Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Drs. Anthony Budiawan, CMA Rektor Institut Binis dan Informatika Indonesia (IBII) Direktur Eksekutif Indonesia Institute for Financial and Economic Advancement (IIFEA) Jakarta, Auditorium Kampus IBII, Rabu, 21 Maret 2012 Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Topik Pembahasan
Latar Belakang Tata kelola Migas Dalam APBN Kebijakan Perubahan RAPBN 2012 dan Dampaknya Mitos APBN Dalam Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Kesimpulan Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 2
LATAR BELAKANG
Perubahan APBN 2012 dan Kenaikan Harga BBM Premium
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 3
Alasan dan Tujuan Perubahan APBN 2012 Alasan Perubahan
Perkembangan indikator ekonomi terkini jauh berbeda dengan asumsi dasar makro sehingga dikhawatirkan akan membahayakan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability)
Tujuan Perubahan
Menjaga sustainabilitas fiskal Memperbaiki efisiensi ekonomi Meningkatkan investasi untuk menstimulasi ekonomi Menjaga daya beli masyarakat Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kebijakan yang Ditempuh
Menaikkan harga BBM jenis premium sebesar Rp 1.500/liter Memberi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM – dulu BLT)
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 4
Perkembangan Asumsi Dasar Makro APBN 2012
RAPBN-P 2012
Indikator Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Inflasi (%, yoy) Nilai Tukar (Rp/US$) Suku Bunga SPN-3 bulan (%) Harga Minyak ICP (US$/barel) Lifting Minyak (ribu barel/hari)
APBN 2012 6,7 5,3 8.800 6,0 90 950
RAPBN-P 2012 6,5 7,0 9.000 5,0 105 930
Anggaran Belanja, Subsidi dan Defisit Anggaran Belanja (Rp triliun) Anggaran Belanja Subsidi Energi (Rp triliun) Anggaran Belanja Subsidi BBM, LPG, BBN (Rp triliun) Anggaran Belanja Subsidi Listrik (Rp triliun) Defisit Anggaran (Rp triliun) Defisit Anggaran (% PDB)
APBN 2012 1.435,4 168,6 123,6 45,0 124,0 1,5
RAPBN-P 2012 1.534,6 230,4 137,3 93,1 190,1 2,2
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
BBM Subsidi = Minyak tanah, (bio)premium, (bio)solar Harga BBM Premium naik Rp 1.500 per liter Target konsumsi volume BBM bersubsidi tetap 40 juta KL
Page | 5
TATA KELOLA MIGAS, KHUSUSNYA MINYAK BUMI, DALAM APBN
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 6
Persepsi Umum Tentang BBM • Produksi minyak Indonesia turun secara konsisten, Indonesia sudah menjadi negara net importir BBM • Tahun 2004 Indonesia produksi lebih dari 1,4 juta barel BBM per hari, dan tahun 2012 target produksi hanya 930 ribu barel per hari • Masih banyak rakyat belum mampu membeli harga BBM berdasarkan harga keekonimiannya (harga ICP) sehingga harus “disubsidi” oleh pemerintah • BBM yang “disubsidi” adalah minyak tanah, premium dan biopremium, solar dan biosolar • “subsidi” dalam hal ini adalah selisih harga minyak Indonesia (ICP) dengan harga domestik yang diatur pemerintah Subsidi BBM merupakan beban keuangan negara yang sangat serius Defisit APBN 2012 (Rp 124 triliun) berasal dari Subsidi BBM (Rp 123,6 trilliun)
