Studi komparasi antara perusahaan umum (perum) pegadaian dengan pegadaian syariah Dalam pelaksanaan transaksi gadai (studi di perusahaan umum (perum) pegadaian cabang palur dan Pegadaian syariah cabang solo baru)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Oleh : Agus Yarisky Hermawan NIM : E.0004072
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
STUDI KOMPARASI ANTARA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN DENGAN PEGADAIAN SYARIAH DALAM PELAKSANAAN TRANSAKSI GADAI (Studi di Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru)
Disusun oleh : AGUS YARISKY HERMAWAN NIM : E0004072
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing
Tuhana, S.H, Msi
Muhammad Adnan, S.H, M.Hum
NIP. 132 162 557
NIP. 131 411 014
3
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) STUDI KOMPARASI ANTARA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN DENGAN PEGADAIAN SYARIAH DALAM PELAKSANAAN TRANSAKSI GADAI (Studi di Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru) Disusun oleh : AGUS YARISKY HERMAWAN NIM : E0004072 Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada
:
Hari
: Sabtu
Tanggal
: 26 April 2008 TIM PENGUJI
1. Suraji ,S.H,M.H.
: ...........................................
(Ketua) 2. Tuhana, S.H, M.Si
: ...........................................
(Sekretaris) 3. Muhammad Adnan, S.H, M.Hum : ........................................... (Anggota) MENGETAHUI Dekan,
Moh. Jamin , S.H, M.Hum NIP. 131 570 154
4
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
1. Sifat – sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar (Q.S. Fushshilat : 35). 2. Kemauan dan ketabahan adalah dasar utama yang dimiliki oleh orang yang mendapat kesuksesan (Penulis). 3. Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kecuali
jika
mereka
mengubah
keadaan
diri
mereka
sendiri
(QS. Ar Ra’ du : 11). 4. Selalu ada harapan di tengah kesulitan (Ust. Yusuf Mansur). 5. Untuk memahami hati dan pikiran seseorang, Jangan melihat apa yang telah dia raih, Lihatlah apa yang telah dia lakukan untuk menggapai citacitanya (Kahlil Gibran).
Persembahan Penulisan Hukum (skripsi) ini Penulis persembahkan kepada : 1. Bapak dan Ibu yang telah memberikan doa dan kasih sayangnya. 2. Kakak yang selalu mendukung dan memberikan keberhasilan.
semangat
untuk
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum (skripsi) dengan judul STUDI KOMPARASI ANTARA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN DENGAN PEGADAIAN SYARIAH DALAM TRANSAKSI GADAI ( Studi di Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru ).
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini menemui berbagai rintangan, tantangan, dan hambatan yang harus penulis lewati dan tidak terlepas dari bantuan serta dukungan moril maupun spiritual dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Tuhana, S.H., M.Si, selaku Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi). 3. Bapak Muhammad Adnan, S.H, M.Hum, selaku Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi). 4. Ibu Zeni Luthfiyah, S.Ag, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Bapak Kiswanto, B.A, selaku Pimpinan Divisi Humas Pegadaian Wilayah Surakarta. 6. Bapak Erry, S.E, selaku Manager Wilayah Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur. 7. Bapak Kuntoradji, S.E, selaku Manager Wilayah Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru. 8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6
9. Bapak dan Ibu, terima kasih atas doa dan cinta yang tidak pernah habis. 10. Monica Nunik Gayatri, terima kasih atas semangat yang telah diberikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan hukum (skripsi) ini masih memiliki banyak kekurangan maka diperlukan saran, teguran, dan kritik yang membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa datang.
Akhir kata, semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, April 2008
Penulis
7
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................
iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI...................................................................................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah....................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................
5
C. Tujuan Penelitian ..............................................................
5
D. Manfaat Penelitian ............................................................
6
E. Metode Penelitian .............................................................
6
F. Sistematika Penulisan Hukum (skripsi) ............................
13
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................
14
A. Kerangka Teori .................................................................
14
BAB II
1. Tinjauan tentang Perusahaan Umum (Perum)
BAB III
Pegadaian ....................................................................
14
2. Tinjauan tentang Pegadaian Syariah ...........................
28
3. Tinjauan tentang Perjanjian ........................................
31
4. Tinjauan tentang Jaminan ...........................................
32
5. Tinjauan tentang Gadai ...............................................
34
6. Tinjauan tentang Kredit ..............................................
39
B. Kerangka Pemikiran.............................................................
44
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................
46
A. Hasil Penelitian .................................................................
46
1. Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a) Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur ........
46
b) Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru .................. .
49
8
2. Pengaturan Komparasi
Pelaksanaan Transaksi Gadai
Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam a) Menurut Hukum Perdata....................................... ..
54
b) Menurut Hukum Islam.......................................... ... 54 3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a) Perusahaan Umum Pegadaian...................................
54
b) Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru......................
55
B. Pembahasan.......................................................................
54
1. Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a) Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur ........
55
b) Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru ..................
59
2. Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam a) Menurut Hukum Perdata.......................................
63
b) Menurut Hukum Islam..........................................
67
3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a) Perusahaan Umum Pegadaian...............................
69
b) Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru..................
71
Simpulan dan Saran ................................................................
77
A. Simpulan ...........................................................................
77
B. Saran..................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
80
BAB IV
LAMPIRAN
9
ABSTRAK Agus Yarisky Hermawan, 2008. STUDI KOMPARASI ANTARA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN DENGAN PEGADAIAN SYARIAH DALAM TRANSAKSI GADAI ( Studi di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis melakukan kajian dan menjawab permasalahan mengenai pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru, dalam hal ini terdapat perbedaanperbedaan antara kedua pegadaian tersebut khususnya dalam transaksi gadai. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama peneliitan ini, sedangkan data sekunder digunakan sebagai pendukung data primer. Lokasi penelitian pada Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan manager wilayah, kasir, juru taksir, dan nasabah untuk Perusahaan Umum Pegadaian, sedangkan dari Pegadaian Syariah dengan rahin, manager wilayah dan murtahin serta pihak – pihak yang terkait dengan transaksi pelaksanaan gadai, sedangkan studi dokumen diperoleh terhadap peraturan perundang-undangan, Al Qur’an, hadist, dan buku –buku yang terkait dengan masalah tersebut. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif model interaktif. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh data mengenai pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru. Hal tersebut terbukti dengan adanya komparasi pelaksanaan transaksi gadai di kedua pegadaian tersebut yang berbeda, yang mana di Perum Pegadaian menggunakan kwintansi gadai dinamakan dengan surat bukti kredit, hanya ada satu perjanjian kredit, pemberian uang sewa modal per lima belas hari, sedangkan Pegadaian Syariah menggunakan kwintansi gadai (surat bukti rahn), terdapat dua akad yaitu akad rahn dan ijaroh, pemberian jasa per sepuluh hari, komparasi pengaturan hukumnya pada hukum perdata diatur dalam Pasal 1150 1160 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan hukum islam diatur dalam Al Qur’ an, hadist, itjma, dan terdapat kendala-kendala dalam komparasi palaksanaan transaksi gadai yang disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang mempengaruhinya. Implikasinya berupa Pegadaian Syariah telah menerapkan sesuai dengan prinsip syariah dan terbebas dari unsur riba dengan adanya perhitungan sistem bagi hasil untuk jasa penitipan barang (sewa tempat) yang jelas daripada Perusahaan Umum Pegadaian yang menggunakan sistem bunga (sewa modal untuk uang pinjaman) dengan didasarkan pada teori bunga sebagai imbalan sewa, untuk itu umat islam atau muslim mengharamkan adanya sistem bunga sebagai riba.
10
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan laju ekonomi Indonesia yang relatif sangat pesat adalah pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha pada umumnya. Pertumbuhan dunia usaha dapat terjadi karena tersedianya beberapa faktor penunjang dan iklim berusaha yang bagus sebagai salah satu faktor yang dominan. Setiap organisasi ekonomi dalam bentuk atau skala apapun betapa kecilnya selalu membutuhkan dana yang cukup agar laju kegiatan dan perkembangannya dapat diharapkan terwujud sesuai perencanaannya. Lembaga keuangan yang ada di Indonesia sekarang ini dibagi menjadi dua ,yaitu: lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan bank dalam pendirian sesuai dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Lembaga keuangan non bank terdiri dari pegadaian, asuransi, dana pensiun, reksa dana, dan bursa efek. Pegadaian atau Pawn Shop merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai. Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktekkan di wilayah-wilayah Eropa lainnya, misalnya : Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda (VOC), yaitu: sekitar abad ke-19. Bentuk usaha Pegadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Leening yang didirikan pada tanggal 20 Agustus 1746 di Batavia. Usaha Pegadaian di Indonesia mempunyai tugas memberikan pinjaman uang tunai kepada masyarakat dengan jaminan harta bergerak. Sejak itu bentuk usaha Pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturanperaturan yang mengaturnya (Rilda dan Muhammad, 2003 : 15).
1
11
Pada mulanya usaha Pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian pada awal abad ke-20 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda melalui Staatblad 1901 Nomor 131 tanggal 12 Maret 1901, didirikan rumah gadai pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi Jawa Barat dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagaimana diatur dalam staablaad tahun 1901 Nomor 131 tersebut sebagai berikut:”Kedua, sejak saat itu di bagian Sukabumi kepada siapapun tidak diperkenankan untuk memberi gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak membeli kembali, meminjam tergantung kepada kebangsaan para pelanggar yang diancam dalam Pasal 337 Kitab Undang Undang Hukum Pidana bagi orang-orang Eropa dan Pasal 339 Kitab Undang Undang Hukum Pidana bagi orang – orang Bumiputera” dengan Staablaad 1939 Nomor 266 rumah gadai tersebut mendapat status Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara dalam arti undang-undang perusahaan Hindia Belanda (Lembaran Negara Hindia Belanda 1927 Nomor 419). Pada masa berikutnya Pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan Pegadaian di Indonesia. Dinas Pegadaian mengalami beberapa kali perubahan bentuk badan hukum sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian melaui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990 (Muhammad Sholikul Hadi,2003:2).
12
Pada waktu Pegadaian masih berbentuk Perusahan Jawatan, misi sosial dari Pegadaian merupakan satu-satunya acuan dalam mengelola Pegadaian. Pengelolaan Pegadaian dapat dilaksanakan meskipun perusahaan tersebut mengalami kerugian. Sejak statusnya diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) keadaan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipertahankan lagi. Disamping berusaha memberikan pelayanan umum berupa penyediaan dana atas dasar hukum gadai, manajemen Perusahaan Umum Pegadaian juga berusaha agar pengelolaan usaha ini sedapat mungkin tidak mengalami kerugian. Perusahaan Umum Pegadaian diharapkan dapat mengalami keuntungan atau setidaknya penerimaan yang di dapat mampu menutup seluruh biaya dan pengeluarannya sendiri. Produk-produk yang ditawarkan di Pegadaian antara lain, yaitu: kredit cepat aman (KCA), kredit tunda jual komoditas pertanian (Gadai Gabah), kredit usaha rumah tangga (Krista), kredit angsuran sistem gadai (Krasida), kredit angsuran fidusia (Kreasi), dan rahn (gadai syariah).
Perkembangan usaha Pegadaian terbagi atas 2 (dua) jenis Pegadaian, yaitu: Perusahaan Umum Pegadaian dan Pegadaian Syariah. Perusahaan Umum
(Perum)
Pegadaian
dalam
pelaksanaan
kegiatan
usahanya
menggunakan prinsip konvensional, dan diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian. Pegadaian Syariah dalam melaksanakan transaksi gadai menggunakan prinsip bagi hasil dan diatur dalam Fatwa DSN Nomor 25 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn dan Fatwa DSN Nomor 26 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn Emas . Islam merupakan agama yang bersifat universal dan berlaku sepanjang jaman. Keuniversalan konsep islam merupakan jawaban terhadap keterbatasan manusia dan pemikirannya yang temporal dan parsial. Lembaga gadai syariah terlahir karena adanya perkembangan yang sangat signifikan
dari lahirnya bisnis–bisnis bernuansa syariah. Perkembangan
Pegadaian Syariah tergolong cepat karena adanya keyakinan yang kuat di kalangan muslim, bahwa Perusahaan Umum Pegadaian itu mengandung
13
unsur riba yang dilarang agama islam. Pegadaian Syariah
mempunyai
modal usaha yang diperoleh dari kerja sama antara Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian dan Bank Muamalat Indonesia. Pegadaian Syariah melaksanakan gadai dapat diketahui dalam pengambilan keuntungan yang telah sesuai dengan ketentuan syariah ,yaitu: dengan cara mengambil keuntungan lewat jalan sewa menyewa tempat (rahn) dan jasa penitipan barang (ijaroh), sehingga terbebas dari unsur riba dalam melakukan bisnis tersebut. Bentuk pinjaman hukum islam menjaga kepentingan kreditur, jangan sampai dirugikan, untuk itu dibolehkan meminta barang dari debitur sebagai jaminan utangnya, sehingga apabila debitur itu tidak mampu melunasi pinjamannya, maka barang jaminan boleh dijual oleh kreditur. Untuk itu, terdapat perbedaan – perbedaan antara Perusahaan Umum Pegadaian dan Pegadaian Syariah khususnya dalam komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru, pengaturan komparasi pelaksanaan transaksi gadai menurut hukum perdata dan hukum islam, dan kendalakendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis terdorong untuk melakukan penulisan hukum (skripsi) dengan judul : “STUDI KOMPARASI ANTARA PEGADAIAN SYARIAH DENGAN
PERUSAHAAN
UMUM
PEGADAIAN
DALAM
PELAKSANAAN TRANSAKSI GADAI” (Studi di Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dan Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur)
14
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut lebih lanjut dengan menitik beratkan pada rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana
komparasi
pelaksanaan
transaksi
Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur
gadai
pada
dan Pegadaian
Syariah Cabang Solo Baru? 2. Bagaimanakah pengaturan komparasi pelaksanaan transaksi gadai menurut hukum perdata dan hukum islam ? 3. Kendala – kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru ? C.
Tujuan Penelitian Suatu penelitian tentunya mempunyai tujuan yang jelas dan pasti, tentang apa yang hendak dicapai karena tujuan dalam suatu penelitian sedikit banyak menunjukkan kualitas dari penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru. b. Untuk
mengetahui
pengaturan
komparasi
pelaksanaan
transaksi gadai menurut hukum perdata dan hukum islam. c. Untuk mengetahui kendala - kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memenuhi persyaratan wajib setiap mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan bagi penulisan hukum (skripsi).
15
D.
Manfaat Penelitian Suatu penelitian tentunya diharapkan memberikan manfaat yang berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan dibidang penelitian tersebut. Selain itu manfaat yang diperoleh dari suatu penelitian menggambarkan nilai dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan hukum pembiayaan dan jaminan. b. Untuk
menambah
pengetahuan
ilmiah
yang
dapat
dipergunakan dan dimanfaatkan dalam penulisan tentang hukum pembiayaan dan hukum jaminan. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. b. Memberikan manfaat untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan serta perubahan pengetahuan mengenai Pegadaian baik Pegadaian syariah maupun Pegadaian konvensional. E.
