KEMAMPUAN Trichoderm a DAN Penicillium DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN CENDAWAN PENYEBAB PENYAKIT BUSUK AKAR DURIAN (Phytophthora palm ivora ) SECARA IN VITRO Sunarwati, D. dan R. Yoza Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok-Aripan Km 8 Solok Sumatera Barat 27301 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan antagonisme 3 agen hayati yaitu Trichoderma harzianum, Trichoderma virens dan Penicillium purpurescen dalam menghambat pertumbuhan cendawan Phytophthora palmivora penyebab penyakit busuk pangkal batang dan akar pada Durian. Uji kemampuan penghambatan pertumbuhan dilakukan secara kultur ganda (dual culture) dengan menumbuhkan masing-masing cendawan agen hayati dengan Phytophthora palmivora dalam cawan petri berisi media Potato Dextrosa Agar secara berhadapan dengan jarak 3 cm. Persentase hambatan, tipe interaksi dan mekanisme interaksi diamati pada 4 hari sesudah inokulasi. Tipe interaksi yang terjadi antara Phytophthora palmivora dan agen hayati menunjukan sifat antagonis, dimana agen hayati mampu menghambat pertumbuhan Phytophthora palmivora. Hasil pengamatan persentase hambatan menunjukkan bahwa Trichoderma harzianum dan Trichoderma virens memiliki daya hambat yang sangat baik yaitu 99% terhadap pertumbuhan Phytophthora palmivora dibandingkan Penicillium purpurescens sebesar 19,34%. Mekanisme antagonis Trichoderma harzianum dan Trichoderma virens terhadap Phytophthora palmivora adalah kompetisi, parasitisme dan lisis sedangkan mekanisme antagonis Penicillium purpurescens terhadap Phytophthora palmivora adalah antibiosis. Kata kunci : Agen hayati Antagonis; Persentase hambatan; Phytophthora palmivora ABSTRACT. Sunarwati, D. and R. Yoza. 2010. The ability of Tr i c h o d e r m a and P e n i c i l l i u m to inhibit the growth rate of fungus caused Durio root rot (Phytophthora palm ivora ) In vitro. This study aims to determine the ability antagonism of three biological agents that are Trichoderma harzianum, Trichoderma virens and Penicillium purpurescens in inhibiting the growth of Phytophthora palmivora
fungi causing the base stem rot and root rot disease on Durio. Test the ability inhibition of growth wise dual culture done by growing each fungus of biological agents with Phytophthora palmivora in petridish containing Potato dextrose agar media in dealing with a distance of 3 cm. Percentage of inhibiting, the type of interaction and the mechanism of interaction was observed at 4 days after inoculation. This type of interaction that occurs between Pytophthora palmivora and biological agents showed antagonistic properties, in which biological agents capable of inhibiting the growth of Phytophthora palmivora. Observations showed that the percentage of zone barriers Trichoderma harzianum and Trichoderma virens has a very good inhibition of 99% compared to the zone barriers Penicillium purpurescens of 19.34% to inhibition the growth of Phytophthora palmivora. Mechanism of antagonistic Trichoderma harzianum and Trichoderma virens against Phytophthora palmivora are competition, parasitism and lysis, whereas the antagonist mechanism Penicillium purpurescens against Phytophthora palmivora is antibiosis. Keywords: Biological agents; Antagonism; percentage inhibiting;Phytophthora palmivora Penggunaan agen hayati sebagai pengendali penyakit tanaman merupakan alternatif yang sangat menjanjikan dalam mengurangi dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia, diantaranya yaitu penggunaan pestisida secara terus menerus dan tidak
176
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
terkontrol akan menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti munculnya ketahanan patogen terhadap pestisida sintetis, timbulnya resurgensi hama dan terendapnya residu pestisida yang dapat merusak struktur tanah. Saat ini telah banyak diisolasi berbagai jenis bakteri dan cendawan yang bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah dan berpotensi sebagai agen hayati, diantaranya adalah Gliocladium sp. (Syahroni 2003), Trichoderma harzianum, Trichoderma virens, Pseudomonas fluorescens,
