Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013
STUDI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI-GELATIN BABI DENGAN DOT BLOT DAN POTENSINYA SEBAGAI PERANGKAT DETEKSI GELATIN BABI Study of Polyclonal Antibodies Anti-Porcine Gelatin by Using Dot Blot and Its Potency as Detection Kit for Porcine Gelatin Adi Syamsuri1*, Agustin Krisna Wardani1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini adalah eksplorasi antibodi poliklonal (pAbs) yang spesifik terhadap gelatin babi. Hasil SDS PAGE ekstrak gelatin babi menunjukkan 8 pita molekul 42.43; 36.86; 33.16; 30.2; 28.48; 25.33 23.05 dan 19.8 kDa. Produksi Antibodi poliklonal (pAbs) Anti-gelatin babi dengan cara imunisasi antigen gelatin babi pada 3 ekor tikus putih (Rattus novergicus) strain wistar. Imunisasi secara subkutan dengan dosis 200 µg antigen setiap kali injeksi. Antibodi primer adalah Anti-Gelatin babi terhadap 3 macam sampel 1) kontrol negatif 2) gelatin sapi 3) gelatin babi. Analisis immunoassay menggunakan metode dot blot dan intrepetasi data kuantitatif dengan Corel Photopaint, secara umum menunjukkan intensitas warna pada dot blot gelatin babi (132.64 ; 146.58 ; 171.89) > gelatin sapi (154.74 ; 174.38 ; 158.99) > kontrol negatif (201.40 ; 190.71 ; 209.31). Penelitian ini menunjukkan antigen dari ekstrak gelatin babi dapat menginduksi terbentuknya antibodi poliklonal anti-gelatin babi dan metode dot blot berpotensi digunakan sebagai perangkat deteksi gelatin babi. Namun antibodi yang dihasilkan perlu dikembangkan untuk menjadi antibodi spesifik terhadap gelatin babi. Kata kunci: antibodi poliklonal, dot blot, gelatin babi ABSTRACT This research was predominantly aimed to explore the specific polyclonal antibody (pAbs) against porcine gelatin. The result of SDS PAGE of porcine gelatin extract indicated 8 molecular bands, which were 42,43; 36, 86; 33,16; 30,2; 28,48; 25,33 23,05 and 19,8 kDa. The polyclonal antibody (pAbs) of anti-porcine gelatin was made by the antigen immunization of porcine gelatin at 3 white rats (Rattus novergicus) wistar strain. The immunization was subcutaneously conducted by 200 µg dose of antigens for every injection. Immunoassay analysis using dot blot method, Primarry antibodies is Anti-porcine gelatin against 3 kinds of samples 1) negative control 2) bovine gelatin 3) porcine gelatin. Immunoassay analysis using dot blot method and interpreted data by Corel Photopaint, generally showed color intensity on dot of porcine gelatin (132,64 ; 146,58 ; 171,89) > bovine gelatin (154,74 ; 174,38 ; 158,99) > negative control (201.40 ; 190.71 ; 209.31). This study showed antigen from porcine gelatin extract can induce the form of antibodies polyclonal anti-porcine gelatin and dot blot method potentially as detection kit for porcine gelatin. However the antibody results need to improve to specific antibodies against porcine gelatin. Keyword: polyclonal antibodies, dot blot, porcine gelatin
36
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 PENDAHULUAN Gelatin merupakan protein hasil hidrolisis kolagen yang merupakan komponen utama penyusun jaringan hewan (kulit, tulang dan tendon), yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan [1]. Aplikasi terbesar gelatin adalah di bidang pangan mencapai 70 % dari total produksi gelatin dunia [2]. Namun, berdasarkan data dari Gelatin Manufacture Europe [3], sebagian besar gelatin diproduksi dengan bahan baku kulit babi yang menempati persentase terbesar di dunia yaitu sebesar 45.80%. Gelatin yang menggunakan kulit sapi sebesar 28.40% dan gelatin dari tulang sebesar 24.20%. Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia, data di atas dapat menimbulkan permasalahan yang khas, yakni mengenai konsumsi produk halal terutama identifikasi gelatin apakah terbuat dari babi, sapi atau dari hewan lain, karena secara fisik dan kasat mata antara gelatin babi dan non babi tidak bisa dibedakan. Beberapa metode sudah dikembangakan untuk mengkonfirmasi keberadaan atau ketercampuran gelatin babi pada suatu produk, diantaranya. Reserve Phase High Performance Liquid Chromatography (RP- HPLC) untuk analisa asam amino pada gelatin [4]. Penelitian rancang bangun alat deteksi cepat lemak dan gelatin babi dalam produk makanan dan kosmetika lewat electronic nose terkopel kromatografi gas [5]. Namun penggunaan RP-HPLC relatif membutuhkan dana yang cukup besar dan hanya efektif dilakukan di laboratorium, begitu pula dengan metode kromatografi gas. Kit diagnostik berbasis immunoassay potensial dikembangkan sebagai salah satu alternatif diagnosa gelatin babi. Molekul immunoglobulin (antibodi) yang terbentuk bersifat spesifik terhadap antigen tertentu. Sehingga sensitivitas, spesifisitas dan kecepatan dari metode immunoassay menawarkan kemungkinan identifikasi yang lebih baik [6]. Studi antibodi poliklonal dengan metode dot blot sudah dikembangkan untuk perangkat diagnostik terhadap peanut stripe virus [7], Simian Retrovirus Tipe-D Serotipe-2 [8], daging babi [9], namun hal tersebut pada gelatin babi belum diteliti. Sehingga dalam penelitian ini akan dikaji tentang antibodi poliklonal terhadap gelatin babi. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelatin babi yang didapatkan dari ekstraksi mandiri di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya, bahan baku kulit babi dibeli di Rumah Potong Hewan Khusus Babi di daerah Pasar Besar Malang, gelatin sapi merk Gelita (impor New Zealand) yang dibeli di toko Panadia, Malang. Wistar (Rattus novergicus) didapatkan dari Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. Bahan kimia yang digunakan standar pro analyse : Freund’s Adjuvant Complette (setiap ml mengandung 1 mg Mycobacterium tuberculosis (strain H37Ra, ATTC 25177) yang sudah dimatikan (heat-killed) dan dikeringkan, 0.85 ml paraffin oil dan 0.15 ml mannide monooleate). Freund’s Adjuvant Incomplette (setiap ml mengandung 0.85 ml paraffin oil dan 0.15 ml mannide monooleate), Ammonium peroxydi-sulfat, akrilamid, bisakrilamid, TEMED, Gliserin 87 %, Tris Base, Glyicine, SDS, aquades, Bromophenol Blue, 2merkaptoethanol, phosphate substrat, nitocellulose membrane, Methanol, Formaldehyde, asam asetat (glacial), APS, CBB R-250, CBB S-250, H2SO4, NaOH, Aquades, KCl, NaHCO3, Na2CO3, Na2HPO4, NaN3, EDTA, substrat BCIP / NBT, Anti Rat Alkaline Phophatase Conjugated, Tween-20, Skim Milk Igg Anti-Rat, NaN3 (Natrium Azida). Alat 37
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 Alat yang digunakan adalah mikrotube, mikro tip, mikropipet, disposable spuite, sentrifus, timbangan digital, vortex, PH meter, pemanas, sentrifus dingin (Denley BR 401), ependorf, selofan (SIGMA D9777), benang, magnetic stirrer, alumunium foil, pinset, kuvet, gelas beaker (50 mL, 100 mL, 250 mL, dan 500 mL), labu ukur (10 mL dan 100 mL), 1 set alat elektroforesis (Bio-Rad), 1 set alat dot blotting (Bio-Rad), shaker (Edmund Buhler SM 25). Desain Penelitian
