STUDI NILAI MANFAAT HUTAN MANGROVE RESORT BEDUL BAGI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, BANYUWANGI
DWI YANDHI FEBRIYANTI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
DWI YANDHI FEBRIYANTI. E34102076. Studi Nilai Manfaat Hutan Mangrove Resort Bedul Bagi Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO dan TUTUT SUNARMINTO. Hutan mangrove adalah ekosistem kompleks yang tumbuh di pantai tropis dan sub tropis terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Fungsi hutan mangrove terbagi mejadi tiga yaitu fungsi fisik, ekologis dan ekonomis. Manfaat ekonomis yaitu manfaat langsung dan tidak langsung, yang meliputi biota perairan serta wisata. Manfaat fisik dan ekologis sebenarnya juga memiliki nilai ekonomis antara lain untuk kesehatan dan mengurangi abrasi dan intrusi air laut. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi hutan mangrove di TNAP, mengetahui manfaat dan nilai ekonomi hutan mangrove bagi masyarakat sekitar TNAP dan mengetahui kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan rumahtangga masyarakat. Penelitian dilaksanakan di Resort Bedul TNAP, Banyuwangi pada tanggal 22 September – 9 November 2006. Teknik pengumpulan yaitu metode jalur berpetak/transek untuk data vegetasi dan pendekatan progressive contextualization dengan cara wawancara untuk data nilai manfaat mangrove. Resort Bedul memiliki susunan vegetasi yang lumayan masih lengkap seperti tingi (Ceriops tagal), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), api-api (Avicenia alba), prapat (Sonneratia alba) dan nyiri (Xylocarpus granatum). Pemanfaatan hutan mangrove terdiri dari pemanfaatan nilai hasil hutan yaitu ikan, udang, kepiting, kerang, tiram, benur dan remis. Sedangkan pemanfaatan jasa hutan mangrove yaitu jasa transportasi, tempat tinggal dan wisata. Hutan mangrove memiliki nilai yang sangat besar. Nilai total manfaat hutan mangrove sebesar Rp 2.132.711.130,48/th terdiri dari nilai pemanfaatan langsung hasil dan jasa hutan sebesar Rp 436.920.000/t, nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp 1.535.074.851, nilai manfaat pilihan sebesar Rp 132.000.000/th dan nilai manfaat keberadaan sebesar Rp 28.716.279,48/th. Kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan rumah tangga dengan nilai > 50% sebanyak 35 orang (85,36%) dan persentase < 50% adalah sebesar 6 orang dengan persentase sebesar 14,64%. Masyarakat sekitar Resort Bedul merasakan pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan. Masyarakat tidak mengambil kayu dari hutan dan melakukan penanaman bibit mangrove di sepanjang dermaga. Kata kunci:Taman Nasional Alas Purwo, mangrove, manfaat dan fungsi, masyarakat, nilai ekonomi.
SUMMARY DWI YANDHI FEBRIYANTI. E34102076. Study of Benefit Valuation Mangrove Forest Bedul Resort for Community Around Alas Purwo National Park, Banyuwangi. Under Supervision of NYOTO SANTOSO dan TUTUT SUNARMINTO. Mangrove forest is a complex ecosystem which grows in tropical coast and consisted of sub tropical coastal fauna and flora, in habitats at both continent and sea habitat, within tidal zone. Mangrove forest hava essential function for humman life and environment. Mangrove forest has three functions, namely physic, ecologic and economic functions. Economic benefit are direct and indirect benefit, covering water territorial biota and tourism. Physic and ecologic value in fact also have economic value for example, for health, decrease abration and intrusion. This research is aimed to know potention of mangrove forest Bedul Resort TNAP, to know benefit and economic value for community around TNAP and to know contribution mangrove forest to household income. This research was conducted during 22 September-9 November 2006 at Bedul Resort TNAP, Banyuwangi. The method which used in this research is transect method to vegetasion and progressive contextualization approach by interview to mangrove benefit value. Bedul Resort have a complete vegetation formasion such as tingi (Ceriops tagal), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), api-api (Avicenia alba), prapat (Sonneratia alba) dan nyiri (Xylocarpus granatum). Mangrove forest exploiting consisted for exploiting asses result of forest that is is fish, prawn, crab, cockle, oyster, clam and fry. While mangrove forest service exploiting that is transportation service, residence and tourism. Mangrove forest have very great value. Total benefit value equals to Rp 2.132.711.130,48/year include of direct benefit exploiting result and the forest service equals to Rp 436.920.000/year, , indirect benefit value equals to Rp 1.535.074.851/year, choice benefit equals to Rp 132.000.000/year and existence benefit equals to Rp 28.716.279,48/year. Mangrove forest contribution to household income equals to >50% are 35 person (83,36%) and < 50% are 6 person (14,64%). Community around Bedul Resort have been felt the important of mangrove forest for life. The community don’t take wood forest and cultivate mangrove’s seed a long dock. Key Word: Alas Purwo National Park, mangrove, benefit and function, community, economic value.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Studi Nilai Manfaat Hutan Mangrove Resort Bedul Bagi Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2007
Dwi Yandhi Febriyanti NRP E34102076
Judul
: Studi Nilai Manfaat Hutan Mangrove Resort Bedul Bagi MasyarakatSekitar Kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.
Nama
: Dwi Yandhi Febriyanti
NIM
: E34102076
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Ir. Nyoto Santoso, MS
Ir. Tutut Sunarminto, MSi
NIP. 131 634 382
NIP. 131 878 494
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena atas segala berkah dan karunia-Nya bagi seluruh ciptaan-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun. Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Studi Nilai Manfaat Hutan Mangrove Resort Bedul Bagi Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi”. Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) merupakan suatu kawasan pelestarian alam, yang masih memiliki hutan mangrove dengan susunan vegetasi tumbuhan yang masih lengkap. Pemanfataan hutan mangrove dilakukan oleh masyarakat sekitar TNAP secara turun temurun, baik terhadap hasil hutan dan jasa hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi hutan mangrove, mengetagui manfaat dan nilai ekonomi hutan mangrove serta mengetahui kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan rumahtangga masyarakat. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, semoga Allah SWT membalas jasa Bapak dan Ibu sekalian. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakekat kebenaran ilmiah skripsi dan dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Mei 2007 Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur pada Tanggal 12 Februari 1984 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara yang merupakan putri pasangan Marsidi dan Endang Tristiyanti. Pada Tahun 2002 penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa Korp Sukarela (KSR) dan Taekwondo. Penulis menjadi anggota ASEAN Forestry Student Association (AFSA LC-IPB) dan Himpunan
Mahasiswa
Konservasi
Sumberdaya
Hutan
dan
Ekowisata
(HIMAKOVA). Selama menjadi anggota HIMAKOVA penulis bergabung dalam Kelompok Pemerhati Burung (KPB) dan menjabat sebagai sekretaris KPB Tahun 2004-2005. Penulis menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Ilmu Tanah Hutan Tahun 2005-2006 dan Asisten Lapang Mata Kuliah Manajemen Areal Konservasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Satwaliar Tahun 2006-2007. Tahun 2003 penulis melaksanakan magang mandiri di Taman Nasional Meru Betiri dan Tahun 2005 Taman Nasional Ujung Kulon. Tahun 2004 penulis mengikuti Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung dan Tahun 2005 di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat. Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Sukabumi, Jawa Barat, CA Leuweung Sancang dan CA/TWA Kawah Kamojang, Jawa Barat. Pada Tahun 2006 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Sebagai salah satu syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis mengadakan penelitian dengan judul “Studi Nilai Manfaat Hutan Mangrove Resort Bedul Bagi Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi” di bawah bimbingan Ir. Nyoto Santoso, MS dan Ir. Tutut Sunarminto, MSi di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ayah, Ibu, Echi, Mase, Mbak Yuli dan Lika serta Keluarga Besar Banyuwangi yang telah memberikan dukungan secara moril dan spiritual terhadap penulis. 2. Ir. Nyoto Santoso, MS dan Ir. Tutut Sunarminto, MSi yang telah membimbing penulis selama menyelesaikan penelitian dan skripsi. 3. Ir. Kasno, M.Sc dan Dr. Ir. Wayan Darmawan, M.Sc selaku dosen penguji yang telah menguji penulis dalam sidang komprehensif. 4. Keluarga Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata; Dosen dan Staff yang telah membantu penulis dalam penyelesaian studi. 5. Kepala Balai Taman Nasional Alas Purwo dan staff yang telah membantu penulis selama penelitian. 6. Kepala Desa Sumberasri dan staff yang telah membantu penulis selama penelitian. 7. Pak Bambang selaku Kepala Seksi Wilayah I Rowobendo dan staff yang telah membantu penulis selama penelitian. 8. Pak Untung selaku Kepala Resort Bedul dan Keluarga yang telah membatu penulis dalam penelitian. 9. Pak Sumiran dan Keluarga yang telah memberikan tempat tinggal untuk penulis selama penelitian. 10. Pak Supri, Pak Hos, Mas Natu n Dira yang telah menemani peneliti selama di Resort Bedul. 11. Bapak Sudibyo n Keluarga yang telah memberikan rasa kekeluargaan selama penulis tinggal di Anggrek. 12. Anggrek’s Crew; Nunung dan Fe-Cute yang telah memberikan persahabatan, petualangan seru bagi penulis. 13. Sahabat Terbaikkoe; Lisbet, Grace, Lemot, Udi, Nofri, Dira, Uwie, Gina, Rika, Jamal”Buluk”n Iwed dan Sahabat Rumuahkoe (Wiwin, Citra n Mas Nono) serta A2-264 (Icha, Ninik n Hilme) yang telah mengukirkan kenangan indah. 14. Family Semeru; Nunung, Fe, Jamal, Nanang, Monggang, Titin, Kuncoro n Mas Ngadri, yang telah memberikan petualangan seru Mendaki Gunung Tertinggi di Pulau Jawa. 15. Tim P3H; Nofri, Iwed, Imol, Kiky, Ipang dan Tim Way Kambas; Jamal, Nanang, Fe, Lemot, Mamang N Yofi atas praktek yang Serius tapi Santai ”SERSAN”. 16. Tim Meru Betiri; Mas Nanang TR, Mas Ambang, Mas Santun, Mbak Eko, Mbak Yola, Mbak Eka, Mbak Rita n Nia dan Tim Ujung Kulon; Jamal, Nanang, Gina, Nunung, Rika, Nofri, Lemot, Mamang n Indri atas perjalanan yang seru dan menyenangkan. 17. Lare Blambangan yang telah menjadi tumpahan kerinduan penulis terhadap kampung halaman. 18. Rekan-rekan HIMAKOVA tercinta yang memberikan pengalaman berorganisasi. 19. KSH 39, FAHUTAN dan Teman-teman se-IPB yang memberikan pengalaman perkuliahan yang menyenangkan.
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi I
PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Tujuan Penelitian .............................................................................. 2 C. Manfaat Penelitian ............................................................................ 2
II
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 A. Hutan Mangrove................................................................................ 3 B. Taman Nasional ................................................................................ 9 C. Sosial Ekonomi Masyarakat.............................................................. 11 D. Ekonomi Hutan Mangrove ................................................................ 14 E. Ekonomi Rumahtangga ..................................................................... 20
III
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .......................................... 23 A. Sejarah Taman Nasional Alas Purwo................................................ 23 B. Kondisi Fisik ..................................................................................... 23 C. Kondisi Biologi ................................................................................. 26 D. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya................................................ 27
IV
METODA PENELITIAN ....................................................................... 30 A. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 30 B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 32 C. Obyek dan Alat Penelitian ................................................................ 32 D. Metoda Pengumpulan Data Penelitian .............................................. 32 E. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian .......................................... 34
V
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 40 A. Kondisi Hutan Mangrove .................................................................. 40 B. Pemanfaatan Hutan Mangrove Bagi Masyarakat.............................. 42
iii
C. Penilaian Manfaat Hutan Mangrove ................................................. 48 D. Kontribusi Mangrove Terhadap Pendapatan Rumahtangga ............. 55 E. Pelestarian Hutan Mangrove ............................................................. 56 VI KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 60 A. Kesimpulan ....................................................................................... 60 B. Saran.................................................................................................. 61 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62 LAMPIRAN ..................................................................................................... 65
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Penyebaran mangrove dunia ........................................................................ 5 2. Fungsi dan manfaat lingkungan ekosistem mangrove ................................. 8 3. Nilai total ekonomi sumberdaya mangrove ................................................. 19 4. Jenis pemanfaatan hasil/jasa hutan bagi masyarakat ................................... 35 5. Perkiraan nilai hasil hutan mangrove ........................................................... 36 6. Perkiraan nilai jasa hutan mangrove ............................................................ 36 7. Perkiraan nilai manfaat nilai tidak langsung hutan mangrove ..................... 36 8. Kompilasi nilai keberadaan hutan mangrove ............................................... 37 9. Metode pendekatan dalam menentukan nilai ekonomi ................................ 37 10. Nilai indeks penting hasil analisis vegetasi di Resort Bedul TNAP .......... 41 11. Nilai hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat ............................... 49 12. Nilai hasil hutan yang dimanfaatkan perkawasan ...................................... 49 13. Rekapitulasi nilai keberdaan berdasarkan tingkat pendidikan ................... 53 14. Nilai total ekonomi hutan mangrove .......................................................... 54 15. Kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan rumahtangga ................ 56 16. Kerapatan jenis vegetasi............................................................................. 57
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Hutan mangrove TNAP dengan kondisi yang masih bagus......................... 3 2. Hubungan antara sistem perekonomian dan lingkungan ............................. 15 3. Peta zonasi Taman Nasional Alas Purwo..................................................... 25 4. Diagram kerangka kerja penelitian .............................................................. 31 5. Kondisi hutan mangrove yang mulai rusak .................................................. 42 6. Jaring dan perahu sebagai alat tangkap ikan ................................................ 43 7. Pancang sebagai penambat jaring udang...................................................... 44 8a. Anakan udang (benur) ................................................................................ 44 8b. Alat tangkap benur ..................................................................................... 44 9a. Kerang capar............................................................................................... 45 9b. Kerang dara ................................................................................................ 45 10a. Kepiting .................................................................................................... 46 10b. Alat tangkap kepiting ............................................................................... 46 11a. Hasil hutan remis ...................................................................................... 46 11b. Remis siap diangkut ................................................................................. 46 12. Perahu sebagai alat tranportasi mangrove .................................................. 48
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Peta Seksi Wilayah 1 Rowobendo ............................................................... 66 2. Rekapitulasi responden ................................................................................ 67 3. Analisis nilai manfaat keberadaan hutan mangrove..................................... 69 4. Kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan ........................................ 70 5. Kuesioner Penelitian .................................................................................... 71 6. Daftar Wawancara Penelitian ....................................................................... 73
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia termasuk negara kepulauan yang mempunyai daerah atau wilayah pantai yang panjang dan luas. Sebagian dari wilayah pantai tersebut berupa hutan mangrove yang tumbuh didaerah pantai berlumpur, teluk, delta, muara sungai sampai menjorok ke arah pedalaman yang berbatasan dengan hutan rawa atau hutan daratan. Berkaitan dengan luas hutan mangrove Indonesia dengan garis pantai lebih dari 81.000 km terdapat perbedaan menurut beberapa sumber yang bervariasi yakni berkisar antara 2,5 juta sampai dengan 4,25 juta ha, merupakan mangrove yang terluas di dunia (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999 dalam Wikipedia Indonesia 2007). Dalam 24 tahun terakhir, keberadaan hutan mangrove di Indonesia semakin parah. Pada Tahun 1993 luas hutan mangrove di Indonesia 3,7 juta hektar. Pada Tahun 2005, hutan mangrove tersebut tinggal sekitar 1,5 juta hektar (Suroso 2007). Kerusakan hutan mangrove dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem mangrove sekaligus menurunkan produktivitas perikanan. Dampak selanjutnya adalah penurunan produktivitas dan pendapatan nelayan (masyarakat pesisir) mengingat sebagian besar masyarakat pesisir bermatapencarian sebagai nelayan. Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) termasuk kawasan yang masih memiliki areal hutan mangrove yang cukup luas yaitu 1200 ha yang terletak pada zona rimba untuk Resort Bedul memiliki hutan mangrove seluas 1000 ha. Hutan mangrove TNAP memiliki formasi vegetasi mangrove yang masih baik dengan susunan vegetasi yang masih lengkap. Masyarakat sekitar taman nasional telah memanfaatkan hutan mangrove yaitu pegambilan ikan, udang, kepiting, kerang, remis dan wisata yang sampai saat ini masih dalam pengolahan antara pihak TNAP dan Desa Sumberasri. Manfaat-manfaat langsung hutan mangrove memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sebenarnya manfaat tidak langsung hutan mangrove juga memiliki nilai ekonomis yang besar namun masyarakat masih belum menyadari pentingnya manfaat tidak langsung hutan mangrove. TNAP belum pernah mengkaji nilai-nilai manfaat hutan mangrove secara kuantitatif sehingga diharapkan dapat memberikan data yang dibutuhkan oleh TNAP.
2
B. Tujuan Tujuan dari penelitian adalah: 1. Mengetahui kondisi hutan mangrove di TNAP. 2. Mengetahui jenis manfaat dan nilai ekonomi hutan mangrove bagi masyarakat sekitar TNAP. 3. Mengetahui kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan rumahtangga masyarakat.
C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan menyediakan data atau informasi jenis-jenis dan pemanfaatan hutan mangrove Resort Bedul. Adanya informasi kuantitatif yang diperoleh dari nilai manfaat hutan mangrove dan kontribusi hutan mangrove Resort Bedul bagi masyarakat sekitar. Serta dapat dijadikan bahan bagi pengelola taman nasional untuk merumuskan pengelolaan yang terkait dengan masyarakat sekitar Resort Bedul TNAP.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Mangrove merupakan formasi-formasi tumbuhan pantai yang khas disepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung. Di Indonesia mangrove telah dipertelakan sebagai hutan pasang surut dan hutan mangrove. Istilah mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa melayu sering disebut hutan bakau. Penggunaan istilah bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya (Tim Penyusun 2005).
Gambar 1. Hutan mangrove TNAP dengan kondisi yang masih bagus Beberapa definisi tentang hutan mangrove adalah sebagai berikut: a. Mangrove adalah vegetasi yang tumbuh diantara garis pasang surut, tetapi vegetasinya juga tumbuh di pantai karang yaitu pada koral mati yang diatasnya ditimbuni selapis tipis pasir atau lumpur (Admawidjaja 1986). b. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen 2000).
4
c. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus (Murdiyanto 2003). Berdasarkan ketiga definisi hutan mangrove diatas bahwa pengertian hutan mangrove adalah ekosistem yang kompleks yang tumbuh di pantai tropis dan sub tropis terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus.
2. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove Berdasarkan Spalding, Blasco dan Field (1997) luas hutan mangrove didunia yaitu 18,81 juta ha yang tersebar antara 30° Utara dan Selatan Ekuator, dengan wilayah terluar bagian Utara adalah daerah Bermuda (32°20’LU) dan Jepang (31°22’LU) dan bagian terluar daerah Selatan berada di Australia (38°45’LS), New Zealand (38°03’LS), dan bagian Timur
Afrika
Selatan
(32°59’LS). Penyebaran hutan mangrove yang menyebar dengan batasan-batasan diatas saat ini luasannya berkembang mencapai perbatasan pantai Amerika bagian Barat dan Afrika, sejajar dengan garis Timur Ekuivalen. Di Samudra Pasifik mangrove yang masih alami mengelompok di daerah Barat dan tidak terdapat di pulau-pulau Pasifik. Keanekaragaman komunitas hutan mangrove terdiri atas dua yaitu kelompok mangrove Barat dan kelompok mangrove Timur. Kelompok mangrove Timur dimulai dari Indo-Pasifik, Pasifik Barat, Pasifik Tengah dan kearah Selatan Afrika. Kelompok mangrove Barat mengelilingi pantai Afrika dan Amerika terdiri Samudra Atlantik, Laut Karibian, Teluk Meksiko, dan termasuk juga pantai
5
Pasifik Amerika. Kedua daerah itu sangat berbeda dalam bentuk tanaman dan daerah mangrove timur memiliki lima jenis spesies lebih banyak dibandingkan dengan daerah mangrove barat. Penyebaran hutan mangrove dunia terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Penyebaran Mangrove dunia Wilayah Atlas (1997) Asia Selatan dan Asia Tenggara Australia Amerika Afrika Selatan Afrika Timur dan Timur Tengah Total
Luas mangrove Dunia (juta ha) IUCN Fisher dan Spalding (1983) (1993)
7,52 (41,5%)
5,18 (30,7%)
7,62 (38,3%)
1,88 (10,4%) 4,91 (27,1%) 2,80 (15,5%) 1,00 (5,%)
1,70 (10,0%) 6,75 (40,0%) 2,71 (16,0%) 0,55 (3,3%)
1,51 (7,6%) 5,13 (25,8%) 4,96 (24,9%) 0,66 (3,4%)
18,11
16,89
19,88
Sumber: Spalding, Blasco dan Field (1997)
Anonim (2002) menyatakan bahwa luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Chapman (1975) dalam Kusmana, et al. (2003) menyatakan bahwa hutan mangrove tersebar dari daerah tropika sampai 32°LU dan 38°LS. Penyebaran hutan mangrove di dunia dibagi kedalam dua kelompok yaitu: a. The Old World Mangrove terdiri dari Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zeland, Kepulauan Pasifik dan Samoa. b. The New World Mangrove terdiri dari Pantai Atlantik dari Afrika dan Amerika, Meksiko, dan Pantai Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos.
3. Biodiversitas Hutan Mangrove Flora hutan mangrove dapat dikelompokkan kedalam dua kategori (Chapman, 1984 dalam Kusmana et al. 2003), yaitu: a. Flora mangrove inti, yaitu flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove, seperti : Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,
6
Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone. b. Flora mangrove peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lain, seperti : Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tiliaceus, dan lainlain. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun hanya 47 jenis yang spesifik tumbuhan hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk dalam 4 famili yaitu Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia) dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen 2000). Fauna hutan yang terdapat di hutan mangrove mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptil dan mamalia. Secara garis besar fauna hutan mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terestrial), Fauna air tawar dan fauna laut (Kusmana et al. 2003). Rantai makanan dalam hutan mangrove sebagaimana hutan yang lain yaitu tumbuhan mangrove mengkonversi cahaya matahari dan zat hara (nutrien) menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan makanan potensial dalam berbagai bentuk bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Komponen dasar dari rantai makanan di hutan mangrove bukanlah tumbuhan mangrove melainkan serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang, dsb). Sebagian besar mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae atau tumbuhan mangrove sendiri dalam proses fotosintesis dan sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya (Bengen 2000). Manusia sendiri sering menjadi predator terakhir yaitu mengambil ikan, udang dan kepiting sebagai bahan makanannya.
7
4. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Kusmana et al. (2003) menyatakan fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan
kedalam
biologis/ekologis
dan
tiga
macam fungsi, yaitu
fungsi
ekonomis.
fungsi
Fungsi-fungsi
fisik,
hutan
fungsi
mangrove
mempunyai peranan penting bagi kehidupan flora dan fauna serta manusia yang memanfaatkan hutan mangrove untuk keberlanjutan hidupnya. a. Fungsi Fisik. 1) Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil. 2) Mempercepat perluasan lahan. 3) Mengendalikan intrusi air laut. 4) Melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang. 5) Mengolah limbah organik. b. Fungsi Biologis/Ekologis. 1) Tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya. 2) Tempat bersarang berbagai jenis satwaliar terutama burung. 3) Sumber plasma nutfah. c. Fungsi Ekonomis. 1) Hasil hutan berupa kayu. 2) Hasil hutan bukan kayu seperti madu, obat-obatan, minuman dan makanan, tanin, dan lain-lain. 3) Lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi dan lain-lain). Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2004) menyatakan manfaat yang dapat dihasilkan dari ekosistem mangrove dibagi kedalam 3 domain yaitu: (i) fungsi produksi yang berkelanjutan, (ii) fungsi pengatur lingkungan, dan (iii) informasi. Dalam terminologi yang sifatnya holistik, ekosistem mangrove yang juga memiliki “keunikan” dan berfungsi secara sosial dan ekonomi. Klasifikasi manfaat dan fungsi ekosistem mangrove ini, dapat dilihat pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Fungsi dan manfaat lingkungan ekosistem mangrove Fungsi Produksi Berkelanjutan Kayu bakar Arang Ikan Udang Tannin Nipah Obat-obatan Perburuan tradisional, penangkapan ikan dan pengumpulan produk Sumber genetik Sosial Ekonomi/Fungsi Konservasi Industri dan penggunaan lahan Tambak Usahatani padi
Fungsi Pembawa dan Pengatur Pengendali erosi Penyerap dan recycle limbah manusia dan polutan lainnya Memelihara biodiversity Tempat migrasi habitat Tempat pemijahan dan pembibitan Suplai unsur hara (nutrient) Regenerasi nutrient Melindungi dan memelihara terumbu karang Fungsi Informasi Informasi religius dan spiritual Inspirasi artistic dan budaya Informasi pendidikan, sejarah dan pengembangan ilmu pengetahuan
Habitat bagi penduduk asli Tempat rekreasi Sumber : LPP Mangrove Indonesia (2004)
Manfaat dan fungsi dari ekosistem mangrove sebagaimana diuraikan pada Tabel 2, dapat bertambah dan berkurang fungsinya dalam suatu wilayah menurut tingkat pemanfaatannya. Artinya, manfaat dari sumberdaya hutan mangrove hanya akan dapat diketahui dan dirasakan kepentingannya, apabila masyarakat mengetahui fungsi dan manfaat tersebut secara langsung (ada ketergantungan). Kusmana et al. (2003) menyatakan bahwa sumberdaya mangrove yang berpotensi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dapat dilihat dari dua tingkatan yaitu tingkat ekosistem mangrove secara keseluruhan dan tingkat komponen ekosistem sebagai Primary Biotic Component. a. Tingkat Ekosistem Mangrove secara Keseluruhan. 1) Lahan Tambak, Lahan Pertanian dan Kolam Garam. Di beberapa lokasi di Indonesia, banyak lahan mangrove yang dikonversi untuk lahan tambak, lahan pertanian dan kolam garam yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian ekosistem. 2) Lahan Pariwisata. Bentuk-bentuk kegiatan rekreasi yang dapat dikembangkan di hutan mangrove adalah berburu, hiking, memancing, berlayar, berenang, melihat atraksi berbagai satwa, fotografi, piknik dan camping, melihat atraksi adat istiadat tradisional penduduk setempat dan lain-lain.
9
b. Tingkat Komponen Ekosistem Sebagai Primary Biotic Component. 1) Flora Dalam skala komersial, berbagai jenis kayu mangrove dapat digunakan sebagai : a) Chips untuk bahan baku kertas terutama jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. b) Penghasil industri papan dan plywood, terutama jenis Bruguiera spp dan Heritiera littoralis. c) Tongkat dan tiang pancang (scalfold) terutama jenis Bruguiera spp., Ceriops spp., Oncosperma sp., dan Rhizophora apiculata. d) Kayu bakar dan arang yang berkualitas sangat baik. 2) Fauna Jenis fauna mangrove yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adalah berupa jenis ikan, kepiting dan burung. a) Ikan Sekitar 52 jenis ikan yang hidup dihabitat mangrove Indonesia, antara lain Mullet, Snapper, Milkfish, Seabass, Tilapia dan Mudskiper. b) Udang dan Kepiting Sekitar 61 jenis udang dan kepiting yang hidup di habitat mangrove Indonesia, antara lain Uca spp., Sesarma spp., Scylla serata, dan lain-lain. c) Burung Sekitar 46 jenis burung yang berasosiasi dengan mangrove, diantaranya pecuk, cangak, dan bangau/kuntul.
B. Taman Nasional 1. Pengertian Taman Nasional Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam menyatakan kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
10
Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan taman nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami. b. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami. c. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh. d. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam. e. Kawasan dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain
yang
karena
pertimbangan
kepentingan
rehabilitasi
kawasan,
ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.
2. Zonasi Taman Nasional Peraturan Menteri No. 56 Tahun 2006 tentang pedoman zonasi taman nasional menteri kehutanan menyatakan zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan-rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya. Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terbagi atas zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain (terdiri dari zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah dan zona khusus) yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. a. Zona inti, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Mempunyai
keanekaragaman
jenis
tumbuhan
dan
satwa
ekosistemnya; 2) Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;
beserta
11
3) Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau belum diganggu manusia; 4) Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan berlangsungnya proses ekologis secara alami; 5) Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; 6) Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah. b. Zona pemanfaatan, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik; 2) Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; 3) Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. c. Zona rimba, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1)
Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi;
2)
Kemiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan;
3) Kerupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.
C. Sosial Ekonomi Masyarakat Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain. Menurut Purba (2002), lingkungan sosial merupakan bagian dari lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya
12
dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan binaan/buatan (tata ruang). Keragaman lingkungan sosial di Indonesia, dapat dilihat berdasarkan lokalitas/geografis yang dibagi menjadi lingkungan sosial pesisir dan pedalaman atau perairan dan daratan. Pengertian lingkungan sosial pesisir adalah masyarakat yang berdiam di daratan dekat dengan laut dan masyarakat yang secara khas menghabiskan sebagian besar masa hidupnya diatas perairan laut. Dalam pengertian ini komuniti perairan (seperti Orang Laut di Kepulauan Riau dan Orang Bajau di perairan Timur Pulau Sulawesi) juga tergolong ke dalam lingkungan sosial pesisir. Bagi komuniti ini ketergantungan hidup kepada sumberdaya daratan juga sama besarnya dengan ketergantungan kepada sumberdaya perairan (Purba 2002).
1. Tipe-tipe Masyarakat Pesisir di Indonesia Meskipun Indonesia negara kepulauan (archipelago), akan tetapi hanya sebagian kecil saja dari penduduknya yang berdiam, hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pesisir. Berdasarkan hubungan, adaptasi dan pemahaman terhadap daerah pesisir dengan segala kondisi geografisnya, maka masyarakat yang berdiam dipesisir setidaknya dapat kita kategorikan menjadi tiga yaitu masyarakat perairan, masyarakat nelayan dan masyarakat pesisir tradisonal. a. Masyarakat Perairan. Kesatuan-kesatuan sosial yang hidup dari sumber daya perairan (laut, sungai atau pantai), cenderung terasing dari kontak-kontak dengan masyarakatmasyarakat lain, lebih banyak berada di lingkungan perairan dari pada darat, dan berpindah-pindah tempat disuatu wilayah (teritorial) perairan tertentu. Kehidupan sosial mereka cenderung bersifat egaliter, dan hidup dalam kelompok-kelmpok kekerabatan setingkat klen kecil. Berbagai literatur etnografi menunjukkan bahwa masyarakat asli setempat yang benar-benar menggantungkan kehidupan ekonomi subsistensinya dari sumber daya peariran dapat dihitung dengan jari. b. Masyarakat Nelayan. Golongan masyarakat pesisir yang dapat dianggap paling banyak memanfaatkan hasil laut dan potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk
13
kelangsungan hidupnya. Masyarakat nelayan umumnya telah bermukim secara tetap di daerah-daerah yang mudah mengalami kontak-kontak dengan masyarakatmasyarakat lain. Sistem ekonomi mereka tidak dapat dikategorikan masih berada di tingkat subsistensi; sebaliknya sudah masuk ke sistem perdagangan, karena hasil laut yang mereka peroleh tidak dikonsumsi sendiri, tetapi didistribusikan dengan imbal ekonomis kepada pihak-pihak lain. Sungguhpun hidup dengan memanfaatkan sumberdaya perairan, namun sebenarnya mereka lebih banyak menghabiskan kehidupan sosial budaya di dataran. c. Masyarakat Pesisir Tradisional. Masyarakat-masyarakat pesisir seperti ini memang berdiam dekat perairan laut, akan tetapi sedikit sekali menggantungkan kelangsungan hidup dari sumberdaya laut. Mereka kebanyakan hidup dari pemanfaatan sumberdaya daratan, baik sebagai pemburu dan peramu atapun sebagai petani tanaman pangan ataupun jasa. Meskipun sebagian warganya bisa memanfaatkan sumberdaya perairan, akan tetapi jumlahnya sedikit dan nampak sekali lebih mengutamakan kegiatan subsistensi di daratan. Dalam kehidupan sehari-hari nampak sekali mereka lebih menguasai pengetahuan mengenai lingkungan darat daripada perairan, lebih mengembangkan keraifan lingkungan darat daripada laut. Jadi masyarakat pesisir seperti ini tidak dapat disamakan dengan masyarakat nelayan ataupun masyarakat perairan yang memiliki ketergantungan hidup sangat besar kepada sumberdaya perairan.
2. Interaksi Masyarakat Terhadap Sumberdaya Hutan Mangrove Soekanto dalam Hadi (1996) menyatakan interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu orang perorangan, orang perorangan dengan suatu kelompok manusia, antara suatu kelompok manusia lainnya. Sedangkan sifat kontak suatu kontak dapat dibedakan menjadi kontak primer dan kontak sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan
14
berhadapan muka, sedangkan kontak sekunder adalah suatu hubungan yang memerlukan perantara, baik orang ketiga meupun peralatan komunikasi. Atmadilaga dalam Hardjanto, Sudaryanto, Hadjib, Machyudi (1988) menyatakan interaksi antara masyarakat dengan hutan berlangsung sepanjang masa, sedangkan sifat dan intensitasnya mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan kependudukan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan baik secara langsung dan tidak langsung diperoleh dengan cara memanfaatkan sumberdaya hutan. Jika ditinjau dari bentuk pemanfaatan tersebut maka dapat terjadi secara legal maupun ilegal dimana keduanya merupakan bentuk interaksi antara hutan dengan masyarakat sekitarnya.
D. Ekonomi Hutan Mangrove 1. Ekonomi Hutan Mangrove Fauzi (2004) menyatakan ilmu ekonomi secara konvensional sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumberdaya yang langka. Nilai ekonomi sumberdaya alam sendiri dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengalokasian sumberdaya alam seperti air, lahan, ikan, hutan. Secara eksplisit ilmu ini mencari jawaban seberapa besar sumberdaya harus diekstraksi sehingga menghasilkan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat. Kusumastanto (2000) menyatakan bahwa ekonomi sumberdaya dan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana mannusia (konsumer, perusahaan, non profit organization, organisasi nirlaba, dan lembaga pemerintah) mengambil keputusan dalam pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan
secara
bijaksana
(bukan
pengambilan
keputusan
untuk
memaksimumkan profit). Ekonomi, lingkungan dipandang sebagai aset gabungan yang menyediakan barbagai jasa/fungsi yakni untuk mendukung kehidupan manusia dan memenuhi kebutuhan mannusia. Lingkungan menyediakan bahan baku yang ditransformasikan kedalam bentuk barang dan jasa melalui proses produksi dan energi selanjutnya menghasilkan residual yang kembali ke lingkungan. Hubungan timbal balik antara ekonomi manusia dan lingkungan dapat dilihat pada Gambar 2.
15
Output Perusahaan
Rumahtangga Input
Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Udara, air, hewan, binatang, energi, bahan baku, jasa lingkungan.
Gambar 2. Hubungan antara sistem perekonomian dan lingkungan (Sumber: Kusumastanto 2000) 2. Nilai Ekonomi Mangrove Fauzi (2002) menyatakan nilai ekonomi adalah penguluran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang jasa lainnya. Secara formal konsep ini disebut sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem bisa diterjemahkan kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang dan jasa. Sebagai contoh jika ekosistem pantai mengalami kerusakan akibat polusi, maka nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya atau mendekati aslinya. Hufscmidt, dkk dalam Maryadi (1998) menyatakan secara garis besar metode penilaian manfaat ekonomi (biaya lingkungan) suatu sumberdaya alam dan lingkungan pada dasarnya dapat dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu berdasarkan pendekatan yang berorientasi pasar dan pendekatan yang berorientasi survei atau penilaian hipotesis.
16
a. Pendekatan Orientasi Pasar. 1) Penilaian manfaat menggunakan hara pasar aktual barang dan jasa (actual market based method): a) Perubahan dalam hasil nilai produksi (change in produktivity). b) Metode kehilangan penghasilan (loss of earning methods). 2) Penilaian biaya dengan menggunakan harga pasar aktual terhadap masukan berupa perlindungan lingkungan: a) Pengeluaran pencegahan (avered detensif expenditure methods). b) Biaya penggantian (replacement cost methods). c) Proyek bayangan (shadow project methods). d) Analisis keefektifan biaya. 3) Penggunaan metode pasar pengganti (surrogate market-based methods) : a) Barang yang dapat dipasarkan sebagai pengganti lingkungan. b) Pendekatan nilai pemilikan. c) Pendekatan lain terhadap nilai tanah. d) Biaya perjalanan (travel cost). e) Pendekatan perbedaan upah (wage differential methods). f) Penerimaan konpensasi/pampasan. b. Pendekatan Orientasi Survei 1) Pertanyaan langsung terhadap kemauan membayar (Willingness to Pay). 2) Pertanyaan langsung terhadap kemauan di bayar (Willingness to Accept). Barber dalam Barton (1994) dalam Suhendrata (2001) menyatakan terdapat tiga kategori pendekatan penilaian ekonomi sumberdaya pesisir, yaitu : (1) Impact analisys, yaitu penilaian kerusakan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan pada wilayah pesisir, khususnya berupa dampak lingkungan, (2) Partial valuation, yaitu suatu penilaian alternatif suatu sumberdaya yang bertujuan untuk mendapatkan pilihan terbaik dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir, (3) Total valuation, yaitu penilaian ekonomi secara total dari ekosistem pesisir. Bann (1998) menyatakan pada umumnya kerangka kerja yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi sumberdaya khususnya mangrove adalah menggunakan Total Economic Value (TEV). TEV sendiri terdiri dari tiga tipe
17
penilaian yaitu nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tidak langsung (indirect use value) dan nilai bukan guna (non-use value). a. Nilai Guna Langsung. Nilai guna langsung adalah nilai yang berasal dari nilai langsung atau interaksi antara sumberdaya dan jasa ekosistem mangrove. Nilai guna langsung meliputi konsumtif (seperti koleksi bahan bakar kayu, aktivitas kehutanan, pertanian, pemanfaatan air, berburu dan memancing) dan non konsumtif adalah jasa mangrove (seperti rekreasi, wisata, penelitian in-situ dan pendidikan). Guna langsung mangrove dapat meliputi aktivitas komersial dan non komersial. Aktivitas non komersial biasanya sangat penting untuk kebutuhan hidup penduduk lokal. Nilai guna langsung sumberdaya dan jasa mangrove relatifnya secara terbuka untuk diukur, biasanya menyertakan nilai/harga pasar dari laba produksi. Penggunaan dari harga secara normal menurunkan keuntungan, maka tidak diperhitungkan untuk surplus konsumen. Teknik lain, seperti nilai kesempatan tidak langsung, biaya-biaya pengganti tidak langsung dan nilai ganti, juga tersedia untuk nilai tidak guna langsung tetapi secara umum dapat dipertimbangkan sebagai pilihan kedua. b. Nilai Guna Tidak Langsung. Nilai guna tidak langsung adalah dukungan tidak langsung dan memberi perlindungan terhadap kegiatan ekonomi dan kekayaan fungsi alami mangrove, atau pengatur jasa lingkungan. Sebagai contoh, fungsi kendali arus banjir dari sistem mangrove dapat melindungi pertanian produksi, infrastruktur, kekayaan, nilai tanah dan bahkan kehidupan manusia. Air tanah mengisi persediaan air yang diperlukan untuk pertanian domestik dan tujuan industri di daerah yang lain. Sejak fungsi lingkungan jarang ditukar di pasar, pengukuran dari nilai guna tidak langsung secara khas mengakibatkan teknik penilaian non pasar (antara lain nilai ganti produktivitas, ketidaktentuan penilaian, metode biaya travel dan penetapan harga hedonik). c. Nilai Pilihan. Nilai pilihan adalah suatu jenis nilai pakai sebab berhubungan dengan penggunaan mangrove dimasa yang akan datang. Nilai pilihan muncul
18
diakibatkan individu bisa menghargai nilai pilihan mangrove yang dapat digunakan pada waktu yang akan datang. Dengan begitu ada suatu yang tambahan/premi yang ditempatkan pada pemeliharaan suatu sistem mangrove dan fungsi dan sumberdayanya untuk digunakan di masa yang akan datang. Nilai pilihan dianggap istimewa jika satu keraguan akan nilai masa depan tetapi mempunyai nilai tinggi, dan terjadi eksploitasi atau konversi yang tidak dapat dihentikan. Sebagai contoh, sumberdaya mangrove mungkin dimanfaatkan untuk keperluan hari ini tetapi mungkin dimasa yang akan datang mempunyai yang tinggi dalam hal ilmiah, pendidikan, komersial dan penggunaan yang ekonomi yang lainnya. Begitupun, fungsi lingkungan sebagai pengatur dari ekosistem mangrove mungkin jadi terus meningkat penting dari waktu ke waktu aktivitas ekonomi berkembangkan dan tersebar di daerah. d. Nilai Bukan Guna Nilai tidak guna adalah tidak berasal dari arus guna atau tidak guna penggunaan mangrove. Individu-individu yang tidak menggunakan mangrove tetapi meskipun demikian berharap untuk dapat melihat hak-hak dihintung. Nilaiini sering dikenal sebagai nilai keberadaan. Nilai keberadaan berasal dari kesenangan yang murni seseorang akan keberadaan, tidak bertalian dengan keterkaitan akan manfaat baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Nilai keberadaan sukar untuk diukur ketika melibatkan penilaian hubungan dengan individu yang tidak berhubungan dengan pengguna lain, masa yang akan datang. Beberapa ekonomi sudah menunjukkan bahwa nilai keberadaan dari ekosistem merupakan nilai penting dari total nilai ekonomi. Nilai pilihan, nilai keberadaan dapat secara efektif digambarkan dari survei masyarakat tentang willingness to pay. Nilai total ekonomi secara terperinci dapat terlihat pada Tabel 3.
19
Tabel 3. Nilai total ekonomi sumberdaya mangrove (1) Nilai Langsung 1. Kayu, kayu bakar, chips, arang 2. Perikanan 3. Sumberdaya hutan: makanan, obat-obatan, konstruksi, material, perkakas, cat, satwaliar 4. Pertanian 5. Sumber air 6. Transportasi air 7. Sumber genetik 8. Turisme dan rekreasi 9. Tempat tinggal 10. Pendidikan, sejarah, informasi ilmiah Sumber : Bann (1998)
Nilai Guna Nilai Bukan Guna (2) (3) Nilai Tidak Langsung Nilai Pilihan 1. Stabilisasi pantai/tepi Masa depan 1. Budaya sungai (1) dan (2) dan 2. Aliran Air tanah keindahan 3. Pengendali arus dan banjir 2. Spritual 4. Pembuangan Limbah dan religi manusia dan polusi dan daur ulang 5. Pemelihara Biodiversiti 6. Habitat migrasi 7. Tempat pembersaran anak dan pemijahan ikan. 8. Penyedia Nutrisi 9. Perlindungan dan pemeliharaan coral. 10. Mencegah intrusi air laut.
Bann (1998) menyatakan teknik yang dapat digunakan untuk menghitung komposisi variasi nilai mangrove, ditetapkan dalam lima kategori yaitu: a. Harga Dasar Pendekatan harga dasar didasarkan pada penggunaan harga pasar dari jasa dan barang-barang
hutan
(koreksi
untuk
kegagalan
kebijakan
dan
ketidaksempurnaan pasar sehingga terjadi menyimpangkan harga). b. Pendekatan Barang-barang terkait Pendekatan barang-barang yang terkait menggunakan informasi dengan menghubungkan antara barang dan jasa yang dapat dijual dan tidak dijual baik untuk tujuan menghitung biaya dari barang non pasar (seperti pendekatan barter, pendekatan substitusi langsung, pendekatan substitusi tidak langsung). c. Pendekatan Tidak Langsung Pendekatan tidak langsung adalah teknik-teknik untuk mendapatkan pilihan yang aktual dengan memperhatikan informasi dasar pasar. Teknis pendekatan tidak langsung tidak bertumpu pada jawaban langsung masyarakat dari pertanyaan mengenai seberapa besar mereka menjadi WTP (willingness to pay). Kelompok tidak langsung dari teknik-teknik dibagi menjadi dua kategori pendekatan pasar pengganti (pendekatan pembuatan pilihan) dan pendekatan pasar konvensional (penilaian pasar dari efek fisik).
20
1) Pendekatan pasar pengganti (Pendekatan pembuatan pilihan). Menggunakan
informasi
tentang
komoditi
pasar
untuk
menarik
kesimpulan dari biaya yang berhubungan dengan komoditi non pasar (Metode biaya perjalanan, pemberian harga hedonik). 2) Pendekatan pasar konvensional (Penilaian pasar dari efek fisik). Menggunakan harga pasar untuk menilai jasa lingkungan dalam situasi dimana kerusakan lingkungan atau terjadi peningkatan perubahan dalam kuantitas atau harga input atau output pasar (seperti pendekatan fungsi produksi). d. Pendekatan Langsung. Pendekatan pasar terkonstruksi, contingent valuation method (CVM), yang digunakan untuk mendapatkan secara langsung, melalui metode survei, WTP (willingness to pay) konsumen untuk nilai-nilai lingkungan non pasar. e. Metode Biaya Dasar. Metode biaya dasar menggunakan beberapa perkiraan biaya pelengkap dan pengganti barang atau jasa sebagai perkiraan yang mendekati keuntungan (peluang biaya, peluang biaya tidak langsung, biaya perubahan, biaya pemindahan, biaya relokasi, pengeluaran prefentif).
E. Ekonomi Rumahtangga 1. Rumahtangga Petani Rumahtangga (household) didefinisikan sebagai semua orang yang bertempat tinggal dibawah satu atap dan yang membuat keputusan keuangan bersama atau yang menyebabkan pihak lain mengambil keputusan keuangan mereka. Anggota keluarga seringkali disebut konsumen karena mereka membeli dan mengkonsumsi sebagian besar barang konsumsi dan jasa (Lipsey, Courant, Purvis, Steiner 1995). Mengingat sumberdaya di wilayah pesisir sangat beragam, rumah tangga pedesaan wilayah pesisir ada yang bermatapencarharian sebagai nelayan tangkap, nelayan bagan, petambak dan sebagai petani. White dalam Kartasubrata dalam Susendra (2002) menyatakan bahwa ciri-ciri umum rumahtangga petani di daerah pedesaan pesisir sebagai berikut:
21
a. Rumahtangga memiliki dua fungsi rangkap yaitu unit produksi, konsumsi, reproduksi (dalam arti luas) dan unit interaksi sosial, ekonomi dan politik. b. Tujuan rumahtangga adalah untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. c. Implikasi penting bagi penggunaan waktu, antara lain: 1) Rumahtangga petani miskin akan selalu bekerja keras untuk mendapatkan produksi meskipun kecil. 2) Mereka seringkali terpaksa harus menambah kegiatan bertani dengan pekerjaan-pekerjaan lain walaupun hasilnya lebih kecil dibandingkan hasil bertani. 3) Rumahtangga petani menunjukkan ciri-ciri self exploitation.
2. Pendapatan Rumahtangga Petani Pendapatan dalam ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai hasil uang atau keuntungan material yang timbul dari pemakaian kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas. Dari segi akuntansi berarti menunjukkan penerimaan-penerimaan suatu perusahaan atau individu. Pendapatan usaha tani disini juga menyangkut penerimaan-penerimaan, hasil uang dan keinginan yang timbul dari pemakaian kekayaan dan jasa. Dengan pengertian yang lebih sederhana pendapatan usaha tani dapat diartikan sebagai suatu bentuk imbalan untuk jasa petani dan keluarganya dan modal (kekayaan) yang dimilikinya (Tjakrawiralaksana 1985). Pada umumnya pendapatan petani tidak hanya bersumber dari bertani padi sawah, tetapi juga bersumber dari non usaha tani lainnya seperti berdagang, industri pengolahan, pengangkutan dan lain-lain. Namun demikian bagi petani (kecil) masih sulit mencukupi kebutuhan keluarganya. Apalagi sebagian besar petani di Jawa memiliki tanah yang sempit. Hasil sensus pertanian 1983 di Jawa, sebanyak 8,97 juta (96%) keluarga petani menguasai sekitar 0,56 ha (Rajagukguk, 1995 dalam Sudirah 2001). Hal ini berarti kepemilikan tanah per keluarga inti hanya sekitar 0,6 ha. Dengan demikian di antara petani yang memiliki tanah, bila dirata-ratakan sekitar 0,15 ha tanah sawah atau tanah kering per kapita (Soemardjan, 1984 dalam Sudirah 2001).
22
Soeharjo (1992) menyatakan pendapatan kotor usaha tani adalah nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Perhitungan pendapatan kotor harus mencakup semua perubahan nilai tanaman dilapangan dan nilai ternak antara permulaan dan akhir tahun pembukuan. Perubahan semacam itu penting terutama untuk tanaman tahunan. Pengeluaran total adalah nilai semua input yang habis terpakai tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pendapatan bersih usaha tani adalah selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total. Pendapatan ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi (modal, tenaga kerja, manajemen) milik sendiri maupun modal pinjaman.
23
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Taman Nasional Alas Purwo Kawasan TNAP, semula berstatus Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan berdasarkan Surat Keputusan Gubenur Jenderal Hindia Belanda Nomor 6 stbl 456 tanggal 01 September 1939 seluas 62.000 ha dan tahun 1983, luas kawasan diubah menjadi 43.420 ha berdasarkan Berita Acara Pengukuran tanggal 27 Mei 1983. Kemudian, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No: 283/KptsII/1992 tanggal 26 Pebruari 1992 diubah statusnya menjadi Taman Nasional Alas Purwo berdasarkan (Balai Taman Nasional Alas Purwo, 2005). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No: 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002, Balai TN Alas Purwo mengelola kawasan Taman Nasional (TN) Alas Purwo dan Cagar Alam/Taman Wisata Alam (CA/WTA) Kawah Ijen yang terdiri dari 3 Seksi Konservasi Wilayah (SKW), yaitu SKW I Rowobendo, SKW II Muncar dan SKW III Kawah Ijen (Anomim 2006). TNAP, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu: 1. Perlindungan proses ekologis sistem penyangga kehidupan. 2. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 3. Pemanfaatan secara lestari alam hayati dan ekosistemnya dalam bentuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budaya dan pariwisata alam. Kawasan TNAP, walaupun tidak terlalu luas tetapi ditinjau dari potensi yang terkandung didalamnya kawasan tersebut mampu memenuhi ketiga fungsi pokok tersebut. Nilai-nilai penting yang terkandung di TNAP meliputi flora, fauna serta ekosistem yang khas.
24
B. Kondisi Fisik 1. Letak dan Luas Taman Nasional Alas Purwo secara administratif terletak di Kecamatan Tegaldimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis terletak di ujung Timur Pulau Jawa wilayah pantai Selatan antara 8°26’45”– 8°47’00” LS dan 114°20’16” – 114°36’00” BT. Batas wilayah TNAP adalah sebagai berikut: a. Sebelah Barat
: Kecamatan Pasanggaran
b. Sebelah Timur
: Selat Bali
c. Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia
d. Sebelah Utara
: Kecamatan Muncar, Tegal Dlimo, Purwoharjo dan Pasanggaran.
TNAP berdasarkan pembagian zonasi sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor: 51/Kpts/Dj-IV/1987 terbagi atas beberapa zonasi, yaitu zona inti, zona rimba, pemanfaatan dan zona penyangga. Untuk zona penyangga kawasan TNAP berupa hutan jati yang dikelola oleh Perum Perhutani. Peta zonasi TNAP dapat dilihat dalam Gambar 3. a. Zona Inti (Sanctuary zone) seluas 17.200 Ha b. Zona Rimba (Wilderness zone) seluas 24.767 Ha c. Zona Pemanfaatan (Intensive use zone) seluas 250 Ha d. Zona Penyangga (Buffer zone) seluas 1.203 Ha Balai TNAP juga mengelola Kawasan Kawah Ijen seluas 2.560 ha yang terdiri atas dua fungsi kawasan, yaitu Cagar Alam seluas 2.468 ha (Surat Keputusan Gubenur Jenderal Hindia Belanda Nomor 24 tanggal 9 Oktober 1920 stbl Nomor 736 Tahun 1920) dan Taman Wisata Alam seluas 92 ha (Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 1017/Kpts/UM/12/1981) (Balai Taman Nasional Alas Purwo 2005).
25
Resort Bedul
Gambar 3. Peta zonasi Taman Nasional Alas Purwo
2. Kondisi Iklim Iklim di kawasan TNAP menurut klasifikasi iklim Schemidt dan Ferguson termasuk tipe iklim E dengan Nilai Q antara 100-167% dan rata-rata curah hujan 1000-1500 mm/th, semakin ke barat daerah tersebut curah hujan semakin tinggi. Temperatur udara berkisar antara 22°–31°C dengan kelembaban udara sebesar 4085%. TNAP, khusus di wilayah Semenanjung Purwo dipengaruhi oleh angin muson yaitu angin muson barat yang basah dan angin muson timur yang kering. Angin muson barat terjadi pada bulan Oktober sampai April sehingga musim hujan berlangsung dari Bulan Oktober sampai April, sedangkan angin muson timur berlangsung pada Bulan April sampai Oktober dan pada saat itu terjadi musim kemarau. Kelembaban udara bulanan berkisar antara 51,8-76,1% dan kecepatan angin berkisar antara 5,5-14,4 knots.
3. Kondisi Geologi dan Tanah Formasi geologi pembentukan kawasan TNAP berumur Meosen atas, terdiri dari batuan berkapur dan batuan berasam. Pada batuan berkapur terjadi proses karstifikasi yang tidak sempurna, karena faktor iklim yang kurang mendukung (relatif kering), serta batuan kapur yang diperkirakan terintrusi oleh batuan lain. Di kawasan TNAP terdapat 44 buah gua. Jenis tanah di kawasan
26
TNAP terdiri atas empat kelompok, yaitu (1) Tanah komplek Mediterian MerahLitosol seluas 2.106 ha, (2) Tanah Regosol Kelabu seluas 6.238 ha, (3) Tanah Grumusol Kelabu seluas 379 ha, (4) Tanah Aluvial Hidromorf seluas 34.697 ha.
C. Kondisi Biologi Secara umum tipe hutan di Kawasan TNAP merupakan hutan hujan dataran rendah. Hutan bambu merupakan formasi yang dominan ± 40 % dari total luas hutan yang ada. 1. Flora Sampai saat ini telah tercatat sedikitnya 584 jenis tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan pohon. Berdasarkan tipe ekosistemnya, hutan di TNAP dapat di kelompokkan menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau/mangrove, hutan tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (Feeding Ground). Formasi vegetasi di TNAP terdiri atas: a. Mangrove
: 1.200 ha (terdapat 26 jenis mangrove sejati).
b. Hutan Pantai
: 750 ha (terdapat vegatasi langka seperti sawo kecik/Manilkara kauki).
c. Hutan hujan Dataran Rendah
: 36.686 ha (hampir 40% formasi bambu: 13 jenis bambu).
d. Hutan Tanaman
: 3.350 ha (jati, mahoni dan johar).
e. Savana/Padang Rumput
: 84 ha (tempat grazing area beberapa jenis
mamalia besar seperti: banteng, rusa timor, kijang dan babi hutan). Di sepanjang pantai TNAP terdapat formasi hutan pantai dengan jenisjenis
seperti
ketapang
(Terminalia
catappa),
nyamplung
(Calophyllum
inophyllum), waru laut (Hibiscus tilliaceus) dan keben (Barringtonia asiatica). Sawo kecik (Manilkara kauki) adalah tumbuhan langka khas yang terdapat di TNAP. Berdasarkan hasil inventarisasi Tahun 1993 di TNAP untuk jenis tumbuhan terdapat 449 batang tingkat pohon dan 11024 batang tingkat tiang. Di areal hutan bambu terdapat bambu manggong (Bambussa sp) yang merupakan jenis bambu endemik di TNAP.
27
2. Fauna Keanekaragaman jenis fauna di kawasan TNAP secara garis besar dapat dibedakan menjadi 4 kelas yaitu Mamalia, Aves, Pisces dan Reptilia. Satwaliar yang terdapat di TNAP terdiri atas 21 jenis mamalia, 236 jenis burung dan 20 jenis reptil. Mamalia yang diantaranya yaitu: banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), ajag (Cuon alpinus), babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), macan tutul (Panthera pardus), lutung (Trachypithecus auratus), kera abu-abu (Macaca fascicularis). Burung yang telah berhasil diidentifikasi terdiri dari burung darat dan burung air, beberapa jenis diantaranya merupakan burung migran yang telah berhasil diidentifikasi berjumlah 39 jenis. Jenis burung yang mudah dilihat antara lain: ayam hutan (Gallus gallus), kangkareng (Antracoceros coronatus), rangkong (Buceros undulatus), merak (Pavo muticus) dan cekakak jawa (Halcyon cyanoventris). Jenis reptil yang terdapat di TNAP terdiri atas penyu hijau (Celonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Erithmochelys imbricata) dan penyu abuabu (Lepidochelys olivaceae), merupakan penyu-penyu yang memanfatkan pantai TNAP sebagai tempat mendarat untuk bertelur.
D. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya 1. Kependudukan Taman Nasional Alas Purwo terletak di dua kecamatan yaitu kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo. Kecamatan Tegaldlimo dengan luas 78,5.100 km2 dihuni oleh 56.851 jiwa yang terdiri dari laki-laki 28.638 jiwa dan perempuan 28.213 jiwa. Dengan demikian kepadatan penduduknya mencapai 724 jiwa/km2. Kecamatan Purwoharjo, dengan luas 200,30 km2 dihuni oleh penduduk sejumlah 61.485 jiwa yang terdiri dari laki-laki 30.244 jiwa dan perempuan 31.241 jiwa. Desa Sumberasri merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan Resort Bedul yang dijadikan obyek penelitian. Luas Desa Sumberasri 17,76 km2 dengan jumlah penduduk sejumlah 6.393 jiwa yang terdiri dari laki-laki 2713 jiwa dan perempuan 3.680 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga Desa Sumbersari sejumlah 1.764 KK sehingga rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 4 jiwa.
28
2. Fasilitas Pendidikan Sekolah yang terdapat di dua kecamatan mulai dari SD, SMP dan SMA. Pendidikan tingkat SMP dan SMA yang tersedia lebih banyak dikelola oleh swasta. Pada tingkat SD terjadi kebalikannya, dimana sekolah negeri lebih banyak dibandingkan SD swasta yang jumlahnya hanya 8 buah dari dua kecamatan (2 SD di Tegaldlimo dan 6 SD di Purwoharjo). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa sekolah negeri untuk tingkat SMP dan SMA tidak dapat menampung lulusan dari SD negeri yang ada di dua kecamatan. Sekolah yang terdapat di Desa Sumberasri mulai dari SD dan SMP. Pendidikan dikelola oleh dua lembaga yaitu negara dan swasta. Pendidikan yang dikelola swasta yaitu 2 TK, 3 SD, 1 SMP dan dikelola oleh negara yaitu 4 SD. Desa Sumberasri memiliki jenjang pendidikan SMA.
3. Fasilitas Kesehatan Fasilitas
kesehatan
pedesaan
di
Kecamatan
Tegaldlimo,
seperti
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu berada di Desa Purwoasri, Kedungwungu, Kedungsari, Tegaldlimo, dan Karang Gebang. Sedangkan untuk Kecamatan Purwoharjo terletak di Desa Grajagan, Glagah Agung, Purwoharjo dan Bulurejo. Desa Sumberasri memiliki 1 buah Pos Kesehatan Keliling Desa dan 10 buah Pos Kesehatan Terpadu.
4. Agama Mayoritas penduduk di sekitar kawasan memeluk agama Islam, namun banyak pula yang beragama Hindu terutama di Desa Kedungasri dan Desa Kalipait. Secara umum masyarakat sekitar TNAP digolongkan sebagai masyarakat Jawa Tradisional. Bertapa, semedi, sayan (gotong-royong sewaktu mendirikan rumah), bayenan serta selamatan–selamatan lain yang berkaitan dengan pencarian ketenangan batin masih dilaksanakan. Pada hari–hari tertentu seperti 1 suro, bulan purnama, bulan mati, masyarakat datang ke kawasan TNAP untuk bersemedi.
29
5. Ekonomi Kebutuhan hidup minimum di Desa Sumberasri adalah sebesar Rp 940.000 dengan rincian untuk makanan, aneka kebutuhan, perumahan dan sandang. Penduduk yang letaknya dekat dengan TNAP memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani dan petani pemilik. Jumlah persentase mata pencaharian adalah sebagai berikut: buruh tani (37,25%), petani pemilik (24,20%), pegawai negeri (0,61%), pertukangan (0,56%), pedagang (0,33%), nelayan (0,25%) dan lain-lain (36,84%). Para petani pemilik yang lahannya sempit atau buruh tani, pada umumnya mereka mencari penghasilan sambilan ke pantai dengan cara mencari kerang, udang, reket, ikan dan lain-lain. Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan sambilan tersebut ternyata pendapatannya lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan dari pekerjaan pokoknya. Sedangkan masyarakat nelayan kebanyakan tinggal di wilayah Muncar, yang merupakan salah satu pelabuhan ikan terbesar di Jawa, dan di wilayah Grajagan. TNAP terdapat 15 objek wisata alam, dimana empat lokasi diantaranya telah dikembangkan yaitu Sadengan, Trianggulasi, Pura Luhur Giri Salaka dan Plengkung. Sedangkan 11 lokasi lainnya mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata alam yaitu Kuburan Gandrung, Kayu Aking, Perpat, Tanjung Seloka, Ngagelan, Marengan dan Segoro Anak, Batu Lawang, Pancur, Sunglon Ombo, Parang Ireng, dan Gunung Tugu. Kekayaan alam demikian merupakan asset penting dalam upaya pengembangan pariwisata alam dalam rangka mencapai salah satu misi pemanfaatan taman nasional sebagai tempat rekreasi dan pariwisata alam.
6. Bahasa Bahasa nasional yang digunakan oleh masyarakat sekitar TNAP adalah bahasa Indonesia. Dalam kesehariannya masyarakat menggunakan bahasa pergaulan lokal yaitu bahasa Jawa yang sangat erat kaitannya dengan etnis suku Jawa yang tersebar di dua kecamatan.
30
IV. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran Fauzi (2004) menyatakan sumberdaya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia.Sedangkan sumberdaya alam adalah segala sumberdaya hayati dan nonhayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan energi. Mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan satwa yang berasosiasi di dalamnya. Mangrove mempunyai fungsi fisik, ekonomis maupun ekologis yang potensial bagi keanekaragaman hayati dan kehidupan manusia. Pemanfaatan terhadap hutan mangrove bisa berbagai macam yaitu pemanfataan potensi flora dan fauna serta ekosistem hutan mangrove. Pemanfaatan yang dilakukan secara terus menerus dan berlebihan akan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas dari hutan mangrove, sehingga dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar. Masyarakat sekitar TNAP selama ini memanfaatkan hutan mangrove sebagai salah satu alternatif lapangan pekerjaan, selain itu hutan mangrove ini merupakan salah satu kawasan pelestarian alam, yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang membatasi pemanfaatan hutan. Hutan mangrove sebagai sumberdaya alam memiliki fungsi ekologis yang pada umunya tidak dapat secara langsung dinilai dengan uang. Padahal bila ditinjau dari kondisi hutan mangrove baik yang sudah rusak maupun hutan mangrove dengan kondisi yang masih baik memiliki nilai ekonomis yang sangat besar. Oleh karena ini diperlukan penilaian ekonomi yang mencakup penilaian manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan, dan manfaat keberadaan hutan mangrove serta untuk mengetahui seberapa besar kontribusi hutan mangrove bagi masyarakat sekitar hutan. Ruang lingkup penelitian ini meliputi penilaian kondisi hutan mangrove saat ini, jenis dan bentuk pemanfaatan hutan mangrove bagi masyarakat, penilaian nilai guna dan nilai bukan guna serta kontribusi hutan mangrove bagi masyarakat. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
31
Sumberdaya Hutan Mangrove
Fungsi fisik, fungsi ekologi dan fungsi ekonomi Hutan Mangrove 1. Menjaga garis pantai, mengendalikan intrusi air laut 2. Sumber plasma nutfah. 3. Hasil hutan berupa kayu, non kayu dan lahan
Perubahan ekosistem Hutan Mangrove Faktor perubah : 1. Faktor manusia (Aktivitas pemanfaatan hutan) 2. Faktor alam
Kondisi Hutan Mangrove Saat Ini
Identifikasi Pemanfaatan Hutan Mangrove
Bukan Nilai Guna
Nilai Guna
Manfaat Langsung
1. Kayu bakar 2. Ikan, udang, kepiting. 3. Wisata
Manfaat Tidak Langsung
Manfaat Pilihan
1. Penahan abrasi 2. Penyedia pakan 3. Penyedia Biodiversitas
Kuantifikasi Manfaat kedalam Nilai Ekonomi
Perhitungan Nilai Total Ekonomi
Kontribusi Hutan Mangrove Bagi Masyarakat
Gambar 4. Diagram kerangka kerja penelitian
Manfaat Keberadaan
Willingness to Pay
32
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Resort Bedul Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Penentuan lokasi dipilih secara langsung, dengan pertimbangan Resort Bedul merupakan kawasan TNAP yang berbatasan langsung dengan luar kawasan TNAP dan pemanfataan telah dilakukan oleh masyarakat. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada Tanggal 22 September sampai 9 November 2006.
C. Obyek dan Alat Penelitian Obyek penelitian yang digunakan adalah hutan mangrove Resort Bedul TNAP dan masyarakat sekitar hutan mangrove Resort Bedul yang memanfaatkan sumberdaya mangrove. Alat penelitian yang digunakan adalah kompas, meteran, data sheet, panduan wawancara, alat perekam, kamera dan alat tulis.
D. Metode Pengumpulan Data Penelitian 1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data a. Data primer yang diambil adalah: 1) Potensi sumberdaya mangrove meliputi keanekaragaman jenis flora dan fauna yang terdapat didalam hutan mangrove. 2) Pemanfaat sumberdaya mangrove, meliputi karakteristik responden meliputi umur, mata pencaharian, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, lama pengambilan hasil hutan, intensitas pemungutan hasil hutan. 3) Jenis pemanfaatan hasil dan jasa hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. 4) Pendapatan responden.
b. Data sekunder yang diambil adalah: 1) Kondisi biologi lokasi penelitian (seperti jenis flora dan fauna) 2) Kondisi sosial ekonomi lokasi penelitian (seperti monografi desa) Teknik pengumpulan data menggunakan dua teknik, yaitu teknik pengambilan potensi sumberdaya mangrove dan teknik pengambilan responden pemanfaat hasil hutan mangrove.
33
a. Potensi Sumberdaya Mangrove Teknik pengambilan data mengenai sumberdaya mangrove bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di Resort Bedul. Untuk mengetahui kondisi vegetasi digunakan yaitu dengan metode jalur berpetak/transek. Pembuatan titik sampling sepanjang 100 m dengan menggunakan metode transek dengan sudut tembak sebesar 200°. Pembagian vegetasi hutan kedalam tipe semai, pancang dan pohon. 1) Semai: permudaan mulai dari kecambah sampai anakan dengan tinggi kurang dari 1,5 m. Luas petak ukur semai yaitu 2 m x 2 m. 2) Pancang: permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. Luas petak ukur pancang yaitu 5 m x 5 m. 3) Pohon: pohon berdiameter lebih 10 cm. Luas petak ukur pohon yaitu 10 m x 10 m.
b. Pemanfaatan Hasil Hutan Mangrove Pengambilan contoh responden penelitian ini menggunakan pendekatan progressive contextualization dengan metode wawancara. Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui manfaat hutan mangrove bagi masyarakat, mengetahui kontribusi hutan mangrove bagi pendapatan rumah tangga dan menghitung nilai ekonomi hutan mangrove (Adiwibowo 1983). Jumlah responden yang didapatkan selama penelitian sebanyak 41 orang terdiri dari atas 5 orang penangkap ikan, 2 orang penangkap benur, 4 penangkap kepiting, 5 orang penangkap udang, 6 orang pencari kerang dara, 3 orang pencari kerang capar, 11 orang pencari remis dan 5 orang pemanfaat jasa hutan mangrove. Disamping itu, sebagai informan diwawancara pula petugas TNAP dan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Untuk pengambilan responden dilakukan secara acak dan bila sudah tidak menemukan informasi yang berbeda maka pengambilan responden dihentikan.
34
E. Pengolahan Dan Analisis Data Penelitian 1. Kondisi Hutan Mangrove Hasil identifikasi potensi hutan mangrove dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui keanekaragaman flora dan fauna ekosistem mangrove. Berdasarkan Soerianegara dan Indrawan (2002) metode yang dapat digunakan untuk kegiatan analisis vegetasi adalah metode jalur berpetak/transek untuk mencari nilai indeks penting (INP). Rumus yang digunakan untuk mencari INP adalah: Tingkat pohon dan pancang = INP = KR + FR + DR Tingkat semai
= INP = KR + FR
Untuk mencari KR, FR dan DR perlu diketahui parameter-parameter vegetasi dengan rumus: Kerapatan
=
Jumlah individu Luas contoh
Kerapatan relatif (KR) (%) =
Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan seluruh jenis
Dominasi
Jumlah bidang dasar Luas petak contoh
=
Dominasi relatif (DR) (%) =
Do minasi suatu jenis x 100 % Do minasi seluruh jenis
Frekuensi
Jumlah plot yang diketemukannya suatu jenis Jumlah seluruh plot
=
Frekuensi relatif (KR) (%) =
Frekuensi suatu jenis × 100 % Frekuensi seluruh jenis
Semakin tinggi INP suatu jenis maka semakin tinggi penguasaanya didalam komunitas dimana jenis tersebut tumbuh.
35
2. Pemanfatan Hutan Mangrove Jenis-jenis pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat, dilakukan tabulasi dan dijabarkan secara deskriptif. Tabulasi pemanfaatan hasil hutan mangrove dapat terlihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Jenis pemanfaatan hasil/jasa hutan bagi masyarakat No. 1. 2. 3. . . n
Hasil Hutan/Jasa Hutan
Bentuk Pemanfaatan
3. Nilai Ekonomi Sumberdaya Mangrove Penilaian manfaat ekonomi dari ekosistem hutan mangrove meliputi penilaian nilai kegunaan, nilai pilihan, nilai keberadaan. Penilaian total didapatkan dengan menjumlahkan semua nilai kegunaan, pilihan dan keberadaan. a. Nilai Kegunaan Nilai kegunaan adalah nilai dari manfaat (barang/jasa) hasil hutan yang dipungut seperti ikan, udang, kepiting, benur, kerang dan wisata. Berdasarkan rekapitulasi data hasil wawancara dengan responen, penilaian nilai kegunaan dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Manfaat langsung Tahap perhitungan untuk memperoleh nilai hasil/jasa hutan yang mempunyai nilai kegunaan pertahun. Tabel penilaian nilai manfaat langsung terjadi dalam Tabel 5 dan Tabel 6. a) Nilai hasil hutan (1) Menghitung jumlah pungutan pertahun masing-masing hasil hutan setiap pemungut. (2) Mengalikan jumlah pungutan pertahun setiap pemungut dengan nilai atau harga perunitnya. (3) Mengalikan jumlah pungutan perorang dengan luas kawasan hutan mangrove. (4) Menjumlahkan nilai-nilai manfaat kawasan.
36
Tabel 5. Perkiraan nilai hasil hutan mangrove No.
Jenis Hasil Hutan
Nilai Ratarata/orang (Rp/th)
Nilai Ratarata/kawasan (Rp/th)
Persentase (%)
1. 2. . . n
b) Jasa Hutan (1) Menghitung nilai substitusi maka didekati dari harga barang/jasa substitusinya. Tabel 6. Perkiraan nilai jasa hutan mangrove No.
Jenis Jasa Hutan
Nilai Manfaat (Rp/th)
Persentase (%)
1. 2. . . n
2) Manfaat tidak langsung Tahap perhitungan untuk memperoleh nilai kegunaan tidak langsung pertahun. Tabel perkiraan nilai tidak langsung tersaji dalam Tabel 7. a) Menghitung nilai substitusi maka didekati dari harga barang/jasa substitusinya. Tabel 7. Perkiraan nilai manfaat nilai tidak langsung hutan mangrove No.
Jenis manfaat Tidak Langsung
Nilai Manfaat (Rp/th)
Persentase (%)
1. 2. 3. . . n
b. Nilai Manfaat Pilihan Nilai manfaat pilihan atau Option Value (OV) adalah suatu nilai yang menunjukkan kesediaan seseorang untuk membayar guna melestarikan hutan mangrove dimasa yang akan datang. Nilai manfaat pilihan didekati dengan mengacu pada nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan mangrove Indonesia yaitu US $ 1.500/km2/tahun atau US $ 15/ha/tahun. Nilai ini dapat dipakai untuk hutan mangrove diberbagai daerah di Indonesia apabila ekosistem
37
hutan mangrovenya secara ekologis penting dan tetap terpelihara secara alami (Ruitenbeek 1991).
MP = MPBi Keterangan: MP
= Manfaat pilihan
MPBi = Manfaat pilihan biodiversity
c. Nilai Manfaat Keberadaan Manfaat keberadaan atau Existence Value (EV) adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan mangrove setelah manfaat lainnya dihilangkan dari analisis sehingga nilainya merupakan nilai ekonomis keberadaan suatu komponen ekosistem. Dari hasil wawancara yang diperoleh, nilai keberadaan hasil hutan berdasarkan kesediaan membayar responden (willingness
to pay), seperti dilihat pada Tabel 8. Tabel Rincian metode perhitungan tersaji dalam Tabel 9. Tabel 8. Kompilasi nilai keberadaan hutan mangrove No. 1.
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah
2.
Rata-rata SD
3.
Rata-rata SLTP
4.
Rata-rata SLTA
Nilai Valuasi (Rp)
Responden
Nilai (Rp.)
Rata-rata
Tabel 9. Metode pendekatan dalam menentukan nilai ekonomi Nilai
Barang/Jasa
Kegunaan
Dijual di sehingga harganya
Metode pasar, ada
Nilai pasar
Operasi di Lapangan Menentukan kuantitas produk yang diambil, melakukan survei pasar untuk menentukan harga produk.
Keterangan Menggunakan kuisioner dan survei pasar
38
Lanjutan Tabel 9. Metode pendekatan dalam menentukan nilai ekonomi
Pilihan
Keberdaan
Tidak dipasarkan, sehingga tidak ada harganya tetapi ada barang substitusinya maka barang/jasa didekati dari harga barang/jasa substitusinya Dianggap mempunyai nilai dimasa yang akan datang Dianggap dipelihara oleh masyarakat
Harga Substitusi
Analog
Kontingensi
Menentukan jumlah komoditas dan jasa yang diambil dan mencari substitusi yang paling mungkin, menentukan harga barang yang paling yang relevan. Menghitung nilai keanekaragaman hayati
Menggunakan kuisioner dan observasi
Menanyakan secara langsung kesediaan membayar responden
Menggunakan kuisioner
Data sekunder
Nilai ekonomi total hutan mangrove adalah dengan menjumlahkan semua nilai yaitu, nilai manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberdaan, sehingga nilai ekonomi total dapat diformulasikan sebagai berikut:
NET = ML + MTL + MP + MK Keterangan: NET
= Nilai ekonomi total
ML
= Manfaat Langsung
MTL = Manfaat Tidak Langsung MP
= Manfaat Pilihan
MK
= Manfaat Keberdaan
3. Pendapatan Rumahtangga Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh petani perbulan. Pendapatan rumahtangga petani dibedakan menjadi pendapatan dari usaha tani dan non-usaha tani. Pendapatan petani diperoleh dengan menggunakan model sebagai berikut:
I = I1 + I2 Keterangan: I
= Pendapatan rumahtangga
I1
= Pendapatan usaha tani
I2
= Pendapatan non-usaha tani
39
Untuk pendapatan rumahtangga yang diakibatkan karena adanya pemanfaatan hutan mangrove, maka digunakan analisa persentase pendapatan. Persentase pendapatan diperoleh dengan menggunakan model sebagai berikut:
dt =
dp × 100% dp + db
Keterangan: dt
= Persentase pendapatan
dp
= Pendapatan dari hutan mangrove
db
= Pendapatan usaha tani
40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Hutan Mangrove
Resort Bedul merupakan bagian dari Seksi Wilayah I Rowobendo TNAP. Formasi hutan mangrove di Kawasan TNAP hanya terdapat disekitar Teluk Grajagan (Segoro Anak) dengan luas sekitar 1000 ha. Berdasarkan data yang diperoleh dari Resot Bedul Subseksi Rowobendo, susunan hutan mangrove terdiri dari 8 marga/genus tumbuhan mangrove, yaitu api-api (Avicenia alba, Avicenia marina, Avicenia officinalis ), bakau (Rhizhopora apiculata dan Rhizhopora mucronata), Dungun (Heritheria littoralis), kendal (Cordia oblique dan Cordia subcordata), nyiri (Xylocarpus granatum dan Xylocarpus moluccensis), perpat (Sonneratia alba), tanjang (Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera cylindrica dan Bruguiera sexagula) dan tingi (Ceriops tagal, Ceriops decandra). Formasi vegetasi mangrove, walaupun luasnya relatif kecil namun keberdaannya dinilai penting, karena formasi ini merupakan habitat penting bagi satwa air seperti jenis-jenis tertentu seperti ikan dan udang, maupun bagi satwa darat. Fauna yang berasosiasi dengan hutan mangrove terbagi atas tiga kelompok besar yaitu mamalia darat, burung, reptil dan biota perairan. Untuk mamalia yang sering ditemukan adalah babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan kucing hutan (Felis bengalensis), rusa yang terdapat di hutan pantai, akan berada pada hutan bakau hanya untuk mengasin saja. Jenis-jenis burung yang berasosiasi dengan hutan mangrove adalah pecuk ular (Anhinga melanogaster), raja udang (Alcedo Caerulescens), bangau tong-tong (Leptoptilus javanicus) dan kuntul (Egretta spp). Ikan yang terdapat di perairan Resort Bedul antara lain ikan petak, kakap, brunjung, blutak, tiri, belanak, bedhul, glomoh, bang-bangan. Biota lain yang terdapat adalah reptil dan plankton. Pada hasil analisis vegetasi ditemukan 5 jenis yang terdapat di TNAP, yaitu tingi (Ceriops tagal), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), api-api (Avicenia alba), prapat (Sonneratia alba) dan nyiri (Xylocarpus granatum). Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pada tingkat semai dan pancang pada hutan mangrove didominasi oleh jenis Tingi (Ceriops tagal) dengan nilai INP untuk semai 105,98%, untuk pancang 166,54%. Sedangkan dominasi terbesar untuk
41
pohon adalah Bruguiera gymnorrhiza dengan nilai INP 130,55%. Kedua marga yang mendominasi merupakan salah satu kelompok utama (Major Elements) mangrove. Jenis-jenis kelompok utama memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Hanya hidup dalam lingkungan mangrove, tidak dapat tumbuh menyebar kedalam komunitas daratan. 2. Berperan penting dalam struktur komunitas mangrove dan mampu membentuk tegakan murni. 3. Memiliki morfologi spesifik sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, seperti adanya akar permukaan (aerial roots) dan buah vivipary. 4. Secara fisiologis memiliki mekanisme untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. 5. Relatif terisolasi secara taksonomi dari komunitas daratan, minimal pada level marga (genus) (Kusmana, et al 2003). Nilai INP terkecil adalah nyiri (Xylocarpus granatum), yaitu untuk semai 3,6%, untuk pancang 7,51% dan pohon 10,12%. Marga Xylocarpus termasuk dalam kelompok tambahan (Minor Elements) adalah famili Meliaceae (Xylocarpus granatum). Kelompok ini tidak dominan di dalam komunitas mangrove sehingga kehadirannnya tidak mencolok mata. Mereka banyak tumbuh di tepi atau batas luar habitat mangrove serta jarang membentuk tegakan atau komunitas murni (Kusmana, et al 2003). Secara rinci nilai indeks penting, dapat dilihat dalam Tabel 10. Tabel 10. Nilai indeks penting hasil analisis vegetasi di Resort Bedul TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Ceriops tagal Bruguiera gymnorrhiza Avicenia alba Sonneratia alba Xylocarpus granatum
Semai (%) 105,98 62,72 23,26 3,78 3,6
Pancang (%) 166,54 75,78 42,14 7,54 7,51
Pohon (%) 84,18 130,55 41,14 13,53 10,12
Kondisi hutan mangrove Resort Bedul, khususnya yang berbatasan langsung dengan kawasan non kawasan konservasi sudah mengalami penurunan kondisi hutan. Hal ini disebabkan banyaknya kapal-kapal nelayan yang terdapat di pinggir-pinggir hutan yang akhirnya dapat merusak vegetasi mangrove selain itu adanya gubuk-gubuk nelayan yang terdapat di pinggir hutan sehingga banyaknya
42
aktivitas manusia yang mengakibatkan degradasi kawasan hutan mangrove. Kondisi hutan mangrove yang mulai rusak dapat dilihat dalam Gambar 5.
Gambar 5. Kondisi hutan mangrove yang mulai rusak Faktor yang menyebabkan penurunan kondisi hutan mangrove yang berbatasan langsung dengan masyarakat. Faktor-fakrtor tersebut adalah kurangnya lowongan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan, lemahnya sistem pengamanan yang dilakukan di Resort Bedul yang berhubungan langsung dengan kawasan luar non hutan konservasi, banyaknya komoditas yang bersifat komersial yang dapat diambil atau dipungut dari hutan yang sebagian tidak dipungut bayaran serta mudahnya akses masuk kedalam hutan yang dapat dicapai langsung baik dengan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat.
B. Pemanfaatan Hutan Mangrove Oleh Masyarakat 1. Hasil Hutan Mangrove Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat
Masyarakat pemanfaat hasil hutan mangrove melakukan penangkapan terhadap biota-biota perairan yang terdapat di areal hutan dan sepanjang sungai Segoro Anak. Penangkapan biota oleh masyarakat biasanya dilakukan masih secara tradisional dengan menggunakan peralatan seadanya. Bentuk pemanfaatan hasil hutan terdiri dari dua pemanfaatan yaitu dijual dan dikonsumsi sendiri serta hanya dijual. Hasil hutan yang dijual dan dikonsumsi terdiri dari ikan dan tiram.
43
Pemanfaatan yang dijual terdiri dari benur/anakan udang, udang, kepiting, kerangkerangan (kerang dara, kerang capar, kerang pensil) dan remis. Penangkapan ikan oleh nelayan biasanya dilakukan pada siang dan menggunakan jaring dan perahu. Pengambilan ikan di Segoro Anak ikan hanya dilakukan oleh nelayan yang memiliki perahu-perahu kecil. Ikan yang ditangkap adalah ikan-ikan liar yang sudah banyak terdapat diperairan Segoro Anak. Jenis ikan yang didapat adalah ikan brujung, bedhul dan glomo. Alat tangkap yang digunakan untuk mencari ikan dapat dilihat dalam Gambar 6.
Gambar 6. Jaring dan perahu sebagai alat tangkap ikan Penangkapan udang biasanya menggunakan jaring yang diletakkan didasar sungai. Nelayan akan mengambil udang pada pagi harinya setelah semalaman jaring itu dipasang. Udang yang didapatkan oleh masyarakat biasanya langsung dijual dipasaran oleh nelayan secara langsung. Alat tangkap udang dipasang dengan bantuan tancang yang terlihat dalam Gambar 7.
44
Gambar 7. Tancang sebagai penambat jaring udang Selain udang yang sudah besar yang diambil masyarakat juga mengambil benur/anakan
udang,
pengambilan
benur
biasanya
dilakukan
dengan
menggunakan jaring yang rapat kemudian dimasukkan kedalam ember. Pengambilan udang biasanya dilakukan pada siang hari. Pengambilan benur dilakukan hanya jika ada pemesanan. Daerah pemasaran benur dilakukan di sekitar Banyuwangi, biasanya benur dijual pada petambak-petambak yang membutuhkan benih udang. Gambar benur dan alat dapat dilihat dalam Gambar 8.
a.
b.
Gambar 8. a. Anakan udang (benur); b. Alat tangkap benur Kerang yang terdapat di Resort Bedul ada tiga jenis yaitu kerang dara, kerang capar dan kerang pensil. Untuk beberapa tahun belakangan ini kerang pensil yang terdapat di Resort Bedul sudah tidak muncul, baru akhir Tahun 2006
45
ini mulai muncul kembali itupun masih dengan ukuran kecil-kecil sehingga masyarakat masih belum mengambil kerang dara. Ketidakmunculan kerang pensil ini diakibatkan banyaknya lumpur sehingga pengambilan kerang pensil menjadi sulit. Pengambilan kerang dara nelayan hanya membutuhkan tempat untuk hasil karena nelayan menyelam langsung kedalam dasar sungai. Kerang pensil dan kerang capar cukup menggunakan parang atau cangkul karena masyarakat mengambil kerang pensil dan kerang dara pada saat air di sungai Segoro Anak mulai surut. Nilai ekonomis dari ketiga jenis kerang berbeda, nilai kerang dara jauh lebih mahal dibandingkan dengan kerang pensil. Kerang capar memiliki nilai ekonomi paling kecil. Pada saat ini masyarakat lebih banyak mengambil kerang dara dari pada kerang capar sebagai tambahan ekonomi keluarga. Kerang-kerang yang didapatkan biasanya langsung dijual kepada konsumen. Gambar kerang capar dan kerang dara dapat dilihat dalam Gambar 9.
a.
b.
Gambar 9. a. Kerang capar; b. Kerang dara Penangkapan kepiting digunakan pancing yang berbentuk segitiga yang terbuat dari kawat. Hasil penangkapan kepiting oleh nelayan di jual ke pasar. Kepiting yang terdapat di Resort Bedul berdasarkan ukurannya dibedakan menjadi tiga yaitu kepiting yang berukuran kecil dengan harga jual Rp 5.000/kg, kepiting berukurang sedang dengan harga jual Rp 10.000/kg dan kepiting berukuran besar dengan harga jual Rp 15.000/kg. Kepiting dan alat yang digunakan untuk menangkap kepiting dapat dilihat dalam Gambar 10.
46
a.
b.
Gambar 10. a. Kepiting; b. Alat tangkap kepiting Hasil hutan yang dihasilkan selain dapat langsung dimanfaatkan sekitar mangrove, ada juga pemanfaatan yang hanya berasal dari hutan mangrove. Hasil hutan yang hanya berasal dari mangrove adalah remis. Pengambilan remis biasanya hanya terjadi secara musiman. Pengambil remis biasanya berasal dari Dusun Bloksolo yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove, ada yang berpasangan ada pula yang hanya kaum pria. Remis yang didapatkan di jual oleh masyarakat kepada pengumpul yang kemudian akan dijual keluar kota seperti Blitar dan Jogjakarta. Gambar remis dapat dilihat dalam Gambar 11.
a. b.
Gambar 11. a. Hasil hutan remis; b. Remis yang siap diangkut Pengambilan tiram sekarang sudah mulai tidak dilakukan oleh masyarakat, biasanya tiram diambil masyarakat setiap hari. Pengambilan tiram dilakukan dengan cara menyelam didasar mangrove, dan mengambil akar mangrove yang
47
ditempeli tiram kemudian dimasukkan kedalam tempat penyimpanan. Setelah mencapai darat tiram yang didapat kemudian dibakar agar cangkang tiram membuka sehingga mudah di ambil isi tiram. Waktu kerja nelayan (nelayan utama dan nelayan sampingan) untuk penangkapan biota perairan tergantung dari pasang surut air, untuk pengambilan kerang pensil dan kerang capar hanya dapat diambil jika sungai sedang surut. Terkadang hasil hutan mangrove hanya dapat diambil pada musim tertentu, seperti remis yang pengambilannya dilakukan pada bulan September sampai Desember. Sebagian besar hasil penangkapan biota perairan di Resort Bedul TNAP oleh masyasarat dijual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 2. Jasa Hutan Mangrove Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat
Jasa hutan mangrove yang terdapat di Resort Bedul meliputi wisata, transportasi dan tempat tinggal. Jasa hutan mangrove masih ada yang masih dalam rencana seperti kegiatan wisata. Kegiatan wisata di hutan mangrove masih dalam rencana antara Desa Sumberasri dan Balai TNAP. Saat ini Desa Sumberasri sedang melaksanakan berbagai pembangunan desa seperti perbaikan jalan, pembuatan darmaga yang kesemua bertujuan untuk menunjang kegiatan wisata. Tema wisata yang dapat dikembangkan di daerah Resort Bedul dan Desa Sumberasri adalah jenis wisata bahari. Paket wisata yang dapat dikembangkan adalah paket pengenalan mangrove dan ekosistem didalamnya. Paket ini dapat menggunakan boat di sepanjang jalur sungai yang membentang, sehingga pengunjung dapat menikmati pemandangan kanan-kiri sungai Segoro Anak baik mangrove maupun satwa-satwa yang berasosiasi dengan hutan mangrove dan paket yang kedua adalah adanya jembatan ditengah kawasan untuk pengamatan ekosistem mangrove. Transportasi di Resort Bedul ada dua yaitu perahu dan truk. Perahu di Resort Bedul biasanya digunakan untuk mengantar pemungut hasil hutan yang lain ke lokasi kerja, seperti pengambil remis, pengambil kerang dan pengambil tiram. Pemilik perahu adalah masyarakat yang tinggal di daerah dekat hutan. Transportasi truk disini adalah untuk mengangkut hasil remis yang didapatkan oleh masyarakat. Biasanya truk-truk ini berasal dari pengepul yang remis yang ada di desa. Biaya truk biasanya sudah ditanggung dari pengepul, sehingga
48
nelayan hanya meletakkan perolehan remis di pinggir sungai yang kemudian akan diangkut truk menuju tempat pengepul. Salah satu bentuk transportasi di Resort Bedul dapat dilihat dalam Gambar 12.
Gambar 12. Perahu sebagai alat tranportasi mangrove Masyarakat memanfaatkan kawasan pinggir hutan mangrove sebagai tempat tinggal. Rumah yang dibangun oleh masyarakat lebih tepanya disebut sebagai gubuk, karena rumah-rumah yang ada hanya berupa ruangan ruangan kecil untuk istirahat. Mereka yang tinggal didalam kawasan mangrove adalah nelayan, petani dan pengepul remis. Luas lahan yang digunakan untuk membuat gubuk-gubuk tiap kepala keluarga adalah 15 meter persegi. Jumlah gubuk yang terdapat di dalam kawasan hutan mangrove sebanyak 3 gubuk. Jumlah gubuk ini sudah berkurang sejak adanya larangan dari petugas TNAP, namun karena matapencaharian masyarakat terletak di dalam kawasan maka gubuk-gubuk tersebut mulai dibangun kembali oleh nelayan untuk tujuan beristirahat.
C. Penilaian Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove 1. Manfaat Langsung a. Nilai Hasil Hutan
Kegiatan pengambilan biota perairan di Resort Bedul yang dapat memberikan nilai ekonomi langsung adalah pengambilan ikan, udang, benur, kepiting, kerang dan remis. Dalam menghitung nilai langsung ini, dilakukan
49
pendekatan langsung berdasarkan harga pasar komoditas. Pendekatan untuk menghitung jumlah jenis produk langsung yang dapat dinikmati masyarakat dari hutan mangrove dikalikan dengan harga pasar yang berlaku dari setiap unitnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 11. Tabel 11. Nilai hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat No.
Komoditas
1.
Ikan (Kg) a. Ikan Bandeng b. Ikan Glomo Kepiting (Kg) a. Kecil b. Sedang c. Besar Udang (Kg) Remis (Kg) Kerang (Kg) a. Kerang dara b. Kerang capar Benur (Ekor)
2.
3. 4. 5.
6.
Pengambilan perhari
Harga Pasar (Rp)
Nilai Manfaat (Rp)
3 2
17.000 2.500
12.240.000 1.200.000
4 3 1 3 100
5.000 10.000 15.000 10.000 300
4.800.000 7.200.000 3.600.000 7.200.000 3.600.000
3 4 5000
14.000 2.500 3
10.800.000 2.400.000 3.600.000
Biaya (Rp) 1.920.000
Manfaat Bersih (Rp) 11.520.000
920.000
14.680.000
1.200.000 1.010.000
6.000.000 2.590.000
1.820.000 1.250.000 250.000
8.980.000 1.150.000 3.350.000
Nilai hasil hutan mangrove diperoleh dengan cara menjumlahkan semua komoditas yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk nilai komoditas kawasan Resort Bedul, terlihat dalam Tabel 12. Tabel 12. Nilai Hasil hutan yang dimanfaatkan perkawasan No.
Jenis Hasil Hutan
1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Ikan Nilai Udang Nilai Benur Nilai Kepiting Nilai Kerang a. Kerang Dara b. Kerang Capar Nilai Remis Total
6.
Nilai Ratarata/orang (Rp/th) 11.520.000 6.000.000 3.350.000 14.680.000
Pemanfaat Hasil Hutan (orang) 5 10 2 10
Nilai Ratarata/kawasan (Rp/th) 57.600.000 60.000.000 6.700.000 146.800.000
Persentase (%)
8.980.000 1.150.000 2.590.000
10 15 23 75
89.000.000 17.250.000 59.570.000 436.920.000
20,37 3,95 13,63 100
13,18 13,73 1,54 33,60
Berdasarkan tabel di atas terlihat hutan mangrove Resort Bedul memiliki nilai hasil hutan yang sangat besar yaitu Rp 436.920.000/tahun. Nilai yang terbesar adalah nilai kepiting yaitu sebesar Rp 146.800.000/tahun, hasil pengambilan kepiting perhari yang sedikit dengan harga jual kepiting relatif mahal menyebabkan nilai ekonomi yang didapat lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas lain.
50
b. Nilai Jasa Hutan
Nilai jasa hutan diperoleh dari pendapatan, keuntungan dan biaya pengganti yang diterima atau dikeluarkan oleh responden selama satu tahun. Dalam menghitung nilai langsung ini, dilakukan pendekatan langsung berdasarkan nilai dan harga yang berlaku. Potensi wisata yang dapat dikembangkan di Resort Bedul dan Desa Sumberasri adalah jenis wisata bahari. Biaya yang dibutuhkan untuk membangun semua fasilitas yang ada adalah sebesar Rp 30.800.000 dengan asumsi bangunan ini akan bertahan sampai 10 tahun. Untuk paket menaiki boat dianggap perkelompok dengan membayar Rp 335.000/10 orang dan diasumsikan pengunjung yang datang berkelompok hanya ada satu kelompok perminggu. Untuk paket jembatan dengan asumsi yang datang tiap minggunya sebanyak 25 orang dengan tiket masuk Rp 5.500 perorang (termasuk penyewaan boot). Nilai wisata untuk hutan mangrove Resort Bedul sebesar Rp 19.600.000/tahun. Nilai tranportasi dihitung berdasarkan nilai perahu motor yang digunakan pemanfaat hasil hutan untuk menuju lokasi kerja, waktu kerja perahu motor adalah sepanjang tahun. Biaya penggunaan perahu perorang sebesar Rp 3000, perahu akan jalan jika penumpang sudah penuh. Biaya yang dikeluarkan adalah untuk pembelian solar 10 liter, sehingga nilai hutan mangrove dari transportasi sebesar Rp 14.400.000/tahun. Penggunaan truk oleh masyarakat adalah pada saat musim remis, truk digunakan untuk memuat remis dari pinggir hutan mangrove ke pengumpul. Nilai hutan mangrove dari transportasi sebesar Rp 21.000.000/tahun. Penghitungan nilai hutan mangrove untuk tempat tinggal dengan menggunakan nilai pengganti. Responden yang tinggal di dalam kawasan TNAP tidak dibebani biaya sewa atau biaya lainnya atas lahan hutan yang dipakainya. Gubuk yang terdapat di dalam kawasan Resort Bedul sebanyak 3 gubuk. Nilai tempat tinggal digunakan pendekatan biaya sewa tanah kosong di Desa Sumberasri yaitu Rp 24.000/m2. Nilai hutan mangrove dari tempat tinggal sebesar Rp 1.080.000/tahun.
51
2. Manfaat Tidak Langsung
Nilai manfaat tidak langsung dari hutan mangrove Resort Bedul terdiri dari fungsi ekologis, fungsi fisik dan fungsi biologis, yaitu penahan intrusi dan abrasi air laut, penjaga kestabilan siklus makanan dan penyedia karbon. a. Penahan Intrusi dan Abrasi Air Laut Intrusi air laut dapat terjadi secara alami melalui proses abrasi dan sedimentasi. Selain itu, berbagai bentuk kegiatan manusia seperti pengambilan batu karang, penebangan hutan bakau, pembuatan tambak, pembukaan lahan pemukiman dan pengambilan air tanah yang tidak terkontrol juga menjadi penyebab utama terjadinya interusi air laut (Alfian 2004). Di Resort Bedul TNAP berbagai kegiatan yang dapat menyebabkan terjadi intrusi air laut yang disebabkan oleh manusia kecil kemungkinannya terjadi, sebab kegiatan manusia yang dilakukan di dalam kawasan hutan sangat sedikit selain itu setelah hutan mangrove terdapat hutan jati yang dimiliki oleh Perum Perhutani. Intrusi yang terjadi di kawasan hutan mangrove di Resort Bedul sebagian besar terjadi secara alami. Fungsi fisik sebagai pemecah gelombang ini dapat didekati dengan cara menghitung biaya yang dilakukan untuk membangun breakwater disepanjang pantai yang dilindungi hutan mangrove. Menurut Aprilwati (2001) dalam Handayani (2004) untuk membuat breakwater dengan ukuran 1m x 11m x 2,5m (pxlxt) dengan daya tahan 10 tahun dibutuhkan biaya Rp 4.163.880. Dengan asumsi harga barang untuk membeli bangunan sebanding dengan kenaikan harga bahan bakar mobil khususnya premium maka persen kenaikan harga barang saat ini adalah 38,89%. Biaya pembuatan breakwater sebesar Rp 5.783.212,93 dan untuk pertahunnya sebesar Rp 578.321,29. Nilai manfaat bersih berdasarkan panjang pantai adalah sebesar Rp 1.098.810.451/tahun. b. Penjaga Kestabilan Siklus Makanan Manfaat hutan mangrove sebagai penjaga kestabilan siklus makanan di hutan mangrove, perhitungannya didekati dengan potensi hasil tangkapan semua hasil biota perairan sekitar hutan mangrove. Potensi rata-rata pertahun tangkapan ikan sebanyak 17.550 kg/th, kerang dara sebanyak 4.860 kg/th, udang sebanyak 4050 kg/th, rajungan 2.160 kg/th, kepiting 2.160 kg/th, nener sebanyak 2.700.000 nener/tahun, kerang capar sebanyak 3.240 kg/th. Dengan biaya-biaya yang
52
dibutuhkan untuk penangkapan sebesar Rp 15.370.000/th, maka nilai sebagai penjaga siklus makanan dihitung dengan cara mengkalikan jumlah tangkapan dengan harga biota kemudian dikurangi biaya-biaya. Nilai sebagai penjaga siklus makanan sebesar Rp 348.590.000/tahun. c. Penyedia Karbon Menurut Hilmi (2003), dengan potensi tegakan 66 m3/ha dapat dihasilkan kandungan karbon sebesar 19,926 kg/ha. Berdasarkan hasil penelitian di Resort Bedul didapatkan potensi tegakan hutan mangrove sebesar 33 m3/ha maka dihasilkan kandungan karbon sebesar 9,963 kg/ha dengan luas mangrove Resort Bedul seluas 1000 ha. Dengan harga jual carbon/kg=US $ 10/ton (dengan nilai tukar Rp 8800) maka nilai manfaat bersih penyedia karbon sebesar Rp. 87.674.400/tahun.
3. Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan muncul diakibatkan individu bisa menghargai nilai pilihan mangrove yang dapat digunakan pada waktu yang akan datang. Tambahan/premi yang ditempatkan pada pemeliharaan suatu sistem mangrove dan fungsi serta sumberdayanya untuk digunakan di masa yang akan datang. Nilai pilihan dianggap istimewa jika satu keraguan akan nilai masa depan tetapi mungkin mempunyai nilai tinggi, dan terjadi eksploitasi atau konversi yang tidak dapat dihentikan. Nilai ini dapat dipakai untuk hutan mangrove diberbagai daerah di Indonesia apabila ekosistem hutan mangrovenya secara ekologis penting dan tetap terpelihara secara alami. Nilai pilihan hutan mangrove dapat dihitung dengan mendekati nilai keanekaragaman hayati hutan mangrove Indonesia yaitu US $ 1.500/km/tahun atau US $ 15/ha/tahun. Dengan luas hutan mangrove 1000 ha dan nilai tukar rupiah pada tangga l4 November 2006, dengan nilai jual sebesar Rp 8700 dan nilai beli sebesar Rp 8900 sehingga rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah Rp 8800. Nilai pilihan hutan mangrove Resort Bedul berdasarkan kurs rupiah terhadap dolar adalah sebesar Rp 132.000.000/tahun.
53
4. Manfaat Keberadaan
Nilai keberadaan ekosistem hutan mangrove hutan mangrove Resort Bedul dihitung dengan menggunakan contingent valuation method (CVM), pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfataan) sumberdaya alam (Fauzi 2004). Metode kontingen adalah metode valuasi melalui survei langsung mengenai penilaian respon secara individual dengan cara menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) terhadap suatu komoditi lingkungan (Kusumastanto 2000). Berdasarkan data yang diperoleh dari 41 responden yang bersedia untuk membayar hanya 26 orang hal ini disebabkan masih rendahnya pengetahuan hutan mangrove bagi kehidupan manusia. Dari data yang diperoleh semakin tinggi tingkat pendidikan cenderung akan memberikan nilai keberadaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berpendidikan lebih rendah. Rincian hasil rekapitulasi nilai keberadaan berdasarkan tingkat pendidikan dapat terlihat dalam Tabel 13. Tabel 13. Rekapitulasi nilai keberadaan berdasarkan tingkat pendidikan No. 1.
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah
2.
SD
3.
SLTP
4.
SLTA
Nilai Valuasi (Rp) 0-5.000 10.000-20.000 Rata-rata 0-5.000 10.000-20.000 25.000-50.000 55.000-100.000 Rata-rata 0-5.000 10.000-20.000 25.000-50.000 55.000-100.000 150.000-300.000 Rata-rata 0-5.000 10.000-20.000 25.000-50.000 55.000-100.000 150.000-500.000 Rata-rata
Responden 5 1 10 11 3 1 2 4 1 1 1 2 -
Nilai (Rp.) 0 10.000 1.667 15.000 110.000 130.000 100.000 14.200 0 50.000 50.000 100.000 0 25.000 0 20.000 100.000 0 0 40.000
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat dalam Lampiran 3, dapat disimpulkan nilai keberadaan hutan mangrove Resort Bedul yang diberikan oleh masyarakat adalah sebesar Rp 28.716.279,48/tahun.
54
5. Nilai Total Hutan Mangrove
Hutan mangrove Resort Bedul memiliki beberapa nilai penting, yaitu nilai ekologi, ekonomi, estetika dan edukasi atau dapat dikatakan memiliki nilai manfaat yang beragam. Mulai manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan keberadaan. Berdasarkan hasil identifikasi seluruh manfaat hutan mangrove yang didapatkan di kawasan hutan Resort Bedul, maka selanjutnya dilakukan kuantifikasi manfaat hutan mangrove secara keseluruhan. Nilai manfaat total hutan mangrove dapat diketahui setelah menjumlahkan hasil dari penilaian terhadap manfaat hutan mangrove secara keseluruhan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai total ekonomi hutan mangrove Kategori Manfaat
Nilai Manfaat Ekonomi (Rp/Th) Manfaat Langsung* 436.920.000 Manfaat Tidak Langsung** 1.535.074.851 Manfaat Pilihan** 132.000.000 Manfaat Keberdaan* 28.716.279,48 TOTAL 2.132.711.130,48 Keterangan: * = Perhitungan langsung berdasarkan responden
Persentase (%) 20,49 71,98 6,19 1,35 100
** = Perhitungan berdasarkan literatur
Tabel 14 menunjukkan bahwa total nilai manfaat hutan mangrove yaitu sebesar Rp 1.958.851.130,48/tahun. Dilihat dari proporsi masing-masing manfaat terhadap nilai total ekonomi hutan mangrove di Resort Bedul nilai paling tinggi adalah manfaat tidak langsung sebesar 78,36% hal ini membuktikan bahwa nilai ekologi mangrove sangatlah penting bagi kehidupan manusia yaitu melindungi manusia dari intrusi dan abrasi air pantai serta memasok oksigen bagi manusia. Manfaat langsung hutan mangrove sebesar 13,43% membuktikan bahwa hutan mangrove memiliki peranan yang cukup besar yang dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat, terutama sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Nilai terkecil dari proporsi dari total nilai manfaat hutan mangrove yaitu nilai keberadaan sebesar 1,47%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaraan masyarakat akan pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan mereka masih kecil. Masyarakat masih belum menyadari dampak yang akan di timbulkan jika hutan mangrove sekitar tempat tinggal mengalami penurunan luasan dan kerusakan sehingga keinginan
55
masyarakat untuk menganti biaya kelestarian hutan mangrove dimasa yang akan datang masih rendah. Penilaian total manfaat hutan mangrove di Resort Bedul TNAP menunjukkan hutan mangrove memiliki manfaat dan fungsi yang penting dan hal ini tidak hanya dilihat dari nilai ekonomi saja, tetapi juga nilai ekologis bagi kehidupan yang ada disekitarnya. Oleh karena itu keberdaan hutan mangrove harus tetap dijaga dan dipelihara dengan baik kelestariannya karena itu juga salah satu fungsi pokok taman nasional. Kelestarian hutan mangrove bukan hanya tanggung jawab pihak pengelola khusunya pengelola TNAP tetapi juga harus ada kerjasama dengan masyarakat sehingga masyarakat dapat membantu terjaganya ketersediaan sumberdaya ekosistem hutan mangrove tetap terjamin dengan baik dan lestari.
D. Kontribusi Mangrove Terhadap Pendapatan Rumahtangga
Masyarakat sekitar hutan mangrove bermatapencaharian sebagai petani (petani milik dan buruh tani), nelayan dan berwiraswasta. Sebagian dari masyarakat itu memanfaatkan hutan mangrove hanya sebagai pekerjaan sampingan dan sebagian menjadikannya sebagai pekerjaan utama. Jenis pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar desa adalah pertanian lahan kering. Sebagian besar responden merupakan petani buruh, karena sebagian besar lahan yang mereka garap merupakan lahan pembagian dari Perum Perhutani dengan pembagian rata-rata masyarakat mendapatkan 0,25 ha.. Masyarakat melakukan sistem tumpang sari terhadap tanaman utama perhutani yaitu Jati dengan tanaman palawija seperti kedelai dan cabai. Bidang pertanian yang dilakukan oleh pemanfaat sumberdaya mangrove biasanya dilakukan sebagai pekerjaan utama dan sampingan. Masyarakat yang bekerja di bidang pertanian sebagai pekerjaan utama sebanyak 23 orang (53,49%) dan kegiatan pemanfaatan hutan mangrove sebagai pekerjaan utama sebanyak 16 orang (37,21%). Dari hasil penelitian diperoleh kisaran pendapatan perbulan antara Rp 300.000 - Rp 1.400.000 perbulan, dengan rata-rata tingkat pendapatan sebesar Rp 852.317. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan yang cukup lebar
56
dalam hal tingkat pendapatan perbulan antara kategori pendapatan rendah dengan kategori pendapatan tinggi. Masyarakat pemanfaat hutan mangrove memiliki ketergantungan akan kondisi lingkungan alam yang ada terhadap pekerjaan/mata pencaharian sangat besar. Kontribusi hutan mangrove disini dilihat dari seberapa banyak penghasilan yang diterima oleh responden didapatkan dari hasil perikanan. Rincian kontribusi sumberdaya hutan mangrove terhadap pendapatan rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan rumahtangga No. 1. 2. 3. 4.
Ketergantungan Responden (%) 0-25 26-50 51-75 76-100 Total
Jumlah 1 5 15 20 41
Persentase (%) 2,44 12,20 36,58 48,78 100
Jumlah responden yang memiliki persentase besar terhadap kontribusi hutan mangrove dengan kriteria nilai pendapatan yang didapatkan dari hasil perairan lebih dari 50% sebanyak 35 orang dengan presentase sebesar 85,36% dan persentase kontribusi kurang dari 50% adalah sebesar 6 orang dengan persentase sebesar 14,64%. Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa kontribusi hutan mangrove dalam menambah penghasilan keluarga lebih besar dari pada pendapatan masyarakat sebagai petani.
E. Pelestarian Hutan Mangrove
Masyarakat wilayah pesisir, khususnya yang berkaitan dengan hutan mangrove secara turun temurun telah melaksanakan berbagai kegiatan praktek pemanfaatan hutan mangrove sebagai sumber ekonominya, maupun sebagai perlindungan sehingga masyarakat berusaha agar hutan tetap lestari (Harja 2001). Hutan mangrove Resort Bedul memiliki manfaat yang tinggi yaitu manfaat ekonomi dan manfaat ekologi. Manfaat ekologi secara tidak disadari memiliki nilai ekonomis baik yang dirasakan langsung oleh manusia seperti obat-obatan mangrove dan nilai alami yaitu sebagai penjaga kestabilan siklus makanan. Manfaat ekonomi hutan mangrove adalah manfaat langsung seperti biota perairan dan manfaat tidak langsung seperti penahan abrasi dan intrusi air laut. Dengan
57
adanya manfaat yang dimiliki hutan mangrove masyarakat Resort Bedul menyadari pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan, sehingga masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga kelestarian mangrove. Mekanisme pemanfaatan hutan mangrove mengacu pada kebijakan khusus petugas taman nasional yaitu diperbolehkannya masyarakat sekitar hutan untuk mencari hasil hutan selain kayu bakar. Petugas taman nasional menetapkan kawasan-kawasan khusus yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu bagianbagian yang diperbolehkan diambil yang berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Perlidungan Hutan dan Konservasi Alam (2007) telah diubah statusnya menjadi zona tradisional yaitu sebelah Timur laut kawasan TNAP dan tepi bagian selatan kawasan TNAP yang berbatasan dengan zona rimba dan zona rehabilitasi. Bukti nyata hutan mangrove Resort Bedul masih baik adalah susunan vegetasi mangrove yang masih lengkap dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan. 1. Vegetasi Mangrove Masih Lengkap
Hutan mangrove Resort Bedul masih memiliki formasi hutan yang masih lengkap untuk melindungi fungsi hutan mangrove. Formasi hutan yang terdapat di Resort Bedul dimulai dengan adanya api-api (Avicenia alba) dan sonnetaria (Sonneratia alba) sebagai pioner, dan dibelakangnya terdapat jenis (Xylocarpus granatum), tingi (Ceriops tagal), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza). Kerapatan masing-masing jenis terlihat dalam Tabel 16. Tabel 16. Kerapatan jenis vegetasi No.
Jenis
1. 2. 3. 4. 5.
Ceriops tagal Bruguiera gymnorrhiza Avicenia alba Sonneratia alba Xylocarpus granatum
Semai (Pohon/ha) 93.750 50.500 10.250 1750 1500
Pancang (Pohon/ha) 3040 1160 520 80 120
Pohon (Pohon/ha) 270 360 100 40 20
Tabel 18 menunjukkan kerapatan yang relatif tinggi untuk masing-masing jenis tanaman. Kerapatan hutan mangrove semakin rapat pada bagian selatan dari Resort Bedul. Hal ini disebabkan daerah-daerah tersebut tidak ada kegiatan manusia.
58
2. Kesadaran Masyarakat
Kegiatan masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan mangrove melalui beberapa cara yaitu tidak menebang kayu dan melakukan penanaman mangrove. Kegiatan tidak menebang kayu mangrove merupakan kesadaran masyarakat sendiri, masyarakat menyadari bahwa mangrove dapat melindungi dari gelombang tsunami yang telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Masyarakat sekitar hutan mangrove mempercayai bahwa hutan mangrove yang ada adalah Pagar Pulau Jawa. Bentuk lain dari kepedulian masyarakat terhadap hutan mangrove adalah sebagian masyarakat yang tinggal dan pemanfaat lain di hutan mangrove melakukan penanaman pohon-pohon mangrove. Penanaman pohon ini merupakan kesadaran masyarakat sekitar hutan sendiri. Mekanisme penanaman pohon oleh masyarakat perlu diperbaharui sebab pohon yang ditanam oleh masyarakat masih belum memenuhi standarisasi penanaman pohon mangrove yang benar. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Perlidungan Hutan dan Konservasi Alam (2007) perubahan zonasi Resort Bedul menjadi Zona pemanfaatan, khususnya blok Segoro Anak sebagai zona tradisional. Zona tradisional diperuntukkan untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfataan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup (Peraturan Mentri No. 56 2006). Suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai zona tradisonal apabila memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat stempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. 2. Wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan, dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional, meliputi: 1. Perlindungan dan pengamanan. 2. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat. 3. Pembinaan habitat dan populasi.
59
4. Penelitian dan pengembangan. 5. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku. Penetapan zona yang baru yaitu zona pemanfaatan dan zona tradisional diharapkan pemanfaatan potensi mangrove oleh masyarakat setempat dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya dapat tercapai dan hutan mangrove yang ada tetap lestari. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah pengendalian pengambilan, pengontrolan dan pengawasan oleh petugas taman nasional.
60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Resort Bedul merupakan bagian dari Seksi Wilayah I Rowobendo TNAP. susunan vegetasi yang terdapat seperti tingi (Ceriops tagal), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), api-api (Avicenia alba), prapat (Sonneratia alba) dan nyiri (Xylocarpus granatum). Kondisi hutan mangrove Resort Bedul yang masih baik ditunjukkan dengan banyaknya satwa-satwa yang berasosiasi antara lain mamalia yaitu babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan kucing hutan (Felis bengalensis) dan burung yaitu pecuk ular (Anhinga melanogaster), raja udang (Alcedo Caerulescens), bangau tong-tong (Leptoptilus javanicus) dan kuntul (Egretta spp). 2. Nilai total hutan mangrove sebesar Rp 2.132.711.130,48/th terdiri dari manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan. Nilai manfaat terbesar terdapat pada nilai manfaat tidak langsung sebanyak 78,36%. Hal ini membuktikan bahwa nilai ekologi mangrove sangat penting bagi kehidupan manusia yaitu mencegah intrusi dan abrasi air pantai serta menghasilkan oksigen bagi manusia. Pemanfaatan langsung hutan mangrove terdiri dari pemanfaatan nilai hasil hutan yaitu ikan, udang, kepiting, kerang, tiram, benur dan remis. Pemanfaatan jasa hutan mangrove yaitu jasa transportasi, tempat tinggal dan wisata. 3. Kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan rumahtangga tergolong besar yaitu > 50% sebanyak 35 orang. Hal ini membuktikan hutan mangrove memiliki manfaat yang besar untuk menambah pendapatan rumahtangga masyarakat walaupun hanya dari biota perairan. Jasa wisata yang akan dikembangkan di Resort Bedul diharapkan dapat menambah penghasilan bagi masyarakat, khususnya masyarakat Desa Sumberasri yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove Resort Bedul.
61
B. SARAN
1. Melakukan kegiatan penyuluhan terhadap masyarakat. Kegiatan penyuluhan yang dapat diberikan antara lain: a. Teknik penanaman dan pemeliharaan bibit mangrove b. Manfaat lain mangrove seperti bahan pangan dan obat-obatan mangrove Pemberian penyuluhan mengenai hal diatas diharapkan masyarakat dapat melakukan penanaman dan pemeliharaan bibit mangrove. Pemanfaatan alternatif hutan mangrove selain biota perairan sebagai dengan tidak merusak hutan mangrove. Kegiatan penyuluhan dilakukan pada sore atau malam hari, karena sebagian besar penduduk Desa Sumberasri akan berada di sawah/ladang pada siang hari. Metode penyuluhan diberikan dengan mengumpulkan masyarakat pada satu tempat. 2. Pengambilan biota perairan yang berlebihan akan menyebabkan berkurangnya kekayaan jenis biota perairan yang terdapat di Resort Bedul. Penetapan pengambilan biota mangrove seperti jenis-jenis biota yang boleh diambil, quota pengambilan, waktu pengambilan oleh masyarakat sehingga kelestarian Resort Bedul masih tetap terjaga. 3. Perlu mengembangkan paket-paket wisata mangrove yang di Resort Bedul yang ramah lingkungan seperti paket pengenalan mangrove dan Ekosistem. Paket menggunakan boat di sepanjang jalur sungai yang membentang, sehingga pengunjung dapat menikmati pemandangan kanan-kiri sungai Segoro Anak yaitu hutan mangrove dan satwa yang berasosiasi. Paket lain yang dapat dikembangkan adalah jembatan ditengah kawasan untuk pengamatan ekosistem mangrove. Persiapan yang harus dilakukan oleh pengelola
untuk
pengembangan
wisata
mangrove
adalah
persiapan
sumberdaya manusia seperti pemandu wisata, dan persiapan fisik seperti pembangunan kamar mandi, loket serta perbaikan jalan.
62
DAFTAR PUSTAKA
Adiwibowo, S. 1983. Sistem Sosial Ekologi Tambak dan Sawah di Wilayah Pesisir Kabupaten Karawang [Tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Alfian, M. 2004. Valuasi Ekonomi Konversi Hutan Mangrove Untuk Budidaya Tambak Di Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. [Anonim]. 2002. Kondisi Mangrove di Indonesia. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0308/09/Wisata/457713.htm. [26 Mei 2006]. [Anonim]. 2006. Taman Nasional Alas Purwo. http://www.alaspurwonationalpark.com/web/modules.php?name=Content &pa=showpage&pid=1. [15 Agustus 2006]. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2005. Data Base Profil dan Potensi Daerah Enam Bidang Tingkat Desa. Banyuwangi. Bann, C. 1998. The Economic Valuation Of Mangrove: A Manual For Researchers. Economy and Environmental Progam For Southeast Asia. Singapore. Bengen, D. G. 2000. Pengenalan Dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lahan Institut Pertanian Bogor. Bogor. [BTNAP] Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2005. Revisi Rencana Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo 1998-2023. Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi. Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Menteri Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2007. Revisi Zonasi Taman Nasional Alas Purwo. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Fauzi, A. 2002. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bahan pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan. Makalah. Semarang, Maret 2002. Hadi, H. A. 1996. Pengaruh Degradasi Ekosistem Mangrove Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Lampung Timur [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
63
Handayani, Y. D. 2004. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Hutan Mangrove Menjadi Tambak Tumpangsari [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kusmana, C., Wilarso, S., Hilwan, I., Pamoengkas, P., Wibowo, C., Triyana, T., Triswanto, A., Yunafsi, Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kusumastanto, T. 2000. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Progam Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Progam Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [LPPMI] Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia. 2004. Economic Valuation of The Mangrove Ecosystem in Indonesia. LPP Mangrove Publ. Bogor. Lipsey, R. G, Courant, P. N., Purvis, D. D., Steiner, P. O. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Dialih bahasakan oleh Wasana, A. J. dan Kibrandoko. Binapura Aksara. Jakarta. Mardalis. 2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. Jakarta. Maryadi. 1998. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Mangrove Untuk Berbagai Macam Kegiatan Pertanian Di Pesisir Pantai Timur Kecamatan Tulung Selapan Propinsi Sumatera Selatan [Tesis]. Bogor: Progam Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Murdiyanto, B. 2003. Mengenal, Memelihara dan Melestarikan Ekosistem Bakau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 1998. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam. Jakarta. Purba, J. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Soeharjo, A. 1992. Kumpulan Makalah Usahatani (Bahan Pelatihan Petugas Departemen Pertanian R.I). Laboratorium Agribisnis. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Spalding, M., Blasco, F., Field, C. 1997. World Mangrove Atlas. The International Society for Mangrove Ecosystem. Okinawa. Japan.
64
Sudirah. 2001. Praktek Sistem Gadai Sawah: Studi kasus Desa Margamulya, Bongas, Kabupaten Indramayu.
[email protected]. [1 September 2006] Suhendrata, T. 2001. Kajian Ekologi-Ekonomi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah [Tesis]. Bogor: Progam Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Suroso, Y. 2007. Kondisi mangrove yang parah mengundang bahaya lingkungan di pantai. http://www.beritabumi.or.id/artikel3.php?idartikel=300. [27 Mei 2007]. Susendra, I. 2002. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Pesanggem (Study Kasus di Situraja BKPH Darmaraja KPH Sumedang PT. Perhutani Unit III Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tjakrawiralaksa, A. 1985. Usahatani. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tim Penyusun. 2005. Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia, Buku 2. Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Dalam Negeri, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Japan International Cooperation Agency, UNEP/GEF SCS Project, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. Jakarta. Wikipedia Indonesia. 2007. Hutan bakau. http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau#Luas_dan_Penyebaran. [27 Mei 2007].
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1. Peta Seksi Wilayah 1 Rowobendo
67
Lampiran 2. Rekapitulasi responden No.
Nama Responden
Jenis Kelamin
Pemanfaat Hasil Hutan Mangrove a. Ikan 1. Saiman L 2. Ahmad Zainuri L 3. Suladi L 4. Mujiono L 5. Yani L b. Kerang Dara 6. Tukimin L 7. Misijo L 8. Sugio L 9. Sutomo L c. Kerang Capar 10. Giyem P 11. Amirah P 12. Siti Romlah P d. Kepiting 13. Sinto L 14. Tukirin L 15. Sutoyo L 16. Fatah L e. Udang 17. Natu Pramono L 18. Imam Safi’i L 19. Sukayin L 20. Asmui L
Umur
Pendidik an
Lama Kerja
Tanggung an Keluarga
Pekerjaan Utama Samping an
Penghasilan Utama Samping an
Kesediaa an Membayar
40 22 35 43 45
SLTP SLTP SLTA TSD SD
17 1 17 15 25
7 0 6 3 7
Petani Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan
Nelayan -
500.000 -
420.000 750.000 600.000 900.000 450.000
50.000 100.000 20.000 10.000 0
43 37 43 45
TS SLTP SD SD
5 27 20 15
6 4 5 3
Petani Nelayan Nelayan Nelayan
Nelayan -
100.000 -
1.000.000 1.000.000 900.000 900.000
0 10.000 10.000 0
60 50 40
TS TSD SD
20 30 15
3 1 2
Nelayan Nelayan Nelayan
Petani
300.000
450.000 300.000 150.000
10.000 0 5.000
30 34 40 40
TSD TSD SD SD
3 15 1 30
4 4 4 4
Nelayan Petani Petani Nelayan
Petani Nelayan Nelayan Petani
300.000 300.000 300.000 400.000
300.000 500.000 200.000 1.000.000
5.000 5.000 10.000 100.000
30 28 35 40
SD SLTP SLTP TSD
15 3 9 10
5 3 3 3
Nelayan Petani Petani Petani
Nelayan Nelayan Nelayan
300.000 500.000 300.000
400.000 500.000 300.000 1.000.000
10.000 20.000 10.000 0
68
Lanjutan Lampiran 2. Rekapitulasi responden 21. Sugianto L f. Nener 22. Paidi L 23. Ponidi L g. Remis 24. Sutiman L 25. Temon Wibowo L 26. Poniman L 27. Misno L 28. Tukijan L 29. Miskam L 30 Wagito L 31. Boimin L 32. Kiyat L 33. Rajiman L 34. Samuji L 35 Mujianto L 36. Budi Nugroho L Pemanfaat Jasa Hutan Mangrove 37. Gatot L 38. Usman L 39. Mat Ali L 40. Miskar L 41.
Ngatemin
L
32
SLTP
5
3
Petani
Nelayan
250.000
800.000
0
46 40
TSD SLTP
10 13
4 4
Nelayan Petani
Nelayan Nelayan
450.000 300.000
150.000 500.000
10.000 10.000
35 30 30 35 35 60 40 40 40 65 35 40 30
SD SD SD SD SLTA TS TS TSD TS TS TSD SD SD
5 3 5 5 4 40 20 15 16 46 7 29 5
5 3 3 4 3 5 4 4 4 4 5 3 3
Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Nelayan
Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan -
300.000 250.000 300.000 350.000 400.000 250.000 250.000 250.000 300.000 150.000 250.000 300.000 -
500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 450.000 500.000 750.000 750.000 900.000 600.000
10.000 10.000 10.000 10.000 50.000 0 0 0 0 0 0 50.000 10.000
36 40 63 40
SLTA SD SD SD
4 3 5 15
4 5 0 3
Supir Supir -
150.000 300.000 600.000 1.500.000
1.000.000 1.000.000 -
50.000 10.000 30.000 50.000
40
SD
13
-
Petani Petani Pengepul Pemilik Kapal Petani
150.000
-
10.000
-
69
Lampiran 3. Analisis nilai manfaat keberadaan hutan mangrove No.
Alamat
Umur
Pendidikan Pekerjaan
Pendapatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri Sumberasri
40 60 40 45 40 40 65 35 40 22 35 43 30 43 37 43 45 60 50 40 30 34 30 28 35 40 32 40 40 46 40 35 30 30 35 35 36 40 63 40
SLTP TS TS SD TSD TS TS TSD SD SLTP SLTA TSD SD TS SLTP SD SD TS TSD SD TSD TSD SD SLTP SLTP TSD SLTP SD SD TSD SLTP SD SD SD SD SLTA SLTA SD SD SD
920.000 750.000 750.000 450.000 700.000 800.000 900.000 1.000.000 1.200.000 750.000 600.000 900.000 600.000 1.100.000 1.000.000 900.000 900.000 450.000 300.000 450.000 600.000 800.000 400.000 800.000 800.000 1.300.000 1.050.000 1.400.000 500.000 600.000 800.000 800.000 750.000 800.000 850.000 900.000 1.150.000 1.300.000 700.000 1.500.000
41. Sumberasri 40 SD Total Rata-rata Populasi (N) Rumah/KK Desa Nilai Manfaat Keberadaan (Rp/ha/th)
Petani Petani Petani Nelayan Petani Petani Petani Petani Petani Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Petani Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Petani Nelayan Petani Petani Petani Petani Nelayan Petani Nelayan Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Pengepul Pemilik Kapal Petani
150.000
Kesediaan Membayar (Rp) 50.000 0 0 0 0 0 0 0 50.000 100.000 20.000 10.000 10.000 0 10.000 10.000 0 10.000 0 5.000 5.000 5.000 10.000 20.000 10.000 0 0 100.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 50.000 50.000 10.000 30.000 50.000 10.000 700.000 16.279,07 1764 28.716.279,48
70
Lampiran 4. Kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41.
Nama Saiman Miskam Wagito Yani Boimin Kiyat Rajiman Samuji Mujianto Ahmad Zainuri Suladi Mujiono Budi Nugroho Tukimin Misijo Sugio Sutomo Giyem Amirah Siti Romlah Sinto Tukirin Natu Pramono Imam Safi’i Sukayin Asmui Sugianto Fatah Sutoyo Paidi Ponidi Sutiman Temon Wibowo Poniman Misno Tukijan Gatot Usman Mat Ali Miskar Ngatemin
Utama (%) 500.000 250.000 250.000 250.000 300.000 150.000 250.000 300.000 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 500.000 300.000 250.000 400.000 300.000 450.000 300.000 300.000 250.000 300.000 350.000 400.000 150.000 300.000 100.000 150.000
Mangrove (%) 420.000 500.000 500.000 450.000 450.000 500.000 750.000 750.000 900.000 750.000 600.000 900.000 600.000 1.000.000 1.000.000 900.000 900.000 450.000 300.000 150.000 300.000 500.000 400.000 500.000 300.000 1.000.000 800.000 1.000.000 200.000 150.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 1.000.000 1.000.000 600.000 1.500.000 -
Total (%) 920.000 750.000 750.000 450.000 700.000 800.000 900.000 1.000.000 1.200.000 750.000 600.000 900.000 600.000 1.100.000 1.000.000 900.000 900.000 450.000 300.000 450.000 600.000 800.000 400.000 800.000 800.000 1.300.000 1.050.000 1.400.000 500.000 600.000 800.000 800.000 750.000 800.000 850.000 900.000 1.150.000 1.300.000 700.000 1.500.000 150.000
Persentase (%) 45,65 66,67 66,67 100 64,29 62,5 83,33 75 75 100 100 100 100 90,90 100 100 100 100 100 33,33 50 62,5 100 62,5 37,5 76,92 76,19 71,42 40 25 62,5 62,5 66,67 62,5 58,82 55,56 86,96 76,92 85,71 100 -
71
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian A. Kuesioner kepada Masyarakat Sekitar Hutan Mangrove No. Responden Tanggal : Alamat :
:
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Wawancara dengan masyarakat ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai nilai pemanfaatan hutan mangrove Resort Bedul Bagi Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Karakteristik Responden 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9. 10.
:
Nama responden : Umur : ...............tahun Jenis Kelamin : L/P Jumlah tanggungan keluarga : ...............orang Tingkat pendidikan : Tamat / Tidak Tamat) .................... Mata Pencarian : a. Pegawai Negeri c. Petani b. Pegawai Swasta d. Nelayan e. Lainnya, sebutkan................................................................................. Disamping pekerjaan pokok (nomor 6), apakah Bapak/Ibu/Saudara/i mempunyai pekerjaan sampingan sebagai upaya untuk menambah pendapatan? a. Ya b. Tidak Apabila Ya, apakah pekerjaan tersebut? a. Nelayan c. Petani b. Pemungut hasil hutan d. Tambak (penyewa, pemilik) e. Lainnya, sebutkan.................................................................................. Berapakah penghasilan Bapak/Ibu/Saudara/i dengan pekerjaan pokok dalam 1 bulan?Rp............. Berapakah penghasilan Bapak/Ibu/Saudara/i dengan pekerjaan sampingan dalam 1 bulan?Rp......
Pertanyaan mengenai Hutan Mangrove : A. Pemahaman terhadap Hutan Mangrove : 1. Bagaimana pendapat/penilaian Bapak/Ibu/Saudara/i mengenai kondisi hutan mangrove di sekitar tempat tinggal Bapak/Ibu/Saudara/i? a. Masih Baik c. Sudah rusak b. Mulai Rusak 2. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/i, milik siapa hutan mangrove di sekitar tempat tinggal Bapak/Ibu/Saudara/i? a. Tidak Tahu c. Pemerintah (Taman Nasional) b. Tuhan d. Masyarakat 3. Apa yang Bapak/Ibu/Saudara/i tentang fungsi dari Hutan Mangrove ? a. Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil. b. Tempat bersarang berbagai jenis satwaliar terutama burung c. Penghasil kayu dan non kayu (madu, obat-obatan, minuman dan makanan) d. Lain-lain, sebutkan............................................................................................ 4. Apa yang Bapak/Ibu/Saudara/i tentang manfaat dari Hutan Mangrove ? a. Dapat dikembangkan untuk Pariwisata b. Tempat untuk mengambil berbagai jenis ikan, kepiting dan burung. c. Tempat untuk mengambil kayu yang digunakan untuk kayu bakar, bahan baku kertas d. Lainnya, sebutkan............................................................................................. B. Pemanfaatan Hutan Mangrove 1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i memanfaatkan potensi hutan mangrove disekitar tempat tinggal? a. Tidak Pernah c. Sering b. Jarang 2. Sejak kapan Bapak/Ibu/Saudara/i memanfaatkan potensi hutan mangrove tersebut?............tahun
72
3.
4.
5. No.
Apa saja kegiatan yang Bapak/Ibu/Saudara/i dalam rangka pemanfaatan Sumberdaya Hutan Mangrove? a. Tidak melakukan apapun c. Mengambil kayu hutan b. Berwisata d. Mengambil ikan, udang dan kepiting e. Lainnya, sebutkan............................................................................................. Manfaat apa yang Bapak/Ibu/Saudara/i rasakan dengan adanya hutan mangrove ini? • Manfaat Langsung : a. Tidak bermanfaat c. Mengambil ikan, udang dan kepiting b. Mengambil kayu hutan d. Budidaya tambak e. Lainnya, sebutkan....................................................................................... • Manfaat Tidak Langsung : a. Tidak Bermanfaat b. Mengendalikan intrusi air laut c. Melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang. d. Lainnya, sebutkan....................................................................................... Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i memungut atau memanfaatkan hasil hutan mangrove? a. Ya (Jika ya isi kolom dibawah ini) b. Tidak Jenis
Jumlah
Intensitas
Keperluan
Alat
6.
Dimana lokasi anda dalam melakukan pemungutan hasil hutan mangrove ? a. Pinggir hutan c. Lainnya, sebutkan............................................ b. Dalam Hutan 7. Apakah sumberdaya hutan mangrove yang Bapak/Ibu/Saudara/i peroleh dari hutan tersebut dijual untuk menambah penghasilan? a. Ya (Semuanya) c. Tidak (Hanya untuk kepentingan pribadi) b. Dijual Sebagian 8. Kemanakah Bapak/Ibu/Saudara/i melakukan penjualan hasil hutan mangrove? c. Pengumpul hasil pungutan a. Ke Pasar b. Langsung ke pembeli d. Lainnya, sebutkan.............................. 9. Jika dijual berapa harga per komoditas/jenis barang? No.
Jenis Komoditas
Jumlah yang Diambil
Harga/Satuan (Rp)
Total (Rp)
10. Adakah biaya yang Bapak/Ibu/Saudara/i dalam melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan mangrove? a. Tidak ada b. Ada, Rp......... 11. Seandainya hutan mangrove dekat rumah Bapak/Ibu/Saudara/i mengalami kerusakan berapa biaya yang akan Bapak/Ibu/Saudara/i akan keluarkan untuk perbaikan hutan mangrove? a. Tidak mau b. Bersedia, Rp......... C. Partisipasi Masyarakat Dalam Mengelola Hutan Mangrove 1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan mangrove disekitar tempat tinggal Bapak/Ibu/Saudara/i? a. Ya b. Tidak 2. Usaha/kegiatan apa yang dilakukan dalam upaya pengelolaan/pelestarian hutan mangrove? Jawab :.................................................................................................................... 3. Apakah di desa ini sering dilakukan penyuluhan tentang hutan mangrove? a. Tidak Pernah c. 6 bulan sekali b. 1 bulan sekali d. 1 tahun sekali 4. Mengingat ekosistem hutan mangrove sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia maupun bagi kelestarian biota perairan lainnya, maka hutan mangrove perlu untuk dijaga dan dilestarikan. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i tentang pendapat tersebut? a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Kurang Setuju
72
73
Lampiran 6. Daftar Wawancara Penelitian A. Wawancara kepada Pengelola TNAP 1. Kegiatan apakah yang dilakukan masyarakat sekitar TNAP?Apakah mendapat izin dari pengelola? 2. Apakah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sudah dilakukan pengaturan oleh pihak pengelola? 3. Apakah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sudah dianggap sebagai suatu gangguan? 4. Jika sudah, sampai seberapa besar gangguan masyarakat tersebut?intensitas pengambilan sumberdaya hutan mangrove? 5. Apakah ada penanggulangan dalam mengahadapi gangguan masyarakat?apakah kegiatan tersebut sudah dianggap efektif? B. Wawancara kepada masyarakat setempat 1. Apakah yang Bapak/Ibu/Saudara/i ketahui tentang Hutan Mangrove? 2. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/i bagaimana kondisi hutan mangrove sekitar daerah anda? 3. Seberapa besar ketergantungan Bapak/Ibu/Saudara/i terhadap hutan mangrove TNAP? 4. Jasa dan sumberdaya apa saja yang Bapak/Ibu/Saudara/i ambil dari hutan mangrove TNAP? 5. Apakah kegiatan yang Bapak/Ibu/Saudara/i dianggap tidak merusak hutan mangrove yang ada? 6. Apakah kegiatan yang Bapak/Ibu/Saudara/i diketahui oleh pihak pengelola TNAP? 7. Apakah pernah dilakukan penyuluhan akan pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan manusia?