Jurnal Kimia Mulawarman Volume 8 Nomor 1, November 2010 Kimia F-MIPA Unmul
ISSN 1693-5616
STUDY SENYAWA KIMIA DALAM FASE EKSTRAK ETIL ASETAT SIMPLISIA Cinnamomum spp. Secara KCKT dan KG-SM STUDY OF CHEMICAL COMPOUND IN ETHYL ASETAT EXSTRACT PHASE OF Cinnamomum spp. BY HPLC AND GC-MS Yatri Hapsari dan Partomuan Simanjuntak Laboratorium Biofarmaka, Puslit Bioteknologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. Raya Baogor Km 46 Cibinong 16911; Tilp. (021)-875-4587; Fax. (021)-875-4588; E-mail :
[email protected]
Abstract Cinnamomum burmanii (Nees nā Th. Nees) Blume, Cinnamomum culilaban (L.) J.S. Presl dan Cryptocarpa massoy (Oken) Kosterm are a rare plant species that grow in Indonesia. Species with this same of genus (Cinnamomum) is a potential in the field of medicine, but the comparison of the composition and concentration of the chemical content has not been known so their utilization in medical applications is not optimal. Therefore, the research was conducted in order to analyze of chemical compounds in ethyl acetate extracts phase of three plants by chromatography, They were the HPLC (High Performance Liquid Chromatography), and GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) analysis. The analysis was done of the ethyl acetate extract phase in order to identify of chemical compounds which largely composed of essential oils. Based on the results of HPLC analysis, with using by the reference standards of eugenol showed that in Cinnamomum burmanii and Cinnamomum culilaban (L.) J.S. Presl identified contain of eugenol essential oils, 0.18% and 3.11% respectively. Based on the result of GC-MS analysis, Cinnamomum burmanii was found two components of chemical compounds main with the largest og percentage, They were sinamaldehid (90.24%) and coumarin (53.46%) compounds. On the Cinnamomum culilaban (L.) J.S. Presl was found four components of chemical compounds main, They were metileugenol (40.68%), verbanone (14.58%), terpinol (8.74%) and spathulenol (8.12%) compounds. Later in the Cryptocarpa massoy (Oken) Kosterm was found three components of chemical compounds
main, They were massoyalakton (73.64%), butanoat acid (12.25%) and pentadekanoat acid (9.76%) compounds. A. PENDAHULUAN Indonesia yang beriklim tropis menyebabkan tanahnya subur sehingga banyak jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dan beberapa jenis di antaranya memiliki khasiat sebagai obat. Namun, sebagian besar dari tumbuhan obat itu tidak diketahui oleh manusia sehingga tidak pernah dipelihara dan dilestarikan dengan baik keberadaannya. Hal tersebut menyebabkan manusia semakin tidak mengenal jenis-jenis tumbuhan obat dan akhirnya menyebabkan tumbuhan obat tersebut berkesan sebagai tanaman liar dan bahkan keberadaannya sering tidak dianggap (Syamsuduhidayat, 1991; Ahmad, 2006). Sebagai contoh adalah tumbuhan langka kayu manis [Cinnamomum burmanii (Nees nā Th. Nees) Blume], kayu lawang [Cinnamomum culilaban (L.) J.S. Presl] dan kayu masoyi [Cryptocarpa massoy (Oken) Kosterm] (Din.Hut., 1993) Secara umum kegunaan tumbuhan sebagai obat sebenarnya disebabkan oleh komposisi dan kadar kandungan kimia yang dimilikinya. Namun, setiap tumbuhan memiliki komposisi dan kadar kandungan kimia yang berbeda-beda atau memiliki komposisi kandungan kimia yang sama tetapi dengan kadar yang berbeda. Selain itu, dapat juga berasal dari genus yang Kimia F-MIPA Unmul
sama tetapi komposisi dan kadar kandungan kimia yang dimilikinya berbeda. Hal-hal tersebut, menyebabkan khasiat yang ditimbulkan oleh tumbuhan menjadi berbeda-beda juga. Sebagai contoh adalah tumbuhan kayu manis, kayu lawang dan kayu masoyi. Ketiganya merupakan tumbuhan yang berasal dari genus yang sama yaitu Cinnamomum tetapi memiliki perbandingan dalam hal komposisi dan kadar kandungan kimia sehingga khasiat yang dimilikinya pun berbeda. Pada kayu manis ditemukan senyawa eugenol, safrol, sinnamaldehid, tanin, damar, Caoksalat, zat penyamak, gula dan pati. Sedangkan pada kayu lawang ditemukan senyawa eugenol, metileugenol, safrol, dan terpinol. Selanjutnya pada kayu masoyi ditemukan senyawa eugenol, safrol, massoyalakton, pinen, limonene dan penten. Dilihat dari komposisi kandungan kimianya tersebut, kayu manis, kayu lawang dan kayu masoyi memiliki komposisi kandungan minyak atsiri yang tinggi. Meskipun memiliki kandungan senyawa kimia lain tetapi sebagian besar adalah minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan senyawa kimia yang bersifat non polar, sehingga dapat tersari dengan baik menggunakan pelarut non polar seperti etil asetat.
23
Yatri Hapsari dan Partomuan Simanjuntak PUSLIT Bioteknologi LIPI
Khasiatnya terhadap pengobatan kayu manis, kayu lawang dan kayu masoyi terdapat adanya perbedaan. Kayu manis memiliki khasiat untuk mengatasi demam, diare pada anak, meningkatkan nafsu makan, perut mulas dan kembung, asam urat, hernia dan muntah-muntah. Kemudian kayu lawang memiliki khasiat sebagai obat reumatik dan kolera. Sedangkan tumbuhan kayu masoyi memiliki khasiat untuk mengatasi diare, perut mulas, kepala pusing, keputihan, kejang perut, menurunkan panas, perangsang, jamu pasca melahirkan dan sebagai bahan campuran dalam pembuatan dupa (Hariana, 2008; Syamsuduhidayat, 1997). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian dalam rangka menganalisis senyawa kimia dalam fase ekstrak etil asetat simplisia Cinnamomum spp. secara KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) dan KGSM (Kromatografi Gas Spektrometri Massa). Tujuan Penelitian ini adalah (i). mengidentifikasi komposisi kandungan kimia yang terdapat dalam fase ekstrak etil asetat simplisia Cinnamomum spp. melalui metode analisis kromatografi (KLT, KCKT, KGSM), (ii). menganalisis perbandingan komposisi dan kadar kandungan kimia yang terdapat pada tanaman yang berasal dari genus yang sama (Cinnamomum), yaitu: kayu manis, kayu lawang dan kayu masoyi. B. METODOLOGI PENELITIAN Serbuk kayu manis (50gr), kayu lawang (25gr) dan kayu masoyi (50gr) dimaserasi dengan pelarut etanol selama 24 jam, kemudian disaring. Maserasi dilakukan 3 kali, kemudian filtrat diuapkan pada penguap berpusing. Ekstrak etanol yang diperoleh dipartisi dengan pelarut etil asetat dan air dengan perbandingan 1 : 1, kemudian diuapkan dan ekstrak etilasetat digunakan untuk analisa kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas ā spetrometri masa (KG-SM) (Dep.Kes., 2000; Stahl., 1985; Johnson, 1991; Grant, 1996). C. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Ekstraksi a. Pembuatan ekstrak etanol Pada tahap ini, berdasarkan jumlah penimbangan masing-masing serbuk simplisia yang digunakan, yaitu 50 gram serbuk kayu manis, 25 gram serbuk kayu lawang dan 50 gram serbuk kayu masoyi,
dihasilkan persentase ekstrak etanol kering yang berbeda-beda. Perhitungan persentase ekstrak kering dihitung terhadap jumlah serbuk yang digunakan. Rumus: %ekstrak kering =
Bobot ekstrak kering (g) x 100% Bobot serbuk (g) Berdasarkan hasil perhitungan, pada Tabel 1 terlihat bahwa adanya perbedaan persentase jumlah ekstrak kering yang dihasilkan oleh masing-masing simplisia pada proses maserasi. Kayu manis menghasilkan ekstrak kering sebanyak 28,42%, kayu lawang menghasilkan ekstrak kering sebanyak 52,92%, dan kayu masoyi menghasilkan ekstrak kering sebanyak 9,74%. Meskipun pada proses maserasi jumlah serbuk kayu lawang yang digunakan hanya 25 gram, yaitu setengah dari jumlah serbuk kayu manis dan kayu masoyi (50 gram), tetapi dengan perlakuan dan penggunaan jumlah pelarut yang sama kayu lawang menghasilkan persentase ekstrak kering yang paling besar dibandingkan dengan kayu manis dan kayu masoyi. Hal ini disebabkan karena dimungkinkan kandungan senyawa kimia di dalam kayu lawang lebih besar dibandingkan dengan kayu manis dan kayu masoyi, sehingga semakin banyak yang tersari ke dalam pelarut yang digunakan. Banyaknya senyawa kimia yang tersari ke dalam pelarut sangat berpengaruh terhadap persentase yang dihasilkan. b. Partisi ekstrak etanol dengan etil asetat dan air Pada tahap ini, berdasarkan