STRUKTUR MOLEKULAR
Penulis Nama
P.S.
: 1. Agung Fathan Fauzi 2. Nurmayanti 3. Wayan Gracias : Pendidikan Kimia (B)
(1313023004) (1313023070) (1313023090)
Mata Kuliah : Kimia Anorganik Dosen : 1. Dr. Noor Fadiawati, M.Si 2. M. Mahfudz Fauzi , S.Pd.,M.Sc
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Bandarlampung
2
\KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Struktur Molekular”. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kimia Anorganik pada Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangankekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Bandar Lampung, Oktober 2014
Penulis
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Di alam semesta ini sangat jarang sekali ditemukan atom yang berdiri sendiri, tapi hampir semuanya berikatan dengan atom lain dalam bentuk senyawa, baik senyawa kovalen maupun senyawa ionik. Senyawa kovalen adalah senyawa yang terbentuk dari pemakaian elektron bersama oleh atom-atom pembentuk ikatan, biasanya terbentuk dari unsur-unsur non logam. Dan senyawa ion terbentuk melalui ikatan ion, yaitu ikatan yang terjadi antara ion positif (atom yang melepaskan elektron) dan ion negatif (atom yang menangkap elektron). Secara umum ikatan ikatan yang terjadi diatas disebut dengan ikatan kimia.
Dalam materi ikatan kimia terdapat teori ikatan valensi dan teori tolakan pasangan elektron pada kulit valensi atau teori VSEPR (Valence Shell Elektron Pair Repulsion). Teori ikatan valensi dikembangkan oleh Heitler dan Slater dan kemudian diperluas oleh Pauling dan Coulson.Teori ikatan valensi memberikan gambaran bagaimana atom-atom yang terpisah saling mendekati dan membentuk ikatan kovalen. Sedangkan teori VSEPR dikembangkan oleh Gillespie dan Nyholm. Teori ini didasarkan atas hipotesis bahwa semua elektron valensi (pasangan elektron ikatan dan pasangan elektron bebas) menempati kedudukan di sekitar atom pusat sedemikian rupa sehingga tolak menolak antara pasangan elektron seminimal mungkin.
Dari uraian singkat diatas tentang ikatan kimia dan khususnya kedua teori tersebut, kita akan membahasnya lebih mendalam dalam makalah ini.
4
B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah : 1. Bagaimanakah konsep ikatan kimia? 2. Bagaimanakah konsep tumpang tindih orbital? 3. Bagaimanakah konsep bentuk molekul? 4. Bagaimanakah bentuk molekul berdasarkan teori VSEPR? 5. Bagaimanakah konsep teori ikatan valensi?
C. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Mengetahui konsep ikatan kimia 2. Mengetahui konsep tumpang tindih orbital 3. Mengetahui konsep bentuk molekul 4. Mengetahui bentuk molekul berdasarkan teori VSEPR 5. Mengetahui konsep teori ikatan valensi
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Ikatan Kimia Bila dua atom atau lebih saling berdekatan, elektron-elektronnya berinteraksi dan membentuk susunan elektron baru di sekitar inti yang memiliki energi potensial total yang lebih rendah daripada atom terisolasi. Pengurangan energi ini menstabilkan susunan relative terhadap atom terisolasi tersebut melalui pembentukan ikatan kimia. Ikatan kimia terbentuk melalui penggunaan elektron bersama atau pengalihan elektron diantara atom. Bila elektron digunakan bersama diantara atom, ikatan diantara keduanya disebut ikatan kovalen. Bila elektron berpindah dari satu atom ke atom lain, ikatan yang dihasilkan disebut ikatan ionik. Ikatan yang terjadi karena perpindahan muatan secara parsial ialah kovalen polar.
Diagram titik elektron lewis menggambarkan perpindahan atau pemakaian bersama elektron diantara atom. Model ikatan menurut Lewis dapat menjelaskan rumus senyawa, tetapi tidak memberikan informasi mengenai bentuk molekul. Untuk menjelaskan bentuk, model Lewis harus didukung oleh alat kedua, yaitu teori tolakan pasangan elektron kulit valensi ( VSEPR).
