STUDI PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK IPP - PLT PANAS BUMI BEDUGUL 10 MW KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN BALI PADA PROYEK PERCEPATAN 10.000 MW PADA TAHUN 2018 Bayu Permana Indra Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya 60111
Kebutuhan energi listrik pada era teknologi yang semakin pesat kemajuannya seperti sekarang ini merupakan kebutuhan yang utama di seluruh negaranegara di dunia, termasuk Indonesia. Energi listrik merupakan kebutuhan primer masyarakat. Dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat, maka kebutuhan akan energi listrik juga akan meningkat. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan manusia di suatu daerah, dapat dilihat dari Indeks Pembangunan manusia (IPM)di daerah tersebut. Indeks ini memiliki tiga komponen yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan per kapita. Dengan tersedianya pasokan energi listrik yang memadai, maka ketiga sektor IPM dapat berkembang dengan baik, sehingga nilai IPM akan meningkat. Pembangunan pembangkit energi panas bumi PLTP Bedugul 10 MW diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan beban di Bali. Selain itu PLTP Bedugul juga ramah lingkungan. Kata kunci :
Kebutuhan Energi Listrik, Beban Puncak, PLTP Bedugul
I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki potensi Panas Bumi atau energi terbarukan, sedangkan minyak bumi potensinya sangat terbatas dan gas bumi walaupun potensinya besar, tetapi dalam pemanfaatannya memerlukan penanganan khusus. Kondisi ini menyebabkan Panas Bumi akan dapat menjadi sumberdaya energi terbarukan dalam penyediaan energi di Indonesia, terutama sebagai bahan bakar dalam pembangkit listrik di masa mendatang. Pulau Jawa yang merupakan pusat kebutuhan energi karena kepadatan penduduknya serta kepadatan industrinya, saat ini menggunakan listrik melebihi 70% produksi listrik nasional. Neraca daya kelistrikan PLN menunjukkan bahwa kapasitas terpasang di Jawa adalah sebesar 15.499 MW (73% total kapasitas nasional), sedangkan diluar Jawa sebesar 5.614 MW (27% total kapasitas nasional). Beban puncak di Jawa mencapai 13.378 MW atau 86% dari total kapasitas terpasang di Jawa dan di luar Jawa mencapai 3.783 MW atau 67% dari total kapasitas terpasang di luar Jawa. Seluruh pulau Jawa – Madura telah terhubung dengan jaringan transmisi, pulau Bali masih terbagi dalam 3 wilayah besar dan akan segera terhubung dalam
satu transmisi, sedangkan pulau lain ada yang mempunyai jaringan transmisi tetapi sebagian besar mempunyai karakteristik yang berbeda, yaitu penduduknya yang tersebar, kepadatan industrinya relatif rendah, belum terhubung oleh jaringan transmisi Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Bali saat ini dipasok oleh sistem kelistrikan di Pulau Jawa melalui jaringan transmisi kabel laut 150 kV dengan daya mampu 200 MW dan dipasok juga oleh pembangkit yang ada di Provinsi Bali sendiri yaitu PLTD/PLTG Pesanggaran, PLTG Gilimanuk, PLTG Pemaron dengan totaldaya mampu adalah 362 MW. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Bali sampai dengan akhir tahun 2007 adalah mencapai 2.366,7 GWh dengan komposisi penjualan per sector pelanggan untuk sosial adalah 44,5 GWh (1,88%), rumah tangga adalah 1.035,3 GWh (43,74%), bisnis 1.075,0 GWh (45,42%), industri 95,6 GWh (4,04%), dan publik 116,4 GWh (4,92%). Rasio elektrifikasi Provinsi Bali untuk tahun 2007 adalah 74,42% dan rasio desa berlistrik 100%. Selain itu, makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak bumi, yang sampai saat ini masih merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil energi listrik di Indonesia, serta makin meningkatnya kesadaran akan usaha untuk melestarikan lingkungan, menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari altematif penyediaan energi listrik yang memiliki karakter; 1. Dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian energi fosil, khususnya minyak bumi 2. Dapat menyediakan energi listrik dalam skala lokal regional 3. Mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, serta 4. Cinta lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya. Akan tetapi sejak tahun 1992 kebutuhan energi listrik nasional meningkat mencapai 18 persen ratarata per tahun, atau sekitar dua kali lebih tinggi dari skenario yang dibuat pada tahun 1990. Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi nasional kaitannya dengan pertumbuhan industri dan jasa konstruksi. Jika keadaan ini terus bertahan, berarti diperlukan pula pengadaan sistem pembangkit
energi listrik tambahan guna mengantisipasi peningkatan kebutuhan tersebut. Mengingat pentingnya energi listrik bagi kehidupan orang banyak dan bagi pembangunan nasional, maka suatu sistem tenaga listrik harus bisa melayani pelanggan secara baik, dalam arti sistem tenaga listrik tersebut aman dan handal. Aman disini mempunyai pengertian bahwa sistem tenaga listrik ini tidak membahayakan manusia dan lingkungannya dan handal mempunyai arti bahwa sistem tenaga listrik ini dapat melayani pelanggan secara memuaskan misalnya dalam segi kontinyuitas dan kualitasnya. Pada dasarnya pertumbuhan penduduk yang sangat pesat mengakibatkan bertambahnya kebutuhan pasokan energi listrik, peningkatan permintaan ini hingga mencapai 8.5% setiap tahunnya. Unuk mengatasi krisis tersebut pemerintah sedang melakukan proyek percepatan penambahan daya listrik 12.000 MW dengan kapasitas pembangkit panas bumi (PLTP) sebesar 4000 MW II. TEORI PENUNJANG 2.1 Panas Bumi Secara singkat panas bumi didefinisikan sebagai panas yang berasal dari dalam bumi. Sedangkan energi panas bumi adalah energi yang ditimbulkan oleh panas tersebut. Panas bumi menghasilkan energi yang bersih (dari polusi) dan berkesinambungan atau dapat diperbarui. Sumberdaya energi panas bumi dapat ditemukan pada air dan batuan panas di dekat permukaan bumi sampai beberapa kilometer di bawah permukaan. Bahkan jauh lebih dalam lagi sampai pada sumber