STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU COMMUNITY STRUCTURE OF SEAGRASS IN WATERS DUYUNG ISLAND DISTRICT LINGGA PROVINCE OF RIAU Suhandana Pahlawan Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected] Arief Pratomo S.T, M.Si Dosen Ilmu Kelautan dan Perikanan, FIKP UMRAH,
[email protected] Fadhliyah Idris S.Pi, M.Si, Dosen Ilmu Kelautan dan Perikanan, FIKP UMRAH.
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2014 di perairan Pulau Duyung Kabupaten Lingga. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur komunitas lamun, Meliputi keanekaragaman, kerapatan, frekuensi, tutupan, indeks ekologi dan pola sebaran. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode line transek kuadrat. Yang terdiri dari 3 titik stasiun dibuat 3 garis transek berurutan dengan jarak satu transek dengan transek berikutnya adalah 50 m sejajar garis pantai. Tiap garis-garis transek terdiri atas 11 plot yang berjarak 100 m. Pada penelitian ditemukan 9 jenis lamun yaitu Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor dan Thalassodenron ciliatum. Distribusi lamun hampir sama merata pada tiap stasiun. Tutupan berkisar 12,7% 69,85% dan tergolong sedang yang didominasi oleh Thalassia hemprichii dengan rerata tutupan 14,55%. Kerapatan sebesar 183,29 Individu/m2 dan didominasi oleh Thalassia 2 hemprichii dengan nilai 52,90 Individu/m .Keanekaragaman berkisar 1,561 – 2,632 tergolong sedang, nilai Keseragaman berkisar 0,52 – 0,83 dikategorikan keseragaman sedang, indeks dominasi berkisar 0,19 – 0,46 tergolong dominasi rendah, dan nilai pola sebaran berkisar antara -0,61345 – 0,004749 tergolong kedalam pola sebaran yang mengelompok. Sumberdaya lamun di perairan Pulau Duyung masih potensial untuk mendukung kehidupan biota asosiasinya.
Kata kunci : Padang lamun, Srtuktur komunitas, Indeks ekologi, Pola sebaran
ABSTRACT This research was conducted from March to May 2014 in the Duyung island waters , Lingga District. The purpose of this study was to analyze the structure of seagrass communities, Covering diversity, density, frequency, coverage, index ecology and distribution patterns. Sampling was done by using the line transect method squared. which consists of 3 points with 3 line transects. Respectively sequentially the distance of the next transect was 50 m transect parallel to the shoreline. Each transect lines consists of 11 plots within 100 m. The research result found 9 seagrass species those were Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor and Thalassodenron ciliatum. Seagrass distribution was almost as evenly at each station. The cover range of coverage rates were 12.7% - 69.85% and classified as being dominated by Thalassia hemprichii with coverage mean were 14.55%. The density were 183.29 Individuals / m2 and is dominated by Thalassia hemprichii an moderate 52.90 Individual / m2. The diversity ranged from 1.561 to 2.632 is classified, The uniformity values ranged from 0.52 to 0.83 were categorized uniformity, The dominance index ranges from 0.19 - 0.46 so that domination relatively low, and the value distribution pattern ranged between -0.61345 0.004749 classified were into clustered distribution patterns. The seagrass resource in Duyung island waters is still potential to support biota association.
Keywords: Seagrass, Srtuktur community, Ecology index, Distribution Patterns
PENDAHULUAN Lamun adalah tumbuhan berbunga (angiospermae)
yang
tumbuh
adapun manfaat dari penelitian ini sebagai
dan
informasi dalam usaha rehabilitasi dan
berkembang dengan baik dilingkungan laut
rencana pengelolaan ekosisitem pesisir
dangkal, yang dapat membentuk kelompok
terpadu
– kelompok kecil dari beberapa tegakan
pengambil kebijakan member gambaran
tunas sampai berupa hamparan lamun yang
secara spesifik tentang distribusi dan
sangat luas. Padang lamun dapat berbentuk
keanekaragaman
vegetasi tunggal yang disusun oleh satu
informasi bagi peneliti selanjutnya untuk
jenis lamun atau vegetetasi campuran yang
pelaksanaan penelitian terapan berikutnya.
dan
berkelanjutan
serta
untuk
sebagai
bahan
mulai disusun dari 2 sampai dengan 12 jenis lamun yang tumbuh secara bersama –
METODOLOGI
sama dalam suatu substrat (KIKRMAN,
Waktu dan Tempat
1985).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Pulau
Duyung
terletak
di
Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga,
Maret – Mei 2014 dengan lokasi penelitian adalah Pulau Duyung Kabupaten Lingga.
