STUDI KOMPARASI TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KH AHMAD DAHLAN DAN KH HASYIM ASY’ARI
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (SI) Program Studi Pendidikan Agama Islam
Disusun oleh: Abdul Basir NIM: 131310000001
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2015
NOTA PEMBIMBING Lamp: Hal
: Naskah skripsi Kepada Yth. Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara
Assalamualaikum wr. Wb. Setelah saya mengadakan koreksi dan perbaikan, baik dari segi isi, bahasa dan teknik penulisan, maka bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudara: Nama
: ABDUL BASIR
NIM
: 131310000001
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi
: Studi Komparasi Tentang Tujuan Pendidikan Islam Menurut KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari
Selanjutnya saya mohon kepada Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan agar skripsi saudara tersebut dapat dimunaqasahkan. Dan atas perhatian Bapak kami ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum. Wr. Wb Jepara, 29 September 2015 Pembimbing
Drs. Abdul Rozaq Alkam, M.A
DEKLARASI Dengan ini saya menyatakan dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernh diajukan untuk gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi,dan sepanjang sepengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atauditerbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Jepara, 29 September 2015
ABBUL BASIR
MOTTO
.ﱢﺖ أَﻗْﺪَا َﻣ ُﻜ ْﻢ ْ ﺼُﺮوا اﻟﻠﱠﻪَ ﻳـَﻨْﺼُْﺮُﻛ ْﻢ َوﻳـُﺜَﺒ ُ ْﻳَﺎ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ آَ َﻣﻨُﻮا إِ ْن ﺗَـﻨ Artinya: “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu’’(QS. Muhammad :7)
persembahan “Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mendapat hikmah itu Sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang banyak. Dan tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang- orang yang berakal”. (Q.S. Al-Baqarah: 269) Ungkapan hati sebagai rasa Terima Kasihku Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil ‘alamin…. Alhamdulllahirabbil alamin…. Akhirnya aku sampai ke tiik ini, sepercik keberhasilan yang Engkau hadiahkan padaku ya Rabb Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada_Mu ya Rabb Serta shalawat dan salam kepada idola ku Rasulullah SAW dan para sahabat yang mulia Semoga sebuah karya mungil ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi kebanggaan bagi keluargaku tercinta Ku persembahkan karya mungil ini… untuk orang tuaku yang menginjeksikan segala idealisme, prinsip, edukasi dan kasih sayang berlimpah dengan wajah datar menyimpan kegelisahan ataukah perjuangan yang tidak pernah ku ketahui, namun tenang temaram dengan penuh kesabaran dan pengertian luar biasa telah memberikan segalanya untukku Kepada kakak-kakak dan Adik-Adikku terima kasih tiada tara atas segala support yang telah diberikan selama ini. Kepada teman-teman seperjuangan khususnya rekan-rekan PAI “2010” yang tak bisa tersebutkan namanya satu persatu terima kasih yang tiada tara ku ucapakan Terakhir, untuk seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Ilahi yang siapapun itu, terimakasih telah menjadi baik dan bertahan di sana. Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan. Jika hidup bisa kuceritakan di atas kertas, entah berapa banyak yang dibutuhkan hanya untuk kuucapkan terima kasih... :)
ABSTRAK Nama : Abdul Basir NIM : 131310000001 Judul : Studi Komparasi Tentang Tujuan Pendidikan Islam Menurut KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan mengkaji perbandingan tujuan pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan dan menurut KH. Hasyim Asy’ari. Bagi KH. Ahmad Dahlan pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun horizontal (makhluk) Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup. KH. Ahmad Dahlan menginginkan pengelolaan pendidikan Islam secara modern dan profesional. Sehingga pendidikan yang dilaksanakan harus mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya. Tujuan pendidikan Islam yang diinginkan oleh KH. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai ulamaintelek atau intelek-ulama, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang sangat luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, KH. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus, yaitu memberi pelajaran agama di sekolahsekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri dimana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. KH. Hasyim Asy’ari juga merumuskan tujuan pendidikan Islam. Menurut beliau, tujuan diberikannya sebuah pendidikan kepada manusia adalah menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan insan purna yang mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada paragraf sebelumnya. Dimana dalam proses pendidikan manusia diarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan agar kemudian segala aktifitas dalam kehidupan mampu melahirkan peserta didik yang berbudi pekerti dan akhlak yang sesuai dengan apa yang disyariatkan oleh Islam.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan sukur tiada terhingga penulis sampaikan kehadirat Ilahi Rabbi Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-NYA kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang telah mengenalkan Islam kepada seluruh umat manusia. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak sedikit mengalami kesulitan, hambatan, gangguan baik yang berasal dari penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. KH. Muhtarom, H.M., selaku Rektor UNISNU Jepara. 2. Bapak Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag., Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara. 3. Bapak Drs. Abdul Rozaq, M.Ag., selaku pembimbing skripsi yang senantiasa mengarahkan penulis sehingga karya tulis ini terwujud. 4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara.
5. Orang tua penulis yang tiada henti-hentinya mendoakan sehingga lancar dalam semua aktivitas terutama perkuliahan. 6. Kakak-kakak penulis yang telah membantu dalam hal pembiayaan sehingga lancar kuliah. 7. Untuk teman-teman seangkatan yang selalu memberikan semangat kepada penulis dan semua teman-teman (khususnya kelas A PAI angkatan 2010) yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung dengan penuh toleransi ikut serta memberikan sumbangan yang amat banyak bagi penulisan skripsi ini. Bagi mereka semua tiada untaian kata dan ungkapan hati selain ucapan terima kasih penulis, semoga Allah SWT., membalas semua amal baik mereka, dan akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya kepada pembaca. Jepara, 29 September 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..….i PENGESAHAN…………………………….………………………………….....ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………..…..….iii HALAMAN MOTTO………………………………………………………..….iv HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………..…..v ABSTRAK…………………………………………………….……….…..…….vi KATA PENGANTAR………………………………………………….……….vii DAFTAR ISI……………………………………………………………….…….ix BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendahuluan………………………………..……………..1 B. Penegasan istilah……………………………………………..………...….5 C. Rumusan Masalah……..…………………………………..………………8 D. Batasan Penelitian……………………………………………..…………..8 E. Tujuan Penelitian……………………………………………………….…9 F. Manfaat Penelitian…………………………………………………..….....9 G. Kajian Pustaka……………………………..…………………………..…10 H. Metode Penelitian………………………………………….………......…11 I. Sistematika Penulisan Skripsi……………………………………..……..12 BAB II : LANDASAN TEORI A. Pengertian Tujuan Pendidikan Islam…………………………...….…….15 B. Dasar Tujuan Pendidikan Islam…………………………........………....19
C. Jenis-Jenis Tujuan Pendidikan Islam……….………………….……….22 BAB III : KAJIAN OBJEK PENELITIAN A. Biografi dan Jasa-Jasa KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari…28 B. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari Tentang Tujuan Pendidikan Islam…………….….………………………………………..39 C. Tujuan Pendidikan Abad 21….……………………………….…………48 BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari Tentang Tujuan Pendidikan Islam…………………………………………….…..51 B. Perbedaan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari Tentang Tujuan Pendidikan Islam…………..…………………………...57 C. Relevansi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari Dalam Konteks Tujuan Pendidikan Islam di Abad 21…………………………..63 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………..…………………………..67 B. Saran-saran………………………………………………………………68 C. Penutup……………………………………………………………….….68 DAFTAR PUSTAKA
STUDI
KOMPARASI
TENTANG
TUJUAN
PENDIDIKAN
ISLAM
MENURUT KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI
1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama universal mengajarkan kepada umat manusia berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrowi. Salah satu diantara ajaran
Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk
melaksanakan pendidikan, karena menurut ajaran Islam pendidikan adalah merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipatuhi, demi mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.1 Sejak sejarah manusia lahir mewarnai rutinitas kegiatan alam fana ini, pendidikan sudah merupakan barang penting dalam komunitas sosial. Nabi Adam as yang memulai kehidupan baru dijagad raya ini senantiasa dibekali akal untuk memahami setiap apa yang beliau temukan dan kemudian menjadikannya sebagai konsep pegangan hidup.2
1 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet 2, hlm. 98. 2 Ahmad Barizi dalam A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. V. 1
2
Pendidikan menurut pandangan Islam adalah merupakan bagian dari tugas kekhalifahan manusia yang harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, kemudian pertanggung jawaban itu baru bisa dituntut kalau ada aturan dan pedoman pelaksanaan. Oleh karenanya, Islam memberikan konsep-konsep yang mendasar tentang pendidikan, dan menjadi tanggung jawab manusia untuk menjabarkan dengan mengaplikasikan konsep-konsep dasar tersebut dalam praktik pendidikan.3 Dengan pendidikan, manusia dapat mempertahankan kekhalifahannya sebagaimana pendidikan adalah hal pokok yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya. Dan pendidikan yang diberikan atau dipelajari harus dengan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Pendidikan sering dikatakan sebagai seni pembentukan masa depan. Ini tidak hanya terkait dengan manusia seperti apa yang diharapkan dimasa depan, tetapi juga dengan proses seperti apa yang akan diberlakukan sejak awal keberadaannya, baik dalam konteks peserta didik, pendidik maupun proses pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu pendidikan Islam perlu memperhatikan realitas sekarang untuk menyusun format langkah yang akan dilakukan. Dengan demikian, ajaran Islam sarat dengan nilai-nilai, bahkan konsep pendidikan. Akan tetapi semua itu masih bersifat subyektif dan transendental. 3 Zuhairini, Op.Cit., hlm. 148
3
Agar menjadi sebuah konsep yang objektif dan membumi perlu didekati secara keilmuan, atau sebaliknya perlu menggunakan paradigma Islam yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan.4 Pendidikan Islam dewasa ini menghadapi banyak tantangan yang berusaha mengancam keberadaannya. Tantangan tersebut merupakan bagian dari sekian banyak tantangan global yang memerangi kebudayaan Islam. Tantangan yang paling parah yang dihadapi pendidikan islam adalah krisis moral spiritual masyarakat, sehingga muncul anggapan bahwa pendidikan Islam masih belum mampu merealisasikan tujuan pendidikan secara holistik.5 Ada banyak tokoh-tokoh pendidikan Islam, baik klasik maupun kontemporer. Sedangkan yang penulis lihat dan klasifikasi dengan melihat masa ketika para tokoh tersebut hidup. Pemikir pendidikan Islam pada masa klasik diantaranya adalah Ibnu Khaldun, imam al Ghazali, Ibnu Maskawaih dan masih banyak lagi. Sedangkan para tokoh pemikir Islam kontemporer adalah Muhammad Abduh, Ki Hajar Dewantara, Hasan Langgulung dan masih banyak lagi. Begitupun pada masa modern, tidak sedikit para intelek muslim yang telah mampu menghadirkan karya-karya besarnya dibidang pendidikan. Salah satu 4 Abdurrahman Mas’ud, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 19. 5 Hery Noer Aly, dkk, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003), hlm. 227-234.