P. aeruginosa, P. spinosa, Burkholderia sp., Bacillus sphaericus, Penicillium purpurescens dan Serratia marcescens (Setiawati 2004; Kamil 2004). Penggunaan agen hayati bertujuan untuk mengurangi serangan penyakit dengan mengurangi jumlah inokulum patogen, menekan kemampuan patogen menginfeksi inangnya dan mengurangi keganasan patogen tersebut. Salah satu syarat suatu organisme bisa dikatakan sebagai agen hayati adalah mempunyai kemampuan antagonisme
yaitu
kemampuan
menghambat
perkembangan
atau
pertumbuhan
organisme lainnya (Cook and Baker 1989) Beberapa cendawan agen hayati seperti Trichoderma harzianum, Trichoderma
virens, dan Penicillium purpurescens pada umumnya digunakan untuk mengendalikan penyakit tular tanah. Namun sejauh ini belum diketahui keefektifan agen hayati tersebut dalam mengendalikan penyakit busuk akar dan batang pada Durian yang disebabkan cendawan tanah Phytophthora palmivora. Teknik pengendalian yang sering digunakan untuk menekan serangan Phytophthora palmivora adalah dengan pestisida sintetis (Trubus 2002). Untuk itu perlu dilakukan uji kemampuan agen hayati tersebut dalam mengendalikan pertumbuhan cendawan Phytophthora palmivora secara in vitro sebelum dilakukan ujinya di lapang. Salah satu permasalahan dalam budidaya Durian adalah adanya serangan penyakit kanker batang dan busuk akar yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora sp. (Brown 1997; Nanthachai 1994; Zappala et al. 2002). Penyakit busuk batang dan mati pucuk Durian akibat P. palmivora merupakan penyakit yang paling ditakutkan, dimana tingkat kematian tanaman akibat serangannya bisa mencapai 50% (Wiryanta 2005). Dilaporkan penyakit ini telah merusakkan pertanaman durian di Penang, Malaysia sampai 30% (Hasan dan Siew 2000) dan merusakkan koleksi durian di Australia sampai 54% (Zappala et al. 2002). Pada penyakit busuk batang, infeksi Phytophthora terjadi melalui pangkal batang, kemudian menyebar ke akar dan dapat merusak sistem pengangkutan di batang, daun gugur hingga kematian tanaman (Direktorat Tanaman Buah 2002).
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
177
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Solok, pada bulan Januari sampai April 2008. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuannya berupa 3 jenis agen hayati yaitu : Trichoderma harzianum, Trichoderma virens dan Penicillium
purpurescens yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Andalas. Sedangkan isolat Phytophthora palmivora yang digunakan sebagai cendawan patogen penguji merupakan isolat koleksi Laboratorium Proteksi Balitbu Tropika (Sunarwati et al., 2005). Sebelum uji dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan morfologi cendawan agen hayati dan Phytophthora palmivora baik secara makroskopis dan mikroskopis juga pertambahan diameter koloninya pada biakan tunggal. Pengujian antagonisme agen hayati terhadap Phytophthora palmivora dilakukan secara
biakan ganda (dual culture) dengan menumbuhkan masing-masing cendawan
agen hayati dan cendawan Phytophthora palmivora pada cawan petri yang berisi media Potato dextrose agar secara berhadapan dengan jarak 3 cm. Skema penempatan isolat sebagai berikut :
P r1
A r2 3 cm
Keterangan : P = Koloni cendawan patogen A = Koloni cendawan agen hayati r1 = jari-jari koloni patogen yang menjauhi agen hayati r2 = jari-jari koloni patogen yang mendekati koloni agen hayati
Skema penempatan cendawan patogen dan agen hayati (Dharmaputra 1999) Persentase hambatan agen hayati terhadap Phytophthora palmivora diukur pada hari ke 4 setelah inokulasi dengan menggunakan rumus:
P=
r1 − r 2 x100% r1
Keterangan: P = persentase hambatan r1 = jari-jari koloni patogen yang menjauhi koloni agen hayati r2 = jari-jari koloni patogen yang mendekati koloni agen hayati (Dharmaputra 1999). Data diameter pertambahan koloni dan persentase hambatan cendawan agen hayati dianalisa sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut. Data diameter koloni cendawan dilakukan uji lanjut BNJ 5%, dan persentase hambatan cendawan agen hayati dilakukan uji lanjut BNT 5%.
