STUDI PENENTUAN NILAI KEWAJARAN HARGA PENAWARAN KONTRAKTOR DENGAN SISTEM EVALUASI NILAI Dewa Ketut Sudarsana1, Nyoman Yudha Astana2, Kadek Widayanti Putri3 1)
Program Studi Teknik Sipil Universitas Udayana,Bali Email :
[email protected] 2) Program Studi Teknik Sipil Universitas Udayana,Bali Email :
[email protected] 3) Program Studi Teknik Sipil Universitas Udayana,Bali
ABSTRAK Metode penilaian penawaran pada proses pelelangan selama ini cenderung menggunakan metode evaluasi sistem gugur atau yang lebih dikenal dengan metode evaluasi biaya terendah. Parameter ini memang relevan namun terkadang masih dianggap kurang memadai. Penerapan sistem nilai dapat menjadi alternatif model evaluasi apabila menghendaki biaya sebanding dengan kualitasnya. Pendekatan yang digunakan dalam menentukan kewajaran harga penawaran metode ini adalah gabungan antara tingkat keyakinan terhadap Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan faktor variasi penawaran yang diajukan oleh kontraktor penawar. Metode MPSE (Merit Point System Evaluator) digunakan untuk mengkaji kembali peringkat calon pemenang baru dari metode sistem gugur yang telah dilaksanakan. Obyek studi adalah lima paket tender penawaran harga proyek konstruksi bangunan gedung Pemerintah di Kabupaten Karangasem Bali. Hasil evaluasi penawaran harga dengan penerapan MPSE mendapatkan hanya satu paket tender yang calon pemenangnya tetap sama. Sedangakan empat paket calon pemenang tender peringkatnya berubah. Kata kunci : harga perkiraan sendiri (HPS), kontraktor, pelelangan, penawaran, sistem gugur, sistem nilai.
1.
PENDAHULUAN
Jasa konstruksi merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan karena melalui sektor inilah kemajuan fisik suatu daerah dapat dilihat secara langsung (Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2010). Mencermati hal tersebut, terlihat jelas bahwa pesatnya perkembangan usaha jasa konstruksi tidak lepas dari peranan para pelaku usaha yang handal dalam percaturan industri. Salah satu bentuk usaha jasa konstruksi yang kini tengah menjamur di kalangan pelaku usaha di Indonesia termasuk di daerah Bali adalah usaha kontraktor. Peningkatan alokasi paket pekerjaan terutama paket jasa konstruksi rupanya tidak sebanding dengan peningkatan jumlah kontraktor. Seperti yang terjadi pada tahun 2010, dimana 92 paket pekerjaan jasa konstruksi diperebutkan oleh 324 kontraktor (Pengendalian Pembangunan Sekretariat Daerah Kab. Karangasem, 2010). Kondisi tersebut pada akhirnya menimbulkan kontroversi berupa hadirnya perilaku yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat, terutama yang menyangkut proses tender atau pelelangan proyek jasa konstruksi (Mustika Sari, Gapensi Karangasem, 2010). Berdasarkan PP No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, disebutkan bahwa pengadaan jasa konstruksi di atas Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) wajib dilaksanakan dengan tender terbuka. Dan di dalam mengajukan penawaran, setiap kontraktor dituntut untuk dapat membuat suatu nilai penawaran yang kompetitif dimana harga penawaran tersebut nantinya diharapkan tidak menjadi pemicu rendahnya mutu/kualitas konstruksi proyek bersangkutan. Keppres No. 80 Tahun 2003 juga menyatakan tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, panitia pelaksana konstruksi dimungkinkan untuk menggunakan beberapa metode di dalam menilai kelayakan penawaran. Metode-metode tersebut antara lain sistem gugur, sistem nilai dan sistem penilaian selama umur ekonomis. Dari 3 (tiga) metode evaluasi tersebut, metode evaluasi penawaran yang paling sering digunakan di Karangasem adalah metode sistem gugur dengan mempertimbangkan harga penawaran terendah. Selain sistem gugur, sistem evaluasi yang juga sering digunakan adalah sistem evaluasi nilai. Model Penilaian Kewajaran Harga Penawaran atau Merit Point System Evaluation (MPSE). Metode ini digunakan apabila ada pertimbangan aspek kualitas teknis yang sebanding dengan harga penawaran. Sistem ini menjanjikan sistem penilaian yang lebih baik karena dapat memberikan bobot kepada berbagai aspek penilaian baik teknis maupun
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-193
Manajemen Konstruksi
