SP003- 022 Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
Konsentrasi Logam Berat (Pb dan Cd) pada Bagian Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius (Jeruju)
Rony Irawanto 1, R. Hendrian 1, Sarwoko Mangkoedihardjo 2 1
Kebun Raya Purwodadi – LIPI 2 Teknik Lingkungan – ITS Jl. Gajayana 50, Malang, Indonesia
[email protected]
Abstract:
Perkembangan pembangunan menyebabkan aktivitas manusia di berbagai sektor kehidupan. Kegiatan ini seringkali menghasilkan bahan pencemar yang berdampak terhadap lingkungan. Salah satu pencemaran yang serius adalah logam berat, karena bila terserap dan terakumulasi dalam tubuh manusia dapat mengganggu kesehatan dan menyebabkan kematian. Logam berat seperti Pb (timbal) dan Cd (kadmium) bersifat toksik dan merupakan pencemar di semua media lingkungan. Konsep yang melihat peran tumbuhan sebagai teknologi alami dalam ekosistem guna mengatasi permasalahan lingkungan dikenal dengan istilah Fitoteknologi. Jenis Acanthus ilicifolius (Jeruju) dipilih karena banyak dijumpai dialam pada muara sungai yang kondisi saat ini dimungkinkan tercemar oleh logam berat dari aktivitas industri dan sebagainya. Pendekatan fitoteknologi ini yang digunakan dalam penelitian. Penelitian bertujuan mengetahui kemampuan tumbuhan akuatik Acanthus ilicifolius terhadap paparan logam berat Pb dan Cd, serta konsentrasi yang terdapat pada bagian tumbuhan sebagai metode dalam fitoforensik. Penelitian dilakukan di Teknik Lingkungan ITS selama November 2013 s/d Desember 2014. Parameter yang diamati berupa kandungan logam berat pada media tumbuhan (pasir dan air) serta bagian tumbuhan (akar, batang dan daun), dengan variasi jumlah tiga dan lima individu. Percobaan dilakukan di greenhouse TL-ITS dengan konsentrasi paparan Pb 10.000 ppm dan Cd 400 ppm, kemudian analisis kandungan logam Pb dan Cd di laboratorium LPPM-ITS mengunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil penelitian menunjukan bahwa Acanthus ilicifolius termasuk tumbuhan akumulator dengan nilai translokasi faktor 1,01 Konsentrasi logam Pb yang ditemukan pada hari ke 15 pemaparan di akar 8.958 ppm, batang 41 ppm dan daun 22 ppm. Sedangkan konsentrasi logam Cd yang ditemukan pada akar 237 ppm, batang 2 ppm dan daun 1 ppm. Sehingga fitoforensik untuk logam Pb dan Cd pada tumbuhan jeruju terletak di akar.
Keywords:
Tumbuhan Akuatik, Logam Berat, Coix lacryma-jobi, Fitoteknologi.
1.
PENDAHULUAN
Semakin bertambahnya aktivitas manusia di berbagai sektor kehidupan kerena perkembangan pembangunan, seringkali diiringi oleh peningkatan jumlah limbah pencemar yang masuk ke media lingkungan. Bahan pencemar seperti logam berat memiliki sifat toksik dan merupakan pencemar di semua media lingkungan. Salah satu logam berat adalah Pb (timbal) dan Cd (kadmium). Dimana permasalahan pencemaran logam berat mendapat perhatian yang serius, karena logam berat secara langsung ataupun tidak langsung akan sangat mempengaruhi kesehatan tubuh manusia dan mengakibatkan gangguan sistemik yang fatal, bahkan kematian. Bahan pencemar dapat masuk ke tubuh manusia melalui kontak dengan kulit, organ-
organ pernapasan maupun pencernaan. Oleh karena itu apabila pencemar tersebut tidak dikelola secara baik akan menimbulkan gangguan terhadap lingkungan, membahayakan bagi kesehatan dan kehidupan, baik manusia dan organisme yang ada didalamnya. Disisi lain ancaman kelestarian keanekaragaman hayati, berupa penurunan populasi maupun jenis tumbuhan terus berlangsung, karena aktivitas manusia pula. Padahal keanekaragaman hayati yang dimiliki, khususnya kekayaan tumbuhan, masih sebagian kecil yang diketahui dan dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Sehingga perlu pelestarian keanekaragaman tumbuhan melalui upaya konservasi dan mengungkap potensinya. Konsep yang memusatkan peran tumbuhan sebagai teknologi alami untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan dikenal dengan istilah
