MODUL PERKULIAHAN
NEW MEDIA & SOCIETY STRUKTUR MASYARAKAT CYBER COMMUNITY DAN HYPER-REALITAS CYBER COMMUNITY
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Penyiaran
Tatap Muka
04
Kode MK
Disusun Oleh
MK
A. Sulhardi, S. Sos, M,Si
Abstract
Kompetensi
Realitas dunia maya yang walaupun dengan kecanggihan sistem komunikasinya telah banyak membantu aktivitas hidup manusia, ternyata juga memiliki ancaman. Dalam masyarakat cyberspace, komunikasi yang terjadi terkadang berupa hiperrealitas. Sebuah dunia yang melampaui realitas yang ada dan akhirnya mengambil alih keseluruhan realitas tersebut.
Mengembangkan pemahaman terhadap hyper realitas informasi dalam struktur masyarakat cyber.
STRUKTUR MASYARAKAT CYBER COMUNITY DAN HYPER-REALITAS CYBER COMUNITY
Pernahkah anda menerima pesan yang menyatakan bahwa akan ada tsunami besar yang terjadi dan akan melanda anda sebentar lagi ??? dan beberapa saat kemudian pesan tersebut terbukti hanya isapan jempol belaka. Di era cyber ini berbagai pesan acapkali masuk ke ruang – ruang pribadi kita. Pesan tersebut
tidak
jelas
darimana
sumbernya
dan
siapa
yang
pertama
kali
mengirimkannya, namun dari satu orang diteruskan ke orang lain dan akhirnya menyebar ke mana mana dan menjadi suatu kepercayaan serta menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Pesan yang tidak jelas sumbernya dan kebernarannya itu kemudian dinamakan hoax. Dalam era cyber ini yang namanya hoax
sangat
mudah
tersebar
tanpa
diketahui
siapa
yang
pertama
kali
menyebarkannya. Itulah bagian dari konstruksi realitas oleh masyarakat yang kemudian kita kenal sebagai hyper realitas, atau realitas yang dilebih lebihkan. Atau Secara singkat, hiperrealitas adalah suguhan ‘realitas’ yang lebih nyata dari aslinya, dimana batas antara yang nyata (fakta) dan maya (palsu) sulit dibedakan. Inilah efek cybercommunity. Konstruksi realitas yang ada pun menjadi hiper , setiap orang menyebarkan informasi tanpa tahu dan paham realitas yang sebenarnya. Lalu hal tersebut ditanggapi hinggar binggar di teritorial cybercommunity. Masyarakat maya berlomba-lomba melakukan aksi boom informasi di jejaring sosial. Dari sekadar mengungkapkan keprihatinan sampai mengucapkan bela sungkawa. Inilah efek internet. Realitas yang sebenarnya terkontruksi berlebihan. Kemampuan teknologi digital memungkinkan setiap orang merancang pesan dan membuat agenda setting mereka dan menciptakan model produksi yang disebut oleh jean baudliard sebagai simulakra atau simulasi atau penciptaan model-model “nyata” tanpa asal usul atau realitas awal. Hal ini yang disebut sebagai realitas semu yang digambarkan oleh Yasraf amir piliang bahwa bahwa realitas semu itu ibarat peta. Bila dalam sebuah ruang nyata sebuah peta merupakan reprsentasi dari sebuah teritorial, maka di dalam model simulasi kebudayaan, atau politik kini dibangun kini dibangun model peta-peta yang ditawarkan oleh media informasi. Maka dengan begitu, wacana atau informai merupakan ruang pengetahuan yang dikonstruksikan oleh media informasi melalui teknologi informasi, di mana manusia mendiami suatu ruang yang
‘13
2
New Media & Society A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
sulit membedakan antara nyata dan semu. Manusia hidup dalam dunia khayalan yang kemudian kita kenal sebagai dunia maya. Realitas dunia maya yang walaupun dengan kecanggihan sistem komunikasinya telah banyak membantu aktivitas hidup manusia, ternyata juga memiliki ancaman. Dalam
masyarakat cyberspace,
hiperrealitas.
