Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau By : Muhammad Yahya 1), Syafril Nurdin 2), Yuliati 3)
Abstract A Study of density and biomass of seagrass at waters Belakang Padang island of Belakang Padang district, Batam city Kepulauan Riau province has done. The method used quadrate transect of 50 x 50 cm. There were 4 stasiuns observed with 3 quadrate transects each. Seagrass species found were seven which belong to two families and four genus, namely Syringodium iseotifolium, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila spinulosa, Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides. The density of seagrass bed varied of 18 – 818 individuals/m2 and highest by Thalassia hemprichii. Water quality of Pulau Belakang Padang is relative good for biota live of seagrass.
Kata Kunci : Jenis, Biomassa, Seagrass, Pulau Belakang Padang, 1 2
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru
PENDAHULUAN Padang lamun (Seagrass bed) merupakan
tumbuhan
berbunga,
yang dihasilkan secara seksual (Mann dalam Nainggolan, 2011).
berbuah, berdaun dan berakar sejati
Ekosistem
padang
lamun
yang tumbuh pada substrat berlumpur,
merupakan salah satu ekosistem di laut
berpasir sampai berbatu yang hidup
dangkal yang produktif (Azkab, 1988;
terendam di dalam air laut dangkal dan
Philips dan Menez, 1988). Produksi
jernih, dengan sirkulasi air yang baik.
organiknya
Lamun mengkolonisasi suatu daerah
antara
melalui penyebaran buah (propagule)
(Bengen, 2001).
900
cukup -
tinggi
4650
berkisar
gC/m2/tahun
Salah satu pulau yang memiliki
terutama lamun sehingga berakibat
ekosistem padang lamun adalah Pulau
turunnya pertumbuhan lamun. Selain
Belakang
itu sampah organik dan anorganik dari
Padang.
Pulau
ini
merupakan salah satu pulau yang
sisa-sisa
terletak di perairan sebelah utara Pulau
maupun pasar dapat menurunkan kadar
Batam, Pulau ini
secara geografis
oksigen terlarut dalam kolom air diatas
terletak berdekatan langsung dengan
padang lamun yang dapat mengganggu
jalur pelayaran internesional (Selat
penyediaan oksigen bukan saja bagi
Philip) dan Negara Singapura. Hampir
lamun, tetapi juga bagi hewan-hewan
setiap hari kapal-kapal tanker dari luar
yang menggunakan padang lamun
Pulau
minyak
sebagai habitat. Kemudian sampah-
mentah di PT. PERTAMINA Pulau
sampah anorganik yang melayang di
Sambu
dalam
Batam
yang
disebelah
mengambil
berada
Barat
tidak
Pulau
jauh
Belakang
kegiatan
kolom
lajunya
besar, pulau ini juga merupakan
berakibat
tempat
lamun.
menggunakan
boat
laut
yang
pancung
yang
air
tangga
maupun
di
permukaan air dapat menghambat
Padang. Selain aktivitas kapal-kapal
trasportasi
rumah
foto
sintesis
lamun
menurunnya
dan
kepadatan
Penelitian ini bertujuan untuk
bertujuan ke Pulau Batam (Kota
mengetahui
Batam) maupun pulau-pulau yang ada
(seagrass) di perairan Pulau Belakang
di sekitarnya.
Padang, mengetahui Kerapatan Lamun
Aktifitas-aktifitas yang ada di
spesies-spesies
lamun
dan mengetahui biomassa lamun di
daerah pulau ini akan berdampak
perairan
terhadap
dari
Manfaat penelitian ini diharapkan
kegiatan pelayaran gelombang maupun
dapat melengkapi data dan informasi
arus yang di ciptakan oleh kapal-kapal
mengenai biomassa lamun, sehingga
meningkatkan kekeruhan air laut yang
dapat
akan mengurangi intensitas cahaya dan
pengembangan
dengan demikian dapat menghambat
wilayah pesisir.
ekosistem
lamun,
proses fotosintesis tumbuhan air laut
Pulau
Belakang
dimanfaatkan dan
Padang.
dalam pengelolaan
diperairan Pulau Belakang Padang
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
telah
dilaksanakan pada bulan April 2012
Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.