178
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Pengamatan tipe interaksi dan mekanisme antagonis dilakukan secara visual pada biakan ganda berumur 4 hari setelah inokulasi (hsi) dan preparat daerah kontak cendawan patogen dan agen hayati. Tipe interaksi diklasifikasikan menurut Porter (1942) dan Skidmore & Dickinson, yaitu :
p
a
p
p
Koloni patogen ditutupi oleh cendawan uji. Pada daerah kontak, hifa patogen mengalami lisis. Pada daerah kontak hifa cendawan uji membelit hifa patogen, kemudian hifa patogen membesar dan mengalami lisis.
a
a
Terdapat jarak pada daerah hambatan, dan pada daerah tersebut terlihat hifa patogen membesar dan mengalami lisis.
Keterangan : a = cendawan antagonis p = cendawan patogen
HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi cendawan agen hayati dan cendawan patogen Hasil pengamatan morfologi masing-masing agen hayati baik secara makroskopis maupun mikroskopis dapat dilihat pada tabel 1, gambar 1 dan 2. Tabel 1. Morfologi cendawan agen hayati pada 3 hari setelah inokulasi No
Agen Hayati Warna koloni Hijau pekat
1
Trichoderma harzianum
2
Trichoderma virens
Hijau keputiha n
3
Penicillium purpurescens
Hijau lumut
Makroskopis Bentuk dan arah pertumbuhan Bulat, permukaan halus, cincin-cincin jelas, hifa rapat dan menyebar kesegala arah Bulat, cincin-cincin jelas, permukaan halus dan menyebar ke segala arah Bulat, berkoloni, mengumpul, permukaan halus dan licin
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Mikroskopis Bentuk Bentuk hifa konidia Bersepta Oval
Bersepta
Oval
Bersepta
Bulat
179
A
B
C
Gambar 1. Bentuk koloni agen hayati pada media PDA umur 3 hsi Keterangan: A. Penicillium. purpurescens B. Trichoderma virens C. Trichoderma harzianum
A
B Gambar 2. A. B. C.
C
Preparat agen hayati (perbesaran 160x) Preparat Trichoderma harzianum Preparat Trichoderma virens Preparat Penicillium purpurescens
Pengamatan cendawan Phytophthora palmivora yang dilakukan baik secara makroskopis dan mikroskopis dibandingkan buku identifikasi Phytophthora sp. (Drenth and Sendall 2001) dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 3.. Tabel 2. Morfologi koloni dan preparat cendawan Phytophthora palmivora pada media selective Phytophthora medium umur 3 hari setelah inokulasi. Makroskopis Mikroskopis Warna koloni Putih bersih seperti kapas
180
Bentuk dan arah pertumbuhan Berlapis tipis, berbingkul-bingkul, tumbuh radial dan membentuk struktur bunga krisan
Bentuk hifa Tidak bersepta
Bentuk sporangium Ovoid (seperti buah pir)
Klamidospora Berbentuk globulosa, berdinding tebal dengan 2 lapisan
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
A
B
C
Gambar 3. Biakan dan Preparat Phytophthora palmivora Keterangan: A. Biakan Phytophthora palmivora pada media PDA umur 3 hsi B. Sporangium Phytophthora palmivora (perbesaran 640x) C. Klamidospora Phytophthora palmivora (perbesaran 640x) Pertumbuhan Koloni Agen Hayati dan Phytophthora palm ivora Pertumbuhan koloni secara tunggal pada media PDA terlihat bahwa cendawan agen hayati dan patogen memiliki kecepatan pertumbuhan yang berbeda. cendawan
Trichoderma harzianum dan Trichoderma virens memiliki pertumbuhan yang sama dan paling cepat dibanding Phytophthora palmivora dan Penicillium purpurescens. Gambar grafik pertumbuhan menunjukkan bahwa Trichoderma harzianum dan Trichoderma virens membutuhkan waktu 3 hari untuk memenuhi cawan petri berdiameter 9 cm,
Phytophthora palmivora membutuhkan waktu 4 hari, sedangkan Penicillium purpurescens membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memenuhi cawan petri yaitu lebih dari 4 hari atau sekitar 25 hari karena tipe pertumbuhannya yang mengumpul.
