Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan, Volume 1, Nomor 1, Januari 2006
STRUKTUR PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PASCA-AMANDEMEN Rasudyn Ginting Abstract: The essence of constitution is as the highest legal order which contain the state administration, it is often hoped that the constitution has the stronger character than the other law products. Even the soul and spirit of the state administration is also managed in constitution so that the change (amendment) of constitution can cause the great change of the state aministration system. In the process of its amendment, usually there are two kinds of systems which are common in state administration practice. The first system is if the constitution is amendmented, so it will be valid in the whole (change of constitution). This system is done by all countries in the world. The second system is if the constitution is changed (amendmented) the original constitution is still valid. The amendment of the constitution is the amendment of the original one. In the other words, the amendment is the part of the constitution. This system is done and held by the United States of America. Keywords: governance structure, constitution amendment 1. PENDAHULUAN Perubahan UUD 1945 Permasalahan dalam menjawab kebutuhan perubahan UUD 1945 pada awalnya adalah bagaimana bentuk perubahan tersebut harus dilakukan. Sebagian pihak menginginkan agar dibentuk suatu konstitusi baru yang akan menggantikan UUD 1945 secara keseluruhan. Argumentasi utama kelompok ini adalah karena UUD 1945 dipandang perlu dirombak secara total sehingga perubahan haruslah dalam bentuk penggantian UUD 1945 dengan konstitusi baru. Sebagian pihak lainnya memandang bahwa UUD 1945 masih perlu dipertahankan mengingat adanya Pembukaan UUD 1945. Hal ini didasarkan pada pertimbangan pengalaman sejarah di konstituante maupun berdasarkan pertimbangan praktis bahwa mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti juga mengubah konsensus politik tertinggi di tengah keadaaan politik yang tidak menentu dan justru akan memperburuk keadaan. Pihak lainnya yang berpandangan sama menyatakan bahwa apabila pembukaan UUD 1945 diubah, maka kita telah membubarkan negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan pandangan-pandangan demikian, langkah yang paling bijaksana adalah dengan melakukan perubahan model amandemen seperti yang dilakukan di Amerika Serikat. Dalam kenyataannya maka pilihan kedualah yang dijatuhkan oleh para tokoh yang terlibat dalam proses perubahan tersebut. Pilihan ini didasarkan pada dua argumentasi. Pertama,
dari hasil studi yang dilakukan terlihat bahwa UUD 1945 pada dasarnya sudah mengandung konsep-konsep yang bersifat demokratis. Permasalahan sebenarnya terletak pada inkonsistensi dari UUD 1945 sendiri yang kemudian tidak memberikan pengaturan yang bersifat lengkap dan justru menyerahkan kekuasaan pengaturan tersebut kepada undangundang. Dengan demikian, sebagian besar UUD 1945 relevan untuk dipertahankan dengan melakukan penambahan-penambahan yang dibutuhkan, termasuk penambahan yang dibutuhkan dalam rangka mengubah semangat UUD 1945 yang memberikan keleluasaan pengaturan lebih lanjut kepada UUD 1945. Argumentasi kedua adalah adanya kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa UUD 1945 merupakan faktor penting yang selama ini telah berhasil mengikat bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan semangat yang ditimbulkannya pada saat UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Apabila kemudian UUD 1945 digantikan oleh konstitusi baru, dikhawatirkan semangat persatuan yang ditimbulkan dari sejarah penetapan UUD 1945 dan kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 -yang merupakan hasil dari perjuangan panjang para pendiri bangsa- menjadi berkurang. Penambahan substansi melalui amandemen akan tetap menempatkan UUD 1945 yang bernilai historis tinggi sebagai pijakan, dengan penambahanpenambahan yang dirasakan perlu sesuai dengan perkembangan di masyarakat agar UUD 1945
57
Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan, Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2006
dapat terus masyarakat.
menerus
efektif
mengikat
tanggung jawab adalah di tangan presiden (consentration of power and responsibility upon the president).
