STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES)
DARI FAMILI LEGUMINOSAE
AGUNG PRASETYO
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Department of Forest Products
ANATOMICAL STRUCTURE AND FIBER QUALITY OF SIX SPECIES BELONG TO THE LEAST-KNOWN WOOD SPECIES FROM LEGUMINOSAE Agung Prasetyo, Imam Wahyudi, and Sri Rulliaty INTRODUCTION: The possible ways to support wood industry regarding the lacking of wood as
materials are utilising wood from plantation and wood belongs to the Least Known Wood Species (LKWS). To utilize the LKWS properly, information about basic properties of these woods namely their anatomical structure, fiber quality, physical-mechanical property, and chemical component was very important to be known. Since research of the LKWS was never been conducted, the objective of this study was to investigate the anatomical structure and its fiber quality in order to optimize their utilization. From 800 species (251 genus, 77 families) of Xylarium Bogoriense of Forest Products Research and Development Center Bogor’s collection, six species belong to the LKWS from Leguminosae namely Leucaena glabrata Rose, L. pulverulenta Benth, Pithecellobium angulatum Benth, P. jiringa Prain, Serianthes grandiflora Benth, and S. minahassae Harms., were selected as the samples studied.
METHODS: Wood structure and fiber dimension were observed from maceration and microtome
specimens. These specimen were made following procedural standard of Forest Products Laboratory method. Wood characteristics observed following the list of International Association of Wood Anatomist Committee. The data were then analyzed using t-student including the variation in fiber length between species of the same genus. The possibility utilization for pulp and paper manufacturing was determined by differentiation value of fiber dimension.
RESULT: Macroscopic characteristic of six species studied are white to brown blackish in heartwood easy to be distinguished to the lighter of sapwood, moderately fine to coarse in texture, straight to interlocked in grain, dull to very glossy in lustre, moderately soft to hard in hardness. The main microscopic characteristics are growth ring indistinct, diffuse in porous, tyloses are absent but have dark yellow of amorphous substances, simple perforation with polygonal-alternate of pit, pit has tail structure, homocellular of ray with procumbent cells only, multiseriate 1-3 cells, crystals prismatic in chambered axial parenchyma cells. Specific distinguishing characters among the six species are parenchyma type, pore arrangement, pore frequent, existences of septate fibers, pit size, and fiber length. According to fiber quality criteria, P. angulatum and P. jiringa are the potential species for pulp and paper manufacturing. Their pulp quality belongs to II grade, better than Acacia mangium. Keywords: Leucaena spp., Pithecellobium spp., Serianthes spp., wood structure, and fiber quality
Tahun masuk: 2005, Ayah: Wasidi Ibu: Murti Aminah, Alamat Rumah: Taman Muara, RT 05/09, Bogor 16119.
STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES)
DARI FAMILI LEGUMINOSAE
AGUNG PRASETYO E24051070
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN AGUNG PRASETYO, Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Enam Jenis Kayu Sangat Kurang Dikenal (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) dari Famili Leguminosae. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. IMAM WAHYUDI, MS dan Dra. SRI RULLIATY, MSc. Permasalahan yang dihadapi oleh industri perkayuan di Indonesia saat ini adalah kurangnya pasokan bahan baku kayu. Mengingat pasokan kayu dari hutan alam yang legal hanya berkisar 3 juta m3 padahal kebutuhan kayu diperkirakan 63,48 juta m3 per tahun (Laban, 2005), selain pemanfaatan jenis-jenis kayu dari hutan tanaman rakyat, maka pemanfaatan jenis-jenis kayu yang sangat kurang dikenal (The Least Known Wood Species) menjadi alternatif yang sangat disarankan apalagi ketersediaan jenis-jenis kayu yang selama ini digunakan cenderung terus berkurang. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari struktur anatomi kayu Leucaena spp., Pithecelobium spp., dan Serianthes spp. dari famili Leguminosae sebagai landasan pemanfaatannya yang optimal dan mengetahui kualitas serat kayu-kayu tersebut untuk menilai kesesuaiannya sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enam jenis kayu yang diteliti memiliki ciri makroskopis sebagai berikut: warna kayu putih sampai coklat kehitaman yang dapat dibedakan dari bagian gubalnya yang lebih cerah, tekstur agak halus sampai kasar, arah serat lurus hingga berpadu, kusam sampai mengkilap, kekerasan agak lunak sampai keras. Ciri mikroskopis yang utama meliputi: lingkar tumbuh tidak jelas, porositas tata baur, tidak memiliki tilosis tetapi dijumpai adanya endapan berwarna kuning pekat, bidang perforasi sederhana dengan susunan ceruk berselang-seling segi banyak, berumbai, jari-jari homoseluler yang seluruhnya adalah sel baring, multiseriat dengan 1-3 seri, terdapat kristal prismatik di dalam parenkim aksial berbilik. Ciri spesifik pembeda diantara ke enam jenis kayu yang diteliti diantaranya adalah tipe parenkim, pengelompokan pori, frekuensi pembuluh, ada tidaknya serat bersekat, ukuran ceruk, dan panjang serat. Berdasarkan kriteria kualitas serat kayunya, maka P. angulatum dan P. jiringa merupakan jenis-jenis terbaik yang dapat direkomendasikan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Pulp yang dihasilkan masuk dalam kategori Kelas Kualitas II, dengan scoring yang lebih baik dibandingkan kualitas serat kayu Acacia mangium. Kata Kunci: Leucaena spp., Pithecellobium spp., Serianthes spp., kualitas serat.
LEMBAR PENGESAHAN JUDUL SKRIPSI
: STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT ENAM JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL (THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES) DARI FAMILI LEGUMINOSAE
NAMA
: AGUNG PRASETYO
NRP
: E24051070
PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI HASIL HUTAN
Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua
Anggota D o
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS NIP: 19630106 198703 1 004
Dra. Sri Rulliaty, M.Sc NIP. 19570314 198203 2 002 D
s e n
o s Mengetahui, e Ketua Departemen Hasil Hutan n
o P
s
e
e
m
n
b Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc P NIP : 19630711 199103 1 002 e
i
P
m
e
m
b
m
b
i
b
i
n
i
m
g
m
Tanggal Ujian: 30 Desember 2009
Lulus:
b
b
i
i
n
n
g
g
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Enam Jenis Kayu Sangat Kurang Dikenal (The Least Known Wood Species) dari Famili Leguminosae” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri
dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
Agung Prasetyo NRP E24051070
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Enam Jenis Kayu Sangat Kurang Dikenal (The Least Known Wood Species) dari Famili Leguminosae” dapat diselesaikan dengan
lancar dan tepat waktu. Penyelesaian penelitian ini tak lepas dari peran berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Dra. Sri Rulliaty, M.Sc sebagai komisi pembimbing dan atas segala arahan dan bimbingannya. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan pula kepada seluruh peneliti dan staff di bagian Anatomi Kayu Puslitbang Hasil Hutan Bogor yang membantu dalam kelancaran penelitian. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada keluarga tercinta; Ibu, Bapak, dan adik-adik (Guntari, Ambar dan Wulan) atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya selama ini. Kepada keluarga besar Bu’de Yuni, Ibu Laya yang selalu tulus memberikan bantuan dan dukungannya. Kepada mas Arizia, S. Hut dan mas Oki, S. Hut yang selalu memotivasi dan memonitor perkembangan penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan; Heri, Haerul, Dayat, Budi, Fahriyan, Dewi Ramdhania, Dhiah Nurhayati, Yuzuardi dkk, Agung L, Indra Juniawan dan rekan-rekan fakultas kehutanan IPB atas segala dukungan dan kerjasamanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pihakpihak yang berkepentingan.
