Studi Eksperimental Fenomena Perpindahan Kalor Pada Vertical TwoPhased Closed Thermosyphon Ficky Augusta Imawan, M.Hadi Kusuma, Nandy Setiadi Djaya Putra Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI-Depok E-mail:
[email protected]
Abstrak Sistem pendinginan pada spent fuel pool saat ini masih memiliki ketergantungan terhadap sistem pendingin aktif. Sistem pendingin aktif adalah sistem pendingin yang memiliki ketergantungan terhadap energi listrik. Pada saat terjadi Station Blackout (SBO), sistem pendingin spent fuel pool tidak bekerja dan lama kelamaan dapat menyebabkan peristiwa loss of pool coolant akibat adanya panas sisa spent fuel, serta dapat menyebakan pelepasan radiasi radioaktif kelingkungan. Salah satu alat penukar kalor yang dapat dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah heat pipe. Pada penelitian ini, dilakukan pengujian heat pipe jenis two-phase closed thermosyphon (TPCT). TPCT merupakan alat penukar kalor pasif yang memiliki konduktivitas termal yang sangat tinggi dan sudah banyak dikembangkan pada banyak aplikasi. Geometri dari kontainer TPCT yang diuji memiliki panjang 1,5m, diameter 1 inch, serta rasio yang sama pada bagian evaporator, adiabatik, dan kondenser. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh filling ratio fluida kerja dan inisiasi tekanan terhadap kinerja TPCT. Dari penelitian ini, diperoleh filling ratio optimum adalah pada 60% volume evaporator dan variasi inisiasi tekanan memberikan karakteristik temperatur pada dinding TPCT yang berbeda.
Experimental Study of Heat Transfer Phenomenon on Vertical Two-Phase Closed Thermosyphon Spent fuel pool’s cooling system nowadays is still has dependency due to active cooling system. An active cooling system is a cooling system that has dependency to electric power. When Station Blackout (SBO) occurs, spent fuel pool’s cooling system won’t works an soon will causing loss of pool coolant phenomena because there is a decay heat in spent fuel, and it also can causing radioactive radiation released to the environment. One of the heat exchanger that maybe can be developed to solve this problem is heat pipe. In this research, testing of twophase closed thermosyphon (TPCT)-heat pipe type were done. TPCT is one of passive heat exchanger that has very high thermal conductivity and has been developed in many applications. Tested TPCT container’s geometry has 1.5m length, 1 inch diameter, and has same length ratio on evaporator, adiabatic and condenser section. The goal in this research is to know the effect of working fluid filling ratio and pressure initiation to TPCT’s performance. The result shows that optimum filling ratio obtained for 60% of evaporator’s volume, and pressure initiation variation gave different TPCT’s wall temperature characteristic. Keywords: Two-Phase Closed Thermosyphon, filling ratio, spent fuel pool
1. Pendahuluan Pada reaktor nuklir, bahan bakar bekas dengan tingkat radioaktif yang masih tinggi dan masih memiliki panas sisa peluruhan dikeluarkan dari teras reaktor dan kemudian disimpan dalam periode tertentu didalam kolam air pendingin yang disebut kolam penyimpanan bahan bakar bekas (spent fuel pool). Hal tersebut dilakukan untuk mencegah
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
terlepasnya material radioaktif ke lingkungan. Air yang merendam bahan bakar bekas sangat penting untuk membenteng radiasi, mendinginkan bahan bakar, dan menjebak semua gas mulia radionuklida apabila terjadi kebocoran bahan bakar [1]. Permasalahan muncul pada spent fuel pool reaktor generasi ke III+, karena sistem pendinginan utama spent fuel menggunakan komponen aktif. Sementara apabila komponen aktif tidak bekerja, hanya ada backup pendingin sementara saja berupa air yang dialirkan dengan gaya gravitasi. Komponen pendingin tersebut hanya dapat bertahan beberapa hari saja, untuk reaktor spent fuel pool AP1000 hanya bertahan selama 14 hari [2]. Lalu apabila air pendingin pasif sementara tersebut sudah habis, namun pendingin aktif masih belum bekerja, air didalam kolam tidak