STUDI PENGARUH KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS PADA KOLOM BULAT DENGAN PROGRAM BANTU MS VISUAL BASIC 6.0 Johan Kristantama Mahasiswa S1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknologi dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS – Sukolilo Surabaya 60111 – Indonesia ABSTRAK Aspek arsitektural terkadang mengharuskan dimensi kolom lebih panjang sehingga kelangsingan kolom bertambah. Efek kelangsingan menimbulkan deformasi lateral sehingga muncul eksentrisitas yang menghasilkan momen sekunder. Momen sekunder ini membuat kapasitas kolom seakan-akan berkurang. Antisipasi terhadap ketatnya lisensi program orisinil sekaligus melatarbelakangi pembuatan program bantu dengan nama SlenCOL v1.0 dalam studi ini. Proses perhitungan kolom langsing menurut ACI 318-02 memerlukan identifikasi jenis goyangan rangka dan angka kelangsingan. Langkah selanjutnya dapat berupa pengabaian kelangsingan, perhitungan dengan metode pendekatan, ataupun perhitungan dengan analisa orde dua. Studi ini membahas investigasi kapasitas kolom bulat dengan meninjau efek kelangsingan kolom yang berguna untuk proses assesment. Kolom bulat dipilih karena efektif dalam menerima beban aksial. Studi ini juga membahas metode unified dalam Pasal 9.3 ACI 318-02 yang perlu untuk disosialisasikan. Hasil program bantu dinamakan SlenCOL v1.0, mempunyai selisih ketelitian hingga 12% dengan program pembanding PCACol v4.0. Selisih ini disebabkan oleh perbedaan nilai inersia tulangan (Ise). Pada program SlenCOL v1.0 ini nilai Ise dapat ditampilkan dengan jelas. Dengan listing terbuka diharapkan adanya pengembangan dan verifikasi berkelanjutan. Diberikan juga studi kasus aplikasi Unified Method yang mempresentasikan peningkatan kapasitas pada daerah kontrol tarik. Kata kunci : Kelangsingan, investigasi, assesment, kapasitas kolom, Visual Basic 6.0, kolom bulat, diagram interaksi aksial-momen.
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kolom adalah batang tekan vertikal yang memikul beban dari balok. Kolom bulat mempunyai daerah penyebaran gaya yang lebih merata dalam menerima beban aksial. Namun pada kenyataan di lapangan, struktur kolom tidak menerima beban aksial saja. Dengan
adanya eksentrisitas, dapat timbul momen yang bekerja bersamaan pada kolom, sehingga kapasitas suatu kolom dapat digambaran dengan diagram interaksi P-M. Kolom juga berisiko kehilangan stabilitas lateral bila terjadi tekuk (knick). Bila keruntuhan diakibatkan oleh knick, kolom tersebut diklasifikasikan sebagai kolom langsing (slender column). Beberapa faktor utama yang terkait dengan perencanaan kolom langsing ialah panjang kolom tanpa sokongan, faktor panjang efektif, dan jari-jari girasi (putaran). Kelangsingan kolom didasarkan pada geometri dan pengaku lateralnya. Dengan naiknya kelangsingan kolom, tegangan lentur bertambah dan dapat terjadi tekuk (McCormack,1995). Faktor kelangsingan dari kolom dapat mengurangi kapasitas kolom itu sendiri. Hal ini terjadi karena kolom langsing tidak hanya menerima gaya aksial saja, namun juga memperhitungkan penambahan momen sekunder akibat kelangsingannya tersebut. Kolom langsing dapat juga didefinisikan sebagai kolom yang mengalami pengurangan kekuatan dikarenakan munculnya momen sekunder akibat adanya kelangsingan (ACI 318-99). Di sisi lain, antisipasi terhadap semakin ketatnya lisensi terhadap program orisinil akan mendorong munculnya program independen yang masih bisa dikembangkan serta diverifikasi kebenarannya antara lain dengan PCACol v4.0. Pada Tugas Akhir ini digunakan program Visual Basic 6.0 karena memiliki banyak perintah, fungsi, dan fasilitas yang berhubungan langsung dengan Windows GUI (Graphicals User Interface). Keunggulan lainnya adalah kemampuan program ini dalam mengintegrasikan aplikasi-aplikasi lain seperti Microsoft Excel, Microsoft PowerPoint, Microsoft Project, dan aplikasi-aplikasi lain yang berbasis Windows.
1
Perumusan masalah 1. Bagaimana menyelesaikan masalah kelangsingan dari kolom langsing berpenampang bulat dengan mengaplikasikannya pada suatu program? 2. Bagaimana pengaruh dari kelangsingan terhadap kapasitas kolom berpenampang bulat? 3. Apakah hasil dari aplikasi program yang telah dibuat dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya? 4. Bagaimana pengaruh pendekatan unified dibandingkan dengan peraturan yang ada saat ini di Indonesia?
Tujuan Adapun tujuan utama yang ingin dicapai dalam penyusunan tugas akhir ini antara lain : 1. Mendapatkan suatu metode perhitungan penyelesaian dari kolom langsing serta menjabarkan dalam bentuk aplikasi program. 2. Mengetahui pengaruh kelangsingan terhadap kapasitas kekuatan kolom berpenampang bulat. 3. Menghasilkan aplikasi program perhitungan kolom langsing berpenampang bulat yang dapat dipertanggung jawabkan. 4. Mengetahui pengaruh pendekatan unified dibandingkan dengan peraturan yang saat ini berlaku di Indonesia.