Diameter Koloni (mm)
Grafik Pertumbuhan Koloni Agens Hayati dan Phytophthora palmivora
100 80 60 40 20 0
Phytophthora palmivora Trichoderma harzianum Trichoderma virens Penicillium purpurescens
1
2
3
4
Hari Setelah Inokulasi (hsi)
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
181
Hasil pengamatan diameter koloni pada hari ke 3 sesudah inokulasi (Tabel 3) terlihat bahwa cendawan Trichoderma harzianum dan Trichoderma virens sudah memiliki diameter 90 mm atau sudah memenuhi cawan petri sedangkan Phytophthora palmivora dan Penicillium purpurescens belum memenuhi cawan petri (gambar 1.A). Tabel 3. Diameter koloni agen hayati dan Phytophthora palmivora umur 3 hari sesudah inokulasi Cendawan Rata-Rata Diameter Koloni (mm)
Penicillium purpurescens Phytophthora palmivora Trichoderma virens Trichoderma harzianum
18.8 a 69.8 b 88.4 c 90.2 c
KK= 2.59 % Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNJ (Beda Nyata Jujur) pada taraf 5 %. Dari karakter kecepatan pertumbuhan yang tinggi pada Trichoderma harzianum dan Trichoderma virens merupakan salah satu faktor penting yang menentukan potensi sebagai agen hayati. Djafaruddin (2000) menjelaskan bahwa faktor penting yang menentukan
aktivitas mikroorganisme antagonis yang dapat mengendalikan patogen
adalah memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu berkompetisi dengan patogen dalam hal makanan dan penguasaan ruang yang pada akhirnya dapat menekan pertumbuhan cendawan patogen. Sedangkan Penicillium purpurescens kurang mempunyai kemampuan kompetisi terhadap ruang karena sifat pertumbuhannya yang lambat dan mengumpul. Persentase Hambatan Kemampuan penghambatan Trichoderma harzianum
dan Trichoderma virens
terhadap pertumbuhan Phytophthora palmivora pada kultur ganda menunjukkan hasil yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kedua cendawan tersebut mempunyai potensi yang sama dalam menekan pertumbuhan Phytophthora palmivora. Tabel 4.
Persentase hambatan agen hayati terhadap pertumbuhan Phytophthora palmivora pada umur 4 hsi. Cendawan Presentase Hambatan (%)
Penicillium purpurescens
19.34 a
Trichoderma harzianum
99.00 b
Trichoderma virens
100.00 b
KK= 5.61 % Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama adalah Nyata Terkecil taraf 5 %.
182
tidak berbeda nyata menurut uji Beda
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Persentase
hambatan
yang
sangat
tinggi
pada
Trichoderma
terhadap
Phytophthora palmivora, menunjukkan bahwa Trichoderma dapat dijadikan sebagai agen hayati dalam pengendalian Phytophthora palmivora. Djafaruddin (2000) menjelaskan bahwa Trichoderma . mempunyai sifat penting sebagai pengendali hayati yaitu dapat tumbuh cepat di berbagai substrat dan mempunyai kemampuan kompetisi yang baik dalam hal mendapatkan makanan dan ruang tumbuh. Selain itu, Habazar dan Yaherwandi (2006) menjelaskan bahwa kemampuan Trichoderma dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen sering dikaitkan dengan kemampuannya dalam menghasilkan enzim kitinase. Enzim ini menyebabkan kerusakan sel cendawan patogen yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel. Penghambatan pertumbuhan oleh Trichoderma mulai terjadi pada hari ke 2 setelah inokulasi dimana hifa Trichoderma dan hifa Phytophthora palmivora bertemu, pada saat ini pertumbuhan koloni Phytophthora palmivora mulai terhambat. Pada hari ke 5 setelah inokulasi (Gambar 4.) miselium Trichoderma mampu mendesak miselium patogen bahkan terjadi pertumbuhan konidia Trichoderma pada miselium Phytophthora
palmivora dan menyebabkan koloni Phytophthora palmivora tertutup oleh miselium Trichoderma.
A B C Gambar 4. Kultur ganda Phytophthora palmivora dengan agen hayati pada media PDA umur 5 hari sesudah inokulasi. Keterangan : Ket : A. Phytophthora palmivora dan Penicillium purpurescens B. Phytophthora palmivora dan Trichoderma virens C. Phytophthora palmivora dan Trichoderma harzianum
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
183
Pada kultur ganda, persentase hambatan Penicillium purpurescens terhadap
Phytophthora palmivora hanya 19.34 %. Hal ini dikarenakan cendawan Phytophthora palmivora memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibanding Penicillium purpurescens, akan tetapi koloni Penicillium purpurescens masih dapat tumbuh dan membentuk zona jernih di sekeliling koloninya karena cendawan ini mengeluarkan semacam zat antibiosis sehingga hifa cendawan Phytophthora tidak mampu menembus koloni
purpurescens
(Gambar
7.).