Gambar 1. Desain Penelitian Tahapan Penelitian Ekstraksi Gelatin Babi (Metode modifikasi [10]) Langkah pertama yang dilakukan adalah pemotongan dadu kulit dan direbus pada suhu 60 oC selama 15 menit, fungsinya untuk melunakkan kulit (degreasing), kemudian ditiriskan kulit tersebut dan direndam dengan larutan asam fosfat 12 % (1:1) selama 24 jam untuk demineralisasi. Setelah 24 jam potongan kulit tersebut dicuci sampai pH netral, kemudian diinkubasi pada suhu 60 oC selama kurang lebih 30 menit. Cairan hasil ekstraksi didiamkan sampai membentuk gel dan disimpan pada kulkas suhu 4 oC. Gel yang terbentuk kemudian dikeringkan dengan pengering kabinet atau vakum kurang lebih 24 – 48 jam. Gelatin yang sudah kering kemudian diblender sampai berbentuk serbuk. Penentuan Dosis Injeksi 38
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 Kedua antigen ditera dengan spektofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Setelah diketahui absorbansi masing-masing, digunakan rumus untuk menentukan kadar proteinnya [11]. Kemudian dihitung banyaknya volume antigen yang disuntikkan dari kadar protein dan tetapan dosis 200 mikrogram per sekali injeksi. Penentuan Berat Molekul Gelatin Babi dengan Elektroforesis SDS-PAGE [12] Gelatin hasil ektrakasi dari prosedur 3.4.1.1 dilakukan elektroforesis SDS-PAGE 12.5%. Terdapat tiga tahapan dalam SDS-PAGE yaitu persiapan gel, injeksi sampel serta pewarnaan dan pencucian gel. Pada tahap persiapan gel, dibuat 2 macam gel yaitu gel sebagai tempat pengumpu sampel (stacking gel) dan gel akrilamid sebagai media untuk pemisahan protein (separating gel). Campuran separating gel dimasukkan dalam plate (tempat lapisan gel) dengan menggunakan mikropipet. Setelah gel terbentuk campuran stacking gel dituang diatas separting gel sambil kemudian dipasang sisir. Dibiarkan sekitar 30 menit sampai terbentuk gel. Sisir diangkat dengan hati-hati. Selanjutnya plate dipasangkan pada alat elktroferesis dan running buffer dituang dalam bejana elektroforesis. Sampel ditambah RSB (1:1) dan dipanaskan pada suhu 100 oC selama 5 menit. Kemudian diinjeksi 5 µL dalam tiap sumur. Running dilakukan dengan arus konstan 20mA dan tegangan 100 Volt sampai sampel berada 0.5 cm diatas dasar gel. Pewarnaan gel hasil running dilakukan dengan merendam gel dalam larutan staining selama 30-60 menit. Warna gel dihilangkan dengan perendaman dalam larutan destaining sambil digoyang-goyang atau dibiarkan semalam dengan menutupinya kertas saring. Gel yang sudah diperoleh kemudian discan. Penentuan massa molekul relatif ekstrak gelatin babi dilakukan dengan bantuan protein standar dan kemudian dibuat persamaan regresi linier dengan harga log massa molekul sebagai sumbu y dan harga Rf sebagai sumbu x, Harga Rf (Retardaction factor) dihitung dengan menggunakan rumus: Rf =
Jarak pergerakan protein dari tempat awal Jarak pergerakan warna dari tempat awal
Produksi Antibodi Anti-Gelatin Babi Imunisasi dilakukan pada Wistar berumur 3 bulan secara subkutan setelah aklimatisasi, dibagi menjadi 2 kelompok: 1) kontrol 2) dimunisasi dengan antigen gelatin babi. Injeksi Antigen (Modifikasi metode [13]) Kelompok pertama (kontrol) berjumlah 2 ekor diimunisasi dengan CFA (Complette Freund’s Adjuvant) tanpa antigen sebanyak 100 µl. Kelompok kedua berjumlah 3 ekor, diimunisasi pertama kali dengan gelatin babi dengan dosis 200 µg/injeksi berat badan yang diemulsikan dengan CFA perbandingan 1:1. Antigen dan CFA dihomogenkan sampai terbentuk emulsi berwarna putih. Setelah 2 minggu dilakukan imunisasi ulang (booster). Kelompok pertama diimunisasi dengan dan IFA (Incomplette Freund’s Adjuvant) tanpa antigen sebanyak 100 µl. Kelompok kedua diimunisasi dengan antigen gelatin babi yang sudah diemulsikan dengan IFA perbandingan 1:1. I
Minggu ke-
1
II
2
3
4
5 darah
39