Batasan Masalah Lingkup pembahasan dan pengerjaan tugas akhir ini dibatasi pada : 1. Studi tugas akhir ini hanya meninjau penampang kolom berbentuk bulat tanpa kekangan. 2. Studi tugas akhir ini hanya meninjau goyangan kolom satu arah saja (uniaksial). 3. Mutu beton dibatasi pada beton normal. 4. Program yang dihasilkan hanya mengakomodasi pertimbangan perhitungan metode pendekatan pembesaran momen menurut ACI 31802. 5. Studi tugas akhir ini hanya menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0.
Manfaat Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah : 1. Program yang dihasilkan dalam Tugas Akhir ini diharapkan menambah kemudahan bagi para engineer yang ingin menginvestigasi suatu kolom panjang dengan penampang bulat. 2. Memberi pemahaman yang lebih lagi terhadap algoritma pemahaman konsep dan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan kelangsingan pada kolom bulat. 3. Tugas Akhir ini dapat menjadi referensi untuk mengembangkan program-program lain yang lebih kompleks di masa yang akan datang, sehingga dapat menambah wacana baru dalam bidang structural engineering.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom Kolom merupakan elemen struktur vertikal yang menyalurkan beban aksial tekan, dengan atau tanpa adanya momen, dari struktur di atasnya hingga ke tanah melalui pondasi. Untuk menjamin daktilitas dari struktur kolom, dapat diberikan tulangan transversal. Dengan bekerjanya tulangan transversal ini, kegagalan dari inti kolom akan tertunda sehingga daktilitas struktur kolom akan meningkat. Pemasangan sengkang pada kolom bulat dapat dilihat pada contoh Gambar 1. db
Dc
h As=Luas Tulangan
s
Gambar 1. Pemasangan sengkang helix pada kolom bulat
Akibat gaya aksial yang timbul relatif cukup besar,maka perilaku keruntuhan kolom akan berbeda, dan salah satunya dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Material failure, atau kegagalan struktur diawali dari gagalnya material, baik lelehnya baja tulangan (yielding), maupun hancurnya beton tekan (crushing). 2. Buckling failure, atau kegagalan struktur akibat faktor tekuk (knick) pada struktur kolom yang dipengaruhi oleh panjang efektif kolom yang relatif besar. Sedangkan ragam kegagalan material pada kolom ialah sebagai berikut : 1. Keruntuhan tarik (under-reinforced) 2. Keruntuhan berimbang (balanced) 3. Keruntuhan tekan (over-reinforced) Dalam bahasan kali ini, kegagalan akibat faktor tekuk (knick) seperti telah disebutkan pada poin di atas akan menjadi pokok bahasan utama.
M
= momen
Beban maksimum aksial yang dapat didukung oleh kolom terjadi pada saat M = 0, dan Pmax f cu A . Dengan cara yang sama, momen maksimum yang dapat didukung oleh kolom terjadi pada saat P = 0, dan M max f cu I y . Dengan mensubtitusikan Pmax dan M max didapatkan :
P M 1 Pmax M max
Rumus 2 dikenal sebagai rumus interaksi karena rumus ini menunjukkan interaksi, hubungan antara, P dan M pada saat terjadi kegagalan. Rumus ini digambarkan sebagai garis AB pada gambar 3. P/Pmax
1,0
Dasar Teori diagram Interaksi Struktur kolom tidak akan murni menerima beban aksial tekan saja, namun akibat beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya, kolom juga akan menerima beban lentur secara bersamaan seperti pada Gambar 2 berikut.
(2)
A Tekan F E A
M/Mmax Momen Melawan Arah Jarum Jam
D
B
-1,0
1,0
M/Mmax Momen Searah Jarum Jam
-1,0 C
P/Pmax Tarik
Gambar 3. Diagram Interaksi untuk Kolom Elastis
Penggambaran Diagram Interaksi Gambar 2. Beban aksial dan momen pada kolom
Untuk mengilustrasikan konsep hubungan antara momen dan beban aksial pada kolom, penyederhanaan keseragaman dan kolom elastis dengan kekuatan tekan, fcu, sama dengan kekuatan tarik, ftu, akan diperhitungkan. Kegagalan kolom dalam kondisi tersebut akan terjadi pada tekanan dimana maksimum gaya yang bekerja mencapai fcu, seperti dibawah ini:
P My f cu A I
(1)
dimana, A = luas daripada penampang bruto beton I = momen inersia daripada penampang bruto beton y = jarak dari aksis centroidal kepermukaan tekan tertinggi P = beban aksial, tertekan positif
Pada penggambaran diagram interaksi dihitung dengan mengasumsikan regangan yang didistribusikan, setiap regangan yang bersesuaian dengan titik tertentu pada diagram interaksi, dan menghitung nilai-nilai yang bersesuaian dengan P dan M. Titik-titik hasil perhitungan kemudian diplot dan didapatkan diagram interaksi. Nilai P dan M ini menggambarkan satu titik di diagram interaksi.