4
intelektual muslim atau tokoh pendidikan Islam yang mencoba melakukan rekonstruksi bangunan paradigma yang dapat dijadikan dasar bagi sistem pendidikan nasional adalah KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Berawal dari rekonstruksi itulah dirasa perlu diteliti, menurut peneliti sebagai salah satu usaha untuk menemukan konsep pendidikan Islam yang benar-benar relevan dengan keadaan masa kini atau abad 21. KH. Ahmad Dahlan adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila cukup mewariskan banyak amal bukan tulisan. Dengan usaha beliau dibidang pendidikan, beliau dapat dikatan sebagai suatu, “model” bangkitnya sebuah generasi yang merupakan “titik” pusat dari suatu gerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan sistem pendidikan dan kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada persoalan politik dan ekonomi, KH. Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik bidik dunia pendidikan pada gilirannya mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya.6 KH. Hasyim Asy’ari sering diceburkan dalam persoalan politik. Hal ini dapat dipahami bahwa sebagian dari sejarah kehidupan KH. Hasyim Asy’ari juga
6Filsafat pendidikan islam menurut KH Ahmad dahlan (http://aadanykhan.blogspot.com/filsafat-pendidikan-islam-menurut-kh.html, Januari 2015.
(1868-1923) diakses 26
5
dihabiskan untuk merebut kedaulatan bangsa Indonesia melawan kolonial Belanda dan Jepang. Lebih-lebih organisasi yang didirikannya, NU pada masa itu aktif melakukan usaha-uaha sosial politik. Akan tetapi KH. Hasyim Asy’ari sejatinya tokoh yang piawai dalam gerakan dan pemikiran kependidikan. Sebagaimana dapat disaksikan, bahwa KH. Hasyim Asy’ari mau tidak mau bisa dikategorikan sebagai generasi awal yang mengembangkan sistem pendidikan pesantren.7 Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka penulis terdorong untuk mengadakan suatu kajian dengan mengambil judul “ STUDI KOMPARASI TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI “.
2. Penegasan Istilah 1. Studi komparasi tentang tujuan pendidikan Islam 1. Studi komparasi Studi adalah pendidikan; pelajaran; penyelidikan.8 Komparasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbandingan. Sedangkan
7 A. Mujib, dkk, Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: PT Diva Pustaka, 2004), hlm. 319. 8 M Ridwan, dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: Pustaka Indonesia, tt), hlm. 612.
6
komparasi berasal dari bahasa inggris adalah “comparison” yang artinya bandingan.9 Sedangkan Mohammad Nazir mengemukakan bahwa studi komparatif adalah sejenis penelitian yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor penyebab terjadinya maupun munculnya suatu fenomena tertentu.10
2. Konsep Konsep merupakan kata atau istilah serta simbol untuk merujuk pengertian dari pada barang sesuatu, baik yang kongkret maupun sesuatu hal yang bersifat abstrak.11 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti rangkaian ide, gambaran, atau pengertian dari peristiwa kongkret kepada abstrak dan sebuah objek maupun proses.12 3. Pendidikan Islam 9 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 132. 10 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia,2005), hlm. 8. 11 Abdul Muin Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm. 40. 12 Dinas P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 959.
7
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bernuansa Islam atau pendidikan yang Islami. Secara psikologis, kata tersebut mengindikasikan suatu proses untuk pencapaian nilai moral, sehingga subjek dan objeknya senantiasa mengkonotasikan kepada perilaku yang bernilai, dan menjauhi sikap amoral.13 Pendidikan Islam dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta’dib, riyadhah, irsyad, dan tadris. Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika disebut secara bersamaan.14 4. KH. Ahmad Dahlan KH. Ahmad Dahlan adalah keturunan raja atau sultan, putra asli Kauman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan adalah putra keempat KH. Abu bakar bin KH. Muhammad Mas Sulaiman bin K. Murtadha bin K. Ilyas bin Demang Jurang Juru Kapindo bin Demang Juru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Grebeg bin Maulana Fadlullah bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim.15 Beliau dikenal sebagai tokoh utama berdirinya organisasi Muhammadiyah. 5. KH. Hasyim Asy’ari 13 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 10. 14 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 7. 15 Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. 189.
8
KH. Hasyim Asy’ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asy’ari, pemimpin pesantren keras yang berada di sebelah selatan jombang. Ibunya bernama Halimah, dari garis ibu Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Namun keluarga Hasyim Asy’ari adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggendang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam yang kokoh terhadap KH. Hasyim Asy’ari. Jasanya yang paling pokok adalah berdirinya Jam’iyah Nahdhatul Ulama (NU).16 Jadi yang dimaksud dengan studi komparasi tentang konsep pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari adalah membandingkan pemikiran-pemikiran konsep pendidikan Islam dari KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari beserta pengaruh-pengaruhnya dikalangan pendidikan. Dari perbandingan tersebut maka akan ditemukan berbagai persamaan maupun perbedaan pemikiran dari kedua tokoh besar Indonesia ini.
6. Rumusan Masalah
16 Ibid., hlm. 191.
9
Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dikemukakan diatas, maka didapatkan suatu rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan pendidikan Islam? 2. Bagaimana perbedaan pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam tujuan pendidikan Islam? 3. Bagaimana relevansi pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam konteks tujuan pendidikan Islam di abad 21?
4. Batasan Penelitian Agar tidak terjadi salah paham dalam memahami hasil dari penulisan ini, maka dalam hal ini penulis membatasi objek penelitiannya yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian, maka penulis membatasi objek penelitian ini yang berkisar pada; 1. Pencarian informasi pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan pendidikan Islam. 2. Memberikan gambaran tentang relevansi pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim asy’ari dalam konteks tujuan pendidikan Islam di abad 21. 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
10
1. Untuk mengetahui pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan pendidikan Islam. 2. Untuk mengetahui perbedaan pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. 3. Untuk mengetahui relevansi pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam konteks tujuan pendidikan Islam di abad 21.
4. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa kegunaan, antara lain: 1. Sebagai sumbangan pemikiran konsep pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an
dan
Al-Hadits
yang
diharapkan
mampu
menjadi
sarana
pengembangan wawasan keilmuan dan penghayatan serta pengalaman keagamaan dikalangan akademisi khususnya dan masyarakat pada umumnya. 2. Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan Islam sekaligus sumber daya manusia. Karena pada hakekatnya pendidikan memang dirancang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki manusia, karena itu penulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pendidikan Islam. 3. Untuk mengembangkan kreativitas potensi diri penulis dalam mencurahkan pemikiran ilmiah lebih lanjut.
11
G. Kajian Pustaka Adapun untuk penelitian ini, peneliti telah menemukan 2 buku tentang konsep pendidikan Islam untuk kajian pustaka yang sesuai dengan pembahasan, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dan pembanding, antara lain: 1. Buku yang berjudul “KH. Ahmad Dahlan: Biografi Singkat 1869-1923”. Buku ini disusun oleh Adi Nugroho yang diterbitkan oleh Ar-Ruzz Media pada tahun 2010. Dalam buku ini menjelaskan pemikiran-pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan agama Islam di Indonesia, masyarakat Islam Indonesia, pendidikan dan kemasyarakatan yang diinginkan oleh KH. Ahmad Dahlan. 2. Buku berjudul “Adab al-Alim Wa al-Muta’allim” karangan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari yang diterbitkan pada tanggal 22 Jumadil al-tsani tahun 1343 H. Yang didalamnya berisi pemikiran-pemikiran tentang konsep pendidikan Islam yang harus dipahami oleh peserta didik dan pendidik sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun kelebihan yang terdapat didalam penelitian ini diantaranya dapat penulis uraikan sebagai berikut: 1. Dalam
penelitian
ini
fokus
penelitiannya
akan
menyebutkan
dan
membandingkan antara pemikiran KH. Ahmad Dahlan dengan KH. Hasyim Asy’ari mengenai tujuan pendidikan Islam menurut kedua tokoh.
12
2. Penelitian ini, dalam pengalian teori penulis mencoba mengaitkan berbagai macam teori dan tujuan yang dikemukakan oleh para ilmuan terdahulu, khususnya yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari dengan KH. Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam, yang kemudian dikembangkan secara subtisosial sehingga nanti diharapkan membantu para pembaca dalam memahami arti penting konsep pendidikan Islam menurut kedua tokoh. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengangkat judul “Studi Komparasi Tentang Tujuan Pendidikan Islam Menurut KH. Ahmad Dahlan dan KH.Hasyim Asy’ari” . Selain sebagai pelengkap dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan antara pemikiran KH. Ahmad Dahlan dengan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari secara menyeluruh dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi dunia pendidikan.
H. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif, yaitu dengan menganalisis sumber yang ada. Penelitian ini juga termasuk penelitian pustaka (library research)17 karena objek utama penelitian adalah buku-buku dan literatur-literatur lain.
17 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), cet. 8, hlm 60.
13
2.
Metode pengumpulan data. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, yaitu mengumpulkan sumber data primer dan sumber data sekunder.
3.
Metode analisa data Langkah-langkah yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah: 1. Langkah deskriptif, yaitu mendeskriptifkan gagasan yang dikemukakan oleh KH. Ahmad dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam pendidikan Islam. 2. Langkah interpretasi, yaitu menafsirkan gagasan maupun pola pemikiran dari KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari yang dilihat dari segi bahasa ataupun segi historisnya. 3. Langkah komparasi, yaitu menelaah berbagai persamaan dan perbedaan dari gagasan yang dikemukakan oleh KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam pendidikan Islam. 4. Langkah analisis, yaitu melakukan analisis terhadap makna yang terkandung dalam keseluruhan gagasan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari kemudian dijabarkan secara rinci. 5. Langkah pengambilan kesimpulan
14
I. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang pembahasan ini, secara singkat dapat dilihat dalam sistematika penulisan dibawah ini : BAB I.
PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan mendeskripsikan secara umum dan
menyeluruh tentang skripsi ini, yang mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian itu dilakukan. Oleh karena itu, pada bab pendahuluan ini memuat latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II. LANDASAN TEORI. Dalam bab ini, dimaksudkan untuk memberikan pra-wacana sebelum masuk dalam pembahasan utama yakni bagaimana tujuan pendidikan Islam. Karena itu sub bab bahasan yang akan disajikan adalah seputar paradigma dasar pendidikan Islam. 1.
Pengertian tujuan pendidikan Islam.
2.
Dasar tujuan pendidikan Islam.
15
3.
Jenis-jenis tujuan pendidikan Islam.
BAB III. KAJIAN OBJEK PENELITIAN. Memuat uraian tentang data: 1.
Biografi dan karya-karya KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari.
2.
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari
tentang tujuan
pendidikan Islam. 3.
Tujuan pendidikan abad 21.
BAB IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN. Berisikan tentang pembahasan terhadap temuan-temuan penelitian: 1.
Analisis pemikiran KH. Ahmad dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan pendidikan Islam.
2.
Perbedaan pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam konteks tujuan pendidikan Islam.
3.
Relevansi pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam konteks tujuan pendidikan Islam di abad 21.
BAB V. PENUTUP. Berisikan tentang kesimpulan, sekaligus saran-saran bagi praktisi pendidikan apa yang harus dilakukan berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari.
BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Pendidikan Islam Berbicara pendidikan Islam merupakan suatu kajian yang cukup menarik, karena makna pendidikan sendiri juga beragam. Perlu diketahui banyak sekali istilah-istilah dalam pendidikan itu sendiri. seperti pengajaran, pembelajaran, pendidikan, pelatihan, dan lain sebagainya. Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata didik, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.1 Istilah pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadianya sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat didalam masyarakat dan bangsa. Dengan demikian, makna pendidikan Islam adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai nilai-nilai ajaran Islam.2 Pendidikan menurut Marimba adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.3
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet.1, hlm. 323. 2 Djumransjah, dkk, Pendidikan Islam; Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 1. 3 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al Ma’arif, 1989), hlm. 19.
15
16
Sementara itu, Al Syaibani memaknai pendidikan itu adalah suatu proses pertumbuhan membentuk pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku individu dan kelompok hanya akan berhasil melalui interaksi seseorang dengan perwujudan dan benda sekitar serta dengan alam sekelilingnya, tempat ia hidup, benda dan persekitaran adalah sebagian alam luas tempat insan itu sendiri dianggap sebagai bagian dari padanya. 4 Adapun istilah manapun yang akan diambil terserah akan berpijak kemana. Karena penulis tidak membatasi makna pendidikan secara sebenarnya. Menurut Ahmad Marimba, “ pendidikan adalah bimbingan atau didikan secara sadar yang dilakukan oleh pendidik terhadap perkembangan hak didik, baik jasmani maupun rohani, menuju terbentuknnya kepribadian yang utama”. Menurut definisi ini, pendidikan hanya terbatas pengembangan pribadi anak didik oleh pendidik. Sedangkan Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan secara luas, yaitu: “pengembangan pribadi dalam semua aspeknya”.5 Dengan catatan bahwa yang dimaksud “pengembangan pribadi” sudah mencakup pendidikan oleh diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Sedangkan kata “semua aspek”, sudah mencakup jasmani, akal, dan hati. Dengan demikian pendidikan bukan sekedar meningkatkan kecerdasan intelektual, tetapi juga mengembangkan seluruh aspek kepribadian peserta didik.
4
Omar Muhammad al Toumy al Syaibany, Falsafah Tarbiyah Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 57. 5 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hlm 28
17
Dari penjelasan tentang pendidikan, maka bagaimana pula dengan pendidikan Islam? Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam, namun apakah itu yang dinamakan pendidikan Islam? Menurut Azra, bahwa pendidikan yang telah dilekatkan dengan kata Islam telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan dunia masing-masing. Namun pada dasarnya, semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam suatu pemahaman bahwa pendidikan itu merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.6 Menurut Ahmad D. Marimba menjelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah “bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya yang utama menurut ukuran-ukuran Islam.7 Menurut Asmuni M. Yasir mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam adalah “usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak setelah selesai pendidikan dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan hidup (way of life)”.8
6
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 3. 7 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), hlm 23 8 Asmuni M Yasir, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Keluarga UPN, 1985), hlm 4
18
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah ”tarbiyah, ta’lim dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Al Ta’lim dapat diartikan dengn pengajaran. Tapi menurut Naquib al Attas, ahwa istilah al ta’dib adalah istilah yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mencakup juga pendidikan untuk hewan. Al Attas menjelaskan bahwa Ta’dib berasal dari masdar addaba yang diturunkan menjadi kata adabun, berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat tingkatan mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan akikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual maupun rohaniah seseorang.9 Berasarkan ketiga kata itu, Abdurrahman al Bani pendidikan terdiri atas empat unsur, yaitu pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa; kedua, mengembangkan seluruh potensi; ketiga, mengarahkan seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan; empat, dilaksanakan secara bertahap.10 Sementara itu, Hasan Langgulung merumuskan definisi pendidikan Islam sebagai suatu proses menyiapkan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan 9
kemampuan
pengetahuan
dan
nilai-nilai
Islam
yang
Syeh Muhammad al Naquib al Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan,2003), hlm. 175-176. 10 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda karya, 1994), hlm. 29.
19
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal dan memetik hasil kelak di akhirat.11 Dengan demikian pendidikan Islam adalah suatu proses pembentukan individu atau pembentukan kepribadian muslim berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad SAW. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu, pendidikan Islam merupakan pendidikan iman dan amal. Karena ajaran Islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan masyarakat.12 B. Tujuan Pendidikan Islam Setiap kegiatan apapun tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Karena dengan tujuan itu dapat ditentukan kemana arah suatu kegiatan. Tak ubahnya dalam dunia pendidikan, apakah pendidikan Islam maupun non Islam, maka sudah dapat dipastikan akan memliki suatu tujuan. Faktor tujuan mempunyai peranan penting dalam pendidikan agama Islam, sebab akan memberikan standar, arahan, batas ruang gerak, dan penilaian atas keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Dalam merumuskan tujuan pendidikan, khusus untuk pendidikan Islam, disesuaikan dengan kriteria dan karakter ilmu dalam Islam.13
11
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al Ma’arif, 1980), hlm. 6. 12 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 28. 13 Jasa Ungguh Mulaiwan, Pendidikan Islam Integratif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm 123.
20
Pada dasarnya, pendidikan agama Islam dapat terwujud apabila seluruh aspek yang berhubungan langsung dengan pendidikan dapat bekerja sama dan saling membantu dari berbagai pihak, antara lain pihak sekolah dengan orangtua siswa, lembaga dengan masyarakat dan lain sebagainya demi meningkatkan keberhasilan pendidikan agama Islam. Ahmad Tafsir menyatakan bahwa suatu tujuan harus diambil dari pandangan hidup. Jika pandangan hidupnya (philosophy of life) adalah Islam, maka tujuan pendidikan menurutnya haruslah di ambil dari ajaran Islam.14 Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam. Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praktis sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.15 Selain itu, Ali Ashraf menyatakan bahwa pendidikan bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspek spiritual, intelektual, imaginatif, 14 15
Ahmad Tafsir, op.cit., hlm. 46. Azyumardi Azra, op. cit., hlm. 8.
21
fisikal, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.16 Menurut Zakiyah Daradjat, tujuan pendidikan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Sedangkan menurut H.M. Arifin, tujuan itu bisa jadi menunjukkan kepada masa depan yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu.17 Dengan demikian, melihat berbagai tujuan yang telah dikemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam tiada lain adalah untuk mewujudkan insan yang berakhlakul karimah yang senantiasa mengabdikan dirinya kepada Allah SWT serta dapat memahami ajaran-ajaran Islam, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup dan amal perbuatannya, baik dalam hubungan dengan Allah, masyarakat dan alam sekitarnya. C. Jenis-jenis Tujuan Pendidikan Manusia sebagai objek dan subjek pendidikan, maka pendidikan harus mampu mengembangkan misi yang diperlukan. Menurut Suwarno tujuan pendidikan Islam ada beberapa macam tujuan pendidikan,diantaranya sebagai berikut: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir.18 a. Tujuan Umum 16
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), hlm. 1. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm 64 18 Suwarno, Pengantar Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm 24. 17
22
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran ataupun dengan cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk Insan Kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada diri seseorang yang sudah dididik. Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan Nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan umum itu tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya. Tahap-tahap dalam mencapai tujuan itu pada pendidikan formal dirumuskan dalam bentuk tujuan
kurikuler
yang
selanjutnya
dikembangkan
dalam
tujuan
instruksional.19 b. Tujuan Sementara Tujuan sementara pada umumnya merupakan tujuan yang dikembangkan dalam rangka menjawab segala tuntutan kehidupan. Karena itu tujuan sementara itu kondisional, tergantung faktor di mana peserta didik itu tinggal atau hidup. Dengan berangkat dari pertimbangan kondisi itulah pendidikan Islam bisa menyesuaikan diri untuk memenuhi prinsip
19
Zakiyah Drajat, ILmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 30.
23
dinamis dalam pendidikan dengan lingkungan yang bercorak apa pun yang membedakan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, yang penting orientasi dari pendidikan itu tidak keluar dari nilai-nilai Islami. Menurut Zakiyah Darajat, tujuan sementara itu merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.20 Dalam tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola ubudiyah, sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah, mungkin merupakan suatu lingkaran kecil. Semakin tinggi tingatan pendidikannya lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari
20
Ibid,. hlm. 36.
24
tujuan pendidikan tingkat permulaan bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Bentuk lingkaran inilah yang menggambarkan insan kamil itu.21 Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu. c. Tujuan Akhir Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini berakhir pula, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep ke-Tuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tinggi tersebut dirumuskan dalam satu istilah yang disebut Insan Kamil. Dalam tujuan pendidikan Islam, tujuan tertinggi atau terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia, dan peranannya sebagai mahluk ciptaan Allah.22 Dengan demikian indikator Insan Kamil tersebut adalah: 1. Menjadi Hamba Allah Tujuan ini sejalan dengan tujuan hidup dan penciptaan manusia, yaitu semata mata untuk beribadat kepada Allah SWT. dalam hal ini 21
Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 172. 22 Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), Cet. 1, hlm. 114.
25
pendidikan harus memungkinkan manusia harus memahami dan menghayati tentang Tuhan sedemikian rupa, sehingga semua peribadatannya,
dilakukan
dengan
penuh
penghayatan
dan
kekhusyu’an terhadap-Nya melalui seremoni ibadah dan tunduk senantiasa pada syari’at dan petunjuk Allah SWT.23 Tujuan hidup yang dijadikan tujuan itu sesuai dengan firman Allah didalam surat Adz-Dzariyat ayat 56:
Artinya :
(٥٦:ْﺲ إِﻻ ﻟِﻴَـ ْﻌﺒُﺪُو ِن )اﻟﺬاﺭﻳﺎت َ ْﺖ اﳉِْ ﱠﻦ وَاﻹﻧ ُ َوﻣَﺎ َﺧﻠَﻘ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” 2. Mengantar subjek Didik Menjadi Khalifah Menjadikan peserta didik yang mampu memakmurkan bumi dan melestarikannya dan lebih jauh lagi, mewujudkan rahmatan lil’âlamin,
sesuai
dengan
tujuan
penciptaannya,
dan
sebagai
konsekuensi setelah menerima Islam sebagai pedoman hidup. Terkait dengan hal ini Allah SWT berfirman dalam surat Al An’am:165.
( ۱٦۵: ) ا ﻻﻧﻌﺎم
23
Ahmad Tafsir, Op., Cit, hlm 47
26
”Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi (QS : Al An’am: 165) Tujuan ini dalam rangka mengupayakan agar peserta didik mampu menjadi khalifah Tuhan di bumi ini, memanfaatkan, memakmurkannya, mampu merealisasikan eksistensi Islam yang rahmatan lil ‘âlamîn. Dengan demikian peserta didik mampu melestarikan bumi Allah ini, mengambil manfaat, untuk kepentingan dirinya, untuk kepentingan umat manusia, serta untuk kemaslahatan semua yang ada di dunia ini.24 3. Untuk Kesejahteraan Hidup di Dunia dan Akhirat Pendidikan Islam bertujuan untuk mengembangkan intelegensi anak
secara
efektif
agar
mereka
siap
untuk
mewujudkan
kebahagiaannya di dunia dan di akhirat. 25
(٧٧: )اﻟﻘﺼﺺ
Artinya. ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan 24
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, hlm. 15. 25 Ibid,. hlm. 23.
27
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al Qashash: 77)26 Kemudian
(٢٠١: )اﻟﺒﻘﺮة
Artinya : ”Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka” (QS. Al Baqarah: 201) Tujuan-tujuan tertinggi tersebut, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena pencapaian tujuan yang satu memerlukan pencapaian tujuan yang lain, bahkan secara ideal tujuan-tujuan tersebut harus dicapai secara bersama melalui proses pencapaian yang sama dan seimbang.