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 Keterangan: I : Imunisasi dengan antigen + CFA2. Skema Imunisasi Hewan Coba Gambar II : Imunisasi dengan antigen + IFA Pengambilan Darah (Bleeding) (Chrismardani, 2004) [13] Pengambilan darah dilakukan melalui vena lateris ekor yang diamputasi ujung ekornya. Darah dikumpulkan pada mikrotube dan dimiringkan 30o kemudian tunggu kurang lebih hingga satu jam hingga terbentuk endapan. Setelah itu, disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC untuk mendapatkan serum. Serum dipindahkan kedalam tabung eppendorf dengan menggunakan pipet dan simpan dalam freezer sampai saat dilakukan purifikasi serum. Purifikasi Antibodi (Modifikasi metode [14]) Serum yang diperoleh dipurifikasi dengan ammonium sulfat jenuh 50%. Serum ditambah ammonium sulfat dengan perbandingan 1:1, divortex 3 kali, tiap 10 menit dan selama proses disimpan pada suhu rendah. Selanjutnya disentrifugasi 3000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC, supernatan dibuang dan presipitat ditambah dengan ammonium sulfat dengan perbandingan 1:10. Kemudian disentrifugasi lagi 3000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC, supernatan dibuang dan presipitat dilarutkan dengan buffer fosfat 0,05 M pH 7 (1:1). Setelah divortex dimasukkan dalam selofan, kemudian didialisis dengan 0,01 M buffer fosfat pH 7 pada suhu rendah selama semalam (Lampiran 3.6) Dot Blot (Modifikasi metode [15]) Dot blot merupakan uji serologis yang fungsinya sama dengan western blot, yaitu untuk mendeteksi kespesifikan antara antigen dan antibodi. Gelatin babi dilarutkan dalam PBS mengandung NaN 3 (1 mL Na-Azida+9 mL PBS), kemudian diteteskan pada membrane nitroselulosa yang telah dibasahi PBS. Membran dipasangkan pada alat dot blotter dan sampel ditotolkan @ 50 µl, alat dot blotter kemudian digegas hingga antigen terserap dalam membran, kemudian dibloking dengan bloking buffer selama 1 jam dan selanjutnya dicuci 3 kali dengan PBS Tween-20 0,05%. Hasilnya kemudian diinkubasi dengan antibodi primer dalam PBS-Skim Milk 1% selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan PBS Tween-20 0,05% sebanyak 3 kali. Hasil yang didaptkan diinkubasi kembli dengan antibodi sekunder Igg AP (Alkaline Phosphatase) selama 1 jam dan dicuci kembali dengan PBS Tween-20 diulang 3 kali. Kemudian dilakukan inkubasi dalam substrat BCIP pada ruang gelap sampai berubah warna dan reaksi dihentikan dengan penambahan aquades. Membran dikeluarkan dari alat dot blotter dan dikeringkan pada suhu kamar. Metode Metode yang digunakan untuk rancangan penelitian ini adalah penelitian eksploratif laboratorium yang dilanjutkan dengan uji diagnostik. Prosedur Analisis Setelah pengumpulan data selesai, dilakukan tabulasi hasil uji diagnostik (dot blot). Untuk mendapatkan standard dalam menilai hasil dot dalam setiap penelitian ini digunakan program Corel Photopaint X4 untuk mendapatkan data yang akurat tentang tebal ptipisnya noda hitam (nilai mean) pada membran nitroselulosa secara kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Ekstraksi Gelatin Babi 40
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gelatin babi pada penelitian ini adalah kulit babi. Jaringan kulit mengandung kolagen tertinggi dibandingkan jenis jaringan lainnya. Penyebaran kolagen dalam jaringan tubuh hewan mamalia, pada kulit sebesar 89 %, tulang 24 %, tendon 85 %, aorta 23 %, otot 2 %, usus besar 18 %, lambung 23 %, ginjal 5 %, dan hati 2 % [16] dalam [17]. Kolagen dapat diubah menjadi gelatin dengan perlakuan yang dapat memecah ikatan nonkovalen untuk merusak struktur protein sehingga dihasilkan pengembangan protein dan dapat memecah ikatan intramolekuler sehingga mengakibatkan kolagen larut [18] dalam [19]. Hasil ekstraksi dari 200 gram kulit babi menghasilkan