Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (167 - 184)
McGraw-hill. Jegadeesh, N., & S. Titman. (1993). Returns to buying winners and selling losers. Journal of Finance, 25, 469 – 482. Jegadeesh, N., & S. Titman. (2001). Profitability of momentum strategies and evaluation of alternative explanations. Journal of Finance, 56, 599–720. Jensen, M., & G. Bennington. (1970). Random walks and technical theories: some additional evidence. Journal of Finance, 25, 469 – 482. Levine, David M, Stephan, David F., Krehbiel, Timothy C., & Berenson, Mark L.. (2008). Statistics for Managers using Microsoft Excel. New Jersey: Pearson Education. Levy, Robert A. ( January – February, 1968). Random Walks: Reality of Myth-Reply. Financial Analysts Journal, 129 – 132. Lo, A., & A. Mackinlay. (1999). A Non Random Walk down Wall Street. Princeton, NJ: Princeton University Press. Moskowitz, Tobias J. & Grinblatt, Mark. (1999). Does Industry Explain Momentum. Journal of Finance, 54, 1249-1290. Navarro, Peter. (2004). When The Market Moves Will You Be Ready. USA: McGraw Hill. Page 130 – 131. Oberlechner, Thomas. (2001). Fundamental Analysis in the European Foreign Exchange Market. International Journal of Finance and Economics, 6, 81-93. Ohlson, J. (1995). Earnings, Book Values and dividends in security valuation. Contemporary Accounting Research, 11, 661 – 687.
Petersen, M. (2008). Estimating standard errors in finance panel data sets: comparing approaches. Review of Financial Studies. Forthcoming Pring, Martin J.. (2002). Technical Analysis Explained (4th ed.). USA: McGraw Hill. Page 36 - 45 Schwager, Jack D. (1995). Schwager on Futures : Fundamental Analysis. Canada: Wiley & Sons Inc. Page 228
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
PERANAN FAKTOR-FAKTOR INDIVIDUAL DALAM MENGEMBANGKAN USAHA Studi Kuantitatif pada Wirausaha Kecil di Salatiga Komala Inggarwati
Arnold Kaudin
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
[email protected]
Prasetiya Mulya Business School, Jakarta
[email protected]
Schwager, Jack D.. (1999). Getting Started in Technical Analysis. Canada: Wiley & Sons Inc. Page 3 Shim, Jae K., Ph. D, Siegel, Joel G., Ph. D, CPA. (2007). Handbook of Financial Analysis, Forecasting, And Modeling (3rd ed.). O.CCH. United States. Page 202. Szabo, Andy CFA. (2004). Timing the Stock Market, Charles Dow and His Theory. Greenwich Financial Management Inc. Taylor, M., & H. Allen. (1992). The use of technical analysis in the foreign exchange market. Journal of International Money and Finance, 11, 304–314. Teweles, Richard J., & Bradley, S. Bradley. (1998). The Stock Market (7th ed.). Canada: Wiley and Sons, Inc. Thomsett, Michael C. (1998). Mastering Fundamental Analysis. USA: Dearborn Financial Publishing. Page 3. Thornsett, Michael C. (2006). Getting Started in Fundamental Analysis. Canada: Wiley. Page 34. White, Gerald I., Sondhi, Ashwinpaul C., & Fried, Dov. (2003). The Analysis and Use of Financial Statement (3rd ed.). USA: Wiley & Sons.
The enormous number of micro enterprises contributes relatively low to the aggregate economy. This is due to the fact that many small businesses do not grow although it has been run for years. Reluctance to grow may be due to, for instance, the desire to retain ownership or avoidance of loss of satisfaction. This study aims to examine the influence of several individual factors that may affect growth intention. Those factors are the start-up motivation, self-efficacy and risk taking propensity of the business owners. The sample of this study were 50 pedagang kreatif lapangan in Salatiga who are the founder of his/her business. Multiple-regression analyses reveal that start-up motivation and self-efficacy significantly affect growth intention. This means that entrepreneurs who start their business because of some positive reasons and faith have greater intention to grow. The result also indicates that although a micro-entrepreneur has a high degree of risk taking propensity, his/her intention to grow may be low when he/she lacks of neither positive start-up motivation nor a high degree of self-efficacy.
Abstract
Kontribusi usaha mikro terhadap perekonomian di Indonesia masih relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh banyaknya usaha yang tidak berkembang walau telah dijalankan selama bertahun-tahun. Hambatan dalam mengembangkan usaha dapat disebabkan oleh faktor individu si pengusaha, misalnya hasrat untuk mempertahankan kepemilikan atau menghindari kehilangan kenyamanan menjalankan usaha dalam skala kecil. Studi ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari beberapa faktor individual yang dapat mempengaruhi keinginan untuk mengembangkan usaha. Faktor-faktor yang dimaksud adalah motivasi positif (pull factor) saat mendirikan usaha, selfefficacy dan risk taking propensity dari pendiri yang masih menjalankan usaha. Sampel dalam studi ini adalah 50 pedagang kreatif lapangan di kota Salatiga yang juga merupakan pendiri usaha. Untuk mengetahui pengaruh faktor individu terhadap keinginan untuk mengembangkan usaha dilakukan analisis regresi berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat pull factor saat mendirikan usaha dan self-efficacy pengusaha, semakin besar pula derajat keinginan untuk mengembangkan usaha. Namun demikian, studi ini tidak dapat membuktikan pengaruh risk taking propensity terhadap keinginan untuk mengembangkan usaha. Keywords: growth intention, start-up motivation, entrepreneurial self-efficacy, risk taking propensity.
184
185
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
Di
Indonesia, sebagian besar usaha
pertumbuhan usaha.
baru yang didirikan merupakan usaha berskala mikro, yaitu
Pada
umumnya
faktor-faktor
akses
pada umumnya para pelaku usaha tidak
dalam diri seseorang berkembang masih
memiliki sistem pencatatan yang memadai
seperti
terbatas. Selain itu, sebagian besar studi
atau
bahkan
tidak
pernah
mencatat
keterbatasan
modal,
tersebut bertujuan untuk menjelaskan
aktivitas keuangan usahanya. Penggunaan
dan atau badan usaha perorangan dengan
keterbatasan akses pasar, keterbatasan
intensi seseorang dalam mendirikan usaha
indikator-indikator tersebut juga memiliki
aset sebanyak-banyaknya 50 juta rupiah
teknologi, kesulitan memperoleh bahan
baru. Studi tentang pengaruh faktor-
kelemahan, antara lain karena tidak dapat
dan omzet sebanyak-banyaknya 300 juta
baku berkualitas dengan harga terjangkau,
faktor individual terhadap intensi untuk
menggambarkan
rupiah per tahun (Departemen UKM dan
birokrasi yang rumit, pajak, keterbatasan
mengembangkan usaha setelah pendirian
secara utuh seperti pertumbuhan dalam
Koperasi, 2009). Walaupun berskala mikro,
sumber
usaha di Indonesia masih jarang dilakukan.
sumber daya, perbaikan teknologi, dan dan
secara agregat keberadaan usaha-usaha
manajerial,
ini mampu menjadi penopang kehidupan
sumber daya manusia dan penguasaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
dalam penjualan atau laba saat ini (Liao
sosial dan ekonomi suatu negara melalui
teknologi dipandang sebagai faktor yang
pengaruh faktor individual terhadap intensi
dkk, 2001). Sebagai contoh, tidak semua
kontribusinya terhadap penciptaan lapangan
menjadi penyebab tidak bertumbuhnya
untuk mengembangkan usaha dengan
usaha yang bertumbuh dapat tercermin
kerja dan Produk Domestik Bruto (PDB).