26
Bahrun Abu Bakar, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra Semarang, 1993), Cet ke-2, hlm164.
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Biografi dan Jasa-Jasa KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari Dalam Bidang Pendidikan 1. Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan KH. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869 di Kauman Yogyakarta dengan nama Muhamad Darwis. Ayahnya bernama Kyai Haji Abu Bakar bin Kiai Sulaiman, seorang khatib tetap di masjid Sultan dikota tersebut. Sementara ibunya bernama Siti Aminah, adalah anak seorang penghulu di Kraton Yogyakarta, Haji Ibrahim. 1 KH. Ahmad Dahlan berasal dari keluarga berpengaruh dan terkenal di lingkungan kesultanan Yogyakarta, yang secara biografis silsilahnya dapat ditelusuri sampai pada Maulana Malik Ibrahim. 2 Silsilah KH.Ahmad Dahlan hingga Maulana Malik Ibrahim melalui 11 keturunan, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana Muhamad Fadlullah, Maulana Sulaiman, Ki Ageng Giring (Jatinom), Demang Jurang
hlm. 86.
1
Mansur, dkk, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 2005),
2
Toto Suharto,Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2007)., hlm. 293.
28
29
Juru Sapisan, Demang Jurang Juru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadha, Kyai Muhammad Sulaiman, Kyai Haji Abu Bakar dan KH. Ahmad Dahlan. 3 KH. Ahmad Dahlan memiliki saudara sebanyak 7 orang, yaitu Nyai Ketib Harum, Nyai Mukhsin atai Nyai Nur, Nyai Haji Saleh, Ahmad Dahlan, Nyai Abdurrahim, Nyai Muhammad Pakin dan Basir. KH. Ahmad Dahlan pernah nikah dengan Nyai Abdullah, janda dari H. Abdullah. Pernah juga nikah dengan Nyai Rumu (bibi Prof. A. Kahar Muzakir) adik Ajengan penghulu Cianjur, dan beliau juga pernah nikah dengan Nyai Solekhah putri kanjeng Penghulu M. Syari’I adiknya kyai Yasin Paku Alam Yogyakarta. Dan terakhir KH. Ahmad Dahlan nikah dengan Nyai Walidah binti Kyai penghulu Haji Fadhil (terkenal dengan nama Nyai KH. Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga beliau meninggal dunia. 4 KH. Ahmad Dahlan adalah tipe man of action, sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Pada waktu KH. Ahmad Dahlan sakit menjelang wafat, dokter menasihatkan agar beliau istirahat di Tosari. Seharusnya beliau beristirahat dan sementara waktu menghentikan berbagai aktivitasnya, tetapi kenyataanya KH. Ahmad Dahlan
3
Yusuf Abdullah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhamadiyah, (Jakarta : Pustaka Antara, 1989), hlm. 53-54. 4 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 114.
30
tetap bekerja keras. Ahmad Dahlan berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 23 Februari 1923 dalam usia 55 tahun.5 2. Latar Belakang Pendidikan KH. Ahmad Dahlan Latar belakang keluarganya memberikan pengaruh yang besar dalam pendidikan awal KH. Ahmad Dahlan. Semenjak kecil, KH. Ahmad Dahlan diasuh dan dididik sebagai putra kyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an dan kitab-kitab agama. KH. Ahmad Dahlan tidak pernah mengenyam pendidikan formal di sekolahsekolah model pendidikan Belanda. Malahan beliau mendapatkan pendidikan tradisional di Kauman Yogyakarta, di mana ayahnya sendiri menjadi guru utamanya yang mengajarkan pelajaran-pelajaran dasar mengenai agama Islam, seperti juga anak-anak kecil lain ketika itu. KH. Ahmad Dahlan dikirim ke pesantren di Yogyakarta dan pesantren-pesantren lain di beberapa tempat di Jawa, di antaranya KH. Ahmad Dahlan belajar pelajaran nahwu kepada KH. Muhsin, qiraat kepada Syekh Amin dan Sayyid Bakri, fiqih kepada KH. Muhamad Saleh,ilmu hadits kepada KH. Mahfudz dan syekh Khayyat Sattokh, dan ilmu falak kepada KH. R. Dahlan. 6 Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di madrasah dan pesantren di Yogyakarta dan sekitarnya, di saat usianya mencapai 22 tahun KH. Ahmad Dahlan berangkat ke Mekkah untuk pertama kali pada tahun 5 6
Hasbullah, op.cit., hlm. 121. Samsul Nizar, Op.Cit., hlm. 101.
31
1890. Selama setahun beliau belajar dan memperdalam ilmu agama di Mekkah. Dalam kesempatan tersebut, KH. Ahmad Dahlan banyak belajar ilmu agama dari para ulama terkenal. Di antara gurunya adalah Sayyid Bakri Syata’, salah seorang mufti Madzhab Syafi’i yang bermukim di Makkah. Bahkan Sayyid Bakri Syata’-lah yang memberikan atau mengganti nama Muhammad Darwis menjadi Ahmad Dahlan. 7 Di tahun 1903, untuk kedua kalinya KH. Ahmad Dahlan berkunjung ke Mekkah. Kali ini beliau menetap lebih lama, selama dua tahun. Ditempat ini, KH. Ahmad Dahlan sempat pula melakukan diskusi dengan para ulama nusantara, seperti Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Faqih Kumambang dari Gresik.8 Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, KH. Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan strategi dakwah; beliau memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, KH. Ahmad Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor-
7 8
Abdul Khaliq, dkk, Op.Cit., hlm. 199. Toto Suharto, Op.Cit., hlm. 294.
32
kantor pemerintah, KH. Ahmad Dahlan berharap dapat mengajarkan pelajaran agama di sekolah-sekolah pemerintah.9 3. Detik-Detik Kepergian KH. Ahmad Dahlan KH. Ahmad Dahlan termasuk orang yang tidak mengenal kata lelah. Aktivitas yang begitu padat mulai dari tanggung jawab sebgai seorang suami, ayah dari beberapa anaknya, ulama panutan masyarakat, sampai menjadi pejuang bangsa dan negara yang melakukan perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya menjadi sebuah keseharian yang beliau lakukan. Sampai-sampai beliau sendiri hampir lupa bahwa dirinya adalah manusia biasa yang membutuhkan istirahat. Kecintaannya kepada agama, bangsa dan negara mengalahkan segalanya, sampai-sampai pada awal tahun 1923 kesehatan beliau mulai terganggu. Selama dua bulan KH. Ahmad Dahlan beristirahat di Tretes, dengan harapan beliau kembali pulih, karena pelaksanaan rapat tahunan Muhammadiyah akan segera digelar. Akan tetapi keadaannya kian parah, badan10 makin kurus, kaki membengkak. Akhirnya, pada jumat malam 7 Rajab tahun 134 Hijriyah, KH. Ahmad Dahlan menghembuskan nafas terakhir di hadapan keluarganya. Kemudian
9
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) , hlm. 100. Adi Nugroho, KH. Ahmad Dahlan: Biografi Singkat 1869-1923 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm, 45. 10
33
jenazah KH. Ahmad Dahlan dimandikan pada malam itu juga oleh keluarganya, setelah itu jenazah ditempatkan di surau milik keluarga Dahlan. Shalat jenazahpun dilaksanakan dan dipimpin oleh KH. Lurah Nur, kakak ipar KH. Ahmad Dahlan. Jenazah kemudian diberangkatkan menuju makam Karangkajen melalui jalan Gerjen, Ngabean, dan Gondomanan. 11 KH. Ahmad Dahlan dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 657/1961.12 4. Usaha dan Jasa-Jasa Besar KH. Ahmad Dahlan KH. Ahmad Dahlan adalah seorang yang sangat berani. Baginya kebenaran harus tetap dilaksanakan dan ditegakkan, sekalipun harus berhadapan dengan kekuasaan. Hal ini dibuktikan dalam usaha dan jasajasanya yang besar:13 a. Mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut mestinya. b.
Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam dengan secara popular, bukan saja di pesantren, melainkan beliau pergi ke tempat-tempat lain seperti mendatangi berbagai golongan.
c. Memberantas bid’ah, khurafat dan takhayul yang bertentangan dengan ajaran Islam. 11 12
hlm. 19.
13
Ibid, hlm. 47. Porwo Martani,Aku Mengenal Pahlawan Bangsaku, (Jakarta: Talenta Media Utama, 2008),
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1996), hlm. 267-268.
34
d. Mendirikan perkumpulan Muhammadiyah pada tanggal 12 November tahun 1912. KH. Ahmad Dahlan telah ikut serta memajukan dan mensejahterakan bangsa dan Negara Indonesia. KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional.
B. Biografi KH. Hasyim Asy’ari 1. Riwayat Hidup KH. Hasyim Asy’ari. Nama lengkap KH. Hasyim Asy’ari adalah KH. Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di desa Nggendang, Jombang Jawa Timur, pada hari selasa kliwon, 24 Dzulqoidah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871.14 Kehidupan KH. Hasyim Asy’ari mungkin dapat digambarkan dengan kata-kata sederhana, “dari pesantren kembali ke pesantren”. Ia dibesarkan di lingkungan pesantren. Kemudian selama tujuh tahun di Mekkah melakukan ibadah haji dan belajar di lingkungan seperti pesantren yaitu Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Nabawi, dia kemudian kembali ke Nusantara untuk mendirikan pesantren sendiri dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajar para santri di pesantren. 14
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 113.
35
KH. Hasyim Asy’ari tidak bisa dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Dia adalah keturunan Brawijaya VI, yakni Kartawijaya atau Damarwulan, dan dari perkawinannya dengan putri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII), Brawijaya VII mempunyai beberapa putra, diantaranya Joko Tingkir. 15 KH. Hasyim Asy’ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asy’ari, pemimpin pesantren keras yang berada di sebelah selatan jombang. Ibunya bernama Halimah, dari garis ibu Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kedelapan dari Joko Tingkir (Sultan Pajang). Namun keluarga Hasyim Asy’ari adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggendang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam yang kokoh terhadap KH. Hasyim Asy’ari. 16 2. Latar Belakang Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari Semasa hidupnya ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan dibidang ilmu-ilmu al-Qur’an dan literature agama lainnya. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya pada berbagai pondokpondok pesantren khususny pada pulau Jawa, seperti pada pondok pesantren Shona, Siwalan Buduran, Langitan, Tuban, Demangan, Bangkalan, dan 15 16
Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. 192. Ibid., hlm. 193.
36
Sidoarjo. Selama di pondok Sidoarjo, Kyai Ya’qub yang memimpin pondok tersebut melihat kesungguhan dan kebaikan budi pkerti KH. Hasyim Asy’ari, hingga ia menjodohkan dengan putrinya Khadijah. Pada tahun 1892, tepatnya ketika KH. Hasyim Asy’ari berusia 21 tahun ia menikah dengan Khadijah. 17 Setelah melakukan pernikahan itu, KH. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji ke tanah suci Makkah. Setelah kembali dari makkah Kyai Ya’qub menganjurkan kepada KH. Hasyim Asy’ari untuk menuntut ilmu di Makkah. Disaat KH. Hasyim Asy’ari semangat menuntut ilmu, tepatnya setelah menetap di makkah selama tujuh bulan, istrinya meninggal dunia setelah melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinyapun tidak terselamatkan’ sungguh demikian, hal ini idak mematahkan semangatnya untuk menuntut ilmu.18 Dalam perjalannya menuntut ilmu di Makkah itu, beliau berjumpa dengan beberapa tokoh yang kemudian dijadikannya sebagai gurunya, yang terkenal adalah sebagai berikut: 19 a. Syeh Mahfuzh al-Tirmasi, putra Kyai Abdullah yang memimpin pesantren Tremas. Dikalangan para Kyai di Jawa, Syeh Mahfuzh lebih terkenal sebgai ahli hadist Bukhori.
