STUDI KASUS PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH DASAR TERHADAP KONSEP KELILING DAN LUAS BANGUN DATAR Abd. Qohar Dosen Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak : Skemp(1976) menyatakan adanya dua jenis pemahaman yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus serta dalam menerapkanya tanpa diketahui alasan-alasan ataupun penjelasanya. Sebaliknya pada pemahaman relasional termuat suatu skema atau struktur pengetahuan yang kompleks dan saling ber-relasi atau berhubungan yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas dan kompleks. Dalam tulisan ini dibahas mengenai pemahaman matematika, khususnya studi kasus pada pemahaman siswa sekolah dasar terhadap konsep keliling segitiga sama kaki, keliling segiempat dan luas segitiga siku-siku. Pembahasan tentang pemahaman matematika didasarkan pada pendapat Skemp tersebut dan beberapa pendapat ahli yang berkaitan. Kata-kata kunci : Pemahaman matematika, keliling dan luas bangun datar, matematika SD
PENDAHULUAN Pemahaman konsep matematika merupakan suatu kemampuan yang mendasari kemampuan-kemampuan matematika yang lain. Sebagai contoh pada kemampuan problem solving, seorang siswa sekolah dasar tidak akan bisa menyelesaikan problem yang berkaitan dengan bangun datar, sebelum ia mempunyai pemahaman konsep yang berkaitan dengan bangun datar tersebut, misalnya konsep keliling bangun datar. Oleh karena mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematika merupakan salah satu tujuan pembelajaran harus dicapai. Dalam NCTM 2000 disebutkan bahwa pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan pemahaman, hal ini merupakan visi dari belajar matematika. Hal tersebut berakibat bahwa dalam setiap pembelajaran matematika harus ada unsur pemahaman matematisnya. Skemp (1976) membedakan dua jenis pemahaman, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Dalam pemahaman relasional, sifat pemakaiannya lebih bermakna. Sebagai contoh seorang siswa yang yang hanya memiliki pemahaman instrumental terampil menentukan keliling persegi dengan rumus K = 4 x s, tetapi siswa tersebut menjadi kesulitan saat dihadapkan pada masalah menentukan keliling segi empat yang tidak beraturan yang sudah diketahui semua panjang sisinya, karena ia menganggap bahwa bangun datar tersebut tidak ada rumus kelilingnya. Pengajaran matematika dengan hanya menekankan pada aspek pemahaman instrumental relatif lebih mudah, akibatnya para guru lebih senang dengan cara ini. Berdasarkan anggapan ini, Skemp(1976) berpendapat bahwa para guru memilih mengajarkan pemahaman matematis hanya pada level instrumental didasarkan pada salah satu atau beberapa alasan berikut ini : 1. Pemahaman relasional membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapainya. 2. Pemahaman relasional untuk topik-topik tertentu terlalu sulit dibandingkan dengan pemahaman intsrumental. 3. Kemampuan instrumental segera dibutuhkan/dipakai untuk materi pelajaran yang lain, sebelum dapat memahaminya secara relasional. 4. Bagi guru yang masih pemula, sementara guru-guru matematika yang lain yang lebih senior mengajarkan matematika secara instrumental, mereka cenderung untuk mengikuti jejak seniornya. Identik dengan pendapat Skemp yang menyatakan bahwa terdapat dua jenis pemahaman yaitu : instrumental dan relasional, Hiebert (dalam Even & Tirosh, 2002) mengemukakan pendapatnya tentang pengetahuan prosedural (procedural knowledge) yang identik dengan pemahaman instrumental, dan pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) yang identik
1
pemahaman relasional. Namun demikian, antara Skemp dan Hiebert terdapat perbedaan mengenai hubungan antara dua kemampuan tersebut. Even & Tirosh (2002) menyatakan bahwa Skemp memberi batas yang jelas antara dua kemampuan tersebut sehingga terdapat dikotomi antara pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Sedangkan Hiebert tidak memberi batas yang tegas antara pengetahuan prosedural dan pengetahuan konseptual, sehingga antara dua kemampuan ini sifatnya continue. Mana yang lebih penting antara pemahaman instrumental dan pemahaman relasional ?. Reys(1998) menyatakan bahwa para ahli berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang menyatakan pemahaman instrumental lebih penting, ada pula yang sebaliknya. Reys (1998) selanjtnya juga menyatakan bahwa kedua pemahaman tersebut sama-sama penting dalam keahlian matematika. Pemahaman prosedural didasarkan pada urutan langkah-langkah dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam memecahkan persoalan. Sedangkan pemahaman relasional atau konseptual didasarkan pada jaringan-jaringan terkoneksi yang menghubungkan dan memilah informasi (Hiebert and Lefevre, dalam Reys, 1998), di mana hal ini juga sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika. Pendapat lain tentang pemahaman dikemukakan oleh Bloom (Wikipedia, 2009), yang menyatakan bahwa ada 3 macam pemahaman yaitu: pengubahan (translation), interpretasi (interpretation), dan pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Implementasi pengertian pemahaman tersebut dalam matematika bisa dicontohkan sebagai berikut : pengubahan (translation), misalnya mampu mengubah suatu persamaan menjadi suatu grafik, mampu mengubah soal berbentuk kata-kata menjadi bentuk simbol atau sebaliknya. Interpretasi (interpretation), misalnya mampu menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal, mampu mengartikan suatu kesamaan. Sedangkan ekstrapolasi (extrapolation), misalnya mampu memperkirakan kecenderungan suatu diagram. Anderson & Krathwohl (2001) dalam Taxonomi Bloom yang direvisi menyatakan bahwa proses kognitif dari pemahaman ada 7, yaitu : 1. Interpreting (menginterpretasikan): Mengubah dari satu representasi ke representasi yang lain. 2. Exemplifying/Ilustrating : Menemukan contoh spesifik ataupun ilustrasi dari sebuah konsep 3. Classifying (Mengklasifikasikan) : Menentukan bahwa suatu contoh atau suatu kasus termasuk dalam kategori dari suatu konsep atau tidak. 4. Summarizing, generalizing (Menyimpulkan) : Membuat satu statemen atau pernyataan yang merepresentasikan beberapa informasi yang disajikan. 5. Inferring (Menduga) : Menemukan pola dari suatu kumpulan contoh atau kasus. 6. Comparing (Membandingkan) : Mendeteksi kesamaan dan perbedaan antara dua objek atau lebih. 7. Explaining (Menjelaskan) : Menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan menggunakan sistim sebab akibat dari suatu konsep. STUDI KASUS Kasus 1 Berikut ini beberapa contoh kasus hasil pekerjaan siswa yang menunjukkan bahwa pemahaman siswa tersebut baru sampai pada tahap instrumental atau prosedural. Pada kasus pertama, siswa A adalah murid kelas 3 di suatu sekolah dasar, dan sudah mendapatkan pelajaran tentang keliling sigitiga sama kaki. Dalam pembelajaran guru hanya memberikan contoh-contoh menghitung keliling segitiga sama kaki yang tegak, sehingga pada saat gambar segitiga diubah posisinya,siswa A salah dalam menghitung keliling tersebut, sebagaimana terlihat dalam Gambar 1.
Gambar 1. Contoh kesalahan 1
2
Petikan hasil wawancara dengan siswa A setelah ia mengerjakan soal adalah sebagai berikut: Peneliti : “Soal nomor satu sulit ndak ?” Siswa A: “Tidak” Peneliti: “Kalau nomor dua sulit ndak ?” Siswa A: “Tidak” Kemudian peneliti memutar lembar soal sedemikian sehingga pada gambar segitiga untuk soal nomor 2, AC terletak di bawah. Peneliti: “Coba sekarang perhatikan nomor dua” Siswa A: “O..ya, BC yang sama dengan AB, tadi saya kira AC sama dengan BC” Peneliti: “Berarti jawaban nomor dua betul ndak ?” Siswa A: “Tidak betul” Peneliti: “Kamu tau ndak, Keliling itu apa ?” Siswa A: “Tidak tau “ Kasus 2 Pada kasus kedua, siswa B merupakan siswa kelas 4 yang sudah mendapatkan materi keliling persegi panjang, namun belum memperoleh materi trapesium. Siswa B kesulitan menentukan keliling trapesium yang panjang sisi-sisinya sudah diketahui, dan menjawab salah seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Contoh kesalahan 2 Petikan hasil wawancara dengan siswa B setelah ia mengerjakan soal adalah sebagai berikut: Peneliti : “Kamu kesulitan ndak mengerjakan soal nomor satu ?” Siswa B: “Tidak” Peneliti: “Bagaimana dengan soal nomor dua ?” Siswa B: “Susah ..e, masak jawabnya kayak begini (ia sambil menunjuk pada hasil jawabannya)?” Peneliti : “Kamu tahu ndak kalau panjang sisi-sisi bangun datar pada soal nomor 2 ini berbeda ?” Siswa B: “ya tahu, tapi bingung aku, pelajaran kelas berapa ini ” Peneliti: “Kamu tau ndak, keliling itu apa maksudnya ?” Siswa B: “Ndak tau aku “ Kasus 3 Kasus ketiga, siswa C merupakan siswa kelas 5 yang sudah mendapatkan materi luas segitiga siku-siku. Siswa C tidak merasa kesulitan dalam menentukan luas segitiga siku2, namun ia melakukan kesalahan pada saat menjawab soal nomor 2, seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Contoh kesalahan 3
3
Petikan wawancara dengan siswa C setelah ia mengerjakan soal adalah sebagai berikut: Peneliti : “Sulit ndak soal nomor satu ?” Siswa C: “Tidak” Peneliti: “Soal nomor dua, bisa ndak ?” Siswa C: “Bisa ?” Peneliti: “Jawaban nomor dua apa sudah benar ?” Siswa C: “Iya“ Peneliti: “Pada soal nomor dua, tingginya yang mana ?” Siswa C: “Yang ini ... (sambil menunjuk AC)“ Selanjutnya peneliti menggeser memutar lembar soal, sehingga untuk soal nomor dua posisi BC terlihat tegak pada siswa C, dan AC terlihat miring. Setelah itu peneliti bertanya lagi. Peneliti : “Sekarang perhatikan soal no 2, tinggi segitiganya yang mana ?” Siswa C: “Yang ini ... (sambil menunjuk AC)“ Kemudian peneliti menutup gambar pada soal nomor 1 dan meletakkan buku di bawah soal nomor dua sejajar dengan garis AB. Kemudian peneliti bertanya lagi. Peneliti : “Coba perhatikan soal no 2, tinggi segitiganya yang mana ?” Siswa C: “O..ya, yang ini ... (sambil menunjuk BC)“ Lalu peneliti membuka semua penutup dan bertanya lagi. Peneliti : “Tinggi segitiganya yang mana ? “ Siswa C: “Yang ini ... (sambil menunjuk BC)“ Peneliti : “Apakah sudah yakin ? “ Siswa C: “ya“ PEMBAHASAN Pada kasus 1, siswa A hanya terampil menghitung keliling segitiga sama kaki dengan posisi tegak. Salah satu faktor penyebab hal ini adalah pada pembelajaran yang sudah dilakukan contoh-contoh segitiga sama kaki yang dibuat selalu dalam posisi tegak. Sehingga untuk posisi segitiga sama kaki yang tidak tegak, siswa akan mengalami kesulitan. Di samping itu, siswa A juga tidak memahami apa yang dimaksud dengan keliling bangun datar. Siswa hanya terampil menghitung keliling tanpa mengetahui apa makna keliling itu sendiri. Pada kasus 2, siswa B sudah bisa melakukan perhitungan keliling persegi panjang dengan mudah namun ia tidak bisa menghitung keliling sebuah trapesium yang sudah diketahui semua panjang sisi-sisinya. Siswa B juga belum memahami apa maksud keliling itu, akibatnya kesulitan untuk menerapkan konsep keliling pada bangun datar yang lain. Pada kasus 3, siswa C sudah bisa dengan mudah untuk menentukan luas segitiga sikusiku dengan posisi yang tegak, namun pada saat posisi segitiga siku-siku diubah sedemikian sehingga seolah-olah sisi miring sebagai tinggi, maka siswa mengalami kesulitan menghitung luasnya. Siswa belum menyadari bahwa ia melakukan kesalahan dalam menghitung luas segitiga pada nomor 2. Pada saat peneliti mengubah posisi gambar segitiga, siswa C masih yakin dengan jawabannya, hal ini kemungkinan karena pandangan siswa masih rancu dengan gambar atau tulisan lain. Namun pada saat peneliti mengubah posisi dan menutupi gambar atau tulisan lain menjadi sedemikian sehingga sisi tegak lurus terlihat jelas sebagai tinggi segitiga siku-siku, siswa baru sadar akan kesalahannya dan yakin dengan jawaban baru yang benar. Dalam hal kasus-kasus tersebut, menurut Skemp(1976), pemahaman siswa-siswa tersebut masih tergolong pamahaman instrumental atau menurut Hiebert pemahaman prosedural. Hal ini dikarenakan siswa terampil menggunakan rumus, namun belum mengetahui apa maksud rumus tersebut (kasus 1 dan 2), belum bisa merelasikan dengan konsep atau kasus yang berkaitan (kasus 1,2 &3). Sehingga pada kasus 1 dan kasus 3 siswa kesulitan menghitung keliling ataupun luas bangun datar yang posisinya diubah dari kebiasaannya. Begitu juga dengan kasus 2, dimana siswa B yang kesulitan menerapkan konsep keliling bangun datar pada sebuah trapesium. Siswa juga tidak merasa kalau ia melakukan kesalahan (kasus 1 & 3), namun pada kasus 2 siswa B sudah ragu dengan jawabannya. Salah satu keutungan dari pemahaman relasional adalah konsep yang dipahami tersebut lebih mudah diadaptasi pada tugas atau persoalan baru (Skemp, 1976). Dalam hal kasus 2, jika siswa B sudah sampai pada pemahaman relasional, maka ia sudah mengetahui maksud dari keliling suatu bangun datar, sehingga akan mudah untuk memahami keliling trapesium yang sudah diketahui semua panjang sisi-sisinya. Begitu juga dengan kasus 1 dan 3, jika siswa A dan
4
siswa C sudah memiliki pemahaman relasional, maka pemahamannya akan membuat mereka bisa mengerjakan soal nomor 2. Dalam kasus-kasus ini terlihat bahwa pemahaman relasional sangatlah penting dan “seakan-akan” pemahaman instrumental kurang penting. Sebagai pertimbangan, penulis pernah berdiskusi dengan salah seorang guru Madrasah Ibtidaiyah (MI). Dia mengeluhkan kurikulum matematika yang kurang sesuai dengan kebutuhan siswa di MI. Pada saat pelajaran fiqih yang membahas warisan, dimana disana dibutuhkan perhitungan yang berkaitan dengan pecahan, siswa belum mendapatkan materi pecahan ini. Menurut guru tersebut, yang penting pecahan secepatnya diajarkan dan bisa menghitung pecahan, agar bisa diterapkan untuk menghitung warisan. Untuk sampai pada tahap pemahaman relasional tentunya memakan waktu lebih lama, padahal kemampuan tersebut akan segera digunakan. Dalam kasus ini, yang dipentingkan guru adalah ketrampilan siswa untuk menghitung sehingga bisa membantu pembelajarannya. Hal ini pula, yang menjadikan alasan bagi yang menyatakan bahwa pemahaman instrumental penting. Selanjutnya, ditinjau dari pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh Bloom, maka ketiga siswa tersebut sudah mampu melakukan pengubahan dan interpretasi untuk soal-soal pada nomor 1. Sedangkan kemampuan interpretasi untuk soal-soal nomor 2 kurang. Hal ini juga menunjukkan kurangnya kemampuan ekstrapolasi. Kemampuan ini akan membantu siswa dalam memahami persoalan dari berbagai sudut pandang, sehingga perubahan posisi maupun bentuk bangun datar dari soal nomor 1 ke nomor 2 akan lebih mudah dipahami. Kemampuan interpretasi yang ditunjukkan siswa-siswa dalam menjawab soal nomor 1 juga merupakan salah satu proses kognitif pemahaman yang dikemukakan oleh Anderson & Krathwohl (2001). Proses-proses kognitif dari Anderson & Krathwohl yang lain tidak terlihat dalam kasus-kasus tersebut. Pada saat siswa A dan siswa B ditanya tentang apa itu keliling bangun datar, mereka belum bisa menjelaskan konsep tersebut, sehingga kemampuan menjelaskan masih belum ada. PENUTUP . Pembelajaran matematika dengan cara yang kurang tepat akan berakibat pada kesalahan konsep pada siswa. Terjadinya kesalahan konsep pada siswa tersebut juga disebabkan karena guru dalam membelajarkan matematika hanya menekankan pada pemahaman instrumental saja. Oleh karena itu pemahaman instrumental dan relasional perlu ditanamkan kepada siswa karena kedua jenis pemahaman tersebut sama pentingnya. Guru juga harus mengetahui kesalahan-kesalahan konsep yang mungkin akan terjadi pada siswa, agar dalam proses pembelajaran kesalahan-kesalahan konsep tersebut bisa dihilangkan. DAFTAR RUJUKAN Anderson, L.W.& Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing. New York: Addison Wesley Longman. Even, R.,& Tirosh, D.(2002). Teacher Knowledge and Understanding of Students‟Mathematical Learning. Dalam L.D. English (Eds.) Handbook of International Research in Mathematics Education (pp 219-240). National Council of Teachers of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics, Reston, Virginia. Reys, R. E. et. al. (1998). Helping Children Learn Mathematics 5th Edition. Boston : Allyn and Bacon. Skemp, R. R. (1976) Relational Understanding and Instrumental Understanding. Mathematics Teaching, 77, 20–26. Wikipedia(2009). Taxonomy of Educational Objectives. [online] Tersedia : http://en.wikipedia.org/wiki/ Bloom's_Taxonomy [diakses 29 Januari 2009]
5
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI OPERASI HITUNG CAMPURAN MELALUI MEDIA KARTU SMART SISWA KELAS VI SDN 024 TANAH GROGOT Ributtati SDN 024 Tanah Grogot Paser Kalimantan Timur Abstrak: Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Matematika materi operasi hitung campuran pada siswa kelas VI SDN 024 Tanah Grogot melalui penggunaan media. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN 024 Tanah Grogot. Teknik dalam pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan cara pemberian test kepada seluruh siswa yang dijadikan subyek dalam penelitian. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui keaktifan siswa, sedangkan untuk mengukur ketuntasan belajar dan hasil belajar dengan menggunakan butir soal. Secara keseluruhan hasil penelitian penggunaan media kartu smart untuk meningkatkan kemampuan siswa dinilai cukup efektif. Di mana pada Siklus I nilai rata-rata yang mampu dicapai siswa adalah 67,7 dan pada Siklus II nilai rata-rata siswa 82.3. Kata kunci: Media Pembelajaran, Hasil Belajar, Matematika. PENDAHULUAN
Matematika sekolah adalah unsur-unsur dari matematika yang dipilih berdasarkan kepentingan kependidikan dan perkembangan Iptek. Menurut Abdurrahman (2003:252) mengungkapkan pendapat Johnson dan Myklebust (1967:244) ”matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir”. Pembelajaran matematika disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa, objek-objek matematika, dan lingkungan sekitar siswa sebagai sumber belajar. Pembelajaran matematika pada tingkat pendidikan dasar memiliki berbagai masalah. Ada dua masalah besar dan penting adalah: pertama, sampai sekarang pelajaran matematika di sekolah masih dianggap pelajaran menakutkan, terasa sukar, dan tidak menarik. Kedua, merupakan ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, tetapi banyak yang belum bisa mendapatkan manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa dalam mata pelajaran matematika adalah karena Guru lebih sering mengajar matematika tanpa menggunakan media atau alat peraga apapun. Padahal seperti kita ketahui bersama bahwa tahap berpikir siswa-siswa SD adalah tahap berpikir konkret dan semi konkret. Siswa SD tentu akan mengalami kebingungan jika hanya selalu diberikan pelajaran abstrak. Terutama pada mata pelajaran matematika, diperlukan penanaman konsep terlebih dahulu dengan menggunakan media dan alat peraga yang akan membantu siswa untuk lebih mengerti tentang pelajaran yang akan mereka pelajari. Dengan penggunaan media juga akan memberikan pengalaman belajar yang mengesankan bagi siswa. Hal ini dikarenakan dengan penggunaan media siswa cenderung lebih bersemangat dan tidak mengalami kebosanan pada saat pelajaran berlangsung. Menurut Sadiman, dkk. (2008:7) ”media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”. Menurut Arsyad (2009:4) ”media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar”. Menurut Sadiman, dkk. (2008:7) ”media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”.Lebih lanjut, menurut Arsyad (2009:4) ”media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional dilingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar”.
6
Guru harus dapat mengoptimalkan pembelajaran di kelas. Menurut Slameto (2010:2) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Lebih lanjut menurut Hakim (2005:1) “belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan”. Pengalaman belajar siswa didesain dengan baik, agar menghasilkan hasil belajar yang maksimal. Menurut Sudjana (2004) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Lebih lanjut menurut Hamalik (2003) “hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan sikapsikap, serta apersepsi dan abilitas”. Selanjutnya menurut Jihad dan Haris (2009:14) “pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran”. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti akan meneliti mata pelajaran matematika kelas VI di SDN 024 Tanah Grogot dengan materi operasi hitung campuran menggunakan media pembelajaran. Adapun tuuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Matematika materi operasi hitung campuran pada siswa kelas VI SDN 024 Tanah Grogot melalui penggunaan media kartu smart.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian yang melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN 024 Tanah Grogot berjumlah 22 siswa. 1. Prosedur Penelitian a. Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain : 1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penggunaan media dengan materi operasi hitung campuran 2) Membuat soal evaluasi untuk dikerjakan di kelas. 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas pada waktu pembelajaran dengan penggunaan media materi operasi hitung campuran. b. Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan tindakan kegiatan yang dilaksanakan adalah melaksanakan RPP yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaan tindakan ini, penulis bertindak sebagai guru dan guru kelas sebagai observator. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus dan setiap siklus dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pada pertemuan terakhir pada masing-masing siklus diberi tes hasil belajar. Waktu pertemuan selama 2 x 35 menit. c. Pengamatan Pada tahap pengamatan, peneliti sebagai guru pengajar melakukan tindakan pembelajaran dengan menggunakan media, selain itu peneliti juga mencatat aktivitas siswa di dalam kelas dengan menggunakan lembar pengamatan. Sedangkan untuk mengobservasi hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar kerja siswa, tes, dan lembar tugas. Data yang diperoleh melalui lembar pengamatan dan tes hasil belajar, disusun, dijelaskan, dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menyajikan data pada setiap putaran. d. Refleksi Pada setiap refleksi, peneliti menganalisis kembali segala sesuatu yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan hasil-hasilnya dengan melihat data hasil observasi setiap siklus apabila terdapat kekurangan maka akan diperbaiki pada siklus berikutnya. Hasil analisis data pada tahap ini digunakan sebagai acuan untuk merencanakan putaran berikutnya. 2. Rancangan Penelitian
7
Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilakukan selama 2 siklus. Dengan masingmasing siklus 2 pertemuan. Siklus I 1) Perencanaan a) Mengumpulkan dan analisis data berupa nilai ulangan harian matematika siswa materi operasi hitung campuran. b) Identifikasi dan klarifikasi semua masalah yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar. c) Menyiapkan materi yang akan disampaikan. d) Menyusun RPP, LKS, Alat evaluasi akhir siklus, lembar pengamatan. 2) Pelaksanaan Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti bertindak sebagai guru dan guru kelas sebagai observator. Adapun pembelajaran yang dilakukan sebagai berikut: Dalam pertemuan pertama materi pembelajaran adalah operasi hitung campuran. Media yang digunakan adalah kartu. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Guru menyiapkan media yang sesuai dengan materi operasi hitung campuran (2) Guru melakukan penjelasan awal tentang media yang akan digunakan, yaitu kartu smart. (3) Guru menjelaskan materi operasi hitung campuran. (4) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang materi yang diajarkan menggunakan media kartu smart. (5) Guru memerintahkan pada siswa untuk melihat soal-soal dalam LKS dan memperhatikan petunjuk pengerjaannya. Guru memerintahkan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS. (6) Guru bersama siswa membahas semua soal yang terdapat dalam LKS. (7) Guru memberikan pujian kepada siswa yang berprestasi dan bimbingan kepada siswa yang kurang menguasai. (8) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Setelah siswa belajar dengan menggunakan media pembelajaran, maka dalam pertemuan ini diadakan tes tertulis. Soal yang digunakan pada tes individu berupa soal uraian sebanyak 10 soal. Pada saat siswa mengerjakan tes, guru mengawasi dan tidak mengijinkan bekerja sama. Setelah hasil tes dikumpulkan kemudian guru bersama siswa membahas soal tes tersebut. Guru memberikan bimbingan kepada siswa yang masih mengalami kebingungan dengan cara meminta siswa mengerjakan soal di depan kelas dengan bantuan guru. 3) Pengamatan Kegiatan observasi dilakukan untuk mengumpulkan data aktifitas pembelajaran, baik data pembelajaran guru maupun data pembelajaran siswa. 4) Refleksi Data dikumpulkan kemudian dianalisis oleh peneliti. Analisis dilakukan dengan cara mengukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian disimpulkan bagaimana hasil belajar siswa dan bagaimana hasil pembelajaran guru. Kemudian direfleksikan hasil analisis yang telah dikerjakan. Siklus II 1) Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka diadakan perencanaan ulang yang meliputi: a) Menganalisis masalah siklus I yang belum berhasil. b) Menyusun RPP, LKS, Alat evaluasi akhir siklus, lembar pengamatan 2) Pelaksanaan Materi pembelajaran adalah materi operasi hitung campuran. Media yang digunakan adalah kartu smart dan audio visual. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: a) Guru menyiapkan media yang sesuai dengan materi materi operasi hitung campuran.
8
b) Guru melakukan penjelasan awal tentang media yang akan digunakan, yaitu media kartu smart dan audio visual. c) Guru menjelaskan materi operasi hitung campuran dengan menggunakan media. d) Guru memerintahkan beberapa siswa menjelaskan materi atau mengerjakan contoh soal dengan menggunakan media e) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang materi yang diajarkan menggunakan media f) Guru mengontrol siswa yang kurang aktif dengan pendekatan dan bimbingan khusus seperti pemberian soal latihan dan diminta mengerjakan soal yang paling mudah secara berulang -ulang g) Guru memerintahkan pada siswa untuk melihat soal-soal dalam LKS dan memperhatikan petunjuk pengerjaannya. h) Guru memerintahkan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS . i) Guru bersama siswa membahas semua soal yang terdapat dalam LKS . j) Guru memberikan pujian kepada siswa yang berprestasi dan bimbingan kepada siswa yang kurang menguasai. k) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Setelah siswa belajar dengan menggunakan media pembelajaran, maka dalam pertemuan ini diadakan tes tertulis. Soal yang digunakan pada tes individu berupa soal uraian sebanyak 10 soal. Pada saat siswa mengerjakan tes, guru mengawasi dan tidak mengijinkan bekerja sama. Setelah hasil tes dikumpulkan kemudian guru bersama siswa membahas soal tes tersebut. Guru memberikan bimbingan kepada siswa yang masih mengalami kebingungan dengan cara meminta siswa mengerjakan soal di depan kelas dengan bantuan guru. 3) Pengamatan Peneliti mengadakan refleksi hasil siklus ketiga yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Bahan penilaian observasi dapat dilihat pada lampiran 4) Refleksi Peneliti menganalisis semua tindakan pada siklus I dan II, kemudian melakukan refleksi terhadap strategi yang dilakukan dalam tindakan kelas. Apakah dengan menggunakan media berhasil meningkatkan hasil belajar matematika materi operasi hitung campuran di kelas VI SDN 024 Tanah Grogot. PEMBAHASAN 1. Deskripsi Data Sebelum pelaksanaan penelitian ini telah dilakukan pra-penelitian yaitu melakukan observasi atau pengamatan langsung di dalam kelas serta melihat nilai harian akhir dari siswa. Dari observasi awal ditemukan masalah-masalah sebagai berikut : a. Keaktifan belajar siswa rendah sehingga suasana kelas sangat monoton. b. Respon dari siswa rata-rata sangat rendah sehingga menyulitkan guru dalam memberikan materi. Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti yang berperan sekaligus sebagai guru di kelas, dengan guru sebagai observator, melaksanakan penelitian dalam dua siklus. Berdasarkan instrument penilaian RPP, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan media. Adapun hasil dari penilaian kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut: Siklus I Sebelum tindakan siklus I dilaksanakan, perlu dibuat sebuah perencanaan terlebih dahulu dengan memperhatikan refleksi dari nilai awal. Perencanaan tersebut meliputi: a) Menyiapkan RPP pembelajaran matematika materi operasi hitung campuran dengan pengunaan media. Dalam RPP dirancang sebuah pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan pemberian kesempatan pada siswa menggunakan media. b) Bahan pengajaran c) Media, berupa kartu smart d) Instrument observasi
9
e) Penilaian.. Pertama yang dilakukan guru sebagai peneliti adalah membuat kartu smart dari karton. Tiap kartu berisi tentang operasi hitung campuran penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pengurangan. Pada proses pembelajaran siklus I, peneliti menggunakan kartu smart sebagai media pembelajaran. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Guru melakukan apersepsi dengan menanyakan operasi hitung campuran kepada siswa. Selanjutnya guru menjelaskan tentang cara mengoperasikan hitung campuran dengan menjelaskan proses penghitungan operasi campuran. Setelah guru selesai dalam menjelaskan materi, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Guru membagikan kartu smart kepada tiap kelompok. Kemudian guru memberikan LKS kepada siswa. Kelompok ditugaskan untuk menyelesaikan soal menggunakan kartu smart yang diberikan kepada tiap kelompok. Tiap kelompok mendiskusikan cara menyelesaikan soal tersebut dengan menempelkan hasil jawaban potongan kartu smart pada sebuah karton. Kemudian guru menugaskan siswa untuk mewakili tiap kelompoknya mempresentasikan hasil jawaban mereka. Berdasarkan hasil tes pada proses pembelajaran siklus I, diperoleh nilai hasil belajar sebagai berikut: Tabel 1 Nilai Akhir Siklus I SIKLUS I PRESTASI SISWA JUMLAH SISWA KATEGORI Belum Tuntas Belajar Nilai < 65 7 Tuntas Belajar Nilai ≥ 65 15 Jumlah 22 Pada Siklus I terdapat 7 siswa yang memperoleh nilai akhir di bawah nilai 65 yang termasuk dalam kategori tidak tuntas belajar, serta terdapat 15 siswa yang memperoleh nilai akhir 65 dan lebih dari 65 yang termasuk dalam kategori tuntas belajar. Jumlah nilai pada siklus I diperoleh sebesar 1490, nilai rata-rata sebesar 67,7, dan ketuntasan belajar sebesar 68,2%. Hasil observasi teman sejawat, guru dalam mengelola pembelajaran dengan memberdayakan media kurang efektif. Seharusnya siswa lebih dipusatkan dalam penggunaan media. Penilain pembelajaran pada guru masuk dalam kategori cukup. Penilaian bagi siswa juga masih dalam kategori cukup. Sesuai dengan hasil yang diperoleh selama Siklus I dilakukan pembahasan bersama observer untuk menentukan langkah perbaikan yang akan dilaksanakan pada Siklus II, yaitu sebagai berikut: a) Melakukan beberapa revisi terhadap semua aspek dari RPP yang telah dibuat agar lebih sesuai dengan materi yang dipelajari, media yang digunakan, serta pencapaian hasil belajar siswa. b) Guru perlu meningkatkan penguasaan dalam KBM dan pemberdayaan media dalam hal ini guru harus menciptakan suasana belajar yang efektif. c) Melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu siswa lebih diberi banyak kesempatan dalam penggunaan media sehingga keaktifan siswa meningkat d) Memberikan perhatian lebih terhadap siswa yang kurang aktif dan memiliki hasil belajar yang belum tuntas, dengan cara memberi kesempatan belajar secara langsung kepada siswa untuk menggunakan media dan memberikan pengulangan penjelasan Siklus II 1) Perencanaan a) Menyiapkan RPP pembelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dengan pengunaan media. Dalam RPP dirancang sebuah pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan pemberian kesempatan pada siswa yang memiliki hasil belajar yang kurang untuk menggunakan media. b) Bahan pengajaran c) Media, berupa kartu smart dan audio visual d) Instrument observasi
10
e) Penilaian. 2) Pelaksanaan Pada Siklus II guru memberikan perhatian lebih pada siswa yang kurang aktif dan memiliki hasil belajar yang belum tuntas, dengan cara memberi kesempatan belajar secara langsung kepada siswa untuk menggunakan media dan memberikan pengulangan penjelasan. Pada proses pembelajaran siklus II, peneliti menggunakan kartu smart sebagai media pembelajaran. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Guru melakukan apersepsi dengan menggunakan audio visual operasi hitung campuran kepada siswa. Selanjutnya guru menjelaskan tentang cara mengoperasikan hitung campuran dengan menjelaskan proses penghitungan operasi campuran. Setelah guru selesai dalam menjelaskan materi, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Guru membagikan kartu smart kepada tiap kelompok. Kemudian guru memberikan LKS kepada siswa. Kelompok ditugaskan untuk menyelesaikan soal menggunakan kartu smart yang diberikan kepada tiap kelompok. Tiap kelompok mendiskusikan cara menyelesaikan soal tersebut dengan menempelkan hasil jawaban potongan kartu smart pada sebuah karton. Kemudian guru menugaskan siswa untuk mewakili tiap kelompoknya mempresentasikan hasil jawaban mereka. Tabel 2 Nilai Akhir Siklus II PRESTASI SISWA
SIKLUS II JUMLAH SISWA KATEGORI Tidak Tuntas Belajar 1 Tuntas Belajar 21
Nilai < 65 Nilai ≥ 65 Jumlah 22 Pada siklus II terdapat 1siswa yang memperoleh nilai akhir dibawah nilai 65 yang termasuk dalam kategori tidak tuntas belajar, serta terdapat 21 siswa yang memperoleh nilai akhir 65 dan lebih dari 65 yang termasuk dalam kategori tuntas belajar. Berdasarkan hasil nilai pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 82,3 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 60. Tuntas dalam pembelajaran 21 siswa (95,5%) sedangkan yang belum tuntas dalam pembelajaran 1 siswa (5%). Berdasarkan hasil nilai tersebut dapat disimpulkan pembelajaran pada siklus II dinyatakan telah berhasil. Pengamatan dilakukan secara partisipatif oleh guru sendiri dibantu oleh seorang obsever. Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data tentang aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Kemampuan guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran memiliki skor 3,5 dengan kategori baik, Kemampuan guru dalam pemilihan dan pengorganisasian materi, media, dan sumber memiliki skor 3 dengan kategori baik, Kemampuan guru dalam merancang scenario/strategi pembelajaran memiliki skor 3 dengan kategori baik, Kemampuan guru dalam merancang pengelolaan kelas memiliki skor 4 dengan kategori sangat baik, Kemampuan guru dalam merancang prosedur dan persiapan alat evaluasi memiliki skor 4 dengan kategori sangat baik, Kemampuan guru dalam memberikan kesan umum pembelajaran memiliki skor 3,5 dengan kategori baik. Jadi dapat disimpulkan pembelajaran pada siklus II termasuk dalam kategori baik. Pengamatan bagi siswa pada siklus II mengalami peningkatan, pada siklus I masuk dalam kategori cukup, pada siklus II telah masuk dalam kategori baik. 3) Refleksi Berdasarkan deskripsi data Siklus II, maka hasil yang diperoleh selama Siklus II adalah sebagai berikut: a) Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran matematika melalui penggunaan media termasuk dalam kategori baik pada aspek merumuskan tujuan pembelajaran, pemilihan dan pengorganisasian materi, media, dan sumber, merancang scenario dan strategi pembelajaran, serta kesan umum dalam pembelajaran hal ini ditunjukkan dengan perolehan skor 3 dan 3,5. Sedangkan untuk aspek rancangan pengelolaan kelas dan rancangan prosedur dan persiapan alat evaluasi memperoleh nilai 4 dengan kategori sangat baik.
11
b) Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika melalui penggunaan media termasuk dalam kategori baik, hal ini ditunjukkan pada semua aspek kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran termasuk dalam kategori baik. c) Sebagian besar siswa memiliki keaktifan yang baik dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan media. Hal ini dilihat dari seluruh aspek keaktifan siswa termasuk dalam kategori baik.. d) Berdasarkan data hasil belajar siswa, terdapat 1 siswa yang belum tuntas belajar. 2. Pembahasan hasil Siklus I Pembelajaran dengan menggunakan media merupakan hal yang jarang dilakukan bagi siswa kelas VI SDN 024 Tanah Grogot, terutama pada mata pelajaran matematika. Sebelum memulai proses pembelajaran terlebih dahulu, peneliti memberikan penjelasan pada siswa bahwa akan melaksanakan penelitian pembelajaran matematika dengan penggunaan media serta akan berperan langsung sebagai guru. Siklus Berdasarkan instrument penilaian RPP, diperoleh skor 2 (cukup) untuk kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena terdapat ketidaksesuaian di dalam penyusunan RPP, seperti dalam pengorganisasian materi pembelajaran dan penetapan alokasi waktu belajar mengajar. Selanjutnya, dari hasil pengamatan terhadap urutan tindakan yang dilakukan guru selama Siklus I menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran memperoleh nilai rata-rata 67,7 yang termasuk dalam kategori cukup. Yang menjadi penyebab hal ini adalah karena selama pembelajaran guru kurang optimal dalam memberikan penjelasan kepada siswa dan kurang memanfaatkan media yang tersedia. Dari hasil pengamatan terhadap 22 siswa, sebagian besar siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Hal ini terlihat dari data keaktifan siswa yang menunjukkan sebagian besar aspek keaktifan siswa termasuk dalam kategori kurang. Siswa terlihat kurang tertarik terhadap penggunaan media dalam pembelajaran. Selain itu, siswa mengalami kebingungan menggunakan media. Berdasarkan hasil tes Siklus I yang diberikan pada 22 siswa, sebanyak 15 siswa (68,8%) telah memperoleh nilai ≥ 65 dan sebanyak 7 siswa (31,2%) memperoleh nilai < 65. Nilai prestasi yang diperoleh pada Siklus I terendah adalah 50 dan nilai tertinggi adalah 80. Dengan rata-rata kelas 67,7 serta ketuntasan belajar secara klasikal adalah 68,8%. Hal tersebut berarti belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Dari hasil yang diperoleh selama Siklus I baik yang berupa instrumen penilaian RPP, lembar observasi guru, lembar observasi siswa, maupun hasil tes akhir siklus maka pembelajaran matematika dengan menggunakan media pada siklus I termasuk dalam kategori tidak berhasil. Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan pembelajaran matematika dengan menggunakan media. Antara lain adalah karena pembelajaran lebih berpusat pada guru, siswa kurang bersemangat dalam pembelajaran, serta pembelajaran menggunakan media kurang menarik perhatian siswa. Faktor-faktor tersebut kemudian dianalisa dan diperbaiki pada Siklus II, sehingga diharapkan hasilnya dapat meningkat atau lebih baik. Siklus II Berdasarkan instrument penilaian RPP, diperoleh skor 3,5 (baik) untuk kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran. Dalam Siklus II terjadi peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran. Guru membuat perencanaan yang lebih baik dan sesuai antara materi, media, serta waktu pelaksananaan. Pembelajaran lebih berpusat pada siswa dengan lebih banyak pemberian kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Selain itu pada Siklus II diadakan pemberian perhatian lebih pada siswa yang kurang aktif dan belum mencapai ketuntasan belajar. Selanjutnya, dari hasil pengamatan terhadap urutan tindakan yang dilakukan guru selama Siklus II menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran mengalami peningkatan dengan kategori baik. Dalam pelaksanaan Siklus II selain berperan sebagai fasilitator bagi siswa, guru juga mengadakan pengulangan penjelasan yang kurang dipahami siswa. Guru juga membimbing siswa yang mengalami kebingungan dalam penggunaan media. Hasil pengamatan Siklus II dari 22 siswa, sebagian besar siswa memiliki keaktifan yang baik dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil tes Siklus II yang diberikan pada 22 siswa,
12
sebanyak 21 siswa (95,5%) telah memperoleh nilai ≥ 65 dan sebanyak 1 siswa (4,5%) memperoleh nilai < 65. Nilai prestasi yang diperoleh pada Siklus II terendah adalah 60 dan nilai tertinggi adalah 100. Dengan rata-rata kelas 82,3 serta ketuntasan belajar secara klasikal adalah 95,5%. Siklus II ketuntasan belajar secara klasikal adalah 27,3%. Pada Siklus II telah tercapai mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Pembelajaran matematika melalui penggunaan media tidak hanya berdampak bagi guru, tetapi siswa justru merasakan dampak yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan keaktifan siswa secara klasikal yaitu pada Siklus I sebagian besar siswa kurang aktif dalam pembelajaran, Siklus I sebagian besar siswa cukup aktif dalam pembelajaran, serta Siklus II sebagian besar siswa memiliki keaktifan yang baik dalam pembelajaran. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika materi operasi hitung campuran meningkat setelah digunakan media pembelajaran kartu smart pada siswa kelas VI SDN 002 Tanah Grogot. Berdasarkan nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 67,7 terdapat peningkatan menjadi 82,3. Ketuntasan belajar pada siklus I 68,2% pada siklus II 95,5%. Saran 1. Bagi Sekolah untuk melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran agar lebih ditingkatkan. 2. Guru lebih kreatif dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran, serta penyediaan dan penggunaaan media dalam setiap kegiatan pembelajaran. 3. Bagi siswa agar dapat lebih bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi; Suharjono, Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi, dkk. 2009. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Asyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), 2006. Standar Isi 2006 Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Deppennas. Hakim, Thursan. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Hasibuan dan Moedjiono. 1985. Proses Belajar Mengajar. Malang: Remaja Rosdakarya. Karso, dkk. 2008. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka. Masykur Ag, Moch. dan Abdul Halim Fathani. 2009. Mathematical Intelligence Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Jogjakarta: Ar-ruzz Media Group. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sumatno dan Endah Perwati Sari. 2007. Matematika Kelas 6 Sekolah Dasar. Klaten: CV. Sahabat. Tim Bina Karya Guru. 2007. Terampil Berhitung Matematika untuk SD Kelas VI Jakarta: Erlangga. Widagdo, Djamus dan Muchtar A Karim. 2002. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Universitas Terbuka.
13
UPAYA MEMBANTU SISWA MENGINGAT KEMBALI MATERI PELAJARAN MATEMATIKA LEWAT METODE BELAJAR AKTIF MODEL MENINJAU KEMBALI KESULITAN MATERI PELAJARAN PADA SISWA KELAS VI MIN TANAH GROGOT TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Dzakirul Husni MIN Tanah Grogot Paser Kal-Tim
[email protected] Abstrak : Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas V MIN Tanah Grogot, Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,71%), siklus II (77,14%), siklus III (88,57%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode belajar aktif model meninjau kesulitan materi pelajaran dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa kelas V MIN Tanah Grogot, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika. PENDAHULUAN Akhir dari rangkaian proses belajar mengajar adalah tes akhir suatu mata pelajaran yang dilakukan melalui tes formatif, tes akhir cawu, tes akhir semester atau tes ujian kenaikan kelas bagi siswa kelas lima sekolah dasar. Di dalam menghadapi tes ujian kenaikan kelas bagi siswa Kelas V MIN Tanah Grogot perlu adanya refreshing terhadap materi ajar yang telah diterima oleh siswa selama mengikuti proses belajar mengajar. Bagaimanakah caranya agar siswa tidak melupakan materi pelajaran yang telah diterimanya agar siswa nantinya siap menghadapi ujian kenaikan kelas yang siap atau tidak siap harus mereka hadapi. Bagaimanakah membuat suatu materi ajar agar agar tidak terlupakan oleh anak didik. Dalam hal ini guru harus mencari metode untuk mengingatkan segala memori di benak siswa yang telah mereka terima. Guru harus bisa membangkitkan kembali memori itu. Salah satu metode pengajaran yang bisa membuat anak bisa dan harus mengingat kembali materi pelajaran yang telah mereka terima adalah cara belajar aktif model pembelajaran meninjau ulang kesulitan pada materi pelajaran. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang hanyalah kegiatan belajar aktif. Agar belajar manjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud). Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut di atas maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “ Upaya Membantu Siswa Mengingat Kembali Materi Pelajaran Matematika Lewat Metode Belajar Aktif Model Meninjau Kembali Kesulitan Materi Pelajaran Pada Siswa Kelas V MIN Tanah Grogot Tahun Pelajaran 2012/2013.”. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), (Kemmis Tagart: 1998) yang mempunyai empat langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi , karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
14
Menurut Oja dan Sumarjan (dalai Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan terintegratif, dan (d) administrasi sosial ekperimental. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentu guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utapajm dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalai penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan. PEMBAHASAN Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru. Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran. A. Analisis Data Penelitian Persiklus 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 Pebruari 2012 di Kelas V MIN Tanah Grogot dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus I Penilaian RataNo Aspek yang diamati rata P1 P2 Pengamatan KBM A. Pendahuluan 1. Memotivasi siswa 2 2 2 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 2 2 2 3. Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya 4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok belajar I
B. Kegiatan inti 1. Mempresentasikan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif 2. Membimbing siswa melakukan kegiatan 3. Melatih keterampilan kooperatif 4. Mengawasi setiap kelompok secara bergiliran 5. Memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan C. Penutup
15
3
3
3
3 3
3 3
3 3
3
3
3
II III
Keterangan
:
1. Membimbing siswa membuat rangkuman 2. Memberikan evaluasi Pengelolaan Waktu Antusiasme Kelas 1. Siswa antusias 2. Guru antisias Jumlah Nilai : Kriteria 1) : Tidak Baik 2) : Kurang Baik 3) : Cukup Baik 4) : Baik
3 3 2
3 3 2
3 3 2
2 3 32
2 3 32
2 3 32
Berdasarkan tabel di atas aspek-aspek yang mendapatkan kriteria kurang baik adalah memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajran, pengelolaan waktu, dan siswa antusias. Keempat aspek yang mendapat nilai kurang baik di atas, merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I dan akan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada siklus II. Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan siswa seperti pada tabel berikut : Tabel 4.2. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus I No Aktivitas Guru yang diamati Presentase Menyampaikan tujuan 1 Memotivasi siswa 5,0 2 Mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya 8,3 3 Menyampaikan materi/ langkah-langkah/ strategi 8,3 4 Menjelaskan materi yang sulit 6,7 5 Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan 13,3 6 konsep 21,7 7 Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil 10,0 8 kegiatan 18,3 9 Memberikan umpan balik 8,3 Membimbing siswa merangkum pelajaran No Aktivitas siswa yang diamati Presentase 1 Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru 22,5 2 Membaca buku 11,5 3 Bekerja dengan sesama anggota kelompok 18,7 4 Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru 14,4 5 Menyajikan hasil pembelajaran 2,9 6 Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide 5,2 7 Menulis yang relevan dengan KBM 8,9 8 Merangkum pembelajaran 6,9 9 Mengerjakan tes evaluasi 8,9 Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, yaitu 21,7 %. Aktivitas lain yang presentasinya cukup besar adalah memberi umpan balik/ evaluasi, tanya jawab dan menjelaskan materi yang sulit yaitu masing-masing sebesar 13,3 %. Sedangkan aktivitas siswa yang paling dominan adalah mengerjakan/ memperhatikan penjelasan guru yaitu 22,5 %. Aktivitas lain yang presentasinya cukup besar adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok, diskusi antara siswa/ antara siswa dengan guru, dan membaca buku yaitu masingmasing 18,7 % 14,4 dan 11,5 %. Pada siklus I, secaraa garis besar kegiatan belajar mengajar dengan metode pembelajaran kooperatif model Meninjau Ulang sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih cukup dominanuntuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model tersebut masih dirasakan baru oleh siswa.
16
Table 4.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I No. Urut
Nilai
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 12 6
1 70 2 60 3 70 4 80 5 80 6 40 7 70 8 50 9 80 10 40 11 70 12 50 13 70 14 60 15 70 16 80 17 80 18 60 Jumlah 1180 Jumlah Skor 2330 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3500 % Skor Tercapai 66,85 Keterangan:
T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
No 1 2 3
No. Urut
Nilai
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Jumlah
80 70 40 80 60 50 80 60 80 70 80 80 80 70 40 80 60 1160
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 11 6
: Tuntas : Tidak Tuntas : 23 : 12 : Belum tuntas
Tabel 4.4. Distribusi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I Uraian Hasil Siklus I Nilai rata-rata tes formatif 66,85 Jumlah siswa yang tuntas belajar 23 Persentase ketuntasan belajar 65,71
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 66,80 dan ketuntasan belajar mencapai 64,00% atau ada 16 siswa dari 35 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 65,71% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa banyak yang lupa dengan materi pelajaran yang telah diajarkan selama hampir satu semester ini. 2. Siklus II a. Tahap perencanaan Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2012 di Kelas V MIN Tanah Grogot dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
17
pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga keslah atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut. Tabel 4.1. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus II Penilaian RataNo Aspek yang diamati rata P1 P2 Pengamatan KBM D. Pendahuluan 1. Memotivasi siswa 3 3 3 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3 4 3,5 3. Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya 4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok belajar E. Kegiatan inti 3 4 3,5 I 1. Mempresentasikan langkah-langkah metode 4 4 4 pembelajaran kooperatif 4 4 4 2. Membimbing siswa melakukan kegiatan 2. Melatih keterampilan kooperatif 4 4 4 3. Mengawasi setiap kelompok secara bergiliran 4. Memberikan bantuan kepada kelompok yang 3 3 3 mengalami kesulitan A. Penutup 1. Membimbing siswa membuat rangkuman 3 4 3,5 2. Memberikan evaluasi 4 4 4 Pengelolaan Waktu II 3 3 2 Antusiasme Kelas III 1. Siswa antusias 4 3 3,5 2. Guru antisias 4 4 4 Jumlah 41 43 42 Keterangan : Nilai : Kriteria 1) : Tidak Baik 2) : Kurang Baik 3) : Cukup Baik 4) : Baik Dari tabel di atas, tanpak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus II) yang dilaksanakn oleh guru dengan menerapkan metode pembelajarn kooperatif model Meninjau Ulang mendapatkan penilaian yang cukup baik dari pengamat. Maksudnya dari seluruh penilaian tidak terdapat nilai kurang. Namun demikian penilaian tesebut belum merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran selanjutnya. Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep, dan pengelolaan waktu. Dengan penyempurnaan aspek-aspek I atas alam penerapan metode pembelajarn kooperatif model Meninjau Ulang diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari dan mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa ynag telah mereka lakukan.
18
Berikut disajikan hasil observasi akivitas guru dan siswa : Tabel 4.2. Aktivitas Guru Dan Siswa Pada Siklus II No Aktivitas Guru yang diamati Presentase Menyampaikan tujuan 1 Memotivasi siswa 6,7 2 Mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya 6,7 3 Menyampaikan materi/ langkah-langkah/ strategi 6,7 4 Menjelaskan materi yang sulit 11,7 5 Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan 11,7 6 konsep 25,0 7 Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil 8,2 8 kegiatan 16,6 9 Memberikan umpan balik 6,7 Membimbing siswa merangkum pelajaran No Aktivitas siswa yang diamati Presentase 1 Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru 17,9 2 Membaca buku 12,1 3 Bekerja dengan sesama anggota kelompok 21,0 4 Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru 13,8 5 Menyajikan hasil pembelajaran 4,6 6 Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide 5,4 7 Menulis yang relevan dengan KBM 7,7 8 Merangkum pembelajaran 6,7 9 Mengerjakan tes evaluasi 10,8 Berdasarkan tabel I di atas, tampak bahwa aktifitas guru yang paling dominan pada siklus II adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep yaitu 25%. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang mengalami penurunan adalah memberi umpan balik/evaluasi/ Tanya jawab (16,6%), mnjelaskan materi yang sulit (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (6,7%). Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus II adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (21%). Jika dibandingkan dengan siklus I, aktifitas ini mengalami peningkatan. Aktifitas siswa yang mengalami penurunan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (17,9%). Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru (13,8%), menulis yang relevan dengan KBM (7,7%) dan merangkum pembelajaran (6,7%). Adapun aktifitas siswa yang mengalami peningkatan adalah membaca buku (12,1%), menyajikan hasil pembelajaran (4,6%), menanggapi/mengajukan pertanyaan/ide (5,4%), dan mengerjakan tes evaluasi (10,8%). Table 4.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II Keterangan Keterangan No. Urut Nilai No. Urut Nilai T TT T TT 1 80 √ 19 70 √ 2 70 √ 20 80 √ 3 60 √ 21 70 √ 4 70 √ 22 50 √ 5 60 √ 23 70 √ 6 70 √ 24 70 √ 7 70 √ 25 60 √ 8 80 √ 26 50 √ 9 70 √ 27 70 √ 10 70 √ 28 80 √ 11 50 √ 29 90 √ 12 50 √ 30 80 √ 13 70 √ 31 70 √ 14 80 √ 32 80 √
19
15 70 √ 16 60 √ 17 70 √ 18 70 √ Jumlah 1220 13 5 Jumlah Skor 2400 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3500 % Skor Tercapai 68,57 Keterangan:
T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
33 34 35 Jumlah
70 50 70 1180
√ √ √ 14
3
: Tuntas : Tidak Tuntas : 27 :8 : Belum tuntas
Tabel 4.4. Distribusi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II No Uraian Hasil Siklus II 1 Nilai rata-rata tes formatif 68,57 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 27 3 Persentase ketuntasan belajar 77,14 Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,57% dan ketuntasan belajar mencapai 77,14% atau ada 27 siswa dari 35 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa-siswa telah mulai mengulang pelajaran yang sudah diterimanya selama ini sehingga para siswa sebagian sudah mengingat meteri yang telah diajarkan oleh guru. 3. Siklus III a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2012 di Kelas VI dengan jumlah siswa 35 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang laig pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut. Tabel 4.1. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus III Penilaian RataNo Aspek yang diamati rata P1 P2 Pengamatan KBM A. Pendahuluan 1. Memotivasi siswa 3 3 3 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 4 4 4 3. Menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya I 4. Mengatur siswa dalam kelompok-kelompok belajar B. Kegiatan inti 4 4 4 1. Mempresentasikan langkah-langkah metode 4 4 4 pembelajaran kooperatif 4 4 4
20
2. 3. 4. 5.
Membimbing siswa melakukan kegiatan Melatih keterampilan kooperatif 4 3 3,5 Mengawasi setiap kelompok secara bergiliran Memberikan bantuan kepada kelompok yang 3 3 3 mengalami kesulitan C. Penutup 1. Membimbing siswa 4 4 4 membuat rangkuman 4 4 4 2. Memberikan evaluasi Pengelolaan Waktu II 3 3 3 Antusiasme Kelas 1. Siswa III antusia 4 4 4 2. Guru 4 4 4 antisias Jumlah 45 44 44,5 Keterangan : Nilai : Kriteria 1 : Tidak Baik 2. : Kurang Baik 3. : Cukup Baik 4. : Baik Dari tabel di atas, dapat dilihat aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus III) yang dilaksanakan oleh guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Meninjau Ulang mendapatkan penilaian cukup baik dari pengamat adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, dan pengelolaan waktu. Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Meninjau Ulang diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin. Tabel 4.2. Aktivitas Guru dan Siswa Pada Siklus III No Aktivitas Guru yang diamati Presentase Menyampaikan tujuan 1 Memotivasi siswa 6,7 2 Mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya 6,7 3 Menyampaikan materi/ langkah-langkah/ strategi 10,7 4 Menjelaskan materi yang sulit 13,3 5 Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan 10,0 6 konsep 22,6 7 Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil 10,0 8 kegiatan 11,7 9 Memberikan umpan balik 10,0 Membimbing siswa merangkum pelajaran No Aktivitas siswa yang diamati Presentase 1 Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru 20,8 2 Membaca buku 13,1 3 Bekerja dengan sesama anggota kelompok 22,1 4 Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru 15,0 5 Menyajikan hasil pembelajaran 2,9 6 Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide 4,2 7 Menulis yang relevan dengan KBM 6,1 8 Merangkum pembelajaran 7,3 9 Mengerjakan tes evaluasi 8,5 Berdasarkan tabel diatas tampak bahaw aktivitas guru yang paling dominan pada siklus III adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep yaitu 22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang sulit dan memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing sebesar (10%), dan (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami
21
peningkatan adalah mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya (10%), menyampiakan materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan (10%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (10%). Adapun aktivitas ynag tidak menglami perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan memotivasi siswa (6,7%). Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus III adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (22,1%) dan mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (20,8%), aktivitas yang mengalami peningkatan adalah membaca buku siswa (13,1%) dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru (15,0%). Sedangkan aktivitas yang lainnya mengalami penurunan. Table 4.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III Keterangan No. Urut Nilai No. Urut Nilai T TT 1 90 √ 19 50 2 70 √ 20 80 3 70 √ 21 80 4 70 √ 22 70 5 80 √ 23 80 6 70 √ 24 80 7 60 √ 25 70 8 80 √ 26 80 9 70 √ 27 60 10 90 √ 28 80 11 70 √ 29 80 12 70 √ 30 90 13 90 √ 31 50 14 90 √ 32 80 15 70 √ 33 80 16 70 √ 34 70 17 70 √ 35 80 18 80 √ Jumlah 1260 Jumlah 1360 17 1 Jumlah Skor 2620 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3500 % Skor Tercapai 74,85 Keterangan: T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
No 1 2 3
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 14 3
: Tuntas : Tidak Tuntas : 31 :4 : Tuntas
Tabel 4.4. Distribusi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III Uraian Hasil Siklus III Nilai rata-rata tes formatif 74,85 Jumlah siswa yang tuntas belajar 31 Persentase ketuntasan belajar 88,57
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 74,85 dan dari 35 siswa yang telah tuntas sebanyak 31 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 88,57% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya usaha siswa untuk mempelajari kembali materi ajar yang telah disampaikan oleh guru. Disamping itu siswa juga
22
merasa belajar mengulang ini adalah juga sebagai persiapan untuk menghadapi ujian kenaikan kelas yang sudah dekat waktunya. c. Refleksi Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. 3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. C. PEMBAHASAN 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru untuk menghadapi ujian kenaikan kelas (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 65,71%, 71,14%, dan 88,57%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika dengan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas Siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang
23
ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (65,71%), siklus II (77,14%), siklus III (88,57%). 1. Penerapan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. 2. Penerapan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran efektif untuk mengingatkan kembali materi ajar yang telah diterima siswa selama ini, sehingga mereka merasa siap untuk menghadapi ujian kenaikan kelas yang segera akan dilaksanakan. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Bahasa Inggris lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode belajar aktif model meninjau kesulitan pada materi pelajaran proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagi metode, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di V MIN Tanah Grogot ahun Pelajaran 2012/2013 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM. Lee, W.R. 1985. Language Teaching Games and Contests. London: Oxfortd University Press. Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa. Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars. Weed, Gretchen, E. 1971. Using Games in Teaching Children. ELEC Bulletin No. 32. Winter. Tokyo. Japan.
PENGGUNAAN MEDIA PAPAN BILANGAN PRIMA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI BILANGAN PRIMA DI KELAS VI SDN 2 KEMA KABUPATEN MINAHASA UTARA Deissy W. Rau SD N 2 Kema Abstrak : Penelitian ini mengkaji tentang permainan bilangan prima dengan menggunakan media papan bilangan prima untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD N 2 Kema pada materi bilangan prima yang selama ini masih sangat
24
sulit untuk dipahami siswa. Penelitian ini dilakukan dalam II siklus, Masing – masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan/tindakan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI SD N 2 Kema dengan jumlah 15 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permainan bilangan prima menggunakan media papan bilangan prima dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Ini dapat ditunjukkan pada hasil belajar siswa dengan nilai rata – rata : Prasiklus 4,2, siklus I 7,2 dan pada siklus II meningkat 9,7. Kata Kunci : Media papan bilangan prima, permainan bilangan prima, hasil belajar.
PENDAHULUAN Upaya untuk mewujudkan cita-cita luhur Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di negara yang kita cintai, maka pemerintah lewat Kementerian Pendidikan Nasional dari tahun ke tahun terus melakukan berbagai terobosan untuk merealisasikan amanat tersebut. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah dengan menetapkan berbagai undang-undang untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan nasional dalam kerangka pencerdasan kehidupan bangsa. Undang-undang dimaksud yaitu UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 2 dalam undang-undang tersebut ditetapkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Dalam upaya mencerdaskan peserta didik ini tentunya erat kaitan dengan tenaga pendidiknya. Pembinaan profesionalisme tenaga pendidik merupakan bagian dari seluruh upaya meningkatkan kemampuan atau kompetensi tenaga pendidik agar mampu memberikan layanan terbaik bagi peserta didiknya. Pembinaan yang sistematis, terencana, dan terus menerus diasumsikan dapat memacu para tenaga pendidik untuk meningkatkan mutu pedagogik, profesional, kepribadian dan sosialnya dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Dengan demikian, hasil pembinaan itu diharapkan akan berdampak positif bagi peningkatan mutu hasil belajar peserta didiknya. Tidak sedikit sumbangan Matematika untuk mengembangkan kemampuan manusia dalam memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesadaran terhadap hal ini telah mendorong berbagai kalangan pendidikan untuk melakukan upaya, baik peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, perubahan kurikulum, pelatihan guru – guru dan peningkatan kualitas guru serta pelaksanaan perlombaan seperti Olimpiade Sains Nasional untuk menyeleksi putra – putri terbaik bangsa dalam ajang menyeleksi bidang Sains dan Matematika pada skala nasional dan internasional. Semua upaya tersebut merupakan bukti nyata kesungguhan berbagai kalangan untuk mengangkat derajat bangsa melalui pendidikan. Walau demikian, harus disadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar sehingga tantangan dan hambatan yang dihadapi untuk mewujudkan cita – cita tersebut juga tidak sedikit, hal ini dirasakan oleh keseluruhan komponen pendidikan khususnya guru Matematika yang menjadi tulang punggung pelaksana pendidikan Matematika di sekolah – sekolah. Namun pada kenyataannya guru yang merupakan kunci keberhasilan dari siswa masih saja menganggap metode ceramah adalah metode yang tepat dan juga masih belum menggunakan model pembelajaran yang baik dan benar sehingga pada akhirnya media pembelajaranpun masih dianggap tidak penting SDN 2 Kema merupakan salah satu sekolah yang guru – gurunya juga mengalami hal yang sama sebagaimana diuraikan diatas khususnya pada guru kelas VI yang masih menggunakan metode ceramah dan penggunaan media yang sudah sangat umum berupa papan tulis sehingga membuat siswa kelas VI pada umumnya bosan untuk belajar Matematika khususnya pada materi bilangan prima. Namun setelah dilakukan upaya perbaikan dengan menggunakan media yang kongkrit demi meningkatkan hasil belajar Matematika siswa khususnya, maka minat dan motivasi belajar telah nampak dengan adanya berbagai perubahan secara klasikal baik hasil belajar maupun minat dan motivasi belajar siswa. Pengertian hasil belajar Purwanto ( 1980 : 23 ) menjelaskan bahwa hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan
25
keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar tidak mudah didapat tanpa melalui proses kegiatan pembelajaran. Untuk memperoleh hasil belajar yang memuaskan haruslah ditempuh dengan penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus ditempuh. Sudjana ( 1987 : 22 ) membagi tiga macam hasil belajar, yakni : 1) keterampilan dan kebiasaan, 2) pengetahuan dan pengertian, 3) sikap dan cita cita. Masing – masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum, sedangkan Gagne membagi lima kategori belajar, yakni : 1 ) informasi ferbal, 2 ) keterampilan intelektual, 3) strategi kognitif, 4 ) sikap, dan 5 ) keterampilan motorik. Djamarah ( 2002 : 79 ) menjelaskan tentang hasil belajar sebagai berikut, hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dalam bidang tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai pengukuran keberhasilan belajar seseorang. Purwanto ( 2002 : 106 ) merinci factor – factor yang mempengaruhi hasil belajat sebagai berikut : 1) faktor internal ( a ) factor psikis ( jasmani ) kondisi umum dan tonus ( tegangan otot ) yang menandai tingkat kebugaran organ – organ tubuh dan sendi – sendinya, dapat semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran, begitu pula sebaliknya, ( b ) factor psikologis yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yang meliputi intelegensi, sikap, bakat, minat, motivasi, 2 ) factor eksternal ( a ) lingkungan sosialsekolah seperti para guru, staf administrasi, dan teman – teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak, ( b ) lingkungan non social, factor – factor yang termasuk lingkungan non social ialah gedung sekolah dan letaknya rumah tempat tinggal, keluarga dan anak, alat – alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan anak, 3 ) factor pendekatan belajar. Disamping factor – factor internal dan eksternal anak sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, factor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran anak tersebut. Dengan mempertimbangkan penggunaan media papan bilang prima melalui permainan bilangan prima yang dianggap akan membuat siswa lebih aktif dan akan menyukai materi bilangan prima peneliti mengadakan penelitian tindakan kelas untuk mengatasi permasalahan pembelajaran dan hasil belajar pada materi bilangan prima. Penelitian ini tentunya bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui permainan bilangan prima dengan menggunakan media papan bilangan prima di kelas VI SD N 2 Kema. METODE Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dalam metode Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) yang melibatkan guru kelas VI dan bekerja sama dengan teman sejawat yang berada di sekolah yang sama untuk menjadi observerb guna mengetahui tingkat keberhasilan dari setiap siswa. Objek penelitian adalah siswa kelas VI dengan jumlah 15 siswa, yang dilaksanakan pada semester I dibulan September 2013 pada materi bilangan prima. Penelitian ini terdiri dari II siklus yang masing – masing siklus meliputi tahap perencanaan persiapan , praktek/ pelaksanaan tindakan , pengamatan / observasi, evaluasi , dan refleksi. Hasil refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbaikan pada siklus II dengan menggunakan perencanaan yang sama dengan siklus I . PEMBAHASAN Permasalahan yang terjadi sebelum menggunakan media papan bilangan prima melalui permainan bilangan prima, siswa belum paham dengan bilangan prima, serta kurangnya minat untuk belajar, guru masih monoton dengan penggunaan metode ceramah dan media yang sudah sangat dikenal siswa yaitu media papan tulis. Dengan mengacu pada permasalahan diatas, penulis merancang Kegiatan yang dilakukan pada siklus I meliputi : Perencanaan ( plan ) : Dengan mengacu pada nilai prasiklus, pada tahap ini peneliti mengidentifikasi masalah dan penetapan alternative pemecahan masalah yaitu : merencanakan proses kegiatan belajar mengajar ( KBM ) dengan merancang RPP, menetukan pokok bahasan, skenario yang akan dikembangkan, menyusun lembar kegiatan siswa / evaluasi, mempersiapkan media yang pantas untuk digunakan dan mempersiapkan format observasi .
