapaan akrab Bung Karno ini kemudian dikenal sebagai salah satu pendiri pimpinan PNI.
ANTOLOGI PUISI ESAI
19
Mendengar penuturan sang Ibu, tiba-tiba muncul keberanian di dalam dada Sulastri, tiba-tiba ia berlari ke dapur, mengambil sebilah pisau besar, dan berlari cepat ke baliho itu. Lalu, seperti Srikandi10 kecil yang menghajar Resi Bisma11, ia belah-belah baliho itu dengan pisau dapurnya. Baliho pun roboh seketika dan tulisah, “Ganyang Sunardi” robek berkeping-keping. “Bapakku bukan PNI Asuuu!!!” teriak Sulastri histeris, dengan tetap menggenggam erat pisau dapur besar yang biasa dipakai ibunya untuk memotong-potong daging sapi. 9
Soekarno (Bung Karno) – salah seorang pendiri PNI — memimpin PNI pada tahun 1929-1931 pada usia 26 tahun. Pada 1931 Soekarno bergabung dengan Partindo, dan pada 1933 ia ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, sampai 1942. 10 Srikandi salah satu putri Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Putri Amba yang tewas karena panah Bisma. 11 Resi Bisma adalah salah satu tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata, yang gugur dalam sebuah pertempuran besar di padang Kurukshetra oleh panah dahsyat yang dilepaskan oleh Srikandi dengan bantuan Arjuna.
20
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Dengan hati geram Sulastri pun menendang baliho itu. Tapi, kemudian mengaduh sendiri dan menangis kecil sambil jongkok dan mengusap telapak kakinya yang berdarah tergores belahan bambu. Sang ibu yang masih terpana di pintu buru-buru mendekati Sulastri. Ia ingin meredam kemarahan anaknya dan memapahnya masuk rumah. Tapi, mendadak matanya terbelalak, bukan karena melihat darah di kaki Sulastri, namun karena melihat tulisan yang sama di pagar tembok seberang rumahnya.12 “Tulisan itu lagi, Lastri,” gumam sang ibu. Sulastri ikut melihat tulisan, “Ganyang Sunardi, PNI Asu!” Bukan hanya satu dua atau tiga Tapi lebih dari sepuluh,
12
Akasi pengganyangan terhadap PNI Asu dalam tahun 1966 sangat massif. Hampir semua tembok dan dinding luar rumah di sepanjang jalan sebuah kampung di Kaliwungu, pada tahun 1966, tempat seorang pengurus PNI yang dianggap PNI Asu tinggal, diwarnai tulisan besar merah yang sangat mencolok, dan bernada mengganyang tokoh tersebut. Provokasi yang sama juga menyebar melalui pamflet dan media-media provokasi lainnya.
ANTOLOGI PUISI ESAI
21
berderet, menari, dan mengejek di pagar tembok panjang rumah besar di seberang rumahnya. Samar-samar ia juga melihat tulisan yang sama, dengan cat merah, ada di beton-beton ujung jembatan dan tembok-tembok di seberang kali. “Mereka sudah keterlaluan, Lastri,” kata sang ibu “Bapak bukan PNI Asu… hu hu hu….” Teriak Sulastri, sambil tersedu dan memegangi lagi kaki kirinya yang berdarah tergores belahan bambu. Sang ibu masih mencoba bersabar meredam tangis Sulastri memapahnya masuk rumah menetesi lukanya dengan obat merah.
(TIGA) Pagi sudah benderang ketika sang ibu sibuk mencuci di sumur desa dekat kali. Dan, Sulastri, pagi itu juga dengan seragam putih-putih rapi bukan pergi ke sekolah 22
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
juga bukan buku dan tas yang ia bawa tapi kaos bekas dan sekaleng minyak tanah. Dengan alat sederhana itu ia hendak menghapus graf iti-graf iti yang menghina bapaknya di seluruh sudut kampung tercinta. Dengan hati geram, diiringi kesiur angin dari pebukitan di selatan, Sulastri pun mendekati graf iti di tembok persis di seberang rumahnya. Ia celupkan kaos ke kaleng minyak tanah lalu ia gosok-gosok tulisan pada tembok dengan kaos itu. Pertama, ia hapus nama bapaknya maka tinggallah tulisan, “Ganyang PNI Asu!” Namun, ia merasa tidak rela juga kalau PNI Asu harus diganyang Maka, ia hapus pula kata “Ganyang”, sehingga tinggal tulisan “PNI Asu” saja. Namun, ia masih tidak rela juga kalau singkatan “PNI” ditambah “Asu”. Maka, ia hapus pula kata “Asu” sehingga tinggal tulisan “PNI”.
ANTOLOGI PUISI ESAI
23
Tiba-tiba terdengar suara tawa. Sulastri pun menoleh ke belakang. Tampak beberapa pemuda menyaksikan aksinya. Mereka menertawakan Sulastri, ketika pada tembok itu tinggal tulisan “PNI”. Sulastri tidak peduli. Ia terus beraksi tanpa mempedulikan tawa sang pemuda. Ia terus beraksi dari graf iti ke graf iti dari tembok ke tembok sambil sesekali menangis dan menggumamkan protes, “Bapakku bukan PNI Asu!” Sulastri terus beraksi sampai seluruh kaos di tangannya basah cat bercampur minyak tanah. Sampai seragam putihnya coreng-moreng warna merah.
24
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Sampai sepatu putih di kakinya ikut berubah menjadi merah, semerah matanya yang tak berhenti menitikkan air mata.13
(EMPAT) Matahari yang sudah tinggi mulai membakar tubuh Sulastri. Keringat pun bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, membasahi seragam coreng-morengnya, bercampur kucuran asin air mata bercampur bau sengir cat dan minyak tanah. Ketika ia melangkah ke tembok di seberang kali, tiba-tiba seorang pemuda belasan tahun mendekatinya tanpa basa-basi, 13
Pada kisah yang sebenarnya, Sulastri (bukan nama sebenarnya), sambil menangis, berusaha menghapus semua tulisan yang bernada mengganyang ayahnya pada semua tembok dan dinding-dinding rumah di kampungnya. Aksi penghapusan ini berlangsung sampai beberapa hari, dari pagi sampai sore, di bawah terik matahari. Tidak semua tulisan provokatif dari cat minyak itu berhasil dihapusnya. Ada tulisan yang posisinya terlalu tinggi, sehingga tangannya tidak dapat menjangkaunya. Ada juga yang temboknya terlalu kasar, sehingga ia hanya dapat membuatnya jadi samar-samar. Tidak ada satupun warga yang membantunya, selain hanya melihat sambil lalu saja.
ANTOLOGI PUISI ESAI
25
lalu merebut kaos dan minyak tanah dari tangan mungil Sulastri. “Kalau kamu menghapus tulisan-tulisan itu, kamu akan ikut dibunuh!” kata sang pemuda, mengancam Sulastri. “Tapi, Bapakku bukan PNI Asu!” bela Sulastri. “Bapakmu PNI Asu!” balas pemuda itu. “Bukan!” bela Sulastri. “PNI Asu!” balas pemuda itu. “Bukaaaannn…!” teriak Sulastri Keras sekali, menggetarkan udara dan meruntuhkan daun-daun mati. Kucing-kucing terkejut ketakutan dan berlari ke kolong-kolong meja. Burung-burung beterbangan dari pohon-pohon tua dengan suara gegap gempita. Di ujung teriakan Sulastri dua orang pemuda mendekati mereka menyeret pumuda pertama dan membawanya ke arah utara. Tak lama setelah itu, beberapa pemuda tampak bergegas dengan bambu runcing di tangan dan golok terselip di pinggang, sebagian bergegas menuju jalan raya, 26
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
sebagian lagi berbelok ke tanggul kali, dan berlari kecil menyusur sungai. Sulastri jadi khawatir, jangan-jangan mereka menemukan bapaknya dan benar-benar akan membunuhya. Dengan dada deg-degan, Sulastri pun berlari pulang, melaporkan kegentingan suasana kepada sang ibu tercinta. “Ibuuu, Bapak di mana? Mereka akan membunuh Bapak!” teriak Sulastri di depan pintu rumahnya diantar angin yang mulai ikut bicara. Ayam-ayam di halaman rumahnya berhamburan dilintasi Sulastri yang pulang tiba-tiba dengan wajah kacau dan warna baju yang tak karuan lagi. Sang ibu bergegas ke pintu dan terbelalak matanya melihat keadaan anaknya yang jauh dari biasa. “Kenapa kamu, Lastri? Bukannya kamu tadi ke sekolah?” ANTOLOGI PUISI ESAI
27
Tanya sang ibu, terheran seribu kali. “Tidak, Bu. Saya tidak sekolah. Saya menghapus tulisan-tulisan itu.” Mata sang ibu segera menyapu tulisan-tulisan pada tembok di seberang rumahnya. Tak ada lagi kata “Ganyang Sunardi” Tak ada lagi kata “PNI Asu” yang tinggal hanya graf iti ciptaan Sulastri, huruf-huruf besar biru tua yang menari-nari sambil bernyanyi, “Aku Cinta Sunardi!” “Bapak ada di mana, Bu? Bapak akan dibunuh!” kata Sulastri lagi, sambil mengguncang-guncang tubuh ibunya yang masih terpana pada graf iti sang anak yang terus menari-nari di matanya. “Siapa yang akan membunuh bapakmu? Siapa?” “Itu orang-orang pada membawa golok mencari Bapak.” “Mana? Mana?” “Itu pada ke tanggul kali. Pada ke sana.” “Ayo kita ke sana!” Sambil mengangkat daster tinggi-tinggi sang ibu menarik lengan Sulastri 28
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
ke arah orang-orang bergolok pergi. Mereka telusuri tanggul sungai lalu memotong jalan lewat kampung sepi. Bukan ke arah hutan jati, tapi ke alun-alun kota, tempat orang-orang biasa berkumpul saat hendak menggerebek orang-orang kiri. Ketika Sulastri dan ibunya sampai orang-orang sudah bergerak bergelombang ke arah jalan raya yang melewati pasar pagi. “Mau ke mana mereka?” tanya ibu Sulastri pada penjual sate yang hendak ikut pergi. “Mereka mau mencegat rombongan PNI Asu yang hendak ikut rapat besar di kota.” Sulastri dan ibunya pun mengikuti ingin tahu apa yang bakal terjadi. Dan, yang terpampang di depan Sulastri adalah tragedi: ratusan orang bergolok mencegat tiga truk massa PNI dengan yel-yel, “Ganyang PNI Asu!” “Ganyang antek-antek PKI!”14
14
Ratusan pemuda dan para santri dari sejumlah pesantren di Kaliwungu, Kendal, dalam tahun 1966, bergabung untuk mencegat rombongan aktifis
ANTOLOGI PUISI ESAI
29
diselingi suara takbir yang melengking tinggi dan merobek langit sepi. Bentrokan pun tak dapat dihindari. Suara tembakan terdengar bertubi-tubi, ketika orang-orang bergolok mencoba naik ke atas truk dengan dalih untuk mengganyang antek-antek PKI.15 Tubuh-tubuh lantas berjatuhan. Darah segar lantas berceceran. Orang-orang bergolok lantas bubar, ketika suara tembakan makin menjadi-jadi. Sulastri dan ibunya hanya bisa terpana menyaksikan tragedi dari teras toko Cina yang buru-buru tutup karena khawatir ikut terkena imbas huru-hara. PNI yang mereka anggap rombongan PNI Asu yang akan menghadiri rapat besar di Semarang. Aksi pecegatan ini diwarnai bentrokan yang menimbulkan korban jiwa. Para pemuda dan santri menganggap rombongan PNI Asu itu sebagai rombongan antek-antek PKI. 15
Bentrokan antara massa yang disebut PNI Asu dengan para aktifis pemuda berhaluan kanan, yang didukung para santri, benar-benar terjadi di Kaliwungu, Kendal, dalam tahun 1966. Dua orang santri tewas tertembus peluru tajam aparat keamanan dan dianggap “mati syahid” oleh tokohtokoh kanan setempat.
30
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
(LIMA) Ketika suasana mulai terkendali sang ibu dan Sulastri menyusup ke tempat tragedy, ingin tahu siapa saja yang hari itu tertembak mati. Apakah ada nama Sunardi, yang menjadi korban emosi tak terkendali akibat provokasi yang membakar tiap hati. Tapi mayat-mayat telah tak ada lagi. Mereka telah diangkut mobil polisi. Pada sore hari, dalam cekaman aroma tragedi, Sulastri mendengar berita RRI, lima korban telah mati, tiga orang aktif is PNI, dan dua orang dari kaum santri, tapi tak ada nama Sunardi. Sulastri tak pernah tahu lagi ke mana bapaknya pergi, masih hidup atau sudah mati. Jakarta, 15 Oktober 2013
ANTOLOGI PUISI ESAI
31
32
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
DI BALIK CERITA SUNGAI MUSI Puisi Esai Anwar Putra Bayu
ANTOLOGI PUISI ESAI
33
34
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Anwar Putra Bayu
DI BALIK CERITA SUNGAI MUSI (Mengenang hari pembantaian kaum komunis di Palembang)
Akulah Sungai Musi beranak delapan mengalir dan menghilir sepanjang tujuh ratus dua puluh kilo meter terbilang dan di bukit Kelam aku berhulu di Rejang Lebong Sebagai sungai terpanjang1 bermuara di Selat Bangka aku memberi napas kepada mereka anakku Sungai Komering, Sungai Rawas, Sungai Leko, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Lematang, Sungai Semangus, dan Sungai Ogan kamilah Batanghari Sembilan penuh pesona kami telah memberi kehidupan kepada orang-orang dari nelayan hingga saudagar.
1
Laporan Jurnalistik Kompas: Jelajah Musi, Eksotika Sungai di Ujung Senja, hal.7
ANTOLOGI PUISI ESAI
35
Akulah Sungai Musi induk dari delapan sungai membelah kota Palembang menjadi kebudayaan Ulu sebelah selatan dan ilir sebelah utara di tubuhku perahu-perahu ketek dan Jukung wara-wiri di tubuhku kapal-kapal besar pengangkut tetambang berlayar O sebuah kehidupan yang dinamis dan harmonis pertanda sebuah peradaban sedang berlangsung adalah peradaban Batanghari Sembilan. Sebagai sungai yang penuh impian sebagai sungai yang penuh warna sebagai sungai yang penuh pesona dan sebagai sungai yang penuh cerita aku menyimpan masa lalu yang keruh masa lalu yang hitam tak bermula di Bukit Kelam tapi muncul dari dataran Bukit Siguntang sebuah peradaban anti kemanusiaan. Aku bersaksi dari sebuah peristiwa dilalui seorang prajurit dipanggil Pak Haji2 sejak kecil ingin jadi tenatara rakyat
2
Nama panggilan untuk tokoh dalam tulisan ini, tokoh ini sebetulnya adalah H. Mochtar Effendy, salah seorang dari korban fitnah G30 S PKI.
36
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
dialah seorang anak dusun dari Tanjung Kurung marga Muara Pinang Lintang Empat Lawang yang membeberkan cerita padaku. Empat Puluh Delapan tahun lalu malam teramat kelam 13 Oktober 1965 Kota Palembang terasa bergetar sedangkan tubuhku sedikit bergelombang karena angin dan lintasan kapal kecil yang belalu kudengar suara derap langkah sepatu lars memecah keheningan malam napas-napas yang memburu menyelinap ke pintu-pintu rumah Malam kelam empat puluh delapan tahun lalu wajah-wajah beringas wajah-wajah pembunuh wajah-wajah mengerikan dari Corps Polisi Militer di bawah komando CPM Letkol Loho melakukan penangkapan terhadap orang-orang komunis demikian juga para simpatisannya mereka digiring ke ladang pembantaian sejak malam hingga subuh. Di gudang-gudang besar peninggalan Belanda Kampung Sekanak para perempuan
ANTOLOGI PUISI ESAI
37
dan lelaki tua dan muda disekap tanpa udara di dalam gudang itu pula beberapa lelaki ditembak mati yang kemudian menjadi bangkai dengan bau busuk tak terkirakan. Operasi penangkapan terus berlanjut gudang-gudang penuh sesak penjara berdesak-desak mereka kehilangan oksigen mereka kehilangan anak mereka kehilangan istri mereka kehilangan saudara mereka kehilangan harapan dan masa depan. Orang komunis tak tertampung lagi akhirnya sebagian mereka di bawa ke Pulo Kemaro3 mereka di tawan dan dibantai dengan sangkur dan peluru tubuhku yang coklat berubah menjadi merah darah mayat-mayat yang terbantai memenuhi sebagian tubuhku
3
Pulau Kemaro adalah satu pulau kecil di tengah-tengah Sungai Musi. Pulau ini di tahun 1965 dijadikan kamp konsentrasi tahanan G.30 S PKI. Cerita tentang percintaan Tam Bun An dengan Putri Raja Palembang Fatimah merupakan cerita rakyat yang cukup populer, sehingga cerita ini bisa menutupi cerita sebetulnya yang terjadi di Pulau kemaro.
