STUDI ANALISIS PEMBERIAN HIBAH ANAK PEREMPUAN LEBIH BESAR (Studi Kasus di Desa Ngasem Batealit Jepara)
SKRIPSI
Dibuat guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana S1
Oleh: Fitda Afifahtuzzahra NIM: 131410000021
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) TAHUN 2014 1
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING Lampiran
:
Jepara, 25 Agustus 2014
Hal
:
Kepada Yth: Bpk. Dekan Fakultas Syari’ah di Tempat.
Wassalamualaikm wr. wb. Setelah saya mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya maka bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudara: Nama
: Fitda Afifahtuzzahra
Nim
: 1210021
Fakultas
: Syariah
Program Studi : Al akhwal assyakhsiyah Judul Skripsi : STUDI ANALISIS PEMBERIAN HIBAH ANAK PEREMPUAN LEBIH BESAR (Studi Kasus di Desa Ngasem Batealit Jepara)
Dengan ini saya mohon agar skripsi saudara tersebut dimunaqasahkan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Demikian harap menjadi maklum. Wassalamualaikm wr. wb
Pembimbing,
Dr. Sa’dullah assaidi, M.Ag
ii 2
PERNYATAAN KEASLIAN Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau pernah diterbikan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pemikiran dari orang lain kecuali informasi yang terdapat pada referensi yang dijadikan bahan rujukan dalam skripsi ini.
Jepara, 25 Agustus 2014 Deklarator,
Fitda Afifahtuzzahra
iii 3
ABSTRAK
Fitda Afifahtuzzahra, 131410000021 kata kunci: Pemberian Hibah, Anak Perempuan, Lebih Besar. “Studi Analisis Pemberian Hibah Anak Perempuan Lebih Besar” (Studi Kasus di Desa Ngasem Batealit Jepara) hukum penghibahan merupakan hukum yang penting dalam hukum islam, ajaran islam telah mengatur hukum penghibahan secara jelas dan terperinci dalam alqur’an dan hadits, namun pada prakteknya masih banyak masyarakat yang tidak menempatkan hukum tersebut dalam pemberian harta hibah. Hal ini juga yang terjadi di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara. Mereka memberikan harta hibah kepada anak-anaknya terjadi perbedaan yang sifatnya melebihkan bagian anak perempuan. Hal inilah yang menjadikan penulis terarik untuk mengkaji masalah ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak menggunakan penghitungan. Sedangkan penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Resarch). Dengan maksud bahwa didalam mencari atau menyimpulkan data yang diperlukan dalam rangka mendukung skripsi ini sumber data diperoleh dari hasil pencarian penulis dari kepustakaan dan dari lapangan dengan cara meneliti secara langsung obyek penelitian yaitu di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara. Skripsi ini membahas mengenai “Studi Analisis Pemberian Hibah Anak Perempuan Lebih Besar” Penulis merasa terarik untuk meneliti bagaimanakah proses atau landasan yang digunakan dalam pemberian hibah di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya skripsi ini dapat memberikan gambaran tentang pemberian hibah yang dilakukan di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara, hibah yang diperhitungkan sebagai warisan tidak melebihkan bagian perempuan dan memberikannya sesuai aturan dalam faraid yang diajarkan dalam agama Islam.
iv 4
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. almaidah:8)1
1
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilaill Quran, (Jakarta: Gema Insani,2002) Jilid 3, Hal. 182
5
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim……. Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik serta inayahnya kepada penulis sehigga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “STUDI ANALISIS PEMBERIAN HIBAH ANAK PEREMPUAN LEBIH BESAR” shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda rasul muhammad SAW yang telah membawa umat manusia kejalan yang diridho Allah SWT. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini berkat bantuan semua pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan beribu ribu uraian rasa terima kasih yang tak terhingga atas segala bantuannya terutama sekali kepada: 1. Allah SWT yang menciptakan alam semesta ini. 2. Bapak Prof.Dr.KH. MUHTAROM HM, selaku Rektor Unisnu Jepara 3. Bapak Drs. H. Ahmad Barowi, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah Unisnu Jepara. 4. Bapak Dr. Sa’dullah Assaidi, M.Ag selaku pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan sabar memberikan saran dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi bisa terwujud.
6
5. Segenap civitas akademika Unisnu Jepara bapak dan ibu dosen yang memberikan kritik dan saran serta telah mencurahkan segala ilmu pengetahuannya kepada penulis. 6. Bapak dan ibu perpustakaan Unisnu Jepara yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dengan baik. 7. Kepada kedua orang tuaku , Bapak Darmo dan Ibu Sutarmi serta orang yang aku cintai, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman seperjuangan yang senantiasa menemaniku dalam berproses. Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri dan semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembacanya.
Jepara, 12 Agustus 2014 Penulis,
Fitda Afifahtuzzahra
7
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………….………………………………………………………..i Pengesahan…………………………..…………………………………………….ii Pernyataan Keaslian……………………………………………………………....iii Abstrak……………………………………………………………………………iv Motto……………………………………………………………………………... v Kata Pengantar…………………………………………………………………....vi Daftar Isi……………….……………………………………………………......viii BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah………………………………………………1 B. Perumusan Masalah…………………………………………………...8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………….9 D. Penegasan Istilah……………………………………………………..10 E. Kajian Pustaka……………………………………………………….11 F. Metode Penelitian…………………………………………………….13 G. Sistematika Penulisan………………………………………………..18 BAB II Landasan Teori Tinjauan Umum: A. Pengertian Hibah……………………………………………………..21 B. Dasar Hukum Hibah………………………………………………….22
8
C. Rukun dan Syarat Hibah……………………………………………..24 D. Macam-macam Hibah………………………………………………..26 E. Pemberian kepada Anak-anak………………………………………..27 F. Menarik Kembali Hibah…………………………………………...…31 G. Hikmah Hibah………….…………………………………………….33 BAB III Objek Kajian A. Gambaran Umum Desa Ngasem Batealit Jepara……………………35 B. Dasar Pemikiran Pemberian Hibah Lebih Besar Kepada Anak Perempuan……………………………………………………………41 C. Harta Benda yang Dihibahkan……………………………………….44 BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini berisi tentang: A. Analisis Dasar Pemikiran Pemberian Hibah kepada Anak Perempuan Lebih Besar di Desa Ngasem Batealit Jepara………………………..47 B. Analisis Perbedaan Konsep Keadilan Pemberian Harta Hibah yang diPerhitungkan sebagai Warisan yang Membedakan Antara Anak Laki – Laki dan Perempuan.…………………………………………...….51 C. Analisa Pendapat Imam Madzhab Mengenai Pengutamaan Pemberian Hibah pada Anak Perempuan………………………………………..54 9
BAB V Penutup A. Kesimpulan………………………………………………………58 B. Saran-saran……………………………………………………….60 C. Kata Penutup………………………………………………………..…61
10
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian warisan dilakukan setelah pewaris meninggal dunia. namun masyarakat pada umumnya pemberian harta peninggalan dilakukan sebelum mereka meninggal dunia hal tersebut dilakukan untuk menghindari perselisihan antar keluarga. Hal ini dalam adat jawa banyak dilakukan orang bahwa apabila seseorang anak sudah berumah tangga dan akan mendirikan kehidupan rumah tangga sendiri, terpisah dari orang tuanya kepadanya diberikan barang untuk modal hidupnya. Kelak barang pemberian (hibah) tersebut diperhitungkan sebagai warisan2. Warisan adalah harta peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan kepada para pewarisnya.3
ُﻮل اَﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ُ َﺎل َرﺳ َ ﻗ: َﺎل َ ﻗ- َر ِﺿ َﻲ اَﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬﻤَﺎ- ﱠﺎس ٍ َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒ ُﻞ ذَ َﻛ ٍﺮ ( ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ٍ ْﱃ َرﺟ َ ﻓَﻤَﺎ ﺑَِﻘ َﻲ ﻓَـ ُﻬ َﻮ ﻷَِو, ِﺾ ﺑِﺄَ ْﻫﻠِﻬَﺎ َ ) أَﳊُِْﻘﻮا اَﻟْ َﻔﺮَاﺋ Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat." Muttafaq Alaihi.4 2
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 109 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, (Semarang: Pustaka Rizky Putra, 2010), hal. 464 3
11
Diriwayatkan bahwa Ibn Al-Abbas seperti pendapat jamaah ulama ahli fiqh, berpendapat apabila anak–anak perempuan mengambil dua pertiga bagian penuh maka cucu perempuan dari anak laki–laki tidak mendapat apa-apa, kecuali jika ia bersama anak laki–laki yang sederajat atau lebih dari mereka. Jika demikian keadaannya maka mereka menerima dengan cara ashabah yaitu sisa antara dia dan orang yang lebih tinggi dan orang yang sederajat dengan mereka, dengan pembagiannya adalah laki– laki mendapatdua kali bagian perempuan.5 Wasiat adalah menyerahkan pemilikan sesuatu kepada seseorang sesudah pemilik tersebut meninggal dunia. Diperbolehkan dalam agama islam tetapi tidak diwajibkan, demikian menurut ijma para Imam Mazhab. Az-Zuhri dan ulama ahlu zahir mengatakan: berwasiat untuk kerabat yang tidak mendapat warisan dari si mayat hukumnya adalah wajib, baik mereka itu dari Ashabah maupun Dzawil Arham, yaitu jika terdapat ahli waris selain mereka. Para Imam Madzhab sepakat bahwa berwasiat untuk selain ahli waris sebanyak sepertiga bagian adalah diperbolehkan dan tidak memerlukan persetujuan ahli waris. Sedangkan berwasiat untuk ahli waris diperbolehkan setelah mendapat persetujuan dari ahli waris yang lain.6
4
Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Sahih Muslim, (Jakarta: Gema Insani, 2005), cet. 1, hal.
470
5
Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab, (Bandung: Hasyimi, 2012), hal. 305 6 Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Op, Cit,. hal. 310
12
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan”(QS. An-Nisa: 7)7
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
7
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemah,(Semarang: Karya Toha Putra, 1998), hal.
143
13
menyusahkannya. Sesungguhnya besar”(QS. An-Nisa: 34)8
Allah
Maha
Tinggi
lagi
Maha
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. 8
Ibid, hal. 114
14
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”(QS. AnNisa:11)9 Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. Lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan nabi.
“Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. dan kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, Maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. seandainya Allah menghendaki, 9
Departemen Agama RI, 0p.Cit., hal. 143
15
tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya”(QS. Al-Baqarah:253) Kelanjutan ayat di atas yang berbunyi: kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Kelebihan yang dianugerahkan Allah bukannya tanpa dasar atas pilih kasih, tetapi atas dasar hikmah kebijaksanaan sesuai dengan tugas dan fungsi yang akan diemban oleh setiap rasul. Memang tidak ada satu Ketetapan Allah SWT. yang tanpa hikmah dan kemaslahatan untuk makhluk.10
ُﻮل اَﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ َ أَ ﱠن أَﺑَﺎﻩُ أَﺗَﻰ ﺑِِﻪ َرﺳ- َر ِﺿ َﻲ اَﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬﻤَﺎ- َﺸ ٍﲑ ِ َﻋ ْﻦ اَﻟﻨﱡـ ْﻌﻤَﺎ ِن ﺑْ ِﻦ ﺑ ُﻮل اَﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ ُ َﺎل َرﺳ َ ﻓَـﻘ،ْﺖ اِﺑ ِْﲏ َﻫﺬَا ﻏ َُﻼﻣًﺎ ﻛَﺎ َن ِﱄ ُ ِﱐ ﳓََﻠ ) إ ﱢ: َﺎل َ وﺳﻠﻢ ﻓَـﻘ ُﻮل اَﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ ُ َﺎل َرﺳ َ ﻓَـﻘ. َﻻ: َﺎل َ ِك ﳓََْﻠﺘَﻪُ ِﻣﺜْ َﻞ َﻫﺬَا ? ﻓَـﻘ َ وﺳﻠﻢ أَ ُﻛ ﱡﻞ َوﻟَﺪ ُﱠﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻟِﻴُ ْﺸ ِﻬ َﺪﻩ ) ﻓَﺎﻧْﻄَﻠَ َﻖ أَِﰊ إ َِﱃ اَﻟﻨِ ﱢ: ْﻆ ٍ وﺳﻠﻢ ﻓَﺎرِْﺟ ْﻌﻪُ ( وَِﰲ ﻟَﻔ وَا ْﻋ ِﺪﻟُﻮا, َ اِﺗﱠـ ُﻘﻮا اَﻟﻠﱠﻪ:َﺎل َ َﻻ ﻗ: َﺎل َ ِك ُﻛﻠﱢ ِﻬ ْﻢ? ﻗ َ ْﺖ َﻫﺬَا ﺑَِﻮﻟَﺪ َ أَﻓَـ َﻌﻠ: َﺎل َ ﻓَـﻘ.ﺻ َﺪﻗ َِﱵ َ َﻋﻠَﻰ ) : َﺎل َ ﺼ َﺪﻗَﺔَ ( ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ َﻋﻠَﻴْﻪِ وَِﰲ رِوَاﻳٍَﺔ ﻟِ ُﻤ ْﺴﻠِ ٍﻢ ﻗ ْﻚ اَﻟ ﱠ َ ﻓَـَﺮﱠد ﺗِﻠ,َﲔ أَوَْﻻ ِد ُﻛ ْﻢ ﻓَـَﺮ َﺟ َﻊ أَِﰊ َ ْ ﺑـ ﺑَـﻠَﻰ: َﺎل َ ْﱪ َﺳﻮَاءً? ﻗ َﻚ ِﰲ اَﻟِﱢ َ أَﻳَ ُﺴﺮَﱡك أَ ْن ﻳَﻜُﻮﻧُﻮا ﻟ: َﺎل َ ﻓَﺄَ ْﺷ ِﻬ ْﺪ َﻋﻠَﻰ َﻫﺬَا ﻏَﲑِْي ﰒُﱠ ﻗ ( ﻓ ََﻼ إِذًا: َﺎل َﻗ “Dari Nu'man Ibnu Basyir bahwa ayahnya pernah menghadap rasulullah saw berkata: aku telah memberikan kepada anakku ini seorang budak milikku. lalu rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertanya: "apakah setiap anakmu engkau berikan seperti ini?" ia menjawab: tidak. rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "kalau begitu, tariklah kembali." dalam suatu lafadz: menghadaplah ayahku kepada nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam agar menyaksikan pemberiannya kepadaku, lalu beliau bersabda: "apakah engkau melakukan hal ini terhadap anakmu seluruhnya?". ia menjawab: tidak. beliau bersabda: "takutlah kepada allah 10
Quraish Shihab, Tafsir AL-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Alquran, (Jakarta: Lentera Hati,2002). hal. 541
16
dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu." lalu ayahku pulang dan menarik kembali pemberian itu. muttafaq alaihi. dalam riwayat muslim beliau bersabda: "carikan saksi lain selain diriku dalam hal ini." kemudian beliau bersabda: "apakah engkau senang jika mereka (anak-anakmu) samasama berbakti kepadamu?". ia menjawab: ya. beliau bersabda: "kalau begitu, jangan lakukan."11
) َﻣ ْﻦ: َﺎل َ ﱠﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗ َﻋ ْﻦ اَﻟﻨِ ﱢ, - َر ِﺿ َﻲ اَﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ ُﻬﻤَﺎ- َو َﻋ ْﻦ اِﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ , ُﺻ ﱠﺤ َﺤﻪ َ َﺐ َﻋﻠَْﻴـﻬَﺎ ( رَوَاﻩُ اَﳊَْﺎﻛِ ُﻢ َو ْ ﻣَﺎ َﱂْ ﻳـُﺜ, , ًَﺐ ِﻫﺒَﺔ َ َوﻫ َﻋ ْﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ﻗـ َْﻮﻟُﻪ,ظ ِﻣ ْﻦ رِوَاﻳَِﺔ اِﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ُ وَاﻟْ َﻤ ْﺤﻔُﻮ “Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa memberikan suatu hibah, ia lebih berhak untuk menariknya sebelum dibalas." Hadits shahih riwayat Hakim. Menurutnya yang terpelihara dari hadits itu ialah diriwayatkan oleh Umar dari Umar”12
( ) ﺗَـﻬَﺎدُوْا ﲢََﺎﺑﱡﻮا: َﺎل َ ﱠﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗ َو َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ َﻋ ِﻦ اﻟﻨِ ﱢ ي رَوَاﻩُ اَﻟْﺒُﺨَﺎ ِر ﱡ Dari abu hurairah radliyallaahu 'anhu bahwa rasulullah SAW bersabda: hendaklah kamu saling memberi hadiah maka kamu akan saling mencintai. Dan salam-salamlah kamu, akan hilang rasa kebencianmu. (H.R. Bukhori) KHI pasal 211 hibah dari orang tua kepada anaknya dapat di perhitungkan sebagai warisan. Sepeninggal orang tua anak yang pernah menerima pemberian itu tidak berhak menerima warisan lagi. KHI pasal 176, anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama–sama dengan anak laki11
Nashiruddin Al-albani, Op, Cit,. hal. 468 Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram min Adillatilahkaam ,(Pekalongan: Raja Murah: 2010), hal. 674 12
17
laki, maka bagian anak laki–laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.13 UU Perdata Islam No. 14 tahun 1961 pasal 1 ayat 1 “pemindahan hak ialah jual beli termasuk pelelangan di muka umum, penukaran, penghibahan, pemberian dan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan lain yang di maksud untuk mengalihkan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain”. 14 Madzhab Hanafi, Madzhab Syafii, Madzhab Hambali, menyatakan bahwa hibah belum sah jika barang belum di serah terimakan, meskipun secara hukum. Misalnya: jika barang yang dihibahkan adalah sepetak tanah, syarat qabd ini berbentuk serah terima surat–suratnya15. Dalam kasus ini suatu pemberian hibah yang diperhitungkan sebagai warisan terdapat perbedaan antara anak perempuan dan laki-laki, pada hal semestinya anak laki–laki mendapat pemberian lebih banyak dari pada perempuan yakni dua banding satu. Yang mestinya laki–laki dapat bagian dua karena laki-laki pemikul tanggung jawab untuk menghidupi keluarganya kelak. Padahal sudah jelas apa yang diterangkan dalam syariat Islam dan KHI. Dari pengamatan sekilas yang penulis lakukan , tampak ada penyimpangan dalam pemberian hibah yang diperhitungkan sebagai harta warisan. Alasan pewaris mengutamakan anak perempuan karena anak perempuan kelak yang
13
KHI, (Bandung: Focus Media, 2001), hal. 58 Muhammad Amin Suma, Himpunan UU Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 941 15 Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja,(Yogyakarta: Pustaka Insani Madani), 2008. hal.136 14
18
merawat mereka di hari tua. Pemberian tersebut dilaksanakan sekitar September 2013 yang dilakukan di Desa Ngasem Batealit Jepara. Bahwa pemberian hibah antar anak laki–laki dengan perempuan ada unsur pilih kasih. Uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menjadikan judul skripsi ini, “STUDI ANALISIS PEMBERIAN HIBAH ANAK PEREMPUAN LEBIH BESAR” (Studi Kasus di Desa Ngasem Batealit Jepara). B. Perumusan Masalah Agar dalam bahasan proposal ini tidak melebar, maka dipandang perlu bagi penulis untuk menentukan rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah : 1. Apa alasan pewaris memberikan hibah lebih banyak dari pada anak laki–laki? 2. Bagaimana konsep keadilan pemberian harta hibah yang di perhitungkan sebagai warisan yang membedakan antara anak laki– laki dan perempuan? 3. Bagaimana pendapat Imam Madzhab mengenai pemberian hibah yang mengutamakan anak perempuan? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian tentu tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai, maka dari itu tujuan dalam penelitian ini adalah :
19
1. Untuk mengetahui apa alasan pewaris memberikan hibah lebih banyak dari pada anak laki–laki. 2. Untuk mengetahui konsep keadilan pemberian harta hibah yang di perhitungkan sebagai warisan yang membedakan antara anak laki–laki dan perempuan. 3. Untuk mengetahui bagaimana pendapat para Imam Madzhab mengenai pemberian hibah yang mengutamakan anak perempuan. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu hibah tentang pemberian hibah yang mengutamakan anak perempuan dari pada anak laki-laki dan hibah tersebut di perhitungkan sebagai harta warisan yang terdapat dalam KHI serta implementasinya terhadap perkembangan kehidupan masyarakat sekarang.
2.
Manfaat Praktis - Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. - Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti. - Guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar S1.
D. Penegasan Istilah
20
Untuk menghindari perbedaan dalam pemahaman terhadap judul dalam penelitian ini, maka perlu kiranya dijelaskan istilah-istilah yang terkandung dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: STUDI ANALISIS PEMBERIAN HIBAH ANAK PEREMPUAN LEBIH BESAR (Studi Kasus di Desa Ngasem Batealit Jepara) Studi
: penelitian ilmiah kasus untuk meneliti gejala sosial yang menganalisis satu kasus secara mendalam.16
Analisis : sifat uraian, penguraian dan penelaahan secara menyeluruh dan mendalam.17 Pemberian: sesuatu yang diberikan atau sesuatu yang didapat dari orang lain.18 Hibah
: suatu pemberian terhadap orang lain yang sebelumnya orang lain itu tidak punya hak terhadap benda tersebut.19
Anak Perempuan : turunan kedua manusia. Dalam alquran anak disebut sebagai berita baik, hiburan pada pandangan mata, dan perhiasan hidup.20 orang manusia yang dapat menstruasi, hamil dan melahirkan anak.
