STUDI EMPIRIK PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DAN KINERJA: SEBUAH KAJIAN LITERATUR Oleh: Muhdar HM1 Abstrak Tujuan dari artikel ini adalah mereview hubungan kecerdasan spiritual dengan organizatioanl citizenship behavior dan untuk mengeksplorasi bagaimana kecerdasan spiritual meningkatkan kinerja karyawan dan efektivitas organisasi. Ada beberapa yang menulis tentang konsep kecerdasan spiritual dalam kaitannya membentuk perilaku extra peran karyawan dan pada akhirnya melahirkan suatu kontribusi terhadap kinerja individu dan organisasional. Dalam kajian penelitian empiris yang masih terbatas ini, ditemukan mendukung teori ini. Sekitar 32 penelitian tentang spiritualitas yang direview ditemukan bagaimana spiritualitas membentuk perilaku OCB dan mendukung kinerja karyawan dan organisasi. Studi empiris tersebut menunjukkan efek positif dari kecerdasan spiritual terhadap organizational citizenship behavior dan kinerja individu dan organisasi. Namun, dibalik efek tersebut belum ditemukan keseragaman pengukuran kecerdasan spiritual diantara para peneliti. Artinya masih relatif variatif dalam pengukuran kecerdasan spiritual, sehingga hasilnya belum bisa digeneralisasikan. Untuk saat ini, penelitian empiris menunjukkan bahwa spiritualitas di tempat kerja menunjukkan janji sebagai paradigma manajemen baru yang signifikan. Artikel ini juga memperkenalkan potensi manfaat implementasi spiritualitas ke tempat kerja; memberikan rekomendasi dan saran bagi para praktisi untuk memasukkan spiritualitas di tempat kerja dalam organisasi, supaya kecerdasan spiritual karyawan dapat berkembang dengan baik. Kata kunci: Kecerdasan Spiritual, Spiritualitas, Organizational Citizenship Behavior, Kinerja.
1
Lecturer at Faculty of Syariah and Islamic Economic, State Islamic Institute of Sultan Amai Gorontalo, Indonesia
35
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
1. Pendahuluan (Introduction) Sifat dasar pekerjaan terus berubah. Hal ini terbukti dalam jenis pekerjaan yang karyawan gunakan untuk terlibat. Konsep tradisional pekerjaan seumur hidup juga telah berubah. Karyawan di masa depan perlu menunjukkan kepada organisasi mereka dapat menambah nilai organisasi. Organisasi tidak hanya dari Jepang tetapi juga Amerika Serikat telah mulai menunjukkan minat pada nilai-nilai spiritual. Jiwa organisasi dan semangat sumber daya manusia (SDM) sering diabaikan oleh banyak organisasi. Kehidupan kerja mestinya mencapai dan menyentuh ke dalam jiwa dan semangat seluruh SDM di tempat kerja. Mereka bekerja terus-menerus mencari cara untuk memperbaiki diri dan merasakan kontribusinya terhadap kehidupan kerja mereka. Kesatuan tempat kerja menciptakan organisasi yang lebih kuat, yang dapat bertahan dari ketidakpastian dalam lingkungan bisnis yang dinamis ini. Bentuk semangat itu, salah satunya menuntut kecerdasan spiritual2. Diketahui bahwa orang yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda, kepribadian, kemampuan dan kecerdasan. Kecerdasan spiritual karyawan memberikan kontribusi kinerja yang lebih baik pada organisasi3. Selanjutnya, orang-orang yang kecerdasan spiritual baik memiliki beberapa karakteristik: mereka bekerja keras, mereka mencintai apa yang mereka lakukan, mereka melakukan pekerjaan dengan baik, dan lain lain4. Penulisan artikel ini, penulis mencoba untuk mengidentifikasi bagaimana kecerdasan spiritual memberikan kontribusi kinerja pada organisasi melalui hubungannya dengan organizational citizenship behavior (OCB). Organ (1988) menjelaskan bahwa OCB adalah perilaku diskresioner yang mempromosikan fungsi efektif organisasi5. Ini adalah perilaku yang di atas dan melampaui apa yang diharapkan dari karyawan.6 OCB telah menghasilkan 2
Susan Tee Suan Chin, R.N. Anantharaman and David Yoon Kin Tong. The Roles of Emotional Intelligence and Spiritual Intelligence at the Workplace. Journal of Human Resources Management Research. Vol. 2011. pp. 1 – 9. 3 Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei, Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiaras Fartash, The link between workplace spirituality, Organizational citizenship behavior and job Performance in iran. A Journal of Economics and Management. Vol.1 Issue 6, September 2012. p. 51-67. 4 Nandani Lynton & Kirstan Høgh Thøgersen. Spiritual Intelligence And Leadership In The China Laboratory. Journal of International Business Ethics. Vol.2 No.1. 2009. pp. 112 – 118. 5 Abbas Ali Rastgar, N. Pourebrahimi & Sayed Mehdi Mousavi Davoudi. Leader-Member Exchange and organizational citizenship behavior: A survey in Iran's food industry. Pacific business review international, 5(5), 2012, pp. 13-18. 6 Sayed Mehdi Mousavi Davoudi. A comprehensive study of organizational citizenship Behavior (OCB): introducing the term, clarifying its Consequences and identifying its antecedents. A Journal of Economics and Management. Vol.1 Issue 2, May 2012, pp. 73 – 85.
36
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
cukup banyak perhatian dalam penelitian baru-baru ini misalnya Rastgar, 2012a; Davoudi, 2012a; Davoudi et al., 2012b. Ketertarikan ini berasal dari kenyataan bahwa OCB meningkatkan efektivitas organisasi. Menurut Davoudi (2012b), ketika karyawan melampaui perilaku yang diharapkan, efektivitas organisasi akan meningkat.7 Dengan demikian, memahami konsep OCB dan faktor-faktor yang terkait dapat membantu pengelola sumber daya manusia organisasi, menilai jenis lingkungan apa untuk memberikan motivasi dan memuaskan karyawan8. 2. Literatur Review 2.1. Kecerdasan Spiritual Setelah meninjau beberapa literatur, baik parsial maupun kolektif, ternyata para peneliti memandang spiritual intelligence (SQ) dikonsepkan sebagai suatu evolusi teori kecerdasan terkini, melengkapi IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) yang lebih dahulu dikembangkan. Kecerdasan spiritual merupakan keceradasan tambahan yang diusulkan dalam dekade terakhir. Konsep kecerdasan spiritual menurut Emmons (2000a) masuk dalam kriteria Gardner (1983), mengusulkan lima kemampuan inti: 1) kapasitas untuk kesadaran transenden (makhluk ilahi atau diri sendiri); 2) kemampuan untuk memasukkan keadaan spiritual pada kesadarannya; 3) kemampuan untuk mensucikan pengalaman sehari-hari; 4) kemampuan untuk memanfaatkan spiritualitas untuk memecahkan masalah; dan 5) kemampuan untuk terlibat dalam perilaku bajik/bijak (misalnya, pengampunan). Yang terakhir dari kapasitas ini telah dihapus Emmons, (2000b) karena menurut Mayer (2000) interpretasinya yang lebih akurat sebagai perilaku pilihan. Noble (2000) sependapat dengan Emmons (2000a) dan ia menambahkan dua kemampuan inti tambahan: (1) pengakuan sadar bahwa realitas fisik tertanam lebih besar dalam, realitas multidimensi; dan (2) mengejar sadar akan kesehatan psikologis, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi untuk ... masyarakat global. Yang pertama dari kemampuan ini menurut Emmons (2000a) dapat segera digabung dengan kapasitas kesadaran transenden, sedangkan yang kedua lebih mirip sebagai perilaku disukai9. 7