Hamparan padang lamun di Pulau Duyung sangat
luas,
penyebarannya
hampir
sepanjang pesisir perairan pulau. Kawasan pesisir di perairan pulau Duyung telah dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kegiatan tempat mencari ikan, udang dan kerang-kerangan yang dipanen langsung
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
dari area padang lamun di pantainya.
( Sumber : Kepri Basemap)
Karena itu, diperlukan pengelolaan yang baik
agar
ada
keseimbangan
antara
Metode Penelitian
pemanfaatan dengan daya tampung atau daya pulih. Penelitian
Metode komunitas
ini
bertujuan
mendapatkan dan menyusun data tentang komposisi lamun, kerapatan, frekuensi, tutupan , INP dan Indek ekologis lamun.
lamun
penelitian di
perairan
Struktur pulau
Duyung Kabupaten Lingga secara garis besar dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
pengumpulan
data,
metode
penentuan stasiun, metode pengamatan lamun, dan analisis data.
Metode Pengamatan Padang Lamun Metode sampel lamun melalui metode line transect quadrant dimana
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam
metode ini mengacu pada metode seagrass
pengumpulan data adalah metode survey
watch
yang terbagi atas dua yakni data primer
pengamatan struktur komunitas padang
dan data sekunder.
lamun.
Metode Penentuan Stasiun
PengukuranParameter
Pada penelitian ini sample dicuplik
yang
umum
dipakai
dalam
Lingkungan
melalui metode line transek kuadrat pada lokasi
yang
memungkinkan
Data
dengan
(2014).
yang sengaja yang
Penelitian ini memiliki 3 stasiun, penentuan stasiun ditentukan berdasarkan tingkat kerapatan teknik penentuan stasiun penelitian di lakukan berdasarkan tingkat
langsung
skunder didapat dari data PPSPL-UMRAH
metode ini merupakan penentuan lokasi
dianggap reperesentatif (Bakri, 2009).
diambil
dilapangan oleh peneliti, sedangkan data
menggunakan metode purposive sampling,
stasiun penelitian
primer
Parameter
Satuan
Alat/ Analisis
Keterangan
Suhu
°C
Termometer
Data Skunder
Salinitas
‰
Refraktrometr
Data Skunder
Kecerahan
M
Secchi disk
Data Skunder
Arus
Cm / dtk
Stopwach
Data Skunder
Ph
-
pH meter
Data Skunder
Substrat
Penggaris/visual Data Primer
kerapatan padang lamun melalui hasil observasi langsung dilapangan. Penentuan tingkat kerapatan
di dasarkan pada
Substrat Pemantauan
visualisasi, sehingga ditetapkan 3 stasiun penelitian.
berdasarkan
jenis
ukuran
butir
sedimen sedimen
dilakukan di Laboratorium Oseanografi, FIKP – UMRAH contoh
sedimen
Sebelum mengambil terlebih
dahulu
dikeringkan dan ditimbang berat awalnya, sampel sedimen yang diukur sebanyak 100 gr. Pengayakan sedimen dilakukan dengan Gambar 2: Stasiun Penelitian Sumber : PPSPL - UMRAH ( 2014 )
menggunakan ayakan dengan bukaan mesh 8 mm, 4 mm, 2 mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,250
mm, 0,125 mm, dan 0,063 mm. Setelah disaring
maka
akan
Kerapatan Relatif (RDi)
dikelompokkan
Kerapatan
relatif
adalah
menjadi 3 jenis berdasarkan ukurannya 2
perbandingan antara jumlah individu jenis
mm – 0,05 mm untuk pasir, debu dengan
dan jumlah total individu seluruh jenis
ukuran 0,05 mm – 0,002 mm dan lempung
Odum, (1971) dalam Nur, (2011).
dengan ukuran < 0,002 mm.
RDi
Pengolahan dan Analisa Data
Di mana : RDi = Kerapatan relatif
ni x100 n
Komposisi Lamun
ni
Lamun yang masuk kedalam plot
=
Jumlah total
tegakan species i (tegakan)
pencuplikan kemudian diamati dan diambil
∑n
sebagai sampel untuk identifikasi jenis.
