JETri, Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
STUDI OPTIMASI SISTEM PENCAHAYAAN RUANG KULIAH DENGAN MEMANFAATKAN CAHAYA ALAM Chairul Gagarin Irianto Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti Abstract A good lighting system has to meet three criteria; quality and quantity of light and efficient power consumption. A good lighting room will help effective activities inside the room. To achieve an optimum lighting, natural light has to be considered in the installation design. To optimise lighting installation of the building E classroom, clustering luminer with the switch has to proportionately adjust according to the sun light incidence to the room. Keywords: quality and quantity of light, efficient power consumption, natural light, clustering luminer
1. Pendahuluan Prinsip umum pencahayaan adalah bahwa cahaya yang berlebihan tidak akan menjadi lebih baik. Penglihatan tidak menjadi lebih baik hanya dari jumlah atau kuantitas cahaya tetapi juga dari kualitasnya. Kuantitas dan kualitas pencahayaan yang baik ditentukan dari tingkat refleksi cahaya dan tingkat rasio pencahayaan pada ruangan. Selain aspek kuantitas dan kualitas pencahayaan perlu juga memperhatikan aspek efisiensi konsumsi energi dengan memanfaatkan cahaya alam untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Cahaya alam yang masuk melalui jendela, gambar 1, dapat dipakai sebagai sumber pencahayaan di dalam bangunan sekaligus upaya untuk menghemat energi. Oleh karena itu perlu strategi desain pencahayaan dengan memanfaatkan cahaya alam secara optimal, lihat gambar 2. Desain pencahayaan yang optimal meliputi: optimasi kuantitas cahaya langit, menjaga kenyamanan visual dan menjaga kesejukan, serta menghemat energi (Harten P.Van, Setiawan E, 1985: 36-42)
1.1. Optimasi Pencahayaan Tujuan optimasi pencahayaan ruang pendidikan adalah agar pelajar dan pengajar dapat melakukan aktifitas dengan baik di dalam ruangan, efisiensi dalam konsumsi energi listrik serta kenyamanan penglihatan.
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
Penggunaan energi yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan. Ada langkah-langkah dalam mencapai efisiensi yaitu pemasangan alat kontrol pada lampu, pengelompokan titik-titik lampu terhadap sakelar, penggunaan luminer yang sesuai, pemanfaatan cahaya alam, pengoperasian dan perawatan sistem pencahayaan.
Karakteristik & Ukuran Ruangan
Pencahayaan Alam
Pencahayaan Buatan Pencahayaan Luminer
Peralatan Kontrol
Pengoperasian & Perawatan
Gambar 1. Skema pengaturan energi sistem pencahayaan Disain instalasi pencahayaan untuk ruang pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan ruangan seperti untuk perpustakaan, laboratorium, bengkel atau ruang kuliah. Setiap ruangan mempunyai kebutuhan intensitas pencahayaan yang berbeda-beda (Harten P.Van, Setiawan E, 1985: 36-42).
2
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
Contoh, umumnya laboratorium memerlukan kuantitas cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan ruang kuliah, karena kegiatan di laboratorium memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi. Pada tabel 1. terdapat klasifikasi intensitas pencahayaan ruang untuk sarana pendidikan. Tabel 1 Klasifikasi intensitas pencahayaan ruang pendidikan Nama ruangan
Pencahayaan (lux)
Ruang kelas, aula, ruang masuk
250
Laboratorium, prakarya, perpustakaan, seminar, ruang kesehatan
500
1.2. Kualitas dan Kuantitas Iluminasi Kualitas dan kuantitas iluminasi ditentukan dari tingkat refleksi cahaya dan tingkat rasio iluminasi ruangan. 1.2.1. Refleksi Refleksi cahaya terjadi karena adanya bidang yang memantulkan cahaya masuk ke bidang tersebut, faktor refleksi yang terjadi sangat berpengaruh terhadap pemberian warna bidang tersebut. Pada ruangan pendidikan, refleksi cahaya terjadi pada dinding, langit-langit, lantai dan papan tulis. Terdapat tingkatan refleksi yang dibutuhkan yaitu pada langitlangit lebih dari 80%, dinding 80%, papan tulis 40-60%, dan lantai 80%. 1.2.2. Rasio iluminasi Penentuan tingkat rasio iluminasi dilakukan agar penyebaran cahaya lebih terarah dan tidak menyilaukan (gambar 2). Tingkatan rasio iluminasi yang dibutuhkan ruang pendidikan untuk dinding 40-60%, papan tulis diatas 20%, lantai 30-50%, dan meja belajar 35-50%. Untuk memberikan tingkat rasio yang diinginkan dengan menyesuaikan jenis lampu, luminer, penempatan luminer dan jendela. 1.2.3. Lampu Penggunaan lampu yang sesuai untuk ruang pendidikan adalah lampu yang mempunyai efisiensi yang tinggi, cahayanya tidak menyilaukan dan masa pakai/umur yang lama.
