PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH ANJING RAS DOBERMAN DAN LABRADOR RETRIEVER
NURFITRAH ANDRIANI ABDULLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman dan Labrador Retiever adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian belakang skripsi ini.
Bogor, Oktober2012
Nurfitrah Andriani Abdullah NIM B04070001
ABSTRAK NURFITRAH ANDRIANI ABDULLAH. Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman dan Labrador Retriever. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan ARYANI S. SATYANINGTIJAS. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui infeksi parasit darah yang terdapat pada preparat ulas darah dari anjing ras Doberman dan Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok. Penelitian ini menggunakan tujuh preparat ulas darah anjing Ras Doberman dan tujuh preparat ulas darah anjing ras Labrador retriever dengan pewarnaan Giemsa 10% dan diamati pada pembesaran 1000 X. Hasil pengamatan menunjukan bahwa jenis parasit yang teridentifikasi yaitu Babesia sp. (0.6857±0.19518)% dan Theileria sp. (0.6486±0.29300)% pada anjing ras Doberman. Rata-rata persentase parasit Babesia sp. dan Theileria sp. pada anjing ras Labrador Retriever yaitu (0.6771±0.10350)% dan (0.6857±0.09619)%. Secara umum tingkat parasitemia pada kedua jenis anjing berada pada tingkat yang rendah atau “mild reaction” (<1%). Kata kunci : Doberman, Labrador retriever, Babesia sp., Theileria sp.
ABSTRACT NURFITRAH ANDRIANI ABDULLAH. Parasite in Erythrocyte of Doberman and Labrador Retriever Dog. Under guidance of UMI CAHYANINGSIH and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS. This research was conducted to know infection of parasite in erythrocyte of Doberman and Labrador Retriever dogs at Kelapa Dua Depok. Seven Doberman’s blood smear and seven Labrador Retriver’s blood smear were stained by Giemsa 10% and examined under 1000 X magnificence. The result of examination showed that the dog were positively infected by Babesia sp. and Theileria sp. The average percentation of Babesia sp. and Theileria sp. in Doberman dogs were (0.6857±0.19518)% and (0.6486±0.29300)%, respectively. Meanwhile the average percentation of Babesia sp.,and Theileria sp. in Labrador Retriever dogs were (0.6771±0.10350)% and (0.6857±0.09619)%. In general, the parasitemia in those dogs were in mild reaction (<1%). Keyword: Doberman, Labrador retriever, Babesia sp., Theileria sp.
iii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik, atau tujuan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PARASIT DALAM SEL DARAH MERAH ANJING RAS DOBERMAN DAN LABRADOR RETRIEVER
NURFITRAH ANDRIANI ABDULLAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
v
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman dan Labrador Retriever Nama : Nurfitrah Andriani Abdullah NIM : B04070001
Disetujui
Dr.drh.Hj.Umi Cahyaningsih, M.S. Pembimbing I
Dr.drh.Aryani S. Satyaningtijas. M.Sc., AIF. Pembimbing II
Diketahui
Drh. Agus Setiyono, M,S, Ph.D.,APVet. WakilDekanFakultasKedokteranHewan
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang Maha Berkehendak dan Maha Besar, atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Parasit Dalam Sel Darah Merah Anjing Ras Doberman dan Labrador Retriever ini merupakan salah satu syarat kelulusan studi program sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Atas segala dukungan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : Dr.drh.Hj. Umi Cahyaningsih, M.S sebagai dosen pembimbing pertama yang dengan sabar telah mencurahkan waktu, pikiran, dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc., AIF sebagai dosen pembimbing kedua
sekaligus
sebagai
membimbing penulis
dosen
selama
pembimbing
perkuliahan
di
akademik FKH
IPB
yang
selalu
dan
selalu
menyemangati penulis dalam menjalani hari-hari yang berat selama di FKH IPB. Kedua orang tua tercinta Ayah tercinta Drs. Abdullah S, M.M dan ibunda tercinta Hendrawati yang selalu menyemangati dan mendoakan penulis serta adik-adikku tersayang yang selalu menghibur penulis dengan canda tawa. Teknisi Laboratorium yang senantiasa membantu dalam pelaksanaan penelitian ini dan teman-teman Avenzoar 45, teman-teman Gianuzzi 44, dan kakak kelas yang selalu memberikan semangat. Semua pihak yang turut memberikan arti penting dalam perjalanan hidup penulis termasuk penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak. Kritik dan saran yang membangun agar karya penulis menjadi lebih sempurna sangat penulis harapkan. Bogor, Oktober 2012
Nurfitrah Andriani Abdullah
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Belajen, Kabupaten Enrekang pada tanggal 31 Maret 1989 dari ayah Drs. Abdullah, M.M dan ibu Hendrawati.Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Anggeraja dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) pada tahun 20082009. Penulis juga merupakan anggota aktif himpunan profesi (Himpro) ruminansia sejak tahun 2008-2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
x
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................
1
Tujuan Penelitian ....................................................................................
3
Manfaat Penelitian ..................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
4
Parasit .....................................................................................................
4
Rhipicephalus sanguineus ......................................................................
4
Babesia sp. .. ...........................................................................................
6
Morfologi ...........................................................................................
6
Siklus Hidup.......................................................................................
6
Gejala Klinis ......................................................................................
8
Theileria sp. . ..........................................................................................
8
Morfologi ...........................................................................................
9
Siklus Hidup.......................................................................................
9
Gejala Klinis ......................................................................................
10
Darah.......................................................................................................
11
METODE .........................................................................................................
13
Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................
13
Objek Penelitian......................................................................................
13
Pengambilan Sampel Darah ....................................................................
13
Pembuatan Preparat Ulas Darah .............................................................
13
Pengamatan Ulas Darah ..........................................................................
14
Analisis Data ...........................................................................................
14
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
15
Identifikasi Berdasarkan Morfologi ........................................................
15
Babesiasp. ..........................................................................................
16
Theileria sp. .......................................................................................
17
Persentase Parasitemia ............................................................................
18
ix
SIMPULAN .....................................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Anjing merupakan mamalia yang paling banyak dipelihara orang dan yang pertama kali didomestikasi atau disosialisasikan penggunaannya dalam kehidupan manusia. Menurut penelitian ilmiah dan bukti dilapangan, dewasa ini anjing banyak dipelihara karena anjing dianggap hewan pintar, mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi. Tingkat kecerdasan anjing tergantung dari jenis ras dan individu anjing itu sendiri (Untung 1999). Anjing merupakan hewan sosial sama seperti halnya manusia. Kedekatan pola perilaku anjing dengan manusia menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia, dan diajak bersosialisasi dengan manusia dan anjing lain. Anjing memiliki posisi unik dalam hubungan antarspesies. Kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukan anjing sangat mirip dengan konsep manusia tentang cinta dan persahabatan (Grossman 1993). Dewasa ini anjing difungsikan sebagai hewan pelacak untuk membantu aparat keamanan (polisi) dalam memecahkan kasus kriminal, terutama di Indonesia, seperti pelacak bahan peledak, narkotik, kasus pencurian, pembunuhan, dan kasus kriminal lainnya. Jenis anjing yang sering digunakan sebagai anjing pelacak di Indonesia diantaranya yaitu anjing Labrador Retriever, Gembala Jerman, Rotweiller Retriever, Doberman Pincher, Belgian Melanois, dan Beagle (Larkin dan Stockman 2001).
Gambar 1 Anjing ras Doberman (Horowitz 2009).
2
Gambar 2 Anjing ras Labrador Retriever (Horowitz 2009). Anjing tersebut dipilih sebagai anjing pelacak karena memiliki penampilan yang sangat baik, fisik yang sehat, dan daya intelegensi yang tinggi dibandingkan anjing lain serta memiliki daya penciuman yang sangat tajam. Anjing mempunyai sel-sel penciuman yang lebih banyak dari manusia dan lebih sensitif (Horowitz 2009), oleh karena fungsinya itu anjing sangat perlu untuk diperhatikan kesehatannya. Darah memiliki peranan yang sangat penting dan kompleks dalam sistem sirkulasi tubuh yaitu sebagai media transpor nutrisi, oksigen, karbondioksida, hormon, dan zat-zat hasil metabolisme. Disamping itu darah juga berperan dalam sistem pertahanan tubuh terhadap agen penyakit (Martini et.al 1992). Darah adalah salah satu parameter yang dapat dipakai untuk menentukan status kesehatan hewan. Sebagian besar penyakit diketahui dapat menyebabkan perubahan gambaran nilai darah (Ganong 2001). Anjing rentan terhadap berbagai penyakit, mulai yang ringan hingga yang berbahaya. Beberapa penyakit diantaranya juga merupakan penyakit pada manusia, tapi sebagian lainnya merupakan penyakit khusus anjing. Salah satu gejala penyakit berupa anemia pada anjing bisa berdampak fatal hingga kematian. Anemia bisa disebabkan oleh adanya parasit darah yang hidup di dalam tubuh anjing, gejala anemia pada anjing dapat di diagnosa melalui pemeriksaan seperti warna pink pucat pada bagian ginggiva dan konjungtiva serta anjing memiliki stamina yang kurang baik atau lethargi atau lemah (Lienden 2007). Pentingnya parasit darah pada anjing, yaitu akan menyerap nutrisi darah sehingga anjing kekurangan darah (anemia). Parasit yang biasanya menyerang anjing adalah jenis Babesia sp. dan Theileria sp. (Cleveland et. al 2002). Penelitian ini akan melakukan pemeriksaan parasit darah yang berasal dari anjing ras Doberman dan
3
Labrador Retriever di kepolisian Kelapa Dua Depok. Anjing tersebut memperlihatkan gambaran darah yang mengarah pada anemia (Patmawati 2007; Anggayasti 2007). Beberapa dari anjing tersebut diantaranya telah mati. Oleh karena itu pemeriksaan terhadap darah anemia ini dianggap sangat penting.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui infeksi parasit dalam sel darah merah yang dapat dilihat dengan preparat ulas darah dari anjing ras Doberman dan Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang keberadaan dan jenis protozoa yang menginfeksi anjing ras Doberman dan Labrador Retriever. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk melakukan tindakan pengobatan serta pencegahan secara berkala guna mengurangi kemungkinan terjadi penularan protozoa pada anjing.
4
TINJAUAN PUSTAKA Parasit Parasit dapat dibedakan menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh inangnya (host), contohnya jenis nyamuk (Culicidae), lalat (Muscidae), kecoa (Dictipotera), tungau (Parasitoformes), caplak (Acariformes),
kutu
(Pthiraptera), kutu
busuk
(Hemiptera), dan pinjal (Siphonaptera). Endoparasit adalah parasit yang dapat hidup di dalam tubuh inangnya diantaranya cacing dan protozoa (Gandahusada et. al 1998). Menurut Levine (1995), anjing dapat terinfeksi berbagai jenis protozoa yang beredar di dalam sel darah merah, antara lain Trypanosoma rangeli, Hepatozoon canis, dan Babesia canis dan Theileria sp. Parasit ini ditularkan oleh caplak coklat anjing, Rhipicephalus sanguineus. Babesia canis terdapat pada anjing di seluruh dunia, tetapi jarang di Amerika Serikat. Parasit ini ditularkan oleh gigitan caplak dan lebih sering ditularkan oleh Rhipicephalus sanguineus, akan tetapi dapat juga ditularkan oleh Dermacentor sp., Haemaphysalis sp., dan Hyalomma sp. (Kumar et. al 2008). Babesiosis dapat bersifat kronis, namun terkadang dapat juga bersifat akut dan menyebabkan kematian pada hewan yang terinfeksi. Infeksi parasit pada hewan dapat menyebabkan hewan kehilangan darah yang berdampak serius pada hewan tersebut (Soulsby1982) sehingga dapat menyebabkan penurunan berat badan, dan daya kerja. Penularan parasit ini tergantung dari populasi caplak yang menjadi vektor dari penyebaran parasit (Soulsby1982). Rhipicephalus sanguineus Rhipicephalus sanguineus adalah ektoparasit penghisap darah yang mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan hewan. Caplak dari spesies Rhipicephalus sanguineus disebut juga “the brown dog tick” dan merupakan jenis caplak yang paling sering pada anjing (Gambar 3). Secara umum tubuh caplak terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma (kepala dan toraks) dan idiosoma (abdomen) (Wijayanti 2007).
5
Gambar 3 Caplak Rhipicephalus sanguineus (Sumber: Ruedisueli dan Manship 2002). Caplak ini dapat bertahan hidup pada inangnya dengan melengkapi siklus hidupnya pada lingkungan sekitar yang sesuai inang. Caplak masih dapat bertahan hidup pada suhu udara yang kurang mendukung baik suhu tinggi maupun rendah. Populasi caplak akan meningkat drastis bila suhu hangat. Caplak ini memiliki sifat toleransi terhadap perubahan cuaca (Lord 2001, Sugiarto 2005). Siklus hidup R. sanguineus membutuhkan tiga induk semang mulai dari penetasan telur hingga menjadi caplak dewasa. Induk semang yang diperlukan bisa dalam ras anjing yang sama ataupun ras anjing yang berbeda. Seluruh stadium hidup caplak ini dapat menghisap darah atau cairan tubuh kecuali pada stadium telur. Caplak dewasa akan lepas dari tubuh anjing setelah menghisap darah kemudian merayap mencari tempat berlindung di celah-celah hingga telurnya siap untuk dikeluarkan, kemudian caplak dewasa akan siap untuk bertelur di tanah. Apabila caplak tersebut mengandung protozoa (Babesia sp. dan Theileria sp.) dalam tubuhnya, kemudian caplak ini menggigit anjing maka anjing tersebut kemungkinan akan mengalami infeksi protozoa (James dan Leah 2001). Betin a
Dewasa
Nimfa
Telur
Larva Nimfa Larva
Gambar 4Siklus hidup Rhipicephalus sanguineus(Sumber: James dan Leah 2001).
6
Babesia sp. Menurut Levine (1995) Babesia diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum III
: Apicomplexa
Subclass
: Piroplasmia
Ordo
: Piroplasmida
Family
: Babesiidae
Genus
: Babesia
Spesies
: Babesia sp.
Morfologi Babesia sp. Merupakan parasit obligat intraseluler dengan induk semang adalah anjing, ruminansia, dan satwa liar. Pada induk semang Babesia sp. berhabitat di dalam sel darah merah, biasanya bentuknya berpasangan seperti buah pir yang membentuk sudut pada kedua ujungnya, kadang-kadang dapat juga dijumpai yang tidak berpasangan (Gambar 6). Menurut OIE (2010), ukuran Babesia sp. diperkirakan panjang 1-1.5 µm dan lebar 0.5-1.0 µm. Ada dua bentuk Babesia yaitu bentuk yang besar (sudutnya kecil) misalnya Babesia bigemina dan Babesia motasi serta Babesia bentuk yang kecil (sudutnya lebih besar daripada bentuk yang besar). Babesia divergens dan Babesia ovis (Levine1995). Babesia sp. adalah parasit darah yang dapat menyebabkan babesiosis. Penyakit ini sering ditemukan di daerah yang beriklim tropis, subtropis, dan beriklim sedang (Astyawati et. al 2010). Babesia canis dan Babesia gibsoni paling sering ditemukan pada anjing (Cleveland et. al 2002; OIE 2010).
Siklus Hidup Secara umum Babesia sp. dalam siklus perkembangbiakannya dilakukan secara aseksual (skizogoni) yang terjadi pada induk semang dan seksual (gametogoni dan sporogoni) yang terjadi pada caplak (Gambar 5). Penyebaran babesia dimulai ketika inang tergigit caplak yang mengandung babesia dalam bentuk gametosit. Dalam tubuh caplak, babesia mengalami periode gametogoni yaitu terjadi perkawinan antara mikrogamet dan makrogamet lalu membentuk
7
zigot. Tahap selanjutnya zigot berkembang menjadi ookinet (Uilenberg 2006). Ookinet dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung, ookinet akan membesar di tempat ini dan disebut ookista. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit (ini yang disebut dengan periode sporogoni). Beberapa sporozoit menembus kelenjar ludah caplak dan bila caplak menggigit anjing makas porozoit masuk kedalam darah anjing dan mulailah siklus pre eritrositik.
tropozoit Bentuk amoboid
Infeksi tropozoit
Sirkulasi pada induk semang vertebrata
Vektor caplak
Infeksi pada usus
pembelahan Bentuk piriforom merozoit
Bentuk “criciform”
Gambar 5 Siklus Hidup Babesia sp. (Sumber: Gardiner et. al 2002). Perkembangan secara aseksual pada tubuh induk semang (anjing) dimulai pada saat caplak mengisap darah, dengan menginokulasikan sporozoit Babesia sp. melalui kelenjar ludah ke dalam tubuh anjing sebagai hospes perantaranya. Sporozoit kemudian akan mengikuti sistem limfe dan membentuk trofozoit dan selanjutnya menginfeksi sel parenkim hati, dan dalam beberapa hari membentuk badan yang berinti banyak disebut skizont. Dalam perkembangannya skizont akan membentuk merozoit di dalamnya. Semakin banyak jumlah merozoit dalam skizont akan menyebabkan skizont ini pecah. Skizont yang pecah kemudian melepaskan ribuan merozoit ke dalam aliran darah. Merozoit lalu menginfeksi eritrosit, kemudian berubah menjadi trofozoit muda yang kemudian matang dan
8
berubah menjadi skizont. Skizont kembali pecah dan kembali melepaskan merozoit yang akan menginfeksi eritrosit lain (Gardiner et. al 2002). Gejala Klinis Pada anjing, Babesia memasuki eritrosit dan dapat menyebabkan kenaikan suhu dan frekuensi nafas (Skotarczak 2008; Duh et. al 2004). Gejala yang tampak adalah, hemoglobinuria, ikterus, dan splenomegali (Yatim dan Herman 2006; Skotarczak 2008; Crnogaj et. al 2010). Gejala infeksi kronis yang nampak adalah demam, kehilangan nafsu makan dan kehilangan berat badan sehingga anjing menjadi lemah, anoreksia (Skotarczak 2008; Sugiarto 2005; Crnogaj et. al 2010). Gejala infeksi akut yang nampak adalah ikterus dan anemia. Anemia terjadi ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit sehingga menyebabkan kelainan pada sel darah merah berupa permukaan yang tidak teratur.
Bentuk sel darah merah
yang tidak teratur ini akan mempengaruhi kandungan hemoglobin yang mengikat oksigen. Kemudian sel darah merah yang mengalami kelainan tersebut akan dikeluarkan dari sirkulasi oleh limpa (Price dan Wilson 2003). Adanya infestasi parasit juga dapat
menyebabkan terjadinya hemolisis (intravaskuler) yang
kemudian menyebabkan terjadinya anemia (Taylor et. al 2007). Berikut adalah gambaran infeksi Babesia sp. dalam darah:
A
B
Gambar 6 Babesia canis (A) dan Babesia gibsoni (B) pada sel darah merah anjing (Sumber: Cleveland et. al2002). Theileriasp. Menurut Levine (1995) Theileria diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum
: Apicomplexa
Class
: Sporozoa
9
Subclass : Piroplasmodia Ordo
: Piroplasma
Family
: Theileriidae
Genus
: Theileria
Spesies
: Theileria sp.
Morfologi Bentuk Theileria sp. yang paling dominan adalah bentuk batang yang memiliki ukuran diperkirakan 1.5-2.0 x 0.5-1.0 µm. Bentuk lain yang sering dijumpai pada eritrosit yaitu bentuk oval, bundar, dan bentuk menyerupai koma (Gambar 7) (Soulsby 1982).
Gambar 7 Bentuk Theileria parva (bentuk-bentuk piroplasma dalam eritrosit) (Sumber:Soulsby 1982). Siklus Hidup Daur hidup Theileria sp. selain terjadi dalam tubuh caplak juga terjadi pada tubuh induk semang (Gambar 8). Daur hidup terdiri dari stadium sporozoit, skizon, merozoit, dan gamon. Sporozoit merupakan bentuk infektif yang masuk ke dalam tubuh anjing melalui gigitan caplak. Sporozoit menginfeksi inang melalui sistem limfe menuju jaringan limfoid terutama limfonodus dan limpa yang berkembang membentuk badan berinti yang banyak disebut skizont. Skizont ini berada dalam sitoplasma limfosit membentuk merozoit. Merozoit bergerak masuk ke dalam eritrosit kemudian terjadi binnary fussion di dalam eritrosit.
10
Beberapa merozoit masuk ke dalam eritrosit lain membentuk gamon (Siegel et. al 2006). Selanjutnya gamon memasuki daerah intestinal nimfa caplak membentuk mikrogamon. Mikrogamon ini berinti empat, kemudian membelah membentuk mikrogamet dengan satu inti kemudian bergabung dengan makrogamet membentuk zigot. Zigot akan masuk ke dalam epitel usus dan mengalami transformasi membentuk kinet. Kemudian kinet bergerak mengikuti aliran limfe dan memasuki kelenjar saliva caplak dan mengalami perubahan menjadi sporoblast (Bishop et. al 2004). Sporoblast akan menghasilkan ribuan sporozoit. Sporozoit inilah yang kemudian menginfeksi mamalia melalui gigitan caplak yang terinfeksi (Siegel et. al 2006). Sporozoit Limfosit
Sporozoit
Limfoblast Skizon
tropozoit
Parasit menyebar ke dalam sel
Sporoblast Kelenjar saliva
Kinet
Merogoni
Pencernaan caplak
Zigot
Merozoit
Gamet
Piroplasma dalam eritrosit
Gambar 8 Siklus hidup Theileria sp. (Sumber : IRLI 2006). Gejala Klinis Theileria sp. merupakan parasit pada hewan yang dapat menyebabkan theileriosis. Theileriosis adalah kondisi tubuh yang terinfeksi Theileria dan dapat
11
menyebabkan terjadinya anemia yang disertai demam, diarre dan pembengkakan kelenjar-kelenjar limfe. Menurut Morzaria (1990) patogenesitas Theileria untuk setiap spesies berbeda-beda tergantung kepada strain parasit, tingkat kepekaan inang dan jumlah parasit. Theileria mutans adalah salah satu jenis yang dikenal benign. Theileria mutans mengalami limfositik merogoni, pembelahan terjadi di eritrosit dan menyebabkan piroplasma parasitemia dan hemolitik anemia pada inang. Gejala klinis pada hewan yang terinfeksi Theileria yaitu letargi, anoreksia, membran pucat, hipertermia, hiperglobinuria, splenomegali, trombocytopenia, dan anemia (Simoes et. al 2011). Darah Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri dari sel darah (Evelyn 2006). Darah berfungsi sebagai media transportasi, yaitu membawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju jaringan, produk akhir metabolisme dari sel menuju organ eksresi, oksigen dari paru-paru menuju jaringan, karbondioksida dari jaringan menuju paru-paru, berperan dalam mengatur suhu tubuh, menjaga konsentrasi ion hidrogen tubuh dan pertahanan terhadap serangan mikroorganisme (Cunningham 2002). Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan. Sel darah terdiri dari tiga jenis eritrosit, leukosit, dan trombosit. Unsur ekstraseluler darah termasuk air, elektrolit, protein, glukosa, enzim, dan hormon terdapat dalam plasma. Eritrosit memiliki fungsi dalam pengangkutan oksigen ke jaringan dan membawa karbondioksida dari jaringan pada tubuh karena adanya hemoglobin di dalam butir darah merah (Colville dan Joanna 2002). Tekanan oksigen yang tinggi, temperatur yang rendah, dan pH yang tinggi dalam kapiler paru-paru menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin. Sedangkan pada saat tekanan oksigen yang rendah, temperatur yang tinggi, dan pH yang rendah di jaringan menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobbin (Ganong 2001). Fungsi hemoglobin adalah mengikat oksigen untuk dibawah ke jaringan. Leukosit berperan dalam pertahanan tubuh.
12
Anemia adalah suatu kondisi dimana jaringan kekurangan oksigen. Jaringan yang kekurangan oksigen bisa disebabkan oleh karena penurunan jumlah butir darahmerah (BDM), penurunan kadar hemoglobin, dan penurunan nilai hematokrit (PCV). Pada anemia dengan penurunan kadar hemoglobin disebut anemia defisiensi zat besi, dimana eritrosit menjadi berukuran kecil, mungkin dapat diperkirakan bahwa jangka hidupnya diperpanjang karena sel yang lebih muda memiliki ukuran lebih besar dibandingkan sel tua. Sebaliknya anemia tipe mikrositik adalah akibat dari sel-sel darah muda yang tidak dilepaskan ke dalam darah bersirkulasi dalam jumlah yang cukup untuk menggantikan sel-sel yang telah mati (Guyton dan Hall 2007). Jika tubuh hewan mengalami gangguan fisiologi maka gambaran darah dapat mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dapat disebabkan faktor internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus, dan suhu tubuh. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan perubahan gambaran darah antara lain infeksi kuman, perubahan suhu lingkungan dan fraktura terbuka. Hal lain yang diduga menjadi penyebab rendahnya jumlah eritrosit adalah investasi parasit kronis. Bila investasi parasit terjadi dalam jumlah besar dan dalam waktu lama, maka sangat mungkin anjing mengalami anemia. Investasi ini terjadi akibat faktor kebersihan kandang yang kurang baik. Selain itu seringnya kontak antar anjing semakin mempermudah penularan parasit dari satu anjung ke anjing lainnya.
13
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli2011 di Laboratorium Protozoologi, bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB. Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan anjing ras Doberman dan ras Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok. Jumlah anjing yang digunakan dalam penelitian ini adalah tujuh ekor ras Doberman (empat ekor jantan dan tiga ekor betina yang berumur lebih dari tiga tahun) dan tujuh ekor ras Labrador Retriever (lima ekor jantan-dua ekor betina yang berumur lebih dari tiga tahun) anjing-anjing tersebut merupakan anjing impor yang sudah didomestikasi tanpa diberikan perlakuan apapun dan sebelum melakukan aktivitas rutin pelatihan anjing pelacak (Patmawati 2007; Aggayasti 2007). Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan darah dengan spuit pada anjing melalui vena cephalica antibrachii lateralis dan vena femoralis sebanyak 2 ml setelah dilakukan pemeriksan klinis terhadap anjing tersebut (Patmawati 2007; Anggayasti 2007).Setelah semua sampel darah diperoleh, sampel darah langsung dibawa dengan menggunakan termos dingin ke laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi FKH IPB untuk langsung dilakukan pengamatan. Lama perjalanan dari Kennel Subdit Satwa POLRI sampai Laboratorium Fisiologi FKH IPB adalah 2-3 jam (Patmawati 2007; Anggayasti 2007).
Pembuatan Preparat Ulas Darah Pembuatan preparat ulas darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Darah yang telah disiapkan diteteskan ke atas object glass/gelas objek, kemudian ditempelkan ujung gelas objek yang lain dengan membentuk sudut kurang lebih 45o, setelah itu gelas objek didorong dengan
14
kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Ulasan yang didapat dikeringkan di udara selama 3-5menit, setelah kering dilakukan fiksasi ulasan dalam metanol selama 5 menit. Ulasan kemudian dicelupkan ke dalam pewarna giemsa selama kurang lebih 30 menit. Ulasan kemudian diangkat dan dicuci menggunakan air yang mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna giemsa dan dikeringkan di udara. Pengamatan Ulas Darah Hasil preparat ulas darah yang telah diwarnai, dengan Giemsa 10%, diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000 X dengan minyak emersi. Selanjutnya dilakukan penghitungan dengan rumus: Jumlah parasit/500 RBC x 100% (Alamzan et. al 2008). Penghitungan darah mulai dilakukan jika ditemukan parasit pada satu lapang pandang, jika dalam satu lapang pandang tersebut jumlah eritrosit belum mencapai jumlah lima ratus maka penghitungan dilanjutkan terhadap eritrosit pada lapang pandang yang lain meskipun dalam lapang pandang tersebut tidak ditemukan lagi parasit. Dalam penghitungan eritrosit rata-rata dilakukan pada 3-4 lapang pandang untuk mencapai angka lima ratus eritrosit. Analisis Data Setelah dilakukan penghitungan rataan persentase parasit dalam darah selanjutnya dilakukan analisa statistik menggunakan softwere SPSS 16 dengan Uji t berpasangan (Dahlan 2001).
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi Berdasarkan hasil identifikasi preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok, ditemukan dua jenis parasit darah yang mempunyai habitat di dalam sel darah merah (intraseluler) yaitu Babesia sp. dan Theileria sp., keduanya merupakan parasit darah yang sering menginfeksi hewan kecil diantaranya anjing. Phenzhorn (2006) melaporkan bahwa jenis parasit dalam sel darah merah hewan liar yang biasa ditemukan adalah jenis Babesia sp. dan Theileria sp. Dari ketujuh preparat ulas darah anjing ras Doberman ditemukan protozoa parasit darah dan dari setiap preparat ulas darah dapat ditemukan lebih dari satu jenis parasit darah yaitu Babesia sp. dan Theileria sp., begitupun dengan anjing ras Labrador Retriever dari ketujuh ekor anjing ditemukan protozoa parasit darah dan dari preparat ulas darah dapat ditemukan lebih dari satu jenis parasit Babesia sp. maupun Theileria sp. dari pemeriksaan tersebut semua anjing terinfeksi parasit Babesia sp. dan Theileria sp. Protozoa parasit yang terlihat pada pemeriksaan preparat ulas darah merupakan protozoa intraeritrositik berbentuk seperti buah pir berpasangan dengan warna yang lebih gelap dibandingkan sitoplasma dari sel darah merah. Karakteristik ini sesuai dengan morfologi Babesia sp. (Cleveland et. al 2002) dan merupakan parasit eritrositik (Gambar 9). Selain Babesia sp. ditemukan pula protozoa parasit yang mengarah pada morfologi dari Theileria sp. pada preparat ulas darah yang diperiksa terlihat parasit yang berbentuk batang dan dan bentuk yang menyerupai koma dengan warna yang lebih gelap dibandingkan sitoplasma dari sel darah merah (Gambar 10). Karakteristik ini sesuai dengan morfologi Theileria sp. Menurut Soulsby (1982) bentuk Theileria sp. yang paling dominan adalah bentuk batang. Infeksi parasit ini dapat menyebabkan perubahan gambaran darah pada hewan yang terinfeksi. Menurut Bandini (2001), jenis kelamin tidak mempengaruhi tingkat infeksi parasit. Akan tetapi jika ditemukan parasit dengan jumlah yang lebih banyak pada salah satu jenis kelamin maka kemungkinan hal
16
tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal, antara lain faktor stres pada hewan. Tingkat stres pada hewan akan mempermudah infeksi parasit darah, karena kondisi yang menurun akan menyebabkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh akan menurun pula sehingga lebih rentan terhadap infeksi parasit. Babesia sp. Babesia sp. merupakan salah satu jenis parasit darah yang berasal dari filum apicomplexa dan famili Babesiidae. Dalam sel darah merah bentuk Babesia sp. berpasangan seperti buah pir berbentuk sudut pada kedua ujungnya, akan tetapi kadang-kadang dijumpai bentuk yang tidak berpasangan. Ukuran Babesia sp. diperkirakan memiliki panjang 1-1.5 µm dan panjang 0.5-1.0 µm (Soulsby 1982). Dua spesies dari genus Babesia yang dominan menginfeksi anjing, yaitu Babesia canis dan Babesia gibsoni. Babesia canis ini terbagi lagi menjadi tiga subspesies, yaitu Babesia canis canis, Babesia canis vogeli dan Babesia canis rossi (Caccio et. al 2002). Babesia canis memiliki bentuk menyerupai buah pir dan memiliki diameter 2.5-5.0 mikron, meruncing pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain tumpul, dan berpasangan (Hunfeld et. al 2008). Masing-masing subspesies ini dapat dibedakan berdasarkan analisis rangkaian gen rRNA dan perbedaan sifat alami dan virulensinya pada anjing. Babesia canis canis dilaporkan paling sering menginfeksi anjing ras Doberman (Chauvin et. al 2009). Gejala klinis yang biasanya terlihat pada anjing yang terinfeksi babesia berupa gejala demam, hemoglobinuria, ikterus, dan splenomegali (Yatim dan Herman 2006; Skotarczak 2008; Crnogaj et. al 2010). Gejala kronis yang yang biasanya terlihat adalah demam, kehilangan nafsu makan hingga menyebabkan bobot badan menurun (Skotarczak 2008; Sugiarto 2005; Crnogaj et. al 2010). Infeksi babesia dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kematian pada hewan (Nasution 2007).
17
A
B
Gambar 9 Babesia sp.(A) hasil pengamatan dan Babesia sp. dengan pembesaran 1000 X dan Babesia sp.(B) berdasarkan literatur (Cleveland et. al 2002). Theileria sp. Theileria merupakan parasit darah yang berasal dari filum apicomplexa dan famili Theileriidae. Menurut Soulsby (1982) bentuk Theileria yang paling dominan adalah bentuk batang yang memiliki ukuran diperkirakan 1.5-2.0 x 0.51.0 µm (Kaufmann 2001). Akan tetapi sering juga ditemukan bentuk lain yang sering dijumpai pada eritrosit yaitu bentuk oval, bundar, dan bentuk yang menyerupai koma 0.5 x 2.0 µm (Kaufmann 2001). Jenis Theileria yang sering menginveksi anjing yaitu Theileria annae (Dixit 2010). Simoes et. al (2011) menyatakan bahwa gejala klinis pada hewan yang terinfeksi Theileria sp. dapat berupa
letargi,
anoreksia,
membran
pucat,
hipetermia,
hiperglobinuria,
splenomegali, trombositopenia, dan anemia.
A
B
Gambar 10 Theileria sp. (A) hasil pengamatan dengan pembesaran 1000 X dan Theileria sp. (B) berdasarkan literatur (Kaufmann 2001).
18
Presentase Parasitemia Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai parasitemia yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rataan persentase parasit pada anjing ras Doberman dan Labrador retriever. Jenis anjing
n
Persentase parasit Babesia
Persentase parasit Theileria
Doberman
7
0. 6857± 0.1952
0.6486±0.2930
Labrador Retriever
7
0. 6771 ±0.1035
0.6857±0.0962
Keterangan: Hasil menunjukan hubungan yang tidak berbeda nyata ( p>0.1).
Tingkat parasitemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah tingkat ringan (mild reaction) yaitu bila ditemukan 1-4 parasit darah per 500 eritrosit (parasitosis <1%), tingkatan kedua adalah tingkat lebih berat (servere reaction) bila ditemukan 5-10 parasit per 500 eritrosit (parasitosis 3%), sedangkan tingkatan yang ketiga adalah tingkat berat sekali (very servere reaction) yaitu bila ditemukan lebih dari sepuluh parasit per 500 eritrosit (parasitosisnya 5-9%) (Birkenheuer et. al 2003; Camacho 2004). Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa tingkat parasitemia Theileria sp. dan Babesia sp. pada anjing ras Doberman dan ras Labrador Retriever, nilai tersebut menunjukan bahwa tingkat parasitemia masih dalam stadium ringan (mild reaction) yaitu kurang dari 1 %. Mengacu dari referensi di atas, tingkat parasitemia yang kurang dari 1% hanya menyebabkan terjadinya parasitiasis (Soulsby 1982). Parasitiasis adalah keadaan dimana infeksi parasit belum menimbulkan lesi jelas atau tanda klinis pada induk semangnya. Menurut Simoes et. al (2011), gejala klinis dapat terjadi jika tingkat parasitemia dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi jika infeksi parasit terjadi secara bersamaan dan saling mempengaruhi antar parasit dalam darah, tingkat parasitemia yang rendah (<1%) dapat memicu timbulnya gejala klinis (Birkenheuer et. al 2003). Faktor yang dapat memicu timbulnya gejala klinis yaitu faktor eksternal misalnya tatalaksana pemeliharaan, suhu, dan musim, sedangkan faktor internal yang dapat memicu timbulnya suatu gejala klinis misalnya status imunitas individu dan status nutrisi seperti defisiensi vitamin dan asam folat (Guyton dan
19
Hall 2007). Tingkat stres pada hewan juga akan mempermudah infeksi parasit darah, karena kondisi yang menurun akan menyebabkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh akan menurun pula sehingga lebih rentan terhadap infeksi parasit. Penularan parasit darah dari satu hewan ke hewan lainnya dapat diperantarai oleh vektor seperti caplak. Infestasi caplak dalam jumlah banyak dapat menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa anemia, karena caplak ini akan menghisap darah (James dan Leah 2001). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Patmawati (2007) dan Anggayasti (2007) melaporkan bahwa anjing-anjing yang diambil darahnya ditemukan investasi caplak dalam jumlah yang banyak. Caplak merupakan vektor dari parasit darah Babesia sp. dan Theileria sp. Peningkatan jumlah caplak diduga dapat mengindikasikan peningkatan jumlah parasit pada eritrosit. Namun, hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukan bahwa hasil pemeriksaan parasit darah memperlihatkan adanya infeksi Babesia sp. dan Theileria sp. dengan stadium ringan yaitu kurang dari 1% walaupun dengan investasi caplak yang cukup tinggi. Tingkat parasit yang rendah dengan infestasi caplak yang tinggi dapat mengindikasikan bahwa pada saat dilakukan pengambilan darah infeksi parasit telah berjalan kronis (Altay et. al 2008) dan mencapai stadium penyembuhan (Bakken et. al 2006). Pada masa penyembuhan ini hewan yang terinfeksi parasit akan menjadi carrier (OIE 2012) dan dapat menjadi sumber infeksi bagi caplak yang berperan sebagai vektor (Oliveira et. al 1995).
20
SIMPULAN Semua preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever dari Satwa POLRI-Depok ditemukan dua jenis parasit dalam sel darah merah yaitu Theileria sp. dan Babesia sp. dengan tingkat infeksi ringan (< 1%).
21
DAFTAR PUSTAKA Alamzan C, Mendrano C, Ortiz M, Fuente JDL. 2008. Genetic Diversity of Anaplasma Marginale Straine From an Outbreak of Bovine Anaplasmosis endemic area. Vet Parasitology. 158:103-109. Altay K, Fatih A, Nazir D, Munir A. 2008. Molecular detection of Theileria and Babesia infections in cattle. Vet Parasitol. 158:295-301. Anggayasti GW. 2007. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Labrador Retriever Di Subdit Satwa Polri-Depok. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor. Hlm 61. Astyawati T, Wulansarai R, Cahyono, Ardhiansyah F, Rumekso A, Dhetty. 2010. Konsentrasi Serum Anjing yang Optimum untuk Menumbuhkan dan Memelihara Babesia canis dalam Biakan. J Vet (4): 238-243. Bakken S, Dumler S, Chen SM, Eckman, Marak R, Van etta L, Walker H. 2006. Human granulocytic ehrlichiosis in the upper midwest United States. JAMA. 129:247-269. Bandini Y. 2001. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta. Birkenheuer AJ, Levy MG, Breitschwerdt EB. 2003. Development and Evaluation a Seminested PCR for Detection and Differentiation of Babesia gibsoni (Asian Genotype) and Babesia canis DNA in canine Blood Samples. J.Clin Microbiol. 41 (9): 4172-4177. Bishop R, Musoke A, Morzaria S, Gardner M, Nene V. 2004. Theileria: Intracellular Protozoan Parasites of Wild and Domestic Ruminan Transmitted by Ixodod ticks. Parasitol. 129: 271-283. Caccio SM, Antunovic B, Moretti A, Moretti A, Mangili V, Marinculic A, Baric RR,Slemenda SB,Pieniazek NJ. 2002. Molecullar characterisation of Babesia canis canis, babesia vogeli, from naturally infected Europen Dog. (Abstrak) Vet parasitology. (106) 285-292. Camacho T. 2004. Roles of the Maltese Cross Form of Babesia micorti in the Development of Parasitemia in B. micorti Infection. .A.S.M. 72 (8) : 49292930. Chauvin A, Moreau E, Bonnet S, Plantard O, Malandrin M. 2009. Babesia and its hosts: adaptasion to long-lasting interaction as away to achieve efficient transmission. Vet Res. 40 (2): 37. Cleveland CW, Peterson DS, Latimer KS. 2002. An Overview of Canine Babesiosis. [terhubung berkala] Athens Departement of Medical Microbiology and Parasitology, and Departement of Pathology, Collage of Veterinary Medicine. University of Georgia. http://www.vet.uga.edu/vpp/clerk/cleveland/. (17 April 2012).
22
Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia London: Saunders Company. Hlm 218-224. Colville T, Joanna MB. 2002. Clinical Anatomy and Physiology For Veterinary Technicians. Criado A, Martinez J, Buling A, Barba JC, Merino S, Jefferies R, Irwin PJ. (2006) New data on epizootiology and genetics of piroplasms based on sequences of small ribosomal subunit and cytochrome b genes. Vet Parasitol. 142 (7):238–247. Crnogaj M, Petlevski R, Mrljak V, Kis I, Torti M, Kucer N, Matijatko V, Sacer I, Stokovic I. 2010. Melondialdehyde Levels in Serum of Dogs Infected with Babesia canis. Vet Med 55 (4): 163-171. Dahlan SM. 2001. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta. Salemba Medika. Dixit P, Dixit AK, Varshney JP. 2010. Evidence of New Phatogenic Theileria Species in Dog. J Parasit Dis. 34 (1) : 29-32. Duh D, Natasa T, Miroslav P, Katja S, Tatjana AZ. 2004. Canine babesiosis in Slovenia: Molecular Evidence of Babesia canis canis and Babesia canis vogeli. Vet Res. 35: 363-368. Evelyn PC. 2006. Anatomis dan Fisiologis untuk Paramedis, Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hlm 73-78. Gandahusada S, Ilahude H, Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran Ed ke-3. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm 109-112. Ganong WF. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20.Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm 145-148. Gardiner CH, Fayer R, Dubey JP. 2002. An Atlas of Protozoa Parasites in Animal Tissue. [terhubung berkala]. www.vet.uga.edu/vpp/archives/NSEP/babesia/ENG/etiologi.htm. (28 Mei 2012). Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm 251-255. Grossman L. 1993. The Dog’s Tale. BBC Books. London. Hlm 51. Horowitz A. 2009. Inside of a Dog: What Dogs See Smeel and Know. New York. Scribner a Division of Simon & Sehuster Inc. Hlm 9-11. Hunfeld KP, A Hildebrandt, JS Gray. 2008. Babesiosis: recent insights into an ancient disease. Int J. Parasitol. 38:1219-1237.
23
[ILRI] International Livestock Research Institut. 2006. Theileriosis. [terhubung berkala] http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/ilrad81/Theileriosis.htm(27 Januari 2012). James N,Leah L. 2001. Life Cycle of the Brown Dog Tick, Rhipicephalus sanguineus. [terhubung berkala]. University of Florida. Kaufmann J. 2001. Parasitic Infections of Domestic Animals- a Diagnostic Manual. Berlin: Birkhauser. Kumar M, Pallay S, Haque S, Mahto D. 2008. Feline Babesiosis. Veterinary World. 1 (4): 120-121 Larkin P, Stockman M. 2001. The Ultimate Encyclopedia of Dogs Breeds and Dog Care. London: Annes Publishing. Hlm 142. LevineN D.1995.Parasitologi Veteriner. Terjemahan G. Ashadi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Lienden RV. 2007. Anemia in Dogs. [terhubung Http//www.sniksnak.com/doghealthy/anemia.(29 April 2012).
berkala]
Lord CC. 2001. National Public Health Pest Control Manual. Departement of Entomology and Nematology. Departement of Agriculture and Consumer Services. Division of Plant Industry. University of Florida. [terhubung berkala]http ://creatures.ifas.ufl.edu/urban/medical/brown_dog_tick.htm. (28 april 2012). Martini FH, Ober WC, Garrison C, dan Weleh K. 1992. Fundamental of Anatomy and physiology. Ed ke-2. New Jersey : Prentice Hall, Englewood Cliffs. Hlm 243-245. Morzaria SP. 1990. Identification of Theleria spesies and characterization of Theileria parva stocks. International laboratory for Research on Animal Disease. Kenya. [OIE] Office International des Epizooties. 2010. Bovine Babesiosis. [terhubung berkala.]France Word Organisation for Animal Health.http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahc/2010/ en_chapitre_1.11.2.pdf . [28 Jan 2012]. Chapter 2.4.2. Hlm 1-3. [OIE] Office International des Epizooties. 2012. Bovine Anaplasmosis. [terhubung berkala]. http://www.oie.int. [19 Agustus 2012]. Oliveira C, Marjo VDW, Miguel A, Philippe J, Frans J. 1995. Detection of Theileria Annulata in blood samples of carrier cattle by PCR. J. Clinic Microbial. 33(10): 2665-2669.
24
Price SA, Wilson LM. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed ke-6. Buku 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm 258. Patmawati F. 2007. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman Di Subdit Satwa Polri Depok. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hlm 48-61. Penzhorn BL. 2006. Babesiosis of wild carnivores and angulates. Vet Parasitol. 138:11-12. Ruedisueli FL, Manship B. Tick Identification Key. 2002. [terhubung berkala] University of Lincoln http://webpages.lincoln.ac.uk/fruedisueli/FRwebpages/parasitology/Ticks/TI K/tick-key/backround_rhipicephalus.htm. Siegel S. Howert E. Leroy BE. 2006. East coast Fever (Theileria Parva). A review. Veterinary Clinical Pathology Clerkship Program. Departemen of Pathology. Collego of Veterinary Medicine. University of Geo Athens. Simoes PB, cardodo L, Araujo M, Mekuzas YY, Baneth G. 2011. Babesiosis due to the Canine Babesia micorti-like small Piroplasm in Dogs-First Report from Portugal and Possible Vertical Transmision. BioMed Central. (4):50. Skotarczak B. 2008. Babesiosis as a Disease of people and Dogs Molecullar Diagnostic: a Review. Vet Med 53(5): 229-235. Sugiarto. 2005. Potensi Caplak Anjing Rhipicephalus sanguineus sebagai Vektor Penyakit. [Skripsi]. Bogor; Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. New York. Taylor MA, RL Coop, RL Wall. 2007. Veterinary Parasitology. 3th Edition. Hongkong : Graphicraft Limited. Uilenberg G. 2006. Babesia- a historical overview. Vet Parasitol. 138: 2-10. Untung O. 1999.Merawat dan Memelihara Anjing. Jakarta : Penebar Swadaya. Hlm 15-18. Wijayanti DN. 2007. Studi Investasi Caplak pada Anjing Yang Dipelihara Di Subdit Satwa Dit Samapta Babinkam Polri Kelapa Dua Depok. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Yatim F, Herman R. 2006. Babebiosis (Piroplasmosis). Majalah Kedokteran Nusantara. Vol 39 No 2.
25
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis data menggunakan Program SPSS 16 dengan metode Uji T EXAMINE VARIABLES=td bd tl bl /PLOT BOXPLOT STEMLEAF
26
/COMPARE GROUP /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Explore [DataSet0] Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
theileria doberman
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
babesia doberman
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
theileria labrador
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
theileria babesia
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
Descriptives Statistic theileria doberman
Mean
.6486
95% Confidence Interval for Lower Bound
.3776
Mean
Upper Bound
.6573
Median
.8000
Std. Deviation
.29300 .14
Maximum
1.00
Range
.86
Interquartile Range
.40 -.865
.794
.144
1.587
Mean
.6857
.07377
95% Confidence Interval for Lower Bound
.5052
Kurtosis babesia doberman
.086
Minimum
Skewness
.11074
.9195
5% Trimmed Mean
Variance
Std. Error
27
Mean
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.6841
Median
.6000
Variance
.038
Std. Deviation
theileria labrador
.19518
Minimum
.40
Maximum
1.00
Range
.60
Interquartile Range
.20
Skewness
.277
.794
Kurtosis
.042
1.587
Mean
.6857
.09619
95% Confidence Interval for Lower Bound
.4504
Mean
.9211
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.6841
Median
.6000
Variance
.065
Std. Deviation
.25448
Minimum
.40
Maximum
1.00
Range
.60
Interquartile Range
.60
Skewness
.222
.794
-1.715
1.587
Mean
.6771
.10350
95% Confidence Interval for Lower Bound
.4239
Mean
.9304
Kurtosis theileria babesia
.8662
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.6890
Median
.8000
Variance Std. Deviation
.075 .27384
Minimum
.14
Maximum
1.00
28
Range
.86
Interquartile Range
.20
Skewness Kurtosis
theileria doberman theileria doberman Stem-and-Leaf Plot Frequency 2,00 4,00 1,00 Stem width: Each leaf:
Stem &
Leaf
0 . 0 . 1 .
14 6888 0
1,00 1 case(s)
-1.326
.794
2.472
1.587
29
theileria labrador theileria labrador Stem-and-Leaf Plot Frequency 2,00 3,00 2,00 Stem width: Each leaf:
Stem & 0 . 0 . 1 .
Leaf 44 668 00
1,00 1 case(s)
theileria babesia
30
theileria babesia Stem-and-Leaf Plot Frequency
Stem &
1,00 Extremes 5,00 0 . 1,00 1 . Stem width: Each leaf:
Leaf (=<,1) 66888 0
1,00 1 case(s)
EXAMINE VARIABLES=td bd tl bl /PLOT NONE /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
31
Explore [DataSet0]
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
theileria doberman
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
babesia doberman
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
theileria labrador
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
theileria babesia
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
Descriptives Statistic theileria doberman
Mean
.6486
95% Confidence Interval for Lower Bound
.3776
Mean
.6573
Median
.8000
Std. Deviation
.086 .29300
Minimum
.14
Maximum
1.00
Range
.86
Interquartile Range
.40
Skewness Kurtosis Mean
.11074
.9195
5% Trimmed Mean
Variance
babesia doberman
Upper Bound
Std. Error
-.865
.794
.144
1.587
.6857
.07377
32
95% Confidence Interval for Lower Bound
.5052
Mean
.8662
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.6841
Median
.6000
Variance
.038
Std. Deviation
theileria labrador
.19518
Minimum
.40
Maximum
1.00
Range
.60
Interquartile Range
.20
Skewness
.277
.794
Kurtosis
.042
1.587
Mean
.6857
.09619
95% Confidence Interval for Lower Bound
.4504
Mean
.9211
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.6841
Median
.6000
Variance
.065
Std. Deviation
.25448
Minimum
.40
Maximum
1.00
Range
.60
Interquartile Range
.60
Skewness
.222
.794
-1.715
1.587
Mean
.6771
.10350
95% Confidence Interval for Lower Bound
.4239
Mean
.9304
Kurtosis theileria babesia
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.6890
Median
.8000
Variance Std. Deviation Minimum
.075 .27384 .14
33
Maximum
1.00
Range
.86
Interquartile Range
.20
Skewness Kurtosis
-1.326
.794
2.472
1.587
T-TEST GROUPS=bd(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=td /CRITERIA=CI(.9500).
T-Test [DataSet0] Warnings The Independent Samples table is not produced.
Group Statistics babesia doberm an theileria doberman
N
Mean
1 2
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
.8000
.
.
a
.
.
.
0
a. t cannot be computed because at least one of the groups is empty.
T-TEST PAIRS=td WITH bd (PAIRED) /CRITERIA=CI(.9500) /MISSING=ANALYSIS. [DataSet0] Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
theileria doberman
.6486
7
.29300
.11074
babesia doberman
.6857
7
.19518
.07377
T-Test Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
34
Paired Samples Correlations N Pair 1
theileria doberman &
Correlation 7
babesia doberman
Sig.
.032
.946
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Std.
Difference
Deviati Std. Error Mean Pair 1
on
Mean
Lower
theileria doberman babesia
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
-.03714 .34688
.13111 .3579
.28367 -.283
6
5
doberman
T-TEST PAIRS=td tl WITH bd bl (PAIRED) /CRITERIA=CI(.9500) /MISSING=ANALYSIS.
T-Test [DataSet0] Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Pair 2
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
theileria doberman
.6486
7
.29300
.11074
babesia doberman
.6857
7
.19518
.07377
theileria labrador
.6857
7
.25448
.09619
theileria babesia
.6771
7
.27384
.10350
Paired Samples Correlations N Pair 1
theileria doberman & babesia doberman
Pair 2
theileria labrador & theileria babesia
Correlation
Sig.
7
.032
.946
7
-.455
.305
.786
35
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Std.
Difference
Deviati Std. Error Mean Pair 1
theileria doberman babesia doberman
Pair 2
theileria labrador theileria babesia
on
Mean
Lower
Upper
t
df
-.03714 .34688
.13111 -.35795
.28367 -.283
6
.786
.00857 .45076
.17037 -.40831
.42545
6
.962
.050
Lampiran 2 Tabel Hasil uji t berpasangan ras Doberman dengan melaporkan nilai p parasit
n
theileria babesia
7 7
Rata-rata±standar deviasi 0.6486±0. 29300 0. 6857±19518
p 0.786
Tabel Hasil uji t berpasangan ras Labrador Retriever dengan melaporkan nilai p parasit theileria babesia
n 7 7
Sig. (2-tailed)
Rata-rata±standar deviasi 0.6857±0.09619 0. 6771 ±0. 10350
p 0.962
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Anjing ras Doberman ...................................................................................
1
2 Anjing ras Labrador Retriever .....................................................................
2
3 Rhipichepalus sanguineus ............................................................................
5
4 Siklus Hidup Rhipichepalus sanguineus ......................................................
5
5 Siklus Hidup Babesia sp. . ...........................................................................
7
6 Babesia canis dan Babesia gibsoni pada sel darah merah anjing ................
8
7 Bentuk Theileria sp. . ...................................................................................
9
8 Siklus Hidup Theileria sp. . .........................................................................
10
9 Gambaran Mikroskopis Babesia sp. ...........................................................
17
10 Gambaran Mikroskopis Theileria sp. . .........................................................
17