PROSIDING 20 11© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
STUDI DEGRADASI MATERIAL PIPA JENIS BAJA ASTM A53 AKIBAT KOMBINASI TEGANGAN DAN MEDIA KOROSIF AIR LAUT IN-SITU DENGAN METODE PENGUJIAN C-RING Hairul Arsyad & Suhardi Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea - Makassar, 90245 Telp/Fax: (0411) 588 400/(0411) 588 400 e-mail:
[email protected] Abstrak Penelitian terhadap degradasi spesimen pipa baja ASTM A53 dengan variasi pemberian beban dan lama rendaman dalam air laut bertujuan mengetahui pengaruh variasi beban dan lama rendaman terhadap degradasi material yang terjadi. Pengujian dilakukan dengan model spesimen C-ring dengan pemberian beban sebesar 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg. Lama perendaman dalam air laut divariasikan yaitu 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 dan 30 hari. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa laju korosi sebagai laju degradasi ketebalan material ber nilai maksimum pada kondisi beban 80 kg dan lama perendaman 3 hari yaitu 0.95 mm/tahun dan minimum pada kondisi perendaman 30 hari sebesar 0.044 mm/tahun Kata Kunci: degradasi, tegangan, air laut,C-ring
PENDAHULUAN Penggunaan material baja dalam jumlah besar pada berbagai aplikasi teknik mengindikasikan bahwa material baja sampai saat ini belum tergantikan oleh jenis material lainnya. Baja memiliki spektrum sifat yang begitu luas, mampu untuk ditingkatkan sifat-sifatnya dengan berbagai rekayasa mulai dengan pembentukan paduan, pengerjaan panas dan pengerjaan dingin hingga dengan perlakuan panas. Salah satu bentuk penggunaan baja yang banyak dipakai adalah baja dalam bentuk pipa baja. Baja pipa dibuat untuk mengalirkan berbagai macam fluida baik dalam bentuk cair, gas atau padatan partikel. Dalam penggunaan baja sebagai pipa baja seringkali mempersyaratkan material yang tahan terhadap pembebanan hidrostatik dalam lingkungan degradatif. Persyaratan-persyaratan tersebut membuat banyak sekali penelitian yang bertujuan untuk pengembangan dan perbaikan sifat-sifat material pipa baja. Baja ASTM A53 adalah jenis baja karbon rendah dengan kandungan karbon sebesar 0.25% dan merupakan jenis material baja yang banyak digunakan untuk aplikasi pipa. Jenis baja ini adalah jenis baja yang baik digunakan sebagai pipa untuk distribusi uap, air, dan gas. Penggunaan baja jenis ini juga banyak dipakai pada lingkungan air laut sehingga sangat rentan dengan penurunan sifat akibat korosi yang terjadi ditambah dengan tegangan yang bekerja akibat adanya beban fluida yang bekerja didalam pipa. Kombinasi tegangan dan lingkungan korosi menyebabkan banyak sekali terjadi kegagalan pada jenis material tersebut. Mekanisme kegagalan ini sering dikenal dengan mekanisme stress corrosion cracking (SCC) atau kegagalan akibat retak korosi tegangan. Dalam banyak kasus kombinasi tegangan yang bekerja dalam pipa dengan bentuk tekanan hidrostatik dengan adanya lingkungan korosif menyebabkan banyak sekali material pipa yang gagal sebelum waktunya. Kehadiran korosi celah atau yang dikenal dengan istilah pitting corrosion menimbulkan kondisi tegangan triaksial pada material pipa, jika tegangan tersebut mencapai tegangan yang diizinkan maka dapat dipastikan bahwa material pipa tersebut akan mengalami kegagalan. Studi tentang karakteristik degradasi material pipa akibat kombinasi tegangan dan media korosi sangat penting dilakukan untuk mendapatkan informasi ketahanan material pipa khususnya tipe ASTM A53 terhadap korosi tegangan. Dari apa yang telah dijelaskan diatas maka penelitian tentang karakteristik ketahanan korosi pada material pipa baja ASTM A53 perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar degradasi yang terjadi pada material jenis ini yang disebabkan oleh kombinasi tegangan dan lingkungan korosi.