Menurut
Djarir
(1993),
spesies
Penicillium
Penicillium
dapat
mengeluarkan bioaktif yang berfungsi sebagai antibiosis, seperti penisilin dan riboksin, sehingga dalam pemanfaatan Penicillium sebagai agen hayati lebih tepat menggunakan produk bioaktif yang dihasilkan Penicillium bukan koloninya karena kurang mampu berkompetisi terhadap ruang. Tipe Interaksi Pengamatan tipe interaksi dari kultur ganda umur 4 hari sesuah inokulasi terlihat antara agen hayati dan Phytophthora palmivora
menunjukan sifat antagonis, dimana
agen hayati mampu menghambat pertumbuhan Phytophthora palmivora. Tipe interaksi tersebut diklasifikasikan menurut Porter (1942) dan Skidmore & Dickinson ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Tipe interaksi antara Phytophthora palmivora dan agen hayati pada kultur ganda umur 4 hsi Kultur ganda Tipe Interaksi Pengamatan Mikroskopis P. palmivora x Koloni P. palmivora ditutupi T. harzianum oleh koloni T. harzianum. a b Pada daerah kontak, hifa P. palmivora mengalami lisis dan mati. P. palmivora x Koloni P. palmivora ditutupi T. virens oleh koloni T. virens. Pada a b daerah kontak, hifa P. palmivora mengalami lisis dan mati. P. palmivora x Terdapat jarak ± 4.4 mm P. purpurescens (zona jernih) antara P.palmivora dan P. a b purpurescens. Keterangan : a = Phytophthora palmivora b = Agen hayati
184
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Mekanisme Antagonis Mekanisme antagonis agen hayati terhadap Phytophthora palmivora dapat diketahui dari pengamatan pada kultur ganda untuk parameter luas koloni , luas daerah hambatan (zona jernih) dan pengamatan preparat bagian kontak koloni cendawan agen hayati dan patogen. Tabel 6. Mekanisme antagonis agen hayati terhadap Phytophthora palmivora Perlakuan
Kompetisi (1-9 hsi) + + -
+ Trichoderma harzianum + Trichoderma virens + Penicillium purpurescens
Antibiosis (3-7 hsi) +
Parasitisme (4 hsi) + + -
Lisis (4 hsi) + + -
Keterangan: +: ada -: sangat kecil / tidak ada Perbedaan luas koloni cendawan pada kultur ganda mengindikasikan adanya mekanisme kompetisi terhadap ruang dan makanan. Besar kecilnya luas koloni agen hayati menunjukan kemampuannya untuk berkompetisi dengan patogen, semakin luas pertambahan
koloni
agen
hayati
berarti
semakin
besar
kemampuannya
untuk
berkompetisi dengan patogen. Hal ini ditunjukkan oleh cendawan Trichoderma yang luas koloninya lebih besar dibanding Phytophthora palmivora pada masa inkubasi yang sama yaitu 4 hari sesudah inokulasi. Sedangkan Penicillium purpurescen tidak mempunyai kemampuan kompetisi atau sangat kecil sekali kemampuannya berkompetisi terhadap ruang/makanan akan tetapi mampu menghasilkan senyawa antibiosis yang menjadi pembatas pertumbuhan Phytphthora palmivora. Hal ini ditunjukkan adanya zona bening antara koloni Phytophthora palmivora dan Penicillium purpurescens (Gambar 5.) Tabel 7. Rata-rata luas koloni agen hayati dan Phytophthora palmivora dalam kultur ganda umur 4 hsi Perlakuan Rata-rata luas koloni (mm2) Patogen Agens hayati P. palmivora x T. harziaum 19.16 59.12 P. palmivora x T. virens 16.06 62.04 P. palmivora x P. purpurescens 52.08 6.5
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
185
C
A
B
Gambar 5. Daerah hambatan Penicillium purpurescens dan Phytophthora palmivora pada biakan ganda (7 hsi) Keterangan : A. Penicillium purpurescens B. Phytophthora palmivora C. Zona bening atau daerah hambatan Mekanisme antagonis Penicillium purpurescens terhadap Phytophthora palmivora terjadi secara antibiosis yaitu terbentuknya zona bening di sekeliling Penicillium
purpurescens berjarak kurang lebih 4,4 mm dari koloni Phytophthora palmivora. Zona jernih mulai terbentuk pada biakan ganda berumur 3 hsi dan tampak terus terbentuk sampai 7 hsi hingga Phytophthora palmivora memenuhi cawan petri. Zona jernih terbentuk karena kemampuan Penicillium purpurescens mengeluarkan senyawa bioaktif yaitu antibiotik. Bioaktif ini bersifat antibiosis yang menyebabkan terbentuknya daerah hambatan antara agen hayati dan patogen.