Gambar 4. Contoh perhitungan Pn dan Mn untuk suatu regangan tertentu
Bila dijabarkan, dibutuhkan minimal lima titik pada penggambaran diagram ini, antara lain: a) Beban aksial tekan maksimum. Kolom dalam keadaan beban konsentris dapat dituliskan sebagai rumus dibawah ini: Pn o (0.85 f 'c )( Ag Ast ) f y ( Ast ) (3) dimana, f’c Ag fy Ast
= kuat tekan maksimum beton = penampang bruto kolom = kuat leleh tulangan = luas tulangan pada penampang
b) Beban tekan aksial maksimum yang diijinkan. Pn maks 0.8 P no (4)
M n Pn maks .emin
(5)
c) Beban lentur dan aksial pada kondisi balance. Nilai P dan M ditentukan dengan kondisi regangan ultimate beton εcu = 0.003 (unconfined concrete), dan regangan baja. 𝑓𝑦
𝜀𝑠 = 𝜀𝑦 = 𝐸
𝑠
e) Beban aksial tekan maksimum.
(a)
(7)
(b)
Gambar 6. Zona desak penampang lingkaran
Dari gambar 6 didapat 2 keadaan, yaitu: a) Kasus 1 a 0,5h ; θ < 90o 1
0,5h a 0,5h
θ = cos
(8)
b) Kasus 2 a>0,5h ; θ > 90o
a 0,5h 0,5h
1 ϕ = cos
(9)
θ=π-ϕ
(10)
Jika θ dalam radian, maka luas zona desak adalah:
1 2 (11) h ( sin cos ) 4 Pusat titik berat luasan di atas terhadap titik pusat lingkaran adalah: As
n
i 1
Langkah selanjutnya ialah menghitung gaya tekan pada beton Cc dengan mengalikan luas dan gaya yang bekerja padanya, dan gaya pada tiap lapisan tulangan. Perlu diperhatikan untuk kolom penampang bulat, dengan zona desak berupa kurva segmen lingkaran dengan tinggi a, luas kurva harus dihitung untuk mengetahui Pn dan Mn nominal penampang. Perhitungan luas kurva mengacu pada ketetapan berikut.
(6)
d) Beban lentur pada kondisi beban aksial nol, kondisi seperti pada balok.
Pn T f y Asi
Gambar 5. Titik-titik pada diagram minteraksi P-M (Wimbadi,I)
y
h3 Ac
sin 3 12
Sebagai pendekatan, digunakan suatu distribusi tegangan tekan pengganti yang berbentuk persegi dengan tegangan rata-rata 0,85 f 'c dan tinggi a 1c (Whitney dkk, 1956). Kekuatan nominal dicapai saat regangan pada serat tekan ekstrim sama dengan regangan runtuh beton (εc) dengan regangan pada tulangan tarik As kemungkinan lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan y f y Es , tergantung pada perbandingan
(12)
Setelah menghitung blok desak beton, selanjutnya menghitung gaya-gaya pada tulangan baja. Fsi f si Asi (13) Kapasitas beban aksial kolom (Pn) untuk distribusi regangan yang diasumsikan merupakan penjumlahan dari gaya-gaya yang telah disebutkan sebelumnya. Rumus Pn dapat dilihat seperti pada persamaan dibawah ini :
relatif dari tulangan terhadap beton.
n
Pn Cc Fsi
(14)
i 1
Nilai Mn (dari serat atas tertekan) dapat dihitung dengan persamaan 2.16 dibawah ini :
h a n h M n Cc Fsi d i 2 2 i 1 2
(15)
Nilai Pn dan Mn untuk setiap asumsi kondisi regangan kemudian dikumpulkan dan diplot untuk menggambarkan diagram interaksi aksial-momen secara utuh.
Gambar 7. Gaya internal dan lengan momen
Perkembangan Metode Perencanaan Elemen Beton Bertulang 1. Strength Design Method (Ultimate Strength Design) Perhitungan dari kekuatan ini memperhitungkan sifat hubungan yang tidak linear antara tegangan dan regangan dari beton. Metoda rencana kekuatan dapat dinyatakan sebagai berikut: “Kekuatan yang tersedia kekuatan yang diperlukan untuk memikul beban berfaktor” Beban berfaktor merupakan beban kerja dikali faktor U. Kekuatan rencana didapat dengan mengalikan kekuatan nominal dengan faktor reduksi kekuatan. Perhitungan M n didasarkan pada distribusi tegangan yang mendekati parabola dengan persamaan-persamaan yang telah ditetapkan (Wang dkk, 1985).
2.
Limit State Method Teori beban ultimat untuk beton bertulang pada awalnya adalah untuk menggantikan teori elastis, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan membawa setiap teori tersebut ke persepektifnya masing – masing dan telah menunjukkan aplikasi teori – teori tersebut kepada konsep yang lebih luas yang kemudian disatukan dalam teori limit state. Dimana Service Ability Limit State menggunakan teori elastis dan Ultimate Limits State of Colapse menggunakan teori beban ultimat. Pada metoda ini faktor reduksi pada balok dan kolom dibedakan. Pemberian faktor reduksi bergantung pada besarnya beban aksial yang diterima struktur tersebut. Kondisi - kondisi batasnya dibagi menjadi dua kategori: a. Batas limit ultimate, dimana berkaitan dengan kapasitas untuk menerima beban maksimum (kekuatan dari struktur). b. Batas limit kelayanan (serviceability limit state), yang berkaitan dengan ketahanan pada kondisi dibawah beban normal/kerja. Untuk menjamin keamanan struktur, metoda ini menggunakan filosofi keamanan LRFD (Load Resistance Factor Design), yaitu : Kuat rencana > Kuat perlu ϕR ≥ λQ (16) dimana, Ø = faktor reduksi, R = resistance atau kekuatan nominal, λ = faktor beban, dan Q = beban kerja Ketentuan mengenai faktor reduksi pada elemen struktur akibat tekan dan lentur
yang ada pada SNI 2002 ini mengacu pada pasal 11.3.2.2 dimana: Komponen spiral ............ 0,7 Komponen lainnya ........ 0,65 Namun bila beban aksial yang bekerja lebih kecil dari 0,1 f 'c Ag maka faktor
reduksi tersebut boleh ditingkatkan hingga 0,8 (SNI-2002) atau 0,9 (ACI 318-1999).
0.8
Kolom Bertulangan Spiral
0 .8
Gambar 9. Faktor Reduksi Lentur dan Aksial Pasal 9.3 ACI 318-2002
0.1Pu 0 .7 0.1 f ' cAg
0.7 0.65 Kolom Bersengkang Aksial Tarik
Aksial Tekan Kecil
0
0 .8
0.1f'cAg
0.15 Pu 0.65 0.1 f ' cAg
P
Gambar 8 Faktor Reduksi Lentur dan Aksial SNI Pasal 11.3.2.2 (Limit State)
3.
Unified Design Method Konsep utama yang berubah dalam unified design ini adalah tentang bagian “tension controlled sections” yang menggantikan lentur dan mengenai "compression controlled sections". Keduanya didefinisikan dalam hubungannya dengan regangan tarik tulangan pada kekuatan nominal. Rasio penulangan dalam keadaan seimbang (ρb) tidak lagi diperlukan. Pada metoda ini faktor reduksi berdasarkan regangan tarik yang terjadi pada elemen struktur, oleh karena itu faktor reduksi ini bisa diterapkan pada balok maupun kolom. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah memperjelas perlakuan untuk bagian-bagian yang menerima beban aksial yang kecil maupun yang menerima beban aksial yang besar. Ketentuan tentang faktor reduksi kapasitas (ϕ) juga diganti. Faktor reduksi ini lebih rasional dibandingkan limit state method yang mana transisi antara sifat beton dan kolom tidak terlalu jelas, sedangkan pada unified design method, zona transisi yang terjadi berdasarkan regangan tarik yang terjadi pada elemen struktur tersebut.
Nilai menurut unified design : Tension Controlled Members : 0,9 Compression Controlled Members : 0,65 Faktor reduksi yang lebih rendah diberikan untuk kondisi compression daripada kondisi tension karena kondisi compression memberikan daktilitas yang lebih rendah. Kondisi compression juga lebih sensitif terhadap variasi dari kekuatan beton. Bagian yang menggunakan tulangan spiral diberikan faktor reduksi yang lebih tinggi karena mereka memiliki daktilitas yang lebih tinggi (ACI 318-02). Regangan tarik bersih di atas diukur pada dekstrem (jarak dari tulangan pratekan atau non pratekan yang terjauh ke serat tekan terluar). Regangan pada dekstrem ini sebagai tanda yang baik untuk menunjukkan daktilitas, potensial keretakan, maupun lebar keretakan dari elemen struktur beton.
Gambar 10. Berbagai macam kriteria regangan menurut Unified Design Method
Dengan konsep dan definisi yang baru tersebut berarti nantinya hanya akan ada satu batasan untuk menghitung kapasitas penampang untuk semua elemen beton. Baik itu kolom, balok, beton bertulang biasa, maupun beton pratekan. Dan hal tersebut berlaku sama untuk berbagai macam bentuk penampang. Dalam menganalisa penampangnya metode unified ini menggunakan metode kekuatan batas..
Konsep Kelangsingan Kolom Pada suatu kolom dengan rasio luas penampang dibandingkan dengan panjang batang tekan yang relatif kecil, bila diberikan suatu beban aksial tekan, maka kolom akan mengalami defleksi searah lateral. Dapat dilihat pada gambar 11 bahwa pada saat beban P diaplikasikan, kolom akan mengalami defleksi arah lateral sebesar ∆. Untuk memenuhi syarat keseimbangan, dengan bantuan free-body diagram, momen internal di tengah bentang harus mencapai 𝑀 = 𝑃 × 𝑒 + ∆ .
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kelangsingan antara lain: 1. Panjang tanpa sokongan Panjang ini dianggap sama dengan jarak bersih antara pelat, balok, atau unsur lain yang memberikan sokongan lateral pada kolom. Panjang bersih, lu, daripada kolom, didefiniskan dalam SNI 2847-2002 pada pasal 12.11.3 seperti ditunjukkan pada gambar 13.