Volume 5 : Desember 2011
Group Teknik Mesin TM5 - 1
ISBN : 978-979-127255-0-6
Studi Degradasi Material Pipa… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Hairul Arsyad & Suhardi Perkapalan Sipil
Pada penelitian ini menggunakan media air laut sebagai media korosi dan memberikan variasi pembebanan terhadap material sampel. Pengukuran degradasi dilakukan dengan menghitung laju korosi pada tiap pembebanan yang diberikan dengan parameter lama perendaman yang bervariasi pula.
KAJIAN PUSTAKA Di negara maju seperti Amerika Serikat, korosi telah menimbulkan kerugian sebesar $ 70.000.000.000 pada tahun 1980. (K.R. Trethwey & J. Chamberlain, 1997:5). Dan kerugian Indonesia pada tahun 1992 diperkirakan $ 1.000.000.000. (Suhartanti D, 2005). Menurut teori, korosi tidak mungkin sepenuhnya dicegah karena merupakan proses alamiah bahwa semua bahan akan kembali ke sifat asalnya. Menurut K.R. Trethwey & J. Chamberlain (1997), korosi adalah penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, atau korosi sebagai serangan destruktif pada logam oleh lingkungannya melalui rangkaian reaksi kimia maupun elektrokimia. Dari kedua defenisi di atas dapat diketahui bahwa lingkungan tempat suatu logam digunakan adalah penyebab utama terjadinya korosi. Semua lingkungan bersifat korosif tetapi dalam tingkatan yang berbeda-beda. Contohnya atmosfir pedesaan, kota dan industri, masing-masing memiliki fenomena korosi tersendiri terhadap logam (Mars G. Fontana, 1997 : 3). Beberapa percobaan telah dilakukan dengan menggunakan baja yang ditempatkan pada beberapa daerah yang berbeda, yaitu di daerah industri, daerah pantai berombak, daerah pantai tepang, dan daerah pedalaman, diperoleh hasil bahwa korosi paling besar terjadi di daerah industri untuk semua jenis baja, kemudian daerah pantai berombak, dan paling kecil di daerah pedalaman (Gelarch, 2001 dalam Suhartanti D, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi korosifitas dibagi ke dalam 5 kategori : 1) cuaca, 2) biologi, 3) mekanik, 4) ketaksesuaian (incompatibility) dan 5) faktor pemakaian. Pengaruh dari faktor-faktor biologi, mekanik, ketaksesuaian dan pemakaian cenderung lebih spesifik dan hanya ditemui pada aplikasi-aplikasi tertentu saja. Sedangkan pengaruh cuaca mempunyai pengaruh yang luas dan dapat dijumpai pada hampir semua aplikasi teknik (W.H. Ailor, 1982:31) Faktor cuaca mencakup sinar matahari, temperatur, uap air (moisture), kelembaban relatif, angin, unsur-unsur pokok dalam udara, polutan-polutan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan sekitar. Suatu wilayah dengan keadaan cuaca yang berbeda akan menunjukkan laju korosi atmosfir yang berbeda pula. Tathagati A. (2002), melaporkan bahwa laju korosi pada daerah industri dapat 50500 kali lebih tinggi daripada daerah padang pasir, sedangkan pada daerah pantai mencapai 400-500 kali lebih tinggi daripada di padang pasir. Lingkungan di tepi pantai, udaranya mengandung garam-garam laut, khususnya klorida. Pada