26
Pelaksanaan ( do ) : Dalam tahap ini guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan persiapan yang ada pada RPP dengan melihat 3 ( tiga ) kegiatan utama yaitu, pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Table 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) Siklus I Kegiatan Deskripsi Alokasi Waktu Pendahuluan Guru memberi salam 15 Menit Guru mengajak siswa untuk berdoa sesuai dengan agama dan keyakinannya Guru mengecek kehadiran dari siswa Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai Guru bertanya jawab tentang materi bilangan prima yang telah di pelajari pada kelas IV dan V. Guru menjelaskan materi bilangan prima dengan mengguna kan metode permainan dan menggunakan media papan bilangan prima Inti Guru membentuk kelompok 40 Menit Guru memberikan papan bilangan prima dan meminta siswa untuk menentukan bilangan prima dan bukan bilangan prima. Guru meminta masing – masing kelompok untuk mempresenta sikan hasil kerja mereka. Guru memberikan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman dari siswa ( alat evaluasi yang digunakan berupa gambar papan bilangan prima ) Guru mengingatkan waktu pengerjaan soal evaluasi Guru mengumpulkan kertas evaluasi yang ada pada siswa Penutup Guru bersama – sama dengan siswa menyimpulkan materi 15 Menit Yang telah diberikan Guru memberikan penilaian untuk mengetahui tingkat pen capaian KKM Mengajak siswa untuk berdoa Memberi salam Cara melakukan permainan bilangan prima dengan menggunakan media papan bilangan prima seperti dibawah ini : 1. Guru menjelaskan tentang pengertian dari bilangan prima ( bilangan prima adalah bilangan yang mempunyai 2 faktor pembagi yaitu, 1 dan bilangan itu sendiri ) 2. Guru meminta siswa untuk memperhatikan mengisi kolom – kolom yang ada pada papan bilangan prima dengan angka 1 – 100 sesuai dengan petunjuk guru. 3. Setelah semua kolom terisi, siswa diminta unutuk mendengarkan perintah dari guru yaitu, - Silanglah angka 1 karena 1 bukanlah bilangan prima ( 1 hanya mempunyai 1 faktor pembagi yaitu 1 ) - Silanglah angka kelipatan 2 kecuali angka 2 ( angka 2 tidak di silang ) - Silanglah angka kelipatan 3 kecuali angka 3 - Silanglah angka kelipatan 5 kecuali angka 5 - Silanglah angka kelipatan 7 kecuali angka 7 - Setelah semua kelipatan telah disilang, guru meminta siswa untuk memperhatikan angka – angka yang tidak disilang. - Guru meminta siswa untuk melingkar angka – angka yang tidak disilang - Guru menjelaskan kepada siswa bahwa angka yang tidak disilang adalah bilangan prima
27
Gambar 1. Papan bilangan prima
Observasi : Pada setiap siklus dilakukan observasi. Guru mengamati tindakan yang sedang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Refleksi : pada tahap ini guru melakukan refleksi atas proses dan hasil tindakan pada setiap siklus dengan melihat langkah – langkah yang sudah di capai dengan melihat kekurangan pada tindakan yang sudah dilakukan untuk dijadikan perbaikan pada siklus berikutnya. Hasil pelaksanaan evaluasi pada siklus I di temukan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dalam pembelajaran matematika pada materi bilangan prima belum memuaskan yaitu dilihat dari hasil tabel di bawah ini :
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15
Tabel 2. Perolehan skor pada siklus I Nilai Nama Prasiklus Siklus I Fadiyah. Lacoro Gadria. Lacoro Umar. Lahilote Pricilia. Mahdun Muh. Rizki Saria Alfaqih S. Swara Latifah S. Badarab Aqmal. Mamonto Jelita. Tiloli Juwita. Tiloli Raffy. Huntojungo Tiara. Mahdun Darmawati. Tune Zulfikar. Ismail Naswa. Latief Nilai rata – rata
5,0 6,0 4,5 4,0 3,0 3,0 6,0 3,5 2,0 4,0 3,5 5,5 5,0 2,5 5,0 4,2
8,0 9,0 7,0 7,5 6,0 6,0 8,0 8,0 6,0 6,0 7,0 6,0 8,0 9,0 6,0 7,2
KKM 6,0 6,0 6,0, 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka guru merencanakan tindakan selanjutnya untuk perbaikan hasil belajar siswa pada siklus II. Guru menyusun prosedur pelaksanaan tindakan pada siklus II sama dengan prosedur pada siklus I . Adapun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) yang di rancang oleh guru seperti di bawah ini :
28
Table 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) Siklus II Kegiatan Deskripsi Pendahuluan Guru memberi salam Guru mengajak siswa untuk berdoa sesuai dengan agama dan keyakinannya Guru mengecek kehadiran dari siswa Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai Guru bertanya jawab tentang materi bilangan prima yang telah di pelajari pada pertemuan sebelumnya. Guru menjelaskan materi bilangan prima dengan mengguna kan metode permainan dan menggunakan media papan bilangan prima sesuai dengan petunjuk permainan yang dijelaskan pada siklus I Inti Guru membentuk kelompok Guru memberikan papan bilangan prima dan meminta siswa untuk menentukan bilangan prima dan bukan bilangan prima . Guru meminta masing – masing kelompok untuk mempresenta sikan hasil kerja mereka. Guru memberikan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman dari siswa ( alat evaluasi yang digunakan berupa gambar papan bilangan prima ) Guru mengingatkan waktu pengerjaan soal evaluasi Guru mengumpulkan kertas evaluasi yang ada pada siswa Penutup Guru bersama – sama dengan siswa menyimpulkan materi Yang telah diberikan Guru memberikan penilaian untuk mengetahui tingkat pen capaian KKM Mengajak siswa untuk berdoa Memberi salam
Alokasi Waktu 15 Menit
40 Menit
15 Menit
Hasil observasi pembelajaran siklus II siswa tampak lebih aktif , kerja sama lebih nampak dan lebih menyukai pembalajaran matematika pada materi bilangan prima sehingga masing – masing kelompok mampu mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Dalam evaluasipun terlihat keseriusan dan ketertarikan siswa dalam mengerjakan lembar evaluasi . Ini karena usaha yang dilakukan guru untuk merubah suasana kelas yang awalnya pada prasiklus dan siklus I masih terlihat tegang dan pasif dalam proses pembelajaran siklus II berubah menjadi suasana yang aktif , serius dan menyenangkan. Gambar 2. Kegiatan siswa dalam kerja kelompok
29
Gambar 3. Kegiatan siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok
Melalui parmainan bilangan dengan penggunaan media papan bilangan prima dapat meningkatkan hasil belajar siswa, ini terlihat pada nilai yang dicapai pada prasiklus nilai teringgi 6,0 dan nilai terendah 2,0, siklus I nilai tertinggi 9,0 dan nilai terendah 6,0, meningkat pada siklus II nilai tertinggi 10 dan nilai terendah 8.0 , sehingga dapat disimpulkan bahwa pencapaian nilai dari keseluruhan siswa berhasil.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15
Nama
Tabel 4. Perolehan skor pada siklus II Nilai Prasiklus Siklus I Siklus II
Fadiyah. Lacoro Gadria. Lacoro Umar. Lahilote Pricilia. Mahdun Muh. Rizki Saria Alfaqih S. Swara Latifah S. Badarab Aqmal. Mamonto Jelita. Tiloli Juwita. Tiloli Raffy. Huntojungo Tiara. Mahdun Darmawati. Tune Zulfikar. Ismail Naswa. Latief Nilai rata – rata
5,0 6,0 4,5 4,0 3,0 3,0 6,0 3,5 2,0 4,0 3,5 5,5 5,0 2,5 5,0 4,2
8,0 9,0 7,0 7,5 6,0 6,0 8,0 8,0 6,0 6,0 7,0 6,0 8,0 9,0 6,0 7,2
10 10 10 10 9,0 9,0 10 9,0 10 9,0 10 10 10 9,0 10
KKM 6,0 6,0 6,0, 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
9,7
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ketidak berhasilan siswa pada pembelajaran matematika disebabkan oleh guru yang tidak menyediakan media yang merupakan sumber kesuksesan pada pembelajaran. PENUTUP Pembelajaran matematika melalui permainan bilangan prima dengan menggunakan media papan bilangan prima, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika khususnya pada materi bilangan prima. Demikian penulis yakin bahwa para pembaca akan memperoleh manfaat khususnya bagi guru matematika akan lebih meningkatkan kualitas pendekatan pembelajaran dikelas sehingga materi – materi yang diberikan dalam pembelajaran matematika mudah dimengerti dan dapat dikuasai oleh
30
siswa. Dan bagi siswa kiranya hasil penelitian ini akan memberikan peningkatan minat, motivasi, dan kemampuan dalam memahami setiap materi matematika sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Serta bagi seluruh kalangan yang ada khususnya sekolah kiranya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif pada sekolah dalam rangka perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran matematika melalui permainan bilangan prima dengan menggunakan media papan bilangan DAFTAR RUJUKAN Dahar, R. W. 1989. Teori – teori Belajar. Jakarta : Erlangga. Ek. Tinggih. 1992. Pengertian matematika. Yogyakarta. Depdikbud. Celebercting Mathematics Learning ( pp. 3 – 8 ). Melbourne : The Assciaton of Victoria.
Mathematical
Hudoyo, Herman. 1990. Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Dikti Depdikbud. Hudoyo, Herman. 1998. Strategi Belajar Matematika. Malang Sujono. 1988. Pengajaran Matematika Poedjiadji, 2003. Cendrawasih
Pengantar
Filsafat
Ilmu
Bagi
Pendidik.
Bandung
:
Yayasan
PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA SEKOLAH DASAR (SD) BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA TERBUKA Khairul Trainer T-QIP Pertamina-UM Malang tahun 2011 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa SD berkemampuan matematika tinggi dalam pemecahan masalah matematika terbuka. Pengungkapan proses berpikir ini dilakukan pada siswa kelas V SD dengan mengambil subjek minimal satu orang dari siswa berkemampuan matematika tinggi (skor ≥ 75). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses berpikir kreatif siswa berkemampuan matematika tinggi dalam memecahkan masalah matematika terbuka adalah sebagai berikut. Dalam membangun ide, subjek berkemampuan tinggi membangun ide penyelesaian dari bilangan-bilangan yang diketahui, konsep pemfaktoran, penjumlahan dan pembagian bilangan, serta strategi estimasi dengan pertimbangan yang bersifat konseptual dan intuitif. Dalam tahap mensintesis ide, subjek berkemampuan matematika tinggi mensintesis ide dengan cara pemfaktoran dari bilangan yang diketahui dan strategi estimasi. Dalam tahap merencanakan penerapan ide, subjek berkemampuan tinggi merencanakan penerapan ide dengan produktif dan lancar serta tidak mempunyai kesulitan yang berarti. Dalam menerapkan ide, subjek berkemampuan tinggi mampu menyelesaikan soal dengan penyelesaian yang baru secara fasih dan fleksibel, tidak melakukan kesalahan dalam penyelesaian soal, dan merasa tertantang menyelesaikan soal dengan beragam cara dan jawaban. Kata kunci: proses berpikir kreatif, pemecahan masalah matematika terbuka PENDAHULUAN Seiring dengan tingkat kompleksitas dalam segala aspek kehidupan modern yang sangat tinggi pada era globalisasi, kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan produktif di kalangan peserta didik sangat mutlak diperlukan. Kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan produktif
31
merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill) yang merupakan kelanjutan dari kemampuan berpikir tingkat rendah (low order thinking skill). Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, dan kemampuan bekerja sama (BSNP, 2006: 416). Dengan demikian, secara khusus, kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut tidak terkecuali kemampuan berpikir kreatif perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui aktivitas-aktivitas kreatif dalam pembelajaran matematika. Aktivitas-aktivitas kreatif tersebut merupakan kegiatan dalam pembelajaran yang mendorong atau memunculkan kreativitas siswa. Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dari berpikir kreatif (Siswono, 2009: 1). Berpikir kreatif diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau gagasan baru (Ruggiero dan Evans dalam Siswono, 2007). Selanjutnya Pehkonen (1997) menyatakan, bahwa berpikir kreatif sebagai kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang berdasarkan pada intuisi dalam kesadaran. Dengan kata lain, berpikir kreatif merupakan kombinasi berpikir kritis (analitis) berdasarkan logika dan berpikir intuitif. Berpikir yang intuitif maksudnya berpikir untuk memperoleh sesuatu dengan menggunakan naluri atau perasaan (feelings) yang tiba-tiba (insight) tanpa berdasarkan fakta-fakta yang ada. Walhasil, pendapat tersebut berpandangan bahwa munculnya kemampuan berpikir kreatif seseorang dipengaruhi oleh dua belahan otak yakni otak kiri dan otak kanan yang saling bersinergis. Barak dan Doppelt (2000) mengemukakan bahwa berpikir kreatif merupakan sintesis antara berpikir vertikal dan berpikir lateral. Berpikir vertikal menurut Edward de Bono dalam Barak dan Doppelt (2000) merupakan pola berpikir yang dilakukan secara tahap demi tahap berdasarkan fakta yang ada, untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, dan akhirnya memilih alternatif yang paling mungkin menurut logika normal. Pola berpikir vertikal terkait dengan bernalar dalam matematika sehingga lebih memfungsikan otak kiri yang bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional. Sementara pola berpikir lateral menggunakan berbagai fakta yang ada, menentukan hasil akhir apa yang diinginkan, dan kemudian secara kreatif (seringkali tidak dengan cara berpikir tahap demi tahap) mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang yang paling mungkin mendukung hasil akhir tersebut. Dalam pola berpikir lateral, fungsi otak yang digunakan menggunakan otak belahan kanan yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, divergen, dan holistik (R. Rosnawati, 2011). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak penemuan baru dan terobosan ilmu pengetahuan dari hasil pola berpikir lateral. Pendapat Edward de Bono di atas menfokuskan bahwa berpikir kreatif terkait erat dengan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan fokus pembelajaran matematika saat ini yang terdapat pada Kurikulum 2006 (KTSP) yaitu pemecahan masalah matematika. Pembelajaran matematika dengan berbasis pada pemecahan masalah sebenarnya sudah dikembangkan Polya sejak tahun 40-an. Sejak tahun 80-an hingga sekarang, pendekatan pembelajaran matematika berbasis pemecahan masalah menjadi perhatian yang luas sejak dikembangkannya pendekatan pemecahan masalah matematika terbuka (open ended approach) di Jepang (Shimada dan Becker dalam Hashimoto, 1997). Secara konseptual, masalah matematika terbuka merupakan masalah atau soal-soal matematika yang dirumuskan sedemikian sehingga mempunyai beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar dan terdapat banyak cara untuk memperoleh solusi tersebut (Sudiarta, 2007: 8). Maka dari itu, dalam pemecahan masalah matematika terbuka, peserta didik dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif (tentunya juga berpikir kritis dan produktif). Dalam penelitian ini, pemecahan masalah matematika adalah proses menyelesaikan masalah matematika yang meliputi proses memahami masalah, membuat perencanaan, melaksanakan perencanaan sehingga diperoleh penyelesaian (solusi), dan terakhir memeriksa kembali penyelesaian yang diperoleh (Polya, 2004). Sementara masalah matematika yang dimaksud adalah pertanyaan atau soal yang harus dijawab atau direspon oleh siswa dalam bentuk soal matematika materi pokok bilangan bulat yang diperlajari di kelas V SD/MI. Seperti penjelasan sebelumnya, kreativitas merupakan produk berpikir kreatif. Dalam berpikir kreatif tersebut, individu melakukan suatu proses berpikir yang disebut proses berpikir kreatif. Proses berpikir kreatif dalam pemecahan masalah matematika mempunyai beberapa tahapan. Dalam penelitian ini, proses berpikir kreatif mengikuti pendapat Krulik dan Rudnik
32
(1995: 3) yang menyatakan bahwa proses berpikir kreatif meliputi tahapan-tahapan membangun suatu ide, mensintesis ide-ide, merencanakan penerapan ide, dan menerapkan ide tersebut untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Membangun ide-ide berarti memunculkan ide-ide yang berkaitan dengan masalah yang diberikan. Mensistesis ide berarti menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki baik bersumber dari pembelajaran di dalam kelas maupun berasal dari pengalaman sehari-hari. Merencanakan penerapan ide berarti memilih suatu ide tertentu untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan atau yang ingin diselesaikan. Menerapkan ide berarti mengimplementasikan atau menggunakan ide yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Sementara untuk menilai suatu kreativitas, dibutuhkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini, kriteria kreativitas pemecahan masalah didasarkan pendapat Silver (1997) yaitu diindikasikan dengan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Kefasihan dalam pemecahan masalah didasarkan pada kemampuan siswa memecahkan/menyelesaikan masalah dengan memberi jawaban yang beragam dan benar. Beberapa jawaban dikatakan beragam jika jawabanjawaban yang diberikan siswa tampak berlainan dan mengikuti pola tertentu. Fleksibilitas ditunjukkan dengan kemampuan siswa memecahkan/menyelesaikan masalah dengan berbagai cara yang berbeda. Sementara kebaruan dalam pemecahan masalah didasarkan pada kemampuan siswa menjawab/menyelesaikan masalah dengan beberapa jawaban yang berbedabeda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang “tidak biasa” dilakukan oleh siswa pada tingkat pengetahuannya. Beberapa jawaban tersebut dikatakan berbeda jika jawaban tersebut tampak berlainan dan tidak mengikuti pola tertentu (Siswono, 2007). Untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa berkemampuan matematika tinggi dalam pemecahan masalah matematika terbuka, maka perlu dilakukan suatu kajian atau penelitian. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa sekolah dasar (SD) yang meliputi tahap membangun ide, mensintesis ide, merencanakan penerapan ide, dan menerapkan ide dalam pemecahan masalah matematika terbuka materi pokok bilangan bulat. Manfaat hasil penelitian adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam bidang psikologi kognitif berupa deskripsi proses berpikir kreatif dalam pemecahan masalah matematika terbuka bagi siswa berkemampuan matematika tinggi. Manfaat penelitian ini yang lain adalah sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika baik bagi siswa maupun guru. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi guru untuk menyusun model, pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang tepat. METODE PENELITIAN Penelitian ini mengungkap proses berpikir kreatif siswa sekolah dasar dalam pemecahan masalah matematika terbuka materi pokok bilangan bulat. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD 07 CurupTengah yang pernah memperoleh materi pokok bilangan bulat dan dimungkinkan mampu mengomunikasikan pemikirannya secara lisan maupun tulisan dengan baik sehingga eksplorasi tentang proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah dapat dilakukan. Selanjutnya berdasarkan informasi guru diambil seorang siswa yang mempunyai kemampuan matematika tinggi. Instrumen dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah pewancara (peneliti sendiri). Instrumen bantu berupa instrumen bantu pertama yaitu tes tertulis penentuan kemampuan matematika siswa, instrumen bantu kedua yaitu tes tertulis pemecahan masalah matematika terbuka materi pokok bilangan bulat, dan instrumen bantu ketiga berupa pedoman wawancara. Adapun instrumen tes tertulis pemecahan masalah matematika terbuka adalah sebagai berikut. M1 Seekor gajah beratnya 540 kg. Diketahui jumlah berat beberapa ekor rusa sama dengan dan berat gajah tersebut. Berapa ekor rusa yang diperlukan agar jumlah beratnya sama M2 dengan berat seekor gajah? Bagaimana kalian menjawabnya? Coba kalian kerjakan dengan beberapa cara!
33
Pengumpulan data menggunakan metode wawancara yang dilakukan peneliti sebagai instrumen utama. Wawancara dilakukan untuk menggali proses berpikir subjek dalam pemecahan masalah materi pokok bilangan bulat, setelah sebelumnya menggunakan metode tes. Analisis data penelitian kualitatif menggunakan tiga komponen utama yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan sekaligus verifikasinya (Miles, Huberman, dan Spradley dalam Sugiyono, 2008: 92-99). Validitas data menggunakan triangulasi metode, maksudnya membandingkan data yang diperoleh menggunakan metode tes dan metode wawancara sehingga memperoleh data yang valid. Sementara reliabilitas hasil penelitian, dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh pada saat pemberian tes tertulis yang analisis datanya memberikan hasil yang identik atau sama (konsisten) dengan hasil yang ditemukan saat pemberian tes lisan yang sama pada waktu yang berbeda (satu pekan kemudian) saat wawancara. PEMBAHASAN Untuk meminimalkan subjektivisme data proses berpikir kreatif subjek dalam menyelesaikan M1, maka dilakukan triangulasi waktu dengan menggunakan soal yang sama dengan M1, atau disimbolkan dengan M2. Hasil triangaluasi ternyata menunjukkan adanya konsistensi subjek dalam menyelesaikan M1 dan M2 sehingga dapat disimpulkan bahwa data subjek dalam menyelesaikan soal M1 adalah kredibel. Oleh karena data subjek kredibel, data proses berpikir kreatif subjek hanya menggunakan M1. Data subjek dalam menyelesaikan M1 adalah sebagai berikut.
Setelah menyelesaikan M1 dengan hasil penyelesaian seperti di atas, Selanjutnya, subjek diwawancari dan datanya diperoleh sebagai berikut. Subjek membangun ide penyelesaian dari bilangan-bilangan yang diketahui, konsep pemfaktoran, penjumlahan, dan pembagian bilangan, serta konsep estimasi (memperkirakan) berat suatu benda. Hal ini dapat dicermati pada proses pengerjaan setiap cara. Pertimbangannya bersifat konseptual (sesuai konsep yang dipelajari) dan intuitif (sesuai perasaan, terutama dalam menggunakan konsep perkiraan). Subjek mensintesis ide dengan cara pemfaktoran dari bilangan yang diketahui dan memperkirakan berat seekor rusa. Konsep pemfaktoran bilangan, penjumlahan, dan pembagian diperoleh subjek di dalam kelas. Konsep memperkirakan lebih banyak dipengaruhi dengan pengalamannya di lingkungan sekitar. Subjek merencanakan penerapan ide dengan produktif dan lancar. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya cara yang dihasilkan dalam menyelesaikan soal. Selain itu, subjek nampak lancar memunculkan idenya. Subjek juga nampak tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya kesalahan dalam jawaban yang dihasilkan. Dalam menerapkan ide, subjek mampu menyelesaikan soal dengan banyak cara yang berbeda dan tidak terdapat kesalahan. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mampu menyelesaikan soal secara fasih dan fleksibel. Cara penyelesaian yang dilakukan juga tidak sama dengan kebanyakan siswa yang lain. Dengan demikian, unsur kebaruan dalam hasil penyelesaian terpenuhi. Selain itu, subjek merasa yakin dengan jawaban yang diberikan. Subjek juga merasa tertantang untuk menyelesaikan soal dengan banyak cara. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa subjek berkemampuan matematika tinggi dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya melalui pemecahan masalah matematika terbuka. Hal ini sesuai dengan kreativitas yang dihasilkan ketika memecahkan masalah terbuka materi pokok bilangan bulat tersebut yang memenuhi kriteria yang dirumuskan
34
Silver (1997) yaitu diindikasikan dengan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan pada saat melakukan tahap membangun ide, mensintesis ide, merencanakan penerapan ide, dan menerapkan ide penyelesaian. Kenyataan ini juga sejalan dengan pendapat Sudiarta (1997: 8) yang menyatakan bahwa berpikir kreatif dalam pemecahan masalah terbuka yang diindikasikan dengan beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar dan terdapat banyak cara untuk memperoleh solusi dari masalah tersebut. Dengan demikian, subjek berkemampuan matematika tinggi mempunyai kemampuan berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika terbuka. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat bahwa proses berpikir kreatif siswa berkemampuan matematika tinggi dalam pemecahan masalah matematika terbuka adalah sebagai berikut: (1) dalam membangun ide, subjek berkemampuan tinggi membangun ide penyelesaian dari bilangan-bilangan yang diketahui, konsep pemfaktoran, penjumlahan dan pembagian bilangan, serta strategi estimasi dengan pertimbangan yang bersifat konseptual dan intuitif; (2) dalam tahap mensintesis ide, subjek berkemampuan matematika tinggi mensintesis ide dengan cara pemfaktoran dari bilangan yang diketahui dan strategi estimasi; (3) dalam tahap merencanakan penerapan ide, subjek berkemampuan tinggi merencanakan penerapan ide dengan produktif dan lancar serta tidak mempunyai kesulitan yang berarti; (4) dalam menerapkan ide, subjek berkemampuan tinggi mampu menyelesaikan soal dengan penyelesaian yang baru secara fasih dan fleksibel, tidak melakukan kesalahan dalam penyelesaian soal, dan merasa tertantang menyelesaikan soal dengan beragam cara dan jawaban. Berdasarkan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut: (1) dalam mengajar matematika, guru hendaknya menekankan kemampuan berpikir kreatif siswa, (2) dalam mengajar matematika, guru dapat mengembangkan proses berpikir kreatif siswa dengan menggunakan strategi pemecahan masalah matematika terbuka, (3) kepada para guru, dosen, dan peneliti, hendaknya dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk kajian dalam pembelajaran dan pengembangan penelitian lanjutan yang sama temanya atau berbeda temanya. DAFTAR PUSTAKA Barak, Moses & Doppelt, Yaron. 2000. Using Portofolio to Enhance Creative Thinking. The Journal of Tecnology Studies Summer-Fall 2000. Volume XXVI, Number 2. http:/scholar.lib.vt.edu/ejournals, diunduh pada 24 Juni 2010. BSNP. 2006. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan SD/MI. Jakarta: Kemendiknas. Hashimoto, Yoshihiko. 1997. The Methods of Fostering Creativity through Mathematical Problem Solving. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publication/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. diunduh pada 24 Juni 2010. Krulik, Stephen, dan Rudnick, Jesse A. 1995. The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Massachusetts: Allyn & Bacon. Pehkonen, Erkki. 1997. The State of Art in Mathematical Creativity. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm. Volume 29, Juni 1997, No. 3, Electronic Edition ISSN 1615-679X, diunduh pada 24 Juni 2010. R. Rosnawati. 2011. Berpikir Lateral dalam Pembelajaran Matematika, dalam Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011. Silver, Edward A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm. Volume 29, Juni 1997, No. 3, Electronic Edition ISSN 1615-679X, didownload 24 Juni 2010. Sudiarta, I Gusti Putu. 2007. Pengembangan Pembelajaran Berpendekatan Tematik Berorientasi Pemecahan Masalah Matematika Terbuka untuk Mengembangkan Kompetensi Berpikir Divergen, Kritis, dan Kreatif. http://math.sps.upi.edu/wp-
35
content/uploads/2009/10/Thinking-Classroom-dalam-Pembelajaran-Matematika-diSekolah.pdf. diunduh pada 24 Januari 2011. Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Artikel diunduh di http://suaraguru.wordpress.com pada tanggal 22 Desember 2009. _____________________. 2004. Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Buletin Pendidikan Matematika, Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pattimura, Ambon, Volume 6, No. 2, Oktober 2004. ISSN 1412-2278, diunduh pada 2 Juni 2010. _____________________. 2007. Pembelajaran Matematika Humanistik yang Mengembangkan Kreativitas Siswa. Makalah disampaikan pada „Seminar Nasional Pendidikan Matematika yang Memanusiakan Manusia‟ di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tanggal 28-30 Agustus 2007. _____________________. 2007. Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Identifikasi Tahap Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika. Ringkasan disertasi diunduh dari http://suaraguru.wordpress.com pada 23 Desember 2009. Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA PELAJARAN GEOMETRI DIKELAS I SD NEGERI 05 KEPAHIANG Bambang Stiawan SDN 05 Kepahiang Abstrak : “Penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan prestasi belajar pada pelajaran Matematika (geometri) di Kelas I SDN 05 Kepahiang”.Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar, dan penerapan pendekatan kontekstual pada proses pembelajasran Matematika (geometri) di kelas I SDN 05 Kepahiang. Dalam kegiatan pembelajaran matematika, siswa masih banyak mengalami kesulitan memahami materi dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya dikarenakan metode yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran masih kurang menarik. Akibatnya pencapaian hasil belajar siswa tidak optimal. Agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan, diperlukan adanya strategi pembelajaran yang dapat menarik minat siswa serta melibatkan siswa secara aktif sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk dapat membangkitkan minat belajar siswa dan melibatkan siswa secara aktif diperlukan suatu pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontektual, Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam penelitian ini memungkinkan siswa belajar lebih rileks serta meningkatkan aktivitas dan tanggung-jawab siswa. Kata kunci : Prestasi Belajar, Meningkat, Pendekatan Kontekstual.
PENDAHULUAN Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang berkesinambungan dan tidak mungkin diulang kembali. Apa yang terjadi beberapa tahun mendatang tidak dapat kita lepaskan dari apa yang sedang terjadi pada saat ini. Sebaliknya, apa yang kita lakukan pada saat sekarang hendaknya mengacu pada era globalisasi. Pengaruh globalisasi ini semakin terasa setelah didukung dengan kemajuan informasi seperti internet, komputer, satelit, dan sebagainya. Globalisasi ditandai dengan meningkatnya interaksi antara warga dunia baik secara langsung maupun tidak langsung, meluasnya cakrawala intelektual muncul arus keterbukaan dan demokratisasi dalam politik maupun ekonomi.
36
Tugas utama guru adalah sebagai pendidik dan pengajar harus mampu menciptakan tujuan pembelajaran sebagaimana yang tercantum dalam GBPP ( Garis-garis Besar Program Pengajaran). Oleh karena itu guru harus mampu mencapai tujuan pembelajaran yang memuaskan. Menurut (Sadisman, 1986) bahwa guru dituntut menguasai segala hal yang menyangkut proses pembelajaran termasuk memperbaikinya serta melakukan proses belajar mengajar yang menarik, sehingga dipahami dengan baik oleh siswa. Rencana perbaikan pembelajaran yang dilakukan penulis dikelas satu, penulis melakukan penelitian pada pelajaran Matematika. Pelajaran ini di setiap semester pertama maupun di ulangan harian masih menunjukkan nilai rata-rata rendah. Berdasarkan hal tersebut peneliti meminta bantuan teman sejawat untuk mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Penelitian Tindakan Kelas yang mengambil judul “Penerapan Pendekatan Kontekstul Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pada Pelajaran Geometri di Kelas Satu Sekolah Dasar” Bermaksud memperbaiki sistem pembelajaran pada pelajaran Matematika. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupaka konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Depdiknas, 2002 : 01) Pendekatan kontekstual dalam penelitian ini diartikan sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, dan penilaian sebenarnya. Skiner berpandangan bahwa belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responnya menjadi menurun. Sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat simulasi lingkungan melewati penyaluran informasi menjadi kapasitas baru (Dimyati, 2002-10). Sedangkan menurut kamus umum Bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha, berlatih, dsb supaya mendapat suatu kepandaian (Purwadarminta :109) Prestasi belajar berasal dari kata “Prestasi” dan “ Belajar” Prestasi berarti hasil yang telah dicapai (Depdikbud, 1995 : 787). Sedangkan pengertian Belajar adalah berusaha mermperoleh kepandaian atau ilmu (Depdikbud, 1995 : 14). Jadi prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Kata geometri berasal dari bahasa yunani, yaitu geometria. Geo berarti bumi, sedangkan metria berarti pengukuran. Secara bahasa, geometri diartikan pengukuran tentang bumi. Van Hiele (1964), menguraikan tahap-tahap perkembangan mental siswa dalam geometri melalui tiga unsur utama yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar siswa dalam belajar geometri, yaitu; 1. Tahap Pengenalan Tahap ini siswa mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. 2. Tahap Analisis Tahap ini siswa sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamati. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri. 3. Tahap Pengurutan Tahap ini siswa sudah mulai mampu melakukan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berfikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah, siswa pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. 4. Tahap Deduksi
37
Dalam tahap ini siswa sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. 5. Tahap akurasi Dalam tahap ini siswa sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsipprinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Geometri dalam penelitian yang dimaksud adalah ilmu ukur yang menjelaskan mengenai bidang, ruang, sudut, dan sifat-sifat garis. METODE Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Pada Penelitian ini penulis mencoba dengan menggunakan penerapan pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran Tematik Matematika.Penelitian ini dilaksanakan di SDN 05. Sekolah ini terletak di Desa Pelangkian, Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Kepahiang. Desa Pelangkian terletak kira-kira 200 meter dai kantor bupati Kepahiang kearah kota Curup. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu mulai Januari sampai Februari 2012. Penelitian ini difokuskan pada peserta didik kelas I SDN 05 Kepahiang yang berjumlah 38 anak, terdiri dari 14 laki-laki dan 24 perempuan. Dalam penerapan dalam penelitian ini, penulis membuat RPP dengan pendekatan kontekstual yang pelaksanaannya seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis CTL Matematika Kelas 1
No
Tahap Kontekstual
1.
Tahap Menugaskan siswa berdiskusi Kontruktivisme, kelompok untuk mengamati Inkuiri, dan dan memanipulasi untuk Pemodelan menentukan langkah-langkah membuat model segitiga, segiempat, dan lingkaran
2.
3.
4.
Kegiatan Guru
Kegiatan Murid
Berdiskusi kelompok dengan mengamati dan memanipulasi model segitiga,segiempat dan lingkaran serta menentukan langkah-langkah membuat model segitiga, segiempat dan lingkaran sesuai petunjuk LKS Tahap Bertanya Menjawab pertanyaan siswa Bertanya jawab dengan guru tentang langkah-langkah mengenai langkah-langkah membuat model segitiga, membuat model segitiga, segiempat, dan lingkaran serta segiempat, dan lingkaran serta cara menjiplak dan menjiplak dan mengguntingnya mengguntingnya Tahap Masyarakat Menugaskan perwakilan -Perwakilan kelompok Belajar kelompok untuk melaporkan melaporkan hasil diskusi hasil diskusi kelompoknya kelompok mengenai langkah – mengenai langkah-langkah langkah membuat model membuat segitiga, segiempat, segitiga, segiempat, dan dan lingkaran lingkaran berdasarkan jiplakkannya berdasarkan jiplakkannya di depan kelas . di depan kelas . -Menugaskan kelompok -Kelompok yang tidak yang tidak sedang sedang melaporkan melaporkan untuk menanggapi dengan menanggapi dengan bertanya dan memberi bertanya dan memberi komentar. komentar. Tahap Pemodelan Memberi peragaan cara yang Siswa menyimak guru yang benar membuat model segitiga, memperagakan cara yang segiempat, dan lingkaran benar membuat model
38
5.
Tahap refleksi
berdasarkan gambar yang telah segitiga,segiempat, dan dijiplak lingkaran berdasarkan hasil jiplakkannya Merefleksi dengan Siswa mengaitkan menugaskan siswa untuk pembelajaran kedalam mengaitkan pembelajaran kehidupan sehari-hari dengan kedalam kehidupan sehari-hari cara menyebutkan benda-benda dengan cara yang termasuk bangun datar menyebutkan benda-benda segitiga, segiempat, dan yang termasuk bangun datar lingkaran yang ada di kelas segitiga, segiempat, dan maupun di luar kelas. lingkaran yang ada di sekitar kelas
PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Aktivitas Siklus I Dari hasil yang diamati pada saat guru mengajar pada lembar observasi materi pokok mengenal bangun datar dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan terlihat jelas bahwa; a. Guru kurang menjelaskan materi pelajaran b. Guru tidak mengadakan tanya-jawab c. Guru tidak memberi tugas. Refleksi Siklus I Untuk mengatasi masalah yang ditemui pada siklus I berdasarkan pada nilai ulangan dan hasil observasi teman sejawat dan siswa dalam proses pembelajaran perlu adanya perbaikan pada siklus berikutnya, yaitu : a. Guru menunjukkan benba-benda yang secara geometris berbentuk segitiga, segiempat, dan lingkaran. Melalui benda-benda dan gambar-gambar yang ada dilingkungan sekolah. b. Guru membagi beberapa kelompok belajar c. Guru mengadakan tanya-jawab d. Guru memberi tugas beberapa pertanyaan pada LKS. B. Hasil Pengamatan Siklus II Terlihat pada pembelajaran pada siklus I dan akan diperbaiki pada siklus II pengalaman beraktivitas guru dalam menyajikan pembelajaran sudah mengalami perbaikan yang lebih baik. Dari hasi-hasil tes siklus I dan siklus II terlihat mengalami peningkatan guru dalam memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL), hal ini terlihas dapat meningkatkan hasil prestasi hasil belajar siswa. Refleksi siklus II Selama pembelajaran berlangsung dapat dilihat dari hasil nilai pada siklus II ini mengalami peningkatan pada proses pembelajaran dengan perbaikan yang dilakukan guru dalam penggunaan pendekatan Kontekstual (Contextual teaching and Learning(CTL)) dapat meningkatkan gairah belajar siswa. 1. Pembahasan A. Hasil Penelitian Dari Siklus I Setelah dilakukan refleksi dan mendiskusikan dengan teman sejawat dan supervisor pada siklus pertama pelajaran Matematika memperoleh Hasil nilai yang rendah dengan nilai rata-rata 5,63 nilai yang tidak dapat dijadikan standar kenaikan jika untuk nilai perorangan karena masih banyak dibawah KKM. Dari hasil nilai rata-rata dapat diketahui penyebab nilai rendah ini adalah: a. Waktu yang digunakan tidak direncanakan dengan baik, guru mengajarkan pelajaran Matematika hari itu
39
b.
Guru tidak memancing pertanyaan yang menyangkut pada materi pelajaran sebelumnya c. Guru belum menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL) d. Guru tidak menggunakan alat peraga secara tepat e. Guru belum mengkondisikan siswa, sehingga suasana kelas terlihat gaduh. B. Hasil Penelitian Pada Siklus II Pada siklus ke II (dua) ini guru maupun siswa sudah terlihat sangat baik dalam mengkondisikan kelas dari mulai: a. Guru mendata kehadiran siswa b. Guru mengkondisikan kelas c. Guru mengajak semua siswa mengamati bangun datar yang termasuk segitiga, segin empat, maupun lingkaran. d. Guru mengadakan percobaan (demonstrasi) menjiplak gambar segitiga, segiempat, dan lingkaran dengan cara menggunting dan menempelkannya.
e. Guru memberi tugas kelompok dan bagi yang sudah selesai diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan sebagai perwakilan dari kelompoknya f. Guru mengumpulkan LKS sambil memberi pertanyaan secara lisan, siswa menjawab. Dengan pelaksanaan yang terencana maka suasana kelas 1 menjadi sangat hidup, kegairahan guru maupun siswanya dalam proses belajar mengajar terlihat sekali saat diadakan tanya jawab. Nilai prestasi yang diberikan pada siklus ke dua mencapai nilai rata-rata 7,73. Nilai yang sangat baik jika dibandingkan pada waktu sebelum diadakan penelitian disiklus kedua. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil nilai perbaikan pembelajaran yang terlaksana dengan baik, maka penulis dapat menarik kesimpulan mengajar yang baik adalah sebagai berikut : a. Memotivasi siswa untuk Pelajaran Matematika dapat ditingkatkan dengan menggunakan alat peraga yang menarik dan menerapkan pendekatan Kontekstual (CTL). b. Keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan dapat ditingkatkan melalui diskusi kelompok dengan pertanyaan yang jelas dan singkat. c. Minat siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami dapat ditingkatkan dengan cara memancing pertanyaan dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan pendapat dengan memberikan pertanyaan. d. Penguasaan materi pelajaran dapat lebih ditingkatkan melalui alat peraga yang mudah dipahami siswa. e. Perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dapat ditingkatkan dengan menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan siswa dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL), mempersiapkan media dan metode pembelajaran yang mudah dipahami oleh siswa. B. Saran dan tindak lanjut Bila dilihat dari rata-rata kelas sebelum penulis melaksanakan penelitian tindakan kelas nilai rata-rata kelas 1 SD Negeri 05 Kepahiang pada pelajaran Matematika tidak sampai 6 artinya masih dibawah KKM. Sebagai seorang guru hendaknya mampu merefleksikan apa yang telah diajarkan dengan melakukan perbaikan pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian mutu pendidikan untuk
40
dimasa mendatang dapat meningkat sehingga kebutuhan untuk mendapat nilai standar kelulusan dapat meningkat . Penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan di SDN 05 Kepahiang sangat membantu keberhasilan siswa untuk memupuk kreatifitas, daya nalar, dan kemampuan berfikir siswa. DAFTAR RUJUKAN Akmad. F, S.Si, Asianto, A. H. Ir. (2007). Ensiklopedi Matematika Jilid 2 Satu buku. Jakarta Depdikbud. (1993). Petunjuk teknis pelaksanaan Kurikulum mata pelajaran Matematika. SD. Jakarta. _________. (1995). Petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar Kelas I Sekolah Dasar. Jakarta. Depdikbud
PENGGUNAAN MEDIA LCD DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGENAI KONSEP LUAS LAYANG-LAYANG PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 007 RANAI Aah Wasi‟ah SD Negeri 007 Ranai Abstrak: Pembelajaran dengan cara konvensional , cenderung monoton , dan membosankan merupakan permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran matematika sehingga siswa tidak termotivasi yang berujung pada rendahnya hasil belajar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui media LCD dan penerapan model kooperatif tipe STAD pada pembelajaran matematika konsep luas layanglayang siswa kelas V SD Negeri 007 Ranai. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadukan dengan media LCD yang merupakan media teknologi komunikasi sebagai penghantar informasi berguna untuk menayangkan gambar peragaan atau data mengenai materi pembelajaran dapat memotivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus , masing-masing siklus terdiri dari tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 007 Ranai sebanyak 24 siswa. Peningkatan hasil belajar ditunjukkan dari nilai rata-rata kelas pra siklus 5,90 meningkat pada siklus I menjadi 7,33 dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 8,15 , sedangkan ketercapaian KKM secara perorangan 33,33 % pada pra siklus, sebesar 70,83 % pada siklus I dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 100%. Kata Kunci : media LCD, pembelajaran kooperatif tipe STAD, peningkatan
PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan zaman dan pesatnya bidang pengetahuan serta teknologi informasi, maka hal ini turut mempengaruhi terhadap media pembelajaran yang digunakan dalam dunia pendidikan. Perubahan dan pergeseran paradigma tersebut berpengaruh juga pada kebiasaan dan budaya pembelajaran matematika yang dikelola selama ini. Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah secara konsisten diurut dari menjelaskan, memberi rumus, dilanjutkan dengan pemberian contoh serta latihan soal secara individu berakhir dengan pemberian pekerjaan rumah merupakan cara konvensional , cenderung monoton , dan membosankan sehingga kurang mampu memberikan motivasi dan kompetensi bagi siswa. Oleh karena itu diperlukan media, model maupun strategi pembelajaran efektif yang melibatkan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak secara kritis serta mengembangkan kemampuan berkolaborasi yang disertai tanggung jawab selama proses pembelajaran . Hal ini akan mempengaruhi kualitas pembelajaran bukan hanya dilihat dari hasil belajar saja namun
41
juga dari proses pembelajarannya (Chotimah, 2004) . Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar menurut Slavin (2008) diupayakan siswa dapat belajar bersama (belajar kooperatif/ cooperatif Learning) khususnya tipe STAD yang didefinisikan sebagai suatu teknik pembelajaran dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok heterogen yang beranggotakan 4-5 orang . Berdasarkan teori pembelajaran ini sinergi yang muncul menghasilkan motivasi yang lebih daripada individualistik dalam lingkungan kompetitif. Selain itu dapat meningkatkan perasaan positif satu dengan lainnya , mengurangi keterasingan dan kesendirian , membangun hubungan serta menyediakan pandangan positif terhadap orang lain. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri 5 komponen utama yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan, dan penghargaan kelompok. Dalam penyajian kelas guru tentunya menyampaikan materi yang akan dipelajari. Penyampaian materi akan lebih memberi motivasi, membangkitkan minat belajar siswa, meningkatkan efisiensi dan mengkonkritkan materi serta membantu konsentrasi siswa sehingga akan lebih mudah memahaminya melalui media LCD. Media LCD merupakan salah satu media teknologi komunikasi sebagai penghantar informasi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran . Media ini berguna untuk menayangkan gambar peragaan atau data mengenai materi pembelajaran dari komputer, laptop, atau note book pada sebuah layar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 007 Ranai mengenai konsep luas layang-layang dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadukan dengan media LCD. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif , jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini berupa penggunaan media LCD dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran konsep luas layang-layang pada semester I tahun pelajaran 2012-2013 bulan Oktober- Nopember 2012 . Satu kali pertemuan berlangsung selama 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 007 Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna . Jumlah siswa yang diteliti sebanyak 24 dengan rincian 10 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Penelitian ini melibatkan peneliti dan 2 observer yaitu kepala sekolah serta guru kelas V. Penelitian tindakan kelas ini dirancang dalam 2 siklus. Setiap siklus mengikuti prosedur perbaikan menurut Kemmis S & Mc. Toggart R (1988) yang terdiri dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Peneliti merefleksi dengan memperoleh gambaran yang jelas dari kumpulan data tentang kemampuan pemahaman siswa yang rendah berupa hasil tes . Hasil tes sebelum dilaksanakan tindakan/ pra siklus inilah yang menjadi dasar membuat rencana tindakan pada siklus I. Melalui observasi hasil tes dan pengamatan siklus I direfleksikan sebagai dasar perbaikan untuk membuat perencanaan, tindakan , observasi maupun refleksi pada siklus II sekaligus untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Alur kegiatan PTK yang akan dilaksanakan sebagai berikut : Refleksi awal siklusSiklus 1 1 Perencanaa n
Pelaksanaan
Observasi
Refleksi
Tidak?
Berhasil ? Siklus 2 Refleksi
Observasi
Pelaksanaan
Perencanaa n
Berhasil Penulisan PTK PTKRefleksi
Gambar 1: Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
42
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus 1 Pelaksanakan perbaikan pembelajaran pada kompetensi dasar / materi : Menghitung luas layang - layang / a. Menemukan rumus luas layang- layang dan b. Menghitung luas layang-layang, diawali dari analisa pada pra siklus yang menunjukkan sebagian besar nilai siswa masih rendah seperti pada tabel di bawah ini : NILAI HASIL TES PRA SIKLUS
Nomor Nama Siswa Urut
ISN
1 1 2
2
3 Annisa Rizki A. Haris
Jenis Kelami n L P
4
5 P
L
3
A. Ridho Ramadhani R. L
4
Ari Irwandi
L
5
Arvin A. Fauzi Lubis
L
6
Bahrullazi
L
7
Bayu Niti Kurniawan
L
8
Eka Saputri
9
Fadhil Abdullah
10
Fadhillah Fitri Adny
11
Fatwa Alamsyah
12
Mira Purnita
13
M. Ilham
L
14
M. Wahyudy
L
15
Marlisa Syarifah
P
16
Qorry Indah Mustika
P
17
Raja Afrialsyah
18
Sella Ardilawati
P
19
Siti Zuleha
P
20
Tasa Masita
P
21
Yati Febrianti
P
P L P L P
L
43
Nilai
K K M
Keterangan Tunt as
7 8 6 7,0 ‟ 6,5 7, 0 7,5 7, 0 7,0 7, 0 4,5 7, 0 4,0 7, 0 5,0 7, 0 5,0 7, 0 9,0 7, 0 8,0 7, 0 8,0 7, 0 4,0 7, 0 4,5 7, 0 8,0 7, 0 5,0 7, 0 6,0 7, 0 5,0 7, 0 7,5 7, 0 5,0 7, 0 6,0 7, 0 6,5 7,
Tidak Tunta s 9
22
Yudo Juli Amanda
L
23
Adri Dwi Saputra
L
24
M. Fadly Bisya‟i
L
Jumlah Rata- rata Persentase Ketercapaian KKM
0 4,0 7, 0 4,0 7, 0 4,5 7, 0 141,5 5,9 33,33 %
Tabel 1 : Data Hasil Belajar Siswa Pra Siklus Dari hasil tes yang diperoleh siswa , peneliti memperbaiki rencana pembelajaran pada kegiatan siklus I. Adapun persiapan tindakan yang dilakukan adalah : a. Menentukan waktu pelaksanaan perbaikan siklus I. b. Membuat perbaikan Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) dan skenario tindakan yang akan dilaksanakan. c. Menetapkan media dan model yang akan diterapkan dalam pembelajaran. d. Menyusun LKS yang akan digunakan dalam diskusi kelompok. e. Mendiskusikan dengan teman sejawat hal- hal yang menjadi fokus pengamatan. Setelah merancang persiapan dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan dengan urutan berikut : a. Melaksanakan kegiatan belajar sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah disusun. b. Melaksanakan postes untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari. Kegiatan pengamatan dimaksudkan untuk mengenali, merekam, mendokumentasikan semua perubahan yang terjadi baik akibat terencana maupun sebagai efek samping dari perlakuan/ aktivitas dan tanggung jawab siswa maupun guru sesuai dengan kesepakatan perencanaan pada saat pelaksanaan tindakan berlangsung. Peneliti dibantu oleh observer yang bertugas dalam kegiatan pengamatan. Panduan dalam melakukan pengamatan berupa lembar observasi. Hasil pengamatan didiskusikan dengan observer lain untuk mengkaji kekurangan maupun kelebihan proses pembelajaran yang dilakukan peneliti pada tahap refleksi. Tahap rekleksi merupakan tahapan terakhir pada kegiatan penelitian tindakan kelas . Refleksi adalah mereduksi semua informasi yang diperoleh melalui observasi. Refleksi dilaksanakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan perbaikan pembelajaran serta temuan-temuan bersifat insidentil pada siklus 1. Hasil refleksi dari tindakan siklus I dijadikan dasar untuk memperbaiki tindakan pada siklus II. Pada tahapan refleksi dikemukakan kelebihan dan kekurangan selama proses pembelajaran konsep luas layang-layang dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dipadu dengan media LCD. Kelebihan yang ditemukan berdasarkan catatan hasil observasi menunjukkan selama pembelajaran berlangsung jauh lebih baik dari pra siklus , aktivitas siswa secara keseluruhan juga dinilai baik. Sebagian besar siswa termotivasi dan lebih fokus selama pembelajaran. Hasil pembelajaran siklus I jauh lebih baik dari pra siklus ditunjukkan adanya peningkatan nilai rata- rata kelas pada pra siklus 5,90 dengan kriteria kurang baik (KKM yang ditetapkan adalah 7,0) menjadi cukup baik (7,33). Peningkatan rata-rata tersebut sudah menunjukkan ketercapaian KKM secara klasikal, namun secara perorangan masih ada 7 siswa tidak tuntas / belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Persentase eskalasi ketuntasan perorangan sebesar 37,5 % dari pra siklus 33,33% menjadi 70,83 % pada siklus I. Adapun kekurangan selama pembelajaran yang disampaikan adalah siswa kurang tepat waktu menyelesaikan soal pada lembar kegiatan siswa (LKS) . Hal ini terjadi pada saat siswa menyimak tampilan gambar pada media LCD terlalu asyik, sehingga terlena dengan soal yang
44
harus didiskusikan dan diselesaikan yang terdapat pada lembar kegiatan siswa (LKS). Pembentukan kelompok kurang heterogen. Selain itu waktu terbatas dan siswa belum terkondisi dengan dilaksanakan diskusi kelompok yang berakhir dengan presentasi, sehingga pelaksanaan perbaikan pembelajaran kurang mendapat hasil yang optimal. Masih rendahnya hasil tes juga disebabkan beberapa siswa pasif, kurang mempunyai keberanian dalam mengemukakan pendapat dan tidak mau bertanya meskipun kurang paham dengan materi yang sedang diajarkan. Dari hasil tes yang diperoleh siswa dan hasil refleksi mengisyaratkan perlu penyempurnaan perbaikan pembelajaran pada siklus selanjutnya. Siklus II Tahapan perbaikan pembelajaran pada kegiatan siklus II sama dengan tahapan pada siklus sebelumnya yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan berakhir dengan tahapan refleksi. Urutan pertama pada tahap perencanaan adalah kesepakatan waktu melaksanakan tindakan siklus II. Selanjutnya menyiapkan RPP dan skenario, menyiapkan media yang sama dan menyusun LKS serta persiapan observasi yang lebih fokus . Tahapan kedua adalah pelaksanaan tindakan yang diperbaiki sesuai dengan catatan hasil observasi yang dikemukakan pada tahap refleksi siklus I. Urutan pelaksanaan tindakan sebagai berikut : a. Melaksanakan kegiatan belajar sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan memperhatikan catatan yang harus diperbaiki. b. Melaksanakan postes untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dibahas. Pada pelaksanaan pembelajaran , peneliti yang sekaligus bertindak sebagai guru membagi siswa dalam 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 4 orang. Tiap kelompok terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan dengan tingkat kecerdasan yang berbeda. Langkah berikutnya membagi Lembar Kegiatan Siswa (LKS) per kelompok berisi permasalahan yang harus didiskusikan dan diselesaikan . Penyajian lebih mudah dipahami dengan tayangan gambar peragaan mengenai materi pelajaran melalui media LCD , peneliti lebih berfungsi sebagai fasilitator. Peneliti selalu mengingatkan waktu penyelesaian soal yang tersedia (efisiensi waktu). Apabila salah satu atau beberapa teman dalam kelompok kurang memahami materi yang sedang dipelajari, maka teman yang lain bertanggung jawab untuk menjelaskan dan memberi pemahaman. Satu kelompok terpilih mempresentasikan hasil diskusi yang terdapat pada LKS di depan kelas. Kelompok lain menanggapi. Setiap kelompok mengerjakan kuis . Guru Memberikan penghargaan kepada kelompok yang mendapat nilai tertinggi. Pada tahapan Observasi/ pengamatan dan refleksi dilaksanakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar pada tindakan siklus II. Dari pelaksanaan refleksi dikemukakan siswa lebih antusias dan terarah selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini merupakan dampak positif dari kemampuan peneliti dan kolaborasi yang baik dengan observer. Pada tindakan siklus II hasil belajar siswa tidak saja mengalami peningkatan nilai rata-rata kelas namun juga ketercapaian KKM secara perorangan. Nilai rata-rata kelas pada siklus II adalah 8,15 artinya memperoleh kenaikan 10,06 % dari tindakan siklus I. Persentase kenaikan KKM perorangan sebesar 29,17 %. Pada siklus I ketercapaian KKM perorangan sebesar 70,83 % dan pada siklus II sebesar 100% . Perbandingan nilai hasil belajar dari siklus I dan II disajikan pada tabel dan grafik berikut :
Nomor
Ur ut 1 1 2
ISN 2
NILAI HASIL BELAJAR SISWA Jenis Siklus I Siklus II Kela Keterangan Keterangan min Nama Siswa L P Tidak Tida Nilai Nilai Tunta Tunta Tunta k s s s Tunt as 7 8 9 10 11 3 4 5 6 Annisa Rizki P 7,5 7,5 B. Haris L 7,5 8,0
45
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
A. Ridho Ramadhani R. Ari Irwandi Arvin A. Fauzi Lubis Bahrullazi Bayu Niti Kurniawan Eka Saputri Fadhil Abdullah Fadhillah Fitri Adny Fatwa Alamsyah Mira Purnita M. Ilham M. Wahyudy Marlisa Syarifah Qorry Indah Mustika Raja Afrialsyah Sella Ardilawati Siti Zuleha Tasa Masita Yati Febrianti Yudo Juli Amanda Adri Dwi Saputra M. Fadly Bisya‟i Jumlah Rata- rata Persentase Ketercapaian KKM
L L L L L P L P L P L L P P L P P P P L L L
8,0 8,5 5,5 7,0 6,5 7,0 10 9,0 9,0 7,0 7,5 9,0 7,0 8,5 7,0 8,5 6,0 6,0 8,0 5,0 5,0 5,5 176 7,33 70,38 %
8,5 9,0 7,0 7,5 7,0 7,5 10 10 9,5 7,5 7,5 10 8,5 9,0 7,5 9,0 7,5 8,0 8,0 7,5 7,0 7,0 195,5 8,15 100 %
Tabel 2. Data Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I dan II
DATA HASIL BELAJAR SISWA 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 PRA SIKLUS
SIKLUS I
Nilai Rata-Rata Kelas
SIKLUS II
Ketercapaian KKM Perorangan
Gambar 2 : Grafik Data Hasil Belajar Siswa Dari paparan data dan temuan – temuan pada penelitian tindakan kelas menunjukkan bahwa penggunaan model kooperatif tipe STAD dipadu dengan media LCD dapat meningkatkan hasil belajar matematika mengenai konsep luas layang-layang pada siswa kelas V SD Negeri 007 Ranai.
46
Hasil penelitian ini didukung penelitian sebelumnya oleh Suroso (2001) yang menyatakan pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan media pembelajaran memberikan pengaruh cukup nyata untuk meningkatkan hasil belajar siswa. KESIMPULAN Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konsep luas layang-layang dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dipadu dengan media LCD dalam penelitian tindakan kelas ini telah berhasil sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Hasil belajar siswa dalam memahami konsep luas layang-layang meningkat. Peningkatan hasil belajar siswa meliputi peningkatkan nilai rata-rata kelas dan ketercapaian KKM perorangan . Dengan penggunaan model dan penguasaan serta kemampuan guru dalam penerapan media LCD seiring dengan kemajuan teknologi informasi tidak hanya dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari namun juga pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan, kreatifitas siswa meningkat, dan bermakna. DAFTAR RUJUKAN Chotimah , 2004. Penggunaan Peta Konsep Dalam Tatanan Belajar Tuntas Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Pada Konsep Sistem Ekskresi siswa Kelas 11 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Malang, PPs UM Slavin, R.E. Cooperative Learning Theory Research and Practise, Penerjemah : Nurulita Y. Bandung : Nusa Media (2008) Kemmis S and Mc Taggart R., 1988. The Action Research Planner. Third Edition , Victoria: Deaken University Press Suroso,2001. Peningkatan Daya Ingat Terhadap Pelajaran Matematika Melalui Penggunaan Media Pembelajaran, Buletin Pelangi Volume 4 No. 2 Tahun 2002
PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOTAK UNTUK MENENTUKAN FPB DAN KPK DI KELAS VI SD NEGERI 017 TANAH GROGOT KABUPATEN PASER TAHUN 2013 ST. Sarah SD Negeri 017 Tanah Grogot Kabupaten Paser Abstrak : Hasil prestasi belajar Matematika SD Negeri 017 Tanah Grogot selama ini masih rendah, terutama pada materi “ untuk menentukan FPB dan KPK dua bilangan” siswa sulit memahami dan menentukan dengan membuat pohon faktor, serta menentukan faktorisasi prima. Untuk mengatasi permasalahan ini penulis melakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam menghitung dan menentukan FPB dan KPK dengan menggunakan media kotak yang disusun ke bawah dengan pembagian. Apabila kedua bilangan hasilnya genap, maka angka pembagiannya dilingkari untuk menentukan FPB nya dan hasil pembagian selanjutnya dikalikan semua itu adalah hasilnya KPK. Hasil belajar sebelum siklus rata-ratanya 53,3 Siklus satu 69,2 siklus II 85, 8. Dengan pembelajaran ini menambah semangat siswa untuk lebih mudah dan memahami pelajaran matematika yang berdampak pada keberhasilan dan prestasi siswa lebih meningkat.
PENDAHULUAN Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar pada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Dalam usaha memberi bekal kemampuan dasar kepada peserta didik dilakukan dengan pendekatan proses belajar mengajar yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-
47
kemampuan dasar dalam diri siswa agar mampu menemukan dan menerapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Salah satu kemampuan dasar yang telah dimiliki peserta didik adalah mata pelajaran berhitung/matematika, karena sebelum memasuki jenjang sekolah biasanya peserta didik sudah dikenalkan oleh orang tuanya tentang berhitung secaa sederhana. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang amat pesat, baik materi maupun kegunaannya. Pelajaran Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Materi matematika di sekolah dasar sangat luas. salah satu materi yang harus dikuasai adalah perkalian berbagai bentuk pecahan. Namun selama ini penulis melihat tingkat penguasaan siswa terhadap materi tersebut diatas sangat rendah. Hal ini dapat penulis lihat dari hasil nilai yang diperoleh siswa pada waktu evaluasi yang penulis laksanakan di akhir pembelajaran. Dari pembelajaran materi Matematika “Perkalian Berbagai Bentuk Pecahan “ pada pembelajaran yang penulis laksanakan banyak siswa yang kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Dari 24 siswa kelas V (lima) SDN 017 Tanah Grogot, hanya 6 orang siswa yang mendapat nilai diatas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Sedangkan KKM yang ditentukan untuk mata pelajaran Matematika di SDN 017 Tanah Grogot di kelas V adalah 6,2. Nilai rata-rata hasil belajar siswa hanya 53,3. Dari permasalahan diatas penulis melaksanakan perbaikan pembelajaran. Rendahnya penguasaan materi pembelajaran Matematika materi perkalian berbagai bentuk pecahan ini diduga karena kurang tepatnya metode yang diterapkan guru. Dalam pembelajaran yang dilaksanakan guru belum memanfaatkan metode dan alat peraga yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap mata pelajaran matematika materi perkalian berbagai bentuk pecahan, maka dilaksanakan perbaikan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dan diharapkan melalui PTK ini mampu meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran tersebut, sehingga siswa membantu siswa dalam mencapai ketuntasan dalam materi yang diberikan. Laporan ini disusun berdasarkan catatan yang dibuat saat merencanakan kegiatan perbaikan serta selama pelaksanaan perbaikan, observasi dan perbaikan pembelajaran yang dilakukan dua siklus PTK untuk pembelajaran Matematika. Dalam laporan ini memuat pendahuluan, kajian pustaka, pelaksanaan perbaikan, hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan dan saran. Berdasarkan hal tersebut penulis meminta bantuan supervisor dan teman sejawat untuk mengidentifikasi masalah dari pembelajaran yang telah peneliti laksanakan. Dari hasil diskusi dengan supervisor dan teman sejawat terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu : - Guru kurang jelas dalam menyampaikan materi pelajaran - Rendahnya pemahaman siswa terhadap materi Matematika - Siswa tidak mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru Berdasarkan hal tersebut di atas penulis sebagai guru berkewajiban untuk menyelesaikan masalah sedini mungkin agar hasil belajar yang diperoleh siswa lebih meningkat. Berdasarkan data dan fakta yang telah penulis uraikan dan kemukakan diatas, dan didukung melalui diskusi dengan teman sejawat dapat ditentukan beberapa faktor penyebab siswa kurang memahami materi Matematika yang diajarkan adalah sebagai berikut : 1. Metode yang digunakan tidak bervariatif 2. Tidak memberikan kesempatan siswa bertanya 3. Kurangnya latihan-latihan yang diberikan 4. Bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pembelajaran kurang sederhana. Berdasarkan hasil analisis yang penulis kemukakan dalam analisis permasalahan tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Apakah upaya penyajian materi perkalian berbagai bentuk pecahan melalui penggunaan metode pemberian tugas dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 017 Tanah Grogot tahun pembelajaran 2012/2013. Setelah penulis dapat merumuskan berbagai analisis masalah diatas maka penulis akan memaparkan tujuan perbaikan ini. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini penulis lakukan dengan
48
tujuan untuk menerapkan suatu model perbaikan pembelajaran, agar hasil belajar siswa dapat meningkat sesuai dengan hasil yang diharapkan. Dan secara rinci bertujuan : 1. Untuk meningkatkan ketuntasan pembelajaran Matematika di SDN 017 Tanah Grogot pada kelas V khususnya materi “Perkalian Berbagai Bentuk Perkalian” 2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diajar dengan menggunakan metode pemberian tugas. 3. Untuk memperbaiki cara guru mengajar sehingga pada pembelajaran selanjutnya lebih berhasil. Belajar itu merupakan proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi. pendapat ini mengatakan, bahwa belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan, jadi pendapat ini menekankan pada pendidikan intelektual. Kepada pserta didik diberikan bermacama-macam mata pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal. (Rusyan, 1995 : 7-9). Ahli pendidikan moder merumuskan perbuatan belajar lebih luas dibanding pendapat tradisional yang hanya menekankan pada sejumlah pengetahuan. Dikatakan oleh kelompok modern tentang belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Tingkah laku yang baru itu misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbullah pengertian baru, timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial, susila dan emosional. (A.Ahmadi,1991:14-15). Selanjutnya dalam kamus paedagogik dikatakan bahwa belajar adalah berusaha memiliki pengetahuan dan kecakapan. Seseorang telah mempelajari sesuatu terbukti dengan perbuatannya. Ia baru dapat melakukan sesuatu hanya dari hasil proses belajar sebelumnya. Tetapi harus diingat juga bahwa belajar mempunyai hubungan yang erat dengan masa peka, yaitu suatu masa dimana suatu fungsi mau dengan pesat untuk dikembangkan. Dari beberapa definisi di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar, apabila setelah belajar tidak terjadi adanya perubahan yang berencana dan bertujuan dalam diri tersebut. Kita belajar dengan suatu tujuan yang lebih dahulu di terapkan. Waktu mengetahui hasil belajar atau prestasi belajar siswa diperlukan informasi yang didukung oleh data yang obyektif dan memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku dan pribadi peserta didik. Dengan demikian teranglah sejauh mana kecermatan evaluasi atas taraf keberhasilan proses belajar mengajar itu akan banyak tergantung pada tingkat ketepatan, kepercayaan, keobyektifan, dan kepresentatifan informasi yang didukung oleh data yang diperoleh. Evaluasi merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar karena dengan evaluasi dapat ditentukan tingkat prestasi (keberhasilan) suatu program, sekaligus juga diukur hasil-hasil yang dicapai oleh suatu program. Dengan evaluasi itulah dapat diketahui hasil belajar mengajar seperti : a. Hasil belajar secara komperhensif yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. b. Tindakan selanjutnya dimana segi-segi yang sudah dapat dicapai lebih ditingkatkan lagi dan segi yang dapat merugikan sebanyak mungkin dihindari. c. Menentukan angka kemajuan atau hasil belajar. d. Mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan belajar. Dalam mengevaluasi tujuan yang hendak dicapai perlu diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut : a. Hasil belajar yang merupakan pengetahuan dan pengertian b. Hasil belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan c. Hasil belajar dalam bentuk kemampuan untuk diamalkan d. Hasil belajar dalam bentuk keterampialan serta yang dilaksanakan dalam kegiatan seharihari. e. Dengan penjelasan singkat diatas yang dimaksud dengan hasil belajar yang pengertiannya disamakan dengan prestasi belajar dalam penelitian ini adalah suatu hasil dari perbuatan belajar yang telah dicapai di sekolah yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
49
f.
Hasil tersebut dapat diamati lewat indeks prestasi yang diperoleh siswa pada buku laporan hasil pendidikan (raport). Sejak awal perkembangan ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mecapai hasil belajar efektif. Para pakar di bidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksanaan maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberikan intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yang bersumber dari dalam manusia yang belajar (internal) dan faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar (eksternal).(Suharsimi Arikunto, 1980:20-26) Lebih lanjut dijelaskan oleh Suharsimi Arikunto bahwa : 1. Faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor biologis dan psikologis. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis antara lain usia, kematangan, sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar. 2. Faktor-faktor yang bersumber dari diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua pula yaitu faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam benda, hewan dan lingkungan fisik. Ada hal lain yang merupakan gabungan dari faktor internal sekaligus faktor eksternal. Misalnya saja “kelelahan”. Perasaan lelah jasmani biasanya mempengaruhi rohani, demikian juga sebaliknya. Dengan pembatasan lingkup belajar yang terjadi serta berlangsung di sekolah, maka faktor-faktor internal yang ada pada diri siswa dapat di identifikasikan dengan lebih tepat karena sudah diketahui ciri-ciri perkembangan anak pada usia tertentu. Untuk faktor-faktor eksternal pun sudah dapat diidentifikasikan karena lingkungan sekolah sudah di desain menurut autran yang telah ditentukan. Di samping faktor-faktor tersebut di atas ada subyek yang sangat bertanggung jawab menentukan kualitas pembelajaran. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa berasal dari dalam diri siswa sendiri dan dari luar dirinya. Guru dipandang dari segi siswa, merupakan faktor khusus dan perlu mendapatkan sorotan khusus pula. Metode pemberian tugas dapat diartikan sebagai suatu format interaksi pembelajaran yang ditandai dengan adanya satu atau lebih tugas yang diberikan oleh guru, dimana penyelesaian tugas tersebut dapat dilakukan secara perorangan atau secara kelompok sesuai perintahnya. Tujuan penggunaan metode pemberian tugas a. Mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi , menafsirkan, dan menyimpulkan. b. Memupuk kemauan dan kemampuan kerjasama diantara para siswa c. Meningkatkan keterlibatan sosial – emosional dan intelektual para siswa dalam proses pembelajaran yang diselenggarakan. d. Meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil dari proses pembelajaran secara seimbang. Jenis-jenis tugas Jenis-jenis tugas dapat dibedakan sebagai berikut : a. Tugas latihan, yaitu tugas yang diberikan kepada siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan pembahasan sebelumnya. b. Tugas membaca / mempelajari buku tertentu, yaitu tugas yang diberikan kepada siswa secara perorangan atau kelompok untuk mempelajari sendiri topik/pokok bahasan tertentu dari sebuah buku beberapa buah buku sebagai sumber belajar. c. Tugas unit / proyek, yaitu tugas yang diberikan guru kepada siswa berdasarkan unit untuk menyelesaikan suatu proyek. Penyelesaian tugas ini melibatkan kemampuan siswa dalam berbagai bidang studi. d. Tugas eksperimen,yaitu tugas yang diberikan kepada siswa untuk melakukan suatu eksperimen. Tugas ini berhubungan dengan isi pelajaran yang menuntut adanya suatu pembuktian atau menemukan informasi baru. e. Tugas praktis, yaitu tugas yang diberikan kepada siswa untuk memproduksi sesuatu dengan menggunakan keterampilan fisik / motorik.
50
Prosedur Penggunaan Metode Pemberian Tugas Langkah-langkah umum yang dapat diikuti dalam penggunaan metode pemberian tugas adalah sebagai berikut : a. Tahap persiapan Pada tahap ini guru harus dilakukan : 1. Membuat rancangan pemberian tugas 2. Mendiskusikan tugas dengan siswa 3. Membuat lembaran kerja 4. Menyediakan sumber-sumber belajar yang relevan b. Pelaksanaan metode pemberian tugas 1. Menjelaskan tujuan dan manfaat tugas yang akan diberikan 2. Menjelaskan tentang pelaksanaan tugas 3. Membantu pembentukan kelompok 4. Menyampaikan tugas yang harus diselesaikan siswa secara lisan/tertulis 5. Memonitor pelaksanaan/penyelesaian tugas. 6. Mengadakan diskusi hasil pelaksanaan tugas c. Tahap akhir 1. Melaksanakan penilaian hasil penyelesaian tugas 2. Menyimpulkan. 3. Mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan tugas. Mata pelajaran Matematika dengan materi perkalian berbagai bentuk pecahan. Mata pelajaran Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib dikuasai siswa sekolah dasar dari kelas I sampai dengan kelas VI. Materi perkalian berbagai bentuk pecahan merupakan bagian dari materi mata pelajaran Matematika dari standar kompetensi melakukan hitung pecahan dalam pemecahan masalah di kelas V. METODE PENELITIAN Deskripsi Per Siklus 1. Perencanaan Perbaikan Dalam perencanaan perbaikan, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : a. Guru menganalisa hasil pembelajaran siswa yang tidak mencapai ketuntasan dalam pembelajaran b. Guru mengadakan refleksi diri dari hasil pembelajaran c. Guru membuat rencana pembelajaran d. Guru menggunakan metode pemberian tugas dalam pembelajaran e. Guru menggunakan alat peraga yang sesuai dengan pembelajaran f. Guru lebih banyak memperhatikan siswa dalam pembelajaran g. Guru lebih banyak memberi latihan soal dan PR.
51
Gambar 1. Siklus perbaikan pembelajaran Matematika “ Perkalian berbagai bentuk pecahan “ pada siswa kelas VI SDN 017 Tanah Grogot”
Melaksanakan
Merencanakan
SIKLUS I
Refleksi
Melaksanakan
Merencanakan
SIKLUS II
Mengobservasi
R E V I S I
Mengobservasi
Refleksi Tahap – Tahap PTK Berdasarkan sekama diatas dapat diuraikan bahwa dalam siklus I hasil belajar siswa belum sepenuhnya mencapai ketuntasan, sehingga diadakan siklus II untuk dapat membantu siswa mencapai ketuntasan belajar. Merencanakan Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan tentu saja kita harus merencanakan dengan teliti dan terarah sesuai dengan harapan yang diinginkan Melaksanakan Melaksanakan pelajaran harus sesuai dengan rencana dan menggunakan metode yang sesuai dengan materi yang disampaikan agar memperoleh hasil yang sesuai denga yang diharapkan. Mengobservasi Setelah melaksanakan pembelajaran selanjutnya mengobservasi di dalam kegiatan belajar mengajar. Adapun tujuan observasi adalah : a. Apakah menggunakan waktu seefektif mungkin. b. Dalam melaksanakan pembelajaran apakah sudah sesuai dengan RPP c. Apakah penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi yang diajarkan d. Apakah menggunakan metode yang sesuai dengan materi pembelajaran Refleksi
52
Dari hasil pengamatan setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran, guru mempunyai refleksi antara lain : a) Guru dalam menjelaskan materi pembelajaran lebih jelas. b) Guru dalam menjelaskan materi pembelajaran menggunakan metode yang tepat c) Guru dalam menjelaskan materi pembelajaran tidak terlalu cepat d) Guru dalam menjelaskan materi pembelajaran tidak sambil marah-marah. Prosedur pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan dengan kolaborasi dengan teman sejawat untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Kemudian mendiskusikan cara pemecahan masalah yang terjadi dalam pembelajaran Matematika. Hasil diskusi dengan teman sejawat diperoleh bahwa perlu dilakukan perbaikan pembelajaran sesuai dengan jadwal dan langkah-langkah yang sesuai dengan penelitian tindakan kelas. dengan demikian perlu disusun kegiatan siklus I dan siklus II yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. PEMBAHASAN Dari hasil pengamatan teman sejawat pada pembelajaran Matematika siklus I diperoleh nilai rata – rata 69,2. Dan pada Siklus II nilai rata-rata siswa 85,8 artinya terjadi peningkatan hasil belajar baik dari jumlah siswa yang tuntas belajar maupun nilai rata-rata siswa. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan penulis dalam menerapkan pembelajaran matematika dengan materi perkalian berbagai bentuk pecahan adalah sebagai berikut : a. Menjelaskan materi pembelajaran dengan jelas b. Menggunakan alat peraga yang sesuai dan menarik c. Menggunakan metode pemberian tugas d. Melibatkan siswa secara aktif e. Memberi latihan-latihan yang cukup Hasil yang diperoleh siswa pada pembelajaran siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel dan grafik sebagaimana berikut ini. Tabel 5.
Hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran Matematika kelas VI SDN 017 Tanah Grogot.
No Urut
No Induk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
939 1123 925 846 973 984 986 987 988 1079 1115 1169 273 991 994 996 1129 1132 1163 1165 1174 1178 1219
Hasil Sebelum Perbaikan 50 80 50 50 30 70 40 60 70 0 60 40 50 60 70 90 40 40 30 70 50 40 40
Nama Siswa Tamriadi M.Dahlan Jeri.D Abdul.K Hendra.A Firman.NS Amien.R Jumadi Awan.A Danu.S M.Rizky Ahmad.R Ratih.P.D Asti.A.A Dian Nova Lestari Yosi.S Friska.R Roidah Soleha Jumrana Eriek.K Sharyanto
53
Setelah Perbaikan Siklus I Siklus II 60 100 80 70 70 70 70 70 60 70 80 80 60 70 70 60 50 60 90 70 80 50 60
90 100 90 90 920 90 90 90 80 90 90 90 80 90 80 80 70 80 100 90 80 70 80
24 Jumlah Rata-rata
1220
Yasir.W
40 1280 53,3
60 1660 69,2
80 2060 85,8
Tabel 6.
Hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran Matematika Kelas V SDN 017 Tanah Grogot. Siswa Siswa Siswa Jumlah Jumlah Jumlah No. Nilai Sebelum Pada Pada Nilai Nilai Nilai Perbaikan Siklus I Siklus II 1 10 0 0 0 0 0 0 2 20 0 0 0 0 0 0 3 30 2 60 0 0 0 0 4 40 7 280 0 0 0 0 5 50 5 250 2 100 0 0 6 60 4 240 7 420 0 0 7 70 4 280 9 630 2 140 8 80 1 80 4 320 8 640 9 90 1 90 1 90 12 1080 10 100 0 0 1 100 2 200 Jumlah 24 1280 24 1660 24 2060 Rata-rata 53,3 69,2 85,8 Diagram batang. Hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran Matematiak Kelas V SDN 017 Tanah Grogot.
12 10 Siswa sebelum perbaikan Siswa pada Siklus I
8 6 4
Siswa pada Siklus II
2 0 10
30
50
70
90
. Pembahasan Dari setiap Siklus : Penelitian tindakan kelas yang penulis lakukan telah menunjukkan peningkatan kualitas pada hasil belajar siswa, dengan demikian tujuan penilaian yang diinginkan oleh guru tercapai. Sebelum pelaksanaan perbaikan, siswa yang mendapat nilai di atas 70 hanya orang dari jumlah siswa 24 orang, dan nilai rata-rata siswa hanya 53,3. Namun setelah melakukan perbaikan nilai dengan dua kali siklus, perubahan hasil belajar pun nampak. Pada siklus I siswa yang memperoleh nilai di atas 70 meningkat sebanyak 15 orang, dan nilai ratarata siswa menjadi 69,2 kemudian pada siklus II siswa yang memperoleh nilai diatas 70 meningkat menjadi 24 siswa atau 100% yang mengikuti ulangan tes tertulis telah berhasil mendapatkan nilai baik. Dan pada siklus II dapat dikatakan kegiatan PTK sudah berhasil. Faktor pendukung lain terhadap keberhasilan perbaikan adalah kemampuan guru menciptakan kondisi kelas agar tetap terjaga sehingga siswa tetap aktif dalam proses pembelajaran.
54
PENUTUP Dari dua siklus perbaikan pembelajaran Matematika dalam materi perkalian berbagai bentuk pecahan di kelas VI SDN 017 Tanah Grogot dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Latihan-latihan soal yang sesuai dengan materi yang diajarkan sangat penting bagi siswa karena anak akan semakin paham dan mengerti dengan materi pembelajaran yang diajarkan oleh guru. 2. Penggunaan metode pemberian tugas dan alat peraga merangsang siswa untuk lebih kreatif dalam bertanya dan cukup membuat siswa lebih semangat dalam mengikuti pelajaran. 3. Penjelasan penulis (guru) dengan bahasa yang sederhana dan beberapa contoh yang relevan akan menambah pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajarkan. 4. Pemberian motivasi kepada siswa pada saat pembelajaran berlangsug dapat meningkatkan keaktifan dan semangat belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Andayani, dkk 2007. Pemantapan Kemampuan Propesional Jakarta: Universitas Terbuka 2008 M. Mukti Aji, 2003. Matematika, Intan Pariwara Tim Bina Karya Guru,2006. Terampil Berhitung Matematika : Penerbit Erlangga Tim KTSP SDN 017 Tanah Grogot, KTSP SDN 017 2006,Paser Mulyana AZ,S.Pd.Standar isi KTSP 2008 Tip dan Trik Berhitung Supercepat Dengan Konsep Rahasia Matematika untuk SD Kelas 3,4,5,6 Wandani,I.G.A.K; Nasoetion.N (2004) Penelitian Terhadap Kelas: Jakarta : Universitas Terbuka Wandani,I.G.A.K; Julaeha.S : Marsinah.N (2004) Pemantapan Kemampuan Profesional Jakarta : Universitas Terbuka
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA TERHADAP POKOK BAHASAN PENGURANGAN PECAHAN DESIMAL MELALUI PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS INDIVIDUAL PADA SISWA KELAS IV SDN 023 TANAH GROGOT TAHUN 2013 Subihadi SDN 023 Tanah Grogot Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Matematika dikelas IV pokok bahasan Bilangan Pecahan di SDN 023 Tanah Grogot. Metode penelitian ini adalah Classroom Action Research (Penelitian Tindakan Kelas). Tindakan yang dilakukan terdiri dari dua tindakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu, Planning, Acting, Observing, dan Reflecting. Adapun kelas yang diteliti adalah siswa kelas IV SDN 023 Tanah Grogot dengan jumlah siswa 20 orang. Setelah dilaksanakan siklus pertama yaitu guru melaksanakan praktik pembelajaran langsung diperoleh hasil pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 56,00. Pada siklus II nilai rata-rata 71,00. Jadi kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan hasil belajar dari rata-rata 53,5 menjadi 71,00. Berdasarkan penelitian tindakan yang dilaksanakan melalui dua siklus, diperoleh peningkatan yang sangat berarti, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pemberian tugas individual dapat meningkatkan hasil belajar Matematika di kelas IV Pokok Bahasan Pengurangan Pecahan.
55
Kata kunci : Metode Pemberian Tugas individual, Hasil Belajar, Matematika. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pelajaran matematika yang berorientasi pada kurikulum tingkat satuan pendidikan yang lebih menekankan pada output siswa yang kritis dan bernalar logika, maka pelajaran matematika sangat di perlukan dan harus di kuasai siswa di berbagai jenjang pendidikan baik formal maupun non formal. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang amat pesat, baik materi maupun kegunaanya. Pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol – simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan sehari – hari. Materi matematika di sekolah dasar sangat luas salah satu materi yang harus dikuasai adalah Pengurangan Pecahan Desimal. Namun selama ini penulis melihat tingkat penguasaan siswa terhadap materi tersebut di atas sangat rendah. Hal ini dapat penulis lihat dari hasil nilai yang di perolah siswa pada waktu evaluasi yang penulis laksanakan pada akhir pembelajaran.dari pembelajaran materi matematika “Pengurangan Pecahan Desimal” pada pembelajaran yang penulis laksanakan banyak siswa yang kesulitan dalam mengerjakan soal – soal yang diberikan oleh guru. Dari 20 siswa kelas IV SDN 023 Tanah Grogot hanya 8 orang siswa yang mencapai KKM(Kriteria ketuntasan minimal). Sedangkan KKM yang di tentukan untuk pelajaran metematika di SDN 023 longikis kelas IV adalah 6,0. Nilai rata – rata belajar siswa hanya 56,0. Dari permasalahan di atas penulis melaksanakan perbaikan. Dalam pembelajaran matematika bagaimana cara menanamkan pemahaman tentang pecahan, pengertian pecahan, operasional pacahan bilangan bulat, sifat – sifat bilangan pecahan untuk operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal sangat memerlukan setrategi penyampaian materi kepada siswa dengan menggunakan media pendekatan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa agar dapat memperkuat bekal pengetahuan matematika yang dimiliki guru dan siswa. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal, maka dilaksanakan perbaikan melalui penelitian tindakan kelas (PTK), dan diharapkan melalui PTK ini mampu meningkakan keberhasilan dalam pembelajaran tersebut, sehingga membantu siswa dalam mencapai ketuntasan dalam materi yang di berikan. Hasil belajar menurut ( Sudjana, 2006 ) adalah kemampuan yang di miliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya yang mengalami perubahan kemampuan yang di capai oleh siswa yaitu perubahan yang mengacu pada asfek kognitif dalam memecahkan atau menyelesaikan soal – soal tes materi yang di nyatakan dalam bentuk nilai. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan refleksi tentang apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Dari hasil diskusi dengan teman sejawat untuk mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang telah penulis laksanakan terungkap beberapa masalah antara lain : - Guru kurang jelas dalam menyampaikan materi - Tidak menggunakan metode yang bervariatif - Siswa tidak mampu mengerjakan soal – soal yang diberikan guru. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis sebagai guru berkewajiban untuk mencari penyelesaian masalah sedini mungkin agar hasil belajar yang di peroleh siswa lebih meningkat. Berdasarkan data dan fakta yang telah penulis uraikan dan kemukakan di atas, dan di dukung melalui diskusi dengan teman sejawat dapat di tentukan beberapa faktor penyebab siswa kurang memahami materi matematika yang di ajarkan adalah sebagai berikut : a. Guru dominan hanya menggunakan metode caramah dalam proses pembelajaran b. Siswa tidak termotivasi sehingga pembelajaran menjadi tidak menarik dan tidak menantang c. Tidak ada siswa yang mau bertanya terhadap materi yang di ajarkan meskipun di beri kesempatan. Berdasarkan uraian di atas penulis mengadakan penelitian dengan judul” Peningkatan hasil belajar siswa terhadap pokok bahasan Pengurangan Pecahan desimal melalui penerapan metode pemberian tugas individual pada siswa kelas IV SDN 023 Tanah Grogot Tahun 2013.
56
Setelah penulis dapat merumuskan berbagai analisis di atas, maka penulis akan memaparkan tujuan perbaikan ini. Penelitian tindakan kelas (PTK) ini penulis lakukan dengan tujuan untuk menerapkan suatu model perbaikan pembelajaran, agar hasil belajar siswa dapat meningkat sesuai dengan hasil yang di harapkan. Dan secara rinci bertujuan : a) Untuk meningkatkan ketuntasan pembelajaran matematika di SDN 023 longikis pada kelas IV khususnya materi menghitung bilangan pecahan b) Untuk mengeahui hasil belajar siswa telah di beri metode tugas individual secara merata. Penelitian tindakan kelas ini mempunyai manfaat baik bagi guru itu sendiri maupun bagi peserta didik serta bagi sekolah yaitu : 1. Bagi guru Manfaat bagi guru adalah kesalahan dalam pembelajaran yang di lakukan dapat cepat di atasi dan pada akhirnya guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Bagi siswa Manfaat bagi siswa, mereka akan lebih kritis dan akan mendapat hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan standar kompetensi dasar yang di tetapkan. 3. bagi sekolah Manfaat bagi sekolah adalah sekolah akan dapat berkembang pesat dengan adanya guru yang mempunyai inovasi – inovasi untuk mengatasi masalah hasil belajar siswa. KAJIAN Pengertian Metode Pemberian Tugas Individual : a. metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang di pergunakan guru. b. pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. c. metoda pembelajaran individual adalah pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang di gunakan guru untuk mencapai proses pembelajaran pada diri individu siswa. Metode yang di gunakan dalam pengajaran individual antara lain : 1. Metode Resitasi ( penyajian bahan ) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. 2. Metode Assigment ( pemberian tugas ) adalah cara mengajar dengan memberikan tugas kepada murid-murid dengan tujuan tertentu. Metode Assigment dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kepribadian siswa dan pendidikan yang ditempuh sebelumnya. 3. Metode Problem Solving ( pemecahan masalah ) adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan. 4. Metode Eksperimen ( percobaan ) adalah cara penyajian bahan pembelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dialami. 5. Metode Inquiry ( prose pembelajaran yang melibatkan mental siswa ) adalah cara penyajian bahan pembelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental. 6. Metode Review ( memeriksa kembali ) adalah memeriksa kembali, meninjau kembali proses dan hasil belajar. Pelaksanaan metode pemberian tugas individual : 1. Menjelaskan tujuan dan manfaat tugas individual yang akan di berikan. 2.Menjelaskan tentang pelaksanaan tugas individual. 3. Menyampaikan tugas yang harus di selesaikan siswa secara lisan/tertulis. 4. Memonitor pelaksanaan / penyelesaian tugas individual. Tahap akhir 1. Melaksanakan penilaian hasil penyelesaian tugas individual.
METODE PENELITIAN Pelaksanaan perbaikan pembelajaran di laksanakan di : Nama sekolah : Sekolah Dasar Negeri 023 Tanah Grogot Mata pelajaran : Matematika Kelas : IV (Empat)
57
Siklus I dilaksanakan : Tanggal 15 April 2013 Waktu : 07.30 – 08.40 Wita Siklus II dilaksanakan : Tanggal 26 April 2013 Waktu : 07.30 – 8.40 Wita Dengan di bantu oleh teman sejawat sebagai observator, penulis melaksanakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, dan dari hasil diskusi dengan teman sejawat bahwa perlu di lakukan perbaikan pembelajaran sesuai dengan jadwal dan langkah – langkah yang sesuai dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan demikian perlu di susun kegiatan siklus I dan II yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Adapun prosedur pelaksanaan perbaikan pembelajaran matematika pada materi Pengurangan Pecahan Desimal pada siswa kelas IV SDN 023 Tanah Grogot adalah dengan melakukan pelaksanaan perbaikan sebanyak dua siklus dengan menggunakan metode pemberian tugas individual. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode pemberian tugas individual pada siklus pertama belum menunjukan kemajuan yang berarti terhadap kemajuan siswa. Hal ini di tunjukan dari 20 siswa hanya 8 siswa yang mencapai KKM, masih 12 siswa yang belum mendapat nilai baik. Langkah selanjutnya melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus kedua, kemampuan siswa menyelesaikan soal meningkat, jadi total siswa yang memperoleh nilai baik meningkat menjadi 18 siswa. Dengan demikian perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru berhasil sesuai dengan tujuan penilaian yang di inginkan oleh guru. Setelah melaksanakan pembelajaran selanjutnya mengobservasi di dalam kegiatan belajar mengajar, adapun tujuan observasi adalah : a. Apakah penggunaan waktu seefektif mungkin b. Melaksanakan pembelajaran apakah sesuai RPP c. Perubahan kelas menjadi hening ketika guru pengamat memasuki kelas yang sebelumnya gaduh d. Siswa lebih bersemangat saat guru menggunakan meode bervariasi e. Dengan adanya teman sejawat yang menjadi pengamat, anak lebih serius dan tenang saat pembelajaran. Dengan di bantu oleh teman sejawat yang bertindak sebagai observator telah berhasil mengetahui masalah yang ada di kelas dengan cepat dan tepat melalui teknik pengumpulan data berupa tes tertulis dengan menggunakan metode pemberian tugas individual. Dari pengamatan ini penulis berhasil mengumpulkan data yang sesuai dengan permasalahan yang sudah penulis ungkapkan di dalam latar belakang penelitian ini.berdasarkan data yang ada penulis dapat menentukan alat dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, yaitu dengan metode pemberian tugas individual. Dari hasil pengamatan setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran, guru mempunyai refleksi diri antara lain : a. Guru dalam menjelaskan materi pembelajaran lebih jelas b. Guru dalam menjelaskan materi pembelajaran menggunakan metode yang bervariatif c. Guru dalam menjelaskan materi pembelajaran member contoh yang cukup d. Guru dalam menjelaskan materi pembelajaran tidak terlalu cepat e. Guru dalam pembelajaran member latihan dan PR Selain itu penulis juga berusaha melakukan refleksi untuk mengingat kembali apa masalah yang telah terjadi di dalam kegiatan pembelajaran, karena itu dengan di bantu oleh teman sejawat penulis melakukan pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui dua siklus dengan menggunakan metode pemberian tugas individual.
58
Gambar 1. Siklus perbaikan pembelajaran matematika “Pengurangan Pecahan Desimal” pada siswa kelas IV SDN 023 Tanah Grogot
Melaksanakan
SIKLUS I Merencanakan
Mengobservasi
Refleksi
Melaksanakan
Merencanakan SIKLUS II
R e v i s i Mengobservasi
Refleksi Berdasarkan skema di atas dapat di uraikan bahwa dalam siklus 1 hasil belajar siswa belum sepenuhnya mencapai ketuntasan, sehingga di adakan siklus 2 untuk dapat membantu siswa mencapai ketuntasan belajar.
PEMBAHASAN Deskripsi Per Siklus 1. Deskripsi nilai awal Dalam proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran matematika dengan rumusan indikator menyelesaikan Pengurangan Pecahan Desimal, dengan menggunakan strategi pemberian tugas individual. Nilai yang di peroleh siswa pada siklus 1 sangat tidak memuaskan yaitu nilai rata – rata hanya 5,60 dan di nyatakan belum tuntas. Dinyatakan tuntas apabila hasil penguasaan siswa pada materi pelajaran sudah mencapai 70 %. Penulis sebagai seorang pendidik merasa terpanggil dan bertanggung jawab untuk berusaha memperbaiki hasil yang di peroleh siswa yang masih di bawah standar ketuntasan dan belum memuaskan agar segera di adakan perubahan. Penulis bertanya pada diri sendiri, apakah dengan menggunakan alat bantu dan strategi pembelajaran “ pemberian tugas individual “dapat meningkatkan hasil belajar siswa? Tabel 4 : hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal, dengan strategi pembelajaran tugas individual pada siswa kelas IV SD Negeri 023 longikis pada siklus 1 Jawaban Presentase No. NIS Nama Siswa Nilai Ket. yang benar (%) 1. Afrilia Widya Ningsih 8 80 80 Tuntas
59
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Andreas del andi Anastasia mardiana Arianto Ayu widiastuti Eva sri mauliani Kornelia sadina Muhammad rahadi Paulina shelland Siwi putri agustin Smina osiani Vanisia maria aga Wahyu darianto Wahyudianto ikhsan S. Yovita Iqbal Yulianti agnes Yulius saputra Haekal fa‟is Sayyidah mukhsitah JUMLAH NILAI RATA-RATA
7 4 7 8 4 4 5 6 5 8 6 9 5 4 5 5 4 4 4 112 5,60
70 40 70 80 40 40 50 60 50 80 60 90 50 40 50 50 40 40 40 1120 56,0
70 40 70 80 40 40 50 60 50 80 60 90 50 40 50 50 40 40 40 1120 56,0
Tuntas Belum tuntas Tuntas Tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas Tuntas Belum tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas
Tabel 5. : Rekapitulasi Hasil Belajar siswa pada perbaikan pembelajaran Matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal menggunakan strategi tugas individual siswa kelas IV SDN. 023 Tanah Grogot pada siklus I No. Nilai Jumlah siswa Jumlah Nilai Presentase 1. 0 0 0% 2. 10 0 0% 3. 20 0 0% 4. 30 0 0% 5. 40 7 280 35% 6. 50 5 250 25% 7. 60 2 120 10% 8. 70 2 140 10% 9. 80 3 240 15% 10. 90 1 90 5% 20 1.120 56.0
Diagram batang I : Rekapitulasi Hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal menggunakan strategi tugas individual siswa kelas IV SDN. 023 Tanah Grogot pada siklus I.
100
80
60
40
20
0
JUMLAH SISWA
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Nilai
60
Tabel 6 : Hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal, dengan strategi pembelajaran Tugas Individual pada siswa kelas IV SD Negeri 023 longikis pada siklus II No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
NIS
Nama siswa
Afrilia widya ningsih Andreas del andi Anastasia mardiana Arianto Ayu widiastuti Eva sri mauliani Kornelia sadina Muhammad rahadi Paulina shelland Siwi putrid agustin Smina osiani Vanisia maria aga Wahyu darianto Wahyudianto ikhsan Yovita Iqbal Yulianti agnes Yulius saputra Haekal fa‟is Sayyidah mukhsitah JUMLAH NILAI RATA - RATA
Jawaban yang benar 10 9 7 7 8 8 8 9 8 8 8 6 9 5 7 7 7 7 8 5
142 7,10
Nilai
Presentase(%)
Keterangan
100 90 70 70 80 80 80 90 80 80 80 60 90 50 70 70 70 70 80 50
100 90 70 70 80 80 80 90 80 80 80 60 90 50 70 70 70 70 80 50
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum tuntas
1420 71,00
1420 71,00
Tuntas
Tabel 7 : Rekapitulasi hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal menggunakan strategi tugas individual siswa kelas IV SDN 023 longikis siklus II. No Nilai Jumlah siswa Jumlah nilai Presentase 1. 0 0 0% 2. 10 0 0% 3. 20 0 0% 4. 30 0 0% 5. 40 0 0% 6. 50 2 100 10 % 7. 60 1 60 5% 8. 70 6 420 30 % 9. 80 7 560 35 % 10. 90 2 180 10 % 11. 100 1 100 5% 20 1.420 90,0
61
Diagram Batang 2 : Rekapitulasi hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal menggunakan strategi tugas individual siswa kelas IV SDN 023 longikis pada siklus II.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
JUMLAH SISWA
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Nilai Tabel 8 : Data kelompok siswa yang di nyatakan tuntas belajar mata pelajaran matematika kelas IV semester 1 pokok bahasan : Pengurangan Pecahan Desimal pada siklus I No 1. 2.
Kelompok Nilai < 70 % ≥ 70 % JUMLAH
Siswa 12 orang 8 orang 20 orang
Keterangan Belum tuntas Tuntas
Berdasarkan data di atas di peroleh 12 orang yang belum tuntas, dan 8 orang yang dinyatakan sudah tuntas dengan nilai rata – rata kelas 5,60 sehingga penulis mengadakan perbaikan pada siklus ke II. Tabel 9 : Data kelompok siswa yang di nyatakan tuntas belajar mata pelajaran matematika kelas IV semester 2 pokok bahasan : Pengurangan Pecahan Desimal siklus II. No Kelompok nilai siswa keterangan 1. < 70 % 2 orang Belum tuntas 2. ≥ 70 % 18 orang Tuntas 20 orang JUMLAH Berdasarkan data di atas di peroleh 2 orang yang belum tuntas, dan 8 orang yang dinyatakan sudah tuntas dengan nilai rata – rata kelas 71,0 sehingga di simpulkan tidak perlu di adakan siklus ke III. Tabel 10 : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Rekapitulasi hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran matematika kelas IV SDN 023 Tanah Grogot Siklus I dan Siklus II Siswa sebelum Jumlah Siswa pada Jumlah Siswa pada Jumlah Nilai perbaikan nilai siklus I nilai siklus II nilai 10 0 0 0 20 2 40 0 0 30 3 90 0 0 40 3 120 7 280 0 50 4 200 5 250 2 100 60 1 60 2 120 1 60 70 2 140 2 140 6 420 80 3 240 3 240 7 560 90 2 180 1 90 2 180 100 0 0 1 100
JUMLAH Rata - rata
20
1070 53,5
20
62
1120 56,00
20
1420 71,00
Diagram batang 3 : Rekapitulasi hasil belajar siswa pada perbaikan pembelajaran matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal dengan menggunakan srategi tugas individual siswa kelas IV SDN 023 longikis pada siklus I dan siklus II. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Pada Perbaikan
F R E K U E N S I
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 10
20
30
40
50
60
70
0
90
100
Pembelajaran Matematika Nilai
Nilai Ulangan sebelum perbaikan
Siklus I
Siklus
II 2. Deskripsi Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Sesuai dengan standar ketuntasan belajar maka pembelajaran ini di anggap berhasil apabila mencapai nilai standar minimal ≥ 70 % ( Standar kopetensi kurikulum 2004 SD/MI, Depdiknas, Jakarta 2003). Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat dan supervisor, dari data yang di peroleh, pembelajaran yang di laksanakan sudah menunjukan kemajuan. Hal ini di tunjukan demgan adanya siswa yang sudah mencapai nilai rata – rata, bahkan ada siswa yang bersikap kritis dari beberapa siswa dalam mengajukan pertanyaan. Dari hasil pengamatan teman sejawat pada pembelajaran matematika pada siklus pertama terdapat 8 siswa yang telah dapat menuntaskan materi Pengurangan Pecahan Desimal dengan nilai ≥ 70 % yang rata – rata kelas 56,0. Hasil yang di peroleh pada siklus kedua terdapat 18 siswa yang memperoleh nilai ≤ 70 % dengan rata – rata kelasnya 71,00. Artinya terjadi peningkatan yang sangat signifikan baik dari jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan belajar maupun nilai rata – rata kelas. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan penulis dalam penerapan materi pelajaran metematika dengan pokok bahasan Pengurangan Pecahan Desimal adalah sebagai berikut : a. Menjelaskan materi pembelajaran dengan jelas dan sistematis b. Menjelaskan fungsi pembilang dan penyebut dari masing – masing pecahan c. Menggunakan alat bantu sederhana d. Penekanan utama pada tugas individual siswa dalam proses pembelajaran e. Membimbing siswa secara individual dalam menyelesaikan tugas agar dapat mengetahui tingkat kesulitan siswa. f. Member kesempatan dan keluasan kepada siswa untuk mengungkapkan kesulitanya terhadap materi pelajaran. g. Tidak menunjukan sikap membedakan siswa dalam menangani kesulitan belajar siswa h. Selalu member motivasi kepaada setiap siswa untuk melakukan tindakan peningkatan dalam mencapai prestasi belajar
63
B. Pembahasan Per Siklus Hasil pembelajaran siswa secara bertahap dalam perbaikan pembelajaran siklus I ke siklus II terdapat hasil - hasil pembelajaran yang meningkat yaitu siklus I terdapat 8 siswa dari 20 siswa yang sudah tuntas dengan nilai rata – rata 56,0. Tapi pada siklus II terjadi peningkatan yang sangat signifikan sekali yaitu dari 20 siswa hanya 2 siswa yang belum tuntas dengan nilai rata – rata kelas 71,0. Hal ini karena adanya perbaikan – perbaikan yang di lakukan pada setiap siklus. Penulis mengharapkan kepada semua rekan – rekan guru agar senantiasa berusaha untuk melakukan tindakan – tindakan kemajuan dalam mencapai prestasi belajar siswa meskipun tugas dan tanggung jawab kita semakin kompleks. Pembelajaran akan lebih baik dan meningkat apabila para guru sebagai pendidikmenampaikan dan menyajikan materi pembelajaran dengan cara berencana, penuh kesabaran dan dengan semangat yang tinggi dan bertanggungjawab, sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan. Guru juga harus memperhatikan penyajian, materi harus sistematis dan mudah di pahami oleh setiap siswa.keberhasilan dalam proses pembelajaran sangat terkait dengan keharmonisan guru dengan siswa keterlibatan secara langsung dan kesesuaian setrategi serta alat bantu yang di gunakan guru. Kendala yang mempengaruhi keberhasilan antara lain sikap disiplin, tanggung jawab siswa, perhatian guru terhadap keadaan siswa di kelas. Pada intinya guru harus berperan sebagai pendidik, pembimbing, pengarahan, motivator, informatory, komunikator dan evaluator dalam proses pembelajaran. Guna menciptakan siswa sebagai manusia seutuhnya, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang terdapat pada GBHN. Sejalan dengan hal di atas pendidikan pada akhirnya menghasilkan lulusan yang bekualitas, berbudi luhur, disiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil, dan berakhlaq mulia. Guru harus mampu melakukan perubahan yang nyata sebagi proses pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi sikap siswa untuk selalu berpikir kritisdan terampil dalam menyikapi berbagai persoalan yang di hadapinya. Guru haruslah senantiasa berusaha mengembangkan dirinya sendiri sesuai perkembangan zaman, memiliki kecakapan, kepandaian dan keahlian khusus sesuai dengan bidang tugasnya. Seiring dengan pengupasan penulis dalaam bab awal bahwa sudah banyak kemudahan – kemudahan yang dapat membantu guru untuk dapat mengembangkan diri agar dapat meningkattkan hasil belajar untuk membekali siswa menjadi manusia yang sukses, cakap, kritis, terampil, dan bertanggung jawab. Faktor – faktor yang saling berkaitan dan mempengaruhi hasil belajar yang efektif antara lain : 1. Pemilihan dan penggunaan metode mengajar yang tepat dan bervariasi dalam proses pembelajaran. 2. Pemilihan dan penggunaan media yang relevan mudah di dapat dan sudah di kenal tetapi dapat menarikperhatian siswa. 3. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah di pahami siswa, lugas dan jelas serta komunikatif. 4. Keterlibatan siswa secara langsun dan menyeluruh. 5. Kepekaan guru terhadap kesalahan siswa dalam menyelesaikan suatu tugas dan kesungguhan guru dalam membantu memecahkan masalah siswa. 6. Ketersediaan sarana pendukung yang membantu mempermudah siswa dalam memahami pelajaran. 7. Kesiapan dan kecakapan guru dalam menghadapi setiap perubahan kemajuan zaman dan teknologi. PENUTUP 1. Kesimpulan Dari perbaikan pembelajaran matematika materi Pengurangan Pecahan Desimal pada siswa SDN 023 Tanah Grogot tahun pembelajaran 2012/2013 semester dua dapat di simpulkan sebagi berikut: a. Penggunaan metode pemberian tugas individual dan tanya jawab merangsang siswa untuk lebih kreatif dalam bertanya dan cukup membuat siswa lebih semangat dalam mengikuti pelajaran
64
b. Penjelasan penulis (guru ) secara jelas dan sistematis sesuai dengan materi pelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa c. Pemberian tugas secara individual sangat mempermudah guru dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa terhadap materi pelajaran d. Pemberian motivasi kepada siswa pada saat pembelajaran berlangsung dapat dapat meningkatkan keaktivan dan semangat belajar siswa 2. Saran Berdasarkan kesumpulan di atas, untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa guru di harapkan : a. Guru memberikan metode yang bervariasi dalam proses pembelajaran di setiap peremuan. b. Guru sebaiknya menggunakan metode yang sesuai dengan materi pembelajaran. c. Guru harus membantu mengatasi kesulitan belajar siswa dalam menyelesaikan tugasnya sesuai tujuan pembelajaran secara individual. Bahasa yang di gunakan dalam program pembelajaran haruslah mudah di pahami oleh siswa. Selanjutnya guru harus sering mengadakan pertemuan dalam kelompok kerja guru (KKG) guna menemukan solusi yang tepat setiap ada permasalahan terutama yang berhubungan dengan pembelajaran di sekolah. DAFTAR PUSTAKA Abdul jamal, dkk.1988, Buku Pintar Matematika SD, Surabaya, Agung Media Mulya. Mulyan AZ, Spd. 2004. Rahasia Matematika, Surabaya, Gita Media Press. Suciati, 2005. Belajar dan pembelajaran, Jakarta, Universitas Terbuka. Undang – Undang RI Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, Jakarta, 2006. PT. Sekala Jalma Karya. Wardani, dkk, 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta, Universitas Terbuka. Tim FKIP Pokok pemantapan kemampuan propesional, Jakarta : Universutas Terbuka, 2009. Wina Sanjaya, 2008, Strategi Pembelajaran ; Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta ; Kencana Pradana Media Group. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta : 2001 Bumu Aksara. Wina Senjaya, 2008 , Strategi Pembelajaran ; Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI NILAI TEMPAT MELALUI MEDIA KARTU PERMAAINAN PADA SISWA KELAS III SDN 019 TANAH GROGOT TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014 Imur Iriani SDN 019 Tanah Grogot Abstrak : Mata pelajaran Matematika materi nilai tempat merupakan satu materi yang dianggap sulit bagi siswa kelas III SDN 019 Tanah Grogot . Dengan tidak adanya media berdampak tidak kreatifitasnya siswa dalam menyelesaikan soal-soal tugas kelompok . Permasalahan tersebut dapat di selesaikan dengan media kartu permainan . Dengan media ini siswa menjadi lebih terampil dalam mengerjakan tugas menyelesaikan soal-soal matematika materi nilai tempat. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.Hasil belajar yang diperoleh pada siklus I rata-ratanya 7,9 dan rata-rata pada siklus II 8,2. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa media kartu permainan dapat meningkatkan hasil belajar siswa materi nilai tempat
65
Kata kunci : peningkatan, keterampilan menulis, puisi, media permainan benda model
PENDAHULUAN Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di seluruh tingkatan sekolah. Matematika bersifat hirarkis, yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk materi berikutnya. (Koentoro 1990: 21). Hal tersebut dimaksudkan bahwa materi yang diajarkan, haruslah benar-benar dipahami murid sebelum melangkah pada materi yang lain. Memperhatikan pernyataan tersebut, maka murid dalam belajar matematika di kelas, haruslah memiliki kesungguhan dan perhatian sehingga materi yang diajarkan tersebut tidak berlalu begitu saja, tapi harus dipahami secara mendalam. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak kalangan yang menganggap Matematika sulit untuk dipelajari. Hal tersebut dapat dibenarkan karena matematika mempunyai obyek abstrak berupa fakta abstrak, konsep abstrak, operasi abstrak serta prinsip abstrak. (Ruslan dan Talib: 2005). Khusus di SD, permasalahan semakin kompleks, karena peserta didiknya masih usia anak (6-12 tahun umumnya). Usia murid SD adalah adalah usia berpikir konkrit, sehingga akan mengalami kesulitan untuk memahami memahami pelajaran matematika yang abstrak tersebut. Salah satu materi matematika di SD adalah pembahasan tentang Nilai Tempat. Di Kelas III SD, materi Nilai Tempat juga termasuk materi yang sulit dipahami murid. Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar yang diperoleh murid pada materi nilai tempat tersebut, rendah. Di Kelas III SD Negeri 19 Tanah Grogot, pada ulangan unit pembahasan Nilai Tempat, di antara 31 murid yang ada, 27 murid memperoleh nilai di bawah 6 atau 87%. Sedangkan sisanya, yakni 4 murid memperoleh nilai 6 ke atas, atau hanya 13%. Guna dalam mengajar Matematika diperlukan suatu metode atau strategi mengajar yang tepat. Tentu saja dengan didukung oleh media pembelajaran atau alat peraga yang tepat guna. Tanpa pemanfaatan alat peraga, pembelajaran yang diselenggarakan tidak akan berjalan dengan baik. (Aqib, 2004: 78) Penerapan strategi pembelajaran game, yakni memanfaatkan media pembelajaran atau alat peraga kartu permainan. Dengan model pembelajaran ini, murid merasakan seolah-olah dalam situasi bermain dan diberi kesempatan untuk membangun sendiri pemahamannya terhadap materi yang dipelajari dalam kegiatan permainan tersebut karena terlibat secara aktif, sedangkan guru hanya bersifat sebagai fasilitator. Kartu permainan sebagai media pembelajaran diharapkan mampu untuk lebih menggairahkan murid belajar yang pada akhirnya dapat memahami konsep nilai tempat secara benar. SD. Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi nilai tempat melalui teknik pembelajaran penerapan kartu permainan di kelas III SD Negeri 19 Tanah Grogot. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research), hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan perencanaan dan pelaksanaan, sekaligus evaluasi karena penelitian dilakukan langsung mengintervensi suatu proses sehingga dapat menghasilkan sebagaimana tujuan yang diharapkan. Penelitian ini juga diadakan secara kolaborasi peneliti yang akan bertindak sebagai guru dengan teman sejawat/seorang guru di SD Negeri 19 Tanah Grogot yang akan membantu peneliti dalam mengisi beberapa isian pada saat peneliti bertindak sebagai guru yang mengajarkan matematika khususnya meteri nilai tempat.Subyek penelitian ini adalah kelas III SDN 019 Tanah Grogot dengan jumlah sisa 31 anak. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan dibagi menjadi 2 siklus dan masing-masing siklus terdiri dari empat langkah (Kemmis dan Mc Taggart, 1988) berikut: 1. perencanaan, yaitu merumuskan masalah, menentukan tujuan dan metode penelitian serta membuat rencana tindakan, 2. tindakan, yang dilakukan sebagai upaya perubahan yang dilakukan,
66
3. observasi, dilakukan secara sistematis untuk mengamati hasil atau dampak tindakan terhadap proses belajar mengajar, dan 4. refleksi, yaitu mengkaji dan mempertimbangkan hasil atau dampak tindakan yang dilakukan. Untuk lebih rinci, akan dideskripsikan hal yang dilakukan setiap langkah dalam siklus tersebut, sebagai berikut: Secara rinci prosedur penelitian tindakan dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah : 1) Analisis permasalahan pembelajaran matematika di kelas III, kemudian merencanakan tindakan pemecahan masalah. 2) Membuat skenario pembelajaran 3) Membuat lembar observasi atau pemgamatan yang akan digunakan oleh observer untuk mengamati aktivitas guru dan siswa pada saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar 4) Membuat media kartu permainan 5) Membuat alat evaluasi b) Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Adapun tahap-tahap yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran dengan media kartu permainan yaitu : 1) Guru menjelaskan tujuan belajar dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari 2) Guru melakukan apersepsi tentang nilai tempat. 3) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat tugas kelompok . 4) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan tugas yaitu mendapat kartu permainan yang mana dalam kartu tertera angka-angka dan kartu permainan berupa kata-kata yang sesuai dengan kartu permainan yang berisi nilai tempat. dan siswa menulis di lembar tugas berapa nilai tempat pada angka-angka tersebut disesuaikan dengan kartu yang berisi dengan kata-kata.. 5) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya. 6) Kesimpulan. c) Tahap Observasi Pada tahap observasi, peneliti sebagai guru pengajar melakukan tindakan dengan menggunakan metode kelompok mengunakan media kartu nilai tempat. sedangkan untuk mengobservasi tindakan guru dan aktifitas siswa di kelas dilakukan oleh rekan seprofesi (observer) dengan menggunakan lembar observasi. d) Refleksi Pada tahap refleksi ini peneliti (guru pengajar) bersama-sama observer mendiskusikan hasil tindakan yang telah dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran. Dari hasil tindakan tersebut peneliti dan observer dapat merefleksikan diri dengan melihat data observasi, apakah dengan penerapan media kartu permainan sudah meningkatkan prestasi hasil belajar matematika siswa. Hasil analisis data yang dilakukan dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya.
PEMBAHASAN Hasil Belajar siklu I dan II
No. Nama Murid 1 Umar 2 A. M. Thariq
Penilaian Sebelum Perbaikan Siklus I 6 8 6 8
67
Siklus II 8 7
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 19 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Rahmat W Muh. Ridza A. Muh. Nuzul Gilang Muh. Fahrul Muh. Patir Suriyani Nurhidayanti Herni Tri Handayani St. Hardiyanti J. Fitriyana Andi Ambarwati Adinda Nur Aspin Nada Oxa A. Nurfadillah Mutmainnah Adeh Rusdiyanti Novriadi Muhlis Nurul Nurmadina Markipto Suleman Ratnadewi Karno G. St. Wulansari Sakka Jumlah Rata-raa
6 7 5 7 6 5 6 5 6 6 6 7 7 6 6 6 7 5 9 6 7 6 6 7 7 8 5 5 6 193 6.2
8 8 9 9 8 8 7 7 8 8 8 8 8 8 8 9 8 8 9 7 7 8 8 8 8 8 7 7 7 245 7.9
8 8 8 8 9 9 8 8 9 8 9 8 7 9 7 9 8 8 10 8 6 8 8 9 9 9 8 8 8 254 8.2
Dari data di atas dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa mendapatkan hasil belajar dari sebelum perbaikan pembejaran hingga siklus II . Kondisi awal nilai rata-rata hasil belajar hanya 6,2 dan pada siklus I dengan menggunakan media kartu permainan nilai tempat meningkat menjadi 7,9. Karena nilai hasil belajar siswa belum meningkat maka dilanjutkan dengan silus II dengan penerapan media kartu permainan yang dimaksimalkan. Dan rata-rata hasil belajar pada siklus II mencapai 8.2. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup penilaian hasil belajar siswa yang ditunjukkan oleh penguasaan kompetensi pada materi nilai tempat. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklusnya terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi Pada proses pembelajaran siklus I telah menggunakan media kartu permainan, Guru menjelaskan tujuan belajar dan materi tentang nilai tempat dan melakukan apersepsi. Selanjutnya, siswa dibagi menjadi 5 kelompok, masing- masing kelompok berjumlah 5 sampai 6 siswa. Setiap kelompok mendapat kartu permainan yang berisi angka dan kata-kata.. Setiap kelompokm diberi tugas untuk mengerjakan soal nilai tempat. Setiap kelompok mendiskusikan
68
hasil jawaban benar yang telah dikerjakan dan ketua kelompok memastikan tiap anggotanya dapat mengerjakan soal. Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan Kelompok yang lain menanggapi hasil kerja kelompok. Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang diajarkan. Sebagian besar siswa masih menunggu penjelasan yang rinci dari guru sebelum mengerjakan soal-soal yang disiapkan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Masih banyak siswa yang pasif, tidak ikut berpartisipasi dengan teman kelompoknya untuk menjawab soal-soal LKS. Pada pertemuan pertama, karena siswa belum terbiasa dengan kegiatan pembelajaran dengan metode numbered heads together sehingga banyak siswa yang pasif tidak berani dalam melaporkan jawaban, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menemukan jawaban atas soal-soal nilai tempat yang diberikan guru. Berdasarkan hasil pengamatan di siklus I tersebut di atas secara umum telah terjadi peningkatan kualitas pembelajaran dengan pembelajaran kartu permainan. Murid yang menjawab tes akhir pelajaran dengan benar meningkat tajam yakni pada siklus pertama hasil belajar 7,9 meningkat menjadi 8,2 pada siklus kedua. Hal ini dimungkinkan karena materi pelajaran yang diberikan memberi kesan permainan (game) bagi murid kelas III yang memang masih butuh nuansa bermain untuk segala aktifitasnya, termasuk menerima pelajaran. Kondisi lain yang mengalami peningkatan yang cukup drastis adalah keaktifan murid dalam mengerjakan tugas atau soal latihan karena mereka tidak terkesan terbebani dengan latihan tugas yang diberikan tetapi mereka menganggap sedang bermain . Pembelajaran menyenangkan terjadi karena kelas dikondisikan agar tercipta PENUTUP Penelitian Tindakan Kelas yang mengetengahkan pemanfaatan pembelajaran game kartu permainan untuk materi Nilai Tempat pada Mata Pelajaran Matematikan di Kelas II SD Negeri 019 Tanah Grogot, hasilnya dapat disimpulkan, sebagai berikut: Pembelajaran dengan kartu permainan nilai tempat ternyata mampu meningkatkan hasil belajar Matematika khususnya materi nilai tempat pada murid Kelas III SD Negeri 19 Tanah Grogot. Hal ini dibuktikan dengan perolehan rata-rata hasil belajar dengan nilai awal rata-ratanya 6,2 dan siklus I rata-rata hasil belajar 7,9 sedangkan di siklus II meningkat menjadi 82. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas ini, maka dapat disarankan, kepada: 1. Guru, hendaknya memperhatikan unsur usia murid yang dihadapi sehingga dapat menyesuaikan dengan teknik pembelajaran serta alat bantu yang digunakan dalam menyajikan materi. Juga disarankan untuk memanfaatkan pembelajaran game kartu permainan untuk materi nilai tempat di Kelas III SD karena telah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar murid. 2. Kepala Sekolah, hendaknya semakin menggiatkan dan mendukung agar guru lebih kreatif dalam penyajian suatu materi, baik dalam hal teknik yang digunakan serta alat peraga yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, 1979. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Idukatif. Jakarta: Rineka Cipta Aqib, Zainal. 2004. Karya Tulis Ilmiah Bagi Pengembangan Profesi Guru. Bandung: CV. Yrama Widya. Dasna, Wayan. Penelitian Tindakan Kelas/PTK (Classroom Action Research) Universitas Negeri Malang Djamarah, Syaiful Bakri. 1994. Prestasi Balajar dan Kompetisi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Mappa, Syamsu. 1971. Psikologi Pendidikan. Ujung Pandang: FIP IKIP UP. Salam, Abdul.1996. Studi Tentang Prestasi Belajar, Murid Belajar Kelompok dan Belajar Perseorangan. Skripsi. FIP IKIP Ujung Pandang. Salam. 2006. Konsep dan Penerapan Penelitian Tindakan Kelas. Makalah: Makassar Sudi Ariyanto dan Helena Erika, Pentingnya Permainan, halaman 75 - 89, Gloria Graffa, Yogyakarta, 2003.
69
PENGGUNAAN MEDIA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS I PADA LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO Ika Jumaroh SDN Model Terpadu Bojonegoro
[email protected]
Abstrak : Pembelajaran Matematika dengan media benda konkret telah dilaksanakan pada saat lesson study di kelas I SDN Model Terpadu Bojonegoro dengan materi bangun ruang sederhana. Lesson study dilaksanakan dengan tiga tahap yaitu plan,do,dan see. Kegiatan diikuti oleh guru SDN Model Terpadu dan Kepala Sekolah.Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil diskusi para observer adalah bahwa dengan media konkret dapat meningkatkan kemampan belajar siswa. Siswa aktif dan antusias dalam belajar,memupuk kerja sama antar siswa,dalam suasana belajar yang menyenangkan. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan.Pengalaman berharga dari kegiatan lesson study adalah bahwa guru harus kreatif dalam membuat media pembelajaran. Kata kunci : lesson study,benda konkret,hasil belajar matematika
PENDAHULUAN Matematika merupakan suatu ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, sehingga mempunyai pesan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Mengingat pentingnya matematika, maka matematika diajarkan di semua tingkatan pendidikan bahkan sampai ke perguruan tinggi. Oleh sebab itu, penguasaan matematika merupakan hal yang sangat penting diberikan pada siswa, sebagai bekal untuk berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif. Peneliti sebagai guru menggunakan cara-cara lama dalam menyampaikan pembelajaran, yaitu menerangkan, memberikan beberapa contoh soal. Kemudian siswa mencatat apa yang telah diterangkan oleh guru di papan tulis pada buku catatan siswa masing-masing. Kemudian membuat beberapa soal di papan tulis untuk dikerjakan oleh siswa sebagai latihan di sekolah, di sini guru berkeliling dari meja ke meja melihat dan menjelaskan kepada siswa yang belum mengerti untuk latihan di rumah, guru membuat soal latihan sebagai pekerjaan rumah, yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, diperlukan suatu solusi pembelajaran yang dapat menciptakan pembelajaran yang interaktif, memfasilitasi siswa dalam belajar, dan melibatkan peran aktif siswa saat mengikuti pelajaran Matematika serta memantapkan penguasaan dan pemahaman siswa dalam pembelajaran Matematika dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Media pembelajaran yang dapat digunakan satu diantaranya adalah menggunakan media konkret. Penggunaan media konkret ini akan diterapkan di kelas I SDN Model Terpadu pada materi bangun ruang. Media konkret ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Penggunaan media konkret dalam pembelajaran baik sebagai alat bantu pengajaran maupun sebagai pendukung agar materi pembelajaran semakin jelas dan dapat dengan mudah dipahami siswa, karena media konkret dapat dimanfaatkan siswa yaitu dengan mengotak-atik benda secara langsung di dalam proses pembelajaran. Menurut Latuheru (dalam Hamdani, 2005:9) menyatakan bahwa (1) media pembelajaran konkret berfungsi untuk menarik minat siswa terhadap materi pembelajaran yang disajikan, (2) media pembelajaran konkret berguna dalam hal meningkatkan pengertian anak
70
didik terhadap materi yang disajikan, (3) media pembelajaran konkret mampu menyajikan data yang kuat dan terpercaya. Media konkret adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efesien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan. Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum media konkret berfungsi sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi bejar mengajar yang efektif, (b) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c) Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) Mengembangkan motivasi belajar peserta didik, (e) Mempertinggi mutu belajar mengajar. Keuntungan penggunaan media konkret dalam pembelajaran adalah (a) Membangkitkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang bersifat konseptual, sehingga mengurangi kesalahpahaman siswa dalam mempelajarinya, (b) Meningkatkan minat siswa untuk materi pelajaran, (c) Memberikan pengalaman-pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri sendiri untuk belajar, (d) Dapat mengambangkan jalan pikiran yang berkelanjutan, (e) Menyediakan pengalaman - pengalaman yang tidak mudah di dapat melalui materi-materi yang lain dan menjadikan proses belajar mendalam dan beragam. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD (2006:26), mata pelajaran Matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan (a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah, (b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat; melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotoris (Sudjana, 2005:22). METODE Pada kegiatan lesson study diawali dengan pelaksanaan kegiatan plan yang dilaksanakan di home base lesson study SDN Model Terpadu Bojonegoro pada tanggal 19 Oktober 2013 yang dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study dan kepala sekolah SDN Model Terpadu Bojonegoro( Murtiningrum Tri P,S.Pd,M.Pd). Bahan ajar yang dipilih adalah standar kompetensi 1. Mengenal bangun ruang .Kompetensi dasar 1. Mengelompokkan berbagai bangun ruang sederhana (balok,kubus,tabung,bola,kerucut dan prisma) Tujuan yang diharapkan pada saat pembelajaran adalah : 1. Siswa dapat mengidentifikasi benda-benda bangun ruang 2. Siswa dapat menunjukkan benda – benda bngun ruang di kelas 3. Siswa dapat mengelompokkan benda – benda bangun ruang menurut jenisnya Pada saat plan dihasilkan seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran beserta lembar kerja siswa yang akan digunakan pada saat open class. Metode yang dipilih untuk pembelajaran adalah diskusi kelompok dan demonstrasi. Sedangkan media yang digunakan adalah benda konkret.Untuk keperluan tersebut , guru model menyiapkan benda – benda yang berada disekitar yang berbentuk bangun ruang. Tahapan do - see dilaksanakan di SDN Model Terpadu Bojonegoro pada tanggal 19 Oktober 2013. Pembelajaran matematika dilaksanakan dikelas IA pada semester gasal 2013 2014 open class dihadiri oleh guru – guru kelas peserta lesson study SDN Model Terpadu Bojonegoro,dosen pembimbing dari UM dan kepala sekolah SDN Model Terpadu Bojonegoro. Proses pembelajaran diawali dengan apersepsi dengan menyanyikan lagu bangun tidur dan mengjukan pertanyaan materi yang telah diberikan kepada siswa dan pemberian tujuan
71
pembelajaran pada pertemuan tersebut. Guru mendemonstrasikan benda-benda yang berbentuk bangun ruang . Setelah itu siswa diberi pertanyaan tentang benda-benda yang berbentuk bangun ruang .Setiap siswa diberikan lembar kerja yang kemudian dinilai oleh guru.Setelah selesai tes dilanjutkan penilaian hasil tes oleh guru secara lisan. Kegiatan lesson study berikutnya adalah tahapan see untuk merefleksi kegiatan pembelajaran ,dilaksanakan diruang guru SDN Model Terpadu Bojonegoro PEMBAHASAN Pembelajaran Matematika materi benda bangun ruang sederhana dengan media benda konkret ternyata sangat menyenangkan , baik bagi siswa maupun guru. Pada saat pendahuluan , dilakukan apersepsi dengan Tanya jawab untuk meningkatkan hal – hal yang telah dipahami siswa dengan hal – hal yang akan dipelajari hari itu. Siswa sangat aktif dalam menyebutkan benda – benda yang berbentuk bangun ruang mereka nampak serius bekerja sama menyelesaikan tugasnya. Menurut observer , hanya satu orang siswa yang nampak kurang aktif. Beberapa aktivitas pembelajaran ditunjukkan pada gambar 1 sampai gambar 5. Beberapa hal yang menjadi hasil pengamatan pada observer pada saat refleksi adalah berikut ini: a. Tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menggali semua potensi – potensi yang dimiliki siswa b. Siswa bersemangat untuk menyebutkan benda – benda yang berbentuk bangun ruang c. Terjadi interaksi yang kondusif antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru d. Siswa antusias secara bersama – sama menyelesaikan tugasnya e. Media benda konkret memberikan pemahaman kepada siswa tentang bangun ruang f. Siswa lebih mengerti dan mampu memberikan benda – benda yang berbentuk bangun ruang
Gambar 1. Tahap pendahuluan pembelajaran,siswa aktif menjawab pertanyaan guru
72
Gambar 2. Guru menunjukkan contoh benda-benda disekitar yang berbentuk bangun ruang
Gambar 3. Siswa sangat antusias dalam menyebutkan contoh benda bangun ruang
Gambar 4. Suasana kegiatan refleksi pembelajaran Pada saat refleksi pembelajaran, para guru juga dapat mengambil nilai bahwa apabila pembelajaran direncanakan dan persiapan mengajar lengkap dengan medianya,seperti contohnya adalah pembelajaran ini ,nampaknya siswa dapat menyebutkan benda – benda yang berbentuk bangun ruang dan benda – benda bukan bangun ruang. Pada saat pembelajaran , sebagian besar siswa aktif dan antusias mengikuti semua kegiatan ,kecuali beberapa siswa yang sejak awal nampak agak malas,Cuma ikut-ikutan. Anak tersebut menurut guru merupakan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah , sering membolos dan serig kehilangan konsentrasi belajar. Selain peran guru dalam menangani siswa tersebut, nampaknya memang perlu penangan lain yang khusus. Masukan lain yang dapat dikembangkan adalah sebaiknya media dapat digunakan lebih dari sekali sebab meskipun media yang digunakan sangat bagus ,namun memerlukan biaya yang cukup besar bagi sekolah yang kurang mampu. Namun demikian tidak seluruh rancangan pembelajaran dapat dilaksanakan karena keterbatasan waktu, yaitu presentasi dari siswa setelah mereka menyelesaikan kerja tidak seluruhnya bias terselesaikan.Nampaknya guru harus memperhitungkan waktu kerja siswa dan sebaiknya waktu kerja dibatasi sebelum siswa mengerjakan tugasnya. Dalam proses pembelajaran guru dituntut harus kreatif dalam membuat media pembelajaran . Sutikno (2009) menyatakan bahwa tumbuhnya kesadaranterhadap pentingnya pengembangan media pembelajaran dimasa yang akan dating harus dapat direalisasikan dalam praktik,disamping memahami penggunaannya para guru patut berupaya untuk mengembangkan ketrampilan membuat sendiri media yang murah dan efisien dengan tidak menolak
73
kemungkinan pemanfaatan alat modern yang sesuai dengan tuntutanperkembangan ilmu dan teknologi , media yang dibuat guru ,setidaknya memiliki kriteria berikut : 1. Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran 2. Dukungan terhadap isi materi pelajaran 3. Kemudahan memperoleh media 4. Sesuai dengan taraf berfikir siswa Menarik pula untuk mencermati yang disampaikan Suyatno (2008b) berikut , guru kreatif dan inovatif tidaklah akan cepat puas dengan salah satu tindakan yang dilakukannnya, Mereka akan selalu tidak puas dengan apa yang telah dijalani sebelum mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya,siswa dan kepentingan akademis. PENUTUP Pembelajaran Matematika dengan menggunakan media konkret pada saat open class lesson study di SDN Model Terpadu Bojonegorodengan materi bangun ruang sederhana dapat menyebabkan siswa aktif dan antusias dalam belajar, memupuk kerjasama antar siswa , dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan . Media benda konkret ternyata cukup menarik dan mengasyikkan. Hasil belajar siswa cukup memuaskan .Nilai yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah bahwa guru harus kreatif dalam membuat media yang dapat menunjang pembelajaran. Media yang dibuat guru harus dirancang supaya tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran,mendukung materi pelajaran , mudah diperoleh dan sesuai dengan taraf berfikir siswa. DAFTAR RUJUKAN Hamdani (2005).Media Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Bandung: Alfabeta. Mulyani Sumantri dkk.(2004). Media Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana.(2005). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sutikno,S. 2009.Penggunaan Media dalam Proses Pembelajaran. Tersedia pada http://www.sobrycenter.com/sobry/artikel.php?catid=artikel&subid=1&docid=21. Diakses 15 September 2009 Suyatno.2008b. Membangun Tradisi Pembelajaran Kreatif. Tersedia pada http://garduguru.blogspot. Com/2008/03/membangun-tradisi-pembelajarankreatif.html. diakses 5 September 2009 TIM BSNP.(2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTEKSTUAL DENGAN MEDIA STYROFOAM DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO Alkurnia Nur Rahmawati SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro
Abstrak : Lesson study pada pembelajaran Matematika di SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro dilaksanakan dengan dengan tahapan plan, do, dan see. Plan dilaksanakan untuk merancang perangkat pembelajaran dengan materi membandingkan pecahan dengan pendekatan konstekstual dengan media styrofoam. Do dilaksanakan untuk mengimplementasikan perangkat pembelajaran di kelas 3 – A dengan 1 guru model dan 4 observer yang terdiri dari teman guru dan kepala sekolah. See dilakukan untuk merefleksi pembelajaran yang dilaksanakan setelah pembelajaran. Hasil refleksi menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual dan media styrofoam dalam pembelajaran matematika kelas 3 materi membandingkan pecahan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan
74
ketuntasan belajar siswa. Hasil tes menunjukkan bahwa dari 20siswa dapat mencapai ketuntasan dengan skor 75 sampai dengan 100, dan hanya tiga siswa yang perlu remedial karena mendapat nilai 55, 60 dan 65. Lesson study memberi manfaat yang cukup signifikan bagi pelaksanaan pembelajaran Matematika dan juga suasana belajar antar guru di SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro. Kata kunci : lesson study, pendekatan kontekstual, media styrofoam, pembelajaran Matematika
PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan zaman, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa peningkatan kualitas peserta didik selalu berbanding lurus dengan kemauan pendidik untuk selalu berinovasi dan berkreatifitas menciptakan pembelajaran yang semenarik dan sebermakna mungkin. Inovasi dan kreatifitas pendidik bisa saja digali dari bertukar pengalaman dengan teman sejawat. Hal yang perlu didobrak dari mental para pendidik adalah kemauan untuk belajar bersama dan tidak menutup diri dengan teman sejawat dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dan Lesson Study merupakan salah satu solusi yang dapat mengcover hal itu. Lesson study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif, dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutula learning untuk membangun komunitas belajar. Lesoon study bukan metode atau srategi pembelajaran, tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Lesson Study dilaksanakan dengan dua tujuan yaitu: pertama, merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa, serta kedua, mempercepat pematangan, pendewasaan bagi guru pemula. Menjadikan guru lebih profesional dan inovatif bagi guru-guru senior. (Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kementrian Pendidikan Nasional, 2006). Menurut D.A. Muiz Lidinillah (2006), matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek yang abstrakdan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsepdiperoleh sebagai suatu akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsepdalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematikaagar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan penalarandeduktif untuk menguatkan pemahaman yang dimiliki oleh siswa. Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasimelalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah. Fungsi matematika yang begitu penting pada kenyataannya kurang dapat diterima dengan baik oleh siswa dan guru, matematika selalu saja dianggap sebagai momok yang menakutkan karena materinya begitu sulit. Harapan semua orang, baik orang tua siswa maupun guru yang mengajar matematika, materi matematika bukan lagi merupakan hal yang sulit untuk dipahami siswa, oleh karena itu guru memerlukan strategi atau pendekatan mengajar yang tepat, sesuai dengan tahapan berpikir siswa dalam melakukan penyelesaian berbagai permasalahan dalam matematika. Kesulitan untuk membelajarkan Matematika juga dialami oleh guru Matematika di SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro. Di awal semester 2, guru mengalami kesulitan untuk melaksanakan pembelajaran yang mudah diserap siswa. Hal ini disebabkan karena materi yang diajarkan adalah sesuatu yang baru dan belum pernah dikenalkan di kelas sebelumnya, yaitu tentang pecahan. Setelah melakukan diskusi dengan guru lain dan kepala sekolah, maka disepakati untuk melaksanakan pembelajaran secara kolaboratif melalui Lesson Study. Kegiatan Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu : plan, do, dan see. Plan berisi kegiatan menyusun perencanaan pembelajaran. Penyususnan RPP dan perangkatnya dilaksanakan secara kolaboratif dengan teman sejawat. Do berisi kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada RPP yang dilakukan guru model. Pelaksanaan pembelajaran diobservasi observer (teman sejawat) dengan menggunakan lembar observasi Lesson Study. See
75
berisi kegiatan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan guru model berdasarkan hasil pengamatan observer. PEMBAHASAN 1. Plan Kegiatan plan (perencanaan) dilaksanakan di ruang kelas 3 – A, SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro pada Hari Senin tanggal 21 Januari 2013, yang dihadiri oleh guru-guru kelas peserta Lesson Study dan Kepala Sekolah. Pada tahap ini dilakukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diharapkan mampu membelajarkan peserta didik secara efektif namun tetap menyenangkan, sehingga peserta didik lebih termotivasi dan antusias terhadap pembelajaran yang akan dilaksanakan. RPP disusun dengan Standart Kompetensi “Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalah”, Kompetensi Dasar “Membandingkan pecahan sederhana”,Materi “Membandingkan dua bilangan pecahan. Sedangkan PendekatanPembelajaran yang digunakan adalah Pendekatan Konstekstual dengan media styrofoam”. Pemilihan pendekatan konstekstual karena dengan pendekatan ini siswa diajak untuk bekerja sama dalam sebuah team work dan diajak mengkaitkan materi pembelajaran dengan pengalamannya dalam kehidupan nyata sehingga diharapkan peserta didik akan lebih memahami dan ingatannya akan lebih awet. Sedangkan penggunaan media styrofoam dipilih karena biayanya relatif murah, mudah didapat dan dapat meningkatkan aktivitas siswa belajar. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun bersama oleh para peserta Lesson Study dengan alokasi 2 jam pelajaran atau 2 kali 35 menit. Dalam kegiatan ini juga dibahas tentang kelebihan dan kekurangan beserta alternatif pemecahan masalah yang memungkinkan pembelajaran dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2. Do Tahapan do dilaksanakan oleh 1 guru model yang ditetapkan sebelumnya dan dilaksanakan di SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro, pada Hari Rabu, 23 Januari 2013. Pembelajaran Matematika dilaksanakan di kelas 3 – A pada semester genap 2012/2013. Open class dihadiri oleh 4 guru dan kepala sekolah yang bertindak sebagai observer. Pda tahap do (pelaksanaan), kegiatan yang dilakukan adalah menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dibuat pada tahap plan. Pengamatan yang dilakukan oleh para observer diarahkan pada aktivitas belajar siswa dengan berpedoman pada tata tertib menjadi observer dan pedoman pengamatan yang telah disepakati pada tahap perencanaan. Observer bukan untuk mengevaluasi penampilan guru yang sedang bertugas mengajar, tetapi mengamati siswa dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dimulai dengan memberikan pertanyaan singkat singkat tentang 1 1 1 arti pecahan 2, 3 , dan 4. Guru memberikan penjelasan singkat kepada siswa tentang materi pembelajaran yang akan dipelajari hari ini, yaitu Membandingkan Pecahan. Setelah itu, siswa dibagi dalam empat kelompok. Tiap kelompok diberikan worksheet, selembar kertas manila, selembar styrofoam, dan pisau cutter. Sebelum melaksanakan tugas, masing-masing kelompok diminta untuk memilih ketua kelompok dan diingatkan bahwa dalam melaksanakan tugas harus bekerja sama dan berhati-hati terutama ketika menggunakan pisau cutter. Tugas yang diberikan guru adalah membagi styrofoam menjadi 10 bagian sama besar. Bagian pertama dibiarkan utuh, ditulisi angka 1, kemudian ditempel di kertas manila. Bagian kedua dibagi menjadi dua 1 bagian sama besar, masing-masing bagian ditulisi 2, kemudian ditempel di kertas manila. 1
Bagian ketiga dibagi menjadi tiga bagian sama besar, masing-masing ditulisi 3, kemudian ditempel di kertas manila, begitu seterusnya sampai bagian kesepuluh dibagi menjadi sepuluh 1 bagian sama besar, masing-masing ditulisi 10 , kemudian ditempel di kertas manila. Dalam kegiatan kelompok, masing-masing kelompok diberikan waktu 30 menit. Namun pada pelaksanaannya ternyata waktu yang diberikan belum cukup. Sehingga guru memberikan tambahan waktu 5 menit. Setelah waktu habis tiap kelompok menempelkan hasil pekerjaannya di depan kelas dan siswa bersama dengan guru mengevaluasihasil pekerjaan tiap-tiap kelompok. Guru memberikan penguatan kepada kelompok terbaik dengan memberikan stiker smile. Kemudian guru bertanya jawab dengan siswa tentang membandingkan nilai pecahan,
76
pecahan berapa saja yang nilainya lebih besar dari pecahan lebih besar dari 1 3
1 2
? pecahan berapa
saja yang nilainya lebih besar dari ? dan lain-lain. Dan dilanjutkan dengan penjelasan guru tentang nilai pecahan. Di akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi berupa 10 soal tentang membandingkan nilai pecahan. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan adalah 15 menit. 3. See Kegiatan see dilakukan dilakukan setelah pembelajaran (do) selesai. See dihadiri oleh semua observer. Kegiatan see diawali dengan memberikan kesempatan kepada guru model untuk mengungkapkan perasaannya pada saat melaksanakan pembelajaran. Guru model mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar, dan 85 % siswa telah bisa mengikuti pembelajaran dengan baik dan siswa juga dapat memahami apa yang telah disampaikan oleh guru, meskipun ada beberapa anak yang kurang memperhatikan dalam proses pembelajaran. Pada pelaksanaan pembelajaran observer menemukan permasalahan, yaitu ada 3 orang siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru. Observer mengamati bahwa masalah yang muncul disebabkan karena 3 siswa tersebut kurang mendapatkan peran di kelompoknya. Ketua kelompok kurang bisa mengelola kelompoknya, tidak semua anggota kelompok yang bekerja. Observer memberi hasil penemuannya tersebut dan memberikan alternatif pemecahan masalah yang nantinya bisa diterapkan pada pembelajaran yang akan datang. Solusi yang diberikan adalah memberikan tata tertib bekerja dalam kelompok secara tertulis dan memberikan lembar pengamatan kerja kepada ketua kelompok dan ketua kelompoklah yang memberikan penilaian terhadap kerja kelompoknya sendiri. Berikut hasil pos tes yang dilakukan pada saat Lesson Study :
Hasil Pos Tes Siswa Pada Pembelajaran Matematika, Kelas 3 - A, Materi Membandingkan Pecahan 91 - 100 81 - 90 71 - 80 61 - 70 < 60
Dari Lesson Study, guru model dan observer sama- sama memperoleh manfaat yang banyak. Sharing yang dilakukan dalam Lesson Study membuat hubungan yang terjalin semakin akrab. Hal-hal kecil yang pada umumnya tidak disadari oleh guru model dapat dievaluasi bersama oleh observer dan dicarikan alternatif pemecahannya. PENUTUP Dengan adanya Lesson Study guru dapat mengambil banyak manfaat, kemauan guru untuk membuka diri dengan saran dan kritik dari teman sejawat membuat suasana belajar terbangun. Dalam Lesson Study guru bersama dengan teman sejawat melaksanakan plan dengan bertukar pikiran sehingga terwujud rencana pelaksanaan pembelajaran yang matang dan meninimalisir kekurangan yang muncul dalam pembelajaran. Dilanjutkan dengan kegiatan do, di mana pada kegiatan itu guru model melaksanakan pembelajaran dengan diamati oleh observer. Dan hal yang diamati oleh observer adalah permasalahan yang muncul pada waktu pembelajaran berlangsung yang nantinya akan dicarikan solusi pada saat see.
77
Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual memungkinkan anak untuk bekerja sama dalam sebuah team work dan diajak mengkaitkan materi pembelajaran dengan pengalamannya dalam kehidupan nyata sehingga diharapkan peserta didik akan lebih memahami dan ingatannya akan lebih awet.Sedangkan penggunaan media styrofoam dipilih karena biayanya relatif murah, mudah didapat dan dapat meningkatkan aktivitas siswa belajar.