=
Jumlah total
individu seluruh jenis
Identifikasi jenis lamun dilakukan dengan cara
mencocokkan data-data dilapang
Frekuensi Jenis
seperti: bentuk daun, bunga dan akar pada
Frekuensi jenis adalah peluang
lamun dengan katalog , kemudian jenis-
suatu jenis ditemukan dalam titik contoh
jenis lamun yang didapat dilapangan
yang diamati. Frekuensi jenis dihitung
disajikan dalam bentuk tabel.
dengan rumus Odum, (1971) dalam Nur, (2011).
Kerapatan Jenis Lamun
F
Kerapatan jenis adalah jumlah individu
(tegakan)
Kerapatan setiap
per
masing-masing stasiun
satuan
luas.
jenis
pada
dihitung
Pi P
Di mana : Fi
=
Frekuensi
Jenis
dengan
Pi
=
Jumlah
contoh
dimana
menggunakan rumus sebagai berikut:
petak
Odum, (1971) dalam Nur, (2011).
ditemukan species i
Di = ni / A Di mana : Di =
∑p = Jumlah total Kerapatan jenis
petak contoh yang diamati
2
(tegakan/1m ) ni =
Jumlah individu (tegakan) ke –i
dalam transek kuadrat
Frekuensi Relatif (RFi) Frekuensi
2
A = Luas transek kuadrat (1 m )
Relatif
adalah
perbandingan antara frekuensi species (Fi)
dengan jumlah frekuensi semua jenis (∑Fi)
Dimana : Ci
Odum, (1971) dalam Nur, (2011).
RFi
RFi
area
penutupan jenis C = Luas
Fi x100 F
Di mana :
= Luas
total
area
penutupan untuk seluruh jenis =
Frekuensi
RCi = Penutupan relatif
Relatif
jenis Fi
= Frekuensi
species i ∑Fi
Indeks Nilai Penting (INP) =
Jumlah
frekuensi semua jenis
Indeks digunakan
nilai untuk
Penting
(INP),
menghitung
dan
menduga keseluruhan dari peranan jenis Penutupan (Ci)
lamun di dalam satu komunitas. Semakin
Adalah luas area yang tertutupi
tinggi nilai INP suatu jenis relatif terhadap
oleh jenis- i. Penutupan jenis dihitung
jenis lainnya, semakin tinggi peranan jenis
dengan
pada komunitas tersebut Ferianita, (2007)
menggunakan
rumus
Odum,
(1971) dalam Nur, (2011).
dalam Nur, (2011) Rumus yang digunakan
Ci = ai/ A Di mana :
untuk menghitung INP adalah : Ci
= Luas area
yang tertutupi
INP = FR + RC + RD Dimana : INP = Indeks nilai penting
ai
= Luas total
RC = Penutupan relatif
penutupan species i A
=
FR = Frekuensi relatif
Luas total
RD = Kerapatan relative
pengambilan sampel Indeks Keanekaragaman, Keseragaman Penutupan Relatif (RCi) Adalah
perbandingan
dan Dominasi antara
Keanekaragaman,
keseragaman
penutupan individu jenis ke-i dengan
dan dominasi lamun ditentukan dari besar
jumlah total penutupan seluruh jenis.
nilai
Penutupan relatif jenis dihitung dengan
keanekaragaman menggunakan rumus dari
menggunakan rumus Odum, (1971) dalam
Shannon–Wenner
Nur, (2011).
Fachrul,(2007).
RCi
Ci x100% Ci
indeks
yang
ada.
Odum,(1971)
Indeks
dalam
0,4 ≤ E <0,6
= keseragaman
E ≥ 0,6
= keseragaman
sedang
besar Dengan : H’ = indeks keanekaragaman
Indeks dominasi dihitung dengan rumus
ni =jumlah individu jenis ke i
Simpson (1949) dalam Fachrul, (2007).
N = jumlah individu total Pi = proporsi frekwensi jenis ke I terhadap jumlah total Dengan nilai H’ : 0 < H’ < 1 =
Dengan:
Keanekaragaman rendah
D = indeks dominasi Simpson
1
≤
H’
≤
3
=
Keanekaragamn sedang H’ > 3
Pi = proporsi jumlah ke I terhadap jumlah total.
=
Keanekaragaman tinggi
Sebaran
Nilai indeks keanekaragaman akan
Pola sebaran lamun dapat dihitung
naik seiring dengan kenaikan jumlah jenis
dengan
dalam komunitas.
et,al,. (1990) dalam Fauziyah, (2004).
rumus indeks Morisita Brower
Indeks keseragaman Odum,(1971) dalam Fachrul,(2007).
