STUDI RADIOGRAFIS TULANG FEMUR ANJING PASCA PEMASANGAN EQUINE CORTICAL BONE XENOGRAFT DAN DEMINERALIZED EQUINE CORTICAL BONE XENOGRAFT Tri Utami¹, I Wayan W2, Dhirgo Adji3 1Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adi Sucipto, Penfui, Kupang, NusaTenggara Timur; 2Laboratorium Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. P.b.Sudirman, Denpasar, Bali; 3Departemen Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Jl Fauna. 2 Karangmalang, Yogyakarta Email:
[email protected] ABSTRAK
Xenograft adalah bahan cangkok tulang yang berasal dari tulang spesies berbeda, maupun terbuat dari bahan sintetik atau alami. Xenograft dapat digunakan sebagai bahan pengganti fragmen tulang pada kebanyakan kasus fraktur. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran radiografis tulang femur anjing pasca penggunaaan bahan cangkok tulang demineralized equine cortical bone xenograft (DECBX) dan equine cortical bone xenograft (ECBX). Bahan cangkok tulang ECBX maupun DECBX berasal dari tulang kortikal kuda. Potongan tulang dihilangkan lemak dan protein kemudian dilanjutkan dengan proses demineralisasi (DECBX) dan tanpa demineralisasi (ECBX). Penelitian ini menggunakan anjing jantan berumur 34 bulan sebanyak 6 ekor dibagi menjadi dua kelompok perlakuan, kelompok I diberi bahan cangkok DECBX dan kelompok II diberi bahan cangkok ECBX. Monitoring perkembangan kesembuhan tulang dilakukan pada 24 jam, minggu ke-2, minggu ke-4, dan minggu ke-8 pasca operasi melalui pemeriksaan radiografis dengan pengambilan foto rontgen. Hasil analisis radiografis menunjukkan adanya penyatuan fragmen dan keseragaman opasitas tulang pada Kelompok I terjadi pada minggu ke-8 pasca operasi, sedangkan Kelompok II pada minggu ke-8 belum terjadi absorbsi bahan cangkok, penyatuan fragmen maupun keseragaman opasitas tulang. Kata kunci: demineralized equine cortical bone xenograft, radiografis, tulang
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
167
PENDAHULUAN Trauma akibat kecelakaan dapat menimbulkan kerusakan yang serius pada tulang hewan yang cedera. Hilangnya kesinambungan baik secara utuh maupun sebagian pada jaringan tulang yang mengalami cedera dikenal dengan istilah fraktur. Kondisi demikian memerlukan penanganan serius, terutama pada kondisi tulang yang patah menjadi beberapa fragmen. Penggantian fragmen tulang yang hilang membutuhkan bahan cangkok pengganti tulang untuk memperbaiki kerusakan tulang (Kao, 2004). Bahan cangkok tulang dapat berasal dari tulang individu yang bersangkutan (autograft), tulang yang diambil dari individu berbeda pada spesies yang sama (allograft) dan tulang yang diambil dari spesies yang berbeda (xenograft). Tindakan cangkok tulang diperlukan untuk merangsang proses penyembuhan tulang dan mengisi bagian tulang yang hilang (Greenwald et al., 2008; Finkemeier, 2002). Autograft merupakan pilihan utama dalam perbaikan kerusakan tulang karena mempunyai potensi osteogenesis, osteoinduksi maupun osteokonduksi yang baik, namun penggunaan autograft ini memiliki banyak keterbatasan, diantaranya menimbulkan luka sayatan tambahan pada hewan yang tentunya dapat menimbulkan rasa sakit dan panjangnya durasi anastesi. Allograft juga umum digunakan, namun ketersediaannya juga dibatasi oleh persediaan tulang donor (Dimitriou et al., 2011; Finkemeier, 2002; Enneking et al., 1980). Dengan terbatasnya persediaan autograft maupun allograft maka upaya penanganan fraktur dengan bahan cangkok tulang dapat dilakukan dengan menggunakan bahan lain, seperti xenograft. Bone Xenograft dapat diperoleh dari berbagai tulang hewan, salah satunya dari tulang kuda. Penggunaan tulang kuda sebagai bahan bone xenograft dengan berbagai macam metode perlakuan seperti deproteinasasi, pemanasan, pembekuan dapat diterima oleh tubuh resipien (Heo et al., 2011; Fujinaga and Koike, 1976). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran radiografis tulang femur anjing pasca pemasangan bahan cangkok tulang DECBX dan ECBX sebagai bahan pengganti fragmen tulang. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian ini telah mendapat Rekomendasi dari Komisi Ethical Clearance dengan nomor: 235/KEC-LPPT/III/2015. Enam Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
