STUDI TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN CITRA RADAR AIRSAR
Oleh:
DIPO BARIGUNA CB A24103045
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
STUDI TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN CITRA RADAR AIRSAR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : DIPO BARIGUNA CB A24103045
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRAK DIPO BARIGUNA CB. Studi Tingkat Kekeruhan Air Menggunakan Citra Radar AirSAR.
Dibawah
Bimbingan
M.A.
RAIMADOYA
dan
HIDAYAT
WIRANEGARA. Pemetaan tingkat kekeruhan pada tubuh air merupakan upaya untuk menyajikan informasi mengenai tingkat kekeruhan air pada suatu lokasi setelah diklasifikasikan menjadi kelas-kelas tertentu. Polarimetric Syntetic Aperture Radar merupakan salah satu metode dalam radar yang digunakan untuk memetakan tingkat kekeruhan air dengan menggunakan prinsip polarisasi band C, L, P sehingga di dapat CHH, CVV, CHV, LHH, LVV, LHV, PHH, PVV, PHV. Tiap band mempunyai daya tembus yang berbeda tergantung pada panjang gelombang dan frekuensinya. Untuk mengetahui band dan polarisasi yang paling baik dalam identifikasi kekeruhan air, dilakukan pemilihan band pada tahap syntesize dilanjutkan dengan pemilihan polarisasi HH, VV dan HV dengan melihat nilai intensitas dari tiap polarisasi yang didapat dari polarisasi signature. Selain polarisasi HH, VV dan HV, dilakukan pemilihan jenis polarisasi turunan yaitu linear, elips dan sphere. Metode klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi supervise dengan metode Neural Network dan klasifikasi unsupervise dengan metode K-Mean. Tingkat kekeruhan air diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu kelas sangat keruh, keruh, agak keruh dan jernih. Jadi secara keseluruhan dibagi menjadi lima kelas dengan kelas tambahan yaitu daratan. Hasil dari kedua jenis metode klasifikasi tersebut dibandingkan secara visual pada layar komputer, kemudian ditentukan luasan dari tiap kelas masing-masing metode.
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama Dipo Bariguna Choerul Biladi dilahirkan di Majalengka pada tanggal 8 Januari 1986, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan L. Choerul Bilad dan Neni Mashadiyah. Pada tahun 1990 sampai dengan 1991 penulis memulai pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Fitriah, Maja, Majalengka dan pada tahun 1991 sampai dengan 1997 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Maja, Majalengka. Pada tahun 1997 sampai 2000 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN I Maja dan pada tahun 2000 sampai dengan 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Majalengka. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan masuk melalui jalur USMI. Selama
menempuh
pendidikan
di
perguruan
tinggi
penulis
berkesempatan menjadi pengurus HMIT (Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah) periode 2005/2006 divisi Litbang Pertanian. Pada tahun 2006/2007 penulis diberi kepercayaan untuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap, pada tahun 2007/2008 kembali diberi kepercayaan menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengantar Pengideraan Jauh.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR......................................................................
i
DAFTAR ISI.....................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ............................................................................
v
DAFTAR GAMBAR........................................................................
vi
I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang....................................................................
1
1.2 Tujuan.................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeruhan Air....................................................................
3
2.2 Kekeruhan Air, Biota dan Manusia....................................
3
2.3 Kualitas Air........................................................................
5
2.4 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) ................................
6
2.5 Radar (Radio Detection and Ranging) ..............................
6
2.6 Sintesis Polarisasi dan Polarisasi Turunan.........................
8
2.7 Penciri Polarisasi (Polarization Signature) .......................
9
2.8 Klasifikasi...........................................................................
10
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian...........................................
11
3.2 Bahan dan Alat.................................................................
11
3.3 Metode Penelitian.............................................................
11
3.4 Diagram Alir......................................................................
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Syntesize Data dan Kombinasi Citra radar AirSAR..........
14
4.2 Intensitas dan Daya Tembus Band....................................
15
4.3 Penentuan Jenis Polarisasi untuk Identifikasi Kekeruhan air
V.
4.3.1 Visual.....................................................................
18
4.3.2 Polarization Signature...........................................
20
4.4 Klasifikasi Tingkat Kekeruhan Air....................................
24
4.5 Luas Area Hasil Klasifikasi...............................................
27
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan........................................................................
29
5.2 Saran..................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................
30
LAMPIRAN......................................................................................
31
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kriteria kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001...
2.
Kombinasi
RGB
pada
masing-masing
band
6
dan
polarisasinya.......................................................................
14
3.
Luasan tiap kelas hasil klasifikasi Neural Network...........
27
4.
Luasan tiap kelas hasil Klasifikasi K-Mean.......................
27
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Perambatan gelombang elektromagnetik...........................
6
2.
Frekuensi dan Panjang Gelombang sinyal Radar..............
7
3.
Hubungan intensitas, kekuatan sinyal dan waktu dengan Topgrafi..............................................................................
8
4.
Tipe pantulan dari sinyal radar...........................................
8
5.
Three layer Neural Network...............................................
10
6.
Diagram Alir Penelitian.....................................................
13
7.
Hasil peragaan RGB dari kombinasi polarisasi per band...
14
8.
Ilustrasi daya tembus tiap band pada tiap lapisan air.........
15
9.
Ilustrasi urutan lapisan RGB pada pixel 77,3404...............
16
10.
Polarization signature dari Band-C, L dan P......................
17
11.
Profile spektral dari Band-C, L dan P ...............................
17
12.
Ilustrasi pengaruh perbedaan kerapatan partikel terhadap intensitas band pada pixel 77,3404....................................
18
13.
Band-C pada tiap polarisasinya..........................................
19
14.
Band-L pada tiap polarisasinya..........................................