bersirkulasi sehingga suhu air cenderung meningkat. Kemudian karena mencapai temperatur saturasinya, penguapan air dapat terjadi mengakibatkan level air yang merendam spent fuel lama kelamaan akan habis (loss of pool coolant). Dan hal ini dapat menyebabkan melelehnya kelongsong bahan bakar akibat panas sisa bahan bakar ,serta dapat menyebabkan radiasi radioaktif kelingkungan [1]. Peristiwa ini juga terjadi pada kecelakaan reaktor Fukushima Daiichi [2]. Salah satu jenis alat penukar kalor pasif yang dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah heat pipe. Heat pipe dengan sirkulasi fluida kerja didalamnya menggunakan gravitasi disebut two-phased closed thermosyphon (TPCT) [3]. TPCT sudah terbukti sebagai alat penukar kalor pasif dengan konduktansi termal yang sangat tinggi [4]. TPCT telah banyak digunakan pada banyak aplikasi seperti alat anti beku di jalan negara yang memiliki musim dingin [5], kemudian banyak digunakan sebagai heat pipe heat exchanger pada pembangkit [6], pemanas air [7] dan lain sebagainya. Beberapa penelitian eksperimen mengenai TPCT telah banyak dilakukan. Asghar et al. [5] melakukan penelitian mengenai pengaruh filling ratio terhadap performa TPCT. Variasi filling ratio yang dilakukan adalah
30%, 50%, dan 80% dari volume evaporator. Dari
eksperimennya, diperoleh bahwa filling ratio air optimum yang memberikan performa TPCT tertinggi adalah pada rasio 50% volume evaporator. Thanapol et al. [8] melakukan percobaan dengan TPCT menggunakan fluida kerja refrigerant R-134a. Dari percobaan tersebut, disimpulkan bahwa filling ratio fluida kerja refrigerant optimum pada 15%. Noie et al. [4] melakukan penelitian melalui eksperimen untuk mengetahui filling ratio optimum air dengan variasi aspect ratio.
Filling ratio divariasikan pada 30%, 60%, dan 90% dari volume
evaporator. Dari percobaan tersebut didapatkan bahwa pada TPCT dengan aspect ratio 7,45, temperatur rata rata luar bagian evaporator dengan filling ratio 90% lebih rendah dibandingkan dengan filling ratio 30% dan 60%. Sedangkan untuk TPCT dengan aspect ratio
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
11,8 diperoleh bahwa temperatur dinding evaporator yang lebih rendah adalah TPCT yang memiliki filling ratio sebesar 60%. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui filling ratio air optimum pada TPCT, interval variasi filling ratio yang dilakukan memiliki rentang yang jauh. Maka, pada penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja TPCT dengan variasi filling ratio dengan rentang yang lebih dekat. Interval filling ratio pada eksperimen ini yaitu dari 45% hingga 70% dengan incerement 5% volume evaporator. Pada penelitian ini inisiasi tekanan vakum juga divariasikan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja TPCT. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Prinsip Kerja Termosyphon Dua Fase Tertutup
Gambar 1 Prinsip Kerja Termosyphon Dua Fase Tertutup (TPCT) [7]
TPCT terdiri dari pipa atau tabung yang tertutup pada kedua ujungnya, dan didalamnya terdapat fluida kerja dengan ukuran tertentu. Pada TPCT letak kondenser harus selalu diletakkan lebih tinggi dari kedudukan evaporator. Kalor dimasukkan ke evaporator kemudian dikonduksikan lewat dinding pipa kemudian memanaskan fluida kerja pada liquid pool hingga mendidih dan atau mendidih pada daerah film lalu fluida kerja akhirnya menguap. Dengan cara ini, fluida kerja TPCT menyerap beban kalor dan merubahnya menjadi kalor laten[7]. Prinsip kerja TPCT dapat dilihat pada Gambar 1. Uap fluida kerja pada bagian evaporator memiliki tekanan yang lebih besar dari pada bagian kondenser menyebabkan uap fluida kerja mengalir keatas. Kemudian pada kondenser, uap dari evaporator terkondensasi akibat kalor laten dilepas pada dinding kondenser. Kemudian kalor keluar secara konduksi melalui liquid film yang menempel pada dinding kondenser bagian dalam lalu dilepas ke media lain diluar TPCT. Selanjutnya, liquid pada dinding dalam kondenser mengalir kembali ke evaporator dengan adanya gaya gravitasi [4,5.7]. Dengan ketergantungan terhadap gaya gravitasi untuk mengalirkan liquid fluida kerja kembali ke evaporator, TPCT tertutup tidak dapat digunakan pada penggunaan inklinasi mendekati horizontal, atau posisi horizontal [7]. 2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Performa Termal TPCT