38
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
anyir dan menyengat baunya orang-orang di darat sana menyaksikan mayat-mayat bagai perahu tak berpenghuni O wajah kemanusian pagi dan malam hari penuh darah, penuh duka. Iwak-iwak Batanghari Sembilan berpesta pora menyantap hidangan mereka makan telinga mereka makan jari mereka makan hidung dan para nelayan mengirim mereka ke rumah-rumah makan dan ke pasar-pasar ikan Sejak pagi hingga senja menjelang Orang-orang bediri di tepi sungai di antara mereka ada yang menantikan jasad Adakah jasad ayah, ibu, atau saudara mereka? Langit hitam serta bau dan rasa mual tak lebih dari sebuah kesetiaan seperti anjing medengkur di jerambah kayu gema langkah sepatu lars kalian adalah sebuah nyala api yang bertahta dalam jantung yang berdegup ANTOLOGI PUISI ESAI
39
cinta terhadap leluhur+bunga+airmata sebagai penghormatan di atas tubuhku yang kaku dan berbau napas kematian. Kekuatan apa yang menjadikan syaraf kalian beku apakah senyum berbau arak serta pelacur muda atau kesetiaan kepada komando? Itu sebabnya sejak kemarin kalian para pembantai berangkat dalam dingin subuh kalian tak lebih tentara yang dibaptis pergi ke lapangan pembantaian untuk menikam dan menembak orang yang belum tentu komunis dengan sangkur dan menembus jantung mereka dari segala prasangka buruk. Waktu berlalu bersama arus air dalam tubuhku mengalir ke muara membawa derita yang berat dan mengirimkan kabar duka bangsa ini. Mayat-mayat di tubuhku mengapung bergantian hingga berjalan beberapa tahun kemudian. Pak Haji anak Dusun Tanjung Kurung hatinya sangat murung pikirannya kacau ke Kodam dia redam 40
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
ia tak tahu sekarang siapa lawan siapa kawan dia pun teringat pesan kerabat “Hati-hati, banyak isu yang mau menyudutkanmu. Jangan Kaba4 jadi korban f itnah.” demikian kata Kolonel Harun Sohar mengingatkan. Pak Haji anak Dusun Tanjung Kurung Kini merenung dalam Sebagai seorang muslim hatinya terguncang agamanya tidak membolehkan pembunuhan di luar hukum sebagai seorang prajurit di bawah tekad sapta marga dia protes dengan adanya eksekusi tanpa melalui hukum. Pak Haji anak Dusun Tanjung Kurung sebagai inspektur Kodam IV dan sebagai perwira yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa bertanya tentang pembunuhan ribuan manusia tanpa proses hukum negara tanpa hak hukum Islam kepada atasanya seorang Panglima di Kasdam namun pertanyaan tak berbuah hasil.
4
Kaba=Anda, Kamu, Kau dalam bahasa Besemah.
ANTOLOGI PUISI ESAI
41
Kini dia pun bertanya kepada Letkol Loho sebagai orang yang memimpin pembantaian dan bertanggung jawab mengapa harus melakukan pembantaian massal? Pak Haji anak dusun Tanjung Kurung tak juga mendapat jawaban yang memuaskan bahkan Kolonel Loho menunjukan sikap permusuhan kepadanya dengan sikap sinis Loho ingin menangkap anak Dusun Tanjung Kurung itu di benak Loho sudah terekam wajah Pak Haji anak dusun Tanjung Kurung wajah Loho geram memandang Pak Haji. Wajah negeri semakin kusut hati Pak Haji anak dusun Tanjung Kurung kecut dia sempat mendapat kabar bahwa di Jawa Timur rakyat dibiarkan membunuh lawan politiknya di Sumatera Selatan mayat-mayat dibuang begitu saja sungai-sungai pun penuh dengan mayat bermandikan darah di Aceh tahanan politik yang belum diperiksa dilindas di atas rel kereta api di Muara Enim tahanan politik disuruh berkelahi antara anak dengan ayah sementara komandan Kodim asyik menonton sambil mengisap cerutu. 42
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Pak Haji anak Dusun Tanjung Kurung hidup dan mengalir dalam sistem yang salah dia berteriak melawan ketidakbenaran dari kaum militer di masa Orba mau berkuasa sebagai prajurit dia menuding kawan-kawannya atas pembantaian sebagai seorang muslim sejati dia harus memberitahukan tentang kesalahan yang dilakukan kaum militer atas kejahatan kemanusiaan. Pak Haji anak Dusun Tanjung Kurung nasibnya tak beruntung terbayang di benaknya sebuah nasib yang bermain tiga Mei pagi hari tahun 1966 dia masuk kurungan wajahnya tentu murung mengingat anak dan istri di sel no 15 berukuran 2X2 meter bercampur dengan dua belas tahanan lain dia resmi ditahan dituduh seolah-olah dia bela partai komunis padahal dia telah membela wajah kemanusiaan di negerinya Empat Puluh Delapan Tahun telah berlalu sebagai sungai tubuhku dipenuhi eceng gondok di sebelah sana kedai perahu bergoyang jembatan tak naik dan malam hari penuh ANTOLOGI PUISI ESAI
43
warna-warni lampu di atas jembatan lalu pelan-pelan memadamkan bayang-bayang kelam masa lalu Pak Haji anak dusun Tanjung Kurung duduk di kursi goyang sambil mengenang masa silam yang berlalu dan pernah hidup dalam tubuhku. Akulah Sungai Musi beranak delapan mengalir dan menghilir sepanjang tujuh ratus dua puluh kilo meter terbilang dan di bukit Kelam aku berhulu di Rejang Lebong Palembang, 2013
44
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
DI BAWAH PINTO, SYAIR PEREMPUAN SUNYI Puisi Esai D. Kemalawati
ANTOLOGI PUISI ESAI
45
46
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
D Kemalawati
DI BABAH PINTO, SYAIR PEREMPUAN SUNYI
Di babah pinto sue meu alon Dara meupanton ngon hate luka Wahe Cut Abang pakon tinggai lon Cut abang neutron ulon han neuba Udep dua udep dua Bahagia geutanyoe Dalam seujahtra1 (Di depan pintu suara beralun Dara berpantun dengan hati luka Wahai kakanda mengapa tinggalkan daku Kakanda pergi daku tak dibawa Hidup berdua hidup berdua Bahagia kita dalam sejahtera)
1
Syair lagu Di Babah Pinto, hingga saat ini masih diperdebatkan siapa penciptanya. Dari kalangan seniman Aceh Barat mengatakan lagu tersebut diciptakan oleh Ayah Ubit (Alm), nama aslinya Razali. Tapi dari beberapa sumber lainnya mengatakan lagu tersebut diciptakan oleh T Johan (Alm).
ANTOLOGI PUISI ESAI
47
/1/ Itulah lagu yang kerap menggema di rongga dadanya Dia bukan seorang dara, tapi ibu beranak tiga Dua perempuan dan satu laki-laki Mereka tak mengerti kenapa sang ayah pergi2 Membiarkan ibu mengurus mereka seorang diri Andai kita masih bersama, keluhnya Aku tak perlu seperti ini Keluar usai senja3
Sepengetahuan anak Alm T Johan yang bernama T Indrajaya lagu tersebut dipopulerkan oleh group Band “Putroe Dara” pimpinan Cut Soekartini pada akhir tahun 1960-an. Untuk mengklaim lagu tersebut sebagai karya Alm Ayahnya, T Indrajaya kepada penulis mengatakan tidak berani meski memiliki bukti buku lagu tersebut ditulis tulisan tangan ayahnya. Dinas Kebudayaan melalui Bidang Kesenian pernah menerbitkan buku Kumpulan Lagu Aceh yang dieditori oleh Usman Agam memuat lagu Di Babah Pinto tanpa menulis nama penciptanya alias NN. 2
Pada peringata Hari guru tahun 2000 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah saat itu, Prof Dr Indra Djati Sidi dan ketua umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengemukakan dalam jumpa pers dengan wartawan sebelum acara, bahwa : lebih dari 100 guru tewas akibat konflik dan sekitar 400 guru meminta dipindahkan ke daerah lain dengan alasan konflik. Bila sebelumnya perpindahan guru/pegawai negeri ke daerah lain melalui pengurusan panjang dan berbelit maka saat itu semua permohonan pindah guru/pegawai negeri dipermudah. Hanya selang beberapa bulan saja surat keputusan pindah sudah diterima. Banyak diantara guru yang mengurus pindah menjual harta bendanya dengan murah karena mereka berharap segera selesai masalahnya dan tak harus kembali ke Aceh, apalagi bila harus melewati jalan darat yang seringkali di sweeping dan terjadi kekerasan bahkan bus penumpang sering menjadi sasaran penembakan oleh orang tak dikenal.
48
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Menjemput buah hati kita Yang telah menjadi dokter muda Usai dinas jaga di rumah sakit milik negara Tak biasa, malam itu begitu sepi Semua pintu rumah kelihatan terkunci Padahal waktu isya baru saja berlalu Sungguh, kalau bukan si perawan buah hati Tak akan dia berani mengarungi jalanan seorang diri Yang dizigzag4 kawat berdiri
3
Maklumat Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) No 2/ MKRT V/ 2013 tentang perintah tembak di tempat yang diberlakukan sejak 21 Mei 2003 membuat suasana Aceh menjadi sangat mencekam, tidak hanya malam hari bahkan siang hari bila diketahui ada hal-hal yang mencurigakan maka penyisiran oleh anggota TNI akan segera dilakukan. Pada saat seperti itu hampir semua orang memilih mengurung diri di rumah. Apalagi pada malam hari, meski belum diberlakukan ‘Jam Malam’ tetapi masyarakat enggan keluar karena bisa saja disaat mereka keluar sedang terjadi baku tembak hingga penyisiran yang sering berakibat salah tangkap.
4
Pemandangan umum di depan pos-pos penjagaan polisi maupun TNI. Suasana perang memang sangat kelihatan pada masa-masa Darurat Militer. Serangan anggota gerakan kemerdekaan terhadap pos polisi sering terjadi tanpa diduga yang biasanya dilakukan dengan menggendarai kenderaan bermotor roda dua. Zigzag dipasang di jalan-jalan tertententu bertujuan memperlambat lari para penyerang. Hal ini juga membuat banyak warga berusaha menghindar melewati jalanan yang dizigzag kecuali tak ada pilihan lain.,
ANTOLOGI PUISI ESAI
49
/2/ “Berhenti!” Terkejut dia mendengar perintah tiba-tiba Di tepi jalan beberapa prajurit menodong senjata “Kau? Inong Bale?5 perempuan mata-mata, apa yang kau cari malam-malam begini?” Seorang bertanya menyelidiki Yang lain menodong senjata mengelilinginya Entah berapa jumlah mereka Ia menggigil menahan geram Lelaki bersenjata ini tak lebih tua dari putrinya Betapa garang ia pada seorang perempuan Tidakkah aku seusia ibumu? Jeritnya di ruang batin. Inong Balee? Perempuan mata-mata? Dia bukan janda Suaminya masih ada. Diusir karena Jawa6 Mata-mata, mata-mata siapa? 5
Inong Bale, sebutan orang untuk janda. Tentera Inong Bale, adalah Tentera wanita yang anggotanya pada umumnya janda korban konflik.
6
Suku Jawa di Aceh, menurut Wikipedia adalah suku Jawa yang tinggal di provinsi Aceh. Orang Jawa juga menyebut orang Jawa di Aceh dengan Jawa
50
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
“Saya perempuan guru,” tegasnya. Dirogoh saku bajunya Katepe merah putih7 dikeluarkan segera. “Rumah saya di belakang sana.” Telunjuknya mengarah kegelapan
Sabrang Lor (Jawa sebrang Utara) diambil dari julukan Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor, karena meninggal saat bertempur melawan bersama pasuan Kesulthanan Aceh melawan Portugis di Malaka. Kampung-kampung Jawa di Aceh sudah ada sejak lama seperti Kampung Jawa di Banda Aceh. Menurut catatan sejarah kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Fatah mengirimkan pasukan untuk mengusir Portugis yang sedang berkuasa di Malaka. Pasukan Demak yang dipimpin oleh Pati Unus dan dibantu oleh armada dari Aceh mengalami kekalahan dan karena camp pasukan terdekat dari wilayah Malaka adalah Aceh, maka pasukan yang tersisa dalam keadaan sakit dan frustasi dibawa ke Aceh oleh armada Aceh. Para pasukan yang tersisa ini akhirnya menetap di Aceh dan menjadi warga Aceh. Pasca keruntuhan kesulthanan Aceh tahun 1904, Belanda mulai mendirikan perkebunan kopi dan tebu dengan mendatangkan pekerjanya dari pulau Jawa. Setelah program transmigrasi digulirkan maka perkampungan Jawa di Aceh akan ditemui hampir di semua kabupaten kota yang ada di Aceh. Beberapa mereka yang memperoleh lahan bagus menjadikan kehidupan mereka lebih baik dari keadaan sebelumnya di pulau Jawa sehingga dengan sedikit provokasi saja pendududk asli Aceh pada saat komflik memuncak dengan semena-mena mengusir para transmigran dengan alasan perpanjangan kaki pemerintah. Banyak orang Jawa yang merasa terusik meski pada saat konflik mereka bekerja di pemerintahan sebagai guru, tenaga medis dan lainnya. Mereka merasa diintimidasi dan ketika ada kesempatan mengurus pindah dengan alasan keamanan dan saat itu semuanya dipermudah, mereka mengambil kesempatan pindah walau pada awalnya hanya sementara. 7
Dalam sejarah, hanya masyarakat Aceh yang pernah memiliki kartu penduduk berbeda dari mayoritas masyarakat propinsi lainnya di Indonesia. KTP yang mulai diberlakukan pada tahun 2003 saat Aceh berstatus Darurat Militer berwarna merah putih dan berukuran lebih besar dari KTP biasa. Alasan pemberian KTP Merah Putih kepada warga Aceh adalah sebagai upaya proteksi bagi warga dalam operasi pemisahan antara penduduk
ANTOLOGI PUISI ESAI
51
“Saya perlu ke rumah sakit, anak perempuan kami Selesai tugas jaga,” Lalu dia dibiarkan menyisir malam Dengan kendaraan butut berlampu buram Setelah menandatangani pernyataan Tanpa katepe di tangan Andai di depan ada pemeriksaan Sudah barang tentu dia akan ditahan. Tak diceritakan betapa jantungnya hampir berhenti Kepada anak perawannya yang sedang menanti Berboncengan mereka sangat hati-hati Meninggalkan halaman rumah sakit Yang tak pernah sepi meski dini hari beranjak pergi
/3/ Dikisahkan oleh sang putri Korban tembak yang ditanganinya malam tadi Mereka yang terus melaju Ketika aparat menyuruh berhenti sipil biasa dengan anggota gerakan Aceh Merdeka. KTP Merah putih tidak mudah dipalsukan karena dicetak dengan system security gate. Bagi warga Aceh saat itu KTP Merah Putih adalah nyawa. Dan pada saat pemberlakuan KTP Merah Putih, Aceh benar-benar terisolir. Selain yang memegang KTP Merah Putih tak dibenarkan memasuki Aceh kecuali memperoleh izin dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
52
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Tembakan peringatan tak dipeduli Timah panas menerjang kaca Berlabuh di dada Pengemudi gelap mata Mobil menabrak batas jalan Terjun ke parit hitam Tak ada yang berani mendekat Orang-orang seperti tak melihat Takut dituduh terlibat Hingga bila saja sedikit lagi terlambat Mereka tak hanya sekarat Hidup mereka benar-benar tamat Perempuan ibu itu mendengar dengan bisu Masih terbayang beberapa saat lalu Andai dia terus melaju Andai dia berhati batu Dia baru paham kenapa malam ini begitu mencekam Rupanya ada kesalahpahaman di ujung jalan Karena gugup tak terelakkan sepasang suami istri menjadi korban Rem yang dimaksud Pedal gas yang ditekan
ANTOLOGI PUISI ESAI
53
/4/ Bila mengingat kejadian malam itu Ia menepis keinginan hidup berdua Bahagia dalam sejahtera, seperti lirik lagu Yang tidak dikenali siapa penciptanya itu. Biarlah suamiku di kota sana, insyaf nya Andai dia bertahan di sini Menjemput sang putri seorang diri Lalu ketika sweeping8 dia tak berhenti Atau karena dianggap mencurigakan Dituduh ‘cuak’9 pembawa berita Mungkin kini ia telah menghilang Entah di rimba, di pusara atau di rumoh geudong10 mana
8
Sweeping adalah istilah yang sangat familiar di Aceh kala itu untuk pemeriksaan rutin yang dilakukan aparat TNI. Tapi kadangkala masyarakat juga terkecoh karena sweeping yang sama juga dilakukan oleh anggota pemberontak. Sweeping warga Aceh bukan saja terjadi di wilayah Aceh bahwa warga Aceh yang sudah menetap di luar Aceh juga terkena dampak sweeping seperti yang diberitakan Kompas, 13 Juni 2003 (Sweeping Warga Aceh Bentuk Tindakan Fasis)
9
Cuak, adalah istilah yang dipakai untuk mereka yang dicurigai sebagai mata-mata aparat. Orang-orang yang dicurigai sebagai ‘cuak’ dianggap sah untuk dihabisi oleh pemberontak dengan cara yang paling sadis.