19
15.
Band-P pada tiap polarisasinya..........................................
19
16.
Polarization signature tiap band pada pixel 77,3404..........
20
17.
Kombinasi Band-C,L dan P dengan polarisasi VV............
21
18.
Eliptisitas dan Orientasi pada polarisasi turunan...............
22
19.
Peragaan Hasil polarisasi turunan untuk citra band C, L dan P...................................................................................
20.
23
Perbandingan antara kombinasi citra Lvv, Pvv, Cvv dengan Linear Kanan.........................................................
23
21.
Training Set tingkat kekeruhan air untuk Neural Network
24
22.
Ilustrasi pantulan cermin pada permukaan air jernih dan tenang.................................................................................
25
23.
Ilustrasi pantulan dari tiap tingkat kekeruhan air...............
25
24.
Hasil klasifikasi Neural Network dan K-Mean..................
26
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan teklnologi saat ini terutama dalam bidang inderaja radar
sangat pesat. Banyak sekali satelit yang telah diluncurkan dengan sistem sensor radar yang semakin canggih yang dapat mencitra secara lebih spesifik. Sayangnya di Indonesia penggunaan teknologi ini masih sangat kurang. Hal ini menuntut kita supaya dapat lebih memanfaatkannya untuk berbagai kepentingan. Penelitian ini mengeksplorasi citra synthetic-aperture radar (SAR) multi-band AirSAR, untuk aplikasi tingkat kekeruhan badan air melalui pengkelasan citra.. Kekeruhan air sungai berhubungan sekali dengan tingkat erosi hulu sungai yang dapat mengakibatkan pendangkalan sungai akibat partikel-partikel dalam air mengendap sehingga memungkinkan terjadinya banjir bandang. Dengan pengkelasan ini kita dapat memprediksi dan mengantisipasi daearah-daerah kemungkinan terjadinya banjir. Selain itu, pengkelasan ini juga bermanfaat bagi bidang pengelolaan air bersih, karena pada saat ini terutama PDAM kota balikpapan sudah kesulitan menentukan daerah perairan sebagai lokasi sumber untuk pengolahan air bersih. Dengan teknologi pencitraan ini dapat ditentukan daerah yang cocok sebagai sumber pengolahan air dengan lokasi strategis yang dekat dengan daerah cakupan sehingga hemat secara ekonomi baik dalam pengelolaannya ataupun pendistribusiannya. Bidang pariwisata juga dapat memanfaatkannya untuk mengembangkan daerah-daerah strategis, dengan tingkat kekeruhan air sungai atau air laut yang rendah sampai jernih sebagai daerah objek wisata alam. Bencana lumpur Lapindo yang mengakibatkan berbagai kerugian, saat ini solusi penanggulangannya antara lain dengan mengalirkan lumpur ke Kali Porong yang bermuara di Selat Madura. Hal ini akan berdampak pada perubahan ekosistem dengan meningkatnya kekeruhan air di Selat Madura. Studi ini akan dapat memperlihatkan seberapa besar perubahan tingkat kekeruhan serta pendangkalan muara sungai akibat pengendapan lumpur. Daerah penelitian adalah
citra radar airborne AirSAR muara sungai Wain, Balikpapan, Kalimantan Timur, (Gambar 1) yang hasilnya diharapkan dapat diaplikasikan di berbagai lokasi lain. 1.2
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah dilakukan untuk : (1) menentukan kombinasi
band dan polarisasi yang paling baik dalam mendeteksi kekeruhan air pada citra radar AirSAR; serta (2) pemilihan metode klasifikasi yang paling baik antara metode Neural Network (Supervise) dan K-Mean (Unsupervise) dengan membandingkan tampilan visual citra hasil klasifikasi serta luas area tiap kelas hasil klasifikasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kekeruhan Air Kekeruhan air sungai sangat dipengaruhi oleh erosi yang meliputi proses
pelepasan,
penghanyutan
(meningkatkan
tingkat
kekeruhan
air)
serta
pengendapan. Hal ini akan menyebabkan turunnya produktivitas lahan pertanian dan kualitas air serta mengurangi kapasitas sungai. ( Foster dan Meyer dalam Suripin, 2002 ) Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi dalam air tersebut. Zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat, seperti pasir halus, liat dan lumpur alami yang merupakan bahan-bahan anorganik atau dapat pula berupa bahan-bahan organik yang melayang-layang dalam air. Bahan-bahan organik yang merupakan zat tersuspensi yang terdiri dari berbagai jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang melayang-layang dalam air atau dapat juga berupa mikroorganisme seperti bakteri, algae, dan sebagainya. Bahan-bahan organik ini selain berasal dari sumber-sumber alamiah juga berasal dari buangan kegiatan manusia seperti kegiatan industri, pertanian, pertambangan atau kegiatan rumah tangga. Kekeruhan memang disebabkan karena adanya zat tersuspensi dalam air, namun karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi. ( Tantowi, 2002 ) Kekeruhan menggambarkan suatu sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik dan bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2000). Satuan kekeruhan adalah unit turbiditas setara dengan 1 mg/l SiO2. Terdapat beberapa substansi yang tidak terlarut tapi hanyut bersama air sebagai suspended solids. Setelah itu, bergantung pada ukuran substansi-substansi tersebut dan kecepatan aliran air sungai, partikel-partikel padat dapat tenggelam pada titik tertentu atau terhanyutkan lebih jauh lagi. Kuantitas dipengaruhi oleh
perubahan musiman dan cenderung meningkat di musim dingin dikarenakan peningkatan storm runoff yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Massa Padatan Tersuspensi (MPT) atau dikenal juga sebagai
Total
Suspended Solid (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0.45 µm. MPT terdiri dari Lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Penyebab nilai MPT yang utama adalah kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Nilai TSS bila berlebih akan menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid/TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 - 10-3 mm) berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lainnya.
