STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA
Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva C64104040
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2008
Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva C 64104040
ii
RINGKASAN
Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva. STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan MUJIZAT KAWAROE. Serangga laut merupakan hewan yang dominan dan dapat memberikan pengaruh bagi alam. Minimnya ilmu pengetahuan mengenai serangga khususnya serangga laut, yakni Halobates sp, membuka kesempatan bagi peneliti untuk menelitinya. Penelitian menggunakan data sekunder dari BPPT (Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi) dan JAMSTEC (Japan Agency for MarineEarth Science and technology). Penelitian ini mengenai serangga laut (Halobates sp). Penelitian yang dilakukan meliputi studi karakteristik ekologi dan kepadatan Halobates sp serta kondisi lingkungan perairan meliputi parameter fisika, kimia, dan biologinya. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi mengenai kepadatan Halobates sp dan mendeskripsikan karakteristik lingkungan yang mempengaruhi keberadaan Halobates sp. Perolehan data berasal dari BPPT maupun JAMSTEC. Analisis data Halobates sp yang dilakukan adalah perhitungan nilai kepadatan, indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi Hasil pengukuran arus menunjukan suhu pada keenam stasiun pengamatan berkisar antara 0.01-0.60 cm/s, nilai suhu berkisar antara 28,80-30,20 °C, sedangkan nilai salinitasnya berkisar antara 33,96 – 34,38 psu, nilai kandungan oksigen terlarut berkisar antara 5,73 -5,88 mg/l, nilai nitrat berkisar antara 0,10 3,22 μmol/l, nilai kandungan fosfat berkisar antara 0,23-0,37 μmol/l, nilai kandungan silikat berkisar antara 3,80-5,30 μmol/l, dengan nilai klorofil antara 0,32-1,38 mg/m3. Kisaran indeks kepadatan Halobates sp yaitu 2-288 ind/m2. Nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 0,09 - 0,90, nilai indeks keseragaman berkisar antara 0,06 - 0,65 serta nilai indeks dominansi berkisar antara 0,46-0,97. Hasil analisa melalui pendekatan kuantitatif menunjukan bahwa arus berpengaruh terhadap keberadaan Halobates sp. Stasiun dengan kepadatan Halobates sp besar merupakan tempat pertemuan arus. Kepadatan Halobates sp yang besar di temukan pada stasiun 1 dan 2 dimana suhu perairan tinggi yaitu diatas 30°C, hal ini menunjukan Halobates sp memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap suhu.
iii
STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA
Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva C64104040
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA : Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva : C64104040
Nama NRP
Disetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof.Dr.Ir.Dedi Soedharma,DEA
Ir. Mujizat Kawaroe, M. Si
NIP.130367093
NIP.132090871
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya,M.Sc NIP. 131 578 849
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Segala puji hanya untuk Allah SWT, atas berkah, rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul ” STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI HALOBATES DI PERAIRAN UTARA PAPUA. ” Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini, Dr.Ir Fadli Syamsudin yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan hasil penelitian dari BPPT dan JAMSTEC, Mr.Yuji Kasinoy (Peneliti IORGC/JAMSTEC) yang sangat banyak membantu saya dalam memberikan data pendukung, Mrs. Ayako Fuji (Peneliti Tokyo Institute of Technology ) yang memberikan izin untuk menggunakan data penelitiannya, serta Ayahanda, Ibunda, Kedua Mertua dan Suami beserta seluruh keluarga tercinta atas doa dan dorongan semangatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman ITK beserta seluruh WARGA ITK khususnya ITK 41 yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam setiap langkah perjuangan dan pengorbanan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu diharapkan segala kritik dan saran diberikan kepada penulis sehingga untuk kedepannya dapat dipertimbangkan untuk diperbaiki. Bogor, September 2008
ANNURIDYA R.P.O
vi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
1. PENDAHULUAN..................................................................................... 1.1 . Latar belakang .................................................................................. 1.2 . Tujuan penelitian ..............................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 . Kondisi umum daerah penelitian ...................................................... 2.2 . Pengertian umum insekta laut............................................................... 2.2.1 Insekta laut, keberadaan dan permasalahannya ................. 2.3 Kekhususan Jenis ............................................................................. 2.4 Distribusi Halobates sp .................................................................... 2.5 . Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Halobates sp .......... 2.5.1. Suhu ...................................................................................... 2.5.2. Salinitas ................................................................................. 2.5.3. Arus ....................................................................................... 2.5.4. Kadar oksigen terlarut ........................................................... 2.5.5. Unsur hara .............................................................................. 2.5.6. Produktivitas primer ..............................................................
3 3 4 7 13 15 15 16 17 18 19 20
3. BAHAN DAN METODE .......................................................................... 3.1 . Waktu dan lokasi penelitian.............................................................. 3.2 . Alat ................................................................................................... 3.3 . Analisis data...................................................................................... 3.3.1. Kepadatan Halobates sp....................................................... 3.3.2. Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi ........
22 22 24 24 24 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4.1. Kondisi lokasi penelitian ................................................................... 4.1.1 Arus permukaan ..................................................................... 4.1.2 Salinitas permukaan ............................................................... 4.1.3 Suhu permukaan ..................................................................... 4.1.4 Oksigen terlarut ...................................................................... 4.1.5 Unsur hara .............................................................................. 4.1.6 Produktivitas primer ............................................................... 4.2. Distribusi Halobates sp .................................................................... 4.3. Kepadatan Halobates sp.................................................................... 4.4. Indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi .....................
27 27 27 29 30 32 33 34 36 37 39
vii
4
4.5. Hubungan kondisi perairan dengan kepadatan Halobates sp ...........
41
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 5.2. Saran..................................................................................................
45 45 45
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
47
LAMPIRAN ....................................................................................................
49
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
54
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Perbedaan morfologi pada Halobates germanus, H.sericeus,H.splendens dan H.micans ..............................................................................................
11
2. Posisi geografis dan waktu pengembilan data berdasarkan stasiun ...........
22
3. Alat yang digunakan dalam proses pengolahan data .................................
24
4. Hasil perolehan parameter Fisika, Kimia, dan Biologi berdasarkan stasiun 27 5. Beberapa parameter nutrien pada 6 stasiun penelitian di Perairan Utara Papua ................................................................................................
34
6. Distribusi Halobates sp pada 6 stasiun penelitian di Perairan Utara Papua ................................................................................................
36
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Pembagiaan ordo pada kelas insekta ..........................................................
5
2. Pola distribusi global insekta laut ..............................................................
6
3. Jaring makanan Halobates sp ....................................................................
8
4. Morfologi Halobates sp
........................................................................
9
5. Bagian dorsal dan ventral pada H germanus, H sericeus, H.splendens dan H. Micans ...........................................................................................
10
6.
Morfologi Halobates sp (a). tampak atas; (b). tampak samping ...............
12
7.
Bagian kepala Halobates sp tampak dorsal dan ventral............................
12
8. Pola distribusi global wilayah habitat Halobates sp ..................................
13
9. Pola distribusi global Halobates micans ....................................................
14
10. Pola distribusi global Halobates sericeus ..................................................
14
11. Peta lokasi stasiun penelitian di Perairan Utara Papua ..............................
23
12. Nilai arus (cm/s) permukaan pada 6 stasiun penelitian ..............................
28
13. Nilai salinitas (psu) pada 6 stasiun penelitian ............................................
30
14. Nilai suhu (°C) pada 6 stasiun penelitian ...................................................
31
15. Nilai oksigen terlarut (mg/l) pada 6 stasiun penelitian ..............................
32
16. Nilai Klorofil (mg/m3) pada 6 stasiun penelitian .......................................
35
17. Nilai produktivitas primer (Mg C/m2/hari) pada 6 stasiun penelitian ........
36
18. Kepadatan Halobates sp pada 6 stasiun penelitian ....................................
38
19. Nilai indeks keanekaragaman (H), keseragaman (E), dan dominansi (C) Halobates sp ..............................................................................................
39
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Sebaran arus permukaan rata-rata pada 6 stasiun penelitian ......................
49
2. Sebaran arus permukaan berdasarkan track Kapal Mirai ...........................
50
3. Sebaran salinitas permukaan rata-rata pada 6 stasiun penelitian ...............
51
4. Sebaran suhu permukaan rata-rata pada 6 stasiun penelitian .....................
52
5. Alat yang digunakan dalam penelitian .......................................................
53
xi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di bumi sekarang ini. Dengan jumlah mereka melebihi semua hewan melata daratan lainnya dan praktis mereka terdapat di mana-mana. Banyak serangga yang memiliki sifat-sifat struktur yang tidak biasa, fisiologi, atau sejarah hidup, tetapi barangkali yang paling menarik tentang serangga yakni apa yang mereka lakukan. Dalam banyak contoh tingkah laku seekor serangga rupanya melebihi kecerdikan manusia. Beberapa serangga menunjukan kemampuan meramal yang mengagumkan, terutama mengenai perteluran dengan maksud disesuaikan dengan keperluan serangga muda pada waktu yang akan datang. Keunikan serangga seperti itulah yang menjadikan banyak peneliti ingin menggali lebih banyak informasi mengenai serangga (Borror, 2005). Serangga hidup di berbagai wilayah, baik wilayah daratan maupun lautan. Serangga laut inilah yang masih jarang dibahas oleh para peneliti. Terdapat satu genus insekta yang hidup di laut, yaitu dari famili Heteroptera (Gerridae). Hewan tersebut adalah Halobates sp ini merupakan salah satu spesies endemik. Lima di antaranya hanya hidup di perairan terbuka. Spesies tersebut adalah Halobates micans; H. Sericeus; H. Germanus; H. splendens dan H. sobrinus. Meski keberadaannya sangat jelas berada di permukaan perairan, namun hingga saat ini masih belum banyak dilakukan penelitian mengenai Halobates sp. Salah satu peneliti yang telah menekuni tentang Halobates sp adalah Prof. Tetsuo Harada dari Jepang.