jumlah penimbangan ekstrak etanol yang dihasilkan oleh setiap simplisia pada proses ektraksi sebelumnya, yaitu: 1,0121 gram esktrak etanol kayu manis, 1,0114 gram esktrak etanol kayu lawang dan 1,0105 gram esktrak etanol kayu masoyi, dihasilkan persentase fase air dan fase etil asetat yang berbeda-beda. Persentase fase air dan fase etil asetat dihitung terhadap hasil perolehan bobot ekstrak etanol kering dari masing-masing simplisia. % fase air = bobot fase air kering (g) x % ektrak etanol kering % fase etil asetat = bobot fase etil asetat kering (g) x % ekstrak etanol kering
Tabel 1. Persentase perolehan fase air dan fase etil asetat hasil partisi ekstrak Persentase Jumlah Simplisia Etanol ekstrak air/ EA Perolehan serbuk (g) (%) air 21,34 Kayu Manis 50 28,42 EA 6,18 air 42,91 Kayu Lawang 25 52,92 EA 8,89 air 6,07 Kayu Masoyi 50 9,74 EA 3,08
24
PUSLIT Bioteknologi LIPI
Jurnal Kimia Mulawarman Volume 8 Nomor 1, November 2010 Kimia F-MIPA Unmul
Berdasarkan hasil perhitungan, pada Tabel 1 terlihat adanya perbedaan persentase perolehan ekstrak air dan etil asetat, baik pada kayu manis, kayu lawang maupun kayu masoyi. Hal ini disebabkan karena kandungan senyawa kimia yang terdapat pada kayu manis, kayu lawang dan kayu masoyi memiliki perbedaan. Dari ketiga jenis simplisia, persentase perolehan fase air menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan fase etil asetat. Hal ini berarti jumlah senyawa yang bersifat polar lebih banyak terkandung ke dalam ketiga jenis simplisia. Sebaliknya, hanya sedikit senyawa non polar yang terkandung di dalam ketiga jenis simplisia. Diantara ketiga jenis simplisia, kayu lawang memberikan hasil persentase perolehan fase air dan fase etil asetat yang paling besar yaitu fase air 42,91%
ISSN 1693-5616
dan fase etil asetat 8,89%. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa kimia yang bersifat polar, semi polar maupun non polar lebih banyak terkandung pada kayu lawang. c. Analisis KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) Pada analisis KCKT ini digunakan baku pembanding eugenol. Penggunaan baku pembanding dimaksudkan untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang tedapat di dalam simplisia. Hal ini dilakukan dengan membandingkan antara waktu retensi baku pembanding dengan waktu retensi senyawa kimia. Baku pembanding yang digunakan memiliki kemurnian 96,88%. Eugenol yang akan digunakan dibuat dalam konsentrasi 10%.
Tabel 2. Hasil Analisis KCKT Eugenol No 1. 2. 3. 4.
Simplisia Baku Pembanding Kayu manis Kayu lawang Kayu masoyi
Hasil analisis KCKT menunjukkan bahwa terlihat pola kromatogram yang berbeda dari ketiga jenis simplisia. Hal ini menunjukkan bahwa ada persamaan dan perbedaan kandungan dan kadar senyawa kimia yang terdapat pada ketiga jenis simplisia. Pada analisis KCKT, adanya komponen senyawa kimia dapat dilihat melalui parameter waktu retensi dan luas puncak yang dihasilkan. Setiap komponen senyawa kimia memiliki waktu retensi dan luas puncak yang berbeda-beda. Waktu retensi merupakan parameter yang digunakan untuk analisis kualitatif sedangkan luas puncak merupakan parameter yang digunakan untuk analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan antara waktu retensi senyawa kimia dengan waktu retensi baku pembanding. Berbeda dengan analisis kualitatif, pada analisis kuantitatif
No 1. 2. 3.
Kimia F-MIPA Unmul
Luas Puncak 60487488 18807035 1143218 -
tR (menit) 8,333 8,450 8,325 -
dilakukan berdasarkan dihasilkan.
