Studi Pembuatan Ion Imprinted Polymer untuk Penyerapan Fosfat secara Selektif menggunakan Kitosan Termodifikasi Eva Lenna Juliana Departemen Kimia, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected]
Abstrak Salah satu metoda untuk menentukan keberadaan fosfat dilingkungan perairan adalah dengan pembuatan adsorben selektif Ion Imprinted Polymer menggunakan kitosan termodifikasi. Kitosan suksinat, fosfat, MBA (Metilen Bis Akrilamida) digunakan sebagai monomer, cetakan dan agen pengikat silang. Awalnya kitosan dimodifikasi membentuk kitosan suksinat dan ditambahkan ion besi (III) membentuk kompleks Fe (III) Kitosan suksinat. Setelah itu ditambahkan fosfat dan kemudian dikeluarkan dengan KOH agar membentuk rongga selektif untuk ion fosfat. Penyerapan ion fosfat maksimum tercapai saat 30 menit dengan pH 3 dan konsentrasi 3-4 ppm. Selain itu dibandingkan pula proses penyerapan dengan polimer yang dicetak dengan fosfat, polimer yang tidak dicetak dengan fosfat serta kitosan tanpa modifiikasi. Penyerapan fosfat dengan polimer yang telah dicetak dengan fosfat lebih tinggi bila dibandingkan dengan polimer tanpa dicetak dan kitosan tanpa modifikasi. Ion bikarbonat merupakan ion yang mengganggu dalam proses penyerapan bila dibandingkan dengan ion sulfat.
Abstract One method for determining phosphate in the water is by making selective adsorbent Ion Imprinted Polymer using chitosan modified. Chitosan succinate, phosphate, MBA (Methylene Bis Acrylamida) is used as a monomer, template, and crosslingking agent. First, chitosan modified form of chitosan succinate and added iron ion (III) to form complexes of Fe (III) chitosan succinate. After that added phosphate and then removed with KOH to form a cavity for the phosphate i on selective. The maximum adsorption of phosphate ion is reached at 30 minutes with a pH 3 and concentration of 3 -4 ppm. It is also compared with the adsorption of phosphate imprinted polymer, phosphate non imprinted polymer and chitosan without modification. Phosphate adsorption with phosphate imprinted polymer higher when compared with non imprinted polymer and chitosan without modification. Bicarbonate ions are ions that interfere with the adsorption process when compared with the sulfate ion. Keywords: Ion Imprinted Polymer, selective separation of phosphate, MBA (Methylene Bis Acrylamide), chitosan, chitosan succinate Metode pencetakan ion merupakan suatu metode pembuatan material (polimer) yang bersifat selektif terhadap ion yang menjadi target, dalam hal ini adalah fosfat. Pembentukan polimer diawali dengan 1. PENDAHULUAN pembentukan suatu prapolimerisasi kompleks antara monomer fungsional dan molekul cetakan melalui Unsur fosfor yang terdapat dalam senyawa fosfat sebuah interaksi kovalen, non kovalen, atau kompleks merupakan unsur hara makro esensial yang menyusun kordinasi. Kompleks kemudian dipolimerisasi beberapa enzim, protein, ATP, RNA, dan DNA (Deni, menggunakan agen pengikat silang (crosslinking agent) 2005). Kekurangan fosfor dapat menyebabkan dan kemudian cetakan dibebaskan. Pembebasan dari ion terganggunya pertumbuhan sedangkan bila berlebih cetakan menyebabkan terbentuknya rongga cetakan ion akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan untuk mengadsorpsi ion yang menjadi target untuk khususnya lingkungan perairan karena dapat diadsorpsi secara selektif. (Toshifumi et al, 1999; Tian menyebabkan eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan et.al., 2005; V.M. Biju, 2002; Bibiana M, 2007). eceng gondok dan bebarapa jenis alga yang bersifat Pada percobaan kali ini kitosan dimodifikasi racun tumbuh secara tak terkendali yang dapat membentuk kitosan suksinat dan ditambahkan ion besi menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas air. Untuk itu perlu dikembangkan suatu metoda yang (III) membentuk kompleks Fe (III) Kitosan suksinat. tepat dan cepat untuk mengurangi fosfat yang ada Setelah itu ditambahkan fosfat dan kemudian dikeluarkan dilingkungan perairan. Salah satu metode adalah dengan KOH agar membentuk rongga selektif untuk ion pembuatan adsorben selektif dengan metoda Ion fosfat. Setelah itu diikat silang dengan menggunakan Imprinted Polimer menggunakan kitosan yang MBA (Metilen Bis Akrilamida) agar diperoleh polimer dimodifikasi. yang lebih kaku sehingga proses penyerapan dapat berlangsung dengan sempurna (Birlik, 2008).
