STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT Habirun dan Sity Rachyany Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN
ABSTRACT Statistical study on correlation of the regional geomagnetic K index can be used to know external disturbances effect indicating causal relation between s u n and geomagnetic. Such study can u s e Maximum Likelihood method through Conditional Gaussian Distribution. Its disturbance, such as disturbance from solar magnetic cloud upstanding to earth surface t h a t influence geomagnetic components and K index, so that there will be regional temporal pattern. The analysis of the correlation K index was done by direct and indirect correlation method. Direct correlation is determined from Biak K index data compared to Tangerang K index data. The result of correlation value is about 0.635 during maximum solar activity 1999. This value m e a n s t h a t the effect of the external disturbances both in Biak and in Tangerang is about 63.5 %. While indirect correlation was done by m e a n s of the annual K index data from both stations according to solar position, that is from north to equator, equator to south vice versa especially during solar position from north to equator, each month in this case is correlated. The result is that value of correlation between Biak K index and center point is 0.897 and then between Tangerang K index and center point is 0.883. ABSTRAK Studi korelasi statistik indeks K geomagnet regional dapat digunakan u n t u k mengetahui dampak gangguan eksternal yang menyatakan h u b u n g a n kausal matahari dan medan magnet bumi (geomagnet). Studi yang dilakukan menggunakan metode Kemungkinan Maksimum melalui distribusi G a u s s bersyarat. Misalnya, gangguan yang ditimbulkan oleh awan magnetik matahari tegak l u r u s terhadap permukaan bumi mempengaruhi komponen geomagnet m a u p u n indeks K sehingga terjadi pola temporal secara regional. Analisis studi korelasi indeks K geomagnet regional dilakukan melalui korelasi langsung d a n korelasi tidak langsung. Korelasi langsung dihitung berdasarkan data indeks K dari stasiun pengamat geomagnet Biak dikorelasikan terhadap data indeks K dari stasiun pengamat geomagnet Tangerang. Nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0.635 p a d a kondisi aktivitas matahari sekitar maksimum t a h u n 1999. Pada nilai korelasi demikian menunjukkan bahwa pengaruh gangguan eksternal yang sama antara stasiun pengamat geomagnet Biak dan Tangerang sekitar 63.5 %. Sedangkan korelasi tidak langsung pola data indeks K t a h u n a n tersebut dilakukan modifikasi dengan mengambil pola titik tengah dari kedua stasiun. Dengan interval kelas setiap 3 bulan sesuai posisi matahari dari u t a r a ke khatulistiwa, khatulistiwa ke selatan dan sebaliknya. Khususnya pada posisi matahari dari u t a r a menuju khatulistiwa masingmasing dikorelasikan, nilai korelasi antara data indeks K stasiun Biak - titik tengah 0.897 dan titik tengah - stasiun Tangerang juga sebesar 0.883.
10
1
PENDAHULUAN
Fungsi distribusi G a u s s bersyarat dapat digunakan sebagai alat u n t u k memprediksi h u b u n g a n sebab akibat yang disebut h u b u n g a n kausal a n t a r a suatu fenomena yang a d a di matahari dengan fenomena yang a d a di permukaan bumi. Sebagai contoh ialah awan magnetik matahari yang tegak lurus terhadap permukaan bumi mempengaruhi magnet bumi (geomagnet). Studi korelasi statistik antara kedua fenomena itu dapat dilakukan dengan awan magnetik sebagai variabel pengganggu d a n geomagnet sebagai variabel yang terganggu. Selain itu dapat pula dipelajari tentang korelasi statistik regional dengan berdasarkan pola-pola temporal (Zhou and Wei, 1998) yang terjadi p a d a p e r m u k a a n bumi akibat gangguan eksternal. Karena gangguan eksternal bersifat global dan menyeluruh semua p e r m u k a a n bumi yang tegak lurus m a k a akan membentuk pola temporal yang s a m a dari masing-masing daerah. Dari kondisi itu m a k a dapat pula ditentukan korelasi pola statistik (Thomopaulas, 1980) an tar stasiun pengamat geomagnet. Selanjutnya, analisis korelasi geomagnet regional dilakukan berdasarkan dampak gangguan eksternal yang mempengaruhi medan magnet bumi. Korelasi geomagnet regional yang disampaikan dalam uraian ini berdasarkan pola gangguan geomagnet yang s a m a dari beberapa stasiun pengamat geomagnet. Terutama korelasi indeks K geomagnet antara stasiun pengamat geomagnet Biak dan Tangerang yang difokuskan pada aktivitas matahari sekitar maksimum dan minimum. Dengan tujuan u t a m a untuk menjaga kontinuitas data dari masing-masing stasiun pengamat geomagnet, maka metode ini dapat digunakan pada kondisi gangguan seperti demikian. Bila nilai korelasi yang diperoleh cukup besar m a k a pada saat tertentu stasiun geomagnet datanya kosong atau tidak ada pengamatan dapat diisi dengan menggunakan model yang diperoleh tersebut.