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam 2015
147
Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
Fitoteknologi. Dalam tinjauan teknologi dan proses memperjelas fitoteknologi sebagai cara pendekatan berbasis alam dalam penyelesaian permasalahan lingkungan (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010). Fitoteknologi didasari pada kajian transformasi efek zat dalam ekotoksikologi. Sehingga perlu disikapi efek negatif zat sebagai penjagaan kesehatan dan keberlanjutan kehidupan (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2009). Fitoteknologi dapat dikembangkan untuk fitostruktur, fitodrainase, fitoproteksi, fitoproses, fitoremediasi, fitomonitoring maupun fitoforensik terhadap pencemaran lingkungan (Irawanto, 2014). Oleh karena pencemar dari lingkungan dapat berpindah ke dalam jaringan tumbuhan, maka tumbuhan dapat digunakan sebagai indikator maupun akumulator terhadap pencemar. Menurut Sorek, dkk. (2008) dalam fitomonitoring, tumbuhan menjadi indikator untuk memetakan pencemaran lingkungan. Metode fitomonitoring ini dapat digunakan dalam penyelidikan permasalahan lingkungan yang merupakan pendekatan dalam fitoforensik (Burken, dkk., 2011). Tumbuhan memiliki kemampuan menyerap logam berat dari media lingkungan (Irwan, dkk., 2008). Percobaan terhadap daya serap tumbuhan secara alami terhadap konsentrasi Pb dan Cd adalah 8 mg/l (Neis dan Bittner, 1989). Pada daun konsentrasi toksisitas untuk Pb adalah 30-300 ppm dan Cd adalah 5-30 ppm (Alloway dan Ayres, 1997). Namun jenis tumbuhan yang dipergunakan dalam fitoteknologi lingkungan masih sangat sedikit. Sehingga jenis tumbuhan lokal dan liar di alam perlu dikonservasi dan digali kemampuannya terhadap pencemaran logam berat. Jenis tumbuhan Acanthus ilicifolius (Acanthaceae) dipilih karena jenis asli, tumbuhan lokal setempat, ditemukan tumbuh liar di alam dan belum dibudidayakan (Irawanto, 2014). Tumbuhan akuatik yang berasal dari jenis lokal merupakan pilihan utama dalam fitoteknologi (UNEP, 2003; Ludwig, 2007). Jenis ini termasuk tumbuhan akuatik yang berhabitat di wetland (lahan basah). Kondisi dilapangan jenis ini ditemukan berada pada perairan estuari (hilir sungai) yang merupakan muara dari limbah industri dan perkotaan. Sehingga kemungkinan besar jenis ini pada habitatnya terpapar oleh pencemar logam berat di perairan. Tumbuhan Acanthus ilicifolius (jeruju) dikelompokan dalam emerged dimana tumbuhan muncul di atas permukaan air namun akarnya berada dalam sedimen. Tumbuhan ini termasuk jenis baru dalam pemanfaatan fitoteknologi, karena belum banyak dilakukan penelitian dan referensi sebelumnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tumbuhan akuatik Acanthus ilicifolius terhadap paparan logam berat Pb dan Cd, serta konsentrasi yang terdapat pada bagian
148
tumbuhan sebagai pendekatan dalam fitoforensik. Penelitian ini menarik untuk dilakukan dan sejalan dengan upaya konservasi tumbuhan. Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi dasar dalam penelitian fitoteknologi dan pengembangan konservasi tumbuhan akuatik kedepan serta menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai potensi keanekaragaman tumbuhan Indonesia.
2.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental skala laboratorium. Penelitian dilakukan di Teknik Lingkungan ITS selama November 2013 s/d Desember 2014. Parameter yang diamati berupa kandungan logam berat pada media tumbuhan (pasir dan air) serta bagian tumbuhan (akar, batang dan daun), dengan variasi jumlah tiga dan lima individu. Percobaan dilakukan di greenhouse TL-ITS dengan konsentrasi paparan Pb 10.000 ppm dan Cd 400 ppm, kemudian analisis kandungan logam Pb dan Cd di laboratorium LPPM-ITS mengunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).