Metode Penelitian Metode penelitian dapat dirumuskan sebagai suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian (Soerjono Soekanto,1986: 5). Oleh sebab itu, sebelum dilaksanakan suatu penelitian maka terlebih dahulu harus ditentukan metode yang dipergunakan, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
16
1. Jenis Penelitian Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian empiris, yaitu: penelitian yang dilakukan dengan meneliti data sekunder pada awalnya untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986: 52). 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu: penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa-hipotesa agar dapat membantu di dalam memperkuat teori – teori lama di dalam penyusunan teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 1986: 2). Penelitian ini menggambarkan dan menguraikan tentang pelaksanaan transakasi gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dan Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur. 3. Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan penelitian adalah di Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dan Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur. Pemilihan lokasi penelitian ini, karena kedua pegadaian tersebut representatif yang merupakan perwakilan dari berbagai pegadaian sehingga pelaksanaan gadai di semua tempat sama sehingga data atau informasi tentang pelaksanaan gadai dapat lebih cepat diperoleh dan menghemat biaya. 4. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penulisan hukum (skripsi) ini adalah : a. Data primer Data primer yaitu pihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat memberikan sejumlah data atau keterangan. Penulis memperoleh data primer dari wawancara yang dilakukan dengan manager yang bernama Bapak Erry, S.E, penaksir, kasir, dan nasabah terhadap Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur, sedangkan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dengan manager yang bernama Bapak Kuntoradji, S.E, rahin (nasabah), murtahin (pegadaian) ,kasir, dan juru penaksir.
17
b. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, seperti Al Qur’an, Hadist, buku tentang hukum jaminan, buku tentang gadai, buku tentang perjanjian, buku tentang kredit, dokumen pegadaian, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian, Surat Keputusan Direksi Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor 4 / LB.1.00.221 / 2001, Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor Opp.2 / 67 / 5 ,PP Nomor 10 / 1990 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian dan buku– buku yang berkaitan dengan masalah pegadaian lainnya.
5. Sumber Data Sumber data yang dipergunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi antara lain : a. Sumber data primer Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru berasal dari murtahin (pegadaian), rahin (nasabah), juru penaksir, manager wilayah, sedangkan Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur yang berasal dari wawancara yang diberikan oleh manager yang bernama Bapak Erry, S.E, penaksir, kasir, dan nasabah terhadap Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur, sedangkan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dengan manager yang bernama Bapak Kuntoradji, S.E, rahin (nasabah), murtahin (pegadaian) ,kasir, dan juru penaksir.
18
b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang secara tidak
langsung
memberi
keterangan
yang
bersifat
mendukung sumber data primer, termasuk bahan – bahan kepustakaan seperti Al Qur’an, Hadist, buku tentang hukum jaminan, buku tentang gadai, buku tentang perjanjian, buku tentang kredit, dokumen pegadaian, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian, Surat Keputusan Direksi Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor 4 / LB.1.00.221 / 2001,Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor Opp.2 / 67 / 5, PP Nomor 10 / 1990 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian dan buku – buku yang berkaitan dengan masalah pegadaian lainnya.
6. Teknik Pengumpulan Data Guna mendapatkan data dalam penelitian ini dibutuhkan cara pengumpulan data untuk mendapatkan data primer dan data sekunder yang keduanya dianalisis. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah a. Wawancara Wawancara menggunakan teknik wawancara terstruktur, supaya penulis dalam memfokuskan hal – hal yang penting untuk ditanyakan serta memungkinkan mengembangkan pertanyaan dan perhatian kepada persoalan yang relevan yang berkaitan dengan permasalahan sedang diteliti yang mungkin baru muncul di lapangan dan percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu: pewawancara (yang bertanya) dengan terwawancara (yang menjawab pertanyaan) dengan maksud untuk mengkontruksi mengenai orang lain, kejadian, kegiatan,
19
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lainlain. Hal ini diperlukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai obyek penelitian. Wawancara dilakukan dengan manager yang bernama Bapak Erry, S.E, penaksir, kasir, dan nasabah terhadap Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur, sedangkan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dengan manager yang bernama Bapak Kuntoradji, S.E, rahin (nasabah), murtahin (pegadaian) ,kasir, dan juru penaksir.
b. Studi Kepustakaan Studi pustaka dilakukan dengan membaca, mempelajari bahan – bahan kepustakaaan seperti Al Qur’an, Hadist, buku tentang hukum jaminan, buku tentang gadai, buku tentang perjanjian, buku tentang kredit, dokumen pegadaian, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian, Surat Keputusan Direksi Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor 4 / LB.1.00.221 / 2001,Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor Opp.2 / 67 / 5,PP Nomor 10 / 1990 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian dan buku – buku yang berkaitan dengan masalah pegadaian lainnya .
7. Teknik Analisis Data Penelitian ini digunakan analisis kualitatif. Tahap analisis ada 3 (tiga) komponen pokok, yaitu data reduction, data display, data conclusion drawing (Herbitus Sutopo, 1998: 34). Ketiga komponen tersebut adalah :
20
a. Reduksi data (reduction) dalam penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka diperoleh sumber-sumber data yang bermanfaat untuk penulisan hukum (skripsi) ini. Beberapa sumber – sumber data yang diperoleh tersebut, dilakukan
pengurangan
dan
penyeleksian
sehingga
menghasilkan data primer dan data sekunder.
b. Sajian data (display) Susunan
data
yang
telah
melewati
proses
pengurangan dan penyeleksian berupa data keterangan informasi langsung dari lapangan, yaitu keterangan informasi dari manajer, juru taksir, nasabah (rahin) ,atau murtahin (pihak - pihak pegadaian yang berwenang khususnya terhadap pelaksanaan transaksi gadai), serta studi kepustakaan dari PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian, Al Qur’an, Hadist, dan buku – buku yang berkaitan dengan pelaksanaan transaksi gadai.
c. Penarikan simpulan (Conclusion drawing) Data yang telah melalui proses pengurangan dan penyeleksian serta telah disajikan maka dapat ditarik kesimpulan dari pengecekan atas kebenaran terhadap datadata yang diteliti sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada.
21
Penelitian ini menggunakan ketiga komponen tersebut yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data berbagai proses siklus.
Skema Model Analisis Interaktif
Pengumpulan data
Reduksi Data
Sajian data
Penarikan Simpulan / verifikasi
Gambar : 1 Interaktive Model of Analysis (Heribertus Sutopo, 1998: 37)
Keterangan : Bentuk ini tetap bergerak di antara ketiga komponen dengan komponen pengumpulan data, selama proses pengumpulan data berlangsung. Sesudah pengumpulan data, kemudian bergerak diantara data reduction, data display, dan conclusion drawing dengan menggunakan waktu yang masih tersisa bagi penelitiannya (Heribertus Sutopo, 1998: 37).
22
F.
Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi) Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai bahasan dalam penulisan hukum (skripsi) ini, penulis membagi penulisan hukum (skripsi) ini menjadi empat bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bab yang disesuaikan dengan luas pembahasannya. Adapun sistematika dari penulisan hukum (skripsi) ini sebagai berikut : BAB I
:
PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penulisan hukum (skripsi).
BAB II :
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan berisi tentang tinjauan tentang Perusahaan Umum Pegadaian, tinjauan tentang Pegadaian Syariah, tinjauan tentang perjanjian, tinjauan tentang jaminan, tinjauan tentang gadai, tinjauan tentang kredit ,dan kerangka pemikiran.
BAB III :
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi membahas mengenai bagaimana komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru; pengaturan komparasi pelaksanaan transaksi gadai menurut hukum perdata dan hukum islam; hal lain yang dibahas adalah mengenai kendala - kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru.
BAB IV :
SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terbagi dalam dua bagian, yaitu : simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Perusahaan Umum Pegadaian
a. Pengertian Pegadaian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas hukum gadai (Muhammad Sholikul Hadi,2003:17). Pegadaian adalah suatu lembaga keuangan non perbankan yang memberikan jasa kredit kepada masyarakat, dimana jasa pegadaian ini berorientasi pada jaminan. Untuk mengatasi bagi masyarakat yang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau tukang rentenir yang bunganya relatif tinggi, maka
Perusahaan
pinjaman
uang
Umum dengan
(Perum)
Pegadaian
menyediakan
jaminan
barang-barang
berharga
. Perusahaan Umum Pegadaian,
yang selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut Perusahaan, adalah Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan Menteri Keuangan, dimana seluruh modalnya dimiliki oleh Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian).
xxiv
b. Tugas, Tujuan, dan Fungsi Pegadaian 14 Sebagai lembaga keuangan non bank milik pemerintah yang berhak memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai yang bertujuan agar masyarakat tidak dirugikan oleh lembaga keuangan non formal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat, maka pada dasarnya lembaga
Pegadaian
(Perusahaan
Umum
Pegadaian)
tersebut
mempunyai tugas, tujuan, serta fungsi – fungsi pokok sebagai berikut (Marzuki Usman,1995: 359) adalah : 1) Tugas pokok adalah menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan usaha – usaha lain yang berhubungan dengan tujuan Pegadaian atas dasar materi. 2) Tujuan Pokok Sifat usaha Pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan, maka Pegadaian pada dasarnya mempunyai tujuan – tujuan pokok sebagai berikut : a) Turut melaksanakan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai. b) Mencegah praktek Pegadaian gelap dan pinjaman tidak wajar. 3) Fungsi Pokok adalah a) Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara mudah,cepat, aman, dan hemat. b) Menciptakan dan mengembangkan usaha – usaha lain yang
menguntungkan
masyarakat.
xxiv
bagi
Pegadaian
maupun
xxv
c) Mengelola
keuangan,
perlengkapan,
kepegawaian,
pendidikan dan pelatihan. d) Mengelola organisasi, tata kerja, dan tata laksana Pegadaian. e) Melakukan
penelitian
dan
pengembangan
serta
mengawasi pengelolaan Pegadaian.
c. Kegiatan usaha Perusahaan Umum Pegadaian pada umumnya meliputi dua hal (Susilo, 1999:181) ,yaitu : 1) Penghimpunan Dana Dana yang diperlukan di Perusahaan Umum Pegadaian untuk melakukan kegiatan usahanya berasal dari: a) Pinjaman jangka pendek dari Perbankan. Dana jangka pendek sebagian besar adalah dalam bentuk pinjaman jangka pendek dari perbankan (sekitar 80% dari total dana jangka pendek yang dihimpun). b) Pinjaman jangka pendek dari pihak lain. Pinjaman dana jangka pendek dari pihak lain biasanya diperoleh dari utang kepada rekanan, utangnya kepada nasabah, uang pajak, dan lain-lain. c) Penerbitan obligasi Untuk memperoleh / menghimpun dana Perusahaan Umum Pegadaian pernah menerbitkan obligasi sebanyak dua kali, yaitu: pada tahun 1993 dan 1994 yang jangka waktunya masing-masing lima tahun. d) Modal sendiri Modal sendiri yang dimiliki oleh Perusahaan Umum Pegadaian terdiri dari: (1) Modal awal,yaitu kekayaan negara di luar APBN (Anggaran Pelaksanaan Belanja Negara). (2) Penyertaan modal pemerintah.
xxv
xxvi
(3) Laba ditahan, laba ditahan ini merupakan akumulasi laba sejak Perusahaan Umum Pegadaian berdiri.
2) Penggunaan Dana Dana yang berhasil dihimpun digunakan untuk mendanai kegiatan usaha Perusahaan Umum Pegadaian, antara lain digunakan untuk hal-hal berikut : a) Uang kas dan dana likuid lain b) Pendanaan kegiatan operasional c) Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk aktiva tetap dan inventaris d) Penyaluran dana e) Investasi lain d. Produk dan Jasa Perusahaan Umum Pegadaian. Produk dan jasa yang ditawarkan oleh Perusahaan Umum Pegadaian
kepada
masyarakat
meliputi
sebagai
berikut
(Susilo,1999:181) : 1) Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai. Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai berarti mensyaratkan pemberian pinjaman atas dasar penyerahan barang bergerak oleh penerima pinjaman. Konsekuensi yang pertama dari hal tersebut adalah bahwa jumlah atau nilai pinjaman yang diberikan kepada masing-masing peminjam sangat dipengaruhi oleh nilai barang bergerak yang digadaikan. 2) Penaksiran nilai barang. Jasa penaksiran barang dapat diberikan oleh Perusahaan Umum Pegadaian karena perusahaan ini mempunyai peralatan penaksir serta petugas yang sudah berpengalaman dan terlatih dalam menaksir nilai suatu barang yang digadaikan. Barangbarang yang ditaksir pada dasarnya semua barang bergerak yang bisa digadaikan, terutama emas, berlian, dan intan. Masyarakat yang memerlukan jasa ini biasanya ingin xxvi
xxvii
mengetahui nilai jual wajar atas barang berharganya yang dijual. Atas dasar penaksiran yang diberikan, Perusahaan Umum Pegadaian memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran. 3) Penitipan barang. Perusahaan Umum Pegadaian dapat menyelenggarakan jasa penitipan barang karena perusahaan ini mempunyai tempat penyimpanan barang bergerak yang cukup memadai. Gudang dan tempat penyimpanan barang bergerak lain milik Pegadaian terutama digunakan untuk menyimpan barang-barang yang digadaikan oleh masyarakat. 4) Jasa lain. Ketiga jenis jasa di atas hampir selalu ada pada setiap kantor Pegadaian. Di samping ketiga jasa tersebut, kantor Pegadaian tertentu juga menawarkan jasa lain seperti kredit kepada pegawai dengan penghasilan tetap, gold counter, dan lain-lain.
e. Sumber Dana dan Pinjaman Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terutama bergerak di bidang usaha pembiayaan, sebagai perusahaan pembiayaan Pegadaian dilarang menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti giro, deposito, tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan modal dalam menjalankan usahanya, Pegadaian memiliki sumber dana antara lain : modal sendiri terdiri dari modal awal, penyertaan modal pemerintah, dan laba ditahan. Modal awal adalah modal Pegadaian yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pembiayaan Belanja Negara (APBN) yang tidak terbagi atas saham. Pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pembiayaan Belanja Negara (APBN) untuk ditempatkan pada Badan Usaha
xxvii
Milik Negara
xxviii
(BUMN), termasuk Perusahaan Umum Pegadaian dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah. Penyertaan modal pemerintah adalah modal yang berasal dari pemerintah sebagai keikutsertaan pembinaan dan pengembangan misi Pegadaian untuk membantu memenuhi kebutuhan dana bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Laba ditahan bagian dari laba yang tidak dibagikan, diperoleh selama menjalankan usahanya. Modal pinjaman dari bank terdiri dari modal pinjaman jangka pendek dan modal pinjaman jangka panjang dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Modal pinjaman dari masyarakat adalah modal yang diperoleh dari masyarakat melalui penerbitan dan penjualan obligasi. f. Segi Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Pendekatan
pemanfaatan
Perusahaan
Umum
(Perum)
Pegadaian tidak hanya dilakukan dari segi kebutuhan ekonomi, melainkan harus didukung dengan pendekatan hukum, sehingga diakui dan berlaku dalam hubungan hukum bisnis. Pegadaian merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang usaha pembiayaan yang bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian maupun Perundang– Undangan. Perjanjian merupakan sumber utama hukum Pegadaian dari segi perdata, sedangkan perundang – undangan adalah sumber utama hukum Pegadaian dari segi publik (Rilda Murniati dan Abdulkadir, 2003: 20). 1)
Segi Hukum Perdata Pada kegiatan usaha pembiayaan yang dijalankan oleh Pegadaian, inisiatif mengadakan perjanjian pinjam uang dengan sistem gadai berasal dari pihak – pihak, terutama Peminjam (debitur). Perjanjian pinjam uang pada umumnya diadakan secara lisan yang didukung dengan dokumen. Kehendak pihak peminjam dan pihak Pegadaian pula yang menjadi sumber hukumnya. Kehendak pihak – pihak tersebut dibuktikkan dengan
dokumen,
dalam
xxviii
dokumen
tersebut
ditetapkan
xxix
kewajiban
dan
hak
peminjam
dan
Pegadaian,
dalam
Perundang–Undangan juga diatur mengenai kewajiban dan hak, Peminjam dan Pegadaian, dan hanya berlaku sejauh peminjam dan Pegadaian, tidak menentukan lain secara khusus dalam perjanjian yang dibuat, dan ada 2 (dua) sumber hukum perdata yang mendasari Pegadaian, yaitu: a.
Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan hukum perjanjian dapat diklasifikasikan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: asas kebebasan berjanji dalam arti luas (secara lisan dan tertulis) dan asas kebebasan berkontrak dalam arti sempit (hanya secara tertulis), dalam hubungan hukum Pegadaian, perjanjian selalu diadakan secara lisan yang didukung oleh dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum Pegadaian (Pawnshop legal certainty). Perjanjian Pegadaian adalah perjanjian pinjam uang dengan sistem gadai dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak, memuat rumusan kehendak berupa kewajiban dan hak pihak Pegadaian sebagai pemberi pinjaman uang (kreditur) dan peminjam sebagai pemberi gadai (debitur). Perjanjian Pegadaian yang didukung oleh dokumen hukum utama dibuat secara sah memenuhi syarat – syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Akibat hukum perjanjian Pegadaian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – Undang bagi Pegadaian dan peminjam (Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata). Konsekuensi yuridis selanjutnya perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable). Dokumen pendukung perjanjian Pegadaian berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah, melengkapi dan memperkaya hukum perdata tertulis. xxix
xxx
b. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Perjanjian Pegadaian adalah salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Sumber hukum utama Pegadaian adalah perjanjian pinjam pakai habis yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Perjanjian tersebut dibahas dalam konteksnya dengan Pegadaian, antara lain : (1)
Perjanjian Pinjam Pakai Habis Perjanjian Pegadaian yang terjadi antara Pegadaian dan peminjam digolongkan ke dalam “perjanjian pinjam pakai habis” yang diatur dalam Pasal 1754 – 1773 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1754 Kitab Undang Undang Hukum Perdata : “Pinjam pakai habis adalah perjanjian dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai habis kepada peminjam dengan syarat bahwa peminjam mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama.” Pengertian “barang pakai habis” termasuk juga sejumlah uang yang dipinjamkan oleh pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman adalah Pegadaian yang berkedudukan sebagai kreditur, sedangkan peminjam adalah pemberi gadai yang berkedudukan sebagai debitur. Syarat yang ditentukan dalam pinjam pakai habis adalah peminjam sebagai debitur mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada Pegadaian sebagai kreditur, dalam jumlah dan keadaan yang sama seperti ketika pinjaman itu diterimanya, karena barang pakai habis yang dipinjam itu sejumlah uang, maka menurut ketentuan Pasal 1765 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Pegadaian dan peminjam boleh memperjanjikan pengembalian uang pokok xxx
xxxi
ditambah sewa modal (bunga). Berdasarkan itu, dapat disimpulkan
bahwa
perjanjian
Pegadaian
tergolong
perjanjian khusus yang objeknya adalah barang pakai habis berupa sejumlah uang, yang diatur dalam Pasal 1754 – 1773 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
(2) Segi Perdata di luar Kitab Undang Undang Hukum Perdata adalah a) Undang Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang
Bentuk-
Bentuk Usaha Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian
menjadi
Perusahaan
Umum
Pegadaian.
Berlakunya Perundang – Undangan ini ,karena Perusahaan Umum Pegadaian adalah bentuk usaha negara badan hukum yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian Pegadaian khususnya, dan perjanjian kerja sama dengan mitra bisnis umumnya. b) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan– Ketentuan Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berlakunya Perundang
–
Undangan
ini,
sejauh
Pegadaian
itu
bersangkutan dengan perjanjian mengenai hak – hak atas tanah. c) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berlakunya
Undang-
Undang
ini,
sejauh
Pegadaian itu melakukan pelanggaran kewajiban dan larangan yang secara perdata merugikan peminjam sebagai konsumen.
2)
Segi Hukum Publik xxxi
xxxii
Sebagai usaha yang bergerak di bidang jasa pembiayaan, Pegadaian banyak menyangkut kepentingan publik (negara atau pemerintah) terutama yang bersifat administratif, maka kepentingan publik banyak diatur dalam berbagai Peraturan Perundang – Undangan Administrasi Negara. Perundang – Undangan yang dimaksud, antara lain :
a)
Undang – Undang Bidang Hukum Publik Berbagai Undang Undang bidang Administrasi Negara
yang menjadi sumber utama Pegadaian meliputi sebagai berikut: Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan , Undang Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Pajak Penghasilan, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1991 tentang Pajak Pendapatan, beserta peraturan pelaksanaannya. Berlakunya ketiga Undang Undang ini sejauh Pegadaian itu berkewajiban membayar pajak pada negara, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dan Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya
Undang
Undang
ini
sejauh
Pegadaian
itu
melaksanakan kewajiban pembukuan perusahaan dan memelihara dokumen perusahaan, dan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya Undang Undang ini sejauh Pegadaian itu melakukan langgaran kewajiban dan larangan yang merugikan
peminjam
sebagai konsumen atau merugikan negara.
b) Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan mengatur bidang usaha pendirian
perusahaan
dan perizinan.
Modal
usaha,
kepemilikan saham, pembatasan kegiatan usaha, pengawasan dan xxxii
xxxiii
pembinaan, sanksi karena pelanggaran, karena Pegadaian adaiah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka peraturan tentang Lembaga Pembiayaan hanya berlaku sejauh belum diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah Nomor 178 Tahun 1961 tentang Pendirian
Perusahaan
Negara
Pegadaian
juncto
Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perjan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian.
Pegadaian termasuk badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana, untuk itu Pegadaian merupakan Perusahaan Pembiayaan, yaitu badan usaha di luar Bank dan di luar Lembaga Keuangan bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk psnyediaan dana bagi masyarakat golongan ekonomi lemah yang membutuhkan.
Bentuk hukum Perusahaan Pembiayaan harus Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi, tetapi Pegadaian sebagai perusahaan pembiayaan diatur menyimpang, yaitu: Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum Pegadaian. Saham Perusahaan Pembiayaan dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan atau Badan Hukum Indonesia, Badan Hukum Asing dan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia (usaha patungan). Pemilikan saham oleh Badan Usaha Asing ditentukan sebesar-besarnya 85% (Delapan puluh lima persen) dan modal disetor. Modal Perusahaan Umum Pegadaian tidak terbagi atas saham, karena Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum. Modal Perusahaan Umum Pegadaian adalah kekayaan milik negara bagian dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara(APBN) yang dipisahkan. xxxiii
xxxiv
Perusahaan Pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, surat sanggup bayar (promissory /vote), tetapi dapat menerbitkan surat sanggup bayar hanya sebagai jaminan atau hutang kepada Bank yang menjadi krediturnya. Pegadaian sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), juga dilarang menarik dana secara langsung seperti tersebut di atas, tetapi dapat menerbitkan obligasi.
Sebelum
melakukan
kegiatan
usahanya,
Perusahaan
Pembiayaan wajib memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan. Izin usaha diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Izin usaha berlaku sejak tanggal ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku selama Perusahaan masih menjalankan usahanya, terhadap pemberian izin usaha tidak dikenakan biaya. Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara di lingkungan Departemen Keuangan yang didirikan atas persetujuan Menteri Keuangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mengatur pendiriannya berdasarkan itu, Perusahaan Umum Pegadaian tidak perlu lagi memperoleh izin usaha. Perusahaan Pembiayaan wajib secara jelas mencantumkan dalam anggaran dasarnya kegiatan pembiayaan yang dilakukannya. Hal ini berlaku juga bagi Perusahaan Umum Pegadaian dan dimuat dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur pendiriannya. Jumlah modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib bagi Perusahaan Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut: 1)
Perusahaan Swasta Nasional sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah).
xxxiv
xxxv
2)
Perusahaan
Patungan
sekurang-kurangnya
Indonesia Rp
dan
Asing
25.000.000.000,00
(Dua Puluh Lima Miliar Rupiah). 3)
Koperasi
sekurang
-
kurangnya
Rp 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah). Pegadaian sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak mengikuti ketentuan permodalan tersebut, melainkan diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya. Pembinaan dan Pengawasan terhadap Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Menteri Keuangan. Pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh Departemen Keuangan dibantu oleh Bank Indonesia (BI) yang diatur dengan surat keputusan bersama. Perusahaan Pembiayaan yang memperoleh izin usaha lebih dari satu kegiatan pembiayaan wajib memilih untuk menjadi Perusahaan Pembiayaan atau Perusahaan Modal Ventura. Perusahaan Pembiayaan yang telah memilih menjadi Perusahaan Modal Ventura dilarang melakukan transaksi Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Kartu Kredit, dan Pembiayaan Konsumen, karena Perusahaan Umum Pegadaian berada dalam lingkungan Departemen Keuangan, maka pembinaan dan pengawasan juga dilakukan oleh Menteri Keuangan. Jenis kegiatan pembiayaan yang dilakukan hanya 1 (satu), yaitu penyediaan dana dengan sistem gadai bagi masyarakat yang membutuhkannya. Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan pembiayaan yang bertentangan dengan ketentuan dalam keputusan ini ,dihentikan kegiatannya atau dicabut izin usahanya. Penghentian kegiatan atau pencabutan izin usaha dilakukan setelah diberikan peringatan secara tertulis kepada yang bersangkutan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan
tenggang waktu 1 (satu) bulan dan dilakukan pembekuan kegiatan atau izin usaha untuk waktu 6 (enam) bulan sejak peringatan terakhir, sebab Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara xxxv
xxxvi
(BUMN) yang diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya, maka atas ketentuan tersebut tidak berlaku bagi Perusahaan Umum Pegadaian, apabila sebelum berakhir masa pembekuan telah dilakukan perbaikan, maka kegiatan atau izin usaha diberlakukan kembali, tetapi apabila sampai dengan berakhirnya masa pembekuan tidak juga dilakukan perbaikan, kegiatan dihentikan atau izin usaha dicabut sebab Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya, maka ketentuan mengenai sanksi tersebut tidak berlaku bagi Pegadaian.
g.
Obyek Gadai Jenis – jenis barang yang dapat diterima sebagai barang jaminan
sebagai berikut : 1) Barang – barang atau benda – benda perhiasan antara lain: a) Emas b) Perak c) Berlian d) Mutiara e) Intan f) Platina g) Jam 2) Barang – barang berupa kendaraan seperti a) Sepeda motor b) Sepeda biasa (termasuk becak) c) Mobil (termasuk bajaj dan bemo) 3) Barang – barang elektronik a) Televisi xxxvi
xxxvii
b) Radio c) Radio Tape d) Video e) Komputer f)
Kulkas
g) Tustel h) Mesin tik 4) Mesin – mesin a) Mesin jahit b) Mesin kapal motor 5) Barang – barang keperluan rumah tangga a) Barang tekstil berupa pakaian atau kain batik b) Barang – barang pecah belah dengan catatan bahwa semua barang – barang yang dijaminkan haruslah dalam kondisi baik dalam arti masih dapat dipergunakan atau bernilai. 2. Tinjauan tentang Pegadaian Syariah a.
Pengertian Pegadaian Syariah merupakan lembaga keuangan yang proses pinjam meminjam hanya dikenakan pada bunga yang ada di Perusahaan Umum Pegadaian diganti dengan biaya penitipan pada Pegadaian Syariah .
b.
Tugas Pokok dan Fungsi Pegadaian Syariah Pegadaian Syariah dibentuk sebagai unit bisnis yang mandiri dengan maksud untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat yang mengharapkan adanya layanan pinjam meminjam yang bebas dari unsur riba yang dilarang menurut syariat Islam dan fungsinya adalah untuk dapat menjalankan tugas pokok tersebut. Pegadaian Syariah mempunyai unit organisasi Perusahaan Umum Pegadaian yang bertanggung jawab mengelola usaha kredit gadai secara syariah agar mampu berkembang menjadi institusi yang mandiri
xxxvii
xxxviii
dan menjadi pilihan utama masyarakat yang membutuhkan pelayanan gadai secara syariah.
c.
Aspek – aspek pendirian Pegadaian Syariah antara lain sebagai berikut (Heri Sudarsono,2004: 165-166) : 1) Aspek Legalitas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang berdirinya lembaga gadai yang berubah bentuk dari Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian adalah badan usaha tunggal yang diberi wewenang untuk menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai. Kemudian misi dari Perusahaan umum Pegadaian disebutkan pada Pasal 5 ayat (2b), yaitu: pencegahan praktek ijon, riba, pinjaman tidak wajar lainnya. Pasal – pasal tersebut dapat dijalankan legitimasi bagi berdirinya Pegadaian syariah.
2) Aspek Permodalan Modal untuk menjalankan perusahaan gadai adalah cukup besar, karena selain diperlukan untuk dipinjamkan kepada
nasabah,
juga
diperlukan
investasi
untuk
penyimpanan barang gadai. Permodalan gadai syariah bisa diperoleh dengan sistem bagi hasil, seperti mengumpulkan dana dari beberapa orang (musyarokah) atau dengan mencari sumber dana (shahibul mal), seperti bank atau perorangan untuk mengelola Perusahaan Gadai Syariah (mudhoroboh) . 3) Aspek Sumber Daya Manusia Keberlangsungan Pegadaian Syariah sangat diperlukan oleh kemampuan sumber daya manusianya. Sumber Daya Manusia (SDM) Pegadaian Syariah harus memahami filosofi gadai dan sistem operasionalisasi gadai syariah. Sumber xxxviii
xxxix
Daya Manusia (SDM) selain mampu menangani masalah taksiran barang gadai, instrumen pembagian rugi laba atau jual beli, menangani masalah – masalah yang dihadapi nasabah yangberhubungan penggunaan uang gadai, juga berperan aktif dalam syiar islam dimana Pegadaian itu ada. 4) Aspek Sistem dan Prosedur Sistem dan prosedur gadai harus sesuai dengan prinsip – prinsip
syariah,
dimana
keberadaannya
menekankan
pentingnya gadai syariah, untuk itu gadai syariah merupakan representasi dari suatu masyarakat dimana gadai itu berada maka sistem dan prosedural gadai syariah berlaku fleksibel asalkan sesuai dengan prinsip gadai syariah. 5) Aspek Pengawasan Untuk menjaga jangan sampai gadai syariah menyalahi prinsip syariah harus diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah supaya sesuai dengan prinsip – prinsip syariah. 6) Aspek Kelembagaan Sifat kelembagaan mempengaruhi keefektifan sebuah perusahaan gadai dapat bertahan. Sebagai lembaga yang relatif belum banyak dikenal masyarakat, Pegadaian syariah perlu mensosialisakan posisinya sebagai lembaga yang berbeda
dengan
gadai
konvensional.