Klasifikasi penentuan korelasi statistik indeks K geomagnet regional dilakukan berdasarkan kondisi aktivitas matahari mempengaruhi medan magnet bumi sehingga dilakukan sebagai berikut • Tentukan d a t a indeks K geomagnet dari stasiun pengamat geomagnet Biak dan Tangerang p a d a kondisi aktivitas matahari yang diperkirakan hampir sama atau seragam pada selang waktu tertentu seperti aktivitas matahari sekitar maksimum d a n minimum. • Kemudian dari masing-masing kelas seleksi data indeks K geomagnet yang ekstrim atau data yang diragukan kebenarannya, setelah itu lakukan perhitungan korelasi pola antar stasiun pengamat. • Kemudian lakukan pengujian nilai korelasi pola yang diperoleh. Bila nilai korelasi dari kedua stasiun pengamat s u d a h diperoleh m a k a bila pada stasiun tertentu tidak a d a pengamatan maka datanya dapat diisi dengan menggunakan model korelasi dari k e d u a stasiun pengamat. • Dengan metode korelasi yang diuraikan dalam makalah ini maka permasalahan kontinuitas data pengamatan setiap stasiun pengamat dapat terpelihara dengan baik, menggunakan model korelasi. 2
DATA DAN METODE
Data indeks K geomagnet yang digunakan dalam analisis korelasi statistik regional Indonesia difokuskan pada data indeks K geomagnet dari stasiun pengamat geomagnet Biak d a n Tangerang tahun 1996 dan 1999. Data pada tahun 1996 m e n u n j u k k a n kondisi d a t a indeks K geomagnet aktivitas matahari minimum. Sedangkan pada t a h u n 1999 melukiskan data indeks K dalam kondisi aktivitas matahari sekitar maksimum. Data indeks K ditentukan melalui data komponen geomagnet dari masing-masing stasiun pengamat geomagnet dengan menggunakan metode tertentu yang tidak diuraikan di sini. Barisan data indeks K 11
merupakan barisan data tingkat gangguan akibat efek dari gangguan eksternal dan internal mempengaruhi medan magnet bumi. Oleh sebab itu karakteristik yang ditunjukkan indeks K sangat kompleks dan berfluktuasi dari waktu ke waktu, Berarti data indeks K melukiskan suatu kondisi/karakteristik d a m p a k aktivitas gangguan geomagnet pada lokasi/daerah atau stasiun pengamat geomagnet tertentu. Studi korelasi pola indeks K geomagnet regional antar stasiun pengamat berdasarkan gangguan yang universal seperti pola temporal akibat gangguan aktivitas flare mempengaruhi magnetosfer (Suhartini, 1999). Interpretasi korelasi pola geomagnet regional ini, didefinisikan bahwa variabel X u n t u k stasiun Tangerang dan variabel Y stasiun Biak, demikian pula u n t u k sebaliknya. Korelasi di atas merupakan korelasi indeks K geomagnet secara langsung tidak melalui modifikasi pola, artinya pola data dari pengamatan langsung nilai korelasinya ditentukan. Sedangkan perhitungan nilai dari korelasi tidak langsung dilakukan melalui modifikasi pola, artinya dilakukan modifikasi pola sebenarnya dengan diambil titik tengah kedua barisan d a t a indeks K. Perhitungan korelasi pola kedua cara di atas dihitung menggunakan metode Kemungkinan Maksimum melalui distribusi Gauss bersyarat (Habirun, 2001) dengan fungsi densitas adalah
12
X dan perubahan variansi dengan Y' disubtitusikasi r(S y /S x ) x u n t u k y' dir u m u s k a n oleh
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil p e m b a h a s a n dalam uraian ini difokuskan pada d u a cara perhitungan nilai korelasi yakni korelasi langsung dan korelasi tidak langsung yang telah dikemukakan sebelumnya. Masing-masing bagian korelasi dianalisis berdasarkan kondisi aktivitas matahari dengan klasifikasi pada aktivitas matahari sekitar maksimum dan aktivitas matahari minimum (Habirun, 2005). 3.1 Korelasi Indeks K Regional Langsung
Geomagnet
Berkaitan dengan uraian di atas bahwa tingkat gangguan yang ditinjau secara menyeluruh menunjukkan saling meniadakan, akibatnya pengaruh acak pada garis gaya magnet, c u k u p dominan. Kontribusi pengaruh acak tersebut pada setiap lokasi masing-masing stasiun tidak menunjukkan kondisi yang sama, akibatnya korelasi tingkat gangguan dari stasiun yang berbeda menunjukkan korelasi yang c u k u p rendah. Sebagai contoh korelasi tingkat gangguan geomagnet yang dinyatakan indeks K geomagnet lokal, yaitu indeks K dari stasiun pengamat geomagnet Biak dan indeks K dari stasiun pengamat geomagnet Tangerang yang hanya berkisar 0.635 pada t a h u n 1999 (Gambar 3-1).