168
ekor anjing jantan lokal berumur 3 - 4 bulan digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian ini. Bahan cangkok tulang dalam penelitian ini berasal dari tulang kortek kuda yang diperoleh dari rumah pemotongan kuda di Segoroyoso, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I.Yogyakarta. Bahan yang digunakan dalam penelitian, antara lain: atropin sulfat, anestetika ketamin - silazin HCL, antibiotika amoksisilin, anthelmetika (pirantel pamoat), vaksin DHPPi2 (EURICAN 4), alkohol 70%, iodin povidon 10%, NaCl 0,9% steril, chloroform, methanol, HCL, aquades dan bahan pendukung lainnya. Pembuatan Bone Xenograft. Tulang kuda dibersihkan dari sisa otot dan jaringan lunak menggunakan skalpel, kemudian tulang dipotong menjadi beberapa potongan dengan ukuran 1 x 1 cm. Potongan tulang selanjutnya dicuci menggunakan aquades dan diteruskan dengan NaCl 0.9%, kemudian direndam dalam larutan chloroform – methanol untuk dihilangkan lemak dan protein permukaannya. Proses selanjutnya dalam pembuatan bone xenograft DECBX adalah demineralisasi potongan tulang dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Adji et al.(2014). Demineralisasi tulang dilakukan dengan merendam tulang ke dalam larutan HCl selama 2 minggu. Demineralisasi sempurna ditandai dengan konsistensi tulang menjadi lunak dan translucent (transparan). Perlakuan Fraktur Tulang. Anjing diadaptasikan selama 1 minggu. Semua anjing diberikan anthelmetika dan vaksinasi, diberi pakan komersial (dogfood) dan air minum (RO) diberikan secara ad libitum. Diafisis tulang femur kiri dibor dengan diameter 1 cm dan lubang hasil pengeboran diberi bahan cangkok tulang. Enam ekor anjing dibagi menjadi dua kelompok perlakuan, masing-masing tiga ekor anjing. Kelompok I diberi bahan cangkok tulang demineralized equine cortical bone xenograft (DECBX), kelompok II diberi bahan cangkok tulang equine cortical bone xenograft (ECBX). Teknik Pengambilan Foto Rontgen. Pengambilan gambar foto rontgen dilakukan pada 24 jam, minggu kedua, minggu keempat dan minggu kedelapan pasca operasi dengan posisi hewan rebah lateral (left lateral recumbency) dan proyeksi gambar secara mediolateral difokuskan pada tulang femur kiri. Evaluasi keberhasilan penggunaan bahan cangkok tulang ini dapat diketahui melalui gambaran radiografis dengan melihat absorbsi bahan cangkok, pembentukan kalus atau jaringan tulang baru, fusi antar segmen tulang dan keseragaman opasitas pada tulang yang diberi bahan cangkok tulang DECBX maupun ECBX.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
169
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran bulat radiolusen dengan diameter 1 cm di bagian tengah diafisis tulang femur kiri anjing kelompok I merupakan tampilan dari DECBX sebagai pengganti fragmen tulang yang hilang akibat pengeboran (Gambar 1A). Bahan cangkok tulang DECBX pada tampilan radiografis menunjukkan gambaran radiolusen karena kandungan mineral bahan cangkok tulang sebagian besar telah hilang akibat proses demineralisasi (Gambar 1A), sedangkan pada bahan cangkok ECBX menunjukkan tampilan radiopak karena bahan cangkok tersebut masih memiliki kandungan mineral tulang (Gambar 1B). Demineralisasi bahan cangkok tulang dapat dilakukan dengan berbagai larutan kimia, termasuk dengan menggunakan asam hidroklorida. Proses demineralisasi dilakukan untuk menghancurkan mineral dan materi antigenik