Studi pembuatan..., Eva Lenna Juliana, FMIPA-UI, 2013
2. METODE PENELITIAN 2.1 Pembuatan kitosan-suksinat Sebanyak 1,00 g kitosan dilarutkan dalam 100 ml larutan asam asetat encer 1% pada suhu kamar. Ditambahkan anhidrida suksinat 0.625 g dalam piridin 5 mL ditambahkan tetes demi tetes dengan pengadukan yang kuat. pH reaksi dipertahankan 7,0 dengan penambahan tetes demi tetes larutan NaOH 1,0 M. Larutan didiamkan selama 24 jam dan dikeringkan dengan cara di tetesi di atas lempengan kaca dan dioven. Setelah kering, di gerus dengan spatula lalu dihaluskan dengan menggunakan blender. 2.2 Pembuatan Kompleks Fe(III) Kitosan Suksinat 1 g kitosan-suksinat dilarutkan dalam asam asetat (5%) dan ditambahkan 2 g Fe (NO3) 3.9 H2O (2 g) perlahan-lahan dengan pengadukan terus menerus pada suhu kamar dan ditambahkan 8.86 g Na3PO4 • 12H2O pada campuran Fe (III)-kitosan-suksinat. Campuran ini perlahan-lahan dituangkan ke 150 mL larutan NaOH 1 M. Selanjutnya diaduk dengan magnetic stirrer dengan kecepatan 200 rpm selama 12 jam. Selanjutnya larutan disentrifugasi untuk memisahkan filtrat dan endapan. Endapan dikeringkan dengan cara dalam oven. Untuk pembuatan polimer non imprinted tidak ditambahkan Na3PO4 • 12H2O. 2.3 Pembuatan Polimer Tercetak Fosfat (phosphateimprinted metal-chelate polymer) Endapan dari kompleks Fe (III)-kitosan-suksinat diikat silang menggunakan 5 ml MBA dalam 250 ml asam asetat (5%) sambil direfluks dalam penangas minyak (sekitar 110 ° C) selama 1 jam. Setelah itu, 250 ml larutan NaOH encer 0.1 M ditambahkan untuk melengkapi reaksi silang. Setelah itu disentrifugasi dan dicuci dengan 1 M KOH dan beberapa kali dengan air yang terdeionisasi. Selanjutnya dikeringkan dalam oven dan produk yang dihasilkan berwarrna coklat kemerahan. Dalam pembuatan reaksi ikat silang antara ion imprinted polymer dengan ion non imprinted polymer adalah sama. Perbedaan hanya terletak saat pembuatan kompleks Fe (Kitosan suksinat). Pada ion imprinted ditambahkan fosfat sedangkan pada ion non imprinted tidak ditambahkan fosfat.