harga penawaran, guna menghindari praktek-praktek penawaran yang tidak wajar dari calon kontraktor (Abduh dkk, ITB,2005). Tulisan ini akan mengkaji kembali calon pemenang tender dengan model MPSE terhadap pemenang tender yang telah ditetapkan dengan menggunakan sistem gugur pada Proyek Gedung Pemerintah Di Kabupaten Karangasem tahun anggaran 2008-2009.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pengadaan Jasa Konstruksi Berdasarkan Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003, pengadaan barang/jasa Pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa. Tujuannya adalah untuk memperoleh barang/jasa yang diperlukan dalam jumlah yang cukup, kualitas terbaik dan harga terendah di antara penawaran yang responsif, di dalam waktu dan tenpat tertentu secara efisien, efektif, bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemilihan penyedia jasa pelaksana konstruksi tersebut tergantung pada jenis, ukuran, kompleksitas dari proyek yang ditawarkan serta kemampuan teknis pengguna jasa dalam merencanakan, mengelola dan menyelesaikan proyek dalam jangka waktu yang telah ditetapkan (Oberlender, 2000 dalam Abduh dkk, 2005). Pengadaan jasa pelaksanaan konstruksi di Indonesia umumnya dilakukan dengan menggunakan penyedia barang/jasa (tender/lelang) atau dengan cara swakelola. Pelelangan/tender itu sendiri dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis antara lain pelelangan umum/terbuka, pelelangan terbatas, pemilihan langsung dan penunjukan langsung melalui proses prakualifikasi atau pascakualifikasi. Secara umum, hal-hal yang dievaluasi dalam suatu penawaran adalah aspek administrasi, aspek teknis dan aspek harga. Aspek administrasi mencakup surat penawaran, jaminan penawaran, surat pernyataan, surat jaminan pelaksanaan, bukti pelunasan pajak tahun terakhir dan lain-lain seperti yang ditentukan di dalam dokumen lelang. Aspek teknis melingkupi metode pelaksanaan, jadwal pelaksanaan, daftar personil inti, daftar alat, daftar pengalaman serta persyaratan teknis lainnya yang ditetapkan dalam dokumen lelang. Aspek harga melingkupi daftar kuantitas/harga), daftar analisa bahan/upah dan koreksi aritmatik terhadap owner estimate (OE) atau harga perkiraan sendiri (HPS).
Harga perkiraan sendiri (HPS) Harga Penawaran Sendiri (HPS) atau owner estimate (OE) adalah perkiraan kewajaran harga suatu pekerjaan pengadaan barang/jasa yang digunakan sebagai tolak ukur/pembanding di dalam mengevaluasi kewajaran harga penawaran yang diajukan oleh penyedia barang/jasa terhadap masing-masing item pekerjaan dalam suatu proyek (Rasih Hendrato, 2006). Adapun maksud dan tujuan disusunnya HPS adalah supaya harga atau nilai suatu pekerjaan pengadaan barang/jasa tetap dalam batas kewajaran (optimal) baik dari sisi pandang pengguna barang/jasa maupun penyedia barang/jasa. Dengan kata lain kegiatan pengadaan barang/jasa tersebut jauh dari adanya “mark up”, dengan catatan ketentuan besarnya biaya tersebut telah memperhitungkan semua komponen biaya pengeluaran dan keuntungan penyedia barang/jasa dengan harga pasar yang wajar. Adanya HPS/OE juga dirasa sangat bermanfaat untuk melengkapi perkiraan biaya-wajar sebelum menerima penawaran, sehingga kelainan-kelainan dalam rencana dan spesifikasi, pengulangan dalam cakupan dan kemungkinan alternatif rekayasa nilai yang diusulkan oleh para penawar dapat dikomunikasikan kepada penawar melalui addendum sebelum penawaran diterima (Donald S. Barrie dkk, 1993). Fungsi HPS / OE. Fungsi Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam pengadaan utamanya adalah: a) Untuk menetapkan besarnya Jaminan Penawaran bagi Penyedia Barang/Jasa (1-3% HPS) b) Acuan untuk menilai kewajaran harga (Harga penawaran < 80% HPS). Dalam hal terjadi ketidak wajaran harga penawaran/harga penawaran terkoreksi <80% HPS, maka Jaminan Pwnawaran ditambah menjadi sekurangkurangnya 80% HPS dikalikan persentase Jaminan Pelaksanaan yang ditetapkan dalam dokumen lelang. c) Acuan untuk menilai kemungkinan terjadi ketimpangan dari harga penawaran penyedia barang/jasa untuk pelelangan dengan kontrak harga satuan d) Acuan untuk menilai kewajaran harga untuk setiap item mata pembayaran dalam Pemilihan langsung dan Penunjukan Langsung, walaupun jumlah penawarannya sudah wajar, setiap item mata pembayaran yang ditawarkan pada prinsipnya tidak boleh lebih tinggi/ besar dari harga setiap item mata pembayaran yang ditetapkan dalam HPS/OE. (PP 54 tahun 2010, pasal 48).