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
Berikut ini adalah faktor faktor yang mempengaruhi performa termal pada TPCT [7,8]: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 3. 3.1
Sifat fluida kerja yang digunkan Filling ratio Massa aliran, dan temperature coolant Beban kalor pada evaporator Tekanan internal TPCT Sifat material TPCT, dimensinya, dan aspect ratio Panjang setiap bagian (evaporator,adiabatic, maupun kondenser) Sudut inklinasi TPCT Metodologi Experimental Apparatus Pada Gambar 2 menunjukkan skematik setup alat yang dilakukan pada eksperimen
ini. TPCT yang diuji bermaterial tembaga dengan panjang 1,5 m, diameter 1 inch, dan tebal 1mm. Pada bagian kondenser terdapat water jacket untuk mengukur kalor yang dilepas pada bagian kondenser TPCT. Coolant yang dimasukkan ke bagian kondenser adalah air yang dikondisikan suhunya dengan circulating thermostatic bath. Massa aliran diukur oleh flowmeter dengan akurasi ±4%. Pada bagian evaporator, panas dihasilkan oleh kabel nichrome resistance yang diselubungi oleh keramik. Daya yang dimasukkan ke bagian evaporator disuplai oleh voltage regulator dan arusnya diukur oleh clamp meter. Pengukuran temperatur pada eksperimen ini menggunakan perangkat data akuisisi dengan 12 channel termokopel type K. 3 channel digunakan untuk dinding bagian kondenser, 2 dinding bagian adiabatik, 3 untuk dinding evaporator, 1 coolant masuk, 1 coolant keluar, 1 dinding isolasi evaporator, dan 1 untuk ambient. Peletakan termokopel pada dinding TPCT dapat ditunjukkan pada Gambar 3. Pada bagian atas TPCT terdapat sistem pengukur tekanan pressure gauge untuk mengukur tekanan internal, dan juga jalur vakum. Pada bagian luar TPCT baik bagian evaporator, kondenser, maupun bagian adiabatik diselubungi oleh materal insulasi ceramic blanket dan glass wool untuk mengurangi kalor untuk keluar atau masuk kedalam sistem eksperimen. Proses preheating dilakukan pada pipa dan fluida kerja dilanjutkan dengan proses vakum untuk menghilangkan dissolved gas pada internal pipa dan fluida kerja.
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
6
4 1
5
2
3
8
Termokopel Condenser coolant
7
Connection
9
Gambar 2 Skematik Pengujian
Keterangan : 1. Laptop 2. cDAQ 9174 3. NI 9214 4. Circulating thermostatic bath 5. Flowmeter (Rotameter) 6. Sistem pengukur tekanan dan jalur vakum 7. Elemen heater 8. Voltage Regulator AC 9. Clamp Meter
Gambar 3 Peletakan termokopel pada dinding TPCT
3.2
Data Reduksi Performa atau efisiensi merupakan indikator yang digunakan pada eksperimen ini.
Performa atau efisiensi didefinisikan sebagai: (1) Dimana Qout adalah kalor yang dilepas pada bagian kondenser dan Qin adalah kalor yang dimasukkan pada bagian evaporator. Sementara Qout didefinisikan sebagai berikut:
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
(2) Dimana
adalah kecepatan volumetrik coolant,
spesififk coolant,
adalah massa jenis coolant,
adalah temperature keluar coolant, dan
adalah kalor
adalah temperature masuk
coolant. Sedangkan Qin didefinisikan sebagai: (3) Dimana
adalah tegangan listrik input yang dimasukkan ke bagian evaporator, I adalah arus
listrik, dan
adalah jumlah kalor yang hilang melalui insulasi bagian evaporator yang
diperoleh melalui hukum pendinginan Newton [12]. ̅ Dengan
(4) adalah luas permukaan selimut insulasi bagian evaporator, Ts adalah temperatur
permukaan dinding insulasi bagian evaporator, Ta adalah temperature ambient, dan ̅ adalah koefisien perpindahan kalor yang dapat diperoleh melalui: ̅
̅̅̅̅̅̅
(5)
Dengan L adalah tinggi insulasi bagian evaporator, k adalah konduktivitas termal udara ambient, dan ̅̅̅̅̅̅ adalah bilangan nusselt yang pada eksperimen ini insulasi dianggap sebagai pelat vertikal. Sehingga, ̅̅̅̅̅̅ dapat diperoleh melalui persamaan Churchill dan Chu [12].