Hal
ini
guna
mempertegah keberadaannya sebagai lembaga yang berdiri untuk memberikan kemaslahatan bagi masyarakat. d.
Tinjauan mengenai Ar- Rahn (Gadai) adalah Secara etimologis kata ar–rahn berarti tetap, kekal, dan jaminan. Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut harus memiliki nilai ekonomis, maka pihak yang xxxix
xl
menahan dapat memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagaian piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan sebagai collateral atas suatu pembiayaan atau pinjaman (Gemala Dewi,2004: 95). Ar-Rahn, yaitu : pembiayaan berupa pinjaman dana tunai dengan jaminan barang bergerak yang relatif nilainya tetap seperti perhiasan emas, perak, intan, berlian, batu mulia, dan lain-lain untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Rukun dan syarat dalam rahn adalah syarat al-marhun bih (utang) merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada orang yang berhutang, boleh dilunasi dengan agunan itu, jelas dan tertentu, syarat al-marhun (barang yang dijadikan agunan) yaitu : boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utang, bernilai dan dapat dimanfaatkan, jelas dan tertentu, milik sah orang yang berhutang, tidak terkait dengan hak orang lain, berupa harta yang utuh, tidak bertebaran bebrapa dalam tempat, dan boleh diserahkan baik materinya maupun manfaatnya (Wirdyaningsih,2005: 168).
e.
Tinjauan mengenai ijaroh (sewa) adalah Pengertian al-ijaroh yaitu : antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah
pihak.
Setelah
masa
sewa
berakhir
maka
barang
dikembalikan kepada pemiliknya (Warkum Sumitro,1996: 38). Rukun dan syarat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional, antara lain: pernyataan ijab dan qobul, pihak – pihak yang berakad, yaitu: pemberi sewa dan penyewa, obyek kontrak berupa manfaat dari penggunaan aset dan pembayar sewa, manfaat dari penggunaan aset dalam ijaroh adalah obyek kontrak yang harus dijamin, karena rukun yang dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri, sighat ijaroh berupa pernyataan dari kedua belah pihak xl
xli
yang berakad baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent dengan cara penawaran dari pemilik aset dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa.
3. Tinjauan tentang Perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian. Untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2005:75), yaitu :
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya Adanya
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
merupakan syarat subjektif. Perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak mengenai hal- hal yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, mengenai cara melaksanakannya, mengenai saat pelaksanaan, dan mengenai pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal yang telah disepakati tersebut.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hukum merupakan syarat subjektif. Kecakapan bertindak ini, dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum c. Suatu hal tertentu Bahwa hanya kebendaan yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian sesuai dengan Pasal 1332 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, jadi kebendaan baik yang berwujud dan tidak berwujud yang berada diluar lapangan harta kekayaan (diatur dalam Buku II Kitab Undang Undang Hukum Perdata tentang kebendaan) tidak dapat menjadi pokok perjanjian, karena kebendaan tersebut tidak masuk dalam rumusan kebendaan xli
xlii
dalam menurut Pasal 1332 Kitab Undang Undang Hukum Perdata sehingga tidak dapat dijadikan jaminan bagi pelunasan perikatan orang perorangan tersebut, dan merupakan syarat objektif. d. Suatu sebab yang halal Diatur dalam Pasal 1335 sampai Pasal 1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah bukan tanpa sebab, bukan tanpa yang palsu, bukan sebab yang dilarang. Untuk itu, merupakan syarat objektif sahnya perjanjian.
4. Tinjauan tentang jaminan a. Pengertian hukum jaminan Hukum jaminan menurut Salim adalah keseluruhan kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan unuk mendapatkan fasilitas kredit. Hukum jaminan menurut J. Satrio adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan- jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur (H. Salim, 2005: 6).
b. Asas – asas hukum jaminan adalah 1) Asas publicitet yaitu: bahwa semua hak baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. 2) Asas specialitet yaitu: bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dibebankan atas barang – barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 3) Asas tak dapat dibagi bagi yaitu: asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pemabayaran sebagian.
xlii
xliii
4) Asas inbezittsleling yaitu: barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai (H. Salim, 2005 : 9). c. Jenis jaminan Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Jaminan materiil (kebendaan) yaitu jaminan kebendaan. Bahwa dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda – benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Jenis – jenis jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 (lima), yaitu : a) Gadai yang diatur di dalam Bab 20 Buku II Kitab Undang Undang Hukum Perdata. b) Hipotek yang datur dalam Bab 21 Buku II Kitab Undang Undang Hukum Perdata. c) Credietverband yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190.
d) Hak Tangungan sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996. e) Jaminan fidusia sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999.
2) Jaminan
inmateriil
(perorangan,
yaitu
jaminan
perorangan) Bahwa tidak memberikan hak mendahului di atas benda – benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan
seseorang xliii
lewat
orang
yang
menjamin
xliv
pemenuhan perikatan yang bersangkutan, yang termasuk jaminan perorangan adalah penangung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih, tanggung – menangung yang serupa dengan tanggung renteng, dan perjanjian garansi.
5. Tinjauan tentang Gadai a.
Pengertian Gadai menurut Abdulkadir Muhammad adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari benda tersebut lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya untuk melelang benda tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk pemeliharaan setelah benda itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Abdulkadir Muhammad, 2000: 171). Ketentuan Pasal 1150 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dapat diuraikan unsur-unsur yang terdapat dalam gadai sebagai berikut : 1) Hak yang diperoleh kreditur atas barang bergerak 2) Benda bergerak itu diserahkan
oleh debitur kepada
kreditur
3) Penyerahan benda tersebut untuk jaminan hutang 4) Hak kreditur itu ialah pelunasan piutangnya dengan kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitur tidak membayar 5) Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lain 6) Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan di lunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang b.
Sifat - Sifat Gadai xliv
xlv
Sebagai hak kebendaan atas benda jaminan, gadai mempunyai sifat–sifat khusus (Abdulkadir Muhammad, 2000: 171), sebagai berikut : 1) Gadai bersifat asesor (accesoir), artinya sebagai pelengkap dari perjanjian pokok yaitu: hutang-piutang. Adanya gadai tergantung pada adanya perjanjian pokok hutang-piutang, tanpa perjanjian hutang-piutang tidak ada gadai. 2) Gadai bersifat jaminan hutang dengan mana benda jaminan harus dikuasai dan disimpan oleh kreditur. 3) Gadai bersifat tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian gadai tidak hapus dengan pembayaran sebagian hutang debitur (Abdulkadir Muhammad, 2000: 171). c.
Terjadinya Gadai Untuk terjadinya gadai harus dipenuhi persyaratan – persyaratan yang ditentukan sesuai dengan jenis benda yang digadaikan. Adapun cara terjadinya gadai adalah sebagai berikut : 1) Cara terjadinya gadai pada benda bergerak bertubuh (a)
Perjanjian Gadai Bahwa dalam hal ini antara debitur dengan kreditur mengadakan perjanjian pinjam uang (kredit) dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminan gadai atau perjanjian untuk memberikan hak gadai (perjanjian gadai). Perjanjian ini bersifat konsensual dan obligator. Pasal 1151 Kitab Undang Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa “Perjanjian gadai dapat dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian perjanjian pokok” . Bahwa dari ketentuan itu dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian gadai tidak terikat dengan formalitas tertentu (bebas), sehingga dapat dibuat secara tertulis maupun lesan dan menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok xlv
xlvi
sesuai dengan syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320
Kitab Undang Undang Hukum
Perdata. (b)
Penyerahan Benda Gadai Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Perdata disebutkan “ Tidak hak gadai atas benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si debitur ataupun yang kembali
dalam
kekuasaan
debitur
atas
kemauan
kreditur”. Bahwa hak gadai terjadinya dengan dibawanya barang gadai ke luar dari kekuasaan debitur pemberi gadai. Syarat bahwa barang gadai harus dibawa keluar dari kekuasaan pemberi gadai ini merupakan syarat “inbezitstelling”. Inbezitstelling adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam gadai. Barang gadai dikatakan dibawa keluar dari kekuasaan pemberi gadai jika barang gadai diserahkan oleh pemberi gadai kepada kreditur atau pihak ketiga (sebagai pemegang gadai) yang disetujui oleh kreditur. Mengingat benda gadai harus dibawa ke luar dari kekuasaan dari pemberi gadai maka diperlukan suatu penyerahan.
Penyerahan benda gadai
dapat
dilakukan secara nyata, simbolis, traditio brevi manu ataupun
traditio
longa
manu.
Penyerahan
secara
constitutum posseserium tidak menimbulkan hak gadai karena tidak memenuhi syarat inbezitstelling. 2) Cara terjadinya gadai pada piutang atas bawa (atas tunjuk atau aantoonder) Perjanjian gadai antara debitur dengan kreditur dibuat perjanjian untuk memberikan hak gadai. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligator, dan bentuknya bebas dan penyerahan surat buktinya Pasal 1152 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa “ Gadai surat atas bawa terjadi dengan menyerahkan surat itu ke dalam tangan xlvi
xlvii
pemegang gadai atau pihak ketiga yang disetujui oleh kedua pihak”. Perlu diketahui bahwa piutang atas bawa (atas tunjuk) selalu ada surat buktinya, surat bukti ini mewakili piutang. Surat (piutang) atas bawa (atas tunjuk) adalah surat yang dibuat debitur dimana diterangkan bahwa debitur berhutang sejumlah uang tertentu kepada pemegang surat yang diserahkannya ke dalam tangan penerima gadai. Pemegang berhak menagih pembayaran dari debitur dengan mengembalikan surat atas bawa itu kepada debitur. 3) Cara terjadinya gadai pada piutang atas nama (a) Perjanjian gadai Debitur dengan kreditur membuat perjanjian gadai. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligator, dan bentuknya bebas. (b) Adanya pemberitahuan kepada debitur dari piutang yang digadaikan. Pasal 1153 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa “ Hak gadai piutang atas nama diadakan
dengan
memberitahukan
penggadaiannya
(perjanjian gadainya) kepada debitur”. Bahwa dalam memberitahukan ini debitur dapat meminta bukti tertulis perihal penggadaiannya dan persetujuan dari pemegang gadai. Setelah itu debitur hanya dapat membayar hutangnya kepada pemegang gadai. d.
Jangka waktu Pasal 1155 Kitab Undang Undang Hukum Perdata apabila tidak ditentukan lain pada dasarnya menentukan bahwa setelah jangka waktu pinjaman yang telah ditentukan oleh para pihak telah lampau waktu atau jatuh tempo, kreditur setelah melakukan peringatan untuk membayar dapat melelang barang gadai dimuka
xlvii
xlviii
umum, untuk mengambil pelunasan sejumlah piutang beserta bunga dan biaya- biaya lainnya. Jangka waktu pinjaman adalah selama 4 bulan atau 120 hari. Jangka waktu pinjaman dihitung sejak tanggal dan bulan pemberian uang pinjaman sampai dengan batas akhir tanggal pelunasan atau jatuh tempo, dimana hari besar dan hari minggu turut dihitung. Jangka waktu dapat diperpanjang dengan jalan gadai ulang.
e.
Gadai ulang Gadai ulang adalah cara untuk memperpanjang jangka waktu pinjaman dengan jalan membayar bunga pinjaman yang terhitung dari saat menjaminkan sampai dengan saat jatuh tempo.
f.
Hapusnya Hak Gadai menurut Abdulkadir Muhammad adalah 1) Apabila hutang debitur sudah dilunasi 2) Benda jaminan dilepaskan oleh kreditur dengan sukarela 3) Benda jaminan hilang atau musnah 4) Penerima gadai menjadi pemilik benda jaminan karena suatu alas hak tertentu (Abdulkadir
Muhammad,
2000:
172).
6. Tinjauan tentang Kredit a. Pengertian Kredit Arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Bahwa maksud dari percaya dari pemberi kredit adalah pemberi xlviii
xlix
kredit percaya kepada penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya
pasti
dikembalikan
sesuai
dengan
perjanjian,
sedangkan bagi penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu. Pengertian kredit menurut Sinungan adalah pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu dikembalikan lagi pada waktu tertentu yang disertai dengan suatu kontraprestasi yang berupa bunga, pengertian kredit menurut Kotler adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan pembelian atau mengadakan
pinjaman
dengan
surat
perjanjian,
pembayaran
dilakukan dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang telah disepakati, dari pengertian kredit tersebut dapat dijelaskan bahwa kredit adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu
yang
telah
ditetapkan
oleh
perusahaan.
Nasabah
menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan sebagai pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Bila masalah ini terjadi maka dapat kita lihat berpindah materi dari yang memberi kredit kepada yang diberi kredit sehingga terjadi dua pihak yang terlibat, yaitu: 1) Pihak yang berkelebihan uang yang disebut pemberi kredit (kreditur) 2) Pihak yang membutuhkan uang yang disebut penerima kredit (debitur).
Manusia memerlukan kredit karena manusia adalah homo economicus dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia beraneka ragam sesuai dengan harkatnya yang selalu meningkat, sedangkan kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal ini menyebabkan xlix
l
manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan citacitanya, dalam hal ini manusia harus berusaha, maka untuk meningkatkan usahanya atau untuk meningkatkan daya guna suatu barang, manusia sangat memerlukan bantuan dalam bentuk permodalan. Bantuan pada lembaga keuangan bank maupun non perbankan disebut kredit, seperti yang dijelaskan tersebut bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti bahwa pinjaman kredit yang diberikan betul-betul yakin bahwa nasabah atau debitur mengembalikan pinjaman yang diterima sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak, tanpa keyakinan tersebut suatu lembaga kredit tidak dapat memberikan kredit.
b. Unsur-Unsur Kredit Penjelasan tersebut dapat diuraikan hal-hal apa saja yang terkandung dalam pemberian kredit, atau dengan kata lain pengertian kata kredit jika dilihat secara utuh mengandung makna apa saja, sehingga jika kita bicara kredit maka termasuk membicarakan unsurunsur yang terkandung didalamnya. Adapun unsur-unsur yang terkandung didalam pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut: 1) Kepercayaan adalah keyakinan dari kreditur bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa benar – benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang datang.
2) Tenggang Waktu adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang diterima pada masa yang datang.
