SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA
I Nengah Suparta dan I. B. Wiasa Jurusan Pendidikan MatematikaUniversitas Pendidikan Ganesha E-mail:
[email protected]
ABSTRAK: Misalkan S > 1 sebuah bilangan bulat positif dan s1, s2, …, sk adalah semua faktor positif dari S, dengan si < S, untuk semua i, 1 ≤ i ≤ k. Pada tulisan ini faktor-faktor ini akan disebut sebagai faktor sejati dari S. Pada tulisan ini akan dibahas bilangan-bilangan bulat positif S yang mempunyai sifat bahwa jumlah dari semua faktor sejati dari S, ∑ , merupakan suatu prima. Bilangan yg bersifat seperti ini dinamakan bilangan sumprime. Ditemukan bahwa kelas bilanganbilangan ini terkait dengan prima-prima Merssenne. Lebih jauh, kita menurunkan beberapa fakta yang menghubungkan klas bilangan ini dengan konstruksi bilanganbilangan prima. Hasil ini menawarkan suatu alternatif untuk memperoleh bilangan prima. Kata-kata kunci: Bilangan prima, faktor sejati, bilangan sumprime
Teori bilangan adalah suatu topik yang berumur sangat tua yang merupakan salah satu fondasi dari perkembangan matematika. Jika matematika dianggap sebagai ratunya ilmu pengetahuan, teori bilangan adalah ratunya matematika (Carl Friedrich Gauss in Long (1966)). Pernyataan ini bermakna bahwa teori bilangan merupakan suatu kajian yang sangat penting bagi perkembangan matematika. Ada banyak topik menarik dalam matematika yang bermula hanya dari pertimbangan teoretik, dan pada akhirnya menemukan sisi terapannya. Seperti contohnya kajian mengenai bilanganbilangan prima. Bilangan-bilangan prima merupakan topik menarik karena sifat uniknya, yaitu bilangan yang mempunyai tepat 2 faktor; 1 dan bilangan itu sendiri. Akan tetapi, belakangan orang mengetahui bahwa peran bilangan prima sangat penting dalam teknologi komunikasi dan informasi atau kriptografi. Sejak itu kemu-
dian banyak matematisi berlomba untuk menyelidiki sifat-sifat penting lainnya dari bilangan prima yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian bilangan-bilangan prima besar. Akan tetapi di sisi lain, ada juga ditemukan beberapa topik yang sampai saat ini belum menemukan wilayah aplikasinya walaupun konsepnya telah diperkenalkan dan dipelajari dari sejak dahulu kala. Bilangan sempurna yag didefinisikan sebagai bilangan yang mempunyai sifat bahwa jumlah dari semua faktor positifnya sama dengan dua kali bilangan itu sendiri, sampai saat ini belum menemukan aplikasi yang luar biasa. Akan tetapi, terlepas dari kepentingan praktis, sekelompok orang masih terus berjuang keras untuk mengungkap misteri-misteri dibalik teori tentang bilangan sempurna. Beberapa pertanyaan seperti: ”adakah bilangan sempurna ganjil?” atau “apakah banyaknya bilangan sempurna berhingga
865
Suparta dan Wiasa, Suatu Klas Bilangan Bulat, 866
atau tidak berhingga?”, adalah pertanyaanpertanyaan yang menarik. Hal ini menggambarkan bahwa pentingnya matematika tidak melulu harus bersandar pada sudut pandang praktis. W. F. White dalam Long (1966) menyebutkan: “He must be a ‘practical’ man who can see no poetry in mathematics.” Pada tulisan ini diperkenalkan suatu klas dari bilangan-bilangan bulat positif yang mempunyai sifat bahwa jumlah dari faktor-faktor sejatinya sama dengan suatu bilangan prima. Ditemukan bahwa bilangan-bilangan dari klas ini ternyata berhubungan erat dengan konstruksi bilangan-bilangan prima. Bagian berikut dari tulisan ini akan membahas tentang definisi-definisi dasar, notasi-notasi, serta teori-teori dasar, yang detailnya akan disajikan pada Bagian II. Hasil-hasil studi dan pembahasannya akan diuraikan pada Bagian III. Selanjutnya, pada Bagian IV akan dipaparkan beberapa catatan dan simpulan. Perlu disampaikan bahwa pada seluruh isi tulisan ini sebutan bilangan prima nantinya sering hanya disebut prima saja. KAJIAN PUSTAKA Bagian ini akan dimulai dengan mendefinisikan pengertian faktor sejati dari suatu bilangan bulat positif. Sebuah bilangan positif d dikatakan merupakan sebuah faktor sejati dari suatu bilangan bulat positif n, jika n habis dibagi oleh d dan d < n. Berdasarkan definisi ini, bilangan bulat 1 selalu merupakan faktor sejati dari sebarang bilangan bulat yang lebih dari 1. Berikut ini adalah fungsi yang sangat dikenal dalam matematika yang dinamakan sebagai fungsi sigma, yang dinotasikan dengan . Fungsi sigma ini merelasikan suatu bilangan bulat positif n dan jumlah dari semua faktor positifnya. Jika n adalah suatu bilangan bulat positif dan d adalah
sebarang faktor dari n (termasuk n sendiri), maka (n) didefinisikan sebagai ∑ . Sebagai contohnya, (6) = 1 + 2 + 3 + 6 = 12, dan (8) = 1 + 2 + 4 + 8 = 15. Diketahui bahwa jika suatu bilangan bulat positif n memenuhi sifat (n) = 2n, maka n disebut suatu bilangan sempurna (perfect number). Jadi, 6 adalah sebuah contoh dari bilangan sempurna, karena (6) = 12 = 2×6. Sebagaimana disebutkan pada sektion sebelumnya, tulisan ini secara utamanya akan membahas suatu klas bilangan dari bilangan-bilangan bulat positif yang memenuhi sifat bahwa jumlah dari semua faktor sejatinya sama dengan suatu prima. Bilangan-bilangan seperti ini akan dinamakan bilangan sumprime. Jadi, jika n adalah sebuah bilangan sumprime, maka (n) – n adalah suatu prima. Sebagai contohnya, 4 adalah bilangan sumprime karena jumlah dari faktor-fktor sejatinya, (4) – 4 = 1 + 2 = 3 merupakan prima. Bilangan 8 juga merupakan suatu bilangan sumprime karena (8) – 8 = 1 + 2 + 4 = 7 adalah prima. Akan tetapi, 6 bukan bilangan sumprime karena (6) – 6 = 1 + 2 + 3 = 6 bukan merupakan prima. Mudah diamati bahwa bilangan-bilangan sumprime tidak dapat merupakan bilangan prima, karena jika p adalah sebuah prima maka (p) – p = 1 yang bukan sebuah prima. Bagian ini akan ditutup dengan teorema berikut yang bukti rincinya dapat ditemukan dalam beberapa buku teori bilangan elementer. Teorema 2.1 Jika n = p1p2 … pk, dimana p1, p2, …, pk adalah k buah prima berbeda, maka (n) = (p1p2 …pk – 1) + pk (p1p2 …pk – 1).
867, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Proof. Karena p1p2 … pk adalah primaprima dan pi pj untuk semua i j, diperoleh (p1p2 … pk–1pk) = (p1p2…pk–1) (pk )
Dengan menggunakan Teorema 3.1 diperoleh bahwa 75 = 16807 adalah bilangan sumprime karena
= 2801
merupakan sebuah prima.
= (p1p2 … pk – 1) = (p1p2 … pk–1) = (p1p2 … pk–1) + pk (p1p2 … pk–1).
2 k adalah sumprime jika dan hanya jika 2 k 1 adalah prima, Akibat 3.2
untuk suatu bilangan bulat positif k. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil-hasil menarik yang diperoleh berkaitan dengan klas bilangan sumprime adalah hubungannya dengan konstruksi bilangan-bilangan prima. Teorema 3.1 p k adalah sumprime jika
p 1 adalah prime. p 1 k
dan hanya jika
Teorema 3.3 Misalkan p dan q merupakan bilangan-bilangan prima berbeda. Maka, pq adalah sumprime jika dan hanya jika p + q + 1 adalah prima. Proof. Perhatikan bahwa karena p dan q adalah prima-prima berbeda, maka diperoleh
pq pq 1 p q pq pq
Sebelum membuktikan teorema di atas, diingatkan bahwa jika p = 2 dan 2k – 1 adalah prima, maka kita berurusan dengan prima-prima Merssene. Kasus khusus ini akan diformulasikan sebagai sebuah akibat (corollary) dari teorema ini. Lebih jauh, sebagaimana dinyatakan sebelumnya, dapat diamati bahwa teorema ini menyodorkan suatu cara untuk menghasilkan bilangan-bilangan prima. Bukti. Amati bahwa = =
1 p q. Itu berarti, (pq) – pq prima jika dan hanya jika p + q +1 prima. Sebagai contoh, 11 dan 31 adalah primaprima berbeda dan 11 + 31 + 1 = 43 adalah prima. Berdasarkan pada teorema di atas didapatkan bahwa 11 × 31 = 341 adalah sumprime. Catat bahwa 1 + p + q= (p) + q( (p) – p). Dengan menggunakan ekspresi yang serupa, Theorem 3.3 dapat diperumum menjadi teorema berikut ini. Teorema 3.4 Misalkan p, q, r, merupakan prima-prima berbeda. Maka, pqr adalah sumprime jika dan hanya jika (pq) + r( (pq) – pq) adalah prima.
= = (
)
.
Oleh karena itu diperoleh bahwa
p k 1 p 1
adalah prima jika dan hanya jika ( juga prima.
)
Bukti. Perhatikan bahwa (pqr) – pqr = 1 + p + q + r + pq + pr + qr + pqr – pqr = 1 + p + q + pq + r(1 +p + q) = (pq) + r( (pq) – pq). Sekarang jelas bahwa (pqr) – pqr prima jika dan hanya jika (pq) + r( (pq) – pq) prima.
Suparta dan Wiasa, Suatu Klas Bilangan Bulat, 868
Dengan meniru pembuktian dari teorema ini, hasil di atas dapat diperumum sebagaimana diformulasikan berikut ini. Teorema 3.5 Misalkan p1, p2, …, pk adalah k buah prima berbeda. Maka, p1p2…pk adalah sumprime jika dan hanya jika (p1p2…pk – 1) + pk ( (p1p2…pk – 1) – p1p2…pk – 1) adalah prima. Bukti. Dengan menggunakan Theorem 2.1 pada Bagian II, Teorema 3.5 ini dapat dibuktikan segera. Teorema 3.6 Misalkan p dan q merupakan dua prima berbeda, dan misalkan t dan k merupakan bilanganbilangan bulat positif. Maka, hasil kali plpk adalah sumprime, jika dan hanya jika (
)
(
)
adalah
prima. Bukti. Untuk bilangan-bilangan prima berbeda p dannd q diperoleh bahwa (plqk) – plqk =
plqk =
(
)
(
)
.
Berdasarkan pada identitas di atas teorema terbukti. Teorema berikut memberikan batasan di ruang mana tidak dimungkinkannya untuk ditemukan bilangan-bilangan sumprime.
DAFTAR RUJUKAN Long, C. T. 1966. Elementary Introduction to Number Theory. Washington: D.C. Heath and Company.
Teorema 3.7 Jika n = 2p, dimana p sebuah prima ganjil, maka n bukan sumprime. Bukti. Karena p adalah sebuah prima ganjil, maka p dapat dituliskan sebagai salah satu dari 4k + 1 atau 4l + 3. Selanjutnya diperoleh (2p) – 2p = 1 + 2 + p, yang sama dengan 3 + 4k + 1 = 4(k + 1) untuk p = 4k + 1, atau sama dengan 3 + 4l + 3 = 2(2l + 3) untuk p = 4l + 3. Dalam setiap kasus diperoleh bahwa (2p) – 2p bukan merupakan suatu prima. Oleh karena itu, n = 2p bukan sebuah sumprime. KESIMPULAN Telah diturunkan pada tulisan ini hubungan antara bilangan-bilangan sumprime dan bilangan-bilangan prima. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa jika dalam kasus tertentu diketahui bahwa sebuah bilangan adalah sumprime, maka suatu bilangan prima telah dapat dikonstruksi. Permasalahannya adalah pada bagaimana mengenali suatu bilangan adalah sebuah bilangan sumprime tanpa harus memeriksa keprimaannya (primality) dari jumlah faktor-faktor sejatinya. Jadi, merumuskan karakteristik yang seperti ini dari bilangan-bilangan sumprime adalah merupakan kajian yang sangat relevan untuk kemudian dilakukan.
869, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013