Gambar 3-1: Perbandingan data indeks K geomagnet stasiun pengamat geomagnet Biak d a n Tangerang dari bulan J a n u a r i - Desember pada aktivitas matahari sekitar maksimum menggunakan data t a h u n 1999
Gambar 3-2: Nilai korelasi pola antara data indeks K geomagnet dari stasiun pengamat geomagnet Biak dan Tangerang p a d a bulan JanuariDesember t a h u n 1999 yaitu hanya berkisar 0.635 Korelasi pola yang dinyatakan pada Gambar 3-1 dan persamaan regresi data indeks K kedua stasiun dapat dilihat pada persamaan (3-1).
Dengan menggunakan p e r s a m a a n regresi tersebut m a k a data indeks K geomagnet dari salah satu stasiun pengamat geomagnet yang tidak a d a datanya dapat ditentukan melalui model dengan akurasi sekitar 63.5 %. Korelasi indeks K geomagnet langsung dari stasiun pengamat geomagnet Biak dan Tangerang sebesar 0.635 dinyatakan persamaan (3-1) dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3-2. Demikian
pula u n t u k indeks K pada aktivitas matahari minimum t a h u n 1996 diuraikan dengan prosedur yang sama dan persamaan regresinya ditunjukkan pada persamaan (3-2).
Pada p e r s a m a a n (3-2) nilai korelasi langsung indeks K geomagnet regional a n t a r a stasiun pengamat geomagnet Biak d a n Tangerang sebesar 0.343. Sedangkan kesamaan pola indeks K pada aktivitas matahri minimum lebih kecil dari aktivitas matahari maksimum yaitu sekitar 34.3 %. Berarti pada aktivitas matahari minimum kesamaan pola karakteristik indeks K dari kedua stasiun 13
menunjukkan kondisi yang sangat j a u h berbeda. Sesuai hasil yang diperoleh di atas maka persamaan regresi yang dinyatakan pada p e r s a m a a n (3-2) tidak dapat digunakan u n t u k mengisi data kosong indeks K di salah satu stasiun. Hal demikian perlu dicari jalan keluarnya u n t u k mengisi data indeks K yang kosong pada salah satu stasiun dengan berdasarkan data indeks K yang dimodifikasi polanya melalui klasifikasi yang sesuai kondisi aktivitas gangguan yang berpengaruh. Modifikasi pola indeks K ini secara detailnya akan diuraikan pada bab 3.2 berikutnya. 3.2 Korelasi Indeks K Geomagnet Regional Tidak Langsung Selain cara yang dilakukan di atas dilakukan pula metoda korelasi tidak langsung, artinya masing-masing data tingkat gangguan geomagnet setiap stasiun dikorelasikan melalui titik tengah dengan modifikasi datanya berdasarkan jumlah data indeks K dari stasiun pengamat geomagnet Biak d a n Tangerang dengan dibagi dua pada saat tertentu dan perhitungannya dinyatakan dalam persamaan (3-3). Nilai korelasi tidak langsung lebih baik dibandingkan dengan nilai korelasi langsung dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3-3. Perlu dicatat bahwa korelasi tidak langsung ini dilakukan u n t u k memverifikasi nilai korelasi langsung, artinya dari mulanya nilai korelasinya kecil setelah dilakukan modifikasi dengan korelasi tidak langsung sehingga diperoleh nilai korelasinya sudah bertambah besar. Dengan nilai korelasi besar, m a k a m e n e n t u k a n indeks K pada stasiun tertentu a k a n semakin mendekati indeks K sebenarnya. Perhitungan nilai korelasi pada Gambar 3-3 berdasarkan klasifikasi data indeks K sesuai kondisi aktivitas matahari serta posisi matahari diperhitungkan. Kedua nilai korelasi yang dikemukakan ini dihitung berdasarkan data indeks K pada posisi matahari bergerak dari utara menuju khatulistiwa yakni dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei 1999. Nilai 14