10
Rumoh Geudong terletak di desa Billie Aron, kecamatan Geulumpang Tiga, kabupaten Pidie. Rumoh Geudong digunakan sebagai pos militer (sattis) pada April 1990 untuk melakukan kekecaman-kekecaman yang demikian
54
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Di penjara-penjara rahasia mana Terkurung selamanya Saat itu ia bersyukur meski tak bersama Suaminya masih ada Tapi ketika dia melihat bagaimana anak-anak tetangga Bercanda ria dengan bapaknya Ia lalu berandai-andai suaminya bersama mereka Si bungsu tak perlu menatap iri dari balik jendela kaca Kapan bapaknya bisa membuatnya tertawa Bukan kehampaan yang selalu dirasa Kadang disesalinya Kenapa tak ikut pindah bersama suami Di sana, di negeri yang penuh warna Dia bisa mengabdi, pada suami dan anak negeri Tidak di sini, ia selalu terjaga di malam hari Ketika suara tembakan mengudara tiba-tiba Dan langkah mengendap-endap di bawah jendela Mengintai dan diintai terlalu biasa
sadis yang terungkap dari kesaksian para korban selamat setelah konflik. Rumah yang diguakan sebagai ruang tahanan dan penyiksaan itu setelah dikunjungi dan olah TKP oleh tim Komnas Ham yang dipimpin oleh Baharudin Lopa telah dibakar massa yang marah tepatnya tanggal 12 Agustus 1998. Rumoh Geudong akhirnya jadi catatan hitam dalam sejarah konflik Aceh yang mendekam dalam ingatan. ANTOLOGI PUISI ESAI
55
Tapi cintannya pada negeri ini Menahan langkahnya untuk pergi Lagi pula suaminya yakin Musim apapun pasti berganti Huru hara ini ibarat hujan dan badai Tak akan bertahan selamanya Jika damai nanti Dia akan segera kembali “Ini hanya sesaat, kalau keadaan sudah tak lagi gawat Aku akan segera kembali.” Begitu janjinya ketika hendak pergi Tapi negeri ini benar-benar sudah kelewat Hari-hari pertumpahan darah tak bisa dihindari Yang tak sepaham segera dihabisi11 Tak ada rasa damai bersemayam dalam hati
11
Lembaga Pembelaan HAM di Aceh mencatat jumlah korban konflik Aceh dari tahun 1998-2000, terdapat lebih dari 1,800 orang sipil, TNI/Polri yang tewas dalam berbagai aksi bentrokan bersenjata. Pusat Penerangan Polri mengemukakan data bahwa dari pertengahan Agustus sampai awal November tahun 2000, tercatat 98 anggota Polri meninggal, 316 luka-luka dan 25 orang hilang. Sementara korban warga sipil 660 meninggal, 307 luka-luka dan cacat, serta 159 orang hilang. Sedangkan dari TNI 75 orang meninggal, 218 luka-luka, dan 18 orang hilang. Berita tentang aktifis yang hilang, pembunuhan Rektor IAIN Prof Syafwan Idris dan Rektor Unsyiah Prof Dawan Dawood bahkan jurnalis TV RCTI menyisakan tanya siapa pelaku. Tak ada yang mengklaim bertanggungjawab dalam hal penghilangan jiwa antara pihak bertikai saat itu.
56
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Bila suatu kampung menjadi target operasi Para penghuninya tak akan berani pulang ke rumah sendiri Ke tempat-tempat pengungsian mereka membawa diri Tenda-tenda pengungsi tumbuh bagai jamur Di makanan basi Mereka yang diberi lahan Sebagai transmigrasi Bergegas kembali ke negeri sendiri Tak terhitung berapa kerugian yang dialami Pohon jeruk, rambutan dan segala jenis umbi-umbian Sedang indah dipandang Tapi mereka diusir pulang Oleh orang yang merasa tak senang Tak terhitung juga sekolah dijilat api13 Jangankan buku yang jadi abu Para Teungku dan Abu-abu juga Kehilangan kitab untuk mengaji Anak-anak kehilangan ruang kreasi
13
Dari Press Realese No. 072/PR/XII/2003, Kedutaan Besar Republik Indonesia dengan judul Komentar terhadap Laporan “Human Rights Watch” mengenai Aceh terungkap pada point ke 4. Dengan Operasi Kemanusiaan, dari 608 gedung sekolah yang dibakar oleh kelompok separatis, sebanyak 596 sekolah telah diperbaiki untuk tempat pendidikan bagi 94 ribu anak sekolah.
ANTOLOGI PUISI ESAI
57
Guru-guru tak lagi mengabdi sepenuh hati Ditagih Pajak Nangroe14 dari gaji yang penuh lagi
/5/ Ketika melepaskan suaminya pergi Dikira badai di hatinya sedikit mereda Bayangan orang yang mengancam suaminya Seakan sirna Meski dia ditanya, tak gundah lagi Dia menjawab suaminya dimana Hari berganti hari Kemarahannya kepada kecamuk negeri Dibalas dengan semakin gigih ia mengabdi Anak sendiri dan anak negeri diajar untuk Menghargai Semua suku dan agama berhak hidup di sini Bukan hanya penduduk asli yang namanya islami 14
Pajak Nanggroe alias pajak negeri bagi rakyat Aceh selama dilanda konflik adalah hal lain yang membuat sebagian pegawai negeri membuat identitas lain dikartu penduduk. Alasan pengutipan pajak Nanggroe adalah membantu perjuangan. Saat damai seperti sekarang ini pajak Nanggroe tidak lagi dikutip pada pegawai negeri tetapi kepada pelaku dunia usaha seperti yang disampaikan oleh Kapolda Aceh Irjen Pol Herman Effendi di depan atase militer yang berkunjung ke Aceh seperti yang dikutip Harian Serambi Indonesia (Selasa, 19 September 2013). Berdasarkan survey salah satu group supporting Bank Dunia (World Bank) yakni International Finance Corporation (IFC), terungkap bahwa para investor di Aceh mengeluhkan pungutan pajak Nangroe yang tak kunjung hilang meski Aceh telah damai.
58
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
/6/ Kini hitungan tahun sudah berlalu Dia telah terbiasa seorang diri Meski syair lagu itu tetap merongga dalam hati Hudep dua, hudep dua Bahagia tanyoe dalam seujahtera Tak pernah ia memaksa suaminya pulang Meski rindu sudah tak tertahan Ditulisnya syair-syair dari hati Tentang kesetiaan seorang istri Dibayangkan suaminya di medan perang Berjihat di jalan Tuhan Dan dia perempuan beriman Memohon kepada Sang Pemilik Jalan Mampu menjaga kesucian Hingga suatu hari dirasakan sakit Yang sangat nyeri di dalam hati Betapa lelaki suami yang diyakini akan segera kembali Diketehui telah menikah lagi Seorang remaja putri sedia diperistri Padahal sungguh dia mengerti Lelaki seusia ayahnya itu tidak sendiri lagi Tiga anak dan seorang istri masih menanti Ia kembali ANTOLOGI PUISI ESAI
59
Begitu luka hatinya Tetapi begitu tenang dia menghadapinya Tak disusul suaminya memastikan berita Hanya kepada anak lelakinya dia berkata “Jenguklah ayah di sana, bila ada perempuan bersamanya Tanyakan apa mereka sudah mengikuti sunnatullah? Kalau sudah, biarkan mereka di jalan Allah.” Si anak memandang iba ibunya Dan ibunya tahu bagaimana membesarkan jiwa
/7/ Di penghujung tahun ke lima Tak ada tanda perang akan reda Bahkan di dalam kota kontak senjata Bisa terjadi berjam-jam lamanya Begitu sering yang diburu bersembunyi di rumah warga Hingga penghuni dan rumahnya Menjadi sasaran peluru Membabi buta
60
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Perjanjian-perjanjian hanya sukses di atas meja Korban warga tak bersalah terus bertambah jumlahnya Hingga pada pagi Minggu dua puluh enam Desember dua ribu empat15 Seluruh negeri dilanda gempa lalu disusul tsunami Delapan koma Sembilan skala richter hitungannya Seperti peringatan pada kaum sebelumnya Kehancuran itu terjadi disaat dhuha16 Ya, sesaat setelah gempa, bangunan rubuh dimana-mana Lalu laut murka, menerjang kota dengan kecepatan luar biasa
15
.Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 tercacat paling banyak menelan korban jiwa. Gempa menurut catatan Aceh Pedia terjadi pada 7:58:53 WIB dengan pusat gempa terletak pada bujur 3,316p N 95.854p E Koordinat 3,316p N 95.854p E kurang lebih 160 km sebelah Barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa berkekuatan tercatat 9,3 skala richter (ada yang mencatat 9,8 skala richter) ini merupakan gempa bumi terdahsyat dan menelan korban lebih dari seratus dua puluh ribu nyawa manusia. Kota-kota yang terletak di pinggir laut seperti Calang (Aceh Jaya) dan Meulaboh (Aceh Barat) disapu bersih oleh tsunami. Sedangkan Banda Aceh dalam radius 4 kilometer dari laut kelihatan tanpa bangunan yang tersisa utuh kecuali sebuah di Ulee Lheu.
16
Setelah gempa dan tsunami Aceh, banyak yang menghubungkan musibah tersebut dengan peringatan Allah dalam Surah Al A’raf (98) yang berbunyi “Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka diwaktu matahari sepenggalan naik ketika mereka sedang bermain?”
ANTOLOGI PUISI ESAI
61
Seperti kaki-kaki raksasa meremuk-porandakan apa yang dilangkahinya Dan setelah air surut, lumpur hitam, tubuh-tubuh kaku hitam legam Sampah kayu, sampah batu, suara erangan dan tangisan pilu berkepanjangan Menjadi pemandangan suram yang tak henti-henti melintas sepanjang kenangan Tak ada retak dinding rumah si ibu guru Tak ada barang yang hancur akibat goncangan gempa Hanya ketika orang-orang berhamburan keluar rumah Pintu-pintu dibiarkan terbuka Si sulung pulang dengan pucat pasi “Rumah sakit, pasien-pasien, tetapi ibu, saya harus melihat ibu,”Peluknya Penuh derai mereka dalam goncangan gempa selanjutnya “Bapak,” Pekiknya. “Bapak mestinya bersama kita.” Ini pertama kali si sulung melontar kata Berharap sang ayah bersama mereka
/8/ Mendengar kabar Aceh dilanda gempa Si ayah menjadi sangat gelisah Berkali ditekannya nomor telpon rumah Tak ada nada yang didengar dari seberang sana 62
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Berita di telivisi begitu mencekam Lelaki suami yang tinggal di Medan berniat segera pulang Tetapi istri mudanya tak mengizinkan “Saya tak rela abang ke sana. Begitu dahsyat gempa dan tsunami Orang-orang mengungsi ke sini. Kalau abang tetap pergi Jangan harap kita bersama lagi.” Tak dipikirnya ancaman sebagai dalih kepergian Anak istri sah adalah tujuan Ternyata rumahnya sepi Hanya genangan lumpur hitam di halaman Bangku kayu di bawah pohon jambu dipenuhi bunga Dipandanginya lama-lama Setiap sore mereka dulu sering duduk berdua di sana Kemanakah sekarang mereka pergi? Disusuri jalan mencari orang-orang yang dikenal Rumah-rumah di sekitar rumahnya tak ada penghuni Tak ada tanda-tanda kehidupan di sana Kemana anak dan istrinya? Tak tahu lagi dia harus mencari Diketuk-ketuk lagi pintu rumahnya Memastikan tak ada orang di dalam Hingga akhirnya dia terpejam Di depan pintu karena lelah yang dibawa dari perjalanan ANTOLOGI PUISI ESAI
63
Dalam tidurnya dia bermimpi Istrinya berbaju putih duduk di depan pintu Terdengar nyanyian mengalun Hudep dua, hudep dua Bahagia geutanyoe dalam sejahtra Istrinya begitu sendu, suaranya mendayu-dayu Matanya memandang jauh Dan dia di seberang sana hanya diam terpaku Dia terkejut ketika dirasakan bahunya diguncang Ternyata putranya sudah berlutut di hadapannya Seketika mereka saling bertatapan Lalu berangkulan dengan tangisan “Ibumu dimana?” “Kami semua mengungsi ke Mesjid17, ikutlah aku bila ingin ketemu ibu.” Ajak anaknya
/9/ Pertemuan di halaman mesjid kelihatan biasa Tapi hati si ibu tak bisa diterka Menerima atau menolak dia tak berkata Suaranya tercekat hanya linangan air mata 17
Saat tsunami dan setelah tsunami, pengungsi lebih banyak memilih mesjid sebagai tempat mereka bernaung. Terasa ada keamanan bila gempa susulan mereka ada di sekitar mesjid.
64
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Sehari dua mereka mengungsi Hingga akhirnya memberanikan diri pulang Ke rumah sendiri membersihkan lumpur dan Membuang barang-barang yang hancur Tak ada yang memulai bertanya Tak juga ada yang mulai memberitahu Mereka hanya bekerja bahu membahu Bila berdua mereka hanya diam membisu Pikiran yang berkecamuk melebihi peperangan Bukankah telah kurestui, bukankah dia harus diurusi Tetapi kenapa setelah dia beristri Rasa cintanya tak seperti dulu lagi Apa artinya kebersamaan sesaat ini Bila gegas pergi sudah tak bisa ditawar lagi Dia tahu apa yang ada di pikiran suaminya Izin tak masuk kerja sudah tak diperoleh lagi Ia harus kembali mengabdi pada anak negeri Untuk apa badannya di sini Jika hatinya sudah di sana Tidak ada yang menghalanginya di sini sekarang ini Tak ada yang datang dengan garang meminta pajak negeri Relawan dari kulit berwarna, kulit putih bahkan kulit hitam ANTOLOGI PUISI ESAI
65
Semua bergegas datang membantu kemari Orang-orang yang menggotong kantong-kantong Jenazah di antara sampah bukan orang-orang yang dulu mengusirnya Mereka masih trauma, masih tak ingin jauh-jauh dari keluarganya Yang menolong berbondong orang asing yang hatinya begitu mulia Meninggalkan keluarga membantu korban bencana
/10/ Begitulah, waktu itu tiba juga Dia kembali melepas suaminya pergi Tak sepatah pun dia berkata Tak juga ingin didengar janji suaminya Biarlah dia pergi Memang belum jelas bagaimana status Negeri ini Dia mencoba menyibukkan diri Sekolah tempatnya mengabdi masih tertimbun lumpur tsunami Bersama rekan-rekan yang peduli mereka Membersihkan lumpur, mengamankan berkas yang telah basah 66
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Sampai ia benar-benar lelah Ia ingin ketika sampai di rumah Ia dapat tidur pulas Tak ingin pikirannya menerawang Memikirkan kapan suaminya kembali pulang Negeri ini terlalu hancur Orang-orang berwajah muram Terlihat dimana-mana Sudah terlalu banyak istri ditinggal suami Karena perang yang dipanjang-panjangkan Dan kini tsunami menambah deretan kehilangan Banyak anak menjadi yatim piatu tiba-tiba Orang-orang kaya kini tak memiliki apa-apa Rumah bertingkat rata dengan tanah Mobil mewah telah remuk tak berbentuk Entah juga sudah ke laut raya Entah dalam tumpukan besi tua Begitu banyak orang-orang yang kehilangan18 Dan dia tak kehilangan anak Tidak juga harta 18
Data dari AcehPedia, jumlah penduduk Aceh sebelum tsunami 4.104.187, wafat tsunami 173.741 orang, jumlah pengungsi 394.539 orang. Sumber data: Bakornas – Depsos – Media center Lembaga Informasi Nasional (LIN), 31 Januari 2005.