1
2
Beliau mengamati distribusi Halobates sp di Perairan Pasifik Barat. Dalam penelitian ini, yang masih menjadi suatu misteri bagi para peneliti adalah kehadirannya Halobates sp di suatu perairan yang berperan sebagai insekta tunggal, yang berarti bila di perairan tersebut terdapat Halobates sp, maka diperairan tersebut tidak terdapat insekta lain. Sehingga masih terbuka lebar kesempatan untuk melakukan penelitian dan pengkajian untuk mendapatkan informasi mengenai keberadaan dan karakteristik Halobates sp. Data Halobates sp diambil dari Utara Papua oleh kapal riset MIRAI milik Jepang, kerjasama antara JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology) dan BPPT (Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi) untuk dapat diolah lebih lanjut. Pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 28 Desember 2006 hingga 8 Januari 2007 pada Musim Barat.
1.2 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengkaji tentang kepadatan Halobates sp di Perairan Utara Papua. 2. Mendeskripsikan karakteristik lingkungan hidup Halobates sp di Perairan Utara Papua pada Musim Barat.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi umum daerah penelitian Perairan Utara Papua dipengaruhi oleh sistem musim yang menyebabkan pergantian arah angin yang bertiup di seluruh wilayah perairan tersebut. Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Desember 2006 hingga 8 Januari 2007, diketahui merupakan waktu dari Musim Barat di Perairan Utara Papua. Pada Musim Barat, terjadi pergeseran tekanan tinggi di Benua Asia yang mengakibatkan terbentuknya udara yang hangat dan kering di atas Samudera Pasifik Utara sedangkan pada Musim Timur terjadi sebaliknya. Angin musim ini berpengaruh besar terhadap sirkulasi air laut di Perairan Indonesia dan merupakan ciri khas Perairan Indonesia dan sekitarnya. Selain itu, angin musim berpengaruh pula terhadap curah hujan. Untuk daerah di selatan khatulistiwa, Musim Barat biasanya mempunyai curah hujan yang tinggi tetapi saat Musim Timur curah hujan rendah. Curah hujan ini mempengaruhi kadar salinitas dan juga kelimpahan Plankton (Ariandi O dan Sutomo, 1997). Wyrtki (1961) menyatakan bahwa massa air Pasifik memiliki beberapa tipe massa air yaitu: massa air dengan ciri salinitas maksimum (S-maks), massa air dengan ciri salinitas minimum (S-min), dan massa air dengan ciri oksigen terlarut minimum (O2-min).
3
4
2.2 Pengertian umum insekta laut Serangga merupakan hewan yang hampir menguasai seluruh permukaan bumi (Borror, 2005) dengan jumlah mencapai 75% (2 juta jenis) dan diantaranya adalah serangga yang hidup hampir di semua daerah teresterial (daratan), kecuali daerah ekstrim seperti Kutub Utara, Antartika, dan puncak gunung tertinggi (Hoback). Pada umumnya serangga memiliki suatu eksokeleton, dan 3 pembagian ruas tubuh, yaitu kepala, toraks, dan abdomen, dengan 3 pasang kaki. Serangga dapat berubah bentuk dari larva hingga dewasa, yang dalam daur hidupnya berbeda bentuk dari larva hingga dewasa biasa disebut metamorfosis sempurna, contohnya kupu-kupu. Bila bentuk tubuh kecil hingga dewasa hampir sama disebut metamorfosis tidak sempurna. Mekanisme respirasi pada serangga dapat berupa pernafasan pasif yaitu sistem penyebaran udara dalam tubuh melalui saluran trakea, maupun pernafasan dalam air dengan cara penyebaran oksigen dalam tubuh dengan alat pernafasan insang. Insekta yang terdapat di bumi ini mencapai 2 juta jenis dengan persebaran yang sangat luas meliputi lautan dan daratan (seperti diuraikan pada Gambar1). Namun, hanya 3% di antaranya atau sekitar 30.000 yang memiliki minimal 1 stage di perairan, dan hanya sekiar 250 hingga 300 spesies yang hidup secara konstan hidup air laut (Hoback).
2.2.1. Insekta laut, keberadaan dan permasalahannya Insekta merupakan salah satu kelas yang termasuk dalam filum Artropoda. Mereka dapat beradaptasi, karena memiliki trakea dan habitatnya di perairan laut. Dari jumlah tersebut hanya 15% diantaranya merupakan kelompok Hemiptera. Salah satu contoh insekta laut adalah Halobates sp. Halobates sp ini terdiri dari
5
empat puluh enam jenis dengan H. robustus merupakan spesies endemik di kepulauan Galapagos, Spesies lautan H. sobrinus, splendens (Samudra Pasifik Timur), dan H. micans di Samudra Atlantic, Laut Caribbean dan Samudra Pasifik Timur) (Cheng, 1985) dengan wilayah penyebaran dari 30oLU hingga 30oLS dan menyebar di sekitar garis katulistiwa. Sistem pembagian Ordo pada Kelas insekta di lihat pada Gambar 1.
Sumber : Hoback Gambar 1.Pembagiaan ordo pada kelas insekta Habitat insekta laut tersebar luas (Gambar 2) pada perairan. Genus Halobates sp merupakan subfamily dari Halobatinae. Genus lain adalah dari Halobatini (Gerridae) adalah Metrocorini tersebar di Afrika tropis, Asia kontinental dan Kepulauan Melayu Indo, sedangkan jenis terbatas pada Asia Selatan dan Timur.
6
Dan yang terakhir adalah Austrobates yang merupakan spesies endemik Australia bagian tropis (Andersen, 1994).
Keterangan :
Halobates
Asclepios
Austrobates
Metrocirini
Sumber : Andersen (1982) Gambar 2.Pola distribusi global insekta laut
Permasalahan yang dihadapi oleh serangga laut adalah kemampuan adaptasi terhadap kondisi perairan yang kurang mendukung terhadap penyediaan makanan, pemenuhan kebutuhan oksigen dan toleransi terhadap salinitas yang tinggi. Minimnya jumlah jenis serangga yang hidup di samudra atau air laut, contohnya Halobates sp dibatasi oleh berbagai faktor lingkungan, sebagai berikut: 1. Samudra mengandung kadar garam pada air (salinitas) yang terlalu tinggi; 2. Samudra merupakan perairan laut yang sangat dalam;
7
3. Samudra memiliki kandungan oksigen yang terlalu sedikit untuk berbagai organisme hidup; 4. Tanaman berbunga (Angiospermae) di Samudra terlalu sedikit sehingga suplay makanan maupun tempat berteduh minim; 5. Unsur hara yang tersedia di samudra sangat terbatas; 6. Samudra memiliki kompetitor hewan non serangga sangat banyak. Keenam uraian fakor lingkungan ini dapat dijadikan faktor pembatas dari penyebaran dan keberadaan serangga khususnya Halobates sp di perairan terbuka. Dalam pembahasan ini tidak akan membicarakan serangga secara keseluruhan, tetapi hanya untuk 1 genus, yaitu Halobates sp yang dapat menyesuaikan dan mengatasi permasalahan kondisi perairan laut yang kurang mendukung di atas (Hoback). Berikut ini adalah klasifikasi Halobates sp (Borror, 2005) : Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta (Hexapoda) Order: Hemiptera Suborder: Heteroptera Family: Gerridae Genus: Halobates
2.3 Kekhususan jenis Genus Halobates terdiri dari 46 jenis spesies, dan 5 diantaranya hidup di perairan terbuka, yaitu Halobates micans, H. sericeus, H. germanus, H. splendens dan H. sobrinus, dengan 3 spesies yang khusus hidup di perairan tropis, yaitu H.
8
sericeus, H. micans, dan H. germanus mampu bertahan pada temperatur Samudra Pasifik yang di dalamnya dialiri arus Kurosuhio dan laut timur Cina (Cheng, 1989). Jenis Halobates germanus hidup di samudra Pasifik Barat dan India, H. sericeus hidup di Samudra Pasifik, H. sobrinus hidup di Samudra Pasifik Timur Tropis, H. micans hidup di Samudra Pasifik, Hindia dan Atlantik, sedangkan H. splendens hidup di Samudra Pasifik Tropis bagian Selatan. Peranan Halobates sp dalam perairan antara lain sebagai bioindikator logam berat Cadmium (Schulz and Baldes, 1989), sedangkan kedudukannya pada rantai makanan yaitu sebagai konsumen (Gambar 3). Halobates sp dapat memakan plankton lain, bangkai ubur-ubur, telur dan larva ikan yang mengapung di permukaan laut. Selain sebagai pemangsa, Halobates sp juga berperan sebagai mangsa, dengan burung laut dan ikan pelagik yang berperan sebagai predator.
Sumber : Andersen (1976) Gambar 3. Jaring makanan Halobates sp.