Bogor, Desember 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta, pada 25 April 1987 sebagai anak pertama dari pasangan Wasidi Poernomo dan Murti Aminah. Pada tahun 1993 penulis memulai pendidikan dasar di SDN Cikaret 01 Bogor kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 3 Bogor pada tahun 2000, dan pada tahun 2003 melanjutkan ke SMU Negeri 3 Bogor. Pada tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan antara lain: staf Komisi A Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB dan staf Human Resources Department IFSA Local Committee (LC) IPB pada tahun 2006, koordinator acara ”KOMPAK DHH 2007”, Ketua Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) masa bakti 2007-2008 dan Wakil Ketua Bina Corps Rimbawan Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2008. Pengalaman kerja semasa mahasiswa adalah Praktek Kerja Lapang di PT. Foresta Hijau Lestari (PT.FHL) Balikpapan, Kalimantan Timur pada bulan Maret-Mei 2009. Salah satu prestasi penulis adalah ikut dan lolos pendanaan PKM-P yang berjudul ”Pengawetan kayu Sengon dengan menggunakan kulit buah Manggis” pada tahun 2006. Penulis juga termasuk 12 finalis mahasiswa berprestasi Fakultas Kehutanan (MAPRESI 2008) pada tahun 2008. Praktek lapang yang pernah diikuti diantaranya: Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di CilacapBaturaden KPH Banyumas Barat tahun 2007 dan juga Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Gunung Walat Sukabumi tahun 2008. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Enam Jenis Kayu Sangat Kurang Dikenal (The Least Known Wood Species) dari Famili Leguminosae” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Dra. Sri Rulliaty, MSc.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................. i DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. v BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Tujuan ............................................................................................... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Leucaena spp...................................................................................... 3 B. Pithecellobium spp ............................................................................. 5 C. Serianthes spp .................................................................................... 5 D. Ciri Anatomi Kayu ............................................................................. 6 E. Pulp dan Kertas..................................................................... ................ 21 BAB III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu ............................................................................. 23 B. Bahan dan Alat .................................................................................. 23 C. Metode Penelitian 1. Pembuatan preparat maserasi dan pengukuran dimensi serat ......... 24 2. Pengamatan struktur anatomi kayu .............................................. 25 3. Pengolahan data........................................................................... 26 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Leucaena glabrata Rose............................................................ 28 2. Leucaena pulverulenta Benth .................................................... 30 3. Pithecellobium angulatum Benth............................................... 32 4. Pithecellobium jiringa Prain ...................................................... 34 5. Serianthes grandiflora Benth .................................................... 36 6. Serianthes minahassae Harms ................................................... 38 i
B. Pembahasan 1. Struktur anatomi enam jenis kayu yang diteliti .......................... 41 2. Kualitas serat ............................................................................ 41 3. Kemungkinan penggunaan jenis lainnya .................................... 48 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ....................................................................................... 49 B. Saran ................................................................................................. 49 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Preparat mikrotom .................................................................................... 25 2. Leucaena glabrata Rose............................................................................ 29 3. Leucaena pulverulenta Benth ...................................................................... 31 4. Pithecellobium angulatum Benth............................................................... 33 5. Pithecellobium jiringa Prain...................................................................... 35 5. Serianthes grandiflora Benth ................................................................... 37 7. Serianthes minahassae Harms ................................................................... 39 8. Kristal prismatik ....................................................................................... 40 9. Bidang perforasi sederhana ....................................................................... 40 10. Endapan kuning pekat ............................................................................. 40 11. Pori bergerombol .................................................................................... 40 12. Nilai Runkel ratio ................................................................................... 43 13. Nilai felting power .................................................................................. 43 14. Nilai Muhlsteph ratio .............................................................................. 44 15. Nilai flexibility ratio ................................................................................ 45 16. Nilai coefficient of rigidity....................................................................... 45 17. Serat terpanjang pada L. glabrata Rose ................................................... 47 18. Serat terpendek pada S. grandiflora Benth............................................... 47 19. Serat P. angulatum Benth dan P. jiringa Prain ........................................ 47
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas ...... 21 2. Jenis kayu dan lokasi asal contoh ................................................................. 23 3. Rata-rata dimensi serat 6 jenis kayu ............................................................. 42 4. Hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan sebaran t- student pada selang kepercayaan 95% .............................................................................. 42 5. Scoring kualitas serat keenam jenis kayu ...................................................... 46 6. Perbandingan serat P. angulatum dan P. jiringa dengan A. mangium............ 48
iv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Rekapitulasi Ciri Mikroskopis Enam Jenis Kayu yang Diteliti ...................... 53 2. Hasil Pengukuran Hasil Preparat Mikrotom.................................................. 57 3. Nilai Tengah Populasi, Standar Deviasi dan Selang Kepercayaan 95% Hasil Pengukuran Preparat Mikrotom ......................................................... 69 4. Hasil Pengukuran Dimensi Serat .................................................................. 70 5. Nilai Tengah Populasi, Standar Deviasi dan Selang Kepercayaan 95% Hasil Pengukuran Preparat Maserasi ........................................................... 82 6. Perhitungan Uji Beda Nyata dengan Sebaran t-student terhadap Panjang Serat ............................................................................................................ 83
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi oleh industri perkayuan di Indonesia saat ini adalah kurangnya pasokan bahan baku kayu. Berdasarkan data bersama antara Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, jumlah industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) tercatat sebanyak 1540 unit dengan kebutuhan kayu sekitar 63,48 juta m3 per tahun (Laban, 2005). Dari jumlah tersebut, pasokan kayu dari hutan alam yang legal hanya berkisar 3 juta m3. Dengan demikian, fungsi hutan tanaman sebagai pemasok kayu bahan baku industri dan atau pemanfaatan jenis-jenis kayu yang sangat kurang dikenal (The Least Known Wood Species) menjadi alternatif yang sangat disarankan apalagi mengingat ketersediaan jenis-jenis kayu yang selama ini digunakan cenderung terus berkurang. Untuk memanfaatkan jenis-jenis yang sangat kurang dikenal tersebut diperlukan informasi tentang sifat-sifat dasar kayu yang meliputi sifat anatomi termasuk turunan dimensi seratnya, sifat fisis, mekanis dan kimia. Keseluruhan sifat tersebut akan menggambarkan karakteristik dan kualitas masing-masing jenis kayu sehingga pemanfaatannya pun dapat lebih optimal. Ciri anatomi dapat diketahui melalui serangkaian uji laboratorium yang biasa dikenal dengan pengamatan
makro-, mikro- dan sub-mikroskopisnya.
Pengamatan makroskopis hanya menggunakan kaca pembesar sebagai alat bantu, sedangkan pengamatan mikro- dan submikroskopis membutuhkan mikroskop baik mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron. Rowel (2005) menyebutkan bahwa mengenal jenis kayu merupakan hal penting dan perlu diketahui oleh pihak-pihak terkait tidak hanya oleh praktisi dibidang industri dan teknologi perkayuan, namun juga oleh pemerintah, museum, dan para peneliti khususnya yang berkecimpung dibidang botani, ekologi, antropologi, apalagi kehutanan secara umum. Sampai saat ini dari 3233 jenis contoh kayu yang tersimpan di Xylarium Bogoriensis 1915 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor, 800
1
jenis (251 marga dari 77 suku) diantaranya belum pernah diteliti dan belum diketahui ciri anatomisnya. Kelompok kayu tersebut oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor disebut dengan istilah kelompok kayu sangat kurang dikenal (The Least Known Wood Species). Tiga diantaranya adalah Leucaena spp., Pithecellobium spp., dan Serianthes spp. dari famili Leguminosae. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini diarahkan untuk mempelajari ciri anatomi enam jenis kayu kelompok sangat kurang dikenal khususnya dari famili Leguminosae untuk penggunaan yang paling optimal. Selain ciri anatomis, kualitas serat yang tercermin dari nilai turunan dimensi seratnya juga diteliti untuk memprediksi kelayakannya sebagai bahan baku pulp dan kertas. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1.
Mempelajari struktur anatomi jenis-jenis kayu Leucaena spp., Pithecelobium spp., dan Serianthes spp. sebagai landasan pemanfaatan yang optimal
2.
Mengetahui kualitas serat kayu-kayu tersebut untuk menilai kesesuaiannya sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas.
C. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi pengguna terkait pemanfaatan optimal keenam jenis kayu yang diteliti, dan sekaligus mendorong dilakukannya penelitian tentang sifat-sifat dan kegunaan jenis-jenis kayu sangat kurang dikenal lainnya dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pihak industri perkayuan di tanah air.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Leucaena spp. Leucaena spp. yang lebih dikenal dengan nama lamtoro adalah sejenis perdu atau pohon berukuran kecil dari famili Leguminosae (polong-polongan). Tumbuhan yang berasal dari Amerika Latin ini sudah sejak ratusan tahun yang lalu dimasukkan ke pulau Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan (Ogata et al., 2008). Satu diantaranya adalah Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit. mengacu pada bongkol bunganya yang berwarna keputihan atau L. glabrata Rose yang dikenal sebagai lamtoro gung karena tumbuhan ini berukuran besar (pohon, daun, bunga, dan buah) dibandingkan jenis lamtoro yang lain. Klasifikasi ilmiah tumbuhan ini adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Leguminosae
Upfamili : Mimosoideae Genus
: Leucaena
Spesies
:
1. L. leucocephala (Lam.) de Wit subspesies glabrata (Rose) Zárate 2. L . leucocephala (Lam.) de Wit subspesies pulverulenta (Schltdl.) Benth Menurut Heyne (1989) dan Ogata et al. (2008), lamtoro gung baru menyebarluas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Tumbuhan ini dikenal pula dengan sebutan lain seperti pĕlĕnding, peuteuy sélong (Sunda); kemlandingan, mètir, lamtoro dan lamtoro gung (untuk varietas yang bertubuh lebih besar) (Jawa); serta kalandhingan (Madura). Nama dalam berbagai bahasa asing di antaranya adalah petai belalang atau petai jawa (Malaysia), lamandro (Papua), ipil-ipil, elena, atau kariskis (Filipina.), krathin (Thailand), leucaena atau white leadtree (Inggris), dan leucaene atau faux mimosa (Perancis).