Gambar1:Peta Lokasi Penelitian Analisis sampel dilakukan di
Pengambilan
sampel
Lamun,
(4)
kualitas
perairan,
(5)
lamun,
(6)
Laboratorium Pycologi dan Ekologi
pengukuran
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Analisis
Kelautan Universitas Riau. Bahan dan
pengukuran tipe sedimen.
alat
1. Penentuan Lokasi Penelitian
yang
digunakan
terdiri
dari
tumbuhan lamun (seagrass), massa air,
biomassa
Stasiun pengamatan ditentukan
aquades, Hidrogen peroksida (H2O2)
dengan
3-5%, core, kantong
purposive sampling yaitu penentuan
plastik dan
timbangan. Identifikasi jenis lamun
stasiun
berdasarkan Kunci Identifikasi Lamun
berbagai
di Indonesia (KepMEnLH, 2004).
lingkungan
Penelitian ini dilakukan dalam
menggunakan
dengan
metode
memperhatikan
pertimbangan di
daerah
kondisi penelitian.
Stasiun pengambilan sampel dibagi
enam tahapan penelitian yaitu: (1)
menjadi
penentuan
(2)
karakteristik
(3)
dianggap mewakili area studi.
perhitungan
lokasi
penelitian,
kerapatan
lamun.
empat yang
stasiun
dengan
berbeda
dan
Stasiun I: Terletak di bagian
jenis yang terdapat didalam petakan
utara Pulau Belakang Padang di daerah
contoh.
ini terdapat aktivitas galangan kapal.
3. Pengambilan Sampel Lamun
Stasiun II: Terletak di bagian timur
Pengambilan
Sampel
lamun
dilakukan
terdapat aktivitas masyarakat berupa
diambil pada 4 stasiun. Sampel lamun
tempat
kapal-kapal
diambil dengan cara menggali dengan
motor sangkut dan aktivitas jual beli
core sehingga terbawa akar, rhizoma
barang dan kebutuhan sehari-hari dan
dan daun lamun. Sampel kemudian
berhadapan langsung dengan Pulau
dibersihkan
Sambu (PT. Pertamina) tempat kapal-
dimasukkan kedalam kantong plastik
kapal
dan diberi
tanker
mengambil
minyak.
kali.
lamun
Pulau Belakang Padang di daerah ini
persinggahan
1
sampel
dengan
label
aquades
dan
lalu
selanjutnya
Stasiun III: Terletak di bagian selatan
sampel dibawa ke laboratorium.
Pulau belakang Padang di daerah ini
4. Pengukuran Kualitas Perairan Hasil dan Pembahasan Parameter kualitas perairan
terdapat
pemukiman
penduduk.
Stasiun IV: Terletak di bagian barat Pulau Belakang Padang di daerah ini tidak terdapat kegiatan manusia.
kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, O2 terlarut, pH, nitrat, fosfat dan
2. Kerapatan Pada
yang diukur meliputi suhu, kecerahan,
salinitas. Pengukuran parameter ini setiap
stasiun
pengamatan, tetapkan transek-transek garis dari arah darat ke arah laut (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi padang lamun yang terjadi) di daerah intertidal. Setiap stasiun
terdiri dari
tiga transek jarak transek dengan transek lainnya yaitu 50 m. Letakkan petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar berukuran 50 cm x 50 cm kemudian hitung jumlah keseluruhan
diukur 1 kali pada masa air laut pada setiap kualitas
stasiun air
tujuan ini
pengukuran
adalah
untuk
mengetahui kondisi perairan pada saat penelitian dilaksanakan. 5. Analisis Biomassa Lamun Setiap spesies yang ditemukan lamun dipisahkan antara daun, akar, rhizoma. kemudian ditimbang berat basah dari setiap bagian tersebut. Setelah itu sapel lamun
dimasukan
kedalam
oven
dengan suhu 60 – 70 °C selama 48 jam
Keterangan:
sampai
Di =
kadar
airnya
hilang
didinginkan
dan
ditimbang
keringnya.