panas yang ekstrim dari batuan yang mencair atau magma. Untuk menangkap panas bumi tersebut harus dilakukan pemboran sumur seperti yang dilakukan pada sumur produksi minyakbumi. Sumur tersebut menangkap air tanah yang terpanaskan, kemudian uap dan air panas dipisahkan. Uap air panas dibersihkan dan dialirkan untuk memutar turbin. Air panas yang telah dipisahkan dimasukkan kembali ke dalam reservoir melalui sumur injeksi yang dapat membantu untuk menimbulkan lagi sumber uap. Listrik tenaga panas bumi adalah listrik yang dihasilkan dari panas bumi. Panas bumi dapat menghasilkan listrik yang reliabel dan hampir tidak mengeluarkan gas rumah kaca. Panas bumi sebagaimana didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas bumi, adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. Panas bumi mengalir secara kontinyu dari dalam bumi menuju ke permukaan yang manifestasinya dapat berupa: gunung berapi, mata air panas, dan geyser. 2.2 Energi Panas Bumi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi menggunakan uap dari sumber panas bumi sebagai sumber energi primernya. Sedangkan energi panas bumi mempuntai beberapa macam jenis, sesuai dengan kondisi geologi daerah tersebut. Energi panas bumi teriri dari 3 macam yaitu 1) Energi Panas Bumi Uap Basah 2) Energi Panas Bumi Air Panas 3) Energi Panas Bumi Batuan Panas 2.3 Proses Terjadinya Energi Listrik Sebagian besar pembangkit listrik menggunakan uap. Uap dipakai untuk memutar turbin yang kemudian mengaktifkan generator untuk menghasilkan listrik. Banyak pembangkit listrik masih menggunakan bahan bakar fosil untuk mendidihkan air guna menghasilkan uap. Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya saja pada PLTU, uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panas bumi. Pembangkit yang digunakan untuk merubah panas bumi menjadi tenaga listrik secara umum mempunyai komponen yang sama dengan power plant lain yang bukan berbasis panas bumi, yaitu terdiri dari generator, turbin sebagai penggerak generator, heat exchanger, chiller, pompa, dan sebagainya. Ada tiga macam teknologi pembangkit listrik tenaga panas bumi yaitu dry steam, flash steam, dan binary cycle. 2.3.1 Dry Steam Power Plants PLTP sistem dry steam mengambil sumber uap panas dari bawah permukaan. Sistem ini dipakai jika fluida yang dikeluarkan melalui sumur produksi berupa fasa uap. Uap tersebut yang langsung dimanfaatkan untuk memutar turbin dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator untuk menghasilkan energi listrik. Sisa panas yang datang dari production well dialirkan kembali ke dalam reservoir melalui injection well. 2.3.2 Flash Steam Power Plants Panas bumi yang berupa fluida misalnya air panas alam (hot spring) di atas suhu 1750 C dapat digunakan sebagai sumber pembangkit Flash Steam Power Plants. Fluida panas tersebut dialir-kan kedalam tangki flash yang tekanannya lebih rendah sehingga terjadi uap panas secara cepat. Uap panas yang disebut dengan flash inilah yang menggerakkan turbin untuk meng-aktifkan generator yang kemudian menghasilkan listrik. Sisa panas yang tidak terpakai masuk kembali ke reservoir melalui injection well. 2.3.3 Binary Cycle Power Plants (BCPP) Pada BCPP air panas atau uap panas yang berasal dari sumur produksi (production well) tidak pernah menyentuh turbin. Air panas bumi digunakan untuk memanaskan apa yang disebut dengan fluida kerja pada heat exchanger. Fluida kerja kemudian menjadi panas dan menghasilkan uap berupa flash. Uap yang dihasilkan di
heat exchanger tadi lalu dialirkan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan genera-tor untuk menghasilkan sumber daya listrik. Uap panas yang dihasilkan di heat exchanger inilah yang disebut sebagai secondary (binary) fluid. Sisa panas yang tidak terpakai masuk kembali ke reservoir melalui injection well. Binary Cycle Power Plants ini sebetulnya merupakan sistem tertutup. Jadi tidak ada yang dilepas ke atmosfer. 2.4 Biaya Pembangkitan Tenaga Listrik Biaya pembangkitan total tanpa biaya eksternal merupakan penjumlahan dari biaya modal, biaya bahan bakar, biaya operasional dan perawatan, serta biaya lingkungan. Biaya pembangkitan = biaya modal + biaya bahan bakar + biaya O & M + biaya lingkungan Sedangkan untuk harga jual energi listriknya, Harga jual = biaya pembangkitan + biaya transmisi + prosen keuntungan + prosen pajak 2.4.1 Biaya modal (capital cost) Biaya modal pertahun adalah biaya investasi pembangunan pembangkit tenaga listrik yang dipengaruhi oleh faktor suku bunga dengan faktor penyusutan (fs + fd) ⋅ Ps Capital Cost (CC) = m ⋅ To 2.4.2 Biaya bahan bakar (fuel cost) Biaya operasi ini merupakan biaya yang hanya dikeluarkan apabila pusat pembangkit dioperasikan untuk membangkitkan tenaga listrik. Biaya operasi ini merupakan biaya pembelian uap panas bumi dan minyak pelumas 2.4.3 Biaya operasional dan pemeliharaan Biaya ini harus tetap dikeluarkan meskipun peralatan-peralatan di pusat pembangkit tidak sedang beroperasi. Biaya O & M ini merupakan biaya untuk perawatan pusat pembangkit, dan juga biaya tenaga kerja yang mengoperasikan dan merawat pusat pembangkit. 2.4.4 Biaya Lingkungan Yang dimaksud biaya lingkungan dalam pembangunan PLTP adalah biaya pemeliharaan lingkungan. Seperti alat pengurangan emisi, pengolahan limbah oli, menjaga kuantitas dan kualitas air tanah. 2.5 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik Peramalan kebutuhan listrik adalah untuk mengetahui akan kebutuhan listrik di tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode regresi dan metode DKL 3. Metode regresi adalah suatu metode dengan menggunakan model matematik. Untuk menghitung proyeksi kebutuhan energi listrik jangka panjang digunakan metode peramalan dengan menggunakan analisa regresi linear berganda. Pada analisa ini digunakan variabel tidak bebas yaitu energi terjual (GWh) dan variabel bebas yaitu parameter yang mempengaruhi proyeksi kebutuhan tenaga listrik jangka panjang.