usaha kecil (Tambunan, 2002; Davidson,
subyek pedagang kreatif lapangan (PKL)
dalam pertambahan tenaga kerja, karena
Jumlah usaha mikro pada tahun 2008
1989). Namun demikian, penghambat
di Salatiga. Pemahaman atas faktor yang
bisa saja pertumbuhan usaha terjadi
diperkirakan mencapai 98,9 persen dari
pertumbuhan usaha dapat pula bersumber
mempengaruhi pertumbuhan usaha akan
karena pemanfaatan kapasitas yang masih
seluruh unit usaha yang ada dan menyerap
dari diri wirausaha itu sendiri. Tidak semua
bermanfaat bagi para pengambil kebijakan
menganggur atau karena penggunaan
lebih dari 89 persen tenaga kerja di Indonesia
pelaku usaha menginginkan usahanya
dan pihak-pihak yang berkepentingan
teknologi. Lebih lanjut, walaupun beberapa
di mana kontribusinya terhadap PDB
bertumbuh. Keengganan bertumbuh dapat
dalam
merumuskan
indikator
nasional mencapai 32,05 persen dari total
disebabkan oleh keinginan wirausaha untuk
sesuai
untuk
PDB (Departemen UKM dan Koperasi,
lemahnya
dan
kemampuan
rendahnya
kualitas
pertumbuhan
usaha
perluasan pasar yang tidak selalu tercermin
saling
berkorelasi
(Janssen,
program
yang
pengembangan
usaha
2009; Shepherd & Wilkund, 2009) akan
mempertahankan kepemilikan atau kendali
mikro yang efektif dan berkelanjutan.
tetapi beberapa penelitian menunjukkan
2009). Berdasarkan data tersebut tampak
administratif,
pengusaha
Di samping itu, hasil penelitian ini dapat
penggunaan
bahwa kontribusi sosial usaha mikro cukup
akan beban kerja yang semakin berat atau
memperkuat teori kewirausahaan pada
yang berbeda memberikan hasil yang
signifikan akan tetapi kontribusi ekonominya
kehilangan
(Kolvereid,
level individual khususnya yang terkait
berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh
masih dapat ditingkatkan.
1992). Hal ini menunjukkan bahwa faktor
dengan pengembangan usaha mikro dan
Janssen (2009) misalnya, menunjukkan
individual wirausaha dapat pula menjadi
kecil. Dalam tulisan ini dibahas faktor-
bahwa tenaga kerja dan penjualan tidak
kendala bagi pertumbuhan usaha.
faktor individual yang meliputi motivasi
dapat
awal mendirikan usaha, entrepreneurial
(interchangeable)
Kontribusi
usaha
mikro
dalam
per-
kekhawatiran kepuasan
kerja
ekonomian dapat ditingkatkan melalui
186
intensi untuk mengembangkan usaha
usaha produktif milik orang perorangan
daya,
terhadap
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
ukuran
digunakan
pertumbuhan
secara
bergantian
sebagai
indikator
penambahan jumlah unit usaha dan
Berdasarkan karakteristik individu, wira-
self-efficacy, dan risk taking propensity dan
pertumbuhan karena terbukti faktor-faktor
atau meningkatkan besaran usaha yang
usaha dapat dibedakan berdasarkan (1)
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap
yang menyebabkan pertumbuhan dari
telah ada. Usaha yang bertumbuh akan
faktor demografis seperti umur, jenis
intensi
tenaga kerja dan penjualan berbeda.
mempunyai pasar yang lebih luas, aset yang
kelamin, status sosial, dan pendidikan
merupakan proksi dari pertumbuhan usaha.
lebih besar, dan menyerap tenaga kerja yang
maupun (2) faktor psikologis seperti motivasi,
lebih banyak. Pertumbuhan usaha juga
kepribadian, dan proses kognitif (Shane,
Intensi Mengembangkan Usaha
merupakan proses dinamis yang tidak terjadi
merupakan indikator keberhasilan usaha
2003). Berbagai studi kewirausahaan telah
sebagai Proksi Pertumbuhan Usaha
secara instan karena motivasi dan perilaku
dan pembeda antara pelaku usaha yang
dilakukan untuk mengetahui pengaruh
Pada
usaha
hari ini akan mempengaruhi pertumbuhan
berjiwa wirausaha dan pelaku yang sekedar
faktor-faktor individual seperti karakteristik
diukur
penjualan,
usaha di masa yang akan datang (Dutta
memiliki usaha skala kecil (Carland dkk,
kepribadian (Nishanta, 2008), karakteristik
pertambahan tenaga kerja, dan indikator-
& Thornhill, 2008; Wiklund & Shepherd,
1984). Sayangnya, sebagian besar usaha
psikologis (Jung dkk, 2001; Boyd & Vozikis,
indikator finansial seperti peningkatan
2003) sehingga mengetahui motivasi dan
yang ada tidak bertumbuh walaupun usaha
1994), demografis (Nishanta, 2008; Gerry
laba, peningkatan nilai aset, return on assets,
perilaku pengusaha diharapkan dapat lebih
tersebut telah dijalankan bertahun-tahun.
dkk, 2008), dan sebagainya terhadap
return on investment dan sebagainya. Pada
menggambarkan potensi pertumbuhan
Oleh karena itu, penting untuk diketahui
perilaku kewirausahaan seseorang. Namun
kasus PKL, indikator-indikator tersebut
usaha dibanding menggunakan proksi dari
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
demikian, pemahaman tentang bagaimana
sulit diperoleh secara akurat mengingat
indikator keuangan atau kuantitatif lainnya.
mengembangkan
usaha
yang
Di samping itu, pertumbuhan usaha
umumnya dari
pertumbuhan
pertumbuhan
187
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
Berdasarkan argumen tersebut, dalam studi
dapat
digunakan
untuk
ini pertumbuhan usaha akan diukur dari
pertumbuhan usaha.
memprediksi
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
kuat akan memiliki keinginan yang lebih
menjelaskan pertumbuhan usaha (Williams
kuat pula untuk berkembang.
dkk, 2009; Basu & Goswami, 1999). Oleh karena itu, studi ini hendak menunjukkan
intensi pengusaha untuk mengembangkan Faktor-Faktor Individual dan Intensi
Terdapat berbagai alasan yang mendorong
bahwa pull factor dapat mempengaruhi
untuk Mengembangkan Usaha
seseorang mengambil keputusan menjadi
intensi untuk mengembangkan usaha.
adalah
wirausaha. Alasan-alasan tersebut dapat
usaha merupakan aspirasi dari tingkat
karakteristik individual wirausaha, yaitu
dikelompokkan menjadi push factors dan
H1: Semakin tinggi derajat dorongan
pertumbuhan yang hendak dicapai oleh
karakteristik psikologis individu yang dapat
pull factors (Kirkwood, 2009; Williams dkk,
faktor-faktor positif dalam mendirikan
wirausaha
menggambarkan
seseorang
2009; Liao dkk, 2001; Basu & Goswami, 1999;
usaha, semakin tinggi pula intensi untuk mengembangkan usaha.
usaha. Intensi
188
untuk
mengembangkan
(Dutta
&
Thornhill,
2008).
Fokus
dalam
penelitian
ini
mengapa
Intensi individu dapat mempengaruhi
terdorong
sebagai
Amit & Muller, 1995; Gilad & Levine, 1986).
perilaku seseorang yang pada akhirnya
wirausaha. Termasuk dalam karakteristik
Push factors merupakan faktor negatif
dapat
kelangsungan
psikologis adalah need for achievement, risk
yang memaksa seseorang untuk menjadi
Entrepreneurial Self-Efficacy (ESE)
hidup, perkembangan, dan pertumbuhan
tolerance, self esteem dan self-efficacy, locus
wirausaha
mencari
Mengacu pada Bandura (1986), self-efficacy
organisasi (Fini dkk, 2009; Ajzen, 1991).
of control (Sirec & Mocnik, 2010), karakteristik
pekerjaan, gaji yang tidak mencukupi, tidak
didefinisikan sebagai keyakinan individu
Beberapa
peneliti
kepribadian, motivasi, dan aspek kognitif
mempunyai ketrampilan khusus di bidang
akan kemampuannya untuk mengorganisasi
terminologi
yang
berbeda
dan sebagainya. Pada penelitian-penelitian
lain, diskriminasi, konflik di tempat kerja,
dan mengeksekusi seperangkat tindakan
menjelaskan
intensi
mengembangkan
sebelumnya,
kepribadian
kehilangan pekerjaan dan sebagainya.