dalam tulang, sehingga menurunkan stimulasi antigenik dan meningkatkan pelepasan Bone Morphogenetic Protein (Riley et al., 1996). Hasil pemeriksaan radiografis pada periode 24 jam pasca operasi belum terlihat adanya pembentukan kalus pada kedua kelompok perlakuan (Gambar 1A dan 1B), karena pada periode ini sedang berlangsung fase inflamasi. Menurut Harwood et al. (2010) fase inflamasi timbul setelah terjadi gangguan atau luka pada tulang dan jaringan lunak disekitarnya, puncak peradangan timbul dalam waktu 48 jam (Sfeir et al., 2005) dan berlangsung sekitar 3 - 4 hari (Harwood et al., 2010; Johnson et al., 2005), kemudian diikuti hemoragi, thrombosis, kematian tulang pada ujung patahan dan pembentukan hematoma (Kealy et al., 2011).
Gambar 1. Radiografis mediolateral diafisis tulang femur kiri anjing pada 24 jam pasca operasi. A, demineralized equine cortical bone xenograft (DECBX) tampak berbentuk bulat radiolusen berdiameter 1 cm (tanda panah merah). B, equine cortical bone xenograft (ECBX) tampak berbentuk bulat radiopak berdiameter 1 cm (tanda panah hitam) Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
170
Gambar 2. Radiografis mediolateral tulang femur kiri anjing pada minggu ke2 pasca operasi. A, pita kalus tipis disekitar bahan cangkok DECBX. B, Gambaran bulat radiopak merupakan bahan cangkok ECBX (tanda panah hitam) Perubahan densitas di bagian tepi fragmen tulang pada kedua kelompok resipien terlihat pada pemeriksaan radiografis minggu ke-2 pasca operasi. Pita kalus berupa gambaran radiopak tipis terlihat disekitar daerah yang diberi bahan cangkok DECBX maupun ECBX (Gambar 2A dan 2B). Gambaran ini merupakan respon awal kesembuhan tulang. Henry (2013) menyebutkan bahwa kesembuhan awal ditandai dengan perubahan garis fraktur yang lebih tipis dan pembentukan kalus. Jembatan kalus mulai terbentuk pada minggu ke-2 pasca fraktur. Kalus berasal dari invasi dan diferensiasi sel mesenkimal (Denny and Butterworth, 2000). Perubahan radiografis dalam kurun waktu 10 – 20 hari pasca fraktur ditandai dengan adanya reaksi periosteal, pembentukan kalus, penurunan ukuran gap fraktur dan kalus mulai mengalami mineralisasi (Kealy et al., 2011; Henry, 2013).
Gambar 3. Radiografis mediolateral tulang femur kiri anjing pada minggu ke-4 pasca operasi. A, Gambaran bulat radiolusen pada anjing kelompok I terlihat mengecil. B, Gambaran bulat radiopak bahan cangkok ECBX (tanda panah hitam) pada diafisis femur anjing kelompok II masih terlihat. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
171
Perubahan densitas di bagian tepi fragmen tulang pada kedua kelompok resipien terlihat pada pemeriksaan radiografis minggu ke-2 pasca operasi. Pita kalus berupa gambaran radiopak tipis terlihat disekitar daerah yang diberi bahan cangkok DECBX maupun ECBX (Gambar 2A dan 2B). Gambaran ini merupakan respon awal kesembuhan tulang. Henry (2013) menyebutkan bahwa kesembuhan awal ditandai dengan perubahan garis fraktur yang lebih tipis dan pembentukan kalus. Jembatan kalus mulai terbentuk pada minggu ke-2 pasca fraktur. Kalus berasal dari invasi dan diferensiasi sel mesenkimal (Denny and Butterworth, 2000). Perubahan radiografis dalam kurun waktu 10 – 20 hari pasca fraktur ditandai dengan adanya reaksi periosteal, pembentukan kalus, penurunan ukuran gap fraktur dan kalus mulai mengalami mineralisasi (Kealy et al., 2011; Henry, 2013). Kelompok I mengalami peningkatan densitas akibat pembentukan kalus pada minggu ke-4 pasca operasi. Bahan cangkok DECBX yang di transplantasikan telah mengalami degradasi dan mineralisasi pada minggu ke-4 pasca operasi, meskipun belum sempurna (Gambar 3A). Pada periode yang sama, bahan cangkok ECBX yang ditransplantasikan pada diafisis tulang femur anjing Kelompok II masih terlihat dan mengalami sedikit penurunan ukuran diameter.