Tabel 2.1 Pertumbuhan Kebutuhan Energi Listrik di Bali Tahun 1995 sampai 2007 Jenis Pelanggan Tahun
Total
Rumah Tangga
Komersial
Publik
Industri
1995
392364
21546
15236
612
429758
1996
421194
24799
15503
685
462181
1997
452762
27632
15871
750
497015
1998
475855
29775
17471
755
523856
1999
490741
33426
18005
661
542833
2000
516609
37574
18833
663
573679
2001
534619
41674
19783
679
596755
2002
552582
45274
20618
687
619161
2003
565714
48108
20900
650
635372
2004
583462
50109
21769
677
656018
2005
601598
52194
705
677172
2006 2007
607975 614,419
52772 53,332
22675 23046
733 762
684527 691,677
23,164
Sumber : PT. PLN (Persero) Wilayah XI, DenpasarBali,2007 2.5.1 Metode Regresi Linear Berganda Dalam Metode Regresi berganda diperlukan faktor/parameter yang akan dijadikan acuan dalam perhitungan. Dalam peramalan kebutuhan energi listrik parameter-parameter yang dipakai adalh sebagai berikut : 1. Pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga ( X1 ) 2. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang bisnis ( X2 ) 3. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang industri ( X3 ) 4. Pertumbuhan jumlah pelanggan publik ( X4 ) 5. Pertumbuhan jumlah penduduk ( X5 ) 6. Peningkatan PDRB suatu wilayah ( X6 )
Data tersebut dapat dinyatakan dalam matrik dengan menggunakan rumus Y = βX + e Nilai β dicari melalui persamaan β = ( XX ' ) − 1 XY Matriks Y akan dapat dihitung dengan memasukkan nilai β pada persamaan 2.2. Yi =β0 + β1x1i + β2x2i +.....+ βkxki 2.6 Beban Puncak Beban puncak merupakan salah satu ukuran besarnya konsumsi energi listrik, sehingga dengan diketahui besar beban puncak, maka akan dapat diperhitungkan produksi atau kapasitas terpasang yang harus tersedia. Perkiraan beban puncak ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BPt =
EPTt 8,76 xLFt
Dimana : BPt = Beban puncak pada tahun t EPTt = Energi produksi pada tahun t LFt = Faktor beban pada tahun t
Tabel 3.1 Konsumsi Listrik per Tahun di Wilayah Bali (GWh) Energi per Pelanggan (GWh) Tahun
Rumah Tangga
Komersial
Publik
Industri
1995
325.68
378.27
33.27
67.93
805.15
1996
346.15
427.08
38.25
71.60
883.08
1997
357.56
483.18
45.32
86.30
972.36
1998
465.70
574.95
52.46
89.32
1182.43
1999
519.00
600.31
58.60
80.80
1258.71
2000
612.84
687.01
64.70
75.70
1440.25
2001
733.87
729.83
69.20
77.00
1609.90
2002
755.45
751.46
72.70
74.20
1653.81
III. KONDISI KETENAGALISTRIKAN
2003
761.04
760.16
77.24
73.56
1672.00
DI BALI
2004
815.91
814.97
82.81
78.86
1,792.55
2005
874.74
873.73
88.78
84.55
1,921.79
2006
947.36
936.36
92.38
86.52
2,062.61
2007
1,025.40
1,003.47
96.12
88.54
2,213.54
2.7 Rasio Elektrifikasi Rasio elektrifikasi merupakan pembagian dari jumlah rumah tangga berlistrik dibagi dengan jumlah rumah tangga total. Rumus untuk mengetahui rasio elektrifikasi adalah sebagai berikut : Rasio Elektrifikasi = ∑ RTberlistrik x100% ...(2.5) ∑ RTtotal
3.1 Kondisi Ketenagalistrikan di Bali Persediaan energi listrik di daerah pulau Bali saat ini berkapasitas 607,8 MW bersumber dari pasokan kabel bawah laut dari Pulau Jawa 200 MW, pembangkit listrik Gilimanuk 130 MW, PLTD Pesanggaran 157,8 MW dan PLTGU Pemaron 120 MW. Penyaluran distribusi energi listrik dari pusat-pusat pembangkit hingga ke konsumen di rumah tangga mengalami penyusutan sekitar 7,53 persen, jauh lebih rendah dari angka nasional yang mencapai 12,5 persen.walaupun angka penyusutan atau losses itu relatif kecil, namun setiap bulannya bila dihitung secara rinci menimbulkan kerugian tidak kurang dari Rp 8.5 miliar setiap bulannya bahkan lebih dari jumlah yang diperhitungkan karena operasi pembangkit listrik di Bali masih kurang dapat memenuhi keseluruhan energi listrik di Bali. Para petinggi PT PLN Bali bertekad untuk dapat menekan angka penyusutan dari 7,53 persen menjadi 7,4 persen dalam tahun 2008. Menurunkan angka 0,07 persen merupakan tugas dan langkah yang sangat berat, karena makin kecil persentase penyusutan energi listrik maka pembangkit listrik JAMALI harus menekan konsumsi energi listrik di daerah Jawa. Secara teknis penyusutan itu harus terjadi dan sulit dihindari. Namun lewat berbagai upaya dan kerja keras dari PT PLN Bali, dinilai cukup berhasil menurunkan tingkat penyusutan energi listrik walaupun banyak kendala dari segi ekonomi,sosial dan politik.
3.2 Konsumsi Energi Listrik Kelompok Konsumen Konsumsi energi listrik di propinsi Bali menunjukkan pemakaian yang terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang cenderung meningkat setiap tahunnya, semakin berkembangnya sektor industri dan semakin meningkatnya kemajuan daerah di propinsi Bali. Sektor rumah tangga merupakan sektor yang paling banyak pelanggannya diikuti dengan sektor komersil (bisnis), industri dan publik. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.1.
Total
3.3 Pasokan Tenaga Listrik Untuk pemenuhan energi listrik bagi konsumen di Bali, PLN Bali saat ini mengoperasikan empat pembangkit, yakni PLTG Gilimanuk (130 MW), PLTGU Pemaron (120 MW), PLTG Pesanggaran (32 MW) dan PLTD Pesanggaran (120 MW) dan Bali masih mengandalkan pasokan listrik dari jawa melalui kabel laut(200 MW). 3.4 Rasio Elektrifikasi Bali Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah konsumsi energi listrik yang dipakai oleh konsumen antara lain rumah tangga dan industri,di indonesia rasio elektrifikasi setiap tahun semakin naik sehingga dibutuhkan beberapa penambahan pembangkit listrik yang baru agar dapat memenuhi energi listrik di indonesia yang semakin meningkat
Gambar 3.1 Rasio elektrifikasi per Kecamatan di Bali Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang sudah menikmati dan yang belum memperoleh pasokan listrik. Di daerah Bali rasio elektrifikasi setiap tahun semakin meningkat.namun
masih ada daerah-daerah di Bali masih belum tersedia pemasangan listrik di beberapa kecamatan dan desa di Bali. Tabel 3.2 Dusun Belum Berlistrik di Bali tahun 2004 sampai 2005
Gambar 3.2 Sistem kelistrikan Bali 2006
Sumber : BAPPEDA Provinsi Bali,2006
IV. ANALISA DATA
Tabel 3.3 Rasio Elektrifikasi Bali tahun 2000 sampai 2005
Sumber : BAPPEDA Provinsi Bali,2006 3.5 Sistem Ketenagalistrikan Bali Pada sistem kelistrikan Bali tahun 2006 terdapat 4 pembangkit listrik yang sudah di bangun dan beroperasi sampai sekarang,dan rencana penyelesaian 2 pembangkit baru yaitu PLTU Celukan Bawang dan PLTP Bedugul seharusnya selesai pada tahun 2007 namun terjadi penolakan pembangunan yang dikarenakan faktor agama dan politik. Pada sistem kelistrikan bali tahun 2006 daya yang mampu disalurkan pad pelanggan di Bali yaitu sekitar 547,8 MW yang mana PLN Bali mengoperasikan empat pembangkit, yakni PLTG Gilimanuk (130 MW), PLTGU Pemaron (120 MW), dan didaerah Pesanggaran di bagi 2 pembangkit listrik yaitu antara lain PLTG Pesanggaran (32 MW) dan PLTD Pesanggaran (120 MW) dan Bali masih mengandalkan pasokan listrik dari jawa melalui kabel laut(220 MW)
4.1 Potensi Panas Bumi di Bali Dari potensi sumber daya panas bumi Indonesia diperkirakan sebesar 14.244 Mwe (spekulatif 9.530 Mwe dan hipotetis 4.714 Mwe) dan cadangan diperkirakan setara dengan 12.945 Mwe (terduga 9.912 Mwe, mungkin 728 Mwe, terbukti 2.305Mwe) di Bali di perkirakan ada 226 Mwe Provinsi Bali memiliki potensi energi yang dapat dikembangkan untuk pembangkit tenaga listrik terdiri dari tenaga air, panas bumi sebesar 226 MW yang tersebar di 5 lokasi, biomass dan tenaga surya. Tenaga air yang berpotensi untuk dikembangkan adalah PLTA Ayung sebesar 20 MW dan PLTP Bedugul yang diperkirakan mencapai 175 MW. Potensi tersebut kemudian di terapkan oleh PT.PLN untuk membangun pembangkit listrik baru yaitu di daerah Bedugul Bali yang lebih tepatnya di daerah Bukitcatu desa Candikuning kecamatan Baturiti kabupaten Tabanan Bali,dalam eksploirasi atau penggalian ke dasar bumi yaitu di bagi menjadi 4 tahap yaitu antara lain tahap 1 adalah 10 MW,kemudian dari tahap 2 sampai tahap 4 yaitu 55 MW dan jumlah total daya yang dibangkitkan yaitu sekitar 175 sampai 200 MW dengan 4 daerah eksploirasi yang berbeda.