21
E. Kajian Pustaka
16
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991). hal. 965 17 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Gita Media Press, 2006), hal. 30 18 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op, Cit., hal. 123 19 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ihtiar Baru Van Hoeve, 1997), hal. 106 20 Nogarsyah Moedegayo, Kamus Istilah Agama Islam, (Jakarta: Progress, 2004), hal. 76 21 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op, Cit.,hal. 753
21
1. Deskripsi Pustaka Dalam penelitian yang penulis lakukan agar mendapatkan data– data yang lengkap sebagai bahan penelitian maka penulis terlebih dahulu mencari bahan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas sebagai bahan pertimbangan dan acuan dasar, untuk itu penulis mencari permasalahan yang berkaitan dalam al quran, al hadis, kitab–kitab fiqh, kamus agama, kamus besar bahasa Indonesia, buku–buku (agama dan umum), dan dokumen lain. Sehingga dalam penulisan tersebut dapat menyimpulkan dan mendapatkan hasil yang maksimal. KH. Ahmad Azhar Basyir, MA. dalam bukunya yang berjudul Hukum Waris Islam: hibah yang di perhitungkan sebagai warisan, hibah dan kewarisan. 22 H.M. Idris Ramulyo, S.H., M.H. dalam bukunya yang berjudul Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang– Undang Hukum Perdata: hibah, Dasar hukum hibah, rukun dan syarat hibah, hibah pada waktu sakit, hibah umra, menarik hibah kembali, hikmah hibah.23 2. Hasil Penelitian Terdahulu Dalam penelitian yang dilakukan oleh Santi Meisani, dalam skripsinya yang berjudul Studi Komparatif antara Hukum Islam dan Pasal 22
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), Hal. 149 Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab UndangUndang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 116 23
22
1688 KUH Perdata Tentang Penarikan Kembali Hibah, (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) STAIN Kudus 2009, menerangkan bahwa suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan kecuali hibah seorang ayah kepada anaknya, pasal 1688 KUH Perdata menyatakan bahwa: 1. Karena tidak di penuhi syarat–syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan. 2. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain kepada si penghibah. 3. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan. 3. Perbedaan skripsi Adapun yang membedakan antara skripsi yang saya teliti dengan skripsi terdahulu adalah bahwa dalam penelitian saya yang berjudul Studi Analisis Pemberian Hibah Anak Perempuan (Studi Kasus di Desa Ngasem Batealit Jepara) di dalamnya membahas hukum pemberian hibah kepada anak perempuan lebih banyak dari pada anak laki-laki. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Santi Meisani, dalam skripsinya
yang
berjudul Studi Komparatif antara Hukum Islam dan Pasal 1688 KUH Perdata Tentang Penarikan Kembali Hibah,(Sekolah Tinggi Agama Islam 23
Negeri) STAIN Kudus 2009, menerangkan bahwa suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan kecuali hibah seorang ayah kepada anaknya. F . Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif yaitu: penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan statistik atau cara kuantifikasi lainnya. 24 Agar penulis ini dapat memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah, maka peneliti menggunakan berbagai metode diantaranya adalah: Beberapa hal yang peneliti kemukakan terkait dengan metodologi penelitian yang digunakan adalah: 1. Jenis penelitian Penelitian ini adalah field research yaitu jenis penelitian dalam metode pendekatan ini, penelitian dilakukan dalam situasi alamiah akan tetapi didahului oleh semacam inervens (campur tangan) dari pihak peneliti.25 Dalam hal ini peneliti ingin meneliti tentang pemberian hibah yang mengutamakan anak perempuan yang terjadi di Desa Ngasem Batealit Jepara. Selain jenis penelitian tersebut, penulis juga menggunakan library research yaitu penelitian terapan ini tidak dapat dilepaskan dari
24
Lexy j. moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012)
hal. 6 25
Anslemm Strauss, et. al, Dasar–Dasar Peneliian Kualtiatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 54
24
teori-teori terutama pada landasan berpikir (kerangka teori), untuk keperluan
ini
diperlukan
berbagai
literatur
yang
mengharuskan
dilakukannya studi pustaka, apalagi pada penelitian yang bersifat kualitatif, maka penggunaan literatur cukup dominan. 2. Pendekatan penelitian Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan normatif yaitu dengan cara mengambil dasar hukum islam dari al quran, hadis, pendapat para imam madzhab, dalam pengambilan hukum pada kasus pemberian hibah yang mengutamakan anak perempuan. Penulis menggunakan pendekatan sosiologis yaitu pendekatan dengan cara mengetahui sosial
kemasyarakatan yang berada di Desa
Ngasem Batealit Jepara. 3. Metode Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian Subyek dari penelitian adalah pemberi hibah, penerima hibah, ketua RT.15/02 yang bertempat tinggal di Desa Ngasem Batealit Jepara, yang menjadi tokoh pelaksana pemberian hibah tersebut. Sedangkan obyek penelitiannya adalah proses pembagian hibah yang mengutamakan anak perempuan yakni sebidang tanah yang di berikan pemberi hibah dan penerima hibah yang terjadi di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Jepara, dan Studi Analisis Pemberian Hibah Anak Perempuan. 25
4. Sumber Data Data yang penulis kumpulkan adalah jenis data kualitatif secara garis besar yaitu: a. Data Primer Adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Dalam hal ini data penulis peroleh dari lapangan tempat terjadinya kasus pemberian hibah yang diperhitungkan sebagai harta warisan yang mengutamakan anak perempuan di desa Ngasem Batealit Jepara. b. Data Sekunder Adalah data yang di peroleh dari pihak lain, tidak langsung di peroleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. Data ini bersumber dari kamus–kamus yang mendukung misalnya: kamus besar bahasa Indonesia, kamus popular alamiah serta kamus lain yang mendukung dalam penelitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Adalah proses memperoleh keterangan untuk penelitian dengan cara tanya jawab secara langsung antara si penanya yang di sebut 26
pewawancara dengan si penjawab yang di sebut responden atau informan.26 adapun yang penulis wawancara adalah pemberi hibah, penerima hibah, ketua RT.15/02 dan pihak–pihak yang terlibat di Desa Ngasem Batealit Jepara. 2. Observasi Yaitu sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila di bandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek yang lain27. Mengamati kasus dan menganalisis proses tersebut
pada
pemberi hibah di Desa Ngasem Batealit Jepara dalam pembagian hibah yang memberikan lebih pada anak perempuan. 3. Analisa Data Analisa data kualitatif (seiddel, 1998) prosesnya berjalan sebagai berikut: 1.
Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu di beri kode agar sumber datanya tetap dapat di telusuri.
2.
Mengumpulkan
memilah–milah,
mengklasifikasikan,
mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya. 26
Agung Triharyanto, et. al, Kamus Sosiologi, (Surakarta: Aksara Sinergi Media, 2012), cet.1, hal. 284 27 Sugiono. Metode Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009) hal. 203
27
3.
Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan–hubungan dan membuat temuan–temuan umum28. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis data
induktif yaitu proses logika yang berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori. Dengan kata lain induktif berarti proses mengorganisasikan fakta–fakta atau hasil-hasil pengamatan yang terpisah–pisah
menjadi
suatu
rangkaian
hubungan
atau
suatu
generalisasi.29 G. Sistematika Penulisan Untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai judul ini, berikut adalah pokok–pokok dari isi penulis: 1. Bagian awal berisi halaman judul, pengesahan, pernyataan keaslian, abstrak, motto, kata pengantar, daftar isi. 2. Bagian isi Bagian isi terdiri dari beberapa bab yaitu: BAB I Pendahuluan E. Latar Belakang Masalah F. Perumusan Masalah 28 29
Lexy j. Moleong, Loc, Cit., hal. 248 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 40
28
G. Tujuan dan Manfaat Penelitian H. Penegasan Istilah H. Kajian Pustaka I. Metode Penelitian J. Sistematika Penulisan. BAB II Landasan Teori Tinjauan Umum: H. Pengertian Hibah I. Dasar Hukum Hibah J. Rukun dan Syarat Hibah K. Macam-macam Hibah L. Pemberian kepada Anak-anak M. Menarik Kembali Hibah N. Hikmah Hibah BAB III Objek Kajian D. Gambaran Umum Desa Ngasem Batealit Jepara E. Dasar Pemikiran Pemberian Hibah Lebih Besar Kepada Anak Perempuan. 29
F. Harta Benda yang Dihibahkan BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini berisi tentang: D. Analisis Dasar Pemikiran Pemberian Hibah kepada Anak Perempuan Lebih Besar di Desa Ngasem Batealit Jepara. E. Analisis Perbedaan Konsep Keadilan Pemberian Harta Hibah yang Diperhitungkan Sebagai Warisan yang Membedakan Antara Anak Laki–Laki dan Perempuan. F. Analisa Pendapat Imam Madzhab Mengenai Pengutamaan Pemberian Hibah pada Anak Perempuan. BAB V Penutup Berisi tentang D. Kesimpulan E. Saran-saran F. Kata Penutup.
30
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Hibah Kata hibah merupakan bentuk turunan dari kata kerja wahaba yang berarti memberikan atau mendermakan. Jadi, arti kata hibah adalah pemeberian atau derma. Dalam pembahasan fikih, istilah hibah di definisikan sebagai akad yang berbentuk pemidahan hak milik atas suatu harta kepada orang lain secara sukarela tanpa disertai imbalan30.
ﱠﻚ ﲰَِﻴ ُﻊ اَﻟ ﱡﺪ َﻋﺎِۤء َ ْﻚ ذُﱢرﻳﱠﺔً ﻃَﻴﱢﺒَﺔَ أِﻧ َ َﺐ ِﱃ ﻣِﻦ ﻟﱠ ُﺪﻧ ْ َب ﻫ ﻗﺎ ََل ر ﱢ,ُِﻚ َدﻋَﺎ َز َﻛ ِﺮﻳﱠﺎ َرﺑﱠﻪ َ ُﻫﻨَﺎ ﻟ Di sanalah Zakariya mendoa kepada tuhannya seraya berkata: "Ya tuhanku, berilah Aku dari sisi engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". (QS. Ali Imran: 38)31 Secara terminologi (syara’) Jumhur Ulama mendefinisikan Hibah:
ْﻚ ﺑََﻼ َﻋ ْﻮض ﺣَﺎل اﳊَﻴَﺎةِ ﺗَﻄَﱡﻮ ًﻋﺎ ُ َﻋ ْﻘ ٌﺪ ﻳُِﻔْﻴﺪُاﻟﺘﱠ ْﻤﻠِﻴ
30
Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008, hal. 133 31 Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemah, Semarang: Karya Toha Putra, 1998, hal. 81
31
“Akad yang mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang di lakukan oleh seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara suka rela.” Definisi di atas dapat di ambil pengertian bahwa hibah merupakan pemberian harta kepada orang lain tanpa imbalan untuk mendekatkan diri kepada allah dimana orang yang diberi bebas menggunakan harta tersebut. Artinya harta menjadi hak milik orang yang diberi. Benda yang diberikan statusnya belum menjadi milik orang yang diberi kecuali benda itu telah diterima, tidak dengan semata–mata akad. Nabi muhammad SAW pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi kemudian Najasyi, itu meninggal dan ia belum menerimanya lalu nabi mencabut kembali pemberiannya itu. Sayyid Sabiq, jika seseorang memberikan sesuatu yang bukan jenis harta yang halal seperti khamar atau bangkai maka hal ini tidak layak untuk dijadikan sebagai hadiah. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah waktunya, yaitu hibah dilakukan ketika si pemberi (orang yang mempunyai harta) itu masih hidup jika telah mati maka bukan lagi hibah tetapi itu namanya wasiat.32 B. Dasar Hukum Hibah Para ulama fiqh sepakat bahwa hukum hibah itu sunnah. Hal ini di dasari oleh nash al-Quran dan hadits nabi. a. Dalil al-Quran 32
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, & Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010, hal.157
32
Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya. (QS al-Baqarah: 177)
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. an-Nisa: 4) b. Al-Hadits
! َﺎت ِ ُﻮل اَﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ) ﻳَﺎ ﻧِﺴَﺎءَ اَﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِﻤ ُ َﺎل َرﺳ َ ﻗ: َو َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ رﺿﻲ اﷲ ( ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ َﻋﻠَﻴْﻪ Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Wahai kaum muslimat, janganlah sekali-kali seorang wanita meremehkan pemberian tetangganya walaupun hanya ujung kaki kambing." (Muttafaq Alaihi).
(ﺗَـﻬَﺎدُوْا ﲢََﺎﺑﱡﻮا )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى ﻣﺴﻠﻢ “Saling memberi hadiahlah maka kamu akan saling mencintai” (HR. Bukhari Muslim)33
33
Ibid, hal. 160
33
ﺻﻠّﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠّ ْﻢ َ ﺖ َﻛﺎ َن َر ُﺳﻮ ُل اﷲ ْ ََﻋ ْﻦ َﻋﺎ ﯨﺌِ َﺸﺔَ َر ِﺿ َﻲ اﷲُ َﻋْﻨـ َﻬﺎ ﻗَﺎ ﻟ .ْﺐ َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ ُ ﻳـَ ْﻘﺒَ ُﻞ اﳍَ ِﺪﻳﱠﺔَ َو ﻳُﺜِﻴ Dari aisyah berkata: Rasulullah SAW menerima hadiah dan beliau membalasnya.34 C. Rukun dan Syarat Hibah Rukun Hibah di atas mempunyai syarat–syarat tersendiri. Syarat Wahib adalah memiliki kecakapan bertindak hukum yaitu baligh, berakal dan cerdas. Dengan demikian hibah yang dilakukan oleh anak–anak , orang gila, atau orang idiot tidak sah kerena mereka termasuk orang yang tidak cakap bertindak secara hukum. Namun sebaliknya mereka dapat saja menerima hibah. Jadi, Mawhub lah bisa siapapun, baik orang dewasa ataupun anak-anak, berakal sehat ataupun tidak35. Adapun syarat–syarat harta yang dihibahkan sebagai berikut: a.
Syarat–Syarat Harta Yang Dihibahkan 1. Harta tersebut ada ketika akad hibah terjadi. Menghibahkan sesuatu yang belum adalah tidak sah. Misalnya, seseorang berkata, “Aku menghibahkan anak kambing yag akan dilahirkan induk kambingku ini”. Hibah ini tidak sah, karena anak kambing itu belum ada pada saat akad berlangsung.
34
Zaenuddin Ahmad Azzubaidi, “Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Semarang: CV. Toha Putra, Jilid II, 1986, hal. 784 35 Indi Aunullah, Op, Cit,. hal. 135
34
2. Harta tersebut memiliki nilai ekonomi dalam pandangan syara’ jadi, tidak sah menghibahkan sesuatu yang tidak memiliki nilai ekonomi, seperti sebutir padi. Juga tidak sah menghibahkan sesuatu yang nilai ekonominya tidak diakui syara’, seperti minuman keras atau narkoba. 3. Harta tersebut merupakan milik wahib. Tidak sah menghibahkan harta milik orang lain. 4. Harta tersebut harus utuh. Para ulama sepakat bahwa hibah harus dilakukan secara utuh. Misalnya, gelas. Benda seperti ini harus dihibahkan
secara
utuh.