pada 5 mg/5 mL dengan konsentrasi fosfat yang dimasukkan 5 ppm. pH saat adsorpi maksimum diaplikasikan untuk semua percobaan. 2.5 Pengaruh konsentrasi pada adsorpsi Pengaruh konsentrasi pada adsorpsi diselidiki pada pH saat adsorpsi maksimum. Variasi konsentrasi ion fosfat dalam media adsorpsi bervariasi 2; 3;4 dan 5 mg L-1. Untuk cara pengaturan pH, proses pengadukan dengan shaker bath serta elusi prosedur sama dengan saat mencari pH maksimum. Dalam percobaan ini, konsentrasi polimer dijaga pada 5 mg/5 mL dengan pH = 3 (pH maksimum) dan dilakukan pada imprinted polymer, non imprinted polymer, dan kitosan tanpa modifikasi. 2.6 Pengaruh waktu kontak pada adsorpsi Pengaruh waktu kontak pada proses adsorpsi diselidiki pada pH saat adsorpsi maksimum. Variasi waktu kontak adalah 10; 30; 50 dan 70 menit. Untuk cara pengaturan pH, proses pengadukan dengan shaker bath serta elusi prosedur sama dengan saat mencari pH maksimum. Dalam percobaan ini, konsentrasi polimer dijaga pada 5 mg/5 mL, konsentrasi fosfat = 5 ppm dengan pH = 3 (pH maksimum). Pengaruh waktu kontak ini diaplikasikan pada imprinted polymer, non imprinted polymer, dan kitosan tanpa modifikasi. 2.7 Pengaruh ion gangguan pada adsorpsi Ion gangguan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah ion karbonat (HCO3-) dan ion sulfat (SO42-). Untuk setiap ion dilakukan variasi konsentrasi 0,5; 1; 2 dan 2,5 ppm. imprinted polymer, non imprinted polymer, dan kitosan tanpa modifikasi. Untuk cara pengaturan pH, proses pengadukan dengan shaker bath serta elusi prosedur sama dengan saat mencari pH maksimum. Dalam percobaan ini, konsentrasi polimer dijaga pada 5 mg/5 mL, konsentrasi fosfat = 5 ppm dengan pH = 3 (pH maksimum). 2,5 mL berasal dari fosfat 5 ppm dan 2,5 mL berasal dari variasi konsentrasi ion pengganggu.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pembuatan dan Karakterisasi Kitosan Suksinat
2.4 Pengaruh pH untuk mendapatkan adsorpsi maksimum Pengaruh pH pada adsorpsi dari imprinted polymer, non imprinted polymer, dan kitosan tanpa modifikasi dengan fosfat yang divariasikan dalam pH 3,0 ; 5.0; 7,0 dan 9,0. Pengaturan pH yang dilakukan dengan cara menambahkan NaOH dan HNO3. Setelah pengaturan pH selesai, polimer dan fosfat di campur menggunakan shaker bath selama 30 menit pada 28° C. selanjutnya disentrifugasi dan filtrat diambil untuk dianalisa dengan analisa fosfat dengan pereduksi asam askorbat. Selanjutnya polimer dielusi dengan 10 mL KOH 1 M dengan cara distirer selama 30 menit. Kemudian disentrifugasi dan filtratnya diambil utuk dianalisis dengan metode analisis fosfat dengan pereduuksi asam askorbat. Dalam percobaan ini, konsentrasi polimer dijaga
Reaksi N-asilasi pada kitosan merupakan reaksi yang membentuk kitosan suksinat. Reaksi ini dilakukan dengan cara mereaksikan kitosan dengan anhidrida suksinat dalam piridin. Anhidrida suksinat merupakan sebuah elektrofil kuat yang akan langsung bereaksi dengan gugus amin pada kitosan yang bersifat nukleofil. Substitusi gugus amin pada kitosan ini dikarenakan sifat gugus amin yang lebih nukleofil dibandingkan gugus hidroksil lain (Sakkinen, 2003).
Studi pembuatan..., Eva Lenna Juliana, FMIPA-UI, 2013
b
a
Gambar 3.1.
Karakterisasi FTIR (a) kitosan dan (b) kitosan suksinat
Gambar 3.1 merupakan perbandingan karakterisasi FTIR kitosan suksinat dan kitosan. Terlihat bahwa pada panjang gelombang 3300-3000 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus O-H serta gugus amina terjadi pergeseran dan perubahan intensitas yang turun dari puncak serapan. Hal ini menandakan terjadi reaksi asilasi amina menjadi amida oleh gugus suksinil yang berasal dari anhidrida suksinat. Pada spektra kitosan suksinat terdapat puncak serapan pada 1630-1690 cm-1 yang menandakan adanya gugus amida.