C
C D
D A
B
Gambar 7. Pembelitan hifa Trichoderma pada hifa Phytophthora palmivora (Perbesaran 160x). Keterangan:A. Preparat daerah kontak T.virens dengan P.palmivora B. Preparat daerah kontak T.harzianum dengan P.palmivora C. Pautan atau lilitan D. Lisis hifa
186
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Hasil pengamatan preparat daerah kontak Trichoderma dan Phytophthora
palmivora (Gambar 6.) terlihat pembengkakan hifa Phytophthora palmivora yang diikuti peristiwa pembelitan hifa Phytophthora palmivora oleh hifa Trichoderma. Selanjutnya hifa
Phytophthora palmivora mengalami lisis dan terputus-putus karena terlilit oleh hifa Trichoderma atau pengaruh antibiotik yang dihasilkan Trichoderma. Hasil penelitian Habazar dan Yaherwandi (2006) pada pengendalian hayati menggunakan Trichoderma menunjukkan bahwa hifa parasit Trichoderma akan tumbuh sejajar hifa patogen dan membentuk cabang-cabang samping seperti pengait di sekeliling hifa dan mampu menembus hifa patogen. Hifa Trichoderma dapat tumbuh berkembang dan membentuk konidia di dalam hifa patogen bahkan hifa Trichoderma mampu menembus struktur istirahat patogen seperti sklerotia. Mekanisme lisis pada hifa patogen ditandai dengan berubahnya warna hifa patogen menjadi jernih dan kosong karena isi sel dimanfaatkan oleh agen hayati sebagai nutrisi serta kemampuan agen hayati menghasilkan enzim yang dapat melisiskan dinding sel patogen, seperti dijelaskan oleh Djarir (1993) bahwa Trichoderma mampu memproduksi antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan hifa cendawan patogen. Misalnya Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin dan
Trichoderma harzianum dapat memproduksi enzim β-1, 3 glukonase dan kitinase yang dapat melisis hifa patogen. Enzim yang dihasilkan dapat merusak dinding sel cendawan patogen dan akhirnya akan menyebabkan kematian sel. KESIMPULAN DAN SARAN Cendawan agen hayati Trichoderma harzianum dan Trichoderma virens memiliki kemampuan menghambat yang lebih besar terhadap pertumbuhan Phytophthora
palmivora dibandingkan Penicillium purpurescens. Tipe interaksi yang terjadi antara agen hayati dan Phytophthora palmivora bersifat antagonis dimana koloni Phytophthora
palmivora ditutupi oleh koloni Trichoderma dan pada daerah kontak, hifa Phytophthora palmivora mengalami lisis dan mati. Sedang Penicillium purpurescens membentuk daerah hambatan berupa zona bening di sekeliling koloninya . Mekanisme antagonis Trichoderma
harzianum dan Trichoderma virens adalah kompetisi, parasitis dan lisis sedangkan mekanisme antagonis Penicillium purpurescens adalah antibiosis. Penelitian lanjutan di lapang perlu dilakukan agar pengaruh agen hayati dapat dilihat lebih jelas. Selanjutnya perlu dilakukan pengolahan atau pengemasan agen hayati ini menjadi produk biokontrol terhadap penyakit busuk akar sehingga dapat dimanfaatkan petani.