gelatin berbentuk gel sebanyak 500 mL dan setelah pengeringan menjadi 39.5 gram. Rendemen gelatin babi pada penelitian ini sebesar 19.75 %. Berdasarkan penelitian [20] tingginya rendemen yang dihasilkan diduga karena pengaruh jumlah ion H+ yang menghidrolisis kolagen dari rantai triple heliks menjadi rantai tunggal yaitu gelatin lebih banyak, semakin tinggi suhu ekstraksi akan menyebabkan kolagen terurai menjadi gelatin lebih banyak. Kencenderungan ini mencapai batasnya apabila ion H+ yang berlebih disertai suhu yang tinggi mendenaturasi kolagen yang terhidrolisis. Konsentrasi asam yang berlebih dan suhu yang tinggi menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan turunnya jumlah gelatin. Konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH [16]. 2.
Analisa Pita Protein Gelatin Babi dengan SDS PAGE Hasil elektroforesis ekstrak gelatin babi dengan komposisi separating gel 12.5% dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Profil pita protein gelatin babi (M: Marker, S1, S2, S3 : Ekstrak gelatin babi pada pengulangan I,II,III) Pada Gambar 3, protein gelatin babi memiliki profil pita protein gelatin babi sebanyak 8 pita dengan berat molekul antara lain 42.43; 36, 86; 33,16; 30,2; 28.48; 25.33 23,05 dan 19.8 kDa. Penelitian sebelumnya [21], menunjukkan profil pita protein gelatin babi sebanyak 11 pita dengan berat molekul sekitar 125, 120, 114, 106, 96, 87, 83, 76, 70, 64 and 58 kDa. Perbedaan tersebut diasumsikan karena perbedaan metode dan bahan untuk ekstraksi gelatin. Efek perendaman pada larutan asam yang berbeda (asam klorida, asam fosfat, asam asetat) mempengaruhi sifat hasil ekstrak gelatin, seperti : komposisi asam amino, berat molekul, dan sifat termal [22]. 41
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 Hasil SDS PAGE menunjukkan bahwa protein gelatin babi memiliki berat molekul yang sesuai dengan kriteria sebagai antigen yang dapat menyebabkan reaksi imunitas. Agar suatu zat dapat menjadi imunogenik, maka zat tersebut harus mempunyai ukuran minimum tertentu. Kebanyakan imunogen yang efektif mempunyai berat molekul lebih dari 10.000 Da, meskipun ada pengecualian pada beberapa molekul yang lebih kecil, seperti insulin dengan berat molekul 5000 Da dan glikogen dengan berat molekul 4600 Da yang berfungsi sebagai imunogen [23].
3. Antibodi Poliklonal dari Antigen Ekstrak Gelatin Babi Antibodi poliklonal anti-gelatin babi terbentuk dari zat asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan rangsangan kekebalan (imun). Respon imun terjadi apabila sudah ada sel memori sebelumnya, menghasilkan antibodi dengan afinitas dan aviditas tinggi [24]. Peningkatan respon imun pada hewan coba dapat dipacu dengan menambahkan adjuvant pada antigen sebelum disuntikkan. Complette Freund’s Adjuvant (CFA) yang mengandung Mycobacterium tubercolosum merupakan adjuvant yang digunakan pada imunisasi pertama. Adanya Mycobacterium tubercolosum akan menstimulasi dan mempertinggi respon imun yang spesifik terhadap antigen. Imunisasi kedua menggunakan Incomplette Freund’s Adjuvant (IFA) yang tidak mengandung Mycobacterium tubercolosum untuk menghindari reaksi hipersensivitas [25]. Pengumpulan sampel serum darah pada 2 minggu setelah injeksi antigen dari ekstrak gelatin babi. Pada saat antigen disuntikkan pertama kali, terjadi respon imun primer yang ditandai dengan munculnya IgM [26]. Kadar IgM mencapai puncaknya setelah 7 hari. IgM muncul pada hari 6 sampai hari ke-7 setelah imunisasi dan kadarnya mulai meningkat sampai puncaknya yaitu hari ke-10 sampai ke-14, sedangkan kadar IgM mulai menurun sebelum kadar IgG mencapai puncaknya 4.