Gambar 3.3.. Reaksi pembentukan kompleks Fe (III) kitosan suksinat (Khaled, Aiede 2000) Pembuatan kompleks Fe (III) kitosan suksinat agar kitosan suksinat bebas dapat terikat pada logam Fe. Ikatan yang terjadi merupakan ikatan kovalen kordinasi dimana pasangan elektron bebas dari N dan O mengisi orbital d logam Fe yang masih kosong sehingga terbentuklah ikatan yang kuat. Setelah kompleks terbentuk maka ditambahkan fosfat yang bertujuan untuk menciptakan rongga selektif. Fosfat tersebut akan terjebak dalam kompleks dan dikeluarkan menggunakan KOH. Satu ion fosfat akan ditukar dengan 3 ion OH-. Saat fosfat dikeluarkan dari kompleks maka akan terbentuklah rongga-rongga spesifik yang selanjutnya akan diikat silang dengan menggunakan MBA (Metilen Bis Akrilamida).
a
a
b Gambar 3.2. (a) Karakterisasi DSC kitosan, (b) Karakterisasi DSC kitosan suksinat Karakterisasi DSC pada kitosan suksinat (Gambar 3.2b) menunjukkan suhu transisi gelas pada 260 oC. Bila dibandingkan dengan kitosan (Gambar 3.2a) yang berada pada 180 oC mengindikasikan bahwa terjadi pergeseran dari suhu transisi gelas kitosan dengan kitosan suksinat yang menandakan bahwa terbentuk suatu senyawa baru yaitu kitosan suksinat. 3.2 Pembuatan dan Karakterisasi Kompleks Fe (III) Kitosan Suksinat terikat Silang
b Gambar 3.4.. (a) DSC Polimer sebelum diikat silang, (b) DSC polimer setelah diikat silang Pada gambar 3.4 dapat dilihat bahwa suhu transisi gelas (Tg) untuk polimer sebelum diikat silang sekitar 180oC sedangkan Tg untuk polimer yang sesudah diikat silang sekitar 260oC. Dapat disimpulkan bahwa reaksi
Studi pembuatan..., Eva Lenna Juliana, FMIPA-UI, 2013
ikat silang antara kompleks dan MBA telah terjadi dan mengakibatkan perubahan struktur dari polimer yang bertambah rigid dan kaku setelah diikat silang dengan MBA. Suhu transisi gelas merupakan suhu yang terjadi saat perubahan kapasitas panas. Pada suhu transsi gelas maka terjadi perubahan sifat dari sifat gelas yang kaku menjadi elastis seperti karet.
ketika dielusi dengan KOH. 3.3 Pengaruh Variasi pH terhadap Kapasitas Adsorpsi
Gambar 3.7. Grafik hubungan pH dan kapasitas adsorpsi
Gambar 3.5. Spektrum FTIR polimer dengan variasi suhu pemanasan Gambar 3.5 memperlihattkan spektrum FTIR polimer dengan variasi suhu : tanpa pemanasan; 50 oC; 100 oC; 150 oC; dan 200 oC. Perbedaan intensitas terjadi disekitar panjang gelombang 3200-3600 cm-1. Semakin tinggi suhu maka intensitas pada panjang gelombang tersebut semakin berkurang, dikarenakan terjadinya penguapan dan pelepasan H2O, sehingga tekukan O-H menjadi berkurang.