Penyebab TDS biasanya bahan anorganik berupa ion-ion umum
dijumpai di perairan. Air laut memiliki nilai TDS yang tinggi karena banyak mengandung senyawa kimia yang juga mengakibatkan tingginya nilai salinitas dan daya hantar listrik. Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, impasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri). ( Efendi, 2000 ) Kuantitas suspended solids (diukur dalam satuan g m-3) mempengaruhi turbiditas atau kekeruhan air. Suspended solids juga bisa menentukan warna air. Turbiditas diukur dalam satuan turbiditas nephelometric (NTU). Nephelometric bermakna bahwa pengukuran diperoleh melalui perkiraan penyerapan cahaya.
2.2
Kekeruhan Air, Biota dan Manusia Partikel dalam ukuran apapun cenderung mengurangi penetrasi cahaya, hal
ini mengurangi besarnya fotosintesis dan akibatnya mengurangi pertumbuhan tanaman hidup. Partikel-partikel yang ukurannya sangat kecil yang berada di dasar arus sungai bisa memiliki efek memekatkan pandangan, yang hasilnya mencegah mahkluk hidup tertentu hidup di dasar sungai dan mencegah tanaman hijau berfotosintesa sehingga akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem perairan. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di
mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai. Pengendapan akhir atau sedimentasi terjadi pada kaki bukit yang relatif datar, sungai dan waduk. Pada daerah aliran sungai, partikel dan unsur hara yang larut dalam aliran permukaan akan mengalir ke sungai sehingga akan terjadi pendangkalan di daerah tersebut. Keadaan ini menurut Soemarwoto (1978) akan mengakibatkan daya tampung sungai menjadi turun sehingga timbul bahaya banjir. Tingkat kekeruhan yang tinggi pada air sungai akan merugikan pada sektor penyediaan air bersih yang bersumber dari air permukaan sehingga akan meningkatkan biaya pengolahan. ( Suripin, 2002 )
2.3
Kualitas air Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
1990, penggolongan air menurut peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut : Kelas I
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas II
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi
tanaman,
dan
peruntukan
lain
yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas III
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas IV
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi tanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
pH
Kualitas Air
Residu Terlarut
Cl
Fe
Mn
Cu
Pb
Zn
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
-
mg/l
Mg/l mg/l
Standard Kelas 1
6-9
1000
600
0,3
0,1
0.02
0.03
0,05
Standard Kelas II
6-9
1000
(-)
(-)
(-)
0.02
0.03
0,05
Standard Kelas III
6-9
1000
(-)
(-)
(-)
0.02
0.03
0,05
Standard Kelas IV
5-9
2000
(-)
(-)
(-)
0.2
1.0
2.0
Tabel.1 Kriteria kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 2.4
Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Pengetahuan tentang kondisi permukaan bumi sangat diperlukan untuk
berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Salah satu cara untuk mengkaji permukaan bumi secara luas dan efisien adalah dengan teknik penginderaaan jauh. Menurut Lillesand dan Kiefer (1994), penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
2.5
Radar (Radio Detection and Ranging) Radar
merupakan
salah
satu
teknik
penginderaan
jauh
dengan
menggunakan gelombang elektromagnetik yang terdiri dari medan listrik dan medan magnit. Vektor gelombang listrik merupakan penciri dari jenis polarisasi yang bervariasi dalam ruang dan waktu. Polarisasi HH merupakan rambatan sinyal radar yang dipancarkan serta diterima oleh sensor secara horizontal relatif terhadap pesawat. Polarisasi VV merupakan rambatan sinyal radar yang dipancarkan serta diterima oleh sensor secara vertikal relatif terhadap pesawat.
Gambar 1. Perambatan gelombang Elektromagnetik
AirSAR (Airborne Synthetic Aperture Radar) merupakan sistem pencitraan radar menggunakan wahana pesawat udara dengan sensor radar yang ukuran antenanya lebih pendek dari RAR (Real Aperture Radar). Sensor SAR dapat mencitra lebih baik dan lebih mutakhir, termasuk peluang untuk pengolahan polarisasi asli maupun polarisasi turunannya dengan menggunakan komputer (Raimadoya, 2007) Dalam pencitraannya, radar AirSAR menggunakan tiga band (C, L dan P) dengan kisaran frekuensi dan panjang gelombang masing-masing. Band-C mempunyai kisaran frekuensi antara 8-4 GHz dengan panjang gelombang 3,757,5 cm. Band-L mempunyai kisaran frekuensi 2-1 GHz dengan panjang gelombang 15-30 cm. Band-P dengan kisaran frekuensi 0.999-0.2998 GHz dengan panjang gelombang 30-100 cm. (ESA, 2007)
Gambar 2. Frekuensi dan Panjang Gelombang sinyal Radar Intensitas citra ditentukan oleh kekuatan sinyal balik sebagai fungsi dari waktu. Jika kekuatan sinyal baliknya tinggi dengan time delay yang rendah, maka intensitasnya akan semakin tinggi.