Gambar 13. Panjang bersih pada elemen tekan
Gambar 11. Defleksi Lateral Akibat Kelangsingan
Momen sekunder tersebut akan sangat mempengaruhi perencanaan kolom langsing. Dengan bertambahnya momen sekunder ini, momen yang bekerja pada kolom akan bertambah. Pada umumnya, struktur dengan pengaku masih mampu mencapai keruntuhan bahan (material failure) sedangkan keruntuhan karena ketidakstabilan (stability failure) biasanya terjadi pada portal tanpa pengaku. Dari peraturan ACI 318-2002 dapat diadopsi sebuah cara perhitungan untuk memperbesar momen akibat kelangsingan struktur. Gambar 12 mewakili bagaimana suatu struktur dapat diklasifikasikan untuk perhitungan kelangsingan.
2. Radius girasi Dimana merupakan fungsi dari dimensi kolom. Radius girasi ditentukan dengan rumus berikut : 𝑟=
𝐼 𝐴
(17)
I adalah momen inersia batang tekan, sedangkan A adalah luas penampang dari batang tekan. 3. Faktor panjang efektif Faktor ini ialah jarak antara momen-momen nol pada kolom. Parameter ini dibedakan untuk rangka tanpa goyangan dan bergoyang sebagai berikut : a. Tanpa goyangan (Non-Sway)
Gambar 14. Panjang efektif tidak bergoyang
* 34-12(M1/M2) ≤ 40 ** Diijinkan untuk rasio kelangsingan sembarang
Gambar 12. Diagram Alir Kontrol Kelangsingan
b. Bergoyang (Sway)
For Ψm < 2, 𝑘 =
20−𝜓 𝑚 20
1 + 𝜓𝑚
For Ψm ≥ 2, 𝑘 = 0.9 1 + 𝜓𝑚
Gambar 15. Panjang efektif bergoyang
Nilai k juga dapat dicari dari nomogram berikut secara manual.
(20) (21)
Notasi Ψm adalah nilai rata-rata dari kedua nilai Ψ pada ujung kolom. Untuk elemen struktur tertekan pada portal bergoyang yang terkekang sendi pada salah satu ujungnya, dapat diambil sebagai berikut : k = 2.0 + 0.3Ψ (22) dimana, Ψ merupakan rasio kekakuan antara kolom-balok pada ujung terkekang. Nilai inersia penampang akan berkorelasi dengan stabilitas dari kolom harus direduksi seperti pada SNI 03-2847-2002 Pasal 12.11.1 sebesar 0.35Ig sedangkan pada kolom diberi faktor reduksi sebesar 0.70Ig.
Pembesaran momen pada bergoyang dan tak bergoyang
portal
Pertimbangan portal bergoyang atau tak bergoyang dapat dianalisis dengan menggunakan rumusan indeks stabilitas (SNI 2847-2002) : Q=
Pu .∆o V u .l c
≤ 0.05
(23)
dimana, Q = indeks stabilitas sebuah tingkat ΣPu = beban vertikal berfaktor total ∆o = defleksi orde pertama Vu = geser lantai total lc = panjang kolom (a)
(b)
Gambar 16. (a) Nomogram untuk Non-sway Frame, (b) Nomogram untuk Sway Frame
Faktor panjang efektif non-sway frame diambil dari nilai terkecil dari kedua rumus berikut : k = 0.7 + 0.05 (ΨA + ΨB) ≤ 1.0
(18)
k = 0.85 + 0.05 Ψmin ≤ 1.0
(19)
Notasi ΨA dan ΨB adalah nilai daripada Ψ pada ujung kolom dan Ψmin adalah nilai terkecil dari kedua nilai tersebut. Untuk elemen struktur tertekan pada portal bergoyang yang terkekang pada kedua ujungnya, dipakai rumus berikut :
Untuk portal tak bergoyang, pembesaran momen dapat dihitung dengan perumusan berikut : (24) 𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 . 𝑀2 𝛿𝑛𝑠 =
𝐶𝑚
𝑃𝑢 0.75.𝑃𝑐
1−
≥ 1.0
(25)
Beban tekuk dari kolom dengan beban konsentris diturunkan dari rumus Euller yang telah dimodifikasi oleh Engesser (1889) dan von Karman (1910). 𝑃𝑐 =
𝜋 2 .𝐸𝐼 𝑘.𝑙 𝑢 2
(26)
Batasan nilai minimal M2 dirumuskan seperti rumus dibawah ini : 𝑀2,𝑚𝑖𝑛 = 𝑃𝑢 15 + 0.03. (27)
Kekakuan kolom dan balok EI untuk investigasi diambil dengan perhitungan berikut: 𝐸𝐼 =
0.2 𝐸𝑐 𝐼𝑔 +𝐸𝑠 𝐼𝑠𝑒
(28)
1+𝛽𝑑
defleksi atau efek-P∆. Dengan perhitungan metode pembesaran momen dengan pendekatan, dapat digunakan rumus sebagai berikut : 𝑀𝑠 𝛿𝑠 𝑀𝑠 = ≥ 𝑀𝑠 (31) 𝑃𝑢 1−