2. PEMBAHASAN Tujuh Kunci Pokok sebagai Dasar Penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara RI Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-undang Dasar tetap dipertahankan, yakni: 1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechsstaat). Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 2. Sistem konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). 3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (die gezamte Staatsgewalt liegt allein beider Majelis). Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat indonesia (Vertretungsorgan des Willens der Staatsvolkes). Mejelis ini menetapkan undang-undang dasar dan menetapkan garisgaris besar haluan negara. Majelis ini mengangkat kepala negara (presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang presiden harus menjalankan haluan negara menurut garisgaris besar yang ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah "mandataris" dari Majelis, ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak "neben" akan tetapi "untergeordnet" kepada Majelis. 4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawahnya Majelis. Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara kekuasaan dan
58
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Di samping presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undang-undang (gesetzgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (staatsbegroting). Oleh karena itu presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari pada Dewan. 6. Menteri negara ialah pembantu presiden; menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tergantung pada Presiden. Mereka ialah pembantu presiden. 7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas. Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator", artinya kekuasaan tidak tak terbatas. 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Fungsi MPR MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara (Pasal 2 ayat 2). Majelis memperhatikan segala yang terjadi memperhatikan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai di kemudian hari (Pasal 3). Segala putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak (Pasal 2 ayat 3). Tugas Pokok MPR: (1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD; (2) MPR melantik presiden dan wakil presiden; (3) MPR hanya dapat memberhentikan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3).
Rasudyn Ginting, Struktur Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pasca-Amandemen
Kedudukan MPR Sebagai lembaga legislatif, sejajar dengan DPR, BPK, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, DPD yang bertanggung jawab kepada UUD 1945 yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih wakil presiden dari 2 calon yang diusulkan oleh presiden dalam hal terjadi kekosongan wapres, selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari (Pasal 8 ayat 2). MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih presiden dan wapres dari dua pasangan calon presiden dan wakil presidennya yang meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya (Pasal 8 ayat 3). Alat-Alat Kelengkapan Majelis Alat-alat kelengkapan Majelis disusun menurut pengelompokan kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas Majelis. Majelis mempunyai alat-alat kelengkapan sebagai berikut: a. Pimpinan Majelis; b. Badan Pekerja Majelis; c. Komisi Majelis; d. Panitia Ad Hoc Majelis. 2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tugas Pimpinan DPR: a. memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan; b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua; c. menjadi juru bicara DPR; d. melaksanakan dan memasyarakatkan putusan DPR; e. mengadakan konsultasi dengan presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan putusan DPR; f. mewakili DPR dan/atau alat kelengkapan DPR di pengadilan; g. melaksanakan putusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; h. menetapkan arah, kebijakan umum, dan strategi pengelolaan anggaran DPR; dan i. mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Sidang Paripurna DPR.
DPR mempunyai fungsi: a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. DPR mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama; b. membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undangundang; c. menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan; d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; e. menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD; f. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran pendapatan dan belanja negara, serta kebijakan pemerintah; g. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; h. memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD; i. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan; j. memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial. DPR mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat. 3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DPD terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.
59
Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan, Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2006
Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji. Tugas pokok DPD adalah: a. Mengajukan usulan kepada DPR rancangan undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah; b. Membahas rancangan undang-undang (RUU) yang diajukan DPR maupun pemerintah; c. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, beserta yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Hasil pengawasan disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti. DPD mempunyai fungsi: a. pengajuan usul, ikut dalam pembahasan, dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu; b. pengawasan atas pelaksanaan undangundang tertentu. DPD mempunyai hak: a. mengajukan rancangan undang-undang; b. ikut membahas rancangan undang-undang. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DPRD provinsi terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. DPRD Provinsi mempunyai fungsi: a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. DPRD Provinsi mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan gubernur untuk mendapat persetujuan bersama;
60
b. menetapkan APBD bersama gubernur; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan gubernur, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur/wakil gubernur kepada presiden melalui menteri dalam negeri; e. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah; f. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam pelaksanaan tugas desentralisasi. DPRD Provinsi mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota DPRD kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. DPRD Kabupaten/Kota mempunyai fungsi: a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. DPRD Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan bupati/walikota untuk mendapat persetujuan bersama; b. menetapkan APBD kabupaten/kota bersamasama dengan bupati/walikota; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan bupati/walikota, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota kepada menteri dalam negeri melalui gubernur;
Rasudyn Ginting, Struktur Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pasca-Amandemen
e. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah; dan f. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.
(7)
DPRD Kabupaten/Kota mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan d. menyatakan pendapat.