Sebuah dunia
komunikasi
yang
yang melampaui
mengambil alih keseluruhan realitas tersebut.
terjadi terkadang
berupa
realitas yang ada dan akhirnya
Keterbatasan manusia menangkap
realitas tentunya sangat dibatasi oleh ruang dan waktu. Manusia tidak bisa hidup dengan dua realitas sekaligus pada ruang dan waktu yang bersamaan. Rasanya tidak mungkin bagi manusia untuk berada di Meruya dan Menteng dalam waktu yang
bersamaan. Namun cyberspace telah mendobrak ruang dan waktu manusia
melalui perkembangan teknologi internetnya tanpa batasan apapun. Oleh sebab itu, pada era cyber space ini muncul optimisme di tengah masyarakat bahwa abad ini adalah abad di mana ruang dan waktu bukan lagi merupakan sebuah hambatan dalam menjelajahi dunia realitas. Cyberspace adalah ruang imajiner di mana aktivitas sehari-hari manusia biasa lakukan dalam kehidupan sosialnya dengan berartifisial.
Semua
manusia
bisa
saling berfacebook-an (melalui salah satu jejaring sosial paling diminati seantero penduduk bumi), mencari pasangan hidup, saling bertukar pendapat, menjual jasa layanan serta seabreg aktivitas manusia sehari-hari. Manusia cyber semakin meleleh untuk menggunakan internet sebagai bentuk komunikasi mereka saat ini. Mereka telah menganggap cyberspace sebagai bagian dari kehidupan setiap hari yang dianggap telah meggantikan ruang publik. Bagaimana eksposure cyberspase pada kehidupan sosial manusia. Dapat kita lihat dari paparan Piliang (1999:20) yang membaginya dalam 3 tingkatan yakni: 1. Tingkat
individual.
Ruang
virtual telah
menciptakan
perubahan
mendasar
terhadap pemahaman kita tentang identitas. Ruang virtual cyberspace menjadi tempat orang dengan mudah kehilangan identitas. Di dalamnya setiap orang dapat berpura-pura menjadi orang lain, dapat menjadi beberapa orang yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Yang terbentuk adalah ajang permainan identitas baru, identitas palsu, identitas ganda, dan identitas virtual. 2. Tingkat antar individual. Perkembangan sistem komunikasi melalui internet telah menciptakan situasi tempat terjadinya hubungan sosial yang bersifat virtual. Hubungan-hubungan
‘13
3
New Media & Society A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
sosial
tersebut berupa
persahabatan,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
permusuhan,
perkumpulan, perbincangan ataupun perkoncoan.
Interaksi sosial kini tidak
dilakukan di dalam sebuah ruang teritorial yang nyata, tetapi di dalam sebuah halusinasi
teritorial.
kandungnya lewat
Di
dalamnya
komunikasi
orang boleh jadi lebih mengenal adik
melalui
internet.
Yang pada kenyataannya,
adiknya tengah tinggal menetap ribuan kilometer jauhnya. 3. Tingkat masyarakat. Internet dapat menciptakan model komunitas demokratis dan terbuka
yang
disebut
Rheingold komunitas
imajiner.
Berbeda
dengan
masyarakat tradisional yang di dalamnya terjadi interaksi sosial yang langsung, yaitu suatu
anggota
masyarakat
menyangkut ruang sosial mereka.
dengan kepemilikan rasa kebersamaan Bagi masyarakat virtual, justru sebaliknya.
Kita membutuhkan imajinasi terhadap tempat yang merupakan kotak imajiner dalam setiap bit-bit komputer.
Bila dalam masyarakat tradisional terdapat
konvensi sosial seperti adat, hukum, ketabuan, atau lembaga hukum, hal-hal tersebut tidaklah berlaku bagi masyarakat cyber. Setiap orang seakan-akan menjadi pemimpin, pengontrol dan penilai dirinya sendiri. Masyarakat cyberspace bisa dengan bebasnya melakukan dari apapun dan siapapun.