Benarkah BBM merupakan beban bagi keuangan Negara? Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 7
Tata Kelola Pendapatan dan Belanja BBM APBN 2012
RAPBN-P 2012
Penerimaan PPh Migas Rp 60.915,6 miliar PNBP Migas Rp 159.471,9 miliar Total Penerimaan Rp 220.387,5 miliar
Penerimaan PPh Migas Rp 64.596,3 miliar PNBP Migas Rp 189.608,6 miliar Total Penerimaan Rp 254.204,9 miliar
Pengeluaran Subsidi BBM Rp 123.599,7 miliar DBH Migas Rp 32.276,2 miliar Total Pengeluaran Rp 155.875,9 miliar
Pengeluaran Subsidi BBM Rp 137.379,8 miliar DBH Migas Rp 35.345,5 miliar Total Pengeluaran Rp 172.725,3 miliar
SURPLUS
SURPLUS
Subsidi Listrik
Rp 64.511,6 miliar Rp 44.960,2 miliar
Subsidi Listrik
Rp 81.479,6 miliar Rp 93.052,7 miliar
Yang perlu dinaikkan harga premium atau tarif listrik??? Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 8
Dampak Perubahan Asumsi Makro Terhadap Pendapatan dan Belanja BBM APBN 2012
RAPBN-P 2012
Penerimaan PPh Migas Rp 60.915,6 miliar PNBP Migas Rp 159.471,9 miliar Total Penerimaan Rp 220.387,5 miliar
Penerimaan PPh Migas Rp 64.596,3 miliar PNBP Migas Rp 189.608,6 miliar Total Penerimaan Rp 254.204,9 miliar
Pengeluaran Subsidi BBM Rp 123.599,7 miliar DBH Migas Rp 32.276,2 miliar Total Pengeluaran Rp 155.875,9 miliar
Pengeluaran Subsidi BBM Rp 137.379,8 miliar DBH Migas Rp 35.345,5 miliar Total Pengeluaran Rp 172.725,3 miliar
SURPLUS
SURPLUS
Rp 64.511,6 miliar
Rp 81.479,6 miliar
• Perubahan asumsi makro meningkatkan penerimaan negara dari minyak bumi (Penerimaan migas meningkat dan DBH migas juga meningkat) Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 9
Neraca BBM setelah Dikurangi Subsidi Selalu Surplus APBN 2010 Penerimaan PPh Migas Rp 39.882,7 miliar PNBP Migas Rp 101.259,3 miliar Total Penerimaan Rp 141.142,0 miliar Pengeluaran Subsidi BBM Rp 82.351,3 miliar DBH Migas Rp 35.196,4 miliar Total Pengeluaran Rp 117.547,7 miliar SURPLUS
Laporan Keuangan Pertamina 2010 (Konsolidasi) Laba Kotor Laba Usaha Laba Bersih
Rp 45.548,8 miliar Rp 27.781,1 miliar Rp 16.775,6 miliar
Subsidi yang diterima dari Pemerintah Rp 75.976,2 miliar
Rp 23.594,3 miliar
Menjadi net importir minyak bukan berarti Indonesia mengalami defisit dalam APBN dalam memenuhi kebutuhan minyak nasional Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 10
Surplus BBM Meningkat tahun 2012 vs. 2010 APBN 2010
APBN 2012
Penerimaan PPh Migas Rp 39.882,7 miliar PNBP Migas Rp 101.259,3 miliar Total Penerimaan Rp 141.142,0 miliar
Penerimaan PPh Migas Rp 60.915,6 miliar PNBP Migas Rp 159.471,9 miliar Total Penerimaan Rp 220.387,5 miliar
Pengeluaran Subsidi BBM Rp 82.351,3 miliar DBH Migas Rp 35.196,4 miliar Total Pengeluaran Rp 117.547,7 miliar
Pengeluaran Subsidi BBM Rp 123.599,7 miliar DBH Migas Rp 32.276,2 miliar Total Pengeluaran Rp 155.875,9 miliar
SURPLUS SURPLUS + DBH
SURPLUS SURPLUS + DBH
Rp 23.594,3 miliar Rp 58.790,7 miliar
Rp 64.511,6 miliar Rp 96.787,8 miliar
DBH (migas) bukan pengeluaran (belanja) negara yang riil Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 11
KEBIJAKAN PERUBAHAN RAPBN 2012 DAN DAMPAKNYA
from poor to poor
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 12
Asumsi dan Parameter BBM subsidi dalam APBN