(10)
6. Presiden dan Wakil Presiden Harus seorang WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wapres (Pasal 6). Fungsi Presiden dan Wakil Presiden: (1) Wapres dapat menggantikan presiden sampai dengan habis masa jabatannya, jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dalam masa jabatannya (Pasal 8). (2) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara (Pasal 17).
(8)
(9)
(11)
(12)
(13) (14)
(15)
(16)
(17) Tugas Pokok Presiden dan Wakil Presiden: (1) Presiden berhak mengajukan rancangan UU kepada DPR (Pasal 5). (2) Presiden menetapkan PP untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya (Pasal 5). (3) Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR (Pasal 7C). (4) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11 ayat 1). (5) Presiden dalam perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan atau mengharuskan perubahan dan pembentukan UU harus dengan persetujuan DPR (ayat 2). (6) Presiden menyatakan keadaan bahaya ditetapkan dengan UU (Pasal 12).
(18)
Presiden mengangkat duta dan konsul dengan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 1 dan 2). Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR (ayat 3). Presiden memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan MA (Pasal 14 ayat 1). Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan UU (Pasal 15). Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan DPR (Pasal 14 ayat 2). Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasihat dan pertimbangan kepada presiden, diatur dalam UU (Pasal 16). Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri negara (Pasal ). Presiden mengesahkan rancangan UU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU (Pasal 19 ayat 1). Mengajukan rancangan UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Pasal 23 ayat 2). Menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun lalu, apabila usulnya tidak disetujui mengenai rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Pasal 23 ayat 2). Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan PP sebagai pengganti UU harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikut, jika tidak mendapat persetujuan, maka PP itu dicabut (Pasal 22 ayat 1-3). Menetapkan seorang hakim agung (Pasal 24A ayat 3).
7. Menteri Negara Tugas Pokok Menteri Negara: • Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal 17 ayat 3). • Secara bersamaan pelaksanaan tugas kepresidenan dapat dilaksanakan oleh menteri luar negeri, menteri dalam negeri, dan menteri pertahanan secara bersamaan. Jika presiden dan wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
61
Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan, Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2006
• • •
kewajibannya dalam masa jabatannya (Pasal 8 ayat 3). Memimpin departemennya serta melakukan pembinaan aparatur di departemennya. Menentukan kebijaksanaan pelaksanaan bidang pemerintahan yang secara fungsional menjadi tugasnya. Membina dan malaksanakan kerja sama dengan lembaga lain.
Kedudukan Menteri Negara: • Sebagai pembantu presiden. • Kedudukannya dibawahi langsung oleh presiden karena diangkat dan diberhentikan oleh presiden (Pasal 17 ayat 1 dan 2). • Kedudukannya tergantung kepada presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. • Menteri negara bukan pegawai tinggi biasa karena menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah dalam praktik. • Sebagai pemimpin departemen mempunyai pengaruh besar terhadap presiden dalam menentukan politik negara di departemennya. • Untuk menetapkan politik negara, para menteri bekerja bersama satu sama lain seerat-eratnya di bawah pimpinan presiden. Pejabat-Pejabat Setingkat Menteri Negara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 dan Keppres No.55 tahun 1991 kejaksaan agung memiliki kedudukan setingkat dengan menteri-menteri negara. Jaksa agung dibantu oleh jaksa agung muda yang terdapat: a. jaksa agung muda pembinaan; b. jaksa agung muda intelijen; c. jaksa agung muda tindak pidana umum; d. jaksa agung muda tindak pidana khusus; e. jaksa agung muda tindak perdata dan tata usaha negara; f. jaksa agung muda pengawasan; Bila dipandang jaksa agung dapat membentuk satuan tugas di pusat maupun di daerah yang terdapat di dalamnya unsur-unsur Polri, Bakostarsus, POM, ABRI, dan instansi lain menurut undang-undang kebutuhan penanggulangan pencegahan pemberantasan tindak pidana khusus, instansi vertikal. • Di tingkat provinsi adalah kejaksaan tinggi. • Di tingkat kabupaten/kotamadaya adalah kejaksaan negeri.