2.1. Alat dan Bahan Persiapan alat dan bahan sangat penting dalam melakukan penelitian, baik di lapangan maupun laboratorium. Peralatan lapangan di green house antara lain: Bak plastik persegi panjang dengan kapasitas 10 Liter, berdimensi panjang 30 cm, lebar 25 cm dan tinggi 10 cm. Bak digunakan untuk media semai maupun media tanam; Timbangan untuk mengukur berat media tanam yang digunakan; Skop/cetok untuk mencampur dan mengambil media tanam; dan Gunting stek untuk melakukan perbanyakan tumbuhan. Sedangkan peralatan laboratorium berupa: Alat kaca (glassware) seperti gelas ukur 100 ml, pipet volumetrik 10 ml, beaker gelas 500 ml, dan labu ukur 1000 ml, untuk pembuatan larutan induk; Botol-botol kaca berukuran 500 ml, 150 ml, dan 50 ml sebagai tempat larutan; Neraca analitik, untuk menimbang bahan yang akan digunakan; Oven, digunakan untuk mengeringkan tumbuhan; Blender, digunakan untuk menghaluskan bagian tumbuhan yang telah dikeringkan; Pakaian jas laboratorium, sarung tangan dan masker untuk keselamatan dalam bekerja. Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini, adalah material tumbuhan berupa bibit Acanthus ilicifolius (jeruju) yang diperoleh dari Kebun Raya Purwodadi secara vegetatif; Limbah / pencemar buatan berupa logam berat dari larutan induk Pb dan Cd. Larutan induk dibuat dari senyawa Timbal Nitrat / Pb(NO3)2 (Merck 7398) dan Kadmium
Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi, Pendidikan Sains, PKLH – FKIP UNS
Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
Sulfat Hidrat / Cd3O12S3.8H2O (Merck 2027); Aquadest untuk melakukan pengenceran dalam pembuatan konsentrasi larutan logam berat Pb dan Cd; Media tanam yang digunakan berupa pasir dan air. Pasir yang digunakan adalah pasir Lumajang dengan berat 5 kg tiap bak dan pemberian air (kran/PDAM kampus) sebanyak 2 Liter tiap bak; dan Pemberian nutrisi (pupuk NPK) untuk menjaga kelangsungan hidup tumbuhan sejumlah 10 gram/Liter setiap 30 hari sekali, selama proses pertumbuhan, sebelum perlakuan pemaparan logam Pb dan Cd
2.2. Cara Kerja Penelitian dilakukan dengan ulangan dua kali / duplo. Pemaparan logam berat Pb dan Cd dilakukan dengan menambahkan larutan logam berat ke dalam media tanam pada masing-masing bak perlakuan dengan variasi jumlah tumbuhan berupa 3 individu dan 5 individu tumbuhan. Pengambilan sampel setiap 5 hari sekali selama 15 hari, yaitu: pengambilan pertama (1) hari ke-5, pengambilan kedua (2) hari ke-10, dan pengambilan ketiga (3) hari ke-15. Sehingga untuk penelitian jenis Acanthus ilicifolius (jeruju) diperlukan 24 bak perlakuan dan 4 bak kontrol, dengan bibit sejumlah 112 bibit. Skema percobaan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perlakukan paparan Acanthus ilicifolius Bak Perlakuan Zat Pb 3 individu (a) ulangan1 5 individu (b) ulangan1 3 individu (c) ulangan2 5 individu (d) ulangan2 Zat Cd 3 individu (a) ulangan1 5 individu (b) ulangan1 3 individu (c) ulangan2 5 individu (d) ulangan2 Bak Kontrol Tanpa Zat Pb / Cd 3 individu (a) ulangan1 5 individu (b) ulangan1 3 individu (c) ulangan2 5 individu (d) ulangan2
Sampel1
Sampel2
Sampel3
Pb 1a Pb 1b Pb 1c Pb 1d
Pb 2a Pb 2b Pb 2c Pb 2d
Pb 3a Pb 3b Pb 3c Pb 3d
Cd 1a Cd 1b Cd 1c Cd 1d
Cd 2a Cd 2b Cd 2c Cd 2d
Cd 3a Cd 3b Cd 3c Cd 3d
0a 0b 0c 0d
Parameter morfologi selama pemaparan yang diamati berupa tinggi tumbuhan dan perubahan yang terjadi. Pengukuran berat basah tumbuhan dilakukan saat pengambilan sampel tumbuhan dari media tanam, lalu dibersihkan untuk menghilangkan pasir yang menempel pada permukaan tumbuhan,
selanjutnya dikering anginkan untuk menghilangkan air yang masih ada, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Sedangkan pengukuran berat kering dilakukan dengan mengeringkan tumbuhan dalam oven selama 6 hari dengan suhu 105oC, kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik. Setelah kering bagian tumbuhan dihaluskan dengan ditumbuk ataupun diblender sampai tercampur secara homogen. Kemudian diambil 1 gram untuk dilakukan preparasi menjadi larutan. Dari sampel yang diambil ditambahkan dengan HNO3 pekat: 3 mL, lalu tambahkan aquadest: 10 mL. Kemudian dipanaskan hingga campuran larutan kering. Setelah kering ditambahkan lagi dengan 3 mL HNO3 pekat dan 10 mL aquadest. Kemudian disaring dan diencerkan larutan dalam labu ukur 25 mL. Larutan sampel uji siap dianalisa mengunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy). Cara uji logam berat dengan AAS sesuai SNI. Uji Pb mengacu SNI 6989.8:2009. Metode ini digunakan untuk penentuan logam Pb total dan terlarut dalam air dan air limbah secara AAS-nyala pada panjang gelombang 283,3 nm. Sedangkan uji Cd mengacu SNI 6989.16:2009. Metode ini digunakan untuk penentuan logam Cd total dan terlarut dalam air dan air limbah secara AAS-nyala pada panjang gelombang 228,8 nm. Data yang diperoleh, kemudian dianalisis dan disajikan dalam uraian maupun dalam bentuk Tabel atau Gambar.