3
Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola tanam campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3-10 m, di antara larikan tanaman pokok, dan digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup bagi tanamantanaman yang melilit seperti lada, panili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao. Di hutan-hutan tanaman jati yang dikelola Perum Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan erosi dan meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen (Heyne, 1989). Lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg. Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kerapatan 500-600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 3050% bergantung pada umurnya. Kayu lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik dan mudah pula dikerjakan. Sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar. Batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon bercabang banyak. Kayu terasnya berwarna coklat kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap bahan pengawet (Heyne, 1989). Lamtoro juga merupakan kayu pulp yang baik, yang cocok untuk produksi pulp, kertas atau rayon. Kayunya menghasilkan 50-52% pulp, dengan kadar lignin rendah dan panjang serat 1,1-1,3 mm. Dari 51 jenis yang tercatat di beberapa literatur, hanya 10 jenis yang benar-benar lamtoro yaitu L. leucocephala, L. pulverulenta, L. diversifolia, L. lanceolata, L. collinsii, L. esculenta, L. macrophylla, L. retusa, L. shannoni dan L. trichodes sedangkan sisanya diragukan (Brewbaker et al., 1972).
4
B. Pithecellobium spp. Pithecellobium adalah jenis kacang-kacangan dalam famili Leguminosae. Jenis yang dikenal dengan nama daerah jering atau jengkol ini adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap dan digemari di Malaysia, Thailand dan Indonesia sebagai bahan pangan meski dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin terutama bila dimakan segar sebagai lalap. Menurut Ogata et al. (2008), tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat. Klasifikasi ilmiah tanaman ini adalah sebagai berikut: Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Leguminosae
Upfamili
: Mimosoideae
Genus
: Pithecellobium
Spesies
:
1.
Pithecellobium angulatum Benth
2.
Pithecellobium jiringa Prain
C. Serianthes spp. Serianthes umumnya berupa pohon besar dengan kanopi berukuran 2040 m, batang silindris (diameter mencapai 150 cm), lurus (tingginya 12-30 m), kulit kayu kurang dari 25 mm berwarna merah, abu-abu atau cokelat, kasar atau hampir mulus, berjerawat, lenticels bulat (berwarna merah) dan memiliki eksudat (getah) yang tidak berwarna, tidak mudah mengalir, warna tidak berubah saat terpapar udara, dan tidak lengket, ujungnya tidak tertutup oleh kuncup daun. Salah satu species yang cukup dikenal adalah Serianthes minahassae subspesies ledermannii (Harms) Kanis. Kayu ini juga dikenal dengan nama daerah somber, teduhu puteh (Sulawesi Selatan), terhus (Sulawesi Utara), perperie, tiriw 5
(Maluku), dan sembrie-en (Papua), serta nama perdagangan terkuse (Abdurrohim dkk., 2004). Klasifikasi ilmiah tumbuhan ini adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rosales
Famili
: Leguminosae
Upfamili : Mimosoideae Genus
: Serianthes
Spesies: 1. Serianthes grandiflora Benth 2. Serianthes minahassae subspesies ledermannii (Harms) D. Ciri Anatomi Kayu Struktur anatomi kayu dapat diamati melalui pengamatan makroskopis (sifat kasar kayu), mikroskopis dan submikroskopis. 1. Ciri Makroskopis Menurut Tsoumis (1991), ciri makroskopis kayu adalah karakteristik yang terlihat pada kayu tanpa harus menggunakan mikroskop. Umumnya pengamatan dilakukan dengan bantuan lup perbesaran 10-15 kali. Warna, corak, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, bau dan rasa, serta kekerasan merupakan ciri makroskopis kayu yang umumnya diamati (Mandang dan Pandit, 2002). a. Warna kayu Menurut Pandit & Ramdan (2002), warna asli kayu sangat bervariasi dari hampir putih sampai hitam. Warna kayu disebabkan karena adanya zat ekstraktif. Perbedaan warna tidak hanya terjadi antar jenis, tetapi juga dalam jenis yang sama, bahkan dapat terjadi dalam sebatang kayu. Warna dari suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh lokasinya di dalam batang, umur pohon saat ditebang, serta kelembaban udara dan penyingkapan. Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua mempunyai warna yang lebih gelap.
6
Menurut Mandang dan Pandit (2002), warna kayu dapat berubah oleh serangan jamur khususnya kayu-kayu yang berwarna putih yang akan berubah menjadi biru atau hitam. Warna demikian bukan warna asli dari kayu dan tidak dapat digunakan dalam penetapan warna kayu. b. Tekstur kayu Tekstur kayu adalah suatu sifat yang menunjukkan ukuran relatif dari sel-sel dominan penyusun kayu. Kayu dikatakan bertekstur halus apabila ukuran selsel dominannya sangat kecil, sementara bertekstur kasar jika sel-sel dominannya berukuran besar (Mandang dan Pandit, 2002). Rata atau tidaknya permukaan kayu berhubungan dengan penampilan selselnya, dan memberikan indikasi perbedaan struktur di dalam satu riap tumbuh. Permukaan kayu berpori tata lingkar umumnya tidak rata dibandingkan dengan kayu berpori tata baur. Kayu daun jarum yang mempunyai transisi yang tajam dari kayu awal ke kayu akhir juga mempunyai tekstur yang tidak rata (Tsoumis, 1991). c. Arah serat Arah serat adalah orientasi memanjang sel-sel dominan penyusun kayu terhadap sumbu batang. Dikatakan berserat lurus jika orientasi sel-sel dominan searah dengan sumbu batang. Kayu berserat miring apabila orientasi sel-sel dominan membentuk sudut terhadap sumbu batang (Mandang dan Pandit, 2002). d. Kilap Kayu dikatakan mengkilap apabila permukaannya memantulkan cahaya. Ada jenis-jenis kayu yang kusam, agak mengkilap, dan sangat mengkilap (Mandang dan Pandit, 2002). e. Kesan raba Kesan raba dinilai dari licin atau kesatnya permukaan kayu. Penetapannya dilakukan dengan meraba permukaan kayu dengan jari. Beberapa jenis kayu terasa licin atau berminyak jika diraba. Umumnya kayu dengan tekstur halus dan berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang licin. Kesan licin dapat pula bertambah jika kayu mengandung lilin (Mandang dan Pandit, 2002). 7
f. Bau dan rasa Pada umumnya kayu memiliki bau dan rasa tertentu apalagi waktu masih segar tetapi kebanyakan bau dan rasa tersebut sulit untuk diterangkan. Hanya beberapa diantaranya memiliki bau dan rasa yang mudah dikenal (Mandang dan Pandit, 2002). g. Kekerasan Tingkat kekerasan kayu secara kualitatif terdiri dari sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan menyayat kayu pada arah tegak lurus serat. Semakin keras, kayu akan semakin sukar disayat dan bekas sayatannya pun mengkilap (Mandang dan Pandit, 2002). 2. Ciri Mikroskopis dan Submikroskopis Ciri mikroskopis adalah ciri yang hanya dapat diamati dengan bantuan mikroskop cahaya, sedangkan ciri submikroskopis membutuhkan bantuan mikroskop elektron. Pengamatan dan pengukuran terhadap ciri mikroskopis ditujukan pada sel-sel penyusun kayu yang meliputi macam, susunan dan penyebarannya, sedangkan ciri submikroskopis memfokuskan pada karakter atau tanda-tanda yang terdapat di dinding sel. a. Lingkaran tumbuh Lingkaran tumbuh adalah batas antara sel-sel yang dibentuk akibat perubahan musim namun tidak mesti dalam satu tahun. Lingkar tumbuh berbeda dengan lingkar tahun dalam hal waktu pembentukannya. Lingkaran tahun adalah lingkaran tumbuh yang terbentuk setiap satu tahun. Pengelompokkan suatu jenis kayu berdasarkan lingkaran tumbuh atau lingkaran tahunnya dibagi menjadi dua golongan, yaitu: (i) Kayu yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas, yaitu kayu yang mempunyai perubahan struktur yang mendadak pada batas antara kayu awal dan kayu akhir. Umumnya perubahan pada ketebalan dinding sel dan atau perubahan perubahan pada diameter radial seratnya. (ii) Kayu yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang tidak jelas atau tidak ada, dimana lingkaran tumbuhnya samar atau kurang jelas yang ditandai 8
