Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI BEDADUNG JEMBER Umi Nurjanah, Ibrohim, Dahlia Program Studi Pendidikan Biologi PascasarjanaUniversitas Negeri Malang Jalan Semarang 5, Malang 65145, Telp:0341-561334
[email protected] ABSTRAK Sungai Bedadung merupakan salah satu sungai terbesar di Jember yang dimanfaatkan masyarakat sekitar. Akibatnya diperkirakan menurunkan kualitas air sungai maka perlu monitoring. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) jenis dan komposisi makrobentos; 2) faktor fisika-kimia air sungai; 3) kualitas air Sungai Bedadung berdasarkan keanekaragaman makrobentos; dan 4)hubungan keanekaragaman makrobentos dengan faktor fisika-kimia air sungai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2015. Sampling dilakukan pada lima stasiun sepanjang Sungai Bedadung yang dimulai dari hulu sampai ke hilir. Pengambilan sampel pada empat titik tiap stasiun menggunakan D-Frame Net dengan metode kicking.Analisis data menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-wienner (H′) dan Regresi Ganda.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa spesies makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung adalah 30 spesies yang terklasifikasi dalam 3 filum, 5 kelas, 16 ordo dan 26 famili. Komposisi makrobentos di Sungai Bedadung terdiri atas Gastropoda 55%, Insecta 36 %.Crustasea 4%, Bivalvia(4%) dan Clitellata (1%).Berdasarkan faktor fisika-kimia air ,Sungai Bedadung pada empat stasiun yaitu hulu dan badan sungai tercemar sedang dan pada bagian hilir tercemar berat. Kualitas air Sungai Bedadung berdasarkan keanekaragaman makrobentos tidak tercemar sampai tercemar berat. pH, suhu dan nitrat mempunyai hubungan yang signifikan terhadap keanekaragaman makrobentos. Kata Kunci: keanekaragaman makrobentos, kualitas air, Sungai Bedadung
PENDAHULUAN Air merupakan elemen yang sangat penting bagi kehidupan makhuk hidup baik tumbuhan, hewan atupun manusia. Air diperlukan makhluk hidup untuk membantu metabolisme di dalam tubuh. Begitu pentingnya air sehingga kita tidak bisa hidup tanpa air. Manusia memanfaatkan air untuk kebutuhan domestik, pertanian, industri, perikanan, rekreasi dan lainnya. Kebutuhan terhadap air tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber air, salah satu contohnya adalah sungai (Murdoch, 1975). Sungai sebagai sumber air yang banyak dimanfaatkan oleh manusia dapat menurun kualitasnya karena adanya aktivitas di sepanjang sungai tersebut. Pemanfaatan air sungai yang tidak bijaksana seperti memanfaatkannya sebagai tempat sampah raksasa merupakan faktor yang meningkatkan turunnya kualitas air sungai. Berbagai limbah mulai dari limbah rumah tangga, industri kecil sampai dengan industri besar seringkali dibuang ke sungai sehingga dapat menurunkan kualitas dari air sungai tersebut (Mahida, 1986). Penurunan kualitas air sungai akibat aktivitas manusia sudah terjadi pada beberapa sungai di Indonesia terutama setelah melewati daerah pemukiman, contohnya kali Brantas di daerah hulu dan tengah berada pada kondisi tercemar sedang dan di hilir tercemar berat (BLH Jawa Timur, 2011). Sungai Ciliwung di wilayah Jakarta
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