Sedangkan nilai βd merupakan nilai beban maksimum berfaktor tetap yang ada dibagi dengan besar beban total berfaktor dengan kombinasi pembebanan yang sama. Besar nilai Cm tergantung pada momen tiap kolom, dengan kemungkinan terjadi single curvature maupun double curvature. Asumsi perjanjian nilai ditetapkan dengan M2 selalu lebih besar daripada M1, dan bila nilai (M1/M2) bernilai positif, maka akan didapatkan kurvatur tunggal, dan sebaliknya. Rumus besaran Cm pada awalnya merupakan hasil usulan dari Massonet (rumus 29) untuk menyederhanakan perumusan sebelumnya yang lebih kompleks. 𝐶𝑚 =
0,3
𝑀1 2 𝑀2
+ 0,4
𝑀1 𝑀2
+ 0,3
(29)
0.75
𝑃𝑐
Sehingga, 𝑀𝑐 = 𝑀2𝑛𝑠 + 𝛿𝑠 . 𝑀2𝑠
(32)
Bila momen maksimum tidak terletak pada ujung-ujung kolom, maka nilai pembesaran momen harus diganti. Persyaratan pengecekan letak momen maksimum tersebut ialah sebagai berikut : 35 𝑙𝑢 > 𝑃𝑢 (33) 𝑟
𝑓′ 𝑐 .𝐴 𝑔
Bila kondisi tersebut terpenuhi, maka perhitungan terhadap momen pembesarannya berubah menjadi : 𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 . 𝑀2𝑛𝑠 + 𝑀2𝑠 (34)
BAB III METODOLOGI
Namun, garis lurus yang diusulkan AISC (gambar 19) digunakan oleh ACI karena jatuh di dekat batas atas dari Cm untuk semua perbandingan momen, sehingga kelihatannya merupakan pendekatan yang realistis dan sederhana. Besar nilai Cm menurut ACI dan AISC dihitung dengan rumus berikut, dimana indeks tambahan b menyatakan bahwa momenmomen ini adalah momen yang bekerja pada unsur tekan yang diperkaku (braced) : 𝑀 𝐶𝑚 = 0.6 + 0.4 𝑀1𝑏 ≥ 0.4 (30) 2𝑏
Gambar 19. Perbandingan antara Cm teoritis dan Rekomendasi Desain
Pada portal bergoyang, cara mencari nilai M2ns sama dengan cara sebelumnyadengan tambahan nilai momen M2s akibat adanya
Gambar 20. Diagram alir metodologi pengerjaan Tugas Akhir
Alur Pengerjaan Makalah
A
1. Flowchart Non-Sway Frame Start
no
B
M2 > M2,min Input : material, section, reinforcement, slenderness properties, load factor, moment, load
yes
Mc = δns . M2,min
Mc = δns . M2
𝐸𝑐 = 4700 𝑓′𝑐 ; Icol = 0.7 Ig ; Ibeam = 0.35 Ig ΨA =
EI /L col EI /L beam
; ΨB =
EI /L col EI /L beam
Min.from : k = 0.7+(0.05*(ΨA +ΨB )) and, 𝑘 = 0.85 + (0.05 ∗ Ψmin )
Mc < Mcapacity
no
Redesign
yes
𝑘. 𝑙𝑢 𝑀1 ≤ 34 − 12 𝑟 𝑀2
Gambar 21. Flowchart Non-Sway Frames
Neglect Slenderness
No
34 − 12
Finish
Yes
𝑀1 𝑘. 𝑙𝑢 ≤ ≤ 100 𝑀2 𝑟
2. Flow Chart Sway Frame P-∆ Analysis
Yes Cm = 0.6 + 0.4 (M1/M2) ≥ 0.4
𝛽𝑑 =
𝐸𝐼 =
0.2 𝐸𝑐 𝐼𝑔+𝐸𝑠 𝐼𝑠𝑒
No
Start
1+𝛽𝑑
𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑠𝑢𝑠𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝑙𝑜𝑎𝑑 𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑙𝑜𝑎𝑑
𝑃𝑐 =
Input : material, section, reinforcement, slenderness properties, load factor, moment, load
𝜋 2 𝐸𝐼 𝐶𝑚 ; 𝛿𝑛𝑠 = ≥ 1.0 𝑃𝑢 𝑘. 𝑙𝑢 2 1 − 0.75𝑃𝑐
M2,min = Pu(15+(0.03d)
B A
C
D
C
E
F
D
𝐸𝑐 = 4700 𝑓′𝑐 ; Input k
Cm = 1
𝐸𝐼 =
0.2 𝐸𝑐 𝐼𝑔+𝐸𝑠 𝐼𝑠𝑒 1+𝛽𝑑
Mc = M2ns+(δs.Ms)
𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑠𝑢𝑠𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝑙𝑜𝑎𝑑 𝛽𝑑 = 𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑙𝑜𝑎𝑑
Neglect Slenderness
No
22 ≤
𝑘. 𝑙𝑢 ≤ 100 𝑟
𝜋 2 𝐸𝐼 1 ; 𝛿𝑠 = ≥ 1.0 𝛴𝑃𝑢 𝑘. 𝑙𝑢 2 1 − 0.75𝛴𝑃𝑐
Cm = 0.6 + 0.4 (M1/M2) ≥ 0.4
𝛽𝑑 =
𝑃𝑐 =
P-∆ Analysis
𝐸𝐼 =
0.2 𝐸𝑐 𝐼𝑔+𝐸𝑠 𝐼𝑠𝑒 1+𝛽𝑑
𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑠𝑢𝑠𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝑙𝑜𝑎𝑑 𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑙𝑜𝑎𝑑
No
Yes
𝑙𝑢 > 𝑟
𝑃𝑐 =
Yes
𝑘. 𝑙𝑢 ≤ 22 𝑟
𝜋 2 𝐸𝐼 𝐶𝑚 ; 𝛿𝑛𝑠 = ≥ 1.0 𝑃𝑢 𝑘. 𝑙𝑢 2 1 − 0.75𝑃𝑐
Mc = δns.(M2ns+(δs.Ms))
35 𝑃𝑢 𝑓𝑐 ′ . 𝐴𝑔
No Cm = 1
Yes 𝛽𝑑 =
𝐸𝐼 =
0.2 𝐸𝑐 𝐼𝑔+𝐸𝑠 𝐼𝑠𝑒 1+𝛽𝑑
Mc < Mcapacity
Redesign
𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑠𝑢𝑠𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝑙𝑜𝑎𝑑 𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑙𝑜𝑎𝑑
𝑃𝑐 =
𝜋 2 𝐸𝐼 1 ; 𝛿𝑠 = ≥ 1.0 𝛴𝑃𝑢 𝑘. 𝑙𝑢 2 1 − 0.75𝛴𝑃𝑐
Finish Gambar 22. Flowchart Sway Frames
E F
G