oleh perubahan struktur yang terjadi secara berangsur-angsur pada zona tertentu, atau sama sekali tidak dapat dilihat dengan jelas. b. Sel pembuluh (pori-pori) Menurut Tsoumis (1991), sel pembuluh atau pori-pori kayu hanya terdapat pada kayu daun lebar. Dalam batang, sejumlah sel pori tersusun secara bertingkat membentuk satu kesatuan ke arah longitudinal menyerupai pipa (saluran) yang panjangnya bervariasi. Struktur yang demikian lebih dikenal sebagai jaringan pembuluh. Panjang satu sel pembuluh pada umumnya berkisar antara 200-1000 µm dengan diameter berkisar antara 40-400 µm, bergantung pada jenis kayunya. Namun jarang yang kurang atau lebih dari itu. Pada pohon, sel-sel inilah yang berfungsi sebagai penyalur air dan zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya. Ciri pembuluh dapat berbeda dari satu jenis ke jenis lainnya. Ciri tersebut meliputi sebaran, susunan, diameter, frekuensi, bentuk bidang perforasi, dan isi (Mandang dan Pandit, 2002). Wheeler et al., (1989) menyebutkan ciri-ciri pembuluh yang digunakan sebagai dasar identifikasi, antara lain: (i) Sebaran pori (porositas) Berdasarkan sebaran porinya, kayu dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: a) Berpori tata lingkar (ring porous) Berpori tata lingkar adalah bila letak pori besar terpisah dari pori kecil dalam satu riap tumbuh sehingga membentuk zona pemisahan yang jelas. Pada kayu demikian terdapat perubahan mendadak dari kayu awal ke kayu akhir. b) Berpori semi tata lingkar Berpori semi tata lingkar bila zonasi pemisahan antara pori besar dan kecil tidak begitu jelas. Kayu semi tata lingkar dapat terbentuk dari kepadatan porinya, misalnya pada kayu awal keberadaan pori lebih banyak atau lebih rapat (jumlah persatuan luasnya lebih banyak) daripada keberadaan pori pada kayu akhir. Atau dengan kata lain kayu 9
yang termasuk semi tata lingkar yaitu kayu-kayu yang memiliki susunan pori peralihan antara tata lingkar dengan tata baur (diffuse). c) Berpori tata baur (diffuse) Berpori tata baur apabila pori besar dan pori kecil tersebar merata pada permukaan kayu atau tidak terdapat perbedaan lokasi antara pori besar dan pori kecil dalam satu riap tumbuh atau tidak ada perbedaan ukuran pori dalam satu lingkaran tahun. Kelompok ini hampir mencangkup seluruh jenis kayu tropis dan juga kebanyakan kayu dari daerah sub tropis. (ii) Susunan pori Dikenal ada tiga susunan pori, yaitu: a) Tersusun tangensial, yaitu pori yang tersusun tegak lurus jari-jari hingga membentuk pita baik pendek maupun panjang. Pita-pita ini dapat berbentuk lurus maupun bergelombang. b) Tersusun secara diagonal dan atau dalam pola radial, yaitu pori yang tersusun mengarah radial atau semi antara tangensial dan radial. c) Tersusun dendritik, yaitu pori yang tersusun dengan pola bercabang, atau tersusun seperti lidah api. (iii) Pengelompokan pori Dikenal ada 3 pengelompokan pori, yaitu: a) Hampir seluruhnya soliter, dimana 90% atau lebih dari pori secara keseluruhan terpisah satu dengan yang lainnya karena dikelilingi oleh jaringan lain, misalnya 90% atau lebih tidak berhubungan antar pori. b) Berganda radial, yaitu 4 atau lebih pori yang saling berdekatan c) Bergerombol, yaitu pori sering terlihat membentuk grup-grup dari tiga atau lebih dan terjadi kontak baik pada bidang radial maupun tangensial. (iv) Bidang Perforasi Dikenal beberapa bentuk bidang perforasi, yaitu: a) Bentuk sederhana, yaitu bidang perforasi yang berbentuk lubang tunggal dari bulat sampai oval. 10
b) Bentuk tangga yaitu bidang perforasi dengan lubang yang memanjang kesamping dan tersusun bertingkat ke bawah menyerupai tangga. Bidang perforasi demikian dapat dibedakan menurut jumlah palang (anak tangga), yaitu yang ≤ 10 palang, 20-40 palang, dan yang ≥ 40 palang. c) Bentuk retikulat yakni bidang perforasi yang terdiri dari lubang-lubang kecil kadang tidak teratur yang menyerupai jala. d) Bentuk foraminat yakni bidang perforasi dengan bukaan berbentuk bulat atau elips dan terdapat lubang-lubang seperti bentuk ayakan. Biasanya dinding pori lebih tebal dari pada dinding pada retikulat itu sendiri. e) Tipe lain dengan bentuk yang kompleks atau seperti pada bentuk radiat. (v) Ceruk (d/h. Noktah) a) Ceruk antar pembuluh (diantara elemen pembuluh) i. Bentuk tangga, yaitu ceruk memanjang atau mirip deretan anak tangga. ii. Berhadapan, yaitu ceruk antar pembuluh yang tersusun dalam barisan pendek sampai panjang yaitu baris arah melintang panjang pembuluh. iii. Selang-seling, yaitu ceruk antar pembuluh yang tersusun berupa deretan diagonal. iv. Selang-seling bentuk poligonal, yaitu garis luar ceruk bersegi dan lebih dari 4 sisi bila dilihat pada permukaan longitudinal. b) Ceruk persilangan antara pembuluh dengan jari-jari i. Dengan halaman yang jelas, sama dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh pada seluruh sel jari-jari. ii. Dengan halaman yang sangat dipersempit sampai terlihat sederhana; ceruk bundar atau bersudut. iii. Dengan halaman sangat dipersempit sampai tampaknya sederhana; ceruk horisontal, bentuk tangga atau jala sampai vertikal. iv. Dengan dua macam ukuran atau tipe yang jelas dalam sel yang sama. v. Bergabung searah, (>10 µm) 11
vi. Terbatas pada baris marjinal. (vi) Diameter lumen pembuluh Diameter pori diukur pada bidang lintang. Pembuluh yang diukur harus mewakili semua ukuran sel pembuluh yang ada. Diameter lumen tangensial pembuluh tidak termasuk dinding selnya diukur pada bagian terlebar dari terowongan pembuluh. Pengukuran minimum harus sebanyak 25 kali ulangan. (vii) Jumlah atau frekuensi pembuluh per mm2 Jumlah pembuluh per satuan luas permukaan lintang dapat mempunyai nilai yang cukup besar di dalam identifikasi kayu. Setiap individu dihitung sebagai satuan individu. (viii) Rata-rata panjang sel pembuluh Diukur melalui hasil proses maserasi sebanyak 25 elemen pembuluh. (ix) Tilosis dan bahan endapan di dalam pori Tilosis dikatakan ada jika terdapat suatu bahan (gelembung, tonjolan) yang keluar dari dinding pori yang berasal dari sel parenkim jari-jari maupun parenkim aksial melalui ceruk, sehingga sebagian maupun keseluruhannya menyumbat lumen pori tersebut. Sering terdapat pada bagian kayu teras (jarang terdapat di bagian luar kayu gubal). c. Serat Sel-sel yang berbentuk langsing dikenal dengan nama serat. Dinding umumnya lebih tebal daripada dinding parenkim maupun dinding pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 µm, tergantung pada jenis pohon dan posisinya dalam batang. Diameternya 15-50µm. Ketebalan dindingnya relatif: dapat tipis, tebal maupun sangat tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya hampir seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mandang dan Pandit, 2002). Serat berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanik pada batang karena mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Berdasarkan jenis ceruk, serat pada daun lebar dibagi menjadi dua macam, yaitu serat libriform (libriform fiber) 12
dan serat trakeid (tracheid fiber). Serat libriform memiliki ceruk sederhana yang lebih kecil dan bersifat memberikan kekuatan karena diameternya relatif kecil dan lumen selnya lebih sempit. Serat libriform terlihat lebih ramping bila dibandingkan dengan serat trakeida sehingga terlihat lebih panjang. Umumnya ceruk-ceruk pada dinding serat libriform lebih banyak terdapat pada dinding radial dibandingkan dinding tangensialnya. Pada dinding vertikal dari sel serat sering terdapat modifikasi-modifikasi seperti yang terdapat pada serat trakeida. Serat libriform dan serat trakeida mungkin terdapat secara bersama-sama pada suatu jenis kayu. Perbedaan antara dua macam sel ini sangat sedikit sehingga dalam preparat anatomi, kedua sel ini sulit dibedakan karena sifat-sifat ceruknya yang menjadi ciri terkadang sulit dilihat. Oleh karena itu kedua macam sel ini disebut sebagai sel serat. Seringkali 50% atau lebih volume dari kayu daun lebar ini disusun oleh sel serat (Pandit dan Ramdan, 2002). Wheeler et al., (1989) menyebutkan ciri-ciri serat yang digunakan sebagai dasar identifikasi, sebagai berikut: (i) Jaringan dasar serat Pengamatan terhadap bentuk dan distribusi dari ceruk serat hanya pada bidang radial dan tangensial karena pengamatan pada bidang lintang tidak seteliti pada bidang radial atau tangensial. Namun pada bidang radial dan tangensial maupun bidang lintang dapat ditentukan jenis ceruk yaitu berhalaman atau (semuanya) sederhana. (ii) Serat bersekat Serat bersekat adalah serat dengan dinding tipis dan tidak berceruk. Sekat terjadi setelah dinding sekunder telah terbentuk. Oleh karenanya serat tidak berhubungan dengan lamela tengah. Antar serat biasanya tidak terlignifikasi. (iii) Tebal dinding serat Menurut ketebalannya dinding serat dapat dibagi menjadi tiga, yakni: a) Sangat tipis; jika diameter lumen tiga kali lipat atau lebih dari tebal dua kali dinding serat