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Tumbuhan Acanthus ilicifolius Spesies: Acanthus ilicifolius L. termasuk dalam marga Acanthus, suku Acanthaceae. Genetic 2n = 44, 48. Dengan sinonim Acanthus volubilis Wallich (1831), Acanthus doloarius Blanco, Dilivaria ilicifolia Ness. Nama Daerah: Inggris: Sea holly. Indonesia: jeruju putih; jeruju (Sumatra), daruju, druju (jawa). Malaysia: jeruju, jeruju puteh (Peninsular). Filipina: daguari, diluariu (Tagalog), kasumba (Iloko). Papua New Guinea: kikia (Kavataria, P. Trobriand). Thailand: kaem mo (Peninsular), cha kreng (central), ngueak plaamo namngoen (general). Vietnam: [oo] r[oo], n[uw], [ows]c, l[ax]o th[uwr] c[aa]n. India: harkasa, hargoza, harkachkanta (Ben), holeculli (Kan), payinaculli (Mal), maranda, maranelli (Mar), harkamcli (Ori), kalutai mulli (Tam), alei (Tel). Tam: attumulli, kaludaimulli, kolimulli, uppukkarinimulli. Sihn: ikili, katu-ikili. Sanskrit: harikusa. Hindi: harkuchkanta (Jayaweera dan Senaratna, 2006; Valkenberg dan Bunyapraphatsara, 2002)
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam 2015
149
Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
Fitografi: Perdu perennial (Jayaweera dan Senaratna, 2006), semak kecil (Anonim, 1995; Yudhoyono dan Sukarya, 2013), semak pendek atau perdu tinggi (Kovendan dan Murugan, 2011). Semak tegak, tidak melilit, berumpun banyak, tinggi hingga 1,5 m, 2,5 m atau 0,5-3 m, bercabang, 2 duri tajam di samping masing-masing daun, daun lonjong atau lanset, duri marjinal, perbungaan terminal, bunga biseksual, biji reniform panjang 6-30 cm, tidak padat, beberapa bunga terbuka pada waktu yang sama, buah panjang 2,0-2,5 cm, kapsul, coklat kacang, kotak lonjong dan pipih, panjang 0,5-1,0 cm, keputihan, datar, biji terlempar ketika matang hingga 2 m dari kapsul, kapsul berbentuk oval yang mendorong biji menggunakan mekanisme lontaran pegas (Yudhoyono dan Sukarya, 2013; Valkenberg dan Bunyapraphatsara, 2002; Backer dan Bekhaizen, 1963; Brown, 2006; Kovendan dan Murugan, 2011; Xie, dkk., 2005). Habitas koleksi tumbuhan A. ilicifolius dan gambar botani dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tumbuhan Acanthus ilicifolius (koleksi hidup dan ilustrasi)
Fitogeografi: Dijumpai dari India Selatan, Sri Lanka, Indo-China, Indonesia, Filipina dan Australia Utara, jarang ditemukan di Malaysia (Valkenberg dan Bunyapraphatsara, 2002). Di Asia tropis dan Afrika Barat tropis (Jayaweera dan Senaratna, 2006), dari Malaya sampai Polinesia (Xie, dkk., 2005). India, Semenanjung India, Ceylon, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, Burma, Malaya, Kepulauan Filipina, Indonesia dan Australia (Jayaweera dan Senaratna, 2006; Yudhoyono dan Sukarya, 2013). Banyak ditemukan di Jawa dan Madura (Jawa Timur) (Anonim, 1995). Habitat: A. ilicifolius tumbuh berkelompok dan sangat umum ditemukan di sepanjang tepi muara dan laguna, di tanah berawa, dan hutan mangrove dekat dengan pantai (Valkenberg dan Bunyapraphatsara, 2002). Tumbuhan semak bawah (undershrub) di mangrove (Jayaweera dan Senaratna, 2006). Umumnya tumbuh di tepi sungai, daerah pasang surut, lahan basah rendah dan hutan mangrove. Tumbuhan mangrove sejati, namun ditemukan pula di sepanjang air tawar (Backer dan Bakhaizen, 1963). Tumbuhan ini jarang ditemukan
150
di pedalaman. Ketinggian hingga 450 m dpl (Anonim, 1995). Jenis ini ditemukan dari zona menengah ke hulu muara di pertengahan hingga daerah intertidal (Kovendan dan Murugan, 2011). A. ilicifolius lebih memilih daerah dengan masukan air tawar yang tinggi, dan jarang terendam air pasang, tersebar luas dan umum. Ditemukan pada semua jenis tanah, terutama daerah berlumpur sepanjang tepi sungai (Kovendan dan Murugan, 2011). Tumbuh pada substrat berlumpur dan berpasir di tepi daratan hutan bakau (Ardli, dkk., 2011). Pertumbuhan ternaungi, hingga sepenuhnya terbuka (Yudhoyono dan Sukarya, 2013), toleran terhadap naungan (Kovendan dan Murugan, 2011).