9
Mengetahui karakteristik dan pembeda pada masing-masing spesies dari Halobates sp dengan melihat morfologi dari bagian akhir abdomen (Gambar 4), hal ini dikarenakan bagian tersebut mampu memberikan diagnosa yang baik (khususnya pada jantan). Karakteristik umum Halobates sp yaitu memiliki permukaan tubuh bagian dorsal yang gelap, dan warna pucat hanya terbatas dari kepala hingga protonum. Pada jantan lebar di bagian segment 8 lebih panjang daripada styliform process, di mana styliform process ramping, panjang dan bercabang, yang hidupnya tersebar luas pada berbagai lautan.
Sumber : Andersen (2002) Gambar 4. Morfologi Halobates sp
Bagian depan tarsal pada bagian kepala panjangnya kurang lebih 0,3 x dari bagian abdomen. Bagian tengah tulang paha pada umumnya 1,1 kali lebih panjang di banding femur bagian depan (Tabel 2). Spesies ini berwarna coklat gelap hingga hitam dengan penuh selaput dada berwarna gelap dan kaki belakang berwarna kuning. Penanda Halobates sp yang habitatnya di lautan adalah,
10
memiliki tanda pada permukaan bagian belakang kepala berwarna kuning dan lebar interocular dari kepala lebih lebar 3,6 kali daripada matanya. Warna tubuh yaitu thoracic dan abdominal venter, berwarna hitam (Andersen, 2002).
Sumber : Andersen (2002) Gambar 5. Bagian dorsal dan ventral pada H germanus, H sericeus, H.splendens dan H. micans.. Halobates germanus dan H.sericeus merupakan spesies yang lebih kecil di banding dengan kelompok H. micans (H. splendens dan H.micans). Pembeda antara Halobates germanus dengan H.sericeus adalah bagian tarsal depan pada H germanus lebih panjang di banding pada H.sericeus (Gambar 5). Femur yang pendek dan berukuran 0,8x dari femur tengah merupakan ciri dari H. splendens dan H. micans memiliki. Proctiger jantan meluas sepanjang tubuhnya. Pada Gambar 5 terlihat bahwa H. splendens memiliki segmen 1 tarsal hampir sama atau lebih panjang sedikit daripada segmen 2. Styliform kiri sedikit berbelok ke arah kanan, sedangkan H micans memiliki segmen 1 tarsal lebih pendek sedikit daripada segmen 2 Styliform kiri berbelok ke arah kiri dengan sudut yang lebih besar di bandingkan dengan H. splendens (Andersen, 2002). Perbedaan morfologi pada keempat jenis Halobates dapat dilihat pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Perbedaan morfologi pada Halobates germanus, H.sericeus, H.splendens dan H.micans H.germanus H. sericeus H. splendens H. micans Ukuran Jantan :> 4 Jantan :> 4 Jantan :≥ 4,4 Jantan :≥ 4,4 mm mm mm mm Betina : >3,8 Betina : >3,8 Betina : :≥ 4 Betina : :≥ 4 mm mm mm mm Styliform Kedua Kedua Styliform Styliform styliform styliform kiri sedikit kiri berbelok tampak tampak berbelok kea rah kiri saling saling kearah kiri hampir berhadapan bertolak sempurna Protiger Terdapat Terdapat Tidak Tidak sisik yang sedikit sisik terdapat terdapat cukup pada bagian sisik, namun sisik, namun banyak tengah bentuknya bentuknya lebar lonjong Habitat Samudra Samudra Samudra Semua jenis Hindia dan Pasifik Pasifik lautan Pasifik Timur Sumber : Andersen (2002) Ukuran tubuh Halobates sp berkisar antara 1 mm – 5 mm. Plankton lautan memiliki asam lemak yang tinggi, yaitu 20 karbon asam lemak tak jenuh dan 18 rantai karbon lemak yang pendek, sedangkan Halobates sp memiliki 20 karbon asam lemak tak jenuh yang panjang dan 18 rantai karbon lemak (Hoback). Daur hidupnya terdiri dari 3 tahap, yaitu larva, 5 nymphal instar (5 tahapan perkembangan insekta muda) dan dewasa. Alat reproduksi yang dimiliki Halobates sp betina memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran alat reproduksi Halobates sp jantan. Telur Halobates yang dihasilkan oleh induk dalam mencapai ukuran (1mm x 0,2mm) yang d tempatkan pada objek mengapung, seperti potongan kayu, plastik, atau cangkang kerang yang sudah rusak. Setiap periodenya induk Halobates sp dapat menghasilkan telur antara 10 hingga 20 butir (Hoback).
12
Menurut Harada (2005) in BPPT (2007), Halobates sericeus telah ditemukan di laut Cina bagian timur (27o10’LU hingga 33o24’LU dan 124o57’BT hingga 129o30’BT). Sedangkan untuk H. micans dan H. germanus di temukan di selatan laut timur Cina dengan koordinat 24o 47’LU dengan suhu perairan rata-rata 25oC.
(a)
(b)
Sumber : (a.)Hoback (b.) Andersen, 1976 Gambar 6. Morfologi Halobates sp (a.) tampak atas; (b.) tampak samping
Sumber : Andersen, 1976 Gambar 7. Bagian kepala Halobates sp tampak dorsal dan ventral Bentuk Halobates sp sekilas mirip dengan Copepoda (insekta air tawar) yang secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, thorax, dan abdomen (Gambar 6). Pada bagian kepalanya terdapat sepasang antena, maxila, mata, dan mulut. Bagian thorax atau dada dengan masing-masing terdapat sepasang kaki, namun tidak memiliki sayap. Sedangkan segmentasi pada
13
Halobates sp di bagian abdomen sangat jelas. Dari Gambar 7 dapat di lihat bahwa secara umum Halobates sp memiliki sepasang antena, lapisan rambut pada tubuh mereka, 2 pasang kaki, sepasang mata yang besar dan bulat.
2.4 Distribusi Halobates sp Mayoritas spesies dari genus Halobates sp tersebar di daerah tropis (Gambar 8) yang mencakup wilayah Indo-Pasifik Barat dengan batasan 40ºLU hingga 40ºLS (Hoback). Dengan sebaran H.Robustus (Endemik Pulau Galapos), H. Sorbinus & H. Spelendes (laut Pasifik Timur), dan H. Micans (Laut Atlantik, Laut Carribean, dan laut Pasifik Timur).
Keterangan Sumber
: Warna kuning menunjukan penyebaran Halobates sp : Hoback
Gambar 8. Pola distribusi global wilayah habitat Halobates sp Gambar 9 menunjukan bahwa penyebaran Halobates micans di perairan menyebar hampir merata pada seluruh perairan dengan kisaran antara 40o00’LU hingga 40o00’LS, dengan kepadatan Halobates micans tertinggi di daerah tropis (katulistiwa) antara 20o00’LU hingga 20o00’LS.
14
U
Keterangan :
Halobates micans
Sumber : Cheng, 1989
Gambar 9.Pola distribusi global Halobates micans
U
Keterangan :
Halobates sericeus
Sumber : Cheng, 1989
Gambar 10. Pola distribusi global Halobates sericeus
Bila di bandingkan dengan penyebaran Halobates sericeus (Gambar 10), Halobates micans penyebarannya lebih luas. Hal ini dikarenakan habitat atau penyebaran Halobates sericeus terpusat di Perairan Pasifik dan pada wilayah tropis (katulistiwa) antara 10o00’LU hingga 10o00’LS hanya di temukan sedikit sekali Halobates sericeus. Hal ini menunjukan bahwa Halobates micans mampu beradaptasi hampir pada berbagai kondisi perairan.
15
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Halobates sp Keadaan lingkungan hidup mempengaruhi keanekaragaman bentuk-bentuk hayati dan banyaknya jenis makhluk hidup (Tarumingkeng, 1992). Penentuan faktor lingkungan yang mempengaruhi kepadatan Halobates sp di bagi menjadi 6 yaitu arus, suhu, salinitas, oksigen terlarut, unsur hara, dan produktivitas primer.
2.5.1
Suhu
Suhu alami air laut berkisar antara dibawah 0°C hingga 33°C. Di permukaan laut, air laut membeku pada suhu -1,9°C. Perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Sebaran mendatar suhu di permukaaan laut wilayah tropis secara umum tidak menunjukan perubahan yang cukup signifikan. Menurut Romimohtarto dan Tayib (1987) pada Musim Barat (Desember-Mei) suhu di daerah Samudra Pasifik (Utara Papua) berkisar antar 29-30oC. Perbedaan suhu permukaan ini di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : variasi radiasi matahari sepanjang tahun , massa air yang berasal dari daerah tinggi, dan pengaruh musim. Di perairan tropis perbedaan/variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar; suhu permukaan laut Nusantara berkisar antara 27° - 32°C. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota laut di Perairan Indonesia. Suhu alami tertinggi di perairan tropis berada dekat ambang atas penyebab kematian biota laut. Oleh karena itu peningkatan suhu yang kecil saja dari alami dapat menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota laut (Romimohartato, 2007) Umumnya Halobates sp (termasuk H. micans) dapat berkembang baik pada
16
suhu 24-28°C di Perairan Timur Pasifik (Andersen, 1999). Suhu air laut secara langsung berpengaruh pada proses metabolisme dan respirasi fitoplankton, sedangkan pengaruh suhu secara tidak langsung terjadi pada daya larut O2 yang digunakan untuk respirasi hewan laut.