data
luas
puncak
yang
d. Perhitungan kadar eugenol pada ketiga simplisia: Perhitungan kadar eugenol didasarkan rasio atau tinggi puncak analit dengan baku pembanding, dapat dihitung dengan menggunakan rumus: CU =
AU x CS AS
Keterangan: CU = Kadar analit larutan uji AU = Luas puncak larutan uji AS = Luas puncak baku pembanding CS = Kadar larutan baku pembanding
Tabel 3. Hasil perhitungan kadar eugenol Simplisia Kadar (%) Kayu manis 3,11 Kayu lawang 0,18 Kayu masoyi -
25
Yatri Hapsari dan Partomuan Simanjuntak PUSLIT Bioteknologi LIPI
Pada Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan kadar eugenol pada masing-masing simplisia. Kayu manis memiliki kadar eugenol 3,11% dan kayu lawang memiliki kadar eugenol 0,18%. e. Analisis KGSM (Kromatografi Gas Spektrometri Massa) Hasil yang diperoleh pada analisis KGSM menunjukkan adanya perbedaan profil kromatogram
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Senyawa Asam butanoat Asam heptanoat As.pe ntadekanoat Asam propanoat Calamenene Coumarin Cuminol Lemonene Massoyalakton Metileugenol Mirtenol Naftalen Rubean Sinnamaldehid Sparthulenol Terpinol Timol Verbanol Verbenone
Tabel 4. Hasil analisis KGSM Tanaman Kayu manis Kayu lawang Waktu Kadar Waktu Kadar (menit) (%) (menit) (%) 6,87 4,15 11,57 3,39 11,56 1,62 10,60 53,46 8,57 6,69 10,00 40,68 7,28 4,60 7,15 0,67 7,15 5,78 4,88 3,12 8,30 90,24 12,27 8,12 7,19 8,74 8,66 3,19 6,56 4,34 7,49 14,58
Sama seperti analisis KCKT, data profil kromatogram yang diperoleh pada analisis KGSM juga digunakan untuk melakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif terhadap ketiga jenis simplisia. Pada KGSM, analisis kualitatif dapat langsung dilakukan berdasarkan nama senyawa kimia yang teridentifikasi oleh detektor MS. Informasi nama senyawa kimia yang terdeteksi oleh detektor MS berasal dari database. Selain itu, analisis kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan data persentase masing-masing senyawa kimia terhadap jumlah sampel yang digunakan dalam analisis KGSM. Berdasarkan Tabel 4. terlihat bahwa diantara kayu manis, kayu lawang dan kayu masoyi terdapat adanya persamaan dan perbedaan komposisi dan kadar senyawa kimia. Pada kayu manis dapat dilihat bahwa sebaran senyawa kimia utama berkisar antara 3,39%90,24%. Senyawa dengan kadar tertinggi adalah senyawa minyak atsiri, yaitu sinnamaldehid yang teridentifikasi pada waktu retensi 8,30 menit. Sedangkan senyawa dengan kadar terendah adalah
26
dari ketiga jenis simplisia. Bila dibandingkan terhadap profil kromatogram hasil analisis KCKT, pada profil kromatogram hasil KGSM lebih banyak puncak yang terbentuk. Hal ini karena KGSM memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan KCKT. Banyaknya puncak yang terdeteksi dalam suatu profil kromatogram menunjukkan bahwa banyaknya senyawa kimia yang dapat teridentifikasi, sehingga analisis dapat dikatakan maksimal.
Kayu masoyi Waktu Kadar (menit) (%) 5,47 12,25 8,14 24,89 6,93 9,76 9,79 8,90 11,03 73,64 7,16 16,21 -
senyawa calamenene yang teridentifikasi pada waktu retensi 11,57 menit. Pada kayu lawang dapat dilihat bahwa sebaran senyawa kimia utama berkisar antara 1,62%40,68%. Senyawa dengan kadar tertinggi adalah senyawa minyak atsiri, yaitu metileugenol yang teridentifikasi pada waktu retensi 10,00 menit. Sedangkan senyawa dengan kadar terendah adalah senyawa calamenene yang teridentifikasi pada waktu retensi 11,56 menit. Pada kayu lawang juga ditemukan senyawa dengan persentase terbesar setelah senyawa metileugenol, yaitu senyawa verbenone, terpinol dan spathulenol. Senyawa verbenone memiliki persentase 14,58% dengan waktu retensi 7,49 menit, senyawa terpinol memiliki persentase 8,74% dengan waktu retensi 7,19 menit, sedangkan spathulenol memiliki persentase 8,12% dengan waktu retensi 12,27 menit. Sama seperti kayu manis dan kayu lawang, pada kayu masoyi dapat dilihat bahwa sebaran senyawa kimia utama berkisar antara 6,62%-73,64%. Senyawa dengan kadar tertinggi adalah senyawa massoyalakton PUSLIT Bioteknologi LIPI
Yatri Hapsari dan Partomuan Simanjuntak PUSLIT Bioteknologi LIPI