daerah-daerah industri, sejumlah SO2 diubah ke dalam bentuk asam sulfat dan sebagian kecil menjadi gas-gas H2S, NH3, dan NO2. Polutan-polutan udara yaitu klorida, sulfur dioksida, hydrogen sulfida, nitrogen sulfida, dan amonia, sulfur dioksida dan klorida merupakan polutan yang paling mempengaruhi korosivitas atmosfir. Hal ini dikarenakan keduanya sangat kuat dalam mempercepat terjadinya korosi. Berdasarkan defenisi korosi yang telah dikemukan, maka merumuskan masalah korosi atmosfir tidak terlepas dari 3 (tiga) aspek. Pertama: material yang terlibat, kedua: lingkungan/atmosfir, dan ketiga: reaksi elektrokimia yang terjadi. Daerah pantai/laut merupakan daerah yang paling korosif. Partikel klorida yang terbawa angin akan membentuk ion-ion kompleks antara molekul-molekul air dan ion-ion logam. Para ahli yakin bahwa ionion itu mengalami hidrolisis yang menghasilkan produk korosi. Kehadiran klorida diketahui mendorong terjadinya pH-pH rendah karena kecenderungannya yang sangat rendah untuk bergabung dengan ion-ion hidrogen dalam air (K.R. Trethewey & Jhon Chamberlain, 1991:140) Laju Korosi Laju korosi dapat dihitung dengan satuan milimeter per tahun. Persamaannya sebagai berikut : i=
87.6 xW DxAxT
ISBN : 978-979-127255-0-6
(1)
Group Teknik Mesin TM5 - 2
Volume 5 : Desember 2011
PROSIDING 20 11© Arsitektur W D A T
= = = =
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
berat logam yang terkorosi [gr] berat jenis logam [gr/cm3] luas permukaan spesimen [cm2] waktu papar [jam] 87.6 = faktor konversi satuan
METODE PENELITIAN Pembuatan Benda Uji Benda uji yang digunakan dalam penelitian korosi adalah C-ring dari pipa yang menggunakan baja standar ASTM A53 grade A. Bentuk dari spesimen menggunakan standar ASTM G38-01(2007)Standard Practice of Making and Using C-Ring Stress-Corrosion Test Specimens. Fungsi cincin C merupakan sebuah pegas dimana memberikan tegangan pada baut. Atau sebaliknya baut yang dikencangkan akan memberikan tegangan pada Cring, bentuk spesimen penelitian seperti pada gambar1.
Gambar 1. Benda uji dalam penelitian korosi adalah baut dan C-ring dari pipa
Pelaksanaan Penelitian Metode pemberian beban pada spesimen adalah seperti pada gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Metode pembebanan pada benda uji bentuk C-ring
Kemudian benda uji ditimbang, hal ini dilakukan untuk membandingkan berat antara benda uji sebelum korosi dan sesudah korosi dengan menggunakan timbangan Mettler P1210. Proses Perendaman Sampel Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama 1 bulan. Lama waktu pengujian ini dimaksudkan agar proses pengurangan berat (weight loss) yang terjadi pada benda uji dapat diamati secara cermat, media korosi yang digunakan dalam pengujian ini adalah air laut. Proses pengujian menggunakan metode pencelupan dimana seluruh benda uji tercelup ke dalam media korosi. Media korosi diasumsikan stabil dan pengaruh udara terhadap wadah pengujian yang terbuka dianggap dalam kesetimbangan.