3
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
Gambar 2. Tingkat rasio iluminasi ruang pendidikan. Dari data dua jenis lampu yaitu lampu pijar dan fluorensen pada tabel 2 dan 3 maka dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari jenis lampu tersebut. Tabel 2. Energi output pada lampu pijar. Tipe lampu Energi output
4
100W
300W
500W
400W
T12
T12
PG17
T12
Cahaya tampak (%)
10,0
11,1
12,0
13,7
Infra merah (%)
72,0
68,7
70,3
67,2
Ultra violet (%)
-
-
-
-
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
Tabel 3. Energi output pada lampu fluoresen. Tipe lampu Energi output
40W
95W
185W
195W
T12
T12
PG17
T12
Cahaya tampak (%)
19,0
19,4
17,5
17,5
Infra merah (%)
30,7
30,2
41,9
29,5
Ultra violet (%)
0,4
0,5
0,5
0,5
Pada lampu fluoresen cahaya tampak yang dihasilkan cukup baik, juga infra merah dan ultra violet cukup rendah sehingga panas dan radiasi yang ditimbulkan tidak terlalu tinggi. Dari beberapa pertimbangan tersebut dapat disimpulkan bahwa lampu fluoresen sangat baik digunakan untuk pencahayaan ruang pendidikan. 1.2.4. Luminer
Luminer sangat membantu dalam pengoptimalan penggunaan cahaya lampu dengan luminer pendistribusian cahaya lebih terarah. Pendistribusian cahaya luminer tergantung pada konstruksi luminer dan sumber cahaya yang digunakan. Penempatan luminer yang sesuai pada ruangan sangat berpengaruh terhadap efisiensi pencahayaan yang dihasilkan. Pada gambar 3 pada halaman berikut, sedapat mungkin A sama dengan tinggi sumber cahaya h dari bidang kerja.
2. Pemanfaatan Cahaya Matahari Cahaya yang dipancarkan matahari ke permukaan bumi menghasilkan iluminasi yang sangat besar, yaitu lebih dari 100.000 lux pada kondisi langit cerah dan 10.000 lux pada saat langit berawan. Apabila potensi cahaya alam ini dimaksimalkan pemanfaatannya untuk pencahayaan buatan maka penghematan energi listrik sangat besar. Pemanfaatan cahaya matahari tergantung pada letak ruangan atau gedung terhadap rotasi bumi pada matahari (Gambar 4). Rotasi bumi yang bergerak dari arah barat menuju ke timur berpengaruh sangat baik terhadap ruangan yang mempunyai sistem pencahayaan matahari menghadap ke timur atau barat.
5
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
A
0.5 x A
h
Gambar 3 Penempatan luminer terhadap bidang kerja (meja) 3. Sakelar Fungsi sakelar selain menghubungkan dan memutuskan arus listrik juga dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi listrik, dengan penggelompokan titik lampu.
(a)
(b) Gambar 4. (a) Cahaya alam masuk melalui jendela (b) Sistem rotasi bumi terhadap matahari
6
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
Lampu padam
Lampu padam
Lampu menyala
Total iluminasi Iluminasi lampu
Iluminasi matahari
Gambar 5 Sistem distribusi pencahayaan pada ruangan. Pada gambar 5 terlihat sistem distribusi pencahayaan matahari dan pencahayaan lampu. Gambar tersebut menjelaskan bahwa ruangan yang memanfaatkan cahaya matahari penggunaan lampu tidak perlu dinyalakan semuanya, cukup pada bagian ruang yang intensitaspencahayaannya kurang. 4. Perawatan dan Perbaikan Instalasi Pencahayaan Pada instalasi pencahayaan, perawatan dan perbaikan sistem instalasi sangat diperlukan untuk memberikan keandalan agar berjalan dengan optimal. Kurangnya perawatan dan perbaikan dapat mengurangi intensitas pencahayaan sebesar 25% hingga 50%, sedangkan penggunaan energi dan biaya energi listriknya tetap sama sehingga dapat merugikan. 5. Perhitungan Iluminasi Pencahayaan Tujuan dari perhitungan iluminasi pencahayaan adalah untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat dipakai sebagai perbandingan dengan hasil pengukuran secara langsung sehingga diperoleh instalasi pencahayaan yang paling optimal. Intensitas pencahayaan pada suatu bidang adalah flux yang jatuh pada luasan 1 m2 dari bidang tersebut. Intensitas pencahayaan ditentukan di tempat mana kegiatan dilakukan. Umumnya bidang kerja diambil 80 cm diatas lantai. Bidang kerja dapat berupa meja atau bangku kerja, atau bidang horisontal khayal.