Kemudian
lalu ni
= Jumlah Total Tegakan dari
mendapatkan berat biomassa organik
jenis ke-i
lamun (seagrass). Terlebih dahulu
∑n
dilakukan
jenis
pengabuan
dengan
Jenis
(individu/m2)
berat
sebelum
Kerapatan
Furnance dengan suhu 555 °C selama
A
4 - 5 jam. Kemudian dihitung dengan
(m2)
menggunakan rumus berikut:
RDi
= Jumlah total tegakan seluruh
= Luas area plot pengamatan
= Kelimpahan relative jenis ke-
i Biomassa organik =
𝑊2 − 𝑊3 𝑊1
(𝑔/𝑚2 )
7. Pengukuran Tipe Sedimen Prosedur
analisis
butiran
Keterangan:
sedimen menggunakan ayakan basah
W1= Berat basah waktu diambil (g) W2= Berat kering setelah di oven pada suhu 60°C (g) W3= Berat kering setelah pengabuan (AFDM = Ash Free Dry Mass) pada suhu 555°C (g) 6. Analisis Kerapatan
mengukuti prosedur Buchanan (1984). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Penelitian Pulau
Umum
Daerah
Belakang
Padang
Menurut Brower (1990) rumus
terletak di perairan sebelah Utara
yang digunakan dalam perhitungan
Pulau Batam, dengan luas wilayah
kerapatan lamun sebagai berikut:
darat 69,120 Km2 dan wilayah laut
Kerapatan Jenis (Di): 𝐷𝑖 =
𝑛𝑖 𝐴
Kerapatan Relatif Lamun (RDi) :
seluas 512,428 km2 sehingga total keseluruhan
seluas
581,548
Km2.
Letak koordinat Pulai ini adalah 103°52' 30" BT sampai 103°53' 33"
𝑛𝑖 𝑅𝐷𝑖 = ( ) × 100 ∑𝑛
BT dan 1°8' 24" LU sampai 1°9' 27" LU, dengan batas-batas daerah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan
Selat
Philip
(Pelayaran
Internasional/Singapura),
sebelah
Moro (Kab. Tanjung Balai Karimun),
Selatan berbatasan dengan Kecamatan
dan sebelah Timur berbatasan dengan
Sekupang (Pulau Batam), sebelah
Pulau Sambu (PT. Pertamina).
Barat berbatasan dengan Kecamatan Parameter Kualitas Perairan Pulau Belakang Padang Parameter kualitas Perairan
berkisar 156 – 171 cm, oksigen terlarut
yang
stasiun
berkisar 5,90 – 6,5 mg/l, nitrat berkisar
penelitian meliputi parameter fisika
0,012 – 0,018 mg/l, fosfat berkisar
dan
Pulau
0,44 – 0,515 mg/l, salinitas yaitu 29 –
Belakang Padang berkisar antara 29 –
30 ‰. Bila di bandingkan dengan
30 °C. Pada kecerahan berkisar antara
bakumutu KepMenLH, 2004 maka
156 – 171 cm, kekeruhan berkisar 2,05
nilai kualitas air tidak melebihi dari
– 4,05 NTU, Kecepatan arus berkisar
baku
diukur
kimia.
pada
Suhu
setiap
perairan
mutu
tersebut.
0,055 – 0,065 cm/detik, kedalaman Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan Pulau Padang Baku Stasiun No Parameter Kualitas Air mutu I II III FISIKA 1 Suhu (°C) 28-30 29 30 30 2 Kecerahan (cm) >3 156 157 159 3 Kekeruhan (NTU) <5 4,05 4,00 2,05 4 Kecepatan Arus (cm/detik) 0,060 0,057 0,055 5 Kedalaman (cm) 156 157 156 KIMIA 6 Oksigen Terlarut (mg/l) >5 6,3 5,90 6,3 7 pH 7-8,5 6 6 6 8 Nitrat (mg/l) 0,008 0,018 0,014 0,012 9 Fosfat (mg/l) 0,015 0,44 0,515 0,466 10 Salinitas (‰) 33-34 29 30 30 Sumber : Data Primer, 2012 *Baku Mutu KepMenLH 2004
Belakang
IV 29 171 2.04 0,065 171 6.5 7 0,179 0,442 29
Teluk
Spesies dan Sebaran Lamun Berdasarkan hasil penelitian di Perairan
Pulau
Belakang
Padang
terdapat 6 (enam) spesies lamun yang di
temukan
iseotifolium,
yaitu
uninervis,
Tanjung
Pinang
(Efriyeldi dan Zulkifli, 2003). Keraparan dan Kerapatan Relatif Lamun
Syringodium
Halodule
Dompak
Berdasarkan hasil penelitian di perairan
Pulau
Belakang
Padang
Halophila ovalis, Halophila spinulosa,
tingkat kerapatan lamun dari setiap
Thalassia hemprichii, dan Enhalus
stasiun berkisar 18 – 818 individu/m2.
acoroides
Kerapatan yang paling mendominasi
Bila
dengan
adalah spesies Thalassia hemprichii
daerah lain, jenis lamun didaerah ini
yaitu 818 individu/m2 pada stasiun IV.