Volume 5 : Desember 2011
Group Teknik Mesin TM5 - 3
ISBN : 978-979-127255-0-6
Studi Degradasi Material Pipa… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Hairul Arsyad & Suhardi Perkapalan Sipil
Penimbangan Setelah Proses Perendaman Proses ini sama dengan pada saat penimbangan sebelum korosi, hanya benda ujinya sudah terkorosi. Benda uji dilakukan penimbangan untuk membandingkan berat antara benda uji sebelum korosi dan seseudah korosi. Perhitungan Laju Korosi Perhitungan laju korosi yang terjadi diperoleh dengan menggunakan persamaaan berikut i=
87.6 xW DxAxT
Uji Kekerasan Benda uji dilakukan pengujian kekerasan, hal ini dilakukan untuk membandingkan kekerasan benda uji yang satu dengan yang lainnya. Uji kekerasan bertujuan untuk menunjukkan adanya indikasi tegangan dalam yang terjadi pada kontruksi. Metode uji kekerasan yang digunakan adalah Rockwell test.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan dengan memberikan variasi beban dari 20 kg, 40 kg, 60 kg dan 80 kg yang bekerja terhadap spesimen berbentuk C-Ring yang diikuti dengan variasi rendaman pada lingkungan air laut memberikan dampak terhadap perubahan sifat kekerasan. Dari hasil uji kekerasan dengan menggunakan metode uji jenis kekerasan Rockwell diperoleh peningkatan nilai kekerasan dengan naiknya beban yang diberikan. Nilai kekerasan minimum pada 11 HRC pada beban 20 kg dan 14 HRC pada beban 80 kg yang dapat dilihat pada gambar 3. Peningkatan kekerasan yang dialami oleh spesimen (baja ASTM A53) tersebut diuji untuk kondisi tanpa rendaman. Pengambilan data kekerasan pada spesimen dilakukan pada bagian permukaan luar (diameter luar) dari spesimen C-Ring. Bahan yang mengalami pembebanan pada batas tertentu menyebabkan terjadinya peningkatan tegangan dalam (internal stress) pada bahan yang juga dikenal dengan fenomena pengerasan kerja (work Hardening) yang dapat dilihat dari nilai koefisien kerja dari bahan. Besarnya nilai koefisien kerja dapat diketahui dengan mengetahui besarnya koefisien ketangguhan bahan, regangan dan tegangan yang terjadi akibat pemberian beban. Sumber.
Gambar 3. Perubahan nilai kekerasan spesimen terhadap beban yang diberikan.
Degradasi yang dialami pada spesimen uji dengan perendaman dilingkungan korosif dan pemberian beban disaat yang bersamaan dimana beban yang diberikan masih dibawah titik luluh dari spesimen menyebabkan
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM5 - 4
Volume 5 : Desember 2011
PROSIDING 20 11© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
degradasi yang dialami adalah berupa penipisan ketebalan akibat korosi. Besarnya degradasi ketebalan yang dialami oleh spesimen dapat dihitung dengan menghitung laju korosi yang terjadi. Gambar 4 dibawah adalah hasil perhitungan laju korosi yang diperoleh pada kondisi variasi beban dan lama rendaman. Dari hasil terlihat bahwa laju korosi tertinggi diperoleh pada hari ketiga dan kemudian disusul pada hari keenam. Besarnya laju korosi yang terjadi pada hari ketiga dan keenam terlihat dari besarnya selisih kehilangan berat dari berat awal dan berat setelah perndaman. Besarnya kehilangan berat pada awal-awal perendaman menyebabkan tingginya laju korosi yang terjadi, pada perendaman hari ketiga nilai laju korosi mulai dari 0.68 mm/tahun hingga 0.95 mm/tahun yang bervariasi menurut beban yang diberikan. Pada perendaman hari ketiga terlihat bahwa selain lingkungan air laut, pemberian beban juga menyebabkan peningkatan laju korosi hingga 0,27 mm/tahun. Sehingga pada awal-awal perendaman degradasi ketebalan spesimen uji juga disumbangkan oleh beban yang diberikan.
Gambar 4. Karakteristik laju korosi yang terjadi dengan variasi beban dan lama rendaman pada spesimen uji.
