SUBSTITUSI JAGUNG DENGAN DEDAK GANDUM KASAR DAN TEPUNG DAUN MENGKUDU PADA RANSUM PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) TERHADAP HEMATOLOGI
NURSASIH
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Substitusi Jagung dengan Dedak Gandum Kasar dan Tepung Daun Mengkudu pada Ransum Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap Hematologi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Nursasih NIM D24090053
ABSTRAK NURSASIH. Substitusi Jagung dengan Dedak Gandum Kasar dan Tepung Daun Mengkudu pada Ransum Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap Hematologi. Dibimbing oleh WIDYA HERMANA dan DEWI APRI ASTUTI. Dedak gandum kasar merupakan salah satu hasil samping atau limbah proses penggilingan gandum. Dedak gandum kasar dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan jagung, namun kurang dapat mensuplemen sumber karoten. Penambahan tepung daun mengkudu dapat mensuplemen kekurangan beta karoten yang tidak terdapat pada dedak gandum kasar. Penelitian dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian dedak gandum kasar yang dikombinasikan dengan tepung daun mengkudu sebagai substitusi jagung dalam ransum terhadap hematologi darah puyuh. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. R0 ransum kontrol (tanpa dedak gandum kasar dan tepung daun mengkudu), R1 (substitusi 5% dedak gandum kasar + 6% tepung daun mengkudu), R2 (substitusi 10% dedak gandum kasar + 6% tepung daun mengkudu), dan R3 (substitusi 15% dedak gandum kasar + 6% tepung daun mengkudu). Penambahan 15% dedak gandum kasar dan 6% tepung daun mengkudu tidak mempengaruhi profil darah secara keseluruhan namun memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan rataan konsumsi ransum, protein dan mineral Fe. Kata kunci: dedak gandum kasar, hematologi, puyuh jepang, tepung daun mengkudu.
ABSTRACT NURSASIH. The substitution of yellow corn with wheat bran and Morinda citrifolia leaves meal in quail ration to evaluate hematology. Supervised by WIDYA HERMANA and DEWI APRI ASTUTI. Wheat bran is one of byproduct from grain milling process. Wheat bran can be used to reduce the utilization of corn, but lack of beta-carotene content. Suplementation of Morinda citrifolia leaves meal can replace the lack of betacarotene. The experimental design in this research was Completely Randomized Design (RAL) with 4 treatments and 4 replications. The control ration without wheat bran and Morinda citrifolia leaves meal (R0), R1 (substitution the corn with 5% wheat bran and 6% Morinda citrifolia leaves meal), R2 (substitution the corn with 10% wheat bran and 6% Morinda citrifolia leaves meal) and R3 (substitution the corn with 15% wheat bran and 6% Morinda citrifolia leaves meal). It was concluded that substitution of 15% wheat bran and 6% Morinda citrifolia leaves meal resulted normal blood hematology profile but could increase significantly to the feed intake, protein intake and Fe intake. Keywords: hematology, Japanese quail, Morinda citrifolia leaves meal, wheat bran.
SUBSTITUSI JAGUNG DENGAN DEDAK GANDUM KASAR DAN TEPUNG DAUN MENGKUDU PADA RANSUM PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) TERHADAP HEMATOLOGI
NURSASIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Substitusi Jagung dengan Dedak Gandum Kasar dan Tepung Daun Mengkudu pada Ransum Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap Hematologi Nama : Nursasih NIM : D24090053
Disetujui oleh
Dr Ir Widya Hermana, MSi Pembimbing I
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat yang telah diberikan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Sholawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rosululloh SAW, para sahabatnya dan semua yang mengikuti mereka hingga hari akhir. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September hingga Desember 2012 ini adalah profil darah, dengan judul Substitusi Jagung dengan Dedak Gandum Kasar dan Tepung Daun Mengkudu pada Ransum Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap Hematologi. Penelitian ini dibawah bimbingan Dr Ir Widya Hermana, MSi dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan dedak gandum kasar dengan kombinasi tepung daun mengkudu dalam ransum serta mengkaji pengaruh penggunaannya terhadap hematologi darah puyuh. Pengunaan dedak gandum kasar diharapkan dapat mengurangi penggunaan jagung dalam ransum. Sedangkan penambahan tepung daun mengkudu dimaksudkan untuk mensuplai kekurangan beta karoten yang tidak terdapat pada dedak gandum kasar. Kandungan protein dan Fe yang tinggi pada dedak gandum kasar dan tepung daun mengkudu diharapkan dapat menghasilkan profil darah yang normal. Gambaran profil darah yang baik akan mengindikasikan bahwa kondisi fisiologis ternak dalam keadaan sehat dan toleran terhadap penyakit. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi, wawasan maupun sesuatu yang dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan semoga kekurangan yang terdapat pada tulisan ini dapat diperbaiki dalam tulisan selanjutnya.