lebih rendah bila dibandingkan dengan
Sedangkan kerapatan terendah yaitu
jenis
spesies
lamun
dibandingkan
yang
ditemukan
di
Halophila
ovalis
18
Kepulauan Riau lainnya yaitu di
individu/m2 pada stasiun II. Untuk
perairan Teluk Sebong Kabupaten
kerapatan
Bintan (Susanti, 2012), Teluk Bakau
tinggi terdapat pada spesies Thalassia
Kepulauan Riau (Nainggolan, 2011)
hemprichii yaitu 40,77 % pada stasiun
dan Perairan Pulau Bintan Timur
I. sedangkan yang Terendah terdapat
(Kuriandewa dan Supriyadi, 2006).
pada spesies Halodule uninervis yaitu
Namun jenis lamun di perairan ini
0,93 % pada stasiun II. Untuk dapat
lebih tinggi bila dibandingkan dengan
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
perairan di Pulau Galang Batam
3.
relative
kerapatan
(Fahmi dan Adrim, 2009) dan perairan
Tabel 3. Kerapatan Lamun Berdasarkan Spesies pada Masing-masing Stasiun Penelitia Kerapatan Kerapatan Stasiun Spesies Lamun (individu/m²) Relatif % Enhalus acoroides 170 10.97 I Thalassia hemprichii 632 40.77 Syringodium iseotifolium 376 24.26
yang
Halodule uninervis Total Thalassia hemprichii Enhalus acoroides Syringodium iseotifolium II Halodule uninervis Halophila ovalis Halophila spinulosa Total Thalassia hemprichii Halophila ovalis III Enhalus acoroides Syringodium iseotifolium Halodule uninervis Total Halodule uninervis Enhalus acoroides Halophila ovalis IV Thalassia hemprichii Syringodium iseotifolium Halophila spinulosa Total Sumber : Data Primer 2012
372 1550 490 218 776 398 18 28 1928 684 20 430 408 330 1872 774 404 96 818 584 86 2762
Biomassa Organik Lamun Hasil
pengukuran
24.00 100 11.31 25.41 40.25 0.93 20.64 1.4 100 22.97 36.54 21.79 1.07 17.63 100 14.63 29.62 21.14 3.48 28.02 3.11 100
Thalassia
hemprichii
dengan
nilai
sebesar 5,228 g/m2 terdapat pada
biomassa
organik di Perairan Pulau Belakang
stasiun
Padang
organik yang terendah terdapat pada
Biomassa
dapat dilihat pada Tabel 4. organik
tertinggi
dari
IV,
sedangkan
biomassa
stasiun I yaitu pada spesies Halodule uninervis 0,404 g/m2.
keenam spesies lamun adalah spesies
Tabel 4. Biomassa Organik Lamun di Perairan Pulau Belakang Padang (gbk/m²). Spesies dan Biomassa Lamun (gbk/m²) Stasiun
I
Enhalus
Thalassia
Syringodium
Halophila
Halodule
Halophila
acoroides
hemprichii
iseotifolium
ovalis
uninervis
spinulosa
2,711
3,701
2,887
0
0,404
0
II
2,893
3,485
2,916
0,586
1,162
0,586
III
3,472
4,093
2,321
1,759
2,917
0
IV
3,479
5,228
2,916
2,911
2,925
1,757
2,711-
3,485-
3,479
5,228
2,321-2,916
0-2,911
0,404-2,925
0-1,757
Kisaran
Sumber: Data Perimer 2012 Biomassa organik tertinggi dari
Dari seluruh stasiun spesies
keenam spesies lamun adalah spesies
Thalassia
Thalassia hemprichii dengan nilai
acoroides memiliki nilai biomassa
sebesar 5,228 g/m2 pada stasiun IV.
organik
hal
ini
Hal ini diakibatkan karena spesies ini
disebabkan karena morfologi
dari
memiliki penyebaran yang sangat luas
kedua spesies ini lebih besar bila
dan kerapatan yang tinggi di pantai,
dibandingkan dengan spesies lamun
hampir merta pada bagian tengah
lainnya.
Perairan Pulau Belakang Padang.