Tabel 4.1 Potensi Energi di provinsi Bali dan Kabupaten Tabanan Unit / provinsi
Energi air (MW)
Baru Angin (MW)
tebarukan panas bumi (MW)
biomass (MW)
surya (KWh/m3)
Bali
76.2
6.8
226
36
4.85
Tabanan
-
-
200
4.8
-
Sumber :RUKD Bali 2004
Sumber panas bumi pada Bedugul adalah sumber air panas dan suhu untuk menghasilkan uap tidak cukup serta banyak mengandung zat-zat yang berbahaya, suhu reservoirnya sekitar 50-100°C sehingga cocok apabila digunakan jenis teknologi binary cycle sebagai pambangkitan energi listrik. Di daerah Bedugul suhu panasnya atau reservoirnya sekitar 50-100°C dengan tipe
air panas adalah bikarbonat. Sehingga tipe pembangkit yang bisa digunakan adalah tipe Binary Cycle. Pada sistem binary cycle, air panas bumi digunakan untuk memanaskan apa yang disebut dengan working fluid pada heat exchanger. Working fluid kemudian menjadi panas dan menghasilkan uap berupa flash. Uap yang dihasilkan di heat exchanger tadi lalu dialirkan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan genera-tor untuk menghasilkan sumber daya listrik. Uap panas yang dihasilkan di heat exchanger inilah yang disebut sebagai secondary (binary) fluid. Binary Cycle Power Plants ini sebetulnya merupakan sistem tertutup jadi tidak ada yang dilepas ke atmosfer. 4.2 Analisa Kebutuhan dan Penyediaan Energi Listrik Salah satu permasalahan ketenagalistrikan di Bali yaitu meningkatnya kebutuhan listrik oleh masyarakat sehingga diperlukan peramalan beban di suatu regional. Peramalan atau perkiraan beban beban merupakan masalah yang sangat menentukan bagi perusahaan listrik baik segi-segi manajerial maupun bagi operasional. Untuk dapat membuat perkiraan beban beban sebaik mungkin perlu beban sistem tenaga listrik yang sudah terjadi di masa lalu. Perkiraan beban jangka panjang adalah untuk jangka waktu diatas satu tahun. Dalam perkiraan beban jangka panjang masalah-masalah makro ekonomi yang merupakan masalah ekstern perusahaan listrik merupakan faktor utama yang menentukan arah perkiraan beban. Perhitungan perkiraan beban dilakukan dengan menggunakan data yang berasal yang dari wilayah kelistrikan Bali. Data yang dipakai merupakan data dalam kurun waktu 10 tahunan mulai tahun 1997-2007 dengan hasil perhitungan merupakan perkiraan beban untuk jangka panjang sampai 2020. Analisa peramalan beban untuk menentukan kebutuhan tenaga listrik beberapa tahun ke depan. Untuk itu diproyeksikan kebutuhan tenaga listrik jangka panjang untuk menentukan kapasitas pembangkit untuk jangka panjang. Untuk menghitung proyeksi kebutuhan energi listrik jangka panjang digunakan metode peramalan dengan menggunakan analisa regresi berganda. Pada analisa ini digunakan variabel tidak bebas yaitu energi terjual (GWh) dan variabel bebas yaitu parameter yang mempengaruhi proyeksi kebutuhan tenaga listrik jangka panjang. Parameter yang digunakan analisa regresi berganda adalah : 1. Pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga ( X1 ) 2. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang bisnis ( X2 ) 3. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang industri ( X3 ) 4. Pertumbuhan jumlah pelanggan publik ( X4 ) 5. Pertumbuhan jumlah penduduk ( X5 ) 6. Peningkatan PDRB suatu wilayah ( X6 )
Data yang dipakai untuk perhitungan perkiraan kebutuhan beban di Propinsi Bali didasarkan pada indikator energi makro dan ekonomi makro yang
mempengaruhi terhadap peningkatan kebutuhan energi listrik di Propinsi Bali. Data parameter yang digunakan selama 6 tahun (19972007) ditunjukkan pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Parameter Analisa Regresi Berganda Kons Energi (GWh)
Rumah Tangga (GWh)
Kom ersial (GW h)
Publi k (GW h)
Indus tri (GW h)
Penduduk ( juta Jiwa)
PDRB (Milyar Rp)
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
1997
972.3
357.56
483.1
45.3
86.3
3,006.8
20472.1
1998
1182.4
465.7
574.9
52.4
89.3
3,035.9
20396.6
1999
1258.7
519
600.3
58.6
80.8
3,065.4
20447.2
2000
1440.2
612.84
687.0
64.7
75.7
3,095.1
20757
2001
1609.9
733.87
729.8
69.2
77
3,125.1
20825.3
2002
1653.8
755.45
751.4
72.7
74.2
3,155.4
20886.9
2003
1672
761.04
760.1
77.2
73.5
3,185.9
20953.4
2004
1,792.5
815.91
814.9
82.8
78.8
3,216.8
21017.7 21072.4
2005
1,921.7
874.74
873.7
88.7
84.5
3,247.7
2006
2,062.6
947.36
936.3
92.3
86.5
3,291.9
2007
2,213.5
1,025.4
1,003
96.1
88.5
3,336.7
Tahu n
22184.6 23497
Dengan menggunakan metode regresi linear berganda pada parameter diatas, diperoleh proyeksi kebutuhan tenaga listrik jangka panjang (2008-2020) yang ditampilkan pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik di Bali tahun 20082020 Kons Energi
Pendudu k
(GWh)
Rumah Tangga (GWh)
Komer sial (GWh )
Publik (GWh )
Industri (GWh)
(Jiwa)
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
2008
2364.45
1103.44
1070.5
99.86
90.56
3381482
24809.4
2009
2525.94
1187.42
1142.1
103.75
92.63
3426851
26195.1
2010
2698.81
1277.79
1218.5
107.78
94.74
3472829
27658.1
2011
2893.86
1375.04
1300.0
111.98
96.90
3519424
29202.9
2012
3121.98
1479.69
1387.0
116.33
99.11
3566644
30833.9
2013
3294.08
1592.30
1479.7
120.86
101.37
3614498
32556.1
2014
3471.19
1713.49
1578.7
125.56
103.69
3662994
34374.4
2015
3644.36
1843.90
1684.3
130.45
106.05
3712140
36294.3
2016
3814.76
1984.23
1796.9