Sayed Mehdi Mousavi Davoudi. Organizational commitment and extra-role behaviour: A survey in Iran’s insurance industry, 7(1), 2012, pp. 66-75. 8 Sayed Mehdi Mousavi Davoudi. A comprehensive study of organizational citizenship Behavior (OCB): introducing the term, clarifying its Consequences and identifying its antecedents. A Journal of Economics and Management. Vol.1 Issue 2, May 2012, pp. 73 – 85. 9 David B. King & Teresa L. DeCicco. A Viable Model and Self-Report Measure of Spiritual Intelligence. International Journal of Transpersonal Studies, 28, 2009. pp. 68-85
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
37
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
Kapasitas kesadaran transenden telah sama-sama ditekankan oleh Wolman (2001) dan Vaughan (2002). Orang lain telah menambahkan kapasitas untuk berpikir eksistensial dan pertanyaan (misalnya, Nasal, 2004; Vaughan, 2002; Wolman, 2001; Zohar & Marshall, 2000) sebagai aspek inti kecerdasan spiritual. Lebih lanjut Zohar dan Marshall (2000) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan proses unitive otak yang berfungsi sebagai konsep pengalaman dan menghasilkan makna. Nasal (2004) menggambarkan konstruk sebagai "penerapan kemampuan spiritual dan sumber daya pada konteks praktis", mengidentifikasi dua komponen utama yaitu pertanyaan eksistensial dan kesadaran kehadiran ilahi. Namun gagal untuk menawarkan ukuran universal kemampuan spiritual yang bertentangan dengan pengalaman dan perilaku.10 Baru-baru ini, Amram (2007) mengidentifikasi tujuh tema utama kecerdasan spiritual, termasuk makna, kesadaran, anugerah, transendensi, kebenaran, kedamaian penyerahan diri, dan kebebasan mengarahkan-batin. Skala pengukuran kecerdasan spiritual oleh Amram juga menagalami kegagalan seperti halnya Nasal (2004). Amram (2007) gagal membedakan di antara kemampuan spiritual, perilaku, dan pengalaman, sebagai model yang terbaik digambarkan sebagai spiritualitas hidup. Model-model sebelumnya telah membuat kesalahan serupa. Misalnya, Wolman (2001) berpendapat bahwa pengalaman fenomenologis adalah komponen penting dari kecerdasan spiritual, sementara yang lain telah melibatkan interpretasi teologis (misalnya, Emmons, 2000a; Nasal, 2004), sehingga teori-teori tertentu yang tidak dapat diterapkan secara universal.11 Gardner (1993, 2000) tetap ragu-ragu untuk menerima kecerdasan spiritual dalam model kecerdasan majemuk yang ditemukannya, dengan alasan bahwa konsep ini terlalu membingungkan dengan pengalaman fenomenologis dan keyakinan agama. Dia, menyatakan bahwa bagaimanapun preferensi untuk kecerdasan eksistensial, yang Halama dan Strizenec (2004) gambarkan sebagai hubungan yang tumpang tindih membangun kecerdasan spiritual. King dan Decicco, memberikan bukti untuk mendukung gagasan bahwa kecerdasan spiritual tidak hanya melibatkan kapasitas eksistensial, tetapi sebagai satu set kemampuan mental yang berbeda dari ciri-ciri perilaku dan pengalaman, yang memenuhi kriteria kecerdasan yang dibangun Gardner (1983)12. Model berikutnya juga mengasumsikan interpretasi kontemporer spiritualitas yang membedakannya dari konstruk religiusitas. Agama dipandang sebagai "sebuah sistem keyakinan terorganisir, praktik, ritual, dan simbol", sedangkan spiritualitas dianggap sebagai "pencarian pribadi untuk memahami 10
Ibid Ibid 12 Ibid 11
38
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
jawaban atas pertanyaan utama tentang kehidupan, tentang yang berarti, dan tentang hubungan dengan sakral atau transenden". Seperti banyak penulis (misalnya, Helminiak, 2001; Worthington & Sandage, 2001) telah mencatat, bagaimanapun, agama dan spiritualitas tetap erat, dengan agama menjadi "kendaraan sosial yang terbaik, menyatakan dan mendukung spiritualitas" (Helminiak, 2001). Sementara agama dan kecerdasan spiritual juga mungkin terkait, ini adalah topik diskusi yang tidak dapat ditangani dalam batas-batas makalah saat ini. Namun demikian, hal ini menyatakan bahwa kecerdasan spiritual dan religiusitas merupakan konstruksi psikologis yang berbeda tetapi terkait. Dengan demikian, model ini mungkin atau tidak mungkin konsisten dengan pendekatan keagamaan yang dibentuk atau sistem kepercayaan. Ini bukan kemunduran dari model saat ini; melainkan merupakan hasil dari komitmen yang mengidentifikasi kemampuan kognitif yang bertentangan dengan keyakinan dan sikap, yang diperlukan dalam pembentukan kecerdasan manusia yang universal13 Perhatian kecerdasan spiritual pada arti dan nilai dalam hidup yang mengarahkan kegiatan, dan perilaku kita dalam konteks yang lebih kaya14. Menurut Wolman (2001), kecerdasan spiritual adalah kemampuan manusia untuk bertanya tentang makna hidup mereka dan merasakan hubungan antara mereka dan kehidupan mereka15. Demikian pula, Rogers (2003) dan Yang (2006) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan untuk membangun makna melalui intuitif melihat keterkaitan antara pengalaman hidup-dunia dan lingkup batin dari psikis orang. Menurut Zohar & Marshal (2000), kecerdasan spiritual adalah yang paling lengkap dari semua kecerdasan (misalnya Kecerdasan emosional), karena didasarkan pada spiritualitas manusia. Oleh karena itu, menurut Saidy, et. al., (2009) orang-orang yang cerdas secara spiritual, bisa mengendalikan emosi mereka dengan baik dan kemudian, berdampak pada pemikiran yang baik terhadap orang-orang16
13
Ibid Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei, Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiaras Fartash, The link between workplace spirituality, Organizational citizenship behavior and job Performance in iran. A Journal of Economics and Management. Vol.1 Issue 6, September 2012. p. 51-67 15 Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei, Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiaras Fartash, The link between workplace spirituality, Organizational citizenship behavior and job Performance in iran. A Journal of Economics and Management. Vol.1 Issue 6, September 2012. p. 51-67 16 Omid Rashvand & Elham Bahrevar. A Study of the Relationship among Spiritual intelligence, Organizational Citizenship Behavior and Turnover Intentions. International Journal of Research in Organizational Behavior and Human Resource Management, Vol. 1, No. 2, 2013. pp. 25-34. 14
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
39
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