Gambar 3. Hubungan intensitas, kekuatan sinyal dan waktu dengan Topografi
Terdapat berbagai jenis pantulan dalam pencitraan radar, diantaranya adalah pantulan cermin, dimana sinyal yang dikirim mengenai objek relatif datar seperti air yang tenang, kemudian pantulan baur, dimana sinyal kirim mengenai objek yang kasar seperti hutan serta pantulan sudut, dimana sinyal kirim mengenai objek seperti gedung. Setiap jenis pantulan akan menghasilkan garis citra yang berbeda. (Raimadoya, 2007)
Gambar 4. Tipe pantulan dari sinyal radar 2.6
Sintesis Polarisasi dan Polarisasi Turunan Terdapat didalam sistem pengolahan data radar polarimetri, yaitu teknik
manipulasi sinyal yang dipancarkan oleh suatu pemancar multi polarimetri dan diterima kembali oleh suatu receiver dengan pola fase yang dapat dimodifikasi
sehingga menghasilkan kenampakan yang berbeda – beda dan spesifik jika dicitrakan. (Raimadoya & Trisasongko 2005) Daya hamburan dapat ditentukan sebagai fungsi dari empat variables gelombang polarisasi, sudut
dan
datang dan
and
hamburan balik, tetapi
ini menghasilkan sangat banyak variables bebas untuk dapat diamati dengan baik. Untuk menyederhanakan visualisasi, polarisasi hamburan balik dibatasi baik pada polarisasi yang sama atau polarisasi orthogonalnya. Pilihan kombinasi polarisasi ini memungkinkan untuk menghitung respon berrbentuk co-polarized dan crosspolarized untuk masing-masing polarisasi datang, yang diwujudkan dalam plot dua permukaan yang disebut penciri (signature) co-polarization and crosspolarization. Co-Polarization merupakan penerimaan signature dimana sinyal kirim dan terima antena mempunyai jenis polarisasi yang sama, sedangkan Crosspolarization merupakan penerimaan signature dimana sinyal kirim dan terima antena mempunyai hubungan yang orthogonal. (ESA, 2007) Polarisasi linear terjadi jika sudut fase (sudut eliptisitas) antara komponen horisontal dan vertikal adalah nol.. Polarisasi elips mempunyai bentuk yang beragam tergantung pada eliptisitas dan orientasinya. Sudut Orientasi ( ) berakisar antara 0˚ sampai 180˚ dan sudut eliptisitas ( ) berkisar antara -45˚ sampai +45˚. Polarisasi sphere hanya mempunyai nilai eliptisitas yang bernilai 45˚, sedangkan orientasinya bernilai nol. (NRC, 2007)
2.6
Penciri Polarisasi (Polarization Signature) Polarization Signature merupakan bentuk visualisasi respon dari suatu
sasaran sebagai fungsi dari polarisasi datang dan hamburan balik. Suatu gelombang datang electromagnetic dapat dipilih untuk mempunyai vector Medan Listrik dengan elliptisitas
antara -45° and +45°, dan orientasi
antara 0° dan
180°. Variables ini dipetakan sepanjang sumbu x- dan y- dari plot tiga dimensi yang menggambarkan polarization signature. (NRC, 2007)
2.7
Klasifikasi Klasifikasi bertujuan untuk mengelompokan daerah berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan, berbasis supervise dan unsupervise. Klasifikasi supervise merupakan metode untuk mentransformasikan data citra menjadi kelas-kelas informasi tematik dengan training set yang ditentukan oleh operator. Sebaliknya klasifikasi unsupervise merupakan klasifikasi yang dilakukan sepenuhnya oleh komputer sebaran statistik citra. (NRC, 2007) Neural Network merupakan salah satu metode klasifikasi supervise yang mempunyai kemampuan untuk menggeneralisasi dengan baik. Generalisasi ini dapat digunakan pada praktek aplikasi di dunia nyata, hal ini sangat potensial untuk menangani ketidaksempurnaan dan nois informasi. (Chuah, Ewe dan Low, 1999)
Gambar 5. Three layer Neural Network Pada klasifikasi unsupervise, pixel akan dapat ditempatkan pada unable to classify goup (grup yang tidak dapat dikelaskan), hal ini disebabkan karena rataratanya dikalkulasikan sekitar nomor sample yang sangat kecil atau karena image terrainnya mungkin tidak simetrik azimutnya. (Van Zyl, 1989)
III. BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari sampai dengan bulan
November 2007 di Laboratorium Radar, bagian dari Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
3.2
Bahan dan Alat Citra yang digunakan adalah data mentah stokes matrix (*.dat) dari citra
AirSAR yang diakuisisi pada tahun 2000, dengan daerah kajian Sungai Wain, Balikpapan, Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan seperangkat komputer bersistem operasi Windows XP sp2, dengan jaringan Internet. Software yang digunakan untuk penelitian ini adalah Envi 4.1, Microsoft Word, serta image editor (Corel Draw X3 dan Adobe Photoshop CS2).
3.3
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari sembilan tahapan yang saling terkait satu sama
lain seperti yang disajikan pada Gambar 5. Tiap tahapnya merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya, dengan rincian sebagai berikut : 1. Eksplorasi software Envi 4.1 2. Pengekstrakan data mentah AirSAR (Stokes matrix) dengan operasi syntesize pada software ENVI 4.1 menjadi bentuk citra internal (Decomposition Matrix) 3. Penentuan daerah kajian yang akan diteliti dengan proses cropping menggunakan ROI Tools pada software Envi 4.1 4. Analisis Polarization Signature untuk mengetahui jenis polarisasi yang terbaik dalam menampilkan tingkat kekeruhan air 5. Penentuan Training Set untuk klasifikasi supervise dengan Neural Network 6. Klasifikasi tingkat kekeruhan air dengan metode Neural Network sesuai dengan training set yang telah ditentukan 7. Klasifikasi unsupervise dengan metode K-Mean
8. Membandingkan antara hasil klasifikasi Neural Network dengan hasil klasifikasi K-Mean 9. Penentuan luas area masing-masing kelas pada hasil klasifikasi Neural Network dan hasil klasifikasi K-Mean.