Id = Indeks dispersi Morasita n
=
Jumlah plot pengambilan
contoh Dengan:
N
E = jumlah keseragaman
Xi² = Jumlah kuadrat individu plot ke-
S = jumlah taksa/jenis Indeks
ini
= Jumlah individu total dalam plot
i menunjukan
pola
sebaran biota yaitu merata atau tidak. Nilai
Pola sebarannya ditunjukan melalui perhitungan Mu dan Mc sebagai berikut:
indeks kemerataan berkisar antara 0 -1 dengan katagori sebagai berikut: E < 0,4
= keseragaman kecil
𝑀𝑢 =
𝑋²₀‚₉₇₅ − 𝑛 + ∑𝑥₁ ∑𝑥₁ − 1
𝑀𝑐 =
𝑋²₀‚₀₂₅ − 𝑛 + ∑𝑥₁ ∑𝑥₁ − 1
1. Jika nilai Id > 1, dan Id > atau = Mc, maka pakai rumus 1 2. Jika nilai Id > 1, dan Id < Mc,
Keterangan :
maka pakai rumus 2 Mu
: Indeks Morisita untuk pola
3. Jika nilai Id < 1, dan Id > Mu,
sebaran seragam
makan pakai rumus 3 4. Jika nilai Id < 1, dan Id < Mu,
X20,975 : Nilai Chi-square tabel dengan
maka pakai rumus 4
derajat bebas n-1 dan selang
Sebaran individu lamun mengikuti kreteria
kepercayaan 97,5%
sebagai berikut: Mc
: Indeks Morisita untuk pola Ip < 0 : seragam
sebaran mengelompok X20,025 : Nilai Chi-square tabel dengan derajat bebas n-1 dan selang
Ip = 0 : acak Ip > 0 : mengelompok
kepercayaan 2,5% + kepercayaan HASIL DAN PEMBAHASAN
2,5%
Hasil penelitian yang didapat Menghitung standar derajat morisita 𝐼𝑑−𝑀𝑐
1. 𝐼𝑝 = 0,5 + 0,5 ( 𝑛−𝑀𝑐 )
untuk suhu perairan di Pulau Duyung ; jika
tersebut dapat digambarkan kisaran suhu
Id≥Mc>1
pada tiap stasiun tidak jauh berbeda.
𝐼𝑑−1
2. 𝐼𝑝 = 0,5 (𝑀𝑐−1)
; jika
Mc > Id ≥ 1 3. 𝐼𝑝 = −0,5 (
berkisar 30,52°C – 31,35°C. Dari data
Kisaran suhu yang didapat merupakan kisaran normal untuk daerah tropis. namun
𝐼𝑑−1 𝑀𝑢 −1
)
; jika
dalam
kisaran
suhu
untuk
pertumbuhan.
1 > Id > Mu 4. 𝐼𝑝 = −0,5 + 0,5 (
masih
𝐼𝑑−𝑀𝑢 𝑀𝑢
)
Kecerahan perairan Pulau Duyung
; jika
1 > Mu > Id
saat di lakukan pengukuran adalah 6,17 meter – 6,52 Kondisi dengan tingkat kecerahan seperti ini sangat baik bagi
Untuk menentukan rumus yang digunakan untuk menghitung Ip disesuaikan dengan kondisi berikut:
pertumbuhan lamun karena mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk keperairan. Lamun membutuhkan rata – rata radiasi cahaya
11
%
untuk
dapat
tumbuh
(Hemingga dan Duarte, 2000). dari hasil
pengukuran tersebut, bahwa perairan Pulau
Komposisi Jenis Lamun
Duyung penyinaran matahari masih terjadi sampai pada kedalaman tertentu.
Lamun yang ditemukan di Perairan Pulau Duyung 9 jenis.