segala aktivitas mereka tanpa ada batasan
Suatu demokrasi bablas yang terlampau bebas
untuk mengekspresikan gagasan, kritikan, ide, dan sebagainya tanpa harus takut dinilai oleh orang lain. Sehingga pada akhirnya merubah kita menjadi manusia antipati tanpa jati diri nilai manusia sejati seutuhnya. Sejalan dengan yang dikatakan Slouka dalam bukunya (war of the world), realitias virtual tersebut bersifat sangat agresif dan destruktif. Ia menyerang apa saja yang kita miliki, ia membunuh apa saja dari diri kita yang sangat berharga: identitas kita, pribadi kita, ruang tempat kita hidup, dunia anakanak kita, komunitas nyata tempat kita bercengkerama, gelanggang-gelanggang tempat kita berkumpul atau
pasar-
pasar tempat kita berbelanja. Begitulah
realitas
manusiawinya.
virtual
Kita
bisa
yang
telah menjadikan
bebas
masyarakat
tanpa
sisi
mencaci maki orang tanpa rasa bersalah,
melakukan sex cyborg dengan sembarang orang tanpa rasa malu, atau memalsukan jati diri sebebas-bebasnya. Hingga membuat batas antara fiksi dan fakta menghilang di tataran hakiki kebenaran realitas sejati. Wajar saja bila sebuah cuplikan berita (Pikiran Rakyat bulan Januari tahun 2011), mengabarkan seorang ibu yang ditahan polisi
karena asyik mengobrol dengan kawannya melalui internet sambil bermain
aplikasi games di facebook, hingga ia melupakan bayinya yang tenggelam di bak kamar mandi. Atau menjadi wajar
‘13
4
New Media & Society A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
bila orang lebih senang mengembara dalam
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
simulasi games Zoo dibanding mengunjungi kebun binatang dengan keasrian alami lingkungannya. Struktur Masyarakat Maya (Cyber Community) Penggunaan teknologi informasi seperti televisi, internet, dan telefon seluler oleh masyarakat merupakan dasar bagi munculnya masyarakat cyber. Perangkat teknologi informasi tadi mendorong revolusi terbentuknya masyarakat cyber. Kehadiran masyarakat tersebut sesungguhnya sudah diwartakan para ahli jauh-jauh hari. Hilangnya batas sosial dalam tinjauan sosiologi, munculnya masyarakat cyber berakibat hilangnya batas-batas sosial. Pada era globalisasi dan abad virtual seperti sekarang, banyak konsep sosial seperti struktur sosial, interaksi sosial, integrasi, dan solidaritas kelompok menjadi kehilangan realitas konkretnya. Unsur-unsur pembentuk masyarakat menjadi tak lebih dari mitos belaka. Dalam masyarakat cyber, berbagai realitas sosial yang berkembang dalam skala global terutama yang diakibatkan kemajuan teknologi informasi, justru menggiring masyarakat pada wilayah lenyapnya batas sosial. Menurut Alan Touraine dalam bukunya Two Interpretations of Social Change (1992), disebabkan laju modernisasi yang telah mencapai titik ekstremnya. Situasi tadi disebutnya sebagai era hiper modernisasi kontemporer. Kehidupan sosial telah kehilangan kesatuannya. Hal itu kini tak lebih dari sebuah arus perubahan yang terus-menerus yang di dalamnya para pelaku (actors) baik sebagai individu maupun kolektif tidak lagi bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial (Piliang, 1998:89). Acuan tindakan mereka tidak lain adalah strateginya masing-masing agar dapat bertahan di tengah derasnya proses perubahan global. Oleh karena itu, tindakan mereka sulit dikontrol