2.2 Tumpang Tindih Orbital Ikatan kimia dapat terjadi bila orbital-orbital luar pada pada atom-atom yang berlainan tumpang tindih sedemikian , sehingga memekatkan rapatan elektron antara teras-teras atom. Bila dua atom saling menghampiri cukup dekat sampai satu orbital dari setiap atom memiliki amplitude yang besar dalam daerah ruang yang dimiliki bersama, dikatakan bahwa orbital-orbital tumpang
6
tindih. Besarnya amplitude bisa positif, negatif, atau nol, bergantung kepada sifat-sifat orbital yang terlibat. Contoh-contoh dari ketiga kasus digambarkan dalam gambar berikut:
Tumpang tindih bertanda positif bila pertindihan kedua orbital mempunyai tanda sama, keduanya + atau - . Tumpang tindih bertanda negative bila daerah pertindihan kedua orbital mempunyai tanda berlawanan. Tumpang tindih yang tepat nol terjadi bila terdapat daerah pertindihan yang tepat sama dengan tanda berlawanan.
Dalam daerah dimana dua orbital, ϕ1 dan ϕ2 memiliki pertindihan positif, rapatan elektron lebih besar daripada jumlah aljabar rapatan elektron dari dua orbital terpisah, yaitu ( ϕ1 + ϕ2 )2 lebih besar daripada ϕ12 + ϕ 22 , sebesar 2 ϕ1 ϕ2 . Lebih banyak rapatan elektron yang digunakan bersama antara kedua
7
atom. Gaya tarik kedua inti terhadap elektron-elektron ini lebih besar daripada tolak-menolak inti-inti, dan terjadilah gaya tarik netto atau interaksi ikatan.
Hal ini tampak dalam gambar berikut:
Garis-garis penuh yang terang (1) memperlihatkan distribusi elektron dalam orbital 1s setiap ϕA2 dan ϕB2 . Garis-garis putus yang terang (2) menyatakan jumlah keduanya saja ϕA2 + ϕB2 . Bila kedua orbital tersebut didekatkan dengan tanda sama, dihasilkan tumpang tindih positif, dan rapatan elektronnya akan dinyatakan oleh (ϕA + ϕB )2 . Ini diperlihatkan oleh garis (3) yang terletak di atas (2) ke seluruh daerah antara inti-inti. Dengan perkataan lain, elektron terkonsentrasi antara inti-inti, yang terus menerus ditarik oleh keduanya, dan ion H2+ lebih stabil daripada H+ + H atau H + H+. Dalam kasus tumpang tindih negatif, rapatan elektron yang digunakan bersama dikurangi sebesar 2ϕ1ϕ2 dan tolakan antar inti bertambah besar. Hal ini menyebabkan interaksi tolakan netto atau anti-ikatan antara atom-atom. Ini juga digambarkan untuk H2+ dalam gambar diatas. Distribusi elektron yakni (ϕA - ϕB ) 2 diberikan oleh garis penuh yang jelas (4). Rapatan elektron antara kedua inti sekarang jauh lebih kecil, bahkan mencapai nol pada titik tengahnya, dan kedua inti saling bertolakan dengan kuat. Bila tumpang tindih
8
netto adalah nol, tidak terjadi kenaikan ataupun penurunan rapatan elektron bersama, karena itu tidak terjadi interaksi-interaksi tolakan ataupun tarikan. Keadaan ini diperkirakan sebagai interaksi non-ikatan.
2.3 Bentuk Molekul Ketika dua molekul saling mendekat untuk memulai reaksi kemungkinan berhasilnya reaksi tersebut bisa saja sangat bergantung pada bentuk tiga dimensi dan orientasi relatif molekul-molekul tersebut serta identitas kimianya. Bentuk sangat berpengaruh khususnya dalam reaksi kimia dan biologi, karena harus terdapat kecocokan antara bentuk molekul dengan tapak pada membran atau cetakan- contohnya yang penting ialah obat dan akatifitas enzim. Jadi, ciri bentuk molekul, merupakan bagian penting pada pengkajian mengenai struktur molekul. Bentuk molekul atau geometri diatur oleh energinya ; molekul memiliki geometri yang memberina energi potensial terendah. Perhitungan mekanika kuantum yang canggih mempertimbangkan banyak sekali susunan geometri yang memungkinkan untuk satu molekul, menghitung energi potensial total molekul itu unuk setiap susunan, dan mengidentifikasi susunan yang memberikan energi potensial terendah bagi molekul itu. Prosedur ini dapat ditiru dengan pendekatan model klasik dengan mempertimbangkan banyak susunan sudut ikatan yang mungkin dan mengidentifikasi salah satu sudut ikatan yang bekaitan dengan energi potensial terendah dari molekul itu. Karna ikatan kovalen terbentuk melalui pemakain pasangan elektron bersama diantara dua atom, perubahan sudut ikatan mengubah posoisi relatif pasangan elektron disekitar atom pusat tertentu. Elektron cenderung tolak menolak satu sama lain karna adanya tolakan elektro statik (coulomb) diantara muatan yang sejenis dan karena efek mekanika kuantum. Akibatnya, dari segi energi akan lebih baik jika elektron saling menjauh satu sama lain. Teori VSEPR merupak
prosedur
untuk
memprediksi
goemtri
molekul
dengan
meminimumkan energi potensial berdasarkan tolakan pasangan elektron.