MK-194
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
Metode Evaluasi Sistem Nilai Metoda evaluasi menggunakan sistem nilai (merit point system) adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur teknis dan harga yang dinilai berdasarkan kriteria dan nilai yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia jasa, kemudian membandingkan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya (Keppres 80 Tahun 2003, pasal 19). Dalam penggunaan metode ini, panitia harus menyampaikan kriteria dan tata cara evaluasi terlebih dahulu kepada peserta tender (rekanan) pada saat aanwijzing atau melalui dokumen pengadaan. Hal ini penting dilakukan agar rekanan memahami kriteria-kriteria serta bagaimana cara penilaian dari metode tersebut. Di dalam proses penilaian, panitia tidak diperkenankan mengubah, menambah, atau mengurangi kriteria dan tatacara evaluasi seperti yang sudah disampaikan, terkecuali ada perubahan yang diketahui bersama dan telah dicantumkan di dalam risalah atau melakukan tindakan lain yang bersifat post bidding. Seperti pada metode sistem gugur, penawaran yang dinyatakan lulus administrasi, kemudian akan dinilai dari segi teknis dan harga. Dimana diberlakukan syarat bahwa kualitas teknis harus sepadan dengan harga penawaran, sehingga bobot penilaian teknis adalah sama dengan bobot penilaian harganya. Maka berdasarkan persyaratan tersebut, panitia menyusun kriteria dan variabel-variabel penilaian, membuat daftar urutan penawaran, yang dimulai dari penawaran yang memiliki nilai tertinggi hingga nilai penawaran terendah, atau dapat pula diterapkan persyaratan nilai ambang lulus (passing grade).
Kewajaran Harga Penawaran Kewajaran harga penawaran merupakan perkiraan biaya-wajar terbaik yang diusulkan oleh penawar terhadap harga dan spesifikasi pekerjaan yang dilelangkan. Adapun pendekatan yang digunakan di dalam menentukan kewajaran harga adalah dengan meletakkan dasar hubungan matematis yang mengaitkan biaya (indeks tingkat harga) dengan karakteristik fisik tertentu dari objek (volume, luas dan lain-lain). Model pendekatan ini dikembangkan dengan latar belakang bahwa tidak selalu pemilik menginginkan calon kontraktor dengan penawaran terendah untuk terpilih dalam penawaran (Sura Peranginangin, 2004). Menurut Abduh dkk (2005), pendekatan untuk definisi kewajaran penawaran harus merupakan gabungan tingkat keyakinan pemilik terhadap rincian HPS dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengalaman dan bidang keahlian dari pihak pengestimasi, sehingga HPS yang dihasilkan dapat dijadikan dasar dari definisi kewajaran harga penawaran pada model penilaian selanjutnya. Pada umumnya, suatu penawaran kontraktor akan mendapatkan nilai pada sistem evaluasi nilai ini sebagai berikut:
TN i = W t × NT i + W h × NH
i
(1)
Dimana: TNi : Total nilai kontraktor i, maksimum 1.000 Wt : Bobot nilai aspek teknis NTi : Nilai aspek teknis kontraktor i Wh : Bobot nilai aspek harga penawaran NHi : Nilai aspek harga penawaran kontraktor i i : Indeks kontraktor yang dievaluasi, i = 1 ... n n : Jumlah kontraktor yang dievaluasi Wt + Wh = 1.0 Besarnya bobot untuk nilai aspek teknis dan nilai aspek harga penawaran ditentukan berdasarkan pada kompleksitas pekerjaannya. Apabila aspek teknis lebih dipentingkan dibanding aspek harga penawaran, dapat menggunakan perbandingan bobot 60:40 (Abduh dkk,2005) Penilaian terhadap komponen harga penawaran ini penting dilakukan untuk menghindari praktek kontraktor menawarkan penawaran yang tidak seimbang (unbalanced bid). Nilai aspek penawaran yang akan didapatkan oleh kontraktor adalah sebagai berikut: m
m
NH i = å H j =1
ij
= å b ij × h ij
(2)
j =1
Dimana: NHi : Nilai aspek harga penawaran kontraktor i Hij : Nilai komponen harga penawaran j kontraktor i Bij : Bobot kewajaran komponen harga penawaran j kontraktor i hij : Nilai maksimum komponen harga penawaran j kontraktor i m : Jumlah komponen aspek harga penawaran yang dinilai
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-195
Manajemen Konstruksi
Pada formula (2), bobot kewajaran komponen harga penawaran (bij), yang merupakan besaran tingkat kewajaran komponen harga penawaran, ditentukan berdasarkan kepada fungsi kewajaran Fkw dan besarnya nilai maksimum komponen harga penawaran (hij) ditetapkan berdasarkan pada proporsi komponen harga penawaran pada HPS sebagai acuannya. Total dari seluruh nilai maksimum komponen harga penawaran merupakan nilai maksimun aspek harga penawaran. Fungsi Kewajaran (Fkw) merupakan fungsi matematika berbentuk linier. Fungsi ini akan menentukan besarnya bobot kewajaran suatu komponen harga penawaran (bij) dalam satuan %. Dengan demikian:
b ij = Fkw (h p ij )
(3)
Variabel masukannya adalah harga penawaran (hpij). Fungsi ini dibentuk dengan mempertimbangkan harga penawaran maksimum dan minimum (hpjmax, hpjmin ), rata-rata harga penawaran (RRPj), standard deviasi harga penawaran (SDPj), dan harga perkiraan sendiri (hpsj). Perlu dicatat di sini, bahwa nilai rata-rata penawaran (RRPj) dan standar deviasi penawaran (SDPj), didefinisikan tidak hanya didasarkan pada jumlah penawaran kontraktor saja, tetapi juga mempertimbangkan harga perkiraan sendiri (HPS) dengan bobot yang cukup besar. Dengan demikian, nilai rata-rata penawaran yang ada bukan hanya berdasarkan data dari kontraktor saja, tetapi juga diimbangi oleh HPS dari pemilik. Dengan demikian, fomula untuk RRPj dan SDPj ditetapkan sebagai berikut: n
RRP
SDP
j
=
j
ìæ n íç å h p j î è i =1
=
ij
å
i =1
hp
ij
j
(4)
n + p
ö - RRP j ÷ + p × (hps ø n + p -1
p =c × Dimana:
+ p × hps
j
- RRP
n 2
j
)üý þ
2
(5) (6)
RRP j
: Rata-rata Penawaran komponen harga penawaran j
SD P j
: Standar Deviasi Penawaran komponen harga penawaran j
h p ij
: Besarnya komponen harga penawaran j kontraktor i
hp s j
: Besarnya harga penawaran sendiri komponen harga penawaran j
p
: Faktor pengali kontribusi HPS, kepada kewajaran harga, yang juga menggambarkan tingkat kepercayaan terhadap HPS : Besarnya tingkat kepercayaan (confidence level) terhadap HPS, nilai antara 0.0 hingga 1.0
c
Terlihat pada formula (4), (5) dan (6), terdapat faktor hpsj yang dimasukkan untuk mengimbangi harga penawaran dari kontraktor. Kontribusi HPS ini tidak akan mendominasi karena dibatasi hingga 50% jumlah kontraktor yang menawarkan dan dikoreksi pula oleh tingkat keyakinan pemilik terhadap HPS-nya. Selanjutnya, nilai rata-rata penawaran (RRPj) dijadikan nilai tertinggi dari bobot kewajaran yaitu 100%. Harga penawaran diantaranya dikategorikan kedalam penawaran yang wajar, kurang wajar dan tidak wajar, dengan batasan nilai bobot kewajaran sebagai berikut (seperti tergambar pada gambar-1, yaitu: a) Kategori Wajar (W), 100% <= bij < 50% b) Kategori Kurang Wajar (KW), 50% <= bij < 0% c) Kategori Tidak Wajar (TW), bij = 0%
Gambar 2. Fungsi Kewajaran (sumber : Abduh dkk,2005) Dengan melakukan penurunan formula persamaan garis linier dan menggunakan nilai titik-titik terebut di atas, maka fungsi kewajaran Fkw didefinisikan sebagai berikut:
MK-196
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
Fkw (hpij ) = 0, jika hp ij £ RRP j - 2 × g j × SDP j Fkw (hpij ) =
Fkw (hpij ) =
50 × RRP j 50 hp ij + 100, jika RRP j - 2 × g j × SDP j < hp ij £ RRP g j × SDP j g j × SDP j
50 × RRP j - 50 hp ij + + 100, jika RRP j < hp ij £ RRP j + 2 × g j × SDP j g j × SDP j g j × SDP j
Fkw (hpij ) = 0 jika hp ij > RRP j + 2 × g j × SDP j
(7a) j
(7b) (7c) (7d)
Dimana: gj = Faktor pengali untuk menentukan rentang kategori kewajaran Besarnya faktor pengali gj ditentukan dengan melihat sejauh mana rentang antara nilai harga penawaran maksimum dan minimum serta perbandingannya dengan standar deviasi penawaran. Pertimbangan ini dapat dilihat pada gambar- 2. berikut:
Gambar 2. Penentuan Kategori Kewajaran (Sumber : Abduh dkk, 2005) Pada gambar 2. tersebut, terdapat tiga kurva fungsi kewajaran (Fkw1, Fkw2, dan Fkw3). Fungsi Fkw1 mempunyai batas kurva (nilai hpij) untuk penentuan kategori kewajaran lebih rendah dari rentang (range) antara hpmax dan hpmin, sedangkan Fkw2 sama besarnya, dan Fkw3 lebih besar. Untuk Fkw1 dan Fkw2, nilai hpmin dan hpmax akan mempunyai nilai bij = 0 (nol), sedangkan untuk Fkw3 akan mempunyai nilai tidak sama dengan nol. Dengan mempertimbangkan nilai standar deviasi penawaran yang dimiliki, maka ditetapkan nilai gj yang akan menentukan besarnya rentang kategori sebagai berikut: Jika
L
³ 4 . 0 maka
j
SDP
g j = 1.0
j
(8) Jika
3.
L
j
SDP j
< 4 .0 maka g
j
= 0 .5
METODELOGI PENELITIAN
Metoda yang dipergunakan pada studi ini adalah metoda deskriptif meliputi survey tidak langsung, pemaparan kasus-kasus dan ditunjang kajian pustaka. Langkah- langkah analisisi dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Pengumpulan data tidak langsung yaitu Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diajukan peserta lelang. 2) Menetapkan perbandingan aspek teknis dan harga penawaran dalam sistem evaluasi nilai adalah 60:40. Nilai total penawaran kontraktor adalah 1.000, dengan demikian nilai maksimum aspek harga penawaran adalah 400. Penilaian aspek teknis tidak ditinjau karena dianggap semua kontraktor memenuhi persyaratan teknis. Besarnya tingkat kepercayaan terhadap HPS adalah sebesar 90. 3) Menentukan Faktor Kewajaran (Fkw). 4) Menghitung aspek harga penawaran (NHi), pada penilaian aspek harga penawaran, pertama-tama perlu ditetapkan terlebih dahulu komponen harga penawaran yang akan dinilai. Terdapat 7 (tujuh) komponen harga penawaran yang dievaluasi dengan nilai maksimum masing-masing sebagai berikut : a. Biaya total termasuk PPN dan keuntungan 10% (nilai maksimal:100)
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-197
Manajemen Konstruksi
b. Biaya komponen Pekerjaan Persiapan (nilai maksimal: 20) c. Biaya komponen Pekerjaan Struktur (nilai maksimal:65) d. Biaya komponen Pekerjaan Arsitektur (nilai maksimal:65) e. Biaya komponen Pekerjaan Mekanikal (nilai maksimal:50) f. Biaya komponen Pekerjaan Elektrikal (nilai maksimal: 50) g. Biaya komponen Pekerjaan Lansekap (nilai maksimal:50) 5) Menghitung sensitifitas model Penilaian Kewajaran Harga Penawaran Kontraktor dengan Sistem Evaluasi Nilai dilakukan dengan merubah angka-angka atau variabel-variabel seperti tingkat kepercayaan HPS, faktor pengali kontribusi, dan jumlah penawar dengan berbagai variasi angka. Dengan analisa sensitifitas ini akan diketahui variabel yang berpengaruh sensitif terhadap nilai aspek harga penawaran. 6) Menetapkan nilai aspek harga penawaran yang wajar dan menetapkan peringkat penawaran para kontraktor sesuai dengan hasil penilaian dengan menggunakan sistem evaluasi nilai.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi Penilaian Kewajaran Harga Penawaran Kontraktor dengan Sistem Evaluasi Nilai, penulis menggunakan 5 (lima) buah paket lelang pengadaan jasa konstruksi bangunan gedung di Kabupaten Karangasem. Seluruh dokumen penawaran yang masuk pada masing-masing proyek digunakan sebagai obyek untuk menguji sensitifitas dari variabel-variabel MPSE untuk memperoleh parameter harga penawaran yang wajar untuk masing-masing proyek. Evaluasi sistem gugur dimulai dengan memeriksa kehadiran peserta lelang, kesesuaian sampul serta jumlah dokumen penawaran (asli, rekaman/copy dan kualifikasi), yang diikuti dengan pembukaan dan pembacaan harga penawaran dari seluruh peserta. Bila tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan panitia, maka dinyatakan gugur. Dalam konteksnya dengan proses pelelangan di Karangasem, ternyata ada beberapa rekanan yang dinyatakan gugur karena menyalahi kriteria penyampulan, baik itu bentuk sampul, penempatan atau informasi dalam tanda penawaran (alamat pejabat pembuat komitmen dan jenis pekerjaan) dapat dilihta pada tabel-1..
Evaluasi peringkat penawar dengan model MPSE Dari data Pengadaan Konstruksi Gedung Puskesmas Sidemen Lanjutan diambil data RAB setiap penawaran yang masuk, yang kemudian dikelompokkan menurut komponen- komponen uraian pekerjaan. Terdapat 7 (tujuh) penawar dalam proyek Puskesmas Sidemen dengan penawaran tertinggi bernilai Rp1.389.000.856,37 oleh PT.Bukit Jineng Pratama dan penawaran terendah bernilai Rp1.180.827.403,78 oleh PT. Tea Kirana. Untuk biaya komponen lanskap semua penawar dan HPS diberi nilai 0 karena tidak menyertakan biaya komponen lanskap. Sehingga pada proyek puskesmas Sidemen nilai maksimal untuk keseluruhan komponen biaya dikurangi komponen biaya lanskap, nilai total komponen biaya keseluruhan adalah 350. Rata-rata penawaran komponen harga penawaran biaya komponen struktur pada proyek Kostruksi Gedung Puskesmas Sidemen adalah sebesar ( RRP j = 866.125.751,75 Standar deviasi harga penawaran pada analisa ini tidak hanya didasarkan pada jumlah penawaran kontraktor saja, tapi juga memepertimbangkan harga perkiraan sendiri (HPS) dengan bobot yang cukup (SDPj)= 1.643.358.069,40 Untuk kondisi pertama maka besarnya Fkw dari masing-masing komponen harga penawaran setiap kontraktor misalnya dengan Fkw(hpij)= 97,89%. Sedangkan untuk kondisi kedua maka besarnya Fkw dari masing-masing komponen harga penawaran setiap kontraktor misalnya untuk komponen struktur dengan Fkw(hpij)= 97,89% Setelah faktor kewajaran komponen harga penawaran diperoleh maka perlu dilakukan penilaian aspek harga kewajaran. Penilaian terhadap komponen harga penawaran ini penting dilakukan untuk menghindari praktek kontraktor menawarkan penawaran yang tidak seimbang (unbalanced bid). Dari data diatas dapat dilihat penawar dengan nilai aspek penawaran tertinggi diperoleh oleh PT. Bayu Sejati Adi Manunggal. Dimana pada pelelangan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan dengan menggunakan sistem gugur pelelangan dimenangkan oleh PT. Dharma Buana Karya. Analisa sensitivitas dilakukan untuk menganalisa variable-variabel yang dipakai dalam analisa MPSE. Analisa pertama yang dilakukan adalah melakukan analisa sensitifitas metode evaluasi nilai terhadap perubahan tingkat kepercayaan pemilik terhadap HPS. Analisa ini dilakukan dengan merubah nilai c (tingkat kepercayaan terhadap HPS) dengan range nilai 0,0 sampai dengan 1,0. Dengan semakin besarnya tingkat kepercayaan pemilik terhadap HPS maka terlihat nilai aspek penawaran HPS juga mengalami peningkatan begitu juga dengan PT. Bayu Sejati Adi Manunggal dan PT. Duta Karya Perkasa. Sedangkan Penawar yang lainnya mengalami penurunan nilai aspek harga penawaran.
MK-198
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
Analisa sensitivitas kedua dilakukan dengan menambahkan penawaran bernilai rendah yang sama dengan penawaran dari PT. Tea Kirana. Tujuan dari analisa ini adalah melihat sejauh mana perubahan yang terjadi pada model jika terdapat kecenderungan kontraktor menawarkan nilai yang rendah. Analisa sensitivitas ketiga bertujuan untuk melihat sejauh mana perubahan yang terjadi pada model jika terdapat peningkatan jumlah penawar dengan penawaran bernilai tinggi. Grafik perubahan kenaikan nilai aspek penawaran disajikan pada gambar-3. PT. DUTA KARYA PERKASA
Nilai Aspek Harga Penawaran
350
PT. BAYU SEJATI ADI MANUNGGAL PT. KARTIKA SARI CIPTA UTAMA PT. DHARMA BUANA KARYA
345 340 335 330 325
PT. ANINDYA GUNA
320
PT. BUKIT JINENG PRATAMA
315 n =7
n =8
n =9
PT. TEA KIRANA
n =10 n =11 n =12
OWNER ESTIMATE
Jumlah Penawar
Ganbar 3. Grafik sensitifitas nilai aspek harga penawaran dengan metode MPSE. (Sumber: analisis, 2010) Hasil evaluasi peringkat penawar dengan metode MPSE yang dilakukan pada 5 paket tender /lelang didapat perubahan 4 calon pemenang yang berbeda anatra metode system gugur yang diberlakukan dengan evaluasi dengan metode MPSE, perubahn ini disajikan pada table 1. Tabel-1. Perbandingan calon pemenang lelang antara evaluasi dengan metode MPSE dengan Sistem Gugur yang diterapkan. Pemenang no
Metode MPSE (evaluasi)
Proyek paket lelang
Kontraktor
1 Ruang Bersalin 2 Puskesmas 1 3 Puskesmas 2 4 Poliklinik 5 DPRD Karangasem
PT. TUNAS JAYA SANUR PT. DHARMA BUANA KARYA PT. BAYU SEJATI ADI MANUNGGAL PT. UNDAGI JAYA MANDIRI PT. DHARMA BUANA KARYA
Nilai Penawaran Rp.
3,264,037,787.07 1,374,000,983.06 1,384,074,625.52 3,469,385,967.56 13,600,000,685.46
Sistem Gugur (dterapkan) Kontraktor PT. TUNAS JAYA SANUR PT. ARKA DIPA SENTANA KARYA PT. DHARMA BUANA KARYA PT. TUNAS JAYA SANUR PT. TUNAS JAYA SANUR
HPS
Nilai Penawaran Rp.
3,264,037,787.07
3,428,779,569.25
1,515,000,631.06
1,540,000,662.46
1,374,000,567.80
1,389,188,458.50
3,299,990,183.98
3,919,737,615.78
13,030,659,253.25
13,640,091,063.03
Sumber: analisis 2010
5.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan terhadap Metode Evaluasi Sistem Gugur dan Metode Evaluasi Sistem Nilai (MPSE), maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1) Dari analisa nilai kewajaran harga penawaran dengan Sistem Evaluasi Nilai (MPSE), diperoleh bahwa nilai
penawaran yang diajukan oleh penawar dalam 5 pelelangan yang ditinjau secara umum termasuk dalam kategori wajar. Dan dari 5 paket yang dievaluasi dengan metode MPSE diperoleh 1 paket lelang yang pemenang yang sama dan 4 pemenang yang berbeda dari pemenang yang ditetapkan pemerintah dengan system gugur. 2) Dari analisa sensitifitas variabel-variabel MPSE terlihat dua variabel yang cukup sensitif yaitu, tingkat kepercayaan terhadap HPS (c) yang bernilai 0,0-0,1 dan penambahan jumlah penawaran bernilai tinggi. Variabel yang kurang sensitif adalah penambahan jumlah penawaran bernilai rendah, yang mengakibatkan perubahan peringkat penawar yang lebih kecil dibandingkan dua variabel lainnya.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-199
Manajemen Konstruksi
DAFTAR PUSTAKA Abduh, M dan Wirahadikusumah, R.D. (2005) Model Penilaian Kewajaran Harga Penawaran Kontraktor dengan Sistem Evaluasi Nilai, Jurnal Teknik Sipil ITB Edisi Khusus, Vol.12 No.3, Juli, pp185-199. Abduh, M. 2003. Manual MPSE Beta, http://www.ftsl.itb.ac.id/~abduh/MPSE/MPSE.exe, Dikunjungi 19/06/2010 Badan Pusat Statistik Kabupaten Karangasem. (2010) Karangasem Dalam Angka. BPS Kabupaten Karangasem, Karangasem. Dipohusodo, Istimawan. (1995) Manajemen Proyek dan Konstruksi Jilid I. Kanisius, Yogyakarta. ____________________. (1996) Manajemen Proyek dan Konstruksi Jilid II. Kanisius, Yogyakarta. Djojowirono, S. (2005) Manajemen Kontruksi Edisi Ke Empat. Biro Penerbit KMTS FT UGM, Yogyakarta. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia.2010. Position Paper KPPU Terhadap Perkembangan Industri Jasa Konstruksi, www.kppu.go.id, Dikunjungi 22/06/2010 Louis, F dan Suryanto, H. (2002) Analisis Faktor-Faktor Dalam Evaluasi Tender Berdasarkan Penilaian Pengembang Dan Tanggapan Dari Kontraktor Yang Bersangkutan. (Tugas Akhir yang tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra, 2002). Nursjahid, A. (2010) Mekanisme Pengadaan Barang Dan Jasa Menurut Bank Dunia, www.usdrp-indonesia.org Dikunjungi 22/06/2010 Pemerintah RI. (2000) Undang-Undang RI No.18 Tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. BP.Panca Usaha, Jakarta. Pemerintah RI. (2010) Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. BP.Panca Usaha, Jakarta. Presiden RI. (2003) Keputusan Presiden RI No.80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. BP. Panca Usaha, Jakarta. Presiden RI. (2010) Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. BP.Panca Usaha, Jakarta. Saifoe. (2009) Evaluasi Penawaran http://www.teknik.ub.ac.id Dikunjungi 22/07/2010 Soeharto, Imam. (1997) Manajemen Proyek Dari Konseptual sampai Operasional. Erlangga, Jakarta. Sudarto. 2009. Sistem Tender Pemicu Mutu Rendah, http://www.inkindo-dki.org, Dikunjungi 22/07/2010 Wulfram I.Ervianto. (2004) Teori-Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi. Penerbit Andi , Yogyakarta. Yasin, Nazar K. (2003) Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia. Buku Pertama Seri Hukum Konstruksi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
MK-200
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011