Sedimen
Pada
biomassa
organik
di
Pulau Belakang Padang yang terendah terdapat pada stasiun I pada spesies
hemprichii,
yang
tertinggi
Enhalus
Persentase tipe sedimen pasir yang tertinggi pada semua stasiun terdapat pada stasiun IV yaitu 90,315
2
Halodule uninervis 0,404 g/m (Tabel 4). Hasil ini cukup rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra (2011) Di Perairan
Pulau
Barrang
Lompo
% dan terendah terdapat pada stasiun II yaitu 89,063 %. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 5. Spesies Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides dan Syringodium
2
Sulawesi Selatan yaitu 5,16 g/m . Hal ini juga sama bila dibandingkan dengan hasil penelitian Soedharma (2007) untuk nilai biomassa spesies Halodule
uninervis
dengan
nilai
iseotifolium adalah spesies tumbuhan lamun yang tumbuh pada substrat pasir dan patahan karang mati, terbuka saat surut, jauh dari pantai dan selalu digenangi air. Hutomo (1988) dalam
2
biomassa Organik Sebesar 9,2 g/m .
Takaen dengan dan Azkab (2010).
Tabel 5. Persentase Fraksi Sedimen Stasiun Kerikil (%) I 9,167 II 9,268 III 9,693 IV 8,657 Sumber: Data Primer 2012
Pasir (%) 89,664 89,063 90,118 90,315
Lumpur (%) 1,169 1,669 0,189 1,028
Tipe Sedimen Pasir Pasir Pasir Pasir
Perlu
KESIMPULAN DAN SARAN
dilakukan
penelitian
Spesies lamun yang ditemukan
lebih lanjut mengenai pertumbuhan
di perairan Pulau Belakang Padang
dan produksi biomassa daun lamun di
yaitu
Pulau Belakang Padang guna untuk
Syringodium
iseotifolium,
Halodule uninervis, Halophila ovalis,
melengkapi
Halophila
memperoleh informasi kepada pihak
spinulosa,
Thalassia
hemprichii dan Enhalus acoroides. Kerapatan lamun dari setiap
data
sehingga
dapat
yang terkait mengenai spesies lamun di Perairan Pulau Belakang padang.
stasiun yang tertinggi adalah spesies Thalassia terendah
hemprichii pada
spesies
ovalis.
Kerapatan
terbesar
yaitu
dan
Halophila
relative jenis
yang
yang
Thalassia
hemprichii dan kerapatan relative yang terendah setiap stasiun yaitu jenis Halophila ovalis. Sedangkan biomassa organik lamun yang tertinggi pada seluruh
stasiun
adalah
jenis
Syringodium iseotifolium dan yang terendah pada jenis Halophila ovalis.
DAFTAR PUSTAKA
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis
mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian ini baik pengambilan sampel lamun dan penulisan hasil penelitian ini. Terima kasih khususnya dosen pembimbing, bapak Ir. Syafril Nurdin, M.S dan Ibu Yuliati, S.Pi, M.Si.dan rekan-rekan laboratorium Pycologi dan ekologi perairan.
Takaendengan, K, dan Azkab, M.H, 2010. Struktur Komunitas Lamun Di Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Jurnal Oseanologi dan Limnologi – LIPI, Sulawesi Utara Volume 36. No 1 85-95. Zulkifli dan Efriyeldi. 2003. Kandungan Zat Hara dalam Air Poros dan Air Permukaan Padang Lamun Bintan Timur Riau. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 139-144 (2003). P. 139 – 144.
Halodule Uninervis Pada Ekositem Padang Lamun Di Perairan Pulau Barrang Lompo, Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar,81 hal. (tidak diterbitkan). Fahmi dan Adrim, M, Diversitas Ikan Pada Komunitas Padang Lamun Di Perairan Pesisir Kepulauan Riau. Jurnal Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Kepulauan Riau. Volume 35. No.1 75-90.
Imelda, S. 2008. Studi biomassa lamun (seagras) di perairan Tupejat Kecamatan Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatra barat. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 34-35 (tidak diterbitkan).
Susanti, 2012. Struktur Komunitas dan Zonasi Lamun (Seagrass) di Perairan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 58 hal (tidak diterbitkan).
Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun di Teluk Bakau Kepulauan Riau. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 95 hal. (tidak diterbitkan).
Hutomo, M. 1997. Proses Peningkatan Nutrient Mempengaruhi Kelangsungan HidupLamun.(online)(http://w ww.coremap.or.id/berita/articl e.php?id=160)
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hendra, 2011. Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daun Lamun Halophila Ovalis, Syringodium Isoetifolium Dan
KepMenLH. No 200, 2004. Kriteria Baku Kerusakan Dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun 6-7 hal. Begen, G. D. 2001. Pedoman Teknis: Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institit Pertanian Bogor, Bogor. 60 hal.