DAFTAR RUJUKAN D. A. Muiz Lidinillah, S.Si., S.E. STRATEGI PEMBELAJARANMATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR., Makalah disampaikan pada Kegiatan Pembinaan Profesionalisme Guru SD Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya, Bandung : 2006 Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta : 2006
PENERAPAN MODEL JIGSAW (MODEL TIM AKHLI) PADA MATERI SIFAT-SIFAT OPERASI BILANGAN BULAT UNTUK MENINGKATKANHASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SDN INPRES MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Silvester Danny Rumangkang SDN Inpres Melonguane Talaud Abstrak: Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw telah dilaksanakan di SDN Inpres Melonguane Talaud dengan jumlah siswa 20 orang. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Proposal penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dengan dua siklus. Pada siklus I ratarata kemapuan siswa hanya mencapai 58% . Sendangkan pada siklus II rata-rata kemampuan siswa mencapai 87,5%. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif, Kooperatif model Jigsaw, hasil belajar Pendidikan Nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa dan berdasarkan pada pencapaian tujuan Pembangunan Nasional Indonesia. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, (UU RI No. 22 Tahun 2003). Berdasarkan fungsi Pendidikan Nasional tersebut, maka peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasanayang kondusifyang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan di kelas. Undang-undang No. 2 (1983:3), mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Perluasan kesempatan belajar yang diupayahkan oleh pihak pemerintah dalam memberikan peluang bagi terciptanya kualitas pendidikan yang handal. Hal ini terbukti dengan munculnya perubahan kurikulum yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan tujuan untuk merubah sistem dan kualitas kearah yang lebih baik. Pendidikan sekolah dasar merupakan proses yang sangat kompleks karena pendidikan akan berhasil jika dibarengi dengan kegiatan belajar. Belajar merupakan proses perubahan
78
tingkah laku atau sebagai aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman dan di bawah bimbingan guru. Evaluasi akan kecapaian tujuan proses belajar mengajar tentunya akan mengarah pada beberapa komponen seperti kurikulum, guru dan kemampuan propesional keilmuan serta pedagogik atau siswa. Faktor siswa adalah faktor yang sangat penting mengingat paradigma pendidikan di Indonesia saat ini tidak lagi menjadikan guru sebagai pusat proses belajar mengajar tetapi siswa yang menjadi pusat dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana diketahui bahwa mata pelajaran matematika di sekolah dasar ada yang disenangi murid-murid akan tetapi sering pula menjadi mata pelajaran yang ditakuti oleh sebagian murid-murid, yang mengalami kesulitan belajar matematika sehingga dalam proses pembelajaran model-model pembelajaran yang akan diberikan guru sangat penting untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Model pembelajaran Jigsaw (Model Tim Ahli) dapat diartikan sebagai bentuk kerja sama untuk memecahkan masalah dan juga merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif yang struktur tujuan yang tugasnya berbeda sesuai dengan berbagai macam kegiatan yang terlibat di dalam pendekatan pembelajaran tertentu. Model pembelajaran Jigsaw (Model Tim Ahli) hendaknya dilaksanakan secara sistematis sehingga dalam proses pembelajaran menjadi lebih “hidup” dan kualitasnya meningkat. Berdasarkan pengalaman peneliti disaat guru menjelaskan materi sifat-sifat operasi bilangan bulat di SDN Inpres Melonguane Talaud, banyak peserta didikyang kurang aktif, kreatif dalam segi memahami maupun mengerjakan soal-soal latihan. Dan sekitar 35 % siswa, masih mendapat kendala dalam memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat. Masalah tersebut disebabkan oleh karena;(1) Kurangnya kreatif guru dalam memilih model pembelajaran yang diterapkan,(2) Kurangnya pemberian kesempatan kepada siswa untuk kreatif dalam menemukan jawaban,(3) Sering memojokkan siswa ketika siswa salah sehingga hasil belajar siswa tidak meningkat. Peneliti mengyakini bahwadengan menggunakan model Jigsaw (Model Tim Ahli) dalam pembelajaran matematika khususnya pada sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud, untuk itu penulis tertarik mengangkat judul: Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika di kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah adalah : “Bagaimana penerapan Model Jigsaw (Model Tim Ahli) untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika tentang sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat di kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud”. Tujuan penelitian adalah meningkatkan hasil belajar siswadalam pembelajaran sifatsifat operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan model Jigsaw (Model Tim Ahli) di kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud.Bagi Guru SD dapat menerapkan model Jigsaw (Model Tim Ahli) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bagi SiswaModel Jigsaw(Model Tim Ahli) yang diberikan oleh guru disaat materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat memunculkan kreatifitas siswa untuk menemukan jawaban melalui soal-soal yang diberikan guru, serta aktif dalam kegiatan belajar mengajar.Bagi peneliti menambah wawasan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dalam usaha untuk menggunakan model Jigsaw (Model Tim Ahli) dalam meningkatkan pemahaman konsep dalam proses pembelajaran agar tercapainya suasana belajar yang kondusif dan kreatif. Di antara model-model pengajaran pembelajaran kooperatif adalah unik, karena pembelajaran kooperatif suatu struktur tugas dan penghargaan yang berbeda dalam mengupayakan pembelajaran siswa. Struktur tugas itu menghendaki siswa untuk bekerja bersamadalam kelompok-kelompok kecil. Ada beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Slavin (2008) mendefinisikan dalam pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu sama lain terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang memberi kesempatan pembelajaran untuk belajar bersama dalam kelompok kecil dimana masing-masing anggota bertanggung jawab terhadap keberhasilan diri dan kelompok.
79
Setelah memahami tentang definisi dan komponen-komponen pokok pembelajaran kooperatif, secara tidak langsung dapat diketahui manfaat-manfaat dari proses pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerjasama dengan siswa yang lain; (2) Siswa mempunyai banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan; (3) Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dapat meningkat; (4) Mengurangi kecemasan siswa (kurang percaya diri); (5) Meningkatkan motivasi, harga diri dan sifat positif; (6) Meningkatkan prestasi belajar. Empat variasi dari pendekatan pembelajaran kooperatif dasar dapat digunakan yaitu STAD, Jigsaw, Group Investigation, dan Structural Aproach. Pendekatan manapun yang digunakan, pembelajaran ditandai oleh siswa yang bekerja dalam kelompok-kelompok dan penghargaan yang berorientasi pada kelompok. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw (Model Tim Ahli) dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-teman dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas Hopkins (Trianto, 2007:56). Menurut Slavin (1991:75) Jigsaw klasik didesain oleh Elliot Aronson dkk. Dari Jigsaw klasik ini, Slavin kemudian mengembangkan Jigsaw. Pada model Jigsaw klasik, siswa dibagi dalam enam kelompok beranggotakan 6 siswa untuk bekerja pada materi akademis yang telah terpecah dalam sub-sub pokok bahasan. Setiap anggota kelompok membaca bagiannya kemudian anggota dari kelompok yang berbeda yang mempelajari bagian yang sama bertemu dalam kelompok awal dan saling mengajarkan apa yang dipelajari tadi. Model pembelajaran Jigsaw termasuk pembelajaran kooperatif dan sintaks berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok. Pembelajaran ini diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan powerpoint dan sebagainya (Suyatno, 2009: 53). Dalam model pembelajaran ini, guru memperhatikan schemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan schemata ini agar bahan pelajaran ini semakin bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotongroyong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. (Anita Lie, 2002: 68) Keunggulan model pembelajaran Jigsaw yaitu meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Meningkatkan kerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Pada model pembelajaran Jigsaw, terdapat langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: 1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang). 2. Materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa dalam teks yang telah dibagibagi menjadi sub bab. 3. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. 4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya. 5. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali kekelompoknya bertugas mengajar teman-temannya. 6. Pada pertemuan dan diskusi kelompok awal siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.
80
Perhatikanlah gambar cara kerja kelompok ahli di bawah ini; Kelompok Awal (5 atau 6 anggota yang heterogen dikelompokkan)
1
2
33
1
2
3
1
2
3
4
5
6
4
5
6
4
5
6
1
1 1
2
2
………….
…………..
………….
………….
2
Kelompok Ahli (tiap kelompok ahli memiliki suatu anggota dari tim-tim asal) Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru antara lain : 1. Bahan kuis 2. Lembar Kerja Siswa (LKS) 3. Rencana Pembelajaran Hasil belajar menurut Mansur (2007) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah keleluasaan dan kedalaman kompetensi yang dirumuskan dalam pengetahuan perilaku, keterampilan dan nilai yang diukur dengan menggunakan teknik penilaian. Hasan Hamid (1992/1993: 28) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Biasa juga disebut nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan dalam selang waktu tertentu. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 105-10) mengemukakan bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila Tujuan Instruksional Khususnya (TIK) dapat tercapai. Sutartini Fransiska (2010: 2) mengemukakan bilangan adalah kuantitas atau banyak dari sesuatu yang tertentu, atau pernyataan yang menunjukkan banyaknya suatu benda. Bilangan bulat adalah gabungan semua himpunan bilangan bulat positif/bilangan asli dan semua himpunan bilangan negatif dan nol. Jadi bilangan bulat itu merupakan gabungan dari: a. Bilangan bulat positif/bilangan asli yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 ,10 dan seterusnya. b. Bilangan 0. c. Bilangan bulat negatif yaitu -1, -2, -3, -4, -5, -6, -7, -8, -9, -10 dan seterusnya. Untuk menyajikan materi bilangan bulat, maka diharapkan guru menyajikan materi ini dengan menggunakan media atau alat peraga dalam pembelajaran. Menanamkan konsep bilangan bulat kepada siswa dapat menggunakan garis bilangan. Perhatikan garis bilanganberikut ini: Bilangan Bulat Negatif 0
Bilangan Bulat Positif
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 Sifat Operasi/Pengerjaan Hitung Pada Bilangan Bulat. 1. Sifat Pertukaran (Komutatif) a. Letak suku tidak mengubah hasil penjumlahan (Pada Penjumlahan) p+a=a+p b. Letak faktor tidak mengubah hasil kali (Pada Perkalian) pxa=axp 2. Sifat Pengelompokan (Asosiatif) a. Hasil penjumlahan tiga bilangan cacah tidak berubah walaupun pengelompokan (Pada Penjumlahan)
81
5
berbeda
3.
(p + a) + r = p + (a + r) b. Hasil kali tiga bilangan cacah tidak berubah walaupun berbeda pengelompokan (Pada Perkalian) (p x a) x r = p x (a x r) Sifat Penyebaran (Distributif) a. Dari perkalian menyebar ke penjumlahan tidak mengubah hasil. p x (a + r) = (p x a) + (p x r) b. Dari perkalian menyebar ke pengurangan tidak mengubah hasil. p x (a - r) = (p x a) – (p x r)
METODE Penelitian ini menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengacu pada desain penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) Perencanaan (plan), (2) Pelaksanaan Tindakan (act), (3) Observasi (observe), (4) Refleksi (reflect). Alur penelitiannya adalah sebagai berikut:
Perencanaan Refleksi Tindakan Observasi Perbaikan Rencana
Observasi Tindakan Refleksi Berhasil Siklus penelitian menurut Kemmis dan Mc Taggart dalam Kasihani Kasbolah. Deskripsi langkah-langkah penelitiankeseluruhannya terdiri atas: 1. Persiapan Penelitian Tahap ini diawali dengan studi pendahuluan atau penjajakan awal. 2. Tahap pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw Tahap ini dilaksanakan pada dua siklus penelitian dengan tiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan. Siklus I 1. Tahap Perencanaan
82
Pada tahap perencanaan penelitian menentukan materi yang akan digunakan menggunakan model pembelajaran 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelakasanaan penelitian melakukan tindakan sesuai persiapan atau rencana dengan menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran pada bulan Agustus tahun ajaran 2013/2014. 3. Tahap Observasi Kegiatan observasi/pengamatan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, dengan mencatat hal-hal penting; seperti apa yang dilakukan guru dan respon apa yang diberikan siswa. Suasana yang tercipta saat proses belajar mengajar dan hasil yang diperoleh siswa. Tentunya hal ini dilakukan dengan bantuan guru kelas. 4. Tahap Refleksi Pada tahap refleksi dilakukan analisis data mengenai proses masalah dan hambatan yang dijumpai. Hasil refleksi merupakan dasar untuk perencanaan berikutnya, tindakan tambahan yang perlu diperhatikan dan sebagainya, melalui siklus berikutnya. Siklus II Siklus ini merupakan tindak lanjut dari penelitian siklus pertama dengan mengunakan empat tahapan yang telah dirancang tetapi pada siklus ini akan lebih ditekankan pada perbaikan. Hal-hal penting yang mempengaruhi ketidakberhasilan sesuai dengan temuan pada pelaksanaan siklus sebelumnya. Kegiatan ini secara prosedural menggunakan Penelitian tindakan kelas. Yang menjadi subjek penelitian kelas ini adalah siswa-siswa kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud, dan waktu penelitian pada bulan Agustus tahun ajaran 2013/2014. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah; 1) Model pembelajaran Jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif dimana bukan guru yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran melainkan siswa. 2) Hasil belajar adalah kemampuanyang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Biasanya juga disebut nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar dalam selang waktu tertentu. 3) Sifat Operasi/Pengerjaan hitung pada bilangan bulat. a. Sifat Pertukaran (Komunitatif) Pada penjumlahan :p+a=a+p Pada perkalian : p x a = a x p b. Sifat Pengelompokan (Asosiatif) Pada penjumlahan : (p + a) r = p + (a + r) Pada perkalian : (p x a) x r = p x (a x r) c. Sifat Penyebaran (Distributif) Dari perkalian menyebar ke penjumlahan tidak mengubah hasil. p x (a + r) = (p x a) + (p x r) Dari perkalian menyebar ke pengurangan tidak mengubah hasil. p x (a - r) = (p x a) – (p x r) Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti melakukan pengambilan data yang bersumber dari siswa sekolah dasar kelas V SDN Inpres Melonguane dengan cara; (1) Pengamatan yang dilakukan terhadap hasil belajar siswa,(2) Wawancara dengan nara sumber, (3) Analisis tes yang dilakukan pada awal dan akhir kegiatan pembelajaran dan belajar dari tiap akhir siklus. Teknik analisis data dilakukan untuk mengukur hasil belajar, selanjutnya analisis data dengan perhitungan presentase dan rata-rata hasil belajar yang dicapai murid. Peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam pembelajaran serta hasil belajar siswa dilakukan dengan membandingkan hasil pencapaian belajar pada siklus-siklus penelitian. Selanjutnya juga peningkatan kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dari setiap siklus dapat dilihat dari lembar observasi. Kriteria keberhasilan dari penelitian tindakan kelas ini adalah apabila jumlah siswa yang menunjukkan ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 80% dengan nilai rata-rata diatas 7.0 dengan formula yang digunakan adalah;
83
KB =
T 𝑇1
x 100%
Ketarangan : KB = Ketuntasan Belajar T = Jumlah skor yang diperoleh siswa T1 = Jumlah skor total (Trianto, 2007)
PEMBAHASAN Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas V SDN Inpres Melonguane kecamatan Melonguane Kab. Kepl. Talaud diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Siklus I Kegiatan siklus I pada penelitian ini berdasarkan catatan dan observasi dari belajar mengajar yang dilaksanakan dapat dipaparkan dari hasil belajar siswa kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud dengan prosentase. Tabel 1. Prosentase hasil belajar siswa kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud Tahun Pelajaran 2013/2014 No
Tingkat Penguasaan
Frekwensi
Prosentase
Skor Standar
Kualifikasi
1 2 3 4 5
( 91 – 100 ) % ( 81 – 90 ) % ( 71 – 80 ) % ( 61 – 70 ) % ≤ 60 % Jumlah
0 0 4 6 10 20
0% 0% 20 % 30 % 50 % 100 %
A B C D E
Memuaskan Baik Cukup Kurang Gagal
Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan bahwa dari 20 siswa di kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud tidak ada siswa yang memperoleh kualifikasi memuaskan, baik dan kurang. Kualifikasi cukup hanya diperoleh oleh 4 siswa (20%),sedangkan 16 siswa (80%) mencapai kualifikasi kurang dan gagal. Dengan hasil perolehan nilai siswa adalah; Jumlah siswa yang mengikuti adalah 20 orang Siswa yang mendapat nilai8 ada 2 orang Siswa yang mendapat nilai 7,5 ada 2 orang Siswa yang mendapat nilai 6 ada 6 orang Siswa yang mendapat nilai 5,5 ada 6 orang Siswa yang mendapat nilai 4ada 4 orang Dari hasil tes pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata kemampuan siswa dalam pembelajaran pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulatadalah; T KB = 𝑇1 x 100% 116
= x 100% 200 = 58 % Hasil observasi siswa pada siklus I, terdapat 2 siswa yang belum menyelesaikan tugas pendahuluan, terdapat 2 siswa yang belum ada interaksi dengan teman, terdapat 2 siswa tidak termotivasi untuk bekerja, terdapat 3 siswa belum disiplin kerja, 4 siswa belum bertanggung jawab,2 siswa bercanda dan bermain di kelas, terdapat 1 siswa tidak memperhatikan , terdapat 3 siswa yang tidak mengajukan pertanyaan dan terdapat 1 siswa hanya berdiam diri. Hasil kegiatan pada siklus I menunjukkan hasil yang tidak memuaskan karena sebagian siswa mencapai kualifikasi gagal yaitu 16 siswa memperoleh skor dibawah 61. Untuk itu peneliti menindaklanjuti kegiatan ini dengan kegiatan siklus II.
84
2. Siklus II Berdasarkan hasil pada siklus I, maka peneliti mengadakan pembelajaran lagi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, agar siswa dapat berinteraksi dan mengkomunikasikan materi sifat-sifat operasi berhitung bilangan bulat dipimpin ketua kelompoknya. Desain pembelajaran pada siklus II ini siswa dibagi dalam 5 kelompok, masingmasing kelompok 4 siswa. Kelompok pada siklus II ini tidak menggunakan nama kelompok dari siklus I tetapi membentuk kelompok baru. Berdasarkan data yang diperoleh pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, hasil belajar yang dicapai siswa kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud dapat dipaparkan dalam tabel 2 berikut. Tabel 2. Prosentase hasil belajar siswa kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud Tahun Pelajaran 2013/2014 No
Tingkat Penguasaan
Frekwensi
Prosentase
Skor Standar
Kualifikasi
1 2 3 4 5
( 91 – 100 ) % ( 81 – 90 ) % ( 71 – 80 ) % ( 61 – 70 ) % ≤ 60 % Jumlah
5 10 4 1 0 20
25 % 50 % 20 % 5 % 0% 100 %
A B C D E
Memuaskan Baik Cukup Kurang Gagal
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa dari 20 siswa terdapat 5 siswa (25%) yang mencapai kualifikasi memuaskan, 10 siswa (50%) mencapai kualifikasi baik, 4 siswa (20%) mencapai kualifikasi cukup, 1 siswa (5%) mencapai kualifikasi kurang, dan tidak ada siswa yang mendapat kualifikasi gagal. Dengan hasil perolehan nilai siswa adalah; Jumlah siswa yang mengikuti adalah 20 orang Siswa yang mendapat nilai 10ada 5 orang Siswa yang mendapat nilai 9 ada 4 orang Siswa yang mendapat nilai 8,5 ada 6 orang Siswa yang mendapat nilai 8 ada 2 orang Siswa yang mendapat nilai 7,5 ada 2 orang Siswa yang mendapat nilai 7 ada 1 orang Dari hasil tes pada siklus II, diperoleh rata-rata kemampuan siswa dalam pembelajaran pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat adalah; T KB = 𝑇1 x 100% 103
= x 100% 120 = 87,5 %. Secara keseluruhan kemampuan rata-rata siswa dalam mempelajari materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siklus II mencapai 87,5% ini mengalami peningkatan dibandingkan kemampuan rata-rata siswa pada siklus I yang hanya mencapai 58%. Sesuai dengan hasil penelitian dari 20 siswa kelas V SDN Inpres Melonguane Talaud, terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini sebagai akibat dari perlakuan yang peneliti berikan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai upaya untuk mencapai hasil belajar siswa yang lebih optimal. Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan peserta didik dalam belajar maka kita sebagai guru seharusnya selektif dan kreatif dalam memilih metode dan model pembelajaran di kelas sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Sebaiknya guru juga harus melibatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan agar peserta didik mampu berinteraksi dan berusaha untuk senatiasa mengembangkan kemampuan yang ada.
85
PENUTUP Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw cenderung berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan kegiatan evaluasi pada setiap siklus kegiatan penelitian. Hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif model Jigsaw pada mata pelajaran matematika antara siklus I dan II menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Pada siklus I kemampuan rata-rata siswa hanya mencapai 58 % sendangkan pada siklus II kemampuan rata-rata siswa mengalami peningkatan menjadi 87,5%. Kegiatan pembelajaran model kooperatif tipe Jigsaw memberikan keleluasaan kepada siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain dalam menggali pengetahuan yang dipelajari. Penerapan Model Jigsaw dalam pembelajaran merupakan model yang perlu dikembangkan agar menjadi lebih baik dan adaptif dalam pembelajaran, untuk itu disarankan beberapa hal yaitu; 1. Penggunaan model Jigsaw dalam pembelajaran masih dapat diteliti lebih lanjut terutama menyangkut efektifitasnya dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika. 2. Penggunaan model Jigsaw dalam pembelajaran masih dapat dikembangkan, dalam berbagai pendekatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Anita Lie,2002, Cooperative Learning, Jakarta : PT Gramedia Widwasarana Indonesia. Hasan Hamid, 1992/1993. Evaluasi Hasil Belajar, Jakarta : Depdikbud. Kemmis,S & Mc.Taggart,R. 1988. The Action Research Planer Victoria. Deakin University Press. Manshur, 2007. Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Bandung : Alfabeth. Slavin, 2008Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Penterjemah : Nurulita Y . Bandung : Nusa Media. Suyatno, 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Jawa Timur : Masmedia Buana Pustaka. Syaiful Bahri Djamarah & Aswab Zain, 2006. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rhineka Cipta. Sutartini Fransiska, 2010. Jagoan Matematika SD, Jakarta : PT GRASINDO. Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, Jakarta : Prestasi Pustaka.
PENINGKATAN PRESTASI HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI KPK DAN FPB MELALUI METODE PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER SISWA KELAS VC SDN 002 TANAH GROGOT 2013/2014 Abdul Muthalib SDN 002 Tanah Grogot Kabupaten Paser Kalimantan Timur Abstrak: Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah dasar. Dalam mengajarkan pembelajaran matematika dibutuhkan pembelajaran yang konkrit untuk memudahkan siswa dalam memahami mata pelajaran matematika. Guru profesional harus dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pemahaman materi siswa masih rendah. Maka, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode pembelajaran numbered heads together untuk meningkatkan prestasi hasil belajar siswa. Dengan metode pembelajaran numbered heads together siswa
86
diarahkan untuk belajar secara berkelompok dan siswa aktif dalam pembelajaran. Metode penelitian ini adalah penelitan tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Nilai hasil belajar siswa kelas VC SDN 002 Tanah Grogot pada siklus I nilai rata-rata adalah 67,7 dan pada siklus II nilai rata-rata mencapai 80,4. Kata Kunci: Metode Numbered Heads Together, Prestasi Hasil Belajar, Matematika
PENDAHULUAN Matematika Peningkatan daya serap atau kemampuan pemahaman matematika seorang siswa sangat dipengaruhi oleh pengalaman siswa dalam proses belajar. Sedangkan pembelajaran matematika merupakan usaha membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui proses. Sebab mengetahui adalah suatu proses, bukan suatu produk (Bruner:1977). Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki.Penerapan metode ceramah dalam pembelajaran sebagaimana menjadi kebiasaan umum para guru selama ini menyebabkan siswa cenderung pasif dan keadaan kelas menjadi membosankan. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran terbatas pada mendengarkan penjelasan guru, mencatat, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal. Aktivitas lain seperti melakukan penyelidikan melalui praktikum, diskusi, mengajukan pertanyaan, mengerjakan LKS, dan mempresentasikan hasil penyelidikan masih kurang. Hal ini tentunya berkontribusi negatif yaitu rendahnya minat siswa dalam pembelajaran yang akhirnya berdampak pada rendahnya penguasan konsep matematika. Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan materi pembelajaran. Belajar matematika berkaitan dengan belajar konsep-konsep abstrak, dan siswa merupakan makluk psikologis (Marpaung:1999), maka pembelajaran matematika harus didasarkan atas karakteristik matematika dan siswa itu sendiri. Untuk itu, dalam pembelajaran Matematika harus mampu mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran dan mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran tersebut. Melalui pembelajaran seperti ini diharapkan ada perubahan dalam hal pembelajaran matematika yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru diubah menjadi berpusat pada siswa. Pemilihan strategi belajar yang tepat memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna sehingga indikator kompetensi dalam pembelajarannya pun dapat tercapai. Salah satu pengalaman belajar yang melibatkan siswa secara langsung sehingga dapat membangkitkan aktivitas dalam pembelajaran yaitu dengan pembelajaran numbered heads together. Pembelajaran Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Penulis selaku guru matematika di SDN 002 Tanah Grogot sangat tertarik untuk menerapkan metode numbered heads together dalam pembelajaran matematika. Ketertarikan ini didorong pula oleh kerisauan penulis selaku guru atas rendahnya hasil belajar siswa Kelas VC. Rendahnya hasil belajar ini kemungkinan besar disebabkan oleh rendahnya keaktifan atau partisipasi siswa dalam KBM yang selama ini menggunakan metode ceramah, latihan soal dan PR. Hasil belajar dapat dilihat dari perubahan tingkah laku seseorang yang telah mengalami proses belajar yaitu dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku yang dimaksud adalah unsur motoris, unsur yang hasil belajarnya dapat terlihat secara nyata atau secara jasmaniah (Hamalik, 2003). Untuk itulah permasalahan ini akan dicoba diatasi dengan penerapan metode numbered heads together dimana siswa dilibatkan secara aktif dalam KBM sebagai upaya meningkatkan prestasi hasil belajar matematika siswa khususnya pada materi KPK dan FPB. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdapat kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan observasi. Penelitian dilakukan di SDN 002 Tanah Grogot pada siswa kelas VC dengan jumlah siswa 26 orang. Penelitian ini dilaksanakan selama dua minggu untuk pelajaran KPK dan FPB dengan menggunakan metode numbered heads together. Secara rinci prosedur penelitian tindakan dapat dijabarkan sebagai berikut:
87
a) Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah : 1) Analisis permasalahan pembelajaran matematika di kelas VC, kemudian merencanakan tindakan pemecahan masalah. 2) Membuat skenario pembelajaran berdasarkan metode numbered heads together. 3) Membuat lembar observasi atau pemgamatan yang akan digunakan oleh observer untuk mengamati aktivitas guru dan siswa pada saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar 4) Membuat LKS (Lembar Kegiatan Siswa). 5) Membuat alat evaluasi b) Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Adapun tahap-tahap yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran dengan metode numbered heads together yaitu : 1) Guru menjelaskan tujuan belajar dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari 2) Guru melakukan apersepsi tentang KPK dan FPB. 3) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. 4) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 5) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya. 6) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. 7) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. 8) Kesimpulan. c) Tahap Observasi Pada tahap observasi, peneliti sebagai guru pengajar melakukan tindakan dengan menggunakan metode penemuan terbimbing sedangkan untuk mengobservasi tindakan guru dan aktifitas siswa di kelas dilakukan oleh rekan seprofesi (observer) dengan menggunakan lembar observasi. d) Refleksi Pada tahap refleksi ini peneliti (guru pengajar) bersama-sama observer mendiskusikan hasil tindakan yang telah dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran. Dari hasil tindakan tersebut peneliti dan observer dapat merefleksikan diri dengan melihat data observasi, apakah dengan penerapan metode belajar numbered heads together sudah meningkatkan prestasi hasil belajar matematika siswa. Hasil analisis data yang dilakukan dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. PEMBAHASAN Siklus I Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup penilaian hasil belajar siswa yang ditunjukkan oleh penguasaan kompetensi pada materi FPB dan KPK. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklusnya terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pada proses pembelajaran siklus I telah menggunakan metode numbered heads together, Guru menjelaskan tujuan belajar dan materi tentang KPK dan FPB dan melakukan apersepsi. Selanjutnya, siswa dibagi menjadi 5 kelompok, masing- masing kelompok berjumlah 5 sampai 6 siswa. Setiap kelompok mendapat nomor. Kelompok I mendapat nomor 1sampai 5, kelompok II mendapat nomor 6 sampai 10, kelompok III mendapat nomor 11 sampai 15, kelompok IV mendapat nomor 16 sampai 20, dan kelompok V mendapat nomor 21 sampai 26. Setiap kelompokm diberi tugas untuk mengerjakan soal KPK dan FPB. Setiap kelompok mendiskusikan hasil jawaban benar yang telah dikerjakan dan ketua kelompok memastikan tiap anggotanya dapat mengerjakan soal. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan melaporkan hasil kerjasama. Kelompok yang lain menanggapi hasil laporan. Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang diajarkan. Sebagian besar siswa masih menunggu penjelasan yang rinci dari guru sebelum mengerjakan soal-soal KPK dan FPB yang disiapkan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Masih banyak siswa yang pasif,
88
tidak ikut berpartisipasi dengan teman kelompoknya untuk menjawab soal-soal LKS. Pada pertemuan pertama, karena siswa belum terbiasa dengan kegiatan pembelajaran dengan metode numbered heads together sehingga banyak siswa yang pasif tidak berani dalam melaporkan jawaban, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menemukan jawaban atas soalsoal KPK dan FPB yang diberikan guru. Tabel Perolehan Nilai Siswa Siklus I No Nilai Sikus I 50 1 60 2 70 3 80 4 90 5 100 6
Perolehan Nilai Prosentase (%) 1 3.85 8 30.77 13 50 4 15.38 0 0.00 0 0.00 26 Jumlah 100 Pada proses pembelajaran siklus I, 1 siswa mendapat nilai 50, 8 siswa mendapat nilai 60, 13 siswa mendapat nilai 70, dan 4 siswa mendapat nilai 80. Ketuntasan siswa pada pelajaran matematika kelas 5 C adalah 65. Jumlah siswa yang tuntas dalam pembelajaran adalah 17 siswa dan yang belum tuntas adalah 9 siswa. Tabel Jumlah dan Nilai Rata-rata Siswa Siklus I No Nilai Sikus I Frekuensi Nilai x Frekuensi Ketuntasan (%) 50 1 50 3.85 1 2
60
8
480
30.77
3
70
13
910
50.00
4
80
4
320
15.38
5
90
0
0
0.00
6
100
0
0
0.00
26
1760
65.4
Jumlah
67.7 Nilai Rata-rata Jumlah nilai tes siklus I adalah 1760, nilai rata-rata 67,7. Ketuntasan belajar pada siklus I mencapai 65,4%. Kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I antara lain: (a) Sebagian siswa masih pasif dan cenderung untuk bermain-main dalam kegiatan belajar mengajar, (b) Ada beberapa siswa yang belum dapat memahami mengenai materi yang telah dijelaskan oleh guru, (c) siswa masih ragu-ragu untuk melaporkan. Berdasarkan beberapa kendala yang terjadi pada siklus ini, maka peneliti (guru pengajar) dan observer menentukan beberapa tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus kedua, diantaranya yaitu : (a) memusatkan perhatian dengan menggunakan numbered heads together dalam pembelajaran dikelas, (b) memotivasi siswa untuk lebih aktif lagi dalam pembelajaran, (c) memberikan bimbingan yang menyeluruh kepada siswa dan memotivasi siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum dimengerti. Gambar 1 Siswa berdiskusi tentang jawaban soal KPK dan FPB yang diberikan oleh guru
89
Siswa mengerjakan soal yang diberikan oleh guru pada siklus I
Siklus II Pada proses pembelajaran siklus II telah menggunakan metode numbered heads together, Guru menjelaskan tujuan belajar dan materi tentang KPK dan FPB dan melakukan apersepsi. Selanjutnya, siswa dibagi menjadi 5 kelompok, masing- masing kelompok berjumlah 5 sampai 6 siswa. Setiap kelompok mendapat nomor. Kelompok I mendapat nomor 1sampai 5, kelompok II mendapat nomor 6 sampai 10, kelompok III mendapat nomor 11 sampai 15, kelompok IV mendapat nomor 16 sampai 20, dan kelompok V mendapat nomor 21 sampai 26. Setiap kelompokm diberi tugas untuk mengerjakan soal KPK dan FPB. Setiap kelompok mendiskusikan hasil jawaban benar yang telah dikerjakan dan ketua kelompok memastikan tiap anggotanya dapat mengerjakan soal. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan melaporkan hasil kerjasama. Kelompok yang lain menanggapi hasil laporan. Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang diajarkan. Pada siklus ini pencapaian hasil belajar telah diperoleh dengan sangat baik. Berdasarkan catatan lapangan dari observer pada siklus ini, khususnya pada siklus pertama masih ada yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu berdasarkan hasil refleksi maka perlu adanya perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus kedua untuk pertemuan selanjutnya yaitu : (i) meminta siswa untuk lebih aktif lagi baik itu dalam belajar secara kelompok maupun secara individu karena masih ada saja siswa yang tidak mau ambil bagian dalam tugas kelompok, (ii) Menekankan kepada siswa yang bermain-main untuk serius dalam mengikuti pelajaran, (iiI),memberikan bimbingan yang menyeluruh kepada siswa baik secara individual maupun berkelompok,(iv) Guru memberikan lebih banyak soal-soal latihan dan soal-soal yang diberikan lebih mudah untuk di mengerti oleh siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman dalam soal-soal tersebut Setelah dilakukan tindakan perbaikan pada siklus ini maka hasil yang diperoleh setelah perbaikan sangat baik, tampak beberapa perubahan yang dialami siswa, yaitu semangat, pemahaman siswa terhadap pelajaran, keberanian siswa melaporkan hasil jawaban dan keaktifan siswa mengalami peningkatan. Siswa mengerjakan soal KPK dan FPB pada siklus II
90
Gambar 4 siswa mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya
Gambar 5 Antusias siswa dalam menerima pembelajaran numbered heads together
Tabel Perolehan Nilai Siswa Siklus II No Nilai Sikus II 50 1 60 2 70 3 80 4 90 5 100 6
Perolehan Nilai 0 1 10 6 5 4
Prosentase (%) 0.00 3.85 38.46 23.08 19.23 15.38 100 26 Jumlah Pada proses pembelajaran siklus II, tidak ada siswa mendapat nilai 50, 1 siswa mendapat nilai 60, 10 siswa mendapat nilai 70, dan 6 siswa mendapat nilai 80, 5 siswa mendapat nilai 90, dan 4 siswa mendapat nilai 100. Jumlah siswa yang tuntas dalam pembelajaran adalah 25 siswa dan yang belum tuntas adalah 1 siswa. Tabel Jumlah dan Nilai Rata-rata Siswa Siklus II No Nilai Sikus II Frekuensi Nilai x Frekuensi Ketuntasan (%) 1
50
0
0
0.00
2
60
1
60
0.00
3
70
10
700
38.46
91
4
80
6
480
23.08
5
90
5
450
19.23
6
100
4
400
15.38
26
2090
96.2
Jumlah
80.4 Nilai Rata-rata Jumlah nilai tes hasil belajar siklus II adalah 2090, nilai rata-rata 80,4. Ketuntasan belajar pada siklus II mencapai 96,2%. Peningkatan ini terjadi karena siswa mulai terbiasa menggunakan numbered heads together dalam pembelajaran di kelas, penjelasan yang disampaikan oleh guru dengan menggunakan alat peraga dapat dimengerti oleh siswa dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa karena siswa dapat menyimpulkan materi yang disampaikan oleh guru. Adapun penguasaan kompetensi siswa tentang FPB dan KPK, dari tes siklus I dan II diperoleh data berikut: Tabel Nilai Rata-rata dan Ketuntasan Siswa Siklus I dan Siklus II Siklus Nilai Rata-rata Ketuntasan Keterangan Siklus I
67,7
65,4%
Belum Tuntas
Siklus II
80,4
96,2%
Tuntas
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai hasil belajar siswa pada siklus I dan II mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat lebih jelas dari selisih nilai ketuntasan belajar siswa dari siklus I dan siklus II yaitu sebesar 30,8%. Nilai rata-rata pada siklus I 67,7 dan nilai ratarata pada siklus II adalah 80,4. Ketusan belajar siswa pada siklus I adalah 65,4% dan pada siklus II adalah 96,2% Grafik 1 Perolehan Nilai Siswa pada Sebelum Perbaikan, Siklus I dan Siklus I 13
14 12
10 9 8 8
10 8
6
6
4
3 3 3
4 2
Sebelum Perbaikan
1 1 000 000 00 00 0
5
4
Siklus I Siklus II
0 00 00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Grafik 2 Jumlah Nilai dan Rata-rata Sebelum Perbaikan, Siklus I, dan Siklus II 1930 2000 1500
1620 1320
1000 500
Jumlah 56.20
67.7
Rata-rata
80.4
0 Sebelum Siklus I Perbaikan
Siklus II
92
Grafik 3 Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II
ketuntasan belajar 96.20% 100.00%
65.40%
50.00%
ketuntasan belajar
0.00% siklus I
siklus II
PENUTUP Kesimpulan Prestasi hasil belajar matematika materi FPB dan KPK melalui metode numbered heads together siswa kelas VC SDN 002 Tanah Grogot terdapat peningkatan setelah dilaksanakan penelitian berdasarkan nilai rata-rata pada siklus I adalah 67,7 dan pada siklus II adalah 80,4. Ketuntasan siswa dalam pembelajaran pada siklus I 65,4%, dan terdapat peningkatan pada siklus II yaitu 96,2%. Saran 1. Guru hendaknya mampu mengkreasi proses pembelajaran yang bervariasi, agar siswa tidak jenuh dalam pembelajaran. 2. Guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang tepat bagi kebutuhan siswa, karena disamping memberikan pengalaman baru bagi guru juga dapat meningkatkan partisipasi siswa. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Dimiyanti, S. dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Martinis Yamin; 2004; Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi; Jakarta; Gaung Persada Press Muhibbinsyah. 1995. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Jakarta : Kanisius Paul Suparno; 1997; Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan; Yogyakarta: Kanisius Sardiman; 2003; Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Slameto, (1987), Teori-Teori Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta Suryosubroto, B., (1997), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta. Tim Bina Karya Guru. 2006. Terampil berhitung Matematika Kelas V. Jakarta: Erlangga.
93
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KELILING DAN LUAS BANGUN DATAR DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PAPAN BERPAKU DI KELAS IV SD NEGERI 1 KEMA Sitti Aisah Da‟u SD Negeri 1 Kema Abstrak : Permasalahan yang sering muncul di sekolah dalam pembelajaran Matematika adalah rendahnya hasil belajar siswa. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, salah satunya adalah penggunaan media.Untuk mengatasi masalah tersebut penulis melakukan Penelitian Tindakan Kelas dalam meningkatkan hasil belajar pada materi menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar dengan menggunakan alat peraga Papan Berpaku.Dengan Media Papan Berpaku siswa dapat menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar.Hal tersebut dapat dibuktikan dengan Hasil Belajar siswa Prasiklus ratarata 59,41 pada siklus I 73,11 dan siklus II 90,52.Subjek Penelitian yaitu siswa Kelas IV SD Negeri I Kema yang terdiri dari 17 siswa. Kata Kunci : Peningkatan Hasil Belajar,Papan Berpaku,Luas dan Keliling Bangun Datar
PENDAHULUAN Untuk meningkatkan keprofesionalan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, guru memiliki peran penting pada keberhasilan pendidikan,untuk itu guru harus menguasai kemampuan mengajarkan sikap,pengetahuan, dan keterampilan hidup siswanya agar dapat menumbuhkan Proses Pembelajaran yang baik agar dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan apa yang diharapkan.Harapan dari belajar jangka panjang adalah bagaimana siswa mampu meningkatkan kapabilitasnya untuk bisa belajar lebih mudah dan efektif serta terus menerus pada masa yang akan datang.Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan,keterampilan dan nilai-nilai yang posotif dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar.Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran,guru mampu menerapkan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif,seperti menggunakan media pembelajaran dan dapat melaksanakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa.Pengembangan Media Pembelajaran dapat memberikan alat berpikir kepada siswa untuk menghadapi tantangan dunia Global dimasa yang akan datang.Penerapan suatu pembelajaran akan berpengaruh besar teradap kemampuan siswa dalam mendidik diri mereka sendiri.Guru yang sukses bukan sekedar penyaji yang karismatik dan persusive (Joice,dkk,2009),tetapi guru yang sukses adalah sedangkan siswa bisa menjadi pebelajar efektif jika mampu menggambarkan informasi,gagasan dari guru-guru dengan menggunakan sumber dan media pembelajaran yang efektif.Apabila ternyata hasil belajar siswa rendah,maka mengidentifikasi bagian-bagian apa yang mengakibatkannya.khususnya dalam penggunaan media,maka perlu melihat bagaimana efektifitas apakah yang menjadi faktor penyebabnya. Sesuai pengalaman sebagian besar guru untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran selalu mengalami berbagai kesulitan.Saat proses pembelajaran selalu diperhadapkan dengan permasalahan yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang belum memadai/mencapai KKM.Pada pembelajaran Matematika khususnya siswa selalu dihantui dengan rasa ketakutan dan masih memiliki sifat bosan terhadap mata pelajaran tersebut.Permasalahan ini dapat dilihat pada materi menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kema Minahasa Utara ditemukan sebagian besar siswa belum memahaminya.Hal ini dibuktikan dari hasil tes menunjukkan nilai siswa masi sangat rendah dengan rata-rata 59,41.Dari 17 siswa hanya 6 siswa yang mendapat nilai diatas 65 dan 11 siswa memperoleh nilai dibawah 65,yang tuntas belajar hanya mencapai 35,29 % sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal yang sudah ditetapkan adalah 65. Pada kenyataannya guru mengajarkan materi tentang Luas dan Keliling Bangun Datar tidak menggunakan media pembelajaran.Umumnya guru mengajarkan materi menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar hanya langsung menuliskan rumus dan siswa terlebih dahulu disuruh menghafal rumus,sehingga ketika siswa tidak bisa menghafal rumus maka siswa tersebut tidak
94
bisa mengerjakan materi tersebut,dikarenakan pemahaman&penanaman konsep untuk mengetahui rumus tersebut tidak dipahami siswa sepenuhnya.Apalagi ketika proses pembelajaran terjadi siswa kurang memperhatikan penjelasan guru karena siswa merasa bosan dengan metode guru yang hanya selalu memberikan penjelasan dan penugasan sehingga mempengaruhi nilai yang diperoleh tidaklah maksimal seperti apa yang diharapkan. Sesuai hasil pengamatan dan kenyataan yang terjadi diatas,dapat ditemukan masalahh pada proses pembelajaran yaitu : Proses pembelajaran tidak efektif dan menyenangkan karena tidak menggunakan media pembelajaran,sehingga siswa tidak dapat memahami konsep menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar,Siswa merasa bosan karena hanya disuruh menghafal rumus sebelum mengerjakan soal sehingga pembelajaran kurang bermakna,siswa tidak terlalu aktif karena tidak banyak diberikan kesempatan oleh guru untuk mengeluarkan pendapat sesuai dengan pemikiran siswa,tidak ada pembahasan langsung oleh siswa dan guru tetapi guru hanya langsung melakukan penilaian.Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran tidak tercapai bukan hanya disebabkan oleh siswa tetapi oleh guru sendiri.Maka untuk mengefektifkan pembelajaran tersebut dalam meningkatkan pemahaman siswa yaitu dengan menggunakan Media Pembelajaran.Dengan Media Pembelajaran pada proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi belajar siswa serta dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan yang dapat diciptakan oleh siswa dan guru itu sendiri. Pengertian dari media itu sendiri menurut beberapa pakar bahwa media adalah:
Teknologi pembawa pesan yang dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran yaitu perluasan bagi guru (Schram,1982), Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs) Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Gagne) Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran,perasaa,perhatian,dan kemauan siswa untuk belajar (Miarso,1989) Menurut Kemp and Dayton,1985 kontribusi Media Pembelajaran yaitu : Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar Pembelajaran dapat lebih menarik Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan Peran para guru berubah ke arah yang positif. Nilai dan Manfaat dari Media itu sendiri yaitu :Dapat membuat Konkrit konsep-konsep yang Abstrak dalam berpikir dan bertindak sehingga kualitas pembelajaran memiliki nilai yang tinggi seperti apa yang diharapkan. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar pada pembelajaran Matematika dengan menggunakan Media Papan Berpaku,meningkatkan minat siswa dalam Pembelajaran Matematika serta dapat meningkatkan kompetensi guru untuk pengelolaan pembelajaran sehingga tercipta suasana pembelajaran yang aktif,efektif,kreatif,inovatif dan menyenangkan. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)yang nantinya akan memperbaiki dan meningkatkan praktek proses pembelajaran di kelas akan lebih profesional dengan langkah-langkah tindakan yang sudah direncanakan dan ditetapkan.Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Kema Kabupaten Minahasa Utara pada Mata Pelajaran matematika kelas IV Semester I,bulan september Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan materi menghitung Luas Bangun Datar.Jumlah siswa 17 orang yang terdiri dari 8 orang laki-laki dan 9 orang perempuan.
95
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus yang terdiri dari beberapa tahapan,yaitu perencanaan,pelaksanaan,observasi dan refleksi.Dengan instrumen-instrumen yang digunakan adalah (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran,Media Pembelajaran,Lembar Kerja Siswa dan Lembar Observasi. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah : Perencanaan (Planning) : Pada tahap ini peneliti mengidentifikasi masalah dan menentukan diterapkan dalam proses belajar mengajar,menentukan materi,skenario pembelajaran,menyusun Lembar Kerja Siswa,menentukan Media Pembelajaran serta sumber belajar apa yang nantinya akan disiapkan,dan mengembangkan format evaluasi dan observasi pada kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan/ Tindakan (Action) : Dalam tahapan ini guru melakukan langkah pembelajaran yaitu : Memotivasi siswa dengan mengajak siswa bernyanyi bersama lagu “Bangun Datar”,bertanya jawab tentang lagu yang dinyanyikan dikaitkan dengan materi yang akan disajikan;guru memajangkan alat peraga Papan Berpaku dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan alat peraga tersebut;kemudian memberikan penjelasan tentang penggunaan alat peraga sesuai dengan materi yang diajarkan;membagi kelas dalam beberapa kelompok serta memberikan tugas menghitung Luas dan keliling Bangun Datar dengan soal yang berbeda pada tiap kelompok;masing-masing kelompok membahas tugas yang diberikan secara kolaboratif yang bersifat penemuan dengan menggunakan media Papan Berpaku,Contoh soal :Dengan menggunakan Media Papan Berpaku bentuklah bangun datar persegi panjang yang berukuran panjang 10 paku dan lebar 6 paku,kemudian hitunglah Luas dan Kelilingnya! Permainan dilanjutkan untuk menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar yang lainnya,dengan bentuk soal yang berbeda.setelah selesai diskusi kelompok,secara bergiliran masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas dengan kesepakatan bersama menunjuk salah seorang teman dalam kelompok sebagai juru bicara kelompok sedangkan kelompok yang lain mendengar dan menyimak hasil yang dipaparkan kemudian memberikan tanggapan dan saran untuk perbaikan bersama dengan penguatan yang disampaikan guru;bersama dengan siswa guru menyimpulkan materi pembelajaran,memberikan penilaian dan menutup pembelajaran. Observasi : Pada tahapan observasi dilakukan dengan menggunakan format/lembar observasi serta menilai hasil tindakan dengan menggunakan format lembar kegiatan. Refleksi (Reflecting) : Pada tahapan akhir yang dilakukan adalah evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan terdiri dari evaluasi materi,wktu dari setiap jenis tindakan lanjutan dengan melaksanakan pertemuan untuk membahas evaluasi tentang pelaksanaan pembelajaran dengan lembar kegiatan serta mengevaluasi tindakan pertama. Dengan melakukan kegiatan demonstrasi menghitung Luas dan keliling Bangun Datar menggunakan Papan Berpaku,siswa dapat memahami konsepnya secara terstruktur yang merupakan kegiatan menuju suatu keberhasilan siswa.Ketika siswa melakukan kerja kelompok pada siklus I dan II peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui tingkat kemampuan bakan keberhasilan siswa.hal itu dapat diketahui dengan hasil pengamatan dari 17 siswa pada prasiklus hasil yang diperoleh hanya 35,29 %,hasil siklus pertama 55,71 % sedangkan siklus kedua perolehan hasilnya meningkat 91 %,dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)nya adalah 65. PEMBAHASAN Proses pembelajaran pada pra siklus dilaksanakan seperti biasanya yaitu dengan menggunakan metode ceramah,tanya jawab dan langsung pada penugasan serta tidak menggunakan model dan media pembelajaran,akhirnya membuat siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran,merasa bosan,siswa hanya terlibat dengan kegiatannya sendiri yaitu bermain dan bercakap-cakap dengan temannya,tidak memperhatikan penjelasan guru,tidak memahami konsep menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar, akibatnya tujuan pembelajaran tidak tercapai. Nilai hasil pembelajaran pra siklus atau sebelum menggunakan media pembelajaran papan koordinat dapat dilihat pada tabel 1.
96
Tabel 1. Hasil nilai pembelajaran pra siklus/sebelum menerapkan media Papan Koordinat : No Nama Siswa Nilai 1 Aria abudi 60 2 Dian Mamangkey 50 3 Eden Alexander 55 4 Erlanda Abraham 52 5 Everysti Longdong 72 6 Fadilla Muhammad 72 7 Gifto Gawendaleng 70 8 Jenly Lohinsily 50 9 Jihan Nani 60 10 Kimberly Warbung 72 11 Nirmayani 50 12 Patrick Paruntu 70 13 Rainer Lumempouw 50 14 Ramlan Broo 55 15 Samuel Lahimudin 50 16 Semitha alwi 70 17 Widya Djuli 52 Jumlah 1010 Nilai Rata-rata 59,41 Hasil yang dicapai pada pelaksanaan pra siklus dapat dilihat bahwa sebelum menggunakan Media Pembelajaran Papan Berpaku tidak mencapai hasil yang diinginkan.Nilai rata-rata siswa hanya 56,25.Untuk itu peneliti melakukan suatu tindakan perbaikan melalui siklus tindakan kelas. SIKLUS I Pada siklus I pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan peneliti untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan skenario pembelajaran yang sudah disusun, hasil belajar siswa mulai meningkat dibandingkan sebelumnya karena pembelajaran tahap ini sudah menggunakan media pembelajaran Papan Berpaku dalam menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar. Hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 2. Hasil pembelajaran siklus I No. Nama Siswa Nilai Pra siklus Nilai Siklus I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Aria abudi Dian Mamangkey Eden alexander Erlanda Abraham Everysti Longdong Fadilla Muhammad Gifto Gawendaleng Jenly Lohinsily Jihan Nani Kimberly Warbung Nirmayani Patrick Paruntu Rainer Lumempouw Ramlan Broo Samuel Lahimudin Semitha alwi Widya Djuli Jumlah Nilai Rata-rata
60 50 55 52 72 72 70 50 60 72 50 70 50 55 50 70 52 1010 59,41
97
72 65 70 68 85 82 85 65 75 85 65 80 65 70 65 78 68 1243 73,11
Dari hasil penelitian siklus I dapat dilihat meningkatnya hasil belajar.Hasil Observasi menunjukkan bahwa pembelajaran berjalan dengan baik,aktivitas keseluruhan dalam pembelajaran dinilai baik,dan sebagian besar siswa aktif.Dari 17 siswa dibandingkan saat pra siklus sebelumnyadengan nilai rata-rata 56,25 siklus I menjadi 73,11 Pada hasil siklus I dapat dilihat antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran,karena dapat diberikan kesempatan oleh guru untuk menemukan Luas dan Keliling Bangun Datar sendiri dengan media Papan Berpaku, sehingga siswa dapat menemukan sendiri konsepnya,dan diberikan kesempatan oleh guru untuk dapat mengajukan beberapa pertanyaan dari hal-hal yang belum dimengerti. Setelah mengadakan refleksi,masih terdapat hambatan selama proses pembelajaran seperti : Kelas terkesan gaduh saat kegiatan kerja kelompok karena siswa tidak terbiasa menggunakan media sehingga siswa saling berebutan untuk menggunakan media yang ada dan akhirnya ada beberapa siswa yang mungkin tidak diberikan kesempatan oleh teman sekelompok akhirnya siswa tersebut hanya diam saja dan merasa tidak diindahkan oleh temannya,jarang melaksanakan diskusi kelompok,kurang memanfaatkan waktu seefisien mungkin.Dari hambatan yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran,maka peneliti melakukan perbaikanperbaikan pada tindakan siklus selanjutnya untuk lebih meningkatkan hasil belajar Siklus II Dari hasil pengamatan siklus I,hal-hal yang harus diperbaiki adalah : Guru harus lebih memperhatikan keaktifan dari tiap siswa dalam masing-masing kelompok,pada saat kerja kelompok guru arus selalu mengingatkan bahwa yang dinilai adalah hasil kerja kelompok agar seluruh siswa dapat aktif sehingga tidak ada siswa yang merasa dirinya paling hebat jadi harus memberikan kesemptan juga pada seluruh teman dalam kelompoknya untuk dapat menggunakan media yang ada sehingga seluruh siswa bisa aktif,guru harus memperhatikan kegiatan seluruh kelompok jangan hanya terfokus pada satu kelompok saja,guru dapat memberikan penguatan serta motivasi pada siswa agar lebih termotivasi dalam kegiatan kelompok dan memaparkan hasil kelompoknya didepan kelas dengan penuh tanggung jawab.
Gambar.1 Guru memberikan arahan dalam penggunaan media papan berpaku
Gambar 2. Siswa kerja kelompok menghitung Luas dan Keliling bangun datar menggunakan Papan Berpaku
98
Gambar 3. Siswa memaparkan hasil kerja kelompoknya didepan kelas Langkah pembelajaran yang dilakukan mengacu pada siklus I hanya ada beberapa perbaikan yang harus diperhatikan untuk lebih meningkatnya hasil belajar siswa.Dalam kegiatan ini guru lebih banyak memberikan contoh dan banyak memberikan kesempatan kepada siswa umtuk dapat menggunakan media papan berpaku,dengan hasil kerja kelompoknya dapat dipajang dan dapat didemonstrasikan didepan kelas kemudian bersama guru kelompok yang lain dapat menilai hasil kerja. Diakhir pembelajaran bersama dengan siswa menyimpulkan materi,mengerjakan evaluasi akhir sesuai arahan guru.Dengan demikian sesuai hasil observasi seluruh aktivitas pada siklus II lebih meningkat dari siklus I.pengelolaan kelas dinilai sudah lebih baik dan akhirnya pembelajaran berjalan baik dan lancar sesuai dengan apa yang diharapakan atau tercapainya tujuan pembelajaran.Hasil belajar pada siklus II mengalami peningkatan dari nilai rata-rata 73,11 yang Kriterianya baik meningkat menjadi nilai rata-rata 90,25 dengan kriteria sangat baik,dari jumlah siswa 17 orang yang tuntas belajar yaitu 100 %.Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3. Hasil Belajar Siklus II NO. Nama siswa Nilai Pra Nilai Siklus I Nilai Siklus II Siklus 1 Aria abudi 60 72 90 2 Dian Mamangkey 50 65 88 3 Eden alexander 55 70 80 4 Erlanda Abraham 52 68 80 5 Everysti Longdong 72 85 98 6 Fadilla Muhammad 72 82 98 7 Gifto Gawendaleng 70 85 98 8 Jenly Lohinsily 50 65 80 9 Jihan Nani 60 75 95 10 Kimberly Warbung 72 85 98 11 Nirmayani 50 65 88 12 Patrick Paruntu 70 80 95 13 Rainer Lumempouw 50 65 85 14 Ramlan Broo 55 70 95 15 Samuel Lahimudin 50 65 85 16 Semitha alwi 70 78 98 17 Widya Djuli 52 68 88 Jumlah 1010 1243 1539 Nilai Rata-rata 59, 41 73, 11 90, 52 Pembelajaran dapat dikatakan berasil jika menggunakan media pembelajaran,dengan Media Papan Berpaku dapat meningkatkan hasil belajar mengitung Luas dan Keliling Bangun Datar siswa Kls IV SD Negeri 1 Kema Kabupaten Minaasa Utara,karena dalam pelaksanaannya siswa dapat memahami konsepnya dengan media yang ada serta mendapatkan pengalaman
99
langsung dalam kegiatan belajar mengajar.Oleh karena itu pemilihan media merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. PENUTUP Dalam penggunaan Media Papan Berpaku untuk menghitung Luas dan Keliling Bangun Datar dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kls IV SD Negeri 1 Kema Kabupaten Minahasa Utara dengan ditunjukkan oleh Analisis data dalam proses pembelajaran mulai dari Pra Siklus dengan nilai rata-rata 59,41 meningkat menjadi 73,11 pada Siklus I serta meningkat lagi pada Siklus II nilai rata-ratanya menjadi 90,25.Jadi dapat disimpulkan penggunaan media yang menarik dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dan meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran Matematika.Dalam hal ini guru harus kreatif dan inovatif dalam memilih,merancang serta menggunakan media yang benar-benar dipahami dan bisa digunakan oleh siswa sehingga pembelajaran bisa aktif dan menyenangkan dan bisa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. DAFTAR PUSTAKA Tim Bina Karya. 2007 . Terampil Berhitung Matematika untuk SD Kelas IV. Jakarta: Erlangga. Drs.Rudi Susilana, M.Si, Cepi Riyana,M.Pd. (2009) Hakikat pengembangan dan pemanfaatan Media Pembelajaran.. CV Wacana Prima : Bandung Subanji, 2012. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif . Malang : PT. Pertamina dan Universitas Negeri Malang Prof.J. Tombokan, Ph.D, Dra. R.A.O. Najoan, M.Pd, Dra. A.M. Goni,S.Pd, M.Pd . 2008 . Pembelajaran Matematika.Manado : Universitas Negeri Manado.
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE (TPS ) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BALAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS V SD KATOLIK WUSA KECAMATAN TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA Antonius Warow SD Katolik Wusa Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara Abstrak : Pada pembelajaran Matematika, materi pelajaran yang bersifat abstrak, sangat sulit untuk dipahami siswa. Salah satu penyebabnya disebabkan karena tidak menggunakan model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran, sehingga kurang menarik minat siswa untuk belajar, mengakibatkan hasilnya belajar siswa tidak optimal. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, diperlukan strategi pembelajaran yang bermakna, menarik dan menyenangkan agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran Think Pair and Share ( TPS ) yang memungkinkan siswa belajar secara rileks. Jenis penelitian yang digunakan adalah PTK dengan subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Katolik Wusa yang berjumlah 8 siswa melalui 4 tahapan yaitu : 1.Perencanaan 2.Pelaksanaan 3.Pengamatan 4.Refleksi. Dan dilaksanakan dilaksanakan melalui 2 siklus. Kata Kunci : Pembelajaran Share, hasil belajar siswa
kooperatif, Model Pembelajaran Think Pair and
100
PENDAHULUAN Belajar adalah proses perubahan tingkahlaku berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh siswa melalui hasil latihan atau pengalaman yang bersifat individual dan kontekstual. Hal itu berarti belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungan sekitarnya Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan dengan lingkungan baik antar peserta didik, dengan sumber belajar maupun dengan guru. Proses pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar dan prestasi belajar siswa. Untuk itu pembelajaran dilaksanakan agar menjadi bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Pembelajaran merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam kegiatan belajar demi mencapai hasil belajar yang memuaskan ( Isjoni : 2009 ). Karena itu, pembelajaran berhasil dapat dilihat dari prestasi atau hasil belajar yang diproleh siswa setelah pembelajaran selesai. Sebagai indikasinya, siswa memperoleh nilai yang optimal sesuai dengan nilai standart yang ditetapkan. Harapan dan kenyataan di lapangan sering berbeda. Menurut Soetomo (1988:143) bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu : faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri sendiri baik jasmani maupun rohani. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi siswa yang berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan tempat tinggalnya.Sebagai seorang guru, harus mempersiapkan dengan merancang pembelajaran dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal. Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Seiring dengan perubahan paradigma proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada peserta didik (student centered), maka berkembang pula cara pandang terhadap bagaimana peserta didik dapat belajar dan memperoleh pengetahuan dalam suasana yang menyenangkan dan materi pembelajaran dirasa sangat bermakna bagi siswa. Peran guru pada model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) sematamata hanya memindahkan pengetahuannya kepada siswa, sehingga siswa tidak dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya yang membuat hasil belajar tidak optimal. Peran siswa hanya sebagai penerima apa yang diberikan guru, mengikuti apa saja yang dikehendaki guru. Paradigma demikian yang perlu dirubah. Seperti yang dialami peneliti dalam pembelajaran operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas V SD Katolik Wusa Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara. Dari hasil pengamatan peneliti sebagai guru, hasil belajar yang dicapai siswa sangat rendah dan kurang memuaskan. Dari hipotesa sementara hal tersebut terjadi karena berbagai hal antara lain : Siswa kurang motivasi mengikuti pembelajaran Guru tidak menampilkan media pembelajaran Guru tidak menggunakan model pembelajaran Materi pelajaran yang kurang menarik bagi siswa Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka peneliti memilih judul : Penggunaan Model Pembelajaran Think Pair and Share ( TPS ) untuk meningkatkan Hasil Belajar Operasi Hitung Bilangan Bulat pada siswa kelas V SD Katolik Wusa Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara. Tujuan penelitian ini memotivasi siswa dalam pembelajaran operasi hitung bilangan bulat melalui Model Pembelajaran Think Pair and Share pada siswa kelas V SD Katolik Wusa Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utarauntuk meningkatkan hasil belajar siswa. Manfaat penelitian Bagi siswa : Memberikan keterampilan tentang konsep operasi hitung khusunya penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa Bagi Guru :
101
Memberikan keterampilan dalam usaha merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kajian Pustaka Belajar dan hasil belajar siswa merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.. Belajar menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono ( 2004 ; 126 ) adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Sedangkan Tujuan belajar menurut Sudirman A.M ( 2006 ; 25 ) adalah untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap. Cara siswa belajar sangat berpengaruh pada pencapaian hasil ( tujuan ) belajar itu sendiri. Maka sebagai seorang guru perlu mengetahui siswa-siswa mana yang mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar adalah : suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan adanya hambatan perkembangan, integrasi, kemampuan verbal dan non verbal dalam menguasai secara tuntas bahan atau materi pelajaran yang diberikan. Seperti yang telah diuraikan diatas, dalam penelitian ini, peneliti memilih Model Pembelajaran Think Pair and Share ( TPS ) dalam pembelajaran operasi hitung bilangan bulat. Model Pembelajaran Think Pair and Share dikembangkan oleh Frank Lyman ( 1985 ), dimana model pembelajaran ini dirancang untuk memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks namun menumbuhkan rasa tanggungjawab yang besar, kerjasama, saling berbagi dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Adapun langkah-langkahnya adalah : 1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai 2. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru 3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya ( kelompok 2 orang ) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. Dalam hal ini siswa saling berbagi terhadap apa yang sudah dikerjakan. 4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya 5. Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasaalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa 6. Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari masaalah yang dipelajari 7. Penutup Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli, Agustus dan September 2013 di SD Katolik Wusa kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara dengan subyek dan sasaran penelitian adalah siswa kelas V SD Katolik Wusa. Desain Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) yang berfokus untuk meningkatkan hasil belajar operasi bilangan bulat pada siswa Kelas V SD Katolik Wusa. Penelitian ini dilakukan mulai dari perencanaan ( planning ), tindakan ( action ), observasi ( observing ) dan refleksi ( reflecting ). Langkah-langkah dalam penelitian ini disusun dengan mengikuti rancangan skematis 1. Perencanaan. Dalam tahap perencanaan ini, peneliti mengidentifikasi masaalah dan penerapan alternatif pemecahan masaalah yaitu : merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar dan mengajar,menentukan pock bahasan, skenario pembelajaran yang akan dikembagkan, menyusun lembar kegiatan siswa, sumber belajar apa yang perlu disiapkan, mengembangkan format evaluasi dan mengembangkan format observasi pembelajaran 2. Tindakan ( Action ) Dalam tahap ini dilakukan langkah-langkah pembelajaran yaitu : Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok, guru memanggil ketua kelompok untuk mendapat tugas kelompok yang akan dukerjakan dalam kelompok, guru membimbing siswa dalam diskusi kelompok dan saat pleno, serta bersama kelompok mengambil kesimpulan dan melaksanakan evaluasi dan penutup 3. Obsevasi ( Obseving ) Dalam tahap obsevasi, dilakukan dengan menggunakan format obsevasi dan menilai hasil tindakan dengan menggunakan format lembar kegiatan
102
4.Refleksi ( Reflecting ) Tahapan akhir yang dilakukan adalah melakukan evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan yang meliputi evaluasi materi, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan dilanjutkan dengan melaksanakan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario, lembar kegiatan dan lain-lain, serta mengevaluasi tindakan 1. Adapun tindakan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
PERENCANAAN
PELAKSANAAN
SIKLUS 1
REFLEKSI
PENGAMATAN PERENCANAAN REFLEKSI
PELAKSANAAN PENGAMATAN
DILANJUTKAN KE SIKLUS SELANJUTNYA
SIKLUS 2
PEMBAHASAN Pada kegiatan pra siklus, proses pembelajaran dilaksanakan seperti biasanya yaitu dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasa dan tidak menggunakan model pembelajaran. Proses pembelajaran seperi inilah yang membuat siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. Akibatnya, siswa hanya bercakap-cakap ( dengan teman sebangkunya) daripada berperan aktif dalam pembelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan teman atau guru. Alhasil,tujuan pembelajaran tidak tercapai. Adapun hasil atau nilai prestasi siswa sebelum menerapkan model Think Pair and Share dapat dilihat pada tabel berikut : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8.
Nama Siswa Feybi Fia Tesa Exel Paul Friky Rangga Riko
Nilai 6 5 5 6 5 6 5 5
Jumlah Nilai rata-rata
103
44 5,5
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa hasil yang dicapai pada tindakan pra siklus sebelum menggunakan model pembelajaran Think Pair and Share belum mencapai hasil yang memuaskan. Nilai rata-rata yang dicapai siswa yaitu 5.3. Untuk itulah peneliti merasa perlu suatu tindakanperbaikan melalui siklus tindakan kelas. Siklus 1. Sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, maka peneliti merencanakan strategi pembelajaran dan melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan rencana yaitu dengan menggunakan model pembelajaran. Berdasarkan pada pengamatan pada proses pembelajaran pada siklus 1, terlihat bahwa siswa mulai antusias mengikuti pembelajaran walaupun masih ada juga yang masih bekerja sendiri dan kurang berpartisipasi dalam kelompoknya, serta tidak mengikuti langkah-langkah yang diberikan. Namun demikian, hasil atau nilai prestasi yang dicapai siswa telah meningkat seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8.
Nama Siswa Feybi Fia Tesa Exel Paul Friky Rangga Riko
Nilai 6 6 6 7 6 7 7 6
Jumlah Nilai Rata-rata
51 6,3
Dari hasil pengamatan pada siklus 1, terlihat peningkatan hasil dan nilai prestasi belajar siswa dibandingkan dengan pra siklus yaitu dari nilai rata-rata 5.3 menjadi 6,3. Dalam kegiatan ini, peneliti memperoleh gambaran bahwa para siswa belum terbiasa belajar bersama/belajar kelompok namun mulai antusias mengikuti pembelajaran, rasa ingin tahu meningkat, dan telah berani mengemukakam pendapatnya terutama mengenai hal yang belum dimengerti. Menyadari kekurangan yan terjadi pada siklus 1 ini, peneliti berusaha memperbaikinya pada kegiatan siklus 2. Siklus 2. Pencapaian pada siklus 1, menjadi acuan dan pedoman pada pelaksanaan kegiatan pada siklus 2 ini. Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana dengan diadakan perbaikan dan lebih fokus pda belajar kelompok. Setelah melakukan perbaikan seperlunya, maka diperoleh nilai yang sangat memuaskan seperti dilihat pada tabel berikut ini. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8.
Nama Siswa Feybi Fia Tesa Exel Paul Friky Rangga Riko Jumlah Nilai Rata-rata
104
Nilai 8 7 7 8,5 8 8 8,5 7 62 7.7
Melihat hasil atau prestasi belajar siswa pada siklus 2, telah terjadi peningkatan yang signifikan. Hal tersebut dapat terjadi karena pada proses pembelajaran terlihat keaktifan para siswa. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, para siswa mengerjakannya secara kelompok dan bekerjasama untuk saling membantu. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sangat menentukan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa mulai pra siklus, siklus 1 sampai pada siklus 2 mengalami peningkatan dapat dilihat dari nilai rata-rata yaitu pra siklus 5.5, siklus 6,3 dan siklus 2 menjadi 7,7. Hal ini berarti penggunaan Model Pembelajaran Think Pair and Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama pembelajaran selama 2 siklus serta dengan memperhatikan nilai atau prestasi belajar siswa, maka proses pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Bulat yang penerapnnya menggunakan Model Pembelajaran Think Pair Share ( TPS ) pada siswa kelas V SD katolik Wusa hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Dipandang dari sisi keaktifan belajar siswa, ternyata dapat meningkatkan minat, perhatian, partisipasi dan motivasi siswa sehingga pembelajaran menjadi efektif, menarik, menyenangkan dan bermakna 2. Dipandang dari sisi produk ternyata dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Sebagai indikatornya, siswa berani menyatakan pendapat. 3. Dipandang dari ketuntasan belajar siswa secara klasikal, dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa yang dapat dinyatakan siswa tuntas belajarnya. 4. Dipandang dari sisi guru, ternyata guru bukan lagi menjadi pusat segalanya namun peran guru menjadi pembimbing, pengarah, motivator PENUTUP Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan Model Pembelajaran Think Pair and Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena pembelajaran menjadi aktif, efektif, menyenangkan dan bermakna sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Daftar Pustaka Sardiman A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi belajar mengajar. Jakarta : Rajawali Press Iswanto, W. & Subanji. ( 2010 ). Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang. Soebanji: 2011. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif.Malang: UM Press
EFEKTIVITAS MEDIA 6 DAERAH PERSEGI DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS & HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVA SDN NO. 01 DOMPU PADA MATERI JARINGJARING KUBUS Rosnin Hafsah SDN No.01 Dompu Abstrak: Pada pelajaran Matematika khususnya dalam membelajarkan materi „Jaringjaring kubus,’ masih banyak siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik, sehingga berakibat pada menurunnya minat belajar siswa yang akan mengakibatkan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVA SDN no. 01 Dompu dalam pembelajaram jaring-jaring kubus, dengan menggunakan media 6 daerah persegi. Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian adalah siswa kelas IVA SDN no. 01 Dompu, sebanyak 43 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
105
membelajarkan materi jaring-jaring kubus dengan menggunakan media 6 daerah persegi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVA SDN no.01 Dompu. Kata kunci: 6 daerah persegi, jaring-jaring kubus, aktivitas belajar, hasil belajar
Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman. Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum, yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional. Adanya kurikulum 2013 ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas pendidikan yang diarahkan untuk mengembangkan potensi siswa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta pergeseran paradigma pendidikan berorientasi pada kebutuhan siswa. Kurikulum yang diterapkan saat ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam SKL. Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Tugas guru dalam implementasi Kurikulum adalah memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Di samping itu guru harus mampu memberikan kemudahan belajar kepada siswa agar mereka mampu berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik (Mulyasa: 178). Kriteria keberhasilan pembelajaran tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi juga diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. Untuk mengatasi rendahnya kualitas proses pembelajaran guru harus selalu berkreasi dan berinovasi untuk meningkatkan kualitas proses belajar yang secara otomatis dapat
106
meningkatkan juga hasil belajar. Guru tidak lagi berperan sebagai sumber belajar, akan tetapi berperan sebagai motivator, inspirator, mediator, fasilitator dan pembimbing siswa agar siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan penuh gairah dan mengkonstruksi pengetahuan dengan penuh semangat. Hakekat belajar matematika didasarkan pada pandangan kontruktivisme, yakni siswa yang belajar matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan konstruksi pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan siswa berusaha memecahkannya (Uno: 132). Siswa yang belajar matematika harus berperan secara aktif membentuk pengetahuan atau pengertian matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Ticha dan Hospesova dalam Subanji (2010) Berkaitan dengan perkembangan paradigma pendidikan, dari pandangan behaviorisme ke pandangan konstruktivisme, perlu perubahan peran guru “dari memindahkan informasi dalam proses pembelajaran” ke arah “pemberian pengalaman berpikir (kognisi)”. Sehingga peran guru berubah dari “memberi/mengajar” menjadi “ fasilitator” yang memfasilitasi siswa agar mampu belajar secara mandiri. This means, in a very simplefied way, that education should move from the mere trasmisssion of information, instruction and algorithms, in the teaching/learning process to cogninsing, expriencing, acting, comunicating... and developing a thirs for self-education. This approach requires changes in the teache’s role that promote new dimensions and become more demanding. The teacher becomes a facilitator, diagnostician, promoter, guide to knowledge and initiato. Belajar matematika merupakan proses membangun atau mengkonstruksi konsep dan prinsip-prinsip matematika. Belajar Matematika akan menyenangkan dan menarik minat siswa apabila guru menyajikan materi pelajaran dengan menggunakan media yang menarik dan sesuai dengan karakteristik materi pelajaran, sehingga siswa akan terlibat aktif secara fisik dan emosional, dengan demikian kualitas proses dan hasil belajar akan tercapai. Berdasarkan teori konstruktivis, satu prinsip yang paling penting dalam pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetauhan di dalam benaknya (Trianto: 13). Selain itu (Suprijono: 30) juga menyatakan bahwa pengetahuan dikonstruksi (dibangun), buka dipersepsi secara langsung oleh indera. Semua pengetahuan adalah hasil konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Menurut pandangan kaum konstruktivis, strategi memperoleh pengetahuanlebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan (Jihad: 50). Oleh karena itu, kewajiban guru adalah memvasilitasi belajar melalui proses menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa serta memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri. Dari penjelasan di atas, disimpulkan bahwa media/alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Dengan demikian media/alat peraga pembelajaram mutlak dibutuhkan karena media/alat peraga dapat membangkitkan perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang maksimal pada diri siswa. Pengunaan media secara kreatif akan memperbesar kemungkinan siswa untuk belajar lebih banyak, mengingat apa yang dipelajarinya dengan baik dan meningkatkan aktivitas siswa dalam melakukan keterampilan-keterampilan tertentu sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengalaman tim peneliti di SDN No.01 Dompu ketika membelajarkan Jaring-jaring kubus, diketahui bahwa aktivitas belajar siswa masih rendah, sebagian besar siswa tidak mengikuti kegiatan pembelajaran dengan serius, hal ini terlihat pula ketika guru menugaskan siswa bekerja kelompok, sebagian siswa pasif mereka hanya melihat pekerjaan temannya. Dan semakin jelas ketika guru melakukan ulangan formatif hanya 18 orang dari 43 siswa yang mencapai KKM. Atas dasar hal tersebut di atas, tim penulis mencoba merancang kegiatan pembelajaran bermakna melalui, penggunaan media 6 daerah persegi yang berukuran sama untuk meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas IV pada materi jaring-jaring kubus, karena menurut tim penulis media tersebut dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa secara fisik dan emosional. Salah satu kegiannya siswa
107
didorong untuk menemukan jaring-jaring kubus sebanyak- banyaknya dengan cara menyusun 6 daerah persegi secara acak/sembarang. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan bermakna dan berjalan secara PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini terdiri dari 2 siklus. Langkah-langkah penelitian digambarkan pada bagan berikut
Studi Pendahul uan
Siklus I
Perencanaan
- Menyusun RPP dan rubrik penilaian
- Menyiapkan media
Tindakan
- Melaksanakan pembelajaran Jaring-jaring kubus - Menilai hasil belajar siswa
Observasi
Mengamati, mencatat dan mendokumentasikan proses kartu (+) dan kartu (-) pembelajaran Refleksi
Mengkaji halil siklus I dan menganalisisnya
Berhasil
Tidak berhasil
Simpulan
- Menyusun RPP dan rubrik penilaian hasil revisi - Menyiapkan media dan kelengkapan pembelajaran baru
Perencanaan
Siklus II
- Melaksanakan pembelajaran jaring-jaring kubus sesuai revisi - Menilai hasil belajar siswa
Tindakan
Mengamati, mencatat dan mendokumentasikan proses pembelajaran
Observasi
Mengkaji halil siklus II dan menganalisnya
refleksi
Berhasil
108
Simpulan
Subyek penelitian adalah siswa kelas IVA SDN No. 01 Dompu yang beralamat di Jln. Gajah Mada No. 11 Dompu Kabupaten Dompu. Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012-2013. Siawa yang diteliti terdiri dari 43 orang terdiri dari 23 orang lakilaki dan 20 orang perempuan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai bulan Maret 2013. Waktu pelaksanaan penelitian mengikuti jadwal pelajaran untuk mata pelajaran Matematika yaitu 2 x pertemuan perminggu pada setiap hari selasa dan kamis dan setiap pertemuan selama 3 jam pelajaran (3 x 35 menit). Ada dua instrumen penelitian dalam penelitian ini, yaitu instrumen kunci dan instrumen penunjang. Instrumen kunci penelitian adalah tim peneliti sendiri, instrumen penunjangnya adalah pedoman observasi, lembar penilaian/rubrik penilaian dan catatan lapangan. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data tentang tingkah laku yang diamati. Catatan lapangan digunakan untuk menuliskan kejadian- kejadian yang muncul yang belum terdapat pada format lembar observasi PEMBAHASAN Paparan Data Pra Tindakan Paparan data pra tindakan terdiri dari: refleksi awal dan menetapkan serta merumuskan rancangan tindakan. Refleksi Awal Berdasrkan hasil observasi di kelas IVA SDN No. 01 Dompu saat pelajaran Matematika selama bulan Pebruari – bulan Maret tahun 2013 diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa masih enggan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran matematika secara maksimal. Dengan demikian maka aktivitas dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan masih kurang, hal ini tentu saja menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Menetapkan dan Merumuskan Rancangan Tindakan Setelah melakukann refleksi awal akan dilakukan langkah-langkah pembelajaran jaringjaring kubus dengan menggunakan media 6 lembar daerah persegi. Selama pembelajaran ini diharapkan aktivitas dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran meningkat, sehingga secara otomatis hasil belajar siswa akan meningkat pula. Selanjutnya tim peneliti merancang atau menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Rencana yang dilakukan meliputi waktu pembelajaran dan materi yang akan diajarkan. Waktu pelaksanaan pembelajaran ini, direncanakan setelah selesai menyusun semua instrumen yang dibutuhkan. Instrumen penelitian yang disusun meliputi pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ), Lembar Kegiatan Siswa (LKS ), lembar observasi aktivitas siswa, lember observasi kemampuan siswa dan catatan lapangan. Kemudian tim peneliti melakukan pelaksanaan pembelajaran matematika sesuai dengan RPP yang telah dibuat (seorang berperan sebagai guru model dan seorang lagi berperan sebagai observer). Materi yang akan diajarkan adalah jaring-jaring kubus. Penentuan standar kompetensi dan kompetensi dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP:2006). Paparan Data Siklus I Pada setiap pertemuan dilakukan pembelajaran jaring-jaring kubus. Dari pelaksanaan siklus I diperoleh data utama yaitu paparan data hasil observasi yang menggambarkan efektifitas media 6 lembar daerah persegi dalam menarik minat belajar siswa dan dalam meningkatkan aktivitas serta pemahaman siswa. Siklus I dilaksanakan dalam 1 x pertemuan (3 jam pelajaran/3 x 35 menit), yang dilaksanakan pada jam 1-3, pada hari Kamis tanggal 21 Pebruari 2013. Pada pertemuan ini semua siswa hadir mengikuti pembelajaran. Pada awal pembelajaran guru model mengadakan apersepsi untuk mengetahui materi prasyarat yang telah dimiliki siswa dengan mengajukan pertanyaan tentang bentuk dan sifat-sifat kubus yang telah diketahui siswa. Siswa terlihat bingung, hanya 9 orang siswa yang berusaha mengingat dan kemudian mencoba memberikan jawaban. Kemudian guru menggali pengetahuan siswa tentang sifat-sifat bangun ruang kubus dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pancingan (misalnya “coba kalian perhatikan bangun ruang yang Ibu guru pegang! Bagaimanakah bentuknya? Coba kalian tunjuk sisinya, rusuknya, titik sudutnya!, ... selanjutnya ayo kalian hitung sama-sama: ada berapa sisinya, titik sudutnya, ...?) Selanjutnya guru meminta 4 orang siswa membuka kubus berukuran besar di depan kelas. Kemudian 2 orang siswa diminta menggambar rangkaian kubus yang telah dibuka
109
tersebut di papan tulis. Kegiatan berikutnya guru membagikan LKS, alat dan bahan berupa selotip dan enam lembar daerah persegi berukuran sama kepada setiap kelompok. Setiap kelompok merangkai enam lembar daerah persegi berukuran sama tersebut untuk menemukan berbagai bentuk jaring-jaring kubus, lalu mereka menggambar jaring-jaring kubus yang telah ditemukan pada LKS, guru berkeliling untuk mengamati kegiatan siswa dari dekat, ternyata sebagian siswa masih bingung. Akhirnya guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan di meja kelompoknya. Kemudian diadakan diskusi kelas dengan meminta perwakilan kelompok melakukan presentasi hasil kerja kelompoknya, kelompok lain diminta untuk memperhatikan dengan baik. Setelah perwakilan kelompok selesai menjelaskan, kelompok lain diminta menanggapi, jika ada jawaban yang berbeda maka disuruh menjelaskan di depan kelas. Agar semangat belajar siswa tidak berkurang, guru mengajak siswa berdiri sembari bernyanyi, siswa diberi kebebasan untuk berekspresi sesukanya. Hal ini juga berguna sebagai penguatan karena siswa telah berhasil menyelesaikan tugas kelompoknya. Kemudian siswa menarik kesimpulan, dibimbing guru, Setelah itu guru dan siswa melakukan refleksi. Kemudian, guru memberikan PR dan mengingatkan siswa agar selalu tekun belajar di rumah. Terakhir guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam penutup. Analisis Data Siklus I Hasil analisis data pada siklus I meliputi hasil observasi aktivitas siswa, hasil observasi evektifitas media 6 lembar daerah persegi dalam meningkatkan aktivitas siswa dan membantu siswa memahami materi pelajaran dan hasil catatan lapangan selama pembelajaran. Uraian lebih detail adalah sebagai berikut. Hasil Observasi Aktifitas Siswa Selama Pembelajaran Hasil observasi aktivitas siswa selama pembelajaran matematika dengan menggunakan media 6 lembar daerah persegi pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut. Nama Kelompok Keaktifan Kreativitas Kerja Sama Klp Balok B A B Klp Kerucut B B B Klp Kubus A B A Klp Tabung A B B Klp Limas B B B Klp Bola C C B Hasil Observasi Evektifitas „Media 6 lembar daerah persegi‟ dalam Membantu Siswa Memahami Materi Pelajaran pada Siklus I. Hasil observasi terhadap evektifitas media 6 lembar daerah persegi dalam membantu siswa memahami materi pelajaran dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut. Nama Kelompok Tingkat Pemahaman Klp Balok 85% Klp Kerucut 79% Klp Kubus 89% Klp Tabung 86% Klp Limas 79% Klp Bola 76% Rata-Rata 82,33% Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa media 6 lembar daerah persegi dapat dikatakan evektif untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman siswa dalam membelajarkan materi jaring-jaring kubus. Hasil Catatan Lapangan Selama Proses Pembelajaran Catatan lapangan selama proses pembelajaran secara keseluruhan pada siklus I adalah sebagai berikut: 1. Pada saat kegiatan awal sekitar 85% siswa telah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik 2. 4 orang siswa berbicara dengan teman di dekatnya, saat guru menjelaskan cara
110
mengerjakan LKS. 3. Pada menit ke - 5 memasuki kerja kelompok, 2 orang siswa masih duduk pasif di meja kelompoknya, ketika teman-temannya menelaah LKS 4. Guru belum merata membimbing semua kelompok 5. Pada saat perwakilan kelompok mempresentasekan hasil kerja kelompoknya, kelompok lain kurang antusias untuk menanggapi, sehingga suasana diskusi kelas kurang hidup. 6. Siswa yang aktif saat diskusi kelas sekitar 85%. Berdasarkan hasil catatan lapangan menunjukkan bahwa sebagian siswa belum maksimal mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media 6 lembar daerah persegi. Refleksi Siklus I Refleksi ini dilakukan pada akhir tindakan siklus I. Dengan kegiatan ini diharapkan dapat ditemukan kekurangan atau kelemahan yang terjadi pada siklus I. Evaluasi pelaksanaan pembelajaran jaring-jaring kubus dengan menggunakan media 6 lembar daerah persegi, siklus I adalah sbb: 1. Pada kegiatan awal pembelajaran, sekitar 15% siswa belum mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai harapan. 2. Pada saat kegiatan inti berlangsung (saat diskusi kelompok), masih ada anggota kelompok yang pasif 3. Pada saat diskusi kelompok, guru belum sempat membimbing semua kelompok dengan merata 4. Pada saat diskusi kelas, sekitar 15% siswa masih pasif. Berdasarkan kelemahan-kelemahan di atas maka peneliti merasa perlu melanjutkan tindakan pada siklus II yang bertujuan memperbaiki kelemahan-kelemahan pada siklus I. Rencana tindakan yang akan dilakukan pada siklus II yaitu: 1. Sesaat sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, semua siswa dikondisikan secara fisik dan emosional untuk mengikuti kegian pembelajaran dengan maksimal. 2. Pada saat diskusi kelompok, guru mewajibkan semua anggota kelompok untuk berpendapat dan berbuat, guru berkeliling ke semua kelompok, guna membimbing dan mengawasi kegiatan anggota-anggota kelompok. 3. Ketika perwakilan kelompok mempresentasekan hasil kerja kelompoknya, guru mewajibkan seluruh kelompok lain untuk menanggapi. Paparan Data Siklus II Pelaksanaan pertemuan siklus II akan dilaksanakan dalam 1 x pertemuan (3 jam pelajaran/3 x 35 menit), yang dilaksanakan pada jam 1-3, pada hari Kamis tanggal 7 Maret 2013, di ruang kelas IVA SDN No.01 Dompu. Materi yang dibahas dan media yang digunakan persis sama dengan materi dan media pada siklus I. Tujuan dari pembelajaran siklus II adalah untuk memperbaiki kekurangan pada siklus I. Pada pertemuan ini, ada 2 orang siswa berhalangan hadir disebabkan karena sedang sakit. Sebelum memasuki kegiatan pembelajaran, guru mengkondisikan siswa agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran secara maksimal dengan cara membuat kesepakatan dengan siswa, antara lain: - Siswa tidak boleh melakukan kegiatan apapun selama guru menerangkan materi pelajaran (siswa harus fokus memperhatikan). - Siswa tidak boleh minta izin meninggalkan kelas lebih dari 1 kali, selama kegitan pembelajaran berlangsung. Pada kegiatan awal guru melakukan apersepsi, yakni meminta siswa menyebutkan bentuk dan sifat-sifat kubus, sebagian besar siswa sangat bersemangat untuk menjawab. Kemudian guru memotivasi siswa, dengan meminta siswa menyebutkan cita-cita mereka, siswa menjawab dengan penuh antusias, lalu guru mengungkapkan “bahwa materi yang akan kalian pelajari ini sangat berguna dalam mewujudkan cita-cita kalian”. Oleh karena itu kalian harus mengikutinya dengan maksimal dan penuh semangat. Selanjutnya pada saat kegiatan inti, guru berkeliling guna memantau kegiatan siswa dari dekat, jika ada kelompok yang belum mengerti maka guru membimbing langsung pada
111
kelompoknya, dan semua anggota kelompok diwajibkan berbuat untuk kelompoknya, sehingga tidak ada anggota kelompok yang pasif. Setelah selesai diskusi kelompok, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, kelompok lain diwajibkan untuk menangapinya, dengan demikaian tidak ditemukan lagi kelompok yang pasif, dan kelompok presentase menjelaskan/menjawab pertanyaan atau tanggapan dari kelompok lain, guru hanya menambahkan dan mempertegas saja. Selanjutnya agar semangat belajar siswa tidak berkurang, guru mengajak siswa berdiri sembari bernyanyi, siswa diberi kebebasan untuk berekspresi sesukanya. Hal ini juga berguna sebagai penguatan karena siswa telah berhasil menyelesaikan tugas kelompoknya. Kemudian siswa menarik kesimpulan, dibimbing guru. Kemudian, guru memberikan PR dan mengingatkan siswa agar selalu tekun belajar di rumah. Terakhir guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam penutup. Analisis Data Siklus II Hasil observasi pada siklus II meliputi aktivitas siswa selama pembelajaran, hasil catatan lapangan selama pembelajaran dan hasil observasi evektifitas media 6 lembar daerah persegi dalam meningkatkan aktivitas siswa pada saat PBM berlangsung sehingga meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Uraian lebih detail adalah sebagai berikut. Hasil Observasi Aktifitas Siswa Selama Pembelajaran Hasil observasi aktivitas siswa selama pembelajaran matematika dengan menggunakan media 6 lembar daerah persegi pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut. Tabel 4.4. Hasil Observasi Aktifitas Siswa pada Siklus II Nama Kelompok Keaktifan Kreativitas Kerja Sama Klp Balok A B A Klp Kerucut B B A Klp Kubus A A A Klp Tabung A B A Klp Limas A B A Klp Bola A B B Hasil Observasi Evektifitas Media 6 lembar daerah persegi dalam Membantu Siswa Memahami Materi Pelajaran pada Siklus II. Hasil observasi terhadap evektifitas media 6 daerah persegi dalam membantu siswa memahami materi pelajaran dapat dilihat pada tabel 4.4. berikut. Nama Kelompok Tingkat Pemahaman Klp Balok 89% Klp Kerucut 97% Klp Kubus 94% Klp Tabung 91% Klp Limas 88% Klp Bola 90% Rata-Rata 91,50% Berdasarkan tabel 4.3. dan tabel 4.4. di atas menunjukkan bahwa media 6 lembar daerah persegi dapat dikatakan evektif untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman siswa dalam membelajarkan materi jaring-jaring kubus. Hasil Catatan Lapangan Selama Proses Pembelajaran Catatan lapangan selama proses pembelajaran secara keseluruhan pada siklus II adalah sebagai berikut: 1. Pada saat kegiatan awal sekitar 98% siswa telah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik 2. Pada menit ke – 5 memasuki kerja kelompok, 1 orang siswa masih duduk pasif di meja kelompoknya, ketika teman-temannya mendiskusikan LKS 3. Guru sudah merata membimbing semua kelompok
112
4. Pada saat perwakilan kelompok mempresentasekan hasil kerja kelompoknya, semua kelompok lain menanggapinnya, sehingga suasana diskusi kelas terlihat hidup. 5. Siswa yang aktif saat diskusi kelas sekitar 98%. Berdasarkan hasil catatan lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah maksimal mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media 6 lembar daerah persegi. PENUTUP Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa media 6 lembar daerah persegi efektif digunakan dalam membelajarkan konsep jaring-jaring kubus karena dapat meningkakan aktivitas belajar siswa kelas IVA SDN No. 01 Dompu. Pembelajaran matematika pada materi jaring-jaring kubus dengan menggunakan media 6 lembar daerah persegi yang dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas IVA SDN No. 01 Dompu adalah sebagai berikut: (1) pada kegiatan awal guru mengadakan apersepsi dan memotivasi siswa untuk mengetahui pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki siswa, sehingga guru dapat memulai pelajaran dengan menghubungkannya dengan konteks pribadi siswa (ilmu yang telah dimiliki siswa), dengan demikian materi yang akan diajarkan akan terkonstruksi dengan kokoh di otak siswa. Sedangkan motivasi dilakukan untuk mendorong dan menyemangati siswa agar siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan maksimal; (2) pada kegiatan inti siswa berusaha menemukan 11 bentuk jaring-jaring kubus dengan cara merangkai 6 lembar daerah persegi (berukuran sama) secara acak dan mengisi LKS yaitu menggambar bentuk-bentuk jaring-jaring kubus yang telah mereka temukan, lalu perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan ditanggapi oleh kelompok lain; dan (3) pada kegiatan akhir guru dan siswa melakukan refleksi, dilanjutkan dengan siswa memajang jaringjaring kubus yang telah mereka temukan. Berdasarkan kesimpulan di atas menunjukan bahwa pembelajaran jaring-jaring kubus dengan menggunakan media 6 lembar daerah persegi berukuran sama dapat meningkatkan aktivitas dan pemahaman siswa sehingga meningkatkan hasil belajar siswa kelas IVA SDN No. 01 Dompu. Oleh karena itu, disarankan kepada pembaca/para guru untuk menggunakan media 6 lembar daerah persegi berukuran sama dalam membelajarkan jaring-jaring kubus, ini sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Napfiah, siti. 2010. Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share untuk Meningkatkan Kemampuan Bertanya dan Menjawab pada Mata Pelajaran Matematika Kelas X MABI MAN 3 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Matematika FMIPA UM. Siswanto, Wahyui. & Subanji 2010. Model-Moel Pembelajaran Kreatif dan Inivatif. Malang: Kerja sama UM dan Pertamina. Hasibuan J.J. dan Moedjiyono. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Roesdakarya. Hudojo & Herman. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matemetika. Malang: UM Press Subanji & Isnandar,2010. Meningkatkan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Melalui Teacher Quality Improvement Program (TEQIP) Berbasis Lesson Study. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru, 1, 1 – 10. Rosnin, 2012. Efektifitas Media Kartu (+) & (-) dalam Meningkatkan Aktifitas Belajar siswa pada Materi Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat di Kelas VA SDN NO. 01 Dompu. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema Exchange Experience Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) 2012 di Uneversitas Negeri Malang pada tanggal 24 Nopember 2012. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Depdiknas.
113
KONVERSI SATUAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE JALAN TOL Mohamad Jauhari H.Muhamad SDN 2 Guntur Abstrak : Matematika selama ini di SDN 2 Guntur Macan berpusat pada guru, metode yang digunakan belum kreatif masih bersifat monoton, siswa hanya sebagai pendengar yang berakibat siswa menjadi bosan. Siswa kurang merespon materi pelajaran terutama pada konversi satuan yang selama ini digunakan, berdampak pada pelajaran matematika menjadi tidak menarik dan prestasi siswa menjadi rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka guru harus mengadakan inovasi dalam metode pembelajaran yang dapat memudahkan pemahaman siswa sekaligus untuk meningkatkan prestasi siswa. Metode yang dapat dikembangkan penulis adalah metode jalan tol dalam menyajikan materi konversi satuan. Keuntungan metode ini adalah bahwa siswa lebih cepat mengkomversi satuan, tidak diajak untuk turun naik tangga seperti pada cara selama ini pada konversi satuan sehingga siswa dapat kelelahan yang berakibat pada kesalahan hasil konversi satuan. Dengan menggunakan metode jalan tol pada konversi satuan siswa akan lebih cepat, dan lebih gampang dalam menghitung konversi satuan. Kata Kunci : Konversi satuan, memudahkan siswa, Metode jalan tol.
PENDAHULUAN Berdasarkan hasil pengamatan penulis di SDN 2 Guntur Macan, pembelajaran matematika masih berpusat pada guru, belum menerapkan multi model pembelajaran yang dapat membangkitkan gairah dan prestasi belajar siswa. Model yang digunakan oleh guru juga belum kreatif dan masih bersifat monoton berakibat membosankan siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon materi pelajaran yang disampaikan. Maka pembelajaran semacam ini menyebabkan pembelajaran kurang bermakna dan prestasi siswa menjadi rendah. Sebagai seorang guru yang berkiprah dalam dunia pendidikan harus melakukan berbagai terobosan dalam hal memberikan pembelajaran pada siswanya, lebih - lebih sampai saat ini peran guru belum bisa digantikan sekalipun dengan mesin canggih (Drs. Moh. Uzer Usman, 2008). Kenyataan ini menuntut guru menjadi seorang yang professional dibidangnya mengingat tugas guru sebagai pembinaan sifat mental manusia yang menyangkut aspek-aspek yang bersifat menusiawi yang unik, namun sampai saat ini perlu dipertanyakan mampukah seorang guru yang telah diakui sebagai seorang yang professional dibidanganya mengemban tugasnya sebagai seorang yang professional, yang pada pada kenyataanya masih banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalah gunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot (Dr.Nana Sujdna dalam Drs. Moh.Uzer Usman, 2008). Selain itu ada faktor lain yang mengakibatkan masih rendahnya angka pengakuan masayarakat bagi guru yang professional adalah karena masih rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme, penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran masih di bawah standar (Syah, dalam Drs. Moh. Uzer Usman, 2008). Dari kenyataan kenyataan ini sekalipun pahit bagi guru, sudah saaatnya kompetensi profesi guru harus ditingkatkan demi peningkatan mutu pendidikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru berkenaan dengan hal ini adalah peka terhadap perubahan-perubahan, pembaharuan serta selalu berinovasi khususnya dalam melayani peserta didiknya dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang pada era sekarang ini berkembang pesat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka penulis mencoba berinovasi suatu pengetahuan yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi rekan-rekan guru se profesi yaitu “ Model pembelajaran dalam konversi satuan menggunakan metode jalan tol ”.
114
Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas kadang-kadang seorang guru selalu berpatokan pada metode yang ada, tidak mau melakukan perubahan terhadap metode yang telah ada, akibatnya guru hanya mengikuti pola yang ada yang berakibat pada monotonnya pelaksanaan pembelajaan yang diikuti dengan rendahnya minat siswa untuk belajar matematika sehingga prestasi dalam pelajaran matematika menjadi rendah. Seorang guru engggan untuk mencoba cara baru dan hanya melaksanakan apa yang selama ini ada dalam buku, pada hal seorang guru dituntut sebagai seorang inovator atau pembaharu dalam dunia pendidikan seghingga memberikan nuansa yang lebih baik dari yang sebelumnya dan berdampak pada peningkatan minat dan prestasi belajar siswa. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas maka penulis sesuai kemampuan yang dimilki dan dari literatur yang ada mencoba cara baru dalam menyajikan konversi satuan dengan mengguanakan metode jalan tol dengan harapan dapat memberikn khasanah dalam metode pembelajaran sehingga memudahkan guru dalam menggunakan multi metode dalam pelaksanaan proses pembelajaran agar siswa tidak bosan karena guru hanya menggunakan satu metode dalam menyajikan pembelajaran. PEMBAHASAN Sebelum penulis menguraikan lebih lanjut tentag metode jalan tol dalam konversi satuan, untuk memudahkan pemahaman tentang hal ini maka penulis pandang perlu untuk membahas apakah itu metode, yang dikutip dari berbagai pendapat, selanjutnya di bahas tentang metode jalan tol dalam konversi satuan. 1. Apakah yang dimakksud metode ? Istilah metode berasal dari bahasa Yunani methodos, „ jalan‟ atau „cara‟, oleh karena itu, metode diartikan cara melakukan sesuatu, dalam dunia pembelajaran, metode di artikan „ cara untuk mencapai tujuan‟. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara meneyeluruh (dari awal sampai akhir) denga ururtan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran ( Zubaidah, 2010). Metode merupakan cara melakasnakan pekerjaan. Metode bersifat prosedural, artinya menggambarkan bagaimana mencapai tujuantujauan pembalajaran, oleh karenanya tepat bila dikatakan bahwa setiap metode pembelajaran mencakup kegiatan-kegiatan sebagai bagian atau komponen metode itu. Dengan kata lain metode dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode juga dapat diartikan cara teratur yg digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yg bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (kamus Bahasa Indonesia). Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran. Metode pembelajaran juga diartikan sebagai cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Disamping itu metode diartiakn sebagai cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya mencapai tujuan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah cara- cara yang menyeluruh dari awal sampai akhir yang digunakan guru untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan, sarana yang digunakan seorang pendidik untuk berkomunikasi dengan peserta didik dalam menyajikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditentukan. 2. Pengertian Metode Jalan Tol Metode adalah suatu cara untuk melaksaanakan suatu pekerjaan nyata dari awal sampai akhir dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan maka metode Jalan Tol dalam konversi satuan dapat diartikan sebagai suatu cara yang digunakan pendidik untuk memudahkan siswa bekerja dengan menggunakan penyekat (pagar) sebagai pembatas dalam konversi satuan guna mencapai tujuan yang telah direncanakan. Istilah jalan tol penulis gunakan karena anak akan lebih cepat mengkomversi satuan dengan menggunakan cara yang penulis kenalkan. Sebelum membahas langkah-langkah pelaksanaan metode jalan tol dalam konversi satuan lebih lanjut sebagai perbandingan, maka penulis menyajikan cara mengkomversi satuan dengan menggunakan tangga yang lazim digunakan selama ini.
115
I. Konversi satuan dengan metode tangga a. Konversi satuan ukuran berat Satuan ukuran berat digunakan untuk mengukur berat suatu benda. Satuan berat yang sering digunakan adalah kilogram atau gram Kg hg dag Naik 1 tangga :10
g dg
Turun 1 tangga
x10
cg mg
Keterangan : 1. Setiap turun satu tangga dikalikan 10 (x10) 2.Setiap naik satu tangga dibagi 10 (:10) Contoh soal : 1km + 2 dag + 3g + 2 cg = ……. g 1 km = 1000 g karena tiga kali turun tangga (kalikan 1000) 2 dag = 20 g karena 1 kali turun tangga (kalikan 10) 3 g = 3 karena posisi tetap (tidak dikalikan ) 2 cg = 0,01 g dibagi 100 Karena naik 2 tangga) Jadi 1km + 2 dag + 3g + 2 cg = ……. g adalah 1000 + 20 + 3 + 0,01 = 10.23,01 g Konversi menggunakan tangga ini dapat menyebabkan anak lelah karena turun naik tangga terus, jika anak kelelahan dapat menimbulkan kesalahan dalam mengkomversi satuan. b. Konversi Satuan Panjang km hm dam Naik 1 tangg :10
m dm
Turun 1 tangga
cm
x 10
mm
116
Aturan penggunaan satuan panjang baku pada dasarnya sama dengan penggunaan satuan ukuran berat, yaitu setiap naik satu tangga dibagi 10 dan setiap turun satu tingkat tangga dikalikan 10. Contoh : 10 mm = 1cm (naik 1 tangga /dibagi 10) 1km = 1000 m (turun tiga tangga, 10 X 10 X 10) 100 cm = 1 m (naik 2 tangga , 100:10:10) 1 dam = 10.000 mm ( turun empat tangga , 10 X 10 X 10 X 10 ) c. Kopnversi Satuan Luas km² hm² dam² Naik 1 tangga :100
m² dm²
Turun 1 tangga x100
cm² mm²
Contoh : 1 m² = 10.000 cm² (turun 2 tangga, 100 X 100 ) 1.000.000 mm² = 100 cm² ( naik 2 tangga , 1000.000: 100 :100) Pada dasarnya konversi satuan menggunakan teknik tangga ini rata-rata cara menggunakannnya adalah hampir sama, jika turun satu tangga untuk satuan panjang, satuan berat maka dikalikan 10, dan jika naik satu tangga maka dibagi 10, pada satuan luas jika turun satu tangga maka dikalikan 100 dan jika nai satu tangga maka dibagi 100, untuk satuan kubik jika turun satu tangga maka dikalikan 1000, dan jika naik satu tangga dibagi 1000. II. Konversi satuan dengan menggunakan motode Jalan Tol Pada konversi satuan dengan metode jalan tol tidak turun naik akan tetapi menggunaka istilah maju mundur. Berikut akan diuraikan cara mengkomversi satuan dengan metode jalan tol disertai penjelasan dan contoh soal. Konversi satuan metode jalan tol pada: a. Satuan berat: Kg hg dag g dg cg mg Untuk penanaman konsep dapat diistilahkan dengan istilah maju dan mundur. Jika maju (dari kiri ke kanan ) satu langkah maka dikalikan 10 (x10), jika mundur (dari kanan ke kiri) satu langkah dibagi 10 (:10). Contoh soal : 1 kg = 1000 g ( 10x10x10) mundur tiga langkah. 3 g = 1000 mg (10x10x10) mundur tiga langkah 1000 dag = 10 kg ( 1000:10:10) maju dua langkah Dalam penghitungan cepat, jika satauan berat agar siswa dengan cepat dapat menghitung maka cara yang dapat ditempuh adalah: Menggambar pagar satuan berat
117
Menaruhkan angka nol (0) di atas pagar karena sekali maju dikalikan 10 maka jumlah angka nolnya cukup satu saja Contoh soal Berapakah 1 kg + 2 dag + 5 g + 2 hg = …….g Pembahasan : 1. Gambarlah pagar satuan
kg
hg
dag
g
dg
2. Taruhkan nol (0) satu saja di atas gambar pagar satuan 0 0 0 0 kg
hg
dag
g
dg
cg
0
mg
0 cg
mg
mg
0 mg
3. Selesaikan soal dengan menaruh angka bilangan sesuai soal 2 0 0 5 2 0 1 0 0 0
Kg
hg
dag
g
dg
cg
mg
4. Jumlahkan bilangan yang ada 1000 20 5 200 + 1225 Jadi 1 kg + 2 dag + 5 g + 2 hg = …….g Adalah 1.225 g Demikian langkah-langkah cepat dalam mengkomversi satuan dengan menggunakan metode jalan tol. Metode ini menguntungkan bagi siswa karena terhindar dari kesalahan turun naik yang selama ini lazim digunakan. Disamping itu cara ini sangat mudah dan mempercepat siswa dalam menyelesaiakan soal konversi satuan tanpa menggunakan tangga yang dengan menggunakan tangga siswa mengalami kesulitan dalam menjumlahkan konversi satuan yang diminta. b. Dalam konversi satuan luas dapat diiliustrasikan sebgai berikut: Contoh soal 1. 2 m ² + 5 cm² + 4 dam² + 6 mm² = …… cm² Untuk mmenjawab soal tersebut di atas maka langakah –langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Gambarlah pagar satuan km²
hm²
dam²
m²
dm²
cm²
2. Pada masing-masing pagar taruhkan nol dua (00) karena satu kali mundur di 100 dan sekali maju di bagi 100 00 km²
00 hm²
00 dam²
118
00
00
m²
dm²
00 cm²
mm² kalikan
00 mm²
3. selesaikan soal dengan menulis satuan sesuai soal 00 00 40 00
00 00
20
km²
hm²
dam²
m²
60
00
00 00 50 00
dm²
cm²
mm²
4. Jumlahkan dengan memperhatikan ke konversi satuan apa yang di inginkan 00 00 00 00 40 00 00 00 50 20 00 00
km²
hm²
dam² 20
40
00
m²
dm² 00 00
cm² 00 50 00 0,
00
60
00
mm²
60 +
……………………………………………………….. 5. Jumlahkan sesuai angka satuan yang ditunjukkan oleh pagar satuan Maka hasilnya adalah sebagai berikut: 200000 cm² 50 cm² 40000000 cm² 0,60 cm ² + 40200050,60 cm² Konversi satuan dengan metode jalan tol seperti namanya mempercepat siswa da;am menyelesaikan komversi pada saatuan panjang maupun luas. Sedangkan pada satuan kubik pada dasarnya sama, yang membedakannya adalah jika satuan panjang hanya menambahkan nol hanya satu (0), satuan luas jujmlah nolnya dua (00), dan pada satuan kubik ditambah dengan nol sebanyak tiga (000) di atas gambar pagar satauan. Pada satuan panjang satu kali maju dikalikan sepuluh dan satu kali mundur dibagi 10, pada satuan luas dan berat sekali maju dikalikan 100 dan sekali mundur dibagi 100. Demikian pula pada satuan kubik maka sekali maju dikalian 1000 dan sekali mundur dibagi 1000. PENUTUP Seorang guru yang profesional adalah seorang yang selalu berusaha untuk memacu diri dalam mengembangkan kemampuan serta selalu mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang pesat. Selain itu guru yang profesional juga selalu berusaha untuk mencari caracara baru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas, agar siswa tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran yang pada akhirnya siswa mempunyai minat yang rendah terhadap pelajaran matematika yang selama ini sebagian siswa tidak menyuakai mata pelajaran tersebut, padahal dalam kehidupan sehari-hari seorang tidak bisa lepas dari matematika. Berusaha untuk selalu mengadakan fariasi dalam pembelajaran di kelas serta selalu mencari cara-cara lain yang dapat mengantarkan siswa kepada tujuan yang telah direncanakan serta tidak terpaku pada metode atau cara yang telah ada, maka seorang guru dituntut untuk selalu berinovasi (mengadakan pembaharuan) untuk meningkkatkan minat belajar siswa yang bermuara pada prestsai belajar meningkat.
119
Sejalan dengan hal tersebut di atas maka penulis mengembangkan (berinovasi) dalam metode pelajaran yaitu konversi satuan dengan menggunakan metode jalan tol. Metode adalah suatu cara yang ditempuh guru mulai dari awal sampai akhir pada proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dalam melakukan komukasi dengan peserta didik. Metode jalan tol dalam komversi satuan adalah cara yang digunakan pendidik untuk memudahkan siswa bekerja dengan menggunakan penyekat (pagar) sebagai pembatas dalam konversi satuan guna mencapai tujuan yang telah direncanakan secara lebih cepat. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam metode pagar dalam konversi sastauan adalah sebagai berikut: Menggambar pagar satuan berat Menaruhkan angka nol (0) di atas pagar (jika sekali maju maka jumlah angka nolnya cukup satu saja). Untuk memudahkan penulisan banyaknya angka nol di atas pagar satuan maka ketentuannya adalah sebagai berikut: 1. Maju (dari kiri ke kannan) di kalikan 10 untuk satuan panjang. 2. Mundur ( dari kiri ke kekanan) dibagi : 3. Tuliskan angka nol (0) di atas pagar satuan /sesuaikan, jika maju hanya dikalikan 10 maka nolnya hanya satu, tetapi jika maju dikalikan 100 (satuan luas) maka nolnya dua (00) demikian seterusnya. 4. Selesaikan soal , kemudian jumlahkan dan hasilnya diperoleh dengan cepat. Inovasi metode ini adalah suatu hal yang sangat kecil dalam mengembagkan metode, tetapi penulis sangat berharap agar metode ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan pada rekanrekan guru seprofesi pada umumnya guna meningkatkan minat, gairah serta mempermudah siswa dalam mengkonversi satuan lebih cepat dan menghindari kekeliruan dan tanpa turun naik tangga yang selama ini lazim digunakan, jika siswa telah lelah turun naik tangga dapat menyebabkan kekeliruan yang pada gilirannya konversi satuan di anggap sulit dan pelajaran matematika tidak diminati siswa padahal sesorang tidak bisa lepas dari matematika dalam kehidupan sehari-hari lebih-lebih dalam hal jual beli. DAFTAR PUSTAKA Undang- Undang Guru dan Dosen, 2005.Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri Gulo W, 2008, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. J - TEQIP, 2010, Jurnal Penningkatan Kualitas Guru. Malang : Universitas Negeri Malang (UM) press Moejono & Hasibun J.J, 2008, Proses belajar Mengajar Bandung : Rosda Karya Wahyudi & Subanji, 2010, Model-model Pembelajaran Kreatif dan inovatif. Malang: UM Press Susanto, 2008 Cara menghitung cepat untuk SD. Surabaya: Nidya Pustaka http://kamusbahasaindonesia.org/konversi
120
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENJUMLAHAN BILANGAN BULAT DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DRINKING STRAWS DAN KANTONG BILANGAN DI KELAS IV SD NEGERI RENDA KABUPATEN BIMA Giri Susilo SDN Renda Bima Abstrak: Dalam kegiatan pembelajaran penjumlahan bilangan bulat, siswa masih banyak mengalami kesulitan dan media pembelajaran yang digunakan masih kurang menarik. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya pemanfaatan media dan kegiatan pembelajaran yang kurang bervariasi, sehingga menyebabkan hasil belajarnya rendah. Dengan media drinking straws dan kantong bilangan akan memudahkan siswa dalam memahami konsep penjumlahan bilangan bulat jika dibandingkan tanpa adanya media atau media lain yang selama ini telah digunakan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan bilangan bulat dengan menggunakan media drinking straws dan kantong bilangan Di Kelas IV SD Negeri Renda Kabupaten Bima. Media drinking straws dan kantong bilangan merupakan salah satu media sederhana dari bahan bekas sedotan minuman dan gelas mineral yang dapat membantu untuk menyampaikan suatu konsep pembelajaran yang abstrak menjadi sebuah situasi yang nyata sehingga siswa tertarik dan meningkat hasil belajarnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Renda, sebanyak 17 siswa dengan rincian Laki-laki 8 dan Perempuan 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunakan media drinking straws dan kantong bilangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan bilangan bulat di kelas IV SD Negeri Renda Kabupaten Bima. Kata kunci: hasil belajar, pejumlahan bilangan bulat, drinking straws, kantong bilangan
PENDAHULUAN Tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajar dan melatih siswanya. Agar mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik, guru harus menguasai berbagai kemampuan. Salah satu kemampuan guru yang harus di kuasai adalah mengembangkan diri secara profesional. Ini berarti guru tidak hanya dituntut menguasai materi ajaran atau mampu melihat atau menilai kinerja sendiri atau mengadakan refleksi diri. Namun kenyataan di lapangan, masih banyak hambatan yang dialami dalam proses pembelajaran. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Secara umum Sekolah Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serat memberikan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Dalam pelaksanaan pembelajaran, tugas utama seorang guru adalah mengajar, mendidik dan melatih peserta didik mencapai taraf kecerdasan , ketinggian budi pekerti, dan ketrampilan yang optimal. Agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik serta mampu menilai kinerjanya. Pelajaran matematika merupakan wahana untuk mengembangkan anak untuk berfikir rasional dan ilmiah. Maka pelajaran matematika diupayakan mencapai hasil yang maksimal. Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang diikuti upaya peningkatan pembelajaran. Pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa karena menyangkut materi yang cukup luas. Dalam pelaksanaannya guru dituntut menyelesaikan target ketuntasan belajar siswa, sehingga perlu perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi, metode, media, alat peraga serta sumber belajar yang memadai.
121
Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan pelaksanaan standarisasi mata pelajaran matematika, guru lebih menekankan pada metode yang mengaktifkan guru, pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan metode ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran, sehingga siswa kurang kreatif dalam pembelajaran. Kendala dalam proses pembelajaran tersebut juga dihadapi oleh para guru di SD Negeri Renda ketika melaksanakan pembelajaran matematika . Kendala yang dihadapi adalah minat belajar dan aktifitas siswa dalam pembelajaran matematika masih sangat kurang, sehingga hasil belajar juga sangat rendah . Hal itu disebabkan guru monoton, kurang menarik, siswa kurang kreatif dan aktif, metode yang digunakan hanya ceramah dan alat peraga kurang memadai, guru kurang menguasai penggunaan alat peraga dan media pembelajaran yang ada di lingkungan. Hasil belajar matematika yang sangat rendah merupakan permasalahan yang harus segera diatasi oleh guru dengan menggunakan media yang tepat untuk menarik minat siswa sehingga siswa senang belajar matematika, dapat mencoba dan membuktikan sendiri, sehingga akan memperkuat kemampuan kognitifnya, dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna dan tujuan pembelajaran matematika SD dapat tercapai . Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai ulangan pada mata pelajaran matematika pokok bahasan bilangan bulat,menunjukkan tingkat penguasaan materi masih kurang. Hal ini dapat dilihat nilai siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 65. Hasil ulangan siswa kelas IV SD Negeri Renda pada mata pelajaran matematika pokok bahasan bilangan bulat diperoleh nilai terendah 40, nilai tertinggi 75 dan nilai rata-rata 59,25%. Dari 17 siswa L:8 P:9 yang mencapai KKM hanya 9 siswa. Demikian pada observasi awal yang dilakukan pada siswa kelas IV diperoleh data bahwa masih banyak konsep matematika yang belum dipahami siswa terutama konsep penjumlahan bilangan bulat. Hasil belajar matematika yang rendah tersebut menjadi permasalahan yang harus segera diatasi. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar tersebut maka penulis memilih media pembelajaran dengan menggunakan media drinking straws dan kantong bilangan yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran penjumlahan bilangan bulat, dengan media tersebut siswa tertarik dan senang terhadap pelajaran penjumlahan bilangan bulat. Siswa akan tumbuh minat untuk melakukan percobaan dan membuktikan sendiri, sehingga akan memperkuat kemampuan kognitifnya dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna dan tujuan pembelajaran matematika SD dapat tercapai. KAJIAN PUSTAKA 1. Pembelajaran Matematika Di SD Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2010) matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Hakikat matematika menurut Soedjadi (dalam Heruman, 2010) yaitu memiliki objek tujuan yang abstrak, bertumpu pada kesempatan, dan pola pikir yang deduktif. Siswa SD berkisar berumur 6-7 tahun sampai 12-13 tahun. Menurut Piaget (dalam Heruman, 2010) mereka berada pada operasional konkret”. Dari perkembangan kognitif pemikiran mereka masih terikat dengan objek yang konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam mengajarkan matematika harus bisa memahami dan mengetahui bahwa kemampuan setiap siswa itu berbeda, dan semua siswa belum tentu senang dengan pembelajaran Matematika. Memang tujuan akhir dalam pembelajaran Matematika di SD agar siswa terampil dalam menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Bruner (Ruseffendi, dalam Heruman, 2010) mengemukakan dalam pembelajaran matematika siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlakukannya. Dengan hal tersebut penyajian pembelajaran matematika tidak disajikan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahu penyelesaiannya. Heruman, (2010) pada pembelajaran matematika harus terkait dengan pengalaman belajar siswa sebelumnya. Sesuai dengan Standar Isi Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memeajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
122
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peseta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Standar kompetensi dan kompetensi dasar metematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut diatas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Bilangan 2. Geometri dan pengukuran 3. Pengolahan data Dalam pembelajaran matematika di SD dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu yang deduktif dimana ilmu yang bersifat umum ke dalam ilmu yang bersifat khusus. Dalam pembelajaran siswa juga harus menemukan sendiri pengetahuan sesuai dengan pengalaman seari-hari siswa dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari pula. Guru juga harus mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam belajar karena setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Siswa SD dalam belajar masih terikat dengan benda yang konkret yang bisa langsung dilihat oleh panca indra maka dengan itu guru harus pintarpintarnya menyusun pembelajaran agar mudah dimengerti oleh siswa dengan memilih media pembelajaran yang sesuai. 2.
Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil nilai yang diperoleh siswa dari hasil evaluasi setelah kegiatan proses pembelajaran. Menurut Winkel (dalam addyarchy, 2011) menyatakan bahwa hasil belajar adalah bukti keberhasilan dan usaha yang dilakuakan dan merupakan kecakapan yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dengan angka. Selanjutnya Soemantri Winkel (dalam addyarchy, 2011) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu indikator dari perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar dimana untuk mengungkapnya biasanya menggunakan suatu alat penilaian yang ditetapkan sekolah oleh guru. Dalam dunia pendidikan khususnya sekolah hasil belajar merupakan nilai yang diperoleh siswa terhadap suatu mata pelajaran tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut Mappa Winkel dalam addyarchy, (2011) berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu yang menggunakan tes standar alat ukur keberhasilan belajar seorang siswa. Jadi dalam hal ini keberhasilan belajar seorang siswa dalam menempuh proses belajar disekolah dapat dilihat dari standar yang digunakan. Sedangkan menurut Usman dan Setiawati Winkel dalam addyarchy (2011) menjelaskan bahwa belajar menghasilkan perubahan dalam diri seseorang sebagai hasil dari belajar atau prestasi dari belajarnya itu. Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri individu yang belajar, bukan saja perubahan yang mengenai pengetahuan, tetapi juga kemampuan untuk membentuk kecakapan dalam bersikap. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh siswa setelah proses pembelajaran dalam waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan alat evaluasi tertentu. Menurut Dimyati dan Mudjiono, dalam Munawar, (2009) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Berdasarkan Hamalik dalam Munawar (2009) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Syaiful dan Aswan dalam Munawar (2009) hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka yang diperoleh siswa dari serangkaian tes yang dilaksanakan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran.
123
Dari pengertian hasil belajar dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan proses perubahan pengetahuan. Hasil belajar biasanya diperoleh siswa setelah mengikuti poses belajar mengajar. Dimulai dari tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar juga bisa diperoleh ketika tes diberikan dan kemudian diketahui angka-angka atau skor yang merupakan hasil dari belajar. 3. Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat Menurut Heruman, (2010) Bilangan Bulat merupakan bilangan yang terdiri dari bilangan cacah dan negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4,… sehingga negatif dari bilangan cacah yaitu -1,-2,-3,-4,… dalam hal ini -0 = 0 maka tidak dimasukkan lagi secara terpisah. Perjumlahan adalah salah satu operasi aritmetika dasar. Perjumlahan merupakan penambahan sekelompok bilangan atau lebih menjadi suatu bilangan yang merupakan jumlah. Penjumlahan ditulis dengan menggunakan tanda tambah "+" diantara kedua bilangan. Hasil dari penjumlahan dinyatakan dengan tanda sama dengan "=", contoh: 1 + 1 = 2 (diucapkan "satu ditambah satu sama dengan dua") 2 + 2 = 4 (diucapkan "dua ditambah dua sama dengan empat") Penjumlahan bilangan bulat dalam penelitian ini adalah melakukan operasi penjumlahan bilangan positif dan negatif dan sebaliknya, yaitu menjumlahkan bilangan negatif dan positif, contoh: 3 + (-2) = 1 (-2) + 3 = -1 4. Media Drinking Straws Dan Kantong Bilangan Media pembelajaran menurut Gagne dan Briggs (dalam Mayasa, 2012) adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Pembelajaran yang banyak verbalisme tentu akan cepat membosankan, sebaliknya pelajaran yang menggunakan media pembelajaran lebih menarik dan memberikan suasana gembira karena siswa tertarik dan mudah memahami materi pembelajaran. Untuk memahami media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) Dan Kantong Bilangan menurut Mayasa (2012) dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Pengertian. Media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) Dan Kantong Bilangan adalah suatu alat sederhana yang ditujukan untuk mempermudah siswa dalam memahami materi operasi hitung dalam matematika. Media ini berbentuk segi empat dengan kotak yang menempel atau disebut dengan kantong bilangan. Dalam penelitian ini kantong bilangan dibuat dengan gelas bekas air mineral. Kantong Bilangan tersebut berfungsi untuk meletakkan sedotan minuman berwarna merah (+) dan biru (-), sedangkan kantong bilangan yang lain digunakan untuk menempatkan sedotan yang telah berpasangan hasil dari penempatan sedotan merah (+) dan biru(-). b. Bahan dan alat yang digunakan. Bahan dan alat yang digunakan dalam mendesain media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) dan Kantong Bilangan adalah benda-benda yang mudah kita temui di lingkungan kita yaitu : 1 buah kardus bekas. 3 buah botol air mineral kosong ukuran gelas. Kertas warna-warni. Sedotan 2 warna (merah dan biru) Spidol. Gunting Lem kertas dan lem plastik. c. Desain. Media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) dan Kantong Bilangan dibuat berbentuk kotak dengan tiga kantong yang menempel dibagian tengah kotak utama. Sedangkan sedotan sendiri digunakan sebagai pengisi kantong-kantong yang tersedia sebagai indikator penjuumlah bilangan yang akan dihitung. Adapun desain media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) dan Kantong Bilangan dapat digambarkan sebagai berikut :
124
d. Cara membuat. Cara membuat media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) dan Kantong Bilangan sanngatlah sederhana dan mudah. Adapun langkah-langkahnya yaitu : Siapkan bahan-bahan yang diperlukan seperti kardus bekas, botol air mineral ukuran gelas, kertas warna-warni, sedotan warna, spidol, gunting, lem kertas dan lem plastik. Potong kardus dengan ukuran sesuai yang diinginkan untuk digunakan sebagai tempat menempelkan botol plastik air mineral. Lapisi kardus dengan kertas warna agar terlihat menarik. Tempelkan botol plastik air mineral ukuran gelas dengan menggunakan lem khusus untuk bahan plastik. Gunakan spidol untuk memberi tulisan sebagai pelengkap desain media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) dan Kantong Bilangan. e.
Prosedur penggunaan dalam pembelajaran Penggunaan media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) dan Kantong Bilangan yaitu dengan memasukkan sedotan sesuai dengan bilangan positif dan negatif pada soal penjumlahan, kemudian sedotan biru dan merah yang mewakili bilangan positif dan negatif dipasangkan. Pasangan bilangan tersebut dimasukkan pada kantong bilangan yang ketiga. Sedotan yang tersisa dan tidak mempunyai pasanagan tersebut itulah hasil dari penjumlahan. Contoh penerapan media Sedotan (Drinking Straws) dan Kantong Bilaingan dalam menyelesaikan soal penjumlahan 3 + (-2) = … Menginformasikan kesepakatan kepada anak didik bahwa sedotan warna biru mewakili positif dan warna merah mewakili negatif, dan untuk sebuah sedotan yang biru (positif) dipasangkan dengan sedotan yang merah (negatif) maka hasilnya adalah 0 (nol). Meletakkan sedotan sesuai dengan operasi penjumlahan pada kantong bilangan, yaitu pada kantong 1 sedotan warna biru 3 buah, dan pada kantong 2 sedotan warna merah 2 buah,
125
Kemudian sedotan tersebut dipasangkan dan diletakkan pada kantong yang ketiga
hasilnya sedotan yang tidak mempunyai pasangan yaitu sedotan biru sebanyak 1 buah, berarti jawabannya 1 positif, jadi: 3 + (-2) = 1 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Tujuan Umum : Meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Renda Kabupaten Bima terhadap konsep penjumlahan bilangan bulat dengan menggunakan media Drinking Straws Dan Kantong Bilangan. 2. Tujuan Khusus Meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan bilangan bulat bulat dengan menggunakan media Drinking straws dan kantong bilangan di Kelas IV SD Negeri Renda Kabupaten Bima. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian ini terdiri dari dua siklus yang masing-masing siklus meliputi tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. , setiap siklus dilakukan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Siklus 1 dilaksanakan pembelaran dengan materi penjumlahan bilangan positif dengan negatif, sedangkan siklus yang ke II dilaksanakan pembelajaran dengan materi penjumlahan bilangan negatif dengan bilangan positif, kemudian diilakukan penelitian terhadap hasil belajar siswa melalui pemberian evaluasi. Siklus akan dikatakan berhasil apabila penelitian telah mencapai target sesuai indikator kinerja. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri Renda Kabupaten Bima dengan jumlah 17 orang, terdiri dari 8 orang lakilaki dan 9 orang perempuan. Tindakan dilakukan selama semester II (bulan Maret-April 2013) Tahun Ajaran 2012/2013. Tahap perencanaan tindakan peneliti dan teman sejawat merencanakan rencana pembelajaran mata pelajaran matematika untuk PTK siklus I, menyiapkan media pembelajaran dan soal matematika dalam LKS, menyiapkan format observasi dan format refleksi serta menyiapkan soal matematika untuk pretest dan post test. Tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan pembelajaran dan mengamati selama pembelajaran berlangsung, langkah kegiatan pada tahap ini adalah menyampaikan tujuan pembelajaran, mengecek pengetahuan prasyarat siswa yaitu tentang materi sebelumnya, peneliti meminta siswa untuk menunjukkan letak bilangan positif dan negatif pada garis bilangan, kemudian mengaitkan dengan penjumlahan antara 2 bilangan positif. Setelah memberi motivasi kepada siswa, peneliti melanjutkan pembelajaran pada tahap selanjutnya Pada tahap ini Guru memberikan penjelasan tentang pokok materi yang akan dipelajari dengan mendemonstrasikan penggunaan media Drinking Straws dan Kantong Bilangan, beberapa siswa diminta untuk maju di depan kelas untuk menyelesaikan soal penjumlahan bilangan bulat dengan media tersebut. Kemudian Siswa dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang siswa. Setiap kelompok mengerjakan lima soal tentang materi bilangan bulat, peneliti berkeliling di setiap kelompok untuk memberikan pengarahan dan bimbingan. Kelompok secara perwakilan melaporkan hasil diskusi dan ecara klasikal siswa bersama guru membahas hasil diskusi. Pada tahap akhir siswa diminta untuk merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan hari
126
ini. Peneliti mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan soal pos test. Tahap pengamatan, observasi dilakukan oleh satu orang observer (teman sejawat) yang mengamati pada proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan ditunjukkan pada aktifitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Selain itu, pengamatan ditujukan pada akhir proses pembelajaran. Penilaian akhir proses pembelajaran bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas IV. Pada Tahap refleksi dilakukan kegiatan bersama observer yaitu merefleksi pembelajaran antara siswa dan guru, mendiskusi hasil evaluasi pada siklus I dan memperbaiki untuk pelaksanaan siklus selanjutnya. Setelah data terkumpul, penulis dalam menganalisis data dengan membandingkan gambaran data nilai hasil belajar mulai dari siklus I sampai dengan siklus II. Berapa jumlah siswa yang mengalami nilai ketuntasan 65 dan berapa jumlah siswa yang belum tuntas serta bagaimana hasil observasi teman sejawat tentang pelaksanaan proses belajar mengajar. Dari hasil nilai tes yang diperoleh siswa maupun hasil observasi teman sejawat dirangkum dan dibuat tabel pengelompokan ketuntasan serta hasil observasi teman sejawat. Hal ini dilakukan pada setiap siklus dan dilihat bagaimana gambaran petingkatan hasil belajar siswa serta bagaimana proses belajar mengajar yang berlangsung. PEMBAHASAN Hasil dalam PTK ini penulis mengartikan sebagai hasil belajar yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran matematika. Proses peningkatan hasil belajar siswa berisi penjabaran seluruh kegiatan yang terjadi di kelas atau di lapangan pada saat tindakan dilaksanakan. Tindakan pada siklus I berisi tindakan yang dilakukan guru untuk mengatasi permasalahan yang selama ini dialami ketika membelajarkan penjumlahan bilangan bulat. Hal yang dilakukan adalah sebagai upaya agar permasalahan yang selama ini dihadapi guru dan siswa dapat teratasi. Pelaksanaan siklus I ini dilakukan selama dua kali pertemuan yang masing-masing pertemuan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Hasil refleksi dari tindakan siklus I dijadikan dasar untuk memperbaiki tindakan pada siklus II. Perbaikan rancangan tindakan siklus II merupakan rencana untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi atau solusi dari masalah pada tindakan siklus I dan memperbaiki tindakan pada siklus II. A. Hasil Penelitian Siklus I Hasil pengamatan siklus I yang telah dicatat dalam lembar observasi yang telah dipersiapkan adalah nilai rata-rata 64,93 dengan ketuntasan klasikal 70,59. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 80 dan yang terendah 50. Hasil pengamatan yang diperoleh selama proses pembelajaran Matematika, siswa memperoleh rata-rata skor rata-rata aktivitas belajar adalah sebesar 2,6 dengan kriteria baik. Pada saat awal dimulai pembelajaran siswa masih terlihat bingung dan canggung pada saat akan dimulai pembelajaran akan tetapi setelah diberi penjelasan oleh guru mengenai model pembelajaran matematika dengan media Drinking Straws dan Kantong Bilangan, siswa sedikit banyak mengetahui pembelajaran yang akan dilaksanakan. Rata-rata skor yang diperoleh dalam mendengarkan penjelasan guru adalah 2,1 dengan kriteria baik, siswa sudah banyak yang mendengarkan penjelasan guru walaupun masih banyak juga siswa yang tidak memperhatikan dan lebih suka bemain sendiri. Karena pembelajaran dengan media Drinking Straws dan Kantong Bilangan ini masih tergolong baru bagi siswa, maka siswa mengalami peningkatan dalam hal mendengarkan penjelasan guru. Hal ini terjadi terutama pada saat guru melaksanakan demonstrasi di depan kelas siswa sangat antusias mendengarkan penjelasan guru tersebut. Gambaran lain mengenai aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika adalah dalam pembentukan kelompok, siswa mendapatkan rata-rata skor 2,1 dengan kriteria baik. Dalam siklus I ini siswa tidak begitu senang dengan pembentukan kelompok yang ditentukan guru, siswa lebih suka memilih teman yang mereka sukai. Dalam diskusi kelompok, siswa mendapatkan rata-rata skor 2,1 dengan kriteria baik. Untuk siklus I ini mereka agak kesulitan dalam diskusi kelompok, hal ini dikarenakan siswa masih belum terbiasa belajar dengan menggunakan pola diskusi kelompok, serta dalam pembelajaran sebelumnya mereka terbiasa dengan pembelajaran yang konvensional yakni dengan metode ceramah, selain itu siswa yang pintar menjadi dominan dalam kelompok dan siswa yang kurang pandai tidak mau terlibat karena pendapat mereka tidak didengarkan oleh siswa yang pintar.
127
Hasil lain yang dapat dilihat adalah siswa dalam mengemukakan pendapat mendapat rata-rata skor 1,9 dengan kriteria cukup. Ada beberapa siswa yang aktif mengemukakan pendapat mereka. Tetapi ada juga yang masih takut mengutarakan pendapat, karena mereka takut salah. Dalam hal bertanya siswa mendapat rata-rata skor 2,0 dengan kriteria baik. Ada beberapa siswa yang berani bertanya hal-hal yang kurang jelas, tetapi masih banyak siswa yang tidak mau bertanya padahal mereka belum paham, karena mereka tidak tahu apa yang akan mereka tanyakan. Dalam hal mempresentasikan laporan hasil kerja sebagian siswa sudah melaksanakan dengan baik. Mereka mendapatkan rata-rata skor 1,8 dengan kriteria cukup, akan tetapi ada juga siswa yang malu-malu dan belum terbiasa dalam melaporkan hasil kegiatannya. Sehingga dapat dilihat bahwa keberanian dalam melaporkan hasil percobaan sangat perlu untuk ditingkatkan. Dalam mengerjakan evaluasi siswa mendapat rata-rata skor 2,4 dengan kriteria baik. Masih banyak siswa yang saling melihat pekerjaan teman. Pada siklus I hanya sebagian kecil siswa yang belum mempunyai pemahaman konsep materi penjumlahan bilangan bulat. Siswa masih ada yang kebingungan dalam mengerjakan soal latihan. Siswa masih kurang mampu dalam mengaplikasikan konsep yang ada sehingga masih ada kekeliruan dalam menjawab soal latihan. Tingkat kerjasama yang dilakukan siswa cukup, hanya saja masih ada beberapa kelompok yang bersifat individu. Setelah peneliti mengumpulkan hasil observasi dan hasil evaluasi, maka peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran yang telah dilakukan pada pembelajaran siklus I belum tampak keberhasilannya. Sehingga pada pembelajaran siklus II, tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti adalah dengan membagikan media tersebut kepada setiap untuk menentukan hasil penjumlahan bilangan bulat.. B.
Hasil Penelitian Siklus II Hasil pengamatan siklus I yang telah dicatat dalam lembar observasi yang telah dipersiapkan adalah nilai rata-rata 71,17 dengan ketuntasan klasikal 82,35. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 85 dan yang terendah 60. Dalam sikus II terdapat perubahan-perubahan yaitu siswa sudah banyak yang paham dengan materi penjumlahan bilangan bulat menggunakan media Drinking Straws dan Kantong Bilangan. Siswa sudah banyak yang mampu merangkai konsep. Siswa sudah berani bertanya jika kurang jelas. Kemampuan siswa dalam menganalisa masalah dan mengevaluasi soal yang diberikan guru juga sudah baik. Bobot pertanyaan yang diajukan siswa sudah baik dan sudah banyak siswa yang bertanya jika ada yang belum dipahami. Dalam siklus kedua ini diskusi yang dilakukan siswa dan tingkat kerjasama siswa sudah sangat baik, hal ini tampak pada kesungguhan semua siswa dalam mendiskusikan soal latihan yang diberikan oleh guru pada kelompoknya masing-masing. Internsitas komunikasi siwa antar anggota kelompok sudah sangat baik, hal ini tampak pada waktu tanya jawab jika ada anggota kelompok yang beum mengerti maka dijelaskan kembali oleh anggota kelompok yang sudah mengerti. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas siwa maka dipaparkan hasil yang dicapai, pada umumnya aktivitas siswa sampai pada siklus II ini sudah aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar yang disampaikan guru secara baik dan tertib. Peningkatan prestasi Nampak dengan adanya perubahan-perubahan terutama tingkah laku seperti yang tadinya pemalu atau pendiam sekarang sudah mau mengemukakan pendapat, berani bertanya kepada guru mengenai materi pelajaran yang belum jelas, dapat menerima pendapat orang lain, menghargai sesama teman.. Apabila dilihat dari post test yang dilaksanakan setelah akhir siklus I diperoleh nilai rata-rata sebesar 64,93 dengan ketuntasan klasikal 70,59 %. Dalam siklus ini masih ada siswa yang belum memahami dan menguasai semua materi yang disampaikan sehingga siklus I harus disampaikan pada siklus II. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II menunjukan peningkatan. Hasil refleksi pada siklus II menunjukan bahwa guru dan siswa mulai kreatif dan komunikatif dalam Pembelajaran. Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar dan skenario pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan siswa juga mulai paham dengan penggunaan media media Drinking Straws dan Kantong Bilangan . Hasil tes siklus II diperoleh rata-rata nilai sebesar 71,17 dengan ketuntsan belajar klasikal sebesar 82,35%. Berdasarkan hasil belajar pada akhir siklus II telah mengalami
128
peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Oleh karena itu maka tindakan dalam PTK ini cukup dilaksanakan sampai siklus II. PENUTUP Pada bab ini disajikan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang penggunaan media Drinking Straws dan Kantong Bilangan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada penjumlahan bilangan bulat, disajikan simpulan sebagai berikut: 1. Sikus I nilai rata-rata siswa 64,93 dengan prosentase ketuntasan yaitu 70,59 %. dengan nilai tertinggi 80, nilai minimal 50, karena prosentase ketuntasan belum mencapai 75% maka diakukan siklus II. 2. Nilai rata-rata siklus II meningkat menjadi 71,17 dengan prosentase ketuntasan 82,35% dengan nilai tertinggi 85 nilai minimal 60. Karena prosentase ketuntasan sudah mencapai lebih dari 75% maka peneitian ini dinyatakan berhasil. Jadi dengan menggunakan media Drinking Straws dan Kantong Bilangan ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan bilangan bulat di Kelas IV SD Negeri Renda kabupaten Bima. Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian,disarankan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pembelajaran pada materi penjumlahan bilangan bulat. Guru hendaknya sering menggunakan media ini karena dapat menambah pemahaman siswa dalam operasi penjumlahan bilangan bulat karena membantu guru untuk bisa menyampaikan suatu konsep pembelajaran yang abstrak menjadi sebuah situasi yang nyata, memantapkan pengetahuan siswa dalam memahami nilai tempat suatu bilangan dan membantu siswa untuk menyelesaikan masalah operasi hitung dengan cara yang sistematis. DAFTAR RUJUKAN Addyarchy, 2011. Definisi Konsep Hasil Belajar. http://addyarchy07.blogspot.com. Diunduh Sabtu, 28 April 2012. Pukul 04.30 Wita. Heruman, 2010. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mayasa, 2012. Media pembelajaran Sedotan (Drinking Straws) dan Kantong Bilangan. http://m4y-a5a.blogspot.com/ Diunduh Sabtu, 28 April 2012. Pukul 15.00 Wita. Munawar, Indra. 2009. Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi). http://indramunawar.blogspot.com. Diunduh Sabtu, 28 April 2012. Pukul 04.00 WIB.
TENTANG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT MENGGUNAKAN ALAT PERAGA PENGGARIS BILANGAN DI KELAS IV SDN 006 LONG IKIS TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Sugianto SDN 006 Long Ikis, Kabupaten Paser Abstrak : Hasil pembelajaran matematika di SDN 006 Long ikis selama ini terlihat masih rendah, terutama pada materi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Kesulitan yang dialami siswa terutama pada saat menemukan pengerjaan hitung bilangan bulat negatif dengan positif dan sebaliknya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan penggaris bilangan. Dengan menggunakan alat peraga penggaris bilangan tersebut diharapkan siswa dapat lebih mudah menemukan hasil dari operasi hitung bilangan bulat.
129
Kata kunci: Peningkatan hasil belajar, alat peraga penggaris bilangan, Matematika.
PENDAHULUAN Matematika memiliki peranan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Diharapkan dengan belajar matematika dapat meningkatkan produktivitas, baik secara kualitas maupun kuantitas dari para siswa. Usaha untuk belajar matematika dengan baik tentunya tidak terlepas dari proses mengajar dan belajar itu sendiri. Berdasarkan beberapa pengamatan, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan pengerjaan hitung bilangan bulat. Siswa juga kesulitan dalam memahami penerapan operasi hitung bilangan bulat teru tama pada penjumlahan bilang bulat positif dengan bilangan bulat negatif. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang di lakukan oleh guru tidak menggunakan alat peraga dan metode yang digunakan juga monoton yakni dengan metode ceramah. Sehingga menyebabkan interaksi terjadi hanya satu arah yaitu guru yang bersifat aktif sedangkan murid pasif. Dalam pembelajaran pengerjaan hitung bilangan bulat ini, sering kali guru memberikan gambaran dengan siswa dengan istilah hutang dan modal. Hutang untuk istilah bilangan negatif sedangkan modal untuk istilah bilangan positif. Istilah-istilah tersebut sesungguhnya tidak sesuai untuk diterapkan pada siswa Sekolah Dasar karena masih ada cara lain untuk menanamkan konsep pengerjaan hitung bilangan bulat yang lebih bijaksana dari pada istilah hutang dan modal. Berbagai teori belajar membahas tentang anak Sekolah Dasar terutama dengan kemampuan koknitif yang menunjang dalam pembelajaran matematika harus mampu menjembatani kemampuan berfikir anak yang masih operasional kongkret dengan matematika yang secara konseptual abstrak. (teori peaget ). Menurut Bruner anak akan lebih mudah memahami sesuatu yang abstrak apabila anak memanipulasi objek, mengkonstruksi, menyusun objek kongkret. Anak berinteraksi secara langsung dengan benda fisik. Pada tahap yang lebih lanjut anak mampu menggunakan gambar, istilah untuk memahami situasi. Oleh sebab itu penggunaan alat peraga penggaris bilangan sangatlah tepat untuk menjelaskan pada anak usia Sekolah Dasar karena dapat membantu dalam memahami konsep-konsep matematika yang abstrak. pengajaran dengan menggunakan alat peraga sebenarnya sudah dirangkum oleh para ahli sejak tahun 50-an hingga tahun 70-an. Sedangkan rangkuman yang paling lengkap di rangkum oleh Dr. Higgins dan Dr. Suydan tahun 1976, yang antara lain menyimpulkan : 1. Pada umumnya penelitian itu berkesimpulan bahwa pemakaian alat peraga dalam pengajaran matematika itu efektif dalam mendorong prestasi siswa. 2. Sekitar 60% berbanding 10% tingkat keberhasilan yang meyakinkan dari belajar dengan alat peraga terhadap yang tidak memakai. 3. Memanipulasi alat peraga itu penting bagi siwa Sekolah Dasar disemua tingkatan. 4. Ditemukan sedikit bukti bahwa manipulasi alat peraga itu hanya berhasil ditingkat yang lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan materi pengerjaan hitung bilangan bulat dengan menggunakan alat peraga penggaris bilangan pada siswa kelas IV SDN 006 Long Ikis. Peneliti sengaja memilih materi ini karena: 1) banyaknya guru Sekolah Dasar yang kesulitan dalam membelajarkan materi bilangan bulat kepada peserta didik. 2) rendahnya hasil belajar siswa terhadap materi bilangan bulat. 3) banyak guru yang hanya menyampaikan dengan metode ceramah. 4) tingkat kesulitan yang cukup tinggi terhadap pengerjaan hitung bilangan bulat. Alat peraga penggaris bilangan adalah alat peraga yang sengaja direkayasa untuk membantu proses pembelajaran terutama dalam meningkatkan daya pikir siswa tentang pemahaman konsep pengerjaan hitung bilangan bulat.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan melalui tahapan tiap-tiap siklus. PTK ini dilakukan dalam 2 siklus, model penelitian tindakan kelas yang digunakan adalah kemmis dan metaggart (1982) dalam Arikunto (2006:16) yakni penelitian tindakan dilakukan dalam siklus sepiral, yaitu terdiri dari 4 tahap 1. perencanaan, 2. pelaksanaan tindakan, 3. observasi dan 4. Refleksi. Setiap siklusnya
130
dilaksanakan oleh penulis dan dibantu oleh teman sejawat sebagai ofserver di SDN 006 Long Ikis. Pada tahap awal dilakukan studi pendahuluan pengamatan terhadap proses pembelajaran dalam kompetensi dasar penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tanpa menggunakan alat peraga penggaris bilangan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dikelas. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut disusun rencana tindakan siklus I yang diwujudkan dalam bentuk satuan pembelajaran dan persiapan alat peraga. Selanjutnya rencana tindakan siklus I tersebut diaplikasikan dalam tindakan pembelajaran yang nyata di kelas dengan dibantu oleh beberapa guru sebagai ofserver untuk mencatat kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siswa pada saat proses pembelajaran maupun kekurangan pada guru. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh teman sejawat selanjutnya direfleksi dan dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan siklus II. Rencana tindakan pada siklus II pada intinya sama dengan tindakan yang dilakukan pada siklus I hanya saja tindakan di siklus dua lebih memperhatikan hal-hal penting yang telah direfleksi sehingga hasil tindakan di siklus dua akan lebih baik. Secara rinci prosedur penelitian tindakan untuk setiap siklus dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah : Membuat skenario pembelajaran Membuat rangkuman Membuat alat evaluasi b) Pelaksanaan Tindakan Langkah-langkah pelaksanan tindakan pada penelitian ini yaitu : Guru menyampaikan materi seperti biasa (sistem ceramah/klasikal disertai gambar untuk mempermudah penjelasan) Membentuk kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa Memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya Memberikan tugas kelompok untuk dikerjakan siswa Memberikan kesempatan masing-masing kelompok untuk menampilkan hasil kerjanya Pembahasan jawaban Diberikan tes akhir siklus Selanjutnya langkah-langkah pembelajaran pada siklus II akan disesuaikan dengan tindakan perbaikan yang akan dilakukan Untuk menggunakan alat peraga penggaris bilangan, terlebih dahulu peserta didik di beritahukan beberapa cara menggunakanya sebagai berikut.: 1. Tersedia sepasang penggaris bilangan 2. Letakan tepat sejajar atas dan bawah 3. Penggaris yang bergeser hanya yang diatas 4. Jika bilangan pertama positif, penggaris bergeser kekanan sebanyak bilangan tersebut. 5. Jika bilangan pertama negatif, penggaris bergeser kekiri sebanyak bilangan tersebut Contoh : pada penjumlahan Ketentuan : a. Ditambah positif, hitung dari nol kekanan sebanyak bilangan tersebut, dan tandai b. Ditambah negatif, hitung dari nol kekiri sebanyak bilangan tersebut dan tandai c. Hasil, bilangan yang tepat dibawah tanda 3 + 5 = ….