̅̅̅̅̅̅
(6) (
[
]
)
Sedangkan untuk resistansi termal dihitung melalui persaman berikut: (7) Dengan Te adalah temperatur rata rata bagian evaporator, dan Tc adalah temperatur rata rata bagian kondenser. 4. HASIL DAN DISKUSI 4.1 Analisis Pengaruh Filling Ratio Terhadap Performa TPCT Hasil pengujian pengaruh variasi filling ratio dan daya input terhadap performa TPCT dapat dilihat pada Gambar 4. Pada pengujian ini, variasi filling ratio antara 45 hingga 70% volume evaporator dengan interval 5%. Untuk mengetahui performa TPCT menggunakan perbandingan antara kalor yang dilepas pada kondenser dengan kalor yang dimasukkan ke dalam evaporator. Metode tersebut cocok digunakan untuk mengetahui filling ratio yang optimum dengan fluida kerja yang sama, karena dalam penelitian Asghar [4] diperoleh bahwa
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
belum tentu perbedaaan temperatur antara evaporator dan kondenser lebih rendah menunjukkan bahwa kalor yang dilepas pada kondenser lebih besar. 95 90 85 80 75
Kinerja
70 65
FR 45 FR 50 FR 55 FR 60 FR 65 FR 70
60 55 50 45 40 50
100
150
200
250
300
Qin (W)
Gambar 4 Karakteristik performance TPCT dengan variasi FR dan Qin
Pengambilan data dilakukan hingga beda temperatur coolant pada kondenser sudah tidak banyak berubah terhadap waktu atau mengalami perubahan namun terjadi secara simultan. Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa dari pengujian diperoleh filling ratio yang memberikan performa terbaik adalah pada 60% dari volume evaporator. Dari grafik tersebut terlihat bahwa untuk pengisian fluida kerja dibawah 60% performanya lebih rendah. Begitu juga dengan pengisian fluida kerja yang lebih dari 60% volume evaporator. 4.2
Analisis Distribusi Temperatur TPCT Pada Berbagai Filling Ratio Pada Gambar 5 adalah temperatur dinding TPCT pada berbagai filling ratio dengan
beban input pada evaporator sebesar ± 276 W. Secara garis besar temperatur pada dinding TPCT tidak berbeda jauh demgam variasi filling ratio. Temperatur evaporator pada filling ratio 45 relatif lebih rendah dari filling ratio diatasnya. Hal ini dapat dikarenakan pada filling ratio 45, jumlahnya yang relatif lebih sedikit mengakibatkan ketinggian pada liquid pool evaporator relatif lebih rendah. Pada liquid pool, bubble vapor dapat terbentuk disekitar dinding bagian dalam evaporator saat terjadi critical heat flux. Bubble vapor mengurangi kontak antara fluida kerja liquid dengan dinding evaporator. Akibatnya apabila terlalu banyak bubble yang menempel pada dinding, akan mengurangi perpindahan kalor dari dinding evaporator ke fluida kerja karena konduktivitas termal uap lebih rendah dari liquid. Dengan berkurangnya perpindahan kalor pada dinding evaporator ke fluida kerja akan mengakibatkan temperatur bagian evaporator meningkat. Pada filling ratio 45% diperkirakan bahwa pada
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
dinding evaporator bagian liquid pool lebih sedikit yang tertutup oleh bubble vapor sehingga lebih banyak bagian dinding yang kontak dengan liquid, dan menyebabkan temperaturnya relatif lebih rendah dari filling ratio yang lebih besar. Kemudian jika ditinjau dari temperatur dinding kondenser, didapatkan bahwa temperatur pada rentang filling ratio 45 hingga 70% tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan perbedaan temperatur bagian evaporator dan adiabatik. Ditunjukkan pada Gambar 6 temperatur kondenser pada pengisian fluida kerja 60% lebih tinggi dari pengisian fluida kerja yang lebih besar atau lebih kecil dari 60%. Temperatur dinding kondenser yang lebih tingggi mengakibatkan perpindahan kalor antara coolant yang masuk kondenser dengan dinding kondenser menjadi lebih besar melalui konduksi dan konveksi. Sehingga pada pengisian fluida kerja 60% diperoleh perubahan temperatur coolant masuk dan keluar yang lebih besar. Dengan massa aliran coolant dan sifat coolant yang sama, maka diperoleh bahwa kalor yang dilepas pada bagian kondenser TPCT dengan filling ratio 60% volume evaporator paling besar. Hal ini berimplikasi bahwa dengan temperatur dinding kondenser yang tinggi, filling ratio 60% evaporator memberikan performa terbaik.