ANTOLOGI PUISI ESAI
67
Suaminya, ayah anak-anaknya masih ada Meski tidak bersama Mengingat semuanya, tak tahu dia Harus bersyukur atau bagaimana /11/ Begitu banyak orang yang datang memberi bantuan Mereka meninggalkan anak istri dan keluarga untuk membantu Tetapi suaminya hanya bertanya dari tempatnya Bagaimana keadaannya setelah bencana Hanya itu-itu saja yang ditanya dari seberang sana Berselang beberapa bulan setelah bencana Di bulan Agustus dua ribu lima Sebelum peringatan hari merdeka Perjanjian antara yang bertikai tercapai19 Genjatan senjata benar-benar diupayakan Itu berarti tak ada ancaman lagi bagi suaminya
19
Naskah perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (MoU Helsinki) ditandatangani di Helsinki, Finlandia pada tanggal 15 Agustus 2005, beberapa bulan setelah tsunami Aceh. Perjanjian damai itu dicetus oleh wakil presiden Haji Muhammad Yusuf Kalla. Coordinator perundingan dari pihak Indonesia ditunjuk Hamid Awaludin, sedangkan dari pihak Gerakan Aceh Merdeka diwakili oleh Mali Mahmud Al Haytar. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtasari ikut terlibat mem-
68
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Tetapi setelah bertahun-tahun damai itu ada Tak ditagih juga janji suaminya Biarlah hidup ini mengalir Biarlah syair itu mencair Hidup berdua, hidup berdua Bahagia kita dalam sejahtera Hanya ada di dalam sorga Sesungguhnya Allah karunia terhadap manusia Tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur20 Banda Aceh, Oktober 2013
bantu proses perundingan. Pemimpin lembaga Crisis Management Initiative mulai melakukan mediasi dengan kedua belah pihak sejak awal 2005. Konflik Aceh dengan Jakarta yang sudah 30 tahun lamanya, akhirnya dengan penandatangan MoU Helsinki dapat diselesaikan dengan baik. Saat rehab rekon Aceh dari musibah gempa tsunami juga merupakan saat rehab rekon bagi korban konflik Aceh. 20
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya), karena takut mati, maka Allah berfirman kepada mereka”Mati-lah kamu” Kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.(Q.S Al Baqarah 143)
ANTOLOGI PUISI ESAI
69
70
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
MESTIKAN KUTERIMA SALAM ITU Puisi Esai Handry TM
ANTOLOGI PUISI ESAI
71
72
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Handry Tm
MESTIKAN KUTERIMA SALAM ITU?
/1/ “hai, ayah, dengan bangga ingin kukabarkan, guruku menitip salam untukmu ‘ini hari polisi,’ katanya, ‘sekali waktu kami harus berterimakasih kepada pekerjaan yang diemban ayahmu.” “ayah, haruskah kuterima salam ibu guruku? bukankah itu salam sandiwara, kata-kata sekenanya, dihiburnya aku setelah sehari lalu guru yang lain menabrakku dengan sepeda motornya hingga kakiku lecet dan terpincang-pincang?” “betapapun kau tetap ayahku meski di jalanan hidup tertempel debu kata ibu guru, hari ini aku mesti menulis puisi untukmu puisi seperti apa lagikah itu? ANTOLOGI PUISI ESAI
73
sumpah-serapah masih kudengar samar di mulut mereka, tentang pekerjaanmu di jalan raya itu” “bolehkah kumenangis hari ini untukmu? ini hari polisi1, perayaan pengabdianmu meski, olok-olok tentangmu, riuh kudengar selalu” “adakah niatan untuk berbuat jahat, hai ayah, ketika berdiri penuh keringat di jalan raya, berteriak serak, meniup peluit, peluit sunyi, yang tak seorang pun menghendaki?” “jalanan tetap berdebu, menampar muka kusammu yang membatu tak seorang pun menyayangi, karena ayah cumalah patung yang memar-biru.”
1
Hari Bhayangkara ditengarai jatuh pada tanggal 1 Juli, disebut juga sebagai Hari Ulang Tahun Kepolisian Republik Indonesia. Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Kemudian Mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Setiap tanggal 1 Juli akhirnya diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
74
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
“’polisi adalah abdi yang harus dihormati, sayang tidak semuanya begini yang lapar di jalanan, mengais kejahatan, yang miskin tauladan melabrak kebenaran’ ah ayah, ini kata guruku — lantas ia melirikku, karena merasa bersalah, ia ralat kata-kata itu: ‘maksud ibu, polisi tidak semuanya begitu.”2 “hai, ayah, lepas bajumu, gantung tinggi di tancapan paku istirahatlah di hari yang baik ini, lupakan tugasmu sungguh tak rela kumembayangkanmu bertukar letih, tak seorang pun menginginkanmu” “ini hari bhayangkara, hari yang membahagiakanmu namun di televisi, puluhan polisi masih bertikai melawan rakyat sendiri, teriakan mereka tak terperi tunjukkan, kesalahan apa yang mesti kau tanggung, kebenaran seperti apa yang harus kau gantung?”
2
Menurut Dr. Eki Baihaki, M.Si, realitas di lapangan menunjukkan, praktikpraktik perpolisian di Indonesia, masih cenderung mengisolasi aparat kepolisian dari masyarakat yang dilayaninya. Hal ini berdampak pada kinerja kepolisian dalam melakukan pengendalian kejahatan yang lebih efisien. Oleh karena itu, penerapan community policing sangat dibutuhkan untuk memberi ruang bagi para aparat penegak hukum untuk memperbaiki kembali hubungannya dengan masyarakat yang merupakan mitra utamanya. Kemitraan merupakan salah satu wujud nyata komunikasi, sehingga kedua belah pihak, terlebih pihak kepolisian sebagai pihak yang paling berperan dalam mewujudkan kemitraan yang memberi nilai tambah, perlu menerapkan strategi komunikasi secara tepat.(Konsep Polisi Sebagai Penegak Hukum dan Pelayan Masyarakat: Sebuah Metamorfosis, disajikan dalam Diskusi Panel di Graha Kompas Bandung, 24 September 2010)
ANTOLOGI PUISI ESAI
75
“ada sepotong bulan, ayah bulan dengan cahayanya yang berkilau, bintang dengan sinarnya yang galau, nanti jika sampai di rumah, aku potretkan untukmu, di hari ulang tahun korps kebangganmu di manakah ayah kini? hati-hati, ayah sedang sendiri.”3
/2/ aku masih berani bernyanyi, bernyanyi tentang negeriku sendiri nyanyian langit hitam di gugusan bintang pilu meradang, cinta mendera luka papa, cuaca tiada paham di dinding kamar, masih fotomu, ayah berseragam cokelat berdiri letih di jalanan penuh rintih mana pistol kebanggaanmu? tak kulihat di foto-fotomu
3
“Sudah saya instruksikan agar dalam rangka tugas, anggota Polri jangan bekerja sendiri, tetapi minimal dalam hubungan kelompok 2-3 orang,” ujar Presiden SBY seperti dikutip dalam akun twitternya, Rabu (18/9/2013).
76
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
senjata memenjaramu sedemikian hingga menyandera dalam kengerian hai ayah, kau tetap polisi pemberani polisi republik indonesia para demonstran yang lapar kemerdekaan, menghadapimu yang lapar kebenaran4 satu di antara demonstran itu, adalah tetangga kita setiap malam menantangmu bermain catur kagum padamu karena kau santun di luaran, kalian berhadangan, berhadapan ia di pihak mereka, kau di pihak negara ia tak mengenalimu, hatinya tertutup kabut demonstran itu bukan sahabatmu teman yang semalaman tergelak sambil mengganggu cangkir kopimu kau pun ayah kakak-kakakku kekasih pemberani bagi ibuku kau kemanakan seragam itu, tak pernah malu kumenatapmu 4
Need of agression ternyata bukan pendorong utama mahasiswa melakukan kekerasan dalam aksi demonstrasi. Lebih menonjol lagi adalah dimensi frustrasi (terhadap keadaan negara sehari-hari). Pengaruh angstpsychose yang dilontarkan aparat keamanan, serta sikap dan perilaku kekerasan, yang ditampilkan aparat saat menghadapi barisan demonstran, berdasarkan pengamatan dan pengalaman empiris, akan lebih berpengaruh dalam terpancingnya mahasiswa untuk agresif. (Mahasiswa dan Polisi Dalam Kancah Kekerasan, http://socio-politica.com)
ANTOLOGI PUISI ESAI
77
tentang demonstran itu, benarkah mereka pemimpin masa depan negara? para mantan aktivis, di liputan televisi, duduk bertikai di kursi politik orasi berbusa kosong makna tatapan mata berpisau lidah tak terjaga hat-hati, ayah di antara kerumunan huru-hara itu engkau tetaplah ayah5, tak ingin kehilanganmu meski keruh gambar di layar kaca, televisi menghapuskan jejak lekas pulang jika segalanya selesai sudah, jangan berhitung kebenaran di titik itu dirimu tak dipetakan di pihak ayah ada senjata setetes darah pun jatuh ke tanah mereka akan menuding sambil berkata: “dia !!!”
5
Ayah berperan sangat besar dalam membentuk karakter anak. Sekitar 80%, anak akan meniru karakter ayah dan 20% akan meniru ibu. Jika ayah tidak ikut berperan aktif dalam pengasuhan anak, yang akan terjadi adalah hilangnya karakter ayah. Fathering merupakan konsep, sosok ayah ikut serta dalam pengasuhan anak secara psikologis. “Kewajiban ayah dalam mengasuh anak, lebih menitikberatkan kepada aspek psikologi, sehingga peran ayah akan tetap ada. Bahkan, dia (ayah) pantas menjadi tempat curhat anak yang paling nyaman,” ujar Irwan Rinaldi, konselor dari Yayasan Langkah Kita, Jakarta.
78
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
menatap televisi, tercenung di berita pilu dan lagu-lagu meremas tangan sendiri menatapmu di foto itu: sungguh gagah dirimu negeri ini sangat sunyi, meski di mana-mana ramai kata ibu guruku, negeri ini tak kunjung dewasa pemimpinnya nyaman menjadi balita menitikkan airmata untukmu, ayah lekaslah kemari sungguh pengap hidup berhimpit kipas angin berputar, suara menampar-nampar dengan cara apa kuganti rinduku ini? mata terpejam, gelisah tiada sudah membayangkanmu di jalanan, berseragam penuh gerah
/3/ hai ayah, ingat ceritamu di ruang makan, di bagian tengah rumah tentang anak muda cerdas yang mahasiswa? ANTOLOGI PUISI ESAI
79
malam itu gerimis kecil-kecil kalian bermain catrur saling tertawa “sudah pukul 23.00, ia menatapku lama, bibirnya bergetar hampir bicara kutunggu kata-katanya,” kata ayah lantas lanjutnya: “mas, besok kami turun lagi, jumlahnya lima kali lipat dari biasa” “iya,” jawab ayah, sambil tanganmu memakan kuda mahasiswa yang terlena “kuharap tidak bertemu, kita akan berhadapan dan saling meluka “iya,” kata ayah, kini pion-mu hilang olehnya “kalau berhadap-hadapan bagaimana? kita sudah seperti saudara, malam-malam kita habis di setengah pagi untuk bercanda aku mahasiswa, mas aparat negara, tugas kita beda, di lapangan, mas bisa menangkapku dan aku melawannya” mendadak langit gelap, hujan deras mendera anak catur tersudut dingin, saling diam menuruti gelisah hati tuannya
80
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
“maaf, andai terkena lemparan batuku tidak beraksud menyasar kepalamu, polisi simbol kekuatan negara dan kami sedang memusuhinya” “iya,” jawabmu, ayah. o, ayah, persahabatanmu sungguh abu-abu kalian akhirnya bertemu, di suatu pagi yang kelabu demonstrasi besar menggelombang di jalan kau halau gelombang itu dengan caramu mahasiswa tetangga sebelah itu, di rombongan terdepan mencaci-maki polisi, mengejek korps kebangganmu saat persis di hadapanmu, mulutnya terkatup senyumnya kecut. “mas, bantu kami berjuang!” katanya “iya,” jawab ayah, wajahmu gundah “hey, kenapa menyapa polisi, di pihak mana kamu??!” ketua rombongan menarik mahasiswa tetangga kita “kami tetanggaku, kawan ronda,” jawab mahasiswa tetangga
ANTOLOGI PUISI ESAI
81
“apa urusannya? kita sedang berjuang” “negara bukan musuhmu, “ ayah menyela kawan mahasiswa tetangga kita menghantam dan memukulinya “keluar, di pihak mana sebenarnya?” tidak cuma satu, tiga hingga empat-lima mahasiswa merangsek maju, mahasiswa tetangga kita dihajarnya ayah melerai, tapi dipukulnya ayah, mereka semakin berani “aku di pihakmu,” kata ayah lantang mahasiswa menghentikan langkah, menatap sinis ke ayah “apa-apaan ini, polisi hendak ikut-ikutan berjuang?”6 o, ayah, ceritamu sungguh biru, hati hurani sudah tak didengar syahdu
6
Menyimak analisa dan pengumpulan data Indonesia Police Watch (IPW). Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane menggambarkan ikatan antara polisi dan masyarakat kian memburuk. Selama enam bulan, dari Januari hingga Juni 2013, ada 58 fasilitas Polri yang dirusak dan dibakar masyarakat dalam 14 peristiwa konflik atau amuk massa di sekitar kantor polisi. IPW melihat, sebagian besar aksi perusakan dikarenakan rasa jengkel rakyat terhadap sikap arogan, sikap represif, dan pemihakan polisi pada para pengusaha. Sikap nekat melawan polisi muncul karena warga merasa tidak punya harapan lagi untuk mendapatkan keadilan.
82
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
kaukisahkan peristiwa itu sambil tak mudah menelan kue hidangan ibu kita sedang tidak melawan siapa musuh bersama adalah gagasan kezaliman polisi tidak sedang di posisi membela kita sedang melawan ide-ide gila mahasiswa tidak lantas diam, “kami didik teman ini dengan cara ilmiah kami mahasiswa, cukup banyak membaca berita cukup tahu bagaimana caranya menjadikannya pintar tanpa menggerutu” berkata begitu, sambil melanjutkan tinjunya ke mahasiswa tetangga sebelah itu
/4/ (jakarta adalah hutan belantara dengan rerimbunan manusia satu sama lain tiada mengenal, satu sama lain saling menjagal ) hati-hati ayah, jangan tergoda kitab kejahatan terbaca mereka yang ingin memperdaya berhentilah mengabdi jika tak mampu melawan ANTOLOGI PUISI ESAI
83
jangan berjalan di tempat sepi di lorong sepi, kegelapan bermata belati ayahku sebagaimana yang dulu jangan murung serupa mendung berpaculah menuju waktu hari ini hari polisi, mari bernyanyi malam ini ada pesta di rumah kecil kita ibu memesan kue seukuran penghuni rumah petak kita, terpotong habis untuk kita dan tetangga malam larut di derai gerimis tipis segera pulang sebelum tugas usai (namun pesta tak pernah ada ayah tak pernah kembali, kue mendingin di pagi berikutnya lilin tak menyala, hanyalah airmata malam membuta, peluru menembus seragam hingga ke ulu)7 7
Polisi Provost mabes Polri, Bripka Sukardi, ditembak tiga kali di Jalan HR Rasuna Said. Lokasi penembakan tepat di depan gedung KPK pada pukul 22.20. Sukardi sedang menaiki sepeda motor. Sementara penembak berboncengan dengan naik sepeda motor berhenti dan menembak sang polisi sebanyak tiga kali. Sukardi langsung roboh dari motornya dan terjatuh di tengah jalan. Pelaku penembakan langsung melarikan diri setelah melepaskan tembakan.
84
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
hai, ayah pekabaran kelam tentangmu sangat menyentakku apa salahmu? kejahatan bukan jalanmu, namun maut menjadi kebulatanmu. arak-arakan peti, bunga bela – sungkawa telah menjadi pesta pesta kecil hari bhayangkara ingin sepertimu saat kapan harus berhenti saat kapan mesti berlari akan kubisikkan padamu, hidup mesti bertarung orang-orang menyampaikan salam itu salam mesra atas kepergianmu ini bukan salam sandiwara mereka sungguh menitikkan airmata sebaiknya kusampaikan salam itu padamu, karena ini salam mesra
ANTOLOGI PUISI ESAI
85
/5/ di pagi membuta, ketika orang setengah tidur setengah terjaga televisi berisik, mengabarkan sejumlah berita di kiri – kanan kepergianmu. ayah, ayahku, aku tak tahu, inikah kabar duka atau warta gembira? kematian seorang punggawa negara di jalan raya lebih disambut sebagai keteledoran biasa kegirangan ditunjukkan pada rasa syukur berikut serapah, daripada sikap iba lebih baik tak punya keluarga, ayah agar segala resiko tugas, tiada sampai di rumah kehebatanmu sebatas foto yang terpigura, keseharianmu hanyalah pegawai negara biasa kenapa kau pilih jalan yang sulit? ah ayah, adakah cita-cita di balik semua ini? di pagi ini jakarta seperti biasa, tatkala sibuk awannya menjelaga irama duka cuma terdengar di gang rumah petak kita, di mana aku, saudaraku dan juga ibu, 86
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
adalah bagian dari cerita lara itu para tetangga berbondong ke rumah kita, menanyakan bagaimana rencana kami selanjutnya seperti hari kemarin dan sebelumnya lagi bukankah tiada pernah memiliki cita-cita besar? apalagi selain bertahan? katamu, tak boleh sekalipun menoleh ke belakang kini kami melangkah maju, dan terus maju tanpamu jakarta tidak menangis atas kepergianmu, ayah jakarta tetaplah hutan mangrove pencakar langit yang terus melangit, ini adalah kota dimana berjuta airmata menggenang, menganak-sungai, membanjiri rumah kardus penderita papa hujan airmata yang terus menderai, hujan darah menyiprat di lorong-lorong jauh, di perkampungan kumuh airmata darah hasil pertikaian, satu sama lain tak mundur meski selangkah8
8
Jakarta adalah kota metropolitas dengan berjuta perih dan derita. Sebanyak 9 juta jiwa lebih warga bertumpu pada nasib yang seadanya. Sementara, diperkirakan Kota Jakarta tak sanggup menampung hingga 20 juta jiwa manusia. Pemerintah mewacanakan hendak memindahkan Ibukota Negara, dari Jakarta ke luar Jawa.