Kecepatan arus di perairan Pulau Duyung dari hasil pengukuran didapat
Suku
Marga
berkisar antara 0,07 – 0,08 cm/dtk (Tabel 8). Arus yang didapat relatif tenang. arus
Hidrocaritacea
yang tenang disebabkan oleh karang, lamun dan kedangkalan perairan serta faktor musim. hasil rata – rata pengukuran derajat
stasiun
bervariasi.
terlihat
Tingkat
tidak
keasaman
Enhalus
Enhalus
Thalassia
acoroides
Halophia Halodule
Thalassia Halodule hemprichii
Potamogetonaceae Cymodoceae uninervis Halophila minor Cymodoceae Halophila ovalis Syringodium serrulata
keasaman (pH) nilai yang didapat pada setiap
Jenis
Cymodoceae
terlalu
rotundata
yang
diperoleh 8,12 – 8,19 dan merupakan
Syringodium
kisaran
isotifolium
yang
masih
normal
untuk
mendukung kehidupan organisme dan
Thalassodendron
pertumbuhan lamun. Hal ini dikuatkan
ciliatum
oleh Hawkess (1975) dalam Santoso
Sumber: Data Primer
(1988) bahwa derajat keasaman yang baik dalam mendukung pertumbuhan lamun adalah berkisar 5,6 – 8,3.
Ekosistem padang lamun yang ditemukan di Perairan Pulau Duyung, umumnya mempunyai rata-rata tingkat kerapatan (total rata-rata 183,29 indv/m2).
Substrat Perairan Pulau Duyung ke tiga
Kerapatan jenis
oleh Pasir kasar.
Hasil penelitian diperoleh total
Stasiun 1 didominasi oleh subtrat pasir dan
tertinggi kerapatan jenis lamun antara
kerikil sebesar 64, 8 %, Stasiun 2 juga
stasiun 1, 2 dan 3 memiliki perbedaan.
didominasi oleh pasir dan kerikil sebesar
Total kerapatan
64,7 % dan stasiun 3 sebesar 64,1 %
stasiun
Dengan
disimpulkan
307,64 tegakan/m2 dan total kerapatan
bahwa perairan pulau Duyung didominasi
terendah pada stasiun 2 dengan nilai
oleh pasir dan kerikil. Menurut Dahuri
kerapatan total 42,1 tegakan/m2 sedangkan
stasiun didominasi
(2001),
demikian
dapat
tertinggi didapat pada
3 dengan nilai kerapatan total
stasiun 1 nilai kerapatannya adalah 200,23
hemprichii dan Cymodoceae rotundata
tegakan/m2.
memiliki rata-rata frekuensi jenis yang
Tingginya kerapatan jenis lamun
cukup tinggi. Ketiga jenis lamun ini
pada stasiun 3 (Tanjung Pengepoh) terlihat
memiliki kemampuan beradaptasi untuk
dari tingginya jumlah total tegakan jenis
hidup pada berbagai substrat dengan baik
yang di temukan. Kerapatan
tertinggi
sehingga tersebar cukup merata di tiga
adalah jenis lamun syringodium isotifolium
stasiun pengamatan. Nilai frekuensi yang
yang
88,33
terendah adalah Halophila Ovalis dengan
tegakan/m2 dan yang terendah Halophila
rata-rata frekuensi sebesar 4,5%. Hal ini
mempunyai
kerapatan 2
ovalis sebesar 4,89 tegakan/m . jenis
disebabkan pada stasiun
3 (Tanjung
lamun ini mempunyai karateristik hidup di
Pengepoh) memiliki subtrat pantai berpasir
daerah perairan dangkal dan terbuka serta
yang terletak didaerah tanjung dan terdapat
bersubstrat dasar pasir berlumpur dan pasir
juga karang – karang mati.
kasar. Pada stasiun 3 (Tanjung Pengepoh) terdapat 9 jenis lamun berbeda satu jenis
Persentase penutupan
lamun dengan stasiun lainnya, pada stasiun
Perhitungan
persentase
untuk
ini memiliki kerapatan yang tertinggi dari
mendapatkan nilai persentase penutupan
stasiun lainnya. Pada stasiun 2 (Pantai
total lamun suatu stasiun. Maka dilakukan
Kerap) dapat dilihat kerapatan tertinggi
dengan pendekatan menjumlahkan nilai-
masing – masing jenis adalah Enhalus
nilai persentase penutupan jenis masing-
2
acoroides sebesar 26,29 tegakan/m untuk
masing lamun pada setiap stasiun. Dengan
kerapatan
Thalassodendron
tujuan untuk menggambarkan seberapa
ciliatum sebesar 0,08 tegakan/m2. Dan
luas lamun yang menutupi perairan yang
untuk stasiun 1 (Lubuk Tengis) memiliki
biasanya dinyatakan dalam persen. Nilai
kerapatan yang lebih baik dari pada di
persen penutupan lamun tidak serta merta
stasiun 2 (Pantai Kerap) untuk kerapatan
bergantung dengan nilai kerapatan jenis
tertinggi adalah jenis Thalassia hemprichii
lamun saja melainkan juga di pengaruhi
104,12 tegakan/m2.