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Luruskan angka 3 bawah dengan 0 atas
Angka
Jadi 3 + 5 = 8 berapa yang lurus dengan 5?
131
4 + (-5) = ….
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Angka Luruskan berapa yang angka 4 lurus dengan bawah dengan Jadi 4 + (-5) = -1 -5? 0 atas Contoh : Pada pengurangan Ketentuan 1. Dikurang positif, hitung dari nol ke kiri sebanyak bilangan tersebut dan tandai 2. Dikurang negatif, hitung dari nol kekanan sebanyak bilangan tersebut, dan tandai 3. Hasil, bilangan yang ada tepat dibawah tanda 3 - 4 = …….
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 6 7 8
4 5
Angka berapa yang lurus dengan -4?
Luruskan angka 3 bawah dengan 0 atas Jadi 3 – 4 = -1
2 - (-4) = …..
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 6 7 8 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 7 8 Luruskan angka 2 bawah dengan 0 atas
4 5 6
Angka berapa yang lurus dengan 4? Jadi 2 – (-4) = 6
132
4 5
c) Observasi Pelaksanaan observasi bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini, observer (teman sejawat) mengobservasi tindakan yang sedang dilakukan dengan pengamatan partisipatif dan menggunakan catatan lapangan dan analisis dokumen. Catatan lapangan digunakan untuk mengobservasi siswa dan guru di kelas. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil belajar siswa agar dapat diketahui tingkat keaktifan dan ketuntasan siswa. d) Refleksi Pada tahap refleksi ini guru kelas (peneliti) bersama-sama observer mendiskusikan hasil tindakan, dari hasil tersebut peneliti dan guru dapat merefleksikan diri dengan melihat data observasi. Hasil analisis data yang dilakukan dalam tahap ini dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan kegiatan pada tahapan berikutnya. PEMBAHASAN Siklus I Tahap perencanaan meliputi beberapa kegiatan yaitu menyusun jaduwal pelaksanaan kegiatan, menentukan teknik pelaksanaan tindakan, menyusun rencana pelaksanaan pemnelajaran, menyiapkan alat peraga penggaris bilangan, menyiapkan instrumen observasi, menyiapkan soal-soal . Pada tahap pelaksanaan tindakan siklus I, guru memperkenalkan alat peraga yang akan digunakan untuk menjelaskan penjumlahan dan penguranga pada bilangan bulat positif dan negatif. Selanjutnya guru menyampaikan ketentuan- ketentuan dalam menggunakan alat peraga pengaris bilangan. Setelah siswa memahami, guru memberikan contoh soal-soal dan secara berkelompok siswa dapat menemukan jawabanya dengan menggunakan alat peraga yang telah disediakan dengan dibantu oleh guru. Pada kegiatan selanjutnya siswa dibagi dalam 4 kelompok yang heterogen dari segi kemampuan maupun jenis kelamin. Setiap kelompok terdiri dari 6 orang siswa dan satu kelompok yang lain terdiri dari 7 orang siswa. Dari setiap kelompok dibagikan LKS dan alat peraga penggaris bilangan. Setelah siswa selesai menjawab LKS salah satu perwakilan dari kelompok tersebut mempresentasikan cara menggunakan alat peraga untuk mendapatkan hasil yang dikerjakan pada lembar LKS di depan kelas. Pada kegiatan akhir siswa diminta untuk kembali ketempat duduk masing-masing kemudian dibagikan lembar LKS individu. LKS individu ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana pemahaman materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan penggaris biangan. Berdasarkan data hasil evaluasi terhadap 16 siswa 64% siswa yang tuntas, sedangkan 9 siswa lainya atau 36 % belum tuntas. Dari data tersebut diatas peneliti bersama teman sejawat melakukan refleksi pada pembelajaran siklus I diantaranya adalah : a. Ketidak tuntasan 9 siswa atau 36 % siswa dikarenakan jumlah siswa dalam kelompok terlalu banyak b. Jumlah alat peraga yang diberikan kepada setiap kelompok hanya sepasang penggaris bilangan sehinga lebih banyak siswa yang pasif dari pada siswa yang aktif. Hasil pembelajaran pada siklus I belum mencapai 80%, maka peneliti akan melanjutkan pada siklus II. Sebagai pedoman untuk keberhasilan pada siklus II, peneliti sangan memperhatikan hasil refleksi pada siklus I. Siklus II Pada perencanaan kegiatan disiklus II ini pada dasarnya sama dengan pelaksanaan yang telah dilakukan disiklus I, namun pelaksanaan disiklus II pembagian kelompok siswa lebih diperbanyak. Semula pembagian kelompok disiklus I tiap kelompoknya terdiri dari 6 siswa yang homogen, disiklus II tiap kelimpok terdiri dari 4 orang siswa dan satu kelompok lain 5 siswa, sehingga terdapat 6 kelompok kecil. Alat peraga yang disiapkan juga ditambah. Pada siklus I satu kelompok mendapat satu pasang alat peraga penggaris bilangan sedangkan pada siklus II satu kelompok mendapatkan dua pasang penggaris bilangan tujuannya agar tiap anggota kelompok tidak pasif. Pelaksanaan kegiatan disiklus II terlebih dahulu peneliti sebagai guru dikelas memperkenalkan alat peraga dan menyampaikan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada
133
penggunaan alat peraga penggaris bilangan, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya terhadap materi yang belum dipahami dan terhadap teknik penggunaan alat peraga penggaris bilagan. Setelah dianggap semua siswa sudah jelas dan mengerti selanjutnya guru membagikan LKS kepada setiap kelompok. Setelah kerja kelompok selesai, perwakilan kelompok menyampaikan hasil kerjanya didepan kelas yang kemudian umpan balik dari siswa pada kelompok lain. Diakhir pembelajaran siswa diminta untuk menyimpulkan dan dibantu oleh guru, kemudian siswa diminta kembali ketempat duduk masing-masing untuk mengerjakan lembar LKS individu. Dari data hasil kerja siswa pada LKS individu siswa terjadi peningkatan hasil belajar dari 64% meningkat di siklus II menjadi 92% yakni 23 dari 25 siswa telah tuntas dan 2 siswa masih belum tuntas. Namun demikian ketidak tuntasan 2 orang siswa ini masih bisa ditoleransi dikarenakan KKM kelas ditetapkan 60 sedangkan 2 siswa yang tidak tuntas mendapatkan nilai 50. Sebagai lanjutan agar siswa yang tidak tuntas bisa lebih memahami materi yang telah diajarkan, maka guru memberikan remedi dan tugas rumah. Hasil refleksi yang dilakukan pada siklus II antara lain: a. Telah meningkatnya hasil belajar siswa yang semula tingkat ketuntasan 64% meningkat menjadi 92% b. Keaktifan siswa pada saat memperagakan alat peraga penggaris bilang terlihat semua siswa antusias untuk melakukan / mencoba alat peraga c. Suasana kelas sangat menyenangkan karena semua siswa aktif membahas cara kerja alat peraga dalam menentukan hasil yang terdapat pada LKS d. Semua kelompok bersemangat untuk menyampaikan hasil kerjanya didepan kelas. PENUTUP Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di SDN 006 Long Ikis, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa : 1. Sebagai seorang guru yang profesional sebaiknya kita trampil dalam membuat dan menggunakan alat peraga untuk mengajarkan materi bilangan bulat khususnya pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat karena pada materi ini tingkat kesulitanya sangat rumit. 2. Diharapkan kepada rekan-rekan guru untuk mencoba alat peraga penggaris bilangan dalam menyampaikan materi bilangan bulat agar siswa lebih mudah memahaminya. 3. Pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan akan menjadikan siswa bersemangat dan tidak mudah bosan sehingga hasil yang maksimal diharapkan dapat tercapai. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : Depdiknas Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Wardani. 2007. Penelitian tindakan kelas. Jakarta. Universitas Terbuka. Hidayanto, Erry dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. TEQIP. Kerjasama PT. Pertamina dan Universitas Negeri Malang. Subanji 2012. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. TEQIP. Kerjasama PT. Pertamina dan Universitas Negeri Malang
134
STRATEGI BELAJAR MANDIRI DAPAT MENUMBUHKEMBANGKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SDN 156/IX MUHAJIRIN DALAM MENGHITUNG VOLUME BALOK Mujiyono SDN 156/IX Muhajirin Abstrak : salah satu matapelajaran yang selalu menghantui siswaa adalah mata pelajaran matematika, terutama pada pokok bahasan bengun ruang yaitu untuk menentukan volume (isi) suatu bangun ruang tersebut. Yang selama ini dalam melaksanakan pembelajaran belum semaksimal mungkin, dalam arti guru belum berusaha untuk menanamkan konsepkonsep yang sebenarnya pada siswa, sehingga daya serap atau daya ingat siswa belum optimal. Agar dapat tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan diperlukan adanya strategi belajar yang dapat menarik minat siswa serta melibatkan siswa secara aktif, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa . untuk dapat membangkitkan minat belajar siswa dan melibatkan siswa secara aktif serta siswa memahami konsep yang sebenarnya diperlukan penggisnaan strategi belajar mandiri (independent study). Menurut penulis dengan menggunakan strategi belajar mandiri ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dan siswa pun memahami konsep-konsep yang sebenarnya, serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kata Kunci : Strategi belajar mandiri, hasil belajar siswa, volume balok.
Strategi belajar mandiri berkaitan dengan penggunaan metode-metode pembelajaran yang tujuannya adalah mempercepat pengenbangan inisiatif individu siswa, percaya diri, dan pengenbangan diri. Fokus strategi belajar mandiri ini adalah merencanakan belajar mandiri siswa dibawah bimbingan atau pengawas guru. Belajar mandiri dapat dilakukan siswa secara individu maupun dalam kelompok. Petingnya belajar mandiri dapat dikutip dari pernyataan berikut : “ Belajar mandiri memiliki implikasi bahwa siswa berlatih bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil, sehingga dapat menganalisis masalah, merefleksi masalah, dan menganbil tindakan secara tepat sesuai dengan konsep yang dipahaminya. Belajar mandiri meningkatkan tanggung jawab siswa dalam merencanakan dan melaksanakan cara belajar mereka sendiri. Sebagai seorang guru harus dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kemampuan awal siswa, 2. Sumber pembelajaran yang cukup. 3. Faktor kematangan dan kemandirian siswa. Jika ketiga hal tersebut diatas telah dipahami, maka siswa akan lebih cakap dalam mengakses dan mengolah informasi. Tujuan utama pendikan adalah membantu siswa menjadi pribadi mandiri dan bertanggung jawab melalui peningkatan pontesi individual. Sekolah dapat membantu siswa untuk menumbuhkan diri sebagai pelajar mandiri, oleh kerena itu diperlukan waktu yang cukup agar siswa dapat berlatih dan mengasah pengetahuan, kecakapan, sikap dan proses berasosiasi. Penggunaan strategi belajar mandiri dapat dimulai sejak dini pada awal TK dan terus berlanjut pada semua jenjang pendidikan. Siswa harus mampu untuk terus belajar setelah mereka meninggalkan lingkungan pembelajaran di sekolah. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berfikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada itu juga kita semestinya berfikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien serta dapat tertanam pada diri siswa, sehingga tidak mudah terlupakan. Melalui strategi belajar mendiri ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dan merangsang serta menantang siswa untuk lebih giat belajar. Dengan kata lain dari situ timbullah keberanian siswa untuk bertanya kepada guru, juga dapat menumbuhkembangkan rasa keingintahuan tentang apa yang dipelajarinya. Swlain dari pada itu belajar dengan melalui
135
pengalaman langsung hasilnya akan lebih baik, karena siswa akan lebih memahami, lebih menguasai pelajaran tersebut, bahkan pelajaran terasa oleh siswa lebih bermakna. Dalam proses belajar mengajar, aktivitas siswa yang diharapkan tidak hanya aspek fisik, melainkan juga aspek mental. Siswa bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas, berdiskusi, mencatat hal-hal penting dari penjelasan guru,membaca, menulis, dan mengerjakan pengamatan, merupakan aktivinitas siswa yang aktif secara mental maupun fisik. Disini aktivinitas siswa lebih banyak dari pada aktivinitas guru. Guru hanya membimbing dan sebagai tasilitator dari aktivinitas belajar siswa di kelas,serta mengarahkan siswa bahwa yang dipelajari hari ini akan bermanfaat atau berguna bagi masa depan. Munurut Van Hiele (Guru matematika Kebangsaan Belanda) ada tiga unsur utama dalam pengajaran Geometri, yaitu : 1. Waktu. 2. Meteri pengajaran,dan 3. Metode pengajaran yang diterepkan. Jika ketiga unsur tersebut dilaksanakan secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi. Adapun tahapan-tahapan siswa belajar geometri menurutnya ada 5 (lima) tahapan,yaitu : 1. Tahap pengenalan, 2. Tahap analisis, 3. Tahap pengurutan, 4. Tahap deduksi,dan 5. Tahap akurasi. Balok Siswa mengamati sebuah kotak, kemudian menghitung semua titik sudut ,rusuk,dan sisi kotak tersebut. Mereka menemukan bahkan kotak tersebut memiliki 8 titik sudut, 12 rusuk, dan 6 sisi yang masing-masing berbentuk persegi panjang. Setelah itu, mereka mengukur panjang setiap rusuk kotak tersebut dengan menggunakan penggaris. Ternyata, pada kotak tersebut terdapat tiga jenis rusuk, yaitu : - 4 rusuk tegak yang masing-masing sama panjang. (Dikenal sebagai tinggi atau tebal bangun). - 4 rusuk datar yang ada disisi depan dan sisi belakang, masing-masing sama panjang (Dikenal sebagai panjang bangun). - 4 rusuk datar yang ada disisi kanan dan sisi kiri, masing-masing sama panjang (Dikenal sebagai lebar bangun). Dengan mengenal ciri-ciri kotak tersebut siswa dapat mengetahuai sifat-sifat bangun ruang balok. Mari perhatikan balok ABCDEFGH berikut !
136
Balok ABCDEFGH mempunyai : 1. 8 titik, yaitu sudut A,B,C,D,E,F,G, dan H. 2. 12 rusuk, yaitu rusuk AB,CD,EF,HG,AE,BF,CG,DH,AD,BC,FG, dan EH. 3. 6 sisi yang berbentuk persegi panjang,yaitu sisi ABFE,DCGH,ABCD,EFGH,FBCG,dan EADH. Dari keenam sisi ini, sisi-sisi yang saling berhadapan adalah sisi ABFE dengan DCGH; ABCD dengan EFGH; dan FBCG dengan EADH. Balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh 3 pasang sisi berbentuk persegi panjang yang masing-masing pasangan sama dan sebangun. Balok mempunyai diagonal bidang dan diagonal ruang. Diagonal bidang pada balok mempunyai panjang yang berbeda, sehingga balok mempunyai diagonal pendek dan diagonal panjang. Diagonal bidang
Diagonal ruang Diagonal bidang pada balok berbentuk bidang diagonal. Bidang diagonal
Volume Balok Pada bangun ruang yang disebut balok, kita akan mengenal istilah panjang,lebar, dan tinggi. Agar tidak terjadi kerancuan dengan ketiga istilah itu, maka kita perlu membuat batasannya. Istilah panjang dan lebar dipakai sebagai ukuran-ukuran untuk sisi-sisi yang terdapat pada balok, sedangkan tinggi digunakan sebagai ukuran dari sisi balok yang tegak lurus alas secara umum, untuk memudahkan pemahaman maka balok di gambar secara tegak dan alas dari balok merupakan bidang datar yang ada dibawah. Panjang menyatakan ukuran sisi pada alas balok yang lebih besar dari sisi yang lain, dan sisi yang lain disebut lebar. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 1 berikut ! H G E
F
D
C
A
B Gb.1
137
Balok pada gambar 1 dinamakan balok ADCDEFGH. Alas balok adalah bidang persegi panjang ABCD , dan tingginya adalah sisi AE atau BF atau CG atau DH. Jika ukuran dari sisi AB lebih besar dari ukuran BC, maka ukuran dari sisi AB disebut panjang, dan ukuran dari sisi BC disebut lebar. Sebelum menurunkan rumus mengenai volume balok, marilah kita mencoba mengamati balok masing-masing dan mengukurnya. Berapa panjang, lebar, dan tingginya ? tuliskan hasilnya. Contoh: Balok diatas memiliki ukuran sebagai berikut : panjang 5 cm, lebar 3 cm. Dan tinggi 2 cm. Setelah diketahui ukuran balok tersebut maka langkah pertama adalah menutupi alas balok ABCDEFGH itu dengan kubus-kubus satuan. Untuk itu membutuhkan 5 lajur yang setiap lajur terdiri dari 3 buah kubus satuan (Gambar.2). berarti diperlukan 5×3 = 15 buah kubus satuan. Selanjutnya untuk memenuhi balok tersebut,kita harus membuat 2 lapisan yang setiap lapisan terdiri dari 15 buah kubus satuan. Jadi untuk memenuhi balok tersebur diperlukan kubus satuan sebanyak : 2×15 = 2×(5×3) = 2×5×3 = 30 buah. Oleh karena itu volume dari kubus satuan adalah cm³, maka voleme balok ABCDEFGH adalah (30×1) = 30 cm³.
Gb. 2
Gb. 3 Berdasarkan contoh diatas, maka siswa dapat menduga bagaimana rumus dari suatu balok. Dugaan tersebut dinyatakan dalam toerema 1 berikut : Teorema 1 . Volume dari suatu balok yang panjang, lebar, dan tingginya berturut-turut p,l,dan t satuan panjang adalah (p × l × t) satuan panjang kubik. Dengan simbol dituliskan sebagai berikut : V=p×L×t Dengan : V = vulume dari balok. P = panjang balok. L = lebar balok. t = tinggi balok. Dan satuan dari panjang,lebar, dan tinggi haruslah sama. Sedangkan hasil kali (p × t) satuan panjang kuadrat menyatakan luas dari alas balok ABCDEFGH. Contoh : 1. – Diketahui suatu balok yang panjangnya adalah dua kali lebarnya, dan tinggi balok adalah setengan dari lebarnya. Hitunglah volume balok, jika lebarnya 4 cm ! Diketahui : -lebar = 4 cm
138
-panjang = 2 × lebar = (2×4) = 8 cm -tinggi = ½ dari lebar = ½ × 4 = 2 cm Maka V= p × l × t V=8×4×2 V = 64 cm³ 2. Diketahui suatu bak air yang berbentuk balok dengan panjang 10 dm, lebar 6 dm. Jika bak air itu di gunakan untuk menampung air sebanyak 300 liter, maka tentukan tinggi dari bak air tersebut ! Diketahui : -panjang = 10 dm -lebar = 6 dm -volume = 300 liter -tinggi = ? Karena 1 liter = 1 dm³ maka 300 liter = 300 dm³ Maka tinggi bak air = volume ÷ p × l = 300 ÷ 10 × 6 = 300 ÷ 60 = 5 dm Jadi tinggi bak air adalah 5 dm Untuk lebih memahami tentang konsep cara menghitung volume balok, siswa harus lebih giat berlatih secara terus menerus, sehingga dapat menerapkan tentang konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
METODE Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya metode pembelajaran ini merupakan cara atau teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksi dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode pembelajaran ini, prinsip tersebut terutama berkaitan dengan faktor perkembangan kemampuan siswa, diantaranya : a. Metode pembelajaran harus memungkinkan dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran (curiosity). b. Metode pembelajaran harus memungkinkan dapat memberikan peluang untuk berekspresi yang kreatif dalam aspek seni. c. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa belajar melalui pemecahan masalah. d. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk selalu ingin menguji kebenaran sesuatu (sikap skeptis). e. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk untuk melakukan penemuan (berinkuiri) terhadap suatu topik permasalahan. f. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa mampu menyimak. g. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri (Independent study). h. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk belajar secara bekerja sama (cooperative learning). i. Metode pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk lebih termotifasi dalam belajar. Secara keseluruhan metode pembelajaran itu mencangkup tiga tahap kegiatan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Setiap tahap diisi pula oleh langkah-langkah kegiatan yang lebih spesifik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang mencangkup pemilihan, penyusunan, dan penentuan secara sistematis bahan yang diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remidi dan bagaimana pengembangannya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran mandiri (Independent study) yang bertujuan untuk lebih memahami tentang konsep bangun ruang terutama pada bangun ruang balok, yang menekankan tentang cara menghitung volume balok.
139
Untuk mencapai hal tersebut diatas maka penelitian melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Perencanaan. Pada langkah ini membuat perencanaan yeng meliputi : a. Membuat skenario pembelajaran. b. Menyiapkan alat dan bahan. c. Membuat lembar penilaian. 2. Pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan secara Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi yang meliputi: a. Siswa disuruh mengamati kotak masing-masing yang berbentuk balok. b. Siswa disuruh menyebutkan bagian-bagian pembentuk bangun ruang balok. c. Siswa mengukur balok dengan menggunakan penggaris. d. Guru menanyakan apa saja yang didapat dari hasil pengamatan siswa. e. Guru membimbing siswa dalam kerja kelompok. f. Membuat kesimpulan bersama. 3. Refleksi. Refleksi dilaksanakan pada setiap akhir pelajaran dengan tujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada setiap pertemuan, sehingga kekurangan pada pertemuan yang telah lalu dapar diperbaiki pada pertemuan selanjutnya. PENUTUP Penggunaan strategi pembelajaran mandiri (Independent study) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN 156/IX Muhajirin pada pembelajaran matematika terutama menghitung volume bangun ruang balok. Melalui strategi pembelajaran mandiri yang disiapkan secara tepat akan memudahkan siswa untuk lebih memahami konsep-konsep pembelajaran matematika, dan meringankan beban guru dalam melaksanakan pembelajaran, serta akan memperoleh hasil belajar yang optimal. DAFTAR RUJUKAN Karso dkk. 2002 pendidikan matematika I Universitas Terbuka. Muchtar A. Karim dan Djamus Widagdo 2002 pendidikan matematika II Universitas Terbuka Udin S.dan Winataputra dkk. Strategi belajar mengajar Universitas Terbuka. Syaiful Bahri Djamarah. 2008 Psikologi belajar
PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN PAKEM OUT DOOR DI KELAS V SD 10 TEBAT KARAI KEPAHIANG Ramdaniah SD 10 Tebat Karai Kepahiang Abstrak: Tujuannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada materi pecahan di kelas V SD 10 Tebat Karaimelalui penerapan model pembelajaran pakem out door .metode outdoor adalah metode dimana guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melihat peristiwa langsung di lapangan, dengan tujuan untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungannya (Ninik Widayanti : 2009).Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, setiap siklus melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil dari tindakan penelitian ini, siswa terlihat lebih aktif, kreatif, pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan karena dilakukan di luar kelas (outdoor), dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa minat belajar siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan PAKEM OUT DOOR. Kata kunci: Media pembelajaran, minat belajar,Pakem Outdoor
140
PENDAHULUAN Karakteristik pembelajaran matematika lebih menekankan pada membangun atau mengkonstruksi pengetahuan tentang konsep yang sedang dibahas. Proses mengkonstruksi pengetahuan ini memerlukan kreativitas guru untuk menciptakan “PAKEM‟ (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan) sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif yang pada akhirnya mereka memiliki pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan.Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Pakem adalah salah satu jenis model pembelajaran yang berfilosofis konstruktivis, dimana dalam konstruktivis pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk belajar, dan siswa sebagai fokus pembelajaran. Menurut Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah dasar, 2009, PAKEM mengandung makna pembelajaran yang dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan. Selain itu juga diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif atau bermakna yang mampu memberikan siswa keterampilan, pengetahuan dan sikap untuk hidup. Adapun ciri-ciri pembelajaran PAKEM antara lain menggunakan multi metode dan multi media, melibatkan semua indera, dengan praktik dan bekerja dalam tim, memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Pembelajaran juga perlu melibatkan multi aspek yaitu logika, kinestika, estetika dan etika. Dengan kata lain pembelajaran perlu mengaktifkan siswa dan guru, membuat kreatif pembelajarnya, hasilnya efektif dan tentu saja semua berlangsung dengan menyenangkan. Menurut Hamlik Pemardalam PTK Samuel Daud Sinaga (2001) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses yakni suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan, yang menjadi hasil dari belajar bukan penguasaan hasil latihan melainkan perubahan tingkah laku. Karena belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, maka diperlukan pembelajaran yang bermutu yang berlangsung menyenangkan dan mencerdaskan siswa. Salah satu yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah media yang digunakan. Menurut Gagnedalam PTK Wijaya Kusuma (2008), mediaadalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa belajar. Sementara itu, Briggs dalam PTK Wijaya Kusuma (2008), menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas bisa dikatakan bahwa media adalah segala jenis komponen atau alat fisik dalam lingkungan siswa yang dapat menyajikan pesan serta dapat merangsang siswa untuk belajar. Fakta yang ditemukan peneliti dalam kegiatan pembelajaran matematika selama ini, khususnya materi pecahan hanya berlangsung di ruang-ruang kelas dengan menggunakan sumber belajar yang apa adanya dan tanpa media serta belum pernah memanfaatkan kegiatan pembelajaran di luar kelas (outdoor) sehingga guru kesulitan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bervariasi. Akibatnya pembelajaran matematika berlangsung kaku dan formal, padahal banyak model pembelajaran yang bisa diterapkan kalau gurunya mau kreatif. Melihat fakta tersebut di atas, maka peneliti berinisiatif untuk melakukan PTK dengan menerapkan Pakem out door pada materi pecahan tersebut. Menurut Karyawati dalam PTK Ninik Widayanti diambil dari http : //pakguruonline.pendidikan.netmetode outdoor adalah metode dimana guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melihat peristiwa langsung di lapangan, dengan tujuan untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa manfaat pembelajaran di luar kelas (outdoor) adalah : 1) Outdoor digunakan untuk mendekatkan pembelajar dengan objek pembelajaran.2) Outdoor dapat mengatasi kejenuhan siswa dalam pembelajaran pecahan. 3) Outdoor meningkatkan kreatifitas siswa. 4) Outdoor dapat meningkatkan kebersamaan dan kesetiakawanan siswa. Uraian fakta di atas sangat menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif,efektif dan menyenangkan di luar kelas atau Pakem Out Doordalam rangka meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika, khususnya pokok bahasan pecahan di kelas V SD 10 Tebat Karai.
141
METODE Penelitian dilaksanakan di SDN 10 Tebat Karai Kecamatan Tebat Karai Kabupaten Kepahiang dengan subjek penelitian siswa kelas V SDN 10 Tebat Karai yang berjumlah 14 orang dan terdiri dari 7 laki-laki dan 7 perempuan. Karakter siswa yang menjadi subjek penelitian ini memiliki kemampuan yang rata-rata (sedang). Kegiatan penelitian terbagi menjadi tiga tahap. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap Pra Penelitian (study lapanagan) Pada tahap study lapangan ini, kegiatan yang dilakuakan peneliti adalah melakukan identifikasi masalah yang terjadi di kelas, kemudian dari identifikasi masalah ini peneliti menyimpulkan apa yang menjadi masalah pokok, repleksi awal dan menganalisis penyebab masalah, kemudian menetukan tindakan pemecahan masalah. 2. Tahap Perencanaan (plan) Pada tahap perencanaan ini peneliti melakuakan kegiatan yaitu membuat silabus pecahan, membuat RPP, Lembar Kerja Siswa (LKS), membuat alat penilaian dan alat observasi yang dilakukan bersama-sama dengan kolaborator sebagai observer, menentukan lokasi kegiatan pembelajaran out door yaitu taman sekolah yang dekat dengan lapangan olah raa sekolah. 3. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan adalah mengaplikasi semua rencana (planing) yang telah disiapkan. Tahap pelaksanaan ini dilakukan tindakan untuk dua siklus. Prosedur pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam kedua siklus sama yaitu sebagai berikut: a. Perencanaan, yaitu: menentukan lokasi proses pembelajaran, menyiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan sub pokok bahasan menjumlah dua bilangan pecahan tak sejenis, Lembar Kerja Siswa (LKS), menyiapkan alat evaluasi berupa butir soal, dan menyiapkan lembar penilaian observasi untuk guru dan siswa. b. Pelaksanaan yang diikuti oleh observasi yaitu: Kegiatan Awal (di ruang kelas 15 menit) 1) Doa 2) Absensi siswa 3) Apersepsi: Mengingat kembali tentang pecahan senilai sebagai pengetahuan awal 4) Menyampikan tujuan pembelajaran 5) Membentuk kelompok diskusi secara acak (karena sesuai dengan karakter siswa yaitu mempunyai kemampuan yang rata-rata). 6) Membagikan LKS kepada kelompok diskusi Kegiatan Inti (di taman sekolah dan lapangan olah raga sekolah 60 menit) 1) Guru menjelaskan kegiatan yang ada di LKS 2) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai kegiatan di LKS yang belum mereka pahami 3) Siswa mengerjakan tugas kelompok sesuai dengan petunjuk LKS 4) Guru memantau kegiatan siswa dengan menghampiri setiap kelompok dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya 5) Siswa mengumpulkan hasil diskusi 6) Setiap kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok yang lain menanggapi apabila ada hasil diskusi yang berbeda dari kelompoknya 7) Siswa mendengar penjelasan guru tentang penjumlahan dua pecahan tak sejenis lebih lanjut 8) Siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang materi pembelajaran yang belum dipahami Kegiatan penutup (kembali ke ruang kelas 30 menit) 1) Siswa dibimbing guru menarik simpulan dari materi pembelajaran 2) Siswa mengerjakan soal-soal evaluasi 3) Siswa diberi Pekerjaan Rumah sebagai pengayaan dan tindak lanjut
142
c. Refleksi Setelah data hasil penelitian dan lembar observasi direkap, diadakan refleksi bersama rekan kolaborator untuk mengetahui keberhasilan, kegagalan, dan hambatan yang dijumpai pada saat melakukan tindakan dalam proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Dari hasil diskusi analisa data yang didapat, maka tim peneliti memutuskan untuk membuat perencanaan ulang (siklus ke II) terhadap tindakan yang akan dilakukan. PEMBAHASAN Data hasil penelitian dari masing-masing siklus diperoleh melalui data kwantitatif dan data kwalitatif . Data kwantitatif diperoleh dari hasil evaluasi siswa di setiap siklusnya, data kwalitatif diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan bersamaan dengan proses pembelajaran, yang dilakukan oleh rekan kolaborator sebagai observer yang meliputi obsevasi kegiatan guru dan kegiatan siswa. Data yang telah terkumpul dan pembahasannya dituangkan secara terinci untuk setiap siklusnya, yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Daftar Nilai Tes Hasil Evaluasi SIKLUS KETERANGA NO URAIAN N I II III JUMLAH 102 116 RATA-RATA KELAS 7,3 8,3 TUNTAS 10 14 TIDAK TUNTAS 4 0 Siklus I Dari hasil pelaksanaan siklus satu, ketuntasan belajar secara klasikal sudah mencapai 71% karena siswa yang mendapat nilai tes lebih dari 6 sudah mencapai 10 orang. Nilai rata-rata kelas adalah 7,3 dan siswa tuntas 10 orang yang belum tuntas ada 4 orang siswa. Hal ini berarti belum memenuhi standar ketuntasan belajar secara klasikal. Menurut kurikulum SD 10 Tebat Karai ketuntasan belajar secara klasikal dikatakan tuntas apabila siswa yang memperoleh nilai 6 sudah mencapai 80%. Keaktifan dan minat belajar siswa selama proses pembelajaran juga sudah mulai meningkat hal ini terlihat pada Tabel 1, dimana siswa yang mau bertanya sudah 5 orang dan yang mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru sudah 7 orang dan siswa yang mampu menanggapi pertanyaan ada 5 orang siswa. Dalam kegiatan diskusi kelompok, sebagian siswa sudah mulai menunjukkan minat belajarnya dalam melakukan kegiatan diskusi, dimana dari 4 kelompok diskusi yang dibentuk sudah 3 kelompok yang terlihat aktif melaksanakan diskusi kelompok, tetapi kerja sama kelompok masih terlihat kurang, kebanyakan siswa sibuk mengerjakan tugas sendiri-sendiri dan juga karena kegitan pembelajaran dilakukan di outdoor perhatian siswa sering beralih ke hal-hal yang di luar kegiatan LKS, seperti melihat teman di kelas lain yang sedang berolah raga, ada juga siswa-siswa kelas lainnya yang sengaja datanguntuk mengetahui kegiatan yang di lakukan oleh siswa kelas V, karena selama ini mereka belum pernah melihat dan melakukan belajar di luar kelas (outdoor), jadi wajar saja kalau proses pembelajaran di luar kelas (outdoor) ini menjadi perhatian siswa kelas lainnya. Rekomendasi hasil refleksi siklus satu untuk dikembangkan pada siklus dua. Berdasarkan hasil tes dan hasil observasi kegiatan guru dan siswa, maka kelemahan dan masalah yang ditemui di siklus I, perlu adanya perbaikan yang akan dilaksanakan di siklus berikutnya, yaitu: a. Guru harus lebih membimbing siswa dalam diskusi kelompok agar siswa tidak terlibat kegiatan lain di luar Kegiatan LKS mengingat pembelajaran berlangsung di out door. b. Guru tetap harus memberikan penguatan terhadap pertanyaan ataupun jawaban siswa, sehingga siswa termotivasi untuk bertanya atau menjawab pertanyaan. c. Guru harus memberitahukan hal-hal yang akan dinilai dalam penilaian proses, serta wakil kelompok yang akan mempresentasikan hasil diskusi kelompok akan ditentukan secara undian agar semua siswa siap siapa pun yang mendapat undian.
143
Siklus II Dari hasil pelaksanaan siklus dua, ketuntasan belajar secara klasikal sudah mencapai 100%. Selama proses pembelajaran siswa terlihat semangat dan aktif, hal ini membuktikan bahwa minat belajar siswa sudah meningkat yang sekaligus meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi siswa nilai tertinggi adalah 10 dan nilai terendahnya adalah 6. Dalam kegiatan diskusi kelompok tidak terlihat lagi siswa yang pasif dan masa bodoh dengan kegiatan diskusi kelompoknya. Dalam Tabel. 2 terlihat siswa yang mengajukan pertanyaan menurun karena rata-rata siswa sudah memahami materi yang dipelajari, siswa yang menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari temannya meningkat menjadi 13 orang dan siswa yang menanggapi pertanyaan guru sudah meningkat menjadi 10 orang. Rekomendasi hasil refleksi siklus kedua ini sudah menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model Pakem Outdoor sudah mengarah pada kesimpulan bahwa dengan sub pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan pecahan pada kelas V dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa maka peneliti dan rekan kolaborasi memutuskan untuk melaksanakan PTK ini cukup dengan dua siklus saja. Berdasarkan pembahasan data yang telah dipaparkan untuk setiap siklusnya, maka secara umum dapat diinterpretasikan bahwa Pakem outdoor dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa dapat dilihat dari pembahasan pada siklus satu dan siklus dua. Dalam pembahasan tersebut terlihat bahwa pembelajaran yang dilakukan di outdoor membuat siswa lebih aktif , kreatif, pembelajaran menjadi lebih efektif karena tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, dan yang lebih asyik lagi pembelajaran terlihat sangat menyenangkan karena siswa bisa tersenyum puas melihat hasil belajar mereka yang memuaskan. Hasil belajar dan keaktifan siswa dalam belajar meningkat dikarenakan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas (outdoor) menyenangkan bagi siswa dan dengan menggunakan LKS kegiatan siswa lebih terarah sehingga meningkatkan kreativitas siswa dalam belajar. PENUTUP Berdasarkan pembahasan dan interpretasi data, dapat disimpulakan bahwa penerapan PAKEM OUTDOOR dapat meningkatkan minat yang sekaligus dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini dapat dilihat dari pembahasan pada kedua siklus yang telah dilaksanakan. Pembelajaran Pakem outdoor ini dapat membuat anak lebih aktif secara fisik maupun mentalnya, lebih kreatif, pembelajaran menjadi lebih efektif karena tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik, dan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, terlihat dari senyum puas siswa mendapat nilai hasil belajar yang sangat memuaskan. DAFTAR PUSTAKA Kusuma Wijaya. 2008, Meningkatkan Minat dan Kreativitas Menulis Siswa Melalui Pengolahan Blog di Internet, PTK, Jakarta: Indeks. Sinaga Samuel Daud, 2010, Penerapan Model Pembelajaran Out Door Study untuk meningkatkan minat belajar Sain bagi siswa kelas V, Simalungun: Telaga Pena. Widayanti Ninik, 2009, Efektivitas Pembelajaran Geografi melalui Metode Out Door Study dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa, http : //pakguruonline.pendidikan.net.
144
PENGGUNAAN MEDIA KOTAK PERSEGI UNTUK PEMBELAJARAN PERPANGKATAN DUA ATAU KUADRAT DIKELAS IV DI SDN 006 BUKIT LIMAN KECAMATAN BUNGURAN TIMUR LAUT KABUPATEN NATUNA KEPULAUAN RIAU Muslimin SDN 006 Bukit Liman Kabupaten Natuna Kepulauan Riau Abstrak: Berdasarkan beberapa pengalaman, seorang guru dituntut untuk berkreasi dan inovasi dalam menyampaikan pembelajaran yang akan disampaikannya didalam kelas. Dengan adanya kreasi dan inovasi guru dalam menyampaikan pembelajaran, tentunya hasil pembelajaran akan bermakna dan menyenangkan. Apalagi pembelajaran yang di ajarkan adalah anak-anak usia SD cara berpikirnya masih bersifat objek kongkrit. Berdasrkan ini pula penulis mengambil kesimpulan bahwa pembelajaran yang akan disampaikan, mudah dipahami anak dan lebih bermakna. Oleh karna itu penulis berinisiatif untuk membelajarkan materi tentang perpangkatan dua atau kuadrat dengan menggunakan kotak persegi. Dalam tulisan ini penulis menyampaikan pengalaman membelajarkan perpangkatan kuadrat atau pangkat dua di kelas V dengan menggunakan Media Kotak Persegi. Kata Kunci: Perpangkatan dua, media kotak persegi.
Banyak faktor yang mempengaruhi belajar siswa. Faktor-faktor itu antara lain proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru yaitu berupa media atau alat peraga yang membantu mempermudah proses pembelajaran. Media juga berfungsi membangkitkan motifasi belajar siswa, mengubah titik berat formal artinya media pembelajaran yang sebelumnya abstrak menjadi kongkrit. Objek matematika yang abstrak harus dipelajari siswa Sekolah Dasar yang masih dalam tahap berpikir kongkrit. Berdasrkan teori perkembangan intlektual dari Jean Piaget menyatakan bahwa kemampuan intlektual anak berkembang secara bertingkat atau bertahap, anak usia SD berada pada tahap Operasional Konkret (7-11 tahun). Oleh karna itu seorang guru perlu alat bantu untuk pembelajaran matematika yaitu alat peraga atau media pembelajaran. Menggunakan media dalam pembelajaran matematika adalah alat yang sangat diperlukan untuk mengenal konsep dan prasyarat pembelajaran materi yang akan diajarkan oleh seorang guru. Media yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pembelajaran merupakan salah satu alat perangsang berpikir kreatif pada anak didik. Salah satunya adalah media kotak persegi untuk menentukan perpangkatan kuadrat. Untuk menggunakannya diperlukan Lembar Kerja Kelompok inovatif yang dapat membuat siswa berpikir lebih tinggi agar siswa dapat menemukan sendiri konsep pembelajaran yang disampaikan guru. Penerapan konsep Perpangkatan kuadrat atau pangkat dua di SD sulit diajarkan hal itu dapat dilihat dari hasil tes yang diberikan guru masih dibawah KKM, dan media yang digunakan masih bersifat abstrak atau berupa angka. Selama ini dari berbagai pengalaman yang didapati masih banyak siswa yang kurang berminat untuk belajar matematika. Oleh karna itu untuk membuat siswa senang dan berminat untuk belajar matematika, seorang guru dituntut untuk dapat menggunakan berbagai metode dan model pembelajaran yang sesuai dan dapat membuat anak menyukai pembelajaran matematika. Permasalahan yang sering terjadi pada pembelajaran matematika adalah, siswa tidak berani menjawab pertanyaan guru secara keseluruhan, siswa berbicara sendiri ketika guru menyampaikan materi pembelajaran. Hal ini disebabkan cara mengajar guru masih menggunakan metode ceramah dari awal pembelajaran sampai diakhir pembelajaran sehingga akibatnya proses pembelajaran tidak menyenangkan dan membosankan bagi siswa. Oleh karna itu guru perlu membuat terobosan-terobosan baru yang berupa metode, model, dan alat peraga yang digunakan harus sesuai untuk penerapan konsep prasayarat pembelajaran matematika yang menyenangkan dan bermakna.
145
Pada umumnya kualitas pendidikan matematika di Natuna masih jauh yang diharapkan. Banyak siswa yang beranggapan bahwa belajar matematika itu sulit dan membosankan. Oleh karna itu, sangat penting bagi seorang guru untuk mengenal banyak alternatif alat peraga.Telah banyak alat peraga yang ditemukan oleh pakar pendidikan. Bagaimana guru menggunakannya dalam praktek pembelajarannya? Apakah guru perlu kreatif untuk menggunakan alat peraga yang sudah ada? Sebagian besar proses pembelajaran matematika yang dilakukan guru di Natuna belum menggunakan media sesuai konsep dan prasyarat pembelajaran matematika kepada siswa. Hal seperti ini belum sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik seperti pendapat Bruner (Pitadjeng, 2006) yang menyatakan bahwa untuk memahami pengetahuan matematika yang baru, diperlukan tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Tahap enaktif Siswa belajar dengan menggunakan atau memanipulasi objek-objek kongkrit secara langsung. 2. Tahap ikonik Kegiatan siswa mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek kongkrit. Siswa tidak memanipulasi langsung objek kongkrit, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memahami gambaran objek-objek yang dimaksud. 3. Tahap simbolik Siswa belajar dengan memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek kongkrit dan gambarannya. Pada awalnya media hanya berfungsi sebagai alat Bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada siswa dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana, konkrit, serta mudah difahami. Dengan demikian media dapat berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan retensi anak terhadap materi pembelajaran. Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat Bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motifasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi. Levie & Lentz (1982) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu : fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Sering kali pada awal pelajaran siswa tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga tidak memperhatikan. Media gambar, khususnya gambar yang diproyeksikan melalui overhead projector dapat menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi pelajaran semakin besar. Media pembelajaran, menurut kemp & Dayton (1985:28), dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu memotifikasi minat atau tindakan, menyajikan informasi, memberi instruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar untuk bertindak.
146
Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan atau pengetahuan latar belakang. Media berfungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Sudraja & Rivai (1992) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: 1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar 2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat difahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran. 3. metode mengajar akan lebih berfariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. 4. siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga beraktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. Sebelum siswa mengenal hal-hal yang abstrak, terlebih dahulu guru harus mengkonkritkannya dengan menggunakan alat peraga. Jika guru tidak mengikuti tahapan tersebut, dikhawatirkan anak tidak akan bisa mengikuti pelajaran denga baik karena mereka merasa dipaksakan dan pada akhirnya pembelajaran tidak bermakna. Oleh karna itu seorang guru dituntut untuk membuat media atau alat peraga sebagai alat bantu menyampaikan pembelajaran. Sehingga pembelajaran yang disampaikan guru menyenangkan dan lebih bermakna. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Penyusunan rencana pembelajaran dilaksanakan melalui kegiatan lesson study. Pesertanya adalah guru peserta real teaching TEQIP bidang studi matematika dari Natuna dan dosen pembimbingnya. Sebelum penyusunan RPP, peserta lesson study mendiskusikan tentang bahan dan cara pembuatan alat peraga FPB dan cara menggunakannya. Menyusun RPP disusun secara bersama-sama dengan guru peserta real teaching TEQIP bidang studi matematika dari Natuna dan dosen pembimbingnya, dan menunjukkan siapa guru yang akan menjadi guru modelnya. Bahan yang digunakan adalah kertas manila warna merah, biru, kuning, dan lem kertas. Adapun alatnya spidol warna, gunting, dan penggaris. Langkah-langkah pembuatannya : karton manila yang berwarna merah, biru, kuning dipotongpotong menjadi kotak berbentuk persegi. Selanjutnya kertas manila warna yang lain ditulis bilangan-bilangan faktor untuk lembar kerja kelompok. Adapun tahapan awal yang dilakukan guru adalah pembelajaran konsep perpangkatan dua atau kuadrat melalui media kotak persegi, dilanjutkan dengan penggunaan bilangan berpangkat dua. Kegiatan Awal (5 menit) Pada awal permulaan guru masuk kelas, secara klasikal guru menyiapkan siswa untuk belajar, guru memberi salam dan siswa menjawab salam dan dilanjutkan dengan berdoa. Untuk mengetahui kehadiran siswa guru tidak lupa mengabsen siswa secara satu persatu untuk mengetahui siswa yang hadir dan siswa tidak yang hadir. Siswa siap untuk belajar, guru memotifasi siswa untuk belajar dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan di sampaikan, dengan mengajukan pertanyaan tentang perkalian dan bangun datar persegi. Contohnya : Guru : anak-anak masih ingat perkalian? Siswa : masih pak! Guru : Ya ! kalau begitu berapa dua kali empat”? Siswa : delapan pak” Guru : Ya, sekarang lima kali enam berapa? Siswa : dua puluh lima, tiga puluh pak”, Guru : ya, yang benar berapa?
147
Siswa : tiga puluh pak Guru : ya, benar! Setelah memberikanpertanyaan tentang perkalian, selanjutnya guru memberikan pertannyaan tentang bangun datar persegi, guru menampilkan gambar persegi didepan kelas. Guru : nah, sekarang anak-anak kenal apa ini? Siswa : persegi panjang pak, persegi empat pak Guru : nah.. ini adalah persegi Selanjutnya guru menjelaskan perbedaan persegi dan persegi panjang, penekanannya adalah siswa mengenal bangun persegi yang terdiri dari beberapa kotak. Dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan perpangkatan , contoh dua dikali dua adalah empat, contoh selanjutnya satu kali satu sama dengan satu. Secara keseluruhan siswa mulai termotivasi untuk belajar dengan adanya berbagai pertanyaan yang diajukan guru untuk menarik perhatian siswa ke depan. Siswa yang tadinya tidak memperhatikan sekarang pandangannya mengarah kedepan atau kearah guru. Siswa mulai antusias dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan guru, respon siswa semangat dan cepat tanggap. Motivasi dan pemanasan berpikir yang disampaikan oleh guru dapat membuat siswa dan siswi mulai berani dan semangat dalam belajar, terlihat siswa dan siswi lebih rileks dan lebih nyaman dalam proses pembelajaran. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan tentang materi perpangkatan. Kegiatan inti ( 20 menit ) Membelajarkan konsep perpangkatan dapat menggunakan media kotak persegi. Adapun tahapannya adalah pertama menjelaskan perpangkatan dengan menggunakan kotak-kotak yang disusun menjadi sebuah persegi, kedua menghitung berapa banyak kotak-kotak dalam sebuah persegi yang disusun. Pertama, guru secara klasikal membelajarkan perpangkatan dengan menggunakan kotak-kotak yang disusun menjadi bangun datar persegi melalui tahapan berikut ini. 1. Guru menyebutkan satu contoh bilangan misalnya 42 dan menyusun kotak tersebut menjadi empat mendatar dan empat menurun. Selanjutnya disusun dan dipenuhi kotak-kotak yang belum terisi dan menjadi sebuah bangun datar persegi. Guru meminta bantuan siswa untuk menempelkan kotak-kotak secara bergantian didepan kelas. Selanjutnya siswa dibimbing guru menghitung jumlah kotak-kotak yang susun menjadi persegi dipapan tulis. Untuk berikutnya jumlah kotak yang dihitung pada bangun persegi itulah hasil dari perpangkatan dari 42. Untuk mengetahui lebih jelasnya seperti terlihat pada gambar berikut ini.
22 =
dilengkapi menjadi
Jadi 22 adalah 4 Dari kotak yang disusun menjadi persegi diatas dapat menyatakan 22, karna kotak yang ada adalah dua yang mendatar dan dua yang menurun. Selanjutnya kotak tersebut belum berbentuk sebuah persegi karna ada sebagian belum lengkap. Untuk menjadikan bangun tersebut menjadi persegi, maka kotak-kotak tersebut disusun dan dilengkapi menjadi sebuah persegi, yang artinya jumlah kotak yang ada pada bangun persegi itu adalah hasil dari pangkat 2. Apabila dihitung banyak kotak-kotak pada bangun persegi maka didapati bahwa 22 adalah 4. Selanjutnya guru mengulangi contoh diatas dengan menggunakan bilangan lain sampai siswa terampil dalam menentukan perpangkatan dua atau bilangan kuadrat.
148
2. Pada tahap berikutnya ini dilanjutkan dengan menghitung jumlah kotak-kotak yang sudah disusun menjadi persegi. Dengan menghitung jumlah berapa kotak pada bangun persegi artinya dua kotak mendatar dan dua kotak yang menurun melambangkan bilangan pangkat dua. Bilangan pangkat dua adalah perkalian dua buah bilangan yang sama. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut ini. 22 =
32 =
Jadi, 22 = 2 x 2 Jadi, 32 = 3 x 3 =4 = 9 Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa dari sebuah persegi yang dilengkapi beberapa kotak menandakan hasil dari perpangkatan dari suatu bilangan. Lebih jelasnya dua pangkat dua sama dengan empat atau tiga pangkat dua hasilnya Sembilan. Jumlah kotak-kotak yang disusun menjadi sebuah persegi tersebut adalah hasil dari perpangkatan dua. Kemudian siswa diminta untuk mengamati kotak-kotak yang disusun menjadi persegi yang ditempel dipapan tulis dari 22. Selanjutnya menekankan kepada siswa bahwa dua kotak yang disusun mendatar dan dua kotak yang menurun dan melengkapi kotak yang belum terisi, sehingga menjadi sebuah persegi. Kedua, siswa dengan dibimbing guru dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen dengan jumlah masing-masing kelompok 3 atau 4 orang. Masing-masing kelompok dibagikan Lembar Kerja Siswa. Berikut ini contoh Lembar kegiatan Siswa yang digunakan dalam pembelajaran. Kegiatan 1 Kerjakanlah soal berikut dengan menggunakan kertas kotak persegi berwarna yang telah disediakan! 1. 32 =…… 2. 42 =…… 3. 52 =…… 4. 62 =…… 5. 72 =…… Pada kegiatan ini siswa menyusun kertas kotak-kotak dengan benar, seperti yang telah disampaikan guru. Siswa menyususun kotak-kotak tersebut berdasarkan soal-soal yang diberikan, selanjutnya melengkapi kotak-kotak tersebut sehingga menjadi sebuah persegi. Setelah selesaikan mengerjakan tugas kelompoknya, masing-masing kelompok persentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Kelompok yang lain menanggapi hasil kerja kelompok teman yang lain. Kegiata 2 Masing-masing kelompok menyimpulkan materi pelajaran yang telah disampaikan. Setiap kelompok membacakan hasil kesimpulannya tentang materi yang disampaikan guru. Selanjutnya guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi yang telah diajarkan sesuai dengan hasil kesimpulan yang disampaikan dari setiap kelompok. Pada kegiatan ini masing-masing kelompok untuk tetap menggunakan kotak-kotak berwarna yang disusun menjadi kotak untuk menentukan pangkat dua. Berikutnya dilanjutkan dengan soal yang melatih siswa dalam menentukan hasil dari pangkat dua. Kegiatan selanjutnya siswa mengerjakan latihan yang diberikan guru kemudian latihan yang sudah dikerjakan diperiksa oleh guru satu persatu. Dari latihan yang diberikan guru hampir dari keseluruhan siswa mendapatkan hasil yang berada diatas KKM, dan penulis beranggapan pembelajaran pangkat dua dengan menggunakan kertas kotak persegi berwarna dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran seperti ini selain hasil pembelajaran yang diatas KKM, pembelajaran juga lebih bermakna dan menyenangkan.
149
PENUTUP Sebagai seorang guru dituntut untuk dapat membelajarkan konsep matematika kepada siswanya karena siswa Sekolah Dasar cara berpikirnya masih pada tahap kongkrit. Oleh karna itu diperlukan alat peraga yang menarik dan dapat membantu dan mempermudah guru membelajarkan matematika kepada siswa. Untuk memaksimalkan penggunaan alat peraga guru dituntut kreatif dalam menyusun rencana pembelajaran serta penerapannya. Penggunaan alat peraga pada pembelajaran dapat dilengkapi dengan Lembar kerja Siswa yang dapat memotivasi siswa berpiki.r lebih tinggi dari pada menirukan yang telah ada. Karena itu, guru matematika dapat melakukan inovasi pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mengembang keterampilan siswa dalam pembelajaran matematika. Sehingga pembelajaran yang disampaikan menjadi bermakna dan menyenangkan. DAFTAR RUJUKAN Pitadjeng, 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan Arsyad, Azhar.2005. Media Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada Rahardjo, Arief dkk. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta : RajaGrafindo Persada. Rivai, Ahmad. 1991. Media Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru. Usman, Basyiruddin. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers http://apadefinisinya.blogspot.com/2007/12/pengertian-media.html. http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/.
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA KARTU PADA OPERASI HITUNG BILANGAN SISWA KELAS IV SD NEGERI 182/V TELUK KULBI TANJUNG JABUNG BARAT Mhd. Jamil SDN 182/V Teluk Kulbi Kecamatan Betara Tanjung Jabung Barat Jambi Abstrak: Salah satu usaha mencapai tujuan pembelajaran guru merancang pembelajaran dengan menggunakan alat peraga atau alat bantu mengajar yang konkret, serta sistimatika bahan pembelajaran yang baik. Akan tetapi, tidak semua proses pembelajaran dikelas membuahkan hasil pembelajaran yang optimal. Masih banyak kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam mencapai tujuan belajar.Dilihat dari sisi guru dan media, guru hendaknya memilih media yang relevan dan bervariasi agar dapat menumbuhkan semangat dan memudahkan siswa dalam menerima materi pelajaran. Pada kenyataannya, apabila guru hanya menggunakan metode ceramah saja,dan tidak menggunakan alat peraga , ternyata membuat hasil belajar siswa rendah. Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan media kartu melalui penelitian tindakan kelas dalam dua siklus dikelas IV pada semester II tahun pelajaran 2012/2013. Setiap siklus dilakukan dua kali pertemuan, setiap pertemuan 35 menit. Dengan media kartu ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa, siswa terlihat semangat, interaksi terjadi dengan baik serta tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Kata kunci: hasil belajar, media kartu
150
Menurut Afri, dkk (1999:35) bahwa dalam proses belajar mengajar yang dilakukan seorang guru tentu sangat mengharapkan bahwa materi yang telah diajarkannya dapat dipahami dan dikuasai oleh para siswa dengan baik. Untuk mencapai tujuan pembelajaran guru merancang pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode atau strategi, alat peraga atau alat bantu mengajar yang konkret, serta sistimatika bahan pembelajaran yang baik. Akan tetapi, tidak semua proses pembelajaran dikelas membuahkan hasil pembelajaran yang optimal. Masih banyak kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam mencapai tujuan belajar. Hal ini disebabkan oleh berbagai factor yang mempengaruhi proses belajar. Padahal menurut Suciati, dkk (2005:1) salah satu tujuan pendidikan adalah menghasilkan siswa yang mempunyai semangat untuk terus menerus belajar. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak terlepas dari usaha guru yang mampu memberikan yang terbaik membuat suasana yang kondusif, menyenangkan dan memberi semangat kepada peserta didik. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor, pertama faktor internal terdiri dari minat siswa,bakat, motivasi, dan intelegensi. Kedua faktor eksternal antara lain metode belajar,media,fasilitas, proses belajar disekolah maupun luar sekolah.( Jamil, 2011 ) Sebenarnya antara belajar dan pembelajaran merupakan dua konstruks yang berbeda pengertiannya. Akan tetapi, antara pengertian belajar dan pembelajaran terdapat hubungan yang sangat erat. Belajar menurut Skiner adalah suatu perilaku Dimyati dan Mudjiono. 1994:13) pada saat orang belajar, maka perilakunya menjadi baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Belajar adalah aktifitas mental yang konpliks. Dalam proses belajar siswa melibatkan berbagai unsur psikis. Belajar membutuhkan berbagai keterlibatan mental sehingga banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Jadi, dlam proses belajar siswa di sekolah perlu dikondisikan berbagai pakror yang menunjang agar proses pembelajaran akan berhasil dengan optimal. Belajar memiliki ciri bersifat mengubah perilaku individu. Perubahan itu merupakan hasil dari pengalaman, dan perubahan itu terjadi dalam batas-batas perilaku yang memang mungkin. Menurut Nasution, dkk (1998:89) proses belajar bukanlah semata-mata hasil terjadinya proses stimulus-respon, akan tetapi lebih jauh dari itu merupakan proses aktif dari individu untuk menyerap, memproses, dan menguji inpormasi dalam menemukan hukum atau prinsip-prinsip secara mandiri. Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh guru untuk membelajarkan siswa. Pembelajaran mengandung makna yang beragam. Pertama, pembelajaran adalah upaya yang dirancang guru untuk siswa agar melakukan perbuatan belajar disekolah. Pembelajaran dalam makna yang demikian ini mengisyaratkan bahwa dalam merancang kegiatan belajar mengajar guru harus berpusat pada siswa, bukan menanamkan meteri pelajaran. Kedua, dalam pembelajaran siswa adalah pengolah pesan atau materi pelajaran. Guru hanya bertindak sebagai pasilitator. Guru hanya membantu siswa dalam menyampaikan tujuan. Dalam konsep pembelajaran siswa menemukan sendiri atas masalah yang di pelajari. Guru tidak menjejali atau mengajari, namun membantu siswa dalam menemukan jawaban sendiri. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa antara belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang sistimatis yang dilakukan oleh guru dan siswa. Pembelajaran merupakan upaya guru, sedangkan belajar adalah upaya siswa. Belajar dalam konteks ini terjadi setelah atau dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar dan pembelajaran adalah komponen dalam kegiatan belajar mengajar yang saling berkaitan. Disamping memahami belajar dan pembelajaran disini juga dipaparkan pengertian hasil belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. Seorang guru akan merasa kecewa apabila hasil belajar tidak sesuai dengan target kurikulum yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan belajar, hasil berarti penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh guru melalui mata pelajaran yang biasanya dapat diketahui melalui hasil tes atau berupa angka yang diberikan guru. Dengan demikian hasil bermakna pada keberhasilan seseorang dalam belajar atau dalam bekerja serta aktivitas lainnya. Munandar dalam Rohman mengatakan “hasil itu merupakan perwujudan dari bakat atau profesionalisme. Hasil yang menonjol pada salah satu bidang
151
mencerminkan bakat yang unggul dalam bidang tersebut”.Hasil belajar merupakan bentuk gambaran keberhasilan individu setelah menyalurkan bakat, minat dan motivasi dalam hasil belajar. Jadi prestasi belajar tidak terlepas dari faktor internal maupun eksternal. Selain itu dapat juga disebutkan terdapat faktor yang mempengaruhi aktifitas belajar siswa adalah faktor-faktor psikologis. Menurut Sardiman dalam Rohman bahwa, “faktor psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting dalam aktifitas belajar, karena dipandang sebagai cara-cara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungannya dengan pemahaman bahan pelajaran. Sehingga penguasaan terhadap bahan pelajaran yang disajikan lebih efektif”. Menurut Suryabrata (1997:286) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah proses pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran yang dimaksudkan meliputi, guru, siswa, metode dan alat bantu pengajaran atau alat peraga. Dilihat dari sisi alat bantu mangajar atau media yang digunakan guru harus sesuai dengan materi pelajaran yang akan dipelajari siswa. Alat peraga atau media yang baik akan memudahkan siswa dalam memahami materi yang diberikan. Sebaliknya jika media yang digunakan tidak relevan atau tidak menggunakan media sama sekali, maka hasil belajar yang dicapai siswa tidak akan oftimal. Kenyataan ini juga ditemukan dilapangan. Berdasarkan hasil temuan di SD Negeri 182/V Teluk Kulbi Kecamatan Betara, tempat penulis bertugas, hasil ulangan harian mata pelajaran Matematika kelas IV tentang operasi hitung bilangan hanya 30,7% siswa yang mendapat 50, hal ini menunjukkan belum ada siswa yang mencapai nilai ketuntasan minimal yaitu 60. Berbagai masalah yang muncul di sekolah, khususnya di SD Negeri 182/V Teluk Kulbi dapat diuraikan antara lain sebagai berikut : a. Rendahnya motivasi belajar siswa saat menerima pelajaran. b. Kurang lengkapnya sumber dan media belajar yang dimiliki siswa dan sekolah. c. Kurangnya perhatian orang tua terhadap kebutuhan belajar siswa di sekolah. d. Kecendrungan guru dalam mengajar tanpa menggunakan media atau alat peraga e. Penggunaan metode mengajar yang masih didominasi oleh metode ceramah f. Kurang kreatifnya guru dalam menemukan atau menciptakan berbagai media/alat peraga yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran Ada beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penggunaan kartu dalam kegiatan pembelajaran. Diantaranya Sumiyati (2007) dalam hasil penelitian mengenai penggunaan kartu untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas IV pada materi perkalian dalam pembelajaran matematika di SD Negeri 134/V Mekar Jaya, dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan media kartu dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perkalian. Sulaiman dan Lilik Linawati (2011) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan kartu napier dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif, jenis penelitian tindakan kelas (claas room based action research). Model rancangan penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model rancangan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Ekawarna, 2009). Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu dua bulan dimulai bulan Januari 2013 dan berakhir bulan pebruari 2013. Yang menjadi subyek dalam penilitian ini adalah 30 orang siswa yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 20 orang perempuan merupakan siswa kelas IV SD Negeri 182/V Teluk Kulbi Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan dan setiap pertemuan dilakukan 2 x 35 menit. Pada setiap siklus terdiri dari empat tahapan yang terdiri dari 1). Planning ( perencanaan), 2). Akting (tindakan, 3). Observing ( pengamatan), dan 4). reflecting ( refleksi ). Pada model Kemmis & Taggart ( Ekawarna, 2009) komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan terjadi dalam waktu yang sama. Alur pelaksanaan langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada gambar 1 berikut :
152
PLAN ACT SIKLUS I
OBSERV E
REFLE CT
REVISED PLAN ACT
SIKLUS II
OBSERVE
REFLEC T
REVISED PLAN
Gambar 1 : Model Action Research Kemmis & Taggart Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari study pendahuluan untuk mengetahui adanya masalah dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru didalam kelas, dengan adanya study ini guru akan memahami apa saja langkah-langkah yang akan diambil pada tahapan siklus I. Pada tahapan siklus I dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Perencanaan, dalam tahapan ini guru melakukan persiapan-persiapan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan siklus I, diantaranya menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, menentukan alat peraga yang akan digunakan serta menyiapkan instrumen penilaian dan pengamatan yang nantinya digunakan oleh teman sejawat selaku observer diwaktu pembelajaran berlangsung. Dalam RPP peneliti memilih materi operasi hitung bilangan dengan menggunakan kartu bilangan sebagai alat/media untuk menuju tujuan pembelajaran yang telah ditentukan bersama teman sejawat. 2. Pelaksanaan tindakan dan observasi, tahapan pelaksanaan pembelajaran ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh teman sejawat selaku observer. Pada tahap inilah saat mengimplementasikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disiapkan pada saat perencanaan (plan) serta mencatat hal-hal yang diketemukan dalam proses pembelajaran berlangsung oleh teman sejawat. 3. Refleksi, pada tahapan ini antara guru peneliti, teman sejawat serta majelis guru yang terlibat dalam penyusunan sampai pada pelaksanaan pembelajaran melakukan didkusi tentang pembelajaran yang sudah disajikan oleh peneliti dalam rangka menemukan kelemahankelemahan serta kekuatan dan kelebihan yang perlu diperhatikan dalam menyusun RPP untuk tahap siklus II. PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus dilakukan dua kali pertemuan dan masing-masing pertemuan dilakukan 2 x 35 menit. Sebagai subyek dalam pembelajaran ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 182/V Teluk Kulbi Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi dalam materi operasi hitung bilangan dengan menggunakan media kartu. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi yang dilakukan pada pratindakan, maka hasil tindakan dibagi menjadi proses pelaksanaan tindakan, dan hasil hasil
153
tindakan. Paparan proses merupakan kegiatan yang dilakukan dilapangan pada saat tindakan, sedangkan hasil tindakan diketahui setelah adanya analisis pekerjaan siswa pada setiap akhir tindakan. Paparan proses tindakan dilaksanakan berdasarkan catatan yang didapatkan dilapangan dari tindakan I, dan tindakan II. Siklus I Rencana pelaksanaan pada tindakan I ditujukan pada cara mengatasi masalah yang ditemukan pada saat observasi awal pada pratindakan, dengan tujuan masalah tersebut bisa diatasi pada tahap proses pelaksanaan tindakan. Pada tahap obsevasi awal ditemukan bahwa, ketika guru menyajikan pembelajaran terlihat tidak ada sikap positif dari siswa, terutama dalam 1). Keberanian merespon, menjawab pertanyaan, bertanya, mengeluarkan pendapat. 2). Kemampuan mengerjakan soal perkalian dengan baik. selain itu, disisi guru juga ditemukan tidak menggunakan media, dominan menggunakan metode ceramah, tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Berdasarkan dari masalah diatas, maka guru menyusun rencana pelaksanaan penbelajaran sebagai berikut: (1) guru mengunakan teknik tanya jawab agar siswa termotivasi untuk merespon, bertanya dan mengeluarkan pendapat. (2) guru memperbanyak contoh cara menyelesaikan soal perkalian dan mempasilitasi siswa supaya dapat menyelesaikan dengan baik. (3) guru menggunakan media berupa kartu soal perkalian. Pada akhir proses tindakan siklus I pertemuan pertama, peneliti mengadakan tanya jawab dengan siswa. Dari hasil pengamatan dan tanya jawab tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa masih ada sebagian siswa yang kebingungan dalam menyelesaikan soal perkalian walau sudah menggunakan media kartu dan contoh soal, siswa masih ada yang belum mampu menyelesaikan soal dengan sempurna. Pembelajaran siklus I dilaksanakan dua kali pertemuan, yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 15 Januari 2013 untuk pertemuan pertama, pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 18 Januari 2013 jumlah siswa yang hadir pada pertemuan pertama dan kedua sebanyak 30 orang (100%). Hasil pengamatan prilaku siswa terhadap pelaksanaan tindakan oleh pengamat pada pertemuan pertama adalah 9 orang siswa yang merespon apersepsi, 12 orang yang dapat menjawab pertanyaan, 8 orang yang mengajukan pertanyaan, 10 orang yang dapat menemukan jawaban kartu sebelum batas waktu. Sedangkan pada pertemuan kedua adalah 15 orang siswa yang merespon apersepsi, 18 orang yang dapat menjawab pertanyaan, 12 orang yang mengajukan pertanyaan, 14 orang yang dapat menemukan jawaban kartu sebelum batas waktu. Untuk lebih jelasnya perilaku siswa terhadap pelaksaan tindakan pada pertemuan pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Tabel perilaku siswa siklus I No
Indikator keberhasilan
1. 2. 3. 4.
Merespon apersepsi Menjawab pertanyaan Bertanya Dapat menemukan jawaban tepat waktu
Frekuensi Pert 1 Pert 2 9 15 12 18 8 12 10 14
Pert 1 30,0 40,0 26,7 33,3
persentase Pert 2 Rata-rata 50,0 40,0 60,0 50,0 40,0 33,4 46,7 40.0
Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya peningkatan pada pertemuan kedua bila dibandingkan dengan pertemuan pertama. Rata rata persentase kedua pertemuan tersebut yang paling rendah adalah kemampuan bertanya yaitu 33,4%, sedangkan persentase tertinggi adalah kemampuan menjawab pertanyaan yaitu 50,0%. Begitu pula dengan pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan yaitu tentang operasi hitung perkalian Dari hasil pertemuan pertama dan kedua dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada pertemuan kedua bila dibandingkan dengan pertemuan pertama. Dari data tersebut dapat disimpulkan secara keseluruhan pelaksanaan tindakan pada siklus I belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini diketahui sebahagian siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu 60. Untuk itu perlu dilanjutkan pada siklus ke II, dengan harapan semua siswa dapat mencapai nilai yang diharapkan yaitu > 60.
154
Berdasarkan kesimpulan pengamatan oleh teman sejawat selama tindakan siklus I, oleh peneliti dan hasil tes maka peneliti melakukan analisis dan refleksi selanjutnya ditetapkan perbaikan untuk siklus II. Pada siklus II yang perlu ditingkatkan adalah: 1. Kartu yang digunakan pada siklus I hanya kartu soal, sehingga siswa menjadi jenuh. Maka pada siklus II guru akan menggunakan kartu soal dan kartu jawaban, hal ini dimaksudkan anak lebih tertarik mencari pasangan kartu yang dipegang sehingga pembelajaran lebih menarik dan menantang. 2. Penjelasan mengenai cara mengerjakan operasi hitung pembagian dengan lebih jelas dan disertai contoh yang lebih berpariasi, dengan tujuan konsep penyelesaian operasi hitung pembagian lebih tertanam pada siswa. 3. Memberikan kesempatan yang merata kepada siswa untuk bertanya, baik kepada guru, sesama siswa sehingga tidak terjadi komunikasi satu arah. Pemberian poin kepada siswa yang dapat menemukan soal atau jawaban dari kartu yang dipegang sebelum waktunya habis perlu dipertahankan. Hal ini bertujuan supaya siswa merasa adanya kompetisi yang terjadi dalam belajar. Siklus II Rencana pelaksanaan pada tindakan siklus II ditujukan pada cara mengatasi masalah yang ditemukan pada saat siklus I, dengan tujuan masalah tersebut bisa diatasi pada tahap proses pelaksanaan tindakan pada siklus II. Dalam siklus I diwaktu peneliti dan teman sejawat melakukan diskusi disimpulkan bahwa pada siklus II yang akan diterapkan adalah: 1. Media yang digunakan adalah kartu soal dan kartu jawaban. 2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan secara klasikal. 3. Memberikan poin kepada siswa yang dapat menemukan jawaban atau soal kartu yang dipegang sebelum waktu yang disepakati habis. Proses tindakan siklus II dibagi menjadi dua kali pertemuan, masing-masing pertemuan berlansung selama 2 x 35 menit. Secara rinci proses pelaksanaan tindakan siklus II pada tiap pertemuan adalah sebagai berikut: Pertemuan pertama dilakukan pada hari Selasa 5 Pebruari 2013 dan pertemuan kedua Jumat 8 Pebruari 2013 . Pada akhir proses tindakan siklus II pertemuan pertama, peneliti mengadakan tanya jawab dengan siswa. Dari hasil pengamatan dan tanya jawab tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa masih ada sebagian siswa yang kebingungan dalam menyelesaikan soal pembagian walau sudah menggunakan media kartu soal dan kartu jawaban serta contoh soal, siswa masih ada yang belum mampu menyelesaikan soal dengan sempurna. Pada akhir pertemuan guru mengadakan refleksi dengan mengajukan pertanyaan pada siswa, apakah anak-anak senang belajar hari ini? Siswa menjawab senang pak! apakah yang membuat anak-anak senang belajar pada hari ini? Kami bisa belajar pak, kami bisa bermain sambil belajar. Apakah kamu paham dengan pelajaran hari ini? siswa menjawab paham pak. Pembelajaran siklus II dilaksanakan dua kali pertemuan, jumlah siswa yang hadir pada pertemuan pertama dan kedua sebanyak 30 orang (100%). Hasil pengamatan prilaku siswa terhadap pelaksanaan tindakan oleh pengamat pada pertemuan pertama adalah 14 orang siswa yang merespon apersepsi, 19 orang yang dapat menjawab pertanyaan, 14 orang yang mengajukan pertanyaan, 16 orang yang dapat menemukan jawaban atau soal kartu sebelum batas waktu. Sedangkan pada pertemuan kedua adalah 16 orang siswa yang merespon apersepsi, 24 orang yang dapat menjawab pertanyaan, 18 orang yang mengajukan pertanyaan, 20 orang yang dapat menemukan jawaban kartu sebelum batas waktu. Untuk lebih jelasnya perilaku siswa terhadap pelaksaan tindakan pada pertemuan pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Tabel perilaku siswa siklus II No 1. 2.
Indikator keberhasilan Merespon apersepsi Menjawab pertanyaan
Pert 1 14 19
Frekuensi Pert 2 16 24
155
Pert 1 46,7 63,3
Persentase Pert 2 Rata-rata 53,3 50,0 80,0 71,6
3. 4.
Bertanya Dapat menemukan jawaban tepat waktu
14
18
46,7
60,0
53,4
16
20
53,3
66,7
60,0
Dari tabel 2 diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kelemahan pada siklu I sudah dapat diperbaiki. Perbaikan tersebut terlihat dari meningkatnya persentase rata-rata perilaku siswa pada siklus II. Rata rata persentase kedua pertemuan tersebut yang paling rendah adalah kemampuan merespon apersepsi 50,0%, hal ini disebabkan waktu untuk apersepsi hanya sedikit, dan belum banyak siswa yang dapat memberikan responnya dalam tahap ini. Sedangkan persentase tertinggi adalah kemampuan menjawab pertanyaan yaitu 71,6%. Dalam pelaksanaan pembelajaran berlansung siswa tampak antusias dalam mengikuti pelajaran, siswa kelihatan besemangat, interaksi antar guru dengan siswa, siswa dengan siswa bahkan siswa dengan mediapun juga menuai hasil yang menggembirakan. Berdasarkan hasil pengamatan teman sejawat terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II, yang dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Selasa 7 Agustus 2012 dan Jumat 10 Agustus 2012 Diperoleh data pemahaman siswa tentang pembagian siklus II. Dari hasil pertemuan pertama dan kedua pada siklus II ini mengalami perobahan yang sangat mendasar, dimana nilai siwa sudah berada diatas ketuntasan minimal. Secara rinci hasil penelitian pada siklus II ini mengalami kenaikan dari siklus I, jika pada tindakan siklus I peresntase kemampuan siswa sangat baik hanya 26,7% (8 siswa), maka pada siklus II persentase jumlah siswa yang memperoleh skor dengan pujian 16,7% (5 siswa), sedangkan kemampuan siswa yang terendah pada siklus II berada pada urutan cukup sebanyak 13,3 % (4 orang siswa). Dari data tersebut juga dapat dikatakan bahwa semua siswa sudah dapat mencapai ketuntasan minimal, pelaksanaan tindakan pada siklus II sudah berhasil dan tidak dilanjutkan lagi pada siklus berikutnya. Berdasarkan hasil monitoring siklus II, peneliti merefleksi hal-hal berikut : 1. Pemberian kesempatan siswa untuk bertanya guna memperjelas pelaksanaan pembelajaran tetap dipertahankan sebab hal ini akan mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Sebaiknya penjelasan tersebut diberikan pada saat tertentu dan hal yang penting saja. 2. Hampir semua siswa dapat menguasai konsep operasi hitung pembagian karena pemberian contoh dan disertai dengan penjelasan yang diberikan. Untuk itu penjelasan tentang cara menyelesaikan operasi hitung pembagian yang disertai dengan contoh tetap dipertahankan. Siswa diharapkan terampil dalam menemukan jawaban atau pertanyaan dari soal-soal yang disediakan baik melalui kartu atau soal yang lansung dituliskan oleh guru dipapan tulis. Hasil kerja siswa harus dibahas secara klasikal dengan harapan semua siswa memahaminya. 3. Dalam pemberian kartu soal atau jawaban, sebagian besar siswa terlihat lebih aktif, ini disebabkan siswa sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan. Untuk itu model pembelajaran mencari pasangan ini perlu dipertahankan dengan tujuan siswa terlatih dengan model pembelajaran ini, sehingga siswa lebih pandai serta percaya diri dalam menemukan jawaban atau soal dari kartu yang didapatkan. 4. Pemberian poin kepada siswa yang mendapatkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang sebelum waktunya habis perlu dipertahankan, hanya saja waktu yang ditetapkan lebih diperpendek. Karena dengan pemberian poin ini siswa merasa adanya kompetisi dalam belajar yang memerlukan suatu ketrampilan, kecerdasan dan kecepatan dalam mengerjakan soal. 5. Pengumpulan kembali kartu, pengocokan dan penyebaran kembali kepada siswa masih tetap dipertahankan. Dengan pemberian kembali kartu soal atau jawaban siswa lebih bersemangat, penguasaan soal pun semakin mendalam serta konsep operasi hitung pembagian semakin dipahaminya. Hanya saja sistem pemberian kartu lebih dipariasikan lagi, hal ini bertujuan menghindari terjadinya kebosanan serta kejenuhan pada siswa. Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi tersebut diatas maka tindakan dapat dihentikan, karena dilihat dari aktifitas siswa maupun hasil belajar siswa secara keseluruhan telah mencapai terget yang telah ditetapkan.
156
PENUTUP Hasil penelitian ini menunjukkan dengan menggunakan media kartu dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 182/V Teluk Kulbi Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Media kartu dapat dijadikan salah satu pilihan untuk mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran. Dengan menggunakan kartu, materi pelajaran bisa diterima oleh siswa dengan cepat, interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa terjalin dengan baik. Media kartu dapat dijadikan pilihan dalam menentukan media pembelajaran di SD untuk meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Afri, J. dkk. 1999. Layanan Bimbingan Belajar. Jambi: Diktat FKIP- Universitas Jambi. Dimyati & Mudjiono, 1993. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjend. Dikti. Depdikbud. Ekawarna. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.Jambi: FKIP Universitas Jambi. Jamil, M dan Sutarni, 2011. Peningkatan Hasil Belajar dan Sikap Siswa Kelas VI SDN 135/V Makmur Jaya Dengan Menggunakan Metode Demonstrasi. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. J-TEQIP Edisi II Nomor 2. Nasution, N, dkk. 1998. Psikologi Pendidikan. Modul 1-9. Jakarta: Universitas Terbuka. Suciati, dkk. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Modul 1-6. Jakarta: Universiras Terbuka. Sulaiman dan Linawati, L. 2011. Peningkatan kemampuan Pengerjaan Hitung Perkalian Dua Bilangan Dengan Menggunakan Kartu Napier Pada Siswa Kelas IV SD. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. J-TEQIP Edisi II Nomor 2. Suryabrata, S. 1997. Psikologi Pendidikan.Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE ( TPS) MELALUI LEMBAR KERJA SISWA (LKS) PADA MATERI KPK DI KELAS IV Desi Rusnita Ramon S Putrama SD N 08 Kepahiang Abstrak: Sudah menjadi nyanyian setiap guru apabila dalam pembelajaran hanya beberapa orang siswa yang aktif dalam belajar. Banyak faktor yang menyebabkan mereka tidak aktif belajar. Belum maksimalnya model pembelajaran yang diterapkan bisa menjadi salah satu faktor. Sedangkan pembelajaran merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dalam membantu siswa belajar guru yang profesional seharusnya dapat mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Model pembelajaran Kooperatif Think Pair Share dapat menjadi salah satu solusinya. Model Pembelajaran kooperatif tipe think pair share menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil(2-6 orang). Dalam model ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerja dengan orang lain. Dengan begitu pembelajaran akan terasa lebih bermakna dan bisa mencapai hasil yang optimal. Agar lebih bermakna digunakan Lembar Kerja Siswa(LKS) untuk pemahaman suatu konsep. Salah satunya dalam materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK).Dengan pembelajaran TPS melalui LKS pembelajaran akan lebih menyenangkan bagi siswa. Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share, LKS
PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam membangun kehidupan manusia baik secara individu maupun kelompok yang bertujuan untuk membangun bangsa dan negara. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan besar pengaruhnya. Dalam hal ini keberhasilan pendidikan tentu saja tidak lepas dari peranan seorang guru.Dalam menyajikan
157
materi pelajaran di kelas seorang guru harus mampu mengelola kelas dengan sebaik- baiknya, memilih metoda yang tepat serta media yang cocok dan mampu mengarahkan siswa kepada pokok bahasan yang sedang dibahas. Karena hal ini sangat mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran(Grata,1993). Sebagaimana kita ketahui bahwa pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik(Isjoni,2007: 11). Dalam melakukan proses mengajar guru harus dapat memilih dan menggunakan beberapa metode mengajar. Banyak metode mengajar yang dapat digunakan walaupun setiap metode atau model pembelajaran tersebut ada kelebihan dan kekurangannya. Kekurangan-kekurangan metode pembelajaran tersebut dapat ditutupi dengan metode yang lain. Misalnya selama ini guru hanya menerapkan metode yang bersifat konvensional contohnya ceramah dan pemberian tugas latihan saja, yang pada umumnya membuat siswa kurang termotivasi satu sama lain. Dalam hal ini guru bisa mengembangkan metode atau model pembelajaran lain. Namun pemilihan suatu model pembelajaran harus memperhatikan materi apa yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, serta banyaknya siswa dan hal- hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Sementara saat ini kita dihadapkan dengan Kurikulum terbaru yaitu Kurikulum 2013. Menurut Menteri Pendidikan Nasional Bapak Muhammad Nuh, Kurikulum 2013 adalah Kurikulum berbasis kompetensi yang dirancang untuk mengantisipasi kebutuhan kompetensi abad 21. Pada abad ini sebagaimana kita bersama saksikan, kemampuan kreatifitas dan komunikasi akan sangat penting. Sejalan dengan itu , rumusan kompetensi sikap , pengetahuan dan keterampilan yang dipergunakan dalam Kurikulum 2013 mengedepankan pentingnya kreatifitas dan keterampilan.Tentu saja dalam hal ini guru memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran, khususnya dalam penggunaan model atau metode pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif bisa menjadi salah satu model pembelajaran yang dapat mengedepankan motivasi,kreatifitas dan keterampilan siswa. Pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab, pembagian tugas dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu belajar kelompok secara kooperatif, siswa dibiasakan untuk saling berbagi(share) pengetahuan, pengalaman tugas, tanggung jawab, saling membantu dan berlatih interaksi komunikasi dan sosialisasi. Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu, mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat diterapkan melalui alat bantu. Dalam hal ini alat bantu tersebut dapat berupa Lembar Kerja Siswa (LKS).Belajar dengan alat bantu adalah salah satu cara untuk membuat siswa lebih tertarik dan aktif. Belajar dengan LKS diharapkan semua siswa akan terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar, dan secara logis akan menyebabkan siswa memperoleh pengalaman dalam belajarnya (Davies,1987). Dalam pembelajaran kooperatif Think Pair Share melalui media LKS ini dapat digunakan siswa baik secara kelompok maupun individual. Dengan harapan dapat merangsang keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, menggali informasi lain yang berfungsi untuk memperluas dan memantapkan materi yang telah diberikan guru di dalam kelas. Dalam melaksanakan pembelajaran matematika dengan materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) di kelas IV, biasanya siswa mencari kelipatan dengan menjumlah. Namun hanya beberapa orang saja yang tampak aktif dan berpartisipasi dalam pembelajaran, guru hanya menyampaikan penjelasan materi melalui ceramah.Tanpa menyuruh seluruh siswa terlibat langsung secara individu ataupun kelompok. Dengan model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share melalui LKS ini siswa diajak mencoba menemukan konsep KPK secara individu kemudian bekerjasama dengan pasangannya. Dengan demikian Pembelajaran akan lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa. KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Isjoni(2009:14). Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
158
Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap siswa anggota kelompoknya harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya, (a) siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis, (b) anggota –anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa–siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi,(c) jika memungkinkan masing – masing kelompok terdiri dari siswa yang berbeda suku, budaya dan jenis kelamin,(d) sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok dalam individu (http://www.idonbiu.com/2009/05/pembelajaran-cooperative-learning .htm). Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Karli dan Yuliariatiningsih(2002:72) mengemukakan kelebihan pembelajaran kooperatif antara lain; (1) dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan dan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar,(2) dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang dimiliki oleh siswa,(3) dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat,(4) siswa tidak hanya sebagai objek belajar melainkan juga sebagai subjek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya,(5) siswa dilatih untuk bekerjasama,karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesuksesan kelompoknya,(6) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. Kelebihan pembelajaran kooperatif berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share Model pembelajaran Kooperatif Think Pair Share adalah suatu strategi diskusi yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekan-rekanya di Universitas Maryland pada tahun 1981( Trianto,2007:61). Pembelajaran think pair share memberi kesempatan bagi siwa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Optimalisasi Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah partisipasi siswa. Adapun beberapa alasan mengapa kita perlu menggunakan TPS sebagai berikut: (1) TPS membantu menstrukturkan diskusi yaitu menyusun diskusi dengsn pola tertentu. (2) TPS meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yang dapat diingat siswa. (3) TPS meningkatkan lamanya “ Time On Task” yaitu waktu pengerjaan permasalahan dalam kelas dan kualitas konstribusi dalam diskusi kelas. (4) Siswa dapat meningkatkan kecakapan sosial hidup mereka. Kecakapan sosial siswa selama proses pembelajaran yang diamati meliputi: bertanya, kemampuan bekerjasama dalam kelompok, menyampaikan ide atau bermanfaat, menjadi pendengar yang baik. Langkah-langkah pembelajaran Think Pair Share menurut Spencer Kagen adalah sebagai berikut: (1) thinking/ berpikir. Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. (2) Pairing/ berpasangan. Guru meminta siswa berpasangan dengan yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru membagi waktu 4-5 menit untuk berpasanngan. (3) Sharing/ berbagi. Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran berpasangan demi pasangan telah mendapatkan kesempatan untuk melaporkan. Selama kegiatan dalam tahapan-tahapan tersebut guru memantau kerja kelompok kecil untuk memastikan kegiatan secara lancar, selanjutnya guru melakukan evaluasi terhadap hasil belajar. Keunggulan Model Pembelajaran Think Pair Share
159
Fadholi (2009:1) mengemukakan 5 kelebihan model pembelajaran Think Pair Share(TPS) sebagai berikut: (1) Memberi murid waktu lebih banyak untuk berpikirmenjawab dan saling membantu satu sama lain.(2) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompok. (3) Murid lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, (4) Murid memiliki kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh murid sehingga ide yang ada menyebar. (5) Memungkinkan murid untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaa- pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru,serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan. Menurut Spencer Kagan (dalam Maesuri, 2002:37) manfaat think pair share adalah: (1) Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat dalam kegiatan think pair share banyak siswa mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih sering penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin lebih baik. (2) Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan think pair share. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi. Fadholi (2009:1) mengemukakan 5 kelemahan atau kekurangan pembelajaran Think Pair Share adalah sebagai berikut: (1) Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu murid tidak memiliki pasangan. (2) Jika ada perselisihan tidak ada penengah. (3) Jumlah kelompok yang terbentuk banyak. (4) Menggantungkan pada pasangan. (5) Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan muridnya rendah. Hakekat Lembar Kerja Siswa Menurut Marshall (1993: 116) Lembar Kerja Siswa ( LKS) merupakan lembaran tugas yang dibuat dan disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa. LKS juga merupakan interaksi pembelajaran yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik baik di sekolah maupun di rumah, dan kikerjakan secara individu atau kelompok. Dalam penugasannya materi dalam LKS perlu disusun sedemikian rupa agar LKS tersebut menjadi suatu kegiatan pembelajaran yang sistematis. Lembar Kerja Siswa ( LKS) dapat menjadi alternatif tugas dalam pembelajaran kooperatif Think Pair Share. Beberapa keunggulan penggunaan LKS antara lain : merangsang anak didik aktif belajar, membina peserta didik untuk mencari dan mengolah informasi, membuat peserta didik bergairah belajar karena dapat dilakukan dengan bervariasi, pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar eksperimen atau pendidikan yang banyak berhubungan dengan hidup mereka dan lebih mudah diingat, mengembangkan strategi kognitif siswa yaitu dengan pemecahan masalah yang dilakukan.( Hamalik: 1986). Langkah-Langkah Penerapan Think Pair Share Menggunakan Lks Pada Materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (Kpk) Sebelum memasuki tahapan Think Pair Share guru melakukan apersepsi terhadap siswa, guru bertanya materi sebelumnya. Kemudian guru memberikan ilustrasi yang berhubungan dengan pembelajaran yang akan disampaikan yaitu mengenai lampu malam yang berkelapkelip dan berwarna warni. 1. Tahap Think ( berpikir) Guru memberikan LKS untuk dikerjakan secara individu. Siswa disuruh untuk berpikir bagaimana menyelesaikan soal-soal yang ada pada LKS. Adapun soal tersebut berupa soal cerita.Sebagai berikut: Dijalan dekat rumah Edo terdapat lampu kelap kelip. Lampu tersebut berwarna hijau dan merah. Lampu hijau menyala setiap 2 detik sekali sedangkan lampu merah menyala 3 detik sekali. Menurut kamu apakah kedua lampu itu dapat menyala dalam waktu yang bersamaan? Perintah soal tersebut diselesaikan dengan cara mewarnai, sebagai berikut: Warnailah pada detik keberapa saja lampu hijau menyala
160
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Warnailah pada detik keberapa saja lampu merah menyala 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
11
12
Siswa dapat mewarnai tabel tersebut dengan spidol berwarna merah atau dan hijau.selanjutnya siswa diajukan pertanyaan- pertanyaan yang berhubungan dengan tabel.sebagai berikut: Apakah kedua lampu tersebut dapat menyala dalam waktu bersamaan? Pada detik keberapakah keua lampu tersebut menyala bersama?Lingkarilah bilangannya! Kapan waktu cepat lampu tersebut menyala bersama-sama? Apa yang kamu simpulkan? Nah, bilangan-bilangan yang dilalui lampu hijau dan merah adalah bilangan kelipatan.kelipatan dari 3:3, 6, …, …, … Kelipatan dari 2: 2, 4, ..., …,… Perhatikan pola yang dilalui kelipatan 2 dan 3, pola apa yang kamu temukan? Jadi bagaimana mencari kelipatan suatu bilangan? Nah, pada waktu lampu hijau dan merah menyala bersama-sama disebut kelipatan persekutuan. Kelipatan persekutuan dari 2 dan 3 adalah: 6, 12,….. Berapakah kelipatan terkecilnya? Kelipatan yang sama pada suatu bilangan disebut kelipatan persekutuan. Kelipatan persekutuan terkecil ini disebut KPK. Pada tahap think siswa secara individu berpikir dalam menyelesaikan soal tersebut,dan mencoba mencari alternatif jawaban. Guru membimbing siswa dalam kegiatan ini. 2. Tahap Pair ( berpasangan) Kedua siswa mulai mendiskusikan alternatif jawaban mereka masing- masing. Siswa bertukar pendapat. Guru memotivasi siswa dalam diskusi dengan pasangannya. Guru mengingatkan agar dalam diskusi ditanamkan sikap saling menghargai pendapat temannya. 3, Tahap Sharing ( berbagi) Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas secara berpasangan. Setiap pasangan diberi kesempatan untuk mengemukakakan pendapat mereka. Dalam kegiatan sharing ini setiap kelompok berbagi pendapat mengenai penyelesaian soal. Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan diskusi. Guru membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi. Melalui kegiatan tersebut siswa diharapkan dapat menentukan cara mudah yang mengasyikan dalam menentukan KPK. Dalam kegiatan ini dengan bantuan LKS siswa dapat menemukan konsep KPK melalui model pembelajaran kooperatif think pair share. Setelah kegiatan TPS berakhir, guru memberikan latihan guna mengukur kemampuan siswa setelah berlatih menemukan konsep KPK. Guru memberikan sedikitnya 4 soal. Pada kegiatan penutup guru dan siswa merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung dan guru memberikan tindak lanjut. PENUTUP Pembelajaran Think Pair Share suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan pembelajaran kelompok dimana siswa diberi kesempatan untuk berpikir secara mandiri dan saling bekerjasama atau berinteraksi dengan teman lainnya dalam menyelesaikan suatu masalah yang diajukan guru. Pembelajaran TPS membimbing siswa untuk memiliki tanggung jawab individu dan tanggung jawab dalam kelompok atau pasangannya. Prosedur tersebut telah disusun dan dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memberikan waktu yang lebih banyak kepada siswa untuk berpikir daan merespon. Tentu saja kegiatan belajar akan lebih menyenangkan karena siswa terlibat aktif dan turut serta berpartisipasi dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajar Think Pair Share meliputi tiga tahap yaitu Think ( berpikir), Pairing ( berpasangan) dan Sharing ( berbagi). Pembelajaran kooperatif Think Pair Share melalui LKS dapat menjadi pembelajaran alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam memecahkan masalah atau soal
161
matematika. Tentunya dalam pembelajaran masih ada perbaikan-perbaikan, misalnya guru dapat lebih memberikan pengarahan kepada kelompok dan kepada individu yang masih mengalami kesulitan. Hal demikian memerlukan kesabaran yang ekstra dalam membimbing siswa karena tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Kita sebagai guru harus dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran dan memotivasi siswa agar siswa antusias dalam pembelajaran sehingga suasana kelas menjadi lebih tertib, kondusif, dan menyenangkan. DAFTAR PUSTAKA Grata Surya. 1993. Psikologi.Yogyakarta: Andi Offset. Http : // ichaledutech. Blogspot.com. Http: // matheducations. Blog spot.com. Http: // Syariefsimple 16. Blogspot.com. Http :// www. Idonbiu.com/ 2009/05/ Pembelajaran-Cooperative- Learning.htm. Http : // www. Wordpres.com. Isjoni. 2010. Cooperative learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Tematik Terpadu Tema 2 kelas IV SD. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Oemar, Hamalik. 1986. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Martiana. Sutomo. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
PENINGKATAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA MATERI HUBUNGAN ANTAR UKURAN MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING DENGAN PENDEKATAN KERJA KELOMPOK DI KELAS VI SDN 016 KUARO KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Iin Indriany SDN 016 Kuaro Kab. Paser Kalimantan Timur Abstrak: Penelitian tindakan kelas telah dilakukan di Kelas VI SDN 016 Kuaro melalui penerapan metode penemuan terbimbing. Metode penemuan terbimbing merupakan pendekatan dimana siswa diarahkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan, sehingga siswa seolah-olah menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Subyek penelitian adalah siswa Kelas VI SDN 016 Kuaro semester I tahun pembelajaran 2013/2014 yang berjumlah 37 orang. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan. Data diperoleh melalui observasi, pemberian tugas dan tes hasil belajar setiap akhir siklus. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa Kelas VI SDN 016 Kuaro pada pokok Hubungan Antarsatuan Ukuran. Setelah menggunakan metode penemuan terbimbing aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat. Kata kunci: Metode Penemuan Terbimbing, Aktivitas, Hasil Belajar
PENDAHULUAN Upaya peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh sudah menjadi tekad bangsa Indonesia yang ingin maju di segala bidang seperti bangsa-bangsa lain. Pemerintah Indonesia, khususnya Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika, baik melalui peningkatan kualitas guru matematika melalui penataranpenataran, maupun peningkatan prestasi belajar siswa melalui peningkatan standar minimal nilai Ujian Nasional untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika. Namun ternyata hasil belajar
162
matematika siswa masih jauh dari harapan. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pemahaman matematika siswa masih rendah. Peningkatan daya serap atau kemampuan pemahaman matematika seorang siswa sangat dipengaruhi oleh pengalaman siswa dalam proses belajar. Sedangkan pembelajaran matematika merupakan usaha membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui proses. Sebab mengetahui adalah suatu proses, bukan suatu produk (Bruner:1977). Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki. Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan materi pembelajaran. Belajar matematika berkaitan dengan belajar konsep-konsep abstrak, dan siswa merupakan makluk psikologis (Marpaung:1999), maka pembelajaran matematika harus didasarkan atas karakteristik matematika dan siswa itu sendiri. Menurut Fruedenthal, mathematics as a human activity. Education should given students the “guided” opportunity to “reinvent” mathematics by doing it. Ini sesuai dengan pilar-pilar belajar yang ada dalam kurikulum pendidikan kita, salah satu pilar belajar adalah belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan disingkat PAKEM (lampiran Permendiknas no 22 th 2006). Untuk itu, dalam pembelajaran Matematika harus mampu mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran dan mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran tersebut. Melalui pembelajaran seperti ini diharapkan ada perubahan dalam hal pembelajaran matematika yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru diubah menjadi berpusat pada siswa. Metode PAKEM mengharuskan guru memilih strategi belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar sehingga indikator kompetensi dalam pembelajarannya pun dapat tercapai. Salah satu pengalaman belajar yang melibatkan siswa secara langsung sehingga dapat membangkitkan aktivitas dalam pembelajaran yaitu dengan pembelajaran penemuan terbimbing. Pembelajaran penemuan terbimbing adalah pembelajaran yang siswanya diikutsertakan langsung dalam proses penemuan (discovery) suatu konsep di bawah bimbingan dan arahan guru. Paparan di atas membuat penulis selaku guru matematika di SDN 016 Kuaro sangat tertarik untuk menerapkan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika. Ketertarikan ini didorong pula oleh kerisauan penulis selaku guru atas rendahnya daya serap siswa Kelas VI . Rendahnya daya serap ini kemungkinan besar disebabkan oleh rendahnya keaktifan atau partisipasi siswa dalam KBM. Untuk itulah permasalahan ini akan dicoba diatasi dengan penerapan metode penemuan terbimbing dimana siswa dilibatkan secara aktif dalam KBM sebagai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa khususnya pada materi Hubungan Antarsatuan Ukuran. Dalam penelitian ini akan dilakukan pembelajaran dengan kajian dan refleksi melalui penelitian tindakan kelas dalam rangka meningkatkan motivasi dan partisifasis siswa dalam pembelajaran matematika, meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pengerjaan hitung bilangan pecahan dengan menggunakan metode latihan soal terbimbing. Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi langsung pada meningkatkan hasil belajar siswa pada matematika sehingga kompetensi dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Berdasarkan uraian tersebut penulis terdorong untuk mengungkap tentang metode penemuan terbimbing dan kerja kelompok dalam usaha meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI SDN 016 Kuaro Tahun Pembelajaran 2013/2014 semester I pada materi Hubungan Antarsatuan Ukuran. Penelitian bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran matematika terutama pada materi Hubungan Antarsatuan Ukuran berdasarkan KTSP di SDN. 016 Kuaro. Disamping itu tujuan lainnya adalah meningkatkan berpartisifasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar dalam mencapai kompetensi yang diharapkan siswa melalui metode pembelajaran yang melibatkan siswa baik secara individu maupun secara kelompok. METODE PENELITIAN Seting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VI SDN 016 Kuaro semester I dalam mata pelajaran Matematika, Kompetensi Dasar Mengenal Satuan Debit.
163
Beberapa variabel yang akan diteliti dalam rangka peningkatan partisipasi dan hasil belajar siswa setelah menyelesaikan pokok bahasan Hubungan Antarsatuan Ukuran antara lain a. Siswa, yaitu aktifitas dan keseriusan siswa dalam rangka mengikuti pelajaran meningkat yang ditandai dengan, giatnya siswa mengerjakan soal-soal yang berikan guru b. Faktor Guru. Kemampuan dan keterampilan mengembangkan kegiatan pembelajaran serta keterampilan mengembangkan strategi untuk melibatkan siswa secara merata baik mengerjakan soal secara individu atau kelompok. c. Proses Pembelajaran, yaitu proses yang terjadi selama pembelajaran berlangsung, meliputi aktivitas siswa, aktivitas guru dan interaksi keduannya. 1. Rencana Tindakan Penelitian tindakan kelas yang akan dilaksnakan merupakan sebuah proses pembelajaran untuk meningkatakan pertisipasi dan hasil belajar siswa memecahkan masalah matematika mengenai pengerjaan hitung hubungan antarsatuan ukuran. Penelitian dalam kegiatan ini adalah kepala sekolah dan guru SDN. 016 Kuaro. Dalam penelitian ini guru sebagai pelaksana penelitian dan 2 orang lainya sebagai pengamat Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakn dengan tiga siklus, dan setia-tiap siklus dilaksanakn sesuai dengan perubahan partisipasi dan kompetensi yang dicapai, berdasarkan perencanaan yang telah didesain sebelumnya. Untuk mengetahui kompetensi dan hasil belajar siswa dilakukan uji mengerjakan soal dan mengkomunikasikan hasilnya. Obsevasi melakukan observasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan sebagai bahan untuk tujuan perbaikan. Selain itu dilakukan pula wawancara dengansiswa untuk mengetahui kelemahan siswa dalam mengerjakan soal pecahan. Berdasarkan hasil belajar, hasil observasi dan wawancara Kepala Sekolah, guru, dan pengamat teman sejawat mengadakan diskusi untuk menguji kelemahan guna meningkatkan proses pembelajaran (refleksi). Secara lebih ringkatnya prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: (1) Perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi, beberapa hal yang dilaksanakn dari tiap tahapan adalah : a. Perencanaan Kegiatan ini meliputi: Peneliti membuat scenario, yakni menetapkan metode pembelajarn yeng beroriantasi pada keterlibatan siswa (partisipasi) dan pada kompetensi siswa, menggunakan model pembelajaran kooperatif. Peneliti menyiapkan perangkat tugas dan intrumen penelitian Mendesain alat evaluasi b. Pelaksanaan Tindakan Dalam fase ini dilaksanakn proses belajar mengajar dengan menekankan aspek partisipasi siswa dan berorientasi pada peningkatan hasil belajar. c. Observasi Dalam tahap ini dilakukan obsevasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan d. Refleksi Data-data yang diperoleh melaui observasi dikumpulkan dan segera dianalisis. Berdasarkan hasil observasi inilah peneliti yang sekaligus praktisi dapat melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakn. Berdasarkan hasil refleksi ini peneliti dapat mengetahui titik lemah maupun kelebihan sehingga dapat menenntukanupaya perbaikan pada siklus berikutnya. Proses ini akan berl;angsung dua siklus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
2. Data dan Cara Pengambilannya a. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru, dokumen dan proses belajar mengajar. b. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi : - Rencana pembelajaran - Jurnal
164
- Hasil observasi - Hasil wawancara - Hasil evaluasi siswa c. Cara pengambalian data dengan cara : - Observasi - Wawancara - Latihan soal terbimbing - PR - Tes hasil belajar 3. Indicator Kinerja Indicator keberhasilan dalam penelitian ini apa bila guru dapat melaksanakn pembelajarn dengan baik dengan diikuti keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar mengajar, dan setelah pelaksanaan belajar mengajar siswa dapat menunjukkan unjuk kerja yang positif dalam kegiatan penelitian. Indicator lain ditunjukandari peningkatan hasil evaluasi belajar dan kompetensi dasar tercapai. PEMBAHASAN Hasil Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup penilaian terhadap aktivitas siswa dan guru serta hasil belajar siswa yang ditunjukkan oleh penguasaan kompetensi pada pokok bahasan Hubungan Antarsatuan Ukuran. Penelitian ini dilaksanakandalam dua siklus, tiap siklusnya terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. 1. Hasil observasi Pada pembelajaran yang membahas tentang materi Kesebangunan dan simetri selama tiga siklus, didapat gambaran umum kualitatif tentang partisispasi siswa dan observasi terhadap aktivitas guru diperoleh gambaran umum tentang kinerja guru mengelola pembelajaran di kelas seperti tertera pada tabel 4.1. Tabel4.1 Rekapitulasi Skor rata-rata aktivitas siswa dan guru dalam KBM siklus I dan I dan II. Siklus No Aspek Observasi 1 2 1. Aktifitas siswa a. perhatian Siswa 3 4 b.pemahaman siswa 2,5 3 c.kerja sama dalam kelompok 2,5 4 Jumlah 8 11 2. Aktivitas guru a.Menyajikan materi 3 4 b.Membimbing siswa 2 3,5 c.Pengelolaan kelas 2 4 Jumlah 7 11,5 3 Persentase aktifitas siswa (%) 67 92 Persentase aktifitas guru (%) 58 96 *Skala penilaian : 1 sampai 4 2. Hasil Evaluasi Adapun penguasaan kompetensi siswa tentang Kesebangunan dan simetri, dari tes diperoleh data sebagaimana disajikan pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Rekapitulasi Tes Penguasaan kompetensi siswa Siklus Nilai ketuntasan Keterangan 62,45 64,86% Belum Tuntas Siklus I 86,65 100% Tuntas Siklus II
165
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai hasil belajar siswa pada siklus I dan II mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat lebih jelas dari selisih nilai ketuntasan belajar siswa dari siklus I dan Selanjutnya pada siklus II mengalami peningkatan hasil yang mencapai 86,65. Dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 35,14%. PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif oleh 2 orang yaitu peneliti (guru pengajar) dan observer. Tugas observer adalah membantu peneliti dalam mengamati baik aktivitas guru maupun siswa di dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Berdasarkan hasil observasi teman sejawat baik terhadap guru maupun terhadap siswa dapat dilaporkan hal-hal sebagai berikut. Siklus I Aktivitas guru pada saat pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing dinilai observer sudah cukup menguasai, guru sudah sangat maksimal dalam memberikan bimbingan kepada siswa baik secara individu maupun kelompok. Hal yang sedikit masih kurang menurut observer adalah kemampuan guru untuk memancing pikiran siswa untuk membuat kesimpulan. Pada siklus pertama, hasil pengamatan observer terlihat bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran belum mencapai target yang diharapkan. Sebagian besar siswa masih menunggu penjelasan yang rinci dari guru sebelum mengerjakan soal-soal kesebangunan yang disiapkan untuk menuju kepada kesimpulan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan kelas selama ini yang menerapkan model pembelajaran langsung. Masih banyak siswa yang pasif, tidak ikut berpartisipasi dengan teman kelompoknya untuk menjawab soal-soal LKS. Oleh karena keadaan ini, observer memberi nilai keaktifan rata-rata 67. Pada pertemuan pertama, karena siswa belum terbiasa dengan kegiatan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing sehingga masih banyak siswa yang pasif selama pembelajaran, tidak berani dalam mengemukakan jawaban dari pertanyaan guru, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menemukan kesimpulan dari jawaban atas soal-soal kesebangunan yang diberikan guru. Namun, pada pertemuan selanjutnya siswa mulai terbiasa dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Siswa mulai aktif dan mulai berani dalam mempresentasikan jawaban. Pemahaman mengenai materi yang diajarkan juga cukup baik. Beberapa siswa sudah mulai bisa menemukan jawaban sendiri atas bimbingan yang intensif dari guru. Sedangkan nilai tes siklus I mencapai rata-rata 62,45. Ketuntasan belajar pada siklus I mencapai 64,86%. Kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I antara lain: (i) Sebagian siswa masih pasif dan cenderung untuk bermain-main dalam kegiatan belajar mengajar, (ii) Ada beberapa siswa yang belum dapat memahami mengenai materi yang telah dijelaskan oleh guru, (iii) Bentuk kerjasama kelompok masih kurang, masih terdapat beberapa siswa yang bersifat individualistis, (iv) siswa masih ragu-ragu untuk mengemukakan kesimpulan dari jawaban-jawaban mereka. Refleksi I. Berdasarkan beberapa kendala yang terjadi pada siklus ini, maka peneliti (guru pengajar) dan observer menentukan beberapa tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus kedua, diantaranya yaitu : (i) memusatkan perhatian siswa dan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran dikelas, (ii) memotivasi siswa untuk lebih aktif lagi dalam pembelajaran, (iii) memberikan bimbingan yang menyeluruh kepada siswa baik secara individual maupun berkelompok, (iv) menekankan kepada siswa pentingnya bekerjasama dengan kelompoknya masing-masing, (v) memotivasi siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum dimengerti, (vi) membuat siswa agar lebih nyaman dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan, (vii) meminta siswa untuk lebih berani lagi dalam mengemukakan pendapatnya. Siklus II Pada siklus ini pencapaian hasil belajar telah diperoleh dengan sangat baik. Berdasarkan catatan lapangan dari observer pada siklus ini, khususnya pada siklus pertama masih ada yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu berdasarkan hasil refleksi maka perlu adanya perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus kedua untuk pertemuan selanjutnya yaitu : (i) meminta siswa
166
untuk lebih aktif lagi baik itu dalam belajar secara kelompok maupun secara individu karena masih ada saja siswa yang tidak mau ambil bagian dalam tugas kelompok, (ii) Menekankan kepada siswa yang bermain-main untuk serius dalam mengikuti pelajaran, (iii),memberikan bimbingan yang menyeluruh kepada siswa baik secara individual maupun berkelompok,(iv) Guru memberikan lebih banyak soal-soal latihan dan soal-soal yang diberikan lebih mudah untuk di mengerti oleh siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman dalam soal-soal tersebut . Setelah dilakukan tindakan perbaikan pada siklus ini maka hasil yang diperoleh setelah perbaikan sangat baik, tampak beberapa perubahan yang dialami siswa, yaitu semangat, pemahaman siswa terhadap pelajaran, keberanian siswa mengemukakan pendapat dan keaktifan siswa mengalami peningkatan. Nilai tes yang diperoleh pada siklus I yaitu 62,45 dan pada siklus II nilai yang d hasilkan meningkat menjadi 86,65. Sehingga peningkatan persentase dari siklus I ke siklus II sebesar 35,14%. Hal ini sebabkan siswa yang mengalami kesulitan pada siklus I sudah tidak mengalami kesulitan pada siklus II. Dan tingkat keaktifan siswa sebesar 92%. Hasil observasi dan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran pada siklus 1 dan II ditunjukkan dalam gambar berikut ini:
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Siklus I Siklus III
Dari hasil yang telah diperoleh sangat maksimal maka guru pengajar dan observer sepakat untuk menghentikan pemberian tindakan pada siklus ketiga. Dinyatakan bahwa metode penemuan terbimbing sangat efektif dilaksanakan di sekolah karena terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah partisipasi siswa dapat ditingkatkan dalam proses pembelajaran melalui penemuan terbimbing.Penerapan metode pembelajaran penemuan terbimbing dapat meningkatkan nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas VI SDN SDN 016 Kuaro pada mata pelajaran matematika pokok bahasan Hubungan Antarsatuan Ukuran semester I tahun pembelajaran 2013/2014. Penerapan metode pembelajaran penemuan terbimbing dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih merata sehingga meningkatkan ketuntasan belajar. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka untuk meningkatkan partisipasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran Matematika, maka penulis menyampaikan beberapa saran yaitu guru hendaknya mampu mengkreasi proses pembelajaran yang bervariasi, agar siswa tidak jenuh belajar dikelilingi tembok-tembok kelas.
167
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Dimiyanti, S. dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Martinis Yamin; 2004; Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi; Jakarta; Gaung Persada Press. Muhibbinsyah. 1995. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Jakarta : Kanisius Paul Suparno; 1997; Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan; Yogyakarta: Kanisius Sardiman; 2003; Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Slameto, (1987), Teori-Teori Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta. Suryosubroto, B., (1997), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta. Tim Bina Karya Guru. 2006. Terampil berhitung Matematika Kelas V. Jakarta: Erlangga. AZ, Mulyana . 2001. Rahasia Matematika. Surabaya : Edutama Mulia Sumanto , Heny , Nur . 2008 . Gemar Matematika .Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas.
PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS VII E SMP NEGERI 4 LANGKE REMBONG Rodriques Korbiniana Tildy SMP Negeri 4 Langke Rembong Email :
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran dalam meningkatkan keaktifan siswa belajar matematika melalui model pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan. Pembelajaran ini menggunakan media manipulative berupa potongan sedotan warna-warni, LKS dan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) atau Kepala Bernomor guna mengaktifkan siswa dalam belajar matematika. Kegiatan pembelajaran seperti ini menyebabkan pembelajaran tidak berupa hafalan semata namun dapat mempergunakan matematika itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas berbasis Lesson Study yang dilaksanakan dalam 2 siklus, dimana dalam suatu siklus terdiri dari 3 tahap yaitu tahap perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Hasil penelitian ini adalah peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika. Keaktifan ini dilihat dari sisi siswa saling membagi informasi, bertanya jawab, berdiskusi dan dihasilkan “guru kecil” bagi teman yang lain. Kata Kunci : pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, menyenangkan, media pembelajaran, model pembelajaran numbered head together.
Pembelajaran matematika pada umumnya diajarkan definisi, diberikan contoh-contoh dan diberikan latihan soal sehingga hasil perolehan nilai dalam kenyataannya masih ada yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Demikian hal-nya yang terjadi di SMPN 4 Langke Rembong. Salah satu faktor penyebabnya adalah motivasi siswa yang kurang dalam pembelajaran yang berakibat pada menurunnya keaktifan siswa di kelas. Hal ini dapat dimungkinkan juga siswa telah mengalami kesulitan dalam menerima konsep matematika, karena cenderung menghafal konsep sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa. Beberapa hal yang lazim terjadi pada pembelajaran matematika di SMPN 4 Langke Rembong adalah (1) Teknik mengajar masih relatif monoton. Metode guru dalam menyampaikan materi masih terbatas dengan metode ceramah. Guru hanya mendikte atau menuliskan catatan atau tugas bagi siswa, demikian halnya pada saat pembahasan soal-soal latihan. (2) Interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa yang ada di SMPN4 Langke Rembong termasuk lemah.Hal ini disebabkan karena kegiatan kosultatif antara guru dan siswa dalam menemukan konsep jarang terjadi. (3) Didalam kelas, guru jarang sekali berkeliling
168
melihat pekerjaan siswa dibarisan belakang, guru lebih sering berinteraksi dengan anak-anak dibarisan depan. Bagi siswa yang ada dibarisan belakang, baru akan mendapatkan peran apabila ada giliran untuk maju kedepan mengerjakan soal. Padahal beberapa siswa yang ada dibelakang mungkin sekali mengalami kesulitan belajar matematika yang apabila dibiarkan dapat melemahkan motivasi belajar siswa. (4) Matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan atau bahkan membosankan. Siswa-siswa SMPN4 Langke Rembong seringkali masih merasa kesulitan, ragu-ragu, agak takut, dan kuatir salah jika menjawab pertanyaan dari guru, dan terlebih lagi siswa malu untuk bertanya. (5) Berlakunya kelas siang untuk siswa kelas VII di SMPN 4 Langke Rembong. Kelas siang yang dimulai pukul 13.00 cenderung menyebabkan siswa malas dan mengantuk serta tidak bergairah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Apalagi jika materi pelajaran disampaikan dengan tidak menarik, ceramah monoton. Guru sering mendapati fakta bahwa siswa kebanyakan menopang dagu, terlihat lesu dan tidak bergairah. Kadang siswa juga terlihat lebih suka bermain-main ketika pembelajaran berlangsung. Keadaan ini jikadibiarkan maka nilai pelajaran matematika akan semakin menurun dan gagaldalam memperoleh nilai ketuntasan minimal yang telah ditentukan. Untuk mengatasi masalah tersebut guru harus mampu menemukan cara dalam meningkatkan keaktifan siswa berupa pemberikan motivasi terhadap iswa melalui pengelolaan kelasyang menarik. Suatu alternatif yang ditawarkan berupa modelpembelajaran kreatif, inovatif dan menyenangkan. Model pembelajaran yang dipilih yaitu Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) atau Kepala Bernomor. Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan siswa enggan bekerja sama dalam kelompok. Dalam kegiatan pembelajaran ini juga disediakanmedia manipulatif berupa potongan-potongan sedotan berbagai warna yang dipandu dengan LKS agar melibatkan siswa dalam menemukan konsep. Media ini dipilih dengan harapan dapat mengatasi rasa malas dan tidak bergairah mengikuti pembelajaran. Siswa kelas VII E SMPN 4 Langke Rembong yang cenderung suka bermain ketika pembelajaran berlangsung diharapkan dapat bermain sambil belajar. Berbagai cara yang ditempuh guru dalam pembelajaran diharapkan siswa bekerjasama dan akhirnya mampu meningkatkan keaktifan siswa. Diharapkan juga melalui diskusi dalam kelompok, siswa berani mengemukakan hasil berpikirnya. Proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diharapkan dapat mengatasi masalah siswa yang bosan, jenuh atau tidak tertarik untuk belajar. Dalam pembelajaran juga guru perlu menggunakan alat bantu belajar sehingga dapat memahami konsep-konsep dasar matematika sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Santoso (2012: 2) pembelajaran kreatif, inovatif dan menyenangkan adalah pembelajaran yang menekankan pada proses. Proses pelaksanaan tersebut tidak berupa menghafal materi melainkan penuh dengan daya cipta yang dikenal sebagai pembelajaran kreatif. Dimana dalam pembelajaran membuat guru dan siswa selalu berusaha kreatif menciptakan sesuatu, mulai dari bahan ajar, metode, model pembelajaran dan media belajar. Hal ini berindikasi pada proses pembelajaran yang selalu dijiwai dan diwarnai oleh kegiatankegiatan yang bersifat pembaharuan, tidak monoton seperti yang selalu dilakukan guru sebelumnya yang menyebabkan siswa jenuh, bosan dan tidak suka dalam belajar. Proses pelaksanaan pembelajaran ini disebut sebagai pembelajaran inovatif. Yang pada akhirnya semangat inovatif ini mampu menumbuhkan semangat aktif baik fisik maupun psikis pada diri guru dan siswa, dimana guru berperan sebagai fasilitator, konduktor dan mediator bagi pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan siswa berperan sebagai objek yang dibelajarkan dapat mudah dalam belajar melalui penataan kegiatan belajar yang baik sehingga proses pembelajaran dalam pemahaman konsep materi dapat bermakna pada siswa sehingga konsep tersebut mampu dikembangkan secara kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan permasalahan matematika di kehidupan sehari-hari. Pendapat lainnya adalah Vygotsky dalam pembelajaran bermakna (2012:68). Vygotsky mengungkapkan dua konsep penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses belajar siswa, yakni Zona Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Pada dasarnya setiap siswa memiliki potensi untuk bisa mengkonstruksi pengetahuan secara individe (tanpa bantuan orang lain) dan mengonstruksi pengetahuan karena adanya bantuan dari orang lain (minimal interaksi dengan orang lain). Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri menunjukkan adanya zona actual. Sebenarnya siswa dapat mengembangkan potensinya sampai kondisi
169
maksimal, bila dibantu oleh oranglain. Zona yang masih bissa dikembangkan secara optimal dengan adanya bantuan oranglain disebut zona proximal development. Lebih jauh Vygotsky menyarankan agar bantuan kepada siswa tidak terlalu banyak tetapi secukupnya saja. Seaman dan Fellenz (2012 :23) mengemukakan bahwa diskusi dan berbagi akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberikan reaksi terhadap ide-ide, pengalaman, wawasan, dan pengetahuan dari guru atau sesame siswa dan untuk menghasilkan alternatif dalam cara berpikir dan merasakan. Siswa dapat belajar dari teman sebaya dan guru untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan sosial, untuk mengorganisasikan pikiran mereka, dan mengembangkan argument rasional. METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Desain penelitian berbasis lesson study yang memiliki 3 tahap yaitu : plan (perencanaan), do(pelaksanaan) dan see (refleksi). Ketiga tahapan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus (siklus). Dalam penelitian ini dilakukan 2 kali siklus. Alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian kelas ini disajikan pada gambar 1.
Plan (Perencanaan) - Penggalian akademik - Perencanaan pembelajaran - Penyiapan alat-alat
Do (Pelaksanaan) - Pelaksanaan pembelajaran - Pengamatan oleh rekan sejawat
See (Refleksi) Refleksi dengan teman sejawat
Gambar 1. Daur Lesson Study yang terorientasi pada Praktik Subyek penelitian yang dilibatkan adalah siswa kelas VII E SMP Negeri 4 Langke Rembong tahun ajaran 2013/2014 yang terdiri atas 41 siswa yaitu 24 laki-laki dan 17 perempuan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober tahun 2013. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah Pokok Bahasan “Bentuk Aljabar” Instrumen penelitian yang digunakan meliputi instrumen pelaksanaan pembelajaran mencakup rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan perangkatnya berupa materi ajar, media pembelajaran berupa media manipulative yaitu potongan-potongan sedotan berwarna hijau dan putih dengan panjang sedotan bervariasi dan LKS serta model pembelajaran
170
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) atau Kepala Bernomor.Disediakan pula lembar observasi yang berguna untuk melihat keaktifan siswa secara individu, kelompok dan kelas. Langkah-langkah pembelajaran Numbered Head Together dalam penelitian ini yaitu : siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang diberi nama berdasarkan warna kertas pembagian yang ada di dalam amplop, ada biru merah, merah muda, hijau dan lain-lain. Setiap kelompok mendapatkan amplop warna warni. Setiap amplop berisi potongan sedotan berwarna hijau 3 buah dan putih 2 buah dengan ukuran berbeda. Di dalam amplop tersebut juga berisi kartu nomor ( nomor 1,2,3,dan 4) dimana nomor tersebut berfungsi untuk membagi tugas antar siswa di dalam satu kelompok. Nomor 1 bertugas untuk mengukur panjang sedotan, Nomor 2 bertugas untuk mencatat hasil diskusi kelompok, Nomor 3 bertugas untuk menghitung hasil pengukuran secara matematis berdasarkan pedoman yang ada di LKS dan Nomor 4 bertugas untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok sekaligus bertanggung jawab sebagai ketua kelompok. Selanjutnya siswa menyelesaikan tugas sesuai panduan di dalam LKS kemudian salah satu kelompok mempresentasikan dan kelompok lain menanggapi. Guru bertindak sebagai fasilitator. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan pada siklus menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang kreatif, inovatif dan menyenangkan dengan bantuan media manipulatif dan LKS yang menarik dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Hal ini dapat dilihat dari sebelum perbedaan aktifitas siswa sebelum proses perbaikan dan setelah proses perbaikan. Pembelajaran sebelum perbaikan masih bersifat ceramah umum berupa pemberian contoh soal, penyelesaian dan latihan soal. Khususnya dalam materi bentuk aljabar penekanan mengenai koefisien, variabel dan konstanta selalu berdasarkan contoh soal. Hal ini ternyata menyebabkan siswa bosan dalam pembelajaran dan cenderung tidak aktif. Pembelajaran menjadi tidak bermakna karena setelah pembelajaran siswa lupa kembali mengenai materi yang telah diajarkan. Selain itu juga siswa tidak terbiasa berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan. Hal ini menyebabkan kurangnya timbal balik informasi antar siswa . Setelah diadakan siklus 1 pada pembelajaran menggunakan media manipulative berupa potongan sedotan warna warni berbeda ukuran panjangnya dan dipandu dengan LKS yang menarik, mengajak siswa tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Potongan sedotan disimpan dalam amplop warna warn guna menarik perhatian siswa terhadap media manipulatif yang disediakan. Sedotan tersebut berguna untuk menanamkan konsep variabel kepada siswa sehingga potongan panjang sedotan antara beberapa kelompok sengaja dibuat berbeda ukuran panjangnya. Ketertarikan siswa terhadap media dan model pembelajaran yang dikembangkan guru yang berbeda dari sebelumnya menjadi alasan siswa menjadi bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Dalam siklus 1 terlihat hasil peningkatan aktifitas siswa. Hal ini ditandai dengan terjadinya diskusi antar sesama siswa, dimana terdapat unsur saling tukar informasi dan saling berpendapat. Setiap siswa dalam kelompok terlihat aktif menyelesaikan tugas dan saling bekerjasama karena setiap siswa mendapatkan tugas yang berbeda namun saling bergantungan agar dapat sukses menyelesaikan tugas. Dalam siklus 1 di kelas VII E terdapat 2 orang siswa yang masih belum aktif karena beberapa permasalahan. Setelah dilakukan refleksi permasalahan yang dihadapi siswa antara lain: Pembentukan kelompok yang masih kurang dimengerti siswa karena tidak terbiasa dengan bekerja secara kelompok. Kelompok Hijau Muda, salah satu siswanya tidak aktif karena tidak cocok teman diskusi dengan teman sekelompoknya karena permasalahan gender dan pemahaman terhadap materi. Kelompok Merah Muda mengalami perbedaan pendapat karena kesulitan dalam mengukur. Ada siswa dalam kelompok yang mengukur dimulai dari angka 1 dan ada yang mengukur dari ujung penggaris. Berdasarkan hasil analisis permasalahan di atas diadakan Siklus 2 dengan beberapa perbaikan guna meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika di kelas. Pada Siklus 2 pembelajaran dilaksanakan dengan memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan yang terjadi pada siklus 1. Siswa yang pengelompokkannya kurang tepat di Siklus 1
171
ditempatkan di kelompok yang lain yang dinilai lebih cocok untuk mendampingi siswa tersebut bekerjasama dan belajar. Motivasi ketika mengikuti pembelajaran dari guru ditambah. Siswa didampingi saat mengukur menggunakan penggaris dan diberi pemahaman dalam cara mengukur yang baik dan benar. Guru lebih sering mengunjungi siswa dalam kelompok dan membimbing siswa per kelompok dengan lebih sabar dan telaten. Hasil pengamatan pembelajaran pada siklus 2 menunjukkan adanya perubahan yang baik pada aktivitas belajar siswa. Siswa yang awalnya tidak aktif di kelompok hijau muda, secara perlahan ikut terlibat dalam proses diskusi kelompok dan kelas. Beberapa siswa yang lainnya yang semula juga pasif setelah terbiasa dengan model pembelajaran yang diberikan guru mengalami peningkatan keaktifan dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini juga berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa yang diukur dengan nilai post test di setiap akhir pembelajaran. Data pada siklus 2 diperoleh interaksi antar siswa meningkat menjadi 80%. Aktifitas ini lebih baik jika dibanding pada siklus sebelumnya. Perubahan lainnya adalah diperolehnya “guru kecil” di dalam kelas yang saling berbagi informasi dengan teman lainnya. Keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan percaya diri dalam menjawab pertanyaan guru juga menjadi poin penting dari hasil Siklus 2. Siswa berlomba-lomba mengumpulkan poin dalam setiap pembelajaran dan tidak malas apalagi mengantuk dalam mengikuti pembelajaran matematika. Pembelajaran menjadi menyenangkan dan menjadi pelajaran yang dinantikan siswa setiap minggunya. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang kreatif, inovatif dalam menyenangkan dengan media manipulative yang menarik dan LKS yang terarah serta menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan keaktifan siswa. Hal ini dapat dilihat dari antusiasisme siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika. Siswa berani mengemukakan pendapat, saling berdiskusi, bekerjasama dan menemukan pemahaman terhadap materi yang diajarkan yang tidak terkesan hafalan semata. Peningkatan positif seperti ini pelan-pelan juga mendongkrak nilai ketuntasan minimal dengan rentangan nilai yang tidak begitu luas. DAFTAR RUJUKAN Santoso, A. 2012. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru Tahun III No. 1, Mei 2012. Malang : Universitas Negeri Malang. Subanji, Dr. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang : Universitas Negeri Malang. Ibrohim, Dr. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang : Universitas Negeri Malang.
PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN STATISTIKA SISWA KELAS IX SMP N 10 SANGGAU Nining Wijiyanti SMP N 10 Sanggau Kalbar Abstrak : Prestasi belajar siswa kelas IX SMP N 10 Sanggau untuk mata pelajaran matematika selama ini kurang memuaskan. Hal ini diduga karena pembelajaran yang diterapkan guru sering menggunakan metode ceramah saja. Dalam pembelajaran kali ini dilakukan dengan demonstrasi plus diskusi dan tugas menggunakan media cinmenmo. Adapun tujuan metode demonstrasi menurut Sudjana dalam Rahmawati (2009) adalah untuk memperagakan atau mempertunjukkan suatu ketrampilan yang akan dipelajari siswa.
172
Tujuan pembelajaran kali ini adalah menentukan nilai mean, median dan modus melaui media cinmenmo. Hasil penerapan pembelajaran dengan metode demonstrasi berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IX, dimana nilai yang dicapai seluruh siswa melebihi standar ketuntasan belajar minimal 65. Selain itu siswa terlihat aktif, antusias, dan berani tampil didepan kelas. Kata Kunci: metode demonstrasi, alat peraga Cinmenmo, diskusi dan tugas.
Pembelajaran matematika harus senantiasa diperbarui seiiring dengan tuntutan perkembangan dunia global. Tuntutan agar murid mampu memecahkan masalah dalam kehidupannya yang semakin kompleks menjadi bagian penting dalam pembelajaran matematika. Untuk itu diperlukan pembelajaran yang dapat mengembangkan berpikir siswa secara maksimal. Guru perlu memfasilitasi dan menjadi pembangkit belajar bagi siswanya. Disini strategi pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Dimana peningkatan kualitas pembelajaran dapat dimulai dengan memecahkan masalah pembelajaran yang dirasakan guru dan siswa di kelas dan memperbaikinya dengan memilih suatu pembelajaran yang diterapkan dalam suatu tindakan. Lebih rinci masalah rendahnya prestasi belajar siswa kelas IX SMP N 10 Sanggau pada kompetensi dasar " Menentukan Mean, Median dan Modus Data Tunggal serta Penafsirannya" disebabkan oleh: siswa tidak begitu paham dengan materi, siswa tidak aktif dalam pembelajaran, siswa tidak termotivasi dalam belajar. Masalah di atas setelah dianalisis penyebabnya adalah: guru tidak menggunakan metode yang tepat, guru tidak menggunakan alat peraga atau media dalam menjelaskan materi, guru tidak mendemonstrasikan materi pembelajaran, guru kurang memotivasi siswa. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar adalah menerapkan metode demonstrasi plus diskusi dan tugas. Pembelajaran yang dilakukan memanfaatkan alat peraga cinmenmo ( cincin untuk menentukan mean, median dan modus) dengan harapan memotivasi siswa untuk belajar sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Prestasi belajar siswa adalah nilai yang berupa angka yang diberikan oleh guru setelah siswa melaksanakan tugas yang diberikan. Dalam pembelajaran metode demonstrasi plus diskusi dan tugas terlihat semua kelompok aktif antusias untuk tampil dengan baik apalagi kelompok terbaik akan mendapat hadiah dari guru. Masing – masing kelompok berekspresi menampilkan yang terbaik. METODE Syah (2000) menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Metode demonstrasi adalah metode yang menunjukkan secara langsung cara melakukan sesuatu. Demonstrasi digunakan untuk mengkonkretkan suatu konsep, mengajarkan prosedur secara tepat dan menunjukkan kegunaan alat dan prosedur penggunaannya. Menurut Sudjana dalam Rahmawati tujuan dari demonstrasi adalah untuk memperagakan atau menunjukkan suatu ketrampilan yang akan dipelajari siswa. Metode demonstrasi plus diskusi dan tugas dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya, yaitu pertama guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi dan akhirnya memberi tugas. Menurut Santosa ( 2007 : 1.16 ), metode diskusi dalam proses mengajar dan belajar berarti metode mengemukakan pendapat dalam musyawarah untuk mufakat. Keunggulan metode diskusi adalah siswa berlatih kritis untuk mempertimbangkan pendapat temannya. Sedangkan kelemahannya yaitu siswa yang tidak aktif akan lepas tanggung jawab, membutuhkan waktu yang cukup banyak dan didominasi siswa yang pandai berbicara. Kegiatan proses belajar mengajar dengan tujuan menentukan mean, median dan modus data tunggal dengan metode demonstrasi puls diskusi dan tugas dilaksanakan pada hari kamis tanggal 17 oktober 2013 di SMP N 10 Sanggau. Sekolah ini terletak 16 km dari pusat kota Sanggau. Siswanya berasal dari desa – desa sekitarnya yaitu Entakai 1, Entakai 2, Tonye, Perigi dan Pana. Pembelajaran ini difokuskan pada siswa kelas IX SMP N 10 Sanggau yang berjumlah 34 anak, terdiri dari 18 putra dan 16 putri. Langkah – langkah Pembelajaran
173
Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti , dan kegiatan akhir. Media yang digunakan adalah Cinmenmo, dan LKS Kegiatan awal Dalam kegiatan awal apersepsi dilakukan dengan cara mengecek kehadiran siswa , penyampaian tujuan pembelajaran, mengingatkan siswa tentang materi prasyarat untuk menentukan mean, median,modus data tunggal dan memberi motivasi siswa. Contoh motivasi , guru : Jika siswa menguasai materi tentang mean atau rata – rata maka dapat menghitung nilai rata – rata dalam kehidupan sehari- hari misalnya rata-rata nilai rapot. Kegiatan Inti 1. Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 5 – 6 siswa. Kemudian membagikan Lembar Kerja yang telah dibuat oleh guru. 2. Sesuai dengan materi dan indikator guru menerapkan metode demonstrasi dan penggunaan alat peraga dalam menentukan mean, median dan modus data tunggal. Disini semua kelompok memperhatikan penjelasan dari guru. 3. Setelah guru selesai menjelaskan setiap kelompok berinteraksi dan berdiskusi menyelesaikan tugas dari guru yang berupa LKS 4. Menggunakan panduan LKS terlampir dan media cinmenmo, setiap kelompok presentasi untuk menentukan mean, median dan modus 5. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan terhadap keberhasilan siswa Kegiatan akhir 1. Guru dan siswa bersama-sama membuat rangkuman 2. Siswa diberikan soal evaluasi yang dikerjakan secara individu yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melaksanakan pembelajaran mata pelajaran matematika materi pokok Ukuran pemusatan data diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat terlihat dari hasil evaluasi siswa yang nilainya semuanya berada di atas nilai KKM 65. Tabel : Nilai Hasil Evaluasi kelas IX NO NAMA 1 Ariyanto 2 Ayu Ana Feli 3 Deni Setiawan 4 Donatus Jeni 5 Erlita 6 Eti 7 Furnia Reka 8 Hendrikus Erik 9 Jadim 10 Jefry 11 Jono 12 Julia Wati 13 Julita Wati 14 Kristina Meri 15 Kristopurus Wiro 16 Lorensius Heri 17 Magdalena Gefvi 18 Maria Kaca 19 Marsiana Sia 20 Martinus Peri 21 Mikael Ebit Baralian 22 Oktaviana Dewi 23 Robertus Codon
NILAI 90 90 80 100 90 90 90 100 70 90 90 90 90 70 70 90 90 90 100 100 100 100 90
174
kkm : 65 KETERANGAN TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Stanilaus Christo Teodesia Titin Yona Tasiana Osaka Yohanes Riki S Yuliana Delima Yulianus Lihin Yulianus Serian Paulina Verranuan Agnes Lusia Triska
90 90 100 100 100 100 100 100 80 100 80
TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS
Berdasarkan hasil nilai evaluasi maka dapat diartikan mengajar yang baik adalah: 1. Memotivasi siswa untuk belajar matematika dapat ditingkatkan dengan menggunakan alat peraga yang menarik dan menerapkan penggunaan metode demonstrasi. 2. Penguasaan materi pelajaran dapat lebih ditingkatkan melalui alat peraga yang mudah dipahami siswa, disini guru menggunakan cinmenmo 3. Perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dapat ditingkatkan dengan menciptakan komuikasi yang baik antara guru dengan siswa ataupun antara siswa dengan siswa melalui diskusi kelompok. Dalam pembelajaran matematika materi ukuran pemusatan data ini, alat peraga cinmenmo diciptakan oleh guru matematika kelas IX SMP N 10 Sanggau yaitu ibu Nining Wijiyanti degan tujuan ingin menciptakan pembelajaran bermakna, kreatif, inovatif dan berkarakter dengan tujuan siswa lebih mudah memahami materi. Cinmenmo dibuat dari pita yang dipotong kecil dan dibuat seperti cincin, dan dipasangkan dengan alat mistar cinmenmo yang dibuat dari pipa. Dimana hanya dengan menggunakan cinmenmo siswa dapat menentukan mean, median dan modus data tunggal secara langsung. Dimana penggunaan cinmenmo adalah sebagai berikut : Kesepakatan : cincin mewakili jumlah data tiap baris Menentukan mean atau rata-rata Langkah – langkah pembelajaran: a. Masukkan cincin pada mistar cinmenmo, sesuaikan dengan jumlah tiap barisnya b. Tulislah banyak baris yang diketahui c. Ambilah semua cincin dan hitunglah kemudian masukkan cincin sama rata sesuai banyak baris semula d. Hasil Pembagian jumlah cincin dengan banyak baris itulah rata-ratanya Menentukan Median atau nilai tengah Syarat : Data harus urut a. Masukkan cincin pada mistar cinmenmo, sesuaikan dengan jumlah tiap barisnya b. Tentukan jumlah barisnya kemudian carilah baris tengahnya dengan melihat keseimbangan baris kanan dan kirinya lalu ambillah cincinnya c. Banyak cincin pada baris tengah itulah mediannya Median terletak tepat di tengah-tengah jika banyak data ganjil Median adalah nilai rata-rata dari dua data tengah jika banyak data ganjil Menentukan Modus atau nilai yang sering muncul a. Masukkan cincin pada mistar cinmenmo, sesuaikan dengan jumlah tiap barisnya b. Banyak cincin yang sering keluar adalah modus Pada dasarnya semua metode yang digunakan selama proses pembelajaran memiliki keunggulan serta kelemahan. Menurut Heinich ( 1993:2.13), keunggulan dari metode demonstrasi adalah siswa dapat memahami bahan pelajaran sesuai dengan objek sebenarnya, dapat melakukan pekerjaan berdasarkan proses sistematik, dan dapat memahami cara penggunaan sesuai dengan prosedur. Sedangkan kelemahan metode demonstrasi adalah tergantung dengan alat bantu yang sebenarnya dan jika jumlah siswa banyak , maka demonstrasi tidak efektif.