Sebab,
jika
dibagi–bagi,
nilai
ekonominya rusak atau hilang. Jadi, tidak sah menghibahkan setengahnya saja. Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai barang–barang
yang
dapat
dibagi
tanpa
merusak
nilai
ekonominya. Misalnya, rumah. Menurut Imam Abu Hanifah, dalam barang seperti ini pun hibah harus utuh. Menurut Mayoritas Ulama, termasuk beberapa ulama pengikut Madzhab Hanafi, hibah terhadap barang seperti itu boleh dilakukan. 5. Harta yang dihibahkan diterima dan dikuasai oleh (qabd) oleh penerima hibah. Hal ini sangat penting, karena pada dasarnya tujuan hibah adalah agar penerima hibah dapat memiliki dan memanfaatkan barang yang dihibahkan. Hanya saja, Madzhab Hanafi menganggapnya sebagai rukun, sedangka madzhab lainnya menggolongknnya sebagai syarat. Namun demikian, para 35
ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan syarat ini. Menurut Madzhab Maliki, kedudukan qabd hanyalah syarat penyempurna saja. Akad hibah sudah sah dengan adanya ijab qabul. Sebaliknya, Madzhab Hanafi, Madzhab Syafii, dan Madzhab Hanbali menyatakan bahwa hibah belum sah jika barang belum di serah terimakan, meskipun secara hukum. Misalnya, jika barang yang dihibahkan adalah sepetak tanah, syarat qabd ini terbentuk serah terima surat–suratnya.36 b. Syarat Orang yang Menghibah (Pemberi Hibah) 1. Penghibah memiliki sesuatu yang di hibahkan 2. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya orang yang cakap dan bebas bertindak menurut hukum. 3. Penghibah itu orang dewasa, berakal, dan cerdas. Tidak di syaratkan penghibah itu harus muslim. Hal ini berdasarka hadist bukhari yang menyatakan di perbolehkan menerima hadiah dari penyembah berhala. 4. Penghibah itu tidak dipaksa sebab hibah merupaka akad yang disyaratkan adanya kerelaan. Jumhur Ulama, seseorang boleh menghibahkan semua harta yang di milikinya. Adapun menurut Muhammad Ibnu al–Hasan dan sebagian pengikut Madzhab Hanafi berpendapat bahwa tidak sah menghibahkan 36
Ibid, hal. 136
36
semua harta,meskipun dalam kebaikan karena mereka menganggap yang berbuat seperti itu orang yang dungu yang wajib dibatasi tindakannya. 37 D. Macam–Macam Hibah Bermacam–macam sebutan pemberian disebabkan oleh perbedaan niat orang–orang yang menyerahkan benda. Macam–macam hibah adalah sebagai berikut: a. Al- Hibah yakni pemberian sesuatu kepada yang lain untuk di miliki zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan) atau dijelaskan oleh Imam Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al–Husaini dalam Kitab Kifayat al–Akhyar bahwa si–Hibah adalah “pemilikan tanpa penggantian”. b. Shadaqah, yakni pemberian zat benda dari seseorang kepada yang lain tanpa mengganti dan hal ini dilakukan karena ingin memperoleh pahala dari allah yang maha kuasa. c. Wasiat, yang dimaksud wasiat menurut Hasbi Ash Siddiqie adalah:
.اﻻ ﻧْ َﺴﺎ ِن ِﰱ َﺣﻴﺎَ ﺗِِﻪ ﺗَـﺒَـ ُﺰ ﻋﺎًِﻣ ْﻦ َﻣ ٍﺎل ﻟِﻐَ ِْﲑﻩِ ﺑـَ ْﻌ َﺪ َوﻓَﺎ ﺗِِﻪ ِْ ﺐ ﺑِِﻪ ُ َﻋ ْﻘ ٌﺪ ﻳـ ُْﻮ َﺟ “suatu akad yang dengan akad itu mengharuskan di masa hidupnya mendermakan hartanya untuk orang lain yang di berikan sesudah wafatnya.” Wasiat adalah pemberian seseorang kepada yang lain yang diakadkan ketika hidup dan diberikan setelah yang mewasiatkan meninggal dunia. 37
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, & Sapiudin Shidiq, Op, Cit,. hal. 162
37
d. Hadiah, pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian dengan maksud memuliakan.38 E. Pemberian kepada Anak–Anak Sikap yang harus diambil oleh orang tua jika ingin memberikan suatu hibah kepada anak–anaknya menurut tinjauan syariat Islam, tanpa mengabaikan faktor–faktor lain yang menunjang tercapainya maqashid syari’ah. Tidak ada perbedaan di kalangan mayoritas ulama bahwa bagi orang tua disunnahkan bersikap adil dan menyamaratakan pemberian kepada anak–anaknya dan makruh membeda–bedakannya. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam mengartikan apa yang dimaksud dengan pemerataan (al-taswiyah) dalam pemberian itu. Abu Yusuf dari kalangan Hanafiah, serta Malikiyah dan Syafiiyah ini merupakan kelompok mayoritas berpendapat bahwa orang tua disunnahkan menyamaratakan dan tidak membeda–bedakan dalam pemberian kepada anak–anaknya, baik laki–laki maupun perempuan. Anak–anak perempuan akan memperoleh pemberian yang sepadan dengan yang diberikan kepada anak laki-laki, seperti petunjuk yang di berikan Nabi SAW:
ْت اﻟﻨﱢﺴَﺎءَ ﻋَﻠ َﻰ اﻟﱢﺮ َ ْﺖ ﻣ ُْﺆﺛِﺮًا َﻻ ﺛـَﺮ َ َوﻟ َْﻮ ُﻛﻨ,َﲔ اَوَْﻻ ِد ُﻛ ْﻢ ِﰱ اﻟْ َﻌ ِﻄﻴّ ِﺔ َ ْ َﺳﻮﱡوْا ﺑـ ( ) رواﻩ ﺳﻌﻴﺪﺑﻦ ﻣﻨﺼﻮر ﰱ ﺳﻨﻨﻪ واﻟﺒﻴﻬﻘﻰ.َﺎل ِﺟ Bersikaplah sama dalam pemberian kepada anak–anakmu. Jika kamu akan mendahulukan, dahulukanlah anak–anak perempuan atas laki–laki. 38
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers,2011, hal. 211
38
َﺎﱂ ٍِ َﺎل اِﲰَْﺎ ِﻋْﻴ ُﻞ ﺑْ ُﻦ ﺳ َ ﻗ-ً اَﳓَْﻠ َِﲎ اَِﰉ َْﳓﻼ: ﻗﺎ ََل,َﺸ ٍْﲑ ِ َﻋ ِﻦ اﻟﻨﱡـ ْﻌﻤَﺎ ِن ﺑْ ِﻦ ﺑ,َﻋ ِﻦ اﻟ ﱠﺸﻌِْﱮ ْل ُ ْﺖ َرﺳُﻮ ِ اِﻳ-ْﺖ رَوَاﺣَﺔ ُ َﺖ ﻟَﻪُ أُﻣﱢﻰ ﻋُ ْﻤَﺮةُ ﺑِﻨ ْ ﻓَـﻘَﺎ ﻟ:َﺎل َ ﻗ,ُ ﳓََﻠَﻪُ ﻏُﻼَﻣﺎً ﻟَﻪ:َﲔ اﻟْﻘَﻮِْم ِ ْ ِﻣ ْﻦ ﺑـ ِﻚ َ ﺻﻠﱠﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَ َﺬ َﻛَﺮ ٰذﻟ َ ﱠﱯ ّ ِﻓَﺄَﺗٰﻰ اﻟﻨ,ُﺻﻠﱠﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَﺎَ ْﺷ ِﻬ ْﺪﻩ َ اﷲ َك َﻋﻠَﻰ َ َواِ ﱠن ﻋُ ْﻤَﺮةَ َﺳﺄَﻟْﺘ َِﲎ اَ ْن اَ ْﺷ َﻬﺪ,ًْﺖ اِﺑ ِْﲎ اﻟﻨﱡـ ْﻌﻤَﺎ َن َْﳓﻼ ُ ِﱏ ﳓََﻠ ا ﱢ:ﻓَـ َﻘﺎ َل.ُﻟَﻪ َْﺖ ِﻣﺜْ َﻞ ﻣﺎ َ ﻓَ ُﻜﻠﱡ ُﻬ ْﻢ اَ ْﻋﻄَﻴ:َﺎل َ ﻗ.ﻧـَ َﻌ ْﻢ:ْﺖ ُ ﻗَـﻠ:َﺎل َ َﻚ َوﻟَ ٌﺪ ِﺳﻮَاﻩُ؟ ﻗ َ أَﻟ:ﻓَـﻘَﺎ َل: ﻗَﺎ َل.ِﻚ َ ٰذﻟ َﺎل َ َوﻗ, َﻫﺬَاﺟ ُْﻮٌر:ِﲔ َ ْ ﺾ ٰﻫ ُﺆﻻَِء اﻟْ ُﻤ َﺤ ﱢﺪﺛ ُ ﻓَـﻘَﺎ َل ﺑـَ ْﻌ:َﺎل َ ﻗ.َ ﻻ:َﺎل َ ْﺖ اﻟﻨﱡـ ْﻌﻤَﺎنَ؟ﻗ َ اَ ْﻋﻄَﻴ ْﺲ ﻳَ ُﺴﺮَﱡك َ اَﻟَﻴ:َﺎل ُﻣﻐِﻴـْﺮَة ِْﰱ َﺣ ِﺪﻳْﺜِ ِﻪ َ ﻗ,َﲑ ْى ِْ ﻓَﺄَ ْﺷ َﻬ َﺪ َﻋﻠَﻰ ٰﻫﺬَا ﻏ. ٌْﺠﺌَﺔ ِ َﻫﺬَا ﺗَـﻠ:ﻀ ُﻬ ْﻢ ُ ﺑـَ ْﻌ .َﲑ ْى ِْ ﻓَﺎَ ْﺷ َﻬ َﺪ َﻋﻠَﻰ َﻫﺬَا ﻏ:َﺎل َ ﻗ.ﻧـَ َﻌ ْﻢ:َﺎل َ ْﻒ َﺳﻮَاءً؟ ﻗ ِ ْﱪ وَاﻟﻠﱡﻄ َﻚ ِﰱ اﻟِﱢ َ اَ ْن ﻳَﻜُﻮﻧُﻮاْ ﻟ َﻚ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َ َﻛﻤَﺎاَ ﱠن ﻟ,ِل ﺑَﻴﻨَـ ُﻬ ْﻢ َ اﳊ ﱢﻖ أَ ْن ﺗَـ ْﻌﺪ ْ ْﻚ ِﻣ َﻦ َ أِ ﱠن ﳍَُ ْﻢ َﻋﻠَﻴ:َوذَﻛَﺮَﳎَُﺎ ِﻫ ٌﺪ ِﰱ َﺣ ِﺪﻳْﺜِ ِﻪ .ْك َ ِﻣ َﻦ اﳊَْ ﱢﻖ أَ ْن ﻳُﱪِﱡو Diriwayatkan dari al-Sya’bi dari al-Nu’man bin Basyir, ia mengatakan: “ayahku telah memberikan suatu pemberian padaku- menurut ismail bin salim, yang di berikan adalah seorang hamba–ia berkata selanjutnya, kemudian ibuku, Amrah bin Rawahah, berkata pada ayahku: “datanglah menghadap Rasulullah dan mintalah beliau menyaksikannya”. Maka ayahku dating kepada rasulullah dan ia pun berkata: “ya, Rasulullah aku telah memberikan sesuatu pemberian kepada anakku, al-Nu’man, sementara istriku, Amrah, meminta agar paduka mempersaksikan pemberian tersebut”.Rasulullah balik bertanya:”apakah engkau punya anak selainnya?”ayahku menjawab:”ya”. Rasulullah kemudian bertanya lagi:”apakah kepada yang lain engkau juga berikan seperti kepada alNu’man?” Ayahku menjawab:”tidak”.(menurut sebagian muhaddisin) rasulullah kemudian berkata: “ini adalah ketidak adilan (jaur)”. (menurut yang lain) rasulullah berkata: “ini adalah pilih kasih (talji’ah) maka persaksikanlah kepada selainku!”menurut mughirah, nabi mengatakan:”tidaklah kau ingin seandainya mereka berbuat baik dan kasih sayang yang sama? (menurut mujahid) nabi kemudian berkata:”engkau berkewajiban untuk bersikap adil kepada merek seperti halnya mereka berkewajiban berbuat baik terhadapmu”.39 Dari hadits diatas Nabi menceritakan bersikap adil dalam pemberian kepada anak–anak, dan kalau akan bersikap melebihkan maka
39
Chuzaemah T. Yanggo & Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer: (Jakarta): Pustaka Firdaus, 1995, hal. 85
39
kita di perintahkan untuk melebihkan pemberian terhadap anak-anak perempuan. Sikap adil dalam pemberian dan dalam mu’amalat memang merupakan hal yang dituntut agama. Hanya saja mayoritas ulama memandang perintah ini sebagai sunnah saja.