Kapasitas adsorpsi merupakan kapasitas yang dimiliki 1 g polimer untuk menyerap fosfat dalam satuan mg. Gambar 3.7 menunjukkan bahwa pH maksimum agar didapat kapasitas adsorpsi maksimum adalah 3. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Fujiwara et al dalam jurnalnya yang menyatakan bahwa kondisi maksimum penyerapan oleh resin yang tercetak fosfat dengan kondensasi adalah pada suasana asam dengan pH 2.5 – 3. Ebru Birlik, 2007 juga menyatakan bahwa penyerapan fosfat maksimum dengan metoda ion imprinted polymer terjadi pada kondisi asam dengan pH 2. Gambar 3.7 juga memperlihatkan bahwa polimer yang sebelumnya telah dicetak dengan fosfat memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar bila dibandingkan dengan tanpa dicetak dan kitosan tanpa modifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa rongga spesifik yang ada mempunyai peranan penting dalam penyerapan fosfat. 3.4 Pengaruh Variasi Waktu terhadap Kapasitas Adsorpsi
a
b Gambar 3.6. (a) DSC polimer yang dikontakkan dengan fosfat (b) DSC polimer yang telah dielusi dengan KOH Gambar 3.6 memperlihatkan bahwa hasil DSC ketika polimer dikontakkan dengan fosfat terdapat titik lebur fosfat sekitar 70 oC sedangkan setelah dielusi dengan KOH titik lebur fosfat tidak muncul kembali. Dapat disimpulkan bahwa fosfat menempel dalam rongga-rongga yang terdapat pada polimer dan keluar
Gambar 3.8. Grafik hubungan waktu dan kapasitas adsorpsi Gambar 3.8 memperlihatkan bahwa waktu optimum untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi maksimum adalah pada waktu 30 menit. Lebih dari 30 menit polimer yang didapat sudah jenuh. Hal ini bisa dilihat dari kapasitas adsorpsi yang didapat tidak berbeda jauh. Ion imprinted memiliki kapasitas yang paling besar bila dibandingkan dengan non imprinted dan juga kitosan yang tidak dimodifikasi. Hal ini dikarenakan pada ion imprinted polymer mempunyai rongga spesifik untuk
Studi pembuatan..., Eva Lenna Juliana, FMIPA-UI, 2013
pemisahan yang dapat meningkatkan daya adsorpsi. Waktu untuk mendapatkan adsorpsi maksimum untuk kitosan berbeda-beda bergantung pada derajat deasetilasi dan berat molekul. Inukai et al dalam ebru birlik 2007 misalnya menjelaskan bahwa adsorpsi germanium (IV) pada 2,3-dihidroksipropil dengan resin kitosan memerlukan waktu selama 5 jam. Guo et al, dalam ebru birlik 2007 juga mengemukakan bahwa pemisahan hemoglobin dengan menggunakan kitosan tercetak molekul maksimum didapat selama 10 jam. 3.5 Pengaruh Variasi Konsentrasi terhadap Kapasitas Adsorpsi
b
c
Gambar 3.9. Grafik hubungan konsentrasi dan kapasitas adsorpsi Gambar 3.9 menjelaskan hubungan konsentrasi dan kapasitas adsorpsi. Semakin besar konsentrasi yang ditambahkan ke polimer maka kapasitas adsorpsinya pun semakin naik, tetapi pada konsentrasi tertentu polimer akan menjadi jenuh yang mengakibatkan tidak semua fosfat dapat terserap. Grafik memperlihatkan bahwa dari konsentrasi 2 ppm sampai 4 ppm kapasitas adsorpsi semakin meningkat, tetapi pada konsentrasi 5 ppm kapasitas adsorpsi menurun. 3.6 Pengaruh Gangguan Ion terhadap Kapasitas Adsorpsi
Gambar 3.10. Grafik hubungan konsentrasi dan kapasitas adsorpsi oleh gangguan ion pada : (a) Ion imprinted polymer, (b) non imprinted polymer , dan (c) kitosan tanpa modifikasi Gambar 3.10 memuat hubungan antara kapasitas adsorpsi dan konsentrasi yang dipengaruhi oleh adanya ion pengganggu seperti ion bikarbonat dan ion sulfat. Penyerapan fosfat akan terganggu dengan kehadiran ion bikarbonat sedangkan ion sulfat tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap penyerapan fosfat. Hal ini dikarenakan ukuran dari ion bikarbonat yang lebih kecil dari ion sulfat sehingga dapat masuk kedalam rongga-rongga pada polimer sehingga penyerapan fosfat dapat terganggu. 3.7 Penyerapan STPP (Sodium Tri Poli Fosfat) pada Polimer yang Tercetak Fosfat