135.52
108.47
3761946
38321.4
2017
4003.62
2135.25
1917.1
140.80
110.95
3812420
40461.7
2018
4202.26
2297.75
2045.3
146.28
113.48
3863571
42721.5
2019
4422.11
2472.63
2182.1
151.97
116.07
3915409
45107.6
2020
4664.69
2660.81
2328.0
157.88
118.71
3967942
47626.9
Tahu n
PDRB (Milyar Rp)
4.2.1 Beban Puncak Bali
Setelah didapatkan hasil dari analisa pertumbuhan kebutuhan energi listrik di Bali maka besarnya pertumbuhan beban puncak di Bali dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
Peak Load (MW)= EPT t ( GWh ) 8 , 76 × LF t Dimana Load Faktor (Lf) ditentukan dengan persamaan:
Tabel 4.4 Neraca Daya Listrik di Bali Tahun 2006 Sampai Dengan 2018
Tahun
Beban Puncak (MW)
Dimana:
2009
591.4
Daya Mampu (MW) 608
Lft=Faktor beban pada tahun t ETSt=Energi terjual total pada tahun t (GWh) ERt=Energi rumah tangga pada tahun t(GWh) EKt=Energi komersial pada tahun t(GWh) EPt=Energi publik pada tahun t(GWh) EIt=Energi industri pada tahun t (GWh) Maka untuk tahun 2008 didapatkan:
2010
611.4
608
2011
633.1
608
-25.1
2012
659.3
608
-51.3
2013
687.8
608
-79.8
2014
719.9
608
-111.9
2015
756
608
-148
2016
798
608
-190
2017
843
608
-235
2018
892.9
608
-284.9
2019
950
608
-342
1011
608
-403
EK t + EP t ER t EI t Lft= 0 , 45 × + 0 , 55 × + 0 ,7 × ETS t ETS t ETS t
Perhitungan beban puncak dari analisa proyeksi kebutuhan energi listrik sampai dengan tahun 2020 tiap sektor pelanggan maka akan didapatkan energi total yang dibutuhkan sampai dengan tahun 2020 dapat diketahui bahwa pertumbuhan rata-rata komsumsi energi listrik setiap tahunnya adalah sebesar 7.21 %. Rugi rugi transmisi dan distribusi pada tahun 2004 adalah 8.2 % dan pemerintah menargetkan tahun-tahun berikutnya rugi-rugi transmisi dan distribusi turun hingga mencapai 7.5 % per tahun dan pemakaian sendiri sebesar 0.2 % per tahun
2020
Cadangan Sistem (MW) -3.4
16.6
Dari tabel 4.4 diatas dapat dibuat grafik beban puncak sebagai berikut 1200 1000 800 600 400 200 0
EPTt=
ETSt 1 − ( LTt + PSt )
-200
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
-400 -600 Daya Mampu
4.2.2 Proyeksi Neraca Daya di Bali Dengan melihat pertumbuhan beban puncak untuk sistem Bali sampai dengan tahun 2020 dan kapasitas daya terpasang untuk pembangkit yang ada sekarang di Bali, maka besarnya supply daya yang diperlukan untuk mengantisipasi pertumbuhan beban di Bali dapat ditentukan. Dari data tentang pembangkit listrik di Bali, diketahui bahwa daya mampu tertinggi lima tahun terakhir sistem pembangkitan di Bali yaitu tahun 2009 adalah sebesar 753,13 MW. Melihat keadaan tersebut maka untuk tahun tahun kedepannya diperlukan adanya penambahan daya di Bali.
Beban Puncak
Cadangan Sistem
Gambar 4.1 Neraca Daya di Bali Sampai Tahun 2020 4.3. Analisa Ekonomi Untuk menganalisa ekonomi suatu pembangkit perlu diketahui berapa biaya modal pembangkit dan harga jual energi listrik. Sehingga dapat diketahui berapa lama payback periode yang dibutuhkan, berapa nilai NPV, dan berapa nilai IRR. 4.3. 1. Analisa Biaya Pembangkitan PLTP Untuk menentukan biaya pembangkitan pada pembangkit listrik tenaga panas bumi di Ulubelu, ada beberapa parameter yang harus diperhitungkan. Parameter-parameter tersebut adalah biaya modal, biaya operasi dan maintenance (O&M), Biaya bahan bakar (Fuel cost) serta biaya lingkungan. Selain parameter diatas ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengembalian modal besarnya suku bunga dan faktor depresiasi. Besarnya suku bunga 12 % / tahun. dan besarnya faktor depresiasi sebesar 4% dengan umur pembangkit 25 tahun. Nilai parameter-parameter diatas ditunjukkan pada tabel 4.5
1 2 3
Tabel 4.5 Parameter PLTP Bedugul Biaya modal 0,0585 US$/KWh (CC) Biaya O & M 0,2548 Cent US$/KWh Biaya Lingkungan
0,1548 Cent US$/KWh
Biaya Bahan Bakar
2,07 Cent US$/KWh
5
Suku Bunga
12%
7
Umur Operasi
25 tahun
8
Daya yang dibangkitkan
110 MW
4
Tabel 4.8 Penentuan Harga jual masyarakat Biaya pembangkitan awal (Rp)
Biaya pembangkitan Baru (Rp)
BPP baru (Rp)
6
676.6
424.96
524.95
9
780
479.96
592.9
12
833
539.46
666.4
Sehingga didapatkan harga ekonomi energi listriknya yang dapat dijangkau masyarakat adalah: Tabel 4.9 Harga jual listrik pada PLTP Bedugul Suku bunga 12% 9% 6% Biaya Pembangkitan 5.39 4.79 4.24 baru(cent US$/KWh) Harga jual listrik 6.66 5.92 5.24 (cent US$/KWh)
Dari data parameter pada tabel 4.5 bisa diperoleh nilai biaya pembangkitan sebagai berikut. TC
Suku bunga (%)
= CC + FC + O&M Cost + Lingk Cost
Biaya pembangkitan total didapat dengan persamaan Sehingga biaya pembangkitan / KWh pada PLTP Bedugul dengan suku bunga 12%, 9% dan 6% adalah : Tabel 4.6 Biaya pembangkitan pada PLTP Bedugul Suku bunga 12% 9% 6% Biaya Pembangkitan 8.33 7.08 6.0796 (cent US$/KWh)
4.3.2. Penetapan Harga Jual Listrik PLTP Penetapan harga dari pihak produsen adalah mengacu pada harga minimum yang dibutuhkan untuk memproduksi energi listrik per kWh. Oleh karena itu penetapan harga ekonomi energi listrik dari PLTP Bedugul selain memperhitungkan biaya pembangkitan total, juga harus memperhatikan pengaruh dari sektor pajak sebesar 10%, dan dari sektor keuntungan yang diambil dari pihak produsen sebesar 15%-40% serta sesuai dengan BPP ketentuan dari pemerintah. Tabel yang menunjukan harga patokan dari pemerintah.