ANTOLOGI PUISI ESAI
87
tidur tenanglah, ayah hari ini hari kepolisisan republik Indonesia hari penuh terik namun membanggakanmu tak perlu menunggu piagam tanda jasa, tembakan salvo atau derekan sang saka menembus mega, kaulah pahlawan sejatiku, pahlawan di perkampungan kecil itu, di rumah petak kita yang pengap dan sendu selamat jalan, ayah berangkatlah di perjalanan langit yang serba terang kuantar bersama labirin doa, doa yang tak mungkin tanggal, meski dihadang berkilometer beton di sepanjang kota yang banal
Semarang, 12 oktober 2013
88
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
2 Oktober 2013 Puisi Esai Mezra E. Pellondou
ANTOLOGI PUISI ESAI
89
90
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Mezra E. Pellondou
2 OKTOBER 2013 (Teringat Mahkamah Konstitusi)
I Tangga itu belum terlalu tua tetapi telah berderit. Hampir patah. Sekawanan lafo1 telah mengeratnya selama ini Tetapi lafo-lafo itu terlalu matua2 seperti meo3. Meo-meo siluman! Saat sekawanan lafo itu menjadi meo siluman mereka selalu mengeong berlagak pembela majikannya yang konon dua ratus empat puluh juta banyaknya. Lebih dari setengah angka itu adalah kaum miskin melarat yang setiap detik menggarap hidup mereka
1
Lafo adalah bahasa Rote Termanu, Pulau terselatan Indonesia yang artinya tikus. Orang Rote juga cenderung mengucapkan kata lafo kepada orang yang suka mengambil sesuatu yang bukan miliknya, pencuri dan koruptor.
2
Besar (ukuran;(bahasa Rote Termanu yang menyatakan keadaan/sifat)).
3
Kucing (Bahasa Rote Termanu)
ANTOLOGI PUISI ESAI
91
dengan kaki, tangan airmata, keringat bahkan darah. Akhirnya mereka memilih memercayakan hidupnya pada meo-meo itu tanpa mengetahui sedikit pun bahwa sesungguhnya mereka adalah sekawanan lafo. Sebenarnya seorang miskin yang sangat paham bahasa lafo pernah menguping para lafo itu berbicara bahwa ada saatnya mereka menjadi siluman menjadi meo supaya mereka terlihat manja dan rapuh agar dicintai tuan-tuan yang jumlahnya dua ratus empat puluh juta itu Dengan menjadi meo mereka tidak hanya dicintai dan dimanjakan tetapi juga dimandikan, disuapi bahkan mereka dapat tidur bersama majikan Tetapi menjadi lafo? Hm, siapa yang suka? kaum miskin sekalipun akan membunuh lafo jika ditemuinya. Tetapi menjadi meo rumahan yang manis, siapa yang tidak suka? seorang bayi sekalipun pasti siap menjadi sahabatnya Begitulah kaum miskin itu mendengar percakapan para lafo itu Hampir setiap hari Dan memang, hampir setiap hari para lafo itu berubah menjadi meo Kecuali jika mereka disorot kamera wartawan, polisi, DPR, Mahkamah Konstitusi
92
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) maka sekawanan lafo itu akan terus berdiam di rumah majikan yang jumlahnya dua ratus empat puluh juta itu. Saat seperti itu mereka akan galau akan terus menjadi meo rumahan yang manja dan polos selalu merindukan untuk dielus dan dicium mereka pun akan makan semeja dan sehidangan dengan para majikan tidur seranjang dengan duaratus empat puluh juta hatoli4 saat itu para lafo akan mengeong dengan lembut mengatur nafas dengan teratur agar majikan-majikan mereka tidak terganggu tidurnya Dan jilka hatoli-hatoli5 ala sungu6 jika kamera wartawan kehabisan baterai dan harus dicas jika para polisi telah pulang ke rumah dan menganggap waktu dinas telah habis jika DPR terus saja bertengkar dan berkelahi di antara sesama DPR saat itulah meo-meo yang manis itu 4
Orang (bahasa Termanu)
5
Orang banyak (orang/jamak)
6
Mereka Tidur ( bahasa Termanu)
ANTOLOGI PUISI ESAI
93
kembali menjadi sekawanan lafo mereka mencericit, melompat, mengerat dan astaga. mereka berubah menjadi wartawan, polisi, pengacara, DPR, bahkan mereka sedang berusaha menjadi presiden Mahkamah Konstitusi,bahkan KPK Tidak seekor lafo pun yang ingin menjadi rakyat, karena bukankah menjadi rakyat mereka akan terus melarat? “Te Se De! Te Au Na”7 teriak para lafo “Te Se De! Te au Na” begitulah lafo-lafo terus mencicit
II Tangga itu belum terlalu tua, tetapi telah berderit Hampir patah. Sekawan lafo telah mengeratnya selama ini tetapi lafo-lafo itu terlalu matua seperti meo. Dingin telah menjulurkn lidah majikan-majikan yang jumlahnya dua ratus empat puluh juta itu! Majikan-majikan itu hatoli-hatoli namla’a8 namun mereka butuh pemimpin 7
Suatu pernyataan menyombongkan diri dengan bahasa khas Rote Termanu yang artinya Siapa dulu? Aku kok dilawan!
8
Orang-orang yang lapar/kelaparan (bahasa Termanu, Rote NTT)
94
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Hatoli-hatoli namla’a itu adalah rakyat yang bermimpi tentang masa depan dan ingin terus hidup di masa kini Hatoli-hatoli namla’a itu rela digerogoti tubuhnya untuk mendapatkan pemimpin yang baik. Pilkada-pilkada digelar aturan-aturan dibuat pendidikan-pendidikan digenjot agar kehidupan yang sudah carut marut ini menjadi lebih baik bermartabat, bermanfaat dan berharga. Seekor lafo mendengar hal itu, dan dia bertekad mulai malam ini dia akan menjadi meo meo yang manis meo penjaga majikannya meo penjaga rumah meo rakyat9 meo negara10 meo yang susue lalaik11 sehingga terkesan oleh rakyat bahwa sang meo tidak mungkin menyakiti dan berharap tidak disakiti. 9
Meo dalam larik tersebut diartikan sebagai mata-mata rakyat (bahasa Termanu, Rote NTT)
10
Meo dalam larik tersebut diartikan sebagai prajurit perang (bahasa Termanu, Rote NTT)
11
Susuelalaik artinya penuh cinta kasih (bahasa Rote Termanu, Rote NTT)
ANTOLOGI PUISI ESAI
95
Meo berhati lafo, meo jelmaan lafo itu berjalan-jalan setiap menginjak tangga rumah majikannya meolafo itu mencericit mengerat..., dan sungguh, kawanan meolafo itu tidak sabar menunggu remah-remah makanan yang jatuh dari meja tuannya Tidak lagi menunggu dengan sabar tuannya menyelesaikan makanannya barulah mengambil sisa-sisa makanan Tidak! Tidak lagi demikian!, Meolafo itu telah meloncat dari tanah ke pinggir meja dan kali ini benar-benar telah mengaduk-aduk semua hidangan menjadi remah-remah sekawanan meo itu telah mengambil semua yang terbaik sehingga remah-remah itu tidak lagi layak untuk majikannya. Majikan?... ternyata itu cuma sebuah nama Sebuah omong kosong! Tutuik Papekok12 yang sering dicit-cit citkan dengan sangat mengesankan oleh para lafo bahwa selamanya majikan adalah hatoli-hatoli
12
cerita bohong/isapan jempol (bahasa Termanu)
96
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
rakyat adalah para majikan adalah dua ratus empat puluh juta hatoli yang harus dilayani dan para meo itu sesungguhnya bukan lafo para lafo itu sesungguhnya bukan meo jika mereka suka disebut pejabat pejabat adalah para pelayan rakyat rakyat tidak mungkin dilayani oleh lafo dan meo
III Tangga itu belum terlalu tua, tetapi telah berderit Hampir patah Sekawan lafo telah mengeratnya selama ini tetapi lafo-lafo itu terlalu matua seperti meo Malam ini kawanan lafo yang menjadi meo itu atau meo yang sebenarnya lafo itu sedang bermusyawarah Mereka membahas perihal pilkada-pilkada yang digelar Seekor lafo hitam besar dan yang paling kekar tiba-tiba berujar “Aku capek menjadi lafo, aku ingin menjadi Mahkamah Konstitusi” “Cit-..cit..cit “ sekawanan lafo yang tersisa memandang bingung ANTOLOGI PUISI ESAI
97
“Kamu ingin menjadi Mahkmah Konstitusi, MK maksudmu?” “Mengapa kamu tidak ingin menjadi polisi, jadi wartawan, jadi DPR, jadi... “Diam semuanya! Saya paling tahu apa yang terbaik. Bukankah di antara kita sesama lafo ada yang telah memilih menjadi polisi, jadi pegawai tinggi dan tidak pernah kembali lagi? Mereka pun tidak pakai minta ijin Dewan Pertimbangan Lafo, atau DPT seperti yang aku lakukan malam ini. Bukankah aku lebih terhormat karena mengikuti jalur yang tepat? meminta ijin DPT?”. “Cit..cit..cit..cit..” Hm seekor lafo meminta bersuara. “Teman-teman, sebaiknya berikanlah dia kesempatan. Bukankah ketika dia berhasil mengerat majikan-majikan kita, mengerat rakyat dia akan membagi remahremahnya untuk kita?” “Hei, kamu lafonggoak13 kawanan lafo tidak lagi merindukan remah-remah. Kami butuh semuanya! bukan remah! Kami butuh tangga untuk menaiki meja Kami butuh meja bukan kolong Kami tidak ingin terkubur oleh remah-remah yang jatuh dari meja
13
Ungkapan dalam bahasa Rote Termanu berisi sindiran pada orang yang berniat mencuri tetapi tidak cerdik sehingga bisa berakibat tertangkap
98
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Kami butuh berada di atas meja Kami butuh kerajaan Meja adalah tempat kami memulai membangun dinasti Kami akan memporak-porandakan meja itu dan mengambil semuanya dari sana” “Cit-..Cit..Cit... Jika kamu benar ingin menadi MK? yakinkanlah pada kami bahwa kamu pun juga mampu merangkap menjadi polisi, pengacara, DPR, bahkan KPK. Jika tidak, maka Dewan Pertimbangan Lafo tidak akan merestui karier barumu itu” Lafo yang ingin menjadi MK itu terlihat berpikir sejenak. Baru kemudian kembali bercit-cit-cit-cit. “Hm..baiklah, semuanya aku penuhi kecuali.... “Kecuali apa?” lafo nggoak menyerobot bicaranya “Kecuali menjadi menjadi Komisi Pemberantas Korupsi “ Itu tidak mungkin! bukankah tugas KPK itu membasmi kita semua?” Para lafo mulai mencit-cit Kali ini cit-cit-cit mereka lebih panjang dari biasanya seorang lafo melompat ke depan dengan cekatan lafo itu mulai bicara
ANTOLOGI PUISI ESAI
99
Rupanya kamu yang pantas disebut lafo nggoak Eh, bukan, kamu tidak hanya nggoak, kamu lafo kamulus14 Dengar lafo kamulus ketika kamu berhasil menjadi KPK kamu akan mengubah aturan itu menjadi Komisi Pelindung Kami” Lafo kamulus itu gemetar! Wajahnya ditekuk. “Jangan... aku tidak berani menjadi KPK! Dan semua lafo tidak berani memilih menjadi KPK Aku tidak sanggup, untuk kali ini aku hanya ingin menjadi MK” “Kamu sungguh lafo kamulus Bukankah kamu lafo terhebat? Paling cerdas? Bukankah di antara semua lafo, kamu yang memiliki gelar doktor hukum? Mengapa kamu takut? “Kamu benar, setiap lafo pasti akan ketakutan dan mati jika menjadi KPK” “Kalau begitu menjadi apa pun kamu kami mengutusmu harus menjadi ketua Kamu lafo kamulus yang hari ini menaiki tangga Camkan itu “
14
Lafo kamulus artinya tikus yang gila. Ungkapan dalam bahasa Rote Termanu, NTT yang berarti pencuri yang nekad
100
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Tidak apa-apa saya dijuluki lafo kamulus yang penting jangan paksa saya jadi KPK! Bisa celaka! Lafo kamulus itu mencicit riang saat mengakhiri omongannya
IV Tangga itu belum terlalu tua tetapi telah berderit Hampir patah Sekawanan lafo telah mengeratnya selama ini tetapi lafo-lafo itu terlalu besar seperti meo Tidak seorang pun mengetahuinya Udara makalinik15 dan berdebu Dan sebagian lagi, udara berasap terlihat pijaran mata hari menyakiti semesta Sungguh terik. Namhana nanseli16 Lafo Kamulus yang baru saja direstui Dewan Pertimbangan Lafo mengekor jalanan Menuruni got-demi got yang riuh yang mengabarkan sengketa pilkada rakyat terjadi di mana-mana.
15
Sangat dingin (bahasa Rote Termanu, NTT)
16
Sangat menceikik (tentang udara), bahasa Rote Termanu, NTT)
ANTOLOGI PUISI ESAI
101
Hingga akhirnya lafo itu berubah menjadi meo Ngeong. ngeong... ngeong. Lafo kamulus yang mengucing itu mulai mengeong ngeong...ngeong...ngeong... dan terus mengeong ngeong...ngeong..ngeong.. tubuhnya sengaja digulingkan pada comberan Seorang bocah menemukannya mengelusnya memandikannya mendudukkannya pada kandela17 memberinya makanan sehidangan dengannya Menidurkan sang meo pada koi18 yang hangat dan wangi Orangtua sang bocah sangat menyukai tindakan sang bocah Mereka memujinya Mereka menerima meo comberan itu 17
Sebutan orang Rote Termanu, NTT pada kursi
18
Sebutan orang Rotd Termanu pada ranjang/tempat tidur. Namun Koi itu sendiri bukan bahasa Rote Termanu tetapi bahasa Kupang. Beberapa katakata bahasa Rote terpengaruh oleh bahasa Kupang. Bahasa Kupang sendiri banyak dipengaruhi oleh bahasa Belandawarisan dari zaman penjajajahan Belanda, di mana Timor menjad salah satu markas Belanda karena memilii banyak sekali kerajaan-kerajaan kecil yang menentang kekuasaan penjajah Belanda.
102
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Mereka membaptisnya menjadi meo rumahan Bahkan adik sang bocah yang masih bayi itu sekarang memiliki mainan baru yang mengasyikan lucu dan hebat, yakni meo kamulus itu seekor meo comberan yang kini menjadi meo rumahan Meo itu mulai diberi susu bayi dan santapan roti Bulu hitamnya mulai mengkilap setiap hari semakin mengkilap Matanya bersinar dan sangat indah Kini dua ratus empat puluh juta manusia yang berada dalam keluarga... di atas kenderaan.... maupun pada jalan raya beratap langit semuanya menyukai meo itu Meo itu seperti seorang santa19 Rakyat yang dua ratusempat puluh juta banyaknya itu mulai patungan untuk menjamin kehidupan meo itu agar tetap menggembirakan mereka Membawa sejahtera dan kebahagiaan bagi mereka
19
Meo santa sebuah istilah yang dipakai penulis yang bermakna kucing penyelemat, ditujukan pada orang-orang yang sok menjadi penyelamat untuk menyembunyikan kejahatan mereka.
ANTOLOGI PUISI ESAI
103
Rakyat rela tidak makan yang penting meosanta mereka minum susudah makan roti Rakyat terus berharap bahwa dua ratus empat puluh juta mulut mereka akan terus memuji meo itu sebagai yang terbaik dari semua meo rumahan yang pernah rakyat miliki.