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
187
DAFTAR PUSTAKA Annonymous, 2002 Trubus edisi Januari 2002. Sepuluh Hama dan Penyakit Intai Durian Anda. halaman. 3-5. Brown, M. J. 1997. Durio-A Bibliographic Review. (R. K. Arora, V. R. Rao and A. N. Rao, eds.). IPGRI office for South Asia, New Delhi. 188hal. Cook, J. R., dan F. K., Baker. 1989. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Patogen. APS Press. The American Phytopatological Society St. Paul Minnesota. Dharmaputra, O. S., A. W. Gunawan, R. Wulandari, T. Basuki. 1999. Cendawan Kontaminan Dominan pada Bedengan Jamur Merang dan Interaksinya dengan Jamur Merang secara In-Vitro. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, 4(1): 14-18. Direktorat Tanaman Buah. 2002. Pedoman Budidaya Durian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Djafaruddin. 2000. Dasar Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta. Djarir, M. 1993. Mikotoksin Pangan. Kanisius: Yokyakarta. Drenth, A. and B. Sendall. 2001. Pratical Guide to Detection and Identification of Phytophthora, version 1.0. CRC for Tropical Plant Protection. Brisbane Australia Habazar, T dan Yaherwandi. 2006. Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University Press. Padang. Hasan, N. M., dan L. B. Siew. 2000. Pengurusan bersepadu penyakit kanker durian. Dalam: Prosiding Seminar Durian 2000:” Ke arah menstabilkan pengeluaran kualiti dan pasaran”. Zaenal Abidin et al. (editor). Ipoh, Perak, Malaysia. hal 114121. Kamil, M. J. A., S. Sharifuddin dan C. L. Bong. 2004. Biological Control of Black Pod Disease on Cocoa in Malaysia. Dalam Andre D. dan David I G., (Eds) Managing Phytophthora Diseases. Diversity and Management of Phytophthora in Southest in Asia. ACIAR Monograph 114 Litania, N. 2003. Uji Kemampuan Tiga Spesies Trichoderma Terhadap Foc Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman pisang secara In-Vitro. Skripsi S1. Jurusan Biologi, FMIPA. UNAND: Padang Nanthachai, S. 1994. Durian: fruit development, post-harvest physiology, handling and marketing in ASEAN. ASEAN Food Handling Bureau. 156 hal. Setiawati, W., et al.. 2004. Pemanfaatan Musuh Alami Dalam Pengendalian Hayati Hama Pada Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran: Bandung Sunarwati, D., Ahsol, H., Mizu, I. 2005. Isolasi dan Identifikasi Phytophthora Penyebab
Penyakit Busuk Akar Durian dan Eksplorasi Batang Bawah untuk Seleksi Varietas dan Spesies Liar Durian Tahan Penyakit Busuk Akar. Balai Penelitian Tanaman
Buah Solok Syahroni. 2003. Uji Kemampuan Gliocladium sp. untuk Pengendalian Penyakit Bercak Ungu pada Bawang Merah (Allium ascalonicum L). Skripsi. Program S1 Jurusan Biologi Universitas Negeri Padang: Padang Wiryanta, B. T. W. 2003. Bertanam Durian. AgroMedia Pustaka: Jakarta Zappala, G. A. Zappala dan Y. Diczbalis. 2002. Durian Germplasm Evaluation for Tropical Australia Phase 1. A report for Rural Industries Research and Development Corporation. RIRDC Publication.98 hal.
188
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Lembar Tanya Jawab. Nama Penanya Instansi Isi Pertanyaan
Jawaban
: Ir. Fritz Silalahi, MS. : KP. Berastagi Balitbu Tropika : Pada kultur ganda, Penicillium tidak mampu menyerang Phytophthora seperti halnya Trichoderma. Apakah ada kemungkinan (kalau bukan pada cawan Petri berisi media buatan), Penicillium juga tidak mampu menyerang Phytophthora. : Pada uji kultur ganda ini adalah uji awal untuk mencari agen hayati secara mudah dan cepat sebelum dilakukan uji di lapang. Sehingga dengan hasil tidak mampunya Penicillium mengendalikan Phytophthora pada uji in vitro karena tidak mampu berkompetisi terhadap ruang/media, dapat menjadi pertimbangan perlu tidaknya dilakukan uji di lapang. Akan tetapi dengan diketahuinya mekanisme antagonis Penicillium menghasilkan senyawa bioaktif yang ditunjukkan dengan timbulnya zona jernih, maka pemanfaatan Penicillium sebagai agen hayati dengan memakai produknya yaitu senyawa antibioti dikemas sebagai biopestisida.
.
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
189