Gambar 5 Distribusi temperatur dinding TPCT dengan variasi FR Pada Qin= ±276 W
4.3
Analisis Hambatan Termal TPCT Pada Berbagai Filling Ratio Pada Gambar 7 merupakan grafik hambatan termal TPCT dengan variasi filling ratio
dari 45 hingga 70% diberbagai pembebanan kalor dari ±48 W hingga ±276 W. Dari grafik hambatan termal yang diperoleh, bahwa pada beban kalor evaporator ±48 W, gap hambatan termal antara variasi filling ratio dari 45 hingga 70% lebih besar apabila dibandingkan dengan
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
pembebanan yang lebih besar. Gap hambatan termal antara filling ratio 45 hingga 70% berkurang seiring ketika beban kalor ditambahkan hingga ±276 W. Kemudian hambatan termal TPCT semakin rendah seiring dengan ditambahkan beban kalor pada evaporator. Hal ini dapat dimungkinkan karena pada pembebanan rendah, jumlah uap yang ditransport dari evaporator ke kondenser sedikit. Sehingga temperatur dinding kondenser relatif rendah sementara temperatur dinding bagian evaporator berada pada sedikit diatas temperatur saturasi dan menyebabkan hambatan termal yang relatif tinggi. Lain hal dengan pembebanan kalor yang lebih besar. Jumlah uap yang ditransport ke kondenser dan bersirkulasi kembali menuju evaporator semakin banyak. sehingga meenyebabkan temperatur dinding kondenser semakin meningkat. Dengan tekanan internal TPCT sedikit meningkat seiring meningkatnya temperatur fluida kerja akibat penambahan beban input, menyebabkan temperatur saturasi fluida kerja meningkat dan berimbas pada temperatur dinding evaporator yang juga meningkat.
50 48
T FR 45 T FR 50 T FR 55 T FR 60 T FR 65 T FR 70
46
Temperatur(°C)
44 42 40 38 36 34 32 100
110
120
130
140
150
Jarak (cm)
Gambar 6 Distribusi temperatur dinding kondenser TPCT dengan variasi FR Pada Qin= ±276 W
Pengaruh variasi daya input terhadap temperatur dinding TPCT ditunjukkan pada Gambar 8. Dari gambar tersebut, diperoleh bahwa temperatur dinding TPCT secara keseluruhan meningkat dengan penambahan beban input pada evaporator. Namun apabila dibandingkan dengan peningkatan beban input yang dimasukkan pada evaporator, kenaikan perbedaan temperature evaporator dan kondenser tidak signifikan, sehingga hambatan termalnya semakin mengecil.
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
4.4
Analisis Transient Temperatur TPCT Dengan Variasi Inisiasi Tekanan
Pada eksperimen ini dilakukan pengujian pengaruh inisiasi tekanan terhadap karakteristik temperatur dinding TPCT. Pada eksperimen ini inisiasi tekanan dilakukan dari -62 cmHg hingga -74 cmHg dengan interval -2 cmHg. Pada Gambar 9 merupakan grafik temperatur dinding TPCT dengan inisiasi tekanan -74 cmHg, filling ratio 60% dan beban 172,8 W.
1.1 1.0
FR 45 FR 50 FR 55 FR 60 FR 65 FR 70
Thermal Resistance(°C/W)
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 50
100
150
200
250
300
Qin (W)
Gambar 7 Hambatan termal TPCT dengan variasi FR danvariasi Qin pada FR 60% dan inisiasi tekanan -62cmHg
Gambar 8 Distribusi temperatur TPCT dengan variasi Qin pada FR 60% dan inisiasi tekanan -62cmHg
Dari data profil temperatur yang diperoleh temperatur dinding baik evaporator, bagian adiabatik dan bagian kondenser membentuk kontur yang seperti berfluktuasi namun terjadi secara simultan dengan pola yang sama. Apabila temperatur bagian evaporator meningkat, diperkirakan bahwa pada saat tersebut tidak ada kondensat dari kondenser yang jatuh melalui dinding termosyphon. Dengan tidak adanya kondensat yang sedang melewati dinding
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
evaporator untuk kembali ke liquid pool dan dengan kalor yang masuk ke bagian evaporator masuk secara terus menerus menyebabkan temperature evaporator meningkat. Kemudian fenomena temperatur evaporator turun secara tiba tiba diperkirakan karena massa kondensat pada bagian kondenser sudah cukup berat untuk digerakkan oleh gravitasi kembali ke bagian evaporator. Temperatur kondensat yang jatuh ke bagian evaporator diperkirakan jauh lebih rendah dari temperatur dinding bagian evaporator sehingga temperatur dinding evaporator turun secara tiba tiba saat kondensat melalui dinding evaporator. Temperatur kondensat yang belum jatuh secara terus menerus didinginkan karena perbedaan temperatur dengan coolant. Sehingga temperatur kondensat diprediksi berbeda cukup rendah jauh dengan temperatur dinding evaporator karena kondensat membutuhkan waktu pada dinding bagian kondeser (residence time) hingga massa nya cukup berat untuk jatuh akibat gravitasi.