Hasil yang berbeda diperoleh dengan semakin lamanya waktu perendaman dimana terlihat mulai dari hari ke-9 hingga hari ke-30 laju korosi cenderung turun mulai dari 0.04 mm/tahun(hari ke-30) hingga 0.2 mm/tahun (hari ke-9). Dari hasil laju korosi yang diperoleh juga terlihat bahwa efek variasi beban yang diberikan hanya terjadi signifikan pada awal perendaman (hari ke-3 dan ke-6) dan kemudian cenderung konstan pada hari-hari berikutnya meskipun beban yang diberikan berbeda-beda. Laju korosi terendah yang diperoleh sebesar 0.044 mm/tahun pada perendaman 30 hari dan tertinggi pada 0.95 mm/tahun pada perendaman 3 hari. Untuk baja karbon rendah tanpa pembebanan besarnya laju korosi berkisar 0.15 mm/tahun untuk kondisi perendaman air laut normal dan dapat meningkat 5 kali lipat untuk kondisi air laut yang bervariasi (Trethewey, KR. & Chamberline, J, 1997)
Gambar 5. Perubahan laju korosi untuk setiap lama perendaman untuk masing-masing beban
Volume 5 : Desember 2011
Group Teknik Mesin TM5 - 5
ISBN : 978-979-127255-0-6
Studi Degradasi Material Pipa… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Hairul Arsyad & Suhardi Perkapalan Sipil
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa untuk perendaman 30 hari dan beban yang diberikan sebesar 80 kg pada spesimen uji berbentuk C-ring dengan ketebalan 3.4 mm didapatkan bahwa terjadi degradasi ketebalan sebesar 1.3 % tahun. Pada gambar 5 dibawah ini memperlihatkan kecenderungan perubahan laju korosi dilihat dari hari ke hari perendaman (3 hari – 30 hari) untuk tiap beban yang diberikan (20 kg, 40 kg, 60 kg, dan 80 kg). Dari hasil yang diperoleh pada gambar 5 dibawah ini terlihat kecenderungan yang sama dimana laju korosi tertinggi pada hari ketiga untuk setiap beban yang diberikan dan menurun secara signifikan untuk lama perendaman berikutnya.
SIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap spesimen baja pipa ASTM A53 dengan model spesimen C-Ring dengan variasi beban dan lama perendaman air laut diperoleh kesimpulan: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Terjadi peningkatan nilai kekerasan untuk spesimen yang tidak direndam dengan pemberian beban. Degradasi berupa korosi pada material spesimen terjadi diakibatkan oleh kondisi lingkungan korosif dan pemberian beban. Laju korosi maksimum diperoleh pada hari ketiga sebesar 0.95 mm/tahun dan minimum pada hari perendaman ke 30 sebesar 0.044 mm/tahun. Berdasarkan data laju korosi minimum dapat diprediksi terjadi degradasi ketebalan spesimen sebesar 1.3 % pertahun akibat kondisi pengujian. Pada perendaman hari ketiga dengan variasi pemberian beban menyebabkan peningkatan laju korosi hingga 0,27 mm/tahun. Terdapat kecenderungan yang sama terhadap penurunan laju korosi untuk tiap-tiap beban yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA Clauser, Henry. R, Industri & Engineering Material, McGraw Hill Kogakusa Inc, 1975. Fontana, M.G., 1986, Corrosion Engineering, 3rd edition, McGraw-Hill Book Company, New York. Hermawan H., The Comparison between Outdoor and Indoor Atmospheric Corrosion at West Sumatera Coastal Inveronment, Majalah Korosi & Material (ISSN 1411-5573) Vol. III, No. 3, Bandung. 2003. Suhartanti D., Laju Korosi Baja di Kawasan Udara PLTP Kamojang Jawa Barat, Seminar Nasional MIPA-UI, Jakarta, 2005 Tathagati A., Korosi Atmosferik, Pengamatan dan Pencegahannya, Majalah Korosi & Material (ISSN 1411 5573) Vol. II, No. 4, Bandung, 2002. Trethewey, KR. & Chamberline, J. Korosi Untuk Mahasiswa Dan Rekayasawan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997 Widharto S., Karat dan Pencegahannya, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Mesin TM5 - 6
Volume 5 : Desember 2011