V Tangga itu belum terlalu tua tetapi telah berderit Hampir patah Sekawanan lafo telah mengeratnya selama ini tetapi lafo-lafo itu terlalu besar seperti meo Tidak seorang pun mengetahuinya Lafo yang telah direstui Dewan Pertimbangan Lafo itu kini samakin memastikan kariernya Meo santa itu berjalan mengeong keluar dari rumah sang bocah tadi Meo itu tidak lagi mengekor jalanan di depannya meo itu melihat sebuah tangga dan mulai mencoba menaiki tangga Kali ini kembali menjadi lafo agar tangga yang berderit dan hampir patah itu bebas digerogotinya 104
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
dicicit-cicitnya dan dikunyahnya dengan lahap LafoMeo itu, atau meo yang menlafo itu memeriksa getaran tangga itu dibuatnya lubang- lubang pengintai dan lafo itu pun mulai mengintai Dari kejauhan lafo itu menemukan Dewan Pertimbangan Rakyat sedang bersidang. Berbeda dengan Dewan Pertimbangan Lafo yang jarang bertengkar dan berkelahi walau pun berbeda pendapat maka dalam persidangan DPR ini mereka bertengkar mengatas-namakan rakyat. Bertengkar dan terus bertengkar Sang lafo pun mulai membuat lubang Terus membuat lubang sangat banyak. Ba’un nanseli20 Kali ini bukan lagi lubang pengintai tetapi lubang penembus Ibarat jalan tol, lubang itu ditembusnya Lafo itu sampai pada ruang sidang DPR yang masih terus riuh oleh keributan
20
Banyak sekali sehingga tidak terhitung (bahasa Rote Termanu, NTT)
ANTOLOGI PUISI ESAI
105
Akhirnya hanya dalam waktu sepersekian detik lafo itu menjadi DPR berkawan dengan DPR bahkan mengerat DPR mengajak DPR mengerat Lafo itu keluar melewati lubang-lubangnya ketika DPR telah selesai bertengkar Lafo itu berjalan memasuki lubang-lubangnya kali ini ia tidak sendiri tidak juga dengan Dewan Pertimbangan Lafo kali ini ia bersama seorang Dewan Pertimbangan Rakyat yang segera berkhianat pada rakyatnya Berdua mereka berjalan mereka adalah lafo dan DPR yang berhianat pada rakyat sehingga mereka membutuhkan seorang pembela yang mampu mencegah mereka saling menghianati ketika mereka berbeda pendapat dan tujuan Sang pembela pun bersedia menjadi lafo karenaingin sekali bisa mengerat.
VI Tangga itu belum terlalu tua tetapi telah berderit Hampir patah Sekawanan lafo telah mengeratnya selama ini 106
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Lafo-lafo itu terlalu besar seperti meo Aneh, tidak seorang pun mengetahui dadeak ia21 Hingga akhirnya... lafo-lafo meo itu atau meo-meo berhati lafo itu berubah menjadi harimau Karena mereka tahu bahwa di puncak sana sahabat terbaik mereka telah berhasil menggali lubang menyusun anak-anak tangga merek lafo bukan merek rakyat di sana lafo-lafo itu semakin banyak dan menggurita Sekarang semua lafo yang mengharimau itu berkumpul hendak menemui sahabat mereka itu mereka mengaum aum...aum...aumm... aum mereka memanggil sahabat terbaik mereka itu dengan nama lafo nitu22 setannya para tikus.
21
Perkara ini/ peristiwa ini/kejadian ini (bahasa Rote Termanu, NTT)
22
Tikus setan; ungkapan untuk otak/pemimpin pencuri (bahasa Rote Termanu, NTT)
ANTOLOGI PUISI ESAI
107
Aum...aum...aum Mereka terus mengaum ketika berada di depan tangga Ini tangga puncak pengadilan tertinggi Tangga tertinggi yang jika diduduki lafo maka kemenangan akan berada pada kerajaan lafo Dinasti lafo segera berdiri kokoh. Sebelum menaiki tangga lafo-lafo yang telah berubah menjadi harimau ini tiba-tiba berhenti mengaum Mereka tahu kalau mereka terus mengaum maka tangga ini tidak berhasil mereka kerati tidak mungkin menggerogoti tangga ketika mereka terus mengaum Dan hari itu, mereka bersepakat menjadi bi’ilopo23 menjadi domba agar mereka bisa mengaum dengan cara yang lebih lembut.
23
Orang Rote menyebut domba Bi’i Lopo, gabungan kata bi’i (kambing) dan Lopo (sekelaskambing)
108
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
VII Tangga itu belum terlalu tua tetapi telah berderit Hampir patah Sekawanan lafo telah mengeratnya selama ini Lafo-lafo itu terlalu besar seperti meo Aneh, tidak seorang pun mengetahuinya bahwa meo-meo itu telah berubah menjadi harimau dan sekarang mereka adalah harimau yang telah menjadi domba agar mereka bisa terus mengaum dengan cara yang lebih lembut Lafo...meo..., harimau..., domba... adalah siluman ; adalah sekawanan lafo yang kali ini tidak lagi mengekor jalanan Mereka menaiki mobil Toyota Fortuner Putih dari apartemen Mediterania Tanjung Duren di ujung Barat Jakarta24 Berlagak seperti sekawanan domba yang siap dicukur bulunya mereka menyimpan suara cit-cit-cit mereka auman mereka bahkan cakaran dan kuku-kuku mereka disembunyikan dengan sangat hati-hati Angin selembut apa pun tidak mampu lagi menyentuh hati mereka. 24
majalah Tempo edisi 17 Oktober 2013
ANTOLOGI PUISI ESAI
109
VIII Lafo, meo, harimau, domba : adalah sekawanan lafo yang kali ini tidak lagi mengekor jalanan Mereka menaiki mobil Toyota Fortuner Putih dari apartemen Mediterania Tanjung Duren di ujung Jakarta25 Berlagak seperti sekawanan domba yang siap dicukur bulunya mereka menyimpan suara cit-cit mereka auman mereka, bahkan cakaran dan kuku-kuku mereka melipatnya dengan sangat hati-hati dan menyembunyikannya dalam sebuah tas Sepanjang perjalanan mereka memangku tas tersebut menjaga dengan baik agar mereka bisa mempersembahkan isi tas itu26 sebagai upeti kepada sahabat terbaik mereka lafo nitu yang berkuasa pada tangga tertinggi itu Lafo yang telah menjadi meo berhati lafo yang mencoba menjadi santa Meo yang berlagak seperti seorang santa itu berkat kemampuan mencit-cit-citnya lafo itu telah menggali sarangnya
25
Ibid
26
Ibid
110
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
dan berdiam di ujung Selatan Jakarta27 Ke sanalah kawanan lafo yang mengharimau itu mencit-cit-cit.
IX Tangga itu belum terlalu tua tetapi telah berderit Ketika lafo-lafo itu telah menaiki tangga itu telah berada di atas tangga itu tangga itu pun patah!! Mereka dan tangga itu pun roboh!! Lafo yang menjadi meo Meo yang berhati lafo Lafo nitu yang telah berlagak seperti seorang santa itu yang kini berada pada ujung puncak tangga yang sedang tergopoh-gopoh menyambut sahabat-sahabatnya itu menjadi ngeng nge28 ngeng nge nanseli29 Matan na30 pilas31 sang lafo nitu itu pun roboh
27
Ibid
28
Terkejut, tidak percaya
29
Sangat terkejut, sangat tidak percaya dengan kejadian yang menimpa
30
Wajahnya
31
Memerah menyembunyikan malu
ANTOLOGI PUISI ESAI
111
Tidak terdengar lagi cit-cit-cit para lafo yang biasanya selalu tercit-cit-cit: Te Se De! Te Au Na! Ya, tak ada lagi ungkapan itu dicit-cit-cit-an mereka Ungkapan itu tenggelam, roboh bersama mereka Mereka semua, para tikus itu roboh! dan telah merobohkan rumah rakyat! rumah di mana duaratus empat puluh juta mulut menganga sungguh tidak percaya Namun hati mereka harus memercayainya Bahwa semua ini bukan mimpi Hari itu, 2 Oktober 2013. Waktu menunjukan pukul 22.00 wita. yang jelas itu bukan penanda waktu lafo itu penanda sebuah sejarah yang terlalu suram untuk diceritakan kembali, suatu saat kelak
X Tangga itu belum terlalu tua tetapi telah roboh Robohnya tangga itu telah membuat Lamatuak pun Ngeng nge32 32
Tuhan pun terkejut dan tidak percaya (sebuah ungkapan dalam bahasa Rote perihal sebuah kemustahilan)
112
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Padahal tangga itulah yang semula dianggap mampu menghubungkan suara Tuhan dengan Umat-Nya Robohnya telah menghancurkan dua ratus empat puluh juta hati rakyat menjadi sehalus pasir di laut Siapakah yang sanggup mengumpulkan serpihanserpihan pasir itu kembali menjadi sebuah hati yang utuh? semuanya ini belum akan berakhir! Sempurna!
ANTOLOGI PUISI ESAI
113
114
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
PANGLIMA MUDA DAN KOPI GANJA Puisi Esai Salman Yoga S.
ANTOLOGI PUISI ESAI
115
116
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Salman Yoga S.
PANGLIMA MUDA DAN KOPI GANJA /1/ Diusapnya beberapa kali tas kantong dari pandan itu Kuning gelap; warna tanah beraroma tua Lalu didekap sebagai penghalau dingin Tetapi kehangatan tetap saja bagian dari masa lalu Matanya terpejam memutar slide Juli 1994 Lima tahun sebelum desakan Referendum oleh massa1 Mengerumuni masjid Baiturrahman Banda Aceh Menuntut kepada penguasa di halaman rumah Maha Kuasa 1
Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU-MPR) Aceh pada tanggal 8 November 1999, jutaan masyarakat dan mahasiswa membaur dan bersatu di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh menuntut diadakannya Referendum. Mereka bertekad mengakhiri konflik Aceh secara bermartabat dengan dua opsi, bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka. Massa meneriakkan yel-yel “merdeka” atau “gabung”. Sebanyak 1,5 juta rakyat Aceh yang datang dari segenap penjuru kabupaten/kota Provinsi Aceh saat itu meluapkan kemarahan terhadap ketidakadilan dengan mengenakan ikat kepala bertuliskan “Referendum”. Sejumlah tokoh perwakilan masyarakat dan organisasi secara bergantian berorasi. Aksi besar-besaran ini berlangsung damai tanpa kerusuhan. (Serambi Indonesia, 9 November 1999). Sumber foto atjehcyber.net.
ANTOLOGI PUISI ESAI
117
Anaknya pamit pada tengah malam Bersalaman dan mencium tangan Sentuhan yang merasuk ke jantung Firasat takkan bertemu lagi ketika itu sudah terasa Tetapi sungguh tak ada sakwasangka Karena prosesinya tak sehikmat perpisahan Bahkan ia sempat bersafaat dengan kalimat singkat; Jangan sakiti rakyat Setelah itu malam kembali pekat Sepasang suami istri itu kembali istirahat Esok pagi dua matahari akan terbit Satu bercahaya muncul dari barat, satunya lagi warna hijau merah Bergantung pada rerantingan perdu kopi : rizki yang dihidangkan Maha Pemurah
/2/ Ketika harga kopi seperti gelas kaca jatuh menimpa batu2 teringat aku satu nama lelaki tua di perkebunan pegunungan hidup berdua bersama istrinya 2
Sejak awal tahun 2013 harga komoditas kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah merosot tajam hingga menembus harga Rp. 2.500 per bambu. Begitu pula harga gabah jatuh hingga harga Rp. 8.000 per bambu
118
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Namanya Muhammad Aman Gayo Nama yang menghimpun identitas, Etnik Sekaligus daerah, budaya juga sejarahnya Aman, adalah panggilan bagi setiap lelaki yang sudah menikah Nama sebenarnya Muhammad bin Kasim bin Abu Jeget Nama itu sudah ditenggelamkan adatnya3 Seiring lahirnya buah hati jantung rasa tahun 1975 Anak sulungnya bernama Win Gayoni Tegerdi kebanggaan, harapan dan matahari masa tua Pewaris trah menisbatkan gelar padanya Meski nama termulya pernah ia sandang selama dua puluh dua tahun Terinpirasi dari nama pencerah yang merubah katauhidan jahiliyah, Arab
dari harga sebelumnya yang mencapai Rp. 15.000-20.000. Kondisi ini mengakibatkan kemampuan ekonomi masyarakat didua kabupaten tersebut yang 90% menggantungkan hidup pada pertanian kopi juga menurun drastis. Fenomena ini merupakan harga terburuk yang pernah dialami petani kopi dalam beberapa dasawarsa. 3
Dalam budaya Gayo setiap lelaki yang sudah menikah akan dipanggil dengan sebutan Aman Mayak, ketika sudah memiliki anak maka namanya akan mengacu kepada nama anak sulungnya. Dalam kasus ini Muhammad bin Kasim bin Abu Jeget setelah kelahiran anaknya panggilan adatnya berganti menjadi Aman Gayo.
ANTOLOGI PUISI ESAI
119
Puluhan tahun sudah Aman Gayo mengolah tanah Ia jadi juragan sekaligus buruh dan mandornya Kebun milik sendiri, bukan warisan Menanam, merawat dan memetik buah sebagai mataharinya Setiap panen ia selalu berkaca Pada kemurahan Tuhan dan kebutuhan harian keluarga Satu sumber yang ia tekuni sebagai pahlawan Ketika bunga-bunga putih kopi merekah Menjadi mutik dan buah Aku menemuinya belum lama Ketika ia sendiri sudah terlalu lama merana Duduk di sudut toko kelontong warung kopi Dengan tas kantong belanja dipangku Inikah bab antagonis Hidupku? desah lirihnya Menghembuskan bendera merah putih yang berkibar Sepanjang trotoar kota Takengon Agustus lalu Kota ini adalah harapan Dimana anaknya pamit dan tak pernah kembali Dimana kemerdekaan sebuah negara demikian dekat Memikat minat sang buah hati untuk bergabung meraih berkat 120
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Takengon, kecil saja dalam peta Satu titik seperti tai lalat di pipi Hitam Tetapi lebih putih dari awan Letaknya jauh di pedalaman Membujur di kaki bukit barisan Sumatera Bagian tengah Aceh yang bersahaja Bersimpuh kemayu di sisi telaga, bening4 Nama kotanya dipetik dari kekaguman mata5 Dingin dan sejuk memanjakan jiwa Tetapi gempar rasa dibuatnya Beratus syair memujinya sebagai penggalan tanah dari syurga Dikagumi Didong sebagai bidadari jelita6
4
Takengon adalah ibukota Kabupaten Aceh Tengah yang berjarak 500 Km dari ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh. Letaknya di antara lembah bukit barisan di pinggir Danau Lut Tawar yang merupakan salah satu objek wisata andalan di Aceh, berhawa sejuk dan berada antara 1200 - 1500 di atas permukaan laut.
5
Dalam sejumlah refrensi nama kota Takengon disebutkan berasal dari dua kata bahasa setempat, yaitu “Sentan” dan “Kengon” yang berarti “Dikala Aku memandang”. Namun lama kelamaan lafal Sentan Kengon berubah menjadi “Takengon”.
6
Salah satu kesenian yang kerap menjadikannya sebagai sumber inspirasi adalah Didong. Yaitu sebuah kesenian tradisional (sastra lisan) masyarakat Gayo di tiga kabupaten, dengan unsur utamanya adalah syair-syair puisi. Jenis kesenian ini mempunyai sosial interes tinggi dan sangat populer
ANTOLOGI PUISI ESAI
121
/3/ Gayo Tegerdi bergabung dengan kelompok pencerah7 Setelah ia tak lagi meneruskan kuliah Memutuskan menutup ujung bolpoinnya Dan membuka katup laras senjata Alasannya ada beberapa Selain dendam juga kesadaran yang merekah Sedikit prustasi, juga menantang tantangan Spekulasi hidup Adik satu-satunya bak hewan saja Ditembak mati karena membela gadis kampung tetangga, kekasihnya Diperkosa tentara8
hingga saat ini. Ia sering dipentaskan dibeberapa kota di Indonesia seperti Banda Aceh, Medan, Jakarta dan Yogyakarta. Sebagai sebuah kesenian rakyat, seni ini telah dimanfaatkan oleh kolonialis Belanda sebagai media propaganda. Namun dalam perkembangan berikutnya seni Didong menjadi media komunikasi dan informasi masyarakat, termasuk sebagai media kontrol sosial. 7
Bagi sebagian besar masyarakat Aceh, menganggap Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan kelompok yang akan membawa perubahan besar. Karena salah satu misi yang difahami, ketika Aceh dapat merdeka sebagai negara kehidupan ekonomi, sosial-budaya dan agama akan jauh lebih baik dari sebelumnya.