175
PENUTUP Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran dapat ditarik kesimpulan bahwa metode demonstrasi plus diskusi dan tugas dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khusunya pada mata pelajaran matematika materi Ukuran Pemusatan Data Kelas IX. Metode Demonstrasi yang disertai alat peraga juga dapat memotivasi minat siswa untuk mengikuti pembelajaran dari awal sampai akhir. SARAN Untuk meningkatkan hasil prestasi belajar siswa materi ukuran pemusatan data diharapkan guru menggunakan metode demonstrasi dengan media cinmenmo DAFTAR PUSTAKA Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang ( UM PREES ) Dasna, I Wayan. 2013. Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ). Malang : Universitas Negeri Malang ( UM PREES ) Subanji, dkk. 2013. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Malang : Universitas Negeri Malang disponsori oleh PT PERTAMINA (Persero)
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA STANDAR KOMPETENSI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG DENGAN BAHAN AJAR MULTIMEDIA BERBASIS PMR DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD Supriono Santoso SMP Negeri 9 Tanjung Jabung Timur
[email protected] Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam standar kompetensi bangun ruang sisi lengkung dengan menggunakan multimedia berbasis Pembelajaran Matematika Relaistik (PMR) dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Student Teams Achievement Division) . Sekaligus mencari pengaruh penggunaan media dan model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa pada standar kompetensi tersebut. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri atas dua siklus. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan observasi terhadap aktivitas guru dan siswa pada pelaksanaan pembelajaran, soal kuis, soal tes ulangan harian, catatan lapangan dan dokumentasi. Hasil penelitian ini meunjukan bahwa Multimedia berbasis PMR dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada standar kompetensi Bangun Ruang Sisi Lengkung mampu meningkatkan aktifitas siswa hasil belajar siswa. Kata kunci : Aktivitas, hasil belajar, Multimedia, Pendidikan Matematika Realistik (PMR), kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi peserta belajar dengan pengajar dan atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan belajar tertentu. Menurut Oemar Halik (2005 : 57) Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya. Material, meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual dan komputer. Prosedur meliputi, jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan lain sebagainya.
176
Belajar matematika akan lebih efektif jika matematika itu menarik, menyenangkan menantang disamping dapat menumbuhkan rasa ingin tahu serta dapat memberikan ketrampilan untuk memecahkan masalah. Dalam pembelajaran hendaknya dapat menimbulkan rasa ingin tahu, disesuaikan dengan tingkat berfikir siswa dan dikaitkan kehidupan sehari-hari sehingga siswa menyadari kegunaan dari matematikaselain itu siswa diupayakan senantiasa merasa berhasil dalam belajar sehingga timbul sikap positif terhadap matematika itu sendiri. Guru juga hendaknya berupaya untuk menumbuhkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran karena tanpa adanya motivasi pembelajaran tidak akan berlangsung dengan baik. Adanya motivasi akan memberikan hasil yang baikdalam belajar. Motivasi siswa dalam pembelajaran dapat ditumbuhkan dengan senantiasa memberikan kegiatan yang menarik dan berguna bagi siswa, selalu memberikan pujian dan hadiah terhadap keberhasilan siswa, serta membuat siswa menyadari akan kegunaan matematika baik dalam pemecahan masalah matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari. (http://zenisetiawati.blogspot.com/2012/05/hakikat-belajaratematika.html). Menjadi sebuah keinginan yang ada dibenak sorang guru bahwa proses pembelajaran didalam kelas dapat melibatkan seluruh siswa, siswa dengan antusias dan termotivasi sehingga mereka belajar secara aktif dan menyenangkan. Aktif yang dimaksud bahwa dalam proses pembelajaran adalah tercipta suasana sedemikian rupa dimana siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan, sehingga belajar menjadi sebuah proses aktif dari siswa dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Kondisi tersebut sulit ditemukan pada proses pembelajaran di kelas IX b SMP Negeri 9 Tanjung Tabung Timur. Siswa kelas IX di SMP Negeri 9 Tanjung Jabung Timur dibagi atas tiga kelas yang homogen berdasarkan atas rata-rata nilai yang diperolehnya pada semester sebelumya, sehingga terdapat kelompok siswa cepat (IXa), sedang (IXb) dan kelompok siswa dalam kategori lambat (IXc). Proses pembelajaran dikelas IXb terlihat sangat kaku, dimana siswa hanya duduk dan mendengarkan apa yang disampaikan guru, jarang ditemukan siswa yang bertanya, bekerja sama, menjawab pertanyaan atau menggemukakan gagasannya meskipun guru sudah berusaha memberikan peluang kepada siswa untuk bertanya, menjawab dan menyampaikan gagasannya. Dengan kata lain aktivitas pembelajaran siswa di dalam kelas tersebut sangat rendah bahkan cenderung tidak ada meskipun guru telah berusaha menerapkan beberapa model pembelajaran kooperatif yang direkomendasikan untuk situasi tersebut terlebih dalam pembelajaran matematika, sehingga rata-rata nilai pada setiap ulangan harian siswa selalu rendah. Demikian juga dengan media yang selama ini digunakan siswa kurang dapat membantu dalam mempelajari matematika yang bersifat abstrak dan tidak terkait dengan objek yang ada dilingkungan siswa, sehingga siswa kurang tertarik untuk mengembangkan kemampuan, menerapkan pengetahuan, melatih dan memproses sendiri dalam memecahkan masalah matematika. Gambaran tersebut menunjukan bahwa proses pembelajaran di kelas IXb SMP Negeri 9 Tanjung Jabung Timur perlu diperbaiki guna meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam belajaran matematika. Upaya perbaikan proses pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan memilih model dan pendekatan pembelajaran yang tepat serta menggunakan media pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa. Pendekatan pembelajaran matematika realistik (PMR) berusaha menggeser paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa yang diharapkan membawa konsekuensi perubahan yang mendasar dalam proses pembelajaran didalam kelas. Siswa dipandang sebagai makhluk yang aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Untuk mendukung pembelajaran yang sesuai dengan perubahan dan tujuan pengajaran matematika tersebut diperlukan suatu pengembangan materi pembelajaran matematika yang difokuskan pada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari ( kontekstual ) dan disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa.Dalam konsep kontesktual guru diharapkan dapat menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan. Menurut Turmudi (2004) dalam Darsono (http://www. darson blogspot.com/2010/04/pmri-inovasi-pembelajaran...) pembelajaran matematika dengan
177
pendekatan matematika realistik sekurang-kurangnya telah mengubah minat siswa menjadi lebih positif dalam belajar matematika. Pandangan siswa terhadap matematika yang menakutkan dan membosankan berubah ke matematika yang menyenangkan sehingga keinginan untuk mempelajari matematika makin besar. Dengan adanya perubahan pandangan tersebut diharapkan siswa mulai menyenangi, tertarik dan termotivasi untuk belajar matematika sehingga tujuan pembelajaran matematika yaitu membekali peserta didik dengan kemapuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja samanya lebih tercapai. Dengan konsep ini diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kesiswa. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Student Teams Achievement Division (STAD) yang merupakan tipe pembelajaran kooperatif paling sederhana. Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dibagi atas kelompok heterogen yang terdiri dari 4 atau 5 orang. Siswa mendiskusikan bahan ajar dan mengerjakan soal-soal kuis secara individual. Guru membuat skor perkembangan tim dan individual jika perlu diberikan reward. STAD mengarahkan siswa belajar dengan cara mengkonstruksi berbagai pengetahuan yang diperoleh dari belajar sendiri dan sharing dengan teman sekelompoknya, sehingga dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika. Buku teks pelajaran atau catatan yang diberikan kepada siswa tentang rangkuman materi dan soal-soal objektif atau uraian singkat saja, kurang dapat membantu siswa dalam mempelajari matematika yang bersifat abstrak serta kurang menarik siswa untuk pemecahan masalah. Media pembelajaran berbasis multimedia memungkinkan membuat konkrit sebuah konsep yang abstrak, dan dapat menyajikan informasi secara konsisten dan dapat diulang sehingga dapat menyampaikan pesan-pesan atau materi pembelajaran kepada siswa dengan lebih menarik dan bermakna. Multimedia berbasis PMR menghubungkan antara pengetahuan yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Isi media pembelajaran disusun menggunakan objek yang ada dilingkungan siswa, permasalahan yang mudah dijumpai dan dibayangkan siswa. Demikian juga siswa diarahkan untuk dapat melihat objek nyata dalam proses pembelajaran baik berupa gambar yang ditunjukan dengan media pembelajaran atau menghadirkan wujud kebendaan yang sesuai dengan materi ajar secara langsung. Dengan demikian multimedia berbasis PMR membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan, menerapkan pengetahuan, melatih ketrampilan, dan memproses sendiri dalam memecahkan masalah matematika. Berdasarkan kenyataan di atas peneliti menemukan beberapa masalah antara lain : rendahnya aktivitas siswa dalam proses belajar, tidak aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Rendahnya hasil belajar matematika dan media yang selama ini dipakai kurang dapat membantu dalam mempelajari matematika yang bersifat abstrak dan tidak terkait dengan objek yang ada dilingkungan siswa sehingga siswa kurang tertarik untuk mengembangkan kemampuan, menerapkan pengetahuan, melatih dan memproses sendiri dalam pemecahan masalah. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk PTK dengan tujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika dengan menggunakan multimedia berbasis PMR melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi bangun ruang sisi lengkung. METODE Penalitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 9 Tanjung Jabung Timur kelas IXb dengan jumlah siswa 35 orang terdiri dari 13 siswa perempuan dan 22 orang siswa laki-laki. Standar kompetensi yang diajarkan pada saat itu adalah bangun ruang sisi lengkung. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Juni sampai dengan September 2012. Adapun penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus yang setiap siklusnya terdiri atas 3 kali pertemuan dan 1 kali ulangan harian, untuk siklus pertama 3 pertemuan pada luas permukaan bangun datar sisi lengkung dan 1 kali ulangan harian. Pada siklius kedua 3 kali pertemuan untuk volume bangun datar sisi lengkung dan 1 kali ulangan harian. Desain penelitian menggunakan model yang dikembangkan Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart, dengan beberapa siklus yang meliputi tahapan perencanaan (plan),
178
pelaksanaan (act), observasi (act), observasi (observe), dan refleksi (reflec) (dalam Ernawati, 2011 : 42). Pada tahap perencanaan, peneliti membuat rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian, yakni menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai materi yang diajarkan melalui pendekatan PMR dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, bahan ajar multimedia berbasis PMR, soal, kuis dan tes pada setiap siklus dan lembar observasi kegiatan pembelajaran. Instrumen tersebut disusun dan dikonsultasikan dengan teman sejawat guru matematika di SMP Negeri 9 Tanjung Jabung Timur. Pada tahap pelaksanaan tindakan, guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan multimedia berbasis PMR melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD seperti yang termuat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pelaksanaan pembelajaran bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan, sesuai dengan keadaan yang ada selama proses pelaksanaan. Observasi dilakukan oleh pengamat yang sudah paham mengenai PMR dan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pedoman observasi disusun berdasarkan karakteristik PMR dan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD. Observer mengamati dan mencatat segala sesuatu yang terjadi pada saat pembelajaran di kelas. Adapun aspek pengamatan penelitian ini menyangkut proses dalam kegiatan belajar terhadap guru dan siswa. Aspek pengamatan terhadap siswa menyangkut perhatian siswa terhadap penjelasan guru, kerjasama dalam kelompok, keaktifan siswa dalam melakukan percobaan, keaktifan siswa dalam penemuan dan eksplorasi konsep, keaktifan siswa dalam mengidentifikasi dan mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah, keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, keaktifan siswa dalam melakukan presentasi dan ketepatan dalam mengerjakan tugas serta nilai hasil belajar pada setiap akhir siklus. Aktivitas guru yang diamati melalui lembar observasi menyangkut persipan dan pelaksanaan pembelajaran secara utuh. Pada kegiatan pendahuluan antara lain menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, dan mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal siswa terkait dengan kegiatan apersepsi. Pada kegiatan inti aktivitas yang dilakukan guru diantaranya adalah : menyampaikan tugas kelompok, mengatur siswa dalam kelompok, membimbing siswa dalam mengerjakan tugas individu, mendorong siswa melakukan ketrampilan kooperatif, menjadi fasilitator, memberikan reward sebagai penguatan, dan memberikan tes utuk mengukur ketercapaian pembelajaran oleh siswa. Sedangkan pada akhir kegiatan akan diamati bagaimana guru membimbing siswa dalam membuat rangkuman dan pemberian tugas rumah, dimana suasana kelas yang diharapkan terjadi pada saat pembelajran berlangsung adalah : pembelajaran berpusat pada siswa dengan penuh antusias. Pada akhir setiap siklus dilakukan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan. Data yang diperoleh pada setiap observasi dianalisis berdasarkan masalah-masalah yang muncul, kekurangan, dan segala hal yang berkaitan dengan tindakan guru dan aktivitas siswa kemudian dilakukan refleksi. Hasil evaluasi ini merupakan acuan yang mendasar untuk menyusun tindakan pada siklus berikutnya. HASIL Proses Pembelajaran Siklus I Pada pertemuan I terdapat beberapa kelompok kurang memperhatikan pada saat guru memberikan instruksi pengerjaan soal. Beberapa kelompok kurang cermat dalam memahami soal sehingga mereka terlihat kesulitan dalam mengerjakan tugas. Beberapa anak terlalu sering bertanya pada teman atau guru padahal apa yang mereka tanyakan sudah tertuang dalam instruksi bahan ajar. Bahkan ada satu kelompok yang mencontek pekerjaan kelompok lain. Pada saat kelompok lain mempresentasikan jawaban hasil diskusinya, masih banyak siswa yang tidak memperhatikan dan bergurau sendiri. Pada saat tugas mandiri masih terdapat beberapa siswa yang kesulitan dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaanya, bahkan masih terdapat beberapa siswa yang mencontek pekerjaan siswa lain. Untuk mengatasi agar hambatanhambatan ini tidak terulang lagi, pada pertemuan II nanti, siswa diminta untuk lebih mandiri bersama teman kelompok dalam mengerjakan latihan, dan lebih serius dalam mengikuti pembelajaran. Pada pertemuan kedua semua kelompok memperhatikan pada saat guru memberikan instruksi pengerjaan soal. Rata-rata kelompok dapat menyesaikan tugas yang diberikan
179
meskipun kurang tepat. Beberapa anak masih sering bertanya pada teman atau guru padahal apa yang mereka tanyakan sudah tertuang dalam instruksi bahan ajar. Masih ada kelompok yang mencontek pekerjaan kelompok lain. Pada saat kelompok lain mempresentasikan jawaban hasil diskusinya, masih ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan dan bergurau sendiri. Pada saat tugas mandiri masih terdapat beberapa siswa yang kesulitan dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaanya, dan masih terdapat beberapa siswa yang mencotek pekerjaan siswa lain. Untuk mengatasi agar hambatan-hambatan ini tidak terulang lagi, pada pertemuan III nanti, siswa diminta untuk lebih mandiri bersama teman kelompok dalam mengerjakan latihan, dan lebih serius dalam mengikuti pembelajaran. Siswa diberikan instruksi untuk tidak menayakan hal-hal yang sudah dijelaskan dalam media pembelajaran dan siswa dilarang keras mencontek pada saat tugas individu. Pertemuan ketiga semua kelompok memperhatikan pada saat guru memberikan instruksi pengerjaan soal. Semua kelompok dapat menyesaikan tugas yang diberikan meskipun ada yang kurang tepat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa mulai mengarah pada subtansi materi yang memang belum terinformasikan dan belum mereka ketahui. Diskusi dalam kelompok mulai efektif dan tidak terlihat siswa yang berusaha untuk mencotek pekerjaan kelompok lain. Pada saat kelompok lain mempresentasikan jawaban hasil diskusinya, siswa memperhatikan dengan baik. Pada saat tugas mandiri masih terdapat beberapa siswa yang kesulitan dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya, dan masih terdapat 1 orang siswa yang mencotek pekerjaan siswa lain. Untuk mengatasi agar hambatan-hambatan ini tidak terulang lagi, pada pertemuan berikutnya, siswa diminta untuk lebih mandiri bersama teman kelompok dalam mengerjakan latihan, dan lebih serius dalam mengikuti pembelajaran. Siswa diberikan instruksi untuk tidak menayakan hal-hal yang sudah dijelaskan dalam media pembelajaran dan siswa dilarang keras dengan diberi sanksi jika mencontek pada saat tugas individu. Pertemuan keempat mengakhiri siklus pertama. Pada pertemuan ini dilakukan ulangan harian yang berlangsung dengan tertib. Tidak terlihat siswa yang berusaha untuk melihat catatan atau melihat pekerjaan teman yang lain. Hanya ada beberapa orang siswa yang bergerak dari tempat duduknya semula untuk meminjam peralatan tulis dan penghapus pena kepada teman yang lain. Ulangan harian berjalan sesuai dengan waktu yang ditentukan yaitu 1 jam pembelajaran atau sekitar 40 menit. Dari hasil ulangan harian diperoleh rata-rata 70,9. Pada soal luas permukaan tabung tercapai ketuntasan 77,71%, soal luas permukaan kerucut 63,8% dan untuk soal luas permukaan bola mencapai 71,09%. Persentase ketuntasan menunjukan bahwa 85,71% siswa tuntas dalam ulangan harian dan terdapat 5 orang siswa yang tidak tuntas. Hasil observasi terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran guru menunjukan bahwa dari 11 indikator yang menjadi pengamatan observer pada ketiga pertemuan didapat rata-rata guru melaksanakan 67,73% dari skenario pembelajaranya. Artinya masih perlu ditingkatkan pada siklus II sehingga pembelajaran lebih terarah untuk mencapai hasil yang maksimal. Sementara observasi di dalam kelas pada siklus I untuk 3 pertemuan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa, 67,63% siswa antusias terhadap penjelasan guru, 54,26% siswa melakukan kerjasama dalam kelompok, 52,36% siswa aktif dalam melakukan percobaan, 51,43% siswa aktif dalam penemuan konsep, 47,63% siswa aktif dalam mengeksplorasi konsep, 44,8% siswa aktif dalam mengidentifikasi konsep, 58,06% siswa aktif mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah, 58,06% mau mengajukan pertanyaan, 43,83% mampu menjawab pertanyaan, hanya 6,6% siswa mau melakukan presentasi dan 65,73% siswa tepat dalam mengerjakan tugas. Perlu diberikan arahan kepada siswa agar dapat melakukan proses pembelajaran dengan lebih aktif, Guru perlu melakukan pengelolaan kelas yang lebih baik, dan bahan ajar multimedia berbasis PMR dibuat lebih menarik agar proses pembelajaran di dalam kelas lebih memotivasi siswa untuk aktif. Proses Pembelajaran Siklus II Pertemuan pertama hanpir semua kelompok telah memperhatikan pada saat guru memberikan materi dan instruksi pengerjaan soal. Soal yang mereka selesaikan sudah cukup baik dan mereka tidak terlihat terlalu kesulitan dalam mengerjakan tugas. Pertanyaanpertanyaan yang dilontarkan siswa baik kepada teman ataupun gurunya sudah mengarah kepada subtansi pelajaran yang tidak terinformasikan secara lengkap, hanya saja pada saat kelompok mempresentasikan jawaban hasil diskusinya, masih ada siswa yang tidak memperhatikan dan
180
bergurau sendiri. Pada saat tugas mandiri masih terdapat beberapa siswa yang kesulitan dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaanya, masih ada beberapa siswa yang berusaha mencotek pekerjaan siswa lain. Untuk mengatasi agar hambatan-hambatan ini tidak terulang lagi, pada pertemuan II nanti, siswa diminta untuk lebih mandiri bersama teman kelompok dalam mengerjakan latihan, dan lebih serius dalam mengikuti pembelajaran. Pertemuan kedua semua siswa dalam kelompok memperhatikan pada saat guru memberikan materi dan memberikan instruksi pengerjaan soal. Rata-rata kelompok dapat menyesaikan tugas yang diberikan meskipun kurang tepat. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan siswa sudah baik dan mengarah pada materi yang belum jelas diberikan. Tidak tampak lagi siswa yang berusaha mencontek pekerjaan kelompok lain. Pada saat kelompok lain mempresentasikan jawaban hasil diskusinya, hampir semua siswa aktif memperhatikan, bahkan ada beberapa siswa yang bertanya dan merespon jawaban kelompok lain. Dalam mengerjakan tugas individu masih terdapat beberapa siswa yang berusaha melihat pekerjaan teman yang lain. Untuk mengatasi agar hambatan-hambatan ini tidak terulang lagi, pada pertemuan III nanti, siswa diminta untuk lebih mandiri bersama teman kelompok dalam mengerjakan latihan, dan lebih serius dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang masih mencontek pada saat tes individu dipisahkan tempat duduknya sehingga tidak mencontek lagi. Pada pertemuan ketiga semua kelompok memperhatikan pada saat guru menjelaskan atau memberikan materi dan instruksi pengerjaan soal. Semua kelompok dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa sudah mengarah pada subtansi materi yang memang belum terinformasikan dan belum mereka ketahui. Diskusi dalam kelompok mulai efektif dan tidak terlihat siswa yang berusaha untuk mencotek pekerjaan kelompok lain. Pada saat kelompok lain mempresentasikan jawaban hasil diskusinya, siswa memperhatikan dengan baik. Pada saat tugas mandiri masih tidak lagi terdapat siswa yang mencontek meskipun beberapa diantara mereka tampak masih kesulitan. Ulangan harian dilakukan pada pertemuan keempat sebagai akhir siklus kedua. Ulangan berlangsung dengan tertib, tidak terlihat siswa yang berusaha untuk melihat catatan atau melihat pekerjaan teman yang lain. Hanya ada beberapa orang siswa yang bergerak dari tempat duduknya semula untuk meminjam peralatan tulis dan penghapus pena kepada teman yang lain. Ulangan harian berjalan sesuai dengan waktu yang ditentukan yaitu 1 jam pembelajaran atau sekitar 40 menit. Dari hasil ulangan harian diperoleh rata-rata 75,37. Pada soal volume tabung tercapai ketuntasan 98,48%, soal volume kerucut 71,43% dan untuk soal volume bola mencapai 72,97%. Persentase ketuntasan menunjukan bahwa 94,29% siswa tuntas dalam ulangan harian dan terdapat 2 orang siswa yang tidak tuntas. Hasil observasi terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran oleh guru, menunjukan bahwa dari 11 indikator yang menjadi pengamatan observer pada ketiga pertemuan didapat rata-rata guru melaksanakan 72,96% dari skenario pembelajaranya. sementara hasil observasi di dalam kelas pada siklus II untuk 3 pertemuan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa, 71,4% siswa antusias terhadap penjelasan guru, 61,9% siswa melakukan kerjasama dalam kelompok, 54,2% siswa aktif dalam melakukan percobaan, 57,3% siswa aktif dalam penemuan konsep, 54,2% siswa aktif dalam mengeksplorasi konsep, 49,5% siswa aktif dalam mengidentifikasi konsep, 59,3% siswa aktif mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah, 61,9% mau mengajukan pertanyaan, 46,7% mampu menjawab pertanyaan, hanya 28,5% siswa mau melakukan presentasi dan 66,6% siswa tepat dalam mengerjakan tugas. PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan Multimedia Berbasis PMR Pada Model Kooperatif Tipe STAD Dari table berikut dapat dilihat pelaksanaan pembelajaran oleh guru yang menunjukan persentase ketercapaian skenario pembelajaran dengan menggunakan multimedia berbasis PMR dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
181
Table. 1 Persentase Pelaksanaan RPP oleh Guru PERTEMUAN SIKLUS RATA-RATA I II III I 64,2% 68,4% 70,5% 67,73% II 70,5% 73,4% 74,7% 72,96% Berdasarkan tebel diatas terdapat peningkatan aktivitas guru baik untuk setiap pertemuan. Untuk rata-rata aktivitas guru pada siklus I dan siklus II juga terjadi Peningkatan dari 61,73% menjadi 72,96%, yang artinya guru telah dapat melaksanakan pembelajaran dengan multimedia berbasis PMR pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan baik sesuai dengan kriteria keberhasilan yang disetandarkan berarti guru berhasil melakukan proses pembelajaran. 2. Perkembangan Aktivitas Belajar Siswa Rekapitulasi persentase observasi terhadap siswa untuk setiap pertemuan dan setiap siklus terlihat bahwa : 1. Perhatian siswa terhadap aktivitas guru meningkat dari 67,63 % siswa sampai 71,4%. 2. Kerjasama dalam kelompok meningkat dari 54,27% sampai 67,63%. 3. Keaktifan dalam melakukan percobaan meningkat 52,37% sampai 64,77%. 4. Keaktifan dalam menemukan konsep meningkat 51,43% sampai 64,77%. 5. Keaktifan dalam mengeksplorasi konsep meningkat 47,63% sampai 65,73%. 6. Keaktifan dalam mengidentifikasi konsep meningkat 44,8% sampai 65,73%. 7. Keaktifan siswa mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah meningkat 58,07% sampai 67,63%. 8. Mengajukan pertanyaan meningkat 58,07% sampai 66,67%. 9. Menjawab pertanyaan meningkat dari 43,83 sampai 65,73%. 10. Melakukan presentasi meningkat dari 16,17% sampai 46,67%. 11. Ketepatan dalam mengerjakan tugas meningkat dari 65,73% menjadi 68,57%. Berdasarkan kriteria keberhasilan yang dipersyaratkan bahwa penelitian tindakan kelas berhasil jika aktivitas siswa meningkat untuk setiap indikator mencapai 65%. Maka dapat dilihat bahwa keaktivan siswa dalam melakukan presentasi (46,67%), keaktifan siswa dalam melakukan percobaan dan keaktivan siswa dalam menemukan konsep (64,77%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa multimedia berbasis PMR pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam penemuan konsep, percobaan ataupun presentasi. Model pembelajaran dan bahan ajar tersebut hanya mampu untuk meningkatkan 8 indikator keaktifan yang lain. 3. Nilai Hasil Belajar Siswa Ulangan harian dilakukan pada akhir siklus I dan akhir siklus II. Hasil ulangan harian siklus I terdapat 3 orang siswa tidak tuntas dan pada siklus II terdapat 2 orang siswa tidak tuntas. Sementara rata-rata nilai pada siklus I 70,9 dengan 85,71% siswa tuntas, pada siklus II nilai rata-rata 75,37 dengan 94,29% siswa tuntas. Sesuai kriteria keberhasilan yang dipersyaratkan bahwa jika lebih dari 70% siswa diatas KKM (65) maka pembelajaran dianggap berhasil. Jadi multimedia berbasis PMR pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung. 4. Pengaruh Multimedia Berbasis PMR dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Siswa Untuk melihat adanya pengaruh multimedia berbasis PMR dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung baik pada siklus I ataupun pada siklus II. Terlebih dahulu dilakukan tabulasi rata-rata aktivitas siswa setiap siklus sebagai variabel X dan nilai hasil belajar siswa sebagai variabel Y kemudian diolah dengan bantuan program SPSS For Windows versi 17. Dari output Regresion pada menu summary untuk siklus I dapat dilihat sebagai berikut: Terlihat bahwa nilai r = 0,490 dengan r2 = 0,244 significansi alat uji 0,091a. Angka 0,091a menunjukan bahwa signifikansi alat uji diterima semetara angka r 0,490 menunjukan terdapat korelasi lemah karena ≤ 0,5. Angka r square 0.244 menunjukan bahwa 24,4% nilai
182
siswa pada ulangan harian siklus I dipengaruhi oleh multimedia berbasis PMR pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dari output Regresion pada menu summary untuk siklus II dapat dilihat sebagai bahwa nilai r = 0,623 dengan r2 = 0,390 significansi alat uji 0,098a. Angka 0,098a menunjukan bahwa signifikansi alat uji diterima semetara angka r 0,623 menunjukan terdapat korelasi baik karena r≥ 0,5. Angka r square 0.390 menunjukan bahwa 39,0% nilai siswa pada ulangan harian siklus I dipengaruhi oleh multimedia berbasis PMR pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. PENUTUP Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembelajaran dengan mengggunakan multimedia berbasis PMR pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung adalah : 1. Terjadi peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan skenario pembelajaran secara lengkap dan menyeluruh. 2. Multimedia berbasis PMR dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar untuk semua indikator kecuali, untuk keaktifan siswa dalam melakukan percobaan dan penemuan konsep serta dalam melakukan presentasi. 3. Multimedia berbasis PMR dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung. Saran Dari hasil penelitian dan pengamatan selama pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan multimedia berbasis PMR dan model kooperatif tipe STAD disarankan : 1. Guru lebih mengoptimalkan persiapan dan pelaksanaan skenario pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai. 2. Guru lebih memotifasi siswa untuk melakukan percobaan, menemukan konsep, serta melakukan presentasi. 3. Perlu dicari faktor-faktor yang menyebabkan siswa kurang aktif dalam melakukan percobaan, penemuan konsep serta melakukan presentasi. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, 2006. Manajemen Penelitian, Rineka Cipta. Bandung. Arikunto, 2006. Metode Penelitian, Rineka Cipta. Bandung. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Darsono. PMRI (Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia) Suatu Inovasi dalam Pendidikan Matematika di Indonesia.http://www. darson blogspot.com/2010/04/pmriinovasi-pembelajaran. Diakses pada Minggu 15 Juli 2012. Erna Maya, 2012, Indikator Keaktifan Belajar Siswa .(http://m4ya5a.blogspot.com/2012/05/ hakikat-keaktifan-belajar.html).Diakses pada Minggu, 25 Maret 2012. Hamalik, Oemar. 2005, Kurikulum dan Pembelajaran. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Ibrahim, Muslimin. et. Al, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Massofa, “Aspek Penilaian Hasil Belajar dalam KTSP’’http//:massofa.wordpress.com 2008/08/04/aspek-penilaian-dalam-ktsp-bag-1-aspeg-kognitif. (diakses pada 2010/11/15) Muhadi, “Penerapan Model Pembelajaran Van Hilee dalam Membantu Siswa Memahami Konsep Geometri”. http//:www.lppm.ut.ac.id 2010/01/15/pemahaman-konsepgeometri.
183
Nuryani,
2003. Fungsi Media Pembelajaran dalam Matematika.http://rikopirmansah.blogspot.com/2010/03/fungsi-media-dalam-embelajaran.html. Diakses Pada, 10/7/2012.
Riyanto, Yatim, 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Prenada Media Group. Jakarta. Suryosubroto, 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta. Syaiful Bahri Djamara dan Aswan Zain, 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rev.ed. Rineka Cipta. Jakarta Uno, Hamzah, B. 2007. Model Pembelajaran ( Menciptakan Proses belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif). Bumi Aksara. Jakarta . Widyantini, 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP. PPPPTK, Yogyakarta. Yeni Setio Wati, Hakikat Pembelajaran Matematika. http:// zenisetiawati.blogspot.com/ 2012/05/hakikat-belajar- tematika.html). Diakses pada hari kamis 24 Mei 2012.
PENGGUNAAN LIDI DALAM OPERASI PERKALIAN PADA SISWA KELAS II SDK BUKIT MORIA TULE Elvis Buntaa Guru di SDK Bukit Moria Tule Abstrak: Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Rendahnya minat belajar siswa terhadap pelajaran matematika dikarenakan matematika identik dengan matapelajaran yang kaku, sulit dan kurang menyenangkan, dan membosankan. Upaya dalam membantu siswa untuk mempermudah menghitung perkalian dapat juga dilakukan dengan menggunakan benda kongkrit. Penggunaan media benda kongkrit lidi pada operasi perkalian membuat siswa terlibat aktif bahkan kreatif sehingga dapat melakukan operasi perkalian. Kata kunci:
media kongkrit, hasil belajar, perkalian lidi
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah media mengajar dan metode pengajaran. Kedua aspek ini sangat berkaitan. Pemilihan salah satu media mengajar tentu akan mempengaruhi juga jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan dikuasai siswa setelah pembelajaran yang berlangsung dan kontak pembelajaran, termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Media diartikan sebagai alat yang dapat dilihat dan didengar. Alat-alat ini dipakai dalam pengajaran dengan maksud untuk membuat cara berkomunikasi lebih efektif dan efisien. Dengan menggunakan alat-alat ini, guru dan siswa dapat berkomunikasi lebih mantap, hidup dan interaksinya bersifat banyak arah. Selanjutnya ia mengatakan bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang 184
maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut dengan media benda asli. Pembelajaran yang efektifmemerlukanperencanaan yang baik.Media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran juga memerlukan perencanaan yang baik. Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seorang guru memilih salah satu media dalam kegiatannya di kelas, seringkali didasarkan atas pertimbangan, antara lain: (1) Merasa akrab dengan media tersebut; (2) Ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkrit; (3) Media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian siswa serta menuntunnya pada penyajian yang lebih terstruktur dan terorganisasi. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan-bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara kerumitan bahan yang akan disampaikan dengan bantuan media. Penggunaan media benda asli dalam pembelajaran memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif, karena dapat mendorong motivasi dan meningkatkan hasil prestasi belajar siswa. Setiap proses pembelajaran dilandasi dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode, media, alat, serta evaluasi. Dalam pencapaian tujuan, peranan media pembelajaran merupakan bagian terpenting pembelajaran yang dapat membantu siswa lebih mudah untuk memahami materi. Dalam proses belajar mengajar media benda asli atau nyata dipergunakan dengan tujuan membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien. Selama ini peserta didik hanya menghafalkan informasi atau materi yang disampaikanoleh guru. Jika ini terjadi maka yang hanya dilakukan dalam pembelajaran operasi perkalian adalah hafalan dan operasi perkalian bersusun. Adapun pembelajaran materi perkalian yang sering diajarkan oleh guru-guru di SDK Bukit Moria Tule adalah dengan menggunakan cara sebagai berikut : Selesaikan perkalian berikut ini. 1. 3 x 2 = …… 2. 4 x 3 = …… 3. 5 x 4 = …… 4. 6 x 5 = …… 5. 7 x 6 = …… Atau sering juga guru mengajarkan perkalian dengan menggunakan cara bersusun jika operasi perkalian itu sudah bilangan satuan danbilangan puluhan, seperti contoh :
185
1. 23 2x ....... 2. 28 4x ……
3. 33 3x …… 4. 14 4x …… 5. 25 2x
186
Menurut Piaget terdapat 4 tahapan perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis, yaitu : tahap sensori motor dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun, tahap praoperasi, dari umur 2-7 tahun, dan tahap operasi kongkrit, dari umur 7-11 tahun, dan tahap operasi formal, dari 11 tahun ke atas. Berdasarkan tahap perkembangan kognitif diatas, anakusia SD berada pada tahap operasi kongkrit. Pada tahap ini anak akan lebih mudah memulai operasi logis dengan bantuan benda-benda kongkrit. Oleh karena itu penulis terinspirasi dengan buku Matematika Kreatif (Subanji, dkk 2009) yang membahas segala upaya untuk membantu guru dalam mempermudah mengajarkan menghitung perkalian. Dengan alas an ini penulis mengambil teknik perkalian garis yang di kongkritkan dengan menggunakan media lidi atau pun bendah lurus yang ada disekitar lingkungan sekolah. Secara umum, perkalian dua bilangan m dan n, di tulis dengan m x n merupakan penjumlahan bilangan n sebanyak m kali atau biasa ditulis: m x n = n + n + n + …. + n
sebanyak m Bagaimana hubungan perkalian garis dan konsep perkalian yang dikongkritkan dengan menggunakan media benda asli (lidi)? Perkalian dengan garis pada dasarnya merupakan perwujudan dari konsep perkalian. Hal inibisa dijelaskan seperti berikut. Pada perkalian 2 x 1, bilangan 2 direpresentasikan dengan 2 garis (2 lidi) tegak dan bilangan 1 direpresentasikan dengan 1 garis (1 lidi) mendatar.
(1 lidi) (2lidi)
Hasil perkalian 2 x 1 adalah banyaknya titik perpotongan antara garis tegak (lidi tegak) dan garis mendatar (lidi mendatar). Jumlah titik potongnya 2
Atau dengan menjumlahkan
1sebanyak 2 kali atau Ditulis :1 + 1 1 1 187
Hasil kali : 2 x 1 = 1 + 1 = 2 Dengan cara sama seperti contoh di atas, pada perkalian 5 x 3, bilangan 5 di representasikan dengan 5 garis (5 lidi) tegak dan bilangan 3 direpresentasikan dengan 3garis (3 lidi) mendatar.
(3 lidi) (5 lidi) Hasil perkalian 5 x 3 adalah banyaknya titik perpotongan antara garis tegak (lidi tegak) dan garis mendatar (lidi mendatar)
Jumlah titik potongnya15 Bisa diperoleh dari 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 15 3
3
3
3
3
Hasil kali : 5 x 3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 15 Langkah- Langkah Pembelajaran Guru membuka pelajaran diawali dengan sapaan dan santunan kepada siswa, kemudian menunjuk salah satu siswa untuk membuka kegiatan pembelajaran dengan menyanyi dan berdoa. Guru mengabsensi kehadiran siswa, ternyata dihari itu semua siswa hadir. Guru melanjutkan kegiatan dengan bertanya kepada siswa tentang apa yang telah dipesan pada beberapa waktu yang lalu, yaitu membawa beberapa ujung lidi yang akan dipakai dalam proses pembelajaran “adik-adik apakah semuanya membawa lidi”, jawab siswa, “ ya.. pak guru”. Dari keadaan inilah guru melihat bahwa siswa ternyata senang belajar. Kemudian guru mulai menjelaskan kegunaan dari lidi yang di bawah oleh siswa, selain di gunakan untuk mennyapu halaman atau pun membersikan rumah, lidi juga dapat di gunakan untuk menghitung operasi perkalian. Setelah guru menyampaikan hal tersebut siswa merasa penasaran, dan rasa ingin tahunya sangat besar karena yang siswa tahu lidi itu hanya untuk menyapu bukan untuk operasi perkalian. Selanjutnya guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 2-3 orang secara heterogen. Siswa lansung merespon kepada guru bahwa kelas mereka sudah ada kelompok yang dibagi oleh wali kelas mereka. Dengan demikian guru lansung memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengatur tempat duduk mereka berdasarkan kelompok yang sudah ada. Setelah semua siswa sudah duduk dalam 188
kelompoknya masing-masing guru menyampaikan materi yang akan dipelajari yaitu, perkalian dengan menggunakan lidi. Upaya untuk membantu mempermudah menghitung perkalian sudah banyak dilakukan, antara lain dengan menggunakan jari tangan, menggunakan garis sejajar, menggunakan papan napier, (Subanji, dkk. 2009). Dalam hal ini penulis mengambil perkalian garis yang dikongkritkan dengan menggunakan lidi, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Dalam pembelajaran saat ini guru memberikan perkalian dua bilangan satuan. Contoh : 1. Tetukan hasil kali dari 4 x 6 = ……… Guru menyuruh kepada siswa untuk mengambil 5 ujung lidi yang ukuranya sudah ditentukan kira-kira panjangnya 25 cm dan diletakkan diatas meja seperti pada gambar berikut:
Gambar : Pelaksaaan praktik perkalian dengaan menggunakan lidi
Kemudian guru memerintahkan kepada siswa untuk menghitung jumlah titik potongnya yang ada pada lidi tersebut. Langsung dengan pertanyaan : Jadi hasil kali dari : 4 x 6 = …. Siswa secara bersamaan menghitung dan kemudian menjawab “delapan belas” pak guru .Kemudian pak guru melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya. 2. Tentukan hasil kali dari 3 x 4 = …… Di bawah ini adalah gambar hasil kerja dari siswa pada saat melakukan praktek perkalian dengan menggunakan media lidi.
Gambar : Pelaksanaan praktik perkalian garis dengan menggunakan lidi 189
Setelah guru sudah memberikan beberapa contoh penggunaan media perkalian dengan menggunakan lidi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian tugas dalam bentuk lembar kerja kelompok yang sudah disiapkan guru. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa dari masing-masing kelompok sangat semangat dan antusias mengerjakan soal-soal yang ada pada lembar kerja kelompok. Dengan demikian siswa sangat termotivasi dan terfokus pada pembelajaran. Pelaksanaan diskusi kelompok dilaksanakan selama 20 menit. Salah satu kelompok di tunjuk untuk mempresentasikan kerja kelompok mereka di depan kelas, kelompok lain menanggapi apa yang dipresentasikan oleh kelompok tersebut. Guru memberikan penguatan tentang pelajaran yang baru dilaksanakan dan meluruskan segala kesalapahaman dari jawaban yang dikerjakan oleh siswa dalam kelompoknya masingmasing. Di bawah ini adalah lembar kerja kelompok yang telah dikerjakan siswa !
190
Prestasi belajar dikatakan berhasil apabila siswa secara individual telah memperolah nilai 70 atau lebih, dan secara klasikal dikatakan tuntas belajar jika lebih dari 85 % siswa mendapat nilai diatas 70. Pada akhir pelajaran siswa dan guru melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari. Untuk mengetahui pemahaman siswa secara individu, guru memberikan evaluasi. Soal yang diberikan guru berjumlah 5 nomor. Dari evaluasi tersebut hasil yang didapat dari siswa sangatmemuaskan. Ternyata dari 11 siswa 10 siswa mendapat nilai 100 dan 1 siswa mendapat nilai 80. Guru menjelaskan kepada siswa bahwa mamfaat dari operasi perkalian ini selain perkalian ada juga penjumlahan. Kemudian guru bertanya kepada siswa apakah siswa masih suka belajar perkalian seperti ini, jawab siswa“ suka pak guru”. Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa. PENUTUP Guru dituntut untuk dapat membelajarkan konsep matematika yang abstrak kepada siswa Sekolah Dasar khususnya kelas II yang masih dalam berpikir kongkrit. Oleh karena itu diharapkan guru dapat menciptakan pembelajaran yang kreatif, didukung dengan penggunaan media yang sesuai untuk membangkitkan ide-ide matematika siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran bermakna, tidak mebosankan dan memperoleh hasil yang maksimal. Penggunaan lidi dalam operasi perkalian pada pembelajaran matematika dan dilengkapi dengan lembar kegiatan siswa dapat memfasilitasi siswa berpikir lebih tinggi dan aktif dalam proses pembelajaran. Kemampuan inilah dituntut kepada seorang guru untuk membuat suatu iklim dimana siswa mau berpikir dengan cara baru dan mengkomunikasikan apa yang dihasilkan adalah kunci sukses suatu pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Subanji, dkk. 2009. Matematika Kreatif. Malang: UM PRESS.
ALTERNATIF PENYELESAIAN PERSAMAN GARIS LURUS Abdul Roni SMP N 42 Muaro Jambi, Kab: Muaro Jambi- Propinsi Jambi Abstrak : Pembelajaran matematika pada materi pembelajaran persamaan garis lurus memberikan peluang kepada guru untuk melakukan pembelajaran yang mendominasi (terfokus) pada informasi-informasi yang diberikan guru, karena materi ini memberikan kesan sulit untuk memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa. Keadan ini menyebabkan penyelesaian soal persamaan garis lurus yang tertutup (closed-problem) dan sedikit memungkinkan nya terbuka (Open – Ended- Problem). Alternatif penyelesaian soal persamaan garis lurus meliputi: Membuat grafik persamaan garis lurus, Menentukan persamaan garis melalui grafik, Menentukan persamaan garis jika melalui sebuah titik dan sejajar ataupun tegak lurus dengan garis ax + by = c. Kata Kunci : Gradien, Persamaan Garis Lurus
Pendidikan saat ini menjadi perhatian dari pemerintah, ini terbukti dari di gulirkan nya angaran 20% dari dana APBN, harapan nya , dana yang besar ini dapat memacu peningkatan mutu pendidikan. Masalah mutu pendidikan menjadi bermakna disaat masyarakat bersatu padu membangun negeri ini melalui pendidikan. Berbicara 191
masalah kemajuan diberbagai bidang sektor, baik ekonomi, politik, teknologi, sosial, budaya dan lain sebagainya tidak lepas dari peran serta pendidikan. Paradigma pendidikan yang dirasa perlu dilakukan perubahan memang harus dilakukan. Objek utama dari perubahan paradigma pendidikan adalah guru. Oleh sebab itu pemerintah mempunyai perhatian khusus terhadap guru yaitu diberlakukan nya sertiffikasi guru bagi yang telah memenuhi persyaratan. Kebijakan ini digulirkan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang selama ini masih dirasakan perlu untuk di tingkatkan. Indikator keberhasilan peningkatan mutu pendidikan tidak dapat hanya di ukur dari prestasi akademik semata, namun perlu juga adanya karakter yang mulia tertanam dalam jiwa siswa. Oleh karena nya penanaman konsep khususunya di pendidikan dasar perlu diperhatikan secara serius terutama bagi guru-guru SDdan SMP. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di SMP yang memberikan tuntutan kepada siswa untuk berpikir kritis dan logis. Tentunya, menanamkan konsep matematika SMP bagi guru harus berhati-hati, jangan sampai slah konsep (miskonsepsi). Pembelajaran matematika dengan pendekatan guru tidak perlu dominan lagi mengingat bahwa konsep yang di tanamkan kepada siswa harus menjadi pengalaman yang melekat lama dalam benak siswa, artinya pendekatan terhadap siswa sangat di perlukan dalam membangun kosep matematika untuk pendidikan saat ini. Ini menunjukkan bahwa dalam pengajaran konsep matematika, siswa harus dilibatkan di dalam nya. Selain itu, sedapat mungkin pembelajaran matematika dalam pemecahan masalah (soal-soal) menghindari penyelesaian tertutup. Artinya, penyelesaian soal-soal matematika tidak hanya memiliki tunggal cara penyelesaian saja, tetapi memiliki beragam penyelesaian namun tetap satu solusi. Dengan demikian pengajaran matematika membuka peluang kepada siswa untuk berpikir kritis dan logis sehingga pengajaran matematika menjadi pengajaran yang berkna. Nurhakiki (2013) mengatakan, dari hasil pengamatan terhadap beberapa guru, masih jarang guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab dengan cara yang berbeda, kebayakan dari siswa menjawab soal sesuai dengan apa yang diajarkan oleh gurunya. Ini menunjukkan bahwa guru kurang memahamin sepenuh nhya konsep-konsep matematika yang menganggap bahwa matematika hanya mempunyai satu cara dan satu jawaban yang tunggal. Geometri merupakan cabang dari matematika yang perlu di ajarakan kepada siswa SMP, karena geometri telah menjadi alat untuk mengajarakan siswa berpikir. Kohn (2003:1) mengatakan,”…Prasyarat untuk memahami geometri meliputi kemampuan mengoperasikan aritmatika dasar dan perhitungan aljabar sederhana…”. Namun untuk siswa SMP pelajaran geometri masih sederhana namun demikian, siswa mempunyai kesan yang sulit unruk mempelajari nya (pengalaman penulis) terutama pada materi persamaan garis lurus. Secara umum, pokok pembahasan persamaan garis lurus memberikan kesan yang sulit bagi siswa maupun guru dalam mengajarkan nya. Memang tidak bisa dipungkiri, pembelajaran persamaan garis lurus tidak banyak dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari, ditambah lagi istilah-istilah yang ada di dalam nya sangat jarang siswa dengar. Guru dalam mengajarkan persamaan garis lurus cenderung untuk melakukan pendekatan terhadap guru. Tindakan ini memberikan peluang bahwa masalah (soal-soal) matematika mempunyai cara penyelesaian tunggal (closed-problems) dan bukan permasalahan terbuka (open-ended problems) ( Nurhakiki, 2013). Padahal menurut penelitian Ade Rohayati ( dalam Nurhakiki, 2013) memperolah kesimpulan bahwa peningkatan kemempuan komunikasi matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Open-Ended lebih meningkat dari pada siswa yang mengikuti matematika dengan metode Ekspositori. Bedasarkan permasalahan di atas, dan pengalaman penulis sendiri sngat sering dijumpai siswa SMP (siswa penulis) kesulitan untuk memecahkan maslah (soal-soal) 192
persamaan garis lurus. Dalam artikel ini, penulis mencoba untuk memberikan alternatif cara penyelesaian masalah (soal) persamaan garis lurus yang meliputi cara menggampbar grafik persamaan garis lurus, menentukan persamaan garis lurus jika grafik di ketahui, memnetukan persamaan garis lurus yang sejajar dengan garis ax + by = c dan melalui sebuah titik, dan mementukan persamaan garis lurus yang tegak lurus dengan garis ax + by = c dan melaui sebuah titik. Alternatif yang disajikan dalam artikel ini sebenarnya berangkat dari konsep dasar persamaan garis yang di modifikasi dalam pengyampaian nya dengan harapan siswa dapat dengan mudah memahami sehingga memberikan kesan mudah dan cepat, tentunya tidak lepas dari penanaman konsep yang dibangun dari siswa (kontruktivisme). PEMBAHASAN Menggambar Grafik Persamaan Garis Lurus ax + by = c dengan a dan c keduanya tidak nol. Umumnya siswa menggambar garfik persamaan garis lurus terfokus pada titik potong sumbu-sumbu koordinat dengan cara mensubsitusukan nilai x = 0 dan memperoleh titik potong terhadap sumbu-Y kemudian mensubsitusikan nilai y = 0 dan memperoleh titik potong terhadap sumbu-X lalu membuat garis lurus yang melalui kedua titik potng tersebut. Untuk menetukan titik potong kedua sumbu koordinat tersebut biasanya digunakan tabel sebagai bantuan nya. Tentunya cara ini lumrah dilakukan dan tidak salah, di beberbagai buku rujukan cara seperti ini sering di temukan. Menurut Kohn (2003:174) semua persamaan garis lurus (linear) bisa ditulis dalam bentuk Ax + By = C, dimana A,B dan C dimana A dan B tidak nol. Berangkat dari bentuk Ax + By = C, penulis mencoba memodifikasinya untuk menetukan garfik persamaan garis lurus tersebut dengan langkah sebagai berikut: (1) Mencari titik potong terhadap sumbu–X yang artinya y = 0 sehingga: ax + b.0 = c ax = c ………….. kedua ruas dikali (1/a) 𝑐 X= 𝑎 (2) Mencari titik potong terhadap sumbu–X yyang artinya y = 0 sehingga: a.0 + by = c by = c ………….. kedua ruas dikali (1/b) 𝑐 y=𝑏 (3) Gambar pada koordinat kartesius dengan sebuag garis yang melalui kedua titik potong pada sumbu-sumbu koordinat tersebut. Seperti gambar berikut:
Gambar 1
Contoh soal 1 : Gambarkan grafik dari 2x + 3y = 12 ! Penyelesaian : Persamaan garis 2x + 3y = 12 memepunyai koefisisen dari variabel x dan y serta konstanta c secara berurutan dalah 2, 3, dan 12, sehingga: 193
(1) Titik potong terhadap sumbu –X adalah
12
2 12
=6
(2) Titik potong terhadap sumbu-Y adalah 3 = 4 (3) Menggambarnya pada garafik kartesius dengan menerik garis lurus yang melalui kedua titik potong tersebut, seperti grafik berikut:
Contoh soal 2 : Gambarkan grafik 3x – 2y = 12 ! Penyelesaian : Dengan langkah yang sama dengan contoh soal 1 diperoleh grafik sebagai berikut:
Gambar 3 Contoh soal 3 : Gamabarkan Grafik y = 3x ! Penyelesaian : Persamaan garis y = 3x dapat dirubah bentuk nya menjadi y – 3x = 0, sehingga diperoleh titik potong terhadap sumbu – X dan Sumbu – Y adalah kedua nya 0, artinya bahwa garis tersebut melalui titik (0,0) atau titik asal. Dengan menggunakan titik bantu dengan mensubsitusikan sembarang nilai x asalakan tidak 0, misalkan x = 2 diperoleh nilai y = 6 jadi, titik bantunya adalah (2,6). Grafiknya sebagai berikut:
Gambar 4 194
Menentukan Persamaan Garis Lurus dari Grafik. Menentukan persamaan garis dari grafik persamaan garis lurus dapat dilakukan dengan mengambil kedua titik potong pada garis koordinat dan menggunakan rumus menentukan persamaan garis melalui dua titik seperti y – y1 = m ( x - x1) dengan 𝑦1−𝑦2 gradient m = 𝑥1−𝑥2 , Mungkin cara ini sudah biasa dan sering dilakukan. Dengan analog mementukan grafik dari persamaan garis (penjelasan sebelumnya), akan diberikan alternatif jawaban. Perhatikan gambar berikut:
Gambar 5 Dari grafik di atas dapat diperoleh titik potong nya yaitu (b,0) dan (0,a) dengan 𝑎 garadien m = - 𝑏 . Dengan menggunakan rumus menetukan persamaan garis lurus 𝑎
diperoleh ( y – a ) = - 𝑏 ( x – 0 ) dengan mengalikan dengan „b‟ dipeoleh by – ab = -ax dapat dimanipulasikan menjadi by + ax = ab. Jadi, berdasarkan grafik diatas dapat dikatakan titik potong terhadap sumbu-X yaitu „b‟ menjadi koefisien dari varibel y menjadi by dan titik potong terhadap sumbu - Y yaitu „a‟ menjadi koefisien dari variable x menjadi ax sedangkan konstanta yaitu ab sehingga persamaan garis dari grafik pada gambar 5 adalah ax + by = ab. Contoh soal 4. Tentukan persamaan garis dari grafik berikut!
Penyelesaian : Pada gambar 6 grafik diatas terlihat bahwa titik otong terhadap sumbu–X yaitu (2,0) dan titik potong terhadap sumbu–Y yaitu (0,2) sehinga berdasarkan penjelesan mengenai menentukan persamaan garis dari sebuah grafik diperoleh koefisien variable x yaitu 2 diperoleh 2x dan koefisien varibel y yaitu 2 diperoleh 2y dan konstanta c adalah 2x2 = 4. Sehingga persamaan garis dari garfik pada gambar 6 adalah 2x + 2y = 4 atau disederhanakan menjadi x + y = 2.
195
Contoh Soal 5. Tentukan persamaan garis dari grafik berikut! Penyelesaian : Langsung saja 3x – 4y = - 12
Menentukan Persamaan Garis Lurus yang Melalui Titik (p,q) dan Sejajar Dengan Garis ax + by = c Persamaan garis ax + by = c merupakan bentuk umum persamaan garis lurus karena bentuk tersebut meliputi semua bentuk persamaan garis. Dengan merubah 𝑎 𝑎 (memanipulasi) bentuk ax + by = c diperoleh y = - 𝑏 x – c. misalkan m = - 𝑏 dan karena c adalah konstanta maka misalkan –c = c sehingga diperoleh persamaan y = mx + c. Untuk menentukan gradien dari persamaan garis y = mx + c dapat ditentukan dengan cara mengambil dua titik pada garis tersebut (Muksar, dkk : 2013), misalkan titik P(x1, y1) dan Q(x2,y2) sehingga y1 = mx1 + c dan y2 = mx2 + c. Gradien dari y = mx + c yang melalui titik P dan Q adalah k, maka : 𝐲𝟐−𝐲𝟏 k = 𝐱𝟐−𝐱𝟏 k= k=
𝒎𝐱𝟐+𝐜−(𝒎𝐱𝟏+𝐜) 𝐱𝟐−𝐱𝟏 𝒎 (𝐱𝟐−𝐱𝟏) 𝐱𝟐−𝐱𝟏
disederhanakan menjadi k = m, sehingga persamaan garis
y = mx + c 𝑎
mempunyai gradien m. Persamaan garis ax + by = c mempunyai gradien m = - 𝑏 . 𝑎
Suatu titik P ( x1,y1 ) dengan gradien m = - 𝑏 dan berdasarkan rumus persaaan garis y – y1 = m ( x - x1 ) diperoleh : 𝑎 y – y1 = - 𝑏 ( x - x1 ) by – by1 = -ax + ax1………………..kedua ruas dikali b. Penyederhanaan bentuk terakhir ini diperoleh ax + by = ax1 + by1 yang merupakan 𝑎 persamaan garis dengan gradien m = - 𝑏 dan melalui titik P (x1,y1). Mengingat bahwa dua garis sejajar mempunyai gradien yang sama (dalam pengajaran harus konsep dibangun dari siswa) maka untuk menentukan persamaan garis yang melalui titk (p,q) dan sejajar dengan garis ax + by = c adalah ax + by = ap + bq. Untuk memahaminya perhatikan beberapa contoh soal berikut : Contoh Soal 6. Tentukan persamaan garis yang melaui titik (2,3) dan sejajar dengan garis 5x + 2y = 3 ! Pennyelesaian : 5x + 2y = 5.2 + 2.3 diperoleh 5x + 2y = 16. Contoh Soal 7 . Tentukan persamaan garis yang melalui titik (0,5) dan sejajar dengan 3x - y = 7 ! Penyelesaian : 3x – y = 3.0 – 5 diperoleh 3x – y = -5. Contoh soal 8. Tentukan persamaan garis yang melaui titk (1,3) dan sejajar dengan garis y = -2x !
196
Penyelesaian : Terlebih dahulu bentuk y = -2x dirubah bentuk menjadi 2x + y = 0, sehingga diperoleh persamaan garis nya 2x + y = 2.1 + 3 diperoleh 2x + y = 5 atau y = -2x + 5. Menentukan Persamaan Garis yang Melalui titik (p,q) dan Tegak Lurus dengan Garis ax + by = c Gambar berikut ( gambar 8 ) merupakan dua garis yang saling tegak lurus 𝑦1 yaitu garis g1 dan g2. Garis g1 memepunyai gradien m1 = 𝑥1 sedangkan garis g2 𝑦2
mempunyai gardien m2 = − 𝑥2 .
Gambar 8 Pada gambar 8 terlihat bahwa POQ merupakan segitiga siku-siku, dan berlaku rumus phytagoras yaitu PQ2 = OQ2 + OP2 dengan PQ2 = (x2 – x1)2 + (y2 – y1), OQ2 = x22 + y22 , 𝑥1 𝑦2 dan OP2 = x12 + y22 setelah dilakukan operasi aljabar diperoleh persamaan 𝑦1 = − 𝑥2 . 1
Persamaan terakhir ini menunjukkan bahwa m1 = − 𝑚2 atau m1.m2 = -1 yang artinya jika dua garis yang saling tegak lurus yang mempunyai gradien, maka hasil perkalian gradien nya sama dengan -1. Penjelasan tersebut memberikan bukti bahwa jika 𝑎 persamaan garis ax + by = c mempunyai gradien m = − 𝑏 maka gradien garis yang tegak 𝑏
lurus dengan garis tersebut adalah m = 𝑎 . Persamaan garis yang melalui titik (p,q) 𝑏
dengan gradien m = 𝑎 adalah: 𝑏
y – q = 𝑎 (x – p) disederhanakan menjadi bx – ay = bp – aq. Jadi, untuk menentukan persamaan garis yang melalui titik (p,q) dan tegak lurus dengan garis ax + by = c adalah bx – ay = bp – aq. Memehami lebih lanjut, perhatikan beberapa contoh soal berikut. Contoh soal 9 . Tentukan persamaan garis yang melalui titik (1 , 4) dan tegak lurus dengan garis 2x + 3y = 3 ! Penyelesaian : langsung saja 3x – 2y = 3.1 - 2.4 atau 3x – 2y = -5 Contoh Soal 10. Tentukan persamaan garis yang melalui titik (-2 , 1) dan tegak lurus dengan garis x – 3y = 1 ! Penyelesaian : 3x + y = 3.(-2) + 1.1 atau 3x + y = -5. PENUTUP Bagi guru matematika yang akan mengajarkan konsep persamaan garis tentunya harus waspada karena konsep ini sulit mencari contoh nyata dalam kehidupan seharihari siswa. Artikel ini memeberikan alternatif penyelesaian soal persamaan garis lurus yang dapat menjadikan pembelajaran matematika khusus nya persamaan garis secara terbuka (open-ended) dan semoga dalam pembelajaran nya nanti siswa dapat dengan mudah memahami konsep ini dan menjadi rujukan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. 197
DAFTAR RUJUKAN Khon,Ed.MS.2003.CliffsQuickReviewTMGeomatry. Terjemahan Oleh Ervina Yudha Kusuma. Bandung: PT. Intan Sejati Muksar,dkk. 2013.Matematika SMP Pendekatan Konseptual. Malang: Univesitas Negeri Malang Nurhakiki, Rini. 2013. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Open-Ended. Jurnal TEQIP 4 (1), Mei 11-17. Malang: Univesitas Negeri Malang.
PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN MEDIA TIGA GARIS BILANGAN PADA PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT Ruslah Guru SMP Negeri 2 Kembayan Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat Abstrak: Kemampuan siswa dalam memahami konsep pembelajaran matematika sangatlah kurang. Pada tulisan ini akan ditunjukkan bagaimana pembuatan dan penggunanan media tiga garis bilangan pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat sehingga pembelajaran dapat lebih efektif dan efisien. Diharapkan siswa lebih cepat menghitung dan memahami konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Media ini memiliki aturan dan skala tertentu. Bilangan yang akan dioperasikan terletak pada garis bilangan pertama dan ketiga, sedangkan hasilnya pada garis bilangan kedua. Ketiga bilangan tersebut terletak pada satu garis lurus. Semoga alat peraga ini menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi siswa. Kata kunci: penjumlahan, pengurangan, tiga garis bilangan.
PENDAHULUAN Dalam pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi antara guru dan siswa dimana siswa sebagai komunikan dan guru sebagai komunikatornya. Namun menurut prinsip pendidikan modern proses komunikasi yang terjadi selama pembelajaran adalah komunikasi multi arah yaitu komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa atau antara siswa dengan guru. Undang – undang nomor 14 Tahun 2006 tentang guru dan dosen, Bab 1 pasal 1 menjelaskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Wina Sanjaya, 3-4). Biasanya dalam pembelajaran terjadi hambatan – hambatan yang salah satu penyebabnya adalah terjadi salah komunikasi. Kesalahan komunikasi bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya : (1) Guru sebagai komunikator kurang mampu dalam menyampaikan pembelajaran. (2) Perbedaan daya tangkap siswa yang bervariasi. (3) Jumlah siswa yang sangat banyak. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan – kemungkinan terjadinya salah komunikasi dalam mengarahkan, membimbing dan melatih siswa maka harus digunakan sarana yang bias membantu proses komunikasi, yaitu yang disebut media. Dalam pembelajaran media yang digunakan disebut dengan media pendidikan. Karena 198
media sebagai unsur penunjang dalam proses komunikasi maka jenis, bentuk dan fungsi media itu sangatlah penting. Disini penulis akan menyajikan jenis media berupa gambar yang berbentuk 3 garis bilangan. Menurut Prof. Dr. Santoso S. Hamidjoyo ( Darhim, 1986 : 1.4 ) media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar idea, sehingga gagasannya sampai pada penerima. Mudah – mudahan media yang penulis buat ini dapat dengan mudah diterima oleh siswa – siswa. Adapun menurut Mc. Luhan ( Darhim, 1986 : 1.4 ) media adalah sarana yang disebut pula channel, karena pada hakikatnya media telah memperluas atau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat dalam batas jarak, ruang dan waktu tertentu. Kini dengan bantuan media batas – batas tersebut hampir tidak ada. Fungsi media yang penulis sajikan ini adalah : 1. Mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi. 2. Meningkatkan hasil pembelajaran siswa 3. Membangkitkan minat belajar siswa. 4. Membantu daya pikir siswa dalam memahami operasi bilangan bulat. Dengan tujuan agar media ini dapat digunakan sebagai alat peraga sederhana untuk mempermudah perhitungan dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Walaupun media – media yang ada sudah banyak sekali yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, mudah – mudahan media ini dapat dengan mudah diterima siswa, karena lebih praktis, sangat sederhana dan efisien. Media ini dikenalkan pada siswa ada dua tahap. Tahap pertama dikenalkan dengan siswa kelas 7 dan tahap kedua dikenalkan pada kelas paralel yaitu dari kelas 7 sampai 9, yang masing – masing kelas diambil secara acak 5 siswa. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kembayan Kab. Sanggau, Kalimantan Barat. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yang terdiri dari tahap pertama dilakukan pada siswa kelas 7 dan tahap kedua dilakukan ada siswa kelas 7, 8 dan 9 secara paralel yang diwakili setiap kelas 5 siswa. Pengamatan dilakukan dalam penggunaan media apakah dapat membantu siswa dalam menyelesaikan perhitungan pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat atau sebaliknya semakin membingungkan. PEMBAHASAN Alat peraga ini membantu siswa untuk mengetahui operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat. Bentuk dari media ini penulis sajikan pada siswa dalam bentuk gambar yang terbuat dari kertas manila berpetak yang sudah di laminating, namun siswa dapat membuat dengan menggambarnya di buku masing – masing dengan ketentuan yang diarahkan guru. Cara pembuatan 1. Penjumlahan bilangan bulat a. Buatlah tiga garis bilangan yang sejajar dengan penggaris. b. Tentukan skala bilangan dengan ketentuan pada garis bilangan pertama dan ketiga skalanya sama dan untuk garis bilangan yang kedua skalanya setengah dari skala garis bilangan yang pertama ! c. Urutkan bilangan bulat pada garis bilangan tersebut dengan ketentuan bilangan nol harus disejajarkan. d. Garis ketiga dan pertama merupakan bilangan yang akan dijumlahkan dan garis kedua merupakan hasil dari penjumlahan tersebut. 199
Garis bilangannya seperti gambar di bawah ini.
Gambar 1.1
Contoh 1. Hitunglah -3 + 2 Cara penggunaan media Bilangan pertama pada garis bilangan ketiga dan bilangan kedua pada garis bilangan pertama sedangkan hasilnya ada pada garis bilangan kedua. Hubungkan bilangan pertama dan bilangan kedua dengan penggaris atau lidi sehingga membentuk garis lurus terlihat bahwa hasil dari penjumlahan tersebut pada garis bilangan kedua yang segaris dengan kedua bilangan yang dijumlahkan seperti gambar di atas yaitu -3 + 2 = -1
Gambar 1.2
Contoh 2. Hitunglah 3 + (-3) Penyelesaian : dengan cara yang sama seperti contoh di atas dengan dilihat pada garis bilangan di bawah ini !
Gambar 1.3
Bahwa 3 + (-3) = 0 Pada penjumlahan dapat juga dilakukan dengan menentukan bilangan pertama pada garis bilangan pertama dan bilangan kedua pada garis bilangan ketiga. Pada dasarnya hasilnya tetap sama karena pada penjumlahan bilangan bulat berlaku sifat komutatif (pertukaran).
200
Jika pemahaman tentang konsep penjumlahan bilangan bulat melalui tiga garis bilangan telah dikuasai, maka hasil penjumlahan bilangan dapat ditentukan dengan menggunakan aturan berikut. Untuk sembarang bilangan bulat a dan b berlaku : a. - a + (-b) = - ( a + b ) b. - a + b = - ( a – b ) jika a > b c. - a + b = b – a jika b > a 2. Pengurangan bilangan bulat a. Buatlah tiga garis bilangan yang sejajar dengan penggaris. b. Tentukan skala bilangan dengan ketentuan pada garis bilangan pertama dan ketiga skalanya sama dan untuk garis bilangan kedua skalanya setengah dari skala garis bilangan pertama dan bilangan nol harus sejajar. c. Garis pertama dan ketiga merupakan bilangan yang akan dikurangkan dan garis kedua merupakan hasil dari pengurangan bilangan tersebut. d. Syaratnya letak bilangan ada yang dibalik seperti pada garis bilangan pertama dan kedua.
Gambar 2.1
Contoh. Hitunglah : 1. -3 – 2 Penyelesaian. : Cari bilangan pertama pada garis bilangan pertama dan bilangan kedua pada garis bilangan ketiga kemudian hubungkan dengan penggaris atau lidi sehingga membentuk garis lurus. Terlihat hasilnya pada garis bilangan kedua yaitu bilangan yang segaris dengan kedua bilangan yang dikurangkan seperti pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2
Dari gambar terlihat bahwa -5 merupakan hasil dari -3 – 2 2. -1 – (-2) Penyelesaian : Dengan cara yang sama seperti contoh di atas dapat dilihat dari gambar di bawah ini.
Gambar 2.3
201
Terlihat bahwa bilangan yang segaris dengan -1 dan -2 adalah 1, maka -1 – (-2) = 1 Hubungan tanda operasi pengurangan dan penjumlahan bilangan bulat pada sembarang bilangan bulat a dan b adalah : (-) – (+) = (-) + (-) = (+) – (-) = (+) + (+) = + (-) – (-) = (-) + (+) = + jika a < b (-) – (-) = (-) + (+) = - jika a > b Tahap I Dari kelas 7 kegiatan pertama : siswa diberikan 10 soal tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dan disuruh menjelaskannya. Dari 30 siswa yang berhasil menyelesaikan soal dengan benar yang nilainya di atas 60 hanya 5 siswa (16,7 %). Kegiatan kedua : siswa disuruh menggambar media dibuku masing – masing seperti media yang ditempel di papan tulis. Kegiatan ketiga : diberikan contoh dan cara penggunaan media. Kegiatan keempat : dengan soal yang sama pada kegiatan pertama siswa disuruh menyelesaikan kembali soal tersebut dengan menggunakan media. Ternyata dari 30 siswa yang berhasil menyelesaikan soal dengan benar sudah mencapai lebih dari 15 siswa ( 50% ). Walaupun masih ada siswa yang nilainya sebelum dan sesudah menggunakan media masih di bawah 50, ini dikarenakan daya tangkap siswa yang berbeda – beda seperti yang dipaparkan sebelumnya. Tahap II Media ini penulis kenalkan pada siswa kelas 7, 8 dan 9 dengan perwakilan tiap kelas masing – masing 5 siswa. Kenapa media ini penulis kenalkan pada semua kelas karena penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tidak hanya pada materi kelas 7 yaitu bilangan bulat, tapi berkaitan juga dengan materi – materi lain seperti pecahan dan bentuk aljabar. Kegiatan pertama : siswa dikenalkan cara menggunakan media tiga garis bilangan melalui contoh – contoh. Kegiatan kedua : siswa diberikan soal tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat sebanyak 10 soal yang diselesaikan dengan cara menggunakan media yang ditempel di papan tulis yang dilakukan siswa secara bergantian. Kemudian siswa disuruh membandingkan hasil dari penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dan mendapatkan polanya. Kegiatan ketiga : siswa disuruh menyelesaikan soal yang diberikan dengan tidak menggunakan media. Kegiatan keempat : siswa disuruh memberikan tanggapan dari apa yang telah didapat dalam pembelajaran operasi bilangan bulat pada penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan media tiga garis bilangan. Dari 20 siswa semua berhasil menyelesaikan soal benar dengan nilai di atas 70. Adapun tanggapan – tanggapan siswa mengenai media tiga garis bilangan kebanyakan menjawab bahwa media ini sangat bermanfaat dan menambah ilmu bagi siswa. PENUTUP Dari hasil pengamatan yang dilakukan siswa mulai dari tahap pertama sudah meningkat menjadi 33,3 % dan dilihat dari tahap kedua sudah mencapai 100 % dengan nilai 70 keatas, walaupun belum ada yang mendapatkan nilai sempurna yaitu 100. Dengan demikian media tiga garis bilangan ini sangat – sangat membantu siswa dalam menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. 202
DAFTAR RUJUKAN Darhim. 1986. Media dan Sumber Belajar Matmatika. Jakarta : Karunika Universitas Terbuka. J. TEQIP. 2013. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Malang : PT. Pertamina dan Universitas Negeri Malang. Nurhakiki, Rini. dkk. 2013. Media pembelajaran Matematika SMP. Malang : PT. Pertamina dan Universitas Negeri Malang. Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Kencana. Sugijono, M. Cholik Adinawan. 2005. Matematika untuk SMP/MTS kelas VII. Jakarta : Erlangga.
203