13
b) Tipis sampai tebal; jika diameter lumen kurang dari tiga kali tebal dari dua kali dinding serat c) Sangat tebal; jika lumen hampir tertutup d. Parenkim Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Menurut penyusunannya, parenkim dibedakan menjadi dua macam yaitu parenkim aksial yang tersusun vertikal dan parenkim jari-jari yang tersusun secara horisontal (Pandit dan Ramdan, 2002). Wheeler et al., (1989) menyebutkan jenis parenkim yang digunakan sebagai dasar identifikasi, yaitu: (i) Parenkim aksial apotrakea, yaitu parenkim aksial yang tidak berhubungan dengan pembuluh, terdiri dari parenkim aksial baur (diffuse) dan parenkim aksial kelompok baur (diffuse in agregate). (ii) Parenkim aksial paratrakea, yaitu parenkim aksial yang berhubungan dengan pembuluh atau trakeida vaskular. Parenkim aksial paratrakea terdiri dari parenkim aksial paratrakea jarang, parenkim aksial vasisentrik, parenkim aksial aliform (ketupa dan bersayap), parenkim aksial konfluen, dan parenkim aksial paratrakea sepihak. (iii) Parenkim aksial bentuk pita terdiri dari parenkim bentuk pita dengan lebar lebih dari tiga sel, parenkim bentuk pita tipis 1-3 sel, parenkim aksial bentuk jala (retikulat), parenkim aksial bentuk tangga (scalariform), dan parenkim marjinal atau menyerupai pita-pita marjinal. (iv) Untaian parenkim, yaitu jajaran sel-sel parenkim aksial yang terbentuk melalui pembagian secara transversal terhadap satu sel kambium fusiform awal. e. Jari-jari Jari-jari berfungsi sebagai jalan angkutan bagi cairan pohon dalam arah horisontal dari dan ke lapisan floem. Sel jari-jari diproduksi dari pembelahan sel induk jari-jari dalam kambium. Inisial jari-jari sendiri berasal dari
14
pembelahan inisial jari-jari sendiri atau yang lain atau juga dari pembelahan yang tidak sama dari inisial bentuk kumparan (Haygreen dan Bowyer, 1989). Wheeler et al., (1989 and 1998) menyebutkan ciri-ciri jari-jari yang digunakan sebagai dasar identifikasi, yaitu: (i) Berdasarkan lebar jari-jari a) Jari-jari seluruhnya uniseri b) Lebar jari-jari 1-3 seri c) Lebar jari-jari 4-10 seri d) Lebar jari-jari ≥ 10 seri e) Jari-jari dengan bagian multiseri (berseri banyak) mempunyai lebar yang sama dengan bagian uniseri (berseri satu). (ii) Berdasarkan tinggi jari-jari Jari-jari > 1 mm termasuk jari-jari yang berkategori tinggi. (iii) Jari-jari yang terdiri dari dua ukuran Jari-jari membentuk dua populasi yang tegas dalam lebar maupun tinggi jika dilihat pada penampang tangensial. (iv) Komposisi sel jari-jari a) Seluruhnya sel baring Sel baring jari-jari adalah suatu sel parenkim pada jari-jari yang dimensi panjangnya kearah radial jika dilihat dari bidang radial b) Semua sel tegak dan atau bentuk persegi Sel tegak jari-jari yaitu suatu sel parenkim pada jari-jari yang dimensi panjangnya kearah aksial jika dilihat dari bidang radial. Sel persegi jari-jari yaitu suatu sel parenkim yang terlihat berbentuk (hampir) bujur sangkar jika dilihat dari bidang radial. c) Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan satu baris sel marjinal yang berupa sel tegak dan atau persegi. d) Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan umumnya mempunya 2-4 baris sel marjinal yang berupa sel tegak dan atau sel persegi. e) Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan umumnya mempunyai lebih dari 4 baris sel marjinal yang berupa sel tegak atau sel persegi 15
f) Jari-jari terdiri dari sel-sel campuran antara sel baring, persegi dan sel tegak. (v) Sel seludang Sel seludang adalah sel jari-jari yang terletak disepanjang kedua sisi jarijari yang besar (lebih dari 3 seri) sebagaimana dapat dilihat pada bidang tangensial. Umumnya lebih besar (lebih tinggi dan lebih lebar) daripada sel-sel jari-jari bagian tengahnya. f. Inklusi mineral (i) Kristal prismatik, yaitu kristal-kristal berbentuk rhomboidal atau oktahedral yang terdiri dari kalsium oksalat, yang jika dilihat dengan sinar polarisasi memantulkan warna berkilauan. (ii) Butir silika, yaitu butir yang tersusun dari silikon dioksida yang bentuknya bundar atau tidak teratur. g. Kualitas Serat (i) Dimensi serat a) Panjang serat Handayani dalam Sofyan et al., (1993) menyatakan bahwa panjang serat dianggap sebagai salah satu dimensi yang memegang peranan utama dalam kekuatan sobek. Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga dalam Sofyan et al., (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi perbandingan panjang serat dengan diameter serat akan semakin tinggi pula kekuatan sobek dan semakin baik daya tenunnya. Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas tetapi dengan semakin panjang serat maka kertas akan semakin kasar. Serat kayu yang lebih panjang akan menghasilkan lembaran kertas yang mempunyai sifat kekuatan yang lebih baik karena memiliki daerah ikatan antar serat (bonding area) yang lebih luas pada saat penggilingan dan sifat penyebaran tekanan (stress transfer) yang lebih baik. Sifat kekuatan lembaran yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat adalah ketahanan tarik, 16
ketahanan lipat, dan terutama ketahanan sobek. Di sisi lain, serat kayu yang lebih pendek mampu menghasilkan lembaran kertas yang lebih halus dan seragam (Casey, 1980b). b) Diameter serat Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp, pembentukan lembaran, ikatan antar serat, dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu menghasilkan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran tinggi. Ada dua pengertian diameter yaitu diameter serat dan diameter lumen. Casey (1980b) menggolongkan diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu serat berdiameter besar (0,025-0,040 mm), berdiameter sedang (0,010-0,025 mm), dan berdiameter kecil (0,002-0,010 mm). Diameter serat menunjukkan kelangsingan serat. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifatsifat yang baik. Serat yang berdinding tipis menyebabkan kekuatan sobek kecil. Dalam menjalin ikatan antar serat yang lebih baik diinginkan ukuran serat yang relatif panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang (Casey, 1980b). c) Tebal dinding serat Tebal dinding serat dapat menentukan sifat-sifat kertas. Dinding yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal, kekuatan sobek yang tinggi tetapi kekuatan jebol, tarik dan lipat relatif rendah. Serat berdinding tipis mudah melembek dan menjadi pipih, sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat, sedangkan serat dengan dinding tebal sukar melembek dan bentuknya tetap membulat pada saat pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dan akan memberikan kekuatan sobek yang tinggi, berbeda dengan serat berdinding tipis yang memberikan
17
sifat kekuatan sobek rendah, tetapi kekuatan tarik, jebol dan kekuatan lipatnya tinggi (Casey, 1980b). (ii) Turunan Dimensi Serat Kualitas serat merupakan salah satu dasar untuk mengetahui kemungkinan penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas (Casey, 1980b). Penetapan kualitas ini diantaranya berdasarkan pada nilai dimensi serat serta nilai-nilai turunannya. Menurut Tamolang dan Wangaard dalam Silitonga et al., (1972), nilai turunan dimensi serat yang memiliki hubungan erat dengan sifat-sifat pulp dapat dihitung dari data panjang serat, tebal dinding, diameter serat, dan diameter lumen. Turunan dimensi serat tersebut diantaranya adalah: a) Perbandingan Runkel atau Runkel ratio (RR) RR adalah perbandingan antara dua kali tebal dinding serat dengan diameter lumen yang dinyatakan dalam persamaan: RR = 2 w / l, dimana: w = tebal dinding serat, dan l = diameter lumen. Jenis-jenis kayu tropis digolongkan ke dalam: i. ii. iii. iv. v.
Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV Golongan V
: dinding serat sangat tipis, lumen lebar, RR = 0,25 : dinding tipis, lumen lebar, RR = 0,25-0,50 : dinding dan lumen sedang, RR = 0,50-1,00 : dinding tebal, lumen sempit, RR = 1-2 : dinding sangat tebal, lumen sangat sempit, RR = 2
Serat dengan RR yang rendah menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki dinding yang tipis tetapi diameter lumen lebar. Pulp yang dihasilkan dari jenis serat yang demikian lebih mudah digiling (beaten) dan memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas sehingga diduga akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan jebol, tarik dan lipat yang tinggi. b) Daya Tenun atau Felting Power (FP) FP adalah perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat atau dengan rumus: FP = L / d, dimana: L = panjang serat, dan d = diameter serat.
18
Semakin tinggi nilai daya tenun maka sifat serat cenderung lebih lentur. Daya tenun berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas. Serat berdinding tipis akan cenderung memberikan kekuatan sobek yang rendah. Jalinan ikatan antar serat yang baik dapat diperoleh dari serat yang lebih panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang. Diameter serat menunjukkan tingkat kelangsingannya. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik (Tamolang dan Wangaard dalam Sofyan et al., 1993). c) Perbandingan Muhlsteph atau Muhlsteph Ratio (MR) MR adalah perbandingan antara luas penampang dinding serat dengan luas penampang lintang serat yang dihitung dengan rumus:
MR = { (d2 - l2) / d2} x 100%, dimana: d = diameter serat, l = diameter lumen. MR berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp. Serat kayu dengan MR yang tinggi memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga luas daerah ikatan dan kontak antar seratnya menurun. Hal ini menyebabkan lembaran kertas yang dihasilkan cenderung memiliki ketahanan tarik dan ketahanan retak yang rendah. d) Perbandingan Fleksibilitas atau Flexibility Ratio (FR) FR adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat, yang dihitung dengan persamaan: FR = l / d, dimana: d = diameter serat, dan l = diameter lumen. FR mempunyai peran dalam perkembangan kontak antar serat (fiber to fiber contact). Serat dengan FR tinggi, tebal dindingnya relatif tipis dan mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antar permukaan serat lebih leluasa dan lebih mudah ditarik kedalam kontak yang dekat satu sama lain oleh gaya tegangan permukaan ketika air dihilangkan pada tahap pembuatan lembaran dan pengeringan kertas. Hal ini mendukung terjadinya ikatan antar serat 19
yang lebih sempurna sehingga menghasilkan lembaran dengan sifat kekuatan yang baik, porositas yang rendah, dan kerapatan kertas yang tinggi. Flexibilitas serat juga mempengaruhi beberapa sifat penting kertas lainnya seperti opasitas, permeabilitas udara, penyerapan cairan, dan ketahanan lemak (Casey, 1980b). e) Koefisien Kekakuan atau Coefficient of Rigidity (CR) CR adalah perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat. Koefisien ini mempunyai hubungan negatif dengan kekuatan tarik kertas. CR dihitung dengan persamaan: CR = w / d, dimana: w = tebal dinding serat, dan d = diameter serat. CR yang tinggi menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki kerapatan yang tinggi pula. Panshin dan de Zeeuw (1980) menyatakan bahwa kerapatan serat yang tinggi berpengaruh baik terhadap rendemen pulp. Selain itu, jenis serat kayu berkerapatan tinggi juga dapat menghasilkan lembaran kertas dengan opasitas tinggi, lebih kasar, dimensi yang lebih besar, dan ketahanan sobek tinggi. Namun, lembaran kertas yang dihasilkan lebih kaku sehingga memiliki ketahanan lipat yang rendah. Jumlah ikatan serat yang terdapat pada lembaran kertas juga lebih sedikit sehingga cenderung memiliki ketahanan tarik dan retak yang rendah. Kriteria serat atau serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas dapat dilihat pada Tabel 1.
20
Tabel 1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas Kelas I
Kelas II
Kelas II
Kriteria Syarat
Nilai
Syarat
Nilai
Syarat
Nilai
Panjang Serat (mm)
> 2,000
100
1,000-2,000
50
< 1,000
25
Runkel Ratio (RR)
< 0,25
100
0,25-0,50
50
0,50-1,0
25
> 90
100
50-90
50
< 50
25
Felting Power (FP) Muhlsteph Ratio (MR)
< 30
100
30-60
50
60-80
25
Flexibility Ratio (FR)
> 0,80
100
0,50-0,80
50
< 0,50
25
Coefficient of Rigidity (CR)
< 0,10
100
0,10-0,15
50
> 0,15
25
Nilai
450-600
225-449
< 225
Sumber: Rachman dan Siagian (1976).
E. Pulp dan Kertas Kayu lebih disukai sebagai sumber serat untuk industri kertas walaupun menurut sejarahnya kertas dapat dibuat dari tumbuhan non kehutanan, seperti jerami dan rotan, bahkan bahan berlignoselulosa lainnya. Perkembangan proses pembuatan pulp kayu, baik secara mekanik maupun kimiawi sejak akhir abad ke19 yang lalu, telah membukakan jalan bagi penganekaragaman dan pertumbuhan industri kertas di abad ke-20. Alasan untuk menggunakan kayu adalah karena keberadaannya
yang
relatif
lebih
tersedia,
murah,
kenyamanan dalam
penyimpanan dan penanganan, kadar kualitas pulp tinggi, serta bentuk dan sifat serat dari jenis kayu berbeda (Casey, 1980a). Kualitas bahan baku berpengaruh terhadap kualitas pulp dan kertas yang dihasilkan, meskipun pada awalnya softwood lebih banyak digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas dibanding hardwood karena struktur sel penyusunnya lebih homogen (hampir 90% tersusun dari trakeid) dan memiliki serat yang lebih panjang (rata-rata 3-5 mm) sehingga menghasilkan kertas yang lebih kuat, namun bukan berarti hardwood tidak cocok. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pulp hardwood mampu memiliki nilai kekuatan tertentu yang sama atau bahkan lebih besar daripada pulp softwood. Hal ini disebabkan karena adanya variasi pada kayu dan morfologi serat yang secara statistik dapat mempengaruhi sifat dan kualitas kertas (Casey, 1980b). Produk yang paling penting dari pengolahan kayu secara kimia adalah pulp. Pada tahun 1980, pulp yang dihasilkan di seluruh dunia mencapai 123 juta ton. Dalam periode yang sama konsumsi total kertas dan karton adalah 170 juta 21
ton dan dari jumlah tersebut lebih dari 25% dihasilkan dari kertas bekas. Di beberapa negara seperti Jepang, Inggris, Jerman dan Italia, penggunaan kertas bekas mencapai 40-50% (Fengel dan Wegener, 1995). Kertas adalah suatu benda yang disusun oleh serat-serat selulosa dan bahan penolong lainnya. Perkembangan konsumsi kertas dan produk serat di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, yaitu rata-rata 14% per tahun pada periode 1970-1977. Namun produksi dalam negeri periode tahun 1976-1979 hanya bisa memenuhi konsumsi rata-rata 34%. Pulp kayu merupakan bahan terbanyak yang digunakan untuk produksi kertas dan produk serat lainnya (Departemen Perindustrian, 1982). Menurut Pasaribu dan Silitonga dalam Sofyan et al., (1993), panjang pendeknya serat dapat mempengaruhi kekuatan pulp kertas. Namun, hubungan panjang serat, tebal dinding serat, dan diameter terhadap kualitas pulp dan kertas yang dihasilkan secara terpisah kurang nyata dibandingkan dengan hubungan nilai turunannya, seperti Runkel ratio, felting power, Muhlsteph ratio, flexibility ratio, dan coefficient of rigidity.