2.5.2
Salinitas
Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota perenang ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringanjaringan lunak yang berat jenisnya mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis lainnya seperti bentos mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya (Romimohartato, 2007) Berlainan dengan suhu, nilai salinitas dapat menunjukan nilai yang sangat bervariasi. Dengan berubahnya sirkulasi air laut sesuai monsun, massa air denga salinitas tinggi dan rendah akan salinitas bertukar. Interaksi antara berbagai faktor seperti struktur geografi, aliran sungai curah hujan, penguapan dan sirkulasi massa air menghasilkan sebaran salinitas yang kompleks (Romimohtarto dan Tayib, 1987) Nilai salinitas secara umum di laut terbuka bervariasi antara 30 – 35‰ dengan nilai lebih dari 34‰ untuk wilayah laut Banda,Laut Arafura dan Saamudra Pasifik. Salinitas menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Pada umumnya kandungan garam dalam sel-sel biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Kalau sel-sel itu berada di lingkungan dengan salinitas lain maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan lingkungannya. Pada kebanyakan binatang estuari
17
penurunan salinitas permukaan biasanya diiringi dengan penurunan salinitas dalam sel, suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada penurunan salinitas yang nyata. Cara-cara osmoregulasi meliputi perlindungan luar dari perairan sekitarnya, perlindungan membran sel, mekanisme ekskresi untuk membuang kelebihan air tawar dan sel dari badan. Kemampuan untuk menghadapi fluktuasi yang berasal dari salinitas terdapat pada kelompokkelompok binatang beraneka ragam dari protozoa sampai ikan (Romimohartato, 2007).
2.5.3
Arus
Menurut Romimohtarto dan Tayib (1987), arus permukaan banyak dipengaruhi oleh angin muson, sehingga pola sirkulasi arus sejalan dengan pola angin. Pada Musim Barat arus permukaan bergerak dengan arah angin utama dari barat ke timur, dan pada mosun timur sebaliknya. Secara umum, sirkulasi arus permukaan terkuat di Perairan Utara Papua adalah arus Katulistiwa Utara yang mengalir ke arah Filipina sepanjang tahun. Pada bulan Desember hingga Februari, pada musim dingin di belahan bumi bagian Utara, arus katulistiwa utara berkembang lebih kuat, sedangkan pada bulan April hingga Mei lebih lemah dari normal (Romimohtarto dan Tayib, 1987). Arus mempunyai pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan ausnya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan binatang. Juga kekeruhan yang diakibatkan bisa mengurangi penetrasi sinar
18
matahari, dan karenanya mengurangi aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk algae kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang CO2 dan produk-produk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik haloplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan (Romimohartato, 2007). Menurut Borror (2005), bagi Halobates sp yang merupakan genus dari famili Geridae, arus memiliki pengaruh pada pergerakannya. Hal ini di karenakan daya renang Halobates sp sangatlah kecil, sehingga distribusinya di pengaruhi oleh distribusi arus permukaan.
2.5.4
Kadar oksigen terlarut
Kandungan kadar O2 terlarut di laut bervariasi antara 0-8,5 mg/l. Di permukaan Perairan Indonesia nilai oksigen tidak menunjukan perbedaan musim yang berarti (Romimohtarto dan Tayib, 1987). Di Perairan Indonesia bagian timur nilai oksigen berkisar 4,5 mg/l. O2 terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang dapat hidup tanpa O2 (anaerobik) sama sekali; lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar tetapi memerlukan penyediaan O2 yang berlimpah setiap kali. Kebanyakan dapat hidup dalam keadaan kandungan O2 yang rendah sekali tapi tak dapat hidup tanpa O2 sama sekali. Sumber O2 terlarut dari perairan adalah udara di atasnya, proses fotosintesa dan glikogen dari binatang itu sendiri. Air
19
yang tak ber - O2 selalu jarang terdapat disamudera. O2 dihasilkan oleh proses fotosintesa dari binatang dan tumbuh-tumbuhan dan diperlukan bagi pernafasan. (Romimohartato, 2007). Menurunnya kadar O2 terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan O2 oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam lingkungannya.
2.5.5 Unsur hara Unsur hara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan suatu organisme, baik di laut maupun darat. Menurut Romimohtarto dan Tayib (1987), ada wilayah permukaan perairan miskin akan zat hara dengan kandungan fosfat kurang dari 0,2µg/l. Sebaran fosfat di Perairan Indonesia (tropis) menunjukan bahwa umumnya pada mosim timur kandungan fosfat lebih tinggi daripada Musim Barat, hal ini juga berlaku untuk kandungan silikat dan nitrat. Fosfat dan nitrat dalam kepekatan bagaimanapun selalu dalam rasio yang tetap. 15 at. N : 1 at P. Rasio ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya dalam keadaan tertentu rasio dalam air berubah. PO4 : P bisa berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Keduanya dalam bentuk butiran dan larutan. Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk senyawa organik dan dilepaskan kembali ke air sebagai kotoran maupun bangkai dalam bentuk butiran atau larutan. Umumnya kekurangan fosfat dalam laut mempengaruhi fotosintesa dan pertumbuhan sama besarnya. NO3 : Samudera mendapatkan dari udara bukan saja N tetapi juga NO3. Seperti halnya PO4, pertumbuhan dan fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan laut (fitoplankton dan alga bentik) dibatasi oleh kepekatan NO3 dalam air.Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom mengambil sejumlah
20
besar Si dari laut dan kekurangan kandungan Si dapat menjadi faktor pembatas di perairan tertentu.
2.5.6
Produktivitas Primer
Perairan Indonesia yang dipengaruhi oleh sistem pola angin muson memiliki pola sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim, disamping itu pula juga dipengaruhi oleh massa air Lautan Pasifik yang melintasi Perairan Indonesia menuju Lautan Hindia melalui sistem arus lintas Indonesia (Arlindo). Sirkulasi massa air Perairan Indonesia berbeda antara Musim Barat dan Musim Timur. Dimana pada Musim Barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur Perairan Indonesia, dan sebaliknya ketika Musim Timur berkembang dengan sempurna suplai massa air yang berasal dari daerah upwelling di Laut Arafura dan Laut Banda akan mengalir menunju Perairan lndonesia bagian barat (Wyrtki, 1961). Perbedaan suplai massa air tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi perairan yang akhirnya mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas perairan. Produktivitas primer ini menunjukan laju produksi senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis. Menurut Romimohtarto dan Tayib (1987), kandungan klorofil dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Berdasarkan penelitian Nontji (1974) in Romimohtarto dan Tayib (1987), nilai rata-rata kandungan klorofil di Perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata pada saat berlangsung Musim Timur (0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada Musim Tarat (0,16 mg/m3). Daerah-daerah dengan nilai klorofil tinggi mempunyai hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air / up-welling (Laut Banda, Arafura, Selat
21
Bali dan selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai (Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan).
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil kegiatan riset yang terlaksanan atas kerjasama antara JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology) dan BPPT (Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi) dengan judul penelitian Tropical Ocean Climate Study sejak tanggal 28 Desember 2006 hingga 8 Januari 2007 di perairan Utara Papua dengan titik pengambilan contoh 6 stasiun penelitian. Lokasi penelitian ini terletak antara 0º 00’ - 8º 00’ LU dan 130º 00’ - 138º 00’ BT, sesuai dengan track kapal MIRAI untuk memperoleh gambaran mengenai distribusi insekta laut (Halobates sp) di perairan tropis. Letak stasiun dan waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan peta lokasi stasiun dapat di lihat pada Gambar 11.
Tabel 2. Posisi geografis dan waktu pengembilan data berdasarkan stasiun Stasiun 1 2 3 4 5 6
LU 06°00' 02°00' 00°00' 02°00' 05°00' 08°00'
BT 130°00' 130°00' 138°00' 138°00' 137°00' 138°00'
Waktu 5:07 19:07 19:06 19:05 19.05 19:04
22
Tanggal 28 Des 2006 29 Des 2006 02 Jan 2007 04 Jan 2007 06 Jan 2007 08 Jan 2007
23
9
Stasiun 6 8
7
Stasiun 1 6
Stasiun 5
Lintang
5
4
3
Stasiun 2
Stasiun 4
2
1
Stasiun 3
P. Waigeo 0
-1 129
PAPUA 130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
Bujur
Insert
0KM
111.2KM
222.4KM
Gambar 11. Peta lokasi stasiun penelitian di Perairan Utara Papua
24
3.2 Alat Data yang di peroleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder hasil kerja sama antara JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology) dan BPPT (Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi) dengan judul penelitian Tropical Ocean Climate Study. Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat yang digunakan pada proses pengolahan data. No 1 2
Alat/Bahan Note book Syrfer 8
3
Microsoft Exel
4
Data sheet
Spesifikasi Intel celeron
Merk HP Compaq
Kegunaan Analisis Pembuatan Peta Perhitungan analisis
3.3 Analisa data 3.3.1
Kepadatan Halobates sp
Kepadatan Halobates sp adalah luas sapuan (ORI Net / jaring) per satuan individu. Kepadatan tersebut dihitung secara satu persatu dan rumus perhitungan kepadatan Halobates sp adalah sebagai berikut : N=
n A
Keterangan : N : kepadatan Halobates sp (m2/individu) n : jumlah individu (s) A : luas sapuan jaring (m2)
25
3.3.2
Indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi
Melihat keanekaragaman Halobates sp digunakan indek keanekaragaman Shannon - Wiener dalam Odum (1993) sebagai berikut : n
H ' = −∑ pi ln pi i =1
Keterangan : H’ : indek keanekaragaman Shanon-Wiener Pi : Ni ( N : jumlah total individu) N Ni : jumlah individu jenis ke-i i : 1, 2, 3,...,n n : jumlah spesies Nilai H’ = 0 berarti kontinitas hanya terdiri dari satu genus dan nilai H’ akan semakin besar apabila semakin banyak genus yang terdapat dalam contoh. Nilai H’ akan mendekati maksimum apabila semua genus terdistribusi secara merata dalam komunitas (Legendre dan Legendre, 1983). Keseragaman jenis menunjukan seberapa besar nilai kesamaan jumlah individu antar jenis pada suatu komunitas. Nilai indek keseragaman juga dihitung dengan formula dari Shannon - Wiener in Odum (1993), yaitu : E=
H' H max
Keterangan : E : indek keseragaman (0,0 – 1,0) H’ : indek keanekaragaman H’ max : nilai keseragaman maksimum = ln s s : jumlah taksa Nilai E berkisar antara 0,0 – 1,0. Semakin kecil nilai E menunjukkan semakin kecil pula keseragaman populasi Halobates sp, artinya penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genus
26
mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai E maka populasi menunjukkan keseragaman, yaitu bahwa jumlah individu setiap genus dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda (Odum, 1993). Melihat adanya dominansi, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Odum, 1993) :
n C = ∑( i ) N
2
Keterangan : C : Indek dominansi Simpson (0,0 – 1,0) ni : jumlah individu ke i N : jumlah total individu Nilai C berkisar antara 0,0 – 1,0. Apabila nilai C mendekati 0,0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan nilai E yang besar (mendekati 1), sedangkan apabila nilai C mendekati 1 berarti terjadi dominansi jenis tertentu dan dicirikan dengan nilai E yang lebih kecil atau mendekati 0 (Odum, 1993).
