perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS INSTRUMEN MUSIK TRADISIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana (S1) dalam Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh AJI RASPATI NIM. E.0008007
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: AJI RASPATI
NIM
: E.0008007
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS INSTRUMEN MUSIK TRADISIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skrispi) ini.
Surakarta, 15 Juli 2012 yang membuat pernyataan
Aji Raspati NIM. E.0008007
iv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap.” (Q.S. Al Insyirah : 6-8)
Ketika aku lahir aku menangis dan orang-orang disekitarku tersenyum bahagia, ketika aku mati aku ingin tersenyum bahagia dan dan orang-orang disekitarku menangis. (Penulis)
v
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini Penulis persembahkan kepada : 1. Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya. 2. Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. 3. Ayah Bundaku tercinta, Bapak Suroso dan Ibu Rustiyati. 4. Kakak dan Adikku tersayang Rusiana Ika Puspitasari, S.H. dan Andani Maya Sari 5. Yang terkasih Sayangku Risa Irene. 6. Sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku Rinof, Khrisna, Lutfi, Dedi, Danan, & Guntur. 7.
Teman-teman seperjuanganku di Fakultas Hukum UNs
vi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Aji Raspati, E.0008007. 2012. STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS INSTRUMEN MUSIK TRADISIONAL ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional, serta mengetahui kelebihan dan kelemahan pengaturan antara Indonesia dengan Malaysia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif, dengan mengunakan pendekatan komparatif yaitu membandingkan undangundang yang terkait dengan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan instrumen musik tradisional Indonesia diakomodir oleh Pasal 10 dan Pasal 31 ayat (1) (a) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, di mana negara memegang hak cipta atas folklor dan berlaku tanpa batas waktu. Pengaturan perlindungan instrumen musik tradisional di Malaysia diakomodir oleh Seksyen 3 dan Seksyen 26 (4) (c) Akta Hakcipta 1987 serta dalam Seksyen 2 Akta Warisan Kebangsaan 2005. Kelebihan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Indonesia adalah negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, hak cipta atas folklor yang dipegang oleh negara berlaku tanpa batas waktu, dan negara memegang hak cipta atas folklor mempunyai fungsi sosial. Kelebihan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Malaysia adalah perlindungan pelaku dalam persembahan secara langsung dalam kaitannya dengan ekspresi cerita rakyat, perlindungan terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, dan perlindungan terhadap warisan budaya tak benda dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005. Kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Indonesia adalah Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tidak menjelaskan secara rinci definisi ekspresi budaya tradisional, belum diaturnya lembaga pelaksana yang berwenang untuk menetapkan suatu ciptaan sebagai folklor, belum diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara". Kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Malaysia adalah tidak ada pengaturan dalam Akta Hakcipta 1987 yang khusus mengatur dan melindungi folklor, tidak ada definisi ekspresi cerita rakyat dalam Akta Hakcipta 1987, masalah konsep persyaratan suatu ciptaan yang dilindungi Akta Hakcipta 1987, tidak ada pengaturan fungsi dan tanggung jawab menteri dalam melindungi ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, dan Seksyen 67 dan Seksyen 68 Akta Warisan Kebangsaan 2005 dalam penerapannya menimbulkan permasalahan. Kata Kunci: Pengaturan, Folklor, Instrumen Musik Tradisional. vii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Aji Raspati. E.0008007. 2012. COMPARATIVE STUDIES OF THE ARRANGEMENT OF COPYRIGHT PROTECTION OVER TRADITIONAL MUSIC INSTRUMENTS BETWEEN INDONESIA WITH MALAYSIA. The Faculty of Law Sebelas Maret University This study aims to determine the regulation of copyright protection for traditional music instruments and knowing the strengths and weaknesses of arrangements between Indonesia and Malaysia. This research is a normative legal research is descriptive, using a comparative approach is to compare the laws relating to copyright protection over the traditional music instruments between Indonesia and Malaysia. Type of data used are secondary data. Secondary data sources used include primary legal materials, legal materials secondary, and tertiary legal materials. Data collection techniques used, namely the study of literature. These results indicate that the protection settings of traditional music instruments Indonesia accommodated by Article 10 and Article 31 paragraph (1) (a) of Act No. 19 of 2002 in which the state holds the copyright to the folklore and valid indefinitely. Setting the protection of traditional music instruments in Malaysia accommodated by Seksyen 3 and Seksyen 26 (4) (c) Copyright Act 1987 and the National Heritage Act Seksyen 2, 2005. The advantages of copyright protection arrangements on traditional music instruments Indonesia is a country holds the copyright to the folklore and the culture of the people who belong together, the folklore that copyright is held by the state shall be valid indefinitely, and the state holds the copyright to the folklore has a social function. Excess regulation on copyright protection of traditional music instruments in Malaysia is offering protection direct offender in relation to expressions of folklore, the protection of an unknown creature creator, and not the protection of cultural heritage objects in the National Heritage Act 2005. Weakness of the copyright protection arrangements of traditional music instruments Indonesia is Article 10 of Law No. 19 of 2002 did not specify the definition of traditional cultural expressions, has not arranged the implementing agency authorized to establish a creature as folklore, not the issuance of Government Regulation on "Copyright Held by the folklore of the State". Weakness of the copyright protection arrangements of traditional music instruments Malaysia is no setting in the Copyright Act 1987 which specifically regulate and protect the folklore, there is no definition of expressions of folklore in the Copyright Act 1987, issues the concept of a creation of protected terms Copyright Act 1987, no arrangement functions and responsibilities of the minister in protecting an unknown creature creator, and Seksyen 67 and 68 Seksyen National Heritage Act 2005 in its application raises a problem. Keywords: Arrangements, Folklore, Traditional Music Instruments.
viii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW
atas
karunia
dan
rahmat-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS
INSTRUMEN
MUSIK
TRADISIONAL
ANTARA
INDONESIA DENGAN MALAYSIA. Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis menyadari bahwa untuk terselesaikannya penulisan hukum ini, banyak pihak-pihak yang telah memberikan bantuan yang berupa bimbingan, saran-saran, nasihat-nasihat, fasilitas, serta dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut : 1.
Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS dan Pembimbing Akademik, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu hukum dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
2.
Bapak Al. Sentot Sudarwanto, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing I penulisan skripsi, yang telah memberikan waktu dan ide, memberikan arahan dan memberi motivasi dalam penyusunan penulisan hukum ini.
3.
Bapak Munawar Kholil S.H, M.Hum selaku dosen pembimbing II penulisan skripsi yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan hukum ini.
4.
Ibu Djuwitastuti, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang banyak membantu dalam penulisan hukum ini.
ix
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan hukum ini.
6.
Bapak dan Ibu staf karyawan kampus Fakultas Hukum UNS yang telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum UNS.
7.
Ayah Bundaku tercinta, Bapak Suroso dan Ibu Rustiyati yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, semangat dan mendoakan penulis, hingga akhirnya dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. Tiada kata selain ucapan terima kasih dan semoga ananda dapat memenuhi harapan kalian dapat mengejar cita-cita demi masa depan.
8.
Kakakku tersayang Rusiana Ika Puspitasari, S.H. yang selalu memberi semangat, motivasi, dan nasehat demi kelancaran penulisan hukum ini.
9.
Adikku tersayang Andani Maya Sari yang selalu berbagi keceriaan di rumah, jangan nakal dik, tetep rajin belajar ya, Semangat!
10. Yang terkasih sayangku Risa Irene yang selalu berbagi senyum keceriaan dan selalu memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. 11. Sahabat-sahabatku, Rinof, Khrisna, Lutfi, Dedi, Danan, dan Guntur, terima kasih kalian selalu ada di kala penulis senang atau sedih, kalian mau mendengar keluh kesah di saat bimbang maupun menghadapi masalah. Maaf sudah banyak merepotkan kalian. 12. Teman-teman di Fakultas Hukum angkatan 2008 yang selalu berbagi keceriaan selama kuliah, Teman-teman senasib seperjuangan dalam mengerjakan penulisan hukum, terima kasih atas segala informasi yang dapat mendukung dan membantu penulis. 13. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. x
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan serta kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya Penulis berharap semoga hasil Penulisan Hukum (Skripsi) ini dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak yang berkepentingan.
Surakarta, 15 Juli 2012 Penulis
Aji Raspati NIM. E.0008007
xi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iv MOTTO ................................................................................................... v PERSEMBAHAN ...................................................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................. vii ABSTRACT ................................................................................................ viii KATA PENGANTAR ................................................................................ ix DAFTAR ISI .............................................................................................. xii DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xviii BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 10 C. Tujuan Penelitian ................................................................... 10 D. Manfaat Penelitian ................................................................. 10 E. Metode Penelitian .................................................................. 11 F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................ 15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 17 A. Kerangka Teori ...................................................................... 17 1.
Tinjauan tentang Perbandingan Hukum ........................... 17 a.
Istilah dan Definisi Perbandingan Hukum ................. 17
b. Perbandingan Hukum sebagai Metode dan Ilmu ........ 18 c. 2.
Cabang-cabang Perbandingan Hukum ....................... 20
Tinjauan tentang Hak Kekayaan Intelektual ..................... 21 xii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a.
Perlindungan Hukum Internasional terhadap Hak Kekayaan Intelektual ................................................ 21
b. Definisi Hak Kekayaan Intelektual ............................ 23 c. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual ................ 26 3.
Tinjauan tentang Hak Cipta ............................................. 28 a.
Prinsip-prinsip dasar Perlindungan Hak Cipta ........... 28
b. Definisi Hak Cipta ................................................... 29 c. 4.
Hak-hak yang Terkandung dalam Hak Cipta ............. 31
Tinjauan tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ........................ 33 a.
Sejarah Perlindungan Hak Cipta ............................... 33
b. Lingkup Perlindungan Hak Cipta .............................. 35 5.
Tinjauan tentang Akta Hakcipta 1987 Malaysia ............... 37 a.
Sejarah Perlindungan Hak Cipta ............................... 37
b. Lingkup Perlindungan Hak Cipta .............................. 39 6.
Tinjauan tentang Akta Warisan Kebangsaan 2005 Malaysia ......................................................................... 41 a. Sejarah Pengaturan Akta Warisan Kebangsaan 2005 . 41 b. Lingkup Perlindungan Akta Warisan Kebangsaan 2005 ......................................................................... 43
7.
Tinjauan tentang Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowledge) .................................................................. 46 a.
Definisi Pengetahuan Tradisional ........................... 46
b. Ruang Lingkup Pengetahuan Tradisional ................ 51 8.
Tinjauan tentang Folklor (Folklore) ............................... 53 a.
Tinjauan Folklor secara Internasional ...................... 53
b. Definisi Folklor ...................................................... 55 c. 9.
Pengaturan Folklor di Indonesia ............................. 56
Tinjauan tentang Instrumen Musik Tradisional .............. 58 a.
Definisi Instrumen Musik Tradisional ..................... 58
b. Jenis-Jenis instrumen Musik Tradisional ................. 60 xiii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Tinjauan tentang Instrumen Musik Tradisional Angklung ..................................................................... 61 a.
Sejarah Instrumen Musik Tradisional Angklung ...... 61
b. Jenis-Jenis Instrumen Musik Tradisional Angklung . 63 c.
Sejarah Masuknya Instrumen Musik Tradisional Angklung di Malaysia .......................... 65
B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 73 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 75 A. Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ........................................ 75 1.
Pengaturan Hak Cipta di Indonesia ................................ 75 a.
Kepemilikan Hak Cipta .......................................... 75
b. Hak Eksklusif Pemilik Hak Cipta ........................... 77 c.
Pelanggaran Hak Cipta ........................................... 79
d. Pengecualian dari Pelanggaran Hak Cipta ............... 79
2.
e.
Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta ................... 80
f.
Penegakan Hukum ................................................. 81
Pengaturan Hak Cipta di Malaysia ................................. 84 a.
Kepemilikan Hakcipta ............................................ 84
b. Hak Eksklusif Pemilik Hakcipta ............................. 84 c.
Pelanggaran Hakcipta ............................................. 85
d. Pengecualian dari Pelanggaran Hakcipta ................. 86
3.
e.
Jangka Waktu Perlindungan Hakcipta ..................... 87
f.
Penegakan Hukum ................................................. 88
Pengaturan Perlindungan Instrumen Musik Tradisional Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ...................................... 89
4.
Pengaturan Perlindungan Instrumen Musik Tradisional Malaysia ....................................................................... 100 a.
Pengaturan Berdasarkan Akta Hakcipta 1987 .......... 100 xiv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pengaturan Berdasarkan Akta Warisan Kebangsaan 2005 ................................................... 112 B. Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ................................................................. 129 1.
Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ........................................................... 129 a.
Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Indonesia ............ 129
b. Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Malaysia ............ 131 2.
Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ........................................................... 134 a.
Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Indonesia ............ 134
b. Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Malaysia ............ 138 BAB IV
PENUTUP ................................................................................ 144 A. Simpulan ............................................................................. 144 B. Saran .................................................................................. 146
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN Bagan 1: Kerangka Pemikiran .................................................................. 73 Bagan 2: Prosedur Pendaftaran Objek Warisan ......................................... 117 Bagan 3: Prosedur Pendeklarasian Warisan Kebangsaan ........................... 120
xvi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1: Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia ............................. 124 Tabel 2: Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia .................................................................................... 142
xvii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Akta Hakcipta 1987 Lampiran 2: Akta Warisan Kebangsaan 2005 Lampiran 3: CONVENTION FOR THE SAFEGUARDING OF THE INTANGIBLE
CULTURAL
INTERGOVERNMENTAL SAFEGUARDING
OF
COMMITTEE THE
HERITAGE FOR
INTANGIBLE
THE
CULTURAL
HERITAGE ANGKLUNG. Lampiran 4: COMMITMENT OF THE COORDINATING MINISTRY FOR PEOPLE'S WELFARE REGARDING "SAFEGUARDING OF THE CULTURE OF INDONESIAN ANGKLUNG”
xviii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman modern merupakan zaman di mana manusia dituntut untuk mengembangkan diri dan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini manusia diharapkan mampu memilih dan menentukan tujuan hidupnya sendiri. Segala tujuan dan cita manusia sangat dimungkinkan teraih karena topangan kapasitas manusiawinya berupa intelegensi. Karena itulah manusia disebut homo sapiens sekaligus homo faber. Sebutan pertama mewakili kemampuan manusia untuk berbahasa. Sebutan yang kedua menunjukkan kapasitas mental dan kemampuan untuk mencipta tidak hanya alat-alat praktis, teknis, tetapi juga membuat kreasi-kreasi artistik. Artistik identik dengan seni, karena itulah manusia sering disebut makhluk berkesenian (Schuon Frithjof, 2002: 57). Manusia
dapat
dikatakan
sebagai
makhluk
yang
memiliki
keistimewaan. Adanya suatu keistimewaan ini melahirkan hak dari manusia tersebut untuk mendapat pengakuan, dihargai, dan dihormati. Teori yang sering muncul dalam sejarah pikiran manusia ialah bahwa keistimewaan manusia terletak dalam wujud manusia itu sendiri, sebagaimana di dapat melalui pikirannya, maka keistimewaan manusia itu bersifat rasional. Hak-hak yang didapati orang secara rasional dianggap abadi dan tetap berlaku. Tiap-tiap orang lain, termasuk pemerintah harus mengindahkannya, dengan membuat hukum atas dasar hak-hak alamiah tersebut (Theo Huijbers, 1998: 98). Salah satu aspek hukum yang melindungi hak-hak manusia dalam hak intelektualnya adalah Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sebagai bentuk penghargaan atas hak kepemilikan intelektual, perlindungan hukum atas hakhak tersebut memerlukan perangkat hukum dan mekanisme perlindungan yang memadai. Melalui cara inilah HKI akan mendapat tempat yang layak sebagai salah satu bentuk hak yang memiliki nilai ekonomis. Hukum HKI adalah hukum yang mengatur perlindungan bagi para pencipta dan penemu karyakarya inovatif sehubungan dengan pemanfaatan karya-karya mereka secara luas dalam masyarakat. Karena itu tujuan hukum HKI adalah menyalurkan 1
commit to user
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kreativitas
individu untuk
kemanfaatan manusia secara luas (Hanneke
Louise van Traa-Engelman, 1989: 191). Sebagai suatu hak ekslusif, HKI secara hukum mendapat tempat yang sama dengan hak-hak milik lainnya. Salah satu isu yang menarik dan saat ini tengah berkembang dalam lingkup kajian HKI adalah perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli atau masyarakat tradisional. Kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini mencakup banyak hal mulai dari sistem pengetahuan tradisional ini mencakup banyak hal mulai dari sistem pengetahuan tradisional (traditional knowledge), ekspresi budaya tradisional (folklor) hingga apa yang dikenal sebagai indigenous science and technology. Traditional knowledge yang berupa budaya mengacu kepada sistem pengetahuan, ciptaan-ciptaan, inovasi-inovasi, dan ekspresi budaya yang secara umum telah disampaikan dari generasi ke generasi dan secara umum dianggap berhubungan dengan orang-orang tertentu atau wilayahnya dan terus berkembang sebagai akibat dari perubahan lingkungan. Kelompok traditional knowledge dapat mencakup: pengetahuan pertanian; ilmu pengetahuan; pengetahuan ekologi (lingkungan); pengetahuan pengobatan, termasuk obatobatan yang berkaitan dan pengobatan; ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati, ekspresi budaya tradisional (ekspresi folklor) dalam bentuk musik, tarian, nyanyian/lagu, kerajinan tangan, desain, cerita dan karya seni; elemen-elemen bahasa seperti nama, indikasi geografis dan simbol; dan barang-barang yang bernilai budaya. Konsep perlindungan hukum HKI yang telah dikenal di negera-negara maju lebih mengedepankan pada perlindungan HKI untuk karya cipta yang diketahui individu penciptanya, sedangkan perlindungan HKI atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTEBT) merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Permasalahan muncul disebabkan berkembangnya aspek hukum HKI dalam karya-karya budaya yang kepemilikannya yang bersifat kolektif dan telah diwariskan secara turun-menurun serta tidak diketahui siapa penciptanya. Hal ini berlawanan dengan kondisi masyarakat
commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
negara maju yang telah mengenal dan menerapkan hukum HKI dan telah disepakati pada Paris Convention for the Protection of Industrial Property pada tahun 1883 dan Berne Convention for the Potection of Literary and Artistic Works pada tahun 1886. Tuntutan untuk adanya perlindungan bagi pengetahuan tradisional muncul dengan ditandatanganinya Convention on Biological Diversity 1992 (CBD). Sejak saat itu berbagai pertemuan tingkat dunia, terutama dalam kerangka
World
Intellectual
Property
Organisation
(WIPO)
terus
diselenggarakan untuk merumuskan sistem perlindungan yang tepat bagi pengetahuan tradisional tersebut. Peluang untuk memberikan perlindungan hukum (di tingkat internasional) terhadap PTEBT, menjadi semakin besar karena sejumlah faktor, antara lain sebagai berikut (Basuki Antariksa, 2011: 1): 1. Pasal 2 paragraf viii Agreement Establishing the World Intellectual Properaty Organization, antara lain menyebutkan bahwa yang dimaksud sebagai “intellectual property” atau HKI termasuk di dalamnya yaitu: “…and all other rights resulting from intellectual activity in the industrial, scientific, literary or artistic fields”. Sebagian pihak berpendapat bahwa frasa tersebut mengandung pengertian memberikan ruang kepada jenisjenis karya yang dihasilkan melalui kekuatan pemikiran di luar yang sudah ada saat ini. 2. Pasal 8 paragraf j Convention on Biological Diversity 1992 mewajibkan negara anggotanya untuk: “…respect, preserve and maintain knowledge, innovations and practices of indigenous and local communities embodying traditional lifestyles relevant for the conservation and sustainable use of biological diversity and promote their wider application with the approval and involvement of the holders of such knowledge, innovations and practices and encourage the equitable sharing of the benefits arising from the utilization of such knowledge, innovations and practices” 3. WIPO Report on Fact-finding Missions on Intellectual Property and Traditional Knowledge (1998-1999). Di dalam laporan tersebut antara lain dijelaskan mengenai pandangan komunitas dan masyarakat tradisional di
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbagai negara berkaitan dengan kebutuhan perlindungan kepemilikan atas PTEBT. 4. Pembentukan Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC GRTKF) oleh WIPO yang telah melaksanakan sidangnya sebanyak 18 (delapan belas) sesi sejak tahun 2001 hingga saat ini. IGC GRTKF adalah sebuah forum perundingan untuk mencari kesepakatan mengenai pengaturan yang paling tepat mengenai perlindungan PTEBT, termasuk sumber daya genetik, pada tingkat internasional. 5. Like-Minded Countries (LMCs) meetings (2009-sekarang) yang diinisiasi oleh Indonesia dan Afrika Selatan dengan tujuan mengupayakan dibentuknya perlindungan hukum terhadap PTEBT, di negara-negara yang memiliki pandangan sama terhadap isu ini. Sebagaimana diketahui, proses perundingan dalam kerangka IGC GRTKF belum dapat berjalan “mulus” karena pada umumnya negara maju belum dapat menyepakati perlindungan terhadap PTEBT, sebagai bagian dari HKI. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Konsekuensi Indonesia menjadi anggota WTO antara lain, adalah melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan WTO, termasuk yang berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Persetujuan TRIPs memuat berbagai norma dan standar perlindungan bagi karya-karya intelektual. Di samping itu, TRIPs juga mengandung pelaksanaan penegakan hukum di bidang hak kekayaan intelektual. Untuk lebih menyesuaikan ketentuan dalam TRIPs khususnya yang berhubungan dengan hak cipta, maka Indonesia telah menerbitkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang ini diterbitkan untuk mengganti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 yang dianggap belum terlalu memenuhi norma dan standar TRIPs-WTO. Selain itu Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organozation Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 (Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, alinea kedua). Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri atas berbagai macam suku dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, tentunya memiliki kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional. Kekayaan budaya tersebut ternyata menyimpan pula potensi ekonomi yang sangat besar sehingga dapat mendukung proses pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Tidak mengherankan bahwa nilai tersebut telah menyebabkan pihak asing berulang kali memanfaatkan tanpa izin dan/ atau mengakui PTEBT di Indonesia sebagai milik mereka. Dalam jangka panjang, tindakan-tindakan tersebut dapat merugikan kepentingan nasional, karena semakin lama akan semakin banyak PTEBT Indonesia yang diambil alih oleh bangsa lain, sedangkan dari segi kepentingan nasional di Indonesia sendiri belum dapat dikalkulasi seberapa besar potensi keuntungan ekonomi secara berkelanjutan yang dapat diperoleh dari kekayaan intelektual warisan budaya bangsa tersebut. Pemerintah Indonesia sesungguhnya telah mengakui pentingnya nilai kekayaan intelektual yang ada dalam folklor Indonesia sejak pertama kali mereka mengundangkan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982. Kemudian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 dan selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 (Susilo Halim, 2006: 3). Upaya perlindungan atas PTEBT di Indonesia mendapat perhatian lebih akhir-akhir ini setelah munculnya sengketa antara Indonesia dan Malaysia tentang penggunaan beberapa folklor Indonesia yang diklaim kepemilikannya oleh Malaysia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mulai berupaya memberikan perlindungan bagi PTEBT Indonesia. Sejak 2008, pemerintah
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah memulai proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) sui generis untuk melindungi penggunaan kekayaan intelektual yang ada pada PTEBT Indonesia. RUU tersebut, yang berjudul RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT), dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010-2014. RUU PTEBT memberikan definisi dari Pengetahuan Tradisional sebagai karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat. Sedang untuk istilah folklor, RUU PTEBT mengganti istilah folklor dengan istilah Ekspresi Budaya Tradisional dengan definisi sebagai berikut karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat (Afifah Kusumadara, 2011: 22). Kasus klaim Malaysia yang cukup ramai adalah klaim instrumen musik tradisional Angklung pada tahun 2007. Dalam situs www.musicmall_asia.com disebutkan bahwa Angklung berasal dari Malaysia tepatnya berada di kota Johor. Musik Angklung merupakan pengiring kesenian Kuda Kepang. Klaim Angklung
sebagai
budaya
Malaysia
juga
dituangkan
dalam
situs
www.malaysiana.pnm.my. Disebutkan Angklung adalah salah satu warisan budaya Malaysia. Di situs ini pengunjung dijelaskan tentang bahan dasar Angklung, fungsi, dan cara bermainnya serta diperlihatkan pula foto-foto Angklung.
Malaysia
memasukkan
Angklung
untuk
mempromosikan
pariwisatanya bertema “Truly Asia”, sedangkan Indonesia justru melupakan Angklung dalam promosi pariwisatanya bertema “Art and Culture of Indonesia”
(Umi
Kalsum.
http://www.vivanews.com/appaux/images/
favicon_v2.ico). Di Malaysia, banyak sekolah dan perguruan tinggi menjadikan permainan Angklung sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Sementara di Indonesia, festival Angklung biasanya diselenggarakan oleh masyarakat secara
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
independen tanpa bantuan pemerintah dan diikuti hanya 10 peserta dari berbagai tingkat pendidikan. Angklung diperkenalkan ke negara-negara diberbagai belahan dunia dimasa lalu, tetapi menjadi bumerang dimasa kini ketika masyarakat makin mengabaikan kekayaan budayanya (Admin AWI. http://angklung-web-institute.com/ templates/JavaBean/css/template.css). Sebagai bentuk perlindungan Angklung terhadap klaim Malaysia pada tanggal 26 Agustus 2009, Saung Angklung Udjo melalui pemerintah Indonesia mendaftarkan hak paten alat musik dan kesenian Angklung ke UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia. Angklung, instrumen musik tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu, dinominasikan ke dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO, pada Sidang ke-5 Komite-Antar Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya yang diselenggarakan di Kenya, Nairobi, Rabu, 17 November 2010. Dalam sidang ini, sebanyak 47 warisan budaya tak benda dari 29 negara telah disertakan di dalam daftar dimaksud. Daftar Representatif Warisan Budaya Tak Benda adalah daftar yang dibuat oleh UNESCO untuk membantu menunjukkan keragaman dan pentingnya warisan budaya. Kegiatan ini bertujuan untuk melindungi dari pengakuan bangsa lain sekaligus sebagai bentuk perlindungan hukumnya. Hingga saat ini, Angklung juga menjadi alat promosi budaya dengan berbagai inovasi yang dilakukan dalam seni pertunjukan. Angklung menjadi alat yang memiliki kekuatan diplomasi budaya dan alat komunikasi non-verbal
lintas
sektoral
yang
sangat
efektif
(admin
Kemlu,
http://www.kemlu.go.id/lima/Pages/Rss.aspx?N=Himbauan&l=id). Perlindungan hak cipta di Malaysia berdasarkan Akta Hakcipta 1987 (Akta 332) (Copyright Act 1987) yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Desember 1987. Sebagai akibat keanggotaan Malaysia dalam Konvensi Berne, Akta Hakcipta 1987 diamandemen kembali pada tahun 1990 untuk memastikan Akta tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Berne. Selain amandemen, konvensi tersebut juga menghasilkan Peraturan Hakcipta 1990 yang berlaku pada tanggal 1 Oktober 1990. Sampai saat ini, Akta Hakcipta telah diamandemen beberapa kali termasuk pada tahun 1997 dan
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun 2000. Pada dasarnya, amandemen pada tahun 1997, tahun 2000 dan tahun 2002 memastikan bahwa hasil karya hak cipta dilindungi dalam rangkaian elektronik. Perlindungan hak cipta terdapat dalam Akta Hakcipta 1987 tanpa melihat kualitas dan tujuan karya tersebut diciptakan. Walaupun pada awalnya, undang-undang hak cipta memberi penekanan kepada perlindungan kepada hasil karya sastra dan seni, Akta Hakcipta telah mengkategorikan pada enam hasil karya hak cipta yang utama, yaitu: 1. Karya sastera; seperti yang dinyatakan dalam Seksyen 3 Akta Hak cipta 1987, karya satera termasuk: a. Novel, cerita, buku, risalah, manuskrip, karya syair dan penulisan lain; b. Seni peran/ acting, drama, arahan pentas, skenario film, skrip siaran, karya koreografi, dan pantomim; c. Perjanjian, sejarah, biografi, karangan dan artikel; d. Ensiklopedia, kamus dan karya rujukan lain; e. Surat, laporan dan memorandum; f. Ucapan, khutbah dan karya-karya lain yang sama sifatnya; g. Jadual atau penyusunan, baik yang dinyatakan/ tidak dinyatakan dalam bentuk perkataan, angka atau simbol; dan, baik yang dinyatakan dalam bentuk kelihatan/ nyata h. Program-program komputer. 2. Karya musik; 3. Karya seni; 4. Film; 5. Rekaman suara; 6. Siaran. Kemudian Malaysia menetapkan Akta Warisan Kebangsaan 2005 (Akta 645) (National Heritage Culture Act 2005) yang Terinspirasi oleh Rekomendasi UNESCO 1989 tentang Perlindungan Kebudayaan Tradisional dan Cerita Rakyat, Konvensi 1972 tentang Perlindungan Warisan Budaya Dunia dan Alam serta UNESCO Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage 2003. Tujuan Akta Warisan Kebangsaan 2005 adalah perlindungan untuk pelestarian dan konservasi warisan nasional, warisan alam, warisan budaya berwujud dan tidak berwujud, warisan budaya bawah air, harta karun dan hal-hal terkait.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sistem Pendaftaran karya cipta di Indonesia memang tidak wajib, sedangkan di Malaysia tidak mengenal adanya sistem pendaftaran hak cipta, karena perlindungan hukum atas karya cipta itu otomatis berlaku pada saat pertama kali diumumkan kepada publik. Pendaftaran karya cipta diperlukan sebagai bukti di pengadilan bila terjadi sengketa di kemudian hari. Bila pencipta memiliki sertifikat pendaftaran karya cipta, pembuktian di pengadilan akan lebih mudah. Mengingat hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan (Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, alenia kelima). Namun yang menjadi permasalahan apabila karya cipta berupa hasil seni dan budaya atau folklor berupa instrumen musik tradisional (Angklung) dimana penciptanya tidak jelas atau tidak diketahui maka akan sulit ketika dalam proses pembuktiannya. Terlebih pengaturan dalam sistem hukum hak cipta belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan, sehingga membutuhkan pengaturan secara khusus terhadap perlindungan folklor seperti Akta Warisan Kebangsaan 2005. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menulis lebih lanjut terkait pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional dengan membandingkan Undang-Undang di Indonesia dengan Malaysia yang mengatur tentang perlindungan instrumen musik tradisional berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dengan Akta Hakcipta 1987 dan Akta Warisan Kebangsaan 2005. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun penulisan hukum yang berjudul: “STUDI KOMPARASI PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS INSTRUMEN MUSIK
TRADISIONAL
ANTARA
MALAYSIA”.
commit to user
INDONESIA
DENGAN
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada dapat dibahas secara lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka penting untuk merumuskan masalah yang akan dibahas. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia? 2. Apakah kelebihan dan kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a.
Mengetahui pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia.
b. Mengetahui kelebihan dan kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia. 2. Tujuan Subjektif a.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia.
b. Untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan memberikan manfaat bagi para pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini, yaitu baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a.
Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Perdata tentang pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia. c.
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis a.
Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk
pola
pikir
ilmiah,
sekaligus
untuk
mengetahui
kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh. b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini. E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali hal tersebut, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Penelitian hukum dilakukan dengan melakukan penelusuran bahan hukum sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum (legal decision making) terhadap kasus-kasus hukum konkret. Pada sisi lainnya, penelitian hukum juga merupakan kegiatan ilmiah untuk memberikan refeksi dan penilaian terhadap keputusan-keputusan hukum yang telah dibuat terhadap kasus-kasus hukum yang pernah terjadi atau akan terjadi (Johny Ibrahim, 2006: 229). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskrispi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mengingat penelitian hukum merupakan suatu kegiatan dalam rangka knowhow, isu hukum hanya diidentifikasikan oleh ahli hukum dan tidak mungkin oleh ahli lain (Peter Mahmud Mazuki, 2005: 41). Metodologi merupakan suatu unsur mutlak yang harus ada dalam suatu penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Adapun metode yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg, dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplim ilmiah dan cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan hukum, maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif (Johny Ibrahim, 2006: 295). Metode Penelitian hukum normatif sendiri merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, dan kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu mengenai pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap ciri-ciri dari suatu keadaan, perilaku pribadi dan perilaku kelompok serta menentukan frekuensi suatu gejala, penelitian ini tanpa didahului suatu hipotesa.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Soerjono Sukanto (2010: 10) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Penulisan hukum ini, khusus akan
menggambarkan
dan
menjelaskan
komparasi
pengaturan
perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia. 3. Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa macam pendekatan, dimana dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai permasalahan hukum yang sedang dicoba untuk dicari pemecahannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),
pendekatan
komparatif
(comparative
approach),
dan
pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Mazuki, 2005: 93). Pada penelitian ini digunakan pendekatan komparatif (comparative approach), pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan undangundang suatu negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama (Peter Mahmud Mazuki, 2005: 95). Penulisan hukum ini, akan membandingkan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dengan Akta Hakcipta 1987 dan Akta Warisan Kebangsaan 2005. 4. Jenis dan Sumber Bahan Penelitian Dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data, yang ada dalam penelitian hukum adalah bahan hukum. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan berdasarkan hierarkinya. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (text book) yang
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh (dehersende leer), jurnaljurnal hukum, pendapat para sarjan, kasus-kasus hukum, jurisprudensi, dan hasil-hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kasus hukum, encyclopedia, dan lain-lain (Johny Ibrahim, 2006: 296). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian yaitu: a.
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 2) Akta Hakcipta 1987 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir tahun 2002 dengan Akta Hakcipta 2002. 3) Akta Warisan Kebangsaan 2005 (National Heritage Culture Act 2005) 4) Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs). 5) World Intelectual Property Organization Copyrights Treaty. 6) UNESCO Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage 2003
b. Bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa buku teks, jurnal, artikel, dokumen resmi, arsip, dan lain sebagainya. c.
Bahan hukum tersier yang digunakan diantaranya media internet, kamus, dan ensiklopedia.
5. Teknik Pengumpulan Data Pada penulisan hukum ini, penulis menggunakan pengumpulan data dengan teknik studi kepustakaan (collecting by library). Pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas
dipaparkan,
disistemisasi,
kemudian
dianalisis
untuk
menginterprestasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006: 296).
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan adalah metode penalaran hukum. Metode penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap bahan-bahan hukum yang dianalisis dapat menggunakan penalaran deduksi, induksi dan abduksi. Metode ini menitikberatkan pada pada logika, logika mengajarkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam rangka mencapai kebenaran materi pemikiran, penalaran deduktif digunakan untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum ,menjadi kasus individual konkret yang dihadapi. Penalaran induktif dengan merumuskan fakta, mencari hubungan sebab akibat, serta mengembangkan penalaran berdasarkan kasus-kasus faktual yang dihadapi yang menghasilkan temuan dan kesimpulan. Sedangkan penalaran abduktif adalah penalaran hukum yang mengandung unsur induksi dan deduksi secara bersama-sama (Johny Ibrahim, 2006: 249-251). F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini Penulis akan memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahan hukum yang Penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang Penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang perbandingan hukum, tinjauan tentang HKI, tinjauan tentang hak cipta, tinjauan tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, tinjauan tentang Akta Hakcipta 1987 Malaysia, tinjauan tentang Akta Warisan Kebangsaan 2005 Malaysia, tinjauan tentang pengetahuan tradisional (traditional knowledge), tinjauan tentang folklor (folklore), tinjauan tentang instrumen musik tradisional, dan tinjauan tentang instrumen musik tradisional Angklung. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini Penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu: komparasi pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia, dan apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia. BAB IV : PENUTUP Bab ini menguraikan simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Perbandingan Hukum a. Istilah dan Defisinsi Perbandingan Hukum Terdapat beberapa istilah asing mengenai perbandingan hukum, yaitu antara lain: comparative law, comparative jurisprudence, foreign law (Inggris), droit compare (Perancis), rechtvergelijking (Belanda), rechtsvergleichung atau vergleichende rechlehre dalam istilah Jerman (Barda Nawawi Arief, 2002: 3). Ada pendapat yang menyatakan bahwa comparative law berbeda dengan foreign law. Dikatakan bahwa comparative law mempelajari berbagai sistem hukum asing dengan maksud untuk membandingkannya, sedangkan foreign law mempelajari hukum asing dengan maksud semata-mata untuk mengetahui sistem hukum asing itu sendiri dengan tidak secara nyata bermaksud untuk membandingkannya dengan sistem hukum lain (Barda Nawawi Arief, 2002: 3). Berikut akan dipaparkan definisi perbandingan hukum dari beberapa ahli hukum, diantaranya: 1) Winterton Perbandingan hukum adalah suatu metode yang membandingkan sistem-sistem hukum, dan perbandingan tersebut menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan (Romli Atmasasmita, 2000: 7). 2) Lemaire Perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan (yang juga mempergunakan metode perbandingan) berisikan kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya, sebab-sebabnya, dan dasardasar kemasyarakatannya (Romli Atmasasmita, 2000: 8). 3) Zweigert dan Kotz
17
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Zweigert dan Kotz mendefinisikan bahwa: Comparative law is the comparasion of the spirit and style of different legal system or of comparable legal institutions or of the solution of comparable legal problems in different system (Romli Atmasasmita, 2000: 9). 4) Soerjono Soekanto Perbandingan hukum merupakan metode dan ilmu. baginya yang penting ialah, bahwa dalam ilmu-ilmu hukum itu, bagaimana penggunaan metode perbandingan secara tepat sebagai metode dan penempatannya yang tepat dalam sasaran, demi perkembangan ilmu kaidah dan ilmu pengertian dan bagaimana mengembangkan hukum sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan. 5) Levy Ullman Perbandingan hukum merupakan cabang dari ilmu hukum dimana tujuannya yaitu untuk membentuk hubungan erat yang tersusun secara sistematis antara lembaga-lembaga hukum dari berbagai negara. 6) Sunaryati Hartono Perbandingan hukum merupakan cara penyelidikan suatu metode untuk membahas suatu persoalan hukum dalam bidang manapun juga. 7) Rudolf B. Schlesinger Perbandingan hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu cabang hukum, melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur hukum asing dari suatu masalah hukum. b. Perbandingan Hukum sebagai Metode dan Ilmu Perbandingan
hukum
menunjukkan
pembedaan
antara
perbandingan hukum sebagai metode dan sebagai ilmu. Ketidakjelasan tersebut biasanya dijumpai pada perumusan-perumusan yang bersifat
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
luas, seperti yang dapat ditemui pada Black’s Law Dictionary yang menyatakan bahwa ”comparative jurisprudence” adalah ”The study of the principles of legal science by the comparison of various systems of law” (Suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan melakukan perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal)” (Henry Campbell Black: 1968). Akan tetapi perumusan dari Black’s Law Dictionary tersebut sebenarnya cenderung untuk mengklasifikasikan perbandingan hukum sebagai metode, karena yang dimaksudkan dengan ”comparative” adalah ”Proceeding by the method of comparison; founded on comparison; estimated by comparison”. Ilmu-ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara gejala-gejala hukum dengan gejala sosial lainnya. Untuk mencapai tujuannya,
maka dipergunakan
metode sosiologis,
sejarah
dan
perbandingan hukum (L. J. Van Apeldoorn: 1966) Penggunaan metodemetode tersebut dimaksudkan untuk: 1) Metode sosiologis: untuk meneliti hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. 2) Metode sejarah: untuk meneliti tentang perkembangan hukum. 3) Metode perbandingan hukum: untuk membandingkan berbagai tertib hukum dari macam-macam masyarakat. Ketiga metode tersebut saling berkaitan, dan hanya dapat dibedakan (tetapi tak dapat dipisah-pisahkan). Metode sosiologis, misalnya, tidak dapat diterapkan tanpa metode sejarah, oleh karena hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan hasil dari suatu perkembangan dari zaman dahulu. Metode perbandingan hukum juga tidak boleh diabaikan oleh karena hukum merupakan gejala dunia. Metode sejarah juga memerlukan bantuan dari metode sosiologis, oleh karena perlu diteliti faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan hukum. Metode perbandingan tidak akan membatasi diri pada perbandingan yang bersifat deskriptif; juga diperlukan data tentang berfungsinya atau efektivitas hukum, sehingga diperlukan metode sosiologis.
Juga diperlukan metode sejarah, untuk
commit to user
mengetahui
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkembangan dari hukum yang diperbandingkan. Dengan demikian maka ketiga metode tersebut saling mengisi dalam mengembangkan penelitian hukum (Soerjono Soekanto, 1989: 26). c.
Cabang-Cabang Perbandingan Hukum Betapa pentingnya perbandingan hukum dan berkembangnya pengkhususan ini, antara lain terbukti dari kenyataan bahwa kemudian timbul sub-spesialisasi. Sub-spesialisasi tersebut adalah (Edonard Lambert: 1957): 1) Descriptive comparative law. 2) Comparative history of law. 3) Comparative legislation atau comparative jurisprudence (proper). Descriptive comparative law merupakan suatu studi yang bertujuan untuk mengumpulkan bahan-bahan tentang sistem hukum berbagai masyarakat (atau bagian masyarakat). Cara menyajikan perbandingan dapat didasarkan pada lembaga-lembaga hukum tertentu (bidang tata hukum) ataupun kaedah-kaedah hukum tertentu yang merupakan bagian dari lembaga tersebut. Yang sangat ditonjolkan adalah analisis deskriptif yang didasarkan pada lembaga-lembaga hukum. Comparative history of law berkaitan erat dengan sejarah, sosiologi hukum, antropologi hukum dan filsafat hukum dan untuk Comparative legislation atau comparative jurisprudence (proper) bertitik tolak pada (Edouard Lambert: 1957): ”... the effort to define the common trunk on which present national doctrines of law are destined to graft themselves as a result both of the development of the study of law as a social science and of the awakening of an international legal consciousness.” Bahan-bahan yang dipergunakan dalam perbandingan hukum dapat berupa bahan yang langsung didapat dari masyarakat (data primer), maupun bahan kepustakaan (data sekunder). Bahan-bahan kepustakaan tersebut dapat berupa bahan hukum primer, sekunder ataupun tertier (dari sudut kekuatan mengikatnya). Bahan hukum primer, antara lain,
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mencakup
peraturan
perundang-undangan,
bahan
hukum
yang
dikodifikasikan (misalnya hukum adat) yurisprudensi, traktat, dan seterusnya. Bahan-bahan hukum sekunder, antara lain peraturan perundang-undangan (untuk ”comparative history of law”), hasil karya para sarjana, hasil penelitian, dan seterusnya. Bahan-bahan hukum tersier dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mencari dan menjelaskan bahan primer dan sekunder (Soerjono Soekanto, 1989: 54). 2. Tinjauan tentang Hak Kekayaan Intelektual a. Perlindungan Hukum Internasional terhadap Hak Kekayaan Intelektual Berkembangnya perdagangan internasional dan adanya gerakan perdagangan bebas mengakibatkan makin terasa kebutuhan terhadap HKI yang sifatnya tidak lagi timbal balik tetapi sudah bersifat antar negara secara global. Pada akhir abad ke-19, perkembangan pengaturan HKI mulai melewati batas-batas negara. Tonggak sejarahnya diawali dengan dibentuknya Paris Convention for The Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) yang merupakan suatu perjanjian internasional mengenai perlindungan terhadap hak kekayaan perindustrian yang diadakan pada tanggal 20 Maret 1883 di Paris. Tidak lama kemudian pada tahun 1886, dibentuk pula sebuah konvensi untuk perlindungan di bidang hak cipta yang dikenal dengan International Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (Berne Convention) yang ditandatangani di Berne (Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, 1993: 12). Untuk mengelola kedua konvensi itu, maka melalui Konferensi Stockholm pada tahun 1967 telah diterima suatu konvensi khusus pembentukan organisasi dunia untuk hak kekayaan intelektual (Convention Establishing the World Intellectual Property Organization/ WIPO) dan Indonesia menjadi anggotanya bersamaan dengan ratifikasi Konvensi Paris. Sementara itu, General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dibentuk pada tahun 1947. Pada awalnya GATT diciptakan sebagai bagian dari upaya penataan kembali struktur perekonomian dunia
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan mempunyai misi untuk mengurangi hambatan yang berupa bea masuk (tariff barrier) maupun hambatan lainnya (non-tariff barrier). Setelah sistem ini berjalan selama 40 tahun, maka dilebur dalam Naskah Akhir Putaran Uruguay, yang ditandai dengan hadirnya organisasi internasional yang mempunyai wewenang substantif dan cukup komprehensif yaitu World Trade Organization (WTO). WTO yang akan mengelola seluruh persetujuan dalam Putaran Uruguay bahkan Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) 1947 serta hasil-hasil
putaran
setelah
itu.
WTO
akan
mempermudah
pengimplementasian dan pelaksanaan seluruh persetujuan dan instrumen hukum yang dirundingkan dalam Putaran Uruguay. Atas desakan Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya, topik perlindungan HKI di negara-negara berkembang muncul sebagai suatu isu baru dalam sistem perdagangan internasional. HKI sebagai isu baru muncul di bawah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs) atau Aspek Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Perjanjian tersebut merupakan sesuatu yang komplek,
komprehensif, dan
ekstensif.
TRIPs bertujuan untuk
melindungi dan menegakkan hukum HKI guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakaian pengetahuan teknologi, dengan cara yang menciptakan kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk itu perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan internasional dengan mengingat kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap HKI, serta untuk menjamin agar tindakan dan prosedur untuk menegakkan HKI tidak kemudian menjadi penghalang hal perdagangan yang sah. Kesepakatan TRIPs merupakan dampak dari kondisi perdagangan dan ekonomi internasional yang dirasa semakin mengglobal sehingga perkembangan teknologi sebagai pendukungnya tidak lagi mengenal
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
batas-batas negara. Berkaitan dengan kebutuhan setiap negara untuk melindungi HKI-nya maka kehadiran TRIPs akan menjadi satu acuan dalam pembentukan undang-undang nasional di bidang HKI bagi setiap negara termasuk Indonesia. Persetujuan TRIPs ditujukan untuk mendorong terciptanya iklim perdagangan dan investasi yang lebih kondusif dengan (Eddy Damian, 2002: 36-37): 1) Menetapkan standar minimum perlindungan HKI dalam sistem hukum nasional negara-negara anggota WTO. 2) Menetapkan standar bagi administrasi dan penegakan HKI. 3) Menciptakan suatu mekanisme yang transparan. 4) Menciptakan sistem penyelesaian sengketa yang efektif dan dapat diprediksi untuk menyelesaikan sengketa HKI di antara para anggota WTO. 5) Memungkinkan adanya mekanisme yang memastikan bahwa sistem HKI nasional mendukung tujuan-tujuan kebijakan publik yang telah diterima luas. 6) Menyediakan mekanisme untuk menghadapi penyalahgunaan sistem HKI. b. Definisi Hak Kekayaan Intelektual Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual Property Right (IPR) adalah yang mengatur segala karyakarya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia. Dengan demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). Hak kekayaan disini menyangkut pengertian “pemilikan” (ownership) yang menyangkut lembaga sosial dan hukum, keduanya selalu terkait dengan “pemilik” (owner) dan sesuatu benda yang dimiliki (something owned). Secara luas konsep “kepemilikan” dan “kekayaan” apabila dikaitkan dengan “hak”, maka ditinjau dari segi hukum, dikenal hak yang menyangkut kepemilikan dan hak yang menyangkut
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebendaan. Pada dasarnya hak kebendaan meliputi juga hak kepemilikan karena kepemilikan senantiasa berhubungan dengan benda tertentu baik secara materiil maupun immaterial. Pada bidang milik intelektual terdiri dari hak milik perindustrian (industrial right) yang khusus berkenaan dengan bidang industri, serta hak cipta yangk meliputi bidang ilmu pengetahuan, seni dan kesusastraan. Menurut W.R. Cornish (2007: 106) “hak milik intelektual melindungi pemakaian ide dan informasi yang mempunyai nilai komersiil atau nilai ekonomi”. Pemilikannya tidak berupa hasil kemampuan intelektual manusianya yang baru berupa idea tertentu. Hak milik intelektual ini baru ada, bila kemampuan intelektual manusia itu telah membentuk sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dibaca, maupun digunakan secara praktis. Hak milik intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan
kreatif
suatu
kemampuan
daya pikir
manusia
yang
diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. Hak kekayaan intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada seseorang atau sekelompok orang atau entitas untuk memegang monopoli dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat dari karya intelektual yang mengandung HKI tersebut. HKI terdiri dari jenis-jenis perlindungan atau rezim yang berbeda, tergantung pada objek (bentuk karya intelektual) yang dilindungi (Emmy Yuhassarie, 2004: 6). Sebagai suatu hak milik yang timbul dari karya, karsa, cipta manusia atau dapat pula disebut sebagai hak atas kekayaan intelektualitas manusia. Hasil kreasi tersebut, dalam masyarakat beradab diakui bahwa yang
menciptakan
boleh
menguasai
commit to user
untuk
tujuan
yang
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menguntungkannya. Kreasi sebagai milik berdasarkan hak milik dalam arti seluas-luasnya yang juga meliputi milik yang tak berwujud. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) timbul atau lahir karena adanya intelektualita seseorang sebagai inti atau obyek pengaturannya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap hak ini pada dasarnya merupakan pemahaman terhadap hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari intelektualita manusia. Definisi Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) menurut (WIPO) adalah sebagai berikut : “The legal rights which result from intellectual activity in the industrial, scientific, literaryor artistic fields.” Menurut Thomas W. Dunfee dan Frank F. Gibson dalam bukunya: “Modern Bussiness Law as Introduction to Government and Bussiness”, mengemukakan bahwa intellectual property adalah suatu manifestasi fisik suatu gagasan praktis kreatif atau artistik serta cara tertentu dan mendapatkan perlindungan hukum. Memahami HKI merupakan hal yang mendasar dibutuhkan oleh semua pihak yang mempunyai minat untuk memanfaatkan dan mengembangkan HKI bagi kegiatan usaha. Apa lagi memanfaatkan dan mengembangkan HKI tersebut untuk tujuan meningkatkan nilai produktifitas usaha. Secara konseptual HKI mengandung arti sebagai sarana untuk melindungi penuangan ide dan gagasan yang telah diwujudkan secara riil, dimana penuangan ide ini mempunyai implikasi pada munculnya nilai ekonomi terhadap hasil penuangan ide dan gagasan. Sebagaimana dikatakan oleh David Brainbridge, dalam wacana hukum, HKI dapat diartikan, sebagai: ”…that area of law which concerns legal rights associated with creative effort or commercial reputation and goodwill.” Paparan ini memberikan pemahaman bahwa HKI adalah masuk wilayah hukum yang mana pusat perhatiannya pada hak hukum yang diasosiasikan dengan upaya kreatif atau reputasi dan good will yang bernilai komersial.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut pendapat Muhammad Abdulkadir (2001: 1) Konsep HKI meliputi: 1) Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan eksklusif. 2) Hak yang diperoleh pihak lain atas ijin dari pemilik dan bersifat sementara. c. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual Untuk mengetahui ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis benda. Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu : 1) Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekomunikasi dan informasi dan sebagainya. 2) Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko dan pabrik. 3) Benda tidak berwujud seperti paten, merek, dan hak cipta. Sementara itu menurut Burgerlijk Wetboek (BW) benda dibedakan menjadi dua, yaitu benda berwujud (material), dan benda tidak berwujud (immaterial) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 503 BW. Sedangkan benda tidak berwujud itu sendiri disebut dengan hak sebagaimana ketentuan Pasal 499 BW. Menurut Ismail Saleh, Intelectual Property Rights dapat diterjemahkan sebagai hak kepemilikan intelektual, menyangkut hak cipta (Copyright) dan hak milik perindustrian (Industrial Property right). Hal ini sejalan dengan sistem hukum Anglo Saxon, dimana Hak Kekayaan Intelektual diklasifikasikan menjadi Hak Cipta (Copyright) dan Hak Milik Perindustrian (Industrial Property Right) yang dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yakni; paten (patent), merek (trademarks), desain industri (industrial design), rahasia dagang (tradesecrets), desain tata letak sirkuit terpadu dan varitas tanaman (plan variaty). Pembagian HKI ke dalam beberapa bagian ini membawa konsekuensi pada ruang lingkup perlindungan hukumnya. Semisal, hak cipta (copyright), perlindungannya melingkupi pada aspek seni, sastra
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan
pengetahuan,
sedangkan
merek
(trademarks)
melingkupi
perlindungan hukum pada aspek tanda dan/atau simbol yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa dan begitu pula pada bagian-bagian HKI yang lainnya. HKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis seperti yang digolongkan oleh WIPO (World Intellectual Property Organization), yaitu: 1) Hak Cipta (Copyright); 2) Hak Kekayaan Industri (Industrial Property), yang mencakup: a) Paten (Patent); b) Merek (Trade Mark); c) Desain Produk Industri; dan d) Penanggulangan praktek persaingan curang (Repression of Unfair Competition Practices). Sistematika IPR atau Hak Kekayaan Industri yang diikuti oleh WIPO yang berlaku sampai saat ini terdiri dari: 1) Paten Sederhana (Utility Model) dan Desain Produk Industri (Industrial Design); dan 2) Merek, termasuk Merek Dagang (Trade Mark), Merek Jasa (Service Mark), Nama Perusahaan (Trade Name), Petunjuk Sumber (Indication of Source) dan Sebutan Asal (Appellation of Origin). Menurut TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights), pada Pasal 1 ayat (2) yang dimaksud dengan HKI adalah semua kategori kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam bagian 1 sampai dengan 7 Bab II Agreement TRIPs yang mencakup : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Hak Cipta dan Hak-hak terkait lain (Copyrights and Related Rights); Merek Dagang (Trade Marks); Indikasi Geografis (Geographical Indications); Desain Produk Industri (Industrial Designs); Paten (Patent); Desain Lay Out (topografi) dari Rangkaian Elektronik Terpadu (Lay Out Designs (Topographies) of Integrated Circuits), perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan (Protection of Undisclosed Information).
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Tinjauan tentang Hak Cipta a.
Prinsip-Prinsip dasar Perlindungan Hak Cipta Perjanjian multilateral, baik itu Berne Convention maupun TRIPs Agreement mengatur tentang konsep dasar perlindungan hak cipta. Salah satu konsep dasar pengakuan lahirnya hak atas hak cipta adalah sejak suatu gagasan itu dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk yang nyata (tangible form). Pengakuan lahirnya hak atas hak cipta tersebut tidak diperlukan suatu formalitasatau bukti tertentu, berbeda dengan hak-hak dari pada hak atas kekayaan intelektual lainnya, seperti paten, merek, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Timbulnya atau lahirnya hak tersebut diperlukan suatu formalitas tertentu yaitu dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemberian hak. Dengan demikian lahirnya hak atas paten, merek, desain industri dan desain tata letak sirkuit terpadu terlebih dahulu melalui suatu permohonan, tanpa adanya permohonan, maka tidaklah ada pengakuan terhadapnya. Berbeda dengan hak cipta, hak cipta secara otomatis lahir sejak ciptaan itu diciptakan atau diwujudkan dalam bentuk nyata. Pengaturan hukum internasional mengenai hak cipta selain Berne Convention dan TRIPs antara lain (Usman, Rachmadi, 2003: 14-15): 1) 2) 3) 4)
Konvensi Hak Cipta Universal 1955; Konvensi Roma 1961; Konvensi Brussel 1974; WIPO Copyright Treaty (WCT) Tahun 1996 diratifikasi Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997. 5) WIPO Performances and Phonograms Treaty (WPPT) Tahun 1996, diratifikasi Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2004. Di samping prinsip yang paling fundamental tersebut, di dalam perlindungan hak cipta dikenal juga prinsip atas asas orisinalitas (keaslian). Asas orisinalitas ini merupakan suatu syarat adanya perlindungan hukum di bidang hak cipta. Orisinalitas ini tidak bisa dilakukan seperti halnya novelty (kebaruan) yang ada dalam paten,
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena prinsip originalitas adalah tidak meniru ciptaan lain, jadi hanya dapat dibuktikan dengan suatu pembuktian oleh penciptanya. Ketentuan mengenai hak cipta dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta diatur pada Bab II Bagian Pertama Pasal 14 dan Pasal 15 TRIPs. Perlindungan hak cipta dalam TRIPs mengacu pada ketentuan Konvensi Berne sebagai suatu konvensi yang khusus memberikan perlindungan bagi karya cipta seni dan sastra. Dalam konvensi tersebut, karya-karya cipta yang dilindungi meliputi: karya-karya cipta seni dan sastra; syarat fiksasi yang mungkin; karya cipta turunan; naskah-naskah resmi; koleksi-koleksi; kewajiban untuk melindungi; perlindungan ahli waris karya-karya cipta seni terapan dan desain-desain industri; dan berita. b. Definisi Hak Cipta Istilah “hak” berasal dari bahasa Arab. Hak berarti milik atau kepunyaan.
Milik
adalah
penguasaan
terhadap
sesuatu,
yang
penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya. Dalam bahasa Belanda dikenal istilah Auters Rechts yang berarti hak pengarang. Kemudian istilah hak pengarang itu diganti dengan istilah hak cipta, dan pertama kali istilah hak cipta itu disampaikan oleh Sutan Mohammad Syah dalam Kongres Kebudayaan di Bandung pada tahun 1951. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah hak cipta berarti hak seseorang sebagai miliknya atas hasil penemuannya yang berupa tulisan, lukisan dan sebagainya yang dilindungi oleh undang-undang. Dalam bahasa Inggris disebut Copyright yang berarti hak cipta. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam Pasal 1 angka (1) yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
World Intellectual Property Organization (WIPO) memberikan pengertian tentang Hak Cipta sebagai berikut: “Hak Cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan pada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.” Pasal V Universal Copyright Convention menyatakan: “Hak Cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.” Menurut Tim Lindsey (2005: 6) yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang antara lain dapat terdiri dari buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, serta hak terkait dengan hak cipta. Rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan seorang pelaku (performer), misalnya seorang penyanyi atau penari diatas panggung, merupakan hak terkait yang dilindungi hak cipta. Menurut Budi Santoso (2008: 84) Hak cipta pada dasarnya berisikan hak ekslusif si pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengambil manfaat ekonomi sebuah ciptaan dengan melalui berbagai cara, di lain pihak berisikan hak untuk melarang pihak lain menggunakan ciptaannya (untuk kepentingan komersil) tanpa ijin si pencipta atau pemegang hak cipta. Keaslian suatu karya baik berupa karangan atau ciptaan merupakan suatu hal esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta. Maksudnya, karya tersebut harus merupakan hasil karya orang mengakui karya tersebut sebagai karangan atau ciptaannya. Demikian juga harus ada relevansi antara hasil karya dengan yurisdiksi apabila karya tersebut ingin dilindungi. Perkembangan pengaturan hukum hak cipta sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dewasa ini, bahkan perkembangan perdagangan internasional, artinya bahwa konsep hak cipta telah sesuai
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan kepentingan masyarakat untuk melindungi hak-hak si pencipta berkenaan dengan ciptaannya, bukan kepada penerbit lagi. Di sisi lain, demi kepentingan perdagangan, pengaturan hak cipta telah menjadi materi penting dalam TRIPs Agreement yang menyatu dalam GATT/ WTO. Selain itu konsep hak cipta telah berkembang menjadi keseimbangan antara kepemilikan pribadi (natural justice) dan kepentingan masyarakat/ sosial. c.
Hak-hak yang Terkandung dalam Hak Cipta Artikel 9 sub artikel 2 TRIPs menyatakan;” copyright protection shall extend to expressions and not to ideas, procedures, methods of operation or mathematical concepts as such. Jadi perlindungan hak cipta seharusnya diberikan kepada perwujudan karya dan bukan kepada ide, prosedur, metode pelaksanaan atau konsep matematis sejenis. Suatu ide pada dasarnya tidak mendapatkan perlindungan, sebab ide belum memiliki wujud yang memungkinkan untuk dilihat, didengar atau dibaca. Hak-hak yang terkandung dalam copyright pada dasarnya bersifat economic right dan moral right, yang didalamnya tercermin kepentingan pribadi dan kepentingan sosial. 1) Reproduction rights Hak
reproduksi
adalah
hak
untuk
menggandakan
atau
memperbanyak jumlah ciptaan, baik dengan peralatan tradisional maupun modern. 2) Distribution right Hak ini dimaksudkan bahwa pencipta berhak menyebarluaskan hasil ciptaannya kepada masyarakat dalam bentuk penjualan, penyewaan ataupun bentuk lain agar ciptaan tersebut dikenal luas oleh masyarakat 3) Adaptation right Hak adaptasi adalah hak untuk melakukan adaptasi baik melalui penerjemahan atau alih bahasa, aransemen musik, menggubah
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karangan non fiksi ke fiksi atau sebaliknya. Hak ini diatur baik oleh konvensi Berne mau pun Universal Copyright Convention (UCC). 4) Performing right Hak pertunjukan ini diatur khusus dalam Konvensi Roma, juga pada UCC dan konvensi Berne. Pertunjukan dimaksudkan juga penyajian kuliah, khotbah, pidato, presentasi serta penyiaran film, rekaman suara pada televisi dan radio. Istilah pertunjukan kadang disamakan dengan pengumuman, artinya mempublikasikan ciptaan agar suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain. 5) Cable casting right Yaitu hak penyiaran yang dijalankan operasinya melalui transmisi kabel. Misalnya, suatu studio TV menayangkan program acara komersialnya yang disiarkan kepada pelanggan melalui kabel. 6) Broadcasting right Yaitu hak untuk menyiarkan dengan mentransimisikan suatu ciptaan dengan peralatan nirkabel. 7) Public/ social right Hak ini menunjukkan bahwa hak cipta disamping sebagai hak ekslusif individu juga berfungsi sosial. Di berbagai Negara sering disebut dengan public lending right, yaitu hak pinjam oleh masyarakat yang berlakunya sama dengan lamanya perlindungan hak cipta. 8) Moral right Hak moral biasanya melindungi kepentingan pribadi si pencipta utamanya berangkutan dengan reputasinya. Hak moral ini meliputi hak untuk mencantumkan nama pencipta, baik asli atau samara, serta identitas lainnya pada ciptaannya. 9) Neighbouring right Pemilik hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta ini meliputi pelaku yang menghasilkan karya pertunjukan, produser rekaman, serta lembaga penyiaran yang menghasilkan karya siaran. pada dasarnya
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hak ini dimaksudkan untuk member ijin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta. Pencipta suatu karya atau ciptaan pada awalnya adalah pemegang hak cipta atas karyanya tersebut. Pengalihan kepemilikan bisa dilakukan melalui proses penyerahan atau pemberian lisensi kepada seseorang. Apabila suatu ciptaan dibuat oleh karyawan pemerintah dan karya tersebut menjadi bagian seharihari tugas karyawan tersebut, maka pemegang hak cipta biasanya adalah pemerintah. Namun, baik di sektor pemerintah maupun swasta, hal ini sangat ditentukan oleh perjanjian. 4. Tinjauan tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta a.