22
BAB III METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Anatomi Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hasil Hutan Bogor mulai Agustus hingga November 2009. B. Bahan dan Alat Bahan-bahan utama yang digunakan adalah: 1. Kayu Leucaena spp., Pithecellobium spp., dan Serianthes spp. dari famili Leguminosae yang diperoleh dari koleksi contoh kayu autentik milik Puslitbang Hasil Hutan Bogor sebagaimana Tabel 2. 2. Air, aquades, asam asetat glasial, hidrogen peroksida, alkohol teknis, alkohol absolut, gliserin, safranin, toluen, karboksilol, dan entelan. Tabel 2. Jenis Kayu dan Asal No.
Nama Botani
1
Leucaena glabrata Rose
2
Leucaena pulverulenta Benth
3
Pithecellobium angulatum Benth
4
Pithecellobium jiringa Prain
5
Serianthes grandiflora Benth
6
Serianthes minahassae Harms
Nomor Koleksi 27108 27109 29302 30133 25596 21698 14251 7736 29067 18250 8595 10754
Asal Contoh Lands Plantation Buitenzorg Jawa Barat Maluku Bengkulu Jepara Palembang Maluku Gorontalo Bogor Jawa Barat
Alat-alat utama yang antara lain: mikroskop, tabung reaksi, gelas objek, gelas penutup, jarum, pipet, mikrotom geser, dan kamera foto.
23
C. Metode Penelitian 1. Pembuatan Preparat Maserasi dan Pengukuran Dimensi Serat Preparat maserasi dibuat mengikuti prosedur standar sebagaimana Forest Products Laboratory Method. Kayu sampel dipotong kecil-kecil seukuran batang korek api lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kedalam tabung reaksi tersebut lalu ditambahkan larutan yang terdiri dari asam asetat glasial 60% dan hidrogen peroksida 30% dengan perbandingan 1:1 sampai tenggelam. Tabung reaksi yang sudah berisi potongan kecil kayu dan larutan selanjutnya dimasukkan ke dalam waterbath lalu dipanaskan pada suhu 80ºC selama 1-2 jam atau hingga kayu berwarna putih pucat. Setelah itu, sampel dicuci dengan air hingga bebas asam dan selanjutnya diberi warna dengan perendaman di dalam larutan safranin selama 3 jam. Serat-serat yang utuh selanjutnya disusun di atas gelas objek dan ditutup dengan cover glass (mounting) dan dilakukan pengukuran dimensi seratnya. Dimensi yang diukur adalah panjang, tebal dinding, diameter lumen dan diameter serat. Panjang serat diukur dari 60 buah sel, sedangkan dimensi serat lainnya diukur dari 30 contoh. Tahapan proses pembuatan preparat maserasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: Sampel Cacahan kecil kayu
Maserasi (X)
Maserasi Asam asetat glacial 60%, hidrogen peroksida 30% (1:1), ±80oC (1-2 jam)
Pencucian
Pewarnaan
Pencucian hingga bebas asam
Perendaman dengan safranin ±3 jam
Pengukuran
Data-data pengukuran dimensi yang dilakukan kemudian digunakan untuk mengukur nilai-nilai turunan dimensi serat yang terdiri dari Runkel ratio, felting power, Muhlsteph ratio, flexibility ratio, dan coefficient of rigidity. Hasil perhitungan nilai turunan dimensi yang diperoleh kemudian di tabulasi per jenis dan diberi score mengikuti Rachman dan Siagian (1976) untuk menentukan kelas mutu serat.
24
2. Pengamatan Struktur Anatomi Kayu Pengamatan ciri-ciri makroskopis dilakukan terhadap contoh kayu secara langsung, sedangkan ciri-ciri mikroskopis diamati dengan bantuan mikroskop. Kegiatannya meliputi dua tahapan, yaitu: a. Pembuatan preparat mikrotom Pembuatan preparat mikrotom diawali dengan pembuatan sampel berukuran (1,5 x 1,5 x 1,5) cm, kemudian sampel diberi identitas dan dilakukan perebusan selama 1x24 jam. Setelah itu direndam dalam larutan alkohol dan gliserin dengan perbandingan 1:1 selama 2-3 hari. Kemudian dilakukan penyayatan pada masing-masing bidang pengamatan (lintang, tangensial dan radial) dengan menggunakan mikrotom geser dengan target ketebalan sayatan 15-25µm. Sayatan terpilih kemudian dicuci dengan akuades untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa gliserin. Setelah bersih, sayatan selanjutnya direndam dalam larutan safranin selama ±1 jam, untuk kemudian
dikeringkan
dengan
melakukan
dehidrasi
bertingkat
menggunakan alkohol 30%, 50%, 70%, 90%, dan absolut masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya sayatan direndam dalam larutan karboxylol dan toluene 5-10 menit. Kemudian dilakukan mounting dan perekatan dengan enthelan. Tahapan pembuatan preparat mikrotom disajikan pada diagram berikut: Sampel 1,5x1,5x1,5 cm
Perebusan ±1x24 jam
Perendamaan
Alkohol & gliserin 1:1
Mounting
Penyayatan (X), (T), (R)
Pewarnaan Safranin ±1 jam
Karboxylol & toluen Penjernihan
Dehidrasi bertingkat
Susunan preparat mikrotom berdasarkan bidang pengamatan disajikan pada Gambar 1.
25
Tangensial (T)
Lintang (X)
Radial (R)
No
Slideglass
Kertas nama Coverglass
Gambar 1. Preparat mikrotom b. Pengamatan dan pembuatan dokumentasi Preparat yang dihasilkan kemudian diamati dan didokumentasikan. Ciri anatomi yang diamati meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh International Association of Wood Anatomist. 3. Pengolahan Data Data yang bersifat kualitatif disajikan dalam bentuk deskripsi naratif, sedangkan yang kuantitatif dianalisis menggunakan selang kepercayaan 95% sebagaimana sebaran t-student dengan persamaan:
y t (/2.df)
s2 n
dimana: µ y t(α/2. df) α s n
= nilai tengah populasi = rata-rata sampel = nilai sebaran t pada selang kepercayaan 95% = tingkat nyata = standar deviasi = jumlah sampel
Data yang bersifat kualitatif terkait susunan sel-sel penyusun kayu termasuk ciri khusus yang terdapat pada masing-masing jenis kayu, sedangkan data kuantitatif meliputi ukuran serat dan ukuran sel-sel penyusun kayu. Untuk mengetahui perbedaan panjang serat antar jenis kayu dalam genus yang sama, dilakukan uji beda nyata dengan menggunakan sebaran t-student pada tingkat kepercayaan 95%.
26
Perhitungan uji beda nyata antar spesies dalam genus yang sama: Hipotesis: H0 : H0 : Kriteria uji:
dimana,
; dengan asumsi σ12 = σ22
Kaidah keputusan: 1) Jika thit > t(v), maka terima H1 (pada tingkat kepercayaan 95%, rata-rata nilai tengah populasi 1 berbeda nyata dengan populasi 2). 2) Jika thit ≤ t(v), maka terima H0 (pada tingkat kepercayaan 95%, rata-rata nilai tengah populasi 1 tidak berbeda nyata dengan populasi 2).