(ِﱐ ﻻَ أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ َﻋﻠَﻰ ﺟ َْﻮٍر )رواﻩ ﲞﺮى ﻣﺴﻠﻢ ﱐ أِذَا ﻓَﺄ ﱢ ْ ِ ﻓ ََﻼ ﺗُ ْﺸ ِﻬ َﺪ:ْﻆ ٍ َو ْﰲ ﻟَﻔ Dalam suatu lafazh di sebutkan : beliau bersabda, “kalau begitu janganlah engkau meminta kesaksianku, karena aku tidak memberikan kesaksian terhadap suatu ketidakadilan”. (HR. Bukhari–Muslim) Sementara itu menurut Hanabilah, dan Imam Muhammad dari kelompok Hanafiah, seorang ayah harus memberikan bagian yang sama dalam pemberiannya, seperti pemberian yang ditetapkan Allah SWT dalam warisan. Seorang laki-laki memperoleh bagian dua kali lebih besar di banding perempuan. Mereka dengan memandang bahwa pemberian ketika masih hidup harus diqiyaskan dan disamakan dengan pemberian ketika sudah meninggal. Sayyid Sabiq, pengarang fiqh sunnah, mengatakan bahwa tidak dihalalkan bagi seseorang melebihkan pemberian antara anak-anaknya, karena hal itu mengandung usaha menaburkan benih permusuhan serta dapat memutuskan hubungan silaturrahmi yang justru di perintahkan allah SWT. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Imam Ahmad, Ishaq, alTsauri, Thawus dan sebagian Malikiyah. Menurut mereka melebihkan di antara anak–anak dalam pemberian merupakan tindakan yang bathil dan 40
menyimpang. Oleh karena itu wajib bagi pelakunya untuk membatalkan perbuatannya dan menarik pemberiannya tersebut.
(ْﺖ اﻟﻨﱢﺴَﺎءَ )رَوَاﻩُ ﲞَُﺎ رِى َ ﻀﻠ َ ﻀﻼً أَ َﺣﺪًا ﻟََﻔ ْﺖ ُﻣ َﻔ ﱢ َ َﲔ اَوَْﻻ ِد ُﻛ ْﻢ ِﰲ اﻟْ َﻌ ِﻄﻴﱠ ِﺔ َوﻟ َْﻮ ُﻛﻨ َ ْ َﺳﻮﱡوْا ﺑـ Samakanlah dalam pemberian kepada anak–anakmu. Jika kamu akan melebihkan di antaranya, lebihkanlah yang perempuan.(HR. Bukhari)40
ﺻﻠَﻰ َ ِ أ ّن أﺑﺎﻩُ أَ ﺗَﻰ ﺑِِﻪ َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ:ﺚ اﻟﻨُـﻌْﻤﺎ ِن ﺑْ ِﻦ ﺑَ ِﺸ ٍْﲑ َر ِﺿ َﻲ اﷲ َﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ ُ َْﺣ ِﺪﻳ ِْﺖ اﺑﲏ َﻫ َﺬا ﻏ َُﻼ ﻣًﺎ َﻛﺎ َن ِﱄ ﻓَـ َﻘﺎ َل َرﺳ ُْﻮ ُل اﷲ ُ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠّﻢ ﻓَـ َﻘ َﺎل اِ ﱢﱐ ﳓََﻠ ﺻﻠّﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠّ ْﻢ أَ ُﻛ ﱡﻞ َو ﻟَ ِﺪ َك ﳓََْﻠﺘَﻪُ ِﻣﺜْ َﻞ َﻫ َﺬا ﻓَـ َﻘﺎ َل ﻻَ ﻓَـ َﻘ َﺎل َر ُﺳﻮ ُل اﷲ َ .ُﺻﻠّﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠّ ْﻢ ﻓَﺎ ْر ِﺟﻌُﻪ َ Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra, sesungghunya dia telah diajak oleh ayahnya datang menghadap Rasulullah SAW lalu ayahnya berkata: “saya telah memberikan seorang hamba kepada anak saya ini. Rasulullah SAW bertanya: adakah semua anakmu itu kamu berikan seperti anak ini? Ayahku menjawab: “tidak!” lalu rasulullah SAW bersabda: “ambil kembali hamba budak itu.” Hadits diatas menjelaskan bahwa melebihkan pemerian kepada salah seorang anak dari pada yang lain hukumnya makruh, karena akan membuat iri saudaranya yang lain.41 F. Menarik Kembali Hibah Pada dasarnya pemberian haram untuk diminta kembali, baik Hadiah, Sadaqah, Hibbah, maupun Washiyyat. Oleh karena itu para ulama 40
Ibid, hal 85 Ahmad Mudjab Mahalli & Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis – Hadis Muttafaqun Alaih Bagian Munakahat & Muamalah, Jakarta: Kencana, 2004, Cet 1, hal. 130 41
41
menganggap permintaan barang sudah dihadiahkan dianggap sebagai perbuatan yang buruk sekali. Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Mutafaqqun Alaih dari Ibnu Abbas r.a. bahwa rasulullah SAW bersabda:
ﰒُﱠ ﻳـَﻌُﻮُد ِﰲ ﻗَـْﻴﺌِ ِﻪ ( ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ َﻋﻠَﻴْﻪ,ُْﺐ ﻳَِﻘﻲء ِ اَﻟْﻌَﺎﺋِ ُﺪ ِﰲ ِﻫﺒَﺘِ ِﻪ ﻛَﺎﻟْ َﻜﻠ Orang yang meminta kembali benda-benda yang telah diberikan sama dengan anjing yang muntah kemudian memakan kembali muntahnya itu. (HR. Muttafaqun Alaih).
ﺻﻠَﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠّ ْﻢ ﻗَ َﺎل َﻣﺜَ ُﻞ َ ﱯ اَ ﱠن اﻟﻨﱠِ ﱠ:ﺎس َر ِﺿ َﻲ اﻟ ٰﻠّﻪ ﻋْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ ٍ ْﺚ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒﱠ ُ َﺣ ِﺪﻳ .ُْﺐ ﻳَِﻘ ُﺊ ﰒُّ ﻳـَﻌ ُْﻮُد ِ ْﰲ ﻗَـْﻴﺌِ ِﻪ ﻓَـْﻴﺎ ْء ُﻛﻠُﻪ ِ ﺻ َﺪﻗَﺘِ ِﻪ َﻛ َﻤﺜَ ِﻞ اﻟْ َﻜﻠ َ اﻟﱠ ِﺬى ﻳـَﺮِْﺟ ُﻊ ِﰲ Diriwayatkan dari ibnu abbas ra. Dia telah berkata: sesunggguhnya nabi SAW bersabda: “perumpamaan orang yang mengambil kembali sedekahnya seperti seekor anjing yang muntah kemudian ia kembali kepada muntahnya itu, lalu memakannya.”42
.ْﺐ ﺑَﻘِﻲءُ ﰒُﱠ ﻳـَﻌُﻮُد ِﰲ ﻗَـْﻴﺌِ ِﻪ ِ ﺻ َﺪﻗَﺘِ ِﻪ ﻛَﺎﻟ َﻜﻠ َ ﻓَِﺄ ﱠن اﻟّﺬِي ﻳـَﻌ ُْﻮُد ﰲ:ْﻆ ٍ وَِﰲ ﻟَﻔ Dalam suatu lafadz disebutkan, “sesungguhnya orang yang menarik kembali shadaqahnya seperti anjing yang muntah lalu dia menjilat kembali muntahannya itu.”43 Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Dari Nabi SAW bersabda:
42
Ahmad Mudjab Mahalli & Ahmad Rodli Hasbullah, Op, Cit,. hal. 132 Mardani, Ayat – Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011, hal. 159 43
42
ﰒُﱠ ﻳـَﺮِْﺟ َﻊ ﻓِﻴﻬَﺎ ; إﱠِﻻ اَﻟْﻮَاﻟِ ُﺪ ﻓِﻴﻤَﺎ ﻳـُ ْﻌﻄِﻲ,َُﻞ ُﻣ ْﺴﻠِ ٍﻢ أَ ْن ﻳـُ ْﻌ ِﻄ َﻲ اَﻟْ َﻌ ِﻄﻴﱠﺔ ٍ َﻻ َِﳛ ﱡﻞ ﻟَِﺮﺟ .َُوﻟَ َﺪﻩ “haram bagi seseorang muslim memberi sesuatu kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya.”
,ِﺖ َﻋﻠَﻰ ﻓَـَﺮ ٍس َﻋﺘَـﻴ ٍْﻖ ِﰱ َﺳﺒِﻴ ِْﻞ اﷲ ُ ﲪََْﻠ:ﺎب َر ِﺿ َﻲ اﷲُ َﻋْﻨﻪُ ﻗَ َﺎل ِ َﻋ ْﻦ ﻋُ َﻤَﺮ ﺑْ ِﻦ اﳋَﻄﱠ ﺻﻠّﻰ اﷲ َ ْﺖ َر ُﺳﻮ ُل اﷲ ُ ﻓَ َﺴﺄَﻟ,ْﺺ ٍ ْﺖ اَﻧﱠﻪُ ﺑَﺎ ﺋِ ٌﻊ ﺑُِﺮﺧ ُ ﻓَﻈَﻨَـﻨ,ُﺻﺎ ِﺣﺒُﻪ َ ُﺿﺎ َﻋﻪ َ َﻓَﺎء ﻚ؟ ﻓﺄ ّن اﻟْ َﻌﺎ ﺋِ َﺪ ِﰱ َ ِﺻ َﺪ ﻗَﺘ َ َو َﻻ ﺗَـﻌُ ْﺪ ِﰲ,ُ َﻻ ﺗَـْﺒﺘَـﻌُﻪ:ﻚ؟ ﻓَـ َﻘﺎ َل َ َِﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠّ ْﻢ َﻋ ْﻦ ٰذﻟ ( )أﺧﺮ رﺟﻪ اﻟﺒﺨﺎ رى.ْﺐ ﻳـَﻌ ُْﻮُد ِﰱ ﻗَـْﻴﺌِ ِﻪ ِ ﺻ َﺪ ﻗَﺘِ ِﻪ َﻛﺎﻟْ َﻜﻠ َ Diriwayatkan dari umar bin khattab ra, ia berkata: saya pernah menyedekahkan seekor kuda yang bagus untuk sabilillah, namun kemudian pemiliknya (yakni orang yang diberinya) menyia-nyiakan kuda itu, lalu saya menyangka bahwa dia akan menjualnya dengan harga murah maka saya tanyakan hal itu kepada Rasullah SAW, kemudian beliau bersabda, “janganlah kau membelinya dan janganlah kau minta kembali sedekahmu, karena orang yang meminta kembali sedekahnya adalah seperti anjing yang menjilat muntahnya. 44 G. Hikmah Hibah Allah dan rasul-Nya memerintahkan kepada sesama manusia untuk saling memberi. Biasanya orang yang suka memberi maka dia juga akan di beri. Kebiasaan saling memberi yaitu perbuatan yang sangat manusiawi sebagai ucapan terima kasih. Ada beberapa hikmah yang dapat di petik dari pemberian.
44
Imam al Mundziry, Ringkasan Hadis Sahih Muslim, Jakarta: Pustaka Amani, 2003. Hal
542
43
1. Memberi atau hibah dapat menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit yang terdapat dalam hati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan. Hibah dilakukan sebagai penawar racun hati, yaitu dengki. Sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abi Hurairah r.a. Nabi SAW. Bersabda:
.ﺻ ْﺪ ِر ﺐ َو َﺣَﺮا ﱠ ُ ﺗَـ َﻬﺎ دُوْا ﻓَﺎِ ّن اﳍَْ ِﺪﻳّﺔَ ﺗُ ْﺬ ِﻫ “beri-memberilah kamu, karena pemberian itu dapat menghilagkan sakit hati (dengki)”. 45 2. Mendatangkan rasa saling mengasihi, mencintai dan menyayangi, dan menghilangkan sifat egois dan bakhil.
