Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014
ISSN
0216-7492
STUDY PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PEMESINAN LAJU TINGGI, KERAS DAN KERING Berta br Ginting Dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan Email:
[email protected] ABSTRACT In this research, the material of AISI 4140 at 55 HRC was cut using CBN tool in high speed machining, hard and dry machinery process. The chips, as the result of the whole condition of the cutting are observed morphologically and measured geometrically in the case of the thickness. The method used in this research is incremental experiment done in every segment performed in the certain cutting condition. In this case, the varieties of cutting: the speed cutting (V) (m/min), the feed (f) (mm/rev) and the depth of cutting c (mm) are performed. The result shows that the morphology of the chips formed have the geometrical feature such as saw-tooth; the higher the cutting speed (V), the thickness of the chip after the cutting (hc) tends to decrease and the distance between the edges of the saw (δ) tends to increase. Meanwhile the feed parameter (f) and the depth of the cutting (a) is in reverse with the speed of cutting (V) ; the higher the feed (f) and the depth of the cutting (a), the thickness of the chip after cutting (hc) tends to decrease. Keywords: the cutting parameter, geometrical chip,high- speed machining, hard machining, dry machining.
1.
Pendahuluan
Perkembangan industri manufaktur menjadi suatu alasan utama dilakukan proses pemesinan yang berbeda dari sebelumnya. Tiga isu penting yang berkembang saat ini yaitu proses yang cepat, biaya murah dan ramah lingkungan menjadikan tantangan sendiri bagi industri manufaktur untuk dapat melakukan inovasi dibidang pemesinan. Untuk menjawab isu produktifitas tinggi proses pemesinan menawarkan teknologi pemesinan laju tinggi dan pemesinan keras. Untuk menjawab biaya yang murah diperkenalkan teknologi pemesinan kering, sebab tidak digunakan lagi cairan pemotongan yang mana biasanya cairan pemotongan ini mengkontribusi hingga 20% biaya produksi. Teknologi pemesinan kering juga berdampak pada keselamatan lingkungan, oleh karena itu teknologi
pemesinan kering juga disebut sebagai pemesinan hijau (Green Machining). Sejak akhir tahun 1970 penggunaan proses pembubutan keras (hard turning) dijadikan inovasi berikutnya untuk mengatasi permasalahan yang ada, hal ini terbukti melalui proses pembubutan keras dapat mereduksi waktu pemesinan hingga 60 % (Thonsoff, et.al, 1995). Literatur menyebutkan bahwa penelitian yang telah dilakukan dikonsentrasikan pada mekanisme pembentukan geram dalam rangka mencari hubungan karakteristik proses dan stabilitas pemotongan pada proses proses bubut keras. Menanggapi isu strategis industri manufaktur tersebut diatas perlu dibuat satu penelitian untuk memastikan penggabungan teknologi pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan pemesinan kering untuk satu bahan tertentu. Pada penelitian ini dipilih bahan AISI 4140 yang banyak digunakan untuk suku cadang
23
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 transportasi yang selama ini diproduksi dalam kondisi basah. Dengan memvariasikan parameter pemotongan akan dianalisa morfologi geram AISI 4140 yang terbentuk pada proses pembubutan keras dan kering dengan menggunakan pahat CBN (Cubic Boron Nitride) pada laju pemotongan tinggi. 2.
Tinjauan Pustaka
Ada tiga parameter utama yang mempengaruhi gaya potong, peningkatan panas, keausan, dan integritas permukaan benda yang dihasilkan pada proses pembubutan. Ketiga parameter itu adalah kecepatan potong (v), pemakanan (f), dan kedalaman potong (a). Kecepatan potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan (m/min). Pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu putaran benda kerja (mm/rev). Kedalaman potong merupakan tebal material terbuang pada arah radial (mm). Proses pemesinan laju tinggi, keras dan kering merupakan proses pemesinan dengan kecepatan pemotongan minimum 200 m/min untuk bahan yang terbuat dari baja dengan kekerasan bahan antara 45 sampai 75 HRC yang menggunakan partikel udara sebagai media pendingin. Elemen dasar untuk proses bubut dapat diketahui dengan memperhatikan gambar di bawah ini.