Mulai Input data stokes
Data band *.dat Band-C, L dan P
Syntesize AirSAR data
Pilih semua band dan polarisasinya
Penentuan nilai Eliptisitas dan Orientasi Available Band list
Cropping daerah yang dikaji
Polarization Signature per pixel
Peragaan kombinasi band
Polarisasi terbaik
Kombinasi band terbaik
Kombinasi Citra Terbaik Klasifikasi Training set
Klasifikasi Supervise Metode Neural Network Penentuan Luas
Klasifikasi unsupervise Metode K-Mean Perbandingan Hasil
Berhenti
Gambar 6. Diagram alir penelitian
Penentuan Luas
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Syntesize Data dan Kombinasi Citra radar AirSAR Operasi syntesize pada perangkat lunak ENVI merupakan suatu proses
pengubahan data mentah citra AirSAR (Stokes matrix) kedalam format citra internal sehingga dapat diolah lebih lanjut untuk tujuan tertentu. Pada tahap ini pemilihan kombinasi band C, L dan P dan juga polarisasi HH, HV, VV dari masing-masing band dilakukan untuk mendapatkan kenampakan visual yang paling baik pada objek yang akan dikaji. Kombinasi dari band-C, band-L dan band-P sangatlah kompleks karena tiap band masing-masing mempunyai tiga polarisasi, sehingga secara total terdapat 27 citra. Dari 27 citra tersebut, dilakukan percobaan peragaan RGB (Red, Green dan Blue) untuk setiap band dan polarisasinya, dengan pola seperti ditunjukan dalam Tabel 2. Kenampakan secara visual dari hasil kombinasi masing-masing peragaan dengan pola seperti yang tertera dalam Tabel 2, ditunjukan pada Gambar 7. Kombinasi Peragaan 1
Red C-HH
Green C-VV
Blue C-HV
Peragaan 2
L-HH
L-VV
L-HV
Peragaan 3
P-HH
P-VV
P-HV
Tabel 2. Kombinasi RGB pada masing-masing band dan polarisasinya
Peragaan 1
Peragaan 2
Peragaan 3
(Band C-HH, C-VV, C-HV)
(Band L-HH, L-VV, L-HV)
(Band P-HH, P-VV, P-HV)
Gambar 7. Hasil peragaan RGB dari kombinasi polarisasi per band.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa tiap kombinasi polarisasi per band mempunyai kenampakan visual yang berbeda, karena tiap band mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda terhadap objek yang dikenainya. Pada peragaan 1 tampak bahwa kekeruhan yang terlihat, secara visual kurang jelas jika dibandingkan dengan dua peragaan yang lainnya. Pada peragaan 2 terlihat lebih jelas kenampakan dan penyebarannya. Sedangkan pada peragaan 3, kekeruhan air nampak sangat jelas sekali terutama pada daerah dengan “lingkaran merah”, namun deteksi penyebaran kekeruhannya kurang begitu jelas.
4.2
Intensitas dan Daya Tembus Band Perbedaan intensitas masing-masing band pada objek yang di kenai sinyal
disebabkan karena tiap band mempunyai panjang gelombang yang berbeda, bandP mempunyai panjang gelombang 30-100 cm, band-L dengan panjang gelombang 15-30 cm dan band-C dengan panjang gelombang 3,75-7,5 cm. Semakin besar panjang gelombangnya, maka daya tembus sinyal akan semakin besar. Jadi daya tembus P > L > C. Dengan demikian, band-C hanya dapat menembus lapisan atas air sungai, sedangkan band-L dapat menembus lebih dalam lagi sehingga mencapai bagian tengah air sungai, dan band-P dapat menembus bagian bawah air sungai. Posisi partikel-partikel pada air sungai tersebar pada tiap lapisan air, maka kombinasi yang baik adalah kombinasi yang memuat band C, L dan P.
Gambar 8. Ilustrasi daya tembus tiap band pada tiap lapisan air Nilai intensitas menunjukan seberapa besar sinyal balik yang diterima sensor, semakin besar intensitasnya berarti sinyal yang dibalikan kembali menuju
sensor semakin besar. Nilai intensitas mempengaruhi warna tiap pixelnya serta posisi band pada tiap lapisan RGB. Band dengan nilai intensitas yang paling tinggi, maka warnanya akan dominan dan posisinya berada pada lapisan paling atas.
L-VV
P-VV
C-VV
Gambar 9. Ilustrasi urutan lapisan RGB pada pixel 77,3404 Pada pixel yang dibatasi oleh warna putih pada gambar 4 dengan lokasi 77,3404 band L-VV mempunyai nilai intensitas paling tinggi, karena dilihat secara visual dalam RGB, warnanya sangat terang. Setelah di pecah menjadi masing-masing warna Red, Green dan Blue kemudian di tumpangtindihkan antara ke tiganya maka Red mendominasi warna pada pixel tersebut. Kemudian green dengan blue ditumpangtindihkan, hasilnya adalah band dengan tampilan blue lebih dominan. Jadi urutan layer pada lokasi 77,3404 ini adalah Red, Blue kemudian Green. Hal ini dapat dilihat pula dengan menggabungkan hasil analisis polarization signature co-polarisation dari band-C, band-L dan band-P pada lokasi 77,3404 yang telah digambar ulang untuk kemudahan interpretasi dengan hanya mengambil nilai Intensitas dan Eliptisitasnya, sehingga didapat kurva yang menunjukan nilai intensitas dari masing-masing band secara dua dimensi seperti terlihat pada Gambar 10.
L-VV C-VV P-VV
Gambar 10. Polarization signature dari Band-C, L dan P Nilai puncak pada kurva tersebut menunjukan posisi band tersebut pada lapisan RGB, sehingga band dengan nilai puncak paling tinggi akan berada pada lapisan paling atas dan warna dominan yang nampak adalah warna dari band tersebut. Intensitas L-VV pada lokasi 77,3404 mempunyai nilai yang paling tinggi yaitu dengan nilai maximum 0,08002, kemudian C-VV dengan nilai maximum 0,06464 dan P-VV dengan nilai maximum 0,01388. Begitu juga jika dilihat dari profil spektralnya seperti disajikan oleh Gambar 11.
L-VV P-VV C-VV
Gambar 11. Spektral Profile dari Band-C, L dan P Dari profile spektral tersebut juga didapat bahwa band dengan nilai intensitas paling tinggi adalah band-L-VV kemudian C-VV dan P-VV. Intensitas L-VV > C-VV > P-VV maka bisa disimpulkan bahwa pada pixel 77,3404
kandungan partikel pada lapisan tengah > kandungan partikel bagian atas > kandungan partikel bagian bawah. L-VV C-VV P-VV
Gambar 12. Ilustrasi pengaruh perbedaan kerapatan partikel terhadap intensitas band pada pixel 77,3404 Perairan dengan kerapatan partikel yang tinggi akan membalikan sinyal yang dikirim oleh antena radar lebih besar dibandingkan dengan perairan yang mempunyai kerapatan partikel yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena partikel-partikel dalam air akan menghamburkan sinyal kirim sehingga sinyal akan dapat kembali ke sensor. Sebaliknya pada kerapatan partikel yang lebih rendah akan lebih banyak memantulkan sinyal menjauhi sensor. Akibatnya sinyal baliknya rendah dan intensitasnya juga rendah.
4.3
Penentuan Jenis Polarisasi untuk Identifikasi Kekeruhan air
4.3.1
Visual Dari band C, L dan P ditentukan juga jenis polarisasi yang paling baik
untuk melihat kenampakan kekeruhan sungai. Hal ini dapat diketahui secara visual dengan melihat langsung hasil peragaan dari masing-masing polarisasi dalam tampilan Gray Scale (peragaan citra dengan satu band). Untuk mempermudah interpretasi, pada gray scale ini dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan penambahan variasi gradasi warna.
C-HH
C-VV
C-HV
Kekeruhan air Gambar 13. Band-C pada tiap polarisasinya L-HH
L-VV
L-HV
Kekeruhan air Gambar 14. Band-L pada tiap polarisasinya P-HH
P-VV
Kekeruhan air Gambar 15. Band-P pada tiap polarisasinya
P-HV
Dari hasil peragaan masing-masing band untuk tiap polarisasinya, seperti ditunjukan pada Gambar 13, 14 dan 15, dapat dilihat bahwa polarisasi VV merupakan polarisasi yang paling baik untuk mengidentifikasi kekeruhan air dibandingkan dengan polarisasi HH maupun HV.
4.3.2
Polarization Signature Penentuan jenis polarisasi yang baik dalam identifikasi kekeruhan air
dapat juga diketahui dari polarization signature per pixel, dengan melihat nilai intensitas
dari
masing-masing
polarisasi
yang
secara
otomatis
akan
terkalkulasikan. Lokasi pixel yang dijadikan sebagai daerah kajian adalah pixel 77,3404. Hasilnya terlihat pada Gambar 16. Band-C
Band-L
Band-P
Min: 0,00118
Max: 0,06464
Min: 0,00069
Max: 0,08002
Min: 0.00015
Max: 0,01388
HH: 0,03696
VV: 0,06443
HH: 0,05154
VV :0,07834
HH: 0,00273
VV: 0,01354
HV: 0,00061
HV: 0,00052
HV: 0,00023
Gambar 16. Polarization signature tiap band pada pixel 77,3404 Puncak pada polarisasi penciri merupakan daya penerimaan maksimum dan lembah adalah daya penerimaan minimum. Dari polarisasi penciri ini, terdapat informasi mengenai intensitas dari masing-masing polarisasi. Pada bandC, polarisasi VV mempunyai nilai yang paling besar dibandingkan dengan nilai HH dan HV. Begitu juga pada band-L dan band-P, intensitas terbesar dimiliki oleh polarisasi VV. Hal ini sejalan dengan hasil interpretasi visual. Dengan demikian, jenis polasisasi yang digunakan untuk identifikasi kekeruhan air pada
tiap bandnya adalah C-VV, L-VV dan P-VV. Pilihan ini memperkuat hasil peragaan RGB terdahulu. Berdasarkan temuan ini dilakukan peragaan RGB hasil syntesize dengan kombinasi Red : L-VV, Green : P-VV dan Blue : C-VV, dan hasilnya ditunjukan pada Gambar 17. Kombinasi citra L-VV, P-VV, C-VV ini menghasilkan peragaan yang baik dengan kenampakan tingkat kekeruhan yang jelas dari mulai paling keruh sampai jernih. L-VV, P-VV, C-VV
Gambar 17. Kombinasi Band-C, L dan P dengan polarisasi VV
4.4
Polarisasi Turunan Data polarisasi dari sinyal balik yang diterima oleh sensor umumnya
berupa polarisasi HH, HV dan VV. Dari data polarisasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi berbagai polarisasi turunannya. Dengan demikian, masih ada kemungkinan
polarisasi turunan lain yang mungkin lebih baik dalam
mengidentifikasi kekeruhan air. Oleh karena itu pada pemilihan polarisasi dari kombinasi band, perlu juga dilakukan percobaan pembuatan polarisasi turunan berdasarkan nilai orientasi dan eliptisitas yang berbeda seperti ditunjukan pada Gambar 18. Polarisasi linear terjadi jika fase relatif (sudut eliptisitas) antara komponen horisontal dan vertikal adalah nol. Untuk linear kiri, orientasi yang digunakan
bernilai 135˚ dan eliptisitasnya nol, sedangkan untuk yang linear kanan, orientasinya bernilai 45˚ dan eliptisitasnya nol. Polarisasi elips mempunyai bentuk yang beragam tergantung pada eliptisitas dan orientasinya. Sudut Orientasi ( ) berakisar antara 0˚ sampai 180˚ dan sudut eliptisitas ( ) berkisar antara -45˚ sampai +45˚. Pada percobaan yang dilakukan ini, elips kiri ditentukan nilai orientasinya sebesar 135˚ dan eliptisitasnya 23˚, sedangkan untuk elips kanan orientasinya bernilai 45˚ dan eliptisitasnya 23˚. Polarisasi sirkuler (sphere) hanya mempunyai nilai eliptisitas yang bernilai 45˚, sedangkan orientasinya bernilai nol.