oleh lebarnya helaian jenis lamun karena
terendah
lebar Frekuensi Jenis Jumlah keseluruhan jenis lamun
helaian
lamun
sangat
mempengaruhi penutupan substrat, makin lebar daun jenis lamun maka semakin
yang ditemukan di perairan Pulau Duyung
besar
pada tiap plot pengamatan, terlihat bahwa
substrat.
jenis lamun Enhalus acoroides, Thalassia
daun
kemampuan
untuk
menutupi
Nilai persentase tutupan lamun
daerah pantai kerap memiliki kondisi
antar stasiun pengamatan diperoleh persen
tutupan padang lamun rusak atau miskin
penutupan tertinggi terdapat pada stasiun 3
karena ≤ 29,9 persen. Stasiun 3 memiliki
(Tanjung
persen
kondisi padang lamun yang sehat dan kaya
penutupan 69,85% dan persen penutupan
karena memiliki nilai persentase ≥ 60
terendah didapat pada stasiun 2. Dari hasil
persen. Secara keseluruhan persentase
pengamatan untuk rata-rata tutupan lamun
tutupan padang lamun memiliki kondisi
di perairan Pulau Duyung adalah sebesar
yang kurang sehat.
Pengepoh)
dengan
44,08%. Perhitungan
rata-
rata
total
Indeks Nilai penting
Persentase penutupan jenis lamun secara
Indeks Nilai Penting dilihat dari
keseluruhan di kawasan perairan Pulau
rata-rata stasiun spesies tertinggi adalah
Duyung penutupan lamun dengan rata-rata
Thalassia hemprichii yaitu sebesar 86,06.
tertinggi didapat jenis lamun Thalassia
Jenis lamun Thalassia hemprichii dapat
hemprichii dengan nilai penutupan total
tumbuh pada berbagai substrat, namun
14,55%. Penutupan rata-rata total terendah
pada perairan Pulau Duyung jenis lamun
perjenis lamun dikawasan perairan Pulau
Thalassia hemprichii cenderung berperan
Duyung adalah jenis lamun Halodule
cukup dominan pada ketiga stasiun yang
minor
diambil datanya. Kondisi ini diikuti oleh
dengan nilai penutupan total
0,46%.
jumlah tegakannya yang didapat cukup Penutupan padang lamun pada
tinggi dibandingkan jenis lamun lain.
stasiun 2 diperoleh dengan total terendah
Secara umum, jenis lamun yang
dibandingkan stasiun 1 dan 3 diduga
indeks nilai penting yang rata-ratanya
karena topografi stasiun 2 itu sendiri yang
terkecil adalah Halophila ovalis sebesar
cukup terbuka dan untuk menjumpai
3,88 Hal ini disebabkan karena lamun jenis
lamun pertama juga cukup jauh jaraknya
ini hanya ditemukan pada 1 stasiun saja
dari garis pantai. Selain itu terdapat
pada garis transek yaitu stasiun 3 dan jenis
bebatuan karang yang cukup banyak pada
ini tidak merata ditemukan pada plot
stasiun 2 ini.
pencuplikan
sampel,
hanya
sering
Menurut Kepmen LH 2004 status
dijumpai pada plot pencuplikan yang arah
padang lamun pada Stasiun 1 memiliki
ke laut. Dengan demikian menghasilkan
kondisi rusak atau kurang sehat ini dapat
pada perhitungan kerapatan relatif rendah,
dilihat
tutupannya
dan penutupan relatif yang rendah pula dan
sebesar 49,7 persen, dan pada stasiun 2
menyebabkan keseluruhan dari jenis lamun
karena
presentase
tersebut relatif kecil perannya terhadap
dikawasan perairan Pulau Duyung tumbuh
komunitas padang lamun di perairan Pulau
bersama – sama dalam berbagai substrat
Duyung dibandingkan dengan jenis lamun
dengan membentuk vegetasi campuran.
lainnya.
Indeks Dominasi berkisar antara 0,19 – 0,46. Pada stasiun pengamatan mempunyai nilai Indeks Dominansi yang
Indeks Ekologi Lamun Berdasarkan hasil
dan
berbeda antara stasiun 1 dengan stasiun 2
nilai
dan stasiun 3. Nilai Indeks Dominansi
Indeks Keanekaragaman (H’). Sehingga
stasiun 1 dan stasiun 3 lebih rendah
dapat dikatakan bahwa diperairan Pulau
dibandingkan dengan stasiun 2. Pada
Duyung mempunyai keanekaragaman jenis
lokasi penelitian ini jenis lamun yang
lamun yang sedang, karena hasil yang
mendominasi dari setiap stasiun adalah
diperoleh dari ketiga stasiun tidak lebih
jenis
dari 3 hanya berkisar antara 1,561 – 2,632.
keseluruhan dominansi lamun diperairan
Indeks Keseragaman (E’) berkisar
Pulau Duyung dilihat dari nilai total
antara 0,52 – 0,83 dan ini termasuk
Indeks Dominansi, nilainya tergolong
keseragaman yang sedang dan tinggi. pada
sedang bahkan cenderung rendah karena
stasiun 1 dan 2 didapat nilai 0,59 – 0,52
semua nilai yang didapat ditiap stasiun
dengan keseragaman yang sedang. Indeks
berada pada kisaran dibawah 0,5. Nilai
keseragaman tertinggi didapat pada stasiun
dominansi berkisar antara 0 - 1 semakin
3 didapat nilai 0,83 dengan katagori
besar nilai indeks semakin besar adanya
keseragaman
kecendrungan
perhitungan
analisis
Shannon–Weanner
tinggi
dan
indeks
keseragaman terendah didapat pada stasiun
Thalassia
hempirichii.
salah
satu
jenis
Secara
yang
mendominasi populasi.
2 dengan katagori keseragaman sedang pula. Dan untuk keseragaman Lamun di Pulau
kategori
Indeks dipersi Morasita didapat
keseragaman tinggi karena lebih dari 0,6.
nilai indeksnya pada Stasiun 1 dan 2
Keseragaman lamun di perairan Pulau
adalah Mengelompok berbeda dengan
Duyung penyebarannya tergolong merata,
Stasiun 3 pola sebarannya adalah Seragam,
keberadaanya hampir dapat dijumpai pada
karena hasil perhitungan pada stasiun 1
tiap stasiun pengamatan terutama jenis
dan 2 didapatkan hasil Id > 0 dan pada
lamun
stasiun 3 didapatkan hasil < 0.
Enhalus
Duyung
memiliki
Pola Sebaran
Cymodoceae acoroides
rotundata dan
dan
Thalassia
hempirichii. Secara umum jenis lamun
Dipersi
(pola
sebaran)
lamun
perairan Pulau Duyung pada stasiun 1 dan
stasiun 2 adalah cenderung Mengelompok.
PENUTUP
Stasiun
Kesimpulan
1
dan
mengelompok
stasiun karena
2
dikatakan
distasiun
ini
Hasil penelitian struktur komunitas
dijumpai spesies lamun yang berbeda antar
lamun di perairan pulau duyung terdapat
transek disetiap stasiun. Sedangkan pada
keanekaragaman jenis lamun yang relatif
stasiun 3 memiliki sebaran Seragam.
sedang dan ditemukannya 9 jenis lamun
Karena spesies yang dijumpai pada stasiun
yaitu
ini hampir sama jenisnya
Thalassodendron
Ancaman Ekosistem Lamun di perairan Pulau Duyung Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukan keanekaragaman jenis lamun Pulau Duyung berada dalam kategori sedang.
Hal ini ditandai dengan di
temukannya Sembilan jenis lamun dari 12 jenis lamun yang ada di Indonesia. Keberadaan dengan
lamun
yang
ekosistem
pesisir
berasosiasi dimana
ekosistem pesisir sendiri rentan terhadap gangguan. Ancaman
lain
bagi
ekosistem
lamun diperairan Pulau Duyung dari aktivitas masyarakat seperti Pencemaran limbah rumah tangga, reklamasi pantai, aktifitas bekarang mencari kerang
–
kerangan, kuda laut dan ikan – ikan di padang lamun pada saat air laut surut serta aktivitas keluar masuk kapal nelayan yang mengeruhkan
perairan
dan
merusak
padang lamun, terutama pada stasiun 2 (Pantai Kerap).