Gambar 1. Proses Bubut Geometri benda kerja ; do = diameter mula (mm) dm= diameter akhir (mm)
ISSN
0216-7492
lt = panjang pemesinan (mm) Pahat : Kr = sudut potong utama γo = sudut geram Mesin bubut : a = kedalaman potong (mm) a = f = pemakanan (mm/putaran) n = putaran poros utama (rpm) Sudut potong utama (principal cutting edge angle/Kr) adalah sudut antara mata potong utama dengan laju pemakanan (Vf), besarnya sudut tersebut ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk nilai pemakanan (f ) dan kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan mempengaruhi lebar pemotongan (b) dan tebal geram sebelum terpotong (h) sebagai berikut : Lebar pemotongan (b) b = (mm)
Tebal geram sebelum terpotong (h)
(mm) h =
Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah : A = f.a =b.h (mm) Proses Pembentukan Geram Geram yang dihasilkan berupa suatu tali berkelanjutan atau berupa potongan-potongan. Terbentuknya geram dapat dianalogikan sebagai tumpukan kartu dengan posisi sedikit miring seperti pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa pemotongan adalah proses diskontinu dan gaya antara geram dan alat potong tidak konstan (Kalpakjian, et.al, 2002)
Gambar 2. Formasi geram pada proses bubut menurut analogi kartu Formasi geram yang dihasilkan juga dapat dilakukan dengan pendekatan model pemesinan
24
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 Orthogonal sebagaimana yang dikemukakan oleh Merchant, model ini mengasumsikan formasi geram dengan dua dimensi. 3.
Metode Penelitian
Benda kerja yang digunakan adalah AISI 4140 berbentuk silindris dengan diameter 80 mm dan panjang 250 mm. Benda kerja ini terlebih dahulu dikeraskan sampai 55 HRC. Komposisi kimia dan sifat mekanik benda kerja AISI 4140 dengan kekerasan 55 HRC diberikan masing – masing pada tabel 1 dan tabel 2. Pahat yang digunakan pada penelitian ini adalah pahat sisipan Cubic Boron Nitride (CBN). Pahat sisipan ini dipasangkan pada pemegang pahat sehingga memiliki geometri sudut geram (rake angle/γo) pada sistem pahat terpasang yaitu -6o. Pemesinan dilakukan dengan mesin bubut konvensional Emco tipe : Maximat V13. Susunan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3.
ISSN
0216-7492
0.15; 0.3. Dalam prosesnya setiap kondisi pemotongan akan dihentikan jika aus pahat (VB) sudah diperoleh 0,3 mm atau nilai kekasaran permukaan dari benda kerja yang telah dipotong sudah menunjukkan 1.6 µm. Pengukuran Geometri Geram Pengukuran tebal geram setelah terpotong (hc) diukur dengan mistar ingsut digital untuk seluruh proses pemotongan pada setiap kondisi pemesinan lalu dirata – ratakan. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: hc
!""
Selanjutnya jarak antar mata gergaji (δ) dan jumlah mata gergaji (np) yang ada pada setiap gambar morfologi geram diukur dengan cara yang sama dengan point 3 yaitu menggunakan gambar double arrow. Untuk menghitung rasio geram (rp) digunakan formula sebagai berikut: %$ #$ &!' Dimana: rp = rasio geram np = jumlah mata gergaji 1,05 = lebar morfologi geram/ Skala pembesaran (210/200)
Gambar 3. Susunan Peralatan Penelitian Pengujian Pemesinan: (1) Pencekam benda kerja (Chuck) (2) Benda kerja (AISI 4140 (kekerasan 55 HRC)) (3) Dudukan pemegang pahat (Tool Post) (4) Pahat CBN (5) Pemegang Pahat (Tool Holder) Pengujian pemesinan seluruhnya dilakukan pada kondisi kering. Kondisi pemotongan yang dipilih pada penelitian ini berturut dimulai dari laju pemotongan (m/min); pemakanan (mm/rev); kedalaman pemotongan (mm) adalah 225; 0.125; 1.1, 225; 0.16; 0.7, 250; 0.1; 0.3, 250; 0.1; 1, 250;
Gambar 4. Cara Penghitungan Jumlah Mata Gergaji (np)
25
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014
ISSN
0216-7492
hc ≈ hc rata-rata Gambar 5. Cara Pengukuran Tebal Geram (hc)
Gambar 6. Cara Pengukuran jarak antar mata gergaji (δ) Tabel 1. Komposisi Kimia AISI 4140 C 0,38 – 0,43
Fe 96,78 – 97,77
Mn 0,75 – 1,00
P S Si 0,035 0,04 0,15 – (maks) (maks) 0,30
Cr 0,80 – 1,10
Mo 0,15 – 0,25
Tabel 2. Sifat Mekanik AISI 4140 Mod. Elastis (Gpa)
Kek. Tarik (Mpa)
Kekuatan Luluh (Mpa)
205
1965
1735
Elongation
Kekerasan
(%)
(HRC)
11
55
Massa Jenis (g/cc)
Kond. Panas (W/mK)
Panas Spesifik (J/kg.oK)
7,85
42,6
561
26
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014
ISSN
0216-7492
4.Hasil Dan Pembahasan 1.
Morfologi Geram yang Dihasilkan Pada Setiap Kondisi Pemotongan
Pada gambar 7 akan disajikan morfologi geram yang diamati dengan menggunakan USB mikroskop Digital Rax Vision dengan pembesaran 200 kali. (d)
(a)
(b)
(c)
Gambar 7 Morfologi Geram yang terbentuk. (a) laju pemotongan 225 m/min dengan pemakanan 0,125 mm/rev dan kedalaman pemotongan 1,1 mm (b) laju pemotongan 225 m/min dengan pemakanan 0,165 mm/rev dan kedalaman pemotongan 0,7 mm (c) laju pemotongan 250 m/min dengan pemakanan 0,1 mm/rev dan kedalaman pemotongan 1 mm (d) laju pemotongan 250 m/min dengan pemakanan 0,15 mm/rev dan kedalaman pemotongan 0,3 mm Pada gambar 7 ini dapat dilihat bahwa morfologi geram yang terbentuk memiliki geometri seperti mata gergaji (saw-tooth). Hal yang menarik untuk diamati lebih lanjut adalah jumlah mata gergaji yang terbentuk untuk setiap satuan panjang (np), jarak antar puncak mata gergaji (δ) dan tentu saja ketebalan geram yang terbentuk (deformed chip thickness / hc). Berdasarkan laporan dari peneliti terdahulu untuk morfologi geram seperti mata gergaji (saw-tooth) terdapat suatu fenomena yang disebut pita geser Adiabatik (Adiabatic shear bands). Menurut Molinari et. al (2002) Pita geser Adiabatik adalah manifestasi dari ketidakstabilan termomekanikal yang dihasilkan pada konsentrasi geser yang besar pada layar yang sempit. Regangan terlokalisasi ini disertai dengan besarnya pertumbuhan suhu yang diperlukan untuk kondisi pita geser Adiabatik. Dengan kata lain, karena pergeseran yang besar dan berlangsung cepat terjadilah deformasi.
27
Tabel 3. Ukuran Geometri Geram untuk Setiap Kondisi Pemesinan Vc (m/min) f (mm/rev) a (mm) hc (mm) δ (mm) np rp
2.