3.2. Kemampuan Akumulasi Logam Semua tumbuhan memiliki kemampuan menyerap logam tetapi dalam jumlah yang bervariasi. Penyerapan logam berat ditentukan oleh tipe jaringan dan perlakuan yang diberikan (Knox, dkk., 2000). Sehingga yang paling menentukan adalah jenis/spesies tumbuhan. Sejumlah tumbuhan terbukti memiliki sifat hiperakumulasi, yakni mampu mengakumulasi unsur logam tertentu dengan konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya, sehingga bersifat hiperakumulator (Hidayati, 2005). Sifat hiperakumulator dapat digunakan untuk tujuan fitoekstraksi. Dalam proses fitoekstraksi ini logam berat diserap oleh akar tumbuhan dan ditranslokasikan ke bagian tumbuhan untuk disimpan, diolah atau dibuang saat dipanen. Dari hasil analisis tumbuhan mampu menyerap logam berat dan mentranslokasikannya ke bagian tumbuhan mulai dari akar hingga ke daun. Kemampuan Acanthus ilicifolius terhadap paparan logam (Pb dan Cd) dapat diketahui dari nilai TF (Translocation Factor). TF dihitung untuk mengetahui translokasi pencemar logam berat yang masuk ke bagian tumbuhan dari tanah ke akar ataupun ke bagian lain di tumbuhan (Barman, dkk., 2000). Nilai TF > 1 menunjukkan bahwa tumbuhan mentranslokasikan pencemar dengan efektif dari tanah ke akar (Baker dan Brooks, 1989). Menurut Singh, dkk., (2010) persamaan dari TF sebagai berikut. ................(1) Hasil perhitungan yang didapatkan bahwa nilai dari TF lebih besar dari 1, dapat dilihat pada Tabel 2.
Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi, Pendidikan Sains, PKLH – FKIP UNS
Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
Akar
6.774,250 7.767,250
7.873,750 8.493,900
7.324,000 8.130,575
5i Air Tanah Daun Batang Akar
Pb 3b 35,000 534,100 18,250 34,500 5.940,000 6.561,850
Pb 3d 60,000 570,400 21,250 47,500 5.930,250 6.629,400
15 Hari 47,500 552,250 19,750 41,000 5.935,125 6.595,625
3i Air Tanah Daun Batang Akar
Pb 0a 0,001 0,320 0,190 0,300 0,520
Pb 0c 0,001 0,280 0,190 0,230 0,540
Kontrol 0,001 0,300 0,190 0,265 0,530
1,331
1,241
1,286
Pb 0b 0,001 0,310 0,230 0,270 0,590
Pb 0d 0,001 0,240 0,180 0,240 0,320
Kontrol 0,001 0,275 0,205 0,255 0,455
1,401
0,981
1,191
Cd 1a 2,300 3,540 0,300 2,075 61,350
Cd 1c 128,100 4,950 0,675 0,525 143,275
5 Hari 65,200 4,245 0,488 1,300 102,313
69,565
277,525
173,545
Cd 2a 1,800 0,290 0,725 4,850 160,525
Cd 2c 0,040 6,370 1,350 0,600 244,350
10 Hari 0,920 3,330 1,038 2,725 202,438
168,190
252,710
210,450
Cd 3a 0,200 10,760 1,125 0,800 170,500
Cd 3c 0,010 5,160 1,000 0,525 304,050
15 Hari 0,105 7,960 1,063 0,663 237,275
183,385
310,745
247,065
Tabel 2. Perhitungan TF Pada Acanthus ilicifolius Jenis Tumbuhan Pb pada 3 individu Pb pada 5 individu Cd pada 3 individu Cd pada 5 individu
Nilai TF 1,005 1,010 1,007 1,021
Hasil kandungan logam berat pada media tanam dan bagian tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada media dan bagian tumbuhan Acanthus ilicifolius 3i Air Tanah Daun Batang Akar
Pb 1a 99,000 356,500 23,250 8,750 7.637,550 8.125,050
Pb 1c 92,000 285,800 26,250 7,000 9.547,750 9.958,800
5 Hari 95,500 321,150 24,750 7,875 8.592,650 9.041,925
3i Air Tanah Daun Batang Akar
Pb 2a 105,000 681,400 36,500 26,250 4.978,000 5.827,150
Pb 2c 54,000 219,000 19,000 40,750 4.879,750 5.212,500
10 Hari 79,500 450,200 27,750 33,500 4.928,875 5.519,825
3i Air Tanah Daun Batang Akar
Pb 3a 72,000 573,400 9,500 22,250 9.051,500 9.728,650
Pb 3c 25,000 671,500 36,250 19,000 8.865,000 9.616,750
15 Hari 48,500 622,450 22,875 20,625 8.958,250 9.672,700
5i Air Tanah Daun Batang Akar
Pb 1b 136,000 563,600 30,500 29,000 8.521,500 9.280,600
Pb 1d 73,000 668,600 58,250 12,250 9.179,250 9.991,350
5 Hari 104,500 616,100 44,375 20,625 8.850,375 9.635,975
5i Air Tanah Daun Batang
Pb 2b 74,000 674,500 74,750 169,750
Pb 2d 69,000 467,400 14,250 69,500
10 Hari 71,500 570,950 44,500 119,625