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
usaha seperti growth aspirations (Kolvereid,
seperti percaya diri, extraversion, dan
Sebaliknya, pull factors merupakan faktor
tertentu (Barbosa dkk, 2007). Semakin kuat
1992), growth willingness (Davidsson, 1989)
sebagainya tidak memberikan hasil yang
positif yang menarik seperti keinginan untuk
keyakinan, semakin besar kemungkinannya
dan growth intention (Edelman dkk, 2010;
meyakinkan dan konsisten (Jung dkk, 2001;
mandiri, memanfaatkan peluang yang ada,
tujuan si individu akan dapat dicapai
Dutta & Thornhill, 2008). Intensi untuk
De Noble dkk, 1999; Sandberg & Hofer,
dan keinginan meningkatkan pendapatan
karena baik secara sadar maupun tidak
mengembangkan usaha dapat digunakan
1987). Oleh karena itu, dalam penelitian
(Basu & Goswami, 1999). Dengan kata lain,
individu mencurahkan segenap tenaga
untuk
ini
adalah
sebagian orang mendirikan usaha karena
dan pikirannya secara berkesinambungan
usaha atas dasar pemahaman bahwa
motivasi awal mendirikan usaha dan dua
terpaksa sementara lainnya melakukannya
untuk
mengembangkan
merupakan
karakteristik psikologis lain yaitu self-efficacy
karena ketertarikan atau pilihan hidupnya
dengan
tindakan yang terencana. Ajzen (1991)
dan risk taking propensity. Self-efficacy dan
(Basu & Goswami, 1999; Keeble dkk, 1992).
mampu menghadapi masalah, berusaha
menjelaskan bahwa perilaku seseorang
risk taking propensity disertakan karena
dapat diprediksi dari intensi atau niat
kedua variabel tersebut konsisten dalam
Usaha-usaha yang dimulai karena dorongan
berperilakunya. Intensi menunjuk pada
memprediksi intensi kewirausahaan (Fini
faktor-faktor negatif secara finansial kurang
seberapa besar seseorang akan berusaha
dkk, 2009). Dalam penelitian ini kendala
berhasil jika dibandingkan usaha-usaha
Self-efficacy dapat mempengaruhi intensi
dan
eksternal maupun internal yang dihadapi
yang dimulai karena dorongan faktor-
kewirausahaan (Boyd & Vozikis, 1994).
tertentu. Semakin kuat intensi seseorang
pengusaha diasumsikan sama.
faktor positif (Amit & Muller, 1995). Pull
Aktivitas yang dijalankan wirausaha, dimulai
untuk melakukan sesuatu, akan semakin
factors bersumber dari dalam diri individu
dari
mendirikan
besar pula kemungkinan dilaksanakannya
Motivasi Awal Mendirikan Usaha
dan menyangkut minat individu yang
dan
kemudian
niat itu. Studi pada bidang kewirausahaan
Motivasi awal mendirikan usaha adalah
bersangkutan dalam melakukan suatu
merupakan suatu proses yang rumit dan
menunjukkan bahwa intensi kewirausahaan
dorongan yang menyebabkan individu
tindakan.
melakukan
berliku. Ketidakpastian iklim usaha dan
memiliki
mulai
sendiri.
suatu hal relatif atas keinginannya sendiri
berbagai hambatan yang bersumber dari
kewirausahaan (Krueger dkk, 2000) dan
Variabel ini digunakan untuk melihat
tanpa ada unsur keterpaksaan. Inilah
dalam usaha dan individu maupun yang
intensi untuk mengembangkan usaha
kaitan antara antusiasme wirausaha dalam
yang mengikat individu untuk menjadi
terjadi sebagai konsekuensi dari berinteraksi
berhubungan dengan achieved growth
memulai usaha dengan keinginannya untuk
lebih berkomitmen terhadap hal yang
dengan pihak lain adalah sebagian kecil dari
(Sirec & Mocnik, 2010; Wiklund & Shepherd,
mengembangkan usaha. Hal ini didasarkan
dilakukannya. Walaupun masih banyak
permasalahan yang harus diatasi dan dilalui
2003; Kolvereid & Bullvåg, 1996). Dengan
pada
yang
diperdebatkan, namun pull factors nampak
oleh seorang wirausaha. Bandura (1986,
demikian, intensi mengembangkan usaha
memulai usahanya dengan ambisi yang
lebih penting dari pada push factors dalam
dalam Barbosa dkk, 2007) menyatakan
mempengaruhi
menggunakan
memprediksi
mencoba
pertumbuhan
usaha
mewujudkan
hubungan
untuk
dengan
perilaku
perilaku
untuk
berperilaku
karakteristik
karakteristik
yang
menjalankan
asumsi
bahwa
dipilih
usahanya
wirausaha
seperti
kesulitan
mencapai keyakinan
tujuannya. kuat
Individu
akan
lebih
menyelesaikan dan mencari jalan keluar
Maka
individu
jangka panjang.
usaha,
menjalankan,
mengembangkannya
189
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
bahwa self-efficacy bersifat task specific
juga dikembangkan dari yang terfokus pada
dihadapkan pada ketidakpastian seperti
taking propensity yang dimiliki wirausaha
dan seharusnya assessment-nya dilakukan
ketrampilan mengelola keuangan menjadi
apakah produk baru dapat memenuhi
dan non-wirausaha dan menunjukkan
berdasarkan tugas dan perilaku tertentu.
ketrampilan mengelola usaha berdasarkan
selera dan kebutuhan konsumen atau
bahwa wirausaha cenderung memiliki
Self-efficacy yang bersifat task specific bagi
fungsi-fungsi manajemen yang meliputi
apakah ada permintaan yang cukup besar
risk taking propensity yang lebih tinggi
seorang wirausaha disebut entrepreneurial
keuangan, pemasaran, SDM dan operasi.
sehingga cabang baru perlu dibuka. Dengan
(Carland dkk, 1995; Carland dkk, 1984;
demikian, kegiatan pengembangan usaha
Brockhaus 1980). Penelitian Zhao dkk (2010)
self-efficacy/ESE (Chen dkk, 1998). Barbosa dkk (2007) mengelompokkan ESE yang
Menurut Barbosa dkk (2007), kadar dari
yang dilakukan wirausaha baik melalui
menunjukkan adanya hubungan yang
terkait dengan tugas-tugas tertentu (task-
berbagai task-specific self-efficacy tersebut
pengembangan produk baru, perluasan
positif antara risk taking propensity dengan
specific self-efficacy) dengan mempersempit
berbeda-beda
preferensi
pasar, ekspansi usaha, dan sebagainya
intensi berwirausaha. Dalam penelitian ini
task
specific
berdasarkan
individu terhadap risiko. Misalnya individu
akan menghadapkan wirausaha pada risiko
hendak dikaji kecenderungan wirausaha
mendasarkannya pada aktivitas-aktivitas
yang
risiko
yang lebih besar. Pengembangan usaha
menanggung
wirausaha yang ditelaah dalam penelitian
cenderung tinggi akan memiliki intensi
yang dilakukan oleh wirausaha melibatkan
kecenderungan tersebut mempengaruhi
DeNoble dkk (1999) dan Chen dkk (1998).
kewirausahaan yang tinggi dan opportunity-
kesediaan wirausaha untuk menanggung
intensinya untuk mengembangkan usaha.
Jenis-jenis task-specific self-efficacy tersebut
seeking self-efficacy-nya juga tinggi. Di lain
risiko. Oleh karenanya, kesediaan atau
adalah:
pihak, individu yang preferensi risikonya
keengganan wirausaha menanggung risiko
H3: Semakin tinggi derajat kesediaan
rendah memiliki relationship efficacy dan
yang lebih besar dapat menjadi faktor yang
menanggung risiko, semakin tinggi
tolerance efficacy yang tinggi.
mendukung atau menghambat untuk
pula intensi mengembangkan usaha
konsepsi
Bandura
dan
* Opportunity-Identification
self-
preferensinya
terhadap
efficacy: persepsi individu terhadap
risiko
dan
bagaimana
mengembangkan usaha.