Bogor, November 2013 Nursasih
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN MATERI DAN METODE Bahan Penelitian Ransum Perlakuan Peralatan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Rancangan dan Analisis Data Peubah yang Diamati Metode Penelitian Pembuatan Ransum Perlakuan Konsumsi Pakan Pengambilan Sampling Darah Perhitungan Jumlah Eritrosit Perhitungan Kadar Hemoglobin Perhitungan Nilai Hematokrit Perhitungan MCV dan MCHC Perhitungan Diferensiasi Leukosit HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi Ransum Konsumsi Protein Konsumsi Fe Profil Darah Eritrosit Hematokrit Hemoglobin MCV MCHC Rasio Heterofil/Limfosit SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi 1 2 2 2 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 9 10 10 11 12 12 13 14 14 14 14 16 20
DAFTAR TABEL 1. Hasil analisis proksimat dan uji kualitas fitokimia tepung daun mengkudu 2. Ransum perlakuan 3. Kandungan nutrien ransum perlakuan 4. Rataan konsumsi nutrien umur 6-12 minggu 5. Rataan profil darah puyuh umur 15 minggu 6. Suhu dan kelembaban selama penelitian
2 3 3 7 9 13
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil pengolahan data konsumsi nutrien 2. Hasil pengolahan data profil darah 3. Hasil pengolahan data diferensiasi leukosit
17 17 18
PENDAHULUAN Puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica) merupakan jenis unggas petelur yang tergolong produktif karena dalam kurun waktu 42 hari telah memasuki dewasa kelamin dan dapat memproduksi telur sebanyak 250-300 butir per tahunnya. Faktor terpenting dalam keberhasilan beternak burung puyuh adalah kecukupan nutrien, tata laksana (manajemen) dan bibit (Anggorodi 1994). Pakan memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang performa dan status kesehatan. Namun seringkali pakan yang digunakan dalam ransum memiliki kandungan nutrien yang kurang seimbang sehingga diperlukan pakan tambahan yang memiliki kandungan nutrien lengkap untuk pencapaian optimalisasi performa fisiologis ternak. Pemanfaatan tanaman herbal dapat dijadikan sebagai pakan alternatif dalam menyediakan senyawa aktif dan nutrien untuk puyuh. Mengkudu (Morinda citrifolia) banyak digunakan untuk obat herbal di Indonesia (Ngitung et al. 2008; Kim et al. 2010). Penggunaan daun mengkudu dapat berpotensi sebagai pakan tambahan puyuh dalam bentuk tepung yang dikombinasikan dengan dedak gandum kasar. Dedak gandum kasar merupakan salah satu ikutan pabrik penggilingan gandum (Bogasari 1999). Menurut Anggraeni (2011), dedak gandum kasar dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan jagung sebagai sumber energi pada persentase tertentu. Kandungan dedak gandum kasar antara lain 1580 kkal per kg ransum energi metabolis, 4.80% lemak dan 10.4% serat kasar (Lesson and Summer 2005). Nutrien jagung antara lain 3300 kkal energi metabolis, 2.5% serat kasar serta 8.5% protein kasar. Dedak gandum kasar memiliki kandungan serat kasar yang tinggi dan energi metabolis yang rendah dibanding jagung. Namun, dedak gandum kasar memiliki keunggulan yaitu kandungan protein kasar yang tinggi yaitu sekitar 15.8% (Lesson and Summer 2005) dan kandungan asam amino esensial yang lengkap, dan memiliki kandungan mineral dan vitamin B1 yang tinggi (Maina et al. 2002) dibandingkan jagung. Penggunaan jagung yang berkurang akan menyebabkan turunnya nilai karoten pada pakan sehingga dibutuhkan sumber karoten lain yang hilang dari jagung. Tepung daun mengkudu mengandung beta karoten yang cukup tinggi. Wardiny (2006) menyatakan bahwa nilai beta karoten pada tepung daun mengkudu adalah 161 mg. Tingginya nilai beta karoten inilah yang diharapkan dapat menjadikan tepung daun mengkudu sebagai sumber karoten. Selain itu, tepung daun mengkudu juga mengandung 22.11% protein kasar; 10.30% Ca; 0.12% P; 35.80 ppm Zn dan 437 ppm Fe. Kandungan nutrien yang terkandung tersebut merupakan indikator bahwa tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar memiliki kualitas yang baik sebagai pakan sumber protein dan mineral. Penambahan tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar dalam ransum ini diharapkan dapat menjadi pakan alternatif dalam menyediakan nutrien tanpa mengganggu profil darah puyuh, mengingat keberadaan senyawa tanin 0.2%-2.0% dan asam fitat 4.46%-5.56% pada dedak gandum kasar (Sumiati 2005), serta asam askorbat, triterpen dan flavonoid pada tepung daun mengkudu. Evaluasi pemanfaatan pakan alternatif ini dapat ditinjau dari aspek fisiologis, salah satunya melalui profil darah. Gambaran profil darah yang baik akan
2 mengindikasikan bahwa kondisi fisiologis ternak dalam keadaan sehat dan toleran terhadap penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh substitusi dedak gandum kasar dan tepung daun mengkudu sebagai pengganti jagung kuning sebagai sumber energi dalam ransum puyuh terhadap profil hematologi.
MATERI DAN METODE Bahan Penelitian Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah puyuh betina sebanyak 128 ekor berumur 3 minggu. Bahan pakan yang digunakan adalah dedak gandum kasar (wheat bran) yang berasal dari PT.Indofood Sukses Makmur Bogasari Flours Mills Jakarta dan daun mengkudu yang berasal dari kebun mengkudu Fakultas Perikanan. Daun mengkudu dikeringkan dalam oven 60 oC hingga tercapai berat kering udara yang konstan kemudian dibentuk tepung. Hasil analisis proksimat dan uji kualitas fitokimia tepung daun mengkudu diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis proksimat dan uji kualitas fitokimia tepung daun mengkudu Hasil analisa proksimat (as fed)(*) Bahan kering (%) 92.92 Abu (%) 9.72 Protein kasar (%) 21.63 Serat kasar (%) 29.38 Lemak kasar (%) 3.06 Beta-N (%) 29.13 Kalsium (%) 2.28 Fosfor (%) 0.28 -1 Energi Bruto (kal g ) 4147.00
Uji kualitas fitokimia(**) Alkaloid Flavonoid ++ Fenol Hidrokuinon + Steroid +++ Triterpenoid + Tanin + Saponin +
Sumber : *Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2012) **Laboratorium Kimia Analitik,Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor (2012) Keterangan : = Negatif + = Positif lemah ++ = Positif +++ = Positif kuat
Ransum Perlakuan Ransum yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu ransum starter dan layer (komersil) serta layer perlakuan. Ransum puyuh starter diberikan selama 2 minggu dan ransum puyuh layer (komersil) diberikan selama 10 hari dengan maksud sebagai pakan adaptasi sebelum diberikan pakan perlakuan.
3 Ransum perlakuan disusun sesuai dengan rekomendasi Lesson and Summer (2005). Pemberian tepung daun mengkudu 6% didasarkan pada penelitian sebelumnya (Wardiny 2006) yang menyatakan bahwa penggunaan tepung daun mengkudu 6% mampu menunjang performa produksi telur ayam. Perlakuan yang diberikan adalah : R0: Ransum kontrol, tanpa tepung daun mengkudu (TDM) dan dedak gandum kasar R1: Ransum mengandung substitusi jagung dengan dedak gandum kasar 5% dan TDM 6 % R2: Ransum mengandung substitusi jagung dengan dedak gandum kasar 10% dan TDM 6 % R3: Ransum mengandung substitusi jagung dengan dedak gandum kasar 15% dan TDM 6 % Tabel 2 Ransum perlakuan Bahan Pakan Jagung kuning Dedak gandum kasar Tepung daun mengkudu Tepung ikan Bungkil kedele CPO (Crude Palm Oil) CaCO3 DCP NaCl Premix DL-methionin L-Lysin
R0 61.0 0.0 0.0 5.0 22.0 3.2 6.5 1.0 0.3 0.3 0.5 0.2
R1 R2 -------%------53.4 45.5 5.0 10.0 6.0 6.0 7.0 5.0 17.4 19.0 4.1 6.6 6.1 6.0 0.2 1.0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.2 0.3 0.0 0.0
R3 41.5 15.0 6.0 7.0 15.3 7.7 5.6 1.0 0.3 0.3 0.3 0.0
Keterangan : Iso protein-iso energi mengacu Lesson and Summer (2005). R0 (ransum kontrol), R1 (daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 5%), R2 (daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 10%), R3 (daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 15%)
Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan Nutrien Bahan kering (%) Abu (%) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) Beta-N (%) Energi bruto (kal gram-1) Fe (ppm)
R0 87.40 8.44 18.63 5.68 3.86 50.79 3802.00 14.47
R1 87.44 8.06 19.07 5.81 4.17 50.33 3827.00 114.33
R2 87.60 8.32 18.87 5.15 7.74 47.52 3830.00 123.05
R3 87.17 8.87 19.27 5.52 5.52 47.87 3609.00 162.74
Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2012)
4 Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang batere dengan alas dan dinding kawat sebanyak 16 petak. Setiap petak kandang dilengkapi dengan satu tempat pakan dan minum. Peralatan lain yang digunakan yaitu timbangan puyuh dan ransum, termometer, dan higrometer. Peralatan untuk sampling darah adalah syringe, tabung heparin, box es batu dan rak tabung reaksi. Peralatan yang digunakan untuk analisis profil darah berupa Sahli, mikroskop, pipet, hemoglobinometer, microcapillary hematocrit reader dan hemocytometer. Peralatan yang digunakan untuk analisis kandungan Fe pada pakan dan serum diantaranya micropipet, Ependorf, hot plate, oven 60 °C, vortex, sentrifuse dan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry).
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan September sampai Desember 2012 di kandang unggas blok C Fakultas Peternakan, IPB. Pembuatan ransum dilakukan di PT.Indofeed Bogor dan analisis profil darah (eritrosit, hemoglobin, hematokrit dan diferensiasi leukosit) dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Dengan menggunakan model matematik sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993): Yij = μ + τi + εij Keterangan : Yij = Perlakuan pengolahan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Eror (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j i = Pengaruh periode j = Pengaruh pakan
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Jika didapatkan hasil berbeda nyata maka dilakukan uji dengan Kontras Ortogonal.
Peubah yang Diamati Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi ransum, konsumsi protein kasar, konsumsi mineral Fe dan hematologi darah yang terdiri dari hemoglobin, hematokrit, jumlah benda darah merah (eritrosit), Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), dan diferensiasi leukosit.
5 Metode Penelitian Pembuatan Ransum Perlakuan Dedak gandum kasar dan tepung daun mengkudu yang sudah halus dicampur dengan bahan-bahan lain (jagung, bungkil kedele, tepung ikan, CPO, DCP, CaCO3, NaCl, Premix, L-Lysin dan DL-Methionin) menggunakan mixer hingga homogen. Ransum dimasukkan ke dalam karung sesuai dengan perlakuan.
Konsumsi Pakan Konsumsi ransum dihitung dengan mengurangi pemberian ransum awal dengan sisa. Konsumsi protein kasar dan mineral Fe dihitung dari konsumsi bahan kering pakan dikalikan kandungan protein kasar dan mineral Fe ransum.
Pengambilan Sample Darah Pengambilan darah dilakukan pada puyuh umur 15 minggu (layer) yang sebelumnya dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Darah diambil dari vena jugularis atau vena axilaris sebanyak 1 ml menggunakan syringe dan dimasukkan ke dalam tabung berheparin, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Penghitungan Jumlah Eritrosit Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit untuk butir darah merah tanda tera 0.5 dengan aspirator, lalu larutan pengencer Hayem dihisap hingga tanda 101. Larutan dan darah dihomogenkan dengan memutar pipet membentuk angka 8 selama 3 menit, kemudian diteteskan satu tetes ke dalam counting chamber yang sudah ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 45 x 10. Perhitungan eritrosit dalam counting chamber, menggunakan kotak yang berjumlah 25 buah dengan mengambil satu kotak pojok kanan atas, pojok kiri atas, di tengah, pojok kanan bawah, pojok kiri bawah. Butir darah merah yang telah dihitung tersebut disimbolkan dengan a dan untuk mengetahui jumlah sel darah merah dalam 1 mm3 darah dihitung dengan menggunakan rumus menurut Sastradiprajadja et al. (1989). a x 104
Penghitungan Kadar Hemoglobin (Metode Sahli) Larutan HCl 0.1 N dimasukkan dalam tabung Sahli sampai tanda angka 10 pada garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet Sahli
6 hingga mencapai tanda tera atas (0.02 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah menjadi warna cokelat. Setelah itu larutan ditambah dengan aquades, yang di teteskan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram% yang tertera pada tabung hemoglobin (Sastradiprajadja et al.1989).
Penghitungan Nilai Hematokrit Penentuan hematokrit dilakukan dengan cara pipet mikrohematokrit diisi dengan darah yang mengandung antikoagulan sebanyak 4/5 bagian pipet dan ujung masuknya darah ditutup dengan sumbat berupa malam atau sabun. Pipet kemudian disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Setelah terbentuk lapisan eritrosit, buffy coat, dan plasma, nilai hematokrit (%) dibaca dengan mikrohematokrit reader.
Perhitungan MCV dan MCHC Nilai MCV dan MCHC dapat dihitung dari kadar hematokrit, hemoglobin, dan eritrosit yang didapat. MCV (Mean Corpuscular Volume) adalah rata-rata dari ukuran sel darah merah. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) adalah konsentrasi hemoglobin dalam sel darah merah atau terhadap ukuran sel darah merah. MCV dan MCHC dihitung dengan rumus: MCV =
(%) x 10 Jumlah sel darah merah
MCHC =
(g%) x 100 Hematokrit (%)
Perhitungan Diferensiasi Leukosit Gelas objek disiapkan sebanyak 2 buah untuk satu sampel darah. Darah puyuh diteteskan pada gelas objek pertama dengan posisi mendatar. Gelas objek kedua ditempatkan pada bagian yang berlawanan dengan letak tetes darah membentuk sudut 30 ° lalu digeserkan sehingga darah menyebar sepanjang garis kontak antara kedua gelas objek. Ulasan darah tersebut dikeringkan di udara kemudian difiksasi dalam larutan methanol selama 5 menit lalu dimasukkan dalam pewarna Giemsa selama 30 menit. Preparat dibilas dengan air mengalir kemudian dikeringkan di udara dan diteteskan minyak emersi untuk selanjutnya dihitung benda darah putih tersebut di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x 10. Jumlah deferensiasi leukosit (%) dihitung dari tiap 100 butir leukosit.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Ransum dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila ternak dapat berproduksi normal dan memiliki performa yang baik pula. Performa puyuh pada penelitian ini dinilai agar dapat membuktikan bahwa ransum yang diberikan tidak memberikan efek negatif pada ternak. Konsumsi nutrien yang diamati pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Rataan konsumsi nutrien umur 6-12 minggu Parameter Konsumsi Ransum (g ekor-1hari-1) Konsumsi Protein (g ekor-1hari-1) Konsumsi Mineral Fe (mg ekor-1hari-1) Quail Day Production (%)
R0 20.77±1.27a
Perlakuan R1 R2 23.10±0.10b 22.71±1.16b
R3 23.70±0.72b
4.43±0.27a
5.04±0.02bc
4.89±0.25b
5.24±0.19c
0.43±0.04a
3.46±0.05b
3.59±0.10b
5.07±0.15c
71.92±5.22
63.25±6.50
67.27±13.11 72.17±9.31
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata tiap perlakuan dengan (P<0.05). R0 (ransum tanpa tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar), R1 (substitusi tepung daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 5%), R2 (substitusi tepung daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 10%), R3 (substitusi tepung daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 15%).
Konsumsi Ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi 1999). Tabel 4 menunjukkan rataan konsumsi ransum puyuh umur 6–12 minggu berkisar antara 20.77–23.70 g ekor-1hari-1. Kisaran ini sejalan dengan dengan pernyataan Djulardi et al. (2006), bahwa konsumsi pakan burung puyuh umur lebih dari 6 minggu sebanyak 21 g ekor-1hari-1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ransum perlakuan memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan rataan konsumsi ransum. Suripta (2007) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah kandungan energi, lemak kasar ransum, dan protein. Ransum R3 lebih banyak dikonsumsi daripada ransum perlakuan yang lain. Tingginya konsumsi ransum perlakuan R3 mengindikasikan bahwa kandungan nutrien yang masuk ke dalam tubuh ternak terakumulasi lebih banyak dan lebih palatabel dibandingkan dengan ransum perlakuan lainnya.
8 Konsumsi Protein Performans burung puyuh dapat diukur melalui konsumsi proteinnya. Konsumsi protein dihitung untuk mengetahui jumlah protein yang masuk ke dalam tubuh dan pemanfaatannya disesuaikan dengan tujuan pemliharaan. Data konsumsi protein disajikan dalam Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein burung puyuh periode layer. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi protein daripada yang tidak menggunakan tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar (R0). Tinginya konsumsi protein R3 kemungkinan karena pengaruh kualitas protein pakan sedangkan kualitas protein pakan ditentukan oleh jumlah dan keseimbangan asam amino. Pemanfaatan tepung daun mengkudu dapat mempengaruhi kualitas protein ransum tersebut. Menurut Tillman et al. (1998) konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan protein ransum. Menurut Anggorodi (1994), bahwa konsumsi protein sangat dibutuhkan oleh ternak unggas untuk memenuhi kebutuhan asam amino. Berdasarkan analisis proksimat, kandungan protein kasar (PK) tepung daun mengkudu sebesar 21.63% sedangkan dedak gandum kasar 15.8% (Lesson and Summer 2005). Penggunaan tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar dalam ransum puyuh juga bertujuan sebagai komponen penambah kandungan protein dalam ransum guna memenuhi kebutuhan asam amino untuk kebutuhan puyuh. Menurut Widodo (2005), fungsi protein meliputi banyak aspek, salah satunya yaitu sebagai komponen protein darah, albumin dan globulin yang merupakan zat yang diperlukan tubuh. Pada sumsum tulang belakang terdapat selsel yang disebut sel stem hemopoietik pluripoten yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam sirkulasi darah. Pertumbuhan dan reproduksi sel stem diatur oleh bermacam-macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan (Guyton and Hall, 2010). Semakin tinggi konsumsi protein, akan semakin banyak pula gugus protein yang digunakan oleh puyuh untuk maintenance tubuhnya maupun untuk fungsi-fungsi tubuh lainnya, seperti produksi (misalnya kandungan protein daging dan telur) dan reproduksi. Protein merupakan bahan dasar dalam erythropoiesis (proses pembentukan eritrosit) selain glukosa dan berbagai aktivator (Praseno 2005).
Konsumsi Fe Menurut Muchtadi (2001), zat besi merupakan komponen hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen di dalam darah menuju sel-sel yang membutuhkan untuk metabolisme glukosa, lemak, dan protein menjadi energi (ATP). Mineral Fe merupakan mikro elemen mineral yang terdapat di dalam darah. Darah dalam semua sel tubuh bertindak sebagai pembawa oksigen yang diperlukan sel dan karbondioksida dari sel ke paru-paru (Harper 2006). Rataan konsumsi Fe dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan kandungan Fe dari bahan pakan penyusun ransumnya. Menurut Widodo (2005), kebutuhan zat besi puyuh periode layer sebesar 0.06 g ekor-1hari-1. Rataan konsumsi Fe puyuh hasil penelitian berkisar 0.40-5.07 mg ekor-1hari-1. Konsumsi Fe berdasarkan hasil
9 penelitian memiliki rataan dibawah kisaran normal kebutuhan puyuh yang mengindikasikan bahwa puyuh akan mengalami defisiensi Fe. Berdasarkan hasil perhitungan analisis laboratorium kandungan Fe tepung daun mengkudu, kandungan Fe yang paling tinggi terdapat pada ransum perlakuan R3 yang bernilai 162.74 ppm. Mineral besi (Fe) yang terkandung dalam pakan sangat berperan dalam pembentukan hemoglobin, mioglobin dan sitokrom melalui aktivitas pengangkutan, penyimpanan dan pemanfaatan oksigen. Mineral Fe akan berikatan dengan protein membentuk transferin dalam plasma darah. Jika dalam darah tidak terdapat transferin dalam jumlah cukup, akan terjadi kegagalan pengangkutan besi menuju eritroblas yang mengakibatkan penurunan sel darah merah yang mengandung kadar hemoglobin lebih rendah dibandingkan kondisi normal (Guyton and Hall 2010).
Profil Darah Darah adalah jaringan yang bersirkulasi melalui pembuluh darah, membawa zat-zat penting untuk kehidupan semua sel tubuh dan menerima produk buangan hasil metabolisme untuk dibawa ke organ sekresi (Jain 1993). Gambaran darah ternak akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan fisiologisnya. Perubahan fisiologis secara internal tersebut dapat disebabkan seperti penambahan umur, status gizi, latihan, kesehatan, stres, siklus estrus, dan suhu tubuh, sedangkan eksternal akibat kuman dan perubahan suhu lingkungan (Guyton and Hall 2010). Profil darah diamati ketika puyuh berumur 15 minggu (layer). Tabel 5 menunjukkan hasil analisa profil darah. Tabel 5 Rataan profil darah puyuh umur 15 minggu Peubah Eritrosit (juta mm-3) Hematokrit (%) Hemoglobin (g%) MCV (femto liter) MCHC (%) Diferensiasi leukosit : Basofil (% BDP) Eusinofil (% BDP) Heterofil (% BDP) Limfosit (% BDP) Monosit (% BDP) Rasio H/L
R0 4.98±0.76 42.13±4.89 13.32±1.76 86.70±20.47 32.03±6.23
Perlakuan R1 R2 R3 5.56±0.92 5.55±2.31 4.19±1.76 43.38±5.95 40.00±5.35 42.50±5.82 14.00±1.53 13.68±1.10 13.44±1.47 78.97±11.99 80.96±31.49 126.39±79.20 32.71±5.21 34.40±2.27 31.87±4.02
0.25±0.50 4.25±3.86 34.25±10.21 60.25±8.66 0.75±0.96 0.58±0.29
Trace 3.50±1.73 36.25±7.68 58.75±7.50 1.50±1.73 0.68±0.18
Trace 3.50±2.38 38.25±5.56 58.50±5.20 1.25±0.50 0.66±0.15
trace 3.50±2.38 30.75±5.44 64.00±7.62 1.50±0.58 0.50±0.14
Keterangan: R0 (ransum tanpa tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar), R1 (substitusi tepung daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 5%), R2 (substitusi tepung daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 10%), R3 (substitusi tepung daun mengkudu 6% + dedak gandum kasar 15%).
10 Hasil analisa statistik menunjukkan rataan seluruh peubah tidak berbeda nyata (P<0.05) atau masih dalam kadar yang normal. Peubah yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa pemberian ransum perlakuan tidak mempengaruhi hematologi darah puyuh serta masih dapat mempertahankan profil darah yang normal.
Eritrosit Eritrosit merupakan sel darah merah yang berperan membawa hemoglobin di dalam sirkulasi. Eritrosit dikelilingi oleh suatu plasma lemma. Plasma lemma merupakan membran sel yang terdiri dari sekitar 40% lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid dan sebagainya), 50% protein dan 10% karbohidrat. Menurut Sturkie and Griminger (1976), jumlah eritrosit pada puyuh betina normal sebesar 3.86 juta mm-3. Substitusi dedak gandum kasar dan tepung daun mengkudu pada penelitian ini tergolong aman, karena jumlah eritrosit yang didapatkan termasuk dalam kisaran normal. Jumlah eritrosit yang paling tinggi terlihat pada puyuh perlakuan R1 dan R2. Tingginya kandungan protein dan zat besi dalam ransum dapat mendukung pembentukan eritrosit karena kedua nutrien tersebut merupakan elemen esensial pada homeopoiesis. Hal ini menandakan bahwa zat aktif yang terkandung dalam tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar berupa saponin dan tanin tidak mengganggu jumlah eritrosit. Tingginya kandungan eritrosit perlakuan R1 berbanding lurus dengan konsumsi proteinnya namun tidak mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsumsi protein, jumlah ertirosit yang diproduksi juga akan semakin tinggi, karena pada perlakuan R3 memiliki jumlah eritrosit yang paling rendah sedangkan konsumsi proteinnya adalah yang tertinggi. Hal tersebut dikarenakan nilai energi bruto dalam ransum R3 adalah yang paling kecil (3609 kal g-1). Kecilnya nilai energi bruto ransum diduga menjadi faktor tersebut. Puyuh akan semakin banyak mengkonsumsi ransum karena kebutuhan yang belum terpenuhi apabila makan dengan jumlah yang sedikit. Faktor yang juga mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara lain hormon eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang (Meyer and Harvey 2004). Jumlah eritrosit yang berada sedikit di atas nilai normal bagi puyuh betina mengindikasikan bahwa puyuh tidak mengalami anemia atau dalam kondisi sehat. Fungsi utama eritrosit adalah untuk transpor hemoglobin, yang selanjutnya membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton and Hall 2010) sehingga jika jumlah eritrosit puyuh tinggi, asupan oksigen juga akan tinggi dan kelangsungan metabolisme tubuh akan berlangsung normal.
Hematokrit Hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) ditampilkan sebagai persen volume dari paket sel dalam darah (whole blood) setelah sentrifugasi (Swenson
11 1984). Menurut Colville and Bassert (2002), nilai hematokrit dapat digunakan untuk melihat status anemia. Menurut Sturkie and Griminger (1976), PCV pada puyuh betina normal sebesar 37%. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase hematokrit puyuh mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi karena adanya eritrositosis. Menurut Meyer dan Harvey (2004), eritrositosis ditandai dengan peningkatan hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit di atas kisaran normal. Eritrositosis dapat bersifat absolut atau relatif. Eritrositosis relatif terjadi ketika nilai hematokrit tinggi namun jumlah eritrosit normal. Keadaan tersebut disebabkan oleh kontraksi limpa atau dehidrasi. Kontraksi limpa dirangsang oleh pelepasan epinefrin yang terjadi saat ketakutan, sakit atau latihan. Eritrositosis absolut ditandai dengan nilai hematokrit yang tinggi karena peningkatan jumlah eritosit akibat peningkatan produksi eritropoietin (Guyton and Hall 2010). Menurut Cunningham (2002), peningkatan nilai hematokrit memiliki manfaat yang sedikit karena viskositas (kekentalan) darah akan meningkat kemudian akan memperlambat aliran darah pada kapiler dan meningkatkan kerja jantung. Nilai hematokrit yang relatif tinggi di antara perlakuan ditunjukkan oleh kelompok ayam R1 (43.38±5.95)%. Nilai hematokrit R1 sesuai dengan peningkatan jumlah eritrosit kelompok tersebut. Menurut Meyer dan Harvey (2004), jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan kadar hemoglobin berjalan sejajar satu sama lain apabila terjadi perubahan. Penyimpangan dari nilai hematokrit berpengaruh penting terhadap kemampuan darah untuk membawa oksigen (Cunningham 2002), sehingga asupan oksigen ke seluruh tubuh tidak akan mengalami gangguan dan metabolisme berlangsung lancar.
Hemoglobin Bagian terpenting dari eritrosit adalah hemoglobin karena mengisi sepertiga dari komponen eritrosit setelah air dan stroma (Reece 2006). Sekitar 400 juta molekul hemoglobin berada dalam sel darah merah (Jain 1993). Hemoglobin penting untuk keberlangsungan hidup karena membawa dan mengantarkan oksigen ke jaringan (Jain 1993). Dua bentuk dari hemoglobin yang melakukan fungsi tersebut yaitu oksihemoglobin dan deoksihemoglobin. Oksihemoglobin merupakan hemoglobin yang membawa oksigen sedangkan deoksihemoglobin merupakan hemoglobin yang telah memberikan oksigen ke jaringan disebut juga hemoglobin kosong (Colville and Bassert 2002). Kemampuan darah untuk membawa oksigen dihasilkan oleh kadar hemoglobin dalam darah dan karakteristik kimia hemoglobin (Cunningham 2002). Sintesis dan destruksi hemoglobin diseimbangkan oleh kondisi fisiologis, dan gangguan salah satu diantaranya akan memicu kelainan hematologik (Jain 1993). Menurut Strakova et al. (2010) kadar hemoglobin pada burung puyuh petelur berkisar 7.0-13.0 g-1 ml. Kadar hemoglobin (Tabel 5) pada keempat kelompok puyuh berada diatas kisaran normal. Kadar hemoglobin tertinggi dimiliki oleh kelompok R1 yaitu 14.00±1.53 g%. Hal ini diduga karena lebih banyak kandungan protein dalam pakan yang dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini sesuai pendapat Anggorodi (1994) bahwa protein yang dikonsumsi ternak akan masuk ke dalam hati dan digunakan oleh hati untuk mensintesis protein darah.
12 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi zat besi dan konsumsi protein berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar hemoglobin pada masa perlakuan. Hal ini dapat dipahami karena protein dan zat besi merupakan zat gizi utama yang diperlukan dalam pembentukan sel darah merah dan hemoglobin. Hemoglobin merupakan substansi di dalam sel darah merah yang terdiri dari protein (globin) dan heme yang mengandung zat besi, yang berperan dalam transport oksigen dan karbondioksida (Tortora and Anagnostakos 1990). Selain itu keberadaan zat aktif asam askorbin pada tepung daun mengkudu juga berpengaruh terhadap pembentukan sel-sel darah dalam susunan tulang sehinga kadar hemoglobin menjadi normal. Dapat dipahami pula bahwa penggunaan kombinasi tepung daun mengkudu dan dedak gandum kasar sampai level 15% mampu meningkatkan kadar hemoglobin dalam kondisi normal sehingga fisiologi puyuh tidak mengalami gangguan.
Mean Corpuscular Volume (MCV) Diagnosis tipe anemia dapat dilakukan dengan menghubungkan pengukuran jumlah sel darah merah, hematokrit dan hemoglobin terhadap derivatnya, diantaranya Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Istilah MCV mengkategorikan ukuran rata-rata eritrosit dengan cara membagi hematokrit dengan jumlah eritrosit. Sel yang memiliki ukuran normal disebut normositik, sel dengan ukuran kecil disebut mikrositik sedangkan sel dengan ukuran besar dinamakan makrositik (McGill Physiology Virtual Lab. 2009). Kisaran normal MCV pada puyuh yaitu 90 fl-140 fl (Wakenell 2010). Berdasarkan Tabel 5, rataan MCV puyuh berkisar 78.97 fl-126.39 fl. Rataan tersebut secara umum berada diantara kadar MCV puyuh normal. Secara umum ukuran eritrosit hasil penelitian memiliki tipe normositik (ukuran sel dalam keadaan normal). Hasil analisis statistik menujukkan bahwa MCV tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan. Nilai MCV dipengaruhi oleh nilai hematokrit dan jumlah eritrosit. Tingginya MCV pada perlakuan R3 disebabkan karena nilai hematokrit tinggi sedangkan jumlah eritrositnya rendah. Dalam perhitungannya, MCV dipengaruhi oleh jumlah sel darah merah dan nilai hematokrit. MCV merupakan perbandingan antara hematokrit dengan jumlah sel darah merah. Dengan kata lain, MCV berbanding lurus dengan peningkatan nilai hematokrit dan berbanding terbalik dengan banyaknya sel darah merah yang beredar. Nilai MCV akan besar saat nilai hematokrit besar dengan jumlah sel darah merah yang beredar lebih sedikit. Sebaliknya, MCV akan kecil saat nilai hematokrit kecil dengan sel darah merah yang beredar lebih banyak atau nilai hematokrit dan jumlah sel darah merah beredar sama-sama tinggi (Afiza 2009).