5i Air Tanah Daun Batang Akar
3i Air Tanah Daun Batang Akar 3i Air Tanah Daun Batang Akar 3i Air Tanah Daun Batang Akar
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam 2015
151
Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
5i Air Tanah Daun Batang Akar
5i Air Tanah Daun Batang Akar 5i Air Tanah Daun Batang Akar
3i Air Tanah Daun Batang Akar 5i Air Tanah Daun Batang Akar
Cd 1b 61,100 4,870 5,425 6,350 75,925
Cd 1d 294,600 2,460 1,100 2,050 83,625
5 Hari 177,850 3,665 3,263 4,200 79,775
153,670
383,835
268,753
Cd 2b 0,010 6,040 2,200 1,850 83,775
Cd 2d 25,600 7,170 1,250 3,675 94,175
10 Hari 12,805 6,605 1,725 2,763 88,975
93,875
131,870
112,873
Cd 3b 0,700 9,050 0,925 1,675 127,925
Cd 3d 0,010 5,960 1,325 2,375 166,475
15 Hari 0,355 7,505 1,125 2,025 147,200
140,275
176,145
158,210
Cd 0a 0,001 0,001 0,001 0,001 0,070
Cd 0c 0,001 0,001 0,010 0,001 0,210
Kontrol 0,001 0,001 0,006 0,001 0,140
0,074
0,223
0,149
Cd 0b 0,001 0,001 0,001 0,001 0,080
Cd 0d 0,001 0,001 0,020 0,001 0,010
Kontrol 0,001 0,001 0,011 0,001 0,045
0,084
0,033
0,059
Dari Tabel 3 tersebut nilai rerataan pada setiap sampel uji Pb dan Cd dibuat dalam grafik untuk memudahkan pemahaman, seperti pada Gambar 2.
152
Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi, Pendidikan Sains, PKLH – FKIP UNS
Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
Gambar 2. Grafik konsentrasi logam berat pada media (air dan tanah) dan bagian tumbuhan Acanthus ilicifolius (akar, batang dan daun).
Terlihat konsentrasi akumulasi logam Pb dan Cd tinggi berada pada bagian akar tumbuhan. Hal ini berhubungan dengan konsentrasi pada media tanam yang juga tinggi pada pasir. Pada media menunjukan bahwa sifat logam berat lebih cenderung mengendap. Sehingga dapat dijelaskan dari limbah pencemar yang dipaparkan berupa larutan (cair), selanjutnya mengalami pengendapan di media tanam (pasir), kemudian dari media tersebut pencemar diserap/diakumulasi oleh tumbuhan melalui akar dan ditranslokasikan ke dalam tumbuhan melalui batang sampai ke daun. Tumbuhan yang mampu menyerap/ mengakumulasi pencemar dalam tubuhnya disebut tumbuhan akumulator. Apabila kemampuan menyerapnya sebanyak 100 ppm (Widowati, dkk., 2008) atau lebih dari 1000 mg/kg berat kering (Landis, dkk., 2011) dianggap tumbuhan hiperakumulator. Sehingga Acanthus ilicifolius merupakan tumbuhan yang potensial sebagai hiperakumulator. Seperti halnya tumbuhan akuatik lain yang digunakan dalam fitoremediasi (Tangahu, 2011). Proses penyerapan logam berat Pb dan Cd yang dilakukan oleh akar disebut dengan rhizofiltrasi. Tumbuhan mengeluarkan senyawa organik dan enzim melalui akar yang disebut eksudat akar. Sehingga daerah rhizosfer merupakan lingkungan yang sangat baik untuk tempat tumbuhnya mikroba dalam tanah. Mikroba tersebut akan mempercepat proses rhizofiltrasi. Logam dalam bentuk ion-ion logam dapat larut dalam lemak dan mampu melakukan penetrasi pada membran sel, sehingga ion logam akan terakumulasi di dalam sel dan jaringan. Logam dapat masuk dalam sel dan berikatan dengan enzim sebagai katalisator, sehingga reaksi kimia di sel akan terganggu. Gangguan dapat terjadi pada jaringan epidermis,
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam 2015
153
Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