27
4.
4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi lokasi penelitian Penelitian yang dilakukan oleh JAMSTEC dan BPPT di Perairan Utara Papua
meliputi parameter arus,suhu,salinitas,oksigen terlarut, dan nutrient. Parameter lingkungan tersebut baik secara langsung maupun tidak akan memberikan dampak bagi keberadaan Halobates sp. Kondisi lingkungan lokasi penelitian dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi pada 6 stasiun penelitian Stasiun Lintang Posisi Bujur Parameter Arus cm/s Salinitas ‰ Suhu °C DO mg/l Klorofil Nitrat Fosfat Silikat
mg/m3 μmol/l μmol/l μmol/l
P.Primer
mg C/m2/hari
Kepadatan
4.1.1
2
ind/10.000m
1 6 130
2 2 130
3 0 138
4 2 138
5 5 137
6 8 138
0,26 33,96 29,70 5,78
0,14 34,36 30,20 5,58
0,01 34,25 29,20 5,88
0,28 34,38 29,10 5,73
0,60 34,16 28,90 5,75
0,51 33,99 28,80 5,75
-
0,41 3,07 0,26 4,70
0,42 3,05 0,23 5,30
1,38 3,22 0,28 4,90
0,59 0,08 0,37 4,10
0,52 0,10 0,33 3,80
-
2,49
2,51
4,46
2,99
2,80
215
268
23
2
288
49
Arus permukaan
Penelitian ini bertepatan dengan Musim Barat, dengan musim dingin pada belahan bumi bagian utara dan musim panas di bagian selatan. Pusat tekanan udara tinggi terdapat di atas daratan Asia dan yang rendah di daratan Australia sehingga mengkibatkan angin berhembus dari Asia menuju Australia. Nilai arus permukaan pada 6 stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.
28
0,7
0,60
Kec.Arus (cm/s)
0,6
0,51
0,5 0,4 0,3
0,28
0,25
0,2
0,14
0,1
0,01
0 1
2
3
4
5
6
Stasiun Penelitian
Gambar 12. Nilai arus permukaan(cm/s) pada 6 stasiun penelitian Pada daerah penelitian, yaitu Utara Papua terdapat pulau di bagian Barat dan selatan. Di bagian barat terdapat kepulauan Filipina, sedangkan pada bagian selatan merupakan pulau Papua. Kedua pulau ini mempengaruhi besar arus permukaan. Kuat arus terbesar terdapat pada Stasiun 6 yaitu 0,51 cm/s dengan arah arus menuju barat, sedangkan nilai arus terkecil terdapat di Stasiun 3 yaitu 0,01 cm/s ke arah timur( Lampiran 1). Stasiun 1 dan 2 merupakan stasiun dengan garis bujur yang sama yaitu 130° bergerak ke arah timur. Pada kedua stasiun ini terdapat pengaruh dari arus North Equatorial Counter Current (NECC) yaitu perputaran dari arus yang bergerak dari timur ke barat dengan luasan arus antara 10°-20° LU dan NGCC New Guinea Counter Current (NGCC) yaitu arus yang berputar balik dari arus yang bergerak dari timur ke barat dan berasal dari New Guenia dengan Halmahera Eddy terdapat pada stasiun 2 (Lampiran 2). Halmahera Eddy adalah putaran / sirkulasi sistem antara arus yang berasal dari selatan ekuatorial dan arus yang berasal dari utara ekuatorial dengan arah pusaran searah jarum jam. Stasiun 3,4,5 dan 6 merupakan stasiun dengan posisi Bujur Timur di 138°. Pada Stasiun 5 merupakan gabungan
29
dari perputaran balik pertemuan arus NECC dan NGCC hal ini menjadikan nilai arus pada Stasiun 5 paling kuat bila dibandingkan dengan arus pada bujur yang sama dengan arah arus menuju timur. Stasiun 3 dan 4 mendapatkan pengaruh dari NGCC (New Guinea Counter Current) namun sangat kecil. Pengaruh inilah yang mengakibatkan arah arus pada Stasiun 3 dan 4 bergerak ke barat. Hal ini sesuai dengan arah angin di mana pada musim barat (November-April) angin bergerak dari arah barat menuju timur , karena sebagaimana telah di ketahui arah angin merupakan faktor utama pembentuk arus permukaan.
4.1.2 Salinitas permukaan Nilai salinitas permukaan yang di peroleh pada pengambilan contoh berkisar antara 33,96 – 34,38 psu, hal ini sesuai dengan pernyataan Romimohtarto (1987) bahwa rata-rata suhu permukaan di samudra adalah 34 psu. Kisaran sebaran salinitas yang relatif sama ini menunjukkan bahwa pada lautan terbuka umumnya memiliki sifat fisik dan kimia air yang sama. Salinitas perairan tertinggi terdapat di Stasiun 4 adalah 34,38 psu, sedangkan salinitas perairan terendah terdapat di Stasiun 1 yaitu 33,96 psu. Bila ditinjau dari perbedaan antara Posisi Bujur dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat (Stasiun 1 dan 2) dan bagian timur (Stasiun 3,4,5, dan 6). Stasiun bagian barat memiliki nilai salinitas yang relatif kecil dibandingkan dengan stasiun bagian timur (lampiran 3). Hal ini dapat disebabkan oleh penyinaran matahari yang terbit dari Timur dan tenggelam di Barat, dimana penyinaran matahari yang tinggi dapat mengakibatkan suhu permukaan laut menjadi lebih panas dan kadar garam lebih tinggi, selain terdapatnya pertemuan arus antara arus yang bersalinitas tinggi dan bersalinitas rendah. Nilai salinitas pada keenam stasiun dapat dilihat pada Gambar 13.
30
34,5
Salinitas (psu)
34,38
34,36
34,4
34,25
34,3
34,16
34,2 34,1
33,99
33,96
34 33,9 33,8 33,7
1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 13. Nilai salinitas (psu) pada 6 stasiun penelitian Stasiun dekat ekuator (Stasiun 2,3 dan 4) merupakan stasiun dengan nilai salinitas terbesar, hal ini disebabkan stasiun tersebut merupakan stasiun dengan posisi mendekati ekuator, di mana penyinaran cahaya di daerah sekitar ekuator memiliki penyinaran matahari yang relatif tinggi, sedangkan pada pengambilan contoh di Stasiun 1,5, dan 6 dilakukan di daerah yang lebih jauh dari ekuator, yaitu antara 05°00’00’’ - 08°00’00’’ LU, sehingga penyinaran matahari relatif lebih rendah.
4.1.3 Suhu permukaan Gambar 14 menunjukkan kisaran nilai suhu permukaan air laut di Perairan Utara Papua pada pengambilan contoh berkisar antara 28,80-30,20°C di mana hal ini sesuai dengan suhu permukaan perairan tropis pada umumnya berkisar antara 29 – 30°C (Romimohtarto,1987). Suhu perairan tertinggi terdapat di Stasiun 2 yaitu sebesar 30,20°C dengan posisi 02°00’00’’ LU dan 130°00’00’’ BT, sedangkan suhu perairan terendah terdapat di Stasiun 6 yaitu 28,80°C (Lampiran 4).