13 Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) Istilah Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) digunakan untuk mengukur konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam eritrosit. Nilai ini didapat dengan membagi kadar hemoglobin dengan persentase hematokrit kemudian dikalikan dengan 100. Eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin yang normal disebut normokromik sedangkan eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah disebut anemia hipokromik (McGill Physiology Virtual Lab. 2009). Rataan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) puyuh hasil penelitian berkisar 31.87%-34.40%. Menurut Wakenell (2010), kisaran MCHC normal puyuh yaitu 26%-35%. Berdasarkan perhitungan MCHC, sebagian besar tipe MCHC puyuh yaitu normokromik. Rasio heterofil (H) : limfosit (L) Menurut Campo et al. (2000), salah satu indikator stres pada unggas yaitu melalui gambaran rasio heterofil (H) : limfosit (L). Puyuh yang memiliki rasio H/L rendah mengindikasikan bahwa puyuh dalam keadaan nyaman sehingga dapat menanggulangi stres. Faktor yang mempengaruhi stres lingkungan antara lain suhu, pakan, suara dan perlakuan pengobatan (vaksin). Tabel 5 menunjukkan bahwa kisaran rasio H/L puyuh sebesar 0.50-0.68. Menurut Wakenell (2010), kisaran rasio H/L yang normal untuk unggas sebesar 0.34-0.43. Kisaran rasio H/L pada puyuh hasil penelitian berada sedikit diatas kisaran normal, mengindikasikan bahwa puyuh mengalami stres. Ini berhubungan dengan suhu lingkungan pemeliharaan yang fluktuatif (27-33°C), cekaman yang diterima puyuh ketika pengambilan darah serta keadaan di sekitar lokasi pemeliharaan yang kurang nyaman, sehingga meningkatkan rangsangan produksi limfosit dalam darah sebagai respon imunitas dalam tubuh puyuh. Tabel 6 Suhu dan kelembaban selama penelitian Pagi Siang Sore
Suhu (oC) 27 33 30
Kelembaban (%) 84.64 60.73 70.50
Fluktuasi nilai parameter yang terjadi walaupun pada kisaran normal juga merupakan suatu upaya fisiologis tubuh untuk melakukan proses homeostasis dalam menjaga kestabilan kadar leukosit dan rasio H/L dalam darah (Guyton and Hall, 2010). Kim et al. (2005) menyatakan bahwa peningkatan kortisol dalam sirkulasi darah akan diikuti pula dengan peningkatan mobilisasi heterofil, perpanjangan hidup heterofil dan penghancuran limfosit sehingga terjadi peningkatan rasio H/L. Hal ini sesuai dengan kondisi yang lingkungan tempat pemeliharaan sehingga menunjukkan nilai rasio H/L yang tinggi.
14
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Substitusi 15% dedak gansum kasar dan 6% tepung tepung daun mengkudu terhadap penggunaan jagung tidak mempengaruhi profil darah secara keseluruhan serta masih dapat mempertahankan profil darah yang normal.
Saran Perlu dilakukan penelitian penggunaan imbangan energi dengan minyak kelapa agar pengaruh tepung daun dapat terlihat lebih jelas. Selain itu peningkatan level penggunaan dedak gandum kasar serta pemberian kombinasi tepung daun yang berlevel dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Afiza M. 2009. Profil darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan berenergi tinggi pada periode obesitas empat bulan pertama [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anggorodi R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Anggraeni S. 2011. Penggunaan wheat bran sebagai bahan baku alternatif pengganti jagung pada ikan nila Oreochromis niloticus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bogasari, Laboratorium Quality Control. 1999. Analisa Kimia Pollard dan Bran. PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills. Jakarta (ID): Bogasari. Campo JL, Gil MG, Munoz I, Alonso M. 2000. Relationship between bilateral asymmetry and tonic immobilit)-reaction or heterofil to limfosit ratio in five breeds of chickens. Poult Sci. 79:453-459. Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technisians. Missouri (US): Mosby, Inc. Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. USA: Saunders Company. Djulardi A, Muis H, Latif SA. 2006. Nutrisi Aneka Satwa Ternak Harapan. Padang (ID): Universitas Andalas . Guyton AC, Hall JE. 2010. Textbook of Medical Physiology. 12th Ed. Philadelphia (US) : W. B. Saunders Company. Harper LJ. 2006. Pangan, Gizi dan Pertanian. Terjemahan: Suhardjo. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelpia (US): Lea and Febger. Kim CY, Han JS, Suzuki T, Han SS. 2005. Indirect indicator of transport stress in hematological values in newly acquired cynomolgus monkeys. J Med Primatol. 34:188-192.