Parameter (ribu KL)
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Premium
16.770,3
17.598,7
18.975,4
20.947,0
23.040,2
24.538,6
Minyak tanah
10.013,6
9.689,1
7.710,5
4.593,6
2.350,6
1.800,0
Minyak solar
11.036,7
10.149,5
11.538,4
11.817,7
12.831,0
14.155,0
Total volume BBM subsidi
37.820,6
37.437,3
38.224,3
37.358,2
38.221,8
40.493,6
% premium/total
44,3%
47,0%
49,6%
56,1%
60,3%
60,6%
% minyak tanah/total
26,5%
25,9%
20,2%
12,3%
6,1%
4,4%
% solar/total
29,2%
27,1%
30,2%
31,6%
33,6%
35,0%
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 13
Dampak Incremental Kebijakan RAPBN-P 2012 Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 6,7 5,3 Inflasi (%, yoy) 8.800 Nilai Tukar (Rp/US$) 6,0 Suku Bunga SPN-3 bulan (%) 90 Harga Minyak ICP (US$/barel) 950 Lifting Minyak (ribu barel/hari)
6,5 7,0 9.000 5,0 105 930
Volume BBM subsidi 2010: Total Volume - Premium (60%) - Lainnya
40 juta KL 24 juta KL 16 juta KL
PPh minyak Rp 3.859,6 miliar PNBP minyak Rp 30.782,4 miliar Delta Penerimaan Rp 34.642,0 miliar
PPh minyak Rp 3.859,6 miliar PNBP minyak Rp 30.782,4 miliar Delta Penerimaan Rp 34.642,0 miliar
Tanpa kenaikan harga premium Delta Subsidi Rp 48.741,9 miliar Delta Defisit Rp 14.099,9 miliar
Harga premium naik Rp 1.500 / liter Delta Subsidi Rp 12.741,9 miliar
Surplus Migas anggaran APBN 2012 Rp 64,5 triliun setelah DBH (Rp 96,8 triliun sebelum DBH) Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Dampak incremental pada anggaran 2012: Surplus Rp 21,9 triliun Page | 14
Kebijakan RAPBN-P 2012: from-poor-to-poor PPh minyak PNBP minyak Penerimaan
Rp 3.859,6 miliar Rp 30.782,4 miliar Rp 34.642,0 miliar
Tanpa kenaikan harga premium Subsidi Minyak Rp 48.741,9 miliar
PPh minyak PNBP minyak Penerimaan
Rp 3.859,6 miliar Rp 30.782,4 miliar Rp 34.642,0 miliar
Harga premium naik Rp 1.500 / liter Subsidi Minyak Rp 12.741,9 miliar
Subsidi BBM turun Rp 36 triliun: Rp 1.500 x 24 juta kiloliter From-poor-to-poor
Subsidi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM = dulu BLT) sebesar Rp 25,6 triliun didanai oleh kenaikan harga premium Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 15
Dampak Kenaikan Harga BBM dan BLSM pada Defisit Anggaran APBN 2012 Defisit Anggaran % defisit/PDB
Rp 124,0 triliun 1,53%
RAPBN-P 2012 Defisit Anggaran % defisit/PDB
Rp 190,1 triliun 2,23%
Tanpa kenaikan harga premium dan tanpa subsidi BLSM: Defisit bertambah Defisit Anggaran % defisit/PDB
Rp 10,4 triliun Rp 200,5 triliun 2,35%
Anggaran Belanja RAPBN-P 2012: Harga BBM naik dan ada BLSM Subsidi BBM Rp 137,4 triliun BLSM Rp 25,6 triliun Total Rp 163,0 triliun Net Migas
Rp 118,7 triliun
Harga BBM tidak naik dan tidak ada BLSM Subsidi BBM Rp 173,4 triliun BLSM Rp --- triliun Total Rp 173,4 triliun Net Migas
Rp 82,7 triliun
Subsidi listrik naik sebesar Rp 48 triliun (dari Rp 45 triliun menjadi Rp 93 triliun) Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 16
MITOS APBN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
pro-poor, pro-job, pro-growth tergantung dari APBN adalah ilusi
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 17
Mitos APBN dan Pembodohan Masyarakat Mitos APBN diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional (= PDB) APBN diharapkan dapat menciptakan kesempatan lapangan kerja APBN diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan APBN diharapkan dapat meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat Fakta Belanja Negara (Gc) hanya sekita 9% dari PDB Peningkatan belanja negara sebesar 10% hanya akan meningkatkan PDB 0,9% Peningkatan belanja negara (melalui pajak) akan berdampak pada penurunan variabel ekonomi lainnya (konsumsi rumah tangga), kecuali melalui defisit APBN merupakan ladang pendapatan sampingan (= proyek) bagi segelintir orang untuk menghasilkan pendapatan yang besar???? Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 18
Defisit, APBN dan Pembangunan Ekonomi Sisa Anggaran Lebih Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Rp (trl) 10,5 10,9 8,5 90,4 41,2 86,9
Pertumbuhan ekonomi dapat tercapai meskipun realisasi defisit jauh di bawah anggaran APBN tidak berpengaruh pada aktivitas ekonomi
Sumber anggaran belanja diperoleh dari pendapatan Pajak (atau defisit) Pengenaan pajak akan mengurangi kemampuan konsumsi masyarakat Belanja melalui konsumsi masyarakat lebih efektif dari pada melalui negara Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 19
Keuangan Negara Sangat Sehat
Keuangan negara tidak dalam tekanan untuk mengurangi defisit Neraca keuangan tidak ekspansif Defisit untuk pembangunan infrastruktur sangat rasional
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 20
Alternatif Kebijakan
Asumsi dasar makro berubah, subsidi membengak
Yang membengkak subsidi listrik, mengapa harga BBM premiun yang dinaikkan?
Fiscal sustainability: Subsidi harus dikurangi
Subsidi untuk BLSM Bagaimana dengan fiscal sustainability?
Harga BBM premium naik Inflasi akan meningkat Tahun 2005: Inflasi 15% lebih Rakyat miskin bertambah
Alternatif Kebijakan
1. Harga BBM premium tidak naik dan tidak ada BLSM 2. Menurunkan tarif pajak untuk masyarakat bawah 3. UMR naik, tarif pajak perusahaan turun
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 21
Kesimpulan Tata kelola Neraca Pendapatan dan Belanja Migas harus diperbaiki sehinga mencerminkan Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Migas yang sebenarnya
Pendapatan Migas (PNBP) berasal dari Penjualan kepada Pertamina dengan pembukuan sbb: Saat ini: berdasarkan harga pasar Pendapatan Migas Rp 5.944 Subsidi Migas Rp 1.944 *) Surplus Migas Rp 4.000
Diubah menjadi: berdasarkan harga khusus Pendapatan Migas Rp 4.000 **) Subsidi Migas Rp ----Surplus Migas Rp 4.000
*) Selisih harga
**)
pasar dan domestik (Rp 5.944–Rp 4.500=Rp 1.444) + biaya operasi (asumsi=Rp 500)
Harga beli pertamina = harga jual domestik dikurangi biaya operasi (Rp 4.500 - Rp 500)
Kenaikan harga BBM premium ditinjau dari kacamata fiskal tidak mendesak sama sekali: - Persentase defisit anggaran masih jauh di bawah 3% terhadap PDB (sangat prudent) - Persentase total hutang terhadap PDB di bawah 30% (sangat sehat) Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 22
TERIMA KASIH
Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif
Page | 23