8
Fakta yang sama banyak terjadi dalam masyarakat dan sebagian besarnya tidak tercaver melalui media, selain karena faktor malu juga nilai budaya. Namun sebahagiannya terekam dan terangkum dalam buku “Aceh
122
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Lain lagi dengan pamannya Juga harus meregang nyawa telanjang dada setelah berceramah di sebuah menasah kampung tua Ia dianggap provokator yang menyadarkan jamaahnya Lain lagi dengan temannya Masuk GAM karena ingin tampil beda Dari pemuda kampung yang menganggur saja Lebih baik bergabung, gagah pegang senjata Sebagai bagian dari gerakan terlarang Apa-apa tak boleh terang-terang Termasuk nama Asal kampung dan silsilah keluarga Agar selamat dan tak mengorbankan siapa-siapa Maka Gayo Tegerdi memilih nama sandi Sebagai lelaki bertaji dari kaki gunung Gerunte Sebagian kawan menyebutnya Bujang Lano Tetapi Panglima Besar memanggilnya Reje Mude
Bersimbah Darah” yang disusun oleh Al-Chaidar dan diterbitkan oleh AlKausar, 1998. Buku ini yang kemudian membuka mata masyarakat Indonesia dan dunia tentang efek luar biasa yang dialami masyarakat akibat penerapan militerisasi Operasi Jaring Merah dan Daerah Operasi Militer (DOM) selama konflik berlangsung. ANTOLOGI PUISI ESAI
123
Taka ada alamat Tak ada kartu keluarga Seisi Aceh adalah rahmat Semua kerabat ada disana
/4/ Kearifan dan kecerdasan Reje Mude memang bertuah Ia dibai’at9 di belantara sebagai orang terpilih dan terpercaya Syahadat perjanjian kuat, bahwa kemerdekaan itu ada Dekat sekali di depan mata Seperti saat kuliah, Reje Mude diberi petuah Teori dan teknik lapangan yang terarah Keagungan sejarah, megah Dan kegagahan putra daerah melawan penjajah
9
Bai’at bermakna janji setia, secara umum juga dapat berarti pelantikan, peresmian, penobatan (tahbis) seorang yang memiliki keseriusan dalam menempuh jalan pengetahuan (makrifat) Allah melalui seorang Mursyid yang diyakini memiliki hubungan khusus secara jasmani dan ruhani kepada Rasulullah Saw. Bai’at, talqin, pemberian ijazah atau inisiasi spiritual dikaitkan dengan peristiwa Bai’atur Ridwan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat. Ketika itu para sahabat menyatakan janji setia dalam kondisi apapun untuk mengabdi kepada Allah dan Rasul-Nya. Perjanjian setia ini tersebut dalam ayat 18 surat Al Fath. Sumber: http:// www.al-idrisiyyah.com/read/article/348/baiat-dalam-pandangan-al-qurandan-as-sunnah-. Dalam setiap perekrutan dan pengesahan anggota baru Gerakan Aceh Merdeka (GAM), setiap orang harus melalui tahapan Bai’at, sebagai prosesi sumpah sekaligus penobatan atas misi perjuangan.
124
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Sampai satu ketika pertengahan 1996 ia diberi gelar dan marwah Wilayah jelajah dan kekuasaan memerintah Berkantor di hutan dengan sejumlah anak buah Logistiknya adalah simpati rakyat yang bermurah, serta menjual ganja Aman Gayo yang menikmati kopi setiap pagi bersama istri Tak tau informasi terkini, tak ada koran apalagi televisi Hidup menciptakan syurganya sendiri Di antara lembah dan gunung yang ditanami kopi “Indonesia adalah pencaplok wilayah, karena Sultan Alaidin Johansyah punya kedaulatan yang sah”10 Pidato Reje Mude berapi-api di tengah belantara yang tak terjamah Beberapa bulan setelah ia dielukan sebagai Panglima Muda Wilayah Tampan, gagah dan ramah Ketika itu daratan Aceh seperti rumah pembantaian Hukum timpang sebelah. Tak jalan malah Culik, bunuh, bakar sebagai yang lumrah
10
Sultan Alaidin Johansyah adalah putra Reje Linge yang mendirikan dan menjadi Sultan pertama Kerajaan Aceh Darussalam. (A. Hasjmy, “Meurah Johan Sultan Aceh Pertama”, Jakarta; Bulan Bintang, 1976).
ANTOLOGI PUISI ESAI
125
Perkosaan dengan berbagai macam gaya11 Dianggap hal biasa Kampung-kampung yang damai tiba-tiba berasap Dilahap api Antara kawan dan lawan tak diketahui Siapa saja patut dicurigai, Pilihan diam lebih menyelamatkan diri Dari penceramah yang mengutip kitab suci12 Usai shalat magrib setiap menasah ramai, biasa Riuh suara anak-anak mengaji kitab Juzamma Mengeja alif ba ta tsa - lam alif hamzah ya Menghafal al-Fatihah, Kulhuallah, Inna a’taina. Kini tak ada suara
11
Di antara korban ada yang diperkosa di depan suami dan anaknya, ada yang dipaksa melakukan dan ditonton bersama, sambil berdiri dan lain sebagainya. Hampir semua seniman Aceh (terutama sastra) berkarya mengaktualisasikan dan mengkampanyekan penderitaan rakyat ini sebagai upaya untuk “melawan”. Salah satunya adalah album kaset baca puisi Berita Acara Peradaban (BAP) Manusia “Mencintai Aceh dengan Asap Ganja” (Studio Misty: Yogyakarta, 1999), “Aceh Mendesah dalam Nafasku” (Kasuha: Jakarta, Oktober 1999).
12
Tokoh masyarakat dan pemimpin agama dalam masyarakat yang berseberangan ideologi dengan GAM atau TNI turut menjadi korban. Tgk. Bantaqiyah di Beutung Ateuh dan puluhan anak muridnya di bumi hanguskan karena diduga bagian dari gerakan separatis. Baca: “Sang Martir Teungku Bantaqiyah”, Otto Syamsuddin Ishak. Jakarta: Yappika, 2003.
126
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Orang-orang kampung bingung Lapor kepada siapa Sebab antara pa i 13 dan GAM nyaris tak ada beda Seragam hijau sama serupa Sama senjata Tetapi berbeda bahasa Demikian juga dengan Aman Gayo dan istri, Malam itu usai shalat Isya ketika rumahnya dihampiri Entah GAM atau TNI Aman Gayo tetap mempersilakan sebagai tamu yang dihormati Istri menggelar tikar lebar dan menghidangkan kopi Sekumpulan orang berseragam datang menghardik Dan mengintrogasi Tak sopan bongkar sana sini Memaki lalu pergi Saat itu Aman Gayo dan istri tak kuasa mengusir Selain membenci sekaligus memaklumi Teringat anaknya pernah datang dengan seragam sama
13
Pa i adalah istilah dalam masyarakat untuk menyebut Tentara Indonesia saat terjadinya konflik bersenjata 1989-2005. Dalam perang melawan kolonialis Belanda 1873-1949 masyarakat menyebut tentara asing dengan sebutan kafe (kafir).
ANTOLOGI PUISI ESAI
127
Tetapi lebih sopan dan sederhana Sambil menghadiahkan tas anyaman dari pandan Berisi sajadah, kain sarung dan mukena Hadiah menjelang hari raya Aman Gayo dan istri hanya tau kopi Dari tanah, akar hingga musim berganti Hanya tau kopi dari pohon hingga biji Hanya tau kopi dari memetik hingga dijual dan siap saji Hanya tau kopi sebagai sumber penghidupan sejati Saling berbagi, bersedekah dan naik haji Beberapa bulan berikutnya Aman Gayo baru sadar Tujuan kepergian anaknya Membela orang kampung dan adat yang agung Sementara tamu yang datang berbahasa pun bingung Aman Gayo makin mendukung Menyokong seperti kayu miring yang ditegakkan Terlebih kanan kiri tetangga Famili sanak saudara yang semua rakyat jelata Mengadu dan mengaduh karena menderita
128
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Apa-apa harus lapor aparat14 Acara adat atau kenduri tak lagi melati Siang dimata-matai Malam mencekam, menghantui Aman Gayo mulai mencari Kabar atau informasi. Sedikit Kulit politik dan ekonomi Bahwa negeri ini sedang membunuh rakyatnya sendiri Aman Gayo baru merasa bahwa damai itu indah Setelah banyak orang jadi korban dan tak bermarwah Harta dijarah dan hidup lebih dari sekedar dijajah Resah meraja Ia tau pelakunya bukan satu Bukan pula di luar dari salah satu15 Tetapi keduanya seolah pernah bersekutu Kalaupun ada selain itu, pastilah Aman Gayo akan tau
14
Selama konflik berlangsung kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) diganti dengan kartu baru berwarna merah putih dengan satu lipatan, yang dikeluarkan oleh penguasa militer. Bagian kanan depan memuat foto dan nama pemilik serta gambar burung Garuda di atasnya, bagian kiri memuat lima butir Pancasila. Demikian juga dengan rumah penduduk di pedalaman dan kampung-kampung, sebagian besarnya terdapat cat merah dan putih berbentuk bendera di bagian depan dengan ukuran 5 X 10 Cm.
15
Kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama konflik bukan saja dilakukan oleh oknum TNI, tetapi juga oleh oknum anggota GAM sendiri dan pihak lainnya yang memanfaatkan situasi.
ANTOLOGI PUISI ESAI
129
Terlebih ketika rumahnya dibakar orang tak dikenal Segala asa dan nafkah ikut hangus, menguap ke udara Termasuk uang untuk naik haji Hangus menjadi demi16 Yang paling menyayat menjadi biasa Karena isi hari-hari adalah duka semua Yang luar biasa adalah berita pesta Mengawinkan anak dengan hiburan Didong Jalu semalam suntuk17
/5/ Apalah sudah arti masyarakat jika bersama pun tak lagi keramat?18 Bisik Aman Gayo kepada istri tercinta yang mendampinginya Bila antar sesama saling curiga Terpecah dan saling tak percaya
16
Demi = sisa pembakaran dan atau humus basah yang telah menjadi tanah.
17
Tradisi masayarakat dalam pesta perkawinan adalah dengan menggelar kesenian tradisional Didong Jalu semalam suntuk sebagai hiburan, saat konflik tradisi ini menjadi sesuatu yang sangat langka.
18
Pepatah kearifan lokal yang berbunyi “Keramat Mufakat Behu Berdedele (Mufakat akan keramat, berani dengan kebersamaan” sudah mengalami pergeseran nilai, akibat saling curiga mencurigai.
130
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Dimana pemerintah? Bisik sahabat Aman Gayo Rerantingan perdu yang menua, Yang bekerja berbakti pada rakyatnya Sebab semua haknya kini hanya menyisakan nyawa Dimana negara? kata orang kampung Yang melindungi dan menjaga setiap tumpah darah Sebab mereka tak merasakan apa arti merdeka Dalam harta sendiri hak sudah tiada Rumah dibakar dan ratusan hektar kebun kopi terlantar begitu saja19 Apa tujuan perjuangan GAM?20 celetuk lainnya Hanya minyak yang memancing api Api menyala rakyat muaranya Ketakutan meraja, seperti epidemi mewabah kemana-mana
19
Sedikitnya 15.000 hektar kebun kopi milik masyarakat Kabupaten Bener Meriah terlantar dan rusak saat konflik berkepanjangan. Kondisi ini menyebabkan roda perekonomian dataran tinggi Gayo itu tersendat. Kebun kopi yang rusak berada di Kecamatan Bukit, Syiah Utama, Bandar, dan Kecamatan Permata (Harian Warpada, 25 Juni 2009). Jumlah ini belum termasuk kobun kopi yang terlantar dan rusak dibeberapa kabupaten lainnya yang jumlahnya diperkirakan tiga kali lipat lebih luas.
20
Terciptanya perlawan sipil masyarakat terhadap dua kekuatan bersenjata antara GAM dan TNI. Salah satunya adalah timbulnya organisasi yang dinamakan dengan Milisi. Kelompok ini mengarah kepada permusuhan antar etnik (Jawa dan pribumi), yang juga mempunyai persenjataan sendiri.
ANTOLOGI PUISI ESAI
131
/6/ Sementara itu Bujang Lano dan pasukannya terus bergerilya Masuk hutan keluar hutan di belantara raya Mereka tinggal di bawah pohon besar dan gua-gua Bur kul, bur lah 21 sebagai rumahnya Reje Mude tegolong pengecut, berbeda dari panglima lainnya Tidak pernah berani perang terbuka Atau turun menyambangi pos-pos yang ada Ia hanya menunjukkan eksistensinya Bahwa perlawan itu ada, dengan mengasingkan diri seolah petapa Namun berbeda jika lawan datang dengan sendirinya Menyelinap, menyergap Reje mude akan berontak, melawan sejadinya Semua jenis senapan ia perintahkan menyalak Dari bulan ke tahun terus bergerilya Menjelajah wilayah yang jadi kuasanya Semangat dan jiwanya tertempa, sebagai sesama makhluk Allah Harapan dan cita-cita cinta semesta
21
Nama-nama gunung dan hutan di pedalaman Gayo yang masih perawan.
132
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Dibanyak tempat ia berduka Hutan jadi padang22 Perkampungan jadi neraka Sungai air mata, ada di pipinya Setelah berbilang tahun hidup Reje Mude kian terasah Sampai harapan itu terdengar ke lembah-lembah Tentang perdamaian yang merekah Mengembalikan ketenangan dan marwah Satu dua tiga pasukannya ada yang tak betah Lelah, berkhalusinasi hidup sahaja dalam rimba Lalu menyerah pasrah, kalah Dan tak berdaya dijadikan pion lumbung informasi Navigator jelajah
22
Setelah konflik usai kerusakan hutan semakin meluas akibat pembukaan lahan dan pemukiman baru, tambang serta pembalakan liar. Berdasarkan laporan Deputi Direktur Walhi Aceh M Nizar pada bulan Mei 2013, kerusakan hutan dari tahun 2006-2009 mencapai 92.497,64 hektar. Sementara luas area hutan Aceh tahun 2009 mencapai 3.223.635,18 ha. Di Aceh Barat terdapat 1.286,35 ha rusak per tahun dari jumlah total 5.145,40 ha. Aceh Besar terdapat 788,49 ha rusak per tahun mencapai 197,12 ha. Kabupaten Aceh Jaya 4.117,58 ha hutan rusak per tahun 1.029,40 ha, Kabupaten Aceh Selatan 3.032,26 ha hutan rusak seluas 758,06 ha. Aceh Singkil 8.856,78 ha hutan tiap tahun rusak hingga 2.214,19. Aceh Tamiang 4.219,29 ha hutan rusak. Kabupaten Aceh Tengah luas 3.812 ha hutan rusak dengan laju kerusakan hingga 953 ha per tahunnya. Aceh Tenggara 3.130,59 ha rusak dengan laju kerusakan per tahun hingga 782,63 ha. Kabupaten Aceh Timur mencapai 7.409,69 ha dengan laju kerusakan hutan per tahun mencapai 1.852,42 ha di tahun 2006-2009.
ANTOLOGI PUISI ESAI
133
Tetapi benci reje Mude pada Jakarta - Indonesia masih membara Pengiriman tentara seperti penyerbuan baginya Reje Mude menaf ikkan kabar perdamaian Sebab operasi Jaring Merah dan Operasi Daerah Militer Adalah wujud singa laparnya Jakarta Pernah ia ditawari untuk hijrah sementara Sekedar mengamankan diri ke negara tetangga Menyamar sebagai penjual kopi atau TKI ke Malaysia atau Swedia Dengan berat hati Reje Mude menolak Dengan alasan disini saja, negeri yang melahirkan Dan akan menguburkannya kelak Sebelas tahun bergabung dengan TNA23 Merangkum suka-duka yang melelahkan baginya Hasrat hidup normal sebagai masyarakat biasa Seakan telah menjadi cita-cita Meski tak punya apa-apa Hidup damai saja sudah merupakan berkah tak terhingga
23
TNA adalah akronim dari Tentara Nasional Aceh, yang merupakan pasukan dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
134
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Hidup berkeluarga Membina rumah tangga Di kampung yang bersahaja tanpa curiga Mengolah tanah dan menanam kopi arabika24 Tetapi benci masih menyala bagai bara Jiwa patriotismenya berkobar seketika Teringat Aminah kekasih tercinta Yang diperkosa di dalam rumahnya Aaaah perang ini...! Reje Mude kesal sembari memukul kepalanya sendiri Aminah begitu penting baginya, cinta pertama Tak tau masih hidup atau sudah matikah sang gadis jelita Dilihatnya kembali untuk keseratus dua puluh tujuh kalinya Lipatan foto ukuran kecil saja di dalam dompet lusuhnya
24
Kopi Arabika (Coffea Arabika) mulai dibudidayakan di dataran tinggi Gayo sekitar tahun 1924, setelah selesainya pembangunan jalan antara Kabupaten Bireun hingga Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 1913. Jenis kopi Arabika pertama kali ditanam di kampung Paya Tumpi, selanjutnya menyebar ke daerah Belang Gele, Burni Bies, Redines, Bergendal Kabupaten Aceh Tengah dan kampung Bener Lampahen Kabupaten Bener Meriah. Varietas kopi Arabika di daerah ini mendominasi dari jenis dan varietas lainnya. “Upaya Peningkatan Produksi Dan Kualitas Kopi Arabika Gayo”, AEDFF, 2012.Hal. 1.