7
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
Intensitas pencahayaan E dinyatakan dalam satuan lux atau lumen/m2. Jadi flux cahaya yang diperlukan untuk bidang kerja seluas A m2 ialah:
E A lumen dimana:
(1)
: flux cahaya (lux.m2) E : intensitas pencahayaan (lux) A : luas bidang kerja (m2)
Flux cahaya yang dipancarkan lampu tidak semuanya mencapai bidang kerja sebagian dipancarkan ke dinding, lantai dan langit-langit sehingga perlu diperhitungkan faktor efisiensi.
g
(2)
0
dimana:
0 : flux cahaya yang dipancarkan sumber cahaya (lux.m2) g : flux cahaya berguna (lux.m2). dan
g E A lumen
(3)
didapatkan rumus flux cahaya:
0
EA
lumen
(4)
dimana:
A : luas bidang kerja dalam m2 E : intensitas pencahayaan yang diperlukan bidang kerja (lux). Efisiensi pencahayaan juga dipengaruhi oleh penempatan sumber cahaya pada ruangan dan umur lampu. Jika intensitas pencahayaan lampu menurun hingga 20% dibawahnya maka perlu diganti atau dibersihkan
8
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
5.1. Faktor-faktor refleksi Faktor-faktor refleksi rw dan rp masing-masing menyatakan bagian yang dipantulkan dari fluks cahaya yang diterima oleh dinding, langit-langit dan bidang kerja. Faktor refleksi semu bidang pengukuran atau bidang kerja rm, ditentukan oleh refleksi lantai dan refleksi bagian dinding antara bidang kerja dan lantai. Umumnya rm diambil 0,1. 5.2. Indeks Ruangan atau Indeks Bentuk Indeks ruangan diperlukan untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan pencahayaan ruang. Indeks ruangan atau indeks bentuk k menyatakan perbandingan antara ukuran-ukuran utama ruangan yang berbentuk bujur sangkar, rumus:
k
p l h( p l )
(5)
dimana:
p : panjang ruangan (meter) l : lebar ruangan (meter) h : tinggi sumber cahaya diatas bidang kerja (meter). Jika nilai k yang diperoleh tidak terdapat dalam tabel, efisiensi pencahayaan dapat ditentukan dengan interpolasi. 5.3. Faktor penyusutan atau faktor depresiasi. Pada sistem instalasi pencahayaan yang telah digunakan dalam jangka waktu lama maka intensitas pencahayaannya mengalami penurunan. Penurunan intensitas dapat disebabkan oleh faktor umur dan pengotoran pada lampu, luminer atau ruangan. Faktor penyusutan atau faktor depresiasi d dinyatakan dengan
d
Ep Eb
(6)
dimana:
E p : dalam keadaan dipakai E b : dalam keadaan baru
9
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
Intensitas pencahayaan E dalam keadaan dipakai adalah intensitas pencahayaan rata-rata suatu instalasi dengan lampu-lampu dan luminer yang daya gunanya telah berkurang karena kotor, sudah lama dipakai atau sebabsebab lain.
6. Pembahasan 6.1. Kondisi Eksisting Ruang Kuliah Dari 12 ruang kuliah yang berada pada lantai 4, 5, 6, dan 7 Gedung E, ruang AE401 adalah salah satu ruang yang berfungsi untuk kegiatan belajar mengajar, penggunaan semua ruang kuliah efektip dimulai pada jam 08.00 hingga 15.00 WIB dari hari Senin sampai Sabtu. Semua ruang perkuliahan mempunyai karakteristik sangat baik untuk menerima cahaya matahari, karena arah semua jendela menghadap ke timur sehingga intensitas cahaya matahari yang langsung masuk ke ruangan cukup tinggi. Demikian pula, arah datang cahaya pada meja jatuh dari arah kiri. Dapat dilihat pada gambar 6 letak Gedung E Universitas Trisakti terhadap arah mata angin dan gambar 7 posisi ruang AE401 dan AE402. Instalasi Pencahayaan dan Struktur Bangunan Ruang AE401
U
B
Gedung KANTIN
T S Gedung
T
Gedung C
Gedung
S
Gedung
S Gedung A1 Gedung
Gedung
P
Gedung
Gedung D
A2
M
Gedung F
Gedung
O
Gedung E Gedung Gedung G
N
Gedung
L
Gedung K
Gedung
I
Gedung H
Gambar 6 Denah Universitas Trisakti
10
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
RUANG 401
RUANG 402
Gambar 7 Letak ruang AE401 dan 402 Lantai 4 gedung E 6.2. Instalasi Pencahayaan dan Struktur Bangunan Rungan AE401 Sebagai bahan contoh pada tulisan ini dipakai ruangan AE401 yang karakteristik ruangannya sama seperti ruang-ruang perkuliahan di Gedung E FTI Usakti. Sistem instalasi pencahayaan ruang AE401 pada gambar 8 menggunakan tipe lampu TLD 36/54W sebanyak 24 buah dalam 12 luminer yang dipasang pada ketinggian 3,46 meter dan penyalaannya diatur melalui 2 sakelar. Sakelar 1 untuk menyalakan lampu pada luminer baris 2 yaitu luminer 2.1, 2.2, 2.3 dan baris 4 yaitu luminer 4.1, 4.2, 4.3, sedangkan sakelar 2 untuk lampu pada luminer baris 1 yaitu luminer 1.1, 1.2, 1.3 dan baris 3 yaitu luminer 3.1, 3.2, 3.3.
11
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
7,3 m
Luminer 1.2
Luminer 1.3
Luminer 2.1
Luminer 2.2
Luminer 2.3
Luminer 3.1
Luminer 3.2
Luminer 3.3
Luminer 4.1
Luminer 4.2
Luminer 4.3
2
1
Dinding
Papan tulis Luminer 1.1
Pintu
Jendela kaca
Dinding
9,3 m Gambar 8. Instalasi pencahayaan ruang AE401 Selain dari sistem instalasi pencahayaan buatan, struktur ruangan juga berpengaruh terhadap pengoptimalan sistem pencahayaan seperti luas ruangan, besar jendela, bentuk ruangan dan bentuk jendela. Ruang AE401 mempunyai struktur ruangan yang baik, ini dapat dilihat dari ukuran jendela yang lebar sehingga memperbesar intensitas cahaya matahari yang masuk. Selain itu pemberian warna putih yang cerah pada dinding dan langit-langit serta cokelat pada lantai menunjang refleksi cahaya dalam ruangan. Gambar struktur ruangan pada gambar 9 untuk tampak kanan dan gambar 10 untuk tampak kiri.
12
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
7,8 m
0,5 m
2,26 m
Kaca film
130 cm 3,46 m
70 cm
Gambar 9 Ruang AE401 tampak samping kanan 7,8 m
0,5 m
kaca 2,26 m 3,46 m
70 cm
Gambar 10 Ruang AE401 tampak samping kiri 6.3. Data Pengukuran Data pengukuran dan perhitungan ini dilakukan dengan cara pengukuran secara langsung menggunakan alat luxmeter pada ruangan juga dilakukan perhitungan menggunakan rumus yang ada.
13
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
Tahapan yang dilakukan dalam pengambilan data pengukuran meliputi: pengukuran ruangan, pengukuran intensitas pencahayaan pada bidang kerja dibawah luminer, pengukuran jarak bidang kerja terhadap lampu, melakukan perbandingan antara hasil perhitungan dengan pengukuran secara langsung, dan pencatatan. Data intensitas pencahayaan ruang AE401 dapat dilihat pada Tabel 4. dan Tabel 5. Tabel 4
Intensitas pencahayaan keadaan lampu padam pada jam 12:00 WIB Kolom 1(lux)
Kolom 2(lux)
Kolom 3(lux)
Baris 1
482
352
158
Baris 2
475
308
150
Baris 3
402
285
145
Baris 4
390
256
133
Tabel 5 Intensitas pencahayaan keadaan lampu menyala pada jam 12:00 WIB Kolom 1(lux)
Kolom 2(lux)
Kolom 3(lux)
Baris 1
672
392
314
Baris 2
666
380
302
Baris 3
554
346
298
Baris 4
441
302
275
Catatan: lux > 250, pencahayaan baik; lux <250, pencahayaan buruk; lux < 500, pencahayaan sangat baik dan lux > 500 berlebihan. Pada tabel 5 diketahui bahwa pencahayaan ruangan saat lampu dinyalakan seluruh ruang mempunyai intensitas pencahayaan yang baik, sangat baik dan berlebihan. Pada saat lampu dipadamkan keseluruhan, intensitas cahaya yang buruk hanya pada kolom 3. Ini berarti bahwa untuk
14
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
ruang AE401 pada jam 12.00 lampu yang perlu dinyalakan hanya pada kolom 3 saja sedangkan kolom 1 dan 2 lampu dapat dipadamkan. Dari sistem instalasi pencahayaan yang ada pemadaman maupun penyalaan tidak dapat dilakukan seperti yang diinginkan yaitu penyalaan secara per kolom.Sistem pencahayaan lampu yang ada belum efisien karena beberapa lampu seharusnya tidak perlu menyala disaat cuaca cerah. Dan jumlah lampu yang tidak perlu menyala cukup banyak yaitu 16 buah sedangkan yang diperlukan cukup 8 buah saja.
6.4. Analisis Perhitungan Kondisi Sekarang Tujuan dari perhitungan intensitas pencahayaan dilakukan untuk mendapatkan nilai sesungguhnya sesuai kondisi sekarang ini. Selanjutnya, hasil perhitungannya dapat digunakan sebagai perbandingan dengan hasil pengukuran langsung untuk dicarikan alternatip solusi mendapatkan hasil yang optimal. Pertama dihitung indeks bentuk/ruangan untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan pencahayaan ruang AE401 dengan menggunakan persamaan (5). Dari persamaan indeks ruangan diperoleh k adalah 1,877. Berikutnya dihitung efisiensi pencahayaan, , jika nilai k yang didapat tidak terdapat pada Tabel Efisiensi Penerangan maka efisiensi dapat ditentukan dengan interpolasi. Dari tabel Efisiensi Penerangan, dimana:
k = 1,5 = 0,41 dan
k=2 =0,46 maka untuk
k
= 1,877
15
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
Efisiensi pencahayaan adalah:
= 0,41+
1,877 1,5 (0,46-0,41) 2 1,5
= 0,4477 Dari persamaan (2) dan persamaan (4) dapat ditentukan intensitas cahaya ruang AE401. Untuk ruang AE401 dengan 12 buah luminer dimana tiap luminer terdiri dari 2 buah lampu TL 36 Watt dimana tiap TL-nya memiliki intensitas cahaya 2350 lumen5 maka:
0 = 4700 lumen
n
E A 0 d
dimana:
n : jumlah luminer ruangan d = 0,8 (pengotoran ringan) selanjutnya
E
0 d n A
= 278,47 Lux Dari hasil perhitungan didapatkan nilai intensitas pencahayaan ruang AE401 adalah 278,47 lux, nilai ini termasuk kategori intensitas pencahayaan baik. Setelah diperoleh nilai intensitas pencahayaan ruang langkah berikutnya adalah menentukan biaya konsumsi energi listrik satu tahun. Data yang diperlukan dalam perhitungan adalah tarif daya listrik per kWh, pemakaian daya dalam 1 hari 1 jamnya, pemakaian dalam 25 hari kuliah, dan masa perkuliahan pertahunnya.
16
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
Jika diasumsikan masa aktip perkuliahan 9 bulan pertahunnya maka penggunaan energi listrik (kWh) adalah jumlah lampu dikali hari dikali jam pemakaian dikali daya lampu(+ ballast) sebagai berikut: Energi listrik: 24 x (25 x 9) x 1 x 46 = 248,4 kWh maka: Biaya = penggunaan energi listrik (kWh) x biaya per kWh = 248,4 x Rp. 380,25 = Rp 94.454,1 6.5. Optimasi Alternatif Perancangan instalasi pencahayaan optimasi alternatif (gambar 11) dilakukan dengan melakukan penambahan satu sakelar yang berfungsi untuk pengelompokan titik-titik lampu sehingga sistem penyalaan lampu terhadap sakelar diatur secara perkolom. Dinding 3 2
Luminer 1.2
Luminer 1.3
Luminer 2.1
Luminer 2.2
Luminer 2.3
Luminer 3.1
Luminer 3.2
Luminer 3.3
Luminer 4.1
Luminer 4.2
Luminer 4.3
1
Dinding
Luminer 1.1
Pintu
Jendela kaca
Papan tulis
Gambar 11 Optimasi alternatif
17
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
Pengelompokan titik-titik lampu yang dilakukan adalah lampu pada kolom 3 dihubungkan pada sakelar 1, lampu pada kolom 2 dihubungkan pada sakelar 2 dan lampu pada kolom 1 dihubungkan pada sakelar 3. Keterangan: Pengaturan sistem instalasi pencahayaan dapat dilakukan sedemikian, jika saat intensitas pencahayaan pada kolom 3 kurang maka cukup sakelar 1 yang diaktifkan, begitu juga jika pada kolom 2 dan 1 intensitas pencahayaannya kurang maka sakelar 2 dan 1 diaktifkan.
7. Analisis perhitungan Biaya konsumsi listrik selama 1 tahun Penggunaan energi listrik (kWh) = jumlah lampu x hari x jam x daya = 16 x (25 x 9) x 1 x 46 = 165,6 kWh Biaya
= penggunaan energi listrik (kWh) x biaya per kWh = 165,6 x Rp. 380,25 = Rp 62.969,4
Analisis penggunaan lampu, daya listrik dan biaya konsumsi listrik pada ruang AE401. Tabel 6 Penggunaan daya litrik dan biaya konsumsi listrik
18
Instalasi
Penyalaan Lampu
Konsumsi Energi (kWh)
Biaya Konsumsi listrik (Rp)
Awal
24
248,4
Rp 94.454,1
Optimasi
16
165,6
Rp62.969,4
Chairul Gagarin Irianto, Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruangan Kuliah Dengan Pemanfaatan
Perbandingan biaya konsumsi listrik - Selisih biaya konsumsi listrik = Instalasi awal - instalasi optimasi = Rp 94.454,1 - Rp62.969,4 = Rp 31.484,7 - Biaya konsumsi listrik (%) =
62969,4 x100% 94454,1
= 66,67 % - Penghematan biaya konsumsi listrik (%) = 33,33 %
8. Keuntungan dan kerugian optimasi a. Keuntungan: 1. Penggunaan energi listrik untuk lampu efisien dan biaya konsumsi listrik lebih murah dari kondisi awal. 2. Redisain/perubahan sistem instalasi termasuk rewiring (instal ulang) mudah dikerjakan dengan biaya pengerjaannya tidak terlalu besar b. Kerugian: 1. Perlu penambahan sebuah sakelar untuk pengelompokan titiktitik lampu. 2. Penempatan posisi luminer belum mempertimbangkan sistem pendistribusian cahaya yang diarahkan ke bidang kerja. 3. Sistem instalasi pencahayaan ini tidak efektif jika cuaca tidak cerah.
9. Kesimpulan Intensitas pencahayaan pada ruang kuliah AE401 adalah baik, hanya saja pemanfaatan cahaya matahari belum dipertimbangkan. Pemanfaatan cahaya matahari untuk pencahayaan ruangan memberikan efisiensi pemakaian energi listrik untuk lampu dan mengurangi biaya konsumsi listrik hingga 33 persennya. Pemilihan lampu dan peletakan luminer sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas cahaya yang diberikan pada bidang kerja seperti meja dan papan tulis. Peletakan luminer dianjurkan agar sejajar jendela sehingga efektifitas sebaran cahaya dari lampu lebih tinggi,
19
JETri, Tahun Volume 5, Nomor 2, Februari 2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372
dan bidang kerja yang dekat jendela dapat ditunjang oleh cahaya alam. Melakukan redisain/perbaikan serta perawatan instalasi pencahayaan sangat berpengaruh terhadap optimasi sistem pencahayaan dalam jangka panjang. Dari dua belas ruang kuliah yang pada gedung E, jika dilakukan redisain termasuk rewiring instalasi pencahayaan maka dari analisis perhitungan optimasi alternatip diperoleh penghematan konsumsi energi listrik yang cukup besar.
Daftar Pustaka 1. Harten P.Van, Setiawan, E. 1985. Instalasi Listrik Arus Kuat, Jilid 2. Bandung: Percetakan Bina Cipta.
20