9
2.4 Teori VSEPR Bentuk molekul suatu senyawa dapat menjelaskan sifat-sifat senyawa tersebut, misalnya sifat polar atau kepolaran. Bentuk molekul ternyata tidak daat diramalkan dari jumlah atom yang terdapat dalam molekul tersebut, misalnya BeCl2 berbentuk lurus sedangkan OCl2 berbentuk bengkok, PF5 berbentuk bipiramida alas segitiga, sedangkan ClF5 berbentuk piramida alas bujur sangkar. Bentuk molekul suatu senyawa ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : a. Tolak-menolak antar elektron b. Tolak-menolak antar inti c. Tarik-menarik antara inti dan elektron d. Energi kinetik dari elektron-elektron Yang akan dibahas berikut ini adalah hal-hal yang menyangkut tolakmenolak antar elektron yang dapat menjadi titik tolak dalam meramalkan bentuk molekul. Teori VSEPR yang dikemukakan oleh N.V. Sidgwik dan H.M. Powell pada tahun 1940, dan disempurnakan oleh R.J. Gillespie dan R.S. Nyholm pada tahun 1957 dapat digunakan untuk meramalkan bentuk molekul. Postulat dasar teri VSEPR adalah bahwa untuk mencapai kesetabilan molekul yang maksimum pasangan-pasangan elektron pada kulit terluar atom pusat harus tersusun dalam ruang sedemikian rupa, sehingga terpisah satu sama lain sejauh mungkin untuk meminimumkan tolakan. Pasangan-pasangan elektron kulit valensi atom pusat suatu molekul yang terdiri dari dua atom atau lebih, dapat berupa pasangan elektron ikatan (PEI), dan pasangan elektron bebas (PEB). Karena muatannya sejenis pasanganpasangan ini akan tolak-menolak, dengan urutan kekuatan sebagai berikut: Tolakan antara PEB-PEB > Tolakan antara PEB-PEI > Tolakan antara PEIPEI
10
Tolakan antara pasangan-pasangan elektron ini akan saling mempengaruhi sehingga gaya tolak minimum dapat dicapai. Jumlah PEB dan PEI pada atom pusat suatu molekul dapat diketahui melalui struktur Lewis molekul tersebut. Pada molekul dengan atom pusat yang tidak memiliki PEB hanya terdapat tolak-menolak PEI-PEI. berdasarkan jumlah PEI yang saling tolak-menolak, dapat diamati bentuk molekul seperti gambar. Dalam teori VSEPR perlu diperhatikan bahwa: a. Ikatan rangkap dan ganda tiga yang disebabkan dua pasang dan tiga pasang elektron, dianggap sebagai satu pasangan elektron. b. Elektron tunggal dianggap pula sebagai satu pasangan elektron. Untuk lebih jelasnya, untuk menemukan geometri mana yang berlaku, kita tentukan angka sterik SN(Steric Number) dari atom pusat yang didefinisikan sebagai: SN= (jumlah atom yang terikat pada atom pusat) + (jumlah pasangan menyendiri pada atom pusat) Angka sterik suatu atom dalam molekul dapat ditentukan dengan menggambarkan diagram Lewis molekul itu dan menambahkan jumlah atom yang terikat padanya serta jumlah pasangan elektron menyendirinya. Atom yang berikatan rangkap atau berikatan rangkap tiga dianggap sama dengan atom yang berikatan tunggal dalam menentukan angka sterik. Misalnya dalam CO2, dua atom oksigen yang berikatan rangkap dengan atom pusat karbon, tidak ada pasangan menyendiri pada atom karbon, sehingga SN=2. Angka sterik digunakan untuk memprediksi geometri molekul. Dalam molekul AXn yang tidak memiliki pasangan menyendiri pada atom pusat A, maka SN senilai dengan jumlah atom yang terikat (n). Molekul yang memiliki PEB diberi rumus umum dengan simbol atom pusat, X untuk atom-atom yang terikat pada atom pusat dan E untuk PEB. Bila salah satu atom X pada molekul AX3 yang mempunyai bentuk segitiga datar diganti oleh 1 PEB diperoleh molekul AX2E.