King dan DeCicco (2009) seorang peneliti SQ dari Trent University in Peterborough, Ontario, Canada telah merumuskan SQ sebagai kapasitas mental yg berakar pada aspek non-materi dan transendental dari fakta dan realita, dalam pernyataannya, bahwa kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai satu set kapasitas intelektual yang berkontribusi terhadap kesadaran, integrasi, dan aplikasi adaptif aspek nonmateri dan transenden tentang keberadaan seseorang, mengarah ke hasil seperti refleksi eksistensial mendalam, peningkatan makna, pengakuan dari transenden diri, dan penguasaan kondisi spiritual.17 Dalam beberapa penelitian, dimensi yang sering digunakan sebagai alat ukur kecerdasan spiritual adalah diantaranya tujuh dimensi yang diperkenalkan oleh Wolman (2001) yaitu: (1) Divinity: mengacu pada rasa sumber ilahi energi atau fenomena. (2). Mindfulness: mengacu pada proses fisik seperti makan, latihan, dan lain lain (3). Persepsi ekstra-indrawi: mengacu pada Keenam rasa orang. (4). Community: mengacu pada kegiatan sosial. (5). Intelektualitas: mengacu pada membaca dan berbicara tentang mata pelajaran spiritual. (6). Trauma: mengacu pada penyakit dan kematian orang yang kita cintai. (7). Spiritualitas anak: mengacu pada pengalaman spiritual dari masa kanak-kanak18. Sementara itu, model yang dirumuskan King dan DeCicco, (2009) untuk mengukur kecerdasan spiritual adalah: pertama, berpikir kritis eksistensial (Critical Existential Thinking - CET). Komponen ini melibatkan kemampuan untuk secara kritis merenugkan makna, tujuan, dan isu-isu eksistensial atau metafisik lainnya (misalnya, realitas, alam semesta, ruang, waktu, kematian). Selain menaiknya dukungan dari saran Gardner (1993) tentang kecerdasan eksistensial (misalnya, Halama & Strizenec, 2004; Shearer, 2006; Simmons, 2006), pemikiran eksistensial adalah hal yang lumrah dalam definisi kedua spiritualitas (misalnya, Koenig, McCullough, & Larson, 2000; Matheis, Tulsky, & Matheis, 2006; Wink & Dillon, 2002) dan kecerdasan spiritual (Nasel, 2004; Vaughan, 2002; Wolman, 2001; Zohar & Marshall, 2000). Saat ini berpendapat bahwa pemikiran eksistensial kritis dapat diterapkan untuk setiap masalah kehidupan, sebagai objek atau kejadian dapat dilihat dalam kaitannya dengan eksistensi seseorang. Sementara beberapa membahas "pencarian untuk memahami jawaban" (Koenig et al., 2000) atas pertanyaan-pertanyaan yang tampaknya akhir (misalnya, Noble, 2000), hal ini dapat lebih praktis dianggap sebagai pola perilaku yang terkait. Sebagian besar, aspek kognisi yang melekat dalam pembahasan kecenderungan eksistensial, Sering menjadi referensi pemikiran eksistensial (misalnya, Garo, 2006), kontemplasi eksistensial (misalnya, Lavoie & de Vries, 2004), dan penalaran eksistensial (misalnya,
17 18
40
David B. King & Teresa L. DeCicco. Loct. Cit pp. 68-85 Omid Rashvand & Elham Bahrevar. Op. Cit. pp. 25
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
Evans & Wellman, 2006), yang mengarah kepada kesimpulan yang lebih masuk akal pada kapasitas mental19. Lebih lanjut menyatakan bahwa pertanyaan sederhana eksistensi bukan menunjukkan penguasaan lengkap kemampuan ini. Salah satu harus mampu untuk merenungkan masalah eksistensial tersebut dengan menggunakan pemikiran kritis, dan dalam beberapa kasus sampai pada kesimpulan asli atau filosofi pribadi tentang keberadaan, mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dan pengalaman pribadi. Pemikiran kritis, yang didefinisikan sebagai "secara aktif dan terampil dikonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan/ atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh, observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi" (Scriven & Paul, 1992), lebih akurat mencerminkan kecerdasan. Kedua, produksi makna pribadi (Personal Meaning Production - PMP). Komponen ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk membangun makna pribadi dan tujuan dalam semua pengalaman fisik dan mental, termasuk kemampuan untuk membuat dan menguasai tujuan hidup. Seperti pemikiran eksistensial, makna pribadi sering digambarkan sebagai komponen spiritualitas membutuhkan pertimbangan dalam model kecerdasan spiritual. Nasal (2004) setuju, bahwa kecerdasan spiritual "melibatkan kontemplasi makna simbolis acara pribadi dan keadaan, untuk menemukan tujuan dan makna dalam semua pengalaman hidup". Pada intinya, Emmons (2000a) kapasitas pensucian adalah salah satu metode tertentu produksi makna pribadi. Makna pribadi telah didefinisikan sebagai "mempunyai tujuan dalam hidup, memiliki rasa arah, rasa ketertiban dan alasan keberadaan" (Reker, 1997). Meddin (1998) mengidentifikasi komponen kognitif makna pribadi, didefinisikan sebagai "prinsip pengorganisasian integratif (atau set prinsip-prinsip) yang memungkinkan seseorang masuk akal (kognisi) dari kehidupan batin seseorang dan lingkungan luar" yang mirip deskripsi proses tersier otak oleh Zohar dan Marshall (2000). Sebuah komponen kognitif juga disarankan oleh Wong (1989), yang mendefinisikan makna pribadi sebagai "sistem kognitif dibangun secara individual, yaitu ... mampu menganugrahkan kehidupan (endowing life) dengan makna pribadi dan kepuasan". Reker (1997) menyoroti definisi hubungan mendasar antara makna dan tujuan. Selain berasal dari tujuan kejadian seharihari dan pengalaman (yaitu, makna situasional), salah satunya juga mampu menentukan tujuan untuk kehidupannya (yaitu, makna global), menggunakan bentuk yang lebih koheren dan kreatif berarti produksi. Penguasaan tujuan hidup mengacu pada kemampuan seseorang untuk menyimpulkan tujuannya dalam semua peristiwa dan pengalaman. Sejumlah tampaknya tak terbatas sumber makna dan tujuan telah dijelaskan dalam literatur, termasuk kegiatan rekreasi (Reker dan Wong, 1988), kerja (Thompson, 1992), kenang-kenangan 19
David B. King & Teresa L. DeCicco. Op. Cit. pp. 68-85
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
41
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
(Wong, 1989), dan mimpi (Taylor, 2001), untuk beberapa nama. Kemampuan untuk menciptakan makna dan tujuan dalam semua pengalaman mental dan fisik menempati tingkat tertinggi kemampuan khusus ini.20 Komponen ketiga, kesadaran transendental (transcendental awareness TA). Komponen ini melibatkan kemampuan untuk melihat dimensi transenden dari diri (misalnya, transenden diri), orang lain, dan dari dunia fisik (misalnya, non materialisme, saling keterkaitan) selama normal, membangun keadaan kesadaran. Transenden adalah lumrah dalam definisi spiritualitas (.. Misalnya, King et al, 2001; Koenig et al, 2000; Martsolf & Mickley, 1998; Sinnott, 2002), dengan salah satu aspek menarik bagi model saat ini adalah kesadaran (Martsolf & Mickley, 1988). Pascual (1990) mengusulkan bahwa kesadaran transendental, khususnya kesadaran transendental diri, merupakan faktor kunci kecerdasan spiritual. Wolman (2001) menjelaskan hal ini secara lebih luas sebagai kemampuan untuk merasakan dimensi spiritual kehidupan, mencerminkan apa yang James (1902/2002) sebelumnya menggambarkan sebagai “rasa kenyataan yang lebih tersebar dan umum daripada yang dihasilkan indera khusus"21. Bangunan pada karya Abraham Maslow, Hamel, Leclerc, dan Lefrancois (2003) menggambarkan proses tambahan aktualisasi - transenden, yang mereka definisikan sebagai "sebuah realisasi-diri yang didirikan pada kesadaran dan pengalaman dari Pusat Spiritual yang juga disebut Inner-Being". Csikszentmihalyi (1993) juga menyebutnya sebagai transenden diri, menggambarkan orang sukses sebagai transcenders yang "bergerak di luar batas-batas keterbatasan pribadi mereka dengan mengintegrasikan tujuan individu dengan yang lebih besar, seperti kesejahteraan