Uji spesifitas Antibodi terhadap gelatin Babi dan gelatin Sapi Pengujian spesifitas antibodi yang telah diproduksi dilakukan dengan uji dot blot. Dot blot merupakan suatu metode yang dikembangkan pada penelitian semikuantitatif pada uji imun untuk mendeteksi antigen. Dot blot digunakan untuk mengetahui jenis antigen bukan berat molekul protein. Namun demikian estimasi konsentrasi antigen dapat diketahui pada blot tersebut tetapi kurang akurat karena sulit untuk dikatakan akurat terhadap warna yang timbul pada blot tersebut. Metode ini cukup baik digunakan pada uji atau screening dengan sampel yang cukup banyak [27]. Dot blot pada peneltian ini menggunakan 3 macam antigen: 1) gelatin babi, 2) gelatin sapi, 3) kontrol negatif. Sebagai kontrol negatif adalah larutan pengencer antigen pada analisa dot blot yaitu terdiri dari 9% PBS dan 1 % NaN3 [15].
Kontrol negatif
Gelatin Sapi
201.40
154.74
190.71
174.38
Gelatin Babi
Wistar Ulangan I 132.64
Wistar Ulangan II 146.58 42
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 Wistar Ulangan III 209.31
158.99
171.89
Gambar 4. Data uji dot blot Antibodi anti-gelatin babi terhadap antigen dari gelatin babi dan sapi Data hasil uji Dot blot (Gambar 4) menunjukkan dot reaksi antara serum hewan uji dengan ekstrak gelatin babi menunjukkan reaksi positif, ditandai dengan timbulnya warna noda keunguan. Antigen dapat bereaksi dengan antibodi dimana warna lebih gelap merupakan kompleks antigen-antibodi primer antibodi sekunder yang terlabeli oleh Alkaline Phosphatase (AP) dengan substrat [15]. Sedangkan pada dot kontrol negatif menunjukkan intensitas warna yang lemah. Hal tersebut disebabkan larutan PBS + NaN 3 yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak mengenal epitop dari protein serum hewan coba tersebut. Antibodi dibentuk sebagai reaksi terhadap salah satu jenis antigen mempunyai susunan asam amino yang berbeda dengan antibodi yang dibentuk terhadap antigen lain dan masing-masing hanya dapat berikatan dengan antigen yang relevan. Dengan kata lain antibodi dapat mengikat antigen dengan cara “lock and key” [26]. Intensitas warna pada dot gelatin babi lebih tajam dibandingkan dengan kontrol negatif, data kuantitatif berdasarkan intrepetasi melalui program Corel Photopaint menunjukkan nilai intensitas warna dot gelatin babi sebesar 132.64 ; 146.58 ; 171.89, (berturut-turut dari wistar ulangan I, II, dan III), dan hasil negatif pada kontrol negatif bernilai 201.40; 190.71 dan 209.31, sehingga selisih keduanya sebesar +50.1. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat antibodi poliklonal yang terbentuk dalam serum darah hewan coba. Antibodi poliklonal yang mempunyai afinitas, aviditas dan spesifitas yang tinggi terhadap antigen, menghasilkan warna noda yang tajam pada Dot blot [27]. Pada dot antara serum darah dengan gelatin sapi menunjukkan reaksi yang positif juga, berdasarkan intrepetasi melalui program Corel Photopaint menunjukkan nilai intensitas warna dot gelatin sapi sebesar 154.74 ; 174.38 ; dan 158.99. Namun intensitasnya lebih rendah daripada dot hasil reaksi ekstrak gelatin babi, dengan selisih +24.95 (data kuantitatif Corel Photopaint) pada wistar ulangan I dan II. Hal tersebut disebabkan persamaaan susunan band polipeptida protein gelatin sapi dengan gelatin babi. Band polipeptida antara kedua gelatin (gelatin sapi dan gelatin babi) memiliki kemiripan [28]. Ketebalan intensitas