225 0,125 1,1 0,24 0,084 13 12,38
225 0,16 0,7 0,25 0,165 7 6,67
Pengaruh pemotongan (Vc) geometri geram
250 0,1 1 0,19 0,115 13 12,38
250 0,15 0,3 0,2 0,196 6 5,71
kecepatan terhadap
0216-7492
0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 220 230 240 250 260 Kecepatan Pemotongan (Vc) (m/min)
Gambar 8a. Hubungan Kec. potong (Vc) dengan tebal geram (hc)
Jarak antar puncak mata gergaji (d) (mm)
0.25 0.2
0.15 0.1
0.05 0 220
230
240
250
260
Kecepatan Pemotongan (Vc) m/min
Gambar 8b. Hubungan Kec. potong (Vc) dengan jarak antar puncak mata gergaji (δ) 14 12 10 8
Jumlah puncak mata gergaji (np)
Pada saat deformasi terjadi tidak ada perubahan suhu yang mengakibatkan mikrostruktur dari geram berubah seperti pita yang disebut pita geser Adiabatik. Pita geser Adiabatik inilah yang menyebabkan geram bersegmen. Hasil peneliti lainnya yaitu Morehead dan Huang (2007) melaporkan bahwa pemesinan untuk bahan getas (brittle) dengan kekerasan 62 HRC juga akan menghasilkan morfologi geram seperti mata gergaji (saw-tooth), dengan jarak antar mata gergaji yang selalu meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan pemotongan, pemakanan rata – rata dan kedalaman pemotongan. Selain itu, jarak pita geser pada morfologi seperti mata gergaji dapat diperkirakan melalui konfigurasi pemotongan, sifat mekanik dan termal dari bahan benda kerja. Pada tabel 3 disajikan hasil pengukuran dan perhitungan geometri geram dari setiap kondisi pemesinan. Pengamatan bagaimana hubungan antara geometri geram dengan kondisi pemotongan yang dipilih maka data dari tabel 3 tersebut akan disajikan dalam bentuk grafik Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10.
ISSN
Tebal Geram (hc) (mm)
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014
6 4 2 0 220
230
240
250
260
Kecepatan Pemotongan (Vc) (m/min)
Gambr 8c. Hubungan Kec. potong (Vc) dgn jumlah puncak mata gergaji (np)
28
ISSN
220
230
240
250
260
0.2 0.15 0.1 0.05 0 0.06
Kecepatan Pemotongan (Vc) (m/min)
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
Pemakanan (f) (mm/rev)
Gambar 9a. Hubungan pemakanan (f) dengan tebal geram (hc)
0.13 0.18 Pemakanan (f) (mm/rev)
Gambar 9c. Hubungan pemakanan (f) dengan jumlah puncak mata gergaji (np)
Rasio geram (rp)
Tebal Geram Setelah Terpotong (hc) (mm)
(f)
14 12 10 8 6 4 2 0 0.08
0.3
0.08
0.16
Gambar 9b. Hubungan pemakanan (f) dengan jarak antar puncak mata gergaji (δ) jumlah Puncak mata gegaji (np)
Dari gambar 8a s/d 8d dapat diamati bahwa semakin tinggi kecepatan pemotongan maka tebal geram (hc) akan cendrung menurun. Berbanding terbalik dengan jarak antar puncak mata gergaji, semakin tinggi kecepatan pemotongan maka jarak antar puncak mata gergaji (δ) cendrung naik, naiknya jarak antar puncak mata gergaji (δ) tersebut menyebabkan jumlah puncak mata gergaji (np), rasio geram (rp) cendrung naik. Pengaruh pemakanan terhadap geometri geram
0.11
Pemakanan (f) (mm/rev)
Gambar 8d. Hubungan Kec. potong (Vc) dengan rasio geram (rp)
3.
0216-7492
0.25
14 12 10 8 6 4 2 0
Jarak antar puncak mata gergaji (d) (mm)
Rasio Geram (rp)
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014
14 12 10 8 6 4 2 0 0.08
0.13
0.18
Pemakanan (f) (mm/rev)
Gambar 9d. Hubungan pemakanan (f) dengan rasio geram (rp) Dari gambar 9a s/d 9d dapat diamati bahwa semakin tinggi pemakanan (f) maka tebal geram setelah terpotong (hc), cendrung naik. Demikian juga jarak antar puncak mata gergaji; semakin tinggi pemakanan (f) maka jarak antar puncak mata gergaji (δ) juga
29
kita lihat cendrung naik. Kecendrungan naiknya jarak antar puncak mata gergaji (δ) ini akan menyebabkan jumlah puncak mata gergaji (np) dan rasio geram (rp) cendrung turun. Nilai rasio (rp) ini akan bergantung kepada jumlah mata gergaji (np) semakin banyak jumlah mata gergaji (np) maka semakin besar nila rasio (rp).