ANTOLOGI PUISI ESAI
135
Seraut muka berkerudung putih tengah tersenyum sahaja Minah Aku ini seperti nangka Kita tak boleh bertemu atau bertegur sapa Sebab seluruh keluargamu akan jadi tersangka Tetapi bolehkah kau kulihat melalui teropong senjata Dari balik bukit dan hutan yang tak terduga Yang tengah memanen kopi merah dekat rumah calon mertua?
/7/ Reje Mude mengutus sejumlah anggota pasukannya Untuk menyelidiki dimana Aminah berada Barang kali pindah ke kota atau tempat lainnya Sebagai pengungsi di negeri sendiri Dengan membawa derita dan traumanya Selagi nama itu masih namamu Selagi wajah itu masih wajahmu Semasih ketulusan itu masih tulusmu Semasih cinta itu masih cintamu Aku tak peduli kau gadis yang tak dara Aku yang bertanggungjawab atas kehormatan Dan cinta kita 136
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Satu hal yang tak pernah ia lupa Masih terasa dalam mulut dan terngiang dalam lidah Hidangan kopi hitam dengan racikan berselera Menu khusus bercita rasa Kopi tubruk bercampur ganja25 Sajian yang membuat Reje Mude tergila-gila Hingga setiap mimpinya adalah minum kopi saja Menikmati, hidangan Aminah yang purba Yang diolah dari biji kopi pilihan kebun sendiri Belum lagi senyum dan kasih sayangnya Gadis yang memegang teguh ajaran agama Santun dan mengagungkan nilai adatnya Setiap tamu ia mulyakan seperti raja26 25
Dalam sejarah kebudayaan masyarakat Gayo dan Aceh, ganja adalah merupakan bumbu masakan dan pelunak masakan daging dengan kadar tertentu. Termasuk dijadikan sebagai campuran penyedap aroma, campuran kopi dan lain-lain. Dalam penanaman bibit tembakau biasanya ganja tumbuh sendirinya diantara barisan, hal ini menjadikan daun tembakau lebih lembut dan beraroma. Wawancara dengan H. Sulaiman Aman Hafisah (mantan petani dan pedagang tembakau) pada tahun 2005, di Takengon.
26
Adat masyarakat menempatkan tamu sebagai orang yang berselera sama, salah satu menu utama yang dihidangkan adalah kopi. Satu puisi menggambarkan hal tersebut berjudul “Batang Ruang” : Siapa saja yang bertandang Kuanggap sebagai yang istimewa Selera apapun yang mereka bawa Selalu kuanggap sama, kopi kuhidang Sebagai penghormatan dan kemulyaan Menu utama memanjakan raja Ini di Gayo, kawan! 2012
ANTOLOGI PUISI ESAI
137
/8/ Berulang kali Reje Mude membentak pasukannya Karena rasa dan kenangan satu-satunya Tak pernah ia temukan dalam daftar logistik balatentara Bubuk kopi yang ditumbuk dengan alu, diolah dengan cinta Berulang kali pula ia mencoba menghilangkan yang terngiang Dalam pertarungan idealisme dan perang bertaruh nyawa Tetapi tetap saja, cinta dan suguhan kopi Aminah Adalah kemerdekaan yang tak pernah terjajah Sebagai Panglima Muda Wilayah, ia penerima berita pertama Bahwa peperangan akan reda Musuh dan lawan akan bertemu dalam satu meja Saling bicara dan tukar menukar kepentingan Yang mewakili dan diwakili berkomunikasi melalui rasa Saling berharap tak ada lagi darah yang tumpah Tak ada lagi jerit hiba anak yatim papa Dan mengganggu tidur dengkur rakyat jelata 138
SUNGAI ISAK PERIH MENYEMAK
Kepada siapa saja Reje Mude mengabarkan berita Sebab rakyat sudah demikian menderita Meski tak jarang ia juga di caci maki Karena gerakan bersenjata melawan negeri Ia sebarkan keampuhan ajimat kabar Ia bersabar dengan tuntutan tanpa bela : bahwa berdamai jauh lebih berarti Dari pada perang mengancam lawan dengan nyawa sendiri Pada tahun 1999 harapan itu nyaris terjadi Kabarnya ada organisasi yang peduli HDC datang dari luar negeri Mendialogkan, bernegosiasi dan memfasilitasi27 27
Keterlibatan Henry Dunant Center (HDC) pertama kali di Indonesia dimulai pada bulan Agustus 1999 ketika Presiden Abdurrahman Wahid meminta HDC untuk memfasilitasi dialog kemanusiaan guna menyelesaiakan konflik Aceh. Ketika berpidato di HDC pada tanggal 30 Januari 2000, Abdurrahman Wahid menekankan pada peran dialog kemanusiaan dalam mengubah situasi konflik yang pada umumnya didasarkan pada ideologi. Sebelumnya, pada tanggal 27 Januari 2000, Duta Besar Indonesia untuk PBB di Geneva saat itu, Hassan Wirajuda, menemui Hasan Tiro untuk melakukan dialog. Pertemuan ini menjadi sejarah kontak pertama face-to-face untuk mengekspolrasi kemungkinan dialog antara Jakarta dan GAM. Sementara kedua Hasan melakukan dialog, Presiden Abdurrahman Wahid memerintahkan Pejabat Sekretaris Negara Bondan Gunawan, untuk menemui pemimpin GAM yang berada di Aceh, Abdullah Syafei. Inisiatif Gus Dur, panggilan akrab Abdurrahman Wahid, sebenarnya tidak mendapat dukungan penuh dari seluruh elemen dalam negeri seperti para pejabat senior di Departemen Luar Negeri, terutama pihak militer (TNI) yang
ANTOLOGI PUISI ESAI
139
n m N h apa m ak o p k n tith S aeln eD p crm tien ek n gjtaerble U ru k aein m akan lap D fp e1au rin l-tllIyn p ,n giIm n m h u S b h ilu 5m 3T 2au d td irko ikaw d IsD k itn leigrim K in ab so aad u n iB B au r9 tm g su ero ,ag cse rik 2n lH u k e6 ie9/p fw srsu ta a e ra p i j s e m b a n t k h g u b ke jg ap G A T M A N r a d n t I joi2anytetm ayd eteh1n rA iatm u b g i9aasn0dhM b u n slb,t0(uetorb apikk u n8se502G D gijo.hn0dliagtpagdkB nryK ight4nbM adT iu7yalkug.pG krm aajebk eB n3tT ye.likgiaenabhnu rceA ittn m . n e h M c r,l2m a9nut4dG al8m T 0 0 cye.e 0grtaa.keoa d i r t 0 A e n g de9igo5nttueca1aa5h 7 L o o . s y p w t a y i K o b a T e n e u h . m i T c r pG hihlpriT A na.ces)T u e m s 3 h g 6 M a l r n , r h i e r 0t4isoihgngerpL kuA 0w pg15am se7m d u d B u d n n0akjitrud(0_1o.r4paigbpt0s0nhiI98reat)n._p1ove0w g n g p o k e o s a 4 b n r g n , y aA sn4am a02i30St9u.oy1A g a n t d k h p u a J i k m d e b a k u a . p l dkauersnkgdtaluriJym i21kM hh7rEN l d e s r p t n u d h n y n h c g e a c 4 a 1 k i 2 S 9 ( 4 o 0 / j i . g u 5 p a 1 / m i 0 y o . b : ) t c g h l o p . s t o b : e r / _IG arI 141 T IO PU SLO I.h
M d en ah k n k yiarinm L u aln eg m b ad m qaicn u d yu ale:isp laten rt ah lm sm B K aw ik aliau tn S K d kiah n etu d iah g an m ih u A m srk T ailk 3 M sier5u u ak h tih ak re1ralh /am 0 1 / 2 u 0 P e s n t g a h i g u b a n l J u M R jn em b sn k b aE an rifa ieglk m K tgd kn m fp eu n ld u ian p en aJP rab h m iu p aia-rrio eu p d ,o to ia b u m rm in en ealae-rn b n g aaivtao rtism d atb k w m SiM ed p tg yk ed b p n p u w h rtiearoltn K o b srd tb eu P aah rrajm k tG n aPniau 14 3k m k.m ksdb re ynspN a6IkterG tn pogiare3 nskaim ko4 bani F L hk iA E asitTIO W a:la oIS ynrisugedal“tm P ipcalirsneuK ”p.it1 .A H E N S P U SLO IA
rb n h giaaeP T en pa b ieek u ak w yaal d ru am p -b an tan D m -eeatlu m S su tn -ab riu sratjn yh k n u sm k A o syRe tisark arliyen esatrp g ied nu pa ny m h W au y,b rn n giaY ad Mu b ny ip jd w ara yB M gsh ejn n k d K eirm u ip n taw k asd gegalap th p j /ke 1 / 8 T aast 1l0 sm g 2d A lu n go n ad D n ietcn es k d k t5p rairn P au o n aierd san aya td izm ath pgieart m k r e I o e h a a n g Y j B l o P n r y k d a o s m g a p t g t a e s r k a m n o r g a D t p m u n i e r e r a bkm aT iENSAd ra yTIrO k lm u gn ta au ten p h yn iIp sGu Sek tgaPn eh k ao d ln ad541 A U S Lp O Ig Ie
M n K d R rto n u ejsp jin eritsa P tieylo ag icn ad h ijo seh u cn rtaak p ta ny ta T p b p tgyan g m n h gan M im ru n m ep im eb k u w k an u S esap rk h au iak ailsep k tan gar pa u m W irk k eu cgtrta:n A aed u tsda rm b jn egb ag rn th k ke h a t n T aa u i ua ra e l a d o m e as ka J g i h m h y k e r ? i a s /p 21 / n m atu k A m d G u yelom d iara rn n eaw d iark u ay n de M rlau eny iaam aeb tlsem ny k tg d k ap u r n o e l g u d r o n gaib A y d n e r g p r p r i u s m s,yaik rat k ed T i p n m a n A k u G y k o i s t a t a i l a h D tAm lTIO d m n p o iratn et5sjld p m u yU ek h i0 ,gju u eb sem ln tk d aAtT siean b ak in D ira ysA aIm sGtrg 5Id 2u 1p ag7al41 E N Sw P Sa LO Ird
A ap m egi2aeu sab u rk en aw sgn ap gu k an l kn ain o S eyram lim k ih gk g ah m D u h san e2u atleu S n 6 tg n lrm ta1srk d asn o jeg p iA w su ain led u D m w an tk P w u yaat8ern liaki3 M P p d ah m D sp tn e30 h eR ro ko tka T ta ad ke jrn o yiu gtan b ian u sn m gko jaul an su p d ttm b IA em n iea rk td h a k r y m u m m l u g n G a y k e o r ke h i go n T ta n T p a i M da e h ko p a i n e r ya a g es m p h i , n a g i d a t liraym p itke rso k eu kT jtd ya20 m d k l,sb yd em in p tad iolg,rb n ltobyare3 k8em :S au b tk isfainlp eb en a 3e M kianpresum tgtP jOk hakuK iR e2nareutn arbeM e)nnkuhrpal2aedrytku0ihs1iA ktm kdm sot1lhtjsenoP feyyw hbt/eaadopluprm in6jgR gabertuesk/um pildanP aw oD iesw rom pta,B k s l K a 6 M p g S t d rd,ahliguebtrskt a n e d d n a peaal,3ntr.ihuesP dSeoA pm a/s.edne2hkoTID iag-ot0bpahud/kpntuePeya(m rrm h s k y p r o ecuoS alA eshm n.rkM uaE/N :O :-jU 0 3 b 2 8 n h i a e n r b e n iLgO .oI 91-4 S I-iIG 1
D OIP E SN BU A T IL AE N SAT IO PU SLO IIGI 151
P 9 etM 9 1am (S ,g7aastP )h B ag d h seattiD S n rso aam trX s;N en p k iIrtau sP ta u k m n aroc k p u jalrrn Pe u yeau C uk rF u n m a)siln u d n in d 2d 0 r8 .ild fP K n lad iS k P eIUn ep Ik o ;Po am iy,)w sw n (d P S h B P N M eg h aiCe ir, ;ta rC ava yirA u w sh M N asm v-r1d -raitIT M Su eth N sIh m aaay Is n ita en lern ta im d Me id sb ssi,P ro h leX iztsN ere ,sIag te IM o a tKu o yJlS fs, rk eN P A ;h X se ra u b Pe ny S ,o do P eiiv In 2Ko 0 n 0 7Y ,K S a et4 pn T da In te Po o n ru ry a taMa n th g tg eb G a re elS g en n ;o p n KC ehy a n V, ( o I i d s KC ) m I k r a u B ; r n a j as I V d i ; i sfIdiakal; K d P K d e i ( e o ) S t u e s u n a ny Nu r P PP e n t ra a s l I p d r ay ) l , . i s B u k p n u a y u i s h e n i l t g M S n 9 g i a 8 r a ) Pe a k 91 S a j i 1 ( r 9 , ) m F m r a g e F n a la h K e 1 k ( , 9 6 m Ru e b n g n a m u 1 ( eb el wa 9 m , 6 S ta ) u D ra T la n i 19 Pe Un m u ( 9 , ta C 7 ) uk r t T h e a , h ) d T r W o n g p i ra h Ce s i G e s p . h 5 ) r a Ke eb y a l d r da n S i l u a p t a Ku ek e 0 S n r g o ad 2 La i c ( 4 , 0 B u a r B i 2 u i . t ( ) 4 WA N U P U, Me R any h la iA Y Ut d m te ra n aa S ra a)a,c m h en rtp 9 iR yA sT u an 6 10 0 JA n p .0 i,Pe d n O C b,m n rstea g iS -tyjh B r2A h eiB rta a O g 1S (h do In ,Ne 4 r9 a Po i)0 rA i,g3T r0 e(6 19 (M 9 da m D )zn ir,5la 19 r9 (gg su ,i)d 9 E m p 20 Ka m a 2n 0 0 )a P l)k n uk D a A gPa uk egk E )im S b 2gul ar1W )h u a Po ry (P ,u c6 )e0 y2m Ma da rsa e5gd n M n k 20 da as ra n eu Pi h )iG(0 lda ta 0 (,2o ,)e7h K 8 (sM )s1 Ki ta m R u p 0 (ta ,27B n P Mu 10 u i6 r2(0 k A E N St6 A T Id O P U SLO I0 IT IPe 35,1o 5ii,a
n 1K u ov n 2Sny .m ).k iT ad lag ya n aT ,O g K a as rl n p n te rb k aT eratg tn ,d ieb ijalegraj U G a3Ir9 P tNu r.au sN .K d eaA id A R PE LO Z U, E M E L h lm rpa N g, n ig 2eae1g k G 9 6 1w rd N u 1n n eiu P G aPo sU t0 R ih u d svu n eo b m n esd lKu .P n M yiip ascd d h ztiJr, n Ku Ha w n D ralg n rm T ,p at,tesu s ta h rn rp Ma iau o ieh b T tn ry.n sa,ircn erio k d n ap ipa m tK asu ylrjO n k rirD viayk rb lih eB p o h lo u en sn p h ln h aek n aP g d rtu p ak ealJa sim d afr,u D 9 1N 9 (eiip ,au 5g p )jk eu n iam B R ao iN g sIn a S k d o l F l j . n m h e y r t a i s d t p t a m a A g l u Me u P h a u G : ad A l T e B n j La , t, s n i , M S e b n u g P , Z t h r n S i u e J g t k a A n t C o yv(p lrstlA 2eg 0 r(o eg b k 0 h ge Na 2n 0 (N L m ao ,d 7p )D S ad K y'9 b T o w 2.,am 0 8 .n )JA yaj P y,n resaaS n m g iaCe d ech u n aR Ip d aren l6 .te)eiisn C eIw m A n m ju yke tviS m h C s05 k io u m ra T n e o n s t a w a 0 2 i . s OG M A L A S Y r . h L go a G n h y o T a g c n T 9 M 1 7 c 3 u . i p J l d p n o , s a n , e i l a s k e s b a S r w d t a e c s g r t m i a M I . u d N a o d a i s r a l n ta ra n tAr4Tig ny m G y o m ra n e19 u li0 k ko as iMe L ra do In S P u a st (95 es2Iau lt0 to ,5io 0 .5gE A ny u l2ik ag sEN to K (ItO j1sb n ier.,)PU K R d B a S -IIad M a k jGB S Y, gk n No B n ad -Na (Ap vu eS0 k u ,SLO A c h n e g A n iIb de ,b 6 n )vT etu1