korelasi 0.897 pada Gambar 3-3 bagian kiri menunjukkan nilai korelasi indeks K dari stasiun pengamat geomagnet Biak dikorelasikan terhadap indeks K titik tengah dan demikian pula u n t u k nilai korelasi 0.883 bagian kanan yakni indeks K titik tengah dikorelasikan terhadap indeks K dari stasiun pengamat geomagnet Tangerang. Dengan nilai-nilai korelasi yang tertera di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat gangguan lokal setiap stasiun pengamat geomagnet dapat dikorelasikan dengan melalui nilai korelasi tidak langsung. Berarti u n t u k menentukan indeks K Biak jika indeks K Tangerang diketahui maka langkah pertama yang ditentukan adalah indeks K titik tengah, setelah diperoleh kemudian tentukan indeks K stasiun Biak. Dengan dua langkah, m a k a nilai kesalahan akan semakin kecil, sehingga korelasi 0.883 d a n 0.897 u n t u k menentukan indeks K salah satu stasiun akan semakin lebih baik dari pada nilai korelasi satu langkah atau korelasi langsung. (3-3) Persamaan regresi yang dinyatakan pada Gambar 3-3 bagian bawah masingmasing dinyatakan pada persamaan (3-4) titik tengah-Biak d a n persamaan (3-5) adalah Tangerang-Titik Tengah yang dinyatakan oleh
dengan masing-masing koefisien korelasi secara b e r u r u t a n 0.897 d a n 0.883. Nilai korelasi modifikasi pola titik tengah sebesar ini, model regresinya dapat m e n e n t u k a n atau mengisi data indeks K yang tidak a d a pengamatan pada stasiunstasiun pengamat geomagnet tertentu yang tidak a d a data pengamatannya. Karena akurasi model regresi yang diperoleh dapat mewakili data pengamatan pada stasiun yang lain sekitar 89.7 % u n t u k model indeks K titik tengah - Biak dan 88.3 % yang menyatakan model indeks K Tangerang - titik tengah.
Gambar 3-3: Perbandingan indeks KBiak, Kr.Tengah, dan KTang (atas) dan nilai korelasi titik tengah a n t a r a Biak-Titik Tengah (kiri) sebesar 0.897 dan Titik Tengah - Tangerang (kanan) sebesar 0.883 dengan berdasarkan data indeks K dari bulan Maret- Mei 1999 pada aktivitas matahari sekitar maksimum
Gambar 3-4: Perbandingan indeks KBiak, K-r.Tengah, d a n KTang (atas) d a n nilai korelasi titik tengah a n t a r a Biak-Titik Tengah (kiri) sebesar 0.6815 dan Titik Tengah Tangerang (kanan) sebesar 0.7727 dengan b e r d a s a r k a n data indeks K dari bulan Maret- Mei 1996 p a d a aktivitas matahari minimum 15
Selanjutnya, prosedur analisis indeks K yang s a m a dilakukan pula u n t u k data indeks K pada aktivitas matahari minimum t a h u n 1996. Hasilhasil analisis model indeks K yang diperoleh dapat dinyatakan pada persamaan (3-6) dan (3-7) adalah
bulanan pada u m u m n y a dapat digunakan u n t u k menentukan data indeks K pada stasiun tertentu. Dengan ketentuan nilai korelasi atau kesamaan pola yang diperoleh tidak kurang dari 60 %
Yaak-T.T-[-0.4549±0.5510]+(0.8669±0.0025]X (3-6)
Pola indeks K geomagnet regional dari stasiun pengamat geomagnet Biak dan stasiun Tangerang mempunyai pola yang s a m a sekitar 63.5 % pada kondisi aktivitas matahari maksimum dan 36.5 % akibat dampak gangguan internal. Sedangkan pada aktivitas matahari minimum dari kedua stasiun menunjukkan pola data indeks K yang sangat j a u h berbeda dengan nilai pola yang sama hanya mencapai sekitar 34.3 %, berarti pengaruh gangguan lokal sangat dominan. Dari kondisi pengaruh gangguan lokal maka dilakukan modifikasi dan klasifikasi sesuai posisi pergerakan matahari dari u t a r a khatulistiwa dan selatan. Nilai korelasi pola indeks K setiap tiga bulan terutama matahari dari utara menuju khatulistiwa p a d a aktivitas matahari maksimum m a u p u n aktivitas matahari minimum cenderung menunjukkan pola yang sama selama 12 bulan. Pada aktivitas matahari maksimum dengan interval kelas setiap 3 bulan sesuai posisi matahari dari u t a r a khatulistiwa, khatulistiwa selatan d a n sebaliknya. Khususnya pada posisi matahari dari u t a r a menuju katulistiwa masing-masing dikorelasikan, nilai korelasi antara data indeks K stasiun Biak - titik tengah 0.897 dan titik tengah - stasiun Tangerang juga sebesar 0.883. Sedangkan aktivitas matahari minimum sekitar 0.682 dan 0.773 data indeks K mempunyai pola yang sama.