3) Degree of risk adalah tingkat resiko yang dihadapi setiap akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara l
li
pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang diterima di kemudian hari.
c. Tujuan dan Fungsi Kredit Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit tersebut tidak terlepas dari misi bank tersebut didirikan (Thomas Suyatno,1992: 15). Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain : 1) Mencari keuntungan, yaitu : bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hal tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh Pegadaian sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup Pegadaian. Jika hidup Pegadaian yang terus menerus kerugian, maka besar kemungkinan Pegadaian tersebut dilikuidir atau dibubarkan.
2) Membantu usaha nasabah Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja dengan dana tersebut, maka pihak debitur dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya.
3) Membantu pemerintah Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak Perbankan, maka semakin baik mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan
li
lii
diberbagai sektor. Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarnya pemberian kredit adalah: (a) Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank. (b) Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan
usaha
baru
atau
perluasan
usaha
membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menampung tenaga kerja yang masih menganggur. (c) Meningkatkan jumlah barang dan jasa, bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar dimasyarakat. (d) Menghemat devisa negara, terutama untuk produkproduk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang ada dapat menghemat devisa negara.
d. Teknik Penyelesaian Kredit Macet Penyelamatan terhadap kredit macet dilakukan dengan cara antara lain: 1) Penjadwalan ulang (Rescheduling) a) Memperpanjang jangka waktu kredit, dalam hal ini debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. b) Memperpanjang jangka waktu angsuran Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu kredit, dalam hal ini jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang pembayarannya, misalnya dari 36 kali menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran
lii
liii
menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran 2) Persyaratan ulang (Reconditioning) dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti; a) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok. b) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Bahwa dalam hal penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa. c) Penurunan
suku
bunga
dimaksudkan
agar
lebih
meringankan beban nasabah, sebagai contoh : jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 20 % diturunkan menjadi 18 %. Hal ini tergantung dari pertimbangan yang bersangkutan. Penurunan suku bunga mempengaruhi jumlah angsuran
yang semakin mengecil,
sehingga
diharapkan dapat membantu meringankan nasabah. d) Pembebasan bunga diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah sudah mampu lagi membayar kredit tersebut, tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas. 3) Penataan
ulang
(Restructuring)
dapat
dilakukan
dengan
menambah jumlah kredit dan menambah equity dengan menyetor uang tunai dan tambahan dari pemilik. 4) Gabungan (Kombinasi) merupakan kombinasi dari ketiga jenis yang diatas. 5) Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya itikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.
Kerangka Pemikiran liii
liv
LEMBAGA KEUANGAN
PERBANKAN
Bank Umum
Lembaga Keuangan Non Bank
Pegadaian
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Pegadaian Syariah
Perusahaan Umum (Perum)
(Fatwa DSN No. 25 / DSN- MUI / III / 2002
Pegadaian (PP No.103 / 2000
tentang rahn dan Fatwa DSN No. 26 / DSN- MUI
tentang Perusahaan Umum
/ III / 2002 tentang rahn emas)
Pegadaian)
Sistem Bagi Hasil
Hukum Islam (Al Qur’an , Hadist, Itjma)
Sistem Bunga
Hukum Perdata (Pasal 1150 -1160 KUH Perdata)
Akad rahn dan ijaroh
Perjanjian kredit
Komparasi transaksi gadai : 1.
Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
2.
Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
3.
Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan Transaksi Gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
Gambar 2 Kerangka Pemikiran liv
lv
Bentuk usaha lembaga keuangan yang ada di Indonesia terdiri atas 2 (dua), yaitu : Perbankan dan Lembaga Keuangan Non Bank yang salah satu diantaranya pegadaian. Lembaga Perbankan disini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum mempunyai tugas sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu – lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mempunyai tugas melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lau –lintas pembayaran. Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan Bank Umum. Pegadaian dalam perkembangan usahanya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Perusahaan Umum Pegadaian dan Pegadaian syariah. Perusahaan Umum (Perum) didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) dalam melaksanakan kegiatan usaha menggunakan sistem bunga, pelaksanaan transaksi gadai didasarkan pada hukum perdata yang khususnya diatur pada Pasal 1150 – 1160 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, hanya ada satu perjanjian kredit, dan Pegadaian Syariah didirikan berdasarkan Fatwa DSN No. 25 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn dan Fatwa DSN No. 26 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn Emas dalam melaksanakan kegiatan usaha menggunakan sistem bagi hasil yang didasarkan pada hukum islam yang diatur dalam Al Qur’an , Hadist, dan Itjma, terdapat 2 (dua) akad di Pegadaian Syariah yaitu akad rahn dan akad ijaroh. Akad rahn didasarkan pada jalan sewa menyewa tempat dan jasa penitipan barang (ijaroh). Untuk itu, terdapat perbedaan – perbedaan antara Perusahaan Umum Pegadaian dan Pegadaian Syariah khususnya dalam komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru, pengaturan komparasi pelaksanaan transaksi gadai menurut hukum perdata dan hukum islam, dan
lv
lvi
kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan wawancara terhadap manager Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dengan Bapak Erry, S.E, dan pelaksanaan transaksi gadainya diatur dalam Surat Edaran Nomor: 4 / LB.1.00.221 / 2001, Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor: Opp.2 / 67 / 5 dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dengan Bapak Kuntoradji, S.E ,serta dengan didasarkan pada Surat Keputusan Direksi Nomor: 305 / UL3.00.22.3 / 2003 untuk itu, diperoleh beberapa masukan sebagai berikut : 1. Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a. Perusahaan Umum Cabang Palur melalui tahapan – tahapan, antara lain : 1) Prosedur Pemberian Pinjaman pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur a) Tahapan pertama bagi nasabah mengambil dan mengisi Formulir Permintaan Kredit (FPK), menyerahkan Formulir Permintaan Kredit (FPK) dengan melampirkan fotocopy KTP / identitas lainnya dan Barang Jaminan (BJ) yang dijadikan jaminan kredit. b) Tahapan kedua bagi penaksir adalah menerima Formulir Permintaan Kredit (FPK) dengan lampiran fotocopy KTP / identitas lain, tanda tangan dan menyerahkan kembali kepada nasabah sebagai tanda penerimaan barang jaminan (BJ), melaksanakan taksiran sesuai Buku Peraturan Menaksir lvi
lvii
(BPM), Pedoman Operasional Kantor Cabang (POKC) dan Surat Edaran (SE) yang berlaku untuk menetapkan besarnya nilai taksiran dan uang pinjaman, mencatat nilai taksiran dan uang pinjaman pada Buku Taksiran Kredit (BTK) dan menerbitkan Surat Bukti Kredit (SBK), dan Surat Bukti Kredit (SBK) dibuat rangkap 2 dan didistribusikan ( lembar 1 diserahkan
kepada
nasabah
dan
Kitir
(K)
dwilipat
ditempelkan atau diplombir dengan barang jaminan dan diserahkan kepada penyimpanan atau pemegang gudang). c) Tahapan ketiga bagi kasir adalah menjumlahkan potongan barang jaminan (BJ), taksiran dan uang pinjaman masingmasing golongan SBK, hasil penjumlahan catat pada Buku Rekapitulasi Kredit (BRK) dan Buku Penerimaan Barang Jaminan (BPBJ), menerima Surat Bukti Kredit (SBK) dari nasabah dan SBK dwilipat dari penaksir selanjutnya memeriksa keabsahannya, menyiapkan dan melakukan pembayaran tanda tangan dan Surat Bukti Kredit (SBK) asli dan dwilipat, Surat Bukti Kredit (SBK) asli beserta uangnya diserahkan
pada
nasabah
lalu
laporan
harian
kredit
diserahkan ke Asman Administrasi dan Keuangan atau Bagian Administrasi d) Tahapan keempat bagi asman administrasi dan keuangan atau bagian keuangan adalah mencatat semua transaksi pemberian kredit semua golongan berdasarkan Surat Bukti Kredit (SBK) dwilipat yang diterima dari kasir ke dalam Kas Kredit (KK) rangkap 2, selanjutnya dibukukan ke: Buku Kredit, Buku Kas, dan Buku Kredit lembar 1, dengan lampiran Kas Kredit lembar 1 dan asli Rekapitulasi Kredit dikirimkan ke Kantor Wilayah dan buku kas lembar 2 , Kas Kredit (KK) lembar 2 dan Rekapitulasi Kredit (RK) lembar sebagai arsip kantor cabang, pada akhir jam tutup kantor, berdasarkan badan surat lvii
lviii
bukti kredit (SBK) dwilipat dan buku kredit rekapitulasi (BKR) buat Rekapitulasi Kredit (RK) dan dicatat pada Ikhtisar Kredit dan Pelunasan (IKP). e) Tahapan kelima bagian gudang adalah menerima barang jaminan yang ditempel kitir dwilipat Surat Bukti Kredit (SBK) dari penaksir dan Buku Kredit Rekapitulasi (BKR) lembar 2 (karbonais) dari Asman, pada akhir jam tutup kantor, cocokkan barang jaminan yang telah ditempel / diplomir kitir (K) Surat Bukti Kredit dwilipat dengan Buku Kredit Rekapitulasi (BKR) dan Buku Penerimaan Barang Jaminan (BPBJ), apabila harian kas sesuai antara barang jaminan yang diterima hari itu dengan Buku Penerimaan Barang Jaminan (BPBJ) selanjutnya ditandatangani dan dicatat ke dalam Buku Gudang (BG), Barang jaminan (BJ) disimpan di gudang dan saldo Buku Gudang (BG) dicocokkan. 2) Prosedur Pembayaran Pinjaman pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur a) Tahapan pertama bagi penaksir adalah pengajuan nasabah (Penaksir membuat surat bukti kredit (SBK) dan Surat bukti kredit (SBK) lembar 1 kepada nasabah, lembar kedua kepada kasir). b) Tahapan kedua bagi kasir adalah menerima badan surat bukti kredit (SBK) lembar 2 (dwilipat) dari penaksir, kemudian menerima Surat Bukti Kredit (SBK) dari nasabah dan periksa keabsahannya,
menyiapkan
pembayaran, membubuhkan
tanda tangan dan tanda bayar pada surat bukti kredit (asli dan dwilipat), surat bukti kredit lembar 1 (asli) beserta uangnya diserahkan kembali kepada nasabah, berdasarkan badan surat bukti kredit dwilipat catat dalam Laporan Harian Kas (LHK), Badan surat bukti kredit lembar 2 (dwilipat) didistribusikan lviii
lix
kepada asman administrasi dan keuangan atau bagian administrasi.
c) Tahapan ketiga bagi asman administrasi dan keuangan / bagian administrasi adalah menerima badan surat bukti kredit lembar 2 (dwilipat) dari kasir berdasarkan bukti tersebut catat dalam Kas Kredit (KK), atas dasar Kas Kredit (KK) dicatat ke dalam Buku Kas (BK) rangkap dua, Rekapitulasi Kredit (RK), Ikhtisar Kredit dan Pelunasan (IKP), setiap minggu buku-buku tersebut diatas didistribusikan: Buku Kas dengan lampiran Kas Kredit (KK) lembar 1 dikirim ke kantor wilayah dan buku kas dengan lampiran Kas Kredit (KK) lembar 2 dibuat Rekapitulasi Kredit serta Ikhtisar Kredit dan pelunasan sebagai arsip kantor cabang, dan terakhir pada jam tutup kantor Rekapitulasi Kredit (RK) dicocokan dengan jumlah barang jaminan yang diterima pada hari itu. b. Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru melalui tahapan – tahapan, antara lain : 1) Pemberian Pinjaman pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a)
Tahapan pertama bagi Rahin adalah mengambil dan mengisi
Formulir
Permintaan
Pinjaman
(FPP),
menyerahkan Formulir Permintaan Pinjaman (FPP) yang telah diisi dan ditandatangani dengan melampirkan fotocopy KTP / identitas lainnya serta marhun yang dijamin, menerima lembar tulis Formulir Permintaan Pinajaman (FPP) sebagai tanda bukti penyerahan marhun, mendatangani Surat Bukti Rahn (SBR) asli dan dwilipat yang diserahkan oleh kasir pinjaman, menerima sejumlah uang pinjaman (marhun bih) dan Surat Bukti Rahn asli
lix
lx
(lembar
satu),
dan
menyerahkan
kitir
Formulir
Permintaan Pinjaman (FPP) kepada kasir.
b)
Tahapan kedua bagi penaksir adalah menerima Formulir Permintaan Pinajaman (FPP) dengan lampiran KTP / identitas lainnya beserta marhun dari rahin, memeriksa kelengkapan kebenaran pengujian Formulir Permintaan Pinajaman
dan
marhun
yang
di
jaminkan,
menandatangani formulir permintaan pinjaman (pada badan dan kitirnya) sebagai tanda bukti penerimaan marhun
dari
rahin,
menyerahkan
kitir
formulir
permintaan pinjaman kepada rahin, melakukan taksiran untuk menentukan nilai marhun sesuai dengan Buku Peraturan Menaksir (BPM) dan Surat Edaran (SE) yang berlaku, untuk taksiran Marhun Golongan A dapat langsung diselesaikan oleh penaksir pertama, sedangkan golongan B,C,D,E harus diselesaikan oleh penaksir kedua atau pimpinan cabang selaku Kuasa Pemutus Pinjaman (KPP), menentukan besarnya uang pinjaman (Marhun Bih) yang dapat diberikan kepada Rahin sesuai dengan ketentuan yang berlaku, menentukan biaya administrasi dan menginformasikan besarnya tarif jasa simpan, larangan yang harus ditaati oleh penaksir antara lain: (menetapkan jumlah uang pinjaman (Marhun Bih) berdasarkan Rahin yang melebihi jumlah taksiran, mengikir, menyerik atau melepaskan mata dari barang perhiasan tanpa seijin pemilik, dan menentukan uang jasa simpan dan biaya administrasi diluar ketentuan yang berlaku), mengisi atau menulis, dan menandatangani surat bukti rahn selengkap-lengkapnya sesuai wewenang, merobek kitir / slip pengambilan surat bukti rahn lx
lxi
dwilipat. Kitir / slip pengambilan untuk nomor Marhun, menyerahkan Surat Bukti Rahn (SBR) asli dan badan Surat Bukti Rahn (SBR) dwilipat kepada kasir pinjaman, marhun dimasukkan kedalam kantong / dibungkus dan ditempeli nomor Marhun dan diplombir, menjumlahkan potongan Marhun, taksiran dan uang pinjaman, masingmasing golongan surat bukti rahn dwilipat. Hasil penjumlahan buku gudang ditulis pada Buku Rekapitulasi Pinjaman (BRP) dan Buku Serah Terima Marhun (BSTM), menyerahkan Marhun yang telah diplombir / diikat kepada bagian gudang dengan menggunakan Buku Serah Terima Marhun (BSTM) dan membubuhkan tanda tangan pada kolom-kolom “penyerahan”, bersama-sama dengan petugas gudang menandatangani kolom serah terima Marhun pada Buku Serah Terima Marhun.
c)
Tahapan ketiga bagi kasir adalah menerima surat bukti rahn asli dan badan surat bukti rahn dwilipat dari penaksir, mencocokkan surat bukti rahn tersebut dengan kitir formulir permintaan pinjaman yang diserahkan oleh Rahin, menyiapkan dan melakukan pembayaran uang pinjaman (Marhun Bih) sesuai dengan jumlah yang tercantum pada surat bukti rahn.
d)
Tahapan keempat bagi pemegang gudang / penyimpan adalah mencocokkan Marhun yang diterima dengan jumlah yang tertera pada Buku Serah Terima Marhun (BSTM) dan apabila terdapat cocok membubuhkan tanda tangan pada kolom “penerimaan”, melakukan pencatatan di Buku Gudang (BG), dan marhun yang diterima
lxi
lxii
disimpan di gudang sesuai dengan golongan, rubrik dan bulan pinjaman Marhun.