Cymodoceae
rotundata,
ciliatum,
Thalassia
hempirichii , Enhalus acoroides, Halodule universis, Halophila minor, Cymodoceae serrulata, Syringodium isotifolium dan Halophila
ovalis.
Secara
keseluruhan
lamun diperairan Pulau Duyung termasuk lamun yang bertipe campuran karena lebih dari satu jenis. Kerapatan lamun di perairan Pulau Duyung
adalah
sebesar
183,29
individu/m2, yang mana jenis lamun Thalassia hempirichii memiliki kerapatan tertinggi dari jenis yang lainnya dengan 52,90
individu/m2
dan
jenis
yang
kerapatannya terendah adalah Halodule ovalis sebesar 1,63 individu/m2. frekuensi jenis lamun terendah adalah Halodule ovalis karena kateristik habitatnya tumbuh dengan baik pada perairan yang tingkat genangan air cukup tinggi sedangkan perairan Pulau Duyung pada stasiun pengamatan terbuka dan cukup dangkal dengan tofografi pantai yang landai. Penutupan lamun diperairan Pulau Duyung didapat berkisar pada 69,85% – 49,7% dengan rata-rata total tutupan lamun
adalah
sebesar
44,05
dengan
nilai
perairan Pulau Duyung dilihat antar
penutupan tersebut dapat dikategorikan
stasiun
bahwa penutupan lamun di perairan Pulau
keseragaman tinggi karena melebihi nilai
Duyung tergolong sedang dan menurut
0,6 Keseragaman tinggi didukung oleh
Kepmen LH 2004 kondisi padang lamun
penyebaran lamun yang homogen dan
di perairan Pulau Duyung Kurang sehat.
merata pada setiap stasiunnya. Sedangkan
Penutupan jenis tertinggi didapat pada
Indeks Dominasi yang diperoleh dari titik
jenis Thalassia hempirichii dengan nilai
pengamatan di Pulau Duyung adalah
penutupan
sebesar 0,34
rata-rata
totalnya
sebesar
14,55% dari keseluruhan titik pengamatan
kesemuanya
menunjukan
dan ini tergolong rendah,
karena dibawah nilai 0,5.
dan tutupan yang terendah didapat pada jenis
Halodule
ovalis
dengan
nilai
Saran Untuk mengetahui perubahan –
penutupan rata-rata sebesar 1,68%. Peran jenis lamun terhadap komunitas lamun di
perubahan
kawasan perairan Pulau Duyung dilihat
persentase penutupan dan indeks ekologi
dari hasil perhitungan total jenis, Indek
lamun di perairan Pulau Duyung, perlu
Nilai Penting tertinggi didapat pada jenis
diadakan penelitian berkelanjutan seperti
lamun Thalassia hempirichii dengan nilai
monitoring secara berkala dan untuk
rata-rata indeks sebesar 86,06 dan terendah
penelitian
pada jenis lamun Halodule ovalis dengan
kelimpahan
rata-rata indeks sebesar 3,88. Disebabkan
berasosiasi di ekosistem padang lamun
Thalassia
hempirichii
lingkungan yang mampu hidup pada berbagai substrat serta mampu tumbuh pada perairan yang sangat dangkal dan terbuka. Jadi perairan Pulau Duyung sangat cocok dan baik untuk pertumbuhan lamun jenis Thalassia hempirichii.
perhitungan
analisis
Shannon–Weanner,
dan
adalah
sebesar
organisme
dapat
meneliti
laut
yang
1,986
DAFTAR PUSTAKA Fachrul,
M.F. 2007 Metode Sampling Bioekologi 198 hlm. 2007. Bumi Aksara. Jakarta.
Fauziyah, I.M. 2004. Sturktur Komunitas Padang Lamun di Pantai Jibar Sanur, Bali. Jurusan Ilmu Dan Teknoligi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Skripsi. IPB. Bogor.
Indeks
Keanekaragaman yang diperoleh di Pulau Duyung
berikutnya
kerapatan,
kemampuan
adaptasi yang baik terhadap perubahan
Berdasarkan hasil
komposisi,
yang
tergolong sedang. Keseragaman lamun di
Kirkman, H. 1985. Community Structure in Seagrass in Southem Western Australia. Aquatic Botany, 21 : 363-375.
Nur, C. 2011. Inventarisasi Jenis Lamun dan Gastropoda Yang Berasosiasi di Perairan Pulau Karangpuang, Mamuju, Propinsi Sulawesi Barat. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Uversitas Hasanuddin, Makasar.