Gambar 4. Radiografis mediolateral tulang femur kiri anjing pada minggu ke-8 pasca operasi. A, tampak keseragaman struktur diafisis tulang (tanda panah merah). B, pita kalus tipis dibagian diafisis tulang (tanda panah hitam). C, peningkatan densitas disekitar ECBX (tanda panah kuning). D, penurunan ukuran gambaran radiopak ECBX (tanda panah biru) Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
172
Hasil pemeriksaan radiografis minggu ke-8 pasca operasi menunjukkan bahwa bahan cangkok DECBX telah diabsorpsi sehingga gambaran bulat radiolusen sudah tidak terlihat (Gambar 4A dan 4B), penyatuan fragmen dan keseragaman opasitas diafisis tulang juga terlihat pada kelompok I. Pada periode pemeriksaan yang sama, bahan cangkok ECBX belum diabsorbsi secara sempurna, penyatuan fragmen tulang maupun keseragaman opasitas pada bagian tengah diafisis tulang femur yang diberi bahan cangkok pada kelompok II (Gambar 4C dan 4D) juga belum terjadi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa penggunaan bahan cangkok tulang kortikal kuda tanpa demineralisasi secara radiografis masih terlihat pada minggu ke-16 (Fujinaga and Koike, 1976), dan minggu ke-24 pasca operasi (Heo et al., 2011). Absorbsi bahan cangkok tulang pasca transplantasi dapat terjadi dalam waktu singkat maupun lama (Burchardt et al.,1977; Burchardt, 1987; Choi et al., 1996). Proses absorbsi bahan cangkok dan penyatuan fragmen pada kelompok I terjadi lebih cepat dibandingkan pada kelompok II. Hal ini disebabkan karena bahan cangkok tulang yang telah didemineralisasi sudah tidak memiliki kandungan mineral, sehingga proses absorbsi dapat berjalan lebih cepat. Selain itu, komposisi bahan cangkok tulang demineralisasi berupa protein non collagen, growth factors dan collagen (Joshi et al., 2010; Sutherland and Bostrom, 2005) memiliki potensi biologi osteoinduktif dan sebagian osteokonduktif yang berperan mempercepat pertumbuhan tulang baru (Zimmermann and Moghaddam, 2011; Kutler et al., 1993). KESIMPULAN Proses kesembuhan tulang secara radiografis ditandai dengan pembentukan tulang baru, penyatuan fragmen tulang dan keseragaman opasitas tulang resipien. Berdasarkan hasil pemeriksaan radiografis dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa proses kesembuhan tulang secara radiografis pada kelompok I terlihat pada minggu ke-8 pasca operasi, sedangkan dari hasil pemeriksaan radiografis kelompok II pada minggu ke-8 pasca operasi belum menunjukkan gambaran absorbsi bahan cangkok, penyatuan fragmen maupun keseragaman opasitas diafisis tulang.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
173
DAFTAR PUSTAKA Adji, D., Utami, A.D., and Utami, T. 2014. Efektifitas Tulang Kuda yang Didekalsifikasi Sebagai Bahan untuk Reparasi Fraktur Radius-Ulna pada Anjing. Hibah Penelitian Pengembangan Bagian Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada Burchardt H., Glowczewskie, F.P. and Enneking, W.F. 1977. Allogeneic segmental fibular transplants in azathioprine-immunosuppressed dogs. Journal of Bone and Joint Surgery (America), 59: 881-894. Burchardt, H.1987. Biology of bone transplantation. Orthopedic Clinics of North America, 18:187-196. Choi, I.H., Kim, H.G. and Sasaki, N. 1996. Effectiveness of freeze-dried bone grafts on the non-union fracture of dogs. Korean Journal of Veterinary Research, 36: 495-511. Denny, H.R. and Butterworth, S.J. 2000. A Guide to Canine and Feline Orthopaedic Surgery. 