15 Kim HK, Kwon MK, Kim JN, Kim CK, Lee YJ, Shin HJ, Lee J, Lee HS. 2010. Identification of novel fatty acid glucosides from the tropical fruit Morinda citrifolia L. J Phytol. 3:238-241. Lesson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3th Ed. Canada (US): Nottingham University Press. Maina JG, Beames RM, Higgs D, Mbugua PN, Iwama G, Kisia SM. 2002. Digestibility and feeding value of some feed ingredients fed to tilapia Oreochromis niloticus (L,). Aquaculture Research 33:853-862. McGill Physiology Virtual Lab. 2009. Blood cell indices_MCH and MCHC [Internet]. 2013. [diunduh tahun 2013 April 28]. Bogor. Tersedia pada http://www.mcgill.ca. Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diadnosis. Third Edition. USA : Saunders. Muchtadi D. 2001. Aspek Biokimia. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung Press. Ngitung R, Bahri A. 2008. Fenologi dan tingkat kemasakan benih mengkudu (Morinda citrifolia L.). J Agroland. 15(3):204-209. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Praseno K. 2005. Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral Cu, Fe dan Zn pada ayam (Gallus gallus domesticus). J Indo. Trop. Anim. Agric. 30(3):179-185. Reece WO. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals. 3th Ed. USA: Blackwell Publishing. Sastradipraja D, Sikar SHS, Widjajakusuma R, Ungerer T, Maad A, Nasution H, Sunawinata R, Hamzah R. 1989. Penuntun Praktikum Veteriner. PAU Ilmu Hayat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Strakova E, Suchy P, Kabelova R, Vitula F, Herzig I. 2010. Values of selected haematological indikators in six species of feathered game. Acta Vet. Brno. 79:3-8. Sturkie PD, Griminger. 1976. Blood : Physical characteristic. formed elements. haemoglobin. and coagulation. Di dalam P. D. Sturkie, editor. New York (US): Springer-Verleg. Sumiati. 2005. Rasio molar asam fitat : Zn untuk menentukan suplementasi Zn dan enzym phytase dalam ransum berkadar asam fitat tinggi [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Suripta H, Astuti P. 2007. Pengaruh penggunaan minyak lemuru dan minyak sawit dalam ransum terhadap rasio asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam telur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica). J Indo. Trop. Anim. Agric. 32(1):22-27. Swenson. 1984. Duke’s Phisiology of Domestic Animails. 10th Ed. London (UK): Cornel University Press. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
16 Tortora GJ, Anagnostakos NP. 1990. Principles of Anatomy and Physiology. 6th Ed. New York (US): Harper & Row Publisher. Wakenell PS. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. 6th Ed. Weiss DJ, Wardrop KJ, editor. Oxford (GB): Blackwell Publishing Ltd. Wardiny TM. 2006. Kandungan vitamin A, C dan kolesterol telur ayam yang diberi mengkudu (Morinda citrifolia) dalam ransum. [tesis]. Bogor (ID): Program Studi Ilmu Ternak, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Widodo W. 2005. Nutrisi dan pakan unggas kontekstual. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus. 3:396-400.
17 Lampiran 1 Hasil Pengolahan Data Konsumsi Nutrien ANOVA Konsumsi Ransum db 3 12 15
KT 8.616 1.756
F 4.906
Sig. .019
JK
db
KT
F
Sig.
1.434
3
.478
11.602
.001
Galat
.494
12
.041
Total
1.929
15
Perlakuan Galat Total
JK 25.847 21.072 46.919
ANOVA Konsumsi Protein Kasar Perlakuan
Lampiran 2 Hasil Pengolahan Data Profil Darah ANOVA Jumlah Benda Darah Merah (Eritrosit) JK
Db
KT
F
Sig.
5.028
3
1.676
.681
.581
Galat
29.550
12
2.462
Total
34.577
15
Perlakuan
ANOVA Persentase Hematokrit JK
db
KT
F
Sig.
24.625
3
8.208
.270
.846
Galat
365.375
12
30.448
Total
390.000
15
Perlakuan
ANOVA Kadar Hemoglobin JK
db
KT
F
Sig.
1.080
3
.360
.163
.919
Galat
26.438
12
2.203
Total
27.518
15
Perlakuan
18 Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data Diferensiasi Leukosit ANOVA Persentase Eusinofil JK
db
KT
F
Sig.
1.688
3
.562
.077
.971
Galat
87.750
12
7.312
Total
89.438
15
Perlakuan
ANOVA Persentase Heterofil JK
db
KT
F
Sig.
Perlakuan
167.500
3
55.833
1.025
.416
Galat
653.500
12
54.458
Total
821.000
15
ANOVA Persentase Limfosit JK
db
KT
F
Sig.
77.250
3
25.750
.476
.705
Galat
648.500
12
54.042
Total
725.750
15
Perlakuan
ANOVA Persentase Monosit JK
Db
KT
F
Sig.
1.500
3
.500
.444
.726
Galat
13.500
12
1.125
Total
15.000
15
ANOVA Persentase Basofil JK
Db
KT
F
Sig.
1.000
.426
Perlakuan
Perlakuan
.188
3
.062
Galat
.750
12
.062
Total
.938
15
19 ANOVA Nilai MCV JK
db
KT
F
Sig.
5985.332
3
1995.111
1.020
.418
Galat
23483.016
12
1956.918
Total
29468.348
15
Perlakuan
ANOVA Nilai MCHC JK
db
KT
F
Sig.
6.285
3
2.095
.246
.863
Galat
102.316
12
8.526
Total
108.600
15
Perlakuan
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 bulan Agustus tahun 1990 dan diberi nama Nursasih. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Muhammad (Alm) dan Ibu Acum. Pendidikan dasar penulis diawali pada tahun 1997 di SDN Cikaret 01 dan diselesaikan pada tahun 2003. Pendidikan selanjutnya yaitu di SMP Negeri 9 Bogor pada tahun 2003 hingga tahun 2006. Penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor dimulai pada tahun 2006 hingga tahun 2009. Tahun 2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa studi di IPB penulis aktif di organisasi mahasiswa HIMASITER (2011-2012). Selain kegiatan keorganisasian, penulis juga sempat mengikuti kegiatan magang di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi pada tahun 2011 dan di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan pada tahun 2012. Penulis merupakan salah satu mahasiswa penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) pada tahun 2009 dan beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) pada tahun 2012-2013. Pada tahun 2013 penulis pernah aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Nutrisi.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Widya Hermana MSi dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS, selaku dosen pembimbing atas bimbingannya selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Bapak Dr Ir Ibnu Katsir Amrullah MS dan Dr Rudi Afnan SPt MScAgr selaku dosen penguji sidang Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Darmawan atas bimbingan, bantuan dan kerjasamanya selama analisis di laboratoriussssm. Terima kasih kepada rekan-rekan sepenelitian (Ruri, Ali dan Kak Anas) yang sudah bekerja keras dan meluangkan banyak waktu untuk penelitian ini. Tidak lupa kepada Nando, sahabat tercinta (Meta, Mesy, Lisa dan Esa) dan keluarga INTP 46 atas semangat dan dukungannya selama penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orangtua dan seluruh keluarga atas doa, nasehat dan semangat yang diberikan.