institusi resmi seperti agama dan negara (Triwikromo wacana suara merdeka : 2009). Dari cara berinteraksi masyarakat maya lahir dua pola proses interaksi sosial yaitu proses sosial disosiatif dan proses sosial asosiatif. a. Proses Sosial Disosiatif Proses sosial disosiatif terjadi ketika beberapa anggota masyarakat maya terlibat dalam proses persaingan, atau bahkan konflik dengan sesama warga masyarakat maya. Proses sosial ini terjadi ketika mereka bersaing memberi peluang akses kepada masyarakat dan mencari sumber-sumber pembiayaan untuk menghidupi jaringan mereka. Untuk ini mereka harus berkompetisi dengan kompetisi lain yang juga berupaya melakukan hal yang sama. Proses sosial disosiatif ini juga terjadi ketika sebuah jaringan website dengan berbagai alasan ekonomi atau politik
‘13
5
New Media & Society A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
terpaksa harus melakukan penyerangan kepada jaringan website lainya, kemudian mereka terlibat dalam peperangan. b. Proses Sosial Asosiatif Sementara sifat jaringan dan proses
sosial dalam
masyarakat maya yang mementingkan kerja sama, maka selain proses disosiatif, terbanyak dari proses sosial itu adalah proses sosial asosiatif antara jaringanjaringan (kelompok-kelompok) yang ada. Proses ini memberi peluang kepada komunitas maya, baik intra maupun antarjaringan untuk melakukan kerjasama diantara mereka. Kerjasama ini menghasilkan proses lanjutan seperti akomodasi infomasi dan asimilasi kebudayaan masyarakat maya dalam skala global ke seluruh jaringan masyarakat yang akhirnya mempengaruhi perilaku dan interaksi mereka satu dengan lainya (Bungin, 2008:159). 2.2.1. Kebudayaan Dan Masyarakat Maya Salah satu ciri masyarakat adalah menciptakan kebudayaan. Dalam masyarakat maya kebudayaan yang berkembang adalah budaya pencitraan dan makna yang setiap saat dipertukarkan dalam ruang interaksi simbolis. Masyarakat maya menciptakan culture universal yang dapat dijelaskan sebagaimana yang dimiliki oleh masyarakat nyata, dan hal ini menjadikan ciri masyarakat maya yang antara lain : 1. Peralatan dan perlengkapan hidup masyarakat maya adalah teknologi informasi yang umunya dikenal dengan mesin komputer saat ini mesin mesin dimaksud telah dapat memproduksi dan mereprodukasi diri sampai pada tingkat yang diinginkanya. 2. Mata pencaharian dan sistem ekonomi masyarakat maya memiliki mata pencaharian yang sangat menonjol dan spesifik dalam bentuk menjual jasa dengan sistem ekonomi subtansi. 3. Sistem kemasyarakatan yang dikembangkan dalam masyarakat maya adalah dalam bentuk sistem kelompok jaringan, baik intra maupun antarjaringan yang ada dalam masyarakat maya. 4. Bahasa pada masyarakat maya pada umumnya yaitu Bahasa Inggris yang digunakan berdasarkan pada konvensi dan kreativitas pengguna bahasa ini seperti menggunakan ikon-ikon tertentu seperti untuk penggambaran. 5. Karya komunitas maya adalah bagian dari karya seni pada umumnya. Semua karya masyarakat maya menempelkan seni sebagai ukuran pencitraan dan pemaknaan,
‘13
6
New Media & Society A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
jadi sistem kesenian dalam masyarakat adalah terletak pada pencitraan dan pemaknaan karya yang ditampilkan kepada publik maya itu sendiri. 6. Sistem pengetahuan dikembangkan pembelajaran
langsung.