) ﺗَـﻬَﺎدُوْا: َﺎل َ ﱠﱯ ﺻَﻠﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َوﺳَﻠﻢ ﻗ َو َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ َرﺿِﻲ اﷲُ َﻋْﻨﻪُ َﻋ ِﻦ اﻟﻨِ ﱢ ي ﲢََﺎﺑﱡﻮا( رَوَاﻩُ اَﻟْﺒُﺨَﺎ ِر ﱡ Dari Abu Hurairah ra. Nabi Muhammad saw
bersabda: "saling
memberi hadiahlah kamu sekalian, agar kalian saling mencintai." (HR. Bukhari Muslim) 3. Menghilangkan rasa dendam. Dalam sebuah hadits dari Anas r.a Rasulullah SAW. Bersabda:
ﱠﺤْﻴﻤَﺔ ِ ﺗَـﻬَﺎدُوْاﻓَﺎِ ﱠن اﳍَْ ِﺪﻳﱠﺔَ ﺗَ ُﺴ ﱡﻞ اﻟﺴ
45
Hendi Suhendi, Op, Cit,. hal. 218
44
“Saling memberi hadiahlah kamu karena sesungguhnya hadiah dapat menghilangkan rasa dendam”46
BAB III OBJEK KAJIAN A. Gambaran Umum Desa Ngasem Batealit Jepara 1. Keadaan Geografis Ngasem adalah desa yang terletak di sebelah timur dari pusat kota Jepara yang berkecamatan Batealit. Yang berbatasan dengan sebelah Timur: Desa Raguklampitan, Bagian Barat: Desa Ngabul, Bagian Utara: Desa Bawu, Bagian Selatan: Desa Rengging. Desa Ngasem memiliki luas wilayah 772 HA, yang terdiri dari 30 RT dan 3 RW. Dengan jumlah penduduk 9.894 terdiri dari jumlah penduduk laki–laki 5322 orang dan perempuan 4572 orang dengan jumlah kepala keluarga 3291 KK. Tabel: Jumlah Penduduk Desa Ngasem Batealit Jepara berdasarkan umur. Umur
Jumlah
Umur
Jumlah
Umur
Jumlah
102
20 tahun
131
40 tahun
141
2 tahun
109
21 tahun
127
41 tahun
121
3 tahun
97
22 tahun
113
42 tahun
133
4 tahun
129
23 tahun
143
43 tahun
142
5 tahun
170
24 tahun
131
44 tahun
159
1 tahun
46
Abdul Rahman Ghazaly,Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Op. Cit, hal.168
45
6 tahun
119
25 tahun
232
45 tahun
132
7 tahun
172
26 tahun
242
46 tahun
139
8 tahun
129
27 tahun
111
47 tahun
147
9 tahun
132
28 tahun
101
48 tahun
142
10 tahun
205
28 tahun
216
49 tahun
113
11 tahun
199
30 tahun
174
50 tahun
109
12 tahun
177
31 tahun
157
51 tahun
132
13 tahun
196
32 tahun
191
52 tahun
87
14 tahun
165
33 tahun
142
53 tahun
132
15 tahun
176
34 tahun
147
54 tahun
141
16 tahun
172
35 tahun
161
55 tahun
85
17 tahun
184
36 tahun
127
56 tahun
73
18 tahun
217
37 tahun
132
57 tahun
87
19 tahun
169
38 tahun
143
58 tahun
95
Total penduduk:
9894
Sumber : Data Monografi Keadaan Desa Ngasem Batealit Jepara Tahun 2014 2. Keadaan Sumber Daya Manusia Desa Ngasem adalah desa yang berada di wilayah kecamatan batealit kabupaten jepara, sebab tatanan sosialnya tidak hanya terdiri dari masyarakat pada umunya seperti tukang kayu dan petani tetapi banyak sekali mata pencaharian yang beranekaragam. Adapun mata pencaharian tersebut meliputi: a. Petani
: 335 orang
b. Buruh Tani
: 882 orang
c. Buruh / Swasta
: 923 orang 46
d. Pegawai Negeri
: 41 orang
e. Pengrajin
: 121 orang
f. Pedagang
: 69 orang
g. Peternak
: 6 orang
h. Montir
: 2 orang
i. Dokter
: 2 orang
j. Tukang Kayu
: 1.528 orang
k. Guru
: 49 orang
l. Sopir
: 13 orang
Adapun berdasakan agama masyarakat Ngasem sebagai berikut: Islam
: 10.807 orang
Kristen
: 3 orang
Katholik
: 0 orang
Hindu
: 0 orang
Budha
: 0 orang Adapun budaya Desa Ngasem masih melekat dengan adat istiadat
setempat, dimana penggunaan bahasa jawa serta tradisi–tradisi masyarakat jawa yang masih dilestarikan di wilayah ini. Tradisi nenek moyang yang masih bertahan antara lain: Tradisi Kabumi (dilakukan setahun sekali di hari minggu pon), sesajen untuk upacara adat, Numplak Punjen, Mitoni, Ingon-ingon Putu, Matang Puluh, Nyatus, Nyewu, Mendak dan sebagainya. 3. Keadaan Sosial Pendidikan dan Keagamaan 47
Kondisi pendidikan masyarakat Desa Ngasem dapat dikatakan beranekaragam jenjang pendidikan meliputi: Belum sekolah
: 1.685 orang
Usia–15 tahun tidak pernah sekolah
: 100 orang
Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat
: 1.623 orang
Tamat SD
: 4. 954 orang
Tamat SMP
: 1.866
Tamat SMA
: 705
D–1
: 50 orang
D–2
: 25 orang
D–3
: 35 orang
S–1
: 90 orang
S–2
: 4 orang
1. Lulusan Pendidikan Umum : 7525 orang a.
Kelompok bermain
: 4 Gedung
b.
TK
: 14 Gedung
c.
Sekolah dasar
: 5 Gedung
d.
MI
: 1 Gedung
e.
SMP
: 1 Gedung
2. Pendidikan Khusus Jumlah pendidikan khusus Desa Ngasem sebanyak 240, meliputi: a.
Ponpes
: 3 gedung
b.
Madrasah
: 4 gedung 48
c.
Sekolah Luar Biasa
:-
d.
Sarana Pendidikan Non Formal
:-
Penduduk Desa Ngasem adalah memeluk agama Islam, banyaknya desa Ngasem yang mayoritas Islam dibuktikan dengan banyaknya Musholla dan Masjid yang tersebar di desa Ngasem Masjid sebanyak 9 dan Musholla 46 buah. 4.
Data Potensi Desa a. Potensi Alam 1). Luas Desa TANAH SAWAH Sawah Irigasi Teknis
: 0.00 ha
Sawah Irigasi 1/2 Teknis
: 243.00 ha
Sawah Tadah Hujan
: 21.00 ha
TANAH KERING Legal/Ladang
: 198.00 ha
Pemukiman
: 175.00 ha
TANAH BASAH Tanah rawa
: 0.00 ha
Tanah surut
: 0.00 ha
TANAH PERKEBUNAN Tanah Perkebunan Rakyat
: 0.00 ha
Tanah Perkebunan Negara
: 0.00 ha
Tanah Perkebunan Swasta
: 0.00 ha
49
TANAH FASILITAS UMUM Kas Desa
: 41.02 ha
Lapangan
: 1.00 ha
Perkantoran Pemerintah
: 0.07 ha
Lainnya
: 42.91 ha
TANAH HUTAN Hutan Lindung
: 0.00 ha
Hutan Produksi
: 0.00 ha
Hutan Konversi
: 0.00 ha
b. Pertanian Tanaman Pangan Jenis Komoditas
Luas (ha)
Hasil (ton/ha)
Jagung
21.00
70.00
Kacang Tanah
147.00
3.39
Padi
126.00
19.81
Ubi Kayu
50.00
19.81
Mentimun
23. 00
65.00
c. Jenis Komoditas Buah–Buahan Yang Dibudidaya Jenis Komoditas
Luas (ha)
Hasil (ton/ha)
Rambutan
11.00
11.00
Mangga
5.00
25.00
Durian
310.00
31.00
Pisang
11.00
41.00
d. Jenis Populasi Ternak 50
Sapi
: 96 ekor
Kerbau
: 7 ekor
Ayam
: 4.487 ekor
Bebek
: 750 ekor
e. Ekonomi Masyarakat Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 15-55 tahun)
: 6.094 orang
Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah
: 343 orang
Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang ibu rumah tangga :1.524 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja penuh
: 4.570 orang
Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja tidak penuh : 245 orang47 B. Dasar Pemikiran Pemberian Hibah Lebih Besar kepada Anak Perempuan. 1. Wawancara dengan Bapak Sureni ketua RT. 15 RW. 02 selaku saksi dalam pemberian hibah Pembagian harta waris di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara yang biasanya terjadi di masyarakat. Pembagian
dengan
hukum
islam
yaitu
pembagian
yang
berdasarkan pada pembagian yang diajarkan dalam hukum islam, pembagian
semacam
ini
sedikit
sekali
masyarakat
yang
menggunakannya dengan alasan bahwa pembagian yang menggunakan sistem islam sulit dipahami dan sering terjadi perselisihan di antara ahli waris ketika pembagian antara anak laki dan perempuan.
47
Sumber Data Monografi Desa Ngasem
51
Pembagian waris dengan sistem wasiat, yaitu pembagian yang didasarkan pada wasiat dari pewaris sebelum meninggal pembagian semacam ini juga sedikit masyarakat yang menggunakannya. Pembagian harta waris dengan sistem adat yaitu pembagian harta waris yang didasarkan pada hasil musyawarah kekeluargaan diantara ahli waris yang mendapat bagian. Dari bentuk cara pembagian harta waris sistem adat adalah yang digunakan oleh masyarakat Desa Ngasem sedangkan pembagian masing masing keluarga dikembalikan lagi kepada keluarga tersebut untuk memilih di antara sistem pembagian yang disepakati keluarga48. akan tetapi pemberian hibah model seperti Bapak Danu yang diberikan kepada anak perempuannya ini, agak berbeda dari masyarakat pada umumnya. 2. Wawancara dengan Bapak Danu dan Ibu Istikanah RT. 15 RW. 02 selaku pemberi harta hibah “Tanah yang aku kasihkan kepada anak perempuanku ini, selama aku masih hidup yang mempunyai hak segala sesuatunya tetap saya, hanya saja anak perempuanku sebagai atas nama dalam pensertifikatan tanah dan jika suatu saat aku meninggal pemberianku sudah kuat di mata hukum biar aku tidak kekhawatiran akan direbut kakaknya,” Harta yang dimiliki Pak Danu adalah sebidang tanah dengan luas 42x64 meter, sedangkan harta yang diberikan kepada anak perempuannya 18x64 48
Sureni, (Ketua RT Desa Ngasem RT.15 RW. 02), Wawancara Tgl 25 Februari 2014
52
meter, sisanya masih 24x64 meter untuk kedua anak lelakinya yang belum diberikan, karena Bapak Danu khawatir jika diberikan sekarang secara bersamaan dengan adik perempuannya dikhawatirkan harta tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik. Sedangkan harta yang masih dipunyai Pak Danu adalah sawah yang masih disisakan tidak dibagikan untuk anakanaknya karena untuk cadangan hidup dihari tua. Dalam pemberian harta hibah sudah diserah terimakan bahkan sudah bersertifkat langsung kepada penerima hibah anak perempuannya yang bernama Nanik Kusniawati.49 3. Wawancara dengan Bapak sodik (Modin Desa Ngasem) Hibah adalah suatu pemberian secara cuma–cuma kepada orang yang dikasihi dan pemberian hibah tidak ada ukuran maksimal kepada keluarga misalnya pemberian kepada anak atau saudara semahram, hibah tidak boleh lebih dari 1/3 kalau kepada orang lain50. Hibah adalah sesuatu yang di anjurkan oleh agama, biasanya yang terjadi di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara yaitu pemberian kepada anak–anak dari orang tua semasa masih hidup ketika usia mereka sudah lanjut. Dengan maksud agar orang tua dapat menyaksikan dengan harapan tidak ada perselisihan diantara saudarasaudara yang lainnya, akan tetapi tidak biasanyanya
pada pemberian
Hibah yang dilakukan Bapak Danu kepada anaknya perempuan pemberian tersebut atas dasar kekhawatiran nasib anak perempuannya. Adapun alasan atau pemikiran para orang tua tersebut antara lain: 49
Bapak Danu (Pemberi Hibah) Wawancara Tanggal 7 April 2014 Sodik (Modin) Wawancara Tanggal 5 Juni 2014
50
53
Orang tua kandung memberikan harta bendanya kepada anak kandung perempuan karena takut sebelum harta dibagikan mereka kedahuluan meninggal dunia dan orang tua tersebut khawatir jika si anak perempuan tidak diberikan (harta) terlebih dahulu harta tersebut akan dihabiskan kedua kakaknya oleh sebab itu tanpa memberi tahu serta mendatangkan mereka untuk kesaksian dari kedua anak laki–lakinya51. C. Harta Benda yang Dihibahkan Harta benda dan kekayaan masyarakat Desa Ngasem Batealit Jepara, seperti halnya kelompok masyarakat lain. Cukup beragam seperti Sawah, Tanah Perkebunan, Rumah, Kendaraan dan lain-lain. Tetapi masyarakat Desa Ngasem Batealit Jepara pada umunya lebih
suka
menghibahkan
yang
harta
bendanya
berupa
Motor
dan
hibah
diperhitungkan sebagai warisan adalah tanah perkebunan, tanah sawah, dan rumah. Tradisi yang paling berkembang di Desa Ngasem Batealit Jepara adalah pemberian hibah berupa sepeda motor hampir 90 % sepeda motor milik anak-anaknya adalah pemberian orang tuanya. Dan hibah yang diperhitungkan sebagai warisan adalah tanah perkebunan, sawah maupun rumah. Pilihan objek hibah seperti ini sudah menjadi tradisi bahkan dilakukan secara turun temurun di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara yang sebagian besar bertani menganggap bahwa ketiga objek hibah semacam ini menjadi simbol prestis bagi kehidupannya.
51
Sureni, (Ketua RT Desa Ngasem RT.15 RW. 02), Wawancara Tgl 25 Februari 2014
54
Walaupun saat ini Tanah Perkebunan, Tanah Sawah, dan Rumah masih menjadi pilihan favorit objek Hibah, agaknya disamping pertimbangan–pertimbangan diatas juga karena alasan ekonomis dan alasan fungsional dari benda–benda tersebut. Dilihat dari segi pemberi dan penerima Hibah di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut: 1. Pemberian hibah dari orang tua kepada anak kandung praktek penghibahan yang paling populer dan paling banyak di laksanakan masyarakat Desa Ngasem Batealit Kabupaten Jepara adalah hibah dari orang tua kepada anaknya. 2. Pemberian hibah dari orang tua kepada anak angkat praktek pemberian hibah seperti ini yang banyak dilakukan di Desa Ngasem Batealit Jepara. Pemberian dilakukan semata–mata sayang kepada anak angkat yang dianggap anak kandungnya sendiri.52 Harta benda yang dihibahkan sama dengan harta warisan hanya saja pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, pada dasarnya sama harta warisan hanya saja waktu pemberiannya yang berbeda hal ini dilakukan karena kekhawatiran pemberi hibah. Di situ disebutkan bahwa orang tua tersebut ingin menyaksikan secara langsung pembagian harta bendanya. Nampaknya sikap ini di ambil dengan melihat berbagai pengalaman yang mereka ketahui karena kebanyakan kalau
52
Suryono, (Petinggi Desa Ngasem RT. 15 RW. 02) Wawancara Tanggal 29 April 2014
55
dengan sistem pembagian warisan itu banyak menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kehidupan keluarga53. Pemberian hibah sudah dengan ijab qabul juga sesuai dengan syarat pemberian hibah sesuai dengan serah terima yakni berupa bukti serifikat tanah dengan atas nama penerima hibah. . Pemberian hibah pada saat berlangsung pemberi tidak dalam keadaan sakit keras ataupun paksaan pihak lain dan penerima hibah menurut Syariat Islam sudah memenuhi syarat sebagai penerima hibah, yaitu baligh, berakal sehat, dan cerdas. pada saat pemberian hibah berlangsung penerima hibah tersebut sudah berusia 21 tahun jadi menurut kecakapan penerima sah untuk diberi hibah.
53
Sodik (Modin) Wawancara Tanggal 5 Juni 2014
56
BAB IV ANALISIS DATA a. Analisis Dasar Pemikiran Pemberian Hibah kepada Anak Perempuan Lebih Besar di Desa Ngasem Batealit Jepara. Hibah adalah suatu perbuatan yang baik oleh sebab pelaksanaan hibah seyogyanya dilandasi rasa kasih sayang bertujuan baik dan benar. Disamping barang-barang yang dihibahkan adalah barang-barang halal dan setelah hibah diterima oleh penerima hibah tidak dikhawairkan menimbulkan malapetaka baik bagi pemberi maupun penerima hibah.54 Hal ini sebagaimana firman allah SWT:
54
Sudarsno, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Hal. 103
57
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaaid, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. AL maidah :2)55 Di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara biasanya hibah di lakukan oleh orang tua kepada anaknya ketika mereka (pemberi hibah) berusia lanjut disini dapat dilihat bahwa dasar pemikiran mereka yaitu: Hibah Yang Diperhitungkan Sebagai Warisan Disebutkan bahwa orang tua tersebut ingin menyaksikan secara langsung pembagian harta bendanya. Nampaknya sikap ini di ambil dengan melihat berbagai pengalaman yang mereka ketahui karena kebanyakan kalau dengan sistem pembagian warisan itu banyak menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kehidupan keluarga antara lain permusuhan, perselisihan dan perpecahan keluarga, juga putusnya hubungan
silaturrahim
yang
juga
diperintahkan
allah
untuk
menyambungnya. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal–hal yang tidak 55
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, (Jakarta: Hida Karya Agung, 2004) Cet, 73, Hal. 144
58
diinginkan maka mereka memberi harta warisan kepada anak–anaknya dengan cara hibah. Sikap ini bisa di anggap sebagai sikap mendua kaum muslimin dalam menghadapi soal warisan disatu sisi yang lain ditempuh dengan cara hibah, hal ini didasari kebiasaan yang dianggap positif oleh masyarakat Desa Ngasem Batealit Kabupaten Jepara. “Saya khawatir sebelum harta dibagikan kedahuluan meninggal dunia dan kami sebagai orang tua khawatir jika si anak perempuan tidak diberikan (harta) terlebih dahulu harta tersebut akan dihabiskan oleh kedua kakaknya oleh sebab itu tanpa memberi tahu serta mendatangkan mereka untuk kesaksian dari kedua anak laki–laki saya”.56 Dalam pemberian hibah yang dilakukan oleh Bapak Danu dan Ibu Istikanah di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara tidak mendatangkan bahkan memberi tahu kedua anak laki-lakinya. berikut fatwa dari MUI mengenai pemberian kepada anak dengan tidak sepengetahuan anak yang lain. Soal: Apabila seorang bapak memberikan sesuatu kepada salah seorang anak yang taat, apakah pemberian itu dapat di langsungkan dengan tidak sepengetahuan anak yang lain? Jawaban: pemberian tersebut dapat berlangsung dengan tiga syarat a. Tidak pada waktu sakit keras sampai ajalnya 56
Wawancara dengan Bapak Danu dan Ibu Istikanah RT 15 RW 02 selaku pemberi harta hibah
59
b. Sudah diterima oleh anak tersebut (anak yang taat) c. Tidak diminta kembali sebelum bapak meninggal dunia. Keterangan: Apabila pemberian tersebut dilakukan diwaktu sakit terus ajalnya tiba atau diwaktu tidak atau belum sakit, tetapi belum diterima anaknya (anak yang taat) atau sudah diterima tetapi diminta kembali sebelum hak miliknya atas barang itu, maka dalam keadaan seperti tersebut, pemberian itu tidak dapat dilangsungkan, kecuali dengan sepengetahuan dan seizin saudara– saudaranya yang lain.57 “pada saat pemberian hibah berlangsung penerima hibah tersebut sudah berusia 21 tahun jadi menurut kecakapan penerima sah untuk diberi hibah”. 58 Dalam ketentuan hibah pasal 210 KHI menentukan bahwa minimal usia 21 tahun, berakal sehat, tanpa paksaan, dua orang saksi, benda yang dihibahkan hak milik penghibah. “Tanah yang aku kasihkan kepada anak perempuanku ini, selama aku masih hidup yang mempunyai hak segala sesuatunya tetap saya, hanya saja anak perempuanku sebagai atas nama dalam pensertifikatan tanah biar tidak direbut kakaknya.” 57
Sahal Mahfudh, Ahkamul Fuqoha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama (1926-1999 M), Surabaya: Diantama, 2004, hal.15
60
Harta benda yang dihibahkan sama dengan harta warisan hanya saja pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, pada dasarnya sama harta warisan hanya saja waktu pemberiannya yang berbeda, UU Perdata Islam No. 14 tahun 1961 pasal 1 ayat 1 “ pemindahan hak ialah jual beli termasuk pelelangan di muka umum, penukaran, penghibahan, pemberian dan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan lain yang di maksud untuk mengalihkan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain”. 59 B. Analisis Perbedaan Konsep Keadilan Pemberian Harta Hibah yang Diperhitungkan Sebagai Warisan yang Membedakan Antara Anak Laki–Laki dan Perempuan. Diantara perjanjian allah dengan umat Islam ialah untuk menegakkan keadilan pada manusia. Yakni, keadilan mutlak yang neracanya tidak pernah hilang karena pengaruh cinta dan benci. Kedekatan hubungan, kepentingan, atau hawa nafsu dalam kondisi apapun. Keadilan yang bersumber dari pelaksanaan ketaatan kepada allah yang bebas dari segala pengaruh dan sumber dari perasaan dan kesadaran terhadap pengawasan allah yang mengetahi segala yang tersembunyi dalam hati, karena dikumandangkan ketentuan ini. 59
Muhammad Amin Suma, Op, Cit,. hal. 941
61
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. almaidah:8)60 Hibah memiliki dimensi taqarrub dan sosial yang mulia di sisi lain terkadang hibah juga dapat menumbuhkan rasa iri dan benci, bahkan adapula yang menimbulkan perpecahan di antara mereka yang menerima hibah, terutama dalam hibah terhadap keluarga atau anak–anak. Hibah seorang ayah terhadap anak–anak dalam keluarga tidak sedikit yang dapat menimbulkan iri hati bahkan perpecahan dalam keluarga. Sengketa yang ditimbulkan dari hibah boleh jadi timbul antara lelaki dan anak perempuan dimana si ayah ingin memberikan hibah kepada anak perempuannya bagian yang lebih besar dari pada anak laki–laki, dengan pertimbangan bahwa anak lelaki kelak akan mendapat warisan dua kali lebih banyak dari pada anak perempuan, sehingga si ayah perlu memberikan hibah dua kali lipat kepada anak perempuannya agar terjadi keseimbangan. Atau boleh jadi karena fakor kecondongan hati seorang ayah boleh jadi membedabedakan pemberian kepada anak-anaknya.61 Sebelum Islam hadir ke tengah-tengah masyarakat kebiasaan orang–orang jahiliyah tidak memberi harta warisan kepada anak perempuan dan anak laki-laki yang belum dewasa. Kemudian allah menurunkan wahyu cara 60 61
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilaill Quran, (Jakarta: Gema Insani,2002) Jilid 3, Hal. 182 Chuzaemah T. Yanggo & Hafiz Anshary, Op, Cit,. hal. 81
62
membagikan harta warisan menurut islam. Hal ini sebagaimana firman allah SWT:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. 63
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”(QS. AnNisa:11)62 KHI pasal 176, anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama–sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki–laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.63
(ِﱐ ﻻَ أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ َﻋﻠَﻰ ﺟ َْﻮٍر )رواﻩ ﲞﺮى ﻣﺴﻠﻢ ﱐ أِذَا ﻓَﺄ ﱢ ْ ِ ﻓ ََﻼ ﺗُ ْﺸ ِﻬ َﺪ:ْﻆ ٍ َو ْﰲ ﻟَﻔ Dalam suatu lafazh di sebutkan: beliau bersabda, “kalau begitu janganlah engkau meminta kesaksianku, karena aku tidak memberikan kesaksian terhadap suatu ketidakadilan.” (HR. Bukhari–Muslim)64 C. Analisa
Pendapat
Imam
Madzhab
Mengenai
Pengutamaan
Pemberian Hibah pada Anak Perempuan. “Tanah yang aku kasihkan kepada anak perempuanku ini, selama aku masih hidup yang mempunyai hak segala sesuatunya tetap saya, hanya saja anak perempuanku sebagai atas nama dalam pensertifikatan tanah dan jika suatu saat aku meninggal pemberianku sudah kuat di mata hukum biar aku tidak kekhawatiran akan direbut kakaknya,” Para imam empat bersepakat bahwa hibah itu sah bila disertai ijab dan qabul serta diserahterimakan. Namun demikian bila suatu hibah diberikan 62
Departemen Agama RI, 0p.Cit., hal. 143 Ahmad Azhar Basyir,, Op, Cit,. hal. 197 64 Mardani, Ayat – Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Op, Cit,. hal 159 63
64
hanya dengan ijab, menurut sebagian Hanabilah, hibah itu sah meskipun hanya dengan saling menyerahkan tanpa disertai ijab dan qabul, dengan alasan bahwa nabi SAW. Dan para sahabat juga saling memberi tanpa ada ijab dan qabul.65 Harta yang dimiliki Pak Danu adalah sebidang tanah dengan luas 42x64 meter, sedangkan harta yang diberikan kepada anak perempuannya yang bernama Nanik Kusniawati tanah seluas 18x64 meter, sisanya masih 24x64 meter untuk kedua anak lelakinya yang belum diberikan, dan bagian untuk kedua anak laki-lakinya masing-masing mendapat 12x64 meter. Berikut penjelasan dari Imam Madzhab barang siapa yang memberikan
kepada
anak–anaknya
suatu
pemberian,
hendaknya
disamaratkan pemberian tersebut diantara mereka. Demikan menurut pendapat
Hanafi dan Maliki serta seperti ini juga pendapat Madzhab
Syafii yang paling kuat. Adapun menurut pendapat Hambali dan Muhammad bin al-Ahsan hendaknya dilebihkan bagian anak laki–laki atas anak perempuan, sebagaimana pembagian warisan. Seperti ini juga salah satu pendapat dalam Madzhab Syafii. Melebihkan hibah kepada sebagian anak saja hukumnya makruh juga melebihkan sebagian anak atas sebagian lainnya. Demikian menurut pendapat para Imam Madzhab. Apakah jika diberikan dengan cara tidak merata dapat ditarik kembali? Menurut pendapat Hanafi, Maliki, dan Syafii tidak lazim. Sedangkan
65
Chuzaemah T. Yanggo & Hafiz Anshary, Op, Cit,. hal. 83
65
menurut Hambali wajib ditarik kembali. Apabila seorang menghibahkan sesuatu kepada anaknya, ia tidak boleh menarik kembali sama sekali. “Aku lebihkan bagian anak perempuanku karena disamping anak yang patuh dia juga yang kelak merawat di hari tua nanti hingga matiku“
Di lingkungan masyarakat adat daya kendayan kalimantan barat kemungkinan pemberian orang tua kepada anak, akan lebih banyak diberikan kepada anak pangkalan yaitu anak yang menjamin memelihara mengurus orang tua sampai wafatnya tidak tertentu apakah anak sulung anak tengah atau anak bungsu.66 Pernyataan Bapak Danu di atas dapat dikatakan sebagai hibah yang mengharapkan balasan karena beliau mengatakan Aku lebihkan dan kelak merawat di hari tuaku. Seseorang yang menghibahkan suatu hibah, kemudian ia meminta balasan, ia mengatakan, “tidak ada yang aku harapkan kecuali balasan”, maka hendaknya diperhatikan. Jika ia meminta balasan dari penerima hibah tersebut, ia berhak dipenuhi permintaannya, sebagaimana hibah orang fakir kepada orang kaya, pemberian rakyat kepada pemimpinnya, dan pemberian bawahan kepada atasannya, demikian menurut pendapat maliki dan salah satu pendapat Syafii. Pada hakikatnya pemberian dilakukan dengan tidak mengharap balasan dari manusia, baik pemberian berbentuk hibah, hadiah, maupun 66
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) Hal.53
66
sadaqah, tapi pemberian boleh juga dilakukan dengan persyaratan seperti seseorang berkata “aku berikan ini kepadamu dengan syarat kamu supaya menyerahkan pulpen kamu kepadaku”.67 Hanafi ia tidak berhak memperoleh balasan kecuali telah disyaratkan ini juga pendapat yang paling kuat dalam Madzhab Syafii, dan para Imam Madzhab sepakat bahwa menepati janji dalam hal kebaikan dituntut oleh syara’. Apakah hal itu wajib hukumnya ataukah hanya sunnah? Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat diantara para Imam Madzhab. menurut pendapat Hanafi, Syafii, Hambali dan kebanyakan para ulama. Dan jika hal itu ditinggalkan berarti ia telah meninggalkan keutamaan serta telah mengerjakan kemakruhan, tetapi ia tidak berdosa. Menurut segolongan ulama, hukumnya adalah wajib. Diantara mereka adalah Umar bin Abdul Aziz para ulama Maliki berpendapat janji itu jika disyaratkan dengan suatu sebab, seperti orang mengatakan, “kawinlah maka engkau akan beri ini dan itu.” Oleh karena itu, janji tersebut wajib ditepati, sedangkan jika janji tersebut diucapkan secara mutlak maka tidak wajib dipenuhi.68 Kelompok Hanafiyah, al-Syafii, Malik dan mayoritas ulama berpandangan bahwa taswiyah (penyamarataan) antara anak itu hukumnya
67 68
Hendi Suhendi, Op, Cit,. hal. 214 Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Op, Cit,. hal 292-294
67
sunnah saja, sedangkan sikap membeda–bedakan pemberian itu makruh hukumnya.69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Alasan pewaris memberikan hibah lebih banyak dari pada anak laki–laki? Pemberi hibah khawatir sebelum harta dibagikan kedahuluan meninggal dunia dan sebagai orang tua khawatir jika si anak perempuan tidak diberikan (harta) terlebih dahulu harta tersebut akan dihabiskan oleh kedua kakaknya oleh sebab itu tanpa memberi tahu serta mendatangkan mereka untuk kesaksian dari kedua anak laki–laki, dan bagian anak perempuan dilebihkan karena di hari tua dia yang diminta untuk 69
Chuzaemah T. Yanggo & Hafiz Anshary, Op, Cit,. hal. 87
68
merawatnya. Beliau mengatakan “aku lebihkan dan kelak merawat di hari tuaku”, Seseorang yang menghibahkan suatu hibah, kemudian ia meminta balasan, ia mengatakan, “tidak ada yang aku harapkan kecuali balasan”, maka hendaknya diperhatikan, jika ia meminta balasan dari penerima hibah tersebut maka berhak dipenuhi permintaannya sebagaimana menurut pendapat Imam Madzhab. 2. Bagaimana konsep keadilan pemberian harta hibah yang di perhitungkan sebagai warisan yang membedakan antara anak laki–laki dan perempuan? Harta yang dimiliki Pak Danu adalah sebidang tanah dengan luas 42x64 meter, sedangkan harta yang diberikan kepada anak perempuannya 18x64 meter. Diantara perjanjian allah dengan umat Islam ialah untuk menegakkan keadilan pada manusia. Yakni, keadilan mutlak yang neracanya tidak pernah hilang karena pengaruh cinta dan benci. Kedekatan hubungan, kepentingan, atau hawa nafsu dalam kondisi apapun. Keadilan yang bersumber dari pelaksanaan ketaatan kepada allah yang bebas dari segala pengaruh dan sumber dari perasaan dan kesadaran terhadap pengawasan allah yang mengetahi segala yang tersembunyi dalam hati. anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama–sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki–laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan. 69
3. Bagaimana pendapat Imam Madzhab mengenai pemberian hibah yang mengutamakan anak perempuan? Kelompok Hanafiyah, al-Syafii, Malik dan mayoritas ulama berpandangan bahwa taswiyah (penyamarataan) antara anak itu hukumnya sunnah saja, sedangkan sikap membeda–bedakan pemberian itu makruh hukumnya. Berikut penjelasan dari Imam Madzhab barang siapa yang memberikan kepada anak–anaknya suatu pemberian, hendaknya disamaratkan pemberian tersebut diantara mereka. Demikan menurut pendapat Hanafi dan Maliki serta seperti ini juga pendapat Madzhab Syafii yang paling kuat. Adapun menurut pendapat Hambali dan Muhammad bin al-Ahsan hendaknya dilebihkan bagian anak laki– laki atas anak perempuan, sebagaimana pembagian warisan. Seperti ini juga salah satu pendapat dalam Madzhab Syafii. Melebihkan hibah kepada sebagian anak saja hukumnya makruh juga melebihkan sebagian anak atas sebagian lainnya. Demikian menurut pendapat para Imam Madzhab. B. Saran-saran Dari kesimpulan tentang permasalahan di atas, maka penulis perlu menyampaikan saran–saran yang kiranya dapat dijadikan masukan yang baik tentang bagaimana agar pemberian hibah di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya sesuai yang berlaku. Adapun saran–saran yang ingin penulis kemukakan ialah sebagai berikut: 70
1. Untuk menciptakan tatanan pemberian hibah yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Hendaknya masyarakat sadar akan pentingnya memahami hukum hibah. Karena dengan memahami hukum hibah yang berlaku, akan dapat menghindari perselisihan di antara ahli waris dan menghindarkan diri dari sifat egois di antara ahli waris. 2. Agar tercipa tatanan pemberian hibah yang diperhitungkan sebagai warisan agar sesuai dengan hukum yang berlaku, maka perlu adanya perdampingan dari tokoh-tokoh masyarakat yang mengerti dengan sistem pemberian hibah sehingga dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat selain juga dapat menjadi kontrol bagi sistem yang berlaku di masyarakat. C. Kata Penutup.
Dengan memanjatkan doa puja dan puji syukur kehadirat illah rabbi karena atas taufik hidayah dan perlindungannya
penulis dapat
menyelesaikan pembahasan skripsi ini dengan disadari rasa taat kepadanya.
Penulis
mencurahkan
pemikiran
dan
tenaga
dengan
semaksimal mungkin dalam mengkaji skripsi ini yaitu “STUDI ANALISIS PEMBERIAN HIBAH ANAK PEREMPUAN LEBIH BESAR” (Studi Kasus di Desa Ngasem Batealit Jepara). Namun penulis masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. oleh karena itu , saran dan kritik yang bersifat membangun guna menyempurnakan skripsi ini sangatlah penulis harapkan. 71
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis ucapkan banyak terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya. Amin…
DAFTAR PUSTAKA
Aunullah, Indi, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja,Yogyakarta: Pustaka Insani Madani, 2008. Al Asqalany, Al-Hafidz Ibnu Hajar, Bulughul Maram min Adillatilahkaam ,Pekalongan: Raja Murah: 2010. Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Fiqh Mawaris, Semarang: Pustaka Rizky Putra, 2010. Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Waris Islam,Yogyakarta: UII Press, 2001. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: balai pustaka, 1991. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ihtiar Baru Van Hoeve, 1997. KHI, Bandung: Focus Media, 2012. Kusuma, Hilman Hadi, Hukum Waris Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. 72
Lubis, Suhrawardi. K. dkk, Hukum Waris Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Mahfudh, Sahal , Ahkamul Fuqoha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama (1926-1999 M), Surabaya: Diantama, 2004. Masyhuri, dkk, Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif, Bandung: Refika Aditama, 2008. Meisani, Santi, Studi Komparatif antara Hukum Islam dan Pasal 1688 KUH Perdata Tentang Penarikan Kembali Hibah, Kudus: STAIN, 2009. Moedegayo, Nogarsyah, Kamus Istilah Agama Islam, Jakarta: Progres, 2004. Moleong, Lexy. J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012. Pena, Tim Prima, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Gita Media Press, 2006. Quthb, Sayyid , Tafsir fi Zhilaill Quran, Jakarta: Gema Insani, 2002 Jilid 3.
Ramulyo, Idris, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. RI Depag, Alquran dan Terjemah, Semarang: Toha Putra, 1998. Shihab,Quraish, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta: Lentera Hati, 2002. Strauss, Anslem dkk, Dasar – Dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta: Rineka Cipta, 1991
Sugiono. Metode Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009. Suma, Muhammad Amin, Himpunan UU Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2008. Syaikh, Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Al-Allamah, Fiqih Empat Madzhab, Bandung: Hasyimi, 2012. Cet. 13. Triharyanto,Agung, dkk, Kamus Sosiologi, Surakarta: Aksara Sinergi Media, 2012, cet.1. Yunus, Mahmud , Tafsir Quran Karim, Jakarta: Hida Karya Agung, 2004.
73
74