Tabel 4.7 Penentuan BPP dari pemerintah sistem kelistrikan JAMALI
subsystem Bali
BPP-TT (Rp/kwh) 763
BPP-TM (Rp/kwh) 859
BPP-TR (Rp/kwh) 1012
Apabila biaya modal 50% ditanggung oleh pemerintah pusat dan daerah dan 50% ditanggung oleh investor untuk pembangunan pembangkit .sehingga didapatkan pada tabel berikut.
Dengan patokan pembangkitan 10-50MW yaitu 85% dari harga BPP oleh ketentuan pemerintah dan adanya subsidi dari pemerintah pada modal awal pembangkitan sebesar 50% dari jumlah modal utama sebesar 30juta US$ sehingga menjadi 15juta US$ maka daya beli masyarakat dapat terpenuhi apabila tidak ada subsidi dari pemerintah maka harga jual listrik masih sulit dijangkau oleh masyarakat 4.3.3. Pendapatan per Tahun Untuk menentukan usulan proyek investasi mana yang akan diterima atau ditolak, maka usulan proyek investasi tersebut harus dinilai dengan membandingkan dengan metode atau teknik yang cocok. Beberapa metode atau teknik yang bisa digunakan untuk membandingkan alternatif-alternatif investasi adalah : 1. Payback Period 2. Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang 3. Internal Rate of Return (IRR) Ketiga metode penilaian kelayakan proyek investasi ini membutuhkan perhitungan aliran kas atau cash in flow. Cash in flow adalah suatu metode untuk menggambarkan aliran kas dari suatu perusahaan atau proyek. Untuk menentukan pemasukan per tahun, maka harus diperhitungkan: Pemakaian sendiri dengan asumsi sebesar 4% dari total kapasitas produksi pembangkit listrik Pemakaian sendiri/ tahun = 0.04 x 10 x 103 x 8760 =3.504.000 KWh/ tahun
Hasil produksi listrik selama 1 tahun dengan pembangkitan rata-rata 95% dari kapasitas penuh dengan manfaat pembangkit 95% Produksi/ tahun = 10 x 103 x 8760 x 0.75 x 0.95 = 49.275.000 KWh/tahun
Dari data diatas, maka hasil produksi energi listrik yang terjual per tahunnya adalah Produksi jual/ tahun = 49.275.000 – 3.504.000 = 45.771.000 kWh/ tahun Penghasilan produksi listrik per tahun adalah :
Dengan harga jual sebesar 9 cent$/kWh Peng/ tahun = 45.771.000 x 0.09 = US$ 4.119.390 Dengan harga jual sebesar 8 cent$/kWh Peng/ tahun = 45.771.000x 0.08 = US$ 3.661.680 Dengan harga jual sebesar 7 cent$/kWh Peng/ tahun = 45.771.000 x 0.07 = US$ 3.203.970 4.3.4. Analisa Pay Back Periode Pembangunan PLTP Bedugul 10 MW membutuhkan investasi awal sebesar US$ 30 juta. Apabila pengeluaran tahunannya sebesar US$ 1.359.990, dan pendapatan per tahunnya disesuaikan dengan harga jual listrik per KWh. Jadi Payback periodnya adalah :
Tabel 4.10 Pay back Periode pada PLTP Bedugul Harga jual listrik (cent 7 8 9 US$/KWh) Pendapatan pertahun 3.203.970 3.661.680 4.119.390 (US$/KWh) Pay back 16 13 11 periode (tahun) Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan suku bunga 12% dan harga listrik per kWh 9 cent$/kWh, didapat hasil pay back periode yang tercepat, yaitu sekitar 11 tahun. 4.3.5. Analisa Nilai Sekarang (Net Present Value) Metode ini menggunakan pertimbangan bahwa nilai uang sekarang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai uang pada waktu mendatang, karena adanya faktor bunga. Metode NPV merupakan metode yang dipakai untuk menilai usulan proyek investasi yang mempertimbangkan nilai waktu dari uang (time value of money) sehingga arus kas yang dipakai adalah arus kas yang telah di discount atas dasar biaya modal perusahaan. Dengan usia pembangkit 25 tahun, faktor bunga sebesar 12%, 9% dan 6%, serta harga jual listrik/KWh, maka net present value dapat dihitung.
Dengan suku bunga 12% dan harga jual listrik sebesar 9 cent US$/KWh, maka:
NPV = PWPendapatan - PWPengeluaran
Dari perhitungan seperti diatas, didapatkan seperti tabel 4.11 berikut ini :
Tabel 4.11 Nilai Net Present Value Berdasarkan Suku Bunga dan Harga Listrik per kWh Harga Net Present Value (US$) Listrik i = 6% i = 9% i = 12 % (cent US$/KWh) 7 45.293.295 42.890.318 40.487.340 8 56.049.480 53.303.220 50.556.960 9 66.805.665 63.716.123 60.626.580 Nilai NPV positif berarti dana yang diinvestasikan dalam proyek tersebut dapat menghasilkan present value arus kas lebih tinggi dari present value investasi awal dan jika NPV negatif berarti dana yang diinvestasikan dalam proyek tersebut dapat menghasilkan present value arus kas lebih rendah dari present value investasi awal. Dengan demikian suatu usulan proyek diterima jika NPVnya lebih besar dari nol. Dan suatu usulan proyek ditolak jika NPVnya lebih kecil dari nol. 4.3.6. Analisa Internal Rate of Return Tingkat pengembalian internal (internal rate of return-IRR) adalah tingkat bunga yang dapat menjadikan NPV sama dengan nol, karena PV arus kas pada tingkat bunga tersebut sama dengan investasi awalnya. Metode ini memperhitungkan nilai waktu dari uang, sehingga arus kas yang diterima telah di discount atas dasar biaya modal/tingkat bunga.
PWPendapatan = PWPengeluaran 4.119.390 = 30.000.000 (A/P,i*,25) Jika i*= 15% maka 30.000.000 (0,078) =2.342.041 Jika i*= 20% maka 30.000.000 (0,0858) =2.574.429 Dengan interpolasi polar, diperoleh tingkat suku bunga internal (IRR) sebesar :
Tabel 4.12 Nilai Internal Rate Return Berdasarkan Suku Bunga dan Harga Listrik per kWh Harga Listrik (cent$/kwh) i=6% i=9% i=12% 7 19.997% 18.897% 18.357% 8 22.12% 21.02% 20.48% 9 24.24% 23.14% 22.6% Suatu usulan proyek investasi diterima jika IRR lebih tinggi atau sama dengan biaya modal/tingkat suku bunga. Dan usulan proyek investasi ditolak jika IRR lebih rendah dari biaya modal/tingkat suku bunga. Oleh karena i* >MARR (12%) maka proyek tersebut layak diterima. 4.4.
Analisa Lingkungan Masyarakat dunia sudah semakin sadar dengan isu lingkungan. Kebijakan energi juga harus memperhatikan
Pada tahap operasi PLTP Bedugul juga menimbulkan beberapa dampak terhadap lingkungan diantaranya adalah: Main Transformer dan Switchyard Berakibat kebisingan dan getaran, upaya yang dilakukan menetapkan batas maksimum kebisingan kebisingan dan Penggunaan alat Earplug atau Earmuff alat ini dapat mereduksi kebisingan khususnya tenaga kerja yang kontak langsung. Water Supply dan Treatment, mempengaruhi kualitas dan kuantitas air di dalam tanah. Upaya yang perlu dilakukan adalah menjaga kuantitas air tanah dengan menginjekkan kemlai air yang sudah terkondensasi ke dalam tanah. Selama beroperasi PLTP menghasilkan gas buang yang mengandung karbon (CO2), yang merupkan salah satu penyebab global warming. Akan tetapi jumlah gas karbon yang dihasilkan jauh lebih rendah dari pada pembangkit thermal lainnya. Pada tahap operasi ini pula PLTP Bedugul mempunyai dampak lingkungan yang sekarang menjadi pusat perhatian dunia, yaitu mengenai pemanasan global (global warming) yang diakibatkan dari gas CO2. Panas bumi termasuk energi terbarukan yang bersih lingkungan, akan tetapi PLTP juga masih menghasilkan
CO2. Apabila dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan tenaga fossil, maka PLTP mempunyai produksi CO2 yang lebih kecil daripada pembangkit yang lainnya. Perlindungan terhadap kondisi lingkungan sangat diperlukan, hal ini dikarenakan lingkungan merupakan tempat sumber energi. Apabila lingkungannya rusak, maka sumber energi akan tercemar dan kontinuitas sumber energi tidak akan berlangsung. Dengan ratifikasi “kyoto protocol” menunjukkan komitmen negara maju tekait global warming untuk insentif atau carbon credit terhadap pembangunan (clean development mecahnism) berdasarkan seberapa besar pengurangan CO2 dibandingkan dengan base line yang telah ditetapkan. Penjualan carbon melalui mekanisme CDM (Clean Development Mechanism) bertujuan untuk mengurangi efek rumah kaca yang menyebankan pemanasan global di seluruh dunia. Selain itu sistem penjualan carbon dapat merangsang pengembangan energi terbarukan panas bumi. Dalam skala nasional pengurangan emisi CO2 pada tahun 2007 sebesar 5,8 juta ton CO2.
And thBeasevLianelue728of
960
800 600
670
400 200
500 CER
1000
Gas emission from various power plants Potensial Carbon credit
1200
Emisi kg/MWh
dengan sungguh-sungguh mengenai perkembangan isu lingkungan. Prakiraan dampak penting dalam pembangunan PLTP Bedugul ini, Upaya pemantauan lingkungan untuk kegiatan Pembangunan PLTP ini prakiraan dampak yang terjadi akan ditinjau dalam 4 (empat) tahapan: 1. Tahap Persiapan 2. Tahap Konstruksi 3. Tahap Operasional 4. Tahap Pasca Operasi Pada tahap perencanaan Pembangunan PLTP ini dikhawatirkan menimbulkan dampak keresahan sosial dan juga persepsi positif dan negatif pada masyarakat setempat akibat dari pembangunan PLTP Bedugul, upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat setempat mengenai rencana kegiatan dan manfaat proyek terhadap lingkungan lokal. Pada tahap konstruksi ada beberapa masalah lingkungan yang perlu dijadikan pertimbangan, diantaranya adalah Pembangunan Kantor/ Bengkel dan Base camp, komponen lingkungan yang terkena dampak antara lain Tanah, Air, Udara akibat dari limbah cair (oli) karena mencemari kualitas air dan udara, Upaya yang dilakukan membuat khusus untuk penampungan oli, membuat alat untuk pemisahan oli dan air dan menjual oli bekas kepada pembeli yang telah memiliki ijin. Pembuatan Sumur juga berakibat buruk tehadap Udara dan Tanah selain menimbulkan kebisingan juga degradasi sempadan sungai upaya yang dilakukan menguragi kegiatan yang sifatnya berbenturan keras dengan sempadan sungai.
100
0 Batubara M.Bumi
Geoth. Nat. Gas
Gambar 4.2 Grafik Emisi Gas dari Bermacam-macam Pembangkit Pembangunan PLTP Bedugul 10 MW . Dengan kapasitas sebesar 10 MW, maka PLTP Bedugul dapat menghasilkan energi listrik per tahunnya adalah sebesar 65.700.000 kWh/ tahun dengan factor beban sebesar 95%. Apabila nilai persamaan terhadap bahan bakar fossil (baseline factor) adalah sebesar 0,79. maka: CO2 Emission Reduction=Produksi energi listrik * Baseline Factor = 65.700 MWh * 0,79 = 51903 ton CO2 / tahun Dengan harga rata-rata jual emisi CO2 adalah sebesar US$12/ ton, maka pendapatan yang didapat dari CO2 Reduction adalah sebesar : Pendapatan dari CO2 Reduction =CO2Emission Reduction * US$ 12 = 51903 * 12 = US$ 622.836 / tahun
Pendapatan dari CO2 Reduction adalah sebesar US$ 622.836/tahun atau setara dengan 0,71 centUS$/KWh. 4.5. Analisa Sosial Pada tahun 2008 Propinsi Bali menempati urutan ke 16 untuk indeks pembangunan manusia dari 33 propinsi se Indonesia. Pada tahun 2006 indeks pembangunan manusia di propinsi Bali adalah 69,8 dan setahun kemudian angkanya meningkat menjadi 70,1 dengan reduksi shortfall sebesar 0,96. Tingkat IPM pada propinsi Bali berada di atas IPM nasional, dikarenakan nilai reduksi shortfallnya lebih tinggi daripada nilai reduksi shortfall nasional. Nilai reduksi shortfall yang tinggi ini menunjukkan tingkat usaha pemerintah dalam upaya untuk memperbaiki nilai IPM menuju ke nlai yang lebih baik. Angka IPM di propinsi Bali selama periode 2006-2007 cenderung menujukkan peningkatan sebesar 0,1 poin. Secara umum kenaikan angka IPM mencerminkan bahwa dalam beberapa tahun ini, propinsi Bali telah mencapai sedikit peningkatan dalam komponen IPM. Meskipun demikian dengan nilai IPM sebesar 70.1 termasuk dalam kategori IPM menengah, dan berada dibawah rata-rata IPM Indonesia. Tabel 4.13 Perbandingan IPM dan Komponennya antar Propinsi
Gambar 4.3 Pengelompokan Kabupaten berdasarkan IPM dan Reduksi Shortfall tahun 2008 V.KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpukan sebagai berikut:
1.
2.
Menyoroti besarnya kesenjangan antara kesejahteraan dan kesempatan hidup yang semakin memisahkan dunia kita yang semakin saling terkait satu sama lain. Dengan melihat pada sejumlah aspek yang paling fundamental dalam hidup dan kesempatan manusia, IPM memberikan suatu gambaran yang lebih lengkap mengenai pembangunan sebuah negara dibandingkan indikatorindikator lain, seperti GDP per kapita. 4.5.1. IPM di Kabupaten Tabanan Posisi masing-masing propinsi berkaitan dengan pencapaian pembangunan manusia yang dicerminkan oleh besaran IPM dan reduksi shortfall per tahun dari masing masing propinsi di Indonesia yang dibandingkan terhadap nilai rata-rata untuk skala nasional (IPM = 71,1 dan reduksi shortfall sebesar 1,68), sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini. Propinsi Bali berada pada kuadran ke II, yaitu propinsi dengan IPM rendah tetapi memiliki tingkat reduksi shortfall yang lebih rendah daripada standart nasional.untuk mengetahui nilai IPM di kabupaten Tabanan maka dapat dilihat pada tabel berikut
3.
4.
Analisa investasi yang digunakan untuk pembangunan PLTP Bedugul yaitu membutuhkan sebesar 30 juta US$ dengan asumsi 50% ditanggung pemerintah daerah ataupun pusat dan 50% ditanggung investor agar di dapatkan harga jual yang lebih kecil yaitu Rp.666,4 daripada BPP yang ditentukan pemerintah dengan harga Rp.763. Dengan harga 9 centUS$/KWh, diperlukan waktu selama 11 tahun agar bisa kembali modal dan mulai memperoleh keuntungan. Dengan dibangunnya PLTP Bedugul maka akan memperkecil pemakaian minyak untuk penggunaan energi listrik sebab menggunakan energi terbarukan yang ada di propinsi Bali yaitu energi panas bumi 10 MW yang mempunyai potensi sebesar 200 MW serta dapat menanggulangi beban listrik di propinsi Bali khususnya Kabupaten Tabanan. Pemanfaatan energi listrik secara optimal yaitu dengan mengetahui terlebih dahulu suhu yang dihasilkan dari pengeboran sumur panas bumi, Pada pengeboran panas bumi bedugul yaitu dengan panas antara 50 - 100°C yaitu tepat dengan menggunakan Binary Cycle Power Plants ini sebetulnya merupakan sistem tertutup jadi tidak ada yang dilepas atau terbuang ke atmosfer. Peramalan beban dengan menggunakan Regresi berganda menyimpulkan bahwa permintaan kebutuhan listrik di Propinsi Bali mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dengan laju perkembangan kebutuhan energi listrik mencapai 4%. Pada tahun 2020 jumlah kebutuhan energi listrik mencapai 5,5 GWh, dimana dengan kondisi tersebut maka diperlukan penambahan pembangkit listrik dengan kapasitas minimal sebesar 760MWh untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Propinsi Bali pada tahun 2020.
5.
1.
2.
3.
4. 5. 6. 7.
Dengan dibangunnya PLTP Bedugul, maka infrastruktur di Propinsi Bali dapat berkembang lebih baik. Dengan tersedianya cukup pasokan listrik, secara tidak langsung akan merangsang berkembangnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat, sehingga nilai IPM propinsi Bali yang pada tahun 2007 sebesar 70,1 akan meningkat menjadi lebih baik sehingga propinsi Bali dihaapkan dapat lompat dari kuadran IV menuju kuadran I dan dibangunnya PLTP bedugul ini bertujuan untuk mengurangi efek rumah kaca yaitu yang menyebabkan pemanasan global. DAFTAR PUSTAKA Herman, Danny Z., 2003, Makalah : Studi Sistem Panas Bumi Aktif Dalam Rangka Penyiapan Konservasi Energi Panas Bumi, Yogyakarta. Direktorat Jenderal Geologi Dan Sumber Daya Mineral, 2004, Berita DJGSM : Pengembangan Energi Panas Bumi, Tanggal 7 Januari 2004, Jakarta Wahyuningsih, R. 2005, “Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Indonesia”, Kolokium Hasil Lapangan Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Jakarta Syariffuddin Mahmudsyah , 2008, “Energi Panas Bumi”, Surabaya. Purnomo Yusgiantoro, 2000, “Ekonomi Energi Teori dan Praktek”. LP3ES, Jakarta. Djiteng Marsudi , 2005, “Pembangkitan Energi Listrik”, Elrangga, Jakarta. Djoko Santoso , 2006, “Pembangkitan Tenaga
8. 9.
10. 11. 12.
Listrik”, Diktat Kuliah, Teknik Elektro ITS, Surabaya Ferianto Raharjo, 2007, “Ekonomi Teknik Analisis Pengambilan Keputusan”, ANDI, Yogyakarta. Menko Kesra dan TKPK, 2006, Buku Panduan Kongres Nasional Pembangunan Manusia Indonesia, Jakarta Biro Pusat Statistik, 2004, “Rencana umum ketenagalistrikan daerah”, Bali http:// www.Bali.go.id./bedugul panas bumi.html http:// www.plnBali.com/grafikrencana&realisasi2.html http:// www.plnjamali.com/sektorpemb/tabanan.html
13. 14. http://www,balipost.com/balipesisir.html 15. http://www.esdm.go.id/renew.html 16. http://www.wikipedia.com/bedugul.html BIOGRAFI
Bayu Permana Indra, lahir di Surabaya pada tanggal 13 November 1985. Setelah lulus dari D3 Teknik Elektro – ITS dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus D3,. Pada akhir Oktober 2007, penulis melanjutkan studi ke jenjang strata 1 (S1) melalui program lintas jalur di jurusan teknik elektro – ITS, bidang studi teknik system tenaga.