17
Fatah Syukur, Op.Cit., hlm. 194. Suwendi, Konsep Kependidikan KH. Hasyim Asy’ari, (Jakarta: Lekdis, 2005), hlm. 16. 19 Ibid., hlm. 17. 18
37
b. Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, beliau menantu dari Syaikh Shalih Kurdi, seorang hartawan yang mempunyai hubungan baik dengan pihak penguasa Makkah. c. KH. Hasyim Asy’ari berguru pada sejumlah tokoh di Makkah, yakni Syaikh al-Allamah Abdul Hamid al-Darustani dan Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi. Diantara ilmu-ilmu yang dipelajari oleh KH. Hasyim Asy’ari selama di Makkah adalah ilmu Fiqih dengan konsentrsi mazhab Syafi’i dan ilmu alat (nahwu, sharaf, mantiq, balaghah, dan lain-lain). Delapan tahun ia bermukim ditanah suci menuntut ilmu agama dan bahasa arab, kemudian ia kembali ke Indonesia. Dadanya telah penuh dengan ilmu agama, sehingga ia menjadi seorang Kyai (ulama besar). Kemudian ia membuka pesantren untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya, yaitu Pesantren Tebuireng di Jombang. 20 3. Detik detik Kepergian KH. Hasyim Asy’ari Tepat pukul 9 malam, 7 Ramadhan 1366 Hijriah, turunlah beliau dari sembahyang tarawih, menjadi imam kaum Muslimat. Ketika beliau sudah bersiap duduk di kursi untuk memberikan pelajaran pada para muslimat seperti biasanya, datanglah seorang cucu menantunya datang mendekatinya dan berbisik di telinga beliau “Kakek, ada tamu utusan yang mulia panglima 20
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1979), cet ke-2, hlm. 234.
38
besar angkatan perang Republik Indonesia, paduka tuan Jendral Sudirman dan Bung Tomo.” Kemudian barulah disadari bahwa beliau telah meninggal dunia, setelah sebelumnya didatangkan dokter. Sekitar pukul 03.45 dini hari pada 25 Juli 1947 M/ 7 Ramadhan 1366 H, beliau berpulang ke rahmatullah. 21 KH. Hasyim Asy’ari meninggal pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H bertepatan dengan 25 juli 1947 M di Tebuireng Jombang pada usia 79 tahun karena tekanan darah tinggi. Hal ini terjadi setelah beliau mendengarkan cerita dari utusan Bung Tomo dan Jendral Sudirman tentang banyaknya korban yang jatuh di Jawa Timur akibat peperangan dengan Belanda. 22 Tiadalah kata untuk memberikan simbol karakteristik kepada KH. Hasyim Asy’ari selain kata beliau adalah manusia yang mendekati sempurna. Akal yang luas dengan ditandai selalu kehausan dalam mencari ilmu, sedangkan budi pekerti yang luhur ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari dengan selalu menyayangi umat manusia yang lain meskipun berbeda keyakinan dengan dirinya. Dan pada tanggal 7 September 1947 (1367 H), K. H. Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui sebagai seorang pahlawan
21
Muhammad Rifa’i, KH. Hasyim Asy’ari : Biografi Singkat 1871-1947, (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2010), hlm. 38. 22 Perpustakaan Nasional, Profil 143 Pahlawan Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Timur, 2009), hlm. 48.
39
kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional. 4. Usaha dan Jasa-Jasa Besar KH. Hasyim Asy’ari Banyak usaha dan jasa yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam hubungannya dengan pendidikan Islam. Usaha dan jasa KH. Hasyim Asy’ari antara lain:23 a. Mengajar agama b. Mendirikan Pondok Pesantren c. Mendirikan perkumpulan Nahdlatul Ulama paa tahun 1926 Peranan K. H. M. Hasyim Asy’ari sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pemimpin pesantren, terutama yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dalam bidang organisasi keagamaan, ia pun aktif mengoganisir perjuangan politik melawan kolonial untuk menggerakkan masa, dalam upaya menentang dominasi politik Belanda.
B. Pemikiran Tujuan Pendidikan Menurut KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari a. Tujuan Pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan Membicarakan tujuan atau cita-cita pendidikan KH. Ahmad Dahlan tidak terlepas dari tujuan atau cita-cita Muhammadiyah itu sendiri, karena 23
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 121.
40
cita-cita Muhammadiyah adalah cita-cita KH. Ahmad Dahlan. Karena itu, mengenai cita-cita pendidikan Muhammadiyah akan mempelajari cita-cita pendidikan KH. Ahmad Dahlan.24 Berkaitan dengan keadaan pada masa itu, KH. Ahmad Dahlan berusaha
memperbaikinya
dengan
memberikan
pencerahan
tentang
pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa KH. Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai
target
penting
dari
tujuan-tujuan
pendidikan.
Beliau
juga
berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai kemajuan materiil. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup.25 Berangkat dari gagasan di atas, maka menurut KH. Ahmad Dahlan pendidikan Islam hendaknya di arahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan. Serta bersedia berjuan untuk kemajuan masyarakatnya. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai ‘abd maupun 24
Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam Oleh Pergerakan Muhammadiyah, (Jember: Universitas Muhammadiyah Press, 1985), hlm. 69. 25 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 102.
41
khalifah fil-ardh. Untuk mencapai tujuan ini, proses pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama,
untuk
mempertajam
spiritualitas peserta didik.
daya
intelektualitas
dan
memperkokoh
Menurut Dahlan, upaya ini akan terealisasi
manakala proses pendidikan bersifat integral.
Proses pendidikan yang
demikian pada gilirannya akan mampu menghasilkan alumni “ intelektual ulama” yang berkualitas. Untuk menciptakan sosok peserta didik yang demikian,
maka
epistemologi
Islam
hendaknya
dijadikan
landasan
metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan. 26 Ungkapan di atas sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Adi Nugroho, bahwa cita-cita atau tujuan pendidikan yang dikehendaki oleh KH. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia yang baru yang mampu tampil sebagai “ulama intelek” yaitu seseorang Muslim yang memiliki keteguhan iman ilmu yang luas, kuat jasmani dan ruhani. 27 Adapun ulama intelek yang berkualitas yang akan diwujudkan itu harus memiliki kepribadian Al-Qur’an dan sunnah. Dalam hal ini Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang sama Ahmad Khan mengenai pentingnya pembentukan membenahi kepribadian sebagai target penting dan tujuantujuan pendidikan. Dia berpendapat bahwa tak seorangpun dapat mencapai
26
Drs. H Syamsir Roust, Filsafat Dasar Pemikiran KH. Ahmad Dahlan, http://lppbifiba.blogspot.com/2009/03/filosofi-dasar-pemikiran-kh-ahmad.html_ 27 Adi Nugroho, Op. Cit, hlm. 137.
42
kebesaran di dunia ini dan di akhirat kecuali mereka yang memiliki kepribadian yang baik. Berangkat dari pandangan di atas, sesungguhnya Ahmad Dahlan menginginkan pengelolaan pendidikan Islam secara modern dan profisional. Sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya. Pendidikan Islam perlu membuka diri, inovatif dan progresif. Pelaksanaan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun horizontal (makhluk).28 KH. Ahmad Dahlan tidak secara khusus menyebutkan tujuan pendidikan karena untuk mempelajari ini, sumber-sumber tertulis boleh dikatakan tidak ada, karena KH. Ahmad Dahlan belum pernah menuliskan karya yang ditulis langsung olehnya. Namun dari hasil wawancara kepada beberapa orang terdekat atau asuhan KH. Ahmad Dahlan dan yang banyak berkecimpung dalam usaha KH. Ahmad Dahlan yaitu Ibu Umnijah A. Wardi, dalam kaitan ini sebagaimana dikutib oleh Amir Hamzah Wirjosukarto dalam bukunya ”Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam oleh Pergerakan
28
Samsul Nizar, Op.Cit., hlm. 104.
43
Muhamadiyah” menemukan dalam hasil wawancaranya yang berhubungan dengan tujuan pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan, sebagai berikut : Kyai Haji Ahmad Dahlan dan ucapan-ucapannya terhadap siswasiswanya mengatakan demikian : ”Dadijo Kyai sing kemajuan, lan aja keselkesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah”, artinya kira-kira dalam bahasa Indonesia demikian :”Jadilah seorang ulama yang berkemajuan dan jangan kenal lelah bekerja untuk muhammadiyah”. Ketika ditanyakan lebih jauh apa arti Kyai yang berkemajuan itu, beliau menerangkan lebih lanjut bahwa yang dimaksud ialah ”seorang ulama yang dapat mengikuti perkembangan zaman, haruslah ulama itu dilengkapi dirinya dengan ilmu-ilmu dunia (maksudnya ilmu pengetahuan umum) di samping ilmu-ilmu agama yang sudah dimilikinya. Yang dimaksud “bekerja untuk
Muhammadiyah”
Muhammadiyah
didirikan
adalah
bekerja
dengan
tujuan
untuk
masyarakat,
memperbaiki
karena
masyarakat
berdasarkan agama Islam.29 Rumusan tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan. pesantren yang bertujuan untuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama yang sistem pendidikannya tidak diajarkan
29
Khozin, Op.Cit., hlm. 39.
44
pengetahuan umum, juga ada pendidikan sekolah model Belanda yang didalamnya sama sekali tidak diajarkan agama sekali. Jadi, secara eksplisit tujuan atau cita-cita pendidikan yang digagas KH. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai ulama-intelek atau intelek-ulama, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang sangat luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, KH. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus, yaitu memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolahsekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan.30 2. Tujuan Pendidikan Menurut KH. Hasyim Asy’ari Dalam sejarah pendidikan Indonesia maupun dalam studi pendidikan, sebutan pendidikan Islam umumnya hanya dipahami sebatas sebagai ciri khas jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan. Demikian pula batasan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sitem pendidikan Nasioanal. Dari itu, Zarkowi Soejoeti yang memberikan pengertian lebih terperinci. Pertama, jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraanya
didorong
oleh
hasrat
dan
semangat
mengejawantahkan
nilai-nilai
Islam.
Kedua,
jenis
pendidikan
untuk yang
memberikan perhatian yang sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai 30
Adi Nugraha, Op.Cit., hlm. 122.
45
pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan. Ketiga, jenis pendidikan yang mencakup kedua pengertian tersebut di atas. Di sini kata Islam ditempatkan sebagai sumber nilai sekaligus sumber bidang studi yang ditawarkan lewat program studi yang diselenggarakannya. 31 Kenyataan itu secara tidak langsung menuntut kepada pengelola pendidikan Islam lebih bersifat rasional dan lebih berorientasi kepada kebutuhan masyarakat luas. Apalagi sekarang ini menjadi mainstream pemikiran pendidikan adalah mempersiapkan sumber daya manusia di masa mendatang dan bukan semata-mata sebagai alat untuk membangun pengaruh politik atau sebagai alat dakwah dalam arti sempit. Oleh karena itu persoalan dunia pendidikan sebenarnya termasuk peka dan rawan. Pendidikan yang tidak didasarkan pada orientasi yang jelas dapat mengakibatkan kegagalan dalam hidup dari generasi ke generasi. Sesuai dengan tuntutan era reformasi yang telah dipaparkan di muka, pendidikan agama di lembaga sekolah perlu di posisikan sebagai program andalan dan ruh bagi pembentukan moralitas bagi warga Negara yang berdasarkan
pemahaman
nilai-nilai
dasar
keagamaan.
Dengan
begitu
pendidikan agama Islam tidak hanya tampil dan berperan sebagai pegangan hidup pada level masing-masing individu, tetapi juga sebagai pemberi kesejukan dan keselamatan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara 31
Mudjia Rahardjo, Quo Vadis Pendidikan Islam: Pembacaan Realitas Pendidikan Islam, Sosial Dan Keagamaan, (Malang: UIN-Pres. 2006), Hlm. 7.
46
secara keseluruhan. Bila misi dan orientasi tersebut dapat terpenuhi, niscaya pendidikan Islam akan tercatat dan dikenang sebagai pengkokoh fundamental kultural masyarakat Indonesia yang religius, demokratis, maju, adil dan makmur.32 Terlihat sangat kental sekali nuansa teologi atau ketauhidan dari pemikiran KH. Hasyim asy’ari, tidak hanya ditunjukkan dalam aktifitas kesehariannya bahkan sampai merembet kepada pemikirannya tentang pendidikan. Diatas sudah dipaparkan mengenai definisi pendidikan Islam yang sangat kental dengan nilai-nilai ilahiyahnya. Dan sekarang merumuskan tujuan pendidikan Islam juga mengedepankan Nilai-nilai ketuhanan. Dengan mengedepankan nilai-nilai tersebut, harapannya semua manusia dalam melaksanakan proses pendidikan selalu menjadi insan purna yang selalu bertujuan mendekatkan diri kepada Allah. Menurut KH. Hasyim Asy’ari tujuan utama ilmu pendidikan adalah mengamalkannya. Dengan demikian agar dapat menghasilkan buah dan manfaat sebagai bekal kehidupan di akhirat kelak. Pengalaman seseorang atas ilmu pengetahuan yang dimiliki akan menjadikan kehidupan semakin berarti, baik di dunia maupun di akhirat. 33
32 33
hlm, 14.
Ibid, hlm. 41-42. M. Hasyim Asy’ari, Adab al-Alim Wa al-Muta’allim, (Jombang: Turats al-Islamy, 1343 H),
47
KH. Hasyim Asy’ari juga menekankan bahwa belajar bukanlah sematamata hanya untuk menghilangkan kebodohan, namun untuk mencari ridho Allah yang mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.34 Karena itu hendaknya belajar diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam bukan hanya semata-mata menjadi alat penyebrangan untuk mendapatkan meteri yang berlimpah. Di samping itu, tujuan pendidikan Islam yang dikembangkan adalah pendidikan akhlak.35 Oleh karenya pendidikan akhlak dan budi pekerti merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sesungguhnya dari proses pendidikan. Pemahaman ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memperhatikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu pengetahuan, namun pendidikan Islam memperhatikan segi pendidikan akhlak seperti memperhatikan segi-segi lainnya.36 Untuk itu sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Fadhil al-Djamaly, umat Islam harus mampu menciptakan sistem pendidikan yang didasari atas dasar keimanan kepada Allah, karena hanya iman yang benarlah yang menjadi dasar yang benar dan membimbing umat kepada usaha mendalami hakikat menuntut ilmu yang benar.37
34
Ibid, hlm, 45. Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), hlm. 12. 36 Ibid, hlm. 22. 37 Muzayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu Pendekatan Filosofis, Psikososial, dan Kultural, (Jakarta: Golden Terayon Press, 1988), cet-2, hlm. 66. 35
48
Pembahasan yang dikemukakan di atas, yaitu tentang pendidikan budi pekerti dan akhlak merupakan sebuah tuntutan dari tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada paragraf sebelumnya. C. Tujuan Pendidikan Islam abad 21 Prioritas Kegiatan Pendidikan Islam untuk masa depan adalah mempersiapkan seorang kader pemimpin Islam yang berwawasan luas selain memiliki cita-cita dan komitmen untuk mewujudkan cita-cita ajaran Islam sebagaimana secara terpadu dan serempak juga memiliki pandangan faham keagamaan
yang
meyakini
kebenaran
agama
yang
dianutnya
dan
mengamalkannya secara sungguh-sungguh, namun secara bersamaan ia juga bisa mengakui eksistensi keberadaan agama lain disertai dengan sikap tidak merasa bahwa agamanya lah yang paling benar, sedangkan agama lain sesat. 38 Sikap keberagamaan yang demikian itu amat dibutuhkan dalam memasuki abad 21 yang ditandai dengan empat karakteristik, yaitu: 1. Saling kebergantungan sosial ekonomi. 2. Kompetisi antar bangsa semakin besar. 3. Makin besarnya usaha Negara berkembang untuk mencapai posisi Negara maju. 4. Munculnya masyarakat hiperindustrial yang akan mengubah budaya bangsa.
38
Alwi Sihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, (Bandung: Mizan, 1998), Hlm. 53.
49
Sejalan dengan pemikiran diatas akan prioritas pendidikan Islam harus diarahkan pada empat hal, yaitu : Pertama, pendidikan Islam bukan hanya untuk mewariskan faham atau pola keagamaan hasil internalisasi generasi terhadap anak didik. Kedua, pendidikan hendaknya menghindari kebiasaan menggunakan andaian-andaian model yang diidealisir yang sering kali membuat kita terjebak dalam romantisme yang berlebihan. Ketiga, bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat mengintegrasikan problematik empiris di sekitarnya. Keempat, perlunya dikembangkan wawasan emansipasi dalam proses mengajar agama sehingga anak didik cukup memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam rangka memiliki kemampuan metodologis untuk mempelajari materi substansi agama. Itulah prioritas pendidikan agama Islam, yakni bagaimana agar agama Islam dapat meletakkan kerangka dasar bagi manusia sehingga mampu menjalankan tugas pokok sebagai khalifah dimuka bumi. Pendidikan Islam sesungguhnya adalah bagian yang sangat penting dari proses penyerapan tugas sejarah itu bagi setiap anak didik. Tentulah dalam pola pedagogis yang berubahubah sesuai perubahan waktu dan lingkungan tempat generasi itu menemukan tantangan sejarahnya masing-masing.39 Selanjutnya berpegang teguh pada nilai-nilai spiritual yang bersumberkan pada agama semakin dibutuhkan masyarakat masa depan. Hal ini dibutuhkan untuk mengatasi berbagai kegoncangan jiwa atau stress yang diakibatkan 39
Moeslim Abdurrahman, Islam Transformative, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 53.
50
kekalahan atau keterbatasan dalam bersaing dengan orang lain, atau sebagai akibat kehidupan sekuler matrealistis yang semakin merajalela. 40 Untuk menjadikan manusia yang sanggup menghadapi tantangan, peluang dan kendala memasuki kehidupan masa depan. Pendidikan Islam memiliki peluang yang amat luas, hal ini mudah dimengerti karena pendidikan islam sebagaimana telah disebutkan di atas adalah pendidikan yang seimbang dalam mempersiapkan anak didik, yaitu anak didik yang tidak hanya mampu beradaptasi dan merespon problematika yang dihadapinya sesuai kerangka dasar ajaran Islam.
40
Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 170.
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari Tentang Tujuan Pendidikan Islam. 1. Analisis pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang tujuan pendidikan Islam. Pada hakikatnya semua hal ataupun aktivitas akan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, jikalau hal ataupun aktivitas itu mempunyai makna yang baik. Dalam hal ini adalah kemampuan untuk mendefinisikan kembali hal ataupun aktivitas yang dilakukan tersebut, begitu pula dengan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam tidak akan pernah tercapai dan bahkan mungkin akan menemui kegagalan pada proses pembelajaran, jika elemen yang berkaitan dengan pendidikan belum mampu mendefinisikan pendidikan Islam itu sendiri. Dalam paragraf ini, akan dikupas mengenai rumusan tujuan pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan. Bila dirunut dari sejarah panjang perjuangan KH. Ahmad Dahlan dalam membangun dan memajukan umat Islam dari keterbelakangan, sangat terasa gigihnya memperjuangkan cita-cita besarnya. Dan menurut KH. Ahmad Dahlan, perjuangan itu akan berhasil manakala ditopang oleh dua komponen utama yang melandasinya, yakni pendidikan dan dakwah. Dari sinilah tampak KH. Ahmad Dahlan begitu semangat untuk melakukan terobosan pembaharuan melewati dua
51
52
elemen tersebut. Sebab lembaga pendidikan masih dianggap sebagai media yang paling strategis dalam menyampaikan cita-cita pembaharuan.1 KH. Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Beliau juga berpandangan
bahwa
pendidikan
harus
membekali
siswa
dengan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai kemajuan materiil. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup.2 Adapun tujuan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan yaitu membentuk manusia yang: 1. Alim dalam ilmu agama. 2. Berpandangan luas, dengan memiliki pengetahuan umum; 3. Siap berjuang, mengabdi untuk Muhammadiyah dalam menyantuni nilainilai keagamaan pada masyarakat. Rumusan tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan pesantren yang hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Di dalam system pendidikan pesantren tidak diajarkan sama sekali pelajaran dan pengetahuan umum serta menggunakan tulisan latin. Semua kitab dan tulisan yang diajarkan menggunakan bahasa dan tulisan Arab. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan “sekuler” yang di dalamnya tidak diajarkan ilmu agama sama sekali. Pelajaran di sekolah ini 1
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 102 2 Ibid., hlm. 104.