keluarga, masyarakat, umat manusia, planet, atau kosmos”. Demikian pula, Le dan Levenson (2005) menggambarkan transendensi-diri sebagai "kemampuan untuk bergerak di luar kesadaran egois, dan melihat hal-hal ... dengan ukuran kebebasan yang cukup besar dari pengkondisian biologis dan sosial”. Pengakuan dan kesadaran berkelanjutan transenden diri adalah komponen kunci dari kapasitas ini. Hamel et al. (2003) mengidentifikasi dua komponen metakognisi Maslow (1971) (yaitu, kesadaran unitive diperluas). Komponen pertama adalah persepsi mendalam, digambarkan sebagai "kemampuan untuk membedakan dan mengeksplorasi berbagai aspek hidup dan kehidupan seseorang pada umumnya, melampaui penampilan" (Hamel et al., 2003) dan mengembangkan "persepsi realitas bahwa kesadaran biasa tidak dapat melihat, tetapi yang umum dalam kontemplasi". Komponen kedua adalah persepsi holistik, yang didefinisikan sebagai "kemampuan untuk melihat hidup dan kehidupan seseorang secara umum dari sudut pandang independen berbagai lampiran". Lebih lanjut digambarkan sebagai "ketakutan realitas dengan semua kontradiksi dan 20 21
42
David B. King & Teresa L. DeCicco. Ibid. pp. 68-85 David B. King & Teresa L. DeCicco. Ibid pp. 68-85
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
ketidaksesuaian, visi integratif global inti penting dari makhluk dan peristiwa". Komponen-komponen ini menggambarkan kemampuan kognitif persepsi dan kesadaran, sasaran yang sering dikatakan ada di luar kesadaran biasa (sejauh bahwa mereka tidak dirasakan oleh indra fisik), termasuk non materialisme, holisme, keterkaitan, dan aspek transenden diri dan lain-lain. Secara kolektif, berbagai abstraksi mewakili apa yang sedang digambarkan sebagai transenden22. Komponen terakhir dari model ini ekspansi keadaan sadar (Conscious state expansion - CSE). Adalah kemampuan untuk memasukkan keadaan spiritual kesadarannya (misalnya, kesadaran murni, kesadaran kosmis, kesatuan) atas kebijakannya sendiri. Dari perspektif psikologis, perbedaan antara kesadaran transendental dan ekspansi keadaan sadar ini juga didukung (Tart, 1975). Pertama harus terjadi selama keadaan mental normal, sedangkan yang kedua melibatkan kemampuan untuk mengatasi keadaan ini dan memasukkan keadaan atau spiritual yang lebih tinggi. Sebuah pertumbuhan badan penelitian telah menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam fungsi otak antara semua tingkat keadaan dan kesadaran, termasuk yang berhubungan dengan pengalaman spiritual dan meditasi (untuk review, lihat Cahn & Polich, 2006; Vail et al, 2005.). Kedaan/kondisi sering disebut sebagai spiritual meliputi kesadaran kosmis (Bucke, seperti dikutip dalam James, 1902/2002), kesadaran murni (e., Gackenbach, 1992), dan kesadaran unitive (Maslow, 1964). Perkembangan ataupun perubahan keadaan kesadaran yang berakar pada aspek agama dan spiritualitas (James, 1902/2002; Maslow, 1964). Dengan demikian, perlu untuk mempertimbangkan kemampuan mental yang mungkin mendasari pengalaman keadaan-keadaan ini, seperti Emmons (2000a) dengan benar melakukan dalam model sendiri kecerdasan spiritual. Karena kualitas fenomenologis dan potensi terjadinya spontan (James, 1902/2002; Maslow, 1964;. Vail et al, 2005), namun, pengalaman keadan-keadaan tersebut bukan hanya merupakan kemampuan mental.23 2.2. Organizational Citizenship Behavior Salah satu topik yang paling banyak dipelajari dalam penelitian perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB). Konsep tersebut dikenalkan oleh Bateman & Organ pada 1980-an dan yang terakhir disempurnakan dan diperkuat oleh sejumlah peneliti seperti Podsakoff dan Mackenzie et.al, Jahangir et al, dan Rasgar, et.al., dan yang lainnya. Konsep OCB pada kenyataannya bahwa OCB memberikan kontribusi terhadap meningkatkan efektivitas organisasi. Efektivitas organisasi 22 23
David B. King & Teresa L. DeCicco. Ibid, pp. 68-85 David B. King & Teresa L. DeCicco. Ibid, pp. 68-85
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
43
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
akan meningkat ketika karyawan bekerja melampaui panggilan tugas dan bahkan membantu sesama pekerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Organ mendefinisikan OCB sebagai perilaku yang diskresioner, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal dan yang secara agregat meningkatkan fungsi efektif organisasi. Menurut Schnake (1991), perilaku etika pro-sosial seperti membantu karyawan baru untuk memahami cara kerja internal organisasi, membantu rekan kerja menyelesaikan pekerjaan mereka, menghadiri pertemuan dan secara sukarela melakukan hal-hal lebih dari resep pekerjaan. perilaku ini merupakan perilaku yang dapat dikaitkan dengan OCB.24 OCB adalah istilah yang mencakup sesuatu yang positif dan konstruktif yang dilakukan karyawan, keputusan mereka sendiri, yang mendukung rekan kerja dan menguntungkan perusahaan. Biasanya, karyawan yang sering terlibat dalam OCB mungkin tidak selalu menjadi top performer, tetapi mereka adalah orang-orang yang diketahui 'bekerja ekstra' atau 'bekerja di atas dan di luar' upaya minimum yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang hanya memuaskan. Organisasi akan mendapatkan keuntungan dari dorongan karyawan untuk terlibat dalam OCB, karena telah terbukti meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kepuasan pelanggan, dan mengurangi biaya dan tingkat turnover dan ketidakhadiran. Meskipun OCB adalah inisiatif spontan yang diambil oleh staf, OCB dapat dipromosikan di tempat kerja melalui motivasi karyawan, serta memberi mereka kesempatan untuk menampilkan OCB; yaitu menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya memungkinkan dilakukannya, tapi keadaan kondusif yang dapat mendukung OCB. Karena itu manajemen harus dididik tentang OCB, dan mempertimbangkan memiliki OCB termasuk dalam evaluasi kinerja dalam rangka untuk secara aktif mendorong di antara karyawan25 Para peneliti memiliki pandangan yang berbeda terhadap dimensi dari OCB. Organ (1988), menempatkan lima dimensi OCB yaitu: altruisme (altruism), kesopanan (courtesy), kesadaran (conscientiousness), kebajiakn warga (civic virtue), dan sportivitas (sportsmanship). Smith, et.al., (1983) mengkonsepkan OCB ke dalam dua dimensi yaitu, altruisme dan kepatuhan umum (altruism and generalized compliance). Selanjutnya, Organ (1990) memasukkan dua dimensi tambahan: peacekeeping and cheerleading. Graham (1991) dalam studinya, tiga dimensi OCB yaitu ketaatan organisasi, komitmen organisasi dan partisipasi organisasi (organizational obedience, organization commitment and organization participation). Berdasarkan lima dimensi 24
Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei,Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiarash Fartash. Loc. Cit. pp. 51-67. 25 Philip Nathan Podsakoff, W. Steven Whitingand, Philip M. Podsakoff , & D. Brian Blume. Individual and Organizational-Level Consequences of Organizational Citizenship Behaviors: A Meta-Analysis. Journal of Applied Psychology. Vol. 94, No. 1, 2009. Pp. 122–141.