11
Karena kekuatan tolakan antara PEB-PEI> tolakan antara PEI-PEI maka dapat diramalkan bahwa sudut ikatan XAX<120◦. Dengan cara yang sama dapat diramalkan sudut ikatan pada molekul CH4, NH3, dan H2O. Molekul NH3 mempunyai 3 PEI dan sebuah PEB yang saling tolak-menolak. karena tolakan PEB lebih besar, maka ∠H-N-H lebih kecil dari 109,5o. molekul H2O mempunyai 2 PEI dan 2 PEB yang juga saling tolak-menolak
karena tolakan PEB-PEB lebih besar dari tolakan PEI-PEI maka H-O-H lebih kecil dari 107.3o. Model tersebut dapat diperluas ke kasus-kasus dengan lima, enam, atau lebih pasangan elektron yang mengelilingi atom A. Geometri stabil yang diramalkan adalah sebagai berikut.
12
Bagi lima pasang, tatanan yang dipilih adalah bipiramida trigonal (tbp) walaupun bentuk piramida segiempat (sp) hanya sedikit kurang stabil. Praktis setiap molekul AB5, dalam faktanya memiliki struktur tbp. Bagi molekul-molekul jenis: AX4E,AX3E2, dan AX2E3 dengan beberapa pasangan elektron adalah pasangan-mandiri, selalu ditemukan bahwa pasangan-mandiri terletak dalam posisi ekuatorial. Sebagai contoh adalah SF4, BrF3, dan XeF2 . Molekul-molekul dengan enam pasang elektron terutama adalah dari jenis AX6, AX5E, dan AX4E2. tidak diragukan lagi yang pertama adalah jenis oktahedral biasa. Kedua jenis yang lain berturut-turut memiliki konfigurasi piramidal segiempat, dan konfigurasi segiempat seperti dilukiskan oleh BrF5 dan XeF4. Dalam BrF5, sudut-sudut F-Br-F semuanya lebih kecil daripada 90o karena seperti diulas diatas pasangan mandiri mengambil lebih banyak ruang daripada setiap pasangan yang digunakan bersama. Teori VSEPR memiliki beberapa batasan-batasan. Teori ini hanya dapat diaplikasikan untuk atom pada orbital p, namun tidak dapat diaplikasikan pada atom yang terletak pada blok d pada sistem periodik unsur.
2.5 Teori Ikatan Valensi Postulat dasar teori ini adalah bahwa bila dua atom membentuk ikatan kovalen, orbital paling luar salah satu atom mengadakan tumpang-tindih dengan orbital paling luar atom yang lain, dan pasangan elektron yang dimiliki bersama berada di daerah dimana terjadi tumpang tindih tersebut. Pada pendekatan dengan teori ikatan valensi yang terlibat pada pembentukan ikatan hanya orbital paling luar dari atom-atom yang berikatan, sedangkan pada pendekatan teori Orbital Molekul, semua orbital atom-atom yang berikatan terlibat dan membentuk orbital molekul.
13
Teori ikatan valensi mempertimbangkan interaksi antara atom terpisah sebagaimana mereka berdekatan secara bersamaan untuk membentuk suatu molekul. Kita mulai dengan memperhatikan pembentukan dari molekul H2 yang terbentuk dari 2 atom H, dengan inti yang disimbolkan dengan H A dan HB, dan elektron 1 dan elektron 2 untuk masing-masing inti. Ketika jarak antar atom sangat jauh sehingga tidak ada interaksi diantara mereka, elektron 1 terletak pada HA, sedangkan elektron 2 terletak pada HB. Keadaan ini dideskripsikan sebagai fungsi gelombang ψ I. Ketika kedua atom H berdekatan, kita tidak dapat mengetahui elektron mana yang berikatan dengan inti, karena meskipun kita memberinya simbol, 2 inti tersebut sebenarnya tidak dapat dibedakan, begitu pula dengan kedua elektron tersebut. Maka, elektron 2 mungkin saja milik HA dan elektron 1 mungkin saja milik HB. Keadaan ini dapat dideskripsikan oleh fungsi gelombang ψII. Persamaan 2.1 memberikan deskripsi keseluruhan dari ikatan kovalen molekul H2; ψkovalen merupakan kombinasi linear dari fungsi gelombang ψ I dan ψII. Persamaan ini mengandung faktor normalisasi, N. Dalam kasus dimana: ψkovalen = c1 ψI+ c2 ψ2+ c3 ψ3+… =
+
1
+
ψkovalen = ψ+ = N (ψI + ψII )
(2.1)
Kombinasi linear yang lain dari ψI dan ψII dapat ditulis seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.2 ψ- = N (ψI - ψII )
(2.2)
dalam hal spin elektron 1 dan 2, ψ+ menyatakan spin yang berpasangan, sedangkan ψ- menyatakan spin yang paralel (spin yang tidak berpasangan).
14
Perhitungan energi ikatan ini menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan fungsi dari pemisahan antarinti dari HA dan HB, sedangkan ψ- menyatakan keadaan tolak-menolak (berenergi tinggi), kurva energi untuk ψ+ mencapai nilai minimum ketika pemisahan antarinti, d, adalah 87pm dan ini menyatakan energi disosiasi dari ikatan H—H, ΔU yaitu 303 kJ/mol. Meskipun nilainya cukup dekat dengan data eksperimen, dimana d=74pm dan ΔU= 458 kJ/mol untuk menyatakan bahwa model ini memiliki validitas, mereka terlalu jauh dari data eksperimen untuk mengindikasikan bahwa pernyataan untuk ψ+ butuh penyempurnaan. Pengembangan persamaan 2.1 dan 2.2 dapat dibuat dengan:
Mengizinkan fakta bahwa setiap elektron melindungi elektron lain dari inti ke beberapa tingkat energi
Mempertimbangkan kemungkinan bahwa kedua elektron 1 dan 2 mungkin berikatan dengan HA atau HB. Contoh: memperbolehkan untuk memberikan 1 elektron dari 1 inti ke inti yang lain untuk membentuk ion berpasangan, HA+HB- atau HA-HB+ Modifikasi yang terakhir yaitu berhubungan dengan menulis dua tambahan fungsi gelombang, ψ3 dan ψ4 (satu untuk masing-masing bentuk ion), maka persamaan 2.1 dapat ditulis dalam bentuk persamaan 2.3. Koefisien c mengindikasikan sumbangan relatif yang dibuat oleh 2 set fungsi gelombang tersebut. Untuk molekul diatomik homonuklir seperti H2, keadaan tersebut dapat dinyatakan dengan ψ1 dan ψ2 yang memiliki peluang yang sama, yang kemudian dinyatakan dengan ψ+3 dan ψ4 ψ+ = N [(ψ1 + ψ2) + c(ψ3 + ψ4)]
(2.3)
Karena fungsi gelombang ψ1 dan ψ2 timbul dari interaksi antarinti yang melibatkan pemakaian bersama elektron diantara inti, dan ψ3 dan ψ4 timbul dari transfer elektron, kita dapat menyederhanakan persamaan 2.3 dan 2.4, dimana fungsi gelombang secara keseluruhan, ψmolekul, tersusun atas ikatan kovalen dan ikatan ion.
15
Ψmolekul = N[ψkovalen +(c x ψion)]
(2.4)
Berdasarkan model molekul H2, perhitungan dengan c≈0.25 memberikan nilai 75pm untuk d(H—H) dan 398 kJ/mol untuk energi disosiasi ikatan. Dengan memodifikasi persamaan 2.4 masih jauh untuk mendapatkan nilai ΔU yang mendekati data hasil eksperimen. Akan tetapi rincian untuk prosedur ini diluar dari lingkup buku ini. Sekarang, perhatikan arti fisik dari persamaan 2.3 dan 2.4. Fungsi gelombang ψI dan ψII menggambarkan struktur yang ditunjukkan pada 2.7 dan 2.8 sedangkan ψIII dan ψIV digambarkan dalam bentuk ion pada 2.9 dan 2.10. Notasi HA(1) menyatakan inti HA dengan elektron (1), dan seterusnya. HA(1) HB(2)
HA(2) HB(1)
2.7
[HA(1)(2)]- HB+
2.8
2.9
HA+ [HB(1)(2)]2.10
Dihidrogen digambarkan sebagai hibrid resonansi dari penyumbang struktur resonansi berikut. Pada molekul diatomik homonuklir seperti H2 yang bentuknya simetris, kita dapat menggambarkan struktur resonansinya seperti pada gambar 2.11. Masing-masing struktur 2.11a, 2.11b, dan 2.11c merupakan struktur resonansinya, dan tanda panah dua arah menyatakan resonansi antara mereka. H—H
H+ H-
H- H+
2.11a
2.11b
2.11c
Poin penting dari struktur resonansi adalah bahwa mereka tidak ada sebagai spesies yang terpisah. Lebih tepatnya, struktur resonansi menunjukkan ikatan ekstrim, kombinasi inilah yang memberikan penjelasan pada molekul secara keseluruhan. Pada molekul H2, sumbangan yang dibuat oleh struktur resonansi 2.11a merupakan penyumbang utama dibandingkan struktur resonansi 2.11b dan 2.11c.
16
Perhatikan bahwa 2.11a menggambarkan ikatan H2 terlokalisasi antara 2 pusat dan 2 elektron yang merupakan ikatan kovalen. Struktur resonansi tertentu akan selalu mengindikasikan gambar ikatan terlokalisasi, meskipun kombinasi dari beberapa struktur resonansi menghasilkan deskripsi ikatan dalam spesies secara keseluruhan sebagai yang terdelokalisasi. Model Ikatan Valensi pada F2 dan O2 Tinjau pembentukan dari molekul F2. Konfigurasi elektron F pada keadaan dasar adalah [He] 2s2 2p5, dan adanya satu elektron yang tidak berpasangan mengindikasikan pembentukan ikatan kovalen tunggal F—F. kita dapat menuliskan struktur resonansi 2.12 untuk menggambarkan ikatan dalam F2, dengan ekspektasi bahwa sumbangan kovalen yang akan mendominasi. F—F
F+ F-
F-F+
2.12 Pembentukan dari molekul O2 melibatkan kombinasi dari dua atom O dengan konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p4. Setiap atom O memiliki 2 pasang elektron yang tidak berpasangan dan maka demikian teori ikatan valensi memprediksi pembentukan dari ikatan rangkap dua O=O. Karena teori ikatan valensi bekerja pada asumsi bahwa ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama, teori
ini
memprediksikan bahwa molekul O2 bersifat diamagnetik. Salah satu dari kegagalan
teori
ikatan
valensi
memprediksi sifat paramagnetik O2.
adalah
ketidakmampuannya
dalam
17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Ikatan kimia dapat terjadi bila orbital-orbital luar pada pada atom-atom yang berlainan tumpang tindih sedemikian , sehingga memekatkan rapatan elektron antara teras-teras atom. Postulat dasar teori ikatan valensi ini adalah bahwa bila dua atom membentuk ikatan kovalen, orbital paling luar salah satu atom mengadakan tumpang-tindih dengan orbital paling luar atom yang lain, dan pasangan elektron yang dimiliki bersama berada di daerah dimana terjadi tumpang tindih tersebut. Teori ikatan valensi mempertimbangkan interaksi antara atom terpisah sebagaimana mereka berdekatan secara bersamaan untuk membentuk suatu molekul. Postulat dasar teri VSEPR adalah bahwa untuk mencapai kesetabilan molekul yang maksimum pasangan-pasangan elektron pada kulit terluar atom pusat harus tersusun dalam ruang sedemikian rupa, sehingga terpisah satu sama lain sejauh mungkin untuk meminimumkan tolakan. Teori VSEPR memiliki beberapa batasan-batasan. Teori ini hanya dapat diaplikasikan untuk atom pada orbital p, namun tidak dapat diaplikasikan pada atom yang terletak pada blok d pada sistem periodik unsur.
18
DAFTAR PUSTAKA
Cotton,F.Albert dan Geoffrey Wilkinson. 2013. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press Housecroft, Catherine E dan Alan G.Sharpe. 2008. Inorganic Chemistry Third Edition. England: Pearson Education Limited Oxtoby, David W dan Gillis, H.P. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga Syarifuddin, Nurani. 1984. Ikatan Kimia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
19