62
Keputusan Presiden No. 60 tahun 1984 menetapkan kedudukan TNI setingkat dengan menteri. Panglima TNI adalah pembantu presiden dalam melaksanakan kewenangannya sebagai alat pertahanan negara. 8. Mahkamah Agung Kedudukan: (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. (2) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Tugas: (1) Mahkamah Agung (MA) bertugas untuk mengadili perkara di tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (3) Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalanakan kekuasaan kehakiman. (4) Menguji secara material hanya terhadap peraturan perundangan di bawah undangundang. (5) Memberikan nasihat hukum kepada presiden selaku kepala negara dalam pemberian atau penolakan grasi. (6) Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada lembaga-lembaga tinggi negara yang lain. Wewenang: Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Rasudyn Ginting, Struktur Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pasca-Amandemen
9. Mahkamah Konstitusi Sejarah Pembentukan Lembaran sejarah pertama Mahkamah Konstitusi (MK) adalah diadopsinya ide mahkamah konstitusi (constitutional court) dalam amendemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 November 2001. Ide pembentukan mahkamah konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. Ditinjau dari aspek waktu, negara kita tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk MK sekaligus merupakan negara pertama di dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini. Sambil menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara waktu, yakni sejak disahkannya Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Keempat, pada 10 Agustus 2002. Untuk mempersiapkan pengaturan secara rinci mengenai MK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah ntenyetujui secara bersama pembentukan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh presiden pada hari itu juga (Lembaran Negara Tahun 2003, Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316). Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 mengangkat 9 (sembilan) hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara, pada 16 Agustus 2003. Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada 15 Oktober 2003, yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Mulai beroperasinya kegiatan MK juga menandai
berakhirnya kewenangan MA dalam melaksanakan kewenangan MK sebagaimana diamanatkan oleh Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945. Kedudukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 kewajiban sebagaimana diatur dalam UndangUndang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: 1. Menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Memutus pembubaran partai politik, dan 4. Memutus perselisihan tentang basil pemilihan umum. Kewajiban Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga: (1) telah melakukan pelanggaran hukum berupa: pengkhianatan terhadap negara korupsi penyuapan tindak pidana berat lainnya (2) atau perbuatan tercela, dan/ atau (3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi dan Misi Visi Mahkamah Konstitusi adalah tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.
63
Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan, Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2006
Misi Mahkamah Konstitusi adalah: a. Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya. b. Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi. Susunan Organisasi Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, presiden, dan Mahkamah Agung dan ditetapkan dengan keputusan presiden. Susunan organisasinya terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) anggota hakim kostitusi. Untuk kelancaran tugas dan wewenangnya Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah sekretariat jenderal dan kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenangnya diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.
Masa
jabatan
hakim
konstitusi
adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara. 10. Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan berbentuk dewan yang terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima) orang anggota. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan setiap kali untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. Apabila karena berakhirnya masa jabatan anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan, maka masa jabatan anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan diperpanjang sampai terselenggaranya pengangkatan atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Untuk menjamin kontinuitas kerja Badan Pemeriksa Keuangan dan tanpa mengabaikan kebutuhan akan penyegaran, maka untuk setiap pergantian keanggotaan Badan
64