YT.T-'tog =[3.3674±1.4291]+[0.5269±0.3959]X (3-7) Akurasi model regresi persamaan (3-6) menunjukkan bahwa a n t a r a data indeks K titik tengah dikorelasikan terhadap data indeks K dari stasiun pengamat geomagnet Biak sekitar 68.15 %. Demikian pula u n t u k model regresi persamaan (3-7) nilai korelasi data indeks K stasiun pengamat geomagnet Tangerang dikorelasikan terhadap data titik tengah sebesar 77.27 %. Setelah itu dilakukan pula verifikasi dengan melibatkan posisi matahari, dengan melihat pola indeks K antara dua stasiun pengamat dalam interval tiga bulanan. Dari hasil analisis korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa data tingkat gangguan dengan interval kelas tiga bulan sesuai posisi matahari dari u t a r a khatulistiwa dan sebaliknya, data indeks K melukiskan pola yang sama sekitar 89,7 % dan 88.3 % pada aktivitas matahari maksimum. Sedangkan pada aktivitas matahari minimum sekitar 68.15 % d a n 77.3 % indeks K mempunyai pola yang sama. Dengan hasil analisis korelasi yang diuraikan di atas maka penentuan indeks K geomagnet pada stasiun pengamat tertentu yang tidak a d a datanya atau kosong, secara u m u m dapat ditentukan dengan syarat pola indeks K yang terbentuk terlebih dahulu dilakukan verifikasi/modifikasi. Sedangkan kelas interval 12 bulanan dengan menggunakan data sekitar aktivitas matahari maksimum dan aktivitas matahari minimum mempunyai pola yang sama secara berurutan masing-masing sebesar 63.5 % dan 34.3 %. Jika data indeks K yang diambil semakin panjang maka nilai korelasi dari kedua stasiun semakin kecil. Tetapi bila data indeks yang digunakan dari 3 hingga 12 16
4
KESIMPULAN
DAFTAR RUJUKAN Habirun, 2001. Penentuan frekuensi komunikasi radio HF menggunakan metode Kemungkinan Maksimum pada sirkit komunikasi Manado Sumedang, Warta LAPAN No. 1, Vol. 3 , hal. 7 - 14.
Habirun, 2005. Identifikasi Model Fluktuasi Indeks K Harian Menggunakan Model ARIMA (2.0.1), J S D atau Journal of Aerospace Sciences. Vol. 2 No. 2 Him. 100, LAPAN J a k a r t a . Suhartini, S., 1999. Dampak Flare Tanggal 21 dan 25 Agustus 1998 Pada Medan Magnet Bumi Dan Lapisan Ionosfer, Majalah LAPAN No. 2 Vol. 1 April, Hal. 3 4 - 4 3 .
Thomopaulas, N. T., 1980. Applied forecasting methods. Harold leonsrd . School of Management and Finanve Ileirois Institute of technology. Thorndike, Robert. M., 1978. Correlational Procedures for Research. Distributed solely by the Haslsted Press Division of J o h n Wiley New York. Zhou X.-Y. and F.-S. Wei., 1998. Prediction of recurrent geomagnetic disturbance by using adaptive filtering. Earth Planets Space, 50. 839 - 8 4 5 .
17