Sejarah Perlindungan Hak Cipta Indonesia pertama kali mengenal hak cipta melalui UndangUndang Hak Cipta pada masa Pemerintah Hindia Belanda yaitu Auterswet 1912. Berdasarkan Pasal 11 dan 163 I.S, hukum yang berlaku di Negeri Belanda juga diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi yang terus berlaku hingga saat Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, diikuti dengan dibuatnya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) tanggal 18 Agustus maka berdasarkan Pasal II aturan peralihan UUD 1945 maka semua peraturan perundangan peninggalan jaman kolonial belanda tetap berlaku sepanjang belum dibuat yang baru dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Tetapi Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Berne agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti. Selanjutnya pada tahun 1987, Undang-Undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982 disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang
Hak
Cipta.
Penyempurnaan
ini
dimaksudkan
untuk
menumbuhkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Penyempurnaan berikutnya adalah pada tahun 1997 dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
1997
tentang
Hak
Cipta.
Penyempurnaan ini diperlukan sehubungan perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, terutama di bidang perekonomian tingkat nasional dan internasional yang menuntut pemberian perlindungan yang lebih efektif terhadap Hak Cipta. Selain itu juga karena penerimaan dan keikutsertaan Indonesia di dalam Persetujuan TRIPs yang merupakan bagian dari Agreement Establishing the World Trade Organization. Pada tahun 2002, Undang-Undang Hak Cipta yang baru telah diundangkan dengan mencabut dan menggantikan Undang-Undang Hak Cipta 1997 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 ini memuat perubahanperubahan yang disesuaikan dengan TRIPs dan penyempurnaan beberapa hal yang perlu untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tradisional Indonesia (Eddy Damian, 2002: 94). Pada
tahun
1994,
pemerintah
meratifikasi
pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Berne melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 (Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, alinea kedua).
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Lingkup Perlindungan Hak Cipta Ciptaan-ciptaan yang dilindungi berdasarkan Pasal 12 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 adalah ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup : 1) Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; 2) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain, yang sejenis dengan itu; 3) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; 4) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; 5) Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim; 6) Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; 7) Arsitektur; 8) Peta; 9) Seni batik; 10) Fotografi; 11) Sinematografi; 12) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Menurut L. J. Taylor yang dilindungi hak cipta adalah ekspresi dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Dengan demikian yang dilindungi adalah bentuk nyata dari sebuah ciptaan dan bukan yang masih merupakan sebuah gagasan atau ide. Bentuk nyata ciptaan tersebut bisa berwujud khas dalam bidang kesusastraan, seni maupun ilmu pengetahuan (Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 1993: 56) Dua persyaratan pokok untuk mendapatkan perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreativitas dari suatu karya cipta. Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreativitas penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan serta tidak harus baru atau unik, namun harus menunjukkan keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitas yang bersifat pribadi (Rachmadi Usman, 2003: 122). Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dalam Penjelasannya menyatakan bahwa: “Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.” Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 memuat beberapa ketentuan baru mengenai (Pipin Syarifin & Dedah Jubaedah, 2004: 214-215): 1) Database merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi; 2) Penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media audio visual, dan atau sarana telekomunikasi; 3) Penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa; 4) Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak; 5) Batas waktu proses perkara perdata di bidang hak cipta dan hak hak terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung; 6) Pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi; 7) Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi; 8) Ancaman pidana atas pelanggaran hak terkait; 9) Ancaman pidana dan denda minimal; 10) Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan program komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum. Sifat hak cipta ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu: 1) Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak. 2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena : a) Pewarisan; b) Hibah; c) Wasiat; d) Perjanjian tertulis; atau e) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan. Pendaftaran hak cipta di Indonesia bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta dan timbulnya
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada Bab IV Undang-Undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (Pasal 37 ayat (2) UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. 5. Tinjauan tentang Akta Hakcipta 1987 Malaysia a.
Sejarah Perlindungan Hakcipta Sebelum adanya Akta Hakcipta 1987 dan amandemennya yang digunakan saat ini, perlindungan hakcipta telah diberikan sejak awal 1911, dengan diberlakukannya Akta Hakcipta (United Kingdom/ UK) 1911 di Negeri-Negeri Selat yaitu Penang dan Melaka. Undang-Undang Hakcipta di kedua negeri tersebut merujuk kepada Undang-Undang Hakcipta yang digunakan di England pada waktu itu. Sedangkan negerinegeri lain tidak mempunyai Undang-Undang yang mengatur mengenai perlindungan terhadap hakcipta pada waktu itu. Akta Hakcipta (UK) 1911 telah mengatur perlindungan terhadap hakcipta di kedua negeri selat tersebut hingga tahun 1930-an, di mana Enakmen Hakcipta digunakan di negeri-negeri Melayu Persekutuan. Sedangkan Ordinan Hak cipta 1935 diberlakukan di Borneo Utara (Sabah) sedangkan di Sarawak digunakan Ordinan Hak Cipta (Cap 94). Pada tahun 1957, Malaysia dianugerahkan kemerdekaan, ketika itu terdapat dua Undang-Undang Hakcipta yang berlaku yaitu Akta
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hakcipta 1911 dan Enakmen Hakcipta (Cap 73). Ketika Sarawak dan Borneo (Sabah) menjadi sebagian dari persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1963, Akta Hakcipta 1956 (UK) telah menjadi sebagian UndangUndang Hakcipta di Malaysia. Karena ada upaya untuk menggabungkan Undang-Undang Hakcipta yang bermacam-macam menjadi satu UndangUndang Hakcipta di tingkat kebangsaan, maka Akta Hakcipta 1969 diberlakukan pada 1 Agustus 1969, ia dipakai di seluruh Malaysia sebagai pengganti Undang-Undang yang terdahulu (Anonim. UndangUndang
Hakcipta
Malaysia.
http://ms.wikipedia.org/w/index
.php?title=Undang-undang-hak-cipta Malaysia&oldid=1818419). Pada era 1970-an terjadi perkembangan pembangunan teknologi yang sangat pesat, sehingga meningkatkan kesadaran untuk mendapatkan perlindungan hakcipta, terutama Negara ketika itu sedang menuju ke arah Negara industri. Sehingga dilakukan amandemen terhadap Akta Hakcipta 1969 yang dibuat pada tahun 1986 yang menghasilkan Akta Hakcipta 1987 yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Desember 1987. Sebagai akibat keanggotaan Malaysia dalam Konvensi Berne, Akta Hakcipta 1987 diamandemen kembali pada tahun 1990 untuk memastikan Akta tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi
Berne.
Selain
amandemen,
konvensi
tersebut
juga
menghasilkan Peraturan Hakcipta 1990 yang berlaku pada tanggal 1 Oktober 1990. Sampai saat ini, Akta Hakcipta telah diamandemen beberapa kali termasuk pada tahun 1997. Pada dasarnya, amandemen pada tahun 1997 memastikan bahwa hasil karya hak cipta dilindungi dalam rangkaian elektronik. Untuk tujuan ini, lingkup hak cipta mencakupi Akta 1987 menggantikan Akta 1969 transmisi melalui internet. Amandemen ini juga melarang percobaan untuk mencari langkah-langkah teknologi yang digunakan untuk menghalangi tujuan dari suatu hasil karya serta melarang untuk mengubah informasi mengenai pengurusan hak elektronik.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang Hakcipta mengatur cara yang efektif dalam mengeksploitasikan sesuatu hasil karya bagi kepentingan ekonomi. Ia menjelaskan resiko-resiko yang timbul dan keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan komersial suatu hasil karya (David I Brainbridge, 1997: 31) Hakcipta terdiri dari berbagai hak yang mana hanya pemilik hakcipta yang diijinkan untuk melakukan hak ekonomi atau mengijinkan orang lain untuk melakukan hak ekonomi dari pencipta. Hal ini termasuk perbuatan melakukan salinan, mengedarkan salinan kepada khalayak umum, melakukan pertunjukan, permainan dan persembahan kepada khalayak umum dan hak siaran. Perlindungan hakcipta di Malaysia diatur oleh Akta Hakcipta 1987 yang memberikan perlindungan secara komprehensif untuk hasil karya hak cipta. Akta ini menggariskan hasil karya yang diberi perlindungan, ruang lingkup perlindungan dan cara bagaimana perlindungan itu bisa diberikan. Akta ini juga dilengkapi dengan ketentuan mengenai pemberian kuasa untuk menyelidiki dan merampas barang-barang bajakan (Nazura Abdul Manap, 2009: 329). b. Lingkup Perlindungan Hakcipta Hasil karya cipta dan pencipta dapat diberikan perlindungan Hakcipta di bawah Akta Hakcipta 1987 apabila memenuhi syarat-syarat tertentu antaranya ialah: 1) Hasil karya dikategorikan sebagai hasil karya yang dilindungi di bawah Akta Hakcipta 1987. Hasil karya hakcipta dilindungi oleh Undang-Undang tanpa melihat kualitas dan tujuan karya tersebut diciptakan. Walaupun pada awalnya, Undang-Undang hakcipta memberi penekanan kepada perlindungan kepada hasil karya sastera dan seni, Akta Hakcipta telah mengkategorikan pada enam hasil karya hakcipta yang utama, yaitu: a) Karya sastra; b) Karya musik; c) Karya seni;
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Film; e) Rekaman suara; f) Siaran. Selain enam hasil karya utama yang disebut di atas, karya adaptasi dari karya asal juga diberikan perlindungan di bawah Akta ini. Pada tahun 2000, satu lagi hasil karya cipta yang baru dikenal sebagai performer’s right yang diperkenalkan melalui amandemen Akta Hakcipta tahun 2000. 2) Hasil karya harus asli Elemen kedua yang perlu dipenuhi oleh pencipta sebelum karya ciptanya bisa dilindungi di bawah Akta Hakcipta 1987 yaitu karya tersebut harus mempunyai ciri keaslian. Keaslian di sini bermakna hasil karya tersebut tidak disalin dari hasil karya orang lain. Hak cipta mementingkan ekspresi ide. Kemungkinan dua orang mempunyai ide yang sama tetapi ekspresinya berbeda. Setiap orang bebas menggunakan ide selagi ekspresi dari ide tersebut tidak diambil. Ini bermaksud seseorang dibenarkan untuk mencipta hasil karya yang sama/ serupa dengan hasil karya yang sudah ada dengan syarat hasil karya yang kemudian dihasilkan secara independen yaitu tidak meniru karya yang sudah ada. 3) Hasil karya harus berwujud. 4) Pencipta adalah layak untuk dilindungi menurut Akta Hakcipta 1987. Pencipta adalah seorang yang layak sewaktu karya itu dibuat yaitu dia merupakan warganegara atau residen tetap di Malaysia: a) Hasil karya itu pertama kali diterbitkan di Malaysia. b) Hasil karya di buat di Malaysia. c) Hasil karya itu di buat oleh atau di bawah kontrol pihak kerajaan Malaysia. d) Warga negara atau residen tetap sebuah negara yang menjadi pihak dalam treaty. Secara umum perlindungan hakcipta yang terdapat pada karya sastera, musik atau seni selain daripada fotografi wujud sepanjang hayat si pencipta dan wujud sehingga 50 tahun selepas kematiannya. Bagi
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karya-karya jenis lain pula, jangka masa hakcipta ialah sehingga 50 tahun selepas karya itu mula-mula diterbitkan. 6. Tinjauan tentang Akta Warisan Kebangsaan 2005 Malaysia a.
Sejarah Pengaturan Akta Warisan Kebangsaan 2005 Pada bulan Desember 2005 Parlemen Malaysia mengundangkan Akta Warisan Kebangsaan 2005 (National Heritage Act 2005) (Akta 645). Suatu tindakan yang mencakup dimensi yang luas dari pelestarian, konservasi dan pengelolaan warisan negara alam dan budaya. UndangUndang ini menyediakan untuk pelestarian dan konservasi warisan nasional, warisan alam, warisan budaya berwujud dan tidak berwujud, warisan budaya bawah air, harta karun dan hal-hal terkait. UndangUndang ini juga menjadikan semua ketentuan Antiquities Act 1976 dan Treasure Trove Act 1957 menjadi tidak berlaku lagi. Jaman dahulu halhal yang dulunya di bawah naungan Departemen Museum dan Purbakala kini di bawah perlindungan Departemen Warisan Nasional (Badan Warisan Malaysia). Departemen Warisan Nasional didirikan pada tanggal 1 Maret 2006 dengan Akta Warisan Kebangsaan 2005 dibawah Kementerian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan bertanggung jawab atas semua kebijakan warisan; dipimpin oleh Komisaris Warisan yang diangkat berdasarkan Undang-Undang oleh Menteri, Departemen Warisan Nasional adalah penjaga warisan Malaysia kaya dan beragam. “Inspired by the 1989 Recommendation on the Safeguarding of Traditional Culture and Folklore and the 1972 Convention concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage, the Proclamation programme is considered an essential link in the series of legal instruments and pro-grammes that culminated in the adoption of the 2003 Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage. From the outset, the Proclamation programme employed a definition of “oral and intangible heritage” that was consistent with the 1989 Recommendation. However, a series of expert meetings and worldwide discussions and the experienceacquired through the Programme led to a revised definitionof ICH, laying the
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
groundwork for the 2003 Convention. The Proclamation Programme furthermore played an important role in the elaboration of fresh approaches to safeguarding and a new list of domains, as incorporated in the 2003 Convention (Terinspirasi oleh Rekomendasi 1989 tentang Perlindungan Kebudayaan Tradisional dan Cerita Rakyat dan Konvensi 1972 tentang Perlindungan Warisan Budaya Dunia dan Alam, program Proklamasi dianggap sebagai link penting dalam rangkaian instrumen hukum dan pro-gram yang memuncak dalam adopsi dari Konvensi 2003 untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda. Sejak awal, program Proklamasi menerapkan definisi "warisan oral dan tak berwujud" yang konsisten dengan Rekomendasi 1989. Namun, serangkaian pertemuan dan diskusi ahli di seluruh dunia dan penelitian melalui program menyebabkan direvisinya definisi ICH, meletakkan dasar untuk Konvensi 2003. Program Proklamasi selanjutnya memainkan peran penting dalam pengembangan pendekatan segar untuk menjaga dan daftar baru domain, seperti yang tergabung dalam Konvensi 2003) (Safinaz Mohd Hussein, Mahmud Zuhdi Mohd Nor, dan Nazura Abdul Manap. 2010: 164). Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003 mengakui daftar non-restriktif berikut domain: 1) tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai avehicle dari warisan budaya tak benda; 2) seni pertunjukan; 3) praktek-praktek sosial, ritual dan acara pesta; 4) pengetahuan dan praktek tentang alam dan semesta; 5) tradisional keahlian. Warisan budaya lebih dari monumen dan objek yang telah diawetkan dari waktu ke waktu. Warisan budaya umat manusia juga termasuk ekspresi hidup dan tradisi yang tak terhitung jumlahnya dan kelompok masyarakat di setiap bagian dunia diterima dari nenek moyang mereka dan menyampaikan kepada keturunan mereka. Warisan budaya tak benda menyediakan masyarakat, kelompok dan individu dengan rasa identitas dan kontinuitas, membantu mereka untuk memahami dunia mereka dan memberi arti bagi kehidupan mereka dan cara mereka hidup bersama. Sebuah dorongan utama dari keragaman budaya dan kesaksian
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang jelas untuk potensi kreatif manusia, berwujud warisan terusmenerus diciptakan kembali oleh pembawanya seperti yang dipraktekkan dan ditularkan dari orang ke orang dan dari generasi ke generasi. Dalam beberapa dekade terakhir, dengan UNESCO memainkan peran utama, warisan hidup telah memperoleh pengakuan di seluruh dunia meningkat dan menjadi fokus kerja sama internasional Dokumen International yang terkait dengan Akta Warisan Kebangsaan 2005: 1) Convention concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage. adopted by UNESCO in 1972 (Malaysia deposited ratification on 12 Juli 1988) 2) Recommendation for the protection of moveable (UNESCO 28 November 1978) 3) Coovention on the protection 01 the underwater cultural heritage (UNESCO Paris 2 November 2001) 4) Convention for the safeguarding of the intangible cultural heritage. (UNESCO 17 Oktober 2003). b. Lingkup Perlindungan Akta Warisan Kebangsaan 2005 Akta Warisan Kebangsaan 2005 adalah suatu Akta untuk mengadakan ketentuan untuk konservasi dan pemeliharaan Warisan Nasional, Warisan Alami, Warisan Kebudayaan Ketara dan Tidak Ketara, warisan budaya di bawah air, harta karun dan untuk hal-hal yang terkait. Penggolongan jenis-jenis warisan: 1) Warisan Ketara (tangible Heritage) Sesuatu yang tetap dilihat dan dipegang apakah statis atau bisa alih. a) Warisan Ketara Tak Alih (Inmovable Heritage) (1) Situs tanah bersejarah (contoh: Lembah Bujang, Kawasan Pertambangan Bijih Besi Sg.Lembing). (2) Monumen/ Bangunan (contoh: Istana, Kubu, Makam, Menara).
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Alam (contoh: hutan, gunung, gua, sungai, flora & fauna, geologi). b) Warisan Ketara Alih (movable Heritage) Merupakan artefak-artefak bahan budaya yang bisa dipindahkan seperti Artefak (contoh: batu nisan, tekstil, ukiran kayu, manik, manuskrip). 2) Warisan Tak Ketara (Intangible Heritage) Warisan tidak nyata adalah ilmu dan keahlian yang ditafsirkan melalui tradisi lisan, nilai-nilai adat dan budaya, bahasa & persuratan.
Acara
perayaan,
ritual
dan
kepercayaan,
seni
pertunjukan, seni tampak, seni pengobatan tradisional, olahraga dan permainan tradisional Seksyen 2 Akta Warisan Kebangsaan 2005 menjelaskan tentang pengertian objek warisan. "objek" termasuk benda purba dapat beralih, warisan kebudayaan ketara, warisan kebudayaan tidak ketara dan objek bersejarah tetapi tidak termasuk harta karun”. Seksyen 2 juga menjelaskan pengertian yang lain terkait objek warisan, diantaranya: a) Warisan Kebangsaan" ertinya mana-mana tapak warisan, objek warisan, warisan kebudayaan di bawah air atau mana-mana orang hidup yang diisytiharkan sebagai Warisan Kebangsaan di bawah seksyen 67 ("Warisan Kebangsaan" berarti setiap situs warisan, warisan objek,warisan budaya bawah air atau orang yang hidup dinyatakan sebagai Warisan Nasional menurut pasal 67). b) "Warisan Kebudayaan" termasuklah bentuk ketara atau tidak ketara harta, struktur atau artifak kebudayaan dan boleh termasuk perkara, objek, butiran, artifak, struktur pembentukan, persembahan, tarian, nyanyian, muzik warisan yang penting kepada cara hidup rakyat Malaysia, dari segi sejarah atau semasa, di atas atau di dalam tanah atau warisan kebudayaan di bawah air bagi bentuk ketara tetapi tidak termasuk warisan semula jadi; ("Warisan budaya" termasuk bentuk berwujud atau tidak berwujud dari budaya properti, struktur atau artefak dan mungkin termasuk masalah warisan, objek item, artefak, struktur formasi, kinerja, tari, lagu, musik yang adalah berkaitan dengan cara historis atau kontemporer kehidupan orang Malaysia, pada atau di tanah atau warisan budaya bawah air dari bentuk nyata tetapi tidak termasuk warisan alam). c) "warisan kebudayaan di bawah air" ertinya segala kesan kewujudan manusia yang mempunyai sifat kebudayaan, sejarah atau arkeologi
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sebahagiannya atau keseluruhannya di bawah air, berkala atau berterusan, selama sekurang-kurangnya satu ratus tahun seperti: tapak, struktur, bangunan, artifak dan peninggalan manusia, bersama-sama dengan konteks arkeologi dan semula jadinya; vesel, pesawat udara, kenderaan lain atau mana-mana bahagiannya, kargo atau kandungan lainnya, bersama- sama dengan konteks arkeologi dan semula jadinya; dan objek bersifat prasejarah ("Warisan budaya bawah air" berarti semua jejak eksistensi manusia memiliki karakter budaya, sejarah atau arkeologi yang telah sebagian atau seluruhnya di bawah air, secara berkala atau terus-menerus, paling tidak eratus tahun seperti: situs, struktur, bangunan, artefak dan sisa-sisa manusia, bersama dengan konteks arkeologi dan alam; kapal, pesawat terbang, kendaraan lain atau bagian dari padanya, kargo atau isi lainnya, bersama dengan arkeologi danalam konteks, danobyek karakter prasejarah). d) "warisan kebudayaan ketara" termasuklah kawasan, monumen dan bangunan; e) "Warisan alam" termasuk fitur alami dari setiap daerah di Malaysia yang dapat terdiri dari formasi fisik atau biologis duniawi atau kelompok formasi seperti itu, fitur geologi atau fisiografi, pegunungan, sungai, sungai, formasi batuan, pantai atau situs alam yang luar biasa nilai dari sudut pandang alam, konservasi ilmu pengetahuan, sejarah atau keindahan alam termasuk flora dan fauna dari Malaysia. f) “Warisan Kebudayaan tidak Ketara" termasuklah mana-mana bentuk ungkapan, bahasa, sebutan lidah, pepatah, lagu yang dihasilkan melalui muzik, not, lirik boleh didengar, nyanyian, lagu rakyat, tradisi lisan, puisi, muzik, tarian sebagaimana yang dihasilkan melalui seni pentas, persembahan teater, penggubahan bunyi dan muzik, seni mempertahankan diri, yang telah wujud atau wujud berhubung dengan warisan Malaysia atau mana-mana bahagian Malaysia atau berhubung dengan warisan masyarakat Malaysia ("Warisan budaya tak benda" meliputi segala bentuk ekspresi, bahasa, ucapan-ucapan bahasa, ucapan, lagu musik diproduksi, catatan, terdengar lirik, lagu, folksongs, tradisi lisan, puisi, musik, tarian sebagai yang dihasilkan oleh seni pertunjukan, drama teater, komposisi terdengar suara dan musik, seni bela diri, yang mungkin ada atau ada dalam kaitannya dengan warisan Malaysia atau setiap bagian dari Malaysia atau sehubungan pada warisan dari masyarakat Malaysia).
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Tinjauan tentang Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowledge) a.
Definisi Pengetahuan Tradisional Pengetahuan tradisional menjadi masalah hukum baru yang disebabkan karena belum adanya instrumen hukum domestik yang mampu memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap pengetahuan tradisional yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh pihakpihak yang tidak bertanggung jawab. Di samping itu, di tingkat internasional pengetahuan kesepakatan
internasional
tradisional ini belum yang
memberikan
menjadi suatu perlindungan
hukum, pengaturan Hak kekayaan Intelektual yang terdapat dalam Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) saat ini juga masih belum bisa optimal mengakomodasi kekayaaan masyarakat tradisional atau
masyarakat asli.
Pemberian Perlindungan bagi
pengetehauan tradisional menjadi penting ketika dihadapkan pada karakteristik dan keunikan yang dimilikinya. Isu terminologi dan konseptual (isu pertama) muncul karena adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi syarat-syarat yang akan memudahkan pembahasan mengenai lingkup pokok masalah yang akan diberikan perlindungan. Dalam hal isu Terminologi, penggunaan serangkaian istilah yang lazim diterapkan pada pokok masalah traditional knowledge bergantung pada sub-bidang, area kebijakan dan instrumen internasional yaitu: “Traditonal knowledge, indigenous communities, peoples and nations; traditional medicine knowledge innovations and practices of indigenous and local communities embodying traditional lifestyles relevant for the conservation and sustainable use of biological diversity; local local and traditional knowledge; and traditional and local technology; knowledge; know how and practices; traditional knowledge; innovations and creativity. Juga istilah folklor; expressions of folklore; verbal expressions of folklore, musical verbal expressions of folklore; expressions by action, tangible expressons of folklore; artisanal product” (Cita Citrawinda, 2003: 134).
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adanya variasi pada terminologi karena pentingnya traditional knowledge terhadap berbagai bidang kebijakan dan luasnya lingkup traditional knowledge pengetahuan tradisional, termasuk semua karya dalam bidang industri, sastra, artistik dan ilmiah. Istilah traditional knowledge sebenarnya dapat diterjemahkan sebagai pengetahuan tradisional. Menurut George Hobson, peraih the Northern Science Award, traditional knowledge merupakan bagian dari ilmu pengetahuan (science).
Istilah
pengetahuan
tradisional
digunakan
untuk
menerjemahkan istilah traditional knowledge, yang dalam perspektif WIPO digambarkan mengandung pengertian yang lebih luas mencakup indigenous knowledge dan folklore. Berikut ungkapannya: “Indegenous knowledge would be therefore part of the traditional knowledge category, but traditional knowledge is not necessarrily indigenous. That is to say, indigenous knowledge is traditional knowledge, but not all traditional knowledge is indigenous”. Istilah “tradisional” seringkali dilawankan dengan istilah “modern”. Gordon Christie dalam Osgoode Halla Law Journal, tidak menyetujui mempertentangkan istilah tradisional dengan modern karena, lebih dipengaruhi oleh pandangan Eurocentrism (Agus Sarjono, 2006: 1). Traditional knowledge adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi, know how yang secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit sosial. Traditional knowledge mulai berkembang dari tahun ke tahun seiring dengan pembaruan hukum dan kebijakan, seperti kebijakan pengembangan pertanian, keanekaragaman hayati (biological diversity), dan kekayaan intelektual (intellectual property) (Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin, 2005: 27). Dalam perdebatan internasional tentang pengertian traditional knowledge, beberapa terminologi/ istilah yang sering dinyatakan termasuk: traditional knowledge, innovations and practices (dalam konteks perlindungan dan pemanfaatan sumber daya biologis); heritage
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
of indigenous peoples dan indigenous heritage rights; traditional medicinal knowledge (dalam konteks kesehatan); expressions of folklore (dalam konteks perlindungan kekayaan intelektual); folklore atau traditional and popular culture (dalam konteks pelestarian budaya tradisional); intangible culture heritage; indigenous intellectual property dan indigenous cultural and intellectual property; traditional ecological knowledge dan “traditional and local technology, knowledge, know-how and practices” (Ign. Subagjo, 2005: 1). Satu hal yang membedakan antara pengetahuan tradisional dengan hasil karya intelektual lain adalah bahwa satu pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk karya intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal. Selanjutnya, menurut WIPO pengetahuan tradisional adalah: “The categories of traditional knowledge include expressions of folklore in the form of music, dance, song, handcraft, design, stories and artwork...” Ilmu pengetahuan “barat” selama ini didefinisikan sebagai ilmu yang menggunakan pendekatan yang sistematis dan metodologis dalam menjawab suatu permasalahan, serta mengandung prinsip dapat diulang (repeatability) dan dapat diprediksi (predictability). Berdasarkan pengertian tersebut, traditional knowledge sebenarnya juga adalah ilmu pengetahuan, meskipun banyak pihak (ilmuwan barat) yang menolaknya dengan alasan traditional knowledge tidak bersistem dan bermetode. Suatu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai traditional knowledge mana kala pengetahuan tersebut (M Zulfa Aulia, 2006: 20): 1) Diajarkan dan dilaksanakan dari generasi ke generasi; 2) Merupakan pengetahuan tentang lingkungannya dan hubungannya dengan segala sesuatu; 3) Bersifat holistik, sehingga tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat yang membangunnya; 4) Merupakan jalan hidup (way of life), yang digunakan secara bersama sama oleh komunitas masyarakat, dan karenanya disana terdapat nilai-nilai masyarakat).
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Definisi baku traditional knowledge sampai saat ini masih menjadi perdebatan, bahkan dalam lingkup internasional, dan sangat bergantung pada karakteristik dan keadaan-keadaan khusus di suatu negara. Salah satu definisi yang banyak diacu orang adalah yang ditetapkan World Intellectual Property Organization (WIPO), yaitu: “Traditional based literary, artistic or scientific works, performances, inventions, scientific discoveries, designs, marks, names and symbols, undisclosed information and all other tradition-based innovations and creations resulting form intellectual activity in the industrial, scientific, literary or artistic fields”. Berbasis tradisi yaitu berkenaan dengan sistem-sistem pengetahuan, ciptaan-ciptaan, inovasi-inovasi dan ekspresi kebudayaan yang biasanya telah diteruskan dari generasi ke generasi dan biasanya dipandang berkenaan dengan suatu masyarakat khusus atau wilayahnya yang biasanya telah dikembangkan dengan cara non sistematis dan secara terus-menerus
berkembang
sebagai
reaksi
terhadap
perubahan
lingkungan. Dari pengertian dan penjelasan traditional knowledge yang diberikan oleh WIPO tersebut maka dapat diketahui yang dimaksud dengan traditional knowledge adalah pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat lokal atau daerah yang sifatnya turun temurun. Pengertian traditional knowledge dapat dilihat secara lengkap lagi dalam Article 8 J Traditional Knowledge, Innovations, and Practices Introduction, yang menyatakan: “Traditional knowledge refers to the knowledge, innovations and practices of indigenous and local communities around the world. Developed from experience gained over the centuries and adapted to the local culture and environment, traditional knowledge is transmitted orally from generation to generation. It tends to be collectively owned and takes the from of stories, songs, folklore, proverbs, cultural values, beliefs, ritual, community laws, local language and animal breeds. Traditional knowledge is mainly of a practicalnature, particularly in such fields as agriculture, fisheries, health, holticulture and forestry”.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
The Director General of United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization mendefinisikan traditional knowledge: “The indigenous people of the world posess an immense knowledge of their environments, based on centuries of living close to nature. Living in and from the richness and variety of compelx ecosystems, they have an understanding of the properties of plants and animals, the functioning of ecosytems and the techniques for using and managing them that is particular and often detailed. In rural comunities in devloping countries, locally occurring species are relied on for many-sometimes all-foods, medicines, fuel, building materials and other products. Equally, people is knowledge and perceptions of the environment, and their relatonships with it, are often important elements of cultural identity”. Sementara itu, masyarakat asli sendiri memiliki pemahaman sendiri yang dimaksud traditional knowledge. Menurut mereka traditional knowledge adalah (Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin, 2005: 29): 1) Traditional knowledge merupakan hasil pemikiran praktis yang didasarkan atas pengajaran dan pengalaman dari generasi ke generasi. 2) Traditional knowledge merupakan pengetahuan di daerah perkampungan. 3) Traditional knowledge tidak dapat dipisahkan dari masyarakat pemegangnya, meliputi kesehatan, spiritual, budaya dan bahasa dari masyarakat pemegang. Hal ini merupakan way of life. Traditional knowledge memberikan kredibilitas pada masyarakat pemegangnya. Menurut Arif Syamsuddin, Pengetahuan Tradisional mencakup mengenai: Pengetahuan Tradisonal dalam bentuk folklor mencakup musik tradisional, narasi dan literatur tradisional, seni tradisional, kerajinan tradisional, simbol/ nama/ istilah tradisional, pertunjukkan tradisional, seni arsitektur tradisional, danlain-lain. Contoh ekspresi budaya tradisional dikelompokkan menjadi ekspresi verbal: berpantun, berpuisi, kata/ tanda/ simbol; ekspresi musik: instrumen musik, pelantunan lagu; ekspresi gerakan: tari-tarian, bentuk permainan, upacara ritual, sesaji; ekspresi bentuk nyata: produksi seni tradisional (menggambar, memahat patung, kerajinan kayu, kerajinan logam,
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perhiasan, karpet tradisional, alat-alat musik tradisional, bangunan arsitektur tradisional) (Agus Sardjono. 2005: 13). b. Ruang Lingkup Pengetahuan Tradisional Dari
pemahaman
pengertiannya,
traditional
knowledge
mempunyai ruang lingkup sangat luas, dapat meliputi bidang seni, tumbuhan, arsitektur dan lain sebagainya. Menurut Cita Citrawinda (2005: 21) kategori traditional knowledge mencakup: “Pengetahuan pertanian, pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan, pegetahuan teknis, pengetahuan ekologis, pengetahuan yang berhubungan dengan obat, termasuk obatobatan yang berhubungan dengan obat penyembuhannya, pengetahuan yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati, pernyataan/ ekspresi folklor berupa musik, tari, lagu, kerajinan, desain, dongeng dan seni pentas, unsur bahasa seperti: nama, indikasi geografi dan simbol-simbol, dan kekayaan-budaya yang dapat dipindah-pindahkan”. Traditional knowledge yang berupa budaya mengacu kepada sistem pengetahuan; ciptaan-ciptaan; inovasi-inovasi; dan ekspresi budaya yang secara umum telah disampaikan dari generasi ke generasi dan secara umum dianggap berhubungan dengan orang-orang tertentu atau wilayahnya dan terus berkembang sebagai akibat dari perubahan lingkungan.