juga mengalami pencemaran yang sumber pencemaranya didominasi oleh pencemaran limbah domestik yang berasal dari Jakarta, Depok, dan Bogor. Kecenderungan pencemaran akan semakin meningkat sehingga diperkirakan pada tahun 2015 Sungai Ciliwung tidak bisa digunakan sebagai air minum (Yudo, 2010). Pencemaran yang telah terjadi dibeberapa sungai di Indonesia tidak menutup kemungkinan juga bisa terjadi di Sungai Bedadung Jember. Sungai Bedadung merupakan salah satu sungai terbesar di Jember dengan luas 117.053,99Ha yang melintasi ibu kota Kabupaten dengan panjang 46.875 meter dan mengairi lahan sawah seluas 93.000 hektar (BPPS, 2012). Selain untuk irigasi sawah, Sungai Bedadung banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mandi, mencuci, MCK dan bahkan membuang sampah bagi warga yang belum sadar tentang lingkungan. Selain aktivitas masyarakat tersebut, Sungai Bedadung juga merupakan salah satu sumber air baku PDAM Jember. Berbagai aktivitas dalam memanfaatkan sungai Bedadung dapat menurunkan kualitas dari air sungai itu. Penurunan kualitas air di sungai Bedadung dapat diketahui dengan cara monitoring atau pemantauan. Berdasarkan data monitoring dari PSDA Lumajang, dengan metode storet kualitas air Sungai Bedadung Jember pada dua titik pantau yaitu jembatan kembar Sumbersari dan DAM Bedadung menunjukkan
202
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. Pemantauan kualitas air yang umum digunakan oleh KLH atau PSDA adalah berdasarkan karakteristik fisika, kimia dan biologi (bakteri). Pemantauan kualitas air sungai berdasarkan parameter fisika kimia mempunyai kelemahan yaitu menggambarkan kualitas air pada waktu tertentu. Pemantauan dengan bioindikator biologi lebih akurat dalam memantau kualitas air karena bioindikator menggambarkan kondisi ekosistem yang ditempatinya selama beberapa waktu. Adanya perbedaan toleransi hewan terhadap lingkungan dapat digunakan sebagai bentuk informasi yang dapat menggambarkan kondisi lingkungan yang dihuninya (Michael, 1995). Berbagai organisme air dapat digunakan memantau kualitas perairan. Contoh biota yang dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas air sungai adalah alga bentik, makro invertebrata, dan ikan. Makroinvertebrata adalah organisme yang paling sering digunakan untuk memantau kualitas air sungai karena hidupnya relatif menetap di dasar perairan, mempunyai siklus hidup yang panjang dan pengambilan contohnya relatif mudah (Hellawel, 1978). Pemantauan kualitas air Sungai Bedadung menggunakan bioindikator dilakukan Rosyidi & Wimbraningrum (2006) menggunakan alga bentik sebagai bioindikator yang hasilnya bahwa kualitas pada daerah hulu Sungai Bedadung belum tercemar, dan enam stasiun yang melewati persawahan dan pemukinam padat telah tercemar. Darmawansah (2009) menggunakan makrobentos untuk memonitor daerah perkotaan dengan berpedoman pada map identifikasi dan hasilnya pada ke lima stasiun sampling dinyatakan masih bagus karena keberadaan spesies lalat sehari penggali dan lalat sehari insang bercabang. Penentuan kualitas air pada penelitian tersebut hanya berdasarkan keberadaan spesies indikator lalat sehari penggali, sedangkan menurut Trihadiningrum & Tjondronegoro (1998) keberadaan Ephemeropthera mengindikasikan perairan tercemar ringan. Penentuan kualitas air berdasarkan kehadiran bioindikator saja tanpa menghubungkan faktor kimia-fisika air masih lemah, karena belum menggambarkan polutan penyebab penurunan kualitas air sungai. Penelitian Ambarukmi (2013) menggunakan bioindikator keanekaragaman makrobentos menyatakan bahwa kualitas air sungai Bedadung didua kecamatan yaitu kecamatan Patrang kualitas air tercemar ringan dan pada kecamatan Sumbersari tercemar berat. Sumber pencemaran berasal dari limbah industri dan domestik. Tetapi penelitian tersebut belum menggambarkan kualitas air sungai Bedadung mulai dari hulu sampai hilir. Penelitian tersebut baru mewakili daerah perkotaan yang tercemar oleh limbah industri dan domestik dan juga