44
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
taksonomi Organ (1988), Williams dan Anderson (1991) mengusulkan konsep dua dimensi OCB: OCB-I (perilaku diarahkan individu, yang terdiri dari altruisme dan kesopanan) dan OCB-II (perilaku diarahkan organisasi, yang terdiri dari sisa tiga dimensi yaitu kesadaran, sportivitas dan civic virtue yang di konseptualisasikan Organ,1988). Oplatka (2006), mengusulkan tujuh dimensi OCB yaitu membantu, sportivitas, loyalitas organisasi, kepatuhan organisasi, inisiatif individu, civic virtue dan pengembangan diri26. Namun dimensi yang umumnya dibahas oleh para peneliti adalah lima dimensi taksonomi oleh organ, 1988, seperti yang digunakan Padsakoff, et.al., (1990), yaitu: Altruisme, Conscientiousness, Sportivitas, civic virtue dan Courtesy. Altruism menunjukkan perilaku yang langsung ditujukan untuk membantu beberapa orang tertentu. conscientiousness menunjukkan perilaku yang memberikan peran jauh melampaui tingkat minimum yang diperlukan. Sportsmanship menunjukkan perilaku yang terlibat ketika seseorang menerima frustrasi tanpa keluhan. Courtesy menunjukkan perilaku mengambil tindakan untuk mencegah masalah dari yang diperoleh dengan menghormati keinginan dan hasrat orang lain. Civic Virtue menujukkan perilaku perilaku yang dirancang untuk meningkatkan partisipasi seseorang dan dukungan dari organisasi secara keseluruhan27. 2.3. Job Performance Job performance pada umumnya belum didefinisikan dengan jelas dalam konsep psikologi industri dan organisasi, cabang psikologi yang berhubungan dengan tempat kerja. Ini juga merupakan bagian dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Ini paling sering mengacu pada apakah seseorang melakukan pekerjaan mereka dengan baik. Meskipun kebingungan bagaimana harus didefinisikan, kinerja adalah kriteria yang sangat penting yang berhubungan dengan hasil dan keberhasilan organisasi. Di antara teori kinerja yang paling umum diterima berasal dari karya John P. Campbell, (1990). Dari perspektif psikologis, Campbell menjelaskan job performance sebagai variabel tingkat individu. Artinya, kinerja merupakan sesuatu yang dikerjakan satu
26
Lihat Yadav dan Punia. Organisational Citizenship Behavior : A Review of Antecedent, Correlates, Outcomes and Future Research Directions. IJHPD Vol. 2 No. 2 July – December 2013. Dan Hadeep Chahal and Shivani Mehta. Antecedents and consequences of Organisational Citizenship Behaviour (OCB): a conceptual framework in reference to health care sector. Journal of Services Research. 10.2 (Oct. 2010): p25. 27 Omid Rashvand & Elham Bahrevar. A Study of the Relationship among Spiritual intelligence, Organizational Citizenship Behavior and Turnover Intentions. International Journal of Research in Organizational Behavior and Human Resource Management, Vol. 1, No. 2, 2013. pp. 25-34.
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
45
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
orang28 . Job Performance terdiri dari perilaku yang dilakukan orang dalam pekerjaan mereka yang relevan dengan tujuan organisasi. Campbell et al (1993) menjelaskan bahwa job performance bukanlah konsekuensi dari perilaku, melainkan perilaku sendiri. Dengan kata lain, kinerja terdiri dari perilaku yang karyawan benar-benar dapat terlibat didalam yang dapat diamati29. James Griffin (2004) menyatakan kinerja adalah salah satu dari total koleksi kerja dalam pekerjaan30. Dengan demikian, kinerja dapat pula diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh usaha seseorang dengan kemampuannya dalam keadaan tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, Borman dan Motowidlo (1993) mengemukakan bahwa kinerja dapat dipisahkan menjadi dua bagian, kinerja tugas dan kontekstual. Pekerjaan atau kinerja tugas terdiri dari efektivitas kegiatan yang karyawan lakukan secara resmi dan berkontribusi pada inti teknis organisasi. Kinerja kontekstual terdiri kegiatan organisasi yang oleh kehendak, tidak ditentukan oleh pekerjaan, dan tidak memberikan kontribusi langsung ke inti teknis. Kinerja Kontekstual mencakup kegiatan seperti membantu, bekerja sama dengan orang lain, dan sukarela, yang bukan merupakan bagian formal dari pekerjaan tetapi sangat penting untuk semua pekerjaan.31 3. Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap OCB dan Kinerja: Penelitian Empiris Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dibidang OCB menjadikan konstruk OCB semakin populer, akibatnya minat bagi para peneliti juga semakin meningkat. Kebanyakan peneliti membuat perbedaan antara perilaku in-role dan extra-role. OCB telah diuji secara empiris pada banyak organisasi di beberapa negara. Banyak studi empiris menunjukkan pengaruh positif terhadap OCB, diantaranya, kecerdasan spiritual, komitmen kerja, kepemimpinan, budaya organisasi, keadilan organisasi, dan lain-lain. Namun pada tulisan ini, yang akan dikaji adalah mereview beberapa penelitian empiris pengaruh antara kecerdasan spiritual dan OCB, antara kecerdasan spiritual dan kinerja, dan antara OCB dan kinerja. 3.1. Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja:Penelitain Empiris Apakah menerapkan atau menggabungkan praktek-praktek spiritualitas dalam organisasi mengakibatkan peningkatan produktivitas atau profitabilitas 28
Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei, Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiarash Fartash. Loc. Cit pp. 51-67. 29 Ibid.p. 51-67. 30 Lihat Yadav dan Punia. Loc. Cit 31 Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei, Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiarash Fartash. Loct. Cit. p p. 51-67.
46
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
adalah suatu masalah yang sangat kompleks dan kontroversial. Dent, Higgins, dan Wharff (2005) meninjau kontroversi di sekitar pengukuran dan kekakuan masalah bagaimana spiritualitas dan kinerja terkait. Ada dua kubu yang berlawanan atau posisi mengenai pertanyaan tentang hubungan antara spiritualitas dan kinerja organisasi. Di satu sisi, beberapa peneliti melihat spiritualitas sebagai anti-materialis dan anti-positivis dan mempertanyakan metode penelitian positivis pada spiritualitas. Para peneliti berpendapat bahwa karakteristik anti materialis spiritualitas dapat menimbulkan tantangan penting dalam penyelidikan ilmiah hubungannya dengan kinerja keuangan. Mereka menunjukkan fakta bahwa ada kemungkinan memang perangkap etika dan kepedulian moral dalam pertanyaan penelitian apakah memungkinkan atau menggabungkan spiritualitas pada hasil kerja dalam kinerja atau profitabilitas organisasi yang lebih baik. Peneliti lain juga menyebutkan kekhawatiran mereka tentang spiritualitas yang digunakan sebagai alat administratif untuk memanipulasi karyawan32 . Sisi lain, peneliti seperti Ashmos dan Duchon, 2000; Garcia-Zamor, 2003; Giacalone dan Jurkiewicz, 2003a; Fry, 2005 berpendapat bahwa spiritualitas dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja organisasi; dan penelitian spiritualitas harus menunjukkan spiritualitas dikaitkan dengan produktivitas dan profitabilitas33. Dalam beberapa penelitian empiris lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan kinerja / produktivitas akibat spiritualitas di tempat kerja. Peneliti lain seperti Javanmard (2012), Malik et al. (2011), Pandey et al. (2009), Salarzai et al. (2011) menunjukkan spirutualitas meningkatkan kinerja34. Selain itu, spiritualitas telah terbukti mengurangi stres,35 dan menurunkan depresi36. Bahkan orang sinis dengan atribut spiritual melakukan 32
Fahri Karakas. Spirituality and performance in organizations: a literature review. Journal of Business Ethics, 94(1), 2010. pp. 89–106. 33 Ibid, pp. 89–106. 34 Lihat H. Javanmard. The impact of spirituality on work performance. Indian Journal of Science and Technology, 5(1). 2012; Malik, M. E., Naeem, B., & Ali, B. B. How do workplace spirituality and organizational citizenship behaviour influence sales performance of FMCG sales force. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 3(8), 2011,p 610-620; Pandey, A., Gupta, R. K., & Arora, A. P. Spiritual climate of business organizations and its impact on customers’ experience. Journal of business ethics, 88(2), 2009. p 313-332. 35 T. Kumar, & S. Pragadeeswaran. Effects of Occupational Stress on Spiritual Quotient Among Executives. International Journal of Trade, Economics and Finance, 2(4), 2011. 36 Miller, L., Wickramaratne, P., Gameroff, M. J., Sage, M., Tenke, C. E., & Weissman, M. M. Religiosity and major depression in adults at high risk: a ten-year prospective study. American Journal of Psychiatry, 169(1), 2012,p. 89-94.
