STUDI PROSES PENURUNAN KADAR LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH KARAGENAN DENGAN PERLAKUAN BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN KHITOSAN
Oleh: ZAINAL A. LATAR
C03499906
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
STUDI PROSES PENURUNAN KADAR LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH KARAGENAN DENGAN PERLAKUAN BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN KHITOSAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk me mperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ZAINAL A. LATAR C03499906
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
SKRIPSI Judul Skripsi :
STUDI PROSES PENURUNAN KADAR LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH KARAGENAN DENGAN PERLAKUAN BERBAGAI KONSENTRASI KHITOSAN
Nama
:
Zainal A. Latar
NRP
:
C03499906
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP. 131 476 638
Ir. Djoko Poernomo NIP. 131 288 097
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
Tanggal Lulus:
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karagenan adalah kelompok polisakarida linear yang tersusun oleh unitunit galaktosa dan 3,6 anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik Alfa-1,3 dan beta-1,4 secara bergantian. Karagenan dihasilkan dari alga merah (rhodophyceae), banyak digunakan untuk bahan makanan, mengentalkan bahan baku non pangan, dan industri tekstil. Tidak jarang dari proses pembuatan karagenan ini akan menghasilkan limbah berupa sisa hasil pengolahan, padahal limbah tersebut masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan seperti untuk pembuatan pupuk kompos dan serat, bahkan untuk bahan tambahan pakan. Namun demikian limbah yang akan dimanfaatkan lebih lanjut tersebut harus baik dalam arti tidak banyak mengandung pengotor/kontaminan. Oleh karena itu salah satu alternatif untuk mereduksi kontaminan terutama logam Pb yang ada dalam limbah karagenan tersebut adalah pemberian perlakukan khitosan. Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa khitosan memiliki banyak manfaat pada berbagai bidang kehidupan. Diantaranya, khitosan dapat menghilangkan kontaminan, memisahkan petroleum dari air limbah, pelapis benih yang akan ditanam (pertanian), bahan anti kolesterol, anti koagulan dalam darah, dan absorben logam berat (Brzeski 1987). Dewasa ini terlihat berbagai macam perkembangan jenis komoditas hasil perikanan yang ditangkap, salah satunya adalah rajungan (Portunus pelagicus), yang merupakan jenis kepiting laut yang banyak terdapat di Indonesia. Permintaan rajungan dalam bentuk segar, beku, atau produk kaleng terus meningkat dipasaran dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga berdampak pada tingkat produksi rajungan di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2002 produksi udang mencapai 241.485 ton dan rajungan (termasuk kepiting) 31.228 ton (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2004). Limbah cangkang yang dihasilkan dari kedua komoditas tersebut sekurang-kurangnya mencapai 40-60 % (udang) dan 75-85 % (rajungan) (Wibowo et. al. 2005). Dengan demikian diperkirakan sekurang-kurangnya 120.000 ton cangkang udang dan 25.000 ton cangkang rajungan dan kepiting tersedia setiap
2
tahunnya sebagai bahan baku khitin/khitosan. Dengan meningkatnya permintaan rajungan tersebut maka akan menghasilkan limbah yang besar jumlahnya. Apabila limbah tersebut tidak ditangani dengan baik maka akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pemanfaatan limbah rajungan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan menjadi produk khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang dapat dihasilkan dari limbah hasil laut khususnya golongan udang, rajungan, ketam, dan kerang (Angka dan Suhartono 2000). Logam berat adalah salah satu jenis bahan pencemar yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Logam berat yang bersifat racun diantaranya adalah Pb, Cd, dan Hg. Logam-logam berat Pb, Cd, dan Hg tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam-logam tersebut, tubuh akan mengeluarkanya sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, jaringan lemak, kuku, dan rambut. Timbal merupakan logam yang sangat beracun. Sebagai unsur pada dasarnya tidak dapat dimusnahkan. Sekali terlepas ke dalam lingkungan, Pb akan tetap menjadi ancaman mahluk hidup. Timbal secara alami maupun cara lain tidak dapat terurai atau berubah menjadi senyawa lain (West et al. 1998). Masuknya Pb ke dalam tubuh manusia dan hewan dapat melalui pernapasan dan pencernaan. Timbal (Pb) sebagai bahan asing dalam tubuh manusia dan hewan merupakan racun yang bersifat akumulatif dan cenderung tertimbun dalam tulang, otak, hati, ginjal, dan otot. Namun demikian sebagian logam Pb dalam tubuh akan dialirkan ke jaringan lain melalui darah dan dikeluarkan melalui sistem ekskresi (Faust dan Aly 1981). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya penanganan logam berat Pb tersebut, salah satunya adalah dengan pemberian khitosan yang berfungsi untuk mengikat logam Pb. Khitosan adalah salah satu produk perikanan yang diharapkan dapat menurunkan kandungan logam Pb.