Umum Dalam penyusunan Tugas Akhir dibutuhkan suatu urutan pengerjaan yang sistematis agar pengerjaannya terarah. Bab ini menjelaskan urutan pengerjaan disertai penjelasan setiap tahapan khususnya efek kelangsingan yang akan dipakai dalam penyusunan tugas akhir. Tahapan untuk pembuatan diagram interaksi dilampirkan. Hasil dari tugas akhir ini adalah sebuah program bantu yang digunakan untuk menginvestigasi kapasitas kolom bulat dengan memperhitungkan faktor tekuknya (knick).
Membuat Program dengan Visual Basic 6.0 Langkah awal yang dilakukan pada tahap ini adalah mempelajari dasar-dasar pemrograman dengan Visual Basic 6.0. Setelah
G
mempelajari bahasa pemrograman ini, kemudian dilanjutkan dengan membuat program sederhana yang memperhitungkan efek kelangsingan. Langkah-langkah pembuatan program adalah sebagai berikut: 1. Membuat listing program untuk diagram interaksi aksial-momen. 2. Membuat listing program untuk pembesaran momen akibat kelangsingan. 3. Membuat rancangan tampilan program (interface). 4. Mengecek kelengkapan menu dan melengkapi tampilan. 5. Mengoperasikan program (running program) untuk mengecek apakah semua listing program bisa terbaca dan dapat berjalan dengan baik. 6. Melakukan verifikasi atau mengecek kebenaran hasil output.
Studi Literatur Pada tahap ini dilakukan studi literatur mengenai teori kelangsingan kolom beton bertulang, bagaimana pengaruhnya terhadap kapasitas kolom. Selain itu, dilakukan juga studi literatur mengenai bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Literatur-literatur yang digunakan antara lain: 1. ACI Committee 318-02. “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-02) and Commentary (ACI 318R-02),” American Concrete Institute, 2002. 2. Dewobroto, W, “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 (Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002),” PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005, pp 451. 3. Nawy, E.G, “Reinforced Concrete : A Fundamental Approach,” Prentice Hall Inc., 1985, pp 763. 4. Notes on ACI 318-99. “Building Code Requirements for Structural Concrete with Design Applications”, Portland Cement Association, Stokie, IL, 1999. 5. Purwono, R; Tavio; Imran ,I; dan Raka, I.G.P., “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 032847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S2002),” ITS Press, Surabaya. 6. Setiadi, R,“Analisis Diagram Interaksi PM Kolom Bulat Terkekang Dengan
Memperhitungkan Pengaruh Pengekangan.” Tugas Akhir di Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS, 2009, pp 220. 7. Tirtajaya, R. “Analisis Penampang Kolom Beton Bertulang Menggunakan Visual Basic 6.0 Dengan Memperhitungkan Efek Pengekangan”. Tugas Akhir di Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS, 2008. 8. Wimbadi, I. “Handout Kuliah Beton”, Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
BAB IV PENGOPERASIAN PROGRAM Umum Program bantu untuk menganalisa kemampuan kolom beton bertulang penampang bulat dengan memperhitungkan pengaruh kelangsingan ini, dinamakan SlenCOL v.1.0. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa pemrograman Visual Basic 6.0.
Prosedur Pengoperasian Program Tampilan awal program SlenCol v1.0 ini ialah sebagai berikut : ChartSpace Legend Menu bar
List Box
ChartSpace
Picture Box
Askprogressbar Timer
Gambar 23. Tampilan Awal Program SlenCol v1.0
1. Menu Bar Terdiri dari 3 buah menu, yaitu File, Input, dan Solve File Terdiri dari sub-menu Exit, dengan fungsi untuk keluar dari program. Input Terdiri dari lima sub-menu, yaitu :
a) General Information Berisi frame Design Code. Terdiri dari tiga pilihan untuk memilih tipe diagram interaksi, yaitu SNI 2847-2002 (Limit State Theory), ACI 318-2002 (Unified Design Theory), dan Nominal Strength, yang merupakan diagram interaksi dengan faktor reduksi adalah 1 (tanpa reduksi).