53
menggunakan huruf latin. Akibat dualisme pendidikan tersebut dilahirkan dua kutub inteligensia; lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan lulusan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama. Sedikit mengingatkan kembali, bahwa tujuan yang dikemukakan oleh KH. Ahmad Dahlan adalah sebagai bentuk eksistensi umat Islam yang pada waktu itu mengalami penjajahan dari pemerintahan Belanda dan Jepang. Sebagai bukti perlawanan terhadap simbol-simbol penjajahan, maka KH. Ahmad Dahlan menjadikan pendidikan Islam sebagai benteng pertama untuk melindungi budaya dan kultur umat Islam pada waktu itu. Untuk itulah melihat kondisi sosial pendidikan umat Islam pada saat itu, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk melakukan aktivitas yang menerapkan sistematika kerja organisasi ala Barat. Melalui perkembangan amal usahanya, KH. Ahmad Dahlan melakukan penangkalan budaya atas penetrasi pengaruh kolonial Belanda dalam kebudayaan, peradaban, dan keagamaan. Sistem pendidikan yang hendak dibangun oleh KH. Ahmad Dahlan adalah pendidikan yang berorientasi pada pendidikan modern, yaitu dengan menggunakan sistem klasikal. Dimana beliau mencoba menggabungkan sistem pendidikan Belanda dengan sistem pendidikan Islam secara integral. Dengan harapan sistem pendidikan Islam yang modern dengan tetap mengedepankan aspek-aspek keislaman ini dapat melahirkan peserta didik
54
yang mampu tampil sebagai ulama yang intelek dan intelek ulama yang sesuai dengan kebutuhan pada zamannya. Jelas sudah seperti apa yang dipaparkan oleh Adi Nugroho dalam bukunya, bahwa tujuan pendidikan yang dikehendaki oleh KH. Ahmad Dahlan lahirnya manusia-manusia yang baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama” yaitu seorang muslim yang memiliki ketangguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan ruhani.3 Dalam buku lain Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai abdi maupun khalifah di dunia. Untuk mencapai tujuan ini proses pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum ataupun agama, untuk mempertajam daya intelektualitas dan memperkokoh spiritualitas peserta didik. Upaya akan tereliasasi manakala proses pendidikan bersifat integral proses pendidikan yang demikian pada gilirannya akan mampu menghasilkan alumni “intelegtualisasi ulama” dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.4
3
Adi Nugroho, KH. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat 1869-1923. (Yogjakarta : Garasi House of Book, 2010), hlm. 137. 4 Siswanto,pendidikan islam dalam perspektif filosofis (pamekasan:stain pamekasan press,2009),hlm. 129.
55
2. Analisis pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan pendidikan Islam. Rumusan tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari lebih diorientasikan kepada kehidupan di akhirat, dan memang cenderung bersifat defensive, yaitu supaya menyelamatkan kaum muslimin dari pencemaran dan pengerusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yang mengancam akan meledakkan standar-standar moralitas tradisional Islam. Oleh karena itu, KH. Hasyim Asy’ari hadir dalam rangka menyelamatkan budaya-budaya tradisionalis dengan tetap mengedepankan nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh Islam. Menuntut ilmu atau belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan. Pendidikan hendaknya mampu mengantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.
56
Jadi, tujuan pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’ari adalah:5 1. Menjadi insan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 2. Menjadi insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Di samping itu, tujuan pendidikan Islam yang dikembangkan adalah pendidikan akhlak. Oleh karenya pendidikan akhlak dan budi pekerti merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sesungguhnya dari proses pendidikan. Pemahaman ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memperhatikan pendidikan jasmani,
akal
dan
ilmu
pengetahuan,
namun
pendidikan
Islam
memperhatikan segi pendidikan akhlak seperti memperhatikan segi-segi lainnya. KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa dalam menuntut ilmu harus memperhatikan dua hal pokok selain dari keimanan dan tauhid. Dua hal pokok tersebut adalah: 1. Bagi seorang pendidik hendaknya ia memiliki niat yang suci untuk menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal yang bersifat duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekannya. 2. Bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu tidak semata-mata hanya mengharapkan materi,
5
M. Hasyim Asy’ari, Adab al-Alim Wa al-Muta’allim, (Jombang: Turats al-Islamy, 1343 H), hlm, 24.
57
disamping itu hendaknya apa yang diajarkan sesuai sesuai dengan apa yang diperbuat.6 Sejalan dengan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan pendidikan Islam. Di dalam buku “99 Kyai Karismatik Indonesia,” disebutkan bahwa kitab Adab al-Alim Wa al-Muta’allim merupakan kitab tentang konsep pendidikan. Kemudian KH. Hasyim Asy’ari juga merumuskan tujuan pendidikan Islam. Menurut beliau, tujuan diberikannya sebuah pendidikan kepada manusia adalah menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan insan purna yang mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.7 Dengan demikian makna belajar menurut KH. Hasyim Asy’ari tidak lain adalah mengembangkan semua potensi baik jasmani maupun rohani untuk menghayati, mempelajari, menguasai, dan mengamalkannya untuk kemanfaatan dunia dan akhirat.8 B. Perbedaan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam konteks Tujuan Pendidikan Islam. Pembahasan mengenai perbedaan dari tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Seperti yang sudah dikemukakan diawal, bahwa pemikiran KH. Ahmad Dahlan seperti yang sudah dikemukakan diawal, bahwa pemikiran KH. Ahmad Dahlan
6
Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 155. Muhammad Rifa’I, KH. Hasyim Asy’ari : Biografi Singkat 1871-1947, (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2010), hlm. 86 8 Rohinah M. Noor, Sistem Nilai dan Pendidikan,Tesis, (Studi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adab al-Alim Wa al-Muta’allim), (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm 22. 7
58
cenderung pada selogan yang selama masih menempel pada dirinya, yakni membawa pembaharuan dalam segala aspek pendidikan tidak kecuali pendidikan Islam. Sedangkan KH. Hasyim Asy’ari lebih condong kepada penyelamatan atau pelestarian budaya umat Islam, yang cenderung bersifat tradisionalis dengan harapan budaya-budaya umat Islam masih dapat dipertahankan samapai akhir kehidupan manusia. Kesan tradisionalis itupun terlihat dalam pemikirannya tentang tujuan pendidikan Islam. Dalam paragraf ini, akan dikupas mengenai rumusan tujuan pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan. Bila dirunut dari sejarah panjang perjuangan KH. Ahmad Dahlan dalam membangun dan memajukan umat Islam dari keterbelakangan, sangat terasa gigihnya memperjuangkan cita-cita besarnya. Dan menurut KH. Ahmad Dahlan, perjuangan itu akan berhasil manakala ditopang oleh dua komponen utama yang melandasinya, yakni pendidikan dan dakwah. Dari sinilah tampak KH. Ahmad Dahlan begitu semangat untuk melakukan terobosan pembaharuan melewati dua elemen tersebut. Sebab lembaga pendidikan masih dianggap sebagai media yang paling strategis dalam menyampaikan cita-cita pembaharuan.9 Pendidikan memegang peranan penting dalam pembentukan, perubahan dan perkembangan bangsa, tidak terkecuali pendidikan Islam. Karena dengan mengedepankan pendidikan Islam, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang bermartabat dan memiliki moralitas yang baik dalam kacamata bangsa lain. Akan tetapi, akibat adanya dikotomi ilmu, pemisahan 9
Hery Sucipto, KH. Ahmad dahlan Sang Pencerah, Pendidik dan Pendiri Muhammadiyah, (Jakarta: Best Media Utama, 2010), hlm 112.
59
antara pendidikan agama dan pendidikan saint Barat tidak dapat terelakkan. Disatu pihak lembaga-lembaga pendidikan Islam saat ini belum bisa menghasilkan ilmuan yang mempunyai otoritas karena mementingkan masalah akhirat semata, dan dipihak lain pendidikan yang diselenggarakan oleh kolonial Belanda sama sekali tidak memperhatikan masalah-masalah kehidupan keakhiratan, hanya mementingkan kehidupan keduniawian. Akibatnya terjadi jurang pemisahan yang sangat lebar antara lulusan lembaga pendidikan Islam dan lulusan pendidikan Barat. Maka kalau dilihat secara kasat mata akan dapat disimpulkan, bahwa tujuan pendidikan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari memiliki beberapa perbedaan. Dari pengamatan yang sudah dilakukan, rumusan tujuan pendidikan Islam yang dikemukan oleh KH. Hasim Asy’ari lebih pada upaya mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, menghambakan diri kepada Allah, memperkuat keislaman, melayani kepentingan masyarakat Islam, dan berakhlak mulia. Rumusan tujuan dan orientasi pendidikan ini lebih bersifat metafisik, dan lebih ditekankan pada usaha membimbing ke arah pembentukan kepribadian muslim, yaitu manusia yang berilmu, beriman, beramal soleh, manusia yang berfikir, bersikap, bertindak sesuai dengan nilainilai ajaran Islam yang lebih bersifat metafisik.10 Dengan kerangka diatas, dapat diartikan bahwa tujuan pendidikan Islam bukan seharusnya bagaimana membuat manusia sibuk untuk mengurus dan memuliakan Tuhan saja, dan justru melupakan kepekaan kepada 10
Ismail Thoib, Wacana baru Pendidikan: Meretas Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Genta Press, 2008), Cet. Ke-2, hlm. 181-182.
60
kemanusiaan, tetapi sesungguhnya rumusan pendidikan yang disampaikan oleh KH. Hasyim Asy’ari adalah upaya memuliakan Tuhan dengan sibuk memuliakan manusia dan dunianya, serta memuliakan dan memberdayakan manusia dengan segala potensi yang dimilikinya. Rumusan tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari lebih diorientasikan kepada kehidupan di akhirat, dan memang cenderung bersifat defensive, yaitu supaya menyelamatkan kaum muslimin dari pencemaran dan pengerusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasangagasan yang mengancam akan meledakkan standar-standar moralitas tradisional Islam. Oleh karena itu, KH. Hasyim Asy’ari hadir dalam rangka menyelamatkan budaya-budaya tradisionalis dengan tetap mengedepankan nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh Islam. Perbedaan tujuan pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. No Aspek-aspek
1
Pemikiran KH. Ahmad Pemikiran KH. Hasyim
pendidikan
Dahlan
Asy’ari
Pengertian
Pendidikan Islam adalah Pendidikan Islam adalah
pendidikan
upaya
Islam
menyelamatkan
strategis
untuk sarana
mencapai
umat kemanusiaannya, sehingga
Islam dari pola pikir menyadari yang statis menuju pada sesungguhnya pemikiran yang dinamis.
untuk
apa
siapa pencipta, diciptakan,
61
melakukan
segala
perintahnya dan menjauhi larangannya. 2
Tujuan
pendidikan
Pembentukan
kepribadian
yang
Menjadikan
insan
purna yang bertujuan
baik.
mendekatkan
Membentuk manusia
Allah SWT.
yang muslim, berbudi
Menjadikan
pekerti luhur dan alim
purna yang bertujuan
dalam agama.
mendapatkan
Membekali
dan akhirat.
ilmu
pengetahuan
insan
kebahagiaan di dunia
siswa
dengan
pada
dan
ketrampilan. 3
Dasar-dasar
Al-Qur’an
Al-Qur’an
pendidikan
As-Sunnah
As-Sunnah
Ijma’
Qiyas.
Islam
4
Sistem
Madrasah
yang
Mengganti
sistem
pendidikan
menyerupai
sekolah
sorogan dan bandongan
Islam
Belanda
dengan
dengan sistem tutorial.
menggabungkan
Memperkenalkan
62
antara muatan-muatan
sistem kelas, dengan
keagamaan
membagi 7 kelas.
dan
umum.
Madrasah
diniyah
yang
lebih
menekankan
pada
Memperkenalkan sistem musyawarah.
muatan-muatan umum secara terbatas.
5
Materi
Pendidikan
moral
pendidikan
(akhlak),
yaitu
Islam
sebagai
usaha
bersifat
yang diniyah,
misalnya:
Al-Qur’an,
menanamkan karakter
bahasa arab, usul fiqh,
manusia
hadits,
yang baik
berdasarkan
Materi-materi
Al-
dan
lain-lain
yang
berhubungan
Qur’an dan Sunnah.
dengan
materi-materi
Pendidikan individu,
diniyah.
yaitu sebagai usaha
Materi
yang bersifat
untuk menumbuhkan
umum
(non
kesadaran yang utuh
keagamaan), misalnya
dan
membaca,
kesinambungan
menulis,
antara perkembangan
bahasa indonesia, ilmu
mental dan gagasan,
bumi, ilmu sejarah dan
63
antara keyakinan dan intelektual antara
dunia
ilmu hitung.
serta dan
akhirat.
Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
dan
keinginan
untuk
bermasyarakat.
C. Relevansi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam konteks Tujuan Pendidikan Islam Di Abad 21. Pendidikan Islam pada periode sebelum Indonesia merdeka ditandai dengan munculnya dualisme pendidikan, yaitu: pertama, pendidikan yang diberikan oleh sekolah-sekolah Barat yang sekuler dan tidak mengenal ajaran agama; kedua, pendidikan yang diberikan pondok pesantren yang hanya mengenal ajaran agama saja.11 Hasil penelitian Steenbrink menunjukkan bahwa pendidikan kolonial tersebut sangat berbeda dengan pendidikan Islam di Indonesia yang
11
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya : Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 70.
64
tradisional, bukan saja dari segi metode, tetapi lebih khusus dari segi isi dan tujuannya. Pendidikan yang dikelola Belanda khususnya berpusat pada pengetahuan dan ketrampilan duniawi, yaitu ilmu umum. Adapun lembaga pendidikan Islam lebih menekankan pada pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi penghayatan agama.12 Dengan demikian fungsi pendidikan Islam melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Ilahi dan insan sebagaimana yang terkandung dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Hakikat tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya penguasaan ilmu agama Islam serta tertanamnya perasaan beragama yang mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam di abad 21 berorientasi pada tujuan sosial-ekonomi dan politik, bukan pada spiritual manusia. Belajar oleh kebanyakan orang dianggap hanyalah sebagai pemenuhan perut untuk masuk ke posisi yang lebih baik dalam masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di abad 21 kebanyakan orang dalam melaksanakan pendidikan di sebuah lembaga pendidikan bertujuan hanya untuk mengejar ijazah. Ijazah dijadikan alasan utama dalam pendidikan, sedangkan semangat dan kualitas keilmuan menempati prioritas berikutnya. Dengan fenomena tersebut menimbulkan kelompok intelek yang kurang bahkan tidak capable dalam pendidikan Islam abad 21.
12
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 12
65
Berangkat dari permasalahan diatas, hendaknya diadakan reorientasi tujuan pendidikan Islam di abad 21. Dalam hal ini tujuan pendidikan Islam yang dirumuskan oleh KH.Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari nampak ada kesesuaian untuk bisa diaktualisasikan dalam pendidikan Islam di abad 21. Karena KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari memformulasikan tujuan pendidikan Islam lebih menekankan pada aspek spiritual dan intelektual manusia, tetapi juga tidak mengabaikan aspek material. Bagi KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim asy’ari, tujuan mencari ilmu adalah untuk menanamkan kebaikan dalam diri manusia sebagai diri individu, sehingga dengan demikian, pendidikan Islam akan menghasilkan manusia yang lebih baik dan utuh, baik dalam pengembangan diri antara potensi yang dimilikinya (IQ, EQ dan SQ) secara seimbang. Manusia yang berkepribadian baik adalah manusia yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan, yang memahami dan melaksanakan keadilan terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya yang harus berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya untuk mencapai kesempurnaan diri sebagai makhluk hamba Allah. Dengan rumusan tujuan pendidikan tersebut, KH. Ahmad Dahlan dan KH.Hasyim Asy’ari menghendaki agar pendidikan Islam mampu mewujudkan manusia paripurna atau insan kamil yang bercirikan universalis dalam
wawasan
dan
otoritatif
dalam
ilmu
pengetahuan.
Dengan
mengaktualisasikan tujuan pendidikan Islam tersebut, maka semua aspek kebutuhan manusia yang ingin dicapai, baik kebutuhan jiwa, spiritual,
66
intelektual, fisik-material akan terpenuhi, sehingga pada pendidikan Islam di abad 21 terbentuk manusia yang seimbang antara dimensi kehambaan dan kekhalifahan. Di abad 21 ini arah pendidikan Islam tidak hanya diarahkan untuk menjadikan manusia yang mampu mengembangkan kreativitas intelektual dan imajinasi secara mandiri, tetapi juga memiliki ketahanan mental spiritual serta mampu beradaptasi dan merespon problematika yang dihadapinya. Di abad 21 ini kita telah mengenal istilah IQ, EQ, dan SQ yang mana telah menjadi jelas bahwa kadar IQ seseorang bukanlah prasyarat keberhasilan seseorang, namun sinergisitas antara IQ, EQ, dan SQ merupakan prasyarat keberhasilan seseorang. Jadi pendidikan Islam di abad 21 harus mengarahkan anak didik yang berorintasi pada usaha mengembangkan seluruh potensi (IQ, EQ, dan SQ) yang telah ada dan dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Dalam hal ini, secara eksplisit KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari memang tidak mengemukakan tentang pentingnya sinergisitas IQ, EQ, dan SQ, namun pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan pendidikan Islam sarat dengan ide-ide yang berkenaan dengan upaya menanamkan nilai-nilai kepribadian, etika, dan moral dalam diri anak didik. Ini juga dapat dilihat pada aspek pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam hal materi pendidikan yang diajarkan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang tujuan pendidikan Islam adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai ulama-intelek atau intelek-ulama, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang sangat luas, kuat jasmani dan rohani. Sedangkan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan pendidikan Islam adalah menjadikan manusia sebagai insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan insan purna yang mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat. 2. Perbedaan tujuan pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari adalah tujuan pendidikan Islam yang dikemukan oleh KH. Ahmad Dahlan adalah pendidikan dapat melahirkan peserta didik yang mampu tampil sebagai ulama yang intelek dan intelek ulama yang sesuai dengan kebutuhan pada zamannya. Sedangkan KH. Hasim Asy’ari lebih pada upaya mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, menghambakan diri kepada Allah, memperkuat keislaman, melayani kepentingan masyarakat Islam, dan berakhlak mulia. Rumusan tujuan dan orientasi pendidikan ini lebih bersifat metafisik. 3. Relevansi pemikiran pendidikan Islam yang dirumuskan oleh KH.Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dengan tujuan pendidikan Islam di abad
63
64
21 bahwa KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari memformulasikan tujuan pendidikan Islam lebih menekankan pada aspek spiritual dan intelektual manusia, tetapi juga tidak mengabaikan aspek material dan pengembangan diri antara potensi yang dimilikinya (IQ, EQ dan SQ) secara seimbang.
B. Saran-saran 1. Penulis menyarankan agar pendidikan agama tidak hanya diutamakan di pesantren-pesantren tetapi pendidikan agama juga harus mempunyai kontribusi yang cukup di sekolah-sekolah. 2. Untuk para pendidik hendaknya selalu berperan aktif dan bisa menjadi teladan dalam menanamkan nilai-nilai religius yang tinggi terhadap para peserta didik seperti yang telah dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan maupun KH. Hasyim Asy’ari yang telah melahirkan ulama-ulama besar.
C. Penutup Akhirnya dengan mengucapkan syukur alhamdulillah pada Allah SWT., penulis telah menyelesaikan karya tulis ini sebagai tugas akhir menempuh pendidikan S1 dengan suka dan duka yang tidak mungkin terlupakan. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu tersusunnya karya tulis ini. Tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak termasuk dosen
65
pembimbing yang telah banyak membantu, maka skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik. Sebagai kalimat akhir, seperti yang telah ditulis sebelumnya, penulis berharap adanya kritik dan saran serta ide maupun tanggapan lain sebagai wujud apresiasi pembaca terhadap skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Moeslim, Islam Transformative, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997 al Attas, Syeh Muhammad al Naquib, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 2003 al Syaibany, Omar Muhammad al Toumy, Falsafah Tarbiyah Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979 Aly, Hery Noer, dkk, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003 Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. 1 Arifin, Muzayin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu Pendekatan Filosofis, Psikososial, dan Kultural, Jakarta: Golden Terayon Press, 1988, cet-2 Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996 Asy’ari, M. Hasyim, Adab al-Alim Wa al-Muta’allim, Jombang: Turats al-Islamy, 1343 H Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999 Barizi, Ahmad dalam A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 Daradjad, Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995 , Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, cet.1 Dinas P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003 Djumransjah, dkk, Pendidikan Islam; Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi, Malang: UIN-Malang Press, 2007
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996 Filsafat
Pendidikan
Islam
menurut
KH
Ahmad
dahlan
(1868-1923)
(http://aadanykhan.blogspot.com/filsafat-pendidikan-islam-menurutkh.html, diakses 26 Januari 2015. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996 Langgulung, Hasan, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: al Ma’arif, 1980 Mansur, dkk, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Depag, 2005 Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al Ma’arif, 1989 , Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980 Martani, Porwo, Aku Mengenal Pahlawan Bangsaku, Jakarta: Talenta Media Utama, 2008 Mas’ud, Abdurrahman dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya : Pustaka Pelajar, 2003 Mujib, A, dkk, Intelektualisme Pesantren, Jakarta: PT Diva Pustaka, 2004 Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006 Mulaiwan, Jasa Ungguh, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Mulkhan, Abdul Muin Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993 Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010
, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999 , Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 Nazir, Mohammad Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia,2005 Noor, Rohinah M., Sistem Nilai dan Pendidikan,Tesis, (Studi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adab al-Alim Wa al-Muta’allim), Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2008 Nugroho, Adi, KH. Ahmad Dahlan: Biografi Singkat 1869-1923, Yogyakarta: ArRuzz Media, 2010 Perpustakaan Nasional, Profil 143 Pahlawan Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Timur, 2009 Nata, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 Puar, Yusuf Abdullah, Perjuangan dan Pengabdian Muhamadiyah, Jakarta : Pustaka Antara, 1989 Rahardjo, Mudjia, Quo Vadis Pendidikan Islam: Pembacaan Realitas Pendidikan Islam, Sosial Dan Keagamaan, Malang: UIN-Pres. 2006 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002 Ridwan, M, dkk, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta: Pustaka Indonesia, tt Rifa’i, Muhammad, KH. Hasyim Asy’ari : Biografi Singkat 1871-1947, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010 Salim, Moh. Haitami & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012 Sihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1998 Sucipto, Hery, KH. Ahmad dahlan Sang Pencerah, Pendidik dan Pendiri Muhammadiyah, Jakarta: Best Media Utama, 2010 Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2007 Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012, cet. 8 Susanto, A, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009
Suwarno, Pengantar Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992 Suwendi, Konsep Kependidikan KH. Hasyim Asy’ari, Jakarta: Lekdis, 2005 Syamsir Roust, Filsafat Dasar
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan, http://lppbi-
fiba.blogspot.com/2009/03/filosofi-dasar-pemikiran-kh-ahmad.html_ Syukur, Fatah Sejarah Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012 Tafsir, Ahmad Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosda Karya, 2005 Thoib, Ismail, Wacana baru Pendidikan: Meretas Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Genta Press, 2008, Cet. Ke-2 Wirjosukarto, Amir Hamzah, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam Oleh Pergerakan Muhammadiyah, Jember: Universitas Muhammadiyah Press, 1985 Yasir, Asmuni M, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Keluarga UPN, 1985 Yunus, Mahmud, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Hida Karya Agung, 1990 , Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1996 , Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1979,cet ke-2 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet 2