Gambar 18. Eliptisitas dan Orientasi pada polarisasi turunan (NRC, 2007) Hasil polarisasi turunan yang dilakukan pada citra band C, L dan P memperlihatkan bahwa pada polarisasi linear, baik linear kiri ataupun linear kanan menghasilkan gambar yang cukup baik dalam mendeteksi tingkat kekeruhan air, sedangkan pada polarisasi elips, kekeruhan yang terdeteksi hanya sedikit yang nampak. Pada polarisasi sirkuler, kekeruhan hampir tidak terdeteksi sama sekali seperti terlihat pada daerah perairan yang hanya berwarna hitam. Seperti ditunjukan pada Gambar 19.
Linear kiri
Linear kanan
Elips kiri
Kekeruhan air Elips kanan
sirkuler
Gambar 19. Peragaan hasil polarisasi turunan untuk citra Band C, L dan P Hasil dari polarisasi turunan untuk identifikasi kekeruhan ini menunjukan hasil yang kurang baik jika dibandingkan dengan peragaan polarisasi asli dengan kombinasi Red : L-VV, Green : P-VV, dan Blue : C-VV (Gambar 20) L-VV, P-VV, C-VV
Linear kanan (Band C, L, P)
Gambar 20. Perbandingan antara kombinasi citra L-VV, P-VV, C-VV dengan Linear Kanan
4.5
Klasifikasi Tingkat Kekeruhan Air Klasifikasi dimaksudkan untuk mengelompokan tingkat kekeruhan air
berdasarkan kerapatan partikel yang terkandung dalam air sungai. Dari hasil temuan sebelumnya, kombinasi citra yang digunakan untuk klasifikasi tingkat kekeruhan air adalah L-VV, P-VV dan C-VV. Klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi supervise menggunakan metode Neural Network dan klasifikasi unsupervise menggunakan metode K-Mean. Klasifikasi supervise adalah klasifikasi yang mengacu pada training set yang telah ditentukan oleh pemakai sebelumnya. Sebaliknya, klasifikasi unsupervise adalah klasifikasi oleh komputer dengan pendekatan sebaran statistik, sehingga pengguna hanya tinggal memasukan jumlah kelas yang diinginkan. Untuk tujuan klasifikasi tingkat kekeruhan air selanjutnya dibagi menjadi empat kelas yaitu kelas sangat keruh, keruh, agak keruh dan jernih. Dengan demikian secara keseluruhan dibagi menjadi lima kelas dengan kelas tambahan yaitu daratan. Training set yang digunakan untuk klasifikasi Neural Network, mengacu pada asumsi bahwa semakin terang dan semakin rapat komposisi pixel pada suatu luasan perairan, maka daerah tersebut semakin keruh. Dengan catatan, luasan pixel yang dijadikan sebagai training set untuk tingkat kekeruhan air tidak berada pada daerah daratan. Sangat Keruh
Keruh
Agak Keruh
Jernih
Daratan
Gambar 21. Training Set tingkat kekeruhan air untuk Neural Network Sinyal yang mengenai air yang jernih dan tenang akan mengalami pemantulan cermin. Sinyal yang dikirim oleh antena akan memantul menjauhi sensor sehingga tidak ada sinyal balik yang diterima oleh sensor radar. Kenampakan citra secara visual akan berwana gelap. Air jernih dalam pengertian radar bukan berarti air bening, tapi masih mengandung partikel-partikel kekeruhan sehingga warna air masih berwarna coklat.
Gambar 22. Ilustrasi pantulan cermin pada permukaan air jernih dan tenang Sinyal yang mengenai air keruh akan mengalami pemantulan baur dikarenakan sinyal yang dikirim akan terhambur oleh partikel yang terdapat didalamnya. Hamburan ini mengakibatkan sebagian sinyal akan kembali menuju sensor dan sebagian lagi akan terpantulkan ke berbagai arah.
Gambar 23. Ilustrasi pantulan dari tiap tingkat kekeruhan air Semakin besar ratio antara sinyal balik dengan sinyal yang di pantulkan menjauhi sensor, maka intensitasnya semakin besar sehingga kenampakan citranya akan semakin terang. Jumlah dan kerapatan partikel akan mempengaruhi intensitas sinyal balik yang di terima oleh sensor. Semakin banyak dan rapat partikel pada air (semakin keruh), maka semakin besar sinyal balik yang diterima sensor. Hasil klasifikasi ditunjukan pada Gambar 24, yang menunjukan perbandingan antara klasifikasi supervise Neural Network (NN) dengan klasifikasi unsupervise K-Mean. Secara visual tampak bahwa hasil yang disajikan oleh klasifikasi NN lebih baik dibandingkan dengan K-Mean.