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
belum dilengkapi dengan pengukuran faktor kimia fisika air. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk melengkapi penelitian sebelumnya yaitu studi makrobentos dilengkapi dengan pengukuran faktor kimia-fisika air sungai yang dimulai dari hulu sampai hilir sungai Bedadung sehingga dapat menggambarkan kondisi sungai Bedadung diberbagai rona lingkungan disepanjang daerah aliran sungai Bedadung. Harapannya dapat memberikan informasi bagi masyarakat yang memanfaatkan air sungai dan sebagai bahan kajian bagi pemerintah Kabupaten Jember dalam menentukan kebijakan berkaitan dengan kualitas air sungai. METODE PENELITIAN Pengambilan sampel makrobentos dan air dilakukan pada 5 stasiun sepanjang sungai Bedadung dan ditentukan secara purposive random sampling. Pengambilan sampel makrobentos dilakukan dengan metode kicking menggunakanD-frame net dengan jarak tendangan 0,5 meter di depan jaring (Barbour, et all. 1999). Sampling dilakukan pada 4 titik setiap stasiun. Sampling ulang sebanyak 3 kali dengan jarak pengambilan 7 hari. Spesies yang terkoleksi pada jaring dipindah ke dalam kantong plastik yang diisi etanol 70% dan diberi label, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk disortir dan diidentifikasi.Identifikasi dipandu sumber pustaka yang mendukung identifikasi (Needham & Needham (1962)), Borror (1996) Oscoz, et al., (2011) dan Merrit & Kenneth (1996)). Parameter fisika-kimia meliputi pH, suhu, kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, dan DO diukur secara insitu, sedangkan BOD, COD, fosfat dan nitrat diukur secara exsitu di laboratorium Jasa Tirta Malang. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-weanner dan analisis regresi ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian yang dilakukan di Sungai Bedadung Jember pada bulan Juni 2015 diperoleh data sebagai berikut. Jenis makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung Makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung sebanyak 30 jenis yang terklasifikasi dalam 3 filum, 5 kelas, 16 ordo dan 26 famili. Klasifikasi makrobentos secara rinci disajikan pada Tabel 1.
203
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung disajikan. Komposisi makrobentos di Sungai Bedadung secara keseluruhan adalah disusun oleh Gastropoda 55%, Insecta 36 %, Bivalvia 4%, Clitellata 4% dan Crustacea 4%. Komposisi makrobentos pada tiap stasiun tidak sama, stasiun 1 tersusun atas 3 taksa dengan komposisi terbesar adalah Insecta 97%, stasiun 2 dan stasiun 3 disusun oleh 5 taksa dengan komposisi terbesar Gastropoda 67% dan 59%. Stasiun 4 tersusun atas 5 taksa dengan komposisi terbesar Insekta 85% dan stasiun 5 tersusun atas 3 taksa dengan komposisi terbesar Gastropoda 82%. Komposisi makrobetos di Sungai
Bedadung secara keseluruhan dan tiap stasiun disajikan pada Gambar 1. Faktor Fisika-Kimia Perairan Sungai Bedadung Jember Paramaeter fisika-kimia yang diukur yaitu pH, suhu, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, DO, BOD, COD, nitrat dan fosfat. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2. Indeks Keanekaragaman Makrobentos di Sungai Bedadung. Nilai indeks keanekaragaman di sungai Bedadung cenderung menurun dari hulu ke hilir. Nilai indeks keanekaragaman di sungai Bedadung disajikan pada Gambar 2.
Tabel 1. Makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung Jember Filum Arthropoda
Kelas Insecta
Ordo Coleoptera Lepidoptera Tricoptera
Diptera
Famili Lampyridae
Spesies
Pyralidae
sp 1 Petrophila sp.
Philopotamidae
sp 2
Sericostomatidae Hydropsychidae
sp 3 Hydropsyche sp.
Tipulidae
Tipula submaculata Hexatoma sp.
Ephemeroptera
Odonata Crustacea
Mollusca
Gastropoda
Decapoda
Amphipoda Sorbeoconcha
Caenidae
sp 4
Metretopodidae
sp 5
Heptageniidae Ephemeridae
sp 6 Hexagenia sp.
Gomphidae
Ophiogomphus sp.
Euphaeidae
Epallage fatime
Atydae Gecarcinucidae
sp 7 Parathelphusa sp.
Sesarmidae
Geosesarma sp.
Gammaridae
Gammarus sp.
Buccinidae
Anentome Helena
Pachychilidae Thiaridae
Brotia testudinaria Thiara scabra Thiara lineata Melanoides granifera
Hygrophila Cycloneritimorpha
Physidae Neritidae
Physasp. Clithon corona Neritina pulligera
Bivalvia Annelida
Clitellata
Ampullaridae
Pila ampullacea
Corbiculidae
Corbicula javanica
Unionoida
Unionidae
sp 8
Pharyngobdellida
Erpobdellidae
Haplotaxida
Lumbricidae
sp 9 Lumbricus rubellus
Architaenioglossa Veneroida
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
204
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Komposisi Makrobentos Sungai Bedadung secara keseluruhan Insecta
Crustacea
Bivalvia
Clitellata
Gastropoda
Stasiun 1 Insecta
Crustacea
Bivalvia
Clitellata
Gastropoda
1% 2% 0%0%
4% 4% 36% 55%
97% 1%
Stasiun 2 Insecta
Crustacea
Bivalvia
Clitellata
Stasiun 3 Gastropoda
Insecta
Crustacea
Bivalvia
Clitellata
Gastropoda
1% 4%
0% 4% 28% 67%
36%
1%
59% 0%
Stasiun 4 Insecta
Crustacea
Bivalvia
Clitellata
Stasiun 5 Gastropoda
Insecta
Crustacea
Bivalvia
Clitellata
Gastropoda
8% 0% 0% 3% 2% 5%0% Gambar 1. Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung15% Jember
85%
82%
Gambar 1. Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung Jember Suhu, kecepatan arus, COD dan BOD cenderung meningkat dari hulu menuju hilir, sedangkan DO cenderung menurun.pH, kekeruhan, kedalaman, nitrat
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
dan fosfat cenderung men dan tidak stabil peningkatan atau penurunanya dari sungai hulu ke hilir.
205
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Tabel 2. Nilai Rerata Faktor Kimia-Fisika Air Sungai Bedadung Jember bulan Juni 2015 No 1.
Parameter pH 0
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
7,73
8,23
8,38
8,01
7,49
2.
Suhu ( C)
19,08
25,43
27,13
27,76
27,56
3.
Kekeruhan (mg/l)
0,17
3,42
6,42
2,58
3,42
4.
DO (mg/l)
7,66
7,24
7,07
6,05
5,75
5.
Kedalaman (cm)
21,42
30,25
31,42
25,50
75,33
6.
Kec. arus (ml/detik)
114,01
102,93
103,08
57,10
11,81
7.
BOD (mg/l)
4,68
4,48
5,62
5,27
12,28
8.
COD (mg/l)
10,29
10,19
11,73
15,38
28,65
9.
Nitrat (mg/l)
1,13
2,05
1,66
1,19
1,98
10.