Pemeriksa Keuangan sedapat-dapatnya 3 (tiga) orang anggota lama diangkat kembali. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan berhenti/diberhentikan oleh presiden karena: meninggal dunia, atas permintaan sendiri, karena masa jabatannya berakhir, karena mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun, karena tidak dapat lagi secara aktif menjalankan tugasnya, karena sedang menjalani hukuman penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi, dan karena tindak pidana yang dikenakan ancaman hukuman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. Badan Pemeriksa Keuangan mempunyai suatu sekretariat jenderal yang dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal. Sekretaris jenderal diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul Badan Pemeriksa Keuangan. Susunan organisasi dan tata kerja sekretariat jenderal diatur oleh Badan Pemeriksa Keuangan, terakhir dengan SK No. 13/SK/K/1996, di mana selain dibantu seorang sekretaris jenderal, badan ini dibantu pula oleh 5 (lima) orang auditor utama dan 2 (dua) orang inspektorat utama. BPK mempunyai tugas pokok untuk mememeriksa: a. tanggung jawab pemerintah tentang keuangan atau kekayaan negara, b. semua pelaksanaan APBN, APBD, anggaran BUMN, dan anggaran BUMD berdasarkan atas ketentuan undang-undang. 11. Komisi Yudisial Dalam dua tahun ke depan, sebuah lembaga baru diintrodusir oleh pemerintahan transisi pasca-Orde Baru. Lembaga itu diberi nama Komisi Yudisial, sebuah lembaga yang mempunyai tugas pokok mengusulkan nama calon hakim agung dan ikut memantau perilaku para hakim. RUU Komisi Yudisial telah disepakati DPR dan pemerintah, 15 Juli 2004. Lahirnya Komisi Yudisial yang banyak disuarakan aktivis organisasi nonpemerintah itu makin menambah panjang komisi-komisi yang lahir sejak tumbangnya rezim otoriter Soeharto. Menurut catatan Kompas, paling tidak tercatat sudah tiga belas komisi dilahirkan. Kehadiran komisi-komisi tersebut telah menambah lembaga negara konservatif seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang digagas Montesquieu. Perubahan UUD 1945 memang telah mengubah sistem kekuasaan kehakiman dengan
Rasudyn Ginting, Struktur Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pasca-Amandemen
menempatkan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai puncak sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia. Lalu di mana posisi Komisi Yudisial yang dinobatkan sebagai lembaga negara yang mandiri dan bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lain? Ide Komisi Yudisial kembali mendapatkan momentum menyusul adanya desakan penyatuatapan kekuasaan kehakiman yang didasarkan pada Tap. MPR No X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional. Munculnya desakan agar lembaga peradilan satu atap, makin memunculkan desakan agar Komisi Yudisial segera direalisir. Desakan masyarakat itu diakomodasi dengan selesainya pembahasan RUU Komisi Yudisial, pada 15 Juli 2004. Secara yuridis posisi Komisi Yudisial tinggi karena ia tercantum dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 yang disahkan tahun 2001. Dalam Pasal 24B Perubahan UUD 1945 disebutkan, Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Komisi Yudisial ini beranggotakan tujuh orang yang semuanya berstatus pejabat negara. Mereka bisa diambil dari mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh presiden atas usulan DPR. Sesuai dengan Pasal 13 RUU Komisi Yudisial, komisi ini mempunyai wewenang untuk: (a) mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR; dan (b) menetapkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Berkaitan dengan pengusulan calon hakim agung, Komisi Yudisial bertugas: (a) mendaftarkan calon hakim agung; (b) menyeleksi calon hakim agung:
(c) menetapkan calon hakim agung; (d) mengajukan calon hakim agung ke DPR. Dalam Pasal 18 RUU Komisi Yudisial, Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan tiga orang calon hakim agung kepada DPR untuk setiap lowongan hakim agung dengan tembusan kepada presiden. RUU Komisi Yudisial tak menjelaskan soal proses seleksi calon hakim agung di DPR. Dalam Pasal 19 hanya disebutkan, "DPR telah menetapkan calon hakim agung untuk diajukan kepada presiden dalam jangka waktu paling lama 30 hari hari sejak diterima nama calon sebagaimana dimaksud Pasal 18". RUU Komisi Yudisial tak menjelaskan apakah usulan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial bisa dikurangi oleh DPR atau DPR hanya sekadar menjadi tukang pos untuk meneruskan ke presiden. Namun, menurut Akil Mochtar, anggota Komisi II DPR, DPR mempunyai kewenangan untuk menyeleksi lagi usulan Komisi Yudisial. Sedang mengenai pengawasan hakim, Komisi Yudisial mengawasi perilaku hakim dengan menerima laporan masyarakat, meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, memeriksa hakim, dan memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan selanjutnya laporan hasil pemeriksaan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi, serta ditembuskan kepada presiden. Terlepas dari berbagai problematika yang mungkin akan muncul, kehadiran Komisi Yudisial pada tataran ide merupakan langkah maju untuk ikut mengawasi kekuasaan kehakiman yang sepenuhnya berada di tangan Mahkamah Agung dan juga Mahkamah Konstitusi. Tapi pada tingkat praksis, masih harus ditunggu.
65
Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan, Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2006
DAFTAR PUSTAKA LANRI, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (Jilid I/Edisi Ketiga), PT Toko Gunung Agumg, Jakarta, 1997 LANRI, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (Jilid II/Edisi Ketiga), PT Toko Gunung Agumg, Jakarta, 1997 Suara Merdeka Senin, 27 September 2004 KOMPAS Selasa, 21 Oktober 2004 Pikiran Rakyat Selasa, 21 Oktober 2004 Suara Merdeka Selasa, 26 Oktober 2004 www.hukumonline.com www.google.com
66