Kelompok
traditional
pengetahuan
pertanian; ilmu
knowledge
dapat
mencakup:
pengetahuan; pengetahuan
ekologi
(lingkungan); pengetahuan pengobatan, termasuk obat-obatan yang berkaitan dan pengobatan; ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati, ekspresi budaya tradisional (ekspresi folklore) dalam bentuk musik, tarian, nyanyian/ lagu, kerajinan tangan, desain, cerita dan karya seni; elemen-elemen bahasa seperti nama, indikasi geografis dan simbol; dan barang-barang yang bernilai budaya. Pengertian berdasarkan Convention on Biological Diversity, traditional knowledge merupakan pengetahuan, penemuan, dan praktek masyarakat asli dan lokal terwujud baik dalam gaya hidup tradisional maupun teknologi yang asli dan lokal. Intinya traditional knowledge
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdiri atas, pertama, pengetahuan tradisional mengenai pengobatan tradisional, praktek pertanian tradisional dan bahan-bahan tumbuhan asli/lokal, dan kedua. menyangkut seni seperti yang dinyatakan folklore. Berikut ini penjelasan ruang lingkup traditional knowledge dilihat dari subyek dan obyeknya (Prasetyo Hadi Purwandoko dan Ayub Tory Satriyo Kusumo, 2010: 11): 1) Subyek Traditional Knowledge Berdasarkan hukum positif Indonesia dikenal dua subyek hukum yaitu
Manusia
(natuurlijke
person)
dan
Badan
Hukum
(rechtpersoon). Secara umum, terdapat beberapa pihak yang dimungkinkan menjadi subyek pemegang hak milik atas traditional knowledge, yaitu: a) Masyarakat Adat Masyarakat adat merupakan pemilik utama atas traditional knowledge, b) Pemerintah (Pusat dan Daerah) Pemerintah (Pusat dan daerah) bukan pemilik hak traditional knowledge, tetapi mempunya kewajiban untuk mengelola dan melindunginya, c) Pihak Ketiga Perlindungan traditional knowledge dengan sistem positif menghendaki keterbukaan dalam pemanfaatannya, dengan syarat
pemanfaatan
oleh
pihak
ketiga,
tetapi
tetap
memperhatikan kepentingan pemilik hak. 2) Obyek Traditional Knowledge Dalam hal objek, pengertian yang banyak dipakai berasal dari WIPO yakni terdiri dari: agriculture knowledge, environtment knowledge dan medical knowledge, tetapi belum sempurna karena tidak merncakup hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang manufaktur tradisional. Mengingat banyaknya know-how masyarakat adat di bidang industri. Misalnya, perbuatan makanan tradisional,
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alat-alat rumah tangga untuk kehidupan sehari-hari, bahkan industri tekstil. Ruang lingkup traditional knowledge dapat dikategorikan menjadi lima kelompok besar yaitu: a) Pengetahuan Agrikultural (Biodiversity); b) Pengetahuan Pengelolaan Lingkungan (Environtment); c) Pengetahuan Obat-obatan; d) Pengetahuan Manufaktur; e) Pengetahuan Ekspresi Budaya Tradisional (Ekspresi Folklore). Tidak termasuk dalam deskripsi traditional knowledge adalah hal-hal yang bukan merupakan hasil dari kegiatan intelektual dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, bidang sastra dan seni seperti jasad renik, bahasa secara umum, dan elemen-elemen warisan yang serupa dalam arti luas (Cita Citrawinda, 2005: 21). 8. Tinjauan tentang Folklor (Folklore) a.
Perlindungan Folklor secara Internasional Salah satu usaha pertama masyarakat internasional adalah Konferensi Diplomatik Stockholm 1967, yang dalam salah satu rekomendasinya menetapkan perlu diberikannya perlindungan terhadap perwujudan suatu Folklore melalui Hukum Hak Cipta. Usaha ini, menghasilkan pengaturan tentang Folklore dalam Revisi Konvensi Berne 1971, Pasal 15 (4). Pasal ini mengatur perlindungan atas ciptaan-ciptaan yang tidak diterbitkan oleh Pencipta yang tidak diketahui, yang dianggap sebagai warga negara dari negara peserta Konvensi Berne. Selain melalui Konvensi Berne, UNESCO dan WIPO telah melaksanakan berbagai usaha untuk pengaturannya. Atas prakarsa kedua organisasi internasional ini, pada tahun 1976 pengaturan Folklore telah dimuat dalam Tunis Model Law on Copyright for Developing Countries. WIPO pada tahun 1982 telah juga mengaturnya dalam model Provisions for National Laws on the Protection of Expressions of Folklore against Illicit Exploitation and Other Prejudical Actions. Selain dengan diterbitkannya model
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum dan peraturan untuk melindungi folklore ini, juga telah diselenggarakan oleh UNESCO/ WIPO suatu pertemuan di Phuket, Thailand, dari 8 sampai 10 April 1997 berupa forum dunia, yaitu World Forum on the Protection of Folklore. Dalam lingkup regional, UNESCO/ WIPO juga memberikan dorongan untuk tumbuhnya suatu usaha yang lebih konkret dalam perlindungan folklore seperti The African Regional Consultation on the Protection of Expressions of Folklore, di Pretoria Afrika Selatan pada tanggal 23 sampai dengan 25 Maret 1999. “Work on the international dimension of the protection of traditional cultural expressions has been largely carried out by the World Intellectual Property Organisation (WIPO) and the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO). In 1998 and 1999, WIPO conducted nine fact-finding missions to 28 countries for the purpose of identifying the intellectual property needs and expectations of traditional knowledge holders. Following that, WIPO published a report of its findings (WIPO, 2001). In September 2000, the Member States of WIPO established an Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC) to discuss intellectual property issues that arose in the context, inter alia, of expressions of folklore. The IGC had reviewed legal and policy options for the protection of traditional cultural expressions (WIPO, 2004a) as well as analysed existing national and regional legal mechanisms and forms of protection available under the intellectual property system and other laws (WIPO, 2003) Apart from WIPO, UNESCO has also conducted studies on the possibility of international protection of traditional cultural expressions since the 1970s. Working together with WIPO, UNESCO formulated the Model Provisions for National Laws on the Protection of Expressions of Folklore against Illicit Exploitation and Other Prejudicial Actions, which were adopted by both organisations in 1985. The Model Provisions were intended to encourage legal protection of traditional cultural expressions at national level (Lucas-Schloetter, 2004). More recently, in 2005, the UNESCO General Conference adopted the Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expressions, which is a binding international legal instrument to protect and promote the diversity of cultural expressions”( Bekerja dalam dimensi internasional proteksi ekspresi kebudayaan tradisional telah sebagian besar membawa diatur oleh WIPO dan UNESCO. Pada tahun 1998 dan 1999, WIPO menyelenggarakan misi
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penemuan sembilan fakta ke 28 negara untuk kepentingan mengenali kekayaan intelektual dan pemilikan pengetahuan tradisional. WIPO kemudian menerbitkan laporan penemuan (WIPO, 2001). Pada september 2000, negera anggota WIPO mendirikan IGC GRTKF (IGC) untuk mendiskusikan berkenaan dengan HKI dan ekspresi cerita rakyat. IGC telah meninjau kembali hukum dan kebijakan untuk melindungi ekspresi kebudayaan tradisional (WIPO, 2004a) serta menganalisis mekanisme hukum nasional dan regional dan bentuk perlindungan yang tersedia dibawah sistem kekayaan intelektual dan hukum lain (WIPO 2003) selain WIPO, UNESCO telah melakukan sudi tentang kemungkinan perlindungan internasional ekspresi kebudayaan tradisional sejak 1970. bekerja bersama dengan WIPO, UNESCO merumuskan ketentuan model untuk hukum nasional perlindungan ekspresi folklor melawan eksploitasi terlarang dan tindakan merugikan lainnya yang diadobsi oleh kedua organisasi tersebut pada 1985. Ketentuan model ini dimaksudkan mendorong perlindungan hukum terhadap ekspresi kebudayaan tradisional ditingkat nasional (LucasSchloetter, 2004). Baru-baru ini konferensi umum UNESCO mengadopsi Konvensi tentang perlindungan dan promosi keanekaragaman ekspresi budaya, yang merupakan instrument hukum internasional yang mengikat untuk melindungi dan mempromosikan keanekaragaman ekspresi budaya) (Tay Pek San, Hanafi Hussin, Khaw Lake Tee, Mohd Anis Md Nor, Ramy Bulan. 2010: 148-149. b. Definisi Folklor Pemakaian istilah folklore pada awalnya dipandang oleh sebagian orang memiliki konotasi negatif, menggambarkan sesuatu kreasi yang rendah. Guna menghilangkan citra negatif tersebut diperlukan suatu pengertian yang tepat. Maka dari itu, dikembangkan suatu pengertian folklore yang baru sebagai hasil elaborasi dan resultan dari beberapa pengertian yang berkembang sehingga pengertiannya dapat diterima luas dan pantas sesuai dengan maksudnya serta relevan dengan perjanjian internasional. Dengan harapan seperti itu maka folklore mengandung pengertian tidak semata terfokus pada hal artistik kesusasteraan serta seni pertunjukan, namun sangat luas cakupannya meliputi semua aspek kebudayaan. Salah satu definisi yang dapat memenuhi harapan seperti
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu, sebagaimana tertuang dalam pengertian folklore di bawah ini (Michael Blakeney. http://www.oiprc.ox.ac.uk/EJWP1199.html): “Folklore (in the broader sense, traditional and popular folk culture) is a group-oriented and tradition-based creation of groups or individuals reflecting the expectations or the community as an adequate axpression of its cultural and social identity; its standarts are transmitted orally, by imitation or by other means. Its forms include, among others, language, literature, music, dance, games, mythology, rituals customs handicrafts, architecture, and other arts.” Terminologi folklore sendiri sebenarnya pernah dipisahkan dari pembicaraan mengenai tradisional knowledge oleh WIPO dan UNESCO, yaitu sebagai berikut : “… expression of folklore means productions consisting of characteristic elements of the traditional artistic heritage developed and maintain by a community of (a country) or by individuals reflecting the traditional artistic expectations of such a community, in particular r: verbal expressions, such as folk tales, folk poetry and riddles; musical expressions, such as folk songs and instrumental music; expressions by action, such asfolk dances, plays and artistic forms or rituals; whether or not reduced to material form; and tangible expressions, such as: productions of folk art, in particular, drawings, paintings carvings, sculptures, pottery, terracotta, mosaic, woodwork, metalware, jewellery, basket weaving, needlework, textiles, carpets, costumes; musical instruments; architectural forms”. Penerapan dari pengertian yang luas seperti itu dicontohkan oleh Mould-Idrissu, dalam the World Forum on the Protection of Folklore, sebuah forum yang digagas WIPO dan UNESCO di Phuket Thailand pada April 1997. Beliau mencontohkan bahwa dalam Undang-undang Hak Cipta Ghana tahun 1985, dalam pengertian folklore termasuk di dalamnya pengetahuan sains. c.
Pengaturan Folklor di Indonesia Kata folklor merupakan pengIndonesiaan dari bahasa Inggris yaitu “folklore”, kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yakni Folk dan Lore. Menurut Alan Dundes kata Folk artinya adalah sekelompok orang yang memiliki cirri-ciri fisik, social,
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri pengenal itu diantaranya baik berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan dan agama yang sama. Sedangkan menurut kamus bahasa Inggris-Indonesia, kata Lore artinya adat (kebiasaan/ tradisi) dan pengetahuan atau gambaran tradisi yang dimiliki oleh folk, jadi arti folklore menurut Alan Dundes adalah adat atau kebiasaan maupun tradisi dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tertentu yang tinggal secara bersama-sama secara tutun temurun. Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, balai Pustaka, tahun 1990), “Folklore adalah adat istiadat yang diwariskan secara turun temurun tetapi tidak dibukukan” Jadi dapat disimpulkan dari kedua definisi tersebut folklore berarti adat (kebiasaan/ tradisi) yang dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri pengenal itu diantaranya baik berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan,dan agama yang sama yang diwariskan secara turun temurun tetapi tidak dibukukan. Berdasarkan Penjelasan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Folklor merupakan: “Sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, termasuk: 1) cerita rakyat, puisi rakyat; 2) lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional; 3) tari-tarian rakyat, permainan tradisional; 4) hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional”.
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9. Tinjauan tentang Instrumen Musik Tradisional a.
Definisi Instrumen Musik Tradisional Musik daerah atau musik tradisional adalah musik yang lahir dan berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Ciri khas pada jenis musik ini teletak pada isi lagu dan instrumen (alat musiknya). Hampir diseluruh wilayah Indonesia mempunyai seni musik tradisional yang khas. Keunikan tersebut bisa dilihat dari teknik permainannya, penyajiannya (Agnesalena.
maupun
bentuk/
organologi
instrumen
musiknya
http://tulisanbebas.blog.com/wp-includes/css/admin-
bar.css?ver=20110411). Pengertian Instrumen berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1) alat yg dipakai untuk mengerjakan sesuatu (seperti alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; 2) sarana penelitian (berupa seperangkat tes dan sebagainya) untuk mengumpulkan data sbg bahan pengolahan; 3) alat-alat musik (seperti piano, biola, gitar, suling, trompet); 4) orang yang dipakai sebagai alat (diperalat) orang lain (pihak lain); 5) dokumen resmi seperti akta, surat obligasi (Anonim. http://kamusbahasaindonesia.org/instrumen). Dari pengertian instrumen tersebut nampak kata instrumen memiliki pengertian dalam berbagai hal dan bidang, sehingga penulis membatasi pengertian instrumen dalam penulisan hukum ini adalah instrumen sebagai alat-alat musik. Pengertian musik adalah salah satu media ungkapan kesenian, musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam musik terkandung nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik itu sendiri memiliki bentuk yang khas, baik dari sudut struktual maupun jenisnya dalam kebudayaan. Demikian juga yang terjadi pada musik dalam kebudayaan masyarakat melayu.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(1990:
602)
Musik adalah: “ilmu atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang dapat menghasilkan bunyibunyi itu)”. Pengertian Musik Tradisional adalah musik yang mempunyai latar belakang budaya. musik tradisional adalah musik daerah, karena pada kenyataannya di dunia ini mempunyai banyak budaya dari berbagai daerah yang berbeda. Musik tradisional mengangkat budaya dari berbagai daerah tersebut sebagai tema, maka istilah musik tradisional lebih sering di sebut orang dengan musik daerah. Menurut pendapat Julius (2009: 57) musik daerah atau musik tradisional adalah musik yang lahir dan berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Ciri khas pada jenis musik ini teletak pada isi lagu dan instrumen (alat musiknya). Musik tradisi memiliki karakteristik khas, yakni syair dan melodinya menggunakan bahasa dan gaya daerah setempat. Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau yang terbentang dari Papua hingga Aceh. Dari sekian banyaknya pulau beserta dengan masyarakatnya tersebut lahir, tumbuh dan berkembang. Seni tradisi yang merupakan identitas, jati diri, media ekspresi dari masyarakat pendukungnya. Pengertian
tradisional berdasarkan
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turuntemurun (Anonim. http://kamusbahasaindonesia.org/tradisional). Penulis menyimpulkan bahwa pengertian Instrumen musik tradisional adalah suatu alat musik yang dibuat dengan tujuan untuk menghasilkan musik atau suara yang bersumber dari tradisi/ kebudayaan masyarakat setempat.
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Jenis-Jenis Instrumen Musik Tradisional 1) Instrumen Musik Perkusi Perkusi adalah sebutan bagi semua instrumen musik yang teknik permainannya di pukul, baik menggunakan tangan maupun stik. Dalam hal ini beberapa instrumen musik yang tergolong dalam alat musik perkusi adalah, Gamelan, Arumba, Kendang, kolintang, tifa, talempong, rebana, bedug, jimbe dan lain sebagainya. 2) Instrumen Musik Petik Instrumen musik petik menghasilkan suara ketika senar digetarkan melalui dipetik. Tinggi rendah nada dihasilkan dari panjang pendeknya dawai. Sebagai contoh Kecapi adalah alat musik petik yang berasal dari daerah Jawa Barat. Bentuk organologi kecapi adalah sebuah kotak kayu yang diatasnya berjajar dawai/senar, kotak kayu tersebut berguna sebagai resonatornya. Alat musik yang menyerupai Kecapi adalah siter dari daerah Jawa tengah. 3) Instrumen Musik Gesek Instrumen musik gesek menghasilkan suara ketika dawai digesek. Seperti alat musik petik, tinggi rendah nada tergantung panjang dan pendek dawai. Instrumen musik tradisional yang menggunakan teknik permainan digesek adalah Rebab. Rebab berasal dari daerah Jawa barat, Jawa Tengah, Jakarta (kesenian betawi). Rebab terbuat dari bahan kayu dan resonatornya ditutup dengan kulit tipis, mempunyai dua buah senar/dawai dan mempunyai tangga nada pentatonis. Instrumen musik tradisional lainnya yang mempunyai bentuk seperti rebab adalah Ohyan yang resonatornya terbuat dari tempurung kelapa, rebab jenis ini dapat dijumpai di bali, Jawa dan kalimantan selatan. 4) Instrumen Musik Tiup Instrumen musik tiup menghasilkan suara sewaktu suatu kolom udara didalamnya digetarkan. Tinggi rendah nada ditentukan oleh frekuensi gelombang yang dihasilkan terkait dengan panjang
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kolom udara dan bentuk instrumen, sedangkan timbre dipengaruhi oleh bahan dasar, konstruksi instrumen dan cara menghasilkannya. Contoh alat musik ini adalah trompet dan suling. Suling adalah instrumen musik tiup yang terbuat dari bambu. hampir semua daerah di indonesia dapat dijumpai alat musik ini. Saluang adalah alat musik tiup dari Sumatera Barat, serunai dapat dijumpai di sumatera utara, Kalimantan. Suling Lembang berasal dari daerah Toraja yang mempunyai panjang antara 40-100 cm dengan garis tengah 2 cm. 5) Instrumen Musik Getar Instrumen Musik getar adalah instrumen musik di mana cara memainkan dengan cara menggetarkan atau menggoyangkan alat musik tersebut sehingga menimbulkan suara atau bunyi. Sebagai contoh instrumen musik ini adalah Angklung. 10. Tinjauan tentang Instrumen Musik Tradisional Angklung Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik Angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.
(Anonim.
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Angklung≈
action=edit) a.
Sejarah Instrumen Musik Tradisional Angklung Dalam rumpun kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian yang disebut Angklung. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu berwarna putih). Purwa rupa alat musik Angklung; tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk wilahan (batangan) setiap ruas bambu dari
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ukuran kecil hingga besar. Angklung merupakan alat musik yang berasal dari Jawa Barat. Angklung Gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke Bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur. Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi Angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan Angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas Angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak-anak pada waktu itu. Asal usul terciptanya musik bambu,
seperti Angklung berdasarkan pandangan hidup
masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan
(hirup-hurip).
Perenungan masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian (tatanen) terutama disawah dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya nyinglar (tolak bala) agar cocok tanam mereka tidak mengundang malapetaka, baik gangguan hama maupun bencana alam lainnya. Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik
bambu
yang
kita kenal
sekarang bernama
Angklung.
Perkembangan selanjutnya dalam permainan Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari) yang ritmis (ber-wirahma) dengan pola dan aturan-aturan tertentu sesuai dengan kebutuhan upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke lumbung (ngampih pare, nginebkeun), juga pada saat-saat mitem beyan, mengawali
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menanam padi yang di sebagian tempat di Jawa Barat disebut ngaseuk. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan Angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya. Dalam perkembangannya, Angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan Angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana. b. Jenis-Jenis Instrumen Musik Tradisional Angklung 1) Angklung Kanekes Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh Angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup Angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun Angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) Angklung setelah dipakai.
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Angklung Dogdog Lojor Kesenian Dogdog Lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan Sukabumi, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan Dogdog Lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan Angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindahpindah sesuai petunjuk gaib. Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran
dalam
baresan
Pangawinan
(prajurit
bertombak).
Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbukakan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, Dogdog Lojor telah
mengalami
perkembangan,
yaitu
digunakan
untuk
memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian Dogdog Lojor adalah 2 buah Dogdog Lojor dan 4 buah Angklung besar. Keempat buah Angklung ini mempunyai nama, yang terbesar dinamakan Gonggong, kemudian Panembal, Kingking, dan Inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang. 3) Angklung Gubrag Angklung Gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi),
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung). Dalam mitosnya Angklung Gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik. 4) Angklung Badeng Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan Angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian Badeng
(Anonim.
http://id.wikipedia.org/w/index.
php?title=Angklung≈action=edit). c. Sejarah Masuknya Instrumen Musik Tradisional Angklung di Malaysia. Alunan bunyi Angklung di Malaysia mulai terdengar sejak kedatangan masyarakat Ponorogo (Indonesia) membawa kesenian Reog, dimana set gamelan yang mengiringinya adalah terdiri dari 2 Angklung, kendang, sebuah saron, terompet, kempul dan gong. Mereka adalah kaum imigran yang didatangkan ke Malaya pada tahun 1930-an dan bekerja diperkebunan karet atau ladang kelapa sawit. Selain dari pada itu ada juga diantara mereka yang kemudian datang secara bersendirian atau mungkin sebelumnya, telah datang membuka ladang-ladang baru. Maka untuk keperluan itu mereka juga membuat irigasi atau dalam bahasa Malaysia dikenal dengan nama Parit. Semakin lama semakin banyak parit-parit
baru
dibuka untuk
mengairi
commit to user
ladang-ladang
mereka.
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebagai penghargaan kepada pimpinan atau orang yang dituakan dalam suatu kelompok tertentu, para imigran bersepakat untuk memberikan nama pada permukiman yang ditempatinya dengan mengambil nama mereka untuk diabadikan seperti, Parit Kromo, Parit Wongso, Parit Bingan, Parit Warijo atau nama dari daerah asalnya seperti Parit Semarang, Parit Kudus ada juga nama Kampung Jawa, Kampung Pacitan.dan lain sebagainya. Perkumpulan Reog merupakan wadah bagi para imigran orang Jawa asal Ponorogo untuk menyalurkan bakatnya dibidang kesenian. Pada awalnya hanya sebagai sarana pertemuan atau pertunjukan untuk keperluan hajatan orang Jawa, namun kemudian kaum imigran lainnya seperti dari Bugis, Banjar, Bawean bahkan masyarakat Melayu sendiri juga tertarik untuk menonton ataupun mengundang pertunjukan ini. Di Malaysia pertunjukan itu lebih dikenal sebagai pertunjukan Barongan. Dari kesenian inilah bunyi Angklung mulai dikenal oleh masyarakat Malaysia, karena alat ini adalah merupakan salah satu alat musik iringan untuk pertunjukan Reog dan Kuda Kepang. Pada kesempatan lain pertunjukan Kuda Kepang juga sering di undang untuk memeriahkan suatu acara tertentu. Hal ini terjadi karena pada bagian kuda kepang mabuk adalah bagian yang ditunggu-tunggu oleh para penonton, dimana para pemain kuda kepang secara tidak sadar dapat memamerkan aksinya seperti, makan kaca, mengupas sabut kelapa dengan menggunakan gigi, memanjat pohon dan lain sebagainya. Perkembangan berikutnya terjadi pada tahun 1960-an, yaitu set Angklung Daeng Soetigna yang bertangga nada kromatik telah diperkenalkan oleh Pimpinan Perwakilan Dagang Indonesia di Batu Pahat (300 km ke arah selatan dari Kuala Lumpur). Di daerah ini memang cukup banyak para imigran berasal dari Jawa. Diantara mereka yang pernah belajar bermain Angklung di kantor tersebut adalah Pak Margono bin Sitir asal dari Madiun, Pak Buang asal dari Ponorogo, Pak Sawi asal dari Blitar, Pak Simun bin Iman Rejo asal dari Ponorogo,
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesemuanya sudah almarhum dan banyak lagi warga negara Malaysia yang berketurunan Jawa lainnya. Pak Zaenal tahun 1970-an, adalah salah satu diantara mereka yang masih hidup, sekarang beliau masih trampil bermain gitar untuk lagu-lagu keroncong dan aktif sebagai anggota Keroncong Bintang Selatan di Batu Pahat Johor. Selanjutnya pada tahun 1968 dalam rangka pemulihan hubungan diplomatik antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia telah dilakukan kunjung misi muhibah dari Komando Mandala Siaga ABRI ke Kuala Lumpur. Disamping acara resmi dengan para petinggi militer pemerintah Malaysia, juga diadakan acara malam kesenian Indonesia. Dari berbagai acara pertunjukan tarian dan nyanyian, pertunjukan Angklung mendapat sambutan yang sangat membanggakan. Bapak Obby salah satu pemaian Angklung menjelaskan bahwa pergelaran Angklung dipimpinan langsung oleh Bapak Daeng Soetigna almarhum sedangkan Bapak Sanui almarhum mendapat kepercayaan menjadi kondakter untuk memepersembahkan berbagai lagu. Secara keseluruhan kedatangan rombongan ini mendapat sambutan yang sangat menggembirakan dan dalam suasana penuh persahabatan. Keberhasilan misi muhibah Komando Mandala Siaga tersebuat, ditindak lanjuti dengan kunjungan ke dua yang dilakukan pada tahun 1972. Misi kali ini dilakukan oleh rombongan Pemerintah Daerah Jawa Barat, dimana orkestra Angklung masih manjadi materi pertunjukan yang diandalkan. Disamping itu masih ada pertunjukan lainnya: seperti gamelan, tarian Sunda, Calung dan dendangan lagu-lagu popular pada masa itu. Menurut Bapak Tatang Benyamin salah satu pemain Angklung dalam rombongan itu, menjelaskan bahwa misi muhibah dengan tema Guriang Tresna Wisata yang maksudnya adalah perjalanan untuk menjalin cinta perdamaian ini, tidak saja dipertunjukan di Kuala Lumpur akan tetapi juga dipertunjukan di beberapa kota di Semenanjung Malaysia maupun di Sabah dan Serawak. Rupa-rupanya pertunjukan
commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Angklung yang dimainkan secara berkumpulan dan dapat mengalunkan berbagai lagu ini sangat dikagumi oleh para hadirin. Terlebih lagi dengan tampilnya Pak Daeng Soetigna berdemontrasi dan mengajak sebagian para penonton untuk dapat memainkan Angklung, membuat para hadirin semakin tertarik untuk dapat memainkan dan memiliki alat tersebut. Selanjutnya, ketertarikan itu ditunjukan oleh pimpinan Bank Negara Malaysia dengan membeli satu set besar Angklung dari Bandung, agar dapat dimainkan oleh para staf dan para pegawainya Setelah terbentuk grup Angklung yang dianggotai oleh kurang-lebih 30 orang, pihak bank memohon kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia Malaysia di Kuala Lumpur untuk mencarikan tenaga pengajar. Untuk keperluan tersebut ditugaskan salah satu guru kesenian dari Sekolah Indonesia Kuala Lumpur yaitu Bapak Ade Sule Almarhun untuk melatih grup ini. Kumpulan ini adalah merupakan kumpulan Angklung pertama yang dibentuk di Malaysia. Maka semenjak itu bergemalah alunan musik Angklung di bumi Malaysia
yang
dimainkan
oleh
masyarakat
Malaysia
sendiri.
Gema itu semakin bertalu-talu dengan hadirnya guru Angklung lainnya, seperti Pak Suhaemi Nasution almarhum dan Pak Abdul Aziz alamarhum yang juga staf di KBRI Kuala Lumpur. Mereka mengajar musik Angklung di sekolah-sekolah, di lembaga pemerintahan, maupun perkumpulan masyarakat lainnya di sekitar Kuala Lumpur. Pada tahun 1973 sampai dengan 1976 Kementerian Kebudayaan Belia dan Sukan Malaysia telah mengundang untuk bekerja sebagai pelatih Gamelan dan Angklung. Bapak Suhemi Nasution ditugaskan untuk mengajar pada kursus Angklung tersebut. Pesertanya sebanyak lebih kurang 35 orang yang terdiri dari sebagian besar guru musik di sekolah dan sebagian lagi para penggiat seni dari seluruh Malaysia. Kursus yang berlangsung selama 6 hari ini, merupakan kursus yang pertama kalinya diadakan oleh Kementrian Kebudayaan Belia dan Sukan dan mendapat sambutan yang sangat menggembirakan. Bahan ajar kursus
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah pengetahuan sejarah Angklung disampaikan oleh Encik. Ayub bin Ismai almarhum, pengetahuan musik dan belajar membaca notasi angka diajarkan oleh Bapak Suhaemi Nasution. Angklung yang digunakan didatangkan dari Saung Angklung Udjo Bandung, yang dibeli pada tahun 1972 oleh Encik Ayub bin Ismail. Beliau adalah salah satu pegawai dari Kementrian Kebudayaan Belia dan Sukan yang pernah belajar karawitan Jawa dan Pedalangan di Akademi Seni Karawitan Indonesia Surakarta Pada tahun 1974, kursus lanjutan diadakan kembali oleh Kementrian Kebudayaan Belia dan Sukan di tempat yang sama yaitu di kompleks olah raga Kampung Pandan Kuala Lumpur. Disamping belajar teori dan praktek bermain Angklung, juga ditunjukan cara membuat Angklung oleh Bapak Margono bin Sitir dari Parit Puasa Batu Pahat, Johor. Pak Margono pernah belajar bermain Angklung di Kantor Perwakilan Dagang Indonesia Batu Pahat, juga mendapat petunjuk dari Bapak Murdoko untuk membuat Angklung kromatik. Pada mulanya beliau hanya dapat membuat Angklung tradisional untuk kelengkapan set gamelan kesenian Barongan atau Kuda Kepang. Set Angklung tersebut hanya ada 2 buah yaitu, yang bernada 5 (sol) berisi 3 tabung yang terdiri dari 1 tabung nada tengah dan diapit oleh 2 tabung terdiri dari nada oktav bawah dan oktav atas, sedangkan yang nada 3 (mi) dengan susunan tabung dan nada yang sama. Berbekal pengetahuan itu dan mencontoh Angklung dari Indonesia yang digunakannya sebagai babon, beliau mencoba membuat Angklung bertangga nada kromatik dengan menggunakan bahan bambu yang terdapat di perkebunan rumahnya atau disekitar kampung yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Pak Simun di Kampung Sri Medan, Batu Pahat, namun mereka tidak pernah puas karena jenis bambu yang ada di Malaysia tipis dan ringan. Angklung tersebut tidak dapat menghasilkan kwalitas suara yang diharapkan, seperti Angklung yang di datangkan dari Indonesia. Setelah ketrampilan Pak Margono membuat Angklung dikenal oleh para
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
guru musik melalui kursus Angklung diatas, maka set Angklung buatannya semakin laris dijual. Pemesan berdatangan dari berbagai tempat, akan tetapi banyak juga kumpulan Angklung lainnya yang membeli Angklung melalui beliau ataupun langsung dari Indonesia dengan harga yang lebih mahal. Selama bekerja pada tahun 1973-1976 di Malaysia telah melatih Angklung untuk perkumpulan Angklung Kelas Perpaduan Negara dan Kadet Tentara Darat di Kuala Lumpur, Sekolah Politeknik dan Persatuan Guru di Ipoh, Sekolah Menengah Perempuan di Kuala Kangsar, Perkumpulan Belia di Sremban, Sekolah Dasar dan Perkumpulan Belia di Pontian. Kesemua perkumpulan tersebut menggunakan set Angklung yang dibeli dari Saung Angklung Udjo di Bandung. Perkembangan
musik
Angklung
pada
masa
ini
sangat
menggembirakan. Hal ini terbukti dengan semakin sibuknya pak Suhaemi Nasution, Pak Ade Sule dan Pak Abdul Aziz mengajar beberapa kumpulan di sekitar Kuala Lumpur, demikian halnya dengan para pelatih Angklung warga negara Malaysia yang pernah belajar dengan beliau berdua atau melalui bengkel Angklung yang telah disebutkan diatas. Pada tahun 1996 sampai dengan 1998 salah satu alumni Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung bernama Dudi Mulyadi asal Sumedang, telah mengajar musik Angklung, Kulintang dan Gamelan di Majlis Kebudayaan Daerah Johor Bahru. Disamping itu, beliau juga mengajar di beberapa
sekolah
menengah
dan
di
beberapa
bengkel
yang
diselenggarakan oleh Pejabat Daerah Kebudayaan dan Yayasan Warisan Johor. Anjung Seni Warisan adalah salah satu tempat kunjungan wisata di Johor Bahru dan ditempat itu ada perkumpulan Angklung dan kulintang yang dilatih oleh Dudy Mulyadi. Atas prakarsa beliau permainan Angklung digabungkan dengan musik kulintang dimana melodi Angklung Arumba (yang dimainkan oleh seorang pemain) ditambahkan atau untuk menggantikan melodi kulintang.