warna yang dihasilkan menunjukkan banyaknya antigen yang berikatan dengan antibodi poliklonal yang terdapat pada serum darah. Reaksi warna dari masing-masing sampel setara dengan jumlah kompleks antigen-antibodi spesifik yang terdapat dalam sampel serum. Diduga semakin tinggi intensitas warna sampel yang diuji pada membran menunjukkan semakin tinggi jumlah antibodi yang terkandung didalamnya. Hasil yang berbeda pada wistar ulangan III menunjukkan dot reaksi pada gelatin sapi justru lebih tinggi intensitasnya daripada ekstrak gelatin babi, dengan selisih sebesar 12,9. Hal tersebut dimungkinkan karena terjadi reaksi silang. Reaksi silang mungkin dapat terjadi 43
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 apabila antigen yang digunakan tidak murni dan menyebabkan campuran antibodi dalam serum tidak spesifik [29]. Dengan kata lain Antibodi yang bereaksi silang tersebut tidak hanya merespon satu Antigen yang merangsang pembentukannya, tetapi juga dapat berikatan dengan Antigen lain. Reaksi antibodi tidak hanya terhadap antigen yang disuntikkan tetapi dapat juga terhadap antigen lain, hal ini terjadi karena antibodi poliklonal adalah produk dari banyak klon sel saling berhubungan yang mangakibatkan timbulnya keragaman baik spesifisitas maupun afinitasnya terhadap antibodi yang dihasilkan [30]. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa antigen dari ekstrak gelatin babi dapat menginduksi terbentuknya antibodi poliklonal anti-gelatin babi. Deteksi antibodi poliklonal terhadap gelatin babi dan gelatin sapi dengan metode dot blot pada penelitian ini belum bisa memberikan perbedaan yang spesifik. UCAPAN TERIMA KASIH Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan dana untuk penyelenggaraan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA 1) Fardiaz D. 1989. Hidrokolid. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. 2) Jones, R.T.,2004. Gelatin : manufacture and phsyico-chemical properties. In Podzeck, F. and Jones, B.E. (Eds). Pharmaceutical Capsules. Second Edition. London : Pharmaceutical Press, pp 23-60. 3) [GME] Gelatin Manufacture. Of Europe. 2006. Market Data Gelatin 2001, 2002, 2003. http://www.gelatine.org/. 4) Norkasha, R., Hashim, D.M., Che Man, Y.B., Shuhaimi, M., and Noorfaizan 2009. Potential Use of Amino Acids Analysis for Distinguishing Bovine And Porcine Gelatins. 3rd International Symposium On Halal Science And Management Imt-Gt. Universiti Putra Malaysia. Kuala Lumpur. Malaysia. 14-18. 5) Kuwat, 2011. UGM Raih Hibah Penelitian Unggulan 2,9 Miliar Rupiah. Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM. http://pslh.ugm.ac.id/id/index.php/archives/1279 tanggal akses: 23/05/2012 6) Ayob, N.K. 1989. An Improved, Rapid ELISA Technique for Detection of Pork in Meat Product. Journal of Science and Food Agriculture. vol.37. pp. 103-112. 7) Manzila, I., Jumanto H., Rusmilah Suseno, dan S. Hendrastuti H. 2005. Produksi antibodi poliklonal peanut stripe virus. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol. 10, No.2, pp. 39-44. Intitus Pertanian Bogor. 8) Shalahudin, H.D. 2001. Pengembangan Uji Penapisan Antibodi terhadap Simian Retrovirus Tipe-D Serotipe-2 (SRV-2) dengan Teknik Dot Blot Immunoassay (DBIA). Skripsi. IPB. Bogor. 9) Fikri A, Sigit E.P, Afifah, N.H., Hendry T.S., Rafiqa H., Siti L.O.S. 2002. Pengembangan Kit Diagnostik untuk deteksi Daging Babi dengan Antibodi Poliklonal. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM Vol 10. No 2. Yogyakarta 10) Hasan, 2007. Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari Kulit Sapi. Skripsi. IPB. Bogor 11) Ausubel F.M., Brent R., Kingston R. E., Moore D.D., Seidman J.G., Smith J.A., Struhl K. 2002. Short Protocols Molecular Biology 5 th Ed. Vol.1. John Wiley and Sons, Inc. Canada 44
Studi Antibodi Poliklonal - Syamsuri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.36-45, Oktober 2013 12) Sumitro, S.B., Fatchiyah, Rahayu, S., Widyanti, S., Arumingtyas, E.L., 1996, Kursus Teknik-teknik Dasar Analisis Protein dan DNA, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Brawijaya, hal 35-48 13) Chrismardani, Y., 2004. Identifikasi Antibodi Hasil Respon Antigen Ekstrak Kasar Daging Babi Mentah pada Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus). SKRIPSI. Universitas Brawijaya 14) Safitri, E. 2005. Metode Pembuatan Antiprolaktin Pada Hewan Coba Kambing Lokal Sebagai Penghambat Proses Rontok Bulu Pada Ayam Arab Petelur. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Berk. Penel. Hayati: 11 (49–54). 15) Aulanni’am. 2005. Protein dan Analisisnya. Citra Mentari Group, Malang, 16) Ward, A. G. and Courts. 1977. The Science and technology of Gelatin. Academic Press. New York. 17) Joharman, T. 2006. Pengaruh Suhu dan Lama Evaporasi pada Proses Pemekatan Gelatin. IPB. Bogor 18) Gomez-Guilen MC and Montero P. 2001. Extraction of Gelatin from Megrim (Lepidorhombus boscii) skin with several organic acids. J. Food Sci 66(2) : 213 – 216. 19) Roswita, F. D., dan Widodo F. M. 2012. Pembuatan Gelatin dari Kulit Ikan Tuna dan Karakteristiknya Sebagai Bahan Baku Industri Farmasi 20) Marsaid dan Lukman A. 2011. Karakterisasi Sifat Kimia, Fisik, dan Termal Ekstrak Gelatin dari Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.) pada Variasi Larutan Asam untuk Perendaman. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. 21) Nur A. T., Amin I., dan Che M. Y. B. 2012. Differentiation of bovine and porcine gelatins in processed products via Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) and principal component analysis (PCA) techniques. International Food Research Journal 19 (3): 1175-1180. 22) Suwardi, Y., Atmaja, Lukman., dan Martak, Fahimah. 2010. Pengaruh Variasi Larutan Asam pada Isolasi Gelatin Kulit Ikan Patin (Pangasius hypothalamus) terhadap Sifat-sifat Kimia dan Fisik. Paper Seminar. Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 23) Bellanti, J.A. 1993. Immunologi III. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 24) Goldsby, R.A., Kindt, T.J dan Osborne, B.A. 2000. Kuby immunology 4t h Ed. New York: W.H. Freeman and company 25) Burgess, G.W, Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Terjemahan Dr. Wayan T. Artama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta 26) Kresno S.B. 1984. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur. FK UI. Jakarta. hal 4, 13-15. 27) Rantam, A. F. 2003. Metode Imunologi. Airlangga University Press. Surabaya 28) Hafidz, R. M., R. N., Yaakob, C. M., Amin, I. and Noorfaizan, A. 2011. Chemical and functional properties of bovine and porcine skin gelatin. International Food Research Journal 18: 813-817 29) Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press., Jakarta. 30) M.H.V. Van Regenmortel. 1982. Serology and Immunochemstry of Plant Viruses. Academy Press, New York. p.302.
45