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
47
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
lebih baik daripada orang kurang sinis. Tabel 1 merangkum penelitian empiris mengenai dampak spiritualitas di tempat kerja terhadap kinerja. [ Tabel 1 ] TABEL 1. Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap OCB : Penelitian Empirik Kon Jenis Definisi/ Outcome/ Peneliti Lokasi stru Riset Instrumen Hasil k OCB Spiritualitas di tempat kerja Kazemipour, et.al,. Kerman, Iran Kusioner Ashmos & memiliki pengaruh positif (2012) / Survei Duchon terhadap OCB perawat. (2000) Spiritualitas di tempat kerja memprediksi OCB perawat. OC Kecerdasan spiritual Doostar, et.al Astara, Iran Sda King & B berpengaruh signifikan (2012) Decicco terhadap OCB. Semua (2009) dimensi kecerdasan spiritual seperti CET, PMP, TA dan CSA memiliki hubungan dengan OCB. Rashvand & Teheran, Iran Sda Wolman OCB Kecerdasan Spiritual memiliki Bahrevar, (2013) (2001) pengaruh positif yang signifikan terhadap OCB. Hasil ini menunjukkan bahwa orangorang yang cerdas secara spiritual akan terlibat dalam perilaku extra-role. Tehera, Iran Sda OCB Kecerdasan spiritual memiliki Moghaddampour dampak positif terhadap OCB & Rastegar, karyawan berorientasi (2013) pelanggan dan kecerdasan spiritual merupakan prediktor signifikan untuk mengekspresikan OCB karyawan berorientasi pelanggan pada perusahaan asuransi X. OCB Spiritualitas di tempat kerja Malik, et. al., Pakistan Sda Ashmos & dan OCB memainkan peran (2011) Duchon dalam meningkatkan kinerja (2000) penjualan tenaga penjual. Porshariati, et,al Tehran, Iran Sda OCB Ada hubungan yang signifikan (2014) antara spiritualitas di tempat kerja dan perilaku kewargaan organisasional pada guru pendidikan jasmani.
3.2.
Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap OCB: Penelitian Empiris
Kedudukan kecerdasan spiritual dalam membentuk perilaku OCB dan kinerja karyawan sangat penting karena SQ mengandung beberapa aspek yang merupakan ciri dari kecerdasan spiritual yang tinggi, yaitu: sikap ramah-tamah,
48
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
kedekatan, keingintahuan, kreatifitas, konstruksi, penguasaan diri, dan religius. Kecerdasan ini yang kita gunakan bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, tetapi juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. (Zohar dan Marshall 2001). Secara empirik, beberapa penelitian menemukan hubungan positif antara SQ dengan OCB37 dan kinerja karyawan38. Setiap komponen dari kecerdasan spiritual seperti Critical Existential Thinking (CET), personal meaning production (PMP), transcendental awareness (TA) dan Conscious state expansion (CSA) berhubungan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Komponen inilah yang menjadikan karyawan mencari pekerjaan yang bermakna dan menciptakan lingkungan kerja yang menguntungkan untuk mendorong kreativitas dan bakat untuk pengembangan dirinya39. Manajer organisasi harus mempersiapkan suasana yang tepat dan meningkatkan spiritualitas di tempat kerja bilamana ingin melibatkan karyawan berperilaku OCB.40 Orang-orang yang cerdas secara spiritual akan terlibat dalam extra-role behavior41. Tabel 2 merangkum penelitian empiris mengenai dampak kecerdasan spiritial terhadap oragizational citizenship behavior (OCB).
37
Lihat Doostar, Mohammad; Chegini, Mehrdad Godarzvand; Pourabbasi, Sita. Survey of Relationship between Spiritual Intelligence and Organizational Citizenship Behavior, Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business. Vol. 3, NO 11, 2012; Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei, Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiarash Fartash. The link between workplace spirituality, Organizational citizenship behavior and job Performance in iran. A Journal of Economics and Management. Vol.1 Issue 6, September 2012. p. 51-67; Omid Rashvand & Elham Bahrevar. A Study of the Relationship among Spiritual intelligence, Organizational Citizenship Behavior and Turnover Intentions. International Journal of Research in Organizational Behavior and Human Resource Management, Vol. 1, No. 2, 2013. pp. 25-34. 38 Lihat Ani Muttaqiyathun. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Dosen, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ekonomika-Bisnis, Vol. 02. No. 02 Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang, 2010. pp 395-408; Sugiyanto dan Sutanto, Hery. (2010). Membangun etos kerja yang proaktif guna, Mengoptimalkan kinerja melalui spiritual centered Leadership, employee empowerment, organizational Citizenship behavior. Buletin Ekonomi. Vol. 8, No. 2, Agustus 2010 hal 70-170 39 Doostar, Mohammad; Chegini, Mehrdad Godarzvand; Pourabbasi, Sita. Survey of Relationship between Spiritual Intelligence and Organizational Citizenship Behavior, Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business. Vol. 3, NO 11, 2012; 40 Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei, Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiarash Fartash. Loc. Cit. pp. 51-67; 41 Omid Rashvand & Elham Bahrevar. Loct. Cit.. pp. 25-34.
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
49
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
[Tabel 2] TABLE 2. Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja : Penelitian Empirik
Chen, et al. (2012)
Lokas i China
Javanmard (2012)
Iran
Sda
Ashmos (2005); Fry (2005)
Performance
Malik et al. (2011)
Pakist an
Sda
Ashmos & Duchon (2000)
Productivity
Pandey et al. (2009)
India
Sda
Researcher designed
Performance
Petchsawang Duchon (2012)
Thaila nd
Sda
Researcher designed
Performance
Rani, 2013
Malay sia
Sda
Amram & Dryer, (2008)
Performance
Rustam Hanafi (2010)
Indone sia
Sda
Khavari, (2000)
Performance
Osman-Gani, et. al,. (2012)
Malay sia
Sda
Hatch et al. (1998)
Performance
Peneliti
50
&
Jenis Riset Kusioner / Survei
Definisi / Instrument Fry et al. (2005)
Konstruk
Outcome/ Hasil
manajemen karir-diri. Produktivitas
Kepemimpinan Spiritual positif berdampak pada perilaku manajemen karir diri dan produktivitas. Visi, altruisme, dan keimanan mempengaruhi kinerja kerja Spiritualitas di tempat kerja dan OCB secara positif prediktor kinerja tenaga penjualan. Iklim Spiritual berhubungan positif dengan pengalaman pelanggan pada layanan karyawan Meditasi meningkatkan nilai spiritualitas di tempat kerja Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap kinerja. Kecerdasan spiritual berpengaruh lansung dan tidak lansung dengan kinerja, Kecerdasan emosional sebagai variabel intervening Religiusitas dan spiritualitas memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kinerja karyawan. Kondisi spiritual yang lebih baik
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
Muttaqiyathun (2010)
Indone sia
sda
Zohar & Marshal, (2001)
Performance
Sugiyanto dan Sutanto (2010)
Indone sia
sda
-
Performance
3.3.