4th ed. Blackwell Science. Dimitriou, R., Jones E., McGonagle, D. and Giannoudis, P.V. 2011. Bone Regeneration: current concepts and future directions. BMC Med., 9:66. Eesa, M.J., Mahdi, A.K. and Al-Mutheffer, E.A. 2009. Radiological and Histopathological Study of The Effect of Omental Pedicle Flap on The Transverse and Oblique Rib Fracture in Dogs. Iraqi J of Vet Sci., 23:193-200. Enneking, W.F., Eady, J.L. and Burchardt, H.1980. Autogenous cortical bone grafts in the reconstruction of the femur in revision total hip arthroplasty. Clinical Orth and Related Res., 35-44. Finkemeier, C.G. 2002. Bone Grafting and Bone Graft substitutes. J Bone Joint Surg Am., 84: 454-464. Fujinaga, T. and Koike, T. 1976. An Examination of Graft Alteration and Recipient Response to Processed Mare Cortical Bone Xenografting. Jap J vet Res.,4:1-12. Greenwald, A.S., Bodes, S.D. and Goldberg. 2008. Bone-Graft Substitutes: Fact, fictions and applications. 75th Annual Meeting American Academy of Orthopaedic Surgeons. San Francisco, California. Harwood, P.J., Newman, J.B. and Michael, A.L.R. 2010. An update on fracture healing and non-union. Mini symposium: Basic science of trauma. Orthopaedic and Trauma, 24:1. Henry, G.A. 2013. Fracture Healing abd Complications. In: Thrall D.E. Textbook of Veterinary Diagnostic Radiology. 6th ed. Elsevier Saunders.United States of America. P: 283-306.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
174
Heo, S.H., Na, C.S. and Kim, N.S. 2011. Evaluation of equine cortical bone transplantation in a canine fracture model. Vet Medicine, 3: 110-118. Joshi, D.O., Tank, P.H., Mahida, H.K., Dhami, M.A., Vedpathak, H.S. and Karle, A.S. 2010. Bone Grafting: An Overview. Veterinary World, 3(4): 198200. Kao, R.T. 2004. Periodontal regeneration reconstructive surgery. In Rose, L.F., Mealey, B.L. and Genco, R.J. Eds. Periodontic medicine, surgery and Implants. St Louis. Saunders Elsevier. P: 573-601. Kealy, J.K., McAllister, H. and Graham, J.P. 2011. Diagnostic Radiology and Ultrasonography of the Dog and Cat. 5th ed. Elsevier Saunders. Kutler, N., Reuter, J., Kirchner, T., Priessuiz, B. and Sebald, W. 1993. Osteoinductive, morphogenic, and Biomechanical Properties of Autolyzed Antigen Extracted, Allogenic Human Bone. J. Oral Maxilofac Surg. 51 (12); 1345-57. Riley, E.H., Lane, J.M., Urist, M.R., Lyons, K.M. and Lieberman, J.R. 1996. Bone Morphogenetic Protein-2: Biology and Application. Clin. Orthop. Relat. Res., 324: 39-46. Sutherland, D., and Bostrom, M. 2005. Graft and Bone graft Substitutes. Bone Regeneration and Repair Biology and Clinical Applicatin. Lieberman J.R., Friedlander G.E. (ed).Humana Press. Zimmermann, G. and Moghaddam, A. 2011. Allograft bone matrix versus synthetic bone graft substitutes. Injury, 42:S16–S21.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
175