31
Stasiun 1 dan 2 merupakan stasiun dengan posisi Bujur Timur yang sama, yaitu 130°00’, memiliki nilai suhu terbesar di banding dengan stasiun lain yang terletak di posisi 137°00’- 138°00’ BT. Hal ini dikarenakan penyinaran matahari dimana daerah Timur (Stasiun 3,4,5 dan 6) merupakan daerah yang terlebih dahulu terkena penyinaran matahari (matahari terbit dari timur) sehingga waktu matahari tenggelam juga lebih dahulu, mengakibatkan pada daerah timur memiliki suhu permukaan laut yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah barat (Stasiun 1 & 2). Nilai data suhu permukaan pada keenam stasiun dapat dilihat pada Gambar 14. 30,50
o
Suhu ( C)
30,00
30,20 29,70
29,50
29,20
29,10 28,90
29,00
28,80
28,50 28,00 1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 14. Nilai suhu (°C) pada 6 lokasi stasiun penelitian Terdapat perbedaan nilai suhu pada setiap stasiun menunjukkan bahwa nilai suhu dapat dipengaruhi oleh penyinaran matahari ataupun sistem musim dan arus. Dimana pada musim barat mengakibatkan arus bergerak dari timur menuju barat dan pada titik tertentu, terjadi pembelokan arus sehingga terjadi pertemuan arus yang memiliki suhu tinggi dan arus yang memiliki suhu rendah. Selain penyinaran matahari (posisi lintang), variasi nilai suhu juga dipengaruhi oleh curah hujan, pertukaran massa air, penguapan dan angin.
32
4.1.4
Oksigen terlarut
Nilai oksigen terlarut pada 6 stasiun dapat dilihat pada gambar 15.
Oksigen Terlarut (mg/l)
5,9
5,88 5,85
5,85 5,8
5,78
5,75
5,75
5,75
5
6
5,73
5,7 5,65 1
2
3
4 Stasiun
Gambar 15. Nilai oksigen terlarut (mg/l) pada 6 stasiun penelitian Gambar 15 dapat diketahui bahwa nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada Stasiun 3 dengan nilai oksigen terlarut 5,88 mg/l, sedangkan nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 4 yaitu 5,73 mg/l. Nilai kandungan oksigen terlarut pada stasiun 5 dan stasiun 6 bernilai sama, yaitu 5,75 mg/l. Pada daerah dengan 130°00’00’’BT, yaitu Stasiun 1 dan 2 diketahui nilai kandungan oksigen terlarut relatif besar dibandingkan daerah timur (Stasiun 3,4,5, dan 6). Hal ini menunjukkan bahwa pada daerah barat terdapat aktivitas biologi maupun kondisi oseanografi pada stasiun tersebut meningkatkan kandungan oksigen di stasiun tersebut. Kondisi oseanografi tersebut antara lain adalah arus, dimana pada beberapa stasiun penelitian diketahui merupakan titik pertemuan arus, sehingga kandungan oksigen yan terdapat pada stasiun tersebut diketehui merupakan kandungan oksigen dari pertemuan arus. Bila ditinjau dari posisi lintang, Stasiun 3 terletak pada garis ekuator memiliki nilai oksigen terlarut yang tertinggi dibandingkan dengan stasiun lain yang letaknya menjauhi garis ekuator. Tingginya pengaruh penyinaran matahari pada garis ekuator menjadikan
33
parameter oseanografi (suhu, salinitas, oksigen, dan nutrien) pada garis ekuator memiliki nilai yang berbeda. Secara umum nilai variasi oksigen terlarut di 6 stasiun penelitian tidak memiliki perbedaan yang signifikan, hal ini dikarenakan pada laut terbuka kualitas perairannya relatif sama. Nilai kandungan oksigen terlarut pada keenam stasiun penelitian ini cukup tinggi, hal ini dapat disebabkan nilai suhu dan salinitas, aktifitas biologi (fotosintesa oleh fitoplankton dan kegiatan bakteri ) serta percampuran yang disebabkan oleh arus dan gelombang.
4.1.5
Unsur hara
Kandungan zat hara lapisan permukaan di perairan Indonesia, seperti juga perairan tropis lain, umumnya berkonsentrasi rendah (Romimohtarto dan Tayib, 1987). Hal ini juga berlaku pada keenam stasiun penelitian dimana posisinya berada di sekitar daerah ekuator. Rendahnya konsentrasi ini disebabkan tingginnya suhu yang terdapat pada keenam stasiun penelitian, tingginya suhu tersebut mengakibatkan metabolisme biota berlangsung dengan cepat, dengan demikian penimbunan nutrisi seperti yang sering terjadi di perairan dengan iklim sedang (temperate zone) tidak terlaksana. Nilai perolehan data nutrien dapat di lihat pada Tabel 5. Pada Stasiun 4 di peroleh nilai Nitrat tertinggi, yaitu 3,22 μmol/l, sedangkan nilai fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 5 nilai 0,37 μmol/l dan Silikat tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 5,3 μmol/l.
34
Table 5. Beberapa parameter nutrien pada 6 stasiun penelitian di Perairan Utara Papua Nitrat Fosfat Silikat Stasiun (μmol/l) (μmol/l) (μmol/l) 1 2 3,07 0,26 4,70 3 3,05 0,23 5,30 4 3,22 0,28 4,90 5 0,08 0,37 4,10 6 0.10 0,33 3,80 Nilai Nitrat terendah terdapat pada stasiun 5 yaitu 0,08 μmol/l. Nilai Fosfat terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,23 μmol/l dan Silikat terendah terdapat pada stasiun 6 dengan nilai 3,80 μmol/l. Nilai kisaran Nitrat yaitu 0,08-3,22 μmol/l dan Fosfat antara 0,23-0,37 μmol/l menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut subur (Kep.Men LH No 51). Stasiun 1 pada Tabel 5 tidak di temukan data nutrien, hal ini di sebabkan pada stasiun tersebut tidak dilakukan pengambilan contoh air oleh JAMSTEC dan BPPT.
4.1.6
Produktivitas primer
Nilai produktivitas primer dapat di peroleh dari nilai klorofil yang di temukan pada kelima stasiun penelitian, dengan nilai produktivitas berbanding lurus dengan nilai klorofil. Nilai kisaran klorofil pada 5 stasiun penelitian adalah 0,41 mg/m3 - 1,38 mg/m3 yang menunjukkan bahwa sesungguhnya perairan ini cukup subur (Romimohtarto dan Tayib,1987). Gambar 16 di peroleh bahwa kandungan klorofil tertinggi terdapat pada stasiun 4 dengan nilai 1,38 mg/m3, sedangkan kandungan klorofil terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,41 mg/m3. Pada
35
stasiun 1 tidak diketahui nilai klorofil dikarenakan pada stasiun tersebut tidak dilakukan pengambilan contoh air oleh JAMSTEC dan BPPT.
1,6
1,38
3
klorofil (mg/m )
1,4 1,2 1 0,8
0,59
0,6
0,41
0,42
2
3
0,52
0,4 0,2 0
1
4
5
6
Stasiun
Ket: Stasiun 1 tidak dilakukan pengambilan data Gambar 16. Nilai Klorofil (mg/m3) pada 6 stasiun penelitian
Kisaran nilai produktivitas primer pada stasiun penelitian berkisar antara 2,80 – 4,46 Mg C/m2/hari. Menurut Romimohtarto (1987), nilai Produktivitas primer ini dapat diperoleh dari perhitungan klorofil, dimana klorofil juga dipengaruhi oleh nutrien. Nilai produktifitas primer pada keenam stasiun penelitian dapat di lihat pada Gambar 17. Nilai produktivitas primer tertinggi, yaitu sebesar 4,46 Mg C/m2/hari terdapat pada stasiun 4 dengan nilai klorofil tertinggi sebesar 1,383 mg/m3 (Gambar 16 dan Gambar 17), hal ini disebabkan pada stasiun 4 memiliki nilai nitrat yang tertinggi pula . Sedangkan pada Stasiun 2 memiliki nilai Klorofil terendah yaitu 0,41 mg/m3 diperoleh perhitungan bahwa memiliki nilai produktivitas primer yang terendah pula, yaitu 2,49 Mg C/m2/hari.
(mg C/m2/hari)
Nilai Produktifitas Primer
36
5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
4,46
2,99
1
2,49
2,51
2
3
4
5
2,80
6
Stasiun
Ket: Stasiun 1 tidak dilakukan pengambilan data Gambar 17. Nilai produktivitas primer (Mg C/m2/hari) pada 6 stasiun penelitian
4.2 Distribusi Halobates sp Data yang diperoleh dari 6 stasiun penelitian ditemukan 4 spesies Halobates, yaitu Halobates micans (H.m), Halobates germanus (H.g), Halobates sericeus(H.s) dan Halobates sobrinus(H.sp). Nilai perolehan Halobates sp pada 6 stasiun dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Halobates sp 6 stasiun penelitian di Perairan Utara Papua Stasiun H.m H.g H.s H.sp Total 1 515 545 49 0 1.108 2 12 1066 1 166 1.245 3 3 74 4 2 83 4 1 5 0 2 8 5 1.010 48 153 7 1.218 6 136 0 1 1 138 Total 1.677 1.738 208 178 3.801 Tabel 6 di ketahui bahwa pada Stasiun 1 di peroleh 515 individu Halobates micans; 545 Halobates germanus dan 49Halobates sericeus. Namun pada stasiun 1 tidak di temukan Halobates sobrinus. Secara kuantitatif, stasiun 2 di peroleh
37
Halobates sp dengan nilai tertinggi, yaitu 1245 individu dengan perincian 12 individu Halobates micans, 1066 individu Halobates germanus,1 insekta Halobates sericeus dan Halobates sobrinus sebanyak 166 individu. Stasiun 3 juga di temukan 4 jenis Halobates sp seperti halnya di stasiun 2, yaitu Halobates micans (3 individu), Halobates germanus (74 individu), Halobates sericeus (4 individu), dan Halobates sobrinus (2 individu). Pada stasiun 4 tidak di peroleh contoh dengan jenis Halobates sericeus, stasiun 5 dengan perolehan individu total mencapai 1218 dan di stasiun terakhir, yaitu stasiun 6 tidak di temukan jenis Halobates germanus. Deskripsi di atas, dapat di ketahui bahwa pola penyebaran Halobates sp, cenderung tidak merata dengan temuan Halobates micans pada setiap stasiun. Perolehan keempat jenis Halobates sp pada keenam stasiun penelitian sesuai dengan pernyataan Andersen (1994) bahwa penyebaran Halobates micans (Lautan atlantik, India, dan Laut Tropis), Halobates germanus (Laut Tropis bagian barat dan India), Halobates sericeus (Laut Tropis) dan Halobates sobrinus (Laut Tropis timur).
4.3 Kepadatan Halobates sp Secara umum nilai kepadatan Halobates sp pada keenam stasiun penelitian diperoleh nilai yang beranekaragam. Nilai kepadatan tertinggi ditemukan pada pengambilan contoh di Stasiun 5 yaitu sebesar 288 ind/10.000m2 dan kepadatan Halobates terendah adalah di Stasiun 4, yaitu 2 ind/10.000m2 yang menunjukkan bahwa setiap individu Halobates sp akan ditemukan pada luasan area sebesar 5500 m2 . Kepadatan total Halobates sp pada pengambilan contoh di 6 stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 18.
38
2
Kepadatan (ekor/10.000 m)
350 300 250
288
268 215
200 150 100 49 50
23
2
0 1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 18. Kepadatan Halobates sp pada 6 stasiun penelitian Letak posisi Stasiun 5 memiliki suhu permukaan perairan 28,9°C dengan nilai salinitas pada Stasiun 5 sebesar 34,16 psu dengan nilai oksigen terlarut sebesar 5,75 mg/l dan Nitrat, Fosfat dan Silikat secara berurutan, yaitu 0,08 ; 0,37dan 4,1 μmol/l. Pada Stasiun 4 yang di ketahui memiliki nilai salinitas, nutrien, klorofil, dan produktivitas tertinggi dan diiringi dengan nilai kepadatan yang terendah yaitu 2 ind/10.000m2 . Selain hal tersebut stasiun 4 juga merupakan stasiun dengan kecepatan arus yang relatif kecil. Halobates sp yang pergerakannya kecil dan dipengaruhi arus mengkibatkan kepadatan Halobates sp di stasiun 4 kecil. Stasiun 1 dan 2 merupakan stasiun yang terletak di barat bila dibandingkan dengan stasiun lainnya. Pada stasiun tersebut secara umum relatif memiliki nilai kepadatan Halobates sp yang besar dibandingkan dengan stasiun timur (kecuali Stasiun 5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Andersen (1994) bahwa penyebaran di daerah barat dan ekuator memiliki penyebaran (keberadaan Halobates micans dan H.sericeus) yang cenderung menyebar tidak merata. Bila di tinjau dari posisi lintang daerah yang terletak di sekitar ekuator (kecuali Stasiun 2) memiliki
39
kepadatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan stasiun yang letaknya menjauhi ekuator.
4.4 Indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi Nilai indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi Halobates sp menunjukkan banyaknya jenis suatu spesies dan jenis speaies apakah yang mendominasi pada suatu lingkungan. Nilai indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi Halobates sp pada pengambilan contoh di 6 stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 19.
0,97 0,7
0,57
H E
0,41
0,09
C
0,2
0,06
0,47
0,46
0,65
0,9
0,8
0,75 0,45
0,33
0,4
0,33
0,6
0,46
Indeks
0,8
0,61
1
0,84
1,2
0 1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 19. Nilai indek keanekaragaman (H), keseragaman (E), dan dominansi (C) Halobates sp Nilai indek keanekaragaman pada pengambilan contoh di setiap stasiun penelitian pengamatan berkisar antara 0,09 - 0,90. Indek keanekaragaman tertinggi terdapat pada Stasiun 4 yaitu sebesar 0,90. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan di dalam ekosistem perairan tersebut dimana jumlah genus yang ditemukan di Stasiun 4 dengan posisi 02°00’00’’ LU dan 138°00’00’’ BT cukup beragam dibandingkan dengan stasiun lain yaitu sebesar tiga genus. Nilai indek
40
keanekaragaman terendah terdapat pada Stasiun 6 yaitu sebesar 0,09. Hal ini disebabkan karena pada Stasiun 6 genus yang ditemukan tidak beragam. Jumlah genus dan variasinya yang relatif kecil menunjukkan adanya ketidakseimbangan didalam ekosistem perairan yang disebabkan gangguan dan tekanan ekologis dari lingkungan disekitarnya. Nilai indek keseragaman pada pengambilan contoh di setiap stasiun penelitian berkisar antara 0,06 - 0,65. Indek keseragaman tertinggi terdapat pada Stasiun 4, sama seperti pada indek keanekaragaman yaitu sebesar 0,65, sedangkan keseragaman terendah terdapat pada Stasiun 6 yaitu sebesar 0,06. Nilai indek keseragaman yang bernilai 0,06 (mendekati 0) pada Stasiun 6 menunjukkan minimnya keseragaman populasi Halobates sp, artinya penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genus mendominasi populasi tersebut. Pada stasiun 4 ditemukan nilai indek keseragaman yang paling tinggi pula, hal ini menunjukkan populasi jumlah individu setiap genus dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda. Berdasarkan nilai indek keseragaman yang didapat pada setiap stasiun maka dapat diketahui bahwa penyebaran jumlah individu setiap genus di setiap stasiun dapat dikatakan berbeda. Nilai indek dominansi pada pengambilan contoh di setiap stasiun penelitian berkisar antara 0,46-0,97. Indek dominansi tertinggi terdapat pada Stasiun 6 yaitu sebesar 0,97. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dominasi yang sangat besar (mendekati maksimum) pada stasiun tersebut, artinya terdapat 1 jenis spesies yang sangat mendominasi di di antara jenis lain yang di temukan di stasiun 6. Individu yang dominan di stasiun 6 adalah Halobates micans. Indek dominansi terendah
41
terdapat pada Stasiun 1 yaitu sebesar 0,46 hal ini menunjukkan bahwa dominasi yang dimiliki 1 jenis Halobates rendah. Secara umum, nilai indek dominansi ini cenderung tinggi karena ada genus yang mendominasi dibandingkan genus lainnya yaitu Haloates micans yang di temukan di setiap stasiun.
4.5
Hubungan kondisi perairan dengan kepadatan Halobates sp Secara umum kepadatan Halobates sp pada wilayah barat (Stasiun 1 dan 2)
memiliki kepadatan yang relatif besar di banding dengan stasiun wilayah Timur. Hal ini dicirikan dengan kisaran salinitas yang kecil, nilai arus yang besar dan suhu di atas 29°C, sedangkan pada Stasiun timur (kecuali Stasiun 5) memiliki kepadatan yang kecil. Hal ini di sebabkan oleh arus pada Stasiun timur jauh lebih kecil daripada Stasiun barat. Bila ditinjau dari posisi lintang, stasiun yang terletak dekat garis ekuator memiliki nilai kepadatan yang rendah dibandingkan dengan stasiun yang letaknya jauh dari ekuator. Hal ini dikarenakan pada garis ekuator, kondisi oseanografi cenderung berbeda. Ukuran tubuh Halobates sp yang sangat kecil dan mengapung di permukaan air dengan gerakan tubuhnya merupakan pergerakan pasif, yaitu pergerakan yang dipengaruhi oleh arus permukaan. Sehingga penyebaran dan keberadaanya sangat di pengaruhi oleh arus. Hubungan antara kepadatan Halobates sp dengan arus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya arus. Pada stasiun 1, dan 5 diketahui merupakan stasiun dengan posisi dimana terjadi pertemuan arus (konfergen), dan stasiun 2 merupakan tempat dimana terdapat Halmahera Eddy. Sedangkan pada stasiun 3,4,dan 6 yang merupakan stasiun kepadatan kecil, memiliki nilai arus yang kecil tanpa adanya pertemuan arus.
42
Hubungan antara kepadatan Halobates sp dengan suhu yang mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu dengan nilai kepadatan maksimum pada Stasiun 5 mencapai 34,71 m2 /ind dan nilai suhu 28,9 °C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Andersen (1994), bahwa Halobates sp dapat berkembang dengan baik pada suhu 24-28 °C. Sedangkan pada suhu di luar batasan itu kepadatan Halobates sp cenderung lebih kecil. Stasiun 1 merupakan stasiun yang memiliki nilai kepadatan besar, yaitu 215 ind/ 10.000 m2 memiliki suhu yang paling tinggi pula dengan nilai 29,7°C. Hal ini menunjukkan Halobates sp memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan terutama terhadap suhu permukaan air laut. Besaran nilai salinitas pada 6 stasiun penelitian cenderung merata dengan kisaran antara 33,96 – 34,38 psu, dengan kisaran kepadatan Halobates yang sangat besar, yakni 2-288 ind/ 10.000 m2 .Minimnya pengaruh salinitas terhadap kepadatan Halobates sp dikarenakan Halobates sp merupakan salah satu genus yang dapat mengadaptasi kondisi lingkungan hiper-osmotik seperti pada lautan terbuka. Besaran nilai oksigen terlarut pada 6 stasiun penelitian cenderung merata dengan kisaran antara 5,73 – 5,88 mg/l, dengan kisaran kepadatan Halobates sp yang sangat besar, yakni 2-288 ind/ 10.000 m2. Dari kisaran di atas diketahui bahwa oksigen memberi pengaruh positif terhadap keberadaan Halobates sp, hal ini dikarenakan setiap makhluk hidup termasuk Halobates sp membutuhkan oksigen unuk bernafas dan bertahan hidup. Nilai Nitrat pada 6 stasiun penelitian memiliki kisaran yang besar yaitu antara 0,08-3,22 µmol/liter. Nilai Silikat pada 6 stasiun penelitian memiliki kisaran yang
43
besar yaitu antara 3,8-5,3 µmol/liter dan nilai Fosfat pada 6 stasiun penelitian memiliki kisaran yang besar yaitu antara 0,23-0,37 µmol/liter. Nilai Klorofil pada 6 stasiun penelitian berkisar antara 0,41-1,38 mg/m3. Pada Stasiun 1 tidak terdapat data penelitian, hal ini dikarenakan pada penelitian yang dilakukan oleh BPPT dan JAMSTEC tidak dilakukan pengambilan contoh pada posisi tersebut. Sedangkan kisaran kepadatan Halobates sp, yaitu 2-288 ind/ 10.000 m2. Dari kisaran di atas diketahui bahwa Nitrat dan Silikat memberi pengaruh negatif dan Klorofil serta Fosfat memberi pengaruh positif, namun ketiganya memiliki pengaruh yang sangat kecil terhadap keberadaan Halobates sp. Hal ini menunjukkan kadar Nitrat, Fosfat, Silikat, dan Klorofil hampir tidak memiliki pengaruh terhadap keberadaan Halobates sp, karena sumber makanan langsung Halobates sp bukanlah berasal dari Nutrien di perairan melainkan Plankton. Nilai produktivitas primer berbanding lurus dengan nilai Klorofil pada 6 stasiun penelitian berkisar antara 0,41-1,38 mg/m3. Nilai produktivitas primer yang diperoleh pada 6 stasiun penelitian yaitu 2,49-4,46 Mg C/m2/hari. Seperti pada parameter Nitrat, Fosfat, Silikat dan Klorofil, nilai produktivitas primer pada stasiun 1 tidak dapat di peroleh dikarenakan pada penelitian yang dilakukan oleh BPPT dan JAMSTEC tidak dilakukan pengambilan contoh pada posisi tersebut. Kisaran kepadatan Halobates sp yang sangat besar, yakni 2-288 ind/ 10.000 m2. Bila di tinjau dari dua bagian, yaitu stasiun dengan kepadatan besar (Stasiun 1,2 dan 5) dan stasiun kepadatan kecil (Stasiun 3,4, dan 6) dapat dilihat bahwa pada stasiun dengan kepadatan tinggi memiliki nilai produktivitas primer yang rendah bila di bandingkan dengan keseluruhan nilai produktivitas primer dan pada stasiun
44
dengan kepadatan kecil memiliki nilai produktivitas primer tinggi (Stasiun 6) dan nilai produktivitas primer besar pada Stasiun 3 dan 4.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penyebaran dan keberadaan Halobates sp di seluruh perairan bumi menyebar hampir merata di sekitar garis katulistiwa. Pada keenam stasiun penelitian di perairan Utara Papua di temukan 4 jenis Halobates sp, yaitu Halobates micans, Halobates germanus, Halobates sericeus dan Halobates sobrinus. Nilai kelimpahan Halobates sp pada keenam stasiun penelitian berkisar antara 2-288 ind/ 10.000 m2 dengan penyebaran yang tidak merata. Kisaran nilai Indek Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi jenis Halobates sp pada keempat stasiun tidak merata, dan terdapat 2 jenis Halobates yang mendominasi pada hampir disetiap stasiun yaitu Halobates micans dan Halobates germanus. Hasil analisa melalui pendekatan kualitatif menunjukkan bahwa arus berpengaruh terhadap keberadaan Halobates sp bila dibandingkan dengan parameter yang lain. Pada stasiun dengan kepadatan Halobates sp besar merupakan tempat pertemuan arus. Kepadatan Halobates sp yang besar di temukan pada Stasiun 1 dan 2 dimana suhu perairan tinggi yaitu diatas 30°C, hal ini menunjukkan Halobates sp memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap suhu dibandingkan dengan wilayah sub tropis.
5.2.
Saran
Penelitian mengenai insekta laut, khususnya Halobates sp masih jarang di Perairan Indonesia. Sehingga disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan di Perairan Indonesia dengan stasiun yang lebih banyak untuk mengetahui distribusinya dengan pengamatan parameter lingkungan yang lebih lengkap dan
45
pada musim yang berbeda, mengingat Halobates sp merupakan spesies yang dipengaruhi banyak faktor lingkungan.
45
46
pada musim yang berbeda, mengingat Halobates sp merupakan spesies yang dipengaruhi banyak faktor lingkungan
47
DAFTAR PUSTAKA Andersen,N.1976. Biologogy and Biology http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT3.HTM (21Mei 2008) Andersen,N.1992. Distribution of Sea Skaters http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT4.HTM (21Mei 2008) Andersen,N.1994. Distribution of Sea Skaters http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT4.HTM (21Mei 2008) Andersen,N.1999. Distribution of Sea Skaters http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT4.HTM (21Mei 2008) Andersen,N.2002. Illustrated key to the sea skaters, Halobates, and allied genera http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOKEY1.HTM (21Mei 2008) Arinardi.O.H, dan A. Sutomo. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. LIPI. Jakarta. 61 p. Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi. 2007.Mirai Cruise Report MR 06-05 Leg 3. Indonesia Borror, J,D and S.Delong.2005. Introduction to the Study of Insects.7th. Thompson Press. Australia. Cheng,L. 1985.Distribution of Sea Skaters http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT4.HTM (21Mei 2008) Cheng,L. 1989. Phylogeography of Ocean Striders http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOPHYL.HTM(21Mei 2008) Hoback,W. Halobates life http://cgi.unk.edu/hoback/marineinsects /halobateslife.htm (16 juli 2008) Hoback,W. Halobates map http://cgi.unk.edu/hoback/marineinsects/halobatmap.htm (16 juli 2008) Hoback,W. Marine Insect Home Page. http://cgi.unk.edu/hoback/marineinsects/marineinsects.htm (16 Juli 2008) Hoback,W. Nutrition http://cgi.unk.edu/hoback /marineinsects /nutrition. htm (16 Juli 2008) Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. KepMen LH no 51
48
Legendre, L dan P. Legendre. 1983. Numerical Ecology. Elseiver Scientifis Publishing Company,Amsterdam. 419 p. Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi : Alih Bahasa Tjahjono Samingan .Edisi Ketiga Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Romimohtarto,K dan S.Tayib.1987. Kondisi Lingkungan Pesisir dan Laut di Indonesia. LIPI.Jakarta. Romimohtarto, K dan S Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan.Jakarta. Romimohartato,K. 2007. KUALITAS AIR DALAM BUDIDAYA LAUT http://masantos.wordpress.com/2007/02/28/kualitas-air-dalam-budidayalaut (8Juni 2008) Schulz.M, and Baldes.1989. The sea-scater Halobates micans : an open oean bioindicator for cadmium distribution in Atlantic surface waters. Marine Biology. 102 :211-215. Tarumingkeng,R.C. 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. IPB Press, Bogor. Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga Report. Volume 2. The University of California. La Jolla, California.
LAMPIRAN
49 Lampiran 1. Sebaran arus permukaan rata-rata pada 6 stasiun penelitian.
PETA PROFIL ARUS PERMUKAAN PADA 7 STASIUN PENELITIAN
9
Stasiun 6
8
7
6
Stasiun 1 Stasiun 5
5
4
3
2
Stasiun 2
Stasiun 4
1
Stasiun 3
0
-1 129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
Insert 0km
111.2km
222.4km
Kecepatan Arus Permukaan 3.3787384851701E-010143.1234981715
50 Lampiran 2. Sebaran arus permukaan berdasaran track Kapal Mirai.
St.6
51 Lampiran 3. Sebaran salinitas permukaan pada 6 stasiun penelitian
9
Stasiun 6 8
7
6
Stasiun 1 34.34 34.32 34.3 34.28 34.26 34.24 34.22 34.2 34.18 34.16 34.14 34.12 34.1 34.08 34.06 34.04 34.02 34 33.98 33.96 33.94
Stasiun 5
5
4
3
2
Stasiun 2
Stasiun 4
1
Stasiun 3
0
-1 129
130
0KM
131
111.2KM
132
133
134
222.4KM
.
135
136
137
138
139
52
Lampiran 4. Sebaran suhu permukaan pada 6 stasiun penelitian
9
Stasiun 6 8
7 30 29.9
Stasiun 1 6
29.8 29.7
Stasiun 5
29.6
5
29.5 29.4
4
29.3 29.2
3
29.1 29
2
Stasiun 2
Stasiun 4
28.9 28.8 28.7
1
Stasiun 3
0
-1 129
130
131
132
0KM
111.2KM
222.4KM
133
134
135
136
137
138
139
53
Lampiran 5. Alat yang digunakan dalam penelitian
Perhitungan Halobates sp
Ruang inkubasi Halobates sp
ORI NET
Laboratorium
Proses pengambilan Halobates sp
CTD SBE 911 Plus
54
Kapal MIRAI