sponsa dan palisade. Kerusakan tersebut dapat ditandai dengan nekrosis dan klorosis pada tumbuhan (Haryati, dkk., 2012). Sebagai upaya untuk mencegah keracunan logam terhadap sel dan jaringan, tumbuhan mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (Priyanto dan Prayitno, 2004). Adanya akumulasi logam merupakan usaha lokalisasi yang dilakukan oleh tumbuhan, dengan mengumpulkan dalam satu organ (Heriyanto dan Endro, 2011). Dalam sel tumbuhan logam melewati plasmalema, sitoplasma, dan vakuola, dimana logam akan dilokalisasi/terakumulasi dalam vakuola. Bagian vakuola menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tumbuhan. Sehingga logam tidak akan berhubungan dengan proses fisiologi sel tumbuhan. Pada jaringan akar, logam masuk korteks dan diakumulasi di dekat endoderm. Endoderm berfungsi sebagai partial barrier terhadap pemindahan logam dari akar (Siswanto, 2009). Hal ini yang diduga sebagai salah satu alasan adanya akumulasi logam lebih besar di akar. Terlihat pada Gambar 2. Secara umum jumlah 5 individu lebih besar akumulasinya dari pada 3 individu. Meskipun tumbuhan masih dapat tumbuh tetapi paparan logam Pb dan Cd, ini otomatis menghambat pertumbuhan, jika dibandingkan dengan kontrol. Pemilihan jumlah 3 dan 5 individu tumbuhan berdasarkan pada metode phytotoxicity yaitu metode OECD 208 dengan minimum jumlah tumbuhan 5 individu (Baumgarten dan Heide, 2004). Sedangkan untuk meremediasi tanah tercemar digunakan jumlah tumbuhan mulai dari 3 individu dalam satu tempat untuk mengetahui efek tumbuhan dari tanah tercemar (Ogbo, dkk., 2009). Pemilihan variasi 3 dan 5 individu juga digunakan dalam penelitian logam berat pada krokot dan kacang hias (Rahmawati, 2014). Sehingga variasi dalam jumlah tumbuhan berpengaruh signifikan terhadap penyisihan parameter (Hidayah, 2010) yang dalam penelitian ini adalah akumulasi logam berat Pb dan Cd.
4.
KESIMPULAN
Penelitian menunjukan bahwa Acanthus ilicifolius termasuk tumbuhan akumulator dengan nilai translokasi faktor 1,01. Konsentrasi logam Pb yang ditemukan pada hari ke 15 pemaparan di akar 8.958 ppm, batang 41 ppm dan daun 22 ppm. Sedangkan konsentrasi logam Cd yang ditemukan pada akar 237 ppm, batang 2 ppm dan daun 1 ppm. Sehingga fitoforensik untuk logam Pb dan Cd pada tumbuhan jeruju terletak di akar.
154
Dari penelitian ini dapat dikembangkan penelitian terkait fitoteknologi, seperti fitoremediasi, mengunakan jenis tumbuhan jeruju dengan zat pencemar atau konsentrasi limbah yang berbeda, juga dengan umur dan jumlah individu yang berbeda.
5.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Panitia Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan – UNS Surakarta atas kesempatannya, juga kepada dosen dan laboran TL-ITS, serta kepada teknisi KRP-LIPI atas segala bantuannya. Tak lupa pula kepada Program Karyasiswa Kemenristek.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Allowey, B.J. & D.C. Ayres. (1997). Chemical Principles of Environmental Pollution (2nd Ed). London: Blackie Academic and Profesional Chapman and Hill. Anonim. (1995). Medical Herb Index in Indonesia. PT. Eisai Indonesia. Ardli, E.R., Yani, E., & Widyastuti, A. (2011). Density and Spatial Distribution of Derris trifoliata and Acanthus ilicifolius as a Biomonitoring Agent of Mangrove Damages at the Segara Anakan lagoon (Cilacap, Indonesia). 2nd International Workshop for Conservation Genetics of Mangroves. Backer, C.A. & Bakhaizen, R.C. (1963). Flora of Java. Netherlands: The Rijksherbarium. Baker, A.J.M. & Brooks, R.R. (1989). Terrestrial Higher Plants Which Hyper Accumulate Metallic Elements-A Review of Their Distribution, Ecology and Phytochemistry. Biorecovery, 1, 81-126. Barman, S.C., Sahu, R.K., Bhargava, S.K., & Chatterjee, C. (2000). Distribution of Heavy Metals in Wheat, Mustard and Weed Grains Irrigated with Industrial Effluents. Bull. Environ. Conta. Toxicol., 64, 489-496. Baumgarten, A. & Heide, S. (2004). Phytotoxicity (Plant Tolerance). Vienna: Agency for Health and Food Safety. Brown, B. (2006). Cooking with Mangrove: 25 Indonesian Mangrove Recipes. Jakarta, Indonesia: MAP (Mangrove Action Project). Burken, J.G., Vroblesky, D.A., & Balouet, J.C. (2011). Phytoforensics, Dendrochemistry, and Phytoscreening: New Green Tools for Delineating Contaminants from Past and Present. Environmental Science and Technology, 45, 6218-6226.
Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi, Pendidikan Sains, PKLH – FKIP UNS
Irawanto et al., Konsentrasi Logam Berat (Pb & Cd) Pada Tumbuhan Akuatik Acanthus ilicifolius
Haryati, M., Purnomo, T., & Kuntjoro, S. (2012). Kemampuan Tanaman Genjer (Limnocharis Flava (L.) Buch.) Menyerap Logam Berat Timbal (Pb) Limbah Cair Kertas pada Biomassa dan Waktu Pemaparan Yang Berbeda. Lateral Bio,. 1 (3). Heriyanto, N.M. & Endro, S. (2011). Penyerapan Polutan Logam Berat (Hg, Pb dan Cu) oleh Jenis-Jenis Mangrove. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi. Hidayah, A.N. (2010). Penyisihan Polutan Greywater Dengan Free Water Surface Construced Wetland. Unpublished thesis, Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya. Hidayati, N. (2005). Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan Hiperakumulator. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor, 12, 35-40. Irawanto, R. (2014). Kemampuan Tumbuhan Akuatik (Acanthus ilicifolius dan Coix lacryma-jobi) Terhadap Logam Berat (Pb dan Cd). Prosiding Seminar Nasional Pascasajana XIV – ITS Surabaya. Irwan, A., Noer, K., & Yenny, E. (2008). Kajian Penyerapan Logam Cd, Ni, dan Pb Dengan Variasi Konsentrasi Pada Akar, Batang dan Daun Tanaman Bayam. Banjarmasin: FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. Knox, A.S., Seaman, J., Andriano, D.C., & Pierzynski, G. (2000). Chemostabilization of metals in contaminated soils. New York: Marcek Dekker Inc. Kovendan, K. & Murugan, K. (2011). Effect of Medicinal Plants on the Mosquito Vectors from the Different Agroclimatic Regions of Tamil Nadu, India. Advances in Environmental Biology, 5 (2), 335-344. Landis, W.G., Sofield, R.M., & Yu, M.H. (2011). Introduction to Environmental Toxicology: Molecular Substructures and Ecological Landscapes. New York: CRC Press. Ludwig, A. (2007). Create an Oasis with Greywater. California: Oasis Design. Mangkoedihardjo, S. & Samudro, G. (2009). Ekotoksikologi Teknosfer. Surabaya: Guna Widya. Mangkoedihardjo, S. & Samudro, G. (2010). Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta, Indonesia: Graha Ilmu. Neis, U. & Bittner, A. (1989). Memanfaatkan Air Limbah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ogbo, E. M., Mary, Z., & Gloria, O. (2009). The Effect of Crude Oil on Growth of The Weed (Paspalum scrobiculatum L.) Phytoremediation Potential of The Plant. African Journal of Environmental Science and Technology, 3 (9), 229-233.
Priyanto B., & Prayitno, J. (2004). Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran Khusus Logam Berat. Jurnal Informasi Fitoremediasi Rahmawati, D.E. (2003). Estimasi Heritabilitas Dengan Metode Regresi Tetua-Turunan (Parents–Offspring Regression) dan Kemajuan Genetik Beberapa Karakter Penting Hanjeli (Coix lacryma–jobi L.) di Arjasari. Skripsi tidak dipublikasi, Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran, Bandung. Singh R., Singh, D.P., Narendra, K., Bhargava, S.K., & Barman, S.C. (2010). Accumulation and Translocation of Heavy Metals in Soil and Plants From Fly Ash Contaminated Area. Journal of Environmental Biology. Siswanto, D. (2009). Respon Pertumbuhan Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) Jagung (Zea mays L.) dan Kacang Tolo (Vigna sinensis L.) terhadap Pencemar Timbal (Pb). Malang: Universitas Brawijaya. Sorek, A., Atzmon, N., Dahan, O., Gerstl, Z., Kushisin, L., Laor,Y., Mingelgrin, U., Nasser, A., Ronen, D., Tsechansky, L., Weisbrod, N., &Graber, E. R. (2008). Phytoscreening : The use of trees for discovering subsurface contamination. VOCs. Environ. Sci. Technol., 42(2), 536–542. UNEP. (2003). Phytotechnologies Freshwater Management Series No. 7. United Nations Environmental Programme. Retrieved from http://www.unep.or.jp/Ietc/Publications/Freshw ater/FMS7/5.asp. Valkenberg, J.L.C.H.V., & Bunyapraphatsara. (2002). Medical and Poisoning Plant 2. Plant Resources of South-East Asia, 20(2), PROSEA Foundation, Bogor. Widowati, W., Sastiono, A., & Ramampuk, R.J. (2008). Efek Toksik Logam: Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit ANDI. Xie, LS., Liao, Y.K., Huang, Q.F., & Huang, M.C. (2005). Pharmacognostic Studies on Mangrove Acanthus ilicifolius. Zhongguo Zhong Yao Za Zhi, 30. Yudhoyono, A. & Sukarya, D.G. (2013). 3500 Plant Species of The Botanic Gardens of Indonesia. Jakarta: PT. Sukarya dan Sukarya Pendetama.
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam 2015
155