ISSN
Jumlah Puncak mata gergaji (np)
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014
14 12 10 8 6 4 2 0 0
4. Pengaruh pemotongan (a) geometri geram
kedalaman terhadap
0.2
Rasio Geram (rp)
Tebal geram setelah terpotong (hc) (mm)
0.25 0.15 0.1 0.05 0 0.5
0.5
1
1.5
Kedalaman Pemotongan (a) (mm)
Gambar 10c. Hubungan kedalaman pemotongan (a) dengan jumlah puncak mata gergaji (np)
0.3
0
0216-7492
1
1.5
Kedalaman Pemotongan (a) (mm)
Gambar 10a. Hubungan kedalaman pemotongan (a) dengan tebal geram (hc)
14 12 10 8 6 4 2 0 0
0.5
1
1.5
Kedalaman Pemotongan (a) (mm)
Gambar 10d. Hubungan kedalaman pemotongan (a) dengan rasio geram (rp)
Tebal geram setelah terpotong (hc) (mm)
0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
0.5
1
1.5
Kedalaman Pemotongan (a) (mm)
Gambar 10b. Hubungan kedalaman pemotongan (a) dengan jarak antar puncak mata gergaji (δ)
Dari gambar 10a s/d 10d dapat diamati bahwa tebal geram setelah terpotong (hc) cendrung naik seiring dengan meningkatnya kedalaman pemotongan. Adapun penyebab meningkatnya tebal geram setelah terpotong ini dimungkin kan akibat adanya kenaikan suhu pada daerah pemotongan tersebut sehingga terjadi pemuaian tebal geram. Untuk memastikan dugaan ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hubungan geometri geram terhadap suhu pemotongan. Berbeda untuk jarak antar puncak mata gergaji (δ), semakin tinggi kedalaman pemotongan (a) maka jarak antar puncak mata gergaji cendrung semakin rapat (jumlah mata gergaji lebih banyak terbentuk). Hal tersebut akan menyebabkan jumlah puncak mata gergaji (np) dan rasio geram (rp) cendrung meningkat.
30
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014
KESIMPULAN 1. Morfologi geram yang terbentuk pada kondisi proses pemesinan laju tinggi, keras dan kering bahan AISI 4140 menggunakan pahat CBN adalah seperti mata gergaji (sawtooth chips). 2. Semakin tinggi kecepatan pemotong- an (V) maka tebal geram (hc) akan cendrung menurun. Sebaliknya, bila pemakanan (f) dan kedalaman pemo-tongan (a) naik maka tebal geram setelah terpotong (hc), cendrung naik juga. 3. Rasio (rp) untuk geram dipengaruhi oleh jumlah mata gergaji (np) dan jarak persatuan panjang. Jarak yang digunakan dalam penentuan nilai rasio (rp) pada penelitian ini adalah 0,36 mm dan sama untuk setiap kondisi pemotongan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan Terima kasih disampaikan kepada Prof.Dr.Ir.Armansyah Ginting, M.Eng yang telah memberikan bimbingan selama penelitian ini serta kepada mahasiswa program pascasarjana Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk ikut dalam penelitian pemesinan laju tinggi, keras, dan kering. Akhirnya, terima kasih kepada Politeknik Negeri Medan dan Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara
ISSN
0216-7492
Paduan Titanium Ti6Al4V Menggunakan Pahat Karbida. Jurnal Departemen Teknik Mesin Fak Teknik Industri, Universitas Kristen Petra. 37 – 43. [4] Juanda. 2008. Skripsi: Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif. USU digital library [5] Morehead, D, Mason. and Huang, Yuang. 2007. Journal: Chip Morphology Characterization And Modeling In machining hardened 52100 steels. Machining Science and Technology. 11:335–354 [6] Rochim T. 1993. Proses Permesinan. Higher Education Development Support Project. Jakarta. [7] Yuliarman. (2008). Tesis : Studi Pemotongan Optimum Pembubutan Keras Dan Kering Baja Perkakas AISI O1 Menggunakan Pahat Keramik (Al2O3 + TiC). USU digital library.
DAFTAR PUSTAKA [1] Boothryod. G. 1963. Fundamental of Metal Cutting. [2] Fachriza. 2011. Skripsi: Analisa Gaya dan Suhu Pemotongan Terhadap Geometri Geram Pada Proses Pemesinan Tinggi, Keras dan Kering (Bahan AISI 4140Pahat CBN). USU digital library [3] Ginting, A. 2006. Karakteristik Pemotongan Ortogonal Kering
31