yang teridentifikasi pada waktu retensi 11,03 menit. Sedangkan senyawa dengan kadar terendah adalah senyawa asam propanoat yang teridentifikasi pada waktu retensi 6,87 menit. Pada kayu masoyi juga ditemukan senyawa dengan persentase terbesar setelah senyawa massoyalakton, yaitu senyawa asam butanoat dan asam pentadekanoat. Senyawa asam butanoat memiliki persentase 12,25% dengan waktu retensi 5,47 menit, sedangkan asam pentadekanoat memiliki persentase 9,76% dengan waktu retensi 6,93 menit. Suatu senyawa dikatakan dominan bila senyawa tersebut memiliki kadar yang tertinggi diantara senyawa lainnya. Pada kayu manis, senyawa sinnamaldehid terlihat dominan diantara senyawa yang lain. Lebih dari 50% kandungan kayu manis adalah senyawa sinnamaldehid. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa sinnamaldehid dapat tersari secara maksimal ke dalam pelarut etanol. Berbeda dengan kayu manis, pada kayu lawang senyawa yang terlihat dominan adalah senyawa metileugenol tetapi persentase metileugenol tidak sebanyak sinnamaldehid dalam kayu manis, yaitu hanya 40,68%. Selanjutnya, pada kayu masoyi senyawa yang terlihat dominan adalah senyawa massoyalakton. Sekitar 73,64% kandungan kayu masoyi adalah senyawa massoyalakton. Setelah melakukan analisis KCKT dan KGSM, terlihat adanya perbandingan terhadap hasil yang diperoleh. Perbandingan hasil tersebut menunjukkan bahwa pada hasil analisis KCKT dan KGSM terdapat persamaan dan perbedaan. Meskipun demikian, hasil analisis KGSM lebih akurat dibandingkan hasil analisis KCKT. Hal ini, karena informasi nama senyawa kimia yang diperoleh pada analisis KGSM berasal dari database. Sedangkan analisis KCKT dipengaruhi oleh penggunaan baku pembanding.
D. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Berdasarkan analisis dengan KCKT menggunakan baku pembanding eugenol, kayu manis memiliki kandungan senyawa eugenol dengan kadar 3,11% dan kayu lawang memiliki kandungan senyawa eugenol dengan kadar 0,18%. Sedangkan untuk kayu masoyi tidak terdeteksi adanya senyawa eugenol. 2. Berdasarkan analisis dengan KGSM, pada kayu manis ditemukan dua komponen senyawa kimia utama, yaitu senyawa sinnamaldehid (90,24%) dan coumarin (53,46%). Pada kayu lawang ditemukan empat komponen senyawa kimia utama, yaitu senyawa metileugenol (40,68%), verbanone (14,58%), terpinol (8,74%) dan spathulenol (8,12%). Sedangkan pada kayu masoyi ditemukan tiga komponen senyawa kimia utama, yaitu senyawa massoyalakton (73,64%), asam butanoat (12,25%) dan asam pentadekanoat (9,76%). Di samping senyawa utama juga ditemukan senyawa kimia lain. Pada kayu manis ditemukan senyawa naftalen dan calamenene. Pada ditemukan senyawa asam propanoat, cuminol, mirtenol, naftalen, rubean, timol, dan calamenene. Sedangkan pada kayu masoyi ditemukan senyawa asam heptanoat, asam propanoat, limonene dan naftalen.
Ucapan Terima kasih : Penulis mengucapkan terima kasih pada Wenny Puspasari atas asistensi dalam melakukan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ahmad I, Aqil F, Owais M. Modern Phytomedicine: Turning Medical Plants Into Drugs. Morlenbach: Wiley-VCH; 2006. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 2000. h. 10-12. 3. Dinas Kehutanan Propinsi I Irian Jaya dan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari. Penelitian Lanjutan Budidaya Pohon Kayu Lawang di Kabupaten Dati II Manokwari. Sorong dan Fak-Fak. Laporan Penelitian. Irian Jaya; 1993. h. 3. 4. Grant DW. Capillary Gas Chromatography. Chichester: John Wiley and Sons Limited; 1996. h. 1-14 5. Hariana AH. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya; 2008. h. 1-2; 15 6. Johnson EI, Stevenson. Dasar Kromatografi Cair. Diterjemahkan oleh Padmawinata. Bandung: Institut Teknologi Bandung; 1991. h. 251, 296 7. Stahl E. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik. Diterjemakan oleh Padmawinata K. Sudiro I. Bandung: Institut Teknologi Bandung; 1985. h. 2-8. 8. Syamsuduhidayat SS, Hutapea RJ. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1991. h. 142. 9. Syamsuduhidayat SS, Hutapea RJ. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1997. h. 125-26. Kimia F-MIPA Unmul
27