Gambar 24. Hasil klasifikasi Neural Network (Supervise) dan K-Mean (Unsupervise)
Pada klasifikasi NN, semua kelas yang diinginkan muncul pada hasil peragaan, sedangkan pada K-Mean hanya empat kelas yang muncul, satu kelas tidak dapat diperagakan. Pada daerah yang diberi lingkaran warna putih terlihat bahwa hasil pada klasifikasi K-Mean kurang bagus. Jika dilihat pada citra yang asli terdapat warna merah dan hijau agak samar (bukan perairan jernih) dalam luasan yang cukup luas, pada hasil klasifikasi K-Mean daerah tersebut dominan
dikelaskan sebagai perairan jernih (hanya sebagian kecil dari pixel-pixel di daerah tersebut yang masuk kedalam kelas keruh). Sebaliknya pada hasil klasifikasi NN, daerah tersebut di klasifikasikan sebagai perairan agak keruh. Hal ini sesuai dengan informasi yang terdapat pada citra asli. Klasifikasi K-Mean kurang sensitif terhadap pixel-pixel yang memiliki warna hampir gelap, sehingga pixel tersebut dimasukan kedalam satu kelompok yang sama dengan pixel-pixel berwarna gelap.
4.6
Luas Area Hasil Klasifikasi Luasan daerah tiap kelas dari hasil klasifikasi ini mengacu pada luasan
yang telah ditetapkan pada ROI tools, dimana luasan satu pixel dari citra AirSAR adalah 100m² (10m x 10m). Perhitungan luas tiap kelasnya adalah jumlah seluruh pixel pada tiap kelas dikalikan dengan luas per pixel (100m²). ∑ Pixel 36.015
Luas (Ha) 360,15
% Luas 12,255
Keruh
95.278
952,78
32,420
Agak Keruh
51.746
517,46
17,607
Jernih
99.078
990,78
33,712
Daratan
11.774
117,74
4,006
293.891
2.938,91
100,000
Class Sangat Keruh
Total
Tabel 3. Luasan tiap kelas hasil klasifikasi Neural Network ∑ Pixel 18.806
Luas (Ha) 188,06
% Luas 6,399
Keruh
125.506
1.255,06
42,705
Jernih
134.646
1.346,46
45,815
14.933
149,33
5,081
293.891
2.938,91
100,000
Class Sangat Keruh
Daratan Total
Tabel 4. Luasan tiap kelas hasil Klasifikasi K-Mean Luasan yang diperoleh masih perlu koreksi lebih lanjut, karena dalam proses ini belum dilakukan kalibrasi citra dan koreksi geometrik. Luasan ini juga masih kurang tepat karena adanya kesalahan ommision dan commision, dimana
pada peragaan hasil klasifikasi terlihat bahwa pixel yang harusnya berada pada daerah perairan, setelah diklasifikasi ternyata sebagian terdapat di daerah daratan. Dilihat dari kedua tabel tersebut terlihat jelas sekali perbedaan luasan dari tiap masing-masing kelas pada klasifikasi Neural Network dan K-Mean. Hal ini terjadi karena pada klasifikasi K-Mean, jumlah kelas yang muncul hanya empat kelas. Satu kelas yang tergolong tidak terkelaskan menyebar masuk kedalam kelas yang lain.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Daya tembus masing-masing band-C, L dan P sangat berbeda, dimana
daya tembus P > L > C. Idealnya kombinasi peragaan untuk identifikasi kekeruhan air harus memuat band C, L dan P karena posisi partikel menyebar pada semua lapisan air. Berdasarkan nilai intensitas polarisasi dari tiap band serta hasil interpretasi visual, jenis polarisasi yang baik untuk identifikasi kekeruhan air adalah polarisasi VV. Jadi kombinasi citra yang digunakan untuk identifikasi dan klasifikasi tingkat kekeruhan air adalah L-VV, P-VV dan C-VV. Klasifikasi Neural Network lebih baik dibandingkan dengan klasifikasi KMean. Klasifikasi K-Mean kurang sensitif terhadap pixel-pixel yang memiliki warna hampir gelap, sehingga pixel tersebut dimasukan kedalam satu kelompok yang sama dengan pixel-pixel berwarna gelap.
5.2
Saran Sebelum melakukan pengkajian citra lebih lanjut, sebaiknya dilakukan
proses koreksi dan kalibrasi citra, sehingga lokasi daerah penelitian akan tepat pada koordinatnya masing-masing dengan skala yang dapat diketahui. Selain itu, perlu dilakukan survey ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data lapang yang dapat digunakan sebagai kriteria acuan dalam menetapkan tingkat kekeruhan air. Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan dapat mengkaji Polarization Signature per luasan area, sehingga hubungan intensitas polarisasi dari tiap pixelnya dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA Chuah H. T., Ewe H. T., Low H. K. 1999. A Neural Network Land Use Classifier for SAR Image Using Textural and Fractral Information., Malaysia Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. European Space Agency [ESA]. 2007. Advanced Synthetic Aperture Radar. http://envisat.esa.int/handbooks/asar/CNTR5-2.htm [31 Desember 2007] J. J. van Zyl. 1989. Unsupervise Classification Of Scattering Behavior Using Radar Polarimetri Data. Lillesand TM, Ralph W K. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Prapto S, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Fakutas Geografi, Universitas Gajah Mada. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation. Natural Resources Canada [NRC]. 2007. Glossary of remote sensing terms. http://www.ccrs.nrcan.gc.ca/glossary Raimadoya MA, BH Trisasongko. 2005. Diktat Kuliah Dasar-dasar Interpretasi Foto Udara. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Peranian, Institut Pertanian Bogor. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta Tontowi. 2002. penelitian kualitas air waduk jatiluhur sebagai sumber baku air minum dan penurunan kualitasnya setelah mengalir melalui saluran tarum barat. ______. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990, Penggolongan Air Menurut Peruntukkannya. Jakarta ________, __, A Studi of Target Classification Using Fully Polarimetric SAR. Japan