meningkatkan kinerja. Fungsi agama sebagai variabel moderasi dalam kinerja kerja karyawan. kecerdasan spiritual dominan pengaruhnya terhadap kinerja dibandingkan dengan Kecerdasan emosional dan intelektual Spiritual Centered Leadership berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Pengaruh OCB terhadap Kinerja : Penelitian Empiris
Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan aspek yang unik dari aktivitas individual dalam kerja, karena karyawan yang berperilaku OCB tidak hanya mengerjakan tugas pokoknya saja tetapi juga mau melakukan tugas ekstra seperti mau bekerja sama, tolong menolong, memberikan saran, berpartisipasi secara aktif, memberikan pelayanan ekstra kepada pengguna layanan, serta mau menggunakan waktu kerjanya dengan efektif. Secara teoritis bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain. Hasil beberapa penelitian yang dikaji secara empiris, antara lain Khazaei, et. al. (2011); Sugiyanto dan Sutanto, (2010); Rastgar, et.al. (2012); Harwiki (2013); Maharani,et.al. 2013. Khazaei, et. al. (2011) menemukan hubungan positif yang signifikan antara OCB dengan kinerja karyawan. Ia menjelaskan bahwa dua komponen kinerja seperti kinerja teknis (yang mencerminkan persyaratan dan kewajiban), dan kinerja konten (yang mencerminkan kegiatan tidak pasti, seperti tim dan perlindungan kerja). Kedua komponen tersebut, tidak semuanya berhubungan secara langsung dengan kinerja kewargaan. Kinerja kewargaan menggambarkan sebagai perilaku yang secara tidak langsung terhubung dengan kegiatan tugas, tetapi, karena alasan itu, proteksi tekstur dan lingkungan organisasi, sosial dan psikologi yang menjadi basis fasilitator menjalankan
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
51
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
tugas.42 Sugiyanto dan Sutanto, (2010), OCB dan kinerja karyawan berhubungan secara positif dan signifikan karena OCB dipandang sebagai salah satu hal yang kritis untuk kesuksesan tugas yang berkorelasi tinggi terhadap kinerja, diyakini karena OCB merupakan pelumas perilaku mesin social yang mempunyai peran lebih dari tugas formal yang disandang oleh setiap individu karyawan.43 Rastgar, et.al. (2012), juga menemukan hubungan positif dan signifikan antara OCB dan Kinerja Karyawan. Ia menjelaskan bahwa ketika karyawan terlibat dalam perilaku extra-role, kinerja mereka akan inheren meningkat. Tanpa kinerja karyawan yang tinggi, jangan mengharap perilaku warga organisasi dari karyawan. Seperti yang telah dibahas, ketika karyawan berusaha lebih keras dari sebelumnya (extra-role beahvior), kinerja kerja akan juga meningkat.44 Harwiki (2013), menemukan bahwa OCB memiliki dampak positif terhadap kinerja karyawan. OCB yang tinggi, bisa menyebabkan kinerja karyawan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, manajer harus lebih memberdayakan diri mereka untuk membantu sesama pekerja melaksanakan tugas-tugas mereka secara sukarela, dan menerapkan sikap positif yang nyata, mendorong sportivitas, altruisme, conscientiousness, courtesy, dan civic virtue karyawan45. Maharani,et.al., (2013), mengatakan semakin tinggi OCB, maka kinerja karyawan juga lebih tinggi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa perilaku menolong bisa meningkatkan kinerja, disamping meningkatkan produktivitas kerja dan stabilitas kinerja.46 Tabel 3 merangkum penelitian empiris mengenai dampak kecerdasan spiritial terhadap oragizational citizenship behavior (OCB).
42
Khazaei, K. Khalkhali A. and Eslami, N. Relationship Between Organizational Citizenship Behavior and Performance of School Teachers in West of Mazandaran Province. World Applied Sciences Journal. 13 (2), 2011, pp. 324-330. 43 Sugiyanto dan Sutanto, Hery. (2010). Membangun etos kerja yang proaktif guna, Mengoptimalkan kinerja melalui spiritual centered Leadership, employee empowerment, organizational Citizenship behavior. Buletin Ekonomi. Vol. 8, No. 2, Agustus 2010 hal 70-170 44 Abbas Ali Rastgar, Azim Zarei, Sayed Mehdi Mousavi Davoudi, Kiarash Fartash. Loc. Cit. p. 51-67; 45 Wiwiek Harwiki. Influence of Servant Leadership to Motivation, Organization Culture, Organizational Citizenship Behavior (OCB), and Employee’s Performance in Outstanding Cooperatives East Java Province, Indonesia. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM). Volume 8, Issue 5, 2013.,PP 50-58. 46 Vivin Maharani, Eka Afnan Troena, & Noermijati. Organizational Citizenship Behavior Role in Mediating the Effect of Transformational Leadership, Job Satisfaction on Employee Performance: Studies in PT Bank Syariah Mandiri Malang East Java. International Journal of Business and Management. Vol. 8, No. 17; 2013, pp. 1-12.
52
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
[ Tabel 3 ] TABEL 3: Pengaruh OCB terhadap Kinerja : Penelitian Empirik Peneliti
Definisi / Instrument
Kon stru k Perf orm ance
Lokasi
Jenis Riset
Mazandar an Province, Iran
Kusioner / Survei
Moghimi, M., 2006, Gonzales J.V. and T.G. Garazo, 2006.
Iran
sda
Organ, (1988)
Perf orm ance
Sugiyanto dan Sutanto, (2010),
Indonesia
sda
-
Perf orm ance
Harwiki (2013)
Jawa Timur, Indonesia
sda
Organ, (1988)
Perf orm ance
Khazaei, (2011)
Rastgar, (2012);
et.
al.
et.al.
Outcome/ Hasil OCB berhubungan signifikan dengan semua komponen kinerja. komponen kinerja seperti kinerja teknis (yang mencerminkan persyaratan dan kewajiban), dan kinerja konten (yang mencerminkan kegiatan tidak pasti, seperti tim dan perlindungan kerja). OCB berhubungan positif yang signifikan dengan Kinerja Karyawan. Ia menjelaskan bahwa ketika karyawan terlibat dalam perilaku extra-role, kinerja mereka akan inheren meningkat. OCB dan kinerja karyawan berhubungan secara positif dan signifikan karena OCB dipandang sebagai salah satu hal yang kritis untuk kesuksesan tugas yang berkorelasi tinggi terhadap kinerja, diyakini karena OCB merupakan pelumas perilaku mesin social yang mempunyai peran lebih dari tugas formal yang disandang oleh setiap individu karyawan. OCB memiliki dampak positif terhadap kinerja karyawan. OCB yang tinggi, bisa
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
53
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
Maharani,et.al (2013)
Malang, Indonesia
sda
Organ, (1988)
Perf orm ance
menyebabkan kinerja karyawan yang lebih tinggi. Semakin tinggi OCB, maka kinerja karyawan juga lebih tinggi. Perilaku menolong bisa meningkatkan kinerja, disamping meningkatkan produktivitas kerja dan stabilitas kinerja.
4. Penutup : Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi Setelah meninjau beberapa literatur, baik parsial maupun kolektif, ternyata para peneliti memandang spiritual intelligence (SQ) dikonsepkan sebagai suatu evolusi teori kecerdasan terkini, melengkapi IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) yang lebih dahulu dikembangkan. Umumnya para peneliti menggunakan konesep yang ditawarkan Zohar dan Marshal, bahwa inti dari SQ adalah makna dan nilai dalam hidup yang mengarahkan kegiatan dan perilaku kita dalam konteks yang lebih kaya. SQ sebagai kapasitas mental yg berakar pada aspek non-materi dan transendental dari fakta dan realita yang mengarahkan kepada hasil. Artinya SQ dapat melahirkan suatu perilaku dan hasil. Dalam perspektif manajemen sumber daya manusia, perilaku dapat dalam bentuk in-role behavior dan extra-role behavior (ERB) atau biasa disebut organizational citizenship behavior (OCB), sedangkan hasil bisa dalam bentuk hasil aktivitas seperti kinerja dan produktivitas. Organizational citizenship behavior (OCB) adalah perilaku yang diskresioner, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal dan secara agregat meningkatkan fungsi efektif organisasi. Ada banyak penelitian yang menunjukkan kombinasi seperti Kecerdasan spiritual, OCB dan kinerja. Hasinya, secara empirik menemukan hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual dengan OCB, antara kecerdasan spiritual dan kinerja, dan antara OCB dan kinerja. Hasil kajian artikel ini dalam lima tahun terakhir, ternyata sebagian besar penelitian dilakukan di negara-negara asing utamanya di Iran daripada Indonesia. Karena itu berimplikasi pada perlunya dilakukan penelitian dalam cakupan yang lebih luas di Indonesia dalam rangka untuk membantu mengkaji fenomena tersebut dalam tingkatan organisai yang lain seperti Bank Syariah, agar dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang perkembangan kontribusi peran variabel kecerdasan spiritual terhadap OCB dan kinerja. Disamping itu, direkomendasikan pula kepada para praktisi untuk memasukkan spiritualitas di tempat kerja dalam organisasi, supaya kecerdasan
54
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
spiritual karyawan dapat berkembang dengan baik dan pada akhirnya melahirkan OCB yang baik dan efektivitas kinerja individu dan organisasi.