75 70 65
Temperatur(°C)
60
T out T C1 T C2 T C3 T A1 T A2 T E1 T E2 T E3 T E Wall T Amb T in
55 50 45 40 35 30 25 20 0
500
1000
1500
2000
2500
Waktu (Detik)
Gambar 9 Distribusi temperatur transient dengan FR 60%, Qin 172,8 W dan inisiasi tekanan -74 cmHg
Peristiwa turunnya temperatur evaporator secara tiba-tiba diikuti dengan kenaikan temperatur dinding bagian adiabatik dan bagian kondenser secara tiba-tiba. Hal tersebut dapat terjadi dimungkinkan karena uap terkondensasi melepaskan kalor pada dinding secara tibatiba karena resistansi termal akibat adanya kondensat yang memiliki konduktivitas yang rendah sudah tidak ada. Kemudian pada pengujian inisiasi tekanan -74cmHg, temperatur keluar coolant membentuk profil naik dan turun berpola. Temperatur keluar coolant naik bersamaan dengan naiknya temperatur dinding kondenser, dan turun ketika temperature kondenser turun. Hal
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
tersebut menguatkan bahwa aliran kondensat dari kondenser menuju evaporator tidak terjadi secara konstan, namun secara tiba tiba dan membutuhkan periode tertentu. Fenomena profil temperatur seperti ini dinamakan Zig-zag (Dongdong Wang, 2014) [14]. Lalu pada pengujian inisiasi tekanan -72 cmHg, terdapat fenomena transient yang berbeda dengan inisiasi tekanan -74cmHg. Gambar 10 adalah grafik fenomena transient temperature TPCT dengan filling ratio 60%, beban 172,8 W dan inisiasi tekanan -72cmHg. Pada awal pemberian beban pada evaporator, temperatur evaporator terus meningkat, sementara temperatur dinding bagian kondenser masih mendekati temperatur masuk coolant. Dari pengujian inisiasi tekanan -72 cmHg diperoleh bahwa terjadi overshoot pada saat awal pemberian beban pada evaporator. Fenomena overshoot terjadi pada temperatur E1 dan E2 karena diperkirakan pada dinding tersebut terus menerima kalor sementara diperkirakan pada dinding bagian dalam termokopel E1 dan E2 langsung kontak dengan vapor, tidak ada media liquid yang berperan untuk menyalurkan kalor secara konduksi atau konveksi. Serta pada saat start up jumlah vapor yang dihasilkan pada liquid pool masih sedikit, dikarenakan kalor yang diberikan ke liquid pool belum cukup untuk merubah fase liquid menjadi vapor pada tekanan internal tersebut. Sehingga akibatnya temperatur E1 dan E2 terus meningkat tajam. Sementara temperatur dinding evaporator E3 mengalami peningkatan namun tidak mengalami overshoot diperkirakan karena posisi termokopel E3 yang terletak pada liquid pool, kalor yang diberikan dari heater kedinding daerah termokopel E3 ditransferkan ke liquid pool hingga temperatur liquid mencapai temperatur saturasinya.