Gambar 24. General Information
b) Material Properties Berisi frame Concrete dan Reinforcing Steel. Frame concrete terdiri dari 5 buah textbox. Yang harus diisi / diinput adalah text-box Strength, fc’ (Mpa), kemudian keempat textbox lainnya akan terisi secara otomatis. Frame kedua adalah Reinforcing Steel. Terdiri dari 3 buah text-box. Yang harus diisi / diinput adalah text-box Strength, fy (Mpa), kemudian kedua textbox lainnya akan terisi secara otomatis.
Gambar 25. Material Properties
c) Column Section Sub-menu Column Section terdiri dari satu buah text-box, merupakan text-input diameter kolom (mm).
Gambar 26. Column Section
d) Reinforcement Berisi empat buah text-box. Pertama adalah No. of Bars, merupakan text-input jumlah tulangan logitudinal yang terdapat dalam kolom. Jumlah tulangan logitudinal tersebut akan secara otomatis dibagi merata pada penampang kolom (Side Equal). Kedua adalah Dia. of Bars, merupakan text-input diameter tulangan longitudinal (mm). Ketiga adalah Decking, merupakann text-input tebal selimut beton (mm). Keempat adalah Hoops, merupakan textinput diameter tulangan tranversal / sengkang (mm).
Gambar 27. Side Equal
e) Slenderness Pada sub-menu, terdapat empat sub-menu lain, yaitu : i. Design Column Pada frame Clear Height, dapat di-inputkan panjang bersih kolom, nilai (Sum Pc)/(Pu) serta (Sum Pu)/(Pu) untuk keperluan sway frame. Pada frame Criteria, terdapat option button untuk kriteria Non-sway atau Sway frame. Pada frame Effective Length Factor, user dapat memilih apakah akan meng-inputkan nilai k secara manual atau menurut program SlenCOL v1.0. Namun, bila diambil kriteria bergoyang, maka nilai k
harus diinput manual.
secara
Gambar 30. Beams
iv.
Gambar 28. Design Column
ii.
Column Above/Below Pada frame ini, dimasukkan properties dari kolom diatas dan dibawah kolom yang ditinjau. Dapat diisi menurut penampang bujur sangkar maupun lingkaran. Command button yang tersedia adalah untuk menyalin nilai dari frame Column Above ke Column Below. Perlu diperhatikan bahwa hanya penampang lingkaran dan bujur sangkar saja.
Gambar 29. Column Above/Below
iii.
Beams Pada frame ini, terdapat empat frame yang menunjukkan properties serta letak balok di sekitar kolom yang ditinjau.
Load plotting for Slenderness Merupakan inputan untuk pembebanan serta kombinasi yang ingin digunakan user. Perlu diperhatikan bahwa bila diinputkan nilai (M1/M2) positif, maka akan mengacu pada kurvatur tunggal dan sebaliknya.
Gambar 31. Load Plotting for Slenderness
Solve Pada perintah ini, semua prosedur perhitungan akan dijalankan. Tiga kemungkinan yang dapat muncul yaitu Neglect Slenderness (dimana kelangsingan dapat diabaikan), Use Approximate Method (dimana metode pembesaran momen digunakan), dan Use Second Order Analysis (dimana investigasi untuk kolom yang diinputkan harus menggunakan P-∆ Analysis yang mana tidak terdapat pada program SlenCOL v1.0 ini) Hasil investigasi dari program SlenCOL v1.0 ini adalah sebagai berikut :
Gambar 32. Result
2. Picture Box Picture Box akan menampilkan gambar skala dari penampang kolom bulat yang akan dianalisa. Di bagian tengah penampang terdapat angka yang menunjukkan rasio tulangan longitudinal kolom tersebut. 3. List box List Box berisi properties dari penampang kolom yang dianalisa. Ada tiga kelompok properties, yaitu Material Properties, Section Properties, Reinforcement Properties, dan Slender Properties. 4. Chartspace Chartspace akan menampilkan diagram interaksi aksial dan momen, sesuai dengan pilihan pada menu General Information. Pada Chartspace Legend terdapat keterangan dari masing-masing simbol pada diagram interaksi. Legend disini berisi diagram interaksi baik berdasarkan SNI 03-2847-2002, ACI 31802, maupun kekuatan nominalnya, starting point yang merupakan nilai momen ultimate sebelum pembesaran, dan critical point yang merupakan titik P-M setelah pembesaran momen akibat pengaruh kelangsingan. 5. Askprogressbar Setelah semua input dimasukkan dan kemudian dipilih Execute, maka program mulai melakukan proses perhitungan. Untuk memantau progress jalannya perhitungan, bisa dilihat pada Askprogressbar ini. 6. Timer Menunjukkan waktu saat ini, dengan setting sesuai dengan waktu pada komputer anda.