REFERENSI
Chahal, Hardeep and Mehta, Shivani. (2010). Antecedents and consequences of Organisational Citizenship Behaviour (OCB): a conceptual framework in reference to health care sector. Journal of Services Research. 10.2 (Oct. 2010): p25. Davoudi, Mousavi, Mehdi, Seyed. (2012a). A comprehensive study of organizational citizenship Behavior (OCB): introducing the term, clarifying its Consequences and identifying its antecedents. A Journal of Economics and Management. Vol.1 Issue 2, May 2012, pp. 73 – 85. Davoudi, Mousavi, Mehdi, Seyed. (2012b). Organizational commitment and extra-role behaviour: A survey in Iran’s insurance industry, 7(1): 6675. Doostar, Mohammad; Chegini, Mehrdad Godarzvand; Pourabbasi, Sita. (2012). Survey of Relationship between Spiritual Intelligence and Organizational Citizenship Behavior, Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business. Vol. 3, NO 11 Hanafi, Rustam. (2010). Spiritual Intelligence, Emotional Intelligence And Auditor’s Performance. JAAI Volume 14 NO. 1, JUNI: 29–40. Harwiki, Wiwiek. (2013). Influence of Servant Leadership to Motivation, Organization Culture, Organizational Citizenship Behavior (OCB), and Employee’s Performance in Outstanding Cooperatives East Java Province, Indonesia. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM). Volume 8, Issue 5 ,PP 50-58. Javanmard, H. (2012). The impact of spirituality on work performance. Indian Journal of Science and Technology, 5(1). Karakas, Fahri. (2010). Spirituality and performance in organizations: a literature review. Journal of Business Ethics, 94(1), pp. 89–106.
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
55
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
Kazemipour, Farahnaz, BS;Amin, Salmiah Mohamad, PhD;Pourseidi, Bahram, MD. (2012). Relationship Between Workplace Spirituality and Organizational Citizenship Behavior among Nurses Through Mediation of Affective Organizational Commitment. Journal of Nursing Scholarship; Sep 2012; 44, 3. Khazaei, K. Khalkhali A. and Eslami, N (2011). Relationship Between Organizational Citizenship Behavior and Performance of School Teachers in West of Mazandaran Province. World Applied Sciences Journal. 13 (2): 324-330. King, David B.; DeCicco, Teresa L. (2009) A Viable Model and Self-Report Measure of Spiritual Intelligence. International Journal of Transpersonal Studies, 28, pp. 68-85 Kumar, T., & Pragadeeswaran, S. (2011). Effects of Occupational Stress on Spiritual Quotient Among Executives. International Journal of Trade, Economics and Finance, 2(4). Lynton, Nandani; Thøgersen, Høgh, Kirsten. (2009). Spiritual Intelligence And Leadership In The China Laboratory. Journal of International Business Ethics. Vol.2 No.1. pp. 112 – 118. Maharani, Vivin; Troena, Afnan, Eka; & Noermijati. (2013). Organizational Citizenship Behavior Role in Mediating the Effect of Transformational Leadership, Job Satisfaction on Employee Performance: Studies in PT Bank Syariah Mandiri Malang East Java. International Journal of Business and Management. Vol. 8, No. 17; pp. 1-12. Malik, M. E., Naeem, B., & Ali, B. B. (2011). How do workplace spirituality and organizational citizenship behaviour influence sales performance of FMCG sales force. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 3(8), 610-620. Miller, L., Wickramaratne, P., Gameroff, M. J., Sage, M., Tenke, C. E., & Weissman, M. M. (2012). Religiosity and major depression in adults at high risk: a ten-year prospective study. American Journal of Psychiatry, 169(1), 89-94. Moghaddampour, Jaber; Rastegar, Ali, Abbas. (2013). Spiritual Intelligence, Predicting Intelligence of Customer-Oriented Organizational
56
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Muhdar HM
Citizenship Behavior (Case Study: An Insurance Company). Journal of Basic and Applied Scientific Research. 3(7)667-682. Muttaqiyathun, Ani. (2010). Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Dosen, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ekonomika-Bisnis, Vol. 02. No. 02 Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang pp 395-408. Osman-Gani, AAhad M. Junaidah Hashim and Yusof Ismail. (2013). Establishing linkages between religiosity and spirituality on employee performance. journal is available at www.emeraldinsight.com. Vol. 35 No. 4. pp. 360-376 Pandey, A., Gupta, R. K., & Arora, A. P. (2009). Spiritual climate of business organizations and its impact on customers’ experience. Journal of business ethics, 88(2), 313-332. Petchsawang, P., & Duchon, D. (2012). Workplace spirituality, meditation, and work performance. Journal of Management, Spirituality & Religion, 9(2), 189-208. Podsakoff, Nathan P.; Whiting, Steven W. and Podsakoff , Philip M. & Blume, Brian D. (2009). Individual and Organizational-Level Consequences of Organizational Citizenship Behaviors: A Meta-Analysis. Journal of Applied Psychology. Vol. 94, No. 1, 122–141. Porshariati, Mahdieh; Dousti, Morteza; dan Moosavi, Jafar, Seyyed. (2014). Study of The Relationship Between Workplace Spirituality and Organizational Citizenship Behavior in Physical Education Teachers in Tehran City. International Journal of Sport Studies. Vol., 4 (4), 386-393. Rani, Abdul, Anita; Abidin, Imaduddin; and Hamid, Rashid Ab., Mohd . (2013). The Impact of Spiritual Intelligence on Work Performance: Case studies in Government Hospitals of East Coast of Malaysia. The Macrotheme Review A multidisciplinary journal of global macro trends. 2(3), pp. 46 - 59 Rashvand, Omid; Bahrevar, Elham. (2013). A Study of the Relationship among Spiritual intelligence, Organizational Citizenship Behavior and Turnover Intentions. International Journal of Research in
Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014
57
Studi Empirik Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Organizational Citizenship …..
Organizational Behavior and Human Resource Management, Vol. 1, No. 2, pp. 25-34. Rastgar, Ali, Abbas; Zarei, Azim; Davoudi, Mousavi, Mehdi, Seyed; Fartash, Kiarash. (2012). The link between workplace spirituality, Organizational citizenship behavior and job Performance in iran. A Journal of Economics and Management. Vol.1 Issue 6, September. p. 51-67. Rastgar, A. A., Pourebrahimi, N., & Davoudi, S. M. M. (2012a). LeaderMember Exchange and organizational citizenship behavior: A survey in Iran's food industry. Pacific business review international, 5(5): 13-18. Sugiyanto dan Sutanto, Hery. (2010). Membangun etos kerja yang proaktif guna, Mengoptimalkan kinerja melalui spiritual centered Leadership, employee empowerment, organizational Citizenship behavior. Buletin Ekonomi. Vol. 8, No. 2, Agustus 2010 hal 70-170 Susan Tee Suan Chin, R.N. Anantharaman and David Yoon Kin Tong. The Roles of Emotional Intelligence and Spiritual Intelligence at the Workplace. Journal of Human Resources Management Research. Vol. 2011. pp. 1 – 9. Yadav dan Punia. (2013). Organisational Citizenship Behavior : A Review of Antecedent, Correlates, Outcomes and Future Research Directions. IJHPD Vol. 2 No. 2 July – December.
58
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab