SEMINAR UJIAN THESIS MAGISTER TF-ITS
PENENTUAN KEBUTUHAN CAHAYA BUATAN PADA SISTEM PENCAHAYAAN TERPADU DALAM RUANG KULIAH DI TENIK FISIKA ITS DENGAN METODE LOGIKA FUZZY Heri Joestiono, Aulia Siti Aisjah, Bambang L.W.
SEMINAR UJIAN THESIS MAGISTER TF-ITS Ringkasan- Pencahayaan dalam ruang yang membutuhkan energi listrik relatif kecil adalah pencahayaan terpadu yaitu pencahayaan yang diperoleh dari paduan antara cahaya alami dan cahaya buatan. Pada pencahayaan terpadu, bila kondisi langit tidak memberikan terang yang mencukupi, maka diperlukan cahaya buatan sedemikian besar sehingga pencahayaan dalam ruang tetap dalam kondisi memenuhi standar. Dalam penelitian ini dilakukan penentuan kebutuhan minimal cahaya buatan pada pencahayaan terpadu di ruang P.103 Teknik fisika ITS yang mempunyai fungsi dan ukuran ruang yang telah diketahui sebelumnya. Penetuan dilakukan secara perhitungan matematis dan menggunakan metode logika Fuzzy. Dalam sistem Fuzzy, parameter / variabel masukannya yaitu kuat pencahayaan di luar ruang atau di lapangan terbuka yang dinyatakan dalam bahasa linguistic, sedangkan variabel kuluarannya yaitu fluks cahaya buatan yang dibutuhkan. Besar penyimpangan (error) dari pemrosesan fuzzy dicari dengan menganggap nilai dari hasil perhitungan matematis sebagai acuan. Pemrosesan fuzzy dengan variabel masukan dan variabel keluaran masing-masing mempunyai 10 fungsi keanggotaan dengan bentuk segitiga, menghasilkan keluaran yang errornya < 2 % untuk kuat pencahayaan di lapangan terbuka pada interval 6500 lux sampai dengan 25400 lux.
hari di titik ukur utama dan titik ukur samping besarnya kurang dari nilai yang disyaratkan, akan memerlukan cahaya buatan agar pencahayaan di dalam ruang tersebut tetap memenuhi standar. Besar fluks cahaya buatan yang diperlukan pada ruang yang mempunyai nilai faktor pencahayaan siang hari besarnya kurang dari nilai yang disyaratkan, dapat dicari melalui perhitungan matematis atau dengan metode logika fuzzy
Kata kunci : Pencahayaan terpadu, cahaya buatan, logika Fuzzy
A. Penentuan Secara Perhitungan Matematis
I. PENDAHULUAN Pada pencahayaan terpadu, kontribusi cahaya buatan berperan penting pada saat kondisi langit tidak memberikan pencahayaan yang mencukupi, sehingga pada saat seperti itu perlu diketahui berapa besar cahaya buatan minimal yang dibutuhkan untuk menjaga kuat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja agar tetap sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sebaliknya bila kondisi langit memberikan pencahayaan yang mencukupi, maka pencahayaan buatan dalam ruang tidak diperlukan. Kuat pencahayaan di dalam ruang akibat cahaya alami, setiap saat ditentukan oleh besarnya kuat pencahayaan di lapangan terbuka pada saat yang sama. Perbandingan antara dua besaran tersebut disebut faktor pencahayaan siang hari (FP). Besarnya faktor pencahayaan siang hari di suatu titik pada bidang kerja di dalam ruang dipengaruhi oleh ukuran ruang, ukuran jendela, letak jendela terhadap titik ukur dan faktor pemantulan dari permukaan-permukaan yang berada di dalam maupun di luar ruangan Pada saat kuat pencahayaan dilapangan terbuka sebesar 10.000 lux yaitu pada saat kondisi langit perencanaan, ruangan yang mempunyai nilai faktor pencahayaan siang
II. PENENTUAN BESAR FLUKS CAHAYA BUATAN Penentuan besarnya fluks cahaya buatan yang diperlukan pada pencahayaan terpadu dalam suatu ruang dilakukan bila faktor pencahayaan siang hari pada titik ukur utama dan samping di dalam ruang tersebut bernilai kurang dari nilai yang disyaratkan. Dari hasil pengukuran, diketahui bahwa faktor pencahayaan siang hari di titik ukur utama dan samping dari bidang jendela utama ruang P-103 Teknik Fisika ITS besarnya kurang dari nilai yang disyaratkan, sehingga pada siang hari ruang tersebut perlu tambahan cahaya buatan agar pencahayaan di dalam ruang memenuhi standar.
Penentuan secara perhitungan matematis besarnya fluks cahaya buatan yang dibutuhkan, dilakukan setelah pengukuran kuat pencahayaan oleh cahaya alami di titik ukur tengah (TUT) pada berbagai kondisi terang langit. Tujuan dari pengukuran tersebut yaitu untuk mendapatkan persamaan matematik yang menyatakan hubungan antara faktor pencahayaan siang hari di titik ukur tengah dengan jarak titik ukur tengah tersebut terhadap bidang jendela I (utama). Dari hasil pengukuran kuat pencahayaan oleh cahaya alami di titik ukur tengah diperoleh persamaan sebagai berikut : FP = 0.0032 X2 – 0.0186 X + 0.034
(1)
FP = 0.0144 X-0.683
(2)
dimana FP adalah faktor pencahayaan siang hari di titik ukur tengah dan X adalah jarak titik ukur tengah terhadap bidang jendela I (utama). Titik potong grafik persamaan (1) dan (2) terletak di X = 2.89 meter, sehingga persamaan (1) berlaku untuk 0 ≤ X ≤ 2.89 m sedangkan persamaan (2) berlaku untuk 2.89 m ≤ X ≤ 8.50 m. Besarnya fluks cahaya buatan yang diperlukan pada pencahayaan terpadu dalam ruang P-103 Teknik Fisika ITS untuk berbagai kondisi terang langit, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
SEMINAR UJIAN THESIS MAGISTER TF-ITS
Mulai
=
TUT (x) }1
dx
(3) Crisp Input
= =
{ {
] dx dx
(4)
Fuzzyfication
Kuat Pencahayaan di luar ruang
Fuzzy input
(5)
dimana {FP TUT (x) }1 adalah persamaan (1), {FP TUT (x) }2 adalah persamaan (2), EH adalah kuat pencahayaan di lapangan terbuka, W1 (lebar ruang P-103 sisi utara) = 5.8 meter, W2 (lebar ruang P-103 sisi selatan) = 7 meter, L1 =2.65 meter, L2 = 2.89 meter, dan L3 = 8.50 meter. Besar fluks cahaya buatan yang diperlukan ruang P-103 merupakan jumlah dari F1, F2, dan F3. Dari hasil perhitungan, diperoleh kurva dan persamaan yang menyatakan hubungan antara besar fluks cahaya buatan yang diperlukan dengan kuat pencahayaan di lapangan terbuka pada saat yang sama seperti pada gambar (1) di bawah ini. Besar fluks cahaya buatan dari hasil perhitungan digunakan sebagai acuan pada penentuan besar fluks cahaya buatan dengan menggunakan metode logika fuzzy .
Gambar 1 : Kurva dan persamaan yang menyatakan hubungan antara FBuatan dengan kuat pencahayaan di lapangan terbuka.
B. Penentuan dengan metode logika fuzzy Variabel masukan dan keluaran dari pemrosesan fuzzy masing-masing yaitu kuat pencahayaan di lapangan terbuka dan besar fluks cahaya buatan yang dibutuhkan. Variabel masukan dan keluaran tersebut dibagi menjadi beberapa himpunan fuzzy yang banyaknya sama. Pada penentuan besarnya fluks cahaya buatan yang diperlukan pada sistem pencahayaan terpadu dalam ruang kuliah P-103 di Teknik Fisika ITS dengan metode logika fuzzy, telah dibuat beberapa himpunan fuzzy dari variabel masukan dan keluaran yang mempunyai space 4000 – 31000 (untuk variabel masukan) dan 60 – 12270 (untuk variabel keluaran).
Input Membership Function
Rule Evaluasi
Rules
Fuzzy Output Output Defuzzyfication
Membership
Crisp Output Jumlah Cahaya Buatan
Tidak
Error kecil Ya Selesai
Gambar 2. Diagram alir penentuan fluks cahaya buatan dengan metode logika fuzzy Penentuan besarnya fluks cahaya buatan yang diperlukan oleh ruang kuliah P-103 ITS dengan menggunakan metode fuzzy memberikan hasil dengan penyimpangan (error) yang cukup besar terutama pada pemrosesan fuzzy dengan jumlah atau banyaknya fungsi keanggotaan dari variabel masukan dan variabel keluaran yang sedikit. Dengan menambah banyaknya fungsi keanggotaan dari variabel masukan dan variabel keluaran seperti yang telah dilakukan, maka besarnya penyimpangan rata-rata akan menjadi lebih kecil, hal ini dapat dilihat pada tabel (1) di bawah ini . Tabel (1) : Penyimpangan hasil pemrosesan fuzzy untuk 1 variabel masukan dan 1 variabel keluaran Error Error Banyaknya Fungsi Error minimum maximum rataKeanggotaan rata Variabel Variabel % masukan keluaran 4 6 10 11
4 6 10 11
0.00 % 0.00 % 0.00 % 0.01 %
2319.6 % 1415.34 % 811.86 % 736.1 %
62.97 33.74 16.60 16.12
Bila diperhatikan besarnya penyimpangan dari setiap nilai masukan (kuat pencahayaan di lapangan terbuka), maka terlihat bahwa penyimpangan pemrosesan fuzzy yang besarnya lebih kecil dari 2 % terjadi pada : 1. Pemrosesan fuzzy dengan variabel masukan dan variabel keluaran yang masing-masing mempunyai 4
SEMINAR UJIAN THESIS MAGISTER TF-ITS fungsi keanggotaan dengan bentuk segitiga, untuk nilai masukan (EH) pada interval : (12700 lux s/d 14100 lux) ; (15800 lux s/d 18800 lux) dan (21600 lux s/d 22100 lux) 2. Pemrosesan fuzzy dengan variabel masukan dan variabel keluaran yang masing-masing mempunyai 6 fungsi keanggotaan dengan bentuk segitiga, untuk nilai masukan (EH) pada interval : (9000 lux s/d 20900 lux) ;(21900 luxs/d23600 lux) dan (25400 lux s/d 25700 lux). 3. Pemrosesan fuzzy dengan variabel masukan dan variabel keluaran yang masing-masing mempunyai 10 fungsi keanggotaan dengan bentuk segitiga, untuk nilai masukan (EH) pada interval : (6500 lux s/d 25400 lux) ; (26000 lux s/d 26900 lux) dan (27900 lux s/d 28000 lux). 4. Pemrosesan fuzzy dengan variabel masukan dan variabel keluaran yang masing-masing mempunyai 11 fungsi keanggotaan dengan bentuk segitiga, untuk nilai masukan (EH) pada interval : (6200 lux s/d 12400 lux); (17300 lux s/d 26000 lux) dan (26400 lux s/d 27300 lux)
Pemrosesan fuzzy yang terbaik dari keempat macam pemrosesan fuzzy diatas, yaitu pemrosesan fuzzy dengan variabel masukan dan variabel keluaran yang masingmasing mempunyai 10 fungsi keanggotaan dengan bentuk segitiga, karena pemrosesan fuzzy tersebut menghasilkan nilai crisp output (besar fluks cahaya buatan yang diperlukan pada pencahayaan terpadu di dalam ruang kuliah P-103 ITS) dengan besar penyimpangan (error) lebih kecil dari 2 % untuk crisp input (besar kuat pencahayaan di lapangan terbuka) yang berada pada interval 6500 lux sampai dengan 25400 lux. Interval nilai crisp input tersebut relative lebar dibandingkan dengan tiga pemrosesan fuzzy yang lain.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pencahayaan terpadu di dalam ruang kuliah P-103 di Teknik Fisika ITS, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : 1 Ruang kuliah P-103 selalu membutuhkan pencahayaanbuatan pada siang hari kecuali pada saat kondisi terang langit yang memberikan kuat pencahayaan di lapangan terbuka sebesar 31.130 lux atau lebih. 2. Pada kondisi langit perencanaan yaitu kondisilangityang sering dijumpai antara pukul 8.00 sampai dengan pukul 16.00 dengan kegagalan lebih kecil dari 10 %, ruang kuliah P-103 ITS memerlukan fluks cahaya buatan sebesar 9.557 lumen. 3. Pemrosesan fuzzy dengan variabel masukan dan variabelkeluaran masing-masing mempunyai 10 fungsi keanggotaan dengan bentuk segitiga, menghasilkan keluaran yang errornya < 2 % untuk kuat pencahayaan di lapangan terbuka pada interval 6500 lux sampai dengan 25400 lux
B.
Saran
Saran yang diusulkan agar penelitian tentang pencahayaan terpadu dalam ruang lebih sempurna yaitu : 1. Ruang yang dijadikan obyek penelitian sebaiknya mempunyai fungsi tunggal dan bila berfungsi ganda, maka dipilih persyaratan pencahayaan yang terberat dari kedua fungsi tersebut. 2. Bagian luar dari jendela ruang yang akan diteliti harus bebas dari pohon atau tanaman yang dapat mengubah besarnya komponen refleksi luar (KRL).
IV. DAFTAR PUSTAKA [ 1 ] Prasasto Satwiko , 2005, Fisika Bangunan 1 ,Edisi2, Penerbit ANDI , Yogyakarta. Gambar 2 : Kurva hasil dari pemrosesan fuzzy dengan varibel masukan dan variabel keluaran yang mempunyai 10 fungsi keanggotaan dengan bentuk segitiga (Error ratarata sebesar 16,6 %)
[2]
Soegijanto, 1999, Bangunan Di Indonesia Dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau Dari Aspek Fisika Bangunan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta.
[ 3 ] Joseph B. Murdoch, 1985, Illumination Engineering From Edison’s Lamp To The Laser , Macmillan Publishing Company, New York. III. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
[4]
Standar Nasional Indonesia, 2001, Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional
SEMINAR UJIAN THESIS MAGISTER TF-ITS [5]
Standar Nasional Indonesia , 2000, Prosedur Audit Energi Pada Bangunan Gedung, Badan Stadardisasi Nasional.
[6]
Prafulla C. Sorcar, Energy Saving Lighting Systerm, Van Nostrand Reinhold Company, New York.
[7]
http://beninglarashati.files.wordpress.com/2008/12/ bab7-logika-fuzzy.pdf