100 90 T out T C1 T C2 T C3 T A1 T A2 T E1 T E2 T E3 T E Wall T Amb T in
Temperatur(°C)
80 70 60 50 40 30 20 0
500
1000
1500
2000
2500
Waktu(Detik)
Gambar 10 Distribusi temperatur transient dengan FR 60%, Qin 172,8 W dan inisiasi tekanan -72 cmHg
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
Pada grafik temperatur transient dengan inisiasi tekanan -72 cmHg, setelah terjadi fenomena overshoot, temperatur dinding membentuk profil zig-zag seperti yang terjadi pada inisiasi tekanan -74cmHg. Namun perbedaannya adalah temperatur rata-rata pada bagian evaporator dan adiabatik lebih tinggi. Temperatur evaporator pada pengujian inisiasi tekanan -72cmHg
menjadi relatif lebih tinggi diperkirakan karena temperatur saturasinya juga
meningkat dengan lebih besarnya tekanan internal container TPCT. Fenomena zig-zag pada hasil pengujian inisiasi tekanan -72cmHg didapatkan bahwa periode temperatur dinding TPCT untuk naik atau turun (Amplitudo) karena sirkulasi yang tidak kontinyu lebih singkat dari inisiasi tekanan -74cmHg. Hal tersebut dapat terjadi diperkirakan karena dengan temperatur coolant yang sama yaitu 30°C, uap pada pengujian inisiasi tekanan -72 cmHg akan lebih cepat terkondensasi dibandingkan inisiasi tekanan -74 cmHg. Sehingga pada eksperimen inisiasi tekanan -72cmHg, kondensat lebih cepat mencapai massa yang cukup agar bisa digerakkan dengan gravitasi dibandingkan dengan TPCT dengan inisiasi tekanan -74cmHg. Dan dengan lebih singkatnya periode uap untuk terkondensasi dan kemudian bersirkulasi jatuh menyebabkan temperatur keluar coolant pada pengujian inisiasi tekanan -72 cmHg lebih straight apabila dibandingkan dengan inisiasi tekanan -74cmHg. Peristiwa overshoot yang diikuti dengan zig-zag juga terjadi pada inisiasi tekanan -70 cmHg, -68 cmHg dan -66 cmHg.. Kemudian pada Gambar 11 adalah grafik transient pengaruh inisiasi tekanan 64cmHg. Pada grafik tersebut dapat terlihat bahwa fenomena overshoot pada saat start up juga masih terjadi. Namun terdapat perbedaan dengan inisiasi tekanan yang lebih rendah. Dari hasil eksperimen, diperoleh bahwa temperatur bagian evaporator dan adiabatik sudah tidak mengalami zig-zag lagi setelah beberapa saat. Hal ini berarti kondensat yang jatuh membasahi evaporator berlangsung secara terus menerus. Massa kondensat yang terkondensasi setiap waktu sudah cukup berat untuk jatuh secara terus menerus. Kemudian karena heating dari heater pada bagian evaporator dan cooling akibat kondensat sama, temperatur dinding evaporator menjadi konstan. Temperatur dinding evaporator dan bagian adiabatik pada pengujian inisiasi tekanan -64 cmHg relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengujian dengan inisiasi tekanan yang lebih rendah. Hal tersebut dapat terjadi karena temperatur saturasi juga menjadi meningkat mengakibatkan fluida kerja menguap pada suhu yang lebih tinggi, sehingga temperatur dinding juga ikut meningkat.
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
T out T C1 T C2 T C3 T A1 T A2 T E1 T E2 T E3 T E Wall T Amb T in
110 100
Temperatur(°C)
90 80 70 60 50 40 30 20 0
500
1000
1500
2000
2500
Waktu (Detik)
Gambar 11 Distribusi temperatur transient dengan FR 60%, Qin 172,8 W dan inisiasi tekanan -64 cmHg
4.5
Analisis Performa TPCT Dengan Variasi Inisiasi Tekanan Untuk menghitung performa TPCT yang mengalami fenomena zig-zag, dilakukan
dengan merata rata dalam periode tertentu kalor yang dilepas pada bagian kondenser pada saat sudah membentuk profil dengan amplitudo yang kurang lebih sama secara berulang-ulang. Gambar 12 adalah grafik performa dengan pengaruh inisiasi tekanan yang dilakukan pada eksperimen ini. Dari grafik diperoleh bahwa dengan inisiasi tekanan -74cmHg kalor yang dilepas TPCT pada kondenser paling besar. Kalor yang dilepas sangat besar bahkan mencapai 97,3%. Hal ini diperkirakan karena pada data eksperimen inisiasi tekanan -74cmHg juga diperoleh temperatur rata rata bagian kondensernya lebih besar dari inisiasi tekanan yang lebih besar dari -74cmHg seperti yang bisa dilihat pada Gambar 13.
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
180 160 140
Qout (W)
120 100 80 60 40 20 0 -74
-72
-70
-68
-66
-64
Inisiasi Tekanan (cmHg)
Gambar 12 Grafik performa dengan pengaruh inisiasi tekanan pada FR 60% dan Qin 172,8 W
Gambar 13 Grafik temperatur rata-rata dinding TPCT dengan pengaruh inisiasi tekanan pada FR 60% dan Qin 172,8 W
5. KESIMPULAN Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dari hasil pengujian untuk mencari filling ratio optimum, diperoleh bahwa filling ratio 60% volume evaporator paling optimum dibandingkan filling ratio lainnya ditinjau dari kalor yang dilepas pada kondenser dibanding yang dimasukkan. Besarnya kalor yang dilepas pada bagian kondenser dipengaruhi oleh perbedaan temperatur dinding kondenser dengan coolant, dan diperoleh bahwa temperature rata rata kondenser filling ratio 60% paling tinggi diantara filling ratio yang lainnya.