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah pak Margono bin Sitir meninggal pada tahun 2006, kerajinan Angklung diteruskan oleh salah satu pekerjanya bernama pak Tumian seterusnya beliau mendirikan perusahaan Angklung di Skudai Johor Bahru. Angklung hasil karyanya mempunyai kwalitas yang hampir setara dengan Angklung buatan dari Bandung. Kemungkinan hal ini dikarenakan bambu yang digunakan sebagai bahan baku adalah bambu berwarna coklat muda yang dipanen dari kebun milik pak Margono berkat hasil penanaman bambu yang bibitnya dibawa dari Madiun. Secara-cara kecil-kecilan perusahan Pak Tumian dapat memenuhi pesanan dari Sekolah-sekolah di sekitar Johor dan sekitarnya, dengan set yang beragam seperti yang dijual dari Saung Angklung Udjo. Sebagai perbandingan harga satu set melody Angklung Arumba berjumlah 38 buah dijual dengan harga RM 2.600.00 atau sekitar Rp 6.400.000,00 (enam juta empat ratus ribu rupiah). Selain dari pada tahun 2006 telah berdiri tempat pertunjukan Angklung yang dipimpin oleh Sam Mat Kous. Tempat itu diberi nama Wariseni Budaya yang beralamat di Galeri Shah Alam. Laman Budaya, di Selangor. Disamping membuat pertunjukan Galeri tersebuat juga menerima panggilan untuk membuat bertunjukan dan memberikan kursus disekolah-sekolah. atau peminat musik Angklung lainnya. Pada perkembangan berikutnya Angklung melodi arumba yang tiga tabung itu sering dimainkan secara solo yang diiringi dengan 2 hingga 3 alat tertentu atau digabungkan dengan ensambel musik lainnya ataupun dimainkan dengan iringan musik CD karaoke. Selanjutnya permainan Angklung secara solo itu, sering terlihat dimainkan di Shoping Center, Mall, Cafetaria, Pasar Seni Kuala Lumpur atau ditempat tertentu untuk memeriahkan suatu acara. Malahan permainan seperti itu juga pertunjukan dalam rancangan AF ke 6 di ASTRO TV Malaysia oleh peserta dari Johor Bahru dengan nama panggilan Toi yang juga merupakan salah satu murid Dudy Mulyadi.
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sekarang permainan ansambel Angklung masih sering terlihat pada acara pertunjukan tertentu, selain dari pada itu permainan solo melodi Angklung juga telah menjadi trend para penggiat musik Angklung di Malaysia. Salah satunya adalah Khairul Nizam bin Baharom yang lebih dikenal dengan nama panggilan Toi. Dengan ketrampilannya bermain Angklung secara solo telah mendapat 2 medali emas di World Performing Art Hollywod di Amerika pada tahun 2005 dan juga tampil dalam acara AF6 pada awal tahun 2008. Pada giliran berikutnya jumlah para solois lainnya semakin bertambah dan diminati untuk membuat pertunjukan dengan bentuk seperti yang telah saya sebutkan diatas. Mereka dapat memainkan berbagai lagu Malaysia. lagu pop barat terkini dan mengalunkan lagulagu pop Indonesia yang juga diminati oleh kaum muda di Malaysia. Mereka menawarkan harga RM 1000 atau Rp. 2.800.000 untuk pertunjukan selama 1 jam, bahkan Toi memasang tarif RM 3000 (Hari Setianto.
Angklung,
Bamboo’s
Vivid
Sounds.
http://www.indonesiaculture.net/2010/01/Angklungbamboo%e2%80%99 % -vivid-sounds/feed/).
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Bagan 1: Kerangka Pemikiran HKI
Hak cipta
Indonesia (Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002)
Folklor (Instrumen Musik Tradisional Angklung Indonesia)
Klaim Malaysia (Akta Hakcipta 1987 dan Akta Warisan Kebangsaan 2005)
Pengaturan Perlindungan Kelebihan dan Kelemahan
Pembaharuan Hukum di Indonesia
Keterangan: Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai bentuk penghargaan atas hak kepemilikan intelektual, perlindungan hukum atas hak-hak tersebut memerlukan perangkat hukum dan mekanisme perlindungan yang memadai. Melalui cara inilah HKI akan mendapat tempat yang layak sebagai salah satu bentuk hak yang memiliki nilai ekonomis. Karya Intelektual termasuk karya cipta yang berarti karya manusia yang lahir dengan curahan pikiran, karsa, tenaga, bahkan waktu, dan biaya.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Oleh karena itu pada setiap karya cipta terkandung hak, bermakna “hak cipta” yang patut diakui, dihormati, dan dihargai. Salah satu karya cipta yang dilindungi adalah instrumen musik tradisional (Angklung) sebagai suatu wujud pengetahuan tradisional atau folklor yang bersumber pada adat (kebiasaan/ tradisi) yang dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Adanya perkembangan menuju era globalisasi membawa dampak terhadap adanya pengakuan yang lebih terhadap adanya hak cipta khususnya berkaitan dengan hak cipta dibidang seni kebudayaan terutama Instrumen musik tradisional. Tindakan pengklaiman Angklung oleh Malaysia membawa pengaruh tentang bagaimana tegaknya pengaturan perlindungan hak cipta di Indonesia. Perbandingan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional khususnya Angklung antara Indonesia dan Malaysia berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dengan Akta Hakcipta Tahun 1987 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir tahun 2002 dengan Akta Hakcipta Tahun 2002 dan Akta Warisan Kebangsaan 2005 akan menghasilkan pemahaman pengaturan serta dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing peraturan hukum di kedua negara tersebut. Dengan mempelajari pengaturan perlindungan atas instrumen musik tradisional diharapkan akan memberikan rekomendasi yang berguna bagi pembaharuan hukum di Indonesia di masa yang akan datang, khususnya terkait pengaturan tentang perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional dan juga agar setiap hasil karya cipta bangsa Indonesia dapat dijaga dan dilestarikan tanpa adanya klaim dari negara lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia 1. Pengaturan Hak Cipta di Indonesia a. Kepemilikan Hak Cipta Subyek hak cipta, bisa manusia dan badan hukum. Inilah yang oleh Undang-Undang Hak Cipta dinamakan dengan Pencipta. Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dari bunyi Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tersebut, secara singkat bahwa Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama melahirkan suatu ciptaan dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dengan sendirinya Pencipta juga menjadi Pemegang Hak Cipta, tetapi tidak semua Pemegang Hak Cipta adalah penciptanya. Pengertian Pemegang Hak Cipta dinyatakan dalam Pasal 1 angka (4) UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002: “Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut”. Dengan demikian, Pencipta Hak Cipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta, yang merupakan Pemilik Hak Cipta, sedangkan yang menjadi Pemegang Hak Cipta tidak harus Penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
75
commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang
Nomor
19
Tahun
2002
membedakan
penggolongan Pencipta Hak Cipta dalam beberapa kualifikasi, sebagai berikut: 1) Seseorang, yakni : a) Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal HKI; b) Orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan; c) Seseorang yang berceramah tidak menggunakan bahan atau secara tidak tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya; d) Seseorang yang membuat Ciptaan dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau hubungan dinas berdasarkan pesanan atau hubungan kerja atau berdasarkan pesanan. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menyatakan: (1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah: (a) orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau (b) orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan. (2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut. 2) Dua orang atau lebih Jika suatu Ciptaan diciptakan oleh beberapa orang, maka yang paling dianggap sebagai penciptanya: a) Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan yang bersangkutan atau menghimpunnya; b) Perancang Ciptaan yang bersangkutan. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menyatakan:
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masingmasing atas bagian Ciptaannya itu”. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menyatakan: “Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu”. 3) Lembaga atau instansi pemerintah Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menyatakan: (1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas. (3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak. 4) Badan hukum Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menyatakan: “Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya”. b. Hak Eksklusif Pemilik Hak Cipta Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk membuat salinan atau reproduksi
commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik), mengimpor dan mengekspor ciptaan, menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan), menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum, menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain. Yang dimaksud dengan hak eksklusif dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan
kepada
publik,
menyiarkan,
merekam,
dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun. Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula hak terkait, yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (Pasal 1 angka 12 dan Bab VII Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya. Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (Bab V Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002).
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Pelanggaran Hak Cipta Pelanggaran hak cipta menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 ialah apabila orang yang tanpa ijin dari pencipta melakukan hak eksklusif dari pencipta yaitu mengumumkan atau memperbanyak ciptaan dari pencipta tanpa ijin darinya. Sedangkan untuk karya sinematografi dan program komputer, orang lain dilarang untuk menyewakan ciptaan tanpa persetujuan dari pencipta dan/atau pemegang hak cipta dari sinematografi dan program komputer tersebut. d. Pengecualian dari Pelanggaran Hak Cipta Pembatasan-pembatasan/ pengecualian hak cipta tercantum dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Pembatasan-pembatasan tersebut sebenarnya berkisar pada beberapa hal, sebagai berikut: 1) Mengenai substansinya; 2) Mengenai cara-cara yang dilakukan; 3) Mengenai tujuan-tujuan yang dibolehkan. Mengenai substansinya, maka substansi atau materi yang dianggap sebagai bukan pelanggaran hak cipta adalah: 1) Lambang Negara dan lagu kebangsaan; 2) Segala sesuatu yang diperbanyak atau diumumkan pemerintah; 3) Berita aktual; 4) Program computer; 5) Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan seni dan sastra dalam huruf braile. Mengenai cara-cara yang lazim dilakukan sebagai bentuk tindakan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta adalah: 1) Reproduksi atau perbanyakan ciptaan; 2) Pengumuman atau publikasi; 3) Pengambilan Ciptaan; 4) Perubahan Ciptaan; 5) Pembuatan salinan;
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Penerjemahan ciptaan. Mengenai tujuan tertentu yang diijinkan dan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) e.
Untuk kepentingan pendidikan; Untuk kepentingan penelitian; Untuk kepentingan penulisan karya ilmiah; Untuk kepentingan penulisan laboran; Untuk kepentingan penulisan kritik; Untuk peninjauan suatu masalah; Untuk kepentingan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan; Untuk kepentingan ceramah; Untuk kepentingan pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran; Untuk kepentingan aktivitasnya bagi perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan, pusat dokumentasi; Untuk kepentingan pembuatan salinan atau cadangan program komputer oleh pemilik program; Untuk kepentingan non komersial; Untuk kepentingan nasional.
Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 membedakan jangka waktu perlindungan bagi ciptaan-ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta. Bagi hak cipta atas ciptaan: buku, pamphlet dan semua hasil karya tulis lain, drama dan drama musical, tari, koreograf, segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung, seni batik; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; arsitektur; ceramah, pidato dan ciptaan jenis lain, alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saduran dan bungarampai diberikan jangka waktu perlindungan selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Sementara untuk ciptaan yang telah disebutkan diatas yang dimiliki oleh 2 orang atau lebih diberikan perlindingan hak cipta selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya. Selanjutnya hak cipta atas ciptaan: program komputer, senimatografi, fotografi, database dan karya hasil pengalih wujudan diberikan perlindungan selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Hak cipta atas perwajahan karya tulis
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang diterbitkan diberikan perlindungan selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Seluruh karya cipta yang dilindungi yang dimiliki dan dipegang oleh suatu badan hukum diberikan perlindungan hak cipta selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali di umumkan (Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002). Selama jangka waktu perlindungan hak cipta, pemegang hak cipta memiliki hak ekslusif untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan itu dilahirkan. Namun demikian hak ekslusif itu tidak bersifat mutlak karena Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 membenarkan adanya penggunaan secara wajar sehingga dianggap bukan sebagai pelanggaran hak cipta. f. Penegakan Hukum Pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Gugatan pencipta atau ahli warisnya yang tanpa persetujuannya itu diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, yang menyebutkan bahwa penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya: 1) Meniadakan nama pencipta pada ciptaan itu; 2) Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya; 3) Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau 4) Mengubah isi ciptaan.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hak untuk mengajukan gugatan itu tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta (Pasal 66) dalam hal penyidikan di bidang hak cipta bahwa selain penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan hak kekayaan intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta. Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut : 1) Pasal 72 ayat (1): Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). 2) Pasal 72 ayat (2): Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). 3) Pasal 72 ayat (3): Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). 4) Pasal 72 ayat (4): Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). 5) Pasal 72 ayat (5): Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6)
7)
8)
9)
10)
11)
Pasal 72 ayat (6): Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 72 ayat (7): Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 72 ayat (8): Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 72 ayat (9): Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 73 ayat (1): Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan. Pasal 73 ayat (2): Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan. Penjelasan yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain daripada yang lain, tidak ada persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus. Ketentuan pidana tersebut di atas, menunjukkan kepada pemegang
hak cipta atau pemegang hak terkait lainnya untuk memantau perkara pelanggaran hak cipta kepada Pengadilan Niaga dengan sanksi perdata berupa ganti kerugian dan tidak menutup hak negara untuk menuntut perkara tindak pidana hak cipta kepada Pengadilan Niaga dengan sanksi pidana penjara bagi yang melanggar hak cipta tersebut. Ketentuanketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana denda yang paling berat, paling banyak, sebagai salah satu upaya menangkal pelanggaran hak cipta, serta untuk melindungi pemegang hak cipta.
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pengaturan Hakcipta di Malaysia a. Kepemilikan Hakcipta Hasil karya pada dasarnya dimiliki oleh penciptanya seperti komposer lagu, penulis buku, pencipta halaman web atau siapa saja yang membuat atau menciptakan hasil karya tersebut. Walau bagaimanapun, apabila pembuatan hasil karya tersebut dibuat oleh pekerja yang diupah, maka pemiliknya ialah orang mengupah atau majikan pekerja tersebut (Seksyen 26 Akta Hakcipta 1987), Kecuali ada persetujuan sebaliknya antara kedua Pihak). Hak milik kepada hakcipta tersebut berpindah dari pencipta kepada pihak
yang mengupah atau majikan melalui
penyerahakan, lisensi atau pemberian wasiat. Dalam keadaan ini penerima hak merupakan pemiliknya. b. Hak Eksklusif Pemilik Hakcipta Apabila seorang pencipta telah memenuhi syarat yang ditetapkan maka beliau dilindungi di bawah Akta Hakcipta 1987 dengan mendapat beberapa hak eksklusif. Terhadap keseluruhan atau sebagian besar hasil karya hak cipta baik dalam bentuk asal atau dalam bentuk karya Derivative (Seksyen 13 (1)). Hak-hak eksklusif tersebut antara lain: 1) 2) 3) 4)
pengeluaran semula dalam apa-apa bentuk bahan; penyampaian kepada orang awam; pertunjukan, tayangan atau permainan kepada awam; pengedaran salinan-salinan kepada orang awam melalui penjualan atau pemindahan pemunyaan secara lain; dan 5) penyewaan secara komersial kepada orang awam. 1) hak-hak untuk membuat salinan karya tersebut dalam berbagai bentuk. 2) hak untuk melakukan penyampaian kepada khalayak umum. 3) hak untuk pertunjukan, tayangan atau permainan kepada orang umum. 4) hak untuk mengedarkan salinan hasil karya hak cipta kepada khalayak ramai dengan menjual atau melalui cara-cara pemindahan. 5) hak untuk menyewa secara komersial kepada orang awam.
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Pelanggaran Hakcipta Pelanggaran hakcipta bisa terjadi dalam beberapa keadaan seperti diatur dalam Seksyen 36 Akta Hakcipta 1987. 1) Pelanggaran secara langsung Pelanggaran hak cipta terjadi apabila seseorang yang bukan pemilik hasil karya hak cipta tersebut melakukan atau menyebabkan orang lain melakukan hak-hak ekslusif pemilik hak cipta tanpa ijin pencipta. Seksyen 36 (1) Akta Hakcipta 1987 mengatur pelanggaran terhadap hak cipta yang terjadi apabila seseorang tanpa ijin pemilik hak cipta, melakukan atau menyebabkan orang lain melakukan perbuatan yang diatur oleh hak cipta di bawah Akta ini. 2) Pelanggaran secara tidak langsung Pelanggaran hakcipta juga bisa terjadi apabila seseorang mengimpor suatu produk hasil pelanggaran hakcipta yang berasal dari luar negeri bagi tujuan perdagangan atau komersial tanpa persetujuan pemilik yang asli salinan asli hasil karya tersebut. Seksyen 36 (2) Akta Hakcipta 1987 mengatur mengenai pelanggaran terhadap hak cipta yang terjadi apabila seseorang tanpa persetujuan atau ijin pemilik hak cipta itu mengimpor suatu produk ke dalam Malaysia. 3) Melintasi langkah-langkah teknologi yang bermanfaat. Pelanggaran hakcipta terjadi apabila seseorang melakukan atau menyebabkan orang lain melintasi langkah teknologi yang digunakan oleh pencipta berkaitan dengan pemenuhan hak mereka. Apabila pencipta suatu web (misalnya: website universitas) menggunakan teknologi-teknologi tertentu untuk menghalang orang lain meniru atau mengambil tanpa ijin hasil karya mereka seperti menetapkan password tertentu untuk digunakan, maka orang lain yang masuk web tersebut tanpa menggunakan password dan merusak sistem, maka dapat dikatakan orang tersebut melakukan pelanggaran.
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Pengubahan informasi pengurusan hak elektronik Pelanggaran hak cipta berlaku apabila perbuatan pembuangan atau pengubahan informasi pengurusan hak elektronik tanpa ijin dari pemilik hasil karya. Pelanggaran hakcipta terjadi apabila seseorang dengan sadar melakukan pembuangan atau pengubahan segala informasi pengurusan hak elektronik dari suatu hasil karya hak cipta tanpa ijin dan melakukan pengedaran, pengimporan untuk mengedarkan salinan hasil karya yang berkenaan. Informasi pengurusan hak maksudnya informasi yang mengenal pasti karya, pencipta karya atau informasi tentang ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat
penggunaan
karya,
nomor
atau
kode
yang
melambangkan informasi tersebut di mana informasi tersebut dilampirkan pada satu salinan karya atau berkaitan dengan penyampaian karya kepada umum. d. Pengecualian dari Pelanggaran Hakcipta Dalam keadaan tertentu, suatu perbuatan yang bisa menjadi pelanggaran hak cipta akan dikecualikan dari pelanggaran apabila perbuatan tersebut termasuk dalam Seksyen 13 (2) (a) Akta Hakcipta 1987 mengatur mengenai pengecualian-pengeculian dalam hak cipta antaranya: Secara urusan yang wajar untuk maksud penelitian yang bukan mencari keuntungan, pendidikan (untuk kepentingan pribadi), kritikan, ulasan atau laporan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini, tunduk kepada syarat bahwa penggunaan itu adalah untuk penggunaan umum, maka harus disertakan dengan satu pengakuan judul karya dan penciptanya, kecuali jika karya itu yang berkaitan dengan perbuatan untuk maksud penelitian yang bukan mencari keuntungan, pendidikan untuk kepentingan pribadi dan laporan-laporan peristiwa saat ini dengan cara rekaman suara, film, atau siaran. Terdapat kurang lebih 20 (dua puluh) pengecualian yang diberi. Walau bagaimana pun pengecualian yang pertama yaitu pengecualian terhadap urusan yang wajar selalu digunakan bagi mempertahankan diri apabila tindakan
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelanggaran diambil terhadap seseorang. Urusan wajar di sini bermaksud apabila seseorang melakukan perlakuan yang merupakan hak ekslusif pemilik hak cipta tanpa mendapat ijin dari pemilik tersebut, melakukannya karena
tujuan
penelitian
yang
bukan
mencari
keuntungan, pendidikan yang bersifat pribadi, kritikan, ulasan atau laporan peristiwa saat ini. Apabila karya tersebut digunakan untuk tujuan masyarakat umum, maka harus ada ijin dari penciptanya. Ini bermaksud apabila seorang pelajar mengambil informasi dari sumber yang berasal dari internet untuk penelitian mereka, maka perlu diletakkan catatan kaki atau catatan perut. Hal ini merupakan salah satu cara mengakui pencipta atau pemilik asal hasil karya tersebut. e. Jangka Waktu Perlindungan Jangka waktu perlindungan terhadap karya cipta diatur dalam yaitu Akta Hakcipta 1987 Seksyen 17 sampai dengan Seksyen 23. Hakcipta mengenai karya sastera, musik atau seni (selain fotografi) diberikan Akta Hakcipta selama hidup pencipta dan lima puluh tahun setelah kematiannya. Jika sesuatu karya sastera, musik atau seni (selain fotografi) tidak pernah diterbitkan sebelum kematian penciptanya, maka hakcipta akan timbul hingga lima puluh tahun dari permulaan tahun kalender berikutan dengan tahun yang karya itu mula mula diterbitkan. Jika suatu karya sastra, musik atau seni (selain dari fotografi) diterbitkan tanpa nama atau dengan mengguna nama samaran, hakcipta akan timbul hingga lima puluh tahun dari permulaan tahun kalendar berikutan dengan tahun yang karya itu pertama kali diterbitkan dengan syarat bahawa jika identitas pencipta telah diketahui, jangka waktu perlindungan hakcipta akan dihitung lima puluh tahun dari permulaan tahun kalender berikutan dengan tahun yang karya itu mula mula diterbitkan. Hakcipta mengenai sesuatu edisi diterbitkan akan timbul hingga lima puluh tahun dari permulaan tahun kalendar berikutan dengan tahun yang edisi itu pertama kali diterbitkan. Hakcipta mengenai sesuatu rekaman suara akan timbul hingga lima puluh tahun
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari permulaan tahun kalendar berikutan dengan tahun yang rekaman itu mula-mula diterbitkan. Hakcipta mengenai sesuatu siaran akan wujud sehingga lima puluh tahun dari permulaan tahun kalendar berikutan dengan tahun yang siaran itu Pertama kali dibuat. Hakcipta mengenai sesuatu fotografi akan timbul hingga lima puluh tahun dari permulaan tahun kalendar berikutan dengan tahun yang fotografi itu pertama kali diterbitkan. Hakcipta mengenai sesuatu film akan wujud sehingga lima puluh tahun dari permulaan tahun kalendar berikutan dengan tahun yang film itu pertama kali diterbitkan. Hakcipta mengenai karya-karya Kerajaan, organisasi Kerajaan, dan badan internasional akan timbul hingga lima puluh tahun dari permulaan tahun kalendar berikutan dengan tahun yang karya itu pertama kali diterbitkan. f. Penegakan Hukum Akta Hakcipta 1987 merupakan Undang-Undang yang bersifat quasi pidana di mana tindakan perdata/ civil dan tindakan pidana bisa diambil. Pelanggaran hak cipta merupakan kesalahan menurut undangundang hakcipta. Pemilik bisa mengambil tindakan perdata dengan orang yang melakukan salinan pelanggaran tersebut atau membuat laporan kepada pihak berkuasa agar tindakan hukum selanjutnya bisa diambil. Untuk pemilik yang mempunyai bukti yang kukuh untuk mengambil tindakan kepada pihak tertentu yang telah melakukan pelanggaran hak cipta hasil karya pemilik, maka pemilik bisa terus mengemukakan saman melalui advokat yang telah dilantik. Meskipun demikian, tindakan melalui hukum pidana juga bisa dilakukan dengan membuat laporan kepada pihak polisi dan hukuman berbentuk penjaraa dan denda bisa dikenakan.
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pengaturan Perlindungan Instrumen Musik Tradisional Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Di Indonesia, perlindungan terhadap instrumen musik tradisional diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dimana masuk dalam kategori folklor. Penjelasan Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Folklor merupakan sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, termasuk: a. cerita rakyat, puisi rakyat; b. lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional; c. tari-tarian rakyat, permainan tradisional; d. hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mozaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional”. Berikut ini akan diuraikan mengenai pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berhubungan dengan pengaturan perlindungan instrumen musik tradisional: a.
Definisi Hak Cipta Pasal 1 angka (1) “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku“. Pasal 1 angka (5) “Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain”.
b. Definisi Pencipta dan Pemegang Hak Cipta Pasal 1 angka (2)
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya melahirkan suatu
Ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi“. Pasal 1 angka (3) “Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut“. c. Hak Ekslusif Pasal 2 ayat (1) “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku“. Menurut penjelasan Pasal 2 ayat (1), yang dimaksud dengan hak eksklusif
adalah
hak
yang
semata-mata
diperuntukkan
bagi
pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak
tersebut
tanpa
“mengumumkan
izin
atau
pemegangnya.
memperbanyak”,
Dalam termasuk
pengertian kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan
kepada
publik,
menyiarkan,
merekam,
dan
mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. d. Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak Diketahui (Pasal 10) 1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. 2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. 3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih
commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Menurut Penjelasan Pasal 10 ayat (2) Dalam rangka melindungi folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia sebagai Pemegang Hak Cipta. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. e.
Pengecualian Pasal 15 (c) disebutkan bahwa “pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta”. Bahwa apabila suatu folklor berupa instrumen musik tradisional dimana pemegang hak ciptanya adalah Negara, digunakan untuk keperluan pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut biaya dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak, maka hal tersebut bukan merupakan pelanggaran.
f.
Masa Berlaku Hak Cipta Pasal 31 ayat (1) (a) Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu. Tujuan dari pemberlakuan tanpa batas waktu adalah agar folklor instrumen musik tradisional sebagai hasil ekspresi kebudayaan rakyat yang bersifat komunal/ milik bersama tetap berada dalam perlindungan Negara dan untuk menghindari adanya klaim atau tindakan pihak asing yang dapat merusak hasil ekspresi kebudayaan tersebut. Hal ini juga akan menghindari adanya batas waktu perlindungan seperti ciptaan yang lain seperti 50 tahun setelah
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penciptanya meninggal status kepemilikan ciptaan tersebut adalah milik umum/ publik. g. Penyelesaian Sengketa (Pasal 56) (1) Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu. (2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. (3) Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Pemegang hak cipta dalam folklor instrumen musik tradisional hak ciptanya dipegang oleh Negara, berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap instrumen musik tradisional yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan pertunjukan karya ciptaan instrumen musik tradisional yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. h. Sanksi Pidana Pasal 72 ayat (1) menjelaskan: “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,(lima miliar rupiah)”. Bahwa setiap orang asing yg melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif negara sebagai pemegang hak cipta atas foklor instrumen
commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
musik tradisional dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- atau pidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-. Pengaturan Perlindungan Instrumen Musik Tradisional (folklor) dan usaha pelestariannya di Indonesia sudah dimulai sejak diterbitkannya Undang-undang Hak Cipta, terakhir diatur kepemilikan atas Folklor ini atau pemegang Hak Ciptanya, menurut ketentuan Pasal 10 ayat (2) UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu negara. Negaralah memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajian tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka negaralah ‘yang mewakili’ kepentingan rakyatnya (dalam hal ini; masyarakat tradisional di Indonesia) sebagai pemegang hak cipta. Bentuk hak eksklusif dari negara atas kerya cipta terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat adalah hak untuk mengumumkan atau memperbanyak atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan menurut undang-undang yang berlaku. Apabila
pihak
asing
memanfaatkan
karya
budaya/
pengetahuan
tradisionalnya tanpa mengindahkan kepentingan Indonesia atau masyarakat tradisional,
negara
harus
mempertahankannya
dan
menggugatnya
(Muhammad Djumhana, 2006: 61). Di bawah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tersebut dirancang suatu Peraturan Pemerintah (PP) tentang "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara", namun sampai sekarang PP tersebut belum disahkan. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara", adalah jabaran lebih khusus mengenai pengaturan folkor dalam Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Dalam draft Peraturan Pemerintah tersebut yang disebut sebagai folklor dipilah ke dalam :
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) ekspresi verbal dan non-verbal dalam bentuk cerita rakyat, puisi rakyat, teka-teki, pepatah, peribahasa, pidato adat, ekspresi verbal dan nonverbal lainnya; 2) ekspresi lagu atau musik dengan atau tanpa lirik; 3) ekspresi dalam bentuk gerak seperti tarian tradisional, permainan, dan upacara adat; 4) karya kesenian dalam bentuk gambar, lukisan, ukiran, patung, keramik, terakota, mozaik, kerajinan kayu, kerajinan perak, kerajinan perhiasan, kerajinan anyam-anyaman, kerajinan sulam-sulaman, kerajinan tekstil, karpet, kostum adat, instrumen musik, dan karya arsitektur, kolase dan karya-karya lainnya yang berkaitan dengan folklor. Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, Negara memegang Hak Cipta terhadap karya peniggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya, folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama. Di samping itu, negara juga seyogyanya berkewajiban untuk memelihara dan melindunginya dari gangguan pihak lain. Dalam rangka melindungi folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli ataupun komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersil tanpa seizin Negara Republik Indonesia sebagai Pemegang Hak Cipta. Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 ini dimaksudkan untuk menghindari pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. Jangka waktu perlindungan Hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, perlindungannya berlaku tanpa batas waktu (Pasal 31 Ayat (1) (a)) maksudnya ciptaan-ciptaan yang hak ciptanya dipegang atau dilaksanakan oleh Negara, mendapatkan perlindungan tanpa batas waktu, artinya untuk selamanya. Pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional sebenarnya juga diatur dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT). RUU PTEBT merupakan suatu wujud koreksi dan pengimplikasian dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Pasal 10 tentang Negara yang memegang hak cipta atas folklor.
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasal 10 ayat (2) menjelaskan “Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian kaligrafi, dan karya seni lainnya”. Namun dalam pasal tersebut, tidak dijelaskan secara rinci tentang definisi ekspresi budaya tradisional beserta batasan-batasannya dan pengaturan penggunaan ekspresi budaya tradisional, baik komersil maupun non komersil. Berikut ini penulis paparkan beberapa poin penting yang diatur dalam RUU PTEBT diantaranya: 1) Ketentuan Umum (Pasal 1) a) Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat. b) Ekspresi Budaya Tradisional adalah karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat. c) Tradisi adalah warisan budaya masyarakat yang dipelihara dan/atau dikembangkan secara berkelanjutan lintas generasi oleh suatu komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat. d) Perlindungan adalah segala bentuk upaya melindungi Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional terhadap pemanfaatan secara komersial yang dilakukan tanpa izin. e) Kustodian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional adalah komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat yang memelihara dan mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional tersebut secara tradisional dan komunal f) Pemanfaatan adalah pendayagunaan Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional secara komersial. g) Pemohon adalah orang asing atau badan hukum asing atau badan hukum Indonesia penanaman modal asing yang mengajukan permohonan izin akses pemanfaatan. h) Permohonan izin akses adalah permohonan untuk mendapatkan izin akses pemanfaatan yang diajukan kepada Menteri. i) Permohonan pencatatan adalah permohonan pengajuan pencatatan perjanjian pemanfaatan. j) Izin Akses Pemanfaatan adalah izin yang diberikan oleh Menteri kepada orang asing atau badan hukum asing atau badan hukum Indonesia penanaman modal asing sebelum melakukan perjanjian pemanfaatan.
commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
k) Badan hukum asing adalah badan hukum yang didirikan dan berkedudukan hukum di negara di luar Indonesia serta tunduk pada hukum negara tersebut. l) Badan hukum Indonesia penanaman modal asing adalah badan hukum yang didirikan, berkedudukan hukum serta tunduk pada hukum di Indonesia, dan menggunakan modal asing baik sepenuhnya maupun sebagian. m) Pemegang izin akses pemanfaatan adalah orang asing atau badan hukum asing atau badan hukum Indonesia penanaman modal asing yang telah memperoleh izin akses pemanfaatan. n) Perjanjian pemanfaatan adalah perjanjian antara Kustodian Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional dan orang asing atau badan hukum asing atau badan hukum Indonesia penanaman modal asing, mengenai pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional. o) Kuasa adalah advokat atau konsultan hukum yang diberi kuasa oleh Pemohon. p) Tim Ahli Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional adalah tim khusus independen yang diangkat oleh Menteri yang membidangi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. q) Menteri adalah Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. 2) Perlindungan PTEBT (Pasal 2) a) PTEBT yang dilindungi mencakup unsur budaya yang: (1) memiliki karakteristik khusus yang terintegrasi dengan identitas budaya masyarakat tertentu yang melestarikannya; (2) disusun, dikembangkan, dipelihara, dan ditransmisikan dalam lingkup tradisi. b) Pengetahuan Pengetahuan Tradisional yang dilindungi mencakup ide/gagasan, konsep, keterampilan, pembelajaran dan praktik kebiasaan lainnya, dan inovasi yang membentuk gaya hidup masyarakat tradisional termasuk diantaranya pengetahuan pengobatan termasuk obat terkait dan tata cara penyembuhan, pengetahuan tentang ruang dan waktu, pengetahuan pertanian, pengetahuan lingkungan alam, pengetahuan tentang flora dan fauna, pengetahuan tentang zat dan bahan mentah, pengetahuan tentang anatomi tubuh, pengetahuan tentang astronomi, serta pengetahuan yang terkait dengan sumber daya genetik. c) Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini: 1) karya sastra ataupun narasi informatif dalam bentuk lisan maupun tulisan yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan;
commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) seni musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental atau kombinasinya; 3) seni gerak, mencakup antara lain: tarian, beladiri, dan permainan; 4) seni teater, mencakup antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat; 5) seni tempa, mencakup antara lain: pembuatan senjata tradisional, alat musik tradisional, perhiasan, alat produksi, dan peralatan rumah tangga; 6) seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan 7) upacara adat, mencakup antara lain: prosesi, perlengkapan, pembuatan alat dan bahan perlengkapan, serta penyajiannya. 3) Jangka Waktu Perlindungan (Pasal 3) Jangka waktu perlindungan kekayaan
intelektual PTEBT
diberikan selama masih dipelihara oleh Pemilik dan/atau Kustodiannya. 4) Lingkup Perlindungan PTEBT (Pasal 4) a) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban melindungi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. b) Bentuk perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional meliputi pencegahan dan/atau pelarangan terhadap: a) Pemanfaatan yang dilakukan tanpa izin akses pemanfaatan dan perjanjian pemanfaatan oleh orang asing atau badan hukum asing; b) Pemanfaatan yang dalam pelaksanaan pemanfaatannya tidak menyebutkan dengan jelas asal wilayah dan komunitas atau masyarakat yang menjadi sumber PTEBT tersebut; dan/atau c) Pemanfaatan yang dilakukan secara menyimpang dan menimbulkan kesan tidak benar terhadap masyarakat terkait, atau yang membuat masyarakat tersebut merasa tersinggung, terhina, tercela, dan/atau tercemar. 5) Pendokumentasian (Pasal 19) (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pendataan dan pendokumentasian mengenai Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di seluruh Indonesia. (2) Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didokumentasikan guna menyediakan informasi tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.
commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Pendataan dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, dan pihak lain yang berkepentingan. (4) Untuk kepentingan inventarisasi data Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional nasional, pihak yang melakukan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberikan hasil pendokumentasian kepada Menteri dan Gubernur; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendataan dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah. 6) Ketentuan Sanksi Terhadap para pelaku, baik secara pribadi kelompok: korporasi atau negara, maka pemberian sanksi harus dapat ditentukan sesuai dengan tingkat maupun keberadaan yang bersangkutan, apakah pembuatannya hanya untuk pribadi dalam artian melakukan penelitian untuk ilmu pengetahuan, atau korporasi/negara untuk kekayaannya. Mengenai penerapan sanksi terdapat teori-teori yang mendukung antara lain adalah sebagai berikut: a) Tindak pidana materil dan formil Dalam RUU ini mengenal tindak pidana formil dan materil, tindak pidana formil dapat dijumpai di Pasal 25 yang merujuk pada ketentuan di Pasal 4 ayat (2) huruf (a) menyatakan sebagai berikut: “Pemanfaatan yang dilakukan tanpa izin akses pemanfaatan dan perjanjian, pemanfaatan oleh orang asing atau badan hukum asing”. Inti dari pasal tersebut di atas adalah adanya larangan terhadap orang dan/ atau badan hukum untuk melakukan suatu kegiatan di kawasan wilayah Indonesia tanpa izin. Sedangkan untuk rumusan tindak pidana materil dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 8, dengan merujuk pada ketentuan Pasal 9 (a) harus ditolak apabila: “Pemanfaatan yang akan dilakukan bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, moralitas, agama, nilai budaya atau kesusilaan”. Dalam ketentuan pasal ini
commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merumuskan larangan melakukan kegiatan yang melanggar ketentuan ketertiban umum serta merusak nilai-nilai moral bangsa. b) Tindak Pidana Administratif Semua kategori kejahatan sebagaimana yang dirumuskan di atas adalah sanksi pidana yang sebetulnya adalah sanksi administrasi. Sanksi administrasi bisa digunakan kekuatan hukum pidana untuk menimbulkan efek jera yang lebih tinggi. Namun dalam RUU ini rumusan-rumusan tindak pidana masuk dalam ketentuan tindak pidana, artinya dari segi teknik perancangan perundang-undangan, ketentuan ini secara sengaja ditempatkan sebagai delik pidana,
bukan
sebagai sanksi administrasi.
Seharusnya berdasarkan perbedaan bidang hukum ketentuanketentuan sanksi administrasi tidak dicantumkan dalam Bab/ bagian ketentuan pidana tetapi dalam sanksi administrasi. Selain itu, tindak pidana hanya ditujukan kepada pemegang izin. Dalam hal ini jika pemegang izin yang berdalil telah memiliki izin melakukan suatu tindakan yang melawan hukum, seperti melaukan penelitian dan bertentangan dengan masyarakat hukum adat setempat, maka tindakan tersebut adalah semata-mata pihak yang melakukan aktivitas tersebut. Di sana sama sekali tidak diperhitungkan pertanggungjawaban pidana memberi izin. c) Tindak Pidana oleh Badan Hukum Dalam RUU ini sebenarnya telah mengenal badan hukum selaku pelaku tindak pidana. Ketentuan ini di atur dalam Pasal 1 angka (10) yang menyatakan sebagai berikut: “Izin Akses Pemanfaatan adalah izin yang diberikan oleh Menteri kepada orang asing atau badan hukum asing atau badan hukum Indonesia penanaman
modal
asing
sebelum
melakukan
perjanjian
pemanfaatan”. Apabila memperhatikan dalam ketentuan RUU tersebut,
khususnya
dalam
Pasal
1
angka
(10)
maka
pertanggungjawaban pidana dari pengurus badan usaha yang
commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan kejahatan di bidang pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya nasional telah di atur dengan tegas. Perlindungan Hak Cipta atas instrumen musik tradisional sangat diakomodir dalam ketentuan RUU PTEBT ini. Dalam Pasal 2 ayat (3) dijelaskan kategori perlindungan ekspresi budaya tradisional dimana Instrumen musik tradisional seperti contohnya angklung merupakan bentuk Ekspresi Budaya Tradisional dalam bidang seni musik yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat. Ketentuan RUU PTEBT akan sangat mengakomdir segala hal yang berkaitan dengan pemanfaatan ekspresi budaya tradisional terdapat mekanisme yang jelas terkait perijinan, pemanfaatan, dan lembaga yang jelas dalam pengurusan perijinan tersebut, serta terdapat ketentuan sanksi apabila terjadi pelanggaran. Sehingga instrumen musik tradiosional yang merupakan bagian dari ekspresi budaya tradisional dalam bidang seni musik, diharapkan perlindungan ini dapat mencegah klaim dari pihak asing dan apabila pihak asing ingin menggunakan dalam hal komersil terdapat prosedur dalam perijinannya. 4. Pengaturan Perlindungan Instrumen Musik Tradisional Malaysia a. Pengaturan Berdasarkan Akta Hakcipta 1987 Pengaturan mengenai perlindungan Instrumen Musik Tradisional dibawah Akta Hakcipta 1987. sebagai ekspresi cerita rakyat atau folklor (expressions of folklore) masuk dalam lingkup Hak Pelaku (Performers Right). Dalam Seksyen 3 “Pelaku" artinya orang yang membuat persembahan secara langsung di bawah Akta ini. Perlindungan instrumen musik tradisional dalam Akta Hakcipta 1987 hanya terkait dengan persembahan secara langsung ekspresi cerita rakyat. Fokus pengaturan perlindungan terhadap ekspresi cerita rakyat hanya diberikan kepada pelaku ekspresi cerita rakyat dan bukan pada objek ekspresi rakyat tersebut. Sehigga pengaturan yang akan penulis
commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jelaskan adalah tinjauan hak pelaku sebagai performers suatu persembahan secara langsung terkait dengan ekspresi cerita rakyat. 1) Definisi Hakcipta Hak Cipta adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pemilik hak cipta untuk satu periode tertentu. Perlindungan hak cipta di Malaysia berdasarkan Akta Hakcipta 1987 tidak mengenal sistem pendaftaran hak cipta. Sebuah karya yang layak dilindungi secara otomatis tergantung pada pemenuhan kondisi berikut: a) upaya yang cukup telah diharapkan untuk membuat karya asli dalam karakter (orisinil); b) pekerjaan telah ditulis, direkam atau direduksi menjadi bentuk materi; c) pencipta adalah orang yang memenuhi syarat atau pekerjaan yang dibuat di Malaysia atau pekerjaan pertama kali diterbitkan di Malaysia Akta Hakcipta 1987 tidak menyebutkan definisi mengenai hak cipta. Namun, Akta ini memberikan definisi mengenai “hak cipta masa depan” dalam Seksyen 3. "hakcipta masa depan" ertinya hakcipta yang akan atau mungkin wujud berkenaan dengan apa-apa karya atau kelas karya atau hal perkara lain masa depan, atau apabila manamana peruntukan Akta ini mula berkuatkuasa, atau dalam sesuatu peristiwa di masa depan”. (hak cipta masa depan" artinya hak cipta yang akan atau mungkin datang menyangkut beberapa pekerjaan atau kelas dari pekerjaan atau pokok pembahasan lain, atau akan diatur dalam ketetapan dari Akta ini, atau dalam peristiwa lain dimasa depan). 2) Syarat Pemegang Hakcipta Hasil karya cipta khususnya instrumen musik tradisional, pada dasarnya dimiliki oleh suatu kelompok atau masyarakat tertentu secara bersama-sama. Namun status perlindungan dapat diberikan kepada orang yang memainkan (pemain) instrumen musik tradisional sebagai Pelaku (performers)
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kualifikasi atau syarat untuk melindungi pelaku (performers) dalam Persembahan secara langsung (live performances) Seksyen 10A adalah: a) warganegara atau pemastautin tetap Malaysia; atau b) bukan warganegara atau pemastautin tetap Malaysia tetapi persembahannya (1) diadakan di Malaysia; (2) telah digabungkan dalam rakaman bunyi yang dilindungi di bawah Akta ini; atau (3) belum lagi ditetapkan dalam rakaman bunyi tetapi termasuk dalam suatu siaran yang layak untuk dilindungi di bawah Akta ini. a) warga negara atau penduduk permanen Malaysia, atau b) bukan warga negara atau penduduk tetap di Malaysia tapi persembahannya: (1) terjadi di Malaysia; (2) yang tergabung dalam rekaman suara yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini; (3) belum diperbaiki dalam sebuah rekaman suara tetapi termasuk dalam kualifikasi untuk perlindungan di bawah Undang-Undang ini. 3) Hak Eksklusif Apabila seorang Pelaku telah memenuhi syarat yang ditetapkan sebagai performer maka dia akan di lindungi dibawah Akta Hakcipta 1987 Seksyen 16A (1) dan (2) dengan mendapat beberapa hak eksklusif antara lain: (1) Hak pelaku ialah hak eksklusif untuk mengawal di Malaysia: (a) penyampaian kepada orang awam sesuatu persembahan secara langsung, kecuali jika persembahan secara langsung yang digunakan dalam penyampaian kepada orang awam itu sendiri ialah suatu persembahan secara langsung; (b) penetapan bagi sesuatu persembahan yang belum ditetapkan; (c) pengeluaran semula penetapan sesuatu persembahan secara langsung jika: (i) penetapan itu sendiri telah dibuat tanpa persetujuan pelaku;
commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(ii) pengeluaran semula An dibuat bagi maksud yang berbeza daripada yang telah dipersetujui oleh pelaku; atau (iii) penetapan itu dibuat menurut peruntukan subseksyen (3), dan pengeluaran semulanya dibuat bagi maksud yang berbeza daripada yang disebut dalam peruntukan itu; (d) menjadikan tersedia untuk orang awam buat pertama kali suatu penetapan sesuatu persembahan secara langsung, atau salinannya, melalui jualan atau pindah hakmilik pemunyaan lain; dan (e) penyewaan kepada orang awam penetapan sesuatu persembahan secara langsung, atau salinannya, tanpa mengira pemunyaan salinan yang disewa. (2) Pelaku akan hilang hak eksklusifnya di bawah subseksyen (1) apabila dia memberikan persetujuan bagi penetapan persembahan secara langsungnya itu. (1) Hak pelaku ialah hak eksklusif untuk mengontrol di Malaysia: (a) komunikasi ke publik dari persembahan secara langsung, kecuali kinerja hidup yang digunakan dalam komunikasi seperti itu sendiri merupakan kinerja siaran langsung; (b) perekaman atas kinerja yang tidak tetap; (c) reproduksi fiksasi secara langsung jika: (i) fiksasi itu sendiri dilakukan tanpa persetujuan pelaku; (ii) reproduksi dibuat untuk tujuan yang berbeda dari mereka yang pelaku memberikan persetujuan, atau (iii) fiksasi itu dibuat sesuai dengan ayat (3), dan reproduksi yang dibuat untuk tujuan yang berbeda dari yang dimaksud dalam ketentuan ini; (d) pembuatan pertama yang tersedia untuk publik dari sebuah fiksasi dari persembahan secara langsung atau salinannya, melalui penjualan atau pengalihan kepemilikan lainnya, dan (e) sewa untuk umum dari fiksasi persembahan secara langsung, atau salinannya, terlepas dari kepemilikan salinan sewaan. (2) Pelaku akan kehilangan hak eksklusifnya di bawah subseksyen (1) apabila ia memberikan persetujuan untuk penetapan persembahan secara langsungnya itu. 4) Lingkup Persembahan secara Langsung (live performance) Seksyen 3 Akta Hakcipta 1987 menjelaskan lingkup persembahan secara langsung diantaranya:
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) persembahan karya drama, atau sebagian daripada karya itu, termasuk sesuatu persembahan sedemikian yang dibuat dengan menggunakan boneka, atau persembahan karya drama yang dibuat secara spontan; b) persembahan karya musik atau sebahagian daripada karya itu, atau persembahan karya musik yang dibuat secara spontan; c) pembacaan, pengucapan atau penyampaian karya sastera, atau sebahagian daripada karya itu, atau pembacaan, pengucapan atau penyampaian karya sastera yang dibuat secara spontan; d) persembahan tarian; e) persembahan suatu sirkus atau tindakan atau berbagai presentasi yang sama; atau f) persembahan berhubungan dengan pengungkapan cerita rakyat, yang disampaikan secara langsung oleh seorang atau lebih di Malaysia, baik di hadapan penonton atau selainnya; tetapi tidak termasuk: (1) pembacaan, pengucapan atau penyampaian bahan berita atau maklumat; (2) persembahan secara langsung suatu kegiatan olahraga; atau; (3) penyertaan dalam sesuatu persembahan secara langsung oleh penonton. Dijelaskan bahwa instrumen musik tradisional masuk dalam kategori persembahan secara langsung (live performance) sebagai wujud pengungkapan ekspresi cerita rakyat (expression of folklore). Pelaku instrumen musik tradisional ini dilindungi berdasarkan ketentuan Akta Hakcipta ini terkait dengan hak-hak pelaku. 5) Kepemilikan pertama Hakcipta Seksyen 26 (4) (c) menjelaskan kaitannya pencipta yang tidak diketahui, yang berbunyi: “Dalam hal sesuatu karya yang belum diterbitkan, jika identiti pencipta karya itu tidak diketahui, tetapi jika ada sebab-sebab bagi menganggap bahawa dia adalah warganegara Malaysia, hakcipta yang diberi menurut Akta ini hendaklah disifatkan sebagai terletak hak pada Menteri yang dipertanggungkan dengan tanggungjawab bagi kebudayaan” Dijelaskan bahwa pemilikan pertama hakcipta pada suatu kasus ciptaan di mana identitas dari pencipta adalah tidak diketahui, tetapi terdapat alasan untuk menganggap bahwa ia
commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah warga negara Malaysia, hak cipta dalam pekerjaan dianggap dimiliki oleh Menteri dengan dibebankan tanggung jawab untuk kebudayaan. Sehingga apabila suatu ciptaan berupa instrumen musik tradisional dimana identitas penciptanya tidak diketahui, maka pemegang hak tersebut adalah Menteri. 6) Publikasi Persembahan secara Langsung Seksyen 4 (1) (d) Akta Hakcipta 1987 menjelaskan bahwa: “suatu persembahan secara langsung hendaklah disifatkan sebagai telah diterbitkan hanya jika satu salinan atau salinansalinan persembahan secara langsung yang ditetapkan itu telah disediakan dengan persetujuan pelaku dengan cara yang mencukupi untuk memenuhi keperluan awam yang munasabah”. (Suatu persembahan secara langsung telah dipublikasikan hanya jika salinan atau salinan dari persembahan secara langsung yang telah dibuat dengan persetujuan pelaku dengan cara yang memadai untuk memenuhi persyaratan untuk umum). Seksyen 4 (3) menjelaskan bahwa untuk tujuan akta ini, publikasi akan dianggap menjadi publikasi pertama di Malaysia jika: a) kinerja pekerjaan atau kehidupan yang pertama terpublikasi di Malaysia dan tidak di tempat lain; atau b) kinerja pekerjaan atau kehidupan yang pertama selain itu yang terpublikasi dimana kecuali terpublikasi di Malaysia pada tigapuluh hari dari penerbitan demikian di tempat lain. a) pekerjaan atau persembahan secara langsung pertama kali diterbitkan di Malaysia dan tidak di tempat lain, atau b) pekerjaan atau persembahan secara langsung pertama kali diterbitkan di tempat lain tetapi diterbitkan di Malaysia dalam waktu tiga puluh hari publikasi seperti di tempat lain; 7) Jangka Waktu Perlindungan (Seksyen 23A Akta Hakcipta 1987) “Hak mengenai persembahan secara langsung yang wujud di bawah Akta ini hendaklah terus wujud sehingga habis tempoh lima puluh tahun yang dihitung dari permulaan tahun kalendar berikutan tahun persembahan secara langsung itu diadakan” (Perlindungan atas persembahan secara langsung di bawah Akta ini berlangsung hingga lima puluh tahun terhitung
commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun penanggalan berikutnya sejak persembahan secara langsung tersebut).
dilangsungkannya
Dijelaskan bahwa ketentuan jangka waktu perlindungan atas persembahan secara langsung berupa pertunjukan instrumen musik tradisional selama 50 tahun terhitung pada tahun berikutnya setelah diadakan persembahan secara langsung. Hal ini menunjukan batasan perlindungan bagi hak pelaku untuk memiliki hak eksklusif hanya
sebatas
waktu
tersebut.
Sehingga
apabila
waktu
perlindungan itu habis status kepemilikan terhadap persembahan secara langsung berupa pertunjukan instrumen musik tradisional yang sebelumnya dipegang atau dimiliki pelaku beralih menjadi milik umum atau publik. 8) Hak Moral Pelaku (Seksyen 25A Akta Hakcipta 1987) (1) Seseorang pelaku hendaklah, berkenaan dengan persembahan secara langsungnya atau persembahan secara langsungnya yang telah ditetapkan dalam fonogram, mempunyai hak: (a) untuk menuntut supaya dikenali sebagai pelaku bagi persembahan secara langsungnya, kecuali jika ketinggalan itu berlaku oleh cara penggunaan persembahan secara langsung itu; dan (b) untuk membantah apa-apa gangguan, pencacatan atau pengubahsuaian lain persembahan secara langsungnya yang akan menjejaskan reputasinya. (2) Hak yang diberikan kepada pelaku di bawah subseksyen (1) hendaklah, selepas kematiannya, disenggarakan dan hendaklah boleh digunakan oleh orang atau institusi yang diberi kuasa oleh pelaku itu. (3) Bagi maksud seksyen ini, "fonogram" ertinya penetapan bunyi sesuatu persembahan secara langsung atau bunyi lain atau perlambangan bunyi itu, selain dalam bentuk penetapan yang digabungkan dalam filem atau karya audiovisual lain. (1) Seorang pelaku berkaitan dengan persembahan secara langsung atau persembahan langsungnya ditetapkan dalam phonogram, mempunyai hak: (a) untuk mengakui supaya dikenali sebagai pelaku persembahan secara langsungnya, kecuali dimana penghilangan tersebut didikte oleh etika dari penggunaan dari persembahan secara langsung; dan
commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(b) untuk membantah terjadinya gangguan, perusakan atau modifikasi lain dari persembahan secara langsung tersebut akan menimbulkan prasangka untuk reputasinya. (2) Hak yang diberikan kepada pelaku dibawah Subseksyen (1) diberikan setelah kematiannya, diselenggarakan dan dapat digunakan oleh orang atau institusi yang diberi kuasa oleh pelaku. (3) Maksud Seksyen ini, "phonogram" artinya penetapan bunyi dari suatu persembahan secara langsung atau dengan bunyi lain atau dari suatu penyajian dari bunyi itu, selain dari pada bentuk dari suatu penetapan yang menggabungkan film atau audio visual lain. 9) Peralihan Hakcipta Dijelaskan dalam Seksyen 27 (1) Akta Hakcipta 1987 mengatur tentang cara peralihan Hakcipta: “Tertakluk kepada seksyen ini, hakcipta boleh dipindahmilik sebagai harta alih melalui penyerahhakan, pemberian berwasiat atau dengan kuatkuasa undang-undang”. (Tunduk kepada Seksyen ini, hak cipta dapat dipindahtangankan sebagai harta bergerak melalui penyerahan hak,dengan surat wasiat,atau dengan operasi dari hukum, sebagai hak milik yang dapat dipindahkan) Kemudian diatur pula tentang cara peralihan hak yang lain yaitu lisensi, dalam Seksyen 27A (a) Akta Hakcipta 1987 dijelaskan: “skim pelesenan yang dikendalikan oleh badan-badan pelesenan berhubungan dengan hakcipta dalam karya-karya sastera atau muzik, setakat yang is berhubungan dengan lesen bagi: (1) mengeluarkan semula karya itu; (2) menunjukkan, menayangkan atau memainkan karya itu kepada awam; (3) menyampaikan karya itu kepada orang awam; atau (4) mengedarkan karya itu kepada awam”. (perancangan lisensi dilaksanakan oleh badan lisensi dalam hubungan dengan hak cipta pada kesusasteraan atau musik, sepanjang yang berhubungan dengan lisensi untuk: (1) mereproduksi karya;
commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) pelaksanaan, menayangkan atau memainkan karya itu kepada publik; (3) mengomunikasikan karya ke publik; atau (4) mengedarkan karya itu ke publik). 10) Pelanggaran Hakcipta Berdasarkan Seksyen 41 (1) Akta Hakcipta dapat diketahui jenis-jenis pelanggaran yang dapat terjadi pada suatu ciptaan atau hak pelaku diantaranya: a) membuat untuk jualan atau sewa apa-apa salinan langgaran; b) menjual, menyewakan atau secara dagangan, mendedahkan atau menawarkan untuk dijual atau disewakan apa-apa salinan langgaran; c) mengedarkan salinan-salinan langgaran; d) memiliki, bagi apa-apa kegunaan selain daripada untuk kegunaan persendirian dan domestik, apa-apa salinan langgaran; e) dengan cara dagangan mempamerkan pada awam apaapa salinan langgaran; f) mengimport ke dalam Malaysia, selain daripada bagi kegunaan persendirian dan domestiknya, sesuatu salinan langgaran; g) membuat atau ada dalam miliknya apa-apa perekaan yang digunakan atau bertujuan untuk digunakan bagi maksud membuat salinan langgaran; a.
perbuatan untuk dijual atau menyewakan salinan yang dilanggar; b. menjual, menyewakan atau memperdagangkan, membiarkan atau menawarkan untuk dijual, atau menyewakan salinan yang dilanggar; c. mengedarkan salinan yang dilanggar; d. memiliki untuk kegunaan selain dari pada untuk kegunaan pribadi dan domestik salinan yang dilanggar; e. dengan berdagang, menunjukkan kepada masyarakat umum salinan yang dilanggar; f. mengimpor ke dalam Malaysia, selain dari pada untuk kegunaan pribadi dan domestik salinan yang dilanggar; g. membuat atau ada dalam miliknya desain yang dipergunakan untuk membuat salinan yang dilanggar.
commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11) Sanksi Hukuman Berdasarkan Seksyen 41 (1) Akta Hakcipta 1987 juga menjelaskan tentang sanksi hukuman terhadap pelanggaran hakcipta, diantaranya: a) dalam hal kesalahan di bawah perenggan (a) hingga (f),denda tidak melebihi sepuluh ribu ringgit bagi setiap salinan langgaran, atau penjara bagi suatu tempoh tidak melebihi lima tahun atau kedua-duanya dan bagi apa-apa kesalahan kali kemudian denda tidak melebihi dua puluh ribu ringgit bagi setiap salinan langgaran atau penjara bagi suatu tempoh tidak melebihi sepuluh tahun atau kedua-duanya; (dalam hal pelanggaran di bawah alinea (a), hingga (f) denda tidak melebihi sepuluh ribu ringgit untuk setiap salinan yang dilanggar, atau hukuman penjara untuk suatu waktu yang tidak lebih dari lima tahun atau terhadap keduanya dan untuk pelanggaran yang berikutnya, denda tidak melebihi dua puluh ribu ringgit untuk masing-masing salinan yang dilanggar atau hukuman penjara untuk suatu waktu tidak melebihi sepuluh tahun atau terhadap keduanya); b) dalam hal kesalahan di bawah perenggan (g), denda tidak melebihi dua puluh ribu ringgit bagi setiap perekaan yang berkenaan dengannya kesalahan telah dilakukan atau penjara bagi suatu tempoh tidak melebihi sepuluh tahun atau keduaduanya dan bagi apa-apa kesalahan kali kemudian denda tidak melebihi empat puluh ribu ringgit bagi setiap perekaan yang berkenaan dengannya kesalahan telah dilakukan atau penjara bagi suatu tempoh tidak melebihi dua puluh tahun atau kedua-duanya. (dalam hal pelanggaran di bawah alinea (g), denda tidak melebihi dua puluh ribu ringgit untuk setiap pelanggaran uang dilakukan atau hukuman penjara untuk suatu waktu yang tidak lebih dari sepuluh tahun atau terhadap keduanya dan untuk pelanggaran yang berikutnya, denda tidak melebihi empat puluh ribu ringgit untuk pelanggaran yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan atau hukuman penjara untuk suatu waktu tidak melebihi dua puluh tahun atau terhadap keduanya). Perlindungan ekspresi cerita rakyat (expressions of folklore) dalam Akta Hakcipta 1987 tidak sesuai dengan konsep karya sastra, musik dan seni. Hal ini karena Akta tersebut menetapkan konsepkonsep dasar berikut serta kriteria untuk perlindungan hak cipta sehubungan dengan karya sastra, musik atau artistik berdasarkan:
commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Orisinalitas, dalam upaya yang cukup telah dikeluarkan untuk membuat karya asli dalam karakter (Seksyen 7 (3) (a)); b) Fiksasi, dalam bahwa pekerjaan telah ditulis, dicatat atau dikurangi menjadi bentuk materi (Seksyen 7 (3) (b)); c) Karangan dan Kepemilikan; dalam bahwa seorang penulis diidentifikasi diperlukan untuk menentukan sub sistem hakcipta (Seksyen 10 (1)), perhitungan durasi hakcipta (Seksyen 17), hak dari hak moral (Seksyen 25) dan status sebagai hakcipta pertama pemilik (Seksyen 26 (1)). Hak Cipta dipegang pemilik dan dianggap sebagai milik pribadi atau kepentingan kepemilikan yang dapat ditransfer (Seksyen 27) yang benar dan tidak komunal; d) durasi terbatas; dalam subsists hakcipta selama hidup penulis dan terus hidup sampai berakhirnya lima puluh tahun setelah kematiannya (Seksyen 17 (1)) dan; e) Ide/ ekspresi dikotomi, bahwa perlindungan hak cipta tidak meliputi ide, prosedur, metode operasi atau konsep matematis sejenisnya (Seksyen 7 (2A)). Karena itu, masih mungkin untuk beberapa bentuk ekspresi cerita rakyat untuk dilindungi oleh Akta sepanjang mereka memenuhi persyaratan hak cipta yang dilindungi Akta. Di sisi lain, menarik untuk dicatat bahwa satu-satunya ketentuan yang menyebutkan kalimat "ekspresi cerita rakyat" hanya ditemukan di Sekyen 3 (a) (vi) dari Akta, di bawah definisi “Persembahan secara Langsung” (live performance) yang berbunyi: "Persembahan secara langsung mencakup kinerja dalam kaitannya dengan ekspresi cerita rakyat yang diberikan langsung oleh satu atau lebih orang di Malaysia, baik di hadapan penonton atau sebaliknya." Sementara itu, seorang "pelaku" didefinisikan sebagai orang yang melakukan persembahan secara langsung bawah Akta. Secara teoritis, tampaknya ekspresi cerita rakyat mungkin dapat dilindungi dengan cara yang tidak langsung di Malaysia. Ini berarti
commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa pelaku dari ekspresi cerita rakyat di Malaysia memiliki hak eksklusif untuk mengontrol lakukan dari berbagai tindakan yang ditetapkan dalam Seksyen 16A (1), yaitu komunikasi ke publik dari persembahan secara langsung dari ekspresi cerita rakyat, fiksasi kinerja tidak tetap dari ekspresi cerita rakyat, reproduksi fiksasi persembahan secara langsung dari ekspresi cerita rakyat, pembuatan yang pertama tersedia bagi publik dari fiksasi persembahan secara langsung atau salinan dari ekspresi cerita rakyat melalui penjualan atau pengalihan kepemilikan lainnya dan sewa untuk umum dari fiksasi persembahan secara langsung atau salinan dari ekspresi cerita rakyat, terlepas dari kepemilikan salinan menyewa. Namun, semua hak eksklusif tersebut di atas akan dihentikan begitu pelaksana ekspresi cerita rakyat telah memberikan
persetujuan
untuk
fiksasi
persembahan
secara
langsungnya. Selain itu, pelaku dari ekspresi cerita rakyat di Malaysia juga akan menikmati hak moral di bawah Akta. Oleh karena itu, seorang pelaku dari persembahan musik
tradisionalnya dapat
membatasi pihak ketiga dari rekaman persembahan secara langsungnya. Selain hak-hak pelaku, penyediaan terdekat lain yang mungkin dapat diandalkan untuk melindungi ekspresi cerita rakyat di Malaysia adalah bagian Seksyen 26 (4) (c) dari Akta. Ketentuan ini mengatur bahwa dalam hal pekerjaan yang tidak dipublikasikan di mana identitas penulis tidak diketahui, tetapi mana ada alasan untuk menganggap bahwa ia adalah warga negara Malaysia, hak cipta dalam pekerjaan dianggap
dikuasai
oleh
Menteri
dengan
dibebankan
pertanggungjawaban untuk kebudayaan. Tampaknya bahwa jika sebuah ekspresi cerita rakyat memenuhi syarat sebagai karya sastra, musik atau seni dalam arti hak cipta, Akta dalam pekerjaan tersebut harus diberikan kepada Menteri dan Menteri berhak untuk melindungi dan menegakkan hak-hak yang tidak diketahui pencipta pekerjaan seperti di Malaysia serta negara-negara Konvensi Berne.
commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pengaturan Berdasarkan Akta Warisan Kebangsaan 2005 Pengaturan perlindungan atas instrumen musik tradisional terdapat juga dalam Akta Warisan kebangsaan 2005 dalam kaitannya dengan warisan tak benda (Intangible Heritage). Warisan budaya tak benda Malaysia terdiri dari: 1) tradisi lisan (frasa dan idiom, himne dinyanyikan, cerita rakyat, mitos, dan legenda); 2) pertunjukan seni (musik rakyat, tarian rakyat dan pertunjukan dramatis); 3) kebiasaan (ritual, praktek sosial termasuk upacara dan festival); dan 4) cerita rakyat materi (benda fungsional yang dibuat oleh kelompok rakyat). Berikut ini akan diuraikan mengenai seksyen-seksyen yang terdapat dalam Akta Warisan Kebangsan 2005 yang berhubungan dengan pengaturan perlindungan instrumen musik tradisional: 1) Definisi Warisan Kebudayaan tak Benda (Seksyen 2) “Warisan budaya tak benda meliputi Segala bentuk ekspresi, bahasa, ucapan-ucapan bahasa, ucapan, lagu musik diproduksi, catatan, terdengar lirik, lagu, folksongs, tradisi lisan, puisi, musik, tarian sebagai yang dihasilkan oleh seni pertunjukan, drama teater, komposisi terdengar suara dan musik, seni bela diri, yang mungkin ada atau ada dalam kaitannya dengan warisan Malaysia atau setiap bagian dari Malaysia atau sehubungan pada warisan dari masyarakat Malaysia” Dari definisi tersebut instrumen musik tradisional merupakan salah satu bagian dari Warisan Kebudayaan tak benda. Instrumen musik tradisional merupakan bentuk ekspresi dari masyarakat berupa musik dan dapat dipertunjukkan. 2) Daftar Warisan Kebangsaan (Seksyen 23). “Daftar”
ertinya
Daftar
Warisan
Kebangsaan
yang
diwujudkan dan disenggarakan di bawah seksyen 23 yang mengandungi suatu senarai butiran warisan ("Daftar" berarti Daftar Warisan Kebangsaan didirikan dan dipertahankan di bawah Seksyen 23 yang berisi daftar item warisan).
commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Pesuruhjaya hendaklah mewujudkan dan menyenggarakan suatu daftar yang dikenali sebagai Daftar Warisan Kebangsaan sebagaimana yang ditetapkan yang mengandungi senarai butiran warisan yang didaftarkan di bawah Akta ini. (2) Pesuruhjaya hendaklah menjadikan Daftar tersedia untuk pemeriksaan awam tertakluk kepada apa-apa syarat sebagaimana yang difikirkannya patut. (3) Mana-mana orang boleh apabila dibayar fi yang ditetapkan oleh Merited: memeriksa Daftar dan membuat salinan, atau mengambil cabutan daripada, Daftar. a) Komisaris harus menetapkan dan memelihara daftar yang dikenal sebagai Daftar Warisan Nasional sebagaimana dapat ditentukan yang berisi daftar barang warisan terdaftar berdasarkan Akta ini. b) Komisaris wajib melakukan Pendaftaran yang tersedia untuk pemeriksaan awal terhadap syarat-syarat yang dianggap wajar. c) Setiap orang mungkin akan membayar biaya yang akan ditetapkan oleh Menteri untuk: memeriksa Pendaftaran: dan membuat salinan, atau mencabut pendaftaran. 3) Kepemilikan Warisan Kebangsaan Berdasarkan Seksyen 68 Akta Warisan Kebangsaan 2005 dijelaskan: “Mana-mana orang boleh menamakan kepada Menteri mengikut bentuk yang ditetapkan apa-apa warisan semula jadi, warisan kebudayaan ketara atau tidak ketara, orang yang hidup atau warisan kebudayaan di bawah air untuk diisytiharkan sebagai Warisan Kebangsaan” (Setiap orang dapat mengajukan kepada Menteri dalam bentuk yang ditetapkan warisan alam, warisan budaya berwujud atau tidak berwujud, hidup orang atau warisan budaya bawah air untuk dinyatakan sebagai Warisan Kebangsaan). Kemudian dijelaskan kepemilikan Warisan Kebangsaan dalam Seksyen 69: “Mana-mana Warisan Kebangsaan yang dipunyai atau dimiliki oleh mana-mana orang selain Kerajaan Persekutuan atau Kerajaan Negeri boleh terus berada dalam milikan pemunya, penjaga atau pemegang amanahnya” (Setiap Warisan Nasional yang dimiliki seseorang atau dimiliki oleh selain Pemerintah Federal atau Pemerintah Negara mungkin tetap dalam kepemilikan, kustodian pemiliknya atau wali amanat).
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seksyen 70 menjelaskan tentang perubahan kepemilikan Warisan Kebangsaan: (1) Tidak akan ada perubahan sehubungan dengan kepemilikan setiap Warisan Kebangsaan kecuali dengan warisan, atau penjualan, dengan persetujuan terlebih dahulu dari Komisaris. (2) Apabila pemilik, penjaga atau wali berniat untuk menjual Kebangsaan, bahwa pemilik, penjaga atau wali harus memberikan prioritas kepada Komisaris untuk membeli Warisan Kebangsaan sesuai kesepakatan nilai atau atas perintah Komisaris untuk menangani dengan sedemikian rupa sehingga Komisaris dianggap setuju. Pemegang/ pemilik hak atas Warisan Kebangsaan dapat berupa: Individu, pemegang amanah, persatuan, Kerajaan Negeri, Kerajaan Persekutuan. Sehingga siapa saja dapat mendaftarkan warisan sebagai Warisan Kebangsaan, tentunya dengan syaratsyarat yang sudah ditetapkan. Kemudian terdapat cara perpindahan kepemilikan Warisan Kebangsaan dengan cara warisan dan penjualan. 4) Permohonan Pendaftaran Objek Warisan (Seksyen 50) (1) Mana-mana orang boleh memohon bagi sesuatu objek didaftarkan sebagai objek warisan. (2) Suatu permohonan bagi pendaftaran hendaklah dibuat mengikut apa-apa bentuk dan disertakan dengan apa-apa dokumen atau maklumat sebagaimana yang ditetapkan. (3) Pesuruhjaya boleh pada bila-bila masa selepas menerima permohonan di bawah subseksyen (1) dan sebeium permohonan itu ditentukan, melalui suatu notis bertulis menghendaki pemohon untuk memberikan apa-apa dokumen atau maklumat tambahan sebagaimana yang difikirkan perlu oleh Pesuruhjaya. (4) Jika mana-mana dokumen atau maklumat tambahan yang dikehendaki di bawah subseksyen (3) tidak diberikan oleh pemohon dalam masa yang dinyatakan dalam notis itu atau apa-apa pelanjutannya yang diberikan oleh Pesuruhjaya, permohonan itu hendaklah disifatkan telah ditarik balik dan tidak boleh diteruskan selanjutnya, tetapi tanpa menjejaskan permohonan yang baru dibuat oleh pemohon.
commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(5) Suatu permohonan di bawah seksyen ini boleh ditarik balik pada bila-bila masa sebelum permohonan itu diluluskan atau ditolak. (1) Setiap orang dapat mengajukan permohonan pendaftaran suatu objek warisan. (2) Permohonan pendaftaran harus dalam bentuk dan disertai dengan dokumen atau informasi seperti yang ditetapkan. (3) Komisaris dapat setiap saat setelah menerima aplikasi dalam ayat (1) dan sebelum ditentukan, dengan pemberitahuan tertulis mengharuskan pemohon untuk memberikan tambahan seperti dokumen atau informasi yang dianggap perlu. (4) Apabila dokumen tambahan atau informasi yang diperlukan dalam ayat (3) tidak diberikan oleh pemohon dalam waktu yang ditentukan dalam pemberitahuan atau perpanjangan daripadanya yang diberikan oleh Komisaris, aplikasi akan dianggap ditarik dan tidak diatur lebih lanjut dengan berjalan, tetapi tanpa mengurangi aplikasi segar yang dibuat oleh pemohon. (5) Sebuah aplikasi di bawah bagian ini dapat ditarik setiap waktu sebelum disetujui atau ditolak. Persetujuan atau penolakan permohonan pendaftaran Seksyen 51 (1) Jika Pesuruhjaya berpuas hati bahawa suatu objek mempunyai warisan kebudayaan yang penting, dia hendaklah raendaftarkan objek itu sebagai suatu objek warisan dalam Daftar dan memberi pemohon suatu notis bertulis mengenai keputusan Pesuruhjaya di bawah seksyen ini. (2) Jika permohonan itu melibatkan suatu objek yang melekat pada mana-mana tanah beri hakmilik, persetujuan Pihak Berkuasa Negeri hendaklah diperoleh sebelum permohonan itu diluluskan. (3) Jika permohonan itu melibatkan warisan kebudayaan tidak ketara yang dalamnya hak cipta wujud, keizinan pemunya hak cipta hendaklah diperoleh sebelum permohonan itu diluluskan. (4) Suatu permohonan bagi pendaftaran yang diluluskan di bawah seksyen ini boleh tertakluk kepada apa-apa syarat yang dikenakan oleh Pesuruhjaya. (5) Dengan seberapa segera yang mungkin selepas kelulusan dalam subseksyen (4), Pesuruhjaya hendaklah menyebabkan disiarkan dalam Warta suatu notis bahawa objek itu telah didaftarkan sebagai suatu objek warisan dan mengenai apaapa perkara lain yang membentuk atau yang berhubungan dengan objek warisan itu yang pada pendapatnya wajar disiarkan.
commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(6) Jika Pesuruhjaya menolak permohonan itu, dia hendaklah dengan serta-merta memberitahu pemohon secara bertulis mengenai penolakan itu dengan atau tanpa memberikan apaapa sebab bagi penolakan itu. (1) Dalam Komisaris puas bahwa sebuah objek adalah signifikansi warisan budaya, ia wajib mendaftarkan objek sebagai objek warisan dalam Daftar dan memberikan pemohon tertulis melihat keputusan Komisaris di bawah bagian ini (2) Dalam hal Permohonan melibatkan obyek yang melekat ke hak milik tanah, persetujuan Otoritas Negara harus diperoleh sebelum aplikasi disetujui. (3) Dalam hal Permohonan melibatkan warisan budaya tak benda di mana hak cipta berwujud, persetujuan dari pemilik hak cipta harus diperoleh sebelum aplikasi disetujui. (4) Permohonan pendaftaran yang disetujui di bawah ini bagian mungkin akan dikenakan kondisi seperti Komisaris dapat mengenakan. (5) Segera mungkin setelah persetujuan pada ayat (4), yang Komisaris akan menyebabkan akan diterbitkan dalam Lembaran pemberitahuan bahwa objek telah terdaftar sebagai obyek warisan dan pada setiap hal lainnya yang merupakan atau yang berkaitan dengan obyek warisan yang menurutnya diinginkan untuk mempublikasikan. (6) Apabila Komisaris menolak aplikasi, ia akan segera memberitahu pemohon secara tertulis penolakan tersebut dengan atau tanpa menetapkan alasan untuk penolakan tersebut. Sertifikat pendaftaran (Seksyen 52) (1) Apabila sesuatu objek didaftarkan di bawah seksyen 51 Pesuruhjaya hendaklah mengeluarkan suatu perakuan pendaftaran kepada pemunya. (2) Apabila objek warisan terhenti didaftarkan sebagai suatu objek warisan, pemunya objek itu mesti menyerahkan perakuan pendaftaran kepada Pesuruhjaya dalam masa tiga bulan dari tarikh pemberhentian itu. (1) Ketika sebuah benda terdaftar berdasarkan pasal 51 yang Komisaris menerbitkan sertifikat pendaftaran kepada pemilik. (2) Setelah benda warisan yang tidak lagi terdaftar sebagai benda warisan, pemilik objek harus menyerahkan sertifikat pendaftaran kepada Komisaris dalam waktu tiga bulan dari tanggal penghentian tersebut.
commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut ini penulis jelaskan prosedur pendaftaran objek warisan berdasarkan Seksyen 50 Akta Warisan kebangsaan 2005 dalam sebuah bagan. Bagan 2 : Prosedur Pendaftaran Objek Warisan Menghantar permohonan kepada Pesuruhjaya
Pesuruhjaya meminta maklumat tambahan daripada pemohon (sekiranya perlu)
Tidak Lengkap
Permohonan ditolak
Lengkap
Berpuas hati dan memenuhi kriteria objek warisan
Syarat-syarat oleh pesuruh jaya
Daftar dengan bersyarat
Notis bertulis kepada pemohon Warta (Seksyen 51 (4)) Sumber: En. Rosli B. Hj Nor. 29 August 2006. Paper. National Heritage Culture Act 2005. 5) Deklarasi Warisan Kebangsaan (Seksyen 67) Seksyen
67
(1)
menjelaskan
bahwa
Menteri
dapat
mengumumkan dalam berita, menyatakan situs warisan, objek warisan, budaya bawah air warisan tercantum dalam Daftar atau
commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orang yang hidup sebagai Warisan Kebangsaan. Apabila warisan budaya tak benda dan hak cipta masih subsists sedemikian bekerja, persetujuan dari pemilik hak cipta harus diperoleh sebelum deklarasi dilakukan. Kriteria sebagai Warisan Kebangsaan Seksyen 67 (2) adalah: a) pentingnya sejarah, asosiasi atau hubungan dengan untuk sejarah Malaysia; b) desain yang baik atau karakteristik estetika; c) inovasi ilmiah atau teknis atau prestasi; d) asosiasi sosial atau budaya; e) potensi untuk mendidik, menggambarkan atau memberikan penyelidikan ilmiah dalam kaitannya dengan budaya Malaysia warisan; f) pentingnya dalam memamerkan kekayaan, keragaman atau tidak biasa integrasi fitur; g) kelangkaan atau keunikan warisan alam, nyata atau warisan budaya tak benda atau budaya bawah air warisan; h) sifat perwakilan dari sebuah situs atau benda sebagai bagian dari kelas atau jenis situs atau benda, dan i) hal-hal lain yang relevan dengan tekad signifikasi warisan budaya. Selanjutnya prosedur pendeklarasian Warisan Kebangsaan berturut-turut dalam Seksyen 67 subseksyen 5 sampai dengan subseksyen 9. a) Jika pengisytiharan di bawah subseksyen (1) melibatkan suatu warisan kebudayaan tidak ketara dan hak cipta masih wujud dalam apa-apa kerja, keizinan pemunya hak cipta itu hendaklah diperoleh sebelum apa-apa pengisytiharan dibuat. b) Jika pengisytiharan di bawah subseksyen (1) melibatkan orang yang hidup, keizinan orang itu hendaklah diperoleh sebelum apa-apa pengisytiharan dibuat. c) Suatu salinan perintah hendaklah disampaikan kepada pemunya, penjaga atau pemegang amanah tapak, objek atau warisan kebudayaan di bawah air atau kepada orang yang hidup itu. d) Mana-mana orang yang membantah pembuatan pengisytiharan di bawah subseksyen (1) boleh mengemukakan bantahan secara bertulis kepada Menteri dalam masa tiga bulan dari tarikh penyiarannya dan boleh memohon kepada Menteri bagi pembatalan perintah itu.
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Menteri boleh, selepas dinasihati oleh Majlis membatalkan atau enggan membatalkan perintah itu dan keputusan itu adalah muktamad. a) Dalam deklarasi dalam ayat (1) melibatkan warisan budaya takbenda dan hak cipta masih subsists sedemikian bekerja, persetujuan dari pemilik hak cipta harus diperoleh sebelum deklarasi apapun dilakukan. b) Dimana deklarasi dalam ayat (1) meliputi nafkah orang, persetujuan dari orang yang harus diperoleh sebelum deklarasi dibuat. c) Salinan pesanan akan bertugas di kustodian, pemilik atau wali amanat dari situs, obyek atau benda budaya bawah air atau di orang hidup. d) Setiap orang yang membuat objek-objek dengan deklarasi dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri dalam waktu tiga bulan publikasi dan berlaku untuk Menteri pencabutan order. e) Menteri dapat, setelah diberitahukan oleh pihak Dewan, mencabut atau menolak untuk mencabut perintah dan keputusan tersebut harus akhir. Berikut ini penulis jelaskan prosedur pendeklarasian Warisan Kebangsaan berdasarkan Seksyen 67 Akta Warisan kebangsaan 2005 dalam sebuah bagan.
commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan 3: Prosedur Pendeklarasian Warisan Kebangsaan Kenal pasti pencalonan daripada Daftar Warisan
Berunding dengan Pihak berkuaa negeri/ Pemunya/ Penjaga Amanah/ Orang hidup
Pemberitahuan perundingan (Surat Niat)
Keluarkan Notis
Notis dikeluarkan 30 hari sebelum pengisytiharan Ada bantahan
Tiada bantahan Bantahan Umum
Bantahan tertulis dalam tempo 3 bulan
Keputusan Menteri
Tolak
Terima
Tolak pengisytiharan
Pengisytiharan
Pendaftaran ke dalam Buku induk warisan Kebangsaan
Tatacara dan garis panduan Pemuliharaan dan Pemeliharaan
commit to user
Keizinan hakcipta/ Orang Hidup
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sumber: En. Rosli B. Hj Nor. 29 August 2006. Paper. National Heritage Culture Act 2005. 6) Konservasi Warisan Kebudayaan tak Benda (Seksyen 60) (1) Pemunya atau penjaga objek warisan dalam bentuk suatu warisan kebudayaan tidak ketara hendaklah mengambil segala langkah yang perlu untuk membangunkan, mengenai pasti, menghantar, menyebabkan dilaksanakan dan memudahkan penyelidikan ke atas warisan kebudayaan tidak ketara itu mengikut garis panduan dan tatacara yang ditetapkan. (2) Pesuruhjaya boleh membuat apa-apa perkiraan dengan pematuhan garis panduan dan tatacara yang ditetapkan. (1) Pemilik atau kustodian dari objek warisan dalam bentuk warisan budaya tak benda harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mengembangkan, mengidentifikasi, mengirimkan, menyebabkan harus dilakukan dan memfasilitasi penelitian tentang warisan budaya tak benda sesuai dengan pedoman dan prosedur sebagaimana dapat ditentukan. (2) Komisaris dapat mengadakan pengaturan dengan pemilik atau penjaga warisan budaya tak benda untuk kepatuhan dengan pedoman dan prosedur yang ditentukan. 7) Lisensi untuk Mengekspor dan Mengimpor Warisan a) Mengekspor warisan Seksyen 83 (1) Tidak seorangpun dapat mengekspor barang warisan kecuali lisensi untuk mengekspor telah diperoleh dari Komisaris. (2) Komisaris tidak akan mengeluarkan semacam lisensi jika menurut pendapatnya jenis warisan yang bersangkutan diduga kuat menjadi kepentingan nasional atau kepentingan. (3) Dalam permohonan izin untuk mengekspor barang warisan, pemohon harus menyerahkan deskripsi, menyatakan nilai dan memberikan informasi khusus seperti yang Komisaris dapat meminta dan harus, jika perlu, menyimpan barang warisan tersebut dengan Komisaris untuk pemeriksaan . (4) Tidak ada lisensi yang akan diterbitkan kepada setiap orang kecuali dia terbukti kepuasan Komisaris bahwa ia adalah pemilik barang warisan tersebut, atau ia bertindak atas nama dan dengan otoritas pemilik.
commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(5) Jika suatu penegak atau petugas yang tepat dari kebiasaan memiliki alasan untuk percaya bahwa suatu obyek atau bahan yang akan diekspor adalah barang warisan dan tanpa memiliki ijin ekspor yang valid, ia akan menahan benda atau material dan segera memberitahu Komisaris dalam dua puluh empat jam untuk penentuan objek atau material. (6) Jika Komisaris setuju bahwa obyek atau bahan adalah barang warisan dan atau akan menjadi kepentingan nasional atau kepentingan, ia dapat melarang ekspor tersebut. (7) Setiap orang yang melanggar ketentuan ayat (1) melakukan pelanggaran dan akan pada keyakinan dikenakan hukuman penjara selama tidak lebih dari sepuluh tahun atau denda paling banyak seratus ribu ringgit atau untuk keduanya. b) Mengimpor warisan asing (Seksyen 84) (1) Seseorang yang bermaksud untuk mengimpor warisan asing harus memberitahukan kepada Komisaris dengan sertifikasi dokumen yang item seperti warisan asing secara sah diangkut keluar dari negara asing. (2) Jika ada alasan yang valid untuk percaya bahwa barang warisan asing yang dalam perjalanan atau telah diimpor secara tidak sah telah diangkut keluar dari negara asing, Komisaris dapat menguasai dan tetap dalam tahanan tapi sebelum ia mengeksekusi seperti bertindak dia akan berkonsultasi dengan Menteri yang keputusan bersifat final. (3) Bila barang warisan asing ditahan dalam ayat (2), Komisaris akan menjaga dan mengelolanya. (4) Apabila barang warisan asing terbukti telah sah secara hukum diangkut keluar dari negara asing, Komisaris akan mengembalikannya kepada orang yang mengimpor tanpa penundaan. (5) Dimana negara manapun telah terbukti bahwa barang warisan asing sah diekspor dan memintanya dikembalikan sesuai dengan ketentuan perjanjian internasional, atau ketika Komisaris melakukan tugas mengembalikannya sesuai dengan perjanjian, ia harus, dengan bantuan pihak yang berwenang, mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengembalikannya ke negara tersebut.
commit to user
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Pelanggaran terhadap Warisan Kebangsaan (Seksyen 114) (1) Tiada seseorang pun boleh, tanpa kelulusan bertulis Pesuruhjaya, memindahkan, merobohkan, mengalihkan, mengubah, mengubah elok, mengeksport, menambah kepada atau menguruskan mana-mana Warisan Kebangsaan kecuali dalam hal keperluan yang segera dan serta-merta bagi keselamatan orang atau harta. (2) Mana-rnana orang yang melanggar subseksyen (1) melakukan suatu kesalahan dan boleh apabila disabitkan dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi lima tahun atau didenda tidak melebihi lima puluh ribu ringgit atau kedua-duanya. (1) Tidak ada orang yang boleh, tanpa persetujuan tertulis dari Komisaris, mentransfer, menghancurkan, menghapus, mengubah, merenovasi, ekspor, menambah atau menangani setiap Warisan Kebangsaan kecuali dalam kasus mendesak dan segera dibutuhkan untuk keselamatan orang atau harta. (2) Setiap orang yang melanggar subseksyen (1) melakukan sebuah pelanggaran dan dapat dikenakan pidana penjara yang tidak lebih dari lima tahun atau denda paling banyak lima puluh ribu ringgit atau untuk keduanya. 9) Sanksi Hukuman (Seksyen 118) a) Setiap orang yang melakukan kejahatan di bawah UndangUndang ini atau peraturan yang dibuat berdasarkan UndangUndang ini dimana hukuman tidak secara jelas diatur pada keyakinan akan dikenakan denda tidak melebihi lima puluh ribu ringgit atau penjara untuk jangka waktu tidak melebihi lima tahun atau keduanya, dan untuk pelanggaran kedua atau berikutnya ia dikenakan denda paling banyak seratus ribu ringgit atau penjara untuk jangka waktu tidak lebih dari sepuluh tahun atau untuk keduanya. b) Dalam hal pelanggaran yang dilakukan mengakibatkan kerusakan atau penghancuran atau perusakan barang warisan, pengadilan dapat memerintahkan orang untuk membayar, selain hukuman yang dapat dikenakan dalam ayat (1), biaya perbaikan, restorasi atau rekonstruksi dari suatu warisan. Akta Warisan Kebangsaan 2005 merupakan Akta yang melengkapi sekaligus mengoreksi ketentuan dalam Akta Hakcipta 1987 terkait perlindungan ekspresi cerita rakyat. Perlindungan ekspresi cerita
commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rakyat dalam Akta Hakcipta 1987 yang minim dan bersifat tidak langsung serta lebih memfokuskan pada perlindungan hak pelaku, diperkuat dengan adanya Akta Warisan Kebangsaan 2005 yang merupakan akta yang dibuat secara sui generis untuk melindungi objek warisan di Malaysia. Perlindungan instrumen musik tradisional masuk dalam Seksyen 2 dalam kategori Warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage). Ketika suatu pihak hendak mendaftarkan instrumen musik tradisional sebagai warisan kebudayaan nasional terdapat tahapan registrasi yang jelas (Seksyen 50 dan Seksyen 67) dan di kelola oleh badan Kewarisan yang jelas (Part IV National Heritage Council Seksyen 8 sampai Seksyen 19). Kemudian terdapat pengaturan terkait dengan adanya lisensi (Seksyen 83 dan Seksyen 84) ketika pihak lain hendak mempergunakan instrumen musik tradisional tersebut baik untuk di impor atau diekspor dalam kaitannya dengan diadakannya pertunjukan atau persembahan secara langsung. serta terdapat mekanisme sanksi hukuman ketika terjadi pelanggaran (Seksyen 114 dan Seksyen 118). Berdasarkan penjelasan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia diatas, penulis menyederhanakan dalam betuk tabel. Tabel 1: Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia Indonesia N o
Kriteria Pembeda
1. Induk
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 TRIPs.
Malaysia Akta hakcipta 1987
Akta Warisan Kebangsaan 2005
Konvensi Berne dan TRIPs.
Konvensi UNESCO.
Peraturan Internasional
commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sifat perlindungan
Langsung pada
diberikan
objek
Tidak langsung diberikan Langsung
diberikan
yang pada objek ekspresi cerita pada objek warisan.
temasuk dalam Pasal rakyat, kepada
10.
tetapi
langsung
pelaku
ekspresi
cerita rakyat. 3. Badan yang
Ditjen HKI.
melindungi
Perbadanan Harta Intelek
Badan Warisan
Malaysia (MyIPO).
Malaysia dan Kementerian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan.
4. Pemegang
Negara.
Hak
Pelaku (Performers) dan
Individu, pemegang
Menteri.
amanah, persatuan, Kerajaan Negeri, Kerajaan Persekutuan.
5. Hak eksklusif a. Mengumumkan
a. komunikasi ke publik
a. Mendapatkan
dan
dari persembahan secara
hasil/ keuntungan
memperbanyak;
langsung, kecuali kinerja
dari pemanfaatan
hidup yang digunakan
objek warisan
kepada bukan WNI
dalam komunikasi
(benefit);
yang hendak
seperti itu sendiri
b. Memberikan
memanfaatkannya.
merupakan kinerja siaran
lisensi kepada
langsung;
pihak lain yang
b. Memberikan ijin
b. perekaman atas kinerja yang tidak tetap; c. reproduksi fiksasi secara langsung jika: 1) fiksasi itu sendiri dilakukan tanpa
commit to user
hendak memanfaatkannya; c. Menjual warisan kepada pihak lain; d. Mengalihkan kepemilikan
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
persetujuan pelaku; 2) reproduksi dibuat
warisan Kebangsaan.
untuk tujuan yang berbeda dari mereka yang pelaku memberikan persetujuan, atau 3) fiksasi itu dibuat sesuai dengan ayat (3), dan reproduksi yang dibuat untuk tujuan yang berbeda dari yang dimaksud dalam ketentuan ini; d. pembuatan pertama yang tersedia untuk publik dari sebuah fiksasi dari persembahan secara langsung atau salinannya, melalui penjualan atau pengalihan kepemilikan lainnya, dan e. sewa untuk umum dari fiksasi persembahan secara langsung, atau salinannya, terlepas dari kepemilikan salinan sewaan. 6. Sistem
Otomatis
mendapat Otomatis mendapat
perlindungan
dan
perlindungan apabila syarat
commit to user
Prosedur pendaftaran.
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perlindungan
7. Jangka
tidak ada kewajiban
dalam Sekyen 10A telah
pendaftaran.
terpenuhi.
Berlaku tanpa batas berlangsung hingga lima
Tidak ditemukan di
Waktu
waktu (Pasal 31 ayat puluh tahun terhitung tahun
Akta.
Perlindungan
(1) (a)).
penanggalan berikutnya sejak dilangsungkannya persembahan secara langsung tersebut (Seksyen 23A)
8. Peralihan Hak
Tidak ada peralihan
Penyerahan hak, lisensi, dan Warisan, lisensi dan
hak karena Negara pemberian wasiat. sebagai hak
penjualan.
pemegang cipta
untuk
selamanya. 9. Pelanggaran
tanpa ijin Pemegang a. perbuatan untuk dijual
tanpa persetujuan
Hak
mengumumkan
atau menyewakan
tertulis dari
dan
memperbanyak
salinan yang dilanggar;
Komisaris,
ciptaan.
b. menjual, menyewakan
mentransfer,
atau memperdagangkan,
menghancurkan,
membiarkan atau
menghapus,
menawarkan untuk
mengubah,
dijual, atau menyewakan
merenovasi, ekspor,
salinan yang dilanggar;
menambah atau
c. mengedarkan salinan yang dilanggar; d. memiliki untuk
menangani setiap Warisan Kebangsaan kecuali dalam kasus
kegunaan selain dari
mendesak dan segera
pada untuk kegunaan
dibutuhkan untuk
pribadi dan domestik
keselamatan orang
salinan yang dilanggar;
atau harta.
commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. dengan berdagang,
Seksyen 114 (1)
menunjukkan kepada masyarakat umum salinan yang dilanggar; f. mengimpor ke dalam Malaysia, selain dari pada untuk kegunaan pribadi dan domestik salinan yang dilanggar; g. membuat atau ada dalam miliknya desain yang dipergunakan untuk membuat salinan yang dilanggar. Seksyen 41 (1) 10. Sanksi
Setiap orang asing yg
denda tidak melebihi
denda tidak melebihi
melakukan
sepuluh ribu ringgit untuk
lima puluh ribu ringgit
pelanggaran terhadap
setiap salinan yang
atau penjara untuk
hak eksklusif negara
dilanggar, atau hukuman
jangka waktu tidak
sebagai pemegang
penjara yang tidak lebih
melebihi lima tahun
hak cipta dapat
dari 5 tahun atau terhadap
atau keduanya, dan
dikenakan sanksi
keduanya dan untuk
untuk pelanggaran
pidana penjara paling
pelanggaran yang
kedua atau berikutnya
singkat satu bulan
berikutnya, denda tidak
ia dikenakan denda
dan/atau denda paling
melebihi dua puluh ribu
paling banyak seratus
sedikit Rp.
ringgit untuk masing-
ribu ringgit atau
1.000.000,- atau
masing salinan yang
penjara untuk jangka
pidana penjara paling
dilanggar atau hukuman
waktu tidak lebih dari
lama tujuh tahun
penjara untuk suatu waktu
sepuluh tahun atau
dan/atau denda paling
tidak melebihi sepuluh
untuk keduanya.
commit to user
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyak Rp.
tahun atau terhadap
Seksyen 114 (2) dan
5.000.000.000,-.
keduanya.
Seksyen 118
Pasal 72 ayat (1)
Seksyen 41 (1)
Keterangan: 1 (satu) Ringgit Malaysia (RM) adalah Rp. 2.800,- (dua ribu delapan ratus rupiah). B. Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia 1. Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia a.
Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Indonesia 1) Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 memberikan perlindungan kepada pengetahuan tradisional tertentu dengan cara menetapkan pemegangnya. Pasal 10 ayat (2) menyatakan bahwa Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Dengan ditetapkannya negara sebagai pemegang hak cipta atas karya-karya tradisional tersebut, negara akan melindunginya dari penggunaannya oleh orang asing yang merugikan negara. Orang asing harus meminta izin kepada instansi yang berwenang sebelum dapat memanfaatkan karya-karya tradisional tersebut. Instrumen musik tradisional yang ada dipegang oleh Negara hal ini berarti bahwa negara menjadi wakil bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menguasai kekayaan tradisional tersebut. Perwakilan oleh negara dimaksudkan untuk menghindari sengketa penguasaan atau pemilikan yang mungkin timbul di
commit to user
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
antara individu atau kelompok masyarakat tertentu. Selain itu penguasaan oleh negara menjadi penting khususnya apabila terjadi pelanggaran hak cipta atas instrumen musik tradisional Indonesia yang dilakukan oleh warga negara asing dari negara lain karena akan menyangkut penyelesaian sengketanya. Kepemilikan ekspresi budaya instrumen musik tradisional diberikan kepada negara yang mengatur dan membina komunitas budaya guna menghindari konflik yang terjadi karena ekspresi budaya tradisional di Indonesia seringkali tidak dimiliki oleh satu kelompok saja. Selain itu, kepemilikan negara terhadap instrumen musik tradisional juga dapat menghindari eksploitasi pihak asing terhadap daerah-daerah jika kepemilikan ekspresi budaya tradisional dikembalikan kepada daerah. 2) Hak cipta atas folklor yang dipegang oleh negara berlaku tanpa batas waktu. Jangka waktu perlindungan Hak cipta atas folklor (instrumen musik tradisional) dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, perlindungannya berlaku tanpa batas waktu (Pasal 31 Ayat (1) (a)) maksudnya ciptaan-ciptaan yang hak
ciptanya dipegang
atau
dilaksanakan
oleh
Negara,
mendapatkan perlindungan tanpa batas waktu, artinya untuk selamanya. Tujuan dari pemberlakuan tanpa batas waktu adalah agar folklor instrumen musik tradisional sebagai hasil ekspresi kebudayaan rakyat yang bersifat komunal/ milik bersama tetap berada dalam perlindungan Negara dan untuk menghindari adanya klaim atau tindakan pihak asing yang dapat merusak hasil ekspresi kebudayaan tersebut. Tujuan yang lain agar instrumen musik tradisional dan kebudayaan rakyat tetap berada sebagai ciri khas suatu daerah Hal ini juga akan menghindari adanya batas waktu perlindungan seperti ciptaan yang lain seperti 50 tahun
commit to user
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
setelah penciptanya meninggal status kepemilikan ciptaan tersebut adalah milik umum/ publik. 3) Negara memegang hak cipta atas folklor mempunyai fungsi sosial. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 telah menentukan bahwa karya-karya tradisional yang tersebut dalam Pasal 10 ayat (2) mempunyai fungsi sosial negara bagi Warga Negara Indonesia. Warga Negara Indonesia boleh memanfaatkannya dengan tanpa izin terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang. Artinya, walaupun instrumen musik tradisional angklung berasal dari Sunda, namun semua warga negara di seluruh Indonesia dengan memanfaatkannya dengan tanpa izin. b. Kelebihan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Malaysia 1) Perlindungan pelaku (performer’s) dalam persembahan secara langsung dalam kaitannya dengan ekspresi cerita rakyat. Pelaku dari ekspresi cerita rakyat khususnya persembahan instrumen musik tradisional di Malaysia memiliki hak eksklusif untuk mengontrol lakukan dari berbagai tindakan yang ditetapkan dalam Seksyen 16A (1), yaitu komunikasi ke publik dari persembahan secara langsung instrumen musik tradisional, fiksasi kinerja tidak tetap dari pertunjukan instrumen musik tradisional, reproduksi fiksasi dari persembahan secara langsung instrumen musik tradisional, pembuatan yang pertama tersedia bagi publik dari fiksasi persembahan secara langsung atau salinan dari ekspresi cerita rakyat melalui penjualan atau pengalihan kepemilikan lainnya dan sewa untuk umum dari fiksasi persembahan secara langsung atau salinan dari pertunjukan instrumen musik tradisional, terlepas dari kepemilikan salinan menyewa. Namun, semua hak eksklusif tersebut di atas akan
commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihentikan begitu pelaksana ekspresi cerita rakyat telah memberikan persetujuan untuk fiksasi pertunjukan instrumen musik tradisionalnya. Selain itu, pelaku dari pertunjukan instrumen musik tradisional di Malaysia juga akan menikmati hak moral dan juga mendapat perlindungan selama 50 tahun. 2) Perlindungan terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Di Pasal 26 (4) (c) dari Akta hak Cipta mengatur bahwa dalam hal pekerjaan yang tidak dipublikasikan di mana identitas penulis tidak diketahui, tetapi mana ada alasan untuk menganggap bahwa ia adalah warga negara Malaysia, hak cipta dalam pekerjaan dianggap dikuasai oleh Menteri dengan dibebankan pertanggungjawaban untuk kebudayaan. Tampaknya bahwa jika sebuah ekspresi cerita rakyat memenuhi syarat sebagai karya sastra, musik atau seni dalam arti hak cipta, dalam pekerjaan tersebut harus diberikan kepada Menteri dan Menteri berhak untuk melindungi dan menegakkan hak-hak yang tidak diketahui pekerjaan pencipta. 3) Perlindungan terhadap warisan budaya tak benda dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005 Perundangan yang ada sebelum adanya Akta Warisan Kebangsaan 2005 berupa Akta Parlimen dan Enakmen Negeri adalah berfokus kepada warisan yang bersifat “Natural dan cultural” dan dalam bentuk “tangible” saja. Tetapi bagi “Intangible Culture Heritage” kurang mendapat perlindungan karena: a) Tidak terdapat perundangan ditingkat Negara kecuali dalam bentuk Dasar Kebudayaan Kebangsaan. b) Begitu juga di negara-negara lain yang ditinjau secara terpilih,
tidak
mempunyai
merangkumi semua subjek.
commit to user
satu
perundangan
yang
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Di peringkat antara bangsa hanya terdapat dokumen dokumen mengenai
“intangible
‘UNESCO
Convention’
cultural
heritage”
seperti
“Convention
berbentuk for
the
Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage” dan “Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expressions”. Seksyen 2 Akta Warisan Kebangsaan 2005 menjelaskan lingkup Warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage) adalah: “Warisan budaya tak benda meliputi segala bentuk ekspresi, bahasa, ucapan-ucapan bahasa, ucapan, lagu musik diproduksi, catatan, terdengar lirik, lagu, folksongs, tradisi lisan, puisi, musik, tarian sebagai yang dihasilkan oleh seni pertunjukan, drama teater, komposisi terdengar suara dan musik, seni bela diri, yang mungkin ada atau ada dalam kaitannya dengan warisan Malaysia atau setiap bagian dari Malaysia atau sehubungan pada warisan dari masyarakat Malaysia” 4) Akta Warisan Kebangsaan 2005 merupakan wujud koreksi dan melengkapi ketentuan Akta Hakcipta 1987 terkait perlindungan ekspresi cerita rakyat. Perlindungan ekspresi cerita rakyat dalam Akta Hakcipta 1987 yang minim dan bersifat tidak langsung serta lebih memfokuskan pada perlindungan hak pelaku, diperkuat dengan adanya Akta Warisan Kebangsaan 2005 yang merupakan akta yang dibuat secara sui generis yang khusus melindungi objek warisan di Malaysia. Sehingga perlindungan terhadap ekspresi cerita rakyat dapat lebih diperkuat dengan adanya Akta Warisan Kebangsaan 2005. 5) Adanya badan yang khusus melindungi objek warisan di Malaysia. Bahwa dengan adanya Akta Warisan Kebangsaan 2005 yang secara sui generis terlepas dari Akta Hakcipta 1987. Akta
commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Warisan Kebangsaan 2005 melindungi tentang objek warisan di Malaysia, membuat pengurusannya juga ditangani oleh badan yang khusus mengatur yaitu Badan Warisan Malaysia dan Kementerian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan. Badan ini berbeda dengan badan yang melindungi HKI di Malaysia yaitu Badan Harta Intelek Malaysia. Badan Warisan Malaysia berada dibawah naungan Kementerian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan. Tugas dari Badan Warisan Malaysia adalah pengurusan warisan negara terutamanya dalam hal lisensi, pendaftaran Kementerian
dan
penegakan
Penerangan,
warisan
budaya.
Komunikasi
dan
Sedangkan Kebudayaan
melaksanakan tugas seperti melaksanan penetapan peraturan yang sesuai
dengan
Akta,
pengumpulan,
pendokumentasian,
penyelidikan, pemeliharaan dan pembangunan warisan secara baik dan teratur berdasarkan Akta Warisan Kebangsaan 2005. 2. Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia a.
Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Indonesia 1) Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tidak dijelaskan secara rinci tentang definisi ekspresi budaya tradisional beserta batasan-batasannya dan pengaturan penggunaan ekspresi budaya tradisional, baik komersil maupun non komersil. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002
menjelaskan posisi negara dalam kepemilikian budaya ekspresi budaya tradisional melalui
Pasal 10 ayat 2, yaitu: “Negara
memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian kaligrafi, dan karya seni lainnya”. Pada kenyataannya Pasal 10
commit to user
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belum memuat batasan-batasan yang dapat dikategorikan sebagai ekspresi budaya tradisional yang perlu dilindungi, bentuk perlindungan yang dilakukan, serta kewenangan regulator dalam mengatur penggunaan ekspresi budaya tradisional secara komersil, baik oleh warga negara Indonesia maupun warga asing. Dengan kata lain ketentuan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 masih sulit diimplementasikan. 2) Belum diaturnya lembaga pelaksana yang berwenang untuk menetapkan suatu Ciptaan sebagai folklor. Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dimaksudkan untuk memberi kewenangan bagi Negara dalam menetapkan suatu
Ciptaan sebagai folklor, permasalahan
mengenai kejelasan lembaga pelaksana tetap saja ada. Hal tersebut terjadi, karena lembaga yang disebut hanya Negara. Negara adalah entitas yang abstrak. Untuk melaksanakan kewenangannya dalam arti yang kongkrit, maka Negara harus dijabarkan lebih lanjut dengan menyebut instansi pemerintah yang mengemban tanggungjawab tersebut. Dengan kondisi yang ada saat ini, maka menjadi tidak jelas, apakah hanya Ditjen HKI yang berwenang mengadministrasikan folklor, atau lembaga-lembaga lain juga berwenang. Hal ini sangat penting untuk diatasi mengingat perlindungan folklor dapat berkaitan dengan instansi pemerintah seperti Departemen Hukum dan HAM, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Perindustrian, dan Pemerintah Daerah. 3) Belum diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara". Berdasarkan Pasal 10 ayat (4) dijelaskan bahwa: “Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Di bawah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
commit to user
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut dirancang suatu Peraturan Pemerintah (PP) tentang "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara", namun sayangnya PP yang dimaksud belum juga ada atau diundangkan. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara", adalah jabaran lebih khusus mengenai pengaturan folkor dalam Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 (Mahmud Syaltout, 2009: 12) 4) Perlindungan folklor berlaku tanpa batas dalam penerapannya justru menimbulkan permasalahan. Hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, perlindungannya berlaku tanpa batas waktu (Pasal 31 Ayat (1) (a)). Pasal ini jelas bertujuan melindungi karya-karya tradisional. Walaupun tujuan Pasal 10 ditujukan secara khusus untuk melindungi budaya penduduk asli, akan sulit bagi masyarakat tradisional untuk menggunakannya demi melindungi karya-karya mereka berdasarkan beberapa alasan, yaitu (Tim Lindsey, dkk. 2002: 267): a) Kedudukan Pasal 10 belum jelas penerapannya jika dikaitkan dengan berlakunya pasal-pasal lain dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Misalnya, bagaimana kalau suatu folklor yang dilindungi berdasarkan Pasal 10 ayat (2) tidak bersifat asli sebagaimana disyaratkan Pasal 1 ayat (3). Undang-Undang tidak menjelaskan apakah folklor semacam ini
mendapatkan
perlindungan
hak
cipta
meskipun
merupakan ciptaan tergolong folklor yang keasliannya sulit dicari atau dibuktikan. b) Suku-suku etnis atau suatu masyarakat tradisional hanya berhak melakukan gugatan terhadap orang-orang asing yang mengeksploitasi karya-karya tradisional tanpa seijin pencipta karya tradisional, melalui negara cq. Instansi terkait.
commit to user
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Belum diundangkannya RUU PTEBT Sengketa yang muncul akhir-akhir ini dengan Malaysia atas beberapa PTEBT telah memaksa pemerintah untuk menjadi lebih serius dalam memberikan perlindungan bagi PTEBT Indonesia. Sejak 2008, pemerintah telah memulai proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) sui generis untuk melindungi penggunaan kekayaan intelektual yang ada pada PTEBT Indonesia. RUU tersebut, yang berjudul RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT), dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010-2014 namun sampai sekarang belum diundangkan. RUU PTEBT memberikan definisi dari Pengetahuan Tradisional sebagai karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat. Sedang untuk istilah folklor, RUU PTEBT mengganti istilah folklor dengan istilah Ekspresi Budaya Tradisional dengan definisi sebagai berikut karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan
tradisional
yang dihasilkan,
dikembangkan,
dan
dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat. 6) Belum ada dokumentasi atas PTEBT Indonesia Sejauh ini belum ada dokumentasi dan database yang dibuat negara yang mengkompilasikan karya atau pengetahuan yang dikategorikan sebagai PTEBT Indonesia. Hal ini jelas akan menimbulkan pertanyaan apa sesungguhnya yang nanti akan dilindungi oleh
RUU PTEBT
ini.
Untuk
menunjukkan
keseriusannya dalam melindungi PTEBT, pemerintah harusnya telah mengundangkan Rancangan Peraturan Presiden 2009 tentang Daftar Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional
commit to user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan Ekspresi Budaya Indonesia yang Dilindungi oleh Negara, tanpa menunggu disahkannya RUU PTEBT oleh DPR. Hal ini juga telah lama dimandatkan oleh Undang-Undang Tahun 2002 yang memberikan hak cipta atas warisan budaya Indonesia kepada negara dan juga telah dimandatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang the Ratification of Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage. Sudah barang tentu, proses dokumentasi PTEBT ini harus dilakukan dengan menghormati kehendak komunitas lokal apabila mereka tidak ingin PTEBT mereka didokumentasi dengan alasan kerahasiaan/ kesakralan (Afifah Kusumadara, 2011: 27). b. Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional Malaysia 1) Tidak ada pengaturan dalam Akta Hakcipta 1987 yang khusus mengatur dan melindungi folklor. Bahwa ketentuan dalam Akta Hakcipta 1987 tidak mengakomodir secara khusus terkait dengan perlindungan terhadap folklor. Ketentuan dalam Akta Hakcipta hanya melindungi ekspresi kebudayaan rakyat (folklor) terkait dengan diadakannya pertunjukan/ persembahan secara langsung dan lebih melindungi kepada hak pelaku persembahan secara langsung tersebut. Semua pengaturan yang terkait oleh folklor hanya bersifat secara tidak
langsung dengan
lebih
melakukan
perlindungan terhadap para pelaku ekspresi cerita rakyat tersebut. 2) Tidak ada definisi ekspresi cerita rakyat yang jelas dalam Akta Hakcipta 1987. Seksyen 3 Akta Hakcipta 1987 dijelaskan salah satu lingkup persembahan secara langsung adalah persembahan dalam kaitannya dengan ekspresi cerita rakyat (expression of folklore). Namun, dengan tidak adanya definisi "ekspresi cerita rakyat"
commit to user
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam Akta tersebut, praktis sulit untuk menentukan jenis ekspresi cerita rakyat (folklor) yang sesuai dengan Akta dan menimbulkan ambiguitas mengenai lingkup serta luasnya perlindungan secara tidak langsung yang diberikan oleh Akta sehubungan dengan ekspresi cerita rakyat. 3) Masalah konsep persyaratan suatu ciptaan yang dilindungi oleh Akta Hakcipta 1987 Persyaratan orisinalitas dan dapat diidentifikasi pencipta tampaknya tidak mempengaruhi kontemporer tradisional berbasis ekspresi cerita rakyat (expressions of folklore) yang nyata di alam dan masuk dalam perlindungan hak cipta. Namun, persyaratan fiksasi, istilah terbatas perlindungan, penekanan pada kepemilikan individu yang bertentangan dengan kepemilikan komunal dan gagasan/ ekspresi dikotomi tidak hanya membatasi potensi perlindungan hak cipta dari ekspresi cerita rakyat tetapi juga tidak memenuhi kebutuhan masyarakat adat atau komunitas yang merupakan penjaga atau yang telah mengembangkan ekspresi cerita rakyat. Memang, hukum hak cipta adalah solusi yang memadai dalam pandangan mengenai perbedaan signifikan antara konsep dan sifat dari ekspresi cerita rakyat. Perlindungan kinerja ekspresi cerita rakyat juga terbatas karena hukum hak cipta hanya melindungi beberapa jenis ekspresi cerita rakyat secara tidak langsung tetapi tidak mencakup beberapa bentuk lain dari ekspresi cerita rakyat, terutama ekspresi nyata seperti instrumen musik tradisional dan produksi kesenian rakyat. Hal ini juga merupakan situasi permasalahan yang dihadapi di Malaysia. 4) Tidak ada pengaturan tentang fungsi dan tanggung jawab menteri dalam melindungi ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Seksyen 26 (4) (c) Akta Hakcipta 1987 mengatur bahwa dalam hal pekerjaan yang tidak dipublikasikan di mana identitas penulis tidak diketahui, tetapi mana ada alasan untuk menganggap
commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa ia adalah warga negara Malaysia, hak cipta dalam pekerjaan dianggap dikuasai oleh Menteri dengan dibebankan pertanggungjawaban untuk kebudayaan. Tampaknya bahwa jika sebuah expressions of folklore memenuhi syarat sebagai karya sastra, musik atau seni dalam arti hak cipta, Akta dalam pekerjaan tersebut harus diberikan kepada Menteri dan Menteri berhak untuk melindungi dan menegakkan hak-hak yang tidak diketahui pencipta pekerjaan seperti di Malaysia serta negara-negara Konvensi Berne. Namun, ketentuan ini tidak mengatur tentang bagaimana Menteri ini untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya, termasuk cara aplikasi dan distribusi dari royalti. Selain itu, ketentuan tersebut tidak berlaku ketika identitas pencipta menjadi dikenal. 5) Jangka waktu perlindungan pelaku dalam persembahan secara langsung terkait ekspresi cerita rakyat terbatas. Dijelaskan dalam Seksyen 23A Akta Hakcipta 1987 jangka waktu perlindungan atas persembahan secara langsung berupa pertunjukan instrumen musik tradisional selama 50 tahun terhitung pada tahun berikutnya setelah diadakan persembahan secara langsung. Hal ini menunjukan batasan perlindungan bagi hak pelaku untuk memiliki hak eksklusif hanya sebatas waktu tersebut. Sehingga apabila waktu perlindungan itu habis status kepemilikan terhadap persembahan secara langsung berupa pertunjukan instrumen musik tradisional yang sebelumnya dipegang atau dimiliki pelaku beralih menjadi milik umum atau publik. 6) Seksyen 67 dan Seksyen 68 Akta Warisan Kebangsaan 2005 dalam penerapannya menimbulkan permasalahan. Bahwa dalam Seksyen 67 menjelaskan tentang kaitannya menteri berhak mengumumkan Warisan Kebangsaan melalui Berita. Di mana Warisan Kebangsaan itu telah memenuhi kriteria
commit to user
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ditetapkan dalam Sekyen 67 (2). Kemudian dalam Seksyen 68 dijelaskan setiap orang berhak mendaftarkan atau mengajukan kepada menteri suatu warisan sebagai Warisan Kebangsaan. Namun yang menjadi permasalahan apabila Warisan Kebangsaan tersebut sebenarnya berasal dari negara lain maka dapat diartikan Malaysia
melakukan
pengklaiman
kebudayaan
(Warisan
Kebangsaan). Seperti halnya instrumen musik tradisional Angklung yang pernah diklaim Malaysia pada tahun 2007 dengan dasar kriteria dapat dipertunjukan dalam pasal 67 (2). Sehingga dapat diperumpamakan pengimplikasian Seksyen 67 dan Seksyen 68 apabila ada kebudayaan yang sebenarnya bukan asli dari Malaysia namun berkembang disana, dapat dengan mudah di akui sebagai kebudayaan atau Warisan Kebangsaan Malaysia. 7) Tidak ada pengaturan mengenai jangka waktu perlindungan dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005 Bahwa ketentuan mengenai jangka waktu perlindungan suatu objek warisan tidak dijumpai dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005. Apakah jangka waktunya tidak ada batas waktu atau selama masih dijaga dan dilindungi pemilik atau kustodiannya seperti dalam RUU PTEBT Indonesia. Akta Warisan Kebangsaan 2005 lebih mengatur perlindungan suatu prosedur pendaftaran objek warisan dan setelah didaftarkan tersebut baru terdapat upaya perlindungan, konservasi, pelestarian dan pemeliharaan. Berdasarkan
penjelasan
tentang
kelebihan
dan
kelemahan
pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia di atas, penulis menyederhanakan dalam bentuk tabel.
commit to user
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2: Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Perlindungan Hak Cipta atas Instrumen Musik Tradisional antara Indonesia dengan Malaysia Indonesia
Malaysia
N
Kriteria
Undang-Undang Nomor
o
Pembeda
19 Tahun 2002
1. Kelebihan
Akta Warisan Akta Hakcipta 1987
a. Negara memegang hak
a. Perlindungan
Kebangsaan 2005 a. Perlindungan
cipta atas folklor dan
pelaku
terhadap warisan
hasil kebudayaan
(performer’s)
budaya tak benda
rakyat yang menjadi
dalam persembahan
dalam Akta
milik bersama.
secara langsung
Warisan
b. Hak cipta atas folklor
dalam kaitannya
Kebangsaan 2005
yang dipegang oleh
dengan ekspresi
negara berlaku tanpa
cerita rakyat
Kebangsaan 2005
batas waktu.
(expression of
merupakan wujud
folklore)
koreksi dan
c. Negara memegang hak cipta atas folklor
b. Perlindungan
b. Akta Warisan
melengkapi
mempunyai fungsi
terhadap ciptaan
ketentuan Akta
sosial.
yang tidak
Hakcipta 1987
diketahui
terkait perlindungan
penciptanya
ekspresi cerita rakyat c. Adanya badan yang khusus melindungi objek warisan di Malaysia
2. Kelemahan
a. Pasal 10 Undang-
a. Tidak ada
a. Seksyen 67 dan
Undang Nomor 19
pengaturan dalam
Seksyen 68 Akta
Tahun 2002 tidak
Akta Hakcipta 1987
Warisan
menjelaskan secara
yang khusus
Kebangsaan 2005
commit to user
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rinci tentang definisi
mengatur dan
dalam
ekspresi budaya
melindungi folklor
penerapannya
tradisional beserta
b. tidak ada definisi
menimbulkan
batasan-batasannya dan
ekspresi cerita
permasalahan
pengaturan penggunaan
rakyat yang jelas
ekspresi budaya
dalam Akta
pengaturan
tradisional baik
Hakcipta 1987
mengenai jangka
komersil maupun non komersil
c. masalah konsep
b. Tidak ada
waktu perlindungan
persyaratan suatu
dalam Akta
ciptaan yang
Warisan
lembaga pelaksana
dilindungi oleh
Kebangsaan 2005
yang berwenang untuk
Akta Hakcipta 1987
b. Belum diaturnya
menetapkan suatu
d. Tidak ada
ciptaan sebagai folklor c. Belum diterbitkannya
pengaturan tentang fungsi dan
Peraturan Pemerintah
tanggung jawab
tentang "Hak Cipta atas
menteri dalam
Folklor yang Dipegang
melindungi ciptaan
oleh Negara".
yang tidak
d. Perlindungan folklor berlaku tanpa batas
diketahui penciptanya.
dalam penerapannya
e. Jangka waktu
justru menimbulkan
perlindungan
permasalahan.
pelaku dalam
e. Belum
persembahan secara
diundangkannya RUU
langsung terkait
PTEBT.
ekspresi cerita
f. Belum ada
rakyat terbatas.
dokumentasi atas PTEBT Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia adalah Pertama Indonesia berdasarkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 Pasal 10 perlindungan terhadap instrumen musik tradisional masuk dalam kategori folklor, di mana negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama. Berdasarkan Pasal 10 ayat (4) dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), namun PP tentang "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara" sampai sekarang belum diundangkan. Kemudian adanya RUU PTEBT yang merupakan peraturan sui generis untuk melindungi penggunaan kekayaan intelektual yang ada pada PTEBT Indonesia, dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 20102014 namun sampai sekarang belum diundangkan. Berdasarkan Pasal 31 ayat (1) (a) hak cipta atas ciptaan yang dipegang oleh negara berdasarkan Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu. Kedua, Malaysia berdasarkan Akta Hakcipta 1987 pengaturan perlindungan instrumen musik tradisional (folklor) hanya disinggung dalam kaitannya dengan “persembahan secara langsung” (live performance). Seksyen 3 menjelaskan lingkup live performance termasuk suatu kinerja dalam kaitannya dengan ekspresi cerita rakyat. Perlindungan ekspresi cerita rakyat dapat dilindungi dengan cara yang tidak langsung dan fokus perlindungan kepada hak-hak pelaku. Dalam Seksyen 26 (4) (c) mengatur bahwa dalam hal ciptaan yang tidak dipublikasikan di mana identitas pencipta tidak diketahui, tetapi ada alasan untuk menganggap bahwa ia adalah warga negara Malaysia, hak cipta dalam pekerjaan dianggap dikuasai oleh Menteri dengan dibebankan pertanggungjawaban untuk 144
commit to user
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebudayaan. Kemudian Berdasarkan Akta Warisan Kebangsaan 2005 instrumen musik tradisional berdasarkan Seksyen 2 masuk dalam kategori perlindungan warisan budaya tak benda. Ketika suatu pihak hendak mendaftarkan instrumen musik tradisional sebagai warisan kebudayaan terdapat tahapan registrasi yang jelas (Seksyen 50) dan di kelola oleh badan kewarisan yang jelas (Bab IV National Heritage Council Seksyen 8 sampai Seksyen 19). Kemudian terdapat pengaturan terkait dengan adanya lisensi (Seksyen 83 dan Seksyen 84), ketika pihak lain hendak mempergunakan instrumen musik tradisional tersebut baik untuk di impor atau diekspor dalam kaitannya dengan diadakannya pertunjukan atau persembahan, serta terdapat mekanisme sanksi hukuman ketika terjadi pelanggaran (Seksyen 114 dan Seksyen 118). 2.
Pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional antara Indonesia dengan Malaysia memiliki kelebihan dan kelemahan diantaranya: Kelebihan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Indonesia adalah negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, hak cipta atas folklor yang dipegang oleh negara berlaku tanpa batas waktu, dan negara memegang hak cipta atas folklor mempunyai fungsi sosial. Kelebihan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Malaysia adalah perlindungan pelaku (performer’s) dalam persembahan secara langsung dalam kaitannya dengan ekspresi cerita rakyat, perlindungan terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, perlindungan terhadap warisan budaya tak benda dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005, Akta Warisan Kebangsaan 2005 merupakan wujud koreksi dan melengkapi ketentuan Akta Hakcipta 1987 terkait perlindungan ekspresi cerita rakyat, dan adanya badan yang khusus melindungi objek warisan di Malaysia. Kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Indonesia adalah Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tidak menjelaskan secara rinci tentang definisi ekspresi budaya tradisional beserta batasan-batasannya dan pengaturan penggunaan ekspresi budaya tradisional baik komersil
commit to user
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun non komersil, belum diaturnya lembaga pelaksana yang berwenang untuk menetapkan suatu ciptaan sebagai folklor, belum diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara", perlindungan folklor berlaku tanpa batas dalam penerapannya justru menimbulkan permasalahan, belum diundangkannya RUU PTEBT, dan belum ada dokumentasi atas PTEBT Indonesia. Kelemahan pengaturan perlindungan hak cipta atas instrumen musik tradisional Malaysia adalah tidak ada pengaturan dalam Akta Hakcipta 1987 yang khusus mengatur dan melindungi folklor, tidak ada definisi ekspresi cerita rakyat yang jelas dalam Akta Hakcipta 1987, masalah konsep persyaratan suatu ciptaan yang dilindungi oleh Akta Hakcipta 1987, tidak ada pengaturan tentang fungsi dan tanggung jawab menteri dalam melindungi ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, jangka waktu perlindungan pelaku dalam persembahan secara langsung terkait ekspresi cerita rakyat terbatas, Seksyen 67 dan Seksyen 68 Akta Warisan Kebangsaan 2005 dalam penerapannya menimbulkan permasalahan, dan Tidak ada pengaturan mengenai jangka waktu perlindungan dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005. B. Saran Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengoptimalisasi perlindungan terhadap Instrumen musik tradisional (folklor) Indonesia, antara lain: 1.
Pemerintah dalam hal ini presiden harus segera menerbitkan PP tentang "Hak Cipta atas Folklor yang Dipegang oleh Negara" sesuai amanat Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2.
Pemerintah harus segera menerbitkan RUU PTEBT yang khusus mengatur mengenai pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional (folklore).
3.
Pemerintah harus melakukan inventarisasi atau dokumentasi atas kebudayaan tradisional Indonesia. Tujuannya dokumentasi adalah: a. Inventarisasi dapat sebagai bukti bahwa suatu kebudayaan tradisional adalah milik bangsa Indonesia, jika itu terdapat di Indonesia.
commit to user
147 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Inventarisasi dapat dijadikan sebagai dokumen pembanding (prior art) dalam pemberian hak atas setiap kekayaan intelektual. c. Inventarisasi atas kebudayaan dapat dijadikan sebagai langkah awal dalam perlindungan kebudayaan lebih lanjut. Misalnya dijadikan sebagai dasar dalam pembagian manfaat (benefit sharing) dengan pihak asing yang ingin menggunakan kebudayaan itu
commit to user