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Ciri umum dan ciri khusus yang terdapat pada masing-masing jenis kayu yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Leucaena glabrata Rose. Ciri Umum Warna: kayu teras berwarna coklat kehitaman, dapat dibedakan dengan jelas dari bagian gubalnya yang putih krem. Tekstur: agak halus. Arah Serat: berpadu. Kilap: mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak berbau. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun diagonal atau radial dengan diameter lumen rata-rata 229±9,56 µm, 71,5% soliter, beberapa berganda radial 2 sel, bundar, frekuensi 2 sel per mm2, panjang rata-rata 316±21,24 µm, bidang perforasi sederhana, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat, ceruk antar pembuluh selang-seling bersegi banyak, berukuran sedang (8±0,74 µm), berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakea vasisentrik dan aliform, kadang bersayap memanjang membentuk konfluen (2-4) sel per untai. Jari-jari: homoseluler yang seluruhnya terdiri dari sel baring, multiseriat dengan lebar 1-3 sel, tinggi sampai 651 µm dengan rata-rata 305±27,65 µm, frekuensi 16 sel per mm. Serat: bersekat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, berdinding tipis sampai tebal, panjang mencapai 1820,5 µm dengan rata-rata 1306,5±84,78 µm, diameter serat 21,81±1,13 µm, diameter lumen 10,75±1,43 µm, dan tebal dinding 5,5±0,50 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: kristal prismatik dalam parenkim aksial berbilik. Struktur mikroskopis kayu L. glabrata yang diteliti disajikan pada Gambar 2.
28
2.a
2.b
2.c
2.d
Gambar 2. Leucaena glabrata Rose (N0. 27108) a. Penampang lintang (10x), b. Endapan pada pembuluh, parenkim aksial bentuk vasisentrik (anak panah, lihat juga bentuk aliform dan konfluen:bidang lintang, 40x), c. Ceruk persilangan pembuluh-jejari, perforasi sederhana (anak panah, lihat juga semua sel jari-jari baring:bidang radial, 100x), d. Jari-jari multiseriate 1-3seri (anak panah, lihat juga serat bersekat dan kristal prismatik:bidang tangensial, 100x).
29
2. Leucaena pulverulenta Benth. Ciri Umum Warna: Kayu teras berwarna coklat kehitaman, dapat dibedakan dengan jelas dari bagian gubalnya yang putih krem. Tekstur: agak halus. Serat: lurus. Kilap: mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak berbau. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun diagonal atau radial dengan diameter lumen rata-rata 181±10,99 µm, pembuluh bergerombol, 51,5% soliter, bundar, frekuensi 8±1 sel per mm2, panjang rata-rata 235±12,61 µm, bidang perforasi sederhana, tidak bertilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat, ceruk antar pembuluh selang-seling bersegi banyak, berukuran sedang (8±0,53 µm), berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana, bundar atau bersudut, Parenkim: aksial paratrakea vasisentrik dan aliform, kadang membentuk konfluen, dengan (3-4) sel per untai. Jari-jari: homoseluler seluruhnya terdiri dari sel baring, multiseriat dengan lebar 1-3 sel, tinggi sampai 865 µm, dengan rata-rata 308±37,94 µm, dan frekuensi 16 sel per mm. Serat: bersekat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman yang sangat kecil, berdinding tipis sampai tebal, panjang mencapai 1774,8 µm dengan rata-rata 1096,2±38,82 µm, diameter serat 20,88±1,45 µm, diameter lumen 11,52±1,07 µm, tebal dinding 4,68±0,74 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai di dalam parenkim aksial berbilik. Struktur mikroskopis kayu L. pulverulenta yang diteliti disajikan pada Gambar 3.
30
3.a
3.c
3.b
3.d
Gambar 3. Leucaena pulverulenta Benth. (No. 30133) a. Penampang lintang (10x), b. Parenkim aksial bentuk vasisentrik (anak panah, lihat juga bentuk aliform dan konfluen:bidang lintang, 40x), c. Ceruk persilangan pembuluh-jejari, perforasi sederhana (anak panah, lihat juga semua sel jari-jari baring:bidang radial, 100x), d. Jari-jari multiseriate (1-3seri), ceruk selang-seling poligonal (anak panah, lihat juga serat bersekat dan kristal prismatik:bidang tangensial 100x)
31
3. Pithecellobium angulatum Benth. Ciri Umum Warna: kayu teras berwarna kuning agak coklat merah muda hingga coklat gelap, dapat dibedakan dengan jelas dari bagian gubalnya yang putih krem. Tekstur: agak halus. Serat: lurus. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak berbau. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun diagonal atau radial dengan diameter lumen rata-rata 236±17,05 µm, bundar, 79,5% soliter, frekuensi 2 sel per mm2, panjang rata-rata 364±22,84 µm, bidang perforasi sederhana. Tidak ada tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat Ceruk antar pembuluh selang-seling bersegi banyak, berukuran kecil (5±0,39 µm), berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut. Parenkim: aksial apotrakea tersebar dan parenkim aksial paratrakea jarang dengan panjang (3-4) sel per untai. Jari-jari: homoseluler yang seluruhnya terdiri dari sel baring, uniseriat, tinggi sampai 344 µm, dengan rata-rata 218±13,61 µm, dan frekuensi 22 sel per mm. Serat: tak bersekat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, berdinding sangat tipis, panjang mencapai 1461 µm dengan rata-rata 1125,76±35,02 µm, , diameter serat 29,72±1,71 µm, diameter lumen 23,08±1,49 µm, tebal dinding 3,32±0,33 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: tidak ada. Struktur mikroskopis kayu P. angulatum yang diteliti disajikan pada Gambar 4.
32
4.a
4.b
4.c
4.d
Gambar 4. Pithecellobium angulatum Benth. (No. 21698) a. Penampang lintang (10x), b. Parenkim aksial apotrakea tersebar (anak panah, lihat juga parenkim aksial paratrakea jarang:bidang lintang, 40x), c. Ceruk persilangan pembuluh-jejari (anak panah, lihat juga semua sel jari-jari baring:bidang radial, 100x), d. Jari-jari uniseriat (1 seri), perforasi sederhana, ceruk selang-seling poligonal (anak panah, lihat juga serat tidak bersekat -bukan sekat melainkan dinding sel terdeformasi/sobek:bidang tangensial, 100x).
33
4. Pithecellobium jiringa Prain. Ciri Umum Warna: kayu teras berwarna putih kecoklatan hingga coklat merah muda, dapat dibedakan dengan jelas dari bagian gubalnya yang putih krem. Tekstur: agak halus hingga kasar. Serat: berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak lunak. Bau: tidak berbau. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: tata baur, tersusun diagonal atau radial dengan diameter lumen rata-rata 174±11,58 µm, bundar, 84% soliter, frekuensi 1sel per mm2, panjang rata-rata 294±20,92 µm, bidang perforasi sederhana, tidak ada tilosis, tetapi memiliki endapan. Ceruk antar pembuluh selang-seling bersegi banyak, berukuran kecil yaitu 6±0,49 µm, berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut. Parenkim: aksial apotrakea tersebar dan parenkim aksial paratrakea sepihak dengan panjang dua sel per untai. Jari-jari: homoseluler yang seluruhnya terdiri dari sel baring, uniseriat, tinggi sampai 339 µm, dengan rata-rata 216±13,86 µm, dan frekuensi 21 sel per mm. Serat: tak bersekat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, berdinding sangat tipis, panjang mencapai 1424,38 µm dengan rata-rata 1103,51±38,30 µm, diameter serat 25,42±1,16 µm, diameter lumen 19,50±1,41 µm, tebal dinding 2,96±0,41 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: kristal prismatik dalam parenkim aksial berbilik. Struktur mikroskopis kayu P. jiringa yang diteliti disajikan pada Gambar 5.
34
5.a
5.c
5.b
5.d
Gambar 5. Pithecellobium jiringa Prain. (No. 7736) a. Penampang lintang (10x), b. Pembuluh soliter, parenkim aksial apotrakea tersebar (anak panah, lihat juga parenkim aksial paratrakea sepihak:bidang lintang, 40x), c. Ceruk persilangan pembuluh-jejari (anak panah, lihat juga semua sel jari-jari baring:bidang radial, 100x), d. Jari-jari uniseriat (1seri), perforasi sederhana, ceruk selang-seling poligonal:bidang tangensial (100x)
35
5. Serianthes grandiflora Benth. Ciri Umum Warna: kayu teras kuning merah muda hingga coklat merah muda, dapat dibedakan dengan jelas dari bagian gubalnya yang putih krem. Tekstur: agak halus. Serat: lurus hingga berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak berbau. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun diagonal atau radial dengan diameter lumen rata-rata 171±6,95 µm, berkelompok ganda radial 4 atau lebih dan bergerombol, bundar, frekuensi 5 sel per mm2, panjang rata-rata 304±18,61 µm, bidang perforasi sederhana, tidak memiliki tilosis, tetapi memiliki endapan. Ceruk antar pembuluh selang-seling, berukuran kecil (6±0,41) µm, berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana, bundar atau bersudut. Parenkim: aksial paratrakea jarang dan vasisentrik dengan panjang (2-4) sel per untai. Jari-jