STUDI MORFOPATOLOGI LEIOMYOSARCOMA PADA HATI SEEKOR ANJING RAS (Golden Retriever)
CHANDRA ARI HARYANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
STUDI MORFOPATOLOGI LEIOMYOSARCOMA PADA HATI SEEKOR ANJING RAS (Golden Retriever)
CHANDRA ARI HARYANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Skripsi
: Studi Morfopatolo gi Leiomyosarcoma pada Hati Seekor Anjing Ras (Golden Retriever)
Nama
: Chandra Ari Haryani
NRP
: B04103106
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
drh. Ekowati Handharyani, MSi, Ph.D
drh. Retno Wulansari, MSi, Ph.D
NIP. 131 578 831
NIP. 131 760 845
Diketahui,
Wakil Dekan FKH IPB
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090
Tanggal Lulus :
ABSTRAK CHANDRA ARI HARYANI.
Studi Morfopatologi Leiomyosarcoma pada
Hati Seekor Anjing Ras (Golden Retriever).
Dibimbing oleh EKOWATI
HANDHARYANI dan RETNO WULANSARI.
Salah satu hewan domestik yang paling dekat dengan manusia adalah anjing. Jenis-jenis anjing ras sangat beragam, salah satunya adalah Golden Retriever. Kesehatan anjing sangat penting untuk diperhatikan, gangguan kesehatan yang dapat menyerang anjing ras adalah tumor. Studi kasus ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis tumor yang berasal dari kadaver seekor anjing betina ras Golden Retriever. Pengamatan dilakukan secara makromorfologi maupun mikromorfologi. Metode yang digunakan yaitu dengan teknik patologi anatomi dan melihat gambaran mikroskopis namun terlebih dahulu dilakukan pembuatan preparat histopatologi. Kemudian dilakukan pewarnaan Hematoksilin Eosin dan Masson’s Trichrome. Hasil dari studi kasus ini menunjukkan bahwa tumor yang diidentifikasi merupakan leiomyosarcoma yaitu tumor ganas nonepitel yang berasal dari otot polos. Karakteristik sel tumor leiomyosarcoma adalah berbentuk seperti spindle atau gelondong, memiliki satu inti sel yang terletak di tengah, di kedua ujung inti sel tumor sangat khas tumpul menyerupai cerutu, pleomorfisme dan alur penyebaran sel bergelombang. Diagnosa banding dari leiomyosarcoma adalah fibrosarcoma, untuk membedakan keduanya maka dilakukan pewarnaan Masson’s Trichrome.
Pada
pewarnaan Masson’s Trichrome ditemukan serabut kolagen (berwarna biru) namun serabut kolagen tersebut bukan sel-sel tumor fibrosarcoma melainkan fibrosis sehingga sel-sel tumor diidentifikasi sebagai leiomyosarcoma.
Leiomyosarcoma
mengakibatkan terjadinya perubahan pada organ, baik secara makromorfologi maupun mikromorfologi.
ABSTRACT
CHANDRA ARI HARYANI. Leiomyosarcoma morfopathology study on a liver of dog (Golden Retriever). Under supervise of EKOWATI HANDHARYANI and RETNO WULANSARI.
One of a closest domestic animal with human is dog. Dog rustling are various and one of them is Golden Retriever. It is important to pay attention to the dog health, health disorder that can occur in dog is tumor. This case study had a purpose to identify tumor that occurred on a female dog Golden Retriever. Observation done by macromorfology and micromorfology. The methods used were anatomy pathology technic and observed microscopic view but histopathology object was made previously. Then stained by Hematoxylin Eosin and Masson’s Trichome. The result of this case study showed that the identified tumor as a leiomyosarcoma which was nonepithelial tumor originated from smooth muscle. The characteristics of leiomyosarcoma tumor cell were shaped like spindle, had one nucleus in the center, in both of the end of tumor cell specified blunt like a cigarette, pleomorfism and wave cell
distribution path.
Differential diagnose was
fibrosarcoma, to distinguish them so the object stained by Masson’s Trichrome. One Masson’s Trichrome staining, found collagen fibers (blue) but the cell tumor identified wasn’t fibrosarcoma but fibrosis so the tumor cells identified as leiomyosarcoma. Leiomyosarcoma resulted in organ changes as macromorfological and micromorfological.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T., karena hanya dengan rahmat dan kemurahan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada drh. Ekowati Handharyani, MSi, Ph.D selaku pembimbing skripsi pertama yang banyak membantu baik dalam aplikasi di lapangan dan penulisan skripsi, drh. Retno Wulansari, MSi, Ph.D selaku pembimbing skripsi kedua yang banyak memberikan masukan bagi penulisan skripsi serta drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D selaku dosen penguji. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada : 1. Keluarga tercinta, Alm. Tijoko SA (I Will make you proud, Dad) dan ibunda Harjati (Almh) yang luar biasa akan kasih sayang serta kesabarannya (This is for you Mom), Mama Yati, Mba Eka SW dan Dwi Cahyo P (I love you all). 2. Asfri Winaldi Rangkuti (Ab) dan Abang Taufan 3. drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi selaku pembimbing akademik. 4. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D 5. drh. Adi Winarno, MSi, Ph.D 6. Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi 7. drh. Wiwik Bagja 8. drh Vetnizah Juniantito 9. Dr. drh Aryani S. Sismin, MSc 10. Staf bagian Patologi dan Civitas Akademik FKH IPB 11. Yuli, Kak Nita, Moss Pillow, Andi, Robby dan anak-anak FPIK lainnya 12. Teman satu penelitian yaitu Hani Fitriani, Cecedugz (Ame, Galuh, Achi, Rani, Malta, Bebeq), sahabat (Baiduri, Uchu, Yasmilia, Ani, Icha aceh, Dewilis, Lucy TRS, Meirina, Toly, Revina, Wati aceh, Laksana, Wangsit, Reza Ndutz, Azis Jejaka), HIMADIKA (Uliel, Pritta, Iwid, Ramlah, Sabto, Supri) serta teman-teman seperjuangan di patologi (Ira, Elia, Anin, Nining, Faiq) 13. Gymnolaemata 40, Angkatan 39 (Prima, Sesmita, Anggi, Icha dan Krislenika), Angkatan 38 (Kak Riana, Pipit Jambi), Angkatan 37 (Kak Piet, Mas Agus Jaelani, Jaka, Ato) serta Bu Mona.
14. Rekan-rekan organisasi, khususnya IMAKAHI IPB (Janto, Dhesi ungu, Arran, Thio, Deva, Charles, Aki, Andi, Ali, Data dkk), Unsyiah (Raja, Jojo, Kamal dan Rika), Unair, UGM dan Udayana. 15. Beasiswa Genesis Plus, Beasiswa Gelatin Plus, Beasiswa Gaka serta Beasiswa BBM 16. Anak-anak basket dimana pun berada, khususnya (Adiet, Sarah, Widi, Qq, Tim Basket AMK) 17. Rekan-rekan yang tergabung dalam bimbingan belajar “AL-FATTAAH” 18. Semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini . Akhir kata meskipun jauh dari kesempurnaan, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang yang membutuhkannya demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, 23 Juli 2007
Chandra Ari Haryani
RIWAYAT HIDUP Chandra Ari Haryani dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 11 Januari 1985 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Orang tua bernama Tijoko SA (Alm) dan Yati Heryati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Pengadilan V Bogor pada tahun 1997 dan melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2000 penulis masuk ke SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi intrakampus antara lain BEM KM FKH 2004-2006, Ketua Divisi Kuda Himpunan Minat Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HIMPRO HKSA) 2004-2005, Kepala Departemen Zoonosis dan Keamanan Pangan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (PB IMAKAHI) 2004-2006, Member Welfare Team of Veterinary English Club (VEC) 2005-2006, Ketua IMAKAHI Cabang FKH IPB 2006-2007. Selain itu selama di IPB, penulis juga berprestasi di bidang olah raga basket yaitu Juara I Olimpiade IPB (2003), Juara I Coral Cup (2004 & 2005), Juara I Veteriner In Action (2005) dan menjadi Most Valuable Player (MVP) di berbagai kejuaraan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Halaman .............................................................................. x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN
xi
..................................................................
xii
Latar Belakang .................................................................. Tujuan ..........................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tumor .................................................................. Penyebab Tumor .................................................................. Klasifikasi Tumor .................................................................. Pembentukan dan Penyebaran Tumor ..............................
3 3 4 8
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat .................................................................. Bahan dan Alat .................................................................. Metode ..............................................................................
9 9 9
PENDAHULUAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
......................................................
10
KESIMPULAN DAN SARAN
......................................................
22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
23
LAMPIRAN .........................................................................................
26
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi tumor
Halaman ............................................................................... 6
2 Karakteristik tumor jinak dan ganas
...........................................
7
3 Karakteristik carcinoma dan sarcoma
...........................................
7
4 Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) ...........................................
10
5 Hasil pemeriksaan histopatologi (HP)
11
...........................................
DAFTAR GAMBAR
1 Massa tumor pada hati
Halaman ................................................................... 14
2 Bidang sayatan massa tumor
.......................................................
14
3 Mikromorfologi hati...............................................................................
15
4 Mikromorfologi sel-sel tumor pada hati
15
...........................................
5 Mikromorfologi sel-sel tumor pada paru-paru
...............................
6 Mikromorfologi sel-sel tumor berdasarkan literatur
...................
20 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pembuatan preparat histopatologi (HP)
Halaman ........................................... 27
2 Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)
...........................................
30
.......................................................
31
3 Pewarnaan Masson’s Trichrome
PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu hewan domestik yang paling dekat dengan manusia adalah anjing. Anjing merupakan hewan kesayangan yang paling setia dengan majikannya, karenanya anjing mendapat julukan man’s best friend. Jenis-jenis anjing ras sangat beragam, salah satunya adalah Golden Retriever. Golden Retriever merupakan hasil campuran Tweed Water Spaniel (yang kini telah punah) dan Yellow Retriever (Anonim 2002). Untung (1999) mengelompokkan bahwa Golden Retriever termasuk kelompok gundog. Kelompok gundog mempunyai stamina, daya tahan dan kekuatan sangat tinggi. Golden Retriever memiliki tubuh besar dan cenderung bersahabat dengan siapa saja. Warnanya pun bervariasi dari mulai krem hingga keemasan dan terkadang gelap. Bobot anjing jantan berkisar 32-37 kg dan tingginya 56-61 cm, meskipun ada juga yang mencapai tinggi 90 cm, sedangkan bobot anjing Golden Retriever betina 27-32 kg dan tingginya 51-56 cm (Sianipar et al. 2004) Golden Retriever memiliki potensi untuk bergerak di alam bebas. Larkin & Stockman (2001) menggambarkan bahwa Golden Retriever
mampu
untuk
mengembalikan barang, anjing penuntun orang buta, detektor akan obat-obatan terlarang dan bahan peledak serta sebagai pekerja yang menurut dengan manusia. Golden Retriever dapat hidup hingga umur 15 tahun akan tetapi biasanya umur ratarata berkisar antara 10-12 tahun. Kesehatan anjing sangat penting untuk diperhatikan. Menurut Anonim (2006) beberapa jenis anjing ras dapat terjadi gangguan dalam kesehatannya, seperti hipotiroid, hipdisplasia, katarak, alergi, penyakit jantung dan tumor. Runne ls (1946) menyatakan bahwa pada semua spesies hewan mamalia domestik dapat terserang tumor. Melihat arti penting tumor dalam mempengaruhi kesehatan anjing, khususnya Golden Retriever maka studi kasus tentang tumor ini menarik untuk dilakukan. Tumor atau neoplasma dapat didefinisikan sebagai gangguan pertumbuhan dengan karakteristik proliferasi sel yang berlebihan, abnormal dan tidak terkontrol. Tumor ganas atau neoplasma malignan disebut juga kanker. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis tumor yang ditemukan pada organ hati dengan pemeriksaan makro- dan mikromorfologi.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Tumor Menurut Damjanov (1998) neoplasma atau tumor adalah lesi yang terjadi akibat pertumbuhan abnormal sel yang replikasinya tidak dapat dikendalikan oleh mekanisme yang bekerja pada jaringan normal. menyatakan
bahwa
tumor
merupakan
suatu
Spector & spector (1993) daerah
pada
jaringan
yang
pertumbuhannya melebihi dan tidak tergantung kepada jaringan didekatnya. Pendapat lain menyebutkan bahwa tumor ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh selsel yang tumbuh terus menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh (Tjarta 1973). Tumor didefinisikan sebagai lesio ya ng berasal dari pertumbuhan sel yang tidak normal yang terus tumbuh walaupun pemicunya sudah dibuang, pertumbuhan sel di luar mekanisme normal (Underwood 1992).
Runnels (1954) menyatakan bahwa tumor adalah massa
abnormal yang tidak terkontrol dalam jumlah banyak atau sedikit dari sel-sel yang berproliferasi yang biasanya merusak susunan stuktural jaringan normal. Smith & Jones (1961) mendeskripsikan tumor secara lebih spesifik yaitu sebagai pertumbuhan sel-sel baru yang berproliferasi terus menerus tanpa terkontrol, mempuynai kemiripan dengan sel normal darimana tumor itu berasal, tidak memiliki susunan struktur yang teratur, tidak memiliki fungsi yang bermanfaat dan tidak mempunyai sebab yang jelas pula.
Penyebab Tumor Penyebab dari tumor hingga kini masih belum diketahui secara pasti meskipun telah banyak kemajuan yang dilakukan guna menyelidikinya. Agen yang mampu menyebabkan terbentuknya tumor disebut karsinogenik. Tjarta (1973) menyebutkan jika dilihat dari asalnya maka karsinogen dapat berasal dari luar tubuh atau eksogen, seperti karsinogen kimiawi, virus dan karsinogen fisik. Selain itu pula karsinogen dapat berasal dari dalam tubuh atau endogen seperti hormon seks. Ackerman & Regato (1947); Smith & Jones (1961) berpendapat bahwa radiasi, karsino gen kimiawi, hormon, keturu`nan, parasit dan virus dapat menimbulkan tumor. Dipertegas pula oleh Ackerman dan Regato (1947) bahwa faktor warisan genetik dapat mempengaruhi terbentuknya tumor.
Macfarlane et al. (2000) menyatakan pendapat yang sama bahwa terdapat tiga faktor lingkungan yang utama dalam menyokong terbentuknya tumor yaitu karsinogen kimiawi, radiasi dan virus.
Tumor yang disebabkan oleh bahan
karsinogenik kimiawi diketahui dapat berasal dari adanya proses industri, kebiasaan di lingkungan sosial dan diet. Tumor yang diakibatkan karena radiasi dapat bersumber dari sinar ultraviolet-sinar matahari, bahan nuklir, pengobatan dengan cara radiasi, substansi radioaktif serta pekerja yang terpapar sinar x dalam kurun waktu yang lama. Tumor dapat pula disebabkan oleh mutasi DNA dari sel. Akumulasi dari mutasi diperlukan oleh tumor untuk dapat menampakkan keberadaannya. Anonim (2007a) menjelaskan bahwa mutasi mengaktifkan onkogen atau menekan tumor supresor gen sehingga meningkatkan kejadian tumor. Terdapat beberapa faktor predisposisi kejadian tumor pada hewan yaitu pigmen, keturunan dan khususnya adalah umur. Tingkat insiden kasus tumor lebih tinggi menyerang hewan tua dibandingkan hewan yang masih muda, hal ini terjadi karena unsur waktu yang lebih panjang dan kondisi yang tidak stabil (Runells 1946).
Klasifikasi Tumor Klasifikasi histologis adalah pendekatan yang paling banyak digunakan untuk menggolongkan tumor. Spector & Spector (1993); Damjanov (1998); Macfarlane et al. (2000) mengklasifikasikan tumor berdasarkan klinis dan jaringan penyusunnya. Klasifikasi tumor secara klinis terbagi atas tumor jinak dan ganas, sedangkan berdasarkan jaringan penyusun yaitu (1) tumor epitel, (2) tumor mesenkim, (3) tumor campuran epitel dan mesenkim, (4) tumor pembentuk darah dan sel limfoid, (5) tumor sel saraf, (6) tumor sel glia dan struktur penunjang saraf, (7) tumor embrional (blastoma), tumor sel germinativum, tumor plasenta dan teratoma. Klasifikasi tumor dapat dilihat pada tabel 1. Umumnya tumor jinak tumbuh lamban, berbatas nyata dari jaringan sekitarnya, terdiri atas sel-sel yang tidak dapat dibedakan dari tempat asalnya, tidak menginfiltrasi jaringan didekatnya atau menyebar ke organ-organ jauh dan tidak mengancam jiwa kecuali jika mengganggu fungsi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup. Tumor ganas atau dapat disebut juga kanker mempunyai ciri pertumbuhan yang cepat, batasnya dengan jaringan sekitar tidak jelas, terdiri atas selsel yang berbeda nyata dari sel-sel asalnya, menginfiltrasi jaringan didekatnya,
menyebar ke organ-organ jauh dan lambat laun pasti berakhir dengan kematian jika tidak diobati (Spector & Spector 1993). Macfarlane et al. (2000) menjelaskan bahwa secara histologi pada tumor jinak umumya sel-selnya terdiferensiasi dengan baik, selain itu struktur sel-sel tumor mirip dengan sel-sel organ asal, bentuk jaringannya mirip dengan jaringan asal, menunjukan keseragaman ukuran, bentuk dan konfigurasi nuklear, memiliki fungsi yang normal serta memiliki laju mitosis yang lambat. Pada tumor ganas biasanya menunjukan ketidakteraturan akan struktur, memiliki sedikit kemiripan dengan sel-sel asal jaringan, memiliki ukuran, bentuk dan konfigurasi nuklear yang beragam yang menunjukan bertambahnya jumlah kromosom serta isi DNA, tidak memiliki fungsi yang jelas dan menunjukan laju mitosis cepat serta abnormal. Karakteristik tumor jinak dan ganas dapat dilihat pada tabel 2. Penamaan suatu tumor umumnya melalui pendekatan histologis. Tumor jinak diberi akhiran -oma sedangkan tumor ganas asal mesenkim diberi akhiran -sarcoma dan untuk tumor ganas asal epitel diberi akhiran -carcinoma (Underwood 1992). Ditambahkan pula oleh Smith & Jones (1961) bahwa digunakan akhiran “-blastoma” untuk tumor yang berasal dari masa perkembangan embrional bukan berasal dari jaringan yang telah dewasa. Karakteristik carcinoma dan sarcoma dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 1 Klasifikasi Tumor Jaringan asal Epitel
Benign Adenoma
Malignant carcinoma
Papiloma Naevus berpigmen
Melanoma
Fibroma
Fibrosarcoma
(b) Otot polos
Leiomyoma
Leiomyosarcoma
(c) Otot skelet
Rabdomioma
Rabdomiosarcoma
(d) Kartilago
Chondroma
Chondrosarcoma
(e) Lemak
Lipoma
Liposarcoma
(f) Tulang
Osteoma
Osteosarcoma
(g) Pembuluh darah
Angioma
Angiosarcoma
(h) Jaringan limfoid
___
Limfoma
(i) Jaringan
___
Leukemia
(j) Mesotel
___
Mesotelioma
(k) Mening
Meningioma
___
(l) Sel glia SSP
___
Glioma
(m) Selubung saraf
Neurofibroma
Neurofibrosarcoma
Mesenkim (a) Jaringan pengikat
hemopoietik
Sumber: Spector & Spector (1993).
Tabel 2 Karakteristik Tumor Jinak dan Ganas Gambaran morfologi
Jinak
Ganas
Pertumbuhan
Lambat
Relatif cepat
Angka mitotik
Rendah
Tinggi
Perubahan histologi
Baik
Variasi, lebih sering sedikit
Normal
Hiperkromatik, bentuk
terhadap jaringan normal Morfologi nuklear
tidak teratur, nukleoli ganda dan pleomorphis Invasi
Tidak ada
Ada
Metastasis
Tidak pernah
Sering
Batasan sel
Ada batasan atau
Lebih sering dengan sedikit
berkapsul
batasan atau tidak teratur
Nekrosis
Jarang
Biasa terjadi
Ulcerasi
Jarang
Biasa terjadi pada kulit atau mukosa
Pertumbuhan pada kulit
Exophytic
Endophytic
atau permukaan mukosa Sumber : Underwood (1992)
Tabel 3 Karakteristik Carcinoma dan Sarcoma Gambaran
Carcinoma
Sarcoma
Asal
Epitel
Mesenkim
Sifat
Ganas
Ganas
Frekuensi
Sering
Relatif jarang
Rute metastasis
Limfe
Darah
Fase In-situ
Ada
Tidak ada
Kelompok umur
Di atas 50 tahun
Di bawah 50 tahun
Sumber : Underwood (1992)
Pembentukan dan Penyebaran Tumor Terdapat beberapa tahapan dalam pembentukan tumor.
Inisiasi (terjadi
perubahan DNA), promosi (tahap perkembangan sel dan perubahan menjadi sel pramalignan) dan progresi (tahap pertumbuhan abnormal disertai invasi dan metastasis). Tumor dapat menyebar ke organ-organ dan jaringan sekitarnya dengan ekstensi langsung dan dengan invasi. Penyebaran yang berasal dari lokasi primer ke lokasi lainnya di dalam tubuh dinamakan metastasis (Anonim 2007b).
Cheville
(1994) menyatakan bahwa tumor yang bermetastasis menandakan tumor ganas dan sel tumor yang mengalami metastasis ke jaringan biasanya mirip dengan sel tumor primer. Kejadian pada penyebaran tumor ganas akibat adanya pelepasan sel-sel tumor yang dapat hidup autonom, jalan penyebaran dan lingkungan yang memberikan kemungkinan untuk hidupnya sel-sel tumor pada tempat yang baru.
Metastasis
biasanya terjadi melalui pembuluh darah, pembuluh limfe dan transplantasi langsung (Tjarta 1973).
Menurut Macfarlane (2000) tumor menyebar dengan rute yaitu
limfatik, pembuluh darah dan kontak jaringan. Terdapat tiga faktor dalam menentukan kecenderungan sekunder tumor antara lain sifat tumor itu sendiri, daya tahan inang dan kerentanan organ yang disebari selsel tumor (Spector & Spector 1993).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Studi kasus ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor selama bulan Agustus 2006-Juni 2007.
Alat dan Bahan Sampel yang diperiksa berasal dari satu ekor anjing ras Golden Retriever betina dengan umur 3.5 tahun, merupakan pasien dari drh. Cucu K. Sajuthi yang pada tanggal 16 Juni 2006 mati karena dieuthanasia. Hasil pemeriksaan dokter hewan dan gambaran rongent menunjukkan bahwa hewan tersebut menderita tumor hati dengan hasil akhir infausta.
Kadaver hewan tersebut selanjutnya dinekropsi di bagian
Patologi FKH IPB kemudian diberi kode P 106/06. Bahan yang digunakan adalah Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, alkohol konsentrasi bertingkat, alkohol absolut, xylol I dan II, paraffin cair, pewarnaan HE, pewarnaan Masson’s Trichrome. Alat yang digunakan mikrotom, inkubator, obyek gelas, gelas penutup, pisau bedah, pinset, mikroskop dan refrigerator.
Metode Penelitian Metode yang digunakan pada studi kasus ini adalah teknik patologi anatomi, yaitu memeriksa perubahan patologi anatomi seluruh organ anjing. Setelah nekropsi dilakukan kemudian organ yang diduga mengalami perubahan diambil dan disimpan di dalam larutan BNF 10% untuk keperluan pemeriksaan histopatologi. Metode selanjutnya adalah pemeriksaan histopatologi namun terlebih dahulu membuat preparat histopatologi melalui proses dehidrasi, pencetakan sampai pemotongan
jaringan
kemudian
diwarnai
dengan
menggunakan
pewarnaan
Hematoksilin-Eosin (HE). Beberapa potongan yang lain diwarnai dengan Masson Trichrome untuk mengamati pembentukan serabut kolagen (berwarna biru). Seluruh material kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran obyektif 10x, 20x dan 40x.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan patologi diperoleh hasil seperti yang dicantumkan dalam tabel 4.
Secara umum hewan dalam keadaan pucat.
Pemeriksaan dari luar
menunjukkan nodul yang ditemukan memiliki diameter 3 cm dan menempel diantara kulit dan m. intercostalis dari costae 3 hingga costae terakhir dengan konsistensi firm atau kenyal. Pembukaan rongga tubuh hewan menunjukkan ascites di rongga perut. Tumor berukuran besar ditemukan pada organ hati dan sebagian besar dari hati digantikan oleh jaringan tumor. Tabel 4 Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) Organ
Keadaan umum Mukosa Rongga perut Subkutan
Hati
Limpa Ginjal
Paru-paru
Jantung
Traktus digesti
Perubahan
Hewan dalam keadaan kurus, turgor buruk, anus kotor. Secara umum anemis. Terjadi ascites disertai warna merah sebanyak 2 liter. Ditemukan massa kecil-kecil, putih dengan jumlah sekitar 50 buah. Ditemukan massa tumor multinodular, putih, konsistensi firm, diameter 3 cm, lokasi menempel pada pertengahan costae 3 sampai terakhir sebelah kanan. Ditemukan massa tumor dengan ukuran yang sangat besar, multinodular, putih, konsistensi firm dengan nekrosis dan daerah-daerah yang mengalami pendarahan, lokasi pada lateralis dextra, ukuran 17 x 15 x 12 cm, sebagian besar jaringan hati digantikan oleh massa tumor. Kongesti Kiri: Ditemukan massa tumor multinodular, massa terbesar menyebabkan perluasan daerah pyelum (diameter 5 cm) Kanan: Ditemukan 3 nodul massa tumor (diameter 0.5cm), bagian anterior ginjal berbentuk massa, berwarna merah, kemungkinan perkembangan tumor disertai neovaskularisasi yang mudah ruptur. Metastasis ditemukan terutama pada lobus diafragmatika sinistra (ukuran 9 x 9 x 9 cm), sedangkan lobus lain juga ditemukan sekitar seratus nodul kecil. Dilatasi ventrikel bilateral, degenerasi serabut otot jantung, massa tumor multinodular ditemukan terutama pada septa antar-ventrikel (3 cm) dan nodul-nodul kecil pada vulva bikus- dan trikuspidalis Gastric anemis (moderate), sepanjang usus mengalami enteritis catarrh et haemorrhagi (moderate)
Massa tumor berukuran besar yang berada di dalam ruang perut menekan pembuluh darah dan limfe regional hingga terjadi kongesti umum dan menyebabkan ascites. Ascites dapat disebabkan pula oleh adanya penurunan fungsi hati. Guyton dan Hall (1997) menyatakan bahwa ascites terjadi karena pengaruh tekanan tinggi pembuluh hati dalam menimbulkan transudasi cairan dari sinusoid hati dan kapiler porta ke rongga abdomen. Berdasarkan pemeriksaan histopatologi diperoleh hasil seperti dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Hasil Pemeriksaan Histopatologi (HP) Organ Tumor Multinodular dan Hati
Paru-Paru
Jantung
Limpa
Ginjal
Lambung Otak
Subkutan daerah costae kanan
Perubahan (HP) Tumor ini tidak berkapsul sehingga antara sel-sel tumor dan sel-sel hati berbatasan langsung. Bentuk sel tumor mayoritas adalah gelondong (spindle), kadang oval atau pleomorfik, dengan spesifikasi yaitu pada kedua ujung inti selnya tumpul seperti cerutu, memiliki inti ditengah, alur penyebaran sel tumor bergelombang. Pada beberapa area ditemukan daerah nekrosis, hemoragi dan hiperemi dan pembentukan buluh darah baru. Sebagian besar sel hati digantikan oleh sel tumor. Daerah portal mengalami fibrosis, sedangkan daerah sinusoid mengalami dilatasi disertai pembendungan. Beberapa sel hati menunjukkan atrofi disertai hemosiderin. Pada organ ini sel-sel tumor yang ditemukan memiliki karakteristik yang sama dengan sel tumor asli di hati. Organ paru mengalami perubahan yaitu bentuk alveol sudah tidak lagi teratur, terjadi emfisema, atelekstasis, kongesti, dan daerah interstitial menebal. Di temukan pula antrachosis, neovaskularisasi, sel plasma serta sintitial sel. Sel-sel tumor dengan karakteristik yang sama ditemukan pada organ ini. Sel-sel tumor yang ditemukan ada yang mengalami mitosis. Terjadi nekrosis dan ditemukan neovaskularisasi. Pulpa merah maupun pulpa putih pada organ ini sudah tidak ditemukan lagi. Limpa mengalami kongesti. Makrofag dan sel plasma yang di temukan cukup tinggi sedangkan limfosit hanya sedikit Karakterisrik sel-sel tumor yang sama dengan sel tumor asli ditemukan di kapsula ginjal dan hampir terdapat di seluruh bagian korteks. Bentuk dari glomerulus menjadi tampak tidak teratur dan tubulus ginjal tidak lagi ada. Endapan protein ditemukan di ruang Bowman. Terdapat pula oedema. Secara umum organ ini mengalami nekrosis dan ditemukan sel plasma namun tidak ditemukan sel-sel tumor. Pada cerebrum terjadi oedema, peningkatan sel glia namun terbatas. Pada cerebellum ada kalsifikasi dan degenerasi sel Purkinje. Neuron-neuron mengalami kematian. Sel-sel tumor ditemukan dengan karakteristik yang sama. Angka mitosis cukup tinggi.
Gambaran makromorfologi menunjukkan bahwa bagian hati digantikan oleh jaringan tumor sangat luas sedangkan mikromorfologi ditemukan sel-sel tumor yang memiliki bentuk seperti spindle (gelondong), kadang oval dengan inti yang khas yaitu tumpul di kedua ujung seperti cerutu dan pleomorfik.
Adanya tumor tentu
berpengaruh terhadap kinerja fungsi hati. Menurut Guyton dan Hall (1997) fungsi organ hati antara lain : 1. Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah. 2. Fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh. 3. Fungsi sekresi dan eksresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan. Maclachlan dan Cullen (1995) menyatakan pula bahwa organ hati memiliki banyak fungsi seperti : 1. Retikulum endoplasma halus dari sel hati memiliki kemampuan untuk mensintesis kolestrol dan asam empedu, degradasi glikogen, dan metabolisme serta konjugasi dari pigmen empedu, ingesti substansi asing, dan hormon steroid sebelum dieksresikan pada empedu atau urin. 2. Retikulum endoplasma kasar dari sel hati menghasilkan protein plasma seperti albumin dan fibrinogen; faktor pembekuan V, VII, VIII, IX, dan X serta alpha dan beta globulin. 3. Sel hati memiliki kemampuan untuk menghasilkan empedu. 4. Hati berfungsi pula untuk menyaring darah yang masuk melalui vena portal. 5. Mitokondria sel hati menghasilkan energi. Sel-sel tumor ini mengakibatkan kinerja fungsi hati menjadi menurun. Organ hati mengalami banyak perubahan yaitu ditemukan degenerasi hingga nekrosis. Degenerasi adalah perubahan suatu sel atau jaringan karena kegagalan untuk beradaptasi dari bermacam- macam agen (Underwood 1992).
Darmawan (1973)
menjelaskan bahwa degenerasi dapat terjadi pada sitoplasma atau inti. Degenerasi sitoplasma hati kadang-kadang disertai kelainan inti, atrofi dan nekrosis sel sehingga sel-sel menjadi hilang karenanya. Perubahan lain yang terjadi adalah atrofi. Atrofi merupakan penurunan jumlah atau ukuran sel. Macfarlane et al. (2000) menyatakan tekanan (tumor) dan penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan atrofi. Ditegaskan pula oleh Robbin et al (1999) bahwa tumor mempunyai efek antara lain atrofi terhadap sel-sel sekitar, obstruksi organ, kerusakan pembuluh darah, invasi
kuman-kuman dalam tumor dan jaringan sekitar, kekurusan, anemia dan produksi hormon yang berlebihan oleh sistem endokrin. Ditemukan pula perubahan berupa hemorragi kemudian adanya hemosiderin serta fibrosis pada daerah portal. Pada sinusoid terjadi dilatasi dan pembendungan. Hemorragi atau pendarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah. Saleh (1973) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya hemorragi yaitu ruptura kapiler atau karena diapedesis aktif. Apabila jumlah darah yang keluar banyak, maka tidak diresopsi dan akan diganti oleh jaringan ikat, sehingga terjadi fibrosis. Selain itu pendarahan dapat terjadi pula akibat dari bendungan (kongesti) dan darah tidak mengalir (stasis). Tekanan pada vena dari luar oleh suatu tumor dan payah jantung dapat menyebabkan kongesti. Darmawan (1973) berpendapat apabila kongesti di hati berlangsung lama, maka seluruh tepi lobulus mengalami bendungan, vena sentralis dan sinusoid yang melebar (dilatasi) terisi eritrosit serta kadang-kadang atrofi sel hati di sekitar vena sentralis. Pendarahan ini dapat menimbulkan terjadinya hemosiderin. Macfarlane et al. (2000) menyatakan ada dua pigmen yang berasal dari reruntuhan sel darah merah yaitu hemosiderin dan bilirubin. Pada pembuluh darah di organ hati ditemukan banyak sel tumor. Adanya sel tumor di pembuluh darah suatu organ biasanya menandakan bahwa sel tumor bermetastasis. Ditemukan pula buluh darah baru (neovaskularisasi) atau angiogenesis yaitu proliferasi dari kerja buluh darah yang memasuki tempat perkembangan tumor untuk mensuplai nutrisi dan oksigen serta memindahkan produk tidak terpakai (Anonim 2007b). Menurut Maclachlan dan Cullen (1995), organ hati umumnya merupakan tempat metastasis untuk banyak tumor ganas, namun mayoritas dari neoplasma pada hati berasal dari organ lain. Macfarlane et al. (2000) menyatakan bahwa sebesar 50% kejadian tumor primer di daerah portal menyebar di hati dan 33% nya merupakan tumor yang bukan berasal di hati namun melibatkan organ tersebut.
1 cm Gambar 1 Massa tumor pada hati.
1 cm
Gambar 2 Bidang sayatan massa tumor, ditemukan pendarahan pada bagian tengah.
c a
b
d Gambar 3 Mikromorfologi hati. Degenerasi (a), kongesti (b), atrofi (c). hemosiderin (d). Pewarnaan HE, obyektif 40x, 40 µm.
b
a
Gambar 4 Sel-sel tumor leiomyosarcoma pada hati memiliki bentuk spindle (gelondong), kedua ujung inti tumpul (a), alur penyebaran bergelombang dan terlihat figur mitotik (b). Pewarnaan HE, obyektif 40x, 40 µm.
Metastasis terjadi pada paru-paru, Gross et al. (1992) menyatakan bahwa metastasis biasanya berjalan menuju paru-paru. Gambaran histopatologi pada organ paru-paru telah mengalami perubahan dan ditemukan sel-sel tumor yang memiliki karakteristik yang sama dengan sel-sel tumor primer. Bentuk setiap alveoli sudah tidak lagi teratur. Daerah interstitial menjadi lebih tebal, terjadi kongesti, emfisema maupun atelekstasis.
Atelekstasis adalah kelainan paru-paru, dimana alveoli
menyempit (kolaps).
Tekanan oleh tumor dan jantung yang membesar dapat
menyebabkan atelekstasis (Kurniawan 1973). Paru-paru mengalami emfisema yaitu gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh perluasan ruang udara didalam paru-paru disertai dengan destruksi jaringan (Kurniawan 1973). Hal ini terjadi akibat dari obstruksi saluran nafas oleh sel-sel tumor sehingga sulit untuk ekspirasi, udara tetap berada di dalam alveoli dan menyebabkan alveoli meregang. Emfisema dapat menimbulkan hipoksia dan hiperkapnea karena hipoventilasi pada banyak alveoli dan hilangnya dinding alveolus, hal tersebut dapat berakhir menjadi kematian (Guyton & Hall 1997). Perubahan lain yang ditemukan di paru-paru adalah adanya anthrachosis. Hal ini menunjukan kerusakan pada paru-paru berupa endapan karbon hitam. Pada organ ini dapat ditemukan pula sel tumor yang mengalami mitosis Metastasis ditemukan pula pada jantung sebagai organ utama sistem sirkulasi. Penyebaran hematogen atau limfogen dari paru-paru dapat mengakibatkan terjadinya tumor sekunder pada jantung (Kusumawidjaja 1973). Melalui vena pulmonalis, darah yang berasal dari paru-paru dialirkan menuju jantung karena itu secara mikroskopik pada organ jantung pun ditemukan sel-sel tumor yang memiliki karakteristik yang sama dengan sel-sel tumor sebelumnya. Jantung berfungsi sebagai pompa dimana jantung memiliki atrium, ventrikel dan katup-katup.
Menurut Price dan Wilson
(1984) terdapat dua katup: katup atrioventrikular (katup AV) yang memisahkan atrium dari ventrikel serta katup semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup atrioventrikular yaitu katup A-V (katup trikuspidalis dan mitralis) mencegah aliran balik darah yang berasal dari ventrikel menuju atrium selama fase sistolik dan katup semilunaris (yakni katup aorta dan pulmonalis) mencegah aliran balik darah yang berasal dari aorta dan arteri pulmonalis kembali ke ventrikel selama fase diastolik, katup-katup ini membuka dan menutup secara pasif (Guyton & Hall 1997).
Sel-sel tumor yang berada di katup
atrioventrikular menyebabkan katup tidak dapat membuka dan menutup secara normal. Apabila kedua ventrikel mengalami kelainan (khususnya ventrikel kiri) dapat
mengakibatkan jumlah aliran darah yang dari ventrikel melalui katup aorta ke dalam aorta akan berkurang (Price & Wilson 1984). Suplai darah menuju tubuh, kepala, ekstremitas atas dan bawah pun menjadi berkurang.
Pada katup A-V melekat
muskularis papilaris melalui korda tendinae, bila korda tendinae robek atau lumpuh dapat mengakibatkan kebocoran yang hebat sehingga jantung tidak mampu bekerja (Guyton & Hall 1997). Organ jantung mengalami pula dilatasi ventrikel. Dilatasi ventrikel bilateral merupakan suatu keadaan dimana pada kedua ventrikel menjadi lebih lebar. Van Vleet dan Ferrans (1995) menyatakan bahwa dilatasi jantung merupakan respon kompensasi peregangan dari otot jantung dengan meningkatkan kekuatan kontraksi yang sesuai dengan mekanisme frank-starling dan meningkatkan volume sehingga memacu peningkatan daya pompa jantung, akibatnya adalah terjadi penurunan kinerja organ jantung. Hal ini berdampak bagi organ lain secara sistemik. Pada organ limpa secara makroskopik terjadi kongesti. Organ limpa telah mengalami perubahan, tidak ditemukan pulpa merah dan pulpa putih serta jumlah limfosit sedikit.
Limpa
merupakan salah satu organ penamp ung darah, yang terbagi menjadi dua daerah terpisah untuk menyimpan darah yaitu sinus venosus dan pulpa. Guyton dan Hall (1997) menerangkan bahwa pulpa merah dari pulpa limpa adalah penampung khusus yang mengandung sejumlah sel darah merah, sedangkan pulpa putih membentuk sel limfoid. Dijelaskan pula bahwa limpa sebagai pembersih darah, pembuangan sel-sel darah merah yang tua. Sebelum masuk ke dalam sinus, daerah yang melewati pulpa limpa akan diperas.
Sel darah merah akan dicerna oleh sel-sel retikuloendotelial
limpa dimana sel-sel retikuloendotelial bekerja sebagai sistim pembersih untuk darah. Bila darah diserbu oleh bahan infeksius, sel-sel retikuloendotelial dengan cepat akan membuang debris, bakteri, parasit karena itu di dalam lumen bisa terjadi obstruksi akibat dari adanya trombosis.
Ganong (2002) menjelaskan juga bahwa limpa
berfungsi menyaring darah dan membentuk limfosit, di organ ini pula mengandung banyak trombosit. Lesio pada limpa membuat limfosit yang dibentuk menjadi berkurang. Pada organ ginjal, secara mikroskopis sel-sel tumor dengan karakteristik seperti sel tumor primer ditemukan di sekitar kapsula.
Tubulus ginjal telah menghilang
sebagai akibat dari tekanan mekanis sel-sel tumor namun glomerulus masih tampak walau beberapa ditemukan bentuknya tidak lagi sempurna. Terdapat endapan protein berwarna putih di ruang bowman. Carlton & Mc Gavin (1995) menerangkan bahwa
kerusakan tubulus ginjal mengakibatkan protein yang lolos tidak mampu diserap kembali secara maksimal hingga tertimbun di dalam lumen tubuli karena itu banyak ditemukan endapan protein. Pada gambaran makromorfologi, traktus digesti mengalami gastric anemis dan di sepanjang usus mengalami enteritis catarrh et haemorrhagi sedangkan pada gambaran mikroskopisnya telah terjadi deskuamasi permukaan vili, bentuk crypta tidak lagi normal dan lamina propia ditemukan sel plasma yang jumlahnya cukup banyak. Guyton dan Hall (1997) menerangkan bahwa secara normal sebagian besar oksigen darah berdifusi keluar arteriol dan langsung masuk ke dalam venula yang berdekatan tanpa terbawa dalam darah ke ujung- ujung vili, pemintasan oksigen ke venula ini tidak berbahaya bagi vili namun pada keadaan sakit dimana aliran darah ke usus menjadi sangat terbatas, seperti pada syok sirkulatorik, defisit oksigen pada ujung vili atau bahkan seluruh vili menderita kematian akibat iskemik dan dapat mengalami disintegrasi oleh karena itu, apabila terjadi gangguan gastrointestinal, vili menjadi sangat tumpul sehingga menimbulkan penurunan kapasitas absorptif gastrointestinal yang sangat besar. Adanya deskuamasi vili ini memudahkan mikroorganisme untuk menempel di sepanjang saluran pencernaan sehingga menyebabkan enteritis dan pendarahan. Enteritis terjadi akibat infeksi pada saluran pencernaan oleh virus, bakteria, protozoa dan cacing (Macfarlane et al 2000).
Walau pada saluran pencernaan mengalami
perubahan namun sel-sel tumor tidak ditemukan keberadaanya, hal ini sama seperti lambung, limpa dan otak. Pada otak besar atau serebrum ditemukan oedema dan peningkatan sel glia. Oedema ini dapat menimbulkan degenerasi sel-sel neuron, selsel neuron yang mati ini akan difagosit oleh sel mikroglia.
Himawan (1973)
menyatakan cairan oedema menekan otak sehingga menimbulkan degenerasi sel-sel neuron.
Kondisi ini merangsang sel-sel mikroglia disekeliling sel-sel neuron
bertindak sebagai makrofag yang memiliki kemampuan untuk memfagositose pecahan sel neuron tersebut (Hartono 1992). Pada otak ditemukan kalsifikasi hal ini terjadi karena sel atau jaringan otak mengala mi degenerasi dan nekrosa. Gambaran mikroskopis sel-sel tumor yang ditemukan di beberapa organ, secara keseluruhan memiliki karakteristik yang sama dengan gambaran mikroskopik sel-sel tumor dari preparat multinodular massa tumor dan hati. Sel-sel tumor ini memiliki karakteristik yaitu berbentuk seperti gelondong atau spindle, inti sel satu terletak di tengah, kedua ujung inti sel tumor sangat khas tumpul menyerupai cerutu,
pleomorfisme dan alur penyebaran sel adalah bergelombang. Di beberapa bagian sentral multinodular atau nodular sel-sel tumor ditemukan neovaskularisasi, jaringan ikat dan juga terdapat banyak sel tumor yang mengalami mitosis. Secara histologi, sel-sel tumor yang diamati menyerupai otot polos. Dellmann dan Brown (1989) menyatakan tiap serabut otot polos memiliki bentuk seperti kincir atau gelondong. Bentuk sel otot polos memanjang, bergelondong dan memiliki satu nukleus yang terletak di tengah (Delmann & Eurell 1998).
Karakteristik sel-sel tumor yang
ditemukan ini dapat dikategorikan sebagai leiomyosarcoma. Leiomyosarcoma adalah tumor ganas yang berasal dari otot polos (Callanan et al. 2000; Gross et al. 1992; Liu & Mikaelian 2003; Theilen & Madewell 1987; Runnells 1946, Wang et al. 2005). Tumor jinak maupun ganas yang berasal dari otot polos banyak menyerang anjing, namun pernah ditemui juga pada domba, sapi, babi, kuda dan hewan lain (Theilen & Madewell 1987).
Cooper & Valentine (2002)
menerangkan bahwa kasus leiomyosarcoma pernah ditemui pada anjing ras Golden Retriever betina. Menurut Macfarlane et. al (2000) leiomyosarcoma jarang timbul di kulit, jaringan lunak, lambung namun lebih sering di uterus namun Wang et al. (2005) menerangkan bahwa leiomyosarcoma dapat ditemukan terutama pada hati. Pada anjing, leiomyosarcoma pernah ditemukan pada hati (Callanan et al. 2000). Kapatkin et al. (1992) menyatakan leiomyosarcoma pada anjing dengan primer di organ hati pernah dilaporkan.
Gambar 5 Sel-sel tumor leiomyosarcoma pada paru-paru (studi kasus). Pewarnaan HE, obyektif 40x.
Gambar 6 Sel-sel tumor leiomyosarcoma pada Peritoneum (literatur), pewarnaan HE, obyektif 40x (Zhu et al. 2000). Sel-sel tumor yang ditemui pada studi kasus ini memiliki karakteristik yang sesuai dengan karakteristik leiomyosarcoma dari referensi sebelumnya. Wang et al. (2005) menjelaskan bahwa leiomyosarcoma kebanyakan tidak berkapsul, pada organ yang terkena leiomyosarcoma demarkasi tampak jelas dan mengandung sel-sel tumor yang berbentuk oval hingga gelondong sejenis otot polos yang membundel. Nukleus berbentuk cerutu dengan ujung tumpul dan ditemukan juga bentuk pleomorhis. Pendapat yang sama dari Gross et al (1992), Liu & Mikaelian (2003) serta Callanan et al (2000) adalah leiomyosarcoma tidak berkapsul, mengandung sel-sel gelondong panjang yang saling menguntai, sitoplasma berwarna merah dengan variasi bervakuola, inti sangat luas dan pleomorphis tapi mayoritas ujungnya tumpul, bentuk
memanjang. Pernyataan ini didukung pula oleh Zhu et al. (2000) yaitu dibawah mikroskop cahaya, sel-sel tumor leiomyosarcoma memiliki karakteristik akan interkalasi susunan sel, bentuknya seperti kumparan atau oval dengan bermacam ukuran, sitoplasma kaya akan warna merah, sebagian ditemukan bentuk bergranul atau vakuola, nukleus terlihat bentuk polimorphis seperti oval yang menusuk. Steven et al. (2002); Theilen & Madewell (1987) berpendapat yang sama bahwa leiomyosarcoma memiliki bentuk gelondong yang mirip dengan sel-sel otot polos normal, nukleus yang pleomorphis dan ditemukan gambaran mitotik. Pernyataan lain yang
mendukung
adalah
Cooper
&
Valentine
(2002)
yang
menjelaskan
leiomyosarcoma tidak berkapsul dan frekuensi invasi cukup tinggi. Cooper & Valentine (2002) berpendapat bahwa terkadang Leiomyosarcoma sulit dibedakan dengan sel spindle tumor mesenkim lain, khususnya jaringan yang memiliki komponen kolagen yang luas. Gross et al. (1992); Liu & Mikaelian (2003); Callanan et al. (2000) menyatakan bahwa fibrosarcoma merupakan diagnosa banding untuk leiomyosarcoma. Fibrosarcoma adalah tumor asal mesenkim yang tersusun atas sel fibroblast malignant dengan latar belakang serabut kolagen.
Cooper &
Valentine (2002) menerangkan bahwa dalam membedakan fibrosarcoma dengan leiomyosarcoma dengan lebih jelas dapat digunakan pewarnaan khusus seperti Masson’s Trichrome. Pada kasus ini, hasil yang didapat dari pewarnaan Masson’s Trichrome menunjukkan bahwa ditemukan serabut kolagen (berwarna biru) namun serabut kolagen tersebut bukan berasal dari sel-sel tumor fibrosarcoma melainkan akibat fibrosis. Sehingga sel-sel tumor diidentifikasi sebagai leiomyosarcoma. Selain Masson’s Trichrome, pewarnaan dengan teknik immunohistokimia dapat juga membantu dia gnosis.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan: 1. Tumor primer ditemukan pada organ hati dan diidentifikasi sebagai leiomyosarcoma, yaitu jenis tumor ganas yang berasal dari otot polos. Karakteristik jenis tumor ini secara histologi digambarkan memiliki bentuk gelondong hingga oval, kedua ujung inti sangat khas karena tumpul menyerupai cerutu, pleomorfis, sitoplasma berwarna merah dan sebagian ditemukan bervakuola. 2. Leiomyosarcoma pada anjing Golden Retriever dalam kasus ini telah mengalami metastasis pada organ paru-paru, subkutan, costae bagian kanan, jantung dan ginjal. Saran: 1. Dalan keadaan sakit perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap fungsi hati ketika hewan masih hidup, misal ALT (Alanine Amino Transferase) dan AST (Aspartate Amino Transferase). 2. Untuk mengidentifikasi jenis tumor dapat dilakukan pewarnaan lebih lanjut seperti menggunakan teknik immunohistokimia.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2002. The dog book. Jakarta: Nexx Media. [Anonim]. 2006. Dog. http://www.GRRF.org/Pupieshtml. [22desember 2006]. [Anonim]. 2007a. Tumor. http://en.wikipedia.org/wiki/Tumor. [25 Januari 2007]. [Anonim]. 2007b. Metastasis. http://en.wikipedia.org/wiki/Neoplasia. [ 25 Januari 2007] Ackerman LV, Regato JA. 1947. Cancer (Diagnosis, Treatment and Prognosis). St. Louis: The C. V. Mosby Company. Callanan JJ, McCarthy GM, McAllister H. 2000. Primary Pulmonary Artery Leiomyosarcoma in an Adult Dog. Veterinary Pathology 37: 663-666 Carlton WW, McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. 2nd.ed. St. Louis: Mosby Cheville NF. 1994. Pathology An Introduction to Interpretation. Iowa: Iowa State University Press Cooper BJ, Valentine BA. 2002. Tumours of Muscle. Di dalam: Meuten DJ, editor. Tumors in Domestic Animals.(Ed.4). Iowa: A Blackwell Publishing Company. Cullen JM, Page R, Misdrop W. 2002. An Overview of Cancer Pathogenesis, diagnosis, and Management. Di dalam: Tumors in Domestic Animals.(Ed 4). Iowa: A Blackwell Publishing Company. Damjanov I.1998. Buku Teks dan Atlas Berwarna Histopatologi. Pendit UB, penerjemah; Himawan M, editor. Jakarta: Widya Medika.terjemahan dari: Histopathology A Color Atlas and Textbook . Darmawan S. 1973. Hati dan Saluran Empedu . Di dalam: Himawan, editor. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Universitas Indonesia Dellmann, Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner I (Ed.3). Hartono, penerjemah. Jakarta: UI Press Dellmann HD, Eurell J. 1998. Textbook of Veterinary Histology (Ed.5). Baltimore: Lippincott William & Wilkins Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Widjajakusumah HMD, Irawati d, siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Widjajakusumah HMD, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology.
Gross TL, Ihrke PJ, Walder EJ. 1992. Veterinary Dermatopathology: A Macroscopic and Microscopic Evaluation of Canine and Feline Skin Disease. St Louis: Mosby Year Book. Gunarso W. 1989. Mikroteknik. Bogor: IPB Press. Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan I, tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Hartono. 1992. Histologi Veteriner, Organologi (Ed.2). Bogor: IPB Press. Himawan S. 1973. Ginjal. Di dalam: Himawan, editor. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Universitas Indonesia. Hirao Kazuya, Matsumura K, Imagawa A, Enomoto Y, Hosogi Y, Kani T, Fujikawa K, Ito N. 1974. Primary neoplasma in Dog Liver Induced by Diethylnitosamine. Nara, Jepang: Cancer Reseach 34: 1870-1882. Humason GL. 1972. Animal Tissue Techniques. Edisi ke-3. San Fransisco: W. H. Freeman and Company. Kapatkin AS, Mullen HS, Mattiesen DT, Patnaik AK. 1992. Leiomyosarcoma in Dog: 44 Cases (1983-1988). Di dalam: Meuten DJ, editor. Tumor in Domestic Animal. J Small Anim Prac 36: 426-433. Kurniawan AN. 1973. Susunan Pernafasan. Di dalam: Himawan, editor. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Universitas Indonesia Kusumawidjaja H. 1973. Susunan Kardiovaskular. . Di dalam: Himawan, editor. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Universitas Indonesia Larkin P, Stockman M. 2001. The Ultimate Encyclopedia of Dogs (Dog Breeds and Dog Care). London: Anness. Liu SM, Mikaelian I. 2003. Cutaneus Smooth Muscle Tumors in The Dog and Cat. Vet Pathol 40: 685-692. Macfarlane PS, Reid R, Callander R. 2000. Pathology Illustrated. Ed ke-5. Churchill Livingstone: Harcourt. Maclachlan NJ, Cullen JM. 1995. Respiratory System. St. Louis: Mosby Price S, Wilson L. 1984. Patofiologi Respirasi. 2nd Jakarta: EGC. Robbin SL, Contran R, Kumar V. 1999. Pathologic Basis of Disease. (Ed.3). Philadelphia: Sounder Company. Runnells RA. 1946. Animal Pathology. Ed Ke-4. Iowa: The Iowa State College Press.
Runnells RA. 1954. Animal Pathology. Ed Ke-5. Iowa: The Iowa State College Press. Saleh S. 1973. Kelainan Retrogresif dan Progresif. Di dalam: Himawan, editor. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Universitas Indonesia Sianipar ND, Wiryanta Bernard TW, Murdiana Dedi. 2004. Merawat dan Melatih Anjing Penjaga. Jakarta; Agromedia Pustaka. Smith HA, Jones TC. 1961. Veterinary Pathology. Philadelphia: Lea & Febiger. Spector WG, Spector TD. 1993. Pengantar Patologi umum (Ed.3). Penerjemah Soetjipto et al. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Steven A, Lowe JS, Young B. 2002. Wheater’s Basic Histopathology A Colour Atlas and Text (Ed4). London: Churchill Livingston Theilen G, Madewell B. 1987. Veterinary Cancer Medicine. 2nd .Ed. Philadelphia: Lea & Febiger. Tjarta A. 1973. Neoplasma. Di dalam: Himawan, editor. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Universitas Indonesia Underwood JCE. 1992. General and systemic Pathology. London: Churchill Livingstone Untung O. 1999. Merawat dan Melatih Anjing. Jakarta: Penebar Swadaya. Van Vleet JF, Ferrans Victor. 1995. The Cardiovascular System. 2nd Ed. St. Louis: Mosby Wang FI, Hua CC, Hsuan LC, Ren JC. 2005. Epitheloid Leiomyosarcoma in The Visceral Peritoneum of An American Badger (Taxidea taxus). J Vet Diagn Invest 17: 86-89. Zhu, Q Su, Zhou JG, Hu PL, JH Xu. 2000. Study of Primary Leiomyosarcoma Induced by MNNG in BALB/C Nude Mice. World journal of Gastroenterology 6 (1): 128-130.
LAMPIRAN
Lampiran 1 PEMBUATAN PREPARAT HISTOPATOLOGI (HP)
Pembuatan preparat histolo gi terdiri dari fiksasi jaringan, proses jaringan (dehidrasi, clearing, infiltrasi dan embedding), pemotongan jaringan dan pewarnaan. Dehidrasi adalah suatu proses penarikan air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yang diuji. Sampel jaringan didehidrasi dalam alkohol bertingkat (alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut), xylol (I dan II), dan paraffin (I dan II) dengan menggunakan alat dehidrator autotechnicon.
Proses
dehidrasi ini lamanya tergantung dari ukuran dan jenis jaringan. Proses ini umumnya dilakukan pada masing- masing cairan selama dua jam. Clearing atau penjernihan adalah suatu proes intermedier antara proses dehidrasi dan proses embedding dengan paraffin. Setelah dehidrasi dengan alkohol bertingkat kemudian jaringan langsung diproses untuk embedding dalam paraffin, maka paraffin tidak dapat berpenetrasi ke dalam jaringan. Hal ini disebabkan sisa alkohol masih terdapat pada jaringan dan tidak mampu bercampur dengan paraffin. Zat yang biasa dipakai sebagai larutan clearing dalam metode histopatologi ini adalah xylol, karena xylol dapat bercampur dengan air. Embedding adalah suatu proses pembuatan blok paraffin.
Mengerjakan
proses ini sebaiknya didekat sumber panas dengan alat-alat yang telah dihangatkan terlebih dahulu untuk mencegah pembekuan paraffin sebelum proses selesai. Pada studi kasus ini menggunakan paraffin histoplast yang mempunyai titik didih antara 56-72 oC. Setelah proses penjernihan irisan sampel tumor direndam dalam paraffin cair selama 2 jam lalu sampel dicetak dalam bentuk blok paraffin dengan cara meletakan jaringan sedemikian rupa pada dasar cetakan sehingga memudahkan orientasi, baik saat memotong maupun mengenali jaringan. Tahap selanjutnya adalah mendinginkan paraffin sampai kembali membeku dan melepaskan paraffin yang berisi jaringan sampel tumor dari cetakan dengan cara memasukan cetakan ke dalam suhu 46
o
C (refrigator).
Sampel yang telah berbentuk blok siap untuk dipotong
menggunakan mikrotom. Section adalah pemotongan jaringan.
Pada tahap ini jaringan yang telah
diblok disimpan dalam lemari es untuk mengeraskan paraffin dan memudahkan untuk pemotongan dengan menggunakan alat khusus yang disebut mikrokotom.
Tahap pertama pemotongan kasar dengan cara pisau dipasang pada knife holder dan dikencangkan dengan clamping srew. Kemudian blok ditempatkan pada object clamp dengan memperhatikan permukaan atas tidak boleh melebihi pisau mikrotom dan longitudinal adjusment knob dan transverse adjusment knob diatur menjadi horisontal. Lalu locking handless dikencangkan. Sedikit demi sedikit blok dinaikkan sambil mulai dipotong sampai seluruh paraffin yang menutupi permukaan atas jaringan terkelupas dan mengunci pada posisi tersebut. Tahap kedua adalah proses pemotongan halus.
Hal pertama meratakan
potongan jaringan dengan cara memotong sedikit demi sedikit menggunakan teknik pemotongan halus. Kemudian merubah posisi pisau sedemikian rupa sehingga daerah pisau yang paling tajam menghadap jaringan dan mengulangi pemotongan jaringan dengan pemotongan halus dengan tissue thickness selector untuk memilih ketebalan jaringan yang akan dipotong (pada umumnya 4-5 mikron). Tahap ketiga adalah melebarkan lembaran potongan jaringan dengan cara memilih lembaran jaringan yang paling baik, kemudian diapungkan pada air dingin dan kerutan dihilangkan dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung stick dan menarik sisi lain menggunakan kuas runcing. Kemudian lembaran jaringan tersebut dipindahkan ke dalam air hangat (suhu 40-45 o
C) selama beberapa detik dengan menggunakan kertas karton sampai mengembang
sempurna dengan gerakan menyendok lembaran jaringan tersebut diambil dengan gelas objek dan ditempatkan ditengah pada sepertiga atas atau bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan. Kemudian menempatkan gelas objek yang berisi jaringan pada inkubator (37 o C) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna. Staining adalah pewarnaan jaringan untuk mempermudah penglihatan dan pengenalan dengan mikroskop, jaringan yang telah mengalami proses-proses di atas harus diwarnai karena setelah proses diatas jaringan menjadi kering dan dengan proses pewarnaan ini dapat menghasilkan keadaan jaringan menjadi basah kembali. Selanjutnya preparat dapat langsung diwarnai dengan teknik pewarnaan yang diinginkan. Mounting dilakukan setelah pewarnaan selesai dengan cara menempatkan gelas objek pada kertas tissu yang datar, ditetesi dengan bahan mounting (canada balsem) yang sudah diencerkan dengan xylol kemudian ditutup cover glass secara hati-hati guna mencegah terbentuknya gelembung udara. (Sumber: Humason 1972).
Lampiran 2
PEWARNAAN HE Potong pita jaringan dengan gelas objek yang telah diinkubasi kemudian dihilangkan paraffinnya (deparaffinasi) dalam larutan xylol I dan xylol II. Selanjutnya dehidrasi sedara bertahap dengan cara merendam kedalam larutan alkohol 80% lalu dipindahkan kedalam larutan alkohol 95% dan alkohol absolut. Sediaan kemudian dicuci dengan air mengalir atau air kran. Setelah itu dilakukan pewarnaan dengan cara merendam sediaan kedalam pewarna Mayer’s Hematoksilin lalu dicuci dengan air mengalir atau air kran. Sediaan lalu dimasukkan ke dalam larutan Lithium Carbonat, dicuci dengan air kran kemudiaan dimasukan ke dalam pewarnaan Eosin dan dicuci kembali dengan air kran untuk menghilangkan kelebihan zat warna. Selanjutnya dilakukan dehidrasi kembali dengan larutan alkohol 95%, alkohol absolut I dan absolut II. Sediaan kemudian dijernihkan menggunakan xylol I dan xylol II, lalu dikeringkan dan ditutup denga n gelas penutup menggunakan bahan permount (Gunarso 1989).
Lampiran 3
PEWARNAAN MASSON TRICHOME Pertama kali preparat di deparaffinasi kemudian dibilas dengan air kran. Selanjutnya preparat direndam dalam larutan mordan selama 30-40 menit lalu dibilas dengan aquadest.
Kemudian preparat dicelup ke dalam larutan Carrazi’s
Hematoksilin selama 40 menit lalu dibilas dengan air kran. Selanjutnya preparat dicelupkan secara berurutan ke dalam 0,75% Orange G selama 1-2 menit, asam asetat 1% (selama beberapa saat selam dua kali), Ponceau Xylidine Fuchsin selama 3 menit dan terakhir dilakukan dehidrasi dan penjernihan menggunakan xylol dilanjutkan dengan mounting (Humason 1972).