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
2. Dari hasil pengujian pengaruh filling ratio terhadap distribusi temperatur, diperoleh bahwa filling ratio 45% memiliki temperatur yang paling rendah diantara filling ratio lainnya dari pengujian yang dilakukan. 3. Boiling dan kondensasi dipastikan terjadi pada eksperimen TPCT ini ditunjukkan dengan adanya profil temperatur overshoot yang diikuti zig-zag atau konstan dan diperkuat oleh pembacaan pressure gauge yang menunjukkan angka dibawah temperatur saturasi, dan tidak terus meningkat setelah mencapai kondisi steady. 4. Untuk pengujian pengaruh inisiasi tekanan, diperoleh bahwa dengan inisiasi tekanan hingga -74cmHg, temperatur rata-rata pada dinding evaporator dan adiabatik lebih rendah dari inisiasi -72cmHg hingga -64cmHg. Namun temperatur rata-rata dinding bagian kondensernya lebih tinggi dari inisiasi lain, sehingga dari hasil perhitungan kalor yang dilepas, eksperimen dengan inisiasi tekanan -74cmHg memberikan performa terbaik pada beban input 172,8 W, temperatur heat sink 30°C, dan massa aliran coolant air 1 LPM. 5. Dari hasil pengujian, TPCT dapat bekerja secara dua fase dengan temperatur evaporator dibawah temperatur saturasi air pada 1 atm. Sehingga, termosyphon ini secara aspek termal dapat dikembangkan untuk aplikasi pendingin pasif pada spent fuel pool. Acknowledgement Penulis berterimakasih kepada Hibah UI Research Cluster 2014 yang telah membiayai penelitian ini. Daftar Referensi [1] Sailor et al. 1987. Severe Accidents in Spent Fuel Pools in Support of Generic Safety. Washington DC [2] Ye. C, M.G.Zheng, M.L. Wang, R.H.Zhang, Z.Q. Xiong. The Design and Simulation of a New Spent Fuel Pool Passive Cooling System. Annals of Nuclear Energy 58 (2013) 124131. [3] G.P. Peterson. 1994. An Introduction to Heat Pipes, Modeling, Testing and Applications. John Wiley & Sons Inc. New York, USA. [4] Noie.S.H. Heat Transfer Characteristics of a Two-Phase Closed Thermosyphon. Applied Thermal Engineering. 25 (2005) 495-506 [5] Alizadehdakhel, Asghar, et al. CFD Modeling of Flow and Heat Transfer in a Thermosyphon. International Communications in Heat and Mass Transfer. 37 (2010) 312-318 [6] Zhang, Hong, et al. Research, Development and Industrial Application of Heat Pipe Technology in China. Applied Thermal Engineering. 23 (2003) 1067-1083
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015
[7] Aniket, D Patil,Yarasu Ravinda. 2012. Factors Affecting the Thermal Performance of Two Phase Closed Thermosyphon: A Review. International Journal of Emerging Technolog and Advance Engineering. ISSN 2250-2459. [8] Sukchana, Thanaphol, et al. Effect of Filling Ratios and Adiabatic Length on Thermal Efficiency of Long Heat Pipe Filled with R-134a. 10th Eco-Energy and Materials Science and Engineering. 344 (2013) 298-306 [9] A.Faghri. 1995 Heat Pipe Science and Technology, Taylor and Francis [10] Nandy Putra, Wayan Nata Septiadi. 2012. Teknologi Pipa Kalor: Teori, desain dan aplikasi. Applied Heat Transfer Research Group. [11] Ong,K.S, et al.Performance of a R-134a-Filled Thermosyphon. Applied Thermal Engineering. 23 (2003) 2373-2381 [12] Incropera, Dewitt.2006.Fundamentals of Heat and Mass Transfer Sixth Edition. John Wiley&Sons,Inc.Canada [13] Azizi Mehdi,et al. Experimental Analysis of Thermal Performance in a Two-Phase Closed Thermosyphon Using Graphene/Water Nanofluid. Industrial and Engineering Chemistry Research. 52 (2013) 10015-10021 [14] Dondong Wang, et al.Experimental Stud of The Loop Heat Pipe With a Flat disk-Shaped Evaporator. Experimental Thermal and Fluid Science 57 (2014) 157-164 [15] Park, Yong Joo et al.. Heat Transfer Characteristics of a Two-Phase Thermosyphon to The Fill Charge Ratio. International Journal of Heat and Mass Transfer 45 (2002) 46554661
Studi eksperimental..., Ficky Augusta Imawan, FT, 2015