METODE
meng-
Wirausaha yang memiliki keyakinan tinggi
identifikasi dan mengembangkan
akan kemampuannya untuk menangani
Risk taking propensity merupakan indikator
Model Penelitian
peluang pasar dan produk baru.
tugas-tugas tertentu (ESE tinggi) akan
untuk mengukur kesediaan seseorang
Model yang hendak dikaji dalam penelitian
mencapai hasil yang lebih positif (misalnya
menjalankan aktivitas yang berisiko/tidak
ini disajikan dalam Gambar 1. Model
dalam
atau
berisiko. Orang yang memiliki risk taking
tersebut menggambarkan pengaruh faktor-
inovatif )
propensity yang lebih tinggi akan lebih
faktor individual wirausaha terhadap intensi
kemampuannya
untuk
* Relationship self-efficacy: individu
terhadap
persepsi
kemampuan
hal
mendirikan
usaha
dirinya untuk membina hubungan
menawarkan
dengan para penyedia modal.
dibanding yang lain (Jung dkk, 2001). Dalam
berani
tindakan-tindakan
untuk mengembangkan usaha. Terdapat
* Managerial
self-efficacy:
produk-produk
mengambil
persepsi
studi ini hendak diketahui hubungan antara
kewirausahaan. Sebagian besar penelitian
tiga faktor individual dalam penelitian ini
individu terhadap kemampuannya
ESE dengan intensi untuk mengembangkan
risk taking propensity dalam kewirausahaan
yaitu: (1) motivasi awal mendirikan usaha
dalam pengelolaan keuangan dan
usaha dan hipotesis kedua studi ini adalah:
dilakukan dengan membandingkan risk
(MAM), Entrepreneurial self-efficacy (ESE),
mempertimbangkan aspek ekonomi.
* Tolerance
self-efficacy:
persepsi
H2: Wirausaha
yang
memiliki
individu terhadap kemampuannya
entrepreneurial self-efficacy yang lebih
untuk bekerja produktif dalam situasi
tinggi akan memiliki intensi yang lebih
yang penuh tekanan, konflik dan
tinggi untuk mengembangkan usaha
dinamis.
Kategorisasi
Gambar 1. Kerangka Model Dasar
Motivasi Awal Mendirikan Usaha (MAM)
H1 (+)
Entrepreneurial self-efficacy (ESE)
H2 (+)
Risk Taking Propensity
190
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
tersebut
menunjukkan
Salah satu faktor yang selalu ada dalam setiap
bahwa konsep relationship self-efficacy
kegiatan kewirausahaan termasuk dalam
sangat terfokus pada hubungan baik
pendirian usaha maupun pengembangan
dengan penyedia modal. Pada studi ini
usaha adalah risiko. Aktivitas kewirausahaan
konsepsi tersebut diperluas dengan turut
merupakan tindakan yang berisiko karena
menyertakan unsur-unsur hubungan baik
hasil kegiatan tersebut bervariasi. Misalnya
dengan pemasok, pelanggan, dan sesama
menghasilkan
pedagang. Selain itu, managerial self-efficacy
baru atau membuka cabang baru selalu
dan
menjual produk
Intensi mengembangkan usaha (IMU)
H3 (+) Risk taking propensity (RTP)
191
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
dan Risk taking propensity (RTP). Ketiga
usahanya tidak bertumbuh dan mengalami
variabel
mempunyai
penurunan dalam tiga tahun terakhir. Tabel
pengaruh yang positif terhadap intensi
1 menyajikan gambaran responden yang
mengembangkan usaha (IMU).
berhasil diperoleh.
Metode Penelitian
Pengukuran Variabel
Penelitian ini melibatkan 50 PKL yang
Intensi untuk mengembangkan usaha. Intensi
ditemui di sepanjang jalan utama kota
mengembangkan usaha diukur dengan
Salatiga. Metode pengambilan sampel
memberikan sepuluh pernyataan kepada
adalah purposive sampling dimana PKL
responden tentang rencana pengembangan
yang diteliti adalah pendiri usaha, telah
usaha dalam tiga sampai lima tahun yang
menjalankan usahanya selama minimal tiga
akan datang dan ditanyakan seberapa
tahun dan bersedia menjadi responden.
tertariknya mereka terhadap aktivitas-
Kepada pedagang yang memenuhi syarat
aktivitas tersebut. Jawaban diukur dengan
ditawarkan sebuah payung UKSW bila
menggunakan skala Likert 1 (sangat tidak
bersedia menjadi responden.
tertarik) sampai dengan 5 (sangat tertarik).
tersebut
diduga
Jawaban
atas
pernyataan-pernyataan
Data diperoleh melalui kuisioner yang
tersebut dirata-rata untuk memperoleh nilai
terdiri dari lima bagian yang meliputi
intensi mengembangkan usaha.
pertanyaan mengenai data demografis responden,
motivasi
mendirikan
entrepreneurial self-efficacy,
Motivasi
mendirikan
usaha.
Motivasi
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden
Jumlah responden
Prosentase
Jenis kelamin (n=50) Laki-laki Perempuan
23 27
46 54
Besaran Usaha Penjualan per bulan (n=50) Di bawah Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 atau lebih (maks Rp 50 juta)
31 19
62 38
Jumlah tenaga kerja (n=45) 1 orang 2 orang Lebih dari 3 orang
17 19 9
38 42 20
Sosio-ekonomi Orang tua menjalankan bisnis (n=50) Ya Tidak
35 15
70 30
Lamanya menjalankan usaha (n=50) Kurang dari 10 tahun Lebih dari 10 sampai kurang dari 20 tahun 20 tahun atau lebih
20 21 9
40 42 18
Sumber: Hasil survei (2010)
risk
mendirikan usaha merupakan variabel
untuk
independen dalam penelitian ini. Mengacu
mengembangkan usaha. Selama proses
Basu dan Goswami (1999), motivasi menjadi
pengisian kuisioner, responden didampingi
wirausaha diukur dengan seberapa besar
Entrepreneurial
oleh enumerator.
push dan pull factors berperan dalam
Pengukuran ESE dalam studi ini didasarkan
pengambilan keputusan mendirikan usaha.
pada empat klasifikasi ESE menurut Barbosa
Responden terdiri dari 23 (46%) orang
Karena yang hendak diteliti adalah seberapa
dkk (2007). Sebagai langkah pertama,
Pertanyaan-pertanyaan
laki-laki dan 27 (54%) orang perempuan,
besar pengaruh derajat faktor positif
pertanyaan diadopsi dari De Noble dkk
tersebut kemudian disesuaikan dengan
berusia antara 27 tahun sampai 62 tahun
terhadap intensi untuk mengembangkan
(1999). Kuisioner ESE De Noble dkk disusun
situasi yang diperkirakan relevan dengan
dan mayoritas berpendidikan dasar (28%)
usaha, maka faktor negatif tidak ditanyakan
berdasarkan hasil wawancara dengan para
aktivitas pengelolaan usaha mikro (PKL)
dan menengah (SMP 32% dan SMA 28%),
dalam kuisioner. Dalam penelitian ini,
wirausaha yang kemudian disarikan menjadi
di Salatiga. Dengan demikian tidak semua
hanya enam orang (12%) yang tidak
faktor positif meliputi keinginan untuk
pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan
pertanyaan
sekolah/tidak lulus sekolah dasar. Dilihat
bebas
kondisi
pada berbagai hasil studi mengenai perilaku
Pertanyaan yang diajukan kembali dari
dari besaran usahanya, 31 responden (62%)
keuangan, status sosial yang lebih tinggi,
dan ketrampilan yang idealnya dimiliki
kuisioner De Noble dkk adalah yang
merupakan pedagang kreatif lapangan
menemukan
memanfaatkan
wirausaha. Kemudian disusun daftar berisi
menurut Barbosa dkk (2007) terklasifikasi
dengan omset per bulan di bawah Rp
keahlian yang dimiliki, dapat mengatur diri
35 item perilaku dan ketrampilan wirausaha
sebagai
5.000.000 sedangkan 19 orang (38%)
sendiri, dan memanfaatkan pengalaman
yang diklasifikasi menjadi enam dimensi
tolerance self-efficacy. Beberapa pertanyaan
mempunyai omset di atas Rp 5.000.000.
bisnis sebelumnya. Responden diminta
teoritis untuk mengukur ESE. Seluruh
yang memiliki kesamaan makna dalam
Lebih lanjut, 50 persen responden mengaku
memberikan jawaban antara 1 (sangat tidak
pertanyaan di-rating menurut Skala Likert 5
konteks
usahanya tidak bertumbuh atau bahkan
setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju)
dan didasarkan pada pertanyaan: “Seberapa
dihilangkan salah satunya. Pada klasifikasi
menurun dibanding awal usaha. Sementara
atas pernyataan yang menyangkut faktor-
Anda meyakini bahwa Anda mampu
relationship,
62
faktor positif tersebut.
menjalankan
menjadi relationship dengan pelanggan,
usaha,
taking propensity,
192
awal
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
persen
dan
responden
intensi
menyatakan
(mandiri),
memperbaiki
peluang,
self-efficacy
tugas
(ESE).
berikut?” Akhirnya
dengan Analisis Faktor ditentukan 23 buah pertanyaan yang diadopsi dalam studi ini.
De
Noble
De
Noble
dkk
diadopsi.
opportunity identification
Indonesia
digabungkan
pertanyaan
dkk
dan
atau
dikembangkan
193
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
sesama pedagang, dan aparat sementara
umum. Kepada responden ditanyakan
pada kuisioner De Noble dkk hanya
apakah mereka setuju atau tidak setuju
menyangkut relationship dengan pemodal.
terhadap
Pertanyaan pada klasifikasi managerial
menggunakan skala Likert 1 (sangat tidak
juga dikembangkan, dari hanya didasarkan
setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju).
setiap
pernyataan
dengan
pada fungsi manajemen keuangan pada kuisioner De Noble dkk, menjadi didasarkan
Uji Validitas dan Reliabilitas
pada fungsi-fungsi manajemen lainnya
Validitas dari instrumen penelitian diukur
(Pemasaran, SDM, dan operasi).
dengan Pearson’s Correlation (Tabel 2). Hasil
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
Tabel 3. Hasil uji reliabilitas
Variabel
Cronbach’s Alpha
Reliabilitas
Motivasi awal (MAM)
0,760
Reliabel
Entrepreneurial self efficacy (ESE)
0,799
Reliabel
Risk taking propensity (RTP)
0,737
Reliabel
Intensi untuk berkembang (IMU)
0,728
Reliabel
Sumber: Data diolah (2010)
uji validitas menunjukkan bahwa korelasi
yaitu pertanyaan nomor 4 dan nomor 9 tidak
εi = error term
Risk taking propensity (RTP). Kesediaan
dari semua butir pertanyaan pada variabel
valid sehingga untuk analisis berikutnya,
Pengaruh MAM, ESE, dan RTP terhadap IMU
mengambil risiko diukur dengan sepuluh
motivasi awal, entrepreneurial self-efficacy
kedua pertanyaan tersebut tidak disertakan.
dilakukan dengan Uji t dengan Ho: βi = 0
item pernyataan yang dikembangkan oleh
dan intensi mengembangkan usaha adalah
Hung dan Tangpong (2010). Pernyataan
signifikan sehingga instrumen penelitian
Sementara
tersebut dapat digunakan untuk mengukur
dinyatakan valid dan dapat mengukur
Cronbach’s alpha di mana bila nilainya lebih
HASIL DAN PEMBAHASAN
kesediaan pengambilan
mengambil keputusan
dan Ha: βi ≠ 0. reliabilitas
diukur
dengan
risiko
dalam
data penelitian. Sedangkan dua buah
dari 0,6 maka instrumen dianggap reliable.
Statistik Deskriptif
bisnis
secara
pertanyaan mengenai risk taking propensity,
Hasil uji reliabilitas menunjukkan seluruh
Tabel berikut menunjukan statistik deskriptif
instrumen memiliki nilai Cronbach’s alpha
dari skor jawaban responden:
lebih besar dari 0,60 (Tabel 3). Tabel 2. Hasil uji validitas
Pertanyaan Motivasi awal Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 ESE Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11
*) signifikan pada α = 0,05 Sumber: Hasil survei (2010)
194
Tabel 4. Statistik deskriptif
Korelasi Pearson
Sig.
Validitas
0,666 0,499 0,730 0,712 0,746 0,722
0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0,658 0,707 0,691 0,650 0,690 0,484 0,559 0,321 0,588 0,384 0,556
0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,023* 0,000* 0,006* 0,000*
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Pertanyaan RTP Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Intensi Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9
Korelasi Pearson 0,354 0,617 0,651 0,263 0,391 0,714 0,649 0,572 0,180 0,659
Sig. 0,012* 0,000* 0,000* 0,065 0,005* 0,000* 0,000* 0,000* 0,210 0,000*
Validitas Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid
Teknik Analisis Untuk mengetahui pengaruh motivasi awal mendirikan usaha, entrepreneurial selfefficacy dan risk taking propensity dilakukan analisis regresi berganda. Metode regresi berganda dipilih untuk menggambarkan hubungan linier di antara variabel-variabel
Variabel
Mean
Deviasi standar
Maksimum
Minimum
INT
3,88
0,43
4,89
2,78
MAM
3,68
0,62
5,00
2,00
ESE
3,73
0,48
5,00
2,36
RTP
2,77
0,61
4,75
1,75
Sumber: Data diolah (2010)
tersebut dan dengan mempertimbangkan keterbatasan jumlah sampel. Sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji
Rerata skor intensi untuk mengembangkan
normalitas, linearitas, multikolinearitas dan
usaha
yang
heteroskedastisitas.
deviasi
standar
relatif yang
tinggi
dengan
relatif
moderat
mengindikasikan banyak responden yang 0,474 0,324 0,711 0,652 0,728 0,454 0,425 0,512 0,733
0,001* 0,015* 0,000* 0,000* 0,000* 0,001* 0,002* 0,000* 0,000*
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
berkeinginan
menerapkan regresi berganda dengan
usahanya dalam waktu tertentu di masa yang
untuk
mengembangkan
persamaan:
akan datang. Skor minimum yang berada
IMU = β0 + β1MAM + β2ESE + β3RTP + εi (1)
pada nilai tengah range pilihan Skala Likert
dimana:
menunjukkan bahwa setidaknya responden
IMU = skor intensi mengembangkan usaha
merasa ragu-ragu untuk menjawab tidak
MAM = skor motivasi awal mendirikan usaha
menginginkan mengembangkan usahanya.
ESE = skor entrepreneurial self-efficacy RTP = skor risk taking propensity
Rerata skor motivasi awal dan entrepreneurial
βi = koefisien regresi
self-efficacy juga berada di atas nilai tengah
195
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
range Skala Likert, mengindikasikan rerata
Sebelum hasil uji regresi berganda atas
taking propensity memiliki hubungan positif
responden memiliki motivasi awal yang
pengaruh
terhadap intensi namun tidak signifikan.
positif saat memulai usahanya dan memiliki
usaha,
self-efficacy yang cenderung kuat. Selisih
risk taking propensity terhadap intensi
Hasil regresi menunjukkan bahwa faktor yang
nilai maksimum dan minimum dari skor
mengembangkan usaha diuraikan, terlebih
kedua variabel memiliki nilai yang serupa dengan range lebih variatif.
motivasi
awal
mendirikan
β
Std. error
t
Sig.
Konstanta
1.773
.507
3.500
.001
paling menentukan keinginan pengusaha
MAM
.260
.090
2.898
.006*
dulu dibahas hasil uji asumsi klasik. Uji
untuk
usahanya
ESE
.198
.117
1.698
.096**
normalitas dilakukan dengan Kolmogorov-
adalah motivasi awal ketika mendirikan
RTP
.146
.089
1.647
.106
Smirnov Goodness of Fit Test. Uji terhadap
usaha. Pengusaha mikro yang memulai
Rerata skor risk taking propensity yang
empat
usahanya
di
Likert
Kolmogorov-Smirnov (Z) yang mempunyai
untuk berbisnis lebih punya keinginan
mengindikasikan lebih banyak responden
p > 0,05 yang berarti data terdistribusi
untuk
yang cenderung tidak bersedia mengambil
normal. Hasil uji linearitas menghasilkan
yang
keputusan berisiko. Variasi pada skor
nilai koefisien F = 6,286 dengan p = 0,001
Daya tarik menjadi wirausaha seperti
diri dalam menghadapi ketidakpastian
jawaban responden relatif besar dengan
sehingga
terdapat
kemandirian,
lingkungan
adanya jarak yang cukup jauh dari nilai
hubungan linier antara variabel motivasi
pendapatan,
peluang
punya keinginan dan keberanian untuk
maksimum dengan minimum.
awal mendirikan usaha, entrepreneurial
yang ada juga memotivasi wirausaha untuk
mengembangkan usaha. Pengusaha yang
self-efficacy, risk taking propensity, dan
mengembangkan usahanya. Sebaliknya,
self-efficacy-nya rendah, bisa saja tidak
Pengaruh Motivasi Awal Mendirikan
intensi mengembangkan usaha. Hasil uji
individu yang menjadi pengusaha karena
berani mengambil keputusan bisnis baru
Usaha, Entrepreneurial Self-efficacy, dan
multikolinearitas menunjukkan tidak terjadi
tuntutan keadaan atau terpaksa, cenderung
(seperti menambah produk baru atau
Risk Taking Propensity terhadap Intensi
kolinearitas ganda antar variabel bebas
kurang mempunyai keinginan bertumbuh.
membuka pasar baru) karena merasa tidak
Mengembangkan Usaha
karena semua variabel bebas memiliki
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh
mampu untuk menangani kemungkinan-
Terdapat berbagai faktor yang dapat
nilai variance inflation factor (VIF) < 10 atau
kepuasan atas status “memiliki pekerjaan”
kemungkinan yang terjadi akibat dari
mempengaruhi
nilai tolerance (TOL) mendekati 1 (Gujarati
dan atau merasa bahwa usaha yang
keputusannya tersebut.
antara
2003: 362-363). Uji heteroskedastisitas
sekarang dijalankan bukanlah pekerjaan
sumber
dilakukan dengan metode Glejser. Hasilnya
yang
mereka
Risk taking propensity tidak berpengaruh
modal, keterbatasan akses pasar dan
menunjukkan tidak terdapat pengaruh
menjalankan usaha dengan ala kadarnya
signifikan terhadap intensi seseorang dalam
birokrasi yang rumit, keterbatasan sumber
signifikan antara variabel bebas terhadap
saja sebagai batu loncatan atau untuk
mengembangkan
daya, lemahnya kemampuan manajerial, dan
absolut residualnya (p > 0,05) dengan
mengisi waktu. Usaha yang didirikan dan
persamaan regresi arah hubungannya
rendahnya kualitas sumber daya manusia
demikian
dan penguasaan, dan sebagainya. Dalam
heteroskedastisitas
penelitian ini diasumsikan kendala-kendala
regresi.
bawah
usaha. lain
nilai
tengah
Faktor-faktor keterbatasan
Skala
pertumbuhan tersebut akses
entrepreneurial self-efficacy
variabel
dan
menunjukkan
dapat
disimpulkan
tidak
nilai
mengembangkan
karena
bertumbuh mulainya
faktor
ketertarikan
dari pada
karena potensi
”keterpaksaan”. meningkatkan
memanfaatkan
diinginkan
sehingga
*Signifikan pada α=5%, **Signifikan pada α=10% Sumber: Data diolah (2010)
mereka membuat
pengusaha bisnis
percaya
sehingga
usaha
lebih
walau
pada
gangguan
dijalankan juga tidak dimaksudkan untuk
positif.
dalam
persamaan
diwariskan kepada generasi penerus namun
mengambil risiko yang lebih tinggi tidak
sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup.
otomatis mendorong seseorang untuk
Artinya,
mengembangkan regresi
lebih
terdapat
tersebut secara umum dihadapi oleh berganda
Dalam
mikro
pengambilan keputusan bisnis, risk taking
intensi
propensity bersifat kontekstual (Hung &
untuk mengembangkan usaha adalah
Tangpong, 2010). Pada umumnya risk
penelitian ini difokuskan pada karakteristik
menunjukkan nilai koefisien regresi untuk
yang
psikologis individu pengusahanya yang
variabel motivasi awal mendirikan usaha
mungkin dapat menjadi faktor pembeda
sebesar 0,260 (p = 0,006), entrepreneurial
entrepreneurial self-efficacy. Mereka yang
taking
yang dapat menjelaskan intensi pengusaha
self-efficacy sebesar 0,198 (p = 0,96) dan
memiliki keyakinan yang tinggi akan
positif dengan kesediaan seseorang untuk
untuk mengembangkan usaha. Karakteristik
risk taking propensity sebesar 0,146 (p =
kemampuan untuk menangani aktivitas
memulai usaha baru. Namun dalam hal
psikologis individu dalam penelitian ini
0,106). Hasil tersebut menunjukkan adanya
bisnisnya (entrepreneurial tasks) ternyata
pengembangan usaha, studi ini tidak
adalah motivasi awal mendirikan usaha,
pengaruh positif yang nyata dari motivasi
memiliki keinginan yang lebih tinggi
dapat membuktikan adanya hubungan
entrepreneurial self-efficacy dan risk taking
awal
entrepreneurial
untuk mengembangkan usaha dibanding
positif antara risk taking propensity dengan
propensity.
self-efficacy
yang derajat keyakinannya yang lebih
intensi. Berdasarkan pengamatan terhadap
rendah. Entrepreneurial self-efficacy
beberapa
dan
terhadap
intensi
5)
usahanya.
kesediaan
Hasil
mendirikan
(Tabel
derajat
seluruh pengusaha mikro. Oleh karena itu,
untuk
mengembangkan usaha. Sementara risk
196
Tabel 5. Pengaruh Motivasi (MAM), Entrepreneurial Self-efficacy (ESE) dan Risk Taking Propensity (RTP) Terhadap Intensi Mengembangkan Usaha (IMU)
Karakter
psikologis juga
pengusaha
mempengaruhi
ini
propensity
memiliki
pengusaha,
hubungan
penyebab
hal
197
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
tersebut adalah karena mengembangkan
IMPLIKASI MANAJERIAL
usaha lebih terkait dengan ‘kesediaan’
Karena motivasi awal mendirikan usaha
perlu
kemampuan
pengusaha mikro dalam sampel memiliki
daripada
merupakan
yang
kewirausahaan bagi wirausaha maupun
derajat risk taking propensity yang cukup
untuk
calon wirausaha, seperti bagaimana
tinggi, bila usaha tidak dijalankan karena
mengembangkan usaha bukan karena
mengembangkan usaha, maka upaya-upaya
melihat peluang, membangun jejaring,
dorongan
tidak berani mengambil risiko tetapi karena
untuk mendorong pertumbuhan usaha
praktik-praktik
positif atau dengan derajat self-efficacy
sudah merasa cukup dengan skala usaha
tidak akan cukup kuat jika pelaku usaha
menjual, dan sebagainya yang dapat
yang
yang sekarang. Pada situasi seseorang
tidak mempunyai motivasi berwirausaha
dilakukan
keinginan
‘berani’ namun ‘tidak bersedia’, maka
yang positif. Dalam kenyataannya, banyak
pelatihan, maupun pendampingan bagi
usaha juga rendah. Dengan kata lain,
pengembangan usaha tidak akan terjadi.
pengusaha sektor informal yang memulai
pengusaha mikro sehingga mereka
keberanian mengambil tindakan untuk
Sebaliknya, pada situasi seseorang ‘bersedia’
usahanya karena dorongan faktor negatif
mempunyai self-efficacy yang lebih
mengembangkan usaha menjadi tidak
untuk mengembangkan usaha, walau pada
(Williams dkk, 2009). Oleh karena itu,
tinggi, memiliki orientasi bisnis jangka
relevan tanpa adanya dorongan motivasi
dasarnya memiliki risk taking propensity yang
implikasi dari hasil penelitian ini adalah:
panjang,
relatif rendah, mungkin saja pengalaman
1. Lembaga-lembaga
untuk
‘keberanian’.
pengusaha,
198
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
mereka
Pada
beberapa
tidak
bersedia
paling
faktor
2. Institusi-institusi
individual
mempengaruhi
intensi
pendidikan,
pemerintah,
meningkatan
manajemen,
juga
teknik
melalui seminar-seminar,
Namun
demikian,
walau
faktor-faktor
tinggi
motivasi
terdapat untuk
seorang
yang
kemungkinan
mengembangkan
memiliki
keinginan
awal yang kuat yang terkait dengan
mengembangkan
usahanya.
tindakan mendirikan usaha.
dan
dan skala usaha yang diinginkan dapat
instansi
mendorong yang bersangkutan untuk tetap
Departemen
Usaha
pengusaha mikro tidak sekadar menjadi
Keterbatasan dan Saran untuk Penelitian
mencoba mengembangkan usahanya.
Mikro, Kecil dan Menengah Direktorat
cara menyambung hidup namun juga
Mendatang
Koperasi
misalnya
tersebut
dan
Diharapkan kegiatan berusaha para
Jendral Pendidikan Tinggi, maupun
menjadi cara untuk meningkatkan
Sampel dalam studi ini masih meliputi
Terkait dengan risiko usaha, aktivitas
maupun lembaga-lembaga lain yang
kualitas hidup si pengusaha, baik
pelaku
kewirausahaan yang dilakukan seseorang
terkait, diharapkan dapat membuka
kualitas
maupun
usaha. Terdapat kemungkinan risk taking
mungkin saja tidak terkait kesediaannya
wawasan dan membentuk motivasi
keturunannya, dengan memiliki usaha
propensity untuk mengembangkan usaha
mengambil risiko tetapi lebih terkait
berwirausaha
yang terus berkembang.
dipengaruhi oleh bidang usaha yang digeluti
dengan bagaimana persepsi seseorang
para calon wirausaha. Mereka perlu
terhadap risiko. Dalam hal ini, aspek kognitif
diyakinkan bahwa menjadi wirausaha
KESIMPULAN
seseorang saat dirinya hendak membuka
seseorang seperti bagaimana seseorang
adalah salah satu pilihan karir yang
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
toko kelontong mungkin berbeda dengan
itu mempersepsikan risiko dapat pula
layak untuk dipertimbangkan dan
pengaruh
individual
bila dirinya membuka warung makan. Hal
mempengaruhi perilaku kewirausahaannya.
bahwa aktivitas kewirausahaan dapat
yang dapat mempengaruhi intensi untuk
ini berpotensi menimbulkan bias pada
Dihadapkan pada situasi yang sama,
memberikan kontribusi yang besar bagi
mengembangkan usaha. Temuan penelitian
kecenderungan mengambil risiko di antara
wirausaha ternyata mempunyai persepsi
perekonomian
ini menunjukkan bahwa faktor individual
para responden karena bidang usaha yang
yang lebih positif dibanding yang bukan
akan mengambil keputusan mendirikan
pengusaha
pengaruh
berbeda-beda. Oleh karena itu penelitian
wirausaha (Palich & Bagby, 1995). Persepsi
usaha karena alasan-alasan positif dan
terhadap intensi mengembangkan usaha.
mendatang dapat difokuskan pada suatu
yang positif terhadap situasi tertentu itulah
bukan karena keterpaksaan. Di samping
Dalam konteks usaha mikro, karakteristik
bidang usaha tertentu untuk memperkecil
yang
bersedia
itu, penyadaran akan fungsi dan peran
psikologis yang cenderung mendominasi
bias
mengambil tindakan kewirausahaan. Lebih
wirausaha juga perlu dilakukan bagi
seseorang untuk berperilaku entrepreneurial
Selain itu, pada penelitian mendatang
lanjut, sikap seseorang wirausaha terhadap
mereka yang sudah memiliki usaha
(mengembangkan usaha) adalah motivasi
pengukuran sikap pengusaha terhadap
risiko tidaklah homogen. Wirausaha yang
untuk
awal
awal mendirikan usaha dan self-efficacy.
risiko dapat dilakukan dengan mengganti
memulai usahanya dengan motivasi tertarik
dalam mendirikan usaha karena faktor
Bila usaha didirikan karena dorongan dari
variabel risk taking propensity dengan
(pull factors) ternyata mempunyai toleransi
keterpaksaan menjadi sebuah motivasi
dalam diri
si pengusaha maka terdapat
tinjauan dari aspek kognitifnya. Misalnya
terhadap risiko yang berbeda dibanding
yang lebih berorientasi pada faktor-
keinginan yang relatif lebih tinggi untuk
dengan menggunakan risk perception untuk
dengan wirausaha yang memulai usahanya
faktor positif. Upaya ini dapat dilakukan
mengembangkan usaha. Demikian pula,
mengetahui hubungan antara persepsi
karena dorongan faktor negatif (Block dkk,
melalui
kuliah,
semakin tinggi derajat self-efficacy si
pengusaha terhadap risiko dengan intensi
2009).
pelatihan, seminar, penyuluhan dan
pengusaha, semakin tinggi pula intensi
untuk mengembangkan usahanya.
sebagainya.
untuk mengembangkan usaha.
mendorong
seseorang
yang
positif
bagi
sehingga seseorang
mengubah
orientasi
kegiatan-kegiatan
hidup
dirinya
usaha
pada
berbagai
bidang
responden. Misalnya, risk taking propensity
beberapa
faktor
mempunyai
persepsi
yang
mungkin
terjadi.
199
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
Karena
faktor
individual
berpengaruh
dan perilaku. Misalnya, dalam lingkungan
terhadap intensi untuk mengembangkan
masyarakat tertentu masih terdapat kesan
usaha maka dalam penelitian berikutnya
menjadi pegawai, terutama pegawai negeri,
bisa dilakukan dengan mengeksplorasi
memiliki status sosial yang lebih tinggi
faktor individual lainnya yaitu nilai-nilai
daripada menjadi pengusaha sehingga
filosofis dan budaya yang dimiliki oleh
kegiatan usaha dipandang sebagai kegiatan
pengusaha
sementara yang tidak untuk diwariskan ke
karena
nilai-nilai
tersebut
sangat mungkin mempengaruhi sikap
generasi penerus.
Draft artikel ini pernah dipresentasikan di Seminar Nasional Forum Manajemen Indonesia 2010
Peranan Faktor-faktor Individual dalam Mengembangkan Usaha - Komala Inggarwati, Arnold Kaudin
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2), 179-211. Amit, R. & Muller, E. (1995). Push and pull entrepreneurship (two types based on motivation). Journal of Small Business and Entrepreneurship, 12(4), 64-80. Barbosa, S.D., Gerhardt, M.G. & Kickul, J.R. (2007). The role of cognitive style and risk preference on entrepreneurial selfefficacy and entrepreneurial intentions. Journal of Leadership and Organizational Studies, 13(4), 87-104. Basu, A. & Goswami, A. (1999). South Asian entrepreneurship in Great Britain: factors influencing growth. International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research, 5(5), 251-275. Block, J., Sandner, P. & Spiegel, F. (2009). Do risk attitudes differ within group of entrepreneurs? The role of motivation. Munich Personal RePec Archive, paper no 17587. Boyd, N. & Vozikis, G. (1994). The influence of self-efficacy on the development of entrepreneurial intentions and actions. Entrepreneurship Theory and Practice, 18(4), 63-77. Brockhaus, R.H. (1980). Risk taking propensity of entrepreneurs. Academy of Management Journal, 23(3), 509-520. Carland, J.W., III., Carland, J.A. & Pearce, J.W. (1995). Risk taking propensity among entrepreneurs, small business owners, and managers. Journal of Business and Entrepreneurship, 7(1), 15-23. Carland, J.W., Hoy, F., Boulton, W.R. & Carland, J.A.C. (1984). Differentiating entrepreneurs from small business owners: a conceptualization. Academy of Management Review, 9(2), 354–359. Chen, C.C., Greene, P.G. & Crick, A. (1998). Does entrepreneurial self-efficacy distinguish entrepreneurs from managers?. Journal of Business Venturing, 13, 295-316.