2) Pelunasan Pinjaman yang diberikan pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a)
Tahapan pertama bagi rahin adalah menyerahkan surat bukti rahn kepada pegawai perhitungan jasa simpan.
b)
Tahapan kedua bagi pegawai penghitung jasa simpan adalah memeriksa keabsahan surat bukti rahn asli dari Rahin, menghitung jasa simpan dan mencantumkannya pada
badan
surat
bukti
rahn
disertai
parafnya,
menyerahkan kembali surat bukti rahn yang telah dihitung jasa simpan kepada Rahin. c)
Tahapan ketiga bagi rahin adalah menerima surat bukti rahn yang telah dihitung jasa simpannya dari pegawai penghitung jasa simpan, menyerahkan surat bukti rahn yang telah dihitung jasa simpannya kepada kasir beserta uangnya.
d)
Tahapan keempat bagi kasir adalah menerima dan memeriksa surat bukti rahn asli tentang kelengkapan data dan keabsahannya, membuat Slip Pelunasan (SP) rangkap 2 (dua), menerima pembayaran dari Rahin (pokok pinjaman dan jasa simpan) sesuai dengan yang tertera dalam
surat
bukti
rahn
dan
Slip
Pelunasan,
membubuhkan cap “lunas” dan memberi paraf pada badan surat bukti rahn dan kitir-kitirnya, mencatat semua penerimaan pelunasan pinjaman dan pendapatan jasa simpan
dalam
lxii
Laporan
Harian
Kas
(LHK),
lxiii
mendistribusikan surat bukti rahn tersebut sebagai berikut:
(1) Badan surat bukti rahn diserahkan kepada bagian administrasi (2) Lembar 1 slip pelunasan diserahkan kepada Rahin untuk pengambilan Marhun (3) Kitir surat bukti rahn diserahkan kepada penyimpan/ pemegang gudang sebagai dasar pengeluaran Marhun (4) Lembar 2 slip SP disimpan sebagai arsip
e)
Tahapan kelima bagi administrasi adalah mencatat setiap transaksi pelunasan atas dasar surat bukti rahn yang diterima dari kasir, sesuai dengan golongan dan bulannya dalam buku pelunasan (BPL) untuk selanjutnya pad akhir jam kerja dibukukan dalam: Kas Debet (KD) rangkap 2, Buku Kas (BK) rangkap 2, Buku Rekapitulasi Pelunasan (BRP), Ikhtisar pinjaman dan Pelunasan (IPP) dan mendistribusikan : Lembar Ikhtisar Kas Debet dan Buku Kas ke kantor wilayah danLembar 2 Kas Debet dan Buku Kas sebagai arsip, setiap akhir jam kerja mencocokkan dengan RPL dengan Buku Gudang (BG).
f)
Tahapan keenam bagian gudang adalah menerima kitir surat bukti rahn bagian “luar” dari kasir sebagai dasar untuk mengambil Marhun yang ditebus, mencocokkan nomor kitir “dalam” yang diterima dari rahin dan nomor kitir yang ada pada Marhun, apabila telah sesuai, melepas kitir yang ada pada Marhun dan menyerahkan Marhun kepada Rahin, atas dasar kitir “dalam” dan kitir Marhun, lxiii
lxiv
pengeluaran Marhun dicatat dalam Buku Gudang (BG), dan terakhir setiap akhir jam kerja mencocokkan Buku Gudang dengan RPL yang ada pada bagian administrasi.
2. Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam a. Hukum perdata diatur dalam Pasal 1150 sampai Pasal 1160 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dan Surat Keputusan Direksi Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor 4 / LB.1.00.221 / 2001,Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor Opp.2 / 67 / 5 b. Hukum islam diatur dalam Al Qur’an, hadist , itjma, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25 tentang rahn dan
Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 26 tentang rahn emas.
3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan Transaksi Gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a. Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur adalah 1) Faktor ekternal, yaitu : a) Perubahan tekonologi yang cepat b) Kesadaran
masyarakat
(nasabah
pegadaian)
tentang
pemahaman ketentuan-ketentuan perjanjian kredit kurang dipahami.
2) Faktor internal, yaitu : a) Penerapan aturan syarat kredit masing-masing cabang masih belum ada persamaan persepsi dalam standartisasi aturan
lxiv
lxv
b) Perubahan sistem teknologi informasi lembaga keuangan di pegadaian masih perlu ditingkatkan c) Kecurangan aparat d) Pencurian / perampokan
b. Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru adalah 1) Faktor ekternal, yaitu : a) Perubahan tekonologi yang cepat b) Perubahan regulasi pemain baru masuk ke bisnis gadai.
2) Faktor internal, yaitu : a) Masuknya barang-barang palsu seperti emas kadar rendah, emas lapis tebal dengan teknologi pelapisan canggih, berlian suntik dll. b) Pencurian / perompakan. c) Barang rusak, lelang tidak laku. d) Kapabilitas
Sumber
mengoperasikan
Daya
usaha
Manusia
syariah
masih
(SDM) kurang,
untuk serta
kecurangan aparat.
B. Pembahasan 1.
Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a. Perusahaan Umum Cabang Palur melalui tahapan – tahapan, antara lain : 1) Prosedur Pemberian Pinjaman pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur a) Tahapan pertama bagi nasabah mengambil dan mengisi
Formulir
Permintaan
Kredit
(FPK),
menyerahkan Formulir Permintaan Kredit (FPK) lxv
lxvi
dengan melampirkan fotocopy KTP / identitas lainnya dan Barang Jaminan (BJ) yang dijadikan jaminan kredit.
b) Tahapan kedua bagi penaksir adalah menerima Formulir Permintaan Kredit (FPK) dengan lampiran fotocopy KTP / identitas lain, tanda tangan dan menyerahkan kembali kepada nasabah sebagai tanda penerimaan barang jaminan (BJ), melaksanakan taksiran sesuai Buku Peraturan Menaksir (BPM), Pedoman Operasional Kantor Cabang (POKC) dan Surat Edaran (SE) yang berlaku untuk menetapkan besarnya nilai taksiran dan uang pinjaman, mencatat nilai taksiran dan uang pinjaman pada Buku Taksiran Kredit (BTK) dan menerbitkan Surat Bukti Kredit (SBK), dan Surat Bukti Kredit (SBK) dibuat rangkap 2 dan didistribusikan ( lembar 1 diserahkan kepada nasabah dan Kitir (K) dwilipat ditempelkan atau diplombir dengan barang jaminan dan diserahkan kepada penyimpanan atau pemegang gudang). c) Tahapan ketiga bagi kasir adalah menjumlahkan potongan barang jaminan (BJ), taksiran dan uang pinjaman
masing-masing
golongan
SBK,
hasil
penjumlahan catat pada Buku Rekapitulasi Kredit (BRK) dan Buku Penerimaan Barang Jaminan (BPBJ), menerima Surat Bukti Kredit (SBK) dari nasabah dan SBK dwilipat dari penaksir selanjutnya memeriksa
keabsahannya,
menyiapkan
dan
melakukan pembayaran tanda tangan dan Surat Bukti Kredit (SBK) asli dan dwilipat, Surat Bukti Kredit lxvi
lxvii
(SBK) asli beserta uangnya diserahkan pada nasabah lalu laporan harian kredit diserahkan ke Asman Administrasi dan Keuangan atau Bagian Administrasi
d) Tahapan keempat bagi asman administrasi dan keuangan atau bagian keuangan adalah mencatat semua transaksi pemberian kredit semua golongan berdasarkan Surat Bukti Kredit (SBK) dwilipat yang diterima dari kasir ke dalam Kas Kredit (KK) rangkap 2, selanjutnya dibukukan ke: Buku Kredit, Buku Kas, dan Buku Kredit lembar 1, dengan lampiran Kas Kredit lembar 1 dan asli Rekapitulasi Kredit dikirimkan ke Kantor Wilayah dan buku kas lembar 2 , Kas Kredit (KK) lembar 2 dan Rekapitulasi Kredit (RK) lembar sebagai arsip kantor cabang, pada akhir jam tutup kantor, berdasarkan badan surat bukti kredit (SBK) dwilipat dan buku kredit rekapitulasi (BKR) buat Rekapitulasi Kredit (RK) dan dicatat pada Ikhtisar Kredit dan Pelunasan (IKP).
e) Tahapan kelima bagian gudang adalah menerima barang jaminan yang ditempel kitir dwilipat Surat Bukti Kredit (SBK) dari penaksir dan Buku Kredit Rekapitulasi (BKR) lembar 2 (karbonais) dari Asman, pada akhir jam tutup kantor, cocokkan barang jaminan yang telah ditempel / diplomir kitir (K) Surat Bukti
Kredit
dwilipat
dengan
Buku
Kredit
Rekapitulasi (BKR) dan Buku Penerimaan Barang Jaminan (BPBJ), apabila harian kas sesuai antara barang jaminan yang diterima hari itu dengan Buku lxvii
lxviii
Penerimaan Barang Jaminan (BPBJ) selanjutnya ditandatangani dan dicatat ke dalam Buku Gudang (BG), Barang jaminan (BJ) disimpan di gudang dan saldo Buku Gudang (BG) dicocokkan.
2) Prosedur Pembayaran Pinjaman pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur a) Tahapan pertama bagi penaksir adalah pengajuan nasabah (Penaksir membuat surat bukti kredit (SBK) dan Surat bukti kredit (SBK) lembar 1 kepada nasabah, lembar kedua kepada kasir). b) Tahapan kedua bagi kasir adalah menerima badan surat bukti kredit (SBK) lembar 2 (dwilipat) dari penaksir, kemudian menerima Surat Bukti Kredit (SBK) dari nasabah dan periksa keabsahannya, menyiapkan pembayaran, membubuhkan tanda tangan dan tanda bayar pada surat bukti kredit (asli dan dwilipat), surat bukti kredit lembar 1 (asli) beserta uangnya diserahkan kembali kepada nasabah, berdasarkan badan surat bukti kredit dwilipat catat dalam Laporan Harian Kas (LHK), Badan surat bukti kredit lembar 2 (dwilipat) didistribusikan kepada asman administrasi dan keuangan atau bagian administrasi. c) Tahapan ketiga bagi asman administrasi dan keuangan / bagian administrasi adalah menerima badan surat bukti kredit lembar 2 (dwilipat) dari kasir berdasarkan bukti tersebut catat dalam Kas Kredit (KK), atas dasar Kas Kredit (KK) dicatat ke dalam Buku Kas (BK) rangkap dua, Rekapitulasi Kredit (RK), Ikhtisar Kredit dan Pelunasan (IKP), setiap minggu buku-buku tersebut diatas didistribusikan: Buku Kas dengan lampiran Kas Kredit (KK) lembar 1 dikirim ke kantor wilayah dan buku kas dengan lampiran Kas Kredit (KK) lembar 2 dibuat lxviii
lxix
Rekapitulasi Kredit serta Ikhtisar Kredit dan pelunasan sebagai arsip kantor cabang, dan terakhir pada jam tutup kantor Rekapitulasi Kredit (RK) dicocokan dengan jumlah barang jaminan yang diterima pada hari itu. b. Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru Komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru melalui tahapan – tahapan, antara lain : 1) Pemberian Pinjaman pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a) Tahapan pertama bagi Rahin adalah mengambil dan mengisi Formulir Permintaan Pinjaman (FPP), menyerahkan Formulir Permintaan Pinjaman (FPP) yang
telah
diisi
dan
ditandatangani
dengan
melampirkan fotocopy KTP / identitas lainnya serta marhun yang dijamin, menerima lembar tulis Formulir Permintaan Pinajaman (FPP) sebagai tanda bukti penyerahan marhun, mendatangani Surat Bukti Rahn (SBR) asli dan dwilipat yang diserahkan oleh kasir pinjaman, menerima sejumlah uang pinjaman (marhun bih) dan Surat Bukti Rahn asli (lembar satu), dan menyerahkan kitir Formulir Permintaan Pinjaman (FPP) kepada kasir. b) Tahapan kedua bagi penaksir adalah menerima Formulir Permintaan Pinajaman (FPP) dengan lampiran KTP / identitas lainnya beserta marhun dari rahin, memeriksa kelengkapan kebenaran pengujian Formulir Permintaan Pinajaman dan marhun yang di jaminkan, menandatangani formulir permintaan pinjaman (pada badan dan kitirnya) lxix
lxx
sebagai tanda bukti penerimaan marhun dari rahin, menyerahkan kitir formulir permintaan pinjaman kepada
rahin,
melakukan
taksiran
untuk
menentukan nilai marhun sesuai dengan Buku Peraturan Menaksir (BPM) dan Surat Edaran (SE) yang berlaku, untuk taksiran Marhun Golongan A dapat langsung diselesaikan oleh penaksir pertama, sedangkan golongan B,C,D,E harus diselesaikan oleh penaksir kedua atau pimpinan cabang selaku Kuasa Pemutus Pinjaman (KPP), menentukan besarnya uang pinjaman (Marhun Bih) yang dapat diberikan kepada Rahin sesuai dengan ketentuan yang berlaku, menentukan biaya administrasi dan menginformasikan besarnya tarif jasa simpan, larangan yang harus ditaati oleh penaksir antara lain: (menetapkan jumlah uang pinjaman (Marhun Bih) berdasarkan Rahin yang melebihi jumlah taksiran, mengikir, menyerik atau melepaskan mata dari barang perhiasan tanpa seijin pemilik, dan menentukan
uang
jasa
simpan
dan
biaya
administrasi diluar ketentuan yang berlaku), mengisi atau menulis, dan menandatangani surat bukti rahn selengkap-lengkapnya sesuai wewenang, merobek kitir / slip pengambilan surat bukti rahn dwilipat. Kitir / slip pengambilan untuk nomor Marhun, menyerahkan Surat Bukti Rahn (SBR) asli dan badan Surat Bukti Rahn (SBR) dwilipat kepada kasir pinjaman, marhun dimasukkan kedalam kantong / dibungkus dan ditempeli nomor Marhun dan diplombir, menjumlahkan potongan Marhun, taksiran golongan
dan surat lxx
uang
pinjaman,
bukti
rahn
masing-masing dwilipat.
Hasil
lxxi
penjumlahan buku gudang ditulis pada Buku Rekapitulasi Pinjaman (BRP) dan Buku Serah Terima Marhun (BSTM), menyerahkan Marhun yang telah diplombir / diikat kepada bagian gudang dengan menggunakan Buku Serah Terima Marhun (BSTM) dan membubuhkan tanda tangan pada kolom-kolom “penyerahan”, bersama-sama dengan petugas gudang menandatangani kolom serah terima Marhun pada Buku Serah Terima Marhun (BSTM). c) Tahapan ketiga bagi kasir adalah menerima surat bukti rahn asli dan badan surat bukti rahn dwilipat dari penaksir, mencocokkan surat bukti rahn tersebut dengan kitir formulir permintaan pinjaman yang diserahkan oleh Rahin, menyiapkan dan melakukan pembayaran uang pinjaman (Marhun Bih) sesuai dengan jumlah yang tercantum pada surat bukti rahn. d) Tahapan
keempat
bagi
pemegang
gudang
/
penyimpan adalah mencocokkan Marhun yang diterima dengan jumlah yang tertera pada Buku Serah Terima Marhun (BSTM) dan apabila terdapat cocok membubuhkan tanda tangan pada kolom “penerimaan”, melakukan pencatatan di Buku Gudang (BG), dan marhun yang diterima disimpan di gudang sesuai dengan golongan, rubrik dan bulan pinjaman Marhun. 2) Pelunasan Pinjaman yang diberikan pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a) Tahapan pertama bagi rahin adalah menyerahkan surat bukti rahn kepada pegawai perhitungan jasa simpan. b) Tahapan kedua bagi pegawai penghitung jasa simpan adalah memeriksa keabsahan surat bukti rahn asli dari lxxi
lxxii
Rahin, menghitung jasa simpan dan mencantumkannya pada badan surat bukti rahn disertai parafnya, menyerahkan kembali surat bukti rahn yang telah dihitung jasa simpan kepada Rahin. c) Tahapan ketiga bagi rahin adalah menerima surat bukti rahn yang telah dihitung jasa simpannya dari pegawai penghitung jasa simpan, menyerahkan surat bukti rahn yang telah dihitung jasa simpannya kepada kasir beserta uangnya. d) Tahapan keempat bagi kasir adalah menerima dan memeriksa surat bukti rahn asli tentang kelengkapan data dan keabsahannya, membuat Slip Pelunasan (SP) rangkap 2 (dua), menerima pembayaran dari Rahin (pokok pinjaman dan jasa simpan) sesuai dengan yang tertera dalam surat bukti rahn dan Slip Pelunasan, membubuhkan cap “lunas” dan memberi paraf pada badan surat bukti rahn dan kitir-kitirnya, mencatat semua penerimaan pelunasan pinjaman dan pendapatan jasa simpan dalam Laporan Harian Kas (LHK), mendistribusikan surat bukti rahn tersebut sebagai berikut: (1) Badan surat bukti rahn diserahkan kepada bagian administrasi (2) Lembar 1 slip pelunasan diserahkan kepada Rahin untuk pengambilan Marhun (3) Kitir
surat
bukti
rahn
diserahkan
kepada
penyimpan/ pemegang gudang sebagai dasar pengeluaran Marhun (4) Lembar 2 slip SP disimpan sebagai arsip e) Tahapan kelima bagi administrasi adalah mencatat setiap transaksi pelunasan atas dasar surat bukti rahn lxxii
lxxiii
yang diterima dari kasir, sesuai dengan golongan dan bulannya
dalam
buku
pelunasan
(BPL)
untuk
selanjutnya pad akhir jam kerja dibukukan dalam: Kas Debet (KD) rangkap 2, Buku Kas (BK) rangkap 2, Buku Rekapitulasi Pelunasan (BRP), Ikhtisar pinjaman dan Pelunasan (IPP) dan mendistribusikan : Lembar Ikhtisar Kas Debet dan Buku Kas ke kantor wilayah danLembar 2 Kas Debet dan Buku Kas sebagai arsip, setiap akhir jam kerja mencocokkan dengan RPL dengan Buku Gudang (BG). f) Tahapan keenam bagian gudang adalah menerima kitir surat bukti rahn bagian “luar” dari kasir sebagai dasar untuk mengambil Marhun yang ditebus, mencocokkan nomor kitir “dalam” yang diterima dari rahin dan nomor kitir yang ada pada Marhun, apabila telah sesuai, melepas kitir yang ada pada Marhun dan menyerahkan Marhun kepada Rahin, atas dasar kitir “dalam” dan kitir Marhun, pengeluaran Marhun dicatat dalam Buku Gudang (BG), dan terakhir setiap akhir jam kerja mencocokkan Buku Gudang dengan RPL yang ada pada bagian administrasi. 2.
Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam a. Hukum perdata diatur dalam Pasal 1150 sampai Pasal 1160 Kitab Undang Undang Hukum Perdata 1) Pasal 1150 Kitab Undang Undang HukumPerdata Gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari benda tersebut lebih dahulu lxxiii
lxxiv
daripada kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya untuk melelang benda tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan
untuk
pemeliharaan
setelah
benda
itu
digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. 2) Pasal 1151 Kitab Undang Undang HukumPerdata Persetujuan gadai dibuktikkan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya dapat diketahui bahwa pemberian gadai harus mengikuti suatu perjanjian pokok, dalam hal perjanjian pokok yang menjadi dasar pemberian gadai adalah suatu perjanjian yang tidak memerlukan suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai juga dapat diberikan dengan cara yang sama yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok tersebut. 3) Pasal 1152 Kitab Undang Undang HukumPerdata Hak gadai atas benda – benda bergerak dan atas piutang – piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan kreditor atau seorang pihak ketiga tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak, tidak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai ataupun yang kembali atas kemauan kreditor, hak gadai hapus apabila barangnya gadai keluar dari kekuasaan penerima gadai, jika barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai ini atau dicuri, maka berhak menuntutnya kembali sesuai dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila barang gadai didapatnya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah hilang, hal tidak berkuasanya pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan barang gadainya, tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada kreditor yang telah menerima barang tersebut dalam gadai, lxxiv
lxxv
dengan tidak mengurangi hak yang kehilangan atau kecurian barang itu, untuk menuntutnya kembali, jadi sebagai suatu bentuk perjanjian riil kesepakatan pemberian gadai lahir pada saat barang atau benda yang dijaminkan dalam
bentuk
gadai
diserahkan
dengan
pengertian
dikeluarkan penguasaannya dari pemilik benda tersebut sebagai pemberi gadai, kepada penerima gadai, yang merupakan kreditor atau pihak ketiga telah disepakati secara bersama oleh kreditor dan pemberi gadai. Adanya kesepakatan dibuktikan dengan dikeluarkannya benda gadai dari penguasaan pemilik benda tersebut. 4) Pasal 1153 Kitab Undang Undang HukumPerdata Terhadap piutang atas tunjuk harus dilakukan endosemen dan penyerahan surat piutang atas tunjuk tersebut oleh pemberi gadai, selaku pemilik piutang atas nama tersebut, kepada kreditor atau pihak ketiga yang disetujui secara bersama sebagai penerima gadai, terhadap piutang atas nama gadai baru berlaku saat pemberitauan kepada siapa gadai harus dilaksanakan, telah dilakukan, Kitab Undang Undang Hukum Perdata tidak menentukan wujud dari pemberitauan tersebut, untuk itu pemberitauan dapat dilakukan secara lisan. 5) Pasal 1154 Kitab Undang Undang HukumPerdata Hak untuk menjual benda gadai tersebut tidak memberikan hak kepada kreditor untuk memiliki atau menjadi pemilik dari benda yang digadaikan kepadanya tersebut. Apabila debitor atau pemberi gadai tidak memenuhi
kewajiban-kewajibannya,
maka
tidak
diperkenankan kreditor memiliki barang yang digadaikan, segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal. 6) Pasal 1155 Kitab Undang Undang HukumPerdata
lxxv
lxxvi
Eksekusi gadai dapat ditemukan dalam dua pasal, yaitu dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 Kitab Undang Undang Hukum Perdata bahwa dalam Pasal 1155 kreditor diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai saat debitor cedera janji. Sebelum kreditor menyuruh jual benda yang digadaikan maka harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitor atau pemberi gadai. Pemberitahuan tersebut berlaku sah saat dalam perjanjian pokok dan perjanjian gadainya telah ditentukan suatu jangka waktu, dan jangka waktu tersebut telah lampau sedangkan debitor sendiri telah tidak memenuhi kewajibannya tersebut, sedangkan Pasal 1156 Kitab Undang Undang Hukum Perdata memberikan mekanisme penjualan benda gadai berdasarkan penetapan pengadilan. 7) Pasal 1157 Kitab Undang Undang HukumPerdata Menunjukkan pada sebagai seorang yang memegang atau memangku sesuatu kedudukan berkuasa atas benda milik orang lain berkewajiban untuk memelihara kebendaan tersebut dengan baik, sebagaimana halnya seorang pemilik benda,
dalam
hal
demikian,
maka
pemberi
gadai
berkewajiban untuk mengeluarkan biaya yang diperlukan untuk menyelamatkan benda tersebut. Selanjutnya pemilik dari benda tersebut berkewajiban untuk menggantikan segala biaya yang telah dikeluarkan oleh pemberi gadai atau yang telah berkuasa untuk menyelamatkan benda tersebut. 8) Pasal 1158 Kitab Undang Undang HukumPerdata Menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari piutang yang digadaikan mengikuti piutang yang digadaikan tersebut. 9) Pasal 1159 Kitab Undang Undang HukumPerdata lxxvi
lxxvii
Menyatakan bahwa penguasaan pemegang gadai tetap dipertahankan
hingga
dilunasinya
seluruh
kewajiban
debitor, kecuali pemegang gadai menyalahgunakan benda yang digadaikan. 10) Pasal 1160 Kitab Undang Undang HukumPerdata Bahwa selama utang pokok belum dilunasi atau dibayar semuanya maka gadai tidak dapat dihapus dengan pengertian
kreditor
tidak
berkewajiban
untuk
mengembalikan barang yang digadaikan kepada kreditor. Hal ini adalah konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1160 ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (yang mana perlu diperhatikan sehubungan dengan hal tertentu dalam pemberian
gadai
adalah
yang
berhubungan
dengan
besarnya nilai tanggungan).
b. Menurut Hukum Islam 1) Al-Qur' an “Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu melaksanakan muammalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai peganggan (oleh yang
mengutangkan),
tetapi
jika
sebagian
kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanat(utangnya) dan hendaknya ia bertaqwa kepada Allah Swt” (QS. Al-Baqarah (2) : 283).
2) Al-Hadist Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Aisah berkata,” Rasullulah pernah memberi makanan dari orang yahudi dan beliau menggadaikan kepadannya baju besi beliau” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari Anas. ra berkata, ”Rasullulah lxxvii
lxxviii
Saw menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau”.(HR.Bukhari, Ahmad, Nasa'i dan Ibnu Majah).
3) Ijtihad Ulama. Perjanjian gadai yang diajarkan dalam al-Quran dan AlHadist itu dalam perkembangan selanjutnya di lanjutkan oleh para fuqaha dengan jalan Ijtihat, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan landasan hukumnya. Asy-Syafi'I mengatakan Allah SWT, tidak menjadikan hukum kecuali dengan barang berkriteria jelas dalam serah terima, jika kriteria berbeda dengan aslinya, maka wajib tidak ada keputusan. Mazhab Maliki berpendapat, gadai wajib dengan akad (setelah akad) orang yang menggadaikan (rahn) di paksakan untuk menyerahkan borg (jaminan) untuk di pegang oleh yang memegang gadaian (murtahin), jika borg sudah berada di tangan pemegang gadaian (murtahin), orang yang menggadaikan(rahin)
mempunyai
hak
memanfaatkan,
berbeda dengan pendapat Imam Syafi'i yang mengatakan, hak memanfaat berlaku selama tidak merugikan/ membahayakan pemegang gadai.
4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002, tanggal 26 Juni 2002, ketentuan sebagai berikut : a) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang rahin (yang menyebabkan barang) dilunasi.
lxxviii
lxxix
b) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya. c) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. d) Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. e) Penjualan Marhun 1) Apabila
jatuh
tempo
murtahin
harus
memperingatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya. 2) Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya maka marhun dijual paksa / dieksekusi
5) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002, ketentuan sebagai berikut : a) Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn b) Ongkos
dan
biaya
pemeliharaan
barang
(marhun)
ditanggung oleh penggadai (rahin) c) Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. d) Biaya pemeliharaan barang (marhun) dilakukan akad ijaroh 3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan Transaksi Gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru a. Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur adalah lxxix
lxxx
1) Faktor ekternal, yaitu : a)
Perubahan tekonologi yang cepat dikarenakan dengan perkembangan negara dalam meningkatkan kemajuan di bidang ilmu dan pengetahuan sehingga mempengaruhi agunan cepat daluarsa
b)
Kesadaran masyarakat (nasabah pegadaian) tentang pemahaman ketentuan-ketentuan perjanjian kredit kurang dipahami.
2) Faktor internal, yaitu : a)
Penerapan aturan syarat kredit masing-masing cabang masih belum ada persamaan persepsi dalam standartisasi
aturan,
misal:
dalam
masalah
penggunaan fotokopi kartu tanda penduduk bagi para nasabah pegadaian yang berbeda dengan pegadaian di lain kota yang tidak memerlukan fotokopi kartu tanda penduduk untuk menjadi nasabah di pegadaian b)
Perubahan sistem teknologi informasi lembaga keuangan di pegadaian masih perlu ditingkatkan dalam masalah penebusan gadai yang mana seorang nasabah yang berada di kota lain harus menebus bunga tersebut sesuai dengan tempat atau kota di mana dilakukannya gadai itu dilakukan.
c)
Kecurangan aparat.
d)
Pencurian / perampokan.
Cara mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur adalah
lxxx
lxxxi
1. Meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memudahkan transaksi pelaksanaan gadai. 2. Meningkatkan
kesadaran
masyarakat
untuk
mematuhi aturan tentang pelaksanaan gadai 3. Melakukan
pemahaman
secara
efektif
dan
efisiensi terhadap standarisasi di semua pegadaian dalam pelaksanaan transaksi gadai. 4. Penciptaan alat teknologi yang baru sehingga mendukung nasabah dalam transaksi gadai lebih mudah. 5. Penegakan hukum secara tegas kepada aparat yang melakukan kecurangan. 6. Meningkatkan
pola
pengawasan
keamanan
terhadap barang – barang jaminan.
b. Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru adalah 1) Faktor ekternal, yaitu : a) Perubahan tekonologi yang cepat dikarenakan dengan perkembangan negara dalam meningkatkan kemajuan di bidang ilmu dan pengetahuan sehingga mempengaruhi agunan cepat daluarsa. b) Perubahan regulasi pemain baru masuk ke bisnis gadai. 2) Faktor internal, yaitu : a) Masuknya barang-barang palsu seperti emas kadar rendah, emas lapis tebal dengan teknologi pelapisan canggih, berlian suntik dll b) Pencurian / perompakan. c) Barang rusak, lelang tidak laku.
lxxxi
lxxxii
d) Kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengoperasikan usaha syariah masih kurang, serta kecurangan aparat
Cara mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru adalah 1.
Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memudahkan transaksi pelaksanaan gadai.
2.
Mengefektivitaskan penerapan Undang – Undang guna mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat antar para pihak.
3.
Meningkatkan upaya preventif dalam mengatasi masalah pemalsuan barang.
4.
Meningkatkan keamanan barang jaminan dengan berkoordinasi dengan pihak kepolisian.
5.
Memberikan jaminan harga terhadap barang jaminan.
6.
Meningkatkan peningkatan sumber daya manusia (SDM) dapat lebih berkualitas.
Tata cara atau prosedur untuk menggadaikan suatu barang demi memperoleh sejumlah kredit yang diberikan Pegadaian Syariah kepada nasabahnya harus melalui tahapan-tahapan administrasi yang telah ditetapkan oleh Pegadaian Syariah yang bersangkutan. Pada umumnya tata cara Pegadaian barang di Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional hampir sama, namun terdapat perbedaan dalam beberapa hal antara lain: dalam Pegadaian Syariah kwitansi gadai dinamakan
dengan Surat Bukti Rahn (SBR), pengembalian keuntungan
berupa upah (fee) atas jasa penyewaan tempat untuk menitipkan barang, profesi dan tujuan peminjaman uang nasabah diketahui oleh Pegadaian, pemberian jasa (fee) per sepuluh hari, terdapat dua akad, yaitu akad rahn dan akada ijaroh, lxxxii
lxxxiii
sedangkan Pegadaian Konvensional adalah kwintansi gadai dinamakan dengan Surat Bukti Kredit (SBK), pengembalian keuntungan berupa sewa modal yang ditentukan melaui besaran persentase dari jumlah kredit yang diminta, profesi dan tujuan peminjaman uang nasabah tidak diketahui oleh Pegadaian, pemberian uang sewa modal per lima belas hari, dan hanya ada satu perjanjian kredit. Perbedaan tersebut merupakan ciri khas karekteristik antara Pegadaian konvensional dengan pegadaian syariah. Dapat diketahui bahwa pengambilan keuntungan pegadaian syariah telah sesuai dengan ketentuan syariah yaitu dengan cara mengambil keuntugan dengan lewat jalan sewa menyewa tempat dan jasa penitipan barang (ijaroh) sehingga terbebas dari unsur riba dalam melakukan bisnis tersebut. Profesi dan tujuan peminjaman uang oleh nasabah juga diketahui oleh Pegadaian Syariah agar diketahui penyaluran dana pinjaman tersebut tidak disalahgunakan oleh nasabah untuk keperluan-keperluan diluar ketentuan dari prinsip-prinmsip syariah. Karekteristik lain yang membedakan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensioanal yaitu adanya dua perjanjian dalam transaksi gadai di Pegadaian Syariah. Hal ini terjadi karena adanya pemisahan antara unsur tolong menolong dan unsur pengambilan keuntungan di dalam gadai syariah. Akad yang terdapat dalam gadai di pegadaian syariah yaitu akad rahn (perjanjian gadai) dan akad ijaroh (sewa). Akad rahn disini di dalam syariah bertujuan untuk menolong sesama manusia yang membutuhkan dan akad ijaroh disini bertujuan untuk mengambil suatu keuntungan dalam suatu transaksi bisnis. Sehingga adanya dua akad tersebut saling melengakapi antara satu dengan yang lain. Persamaan Pegadaian konvensional dengan Pegadaian Syari'ah adalah hak gadai atas pinjaman uang, adannya agunan sebagai jaminan utang,tidak boleh mengambil manfaat barang yang di gadaikan, biaya barang yang digadaikan di tanggung oleh para pemberi gadai, dan apabila batas waktu pinjaman uang habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang, sedangkan perbedaan antara Pegadaian konvensional dengan Pegadaian Syari'ah adalah Rahn dalam hukum islam di lakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan secara bathil, sedangkan gadai menurut hukum perdata di samping berprinsip tolong menolong juga menarik bunga atau sewa modal, dalam hukum perdata lxxxiii
lxxxiv
(hak gadai hanya berlaku hanya pada benda yang bergerak), sedangkan dalam hukum islam( Rahn pada seluruh benda, baik yang harus bergerak maupun yang tidak bergerak) dan rahn tidak ada istilah bunga.
Penggolongan uang pinjaman pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur setiap calon nasabah yang ingin mendapatkan uang pinjaman dari Perusahaan Umum Pegadaian diwajibkan untuk membawa barang sebagai jaminan atas utang yang diterimanya. Mengenai besarnya jumlah pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan Umum Pegadaian disesuaikan dengan nilai taksir dari barang yang dijadikan sebagai jaminan tersebut, sedangkan penggolongan uang pinjaman yang diberikan kepada nasabah berdasarkan surat keputusan nomor 07/UI.100211/2008 sebagai berikut: 1) Golongan A Jumlah pinjaman antara Rp. 20.000,- sampai dengan Rp. 150.000,adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan A, sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 0,75 %. 2) Golongan B Jumlah pinjaman antara Rp.151.000,- sampai dengan Rp. 500.000,adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan B, sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 1,2 %. 3) Golongan C 1 Jumlah pinjaman antara Rp. 505.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,- adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan C, sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 1,3 %. 4) Golongan C 2 Jumlah pinjaman antara Rp. 1.010.000,- sampai dengan Rp. 20.000.000,- adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan C, sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan) ,bunga 1, 3 %. 5) Golongan D 1 Jumlah pinjaman antara Rp. 20.050.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000,- adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan D 1, sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 1 %. 6) Golongan D 2 lxxxiv
lxxxv
Jumlah
pinjaman
antara
Rp.
50.100.000,-
sampai
dengan
Rp 200.000.000,- adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan D 2, sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 1 %. Rumus perhitungan di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur adalah 1. Setiap transaksi gadai dikenakan biaya administrasi sebesar 1 % dari uang pinjaman. 2. Perhitungan uang pinjaman di hitung dari : Nilai taksiran di kali dengan bunga ( sewa modal) sesuai dengan golongannya. Teknik perhitungan uang pinjaman pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru adalah dengan pemberian uang pinjaman kepada nasabah perlu adanya penaksiran barang gadai dan perhitungan yang matang dari petugas pegadaian. Dalam hal penaksiran barang Pegadaian Syariah menetapkan barang gadai ke dalam delapan golongan pinjaman, plafon besarnya uang pinjaman barang gadai beserta biaya administrasi yang harus dibayar oleh nasabah saat menggadaikan barang adapun golongan, plafon dan biaya administrasi tersebut adalah sebagai berikut : Tabel Penggolongan Barang Gadai, Plafon Barang Gadai, dan Biaya Administrasi Gadai Golongan barang gadai
Plafon Barang Gadai (rupiah)
Biaya Administrasi Per Surat Bukti Rahn (SBR)
A
20.000 – 150.000
Rp 1.000,-
B
151.000 – 500.000
Rp 5.000,-
C
501.000 – 1.000.000
Rp 8.000,-
D
1.005.000 – 5.000.000
Rp 16.000,-
E
5.010.000 – 10.000.000
Rp 25.000,-
F
10.050.000 – 20.000.000
Rp 40.000,-
G
20.100.000 – 50.000.000
Rp 50.000,-
H
50.100.000 – 200.000.000
Rp60.000,-
Tarif ijarah meliputi biaya pemakaian ruang dan pemeliharaan barang jaminan / marhun sesuai dengan tabel dan rumus sebagai berikut : 1. Taksiran / Rp 10.000,- X Rp 85,- X Jangka waktu / 10 untuk emas. lxxxv
lxxxvi
2. Taksiran / Rp 10.000,- X Rp 90,- X Jangka waktu / 10 untuk elektronik dan alat rumah tangga lainnya. 3. Taksiran / Rp 10.000,- X Rp 95,- X Jangka waktu / 10 untuk kendaraan bermotor. Misal Standar Taksiran Logam (STL) per gram Rp 165.000,00 dan dilunasi dalam 4 bulan (120 hari ) maka perhitungannya adalah 1. Harga emas 20 X Rp 165.000,00
= Rp 3.300.000,00
2. Uang Pinjaman 90 % X Rp 3.300.000,00
= Rp 2.970.000,00
3. Biaya administrasi ( Golongan D )
= Rp
16.000,00
4. Ijarah (3.300.000 / 10.000 X Rp 85 X 120 / 10 )
= Rp
336.000,00
Tabel perbedaan sistem bunga dan bagi hasil dalam Pegadaian Syariah (*) BUNGA a.
Penentuan
bunga
dibuat
BAGI HASIL pada Penentuan besarnya rasio/ nisbah
waktu akad dengan asumsi harus bagi hasil dibuat pada waktu akad selalu untung.
dengan
berpedoman
pada
kemungkinan untung – rugi. b.
Besarnya presentase berdasarkan Besarnya
rasio
besarnya jumlah uang (modal) berdasarkan yang dipinjamkan. c.
dijanjikan
hasil
pada
jumlah
keuntungan yang diperoleh.
Pembayaran bunga tetap seperti Bagi yang
bagi
hasil
bergantung
pada
tanpa keuntungan proyek yang dijalankan.
pertimbangan apakah proyek yang Bila
usaha
merugi,
kerugian
dijalankan oleh pihak nasabah ditanggung bersama oleh kedua untung atau rugi. d.
belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat meningkat
sekalipun
jumlah sesuai
peningkatan
jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan pendapatan ekonomi sedang “booming” e.
Eksistensi bunga diragukan (kalau Tidak lxxxvi
ada
yang
meragukan
lxxxvii
tidak dikecam) oleh semua agama, keabsahan bagi hasil. termasuk islam. Sumber : Heri Sudarsono, 2004 (*) BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan, yaitu : 1. Bahwa komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dapat diuraikan sebagai berikut, nasabah mengisi formulir permintaan kredit (foto kopi KTP dan barang jaminan), penaksir melakukan taksiran dan besarnya uang pinjaman, menerbitkan surat bukti kredit, diserahkan kembali nasabah, kasir menjumlahkan potongan barang jaminan dan uang pinjaman sesuai surat bukti kredit, memeriksa keabsahan, menyiapkan, dan pembayaran disertai tanda tangan pada surat bukti kredit diserahkan nasabah, lalu asman administrasi dan keuangan, mencatat semua pemberian kredit ke dalam buku kas dan buku kredit, dan bagian gudang menerima barang jaminan dengan mencocokkan pada surat bukti kredit ditulis pada buku bagian gudang, sedangkan pelaksanaan transaksi gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dimulai rahin mengambil dan mengisi formulir permintaan pinjaman dan ditanda tangani dengan melampirkan foto kopi KTP, penaksir menaksir marhun dari rahin dengan ketentuan yang sudah berlaku untuk menentukan biaya administrasi untuk akad rahn dan tarif jasa simpan / akad ijaroh, kasir menerima surat bukti rahn mencocokkan dengan penaksir, menyiapkan, dan melakukan pembayaran uang pinjaman (marhun bih) sesuai dengan surat bukti rahn kepada rahin, pemegang gudang menyimpan marhun dengan mencocokkan dengan surat bukti rahn dan membubuhkan tanda
lxxxvii
lxxxviii
tangan sebagi penerimaan dan mengunci pintu demi menjaga keamanan marhun.
2. Bahwa pengaturan komparasi pelaksanaan transaksi gadai menurut hukum 77 perdata dan hukum islam adalah hukum perdata diatur dalam Pasal 1150 sampai Pasal 1160 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dan Surat Keputusan Direksi Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor 4 / LB.1.00.221 / 2001,Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor Opp.2 / 67 / 5 ,sedangkan hukum islam diatur dalam Al Qur’an, hadist , itjma, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25 tentang rahn dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26 tentang rahn emas.
3. Bahwa kendala – kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur, antara lain : faktor ekternal, yaitu : perubahan tekonologi yang cepat, pemahaman perjanjian kredit kurang dipahami, faktor internal adalah belum ada persamaan persepsi dalam standartisasi aturan, kecurangan aparat, dan pencurian / perampokan. Cara mengatasinya dengan meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mematuhi aturan yang berlaku sesuai standart yang ada dalam aturan pegadaian, dan penegakan hukum secara tegas kepada aparat yang melakukan kecurangan, sedangkan kendala - kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Pegadaian Syariah Pegadaian Cabang Solo Baru adalah faktor perubahan teknologi yang cepat, perubahan regulasi pemain baru, fluktuasi harga minyak, faktor internal adalah masuknya barang palsu, pencurian, kapabilitas sumber daya manusia untuk mengoperasian usaha syariah masih kurang, cara mengatasinya dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kesadaran dan upaya preventif dalam mengatasi masalah
lxxxviii
lxxxix
pemalsuan barang peningkatan sumber daya manusia (SDM) dapat lebih berkualitas.
B. Saran 1. Dalam rangka meningkatkan omzet pada Perusaahaan Umum (Perum) Pegadaian hendaknya dapat melakukan dan menyebarluaskan mengenai mekanisme prosedur pemberian kredit yang mudah, cepat, dan terjangkau masyarakat. 2. Pegadaian Syariah hendaknya lebih meningkatkan upaya sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai eksistensi dari Pegadaian Syariah tersebut. 3. Perlunya meningkatkan upaya profesionalisme dari perangkat sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. 4. Dalam rangka untuk lebih meningkatkan kemandirian dan keberadaan Pegadaian Syariah diperlukan upaya pengaturan yang lebih teknis dan operasional dalam suatu produk hukum secara mandiri sehingga akan terwujud kemandirian dari Pegadaian Syariah.
lxxxix
xc
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Abdul Dahlan Azis.2000. Ensiklopedi Hukum Islam. Cetakan Keempat, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Abdulkadir Muhammad.2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung :PT. Citra Aditya Bhakti. Gemala Dewi.2004. Aspek – Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta : Prenada Media. Heribertus Sutopo.1998. Pengantar Penelitian Kualitatif. Dasar – Dasar Praktis. Surakarta : Pusat Penelitian UNS. Heri Sudarsono.2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonosia. H. Salim.2005. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja.2005. Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek. Jakarta : Prenada Media. Marzuki Usman.1995. Managemen Lembaga Keuangan. Jakarta :CV. Intermedia. Muhammad Sholikul Hadi.2003. Pegadaian Syariah. Jakarta : Salemba Diniyah. Rilda Murniati.2003. Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Bandung : Mandala Karya. Soerjono Soekanto.1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Subekti R dan R Tjitrosudiro.1976. Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradia Paramita.
xc
xci
Susilo Y. Sri.1999. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat. Thomas Suyatno.1992. Dasar- Dasar Perkreditan. Jakarta : Gramedia. Warkum Sumitro.1996. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait. Jakarta : Rajawali Grafindo Persada. Wirdyaningsih.2005.Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana. Peraturan Perundang - undangan :
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
Fatwa DSN Nomor 25 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn
Fatwa DSN Nomor 26 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn Emas
Internet :
M.Fitri Rahmadana dan Hafniah Lumbanraja. (26 Desember 2007 pukul 19.00).
Adiwarman Karim.( 26 Desember 2007 pukul 19.00).
xci