3
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan pengikatan khitosan terhadap logam berat timbal (Pb) pada limbah karagenan dan menentukan konsentrasi terbaik dari khitosan yang digunakan.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karagenan dan Limbah Karagenan Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air atau larutan alkali dengan temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karagenan yang merupakan produk utama jenis alga merah, secara luas digunakan untuk berbagai produk makanan, mulai dari susu, es krim sampai produk industri seperti pasta gigi, cat, kosmetik dan sebagainya (Dahuri 2003). Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, yaitu : kappa : 25-30 %, iota : 28-35 % dan lambda : 32-39 %. Larut dalam air panas (70 0C), air dingin, susu, dan larutan gula, sehingga sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada berbagai minuman atau makanan. Dapat membentuk gel dengan baik, sehingga dapat digunakan sebagai peng-gel dan thickener (Suptijah 2002). Karagenan banyak digunakan pada produk pangan dan non pangan. Kurang lebih 80 % produksi karagenan digunakan pada industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Pada produk pangan karagenan banyak digunakan untuk gel dalam selai, sirup, saus, makanan bayi, produk susu, daging, ikan, bumbu, dan sebagainya. Senyawa ini banyak digunakan ubtuk mengentalkan bahan bukan pangan seperti odol, shampoo, dan hasilnya digunakan juga untuk industri tekstil dan cat (Angka dan Suhartono 2000) Karagenan dalam industri makanan dan minuman biasa digunakan sebagai dietetic food dalam bentuk jelly. Susu kental manis dan yoghurt menggunakan karagenan sebagai pensuspensi, sedangkan dalam industri milk-gel (puding, custard, minuman kaleng) dan antacid-gel berfungsi sebagai gelling agent, demikian pula dalam water-gel, fish dan meat-gel dan gel pengharum ruangan berfungsi sebagai pembentuk gel. Penggunaan lain dari karagenan adalah sebagai binder pada pasta gigi, sebagai bodying agent pada cream lotion dan saus tomat, dan sebagai penstabil lemak pada makanan ternak (Anggadiredja et al. 1993) Proses proses produksi tepung karagenan secara umum terdiri dari pembersihan dan pencucian, penirisan, ekstraksi, penyaringan, pengendapan
5
filtrat, dan penggilingan. Menurut Fellows (1992) penyaringan bertujuan untuk menjernihkan cairan dengan cara membuang sejumlah partikel padat atau untuk memisahkan cairan dari bagian padat bahan pangan dengan cara menggunakan saringan. Penyaringan adalah suatu unit proses dimana komponen solid tidak larut dalam suspensi solid-likuid dipisahkan dari komponen likuidnya dengan melewatkan suspensi tersebut melalui suatu membran yang dapat menahan solid dipermukaannya atau dalam struktur di dalamnya atau keduanya. Suspensi solid likuid dikenal sebagai bubur sedangkan cairan yang melewati membran saringan disebut medium saringan. Solid yang sudah dipisahkan dari komponen likuid tersebut disebut ampas (Wirakartakusumah et al. 1992). Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Suryadiputra (1995) dalam Prantommy (2005) mendefenisikan air limbah sebagai limbah yang berbentuk cair, dimana di dalamnya mengandung proporsi air limbah dalam jumlah relatif lebih banyak dibandingkan dengan kontaminan yang terdapat di dalamnya. Limbah karagenan adalah bahan sisa yang diperoleh dari hasil akhir proses produksi
karagenan.
Dari
proses
pembuatan
karagenan
tersebut
dapat
menghasilkan limbah dari sisa pengolahan. Limbah karagenan berwarna keruh kecoklatan dan agak kental. Karagenan dapat dipisahkan dari filtratnya dengan cara presipitasi dengan alkohol, pengeringan “drum” (drum drying) dan dengan cara pembekuan (Food Chemical Codex 1981). Hasil pemisahan inilah yang akan menjadi limbah. Limbah tersebut apabila tidak ditangani dengan baik maka dapat mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan. Oleh karena itu limbah tersebut harus ditangani lebih lanjut. Filtrat karagenan merupakan campuran antara air, karagenan dan bendabenda asing lainnya yang berukuran sangat kecil. Menurut Overbeek dan Jong (1949) dalam Luthfi (1988), karagenan dapat dipisahkan dari air dan zat-zat lainnya dengan menambahkan zat tertentu misalnya alcohol, garam-garam dan aseton. Zat-zat tersebut berfungsi untuk memisahkan karagenan dengan cara pembentukan
polimer
sehingga
terjadi
agregasi
yang
menyebabkan
penggumpalan/pengendapan. Pemisahan karagenan juga dapat dilakukan dengan
6
menggunakan metode gel-press, KCL press, pembekuan menggunakan KCL atau presipitasi oleh alkohol (Ceamsa 2001). Limbah hasil pengolahan karagenan masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku misal, sebagai serat, protein sel tunggal dan juga untuk tambahan makanan. Limbah tersebut kadang masih mengandung berbagai pencemar diantaranya yaitu logam timbal, oleh karena itu sebelum limbah tersebut dimanfaatkan sebagai bahan baku seperti serat, protein sel tunggal dan sebagainya maka
terlebih
dahulu
perlu
diberi
perlakuan
untuk
mengurangi
pengotor/kontaminan seperti logam timbal. Karena apabila serat, protein sel tunggal, bahan tambahan makanan, dan pupuk yang diperoleh dari pemanfaatan limbah tersebut masih mengandung logam berat maka dipastikan logam berat tersebut akan terakumulasi dalam tubuh manusia dan ini sangat tidak bermanfaat bagi manusia. Salah satu cara mengurangi kontaminan logam timbal adalah diberi perlakuan dengan khitosan. Hal ini juga dapat memberikan dampak positif terhadap penyelamatan lingkungan dari pencemaran limbah tersebut. 2.2 Logam Timbal (Pb) Plumbum (Pb) adalah unsur logam dengan nomor atom 82 berat atom 207,19, titik cair 327,5 0C, dan titik didih 1725 0C (Reilly 1980). Kadar Pb dalam lingkungan meningkat karena penggunaannya dalam penambangan dan berbagai industri. Dalam pertambangan logam ini berbentuk sulfida logam (PbS) yang sering disebut gelana (Darmono 1995). Dalam bentuk oksida, logam Pb biasa digunakan dalam industri kosmetik, gelas dan keramik sebagai zat pewarna. Selain itu digunakan pula sebagai bahan untuk menyambung logam seperti pipa air dan kemasan kaleng makanan (Winarno 1992). Logam berat Pb biasanya terakumulasi dalam organisme air, yang tergantung pada konsentrasi logam dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktivitas fisiologisnya. Konsentrasi logam berat pada oyster akan menurun sebanding dengan meningkatnya umur organisme (Wood 1979 dalam Rahadhiyan 2001). Batas maksimum timbal dalam makanan hasil laut yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan RI dan FAO adalah sebesar 2,0 ppm. Absorpsi logam Pb dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur dan gizi. Orang
7
dewasa hanya mengabsorpsi 5–10 % dari timbal yang masuk, sedangkan anakanak akan mengabsorpsi dengan kadar yang lebih tinggi (Mayangwinarni 1997 dalam Rahadhiyan 2001). 2.2.1 Karakteristik logam timbal (Pb) Timah hitam (Pb) adalah sejenis logam lunak dan berwarna coklat kehitaman. Dalam pertambangan logam ini berbentuk sulfide logam (PbS) yang sering disebut galena (Darmono 1995). Timbal memiliki berat atom 207,21, densitas 11,34 dan titik cair 3270C (Saeni 1989). Sifat dan kegunaan logam Pb antara lain adalah mempunyai titik lebur yang rendah sehingga mudah digunakan dengan biaya operasi yang murah, mudah dibentuk, mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapis logam (mencegah karat). Selain itu, timbal banyak digunakan pada pabrik pembuatan baterai, aki, industri percetakan, alat listrik, pelapis logam, industri kimia dan cat (Darmono 1995). 2.2.2 Sumber logam timbal (Pb) Hampir seluruh bagian bumi mengandung logam Pb. Logam Pb di alam terdapat dalam bentuk sulfida (gelana), Pb Carbonat (Cerussite), PbSO4 (Angelisite). Dalam air Pb berada dalam bentuk Pb2+, PbCO3, Pb (CO 3)22-, PbOH+ dan Pb (OH) 2. Secara alami Pb tersebar luas pada batu-batuan dan lapisan kerak bumi. Hamidah (1980), logam Pb masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb (yaitu dari pembakaran bensin yang mengandung tetraetil lead), erosi, dan limbah industri. Timbal masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung timbal tetraktil, erosi, dan limbah industri. Timbal muncul dalam air dalam bentuk bilangan oksidasi + II (Saeni1989). Ion Pb terhidrolisis sebagian didalam air, dengan reaksi: Pb 2+ + H 2O
PbOH + H+
Kebanyakan garam timbal hanya larut sebagian dalam air dan beberapa senyawa, PbSO4 atau PbCrO4 tidak larut dalam air. Garam yang larut dalam air