200
Davidsson, P. (1989). Entrepreneurship - and after? A study of growth willingness in small firms. Journal of Business Venturing, 4(3), 221-226.
Referensi
De Noble, A.F., Jung, D. & Ehrlich, S.B. (1999). Entrepreneurial self-efficacy: the development of a measure and its relationship to entrepreneurial action. http://www.babson.edu/entrep/fer/, diunduh Juni 2010. Dutta, D.K. & Thornhill, S. (2008). The evolution of growth intentions: Toward a cognitionbased model. Journal of Business Venturing, 23(3), 307–332. Edelman, L.F., Brush, C.G., Manolova, T.S. & Greene, P.G. (2010). Start-up motivations and growth intentions of minority nascent entrepreneurs. Journal of Small Business Management, 48(2), 174-196. Fini, R., Grimaldi, R., Marzocchi, G.L. & Sobrero, M. (2009). The foundation of entrepreneurial intention. The Summer Conference 2009 on CBS - Copenhagen Business School. Gerry, C., Marques, C.S. & Nogueira, F. (2008). Tracking student entrepreneurial potential: personal attributes and the propensity for business start-ups after graduation in a Portuguese. Problems and Perspectives in Management, 6(4), 46-54. Gilad, B. & Levine, P. (1986). A behavioral model of entrepreneurial supply. Journal of Small Business Management, 24(4), 45-54. Gujarati, D. (2003). Basic econometrics. Edisi 4. New York: McGraw-Hill, 362-363. Hung, K.T. & Tangpong, C. (2010). General risk propensity in multifaceted business decisions: scale development. Journal of Managerial Issues, 22(1), 88-107. Janssen, F. (2009). The conceptualisation of growth: Are employment and turnover interchangeable criteria?. Journal of Entrepreneurship, 18(1), 2-45. Jung, D.I., Ehrlich, S.B., De Noble, A.E. & Baik, K.B. (2001). Entrepreneurial self-efficacy and
201
Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 3 No. 2 | Agustus - November 2010 (185 - 202)
its relationship to entrepreneurial action: A comparative study between the US and Korea. Management International, 6(1), 41-54. Keeble, D., Bryson, J. & Wood, P. (1992). The rise and fall of small service firms in the United Kingdom. International Small Business Journal, 11(1), 11-22. Kementerian koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2010), Data perkembangan Usaha Mikro, kecil dan Menengah dan Usaha Besar Tahun 2008 s.d 2009, diakses April 2010. Kirkwood, J. (2009). Motivational factors in a push-pull theory of entrepreneurship. Gender in Management: An International Journal, 24(5), 346-364. Kolvereid, L. (1992). Growth aspirations among Norwegian entrepreneurs. Journal of Business Venturing, 7(3), 209 – 222.
wisdom. Journal of Business Venturing, 10, 425-438. Sandberg, W.R. & Hofer, C.W. (1987). Improving new venture performance: The role of strategy, industry structure, and the entrepreneur. Journal of Business Venturing, 2, 5-28. Shane, S.A. (2003). A general theory of entrepreneurship: the individualopportunity nexus. Edward Elgar Publishing Limited, 61-62. Shepherd, D. & Wiklund, J. (2009). Are we comparing apples with apples or apples with oranges? Appropriateness of knowledge accumulation across growth studies. Entrepreneurship Theory and Practice, January, 105 – 123. Sirec, K. & Mocnik, D. (2010). How Entrepreneurs’ Personal Characteristics Affect SMES’ Growth. Nase Gospodarstvo, ABI/INFORM Global, 56 (1/2), 3-12.
Krueger, N.F., Reilly, M.D. & Carsrud, A.L. (2000). Competing models of entrepreneurial intentions. Journal of Business Venturing, 15(5-6), 411 – 432.
Tambunan, T.T.H. (2002). Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat.
Liao, J., Welsch, H.P. & Pistrui, D. (2001). Environmental and individual determinants of entrepreneurial growth: An empirical examination. Journal of Enterprising Culture, 9(3), 253-272.
Wiklund, J. & Shepherd, D. (2003). Aspiring and achieving for growth: The moderating role of resources and opportunities. Journal of Management Studies, 40(8), 1919-1941.
Nishanta, B. (2008). Influence of personality traits and socio-demographic background of undergraduate students on motivation for entrepreneurial career: the case of Sri Lanka. paper presented at Euro-Asia Management Studies Association (EAMSA) Conference held on 5th December 2008 at Doshisha Business School, Kyoto, Japan.
Williams, C.C., Round, J. & Rodgers, P. (2009). Evaluating the Motives of Informal Entrepreneurs: Some lessons from Ukraine. Journal of Developmental Entrepreneurship, 14(1), 59-71.
Palich, L.E. & Bagby, D.R. (1995). Using cognitive theory to explain entrepreneurial risk-taking: Challenging conventional
Zhao, H., Seibert, S.E. & Hills, G.E. (2005). The mediating role of self-efficacy in the development of entrepreneurial intentions. Journal of Applied Psychology, 90(6), 1265-1272.
Strategi Produktivitas Tenaga Kerja dan Daya Saing - Bagiyo Suwasono, Sjarief Widjaja, Ahmad Zubaydi, M. Zaed Yuliadi
STRATEGI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DAN DAYA SAING
Studi Kasus Galangan Kapal Kawasan Pulau Batam dan Jawa Bagiyo Suwasono
Ahmad Zubaydi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
[email protected]
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
[email protected]
Sjarief Widjaja
M. Zaed Yuliadi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
[email protected]
PT. PAL Indonesia
[email protected]
The strength of international competitiveness encouraged a shipyard to reduce cost of materials and labor. Therefore, a shipyard did a measurement to improve the rationalization toward labor productivity. This study aimed to compare the path model from strategies of labor productivity and competitiveness of medium size shipyard in region of Batam and Java. The normality test of questionnaire data at 200 respondents who are competent in the field of shipbuilding through the ratio of skewness and kurtosis did not show normal distribution from the data. Test of model feasibility through PLS algorithm and bootstrapping showed moderate criterion and no significant difference in the variable path for both regions. The first latent variable: shipyard competitiveness is influenced by the strategic policy and labor productivity, while the second latent variable: labor productivity is influenced by work activity, strategic policy, and corporate culture. Test of model segmentation through FIMIX-PLS showed good criterion and no significant difference in the interaction of variable heterogeneity for both regions. The final result of shipyards PLS path modeling showed a consistent relationship between strategic policy and labor productivity in order to increase the Indonesian shipyard competitiveness
Abstract
Kekuatan daya saing internasional mendorong galangan kapal untuk mengurangi biaya material dan tenaga kerja. Oleh karena itu, galangan kapal melakukan pengukuran untuk meningkatkan rasionalisasi ke arah produktivitas tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan membandingkan model jalur strategi produktivitas tenaga kerja dan daya saing galangan kapal ukuran menengah di kawasan Pulau Batam dan Jawa. Uji normalitas data kuesioner pada 200 responden yang kompeten di bidang pembangunan kapal melalui rasio skewness dan kurtosis tidak menunjukkan distribusi normal dari sebuah data. Uji kelayakan model melalui PLS algorithm dan bootstrapping menunjukkan kriteria sedang dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jalur variabel untuk kedua kawasan tersebut. Variabel laten pertama: daya saing galangan kapal dipengaruhi oleh kebijakan strategis dan produktivitas tenaga kerja, sedangkan variabel laten kedua: produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh aktivitas kerja, kebijakan strategis, dan budaya perusahaan. Uji segmentasi model melalui FIMIX-PLS menunjukkan kriteria baik dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam interaksi heterogenitas variabel untuk kedua kawasan tersebut. Hasil akhir dari Shipyard PLS path modeling menunjukkan sebuah hubungan yang konsisten antara kebijakan strategis dan produktivitas tenaga kerja dalam upaya meningkatkan daya saing galangan kapal Indonesia. Keywords: produktivitas tenaga kerja, daya saing galangan kapal, PLS path modeling
202
203