Fosfat (mg/l)
0,43
0,31
0,36
0,24
0,34
1.00
0.94
2.50 2.05 Skala Indeks
2.00
1.62
1.53
1.50 1.00
H'
0.50 0.00 1
2
3
4
5
Stasiun Sampling Gambar 2. Rerata indeks keanekaragaman makrobentos tiap stasiun sampling
Hubungan Faktor Fisika-Kimia Air Sungai dengan Keanekaragaman Makrobentos di Sungai Bedadung Jember Berdasarkan analisisregresi, faktor fisika-kimia air yang berhubungan signifikan dengan keanekaragaman makrobentos adalah pH, suhu dan nitrat. Nilai signifikansi pH (p=0,037), suhu (p=0,001), dan nitrat (p=0,024) lebih kecil dari α=0,05. Persamaan regresi hubungan faktor fisika kimia air dengan keanekaragaman makrobentos sebagai berikut: Y = 0,615 + 0,403X1 – 0,136X2 + 0,065X3 + 0,141X4 – 0,006X5 – 0,001X6 – 0,001X7 – 0,001X8 + 0,710X9 + 0,196X10. Dimana: Y: Indeks keanekaragaman X1: pH X2: Suhu X3: Kekeruhan X4: DO X5:Kedalaman X6: Kecepatan Arus X7: BOD X8:COD X9: Fosfat X10: Nitrat
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
PEMBAHASAN Komunitas makrobentos yang teridentifikasi dari sungai Bedadung Jember sebanyak 30 spesies yang diklasifikasikan dalam 3 filum, 5 kelas, 16 ordo, dan 26 famili. 3 filum tersebut adalah Arthropoda, Mollusca dan Annelida. Arthropoda diwakili oleh 2 kelas yaitu Insekta dan Crustacea, Mollusca diwakili oleh Kelas Gastropoda dan Kelas Bivalvia, sedangkan Annelida diwakili oleh kelas Clitellata. Kelas Insekta diwakili oleh 13 spesies. Kelas Crustacea diwakili oleh 4 spesies, Gastropoda diwakili oleh 9 spesies, Kelas Bivalvia dan Clitellata masing-masing diwakili oleh 2 spesies. Komposisi makrobentos keseluruhan yang ditemukan di sungai Bedadung adalah 5 kelas yaitu Insecta 36%, Crustacea 4%, Gastropoda 55%, Bivalvia 4% dan Clitellata 1%. Komposisi makrobentos Sungai Bedadung dari hulu (stasiun I) ke hilir (stasiun V) berubah/berbeda karena keberadaan makrobentos dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung kehidupannya. Perubahan jumlah taksa makrobentos pada suatu perairan erat kaitannya dengan pola
206
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
heterogenitas habitat, antara lain berkaitan erat dengan adanya fluktuasi kecepatan arus, suhu, dan perubahan luas area hunian yang akhirnya akan mempengaruhi sumberdaya bagi makrobentos diperairan tersebut (Krebs, 1978). Kelas Crustacea dan Gastropoda merupakan kelas yang ditemukan pada semua stasiun sampling, sehinga kelas Crustacea dan Gastropoda merupakan kelas makrobentos yang penyebarannya paling luas di Sungai Bedadung. Hal ini senada dengan penelitian Zulkifli dan Setiawan (2011) di perairan sungai Musi yang menjelaskan bahwa kelas Gastropoda dan Crustacea mempunyai distribusi frekuensi tertinggi pada sungai tersebut. Gastropoda dan Crustacea termasuk pada grop intoleran dan toleran (Micahael, 1995), sehingga kelas tersebut dapat ditemukan pada semua stasiun sampling dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Kelas Insecta ditemukan pada stasiun yang I, II, III dan IV. Pada keempat stasiun tersebut memiliki karekteristik yang tidak jauh berbeda dari segi kedalaman dan substrat dasar yang hampir sama yaitu didominasi oleh bebatuan. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pennak (1989) bahwa Arthropoda menyukai habitat berbatu dan berpasir, kandungan oksigen dalam air yang tinggi serta pH yang normal. Kelas bivalvia hanya ditemukan pada stasiun II, III dan V dimana ordo Unionidae hanya ditemukan pada stasiun V yang merupakan bagian hilir Sungai Bedadung dengan karakteristik habitat yang berbeda dengan stasiun lainnya. Stasiun V memiliki substrat pasir berlumpur berbeda dengan stasiun II dan III yang mempunyai substrat batu berpasir. Boikot (1936) dalam Dillon (2004) menyatakan bahwa unionidae hidup pada substrat yang berlumpur dan tidak akan hidup baik pada batu keras atau berkerikil. Faktor fisika-kimia air Sungai Bedadung yang meliputi suhu, pH, Nitrat dan DO berdasarkan PP no 82 tahun 2001 tentang kualitas air menunjukkan kualitas air yang masih belum tercemar. Nilai COD pada stasiun I, II, III, IV masih menunjukkan kualitas air sungai kelas 2 yang dapat digunakan untuk sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Berdasarkan COD stasiun V menunjukkan kualitas air sungai kelas 3, sehingga peruntukannya dapat disesuaikan dengan kelasnya. Nilai BOD pada stasiun I, II, III dan IV menunjukkan kualitas air sungai kelas 3 yang dapat diperuntukkan untuk membudidayakan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman atau peruntukan yang lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan keguaannya, sedangkan stasiun V menunjukkan kualitas
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
air sungai kelas 4 yang diperuntukkan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaannya. Nilai kandungan fosfat di sungai Bedadung pada semua stasiun berkisar antara 0,24 – 0,43 mg/l. Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 tentang kualitas air, standar baku mutu air kelas 3 maksimal adalah 1. Sehingga kualitas sungai Bedadung berdasarkan kadar fosfat termasuk sungai kelas 3.Tingginya nilai fosfat pada sungai Bedadung bagian hulu dimungkinkan disebabkan oleh kikisan dari bebatuan dan hancuran bahan organik dari tumbuhan disepanjang tepian sungai. Achmad (2004) menjelaskan bahwa sumber fosfor adalah dari berbagai hal diantaranya adalah sisa pupuk dari pertanian, kikisan dari bebatuan, limbah domestik, hancuran bahan organik. Berdasarkan indeks keanekaragaman makrobentos, Sungai Bedadung mengalami penurunan kualitas dari hulu ke hilir.Menurut kriteria Thomas et. al. (1973) dalam Dharmawan et.al. (2005), indeks keanekaragaman pada stasiun 1 sebesar 2,05 kualitas air tersebut adalah tidak tercemar. Stasiun 2 nilai H′ (1,62) dapat diartikan bahwa sungai tersebut tercemar ringan. Stasiun 3 dan 4 dengan nilai H′ (1,53 dan 1) menunjukkan sungai tercemar sedang dan stasiun 4 dengan nilai H′ < 1 menujukkan bahwa sungai telah tercemar berat. Penurunan Kualitas air sungai secara bertahap dari hulu ke hilir yang digambarkan oleh keanekaragaman makrobentos, senada dengan yang terjadi di Sungai Cisadane (Siahaan, dkk., 2012) dan di sungai Ranuyapo (Marmita, dkk., 2013). Hal tersebut disebabkan adanya perubahan lingkungan sungai dari hulu ke hilir yang menjadi kondisi dan sumberdaya bagi makrobentos. Krebs (1978) menjelaskan faktor penyebab perubahan keanekaragaman adalah faktor waktu, heterogenitas ruang, kompetitor, stabilitas lingkungan dan produktivitas. Analisis regresi menunjukkan bahwa faktor lingkungan perairan yang meliputi pH, suhu, kedalaman, DO, kecepatan arus, kekeruhan, BOD, COD, fosfat dan nitrat secara bersama-sama mempunyai hubungan yang signifikan terhadap keanekaragaman makrobentos. Berbagai faktor tersebut mempunyai hubungan negatif ataupun positif terhadap keanekaragaman makrobentos. pH, kekeruhan, DO, fosfat, dan nitrat mempunyai hubungan yang positiif terhadap keanekaragaman makrobentos, sedangkan suhu, Kedalaman, BOD, COD dan kecepatan arus mempunyai hubungan negatif terhadap keanekaragaman makrobentos. Beberapa faktor mempunyai hubungan signifikan terhadap indeks keanekaragaman makrobentos yaitu pH, suhu dan nitrat.
207
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Hubungan pH dengan keanekaragaman makrobentos bersifat positif yang artinya kenaikan nilai pH akan diikuti dengan kenaikan nilai keanekaragaman makrobentos. Penelitian Yeanny (2007) di sungai Belawan juga mengungkapkan hal yang sama bahwa pH berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman makrobentos. pH sangat penting mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik karena pH dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik. Sastrawijaya (1991). Semakin tinggi nilai pH diketahui sebagai penyeimbang antara ammonium dan amoniak yang sangat toksik bagi organisme air (Barus ,2002). Suhu mempunyai hubungan yang negatif terhadap keanekaragaman makrobentos. Suhu sangat mempengaruhi laju pertumbuhan organisme tertentu, kenaikan suhu tersebut dapat mempercepat masa pertumbuhan 3 kali lipat (Barus, 2002). Meningkatnya jumlah individu pada spesies tertentu dapat mengakibatkan penurunan kemerataan jumlah individu pata tiap spesies dan itu berarti akan menurunkan keanekaragaman. Selain itu kenaikan suhu juga mempengaruhi kelarutan oksigen dalam perairan, semakin tinggi kenaikan suhu maka akan semakin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya (Wardhana, 2004). Nitrat mempuyai hubungan positif terhadap keanekaragaman makrobentos.Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang dan dapat menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada alga (Barus, 2002 dan Achmad, 2004). Tumbuhan air dan perifiton merupakan makanan bagi makrobentos kelompok herbivora (grazer dan scrapers), sehingga apabila kadar nitrat dapat menyebabkan ketersediaan makanan bagi makrobentos maka akan banyak jenis makrobentos yang tinggal untuk mendapatkan sumberdaya berupa makanan. Dengan demikian maka akan dapat meningkatkan keanekaragaman makrobentos diperairan tersebut.
Kualitas air Sugai Bedadung berdasarkan keanekaragaman makrobentos menunjukkan penurunan kualitas dari hulu ke hilir. Sungai Bedadung tidak tercemar pada bagiaan hulu sampai dengan tercemar berat pada bagian hilir. pH, kekeruhan, DO, fosfat dan nitrat mempunyai hubungan yang positiif terhadap keanekaragaman makrobentos, sedangkan suhu, Kedalaman, BOD, COD dan kecepatan arus mempunyai hubungan negatif terhadap keanekaragaman makrobentos.Faktor fisikakimia air yang berhubungan signifikan dengan keanekaragaman makrobentosyaitu pH, suhu dan nitrat.
SIMPULAN Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa makrobentos yang ditemukan di sungai Bedadung sebanyak 30 spesies yang diklasifikasikan dalam 3 filum, 5 kelas dan 26 famili. Komposisi makrobentos berdasarkan kelas yaitu Gastropoda 55%, Insecta 36 %. Crustasea 4%, Bivalvia 4% dan Clitellata 1%. Faktor fisika-kimia air yaitu COD menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Bedadung pada empat stasiun dibagian hulu dan bagian badan sungai tergolong pada kelas 2, sedangkan berdasarkan nilai BOD digolongkan sungai kelas 3 kecuali stasiun 5 yang menunjukkan kualitas air sungai tergolong kelas 4.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A. and Johnson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
DAFTAR PUSTAKA Ambarukmi, N. 2013.Identifikasi Makrobentos Sebagai Bioindikator Pencemaran Air di Daerah Aliran Sungai Bedadung (Studi di Wilayah Kelurahan Jember Lor Kecamatan Patrang dan Kelurahan Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember). Skripsi tidak dipublikasikan Universitas Negeri Jember. Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. 1.Yogyakarta. Andi Offset.
Edisi
Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Jakarta: Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Barbour, M.T., J. Gerritsen, B.D. Snyder, and J.B. Stribling.1999.Rapid Bioassessment Protocols for Use in Streams and Wadeable Rivers: Periphyton, Benthic Macroinvertebrates and Fish, Second Edition. EPA 841-B-99-002.U.S. EnvironmentalProtection Agency; Office of Water; Washington, D.C. (Online). http:// www.epa.gov/owow/monitoring/rbp/wp61pdf/rb p.pdf diakses 28 Mei 2015. BLH Jawa Timur. 2011. Laporan Hasil Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Timur Tahun 2011.
BPS Kabupaten Jember. 2012. Jember dalam Angka. (Online).http://jemberkab.bps.go.id/index.php/p ublikasi/index?Publikasi%5BtahunJudul%5D=2 012&Publikasi%5BkataKunci%5D=Jember+dal am+angka&yt0=Tamp. Diakses 17 April 2015. Darmawansah. 2009. Analisis Kualitas Air Sungai BedadungBerdasarkanKeberadaanMakroinverte brata Bentik Sebagai Bioindikator. Skripsi tidak dipublikasikan Universitas Negeri Jember.
208
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Dharmawan, A., Ibrohim, Tuarita, H., Suwono, H., dan Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang Press. Dillon,
Pencemaran Air untuk Memonitoring Kualitas Air Sungai Bedadung Jember. Laporan Penelitian Dosen Muda.
R.T. 2004.The Ecology of Freshwater Mollusca.Cambridge University Press
Sastrawijaya, A. T., 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.
Hellawell, J.M., 1986. Biological Indicators of Freshwater Pollution and Environmental Management.Pollution Monitoring Series. London: Elsevier Applied Science Publishers.
Siahaan, R., Indrawan, A., Soedharma, D., Prasetyo, L. B. 2012. Keanekaragaman Makrozoobentos sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten.Jurnal Bioslogos, 2 (1): 18.
Krebs, J. C. 1978. Ecology the Experimental Analysis of Distribution and Abundance, second edition. New York: Harper & Row Publishers
Wardhana, W. A, 2004.Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penebit Andi Yeanny, M.S., 2007. Keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan.Jurnal Biologi Sumatra, 2 (2): 37-41.
Krebs, J. C. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper Collins Publisher. Mahida, U.N.1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.Jakarta : CV. Rajawali. Marmita, R., Siahaan, R., Koneri, R., dan Langoy, M. L., 2013. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologis dalam Menentukan Kuaitas Air Sungai Ranuyapo, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains, 13 (1): 57-61
Yudo, S. 2010. Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta Ditinjau dari Parameter Organik, Amoniak, Fosfat, Deterjen dan Bakteri. JAI, vol 6 No.1 Zulkifli, H., Setiawan, D., 2011. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring.Jurnal Natur Indonesia, 14 (1): 95-99.
Merit, R. W. and Kenneth, W. C. 1996.An Introduction to the Aquatic Insects of North Amerika. Iowa: Kendall / Hunt Publishing Company. Michael. L. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lahan dan Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia. Murdoch, W.W. 1975. Resources, Pollution and Society.Second edition. USA: Sinauer Associates Inc Publisher Needham, J. G dan Needham, P. R. 1962.A Guide To The Study Of Fresh-Water Biology. San Fransisco: Holden-Day Inc. Oscoz, J., Galicia, D., Miranda, R., 2011. Identification Guide of Freshwater Macroinvertebrates of Spain. New York: Spinger Pennak, R.W. 1989. Freshwater Invertebrate of The United States (3rd ed).John Wiley & Sons. New York. Peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.(Online)http://www.minerba.esdm.go.id/libr ary/sijh/PP8201_KualitasAir.pdf diakses 5 Mei 2015 Rosyidi, I. dan Wimbranigrum, R. 2006.Penggunaan Komunitas Alga Bentik Sebagai Bioindikator
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
209