Karena
menggunakan proses pemberitahuan dan
itu
status
sosial
tertinggi
dalam
sistem
pengetahuan adalah seberapa banyak seseorang menjadi tempat bertanya untuk memecahkan kasus-kasus tersebut. 7. Sistem religi (kepercayaan) pada masyarakat maya adalah waktu dan keyakinan bahwa setiap misteri dalam dunia maya dapat dipecahkan. Mereka percaya, bahwa setiap misteri selalu dapat dipecahkan ketika hal itu dilakukan secara serius selama ada waktu yang cukup untuk itu (Bungin, 2008:161). Dalam tinjauan sosiologi, munculnya masyarakat cyber berakibat hilangnya batasbatas sosial. Pada era globalisasi dan abad virtual seperti sekarang, banyak konsep sosial seperti struktur sosial, interaksi sosial, integrasi, dan solidaritas kelompok menjadi kehilangan realitas konkretnya. Unsur-unsur pembentuk masyarakat menjadi tak lebih dari mitos belaka. Dalam masyarakat cyber, berbagai realitas sosial yang berkembang dalam skala global –terutama yang diakibatkan kemajuan teknologi informasi- justru menggiring masyarakat pada wilayah nirsosial. Lenyapnya batas sosial, menurut Alan Touraine dalam bukunya Two Interpretations of Social Change (1992), disebabkan laju modernisasi yang telah mencapai titik ekstremnya. Situasi tadi disebutnya sebagai era hiper modernisasi kontemporer. Kehidupan sosial telah kehilangan kesatuannya. Hal itu kini tak lebih dari sebuah arus perubahan yang terus-menerus yang di dalamnya para pelaku (actors), baik sebagai individu mapun kolektif, tidak lagi bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial (Yasraf A. Piliang: 1998). Acuan tindakan mereka tidak lain adalah strateginya masing-masing agar dapat survive di tengah derasnya proses perubahan global. Oleh karena itu, tindakan mereka sulit dikontrol institusi resmi seperti agama dan negara. Warga dalam masyarakat cyber ini bertegur sapa di ranah dunia maya. Perangkatperangkat media dan informasi (televisi dan internet) menciptakan berbagai relasi sosial semu. Oleh karena itu, prinsip eksistensi (ada dan mengada) dalam masyarakat cyber berpusat di media. Diktumnya berbunyi, "Saya masuk TV, maka saya ada!". Dengan prinsip seperti ini, kita dapat memafhumi alasan kenapa para politisi, dai, dan selebritis berlomba menguasai citra simulacra di layar kaca. Artinya, jika anda melihat layar kaca, maka masyarakat dihadapkan pada realitas ganda: fakta dan fiksi. Kemunculan dalam layar kaca tak lebih dari citra, iklan, dan rekaan belaka.
‘13
7
New Media & Society A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Tidak ada lagi batas sosial pada masyarakat cyber, yang ada adalah transparansi. Semua orang boleh berpartisipasi, mengkritik, mencaci, atau berkhotbah. Di kalangan masyarakat cyber, tata sosial yang sebelumnya menopang masyarakat menjadi pudar. Batas-batas sosial antara dunia anak-anak dan orang dewasa tak berlaku di hadapan situs-situs porno yang tersebar di internet. Di dunia cyber, sulit dibedakan antara borjuis dan proletar, penegak hukum dan penjahat, penguasa dan teroris, nasabah dan pembobol bank, serta jaksa dan koruptor. Semuanya tampak sumir. Kehadiran masyarakat cyber merupakan konsekuensi dari globalisasi, dan kita telanjur menjadi bagian di dalamnya. Yang terpenting adalah menentukan sikap agar di tengah arus deras ini, masyarakat dan pemerintah tidak limbung menentukan arah. Jangan sampai kita hanyut dalam strategi le strategy de fatale model J. Baudlirrad yang paradoks: tidak menerima, tidak menolak, tidak mengkritik, tidak menyanjung, tetapi hanyut di dalam setiap ekstasinya. Masyarakat dikepung informasi, koran, majalah, televisi, ponsel, gosip, fakta, fiksi, hiburan, data, dan peristiwa. Kita seperti tak sanggup membendung arus deras informasi tadi. Anehnya, dalam masyarakat cyber, semakin banyak informasi, justru semakin bingung kita dibuatnya. .***
‘13
8
New Media & Society A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi. Bandung : Prenada Media Group. Fisher, B. Aubrey. 1986. Teori-teori Komunikasi.Bandung :Remadja Karya. Jefkins, Frank. 1996. Advertising. Jakarta : Airlangga. Larose, Robert. 2000. Media Now. USA : Thomson Learning. Rachbini, Didik J. 2002. Ekonomi Politik: Paradigma dan Teori Plilihan Publik. Jakarta : PT.Ghalia Indonesia. Slouka, Mark. 1999. Cyberspace and the High-tech Assault on Reality (Pengantar: Yasraf Amir Piliang). Bandung : Mizan. Yee, Danny. 1995. Cyber Society: Computer-mediated Komunikasi dan Masyarakat (dannyreview.com)
Referensi internet : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91114148_1412-5900.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17812/4/Chapter%20II.pdf http://artikel-media.blogspot.com/2010/01/masyarakat-cyber.html http://cakkris.wordpress.com/2012/07/24/hiperrealitas/
‘13
9
New Media & Society A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id