a
a
Studi pembuatan..., Eva Lenna Juliana, FMIPA-UI, 2013
Biju, V.M et al. 2002. Ion imprinted polymer particles: synthesis, characterization and dysprosium ion uptake properties suitable for analytical applications. V.M. Biju et al. / Analytica Chimica Acta 478 (2003) 43–51. Birlik, Ebru et al. 2008. Preconcentration of phosphate ion onto ion-imprinted polymer. Journal of Hazardous Materials 157 (2008) 130–136 Elfiati, Deni. 2005. Peranan Mikroba Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. b Gambar 3.11. (a) perbandingan kapasitas adsorpsi STPP dan Fosfat pada variasi konsentrasi dan (b) perbandingan kapasitas adsorpsi STPP dan Fosfat pada variasi waktu Gambar 3.11 memperlihatkan kapasitas adsorpsi pada penyerapan STPP dan Fosfat pada polimer yang dicetak dengan fosfat dengan variasi konsentrasi dan variasi waktu. Grafik diatas memperlihatkan kapasitas adsorpsi STPP lebih rendah bila dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi fosfat. Hal ini dikarenakan ukuran molekul dari STPP yang merupakan sebuah polifosfat jauh lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran rongga yang ada pada polimer. Sehingga polifosfat tidak dapat masuk kedalam polimer yang mengakibatkan kapasitas adsorpsi polimer menurun.
Guo, Tian-Ying et al. 2005. Chitosan beads as molecularly imprinted polymer matrix for selective separation of proteins. T.-Y. Guo et al. / Biomaterials 26 (2005) 5737–5745 M, Bibiana et al. 2007. Molecularly Imprinted ChitosanGenipin Hydrogels with Recognition Capacity toward oXylene. Biomacromolecules, Vol. 8, No. 11, 2007 Metilda, P et al. 2004. Influence of binary/ternary complex of imprint ion on the preconcentration of uranium(VI) using ion imprinted polymer materials. P. Metilda et al. / Analytica Chimica Acta 512 (2004) 63–73 Takeuchi, Toshifumi. 1998. Separation and sensing based on molecular recognition using molecularly imprinted polymers. T. Takeuchi, J. Haginaka / J. Chromatogr. B 728 (1999) 1 –20
4. KESIMPULAN Ion imprinted polymer dengan fosfat sebagai cetakan, kitosan suksinat sebagai monomer dan MBA (Metilen Bis Akrilamida) sebagai pengikat silang telah berhasil disintesis. Penyerapan maksimum terjadi pada pH 3, waktu 30 menit dengan konsentrasi fosfat 3-4 ppm. Kapasitas adsorpsi dari imprinted polymer lebih besar bila dibandingkan dengan non imprinted polymer dan kitosan tanpa modifikasi. Ion bikarbonat merupakan ion pengganggu dalam penyerapan fosfat dikarenakan ukurannya lebih kecil sehingga dapat masuk kedalam rongga-rongga pada polimer. Penyerapan STPP pada polimer yang tercetak fosfat rendah, dikarenakan ukuran dari STPP yang lebih besar sehingga tidak bisa masuk kedalam rongga-rongga pada polimer.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Asep Saefumillah selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta masukan dalam penyempurnaan tulisan ini. Kepada teman-teman penelitian khususnya yang berada di lantai 3atas kerja sama, diskusi dan bantuannya.
DAFTAR ACUAN Aiedeh, Khaled. 1999. Synthesis of Chitosan Succinate and Chitosan Phthalate and Their Evaluation as Suggested Matrices in Orally Administered, ColonSpecific Drug Delivery Systems. Arch. Pharm. Pharm. Med. Chem. 332, 103–107 (1999).
Studi pembuatan..., Eva Lenna Juliana, FMIPA-UI, 2013
Studi pembuatan..., Eva Lenna Juliana, FMIPA-UI, 2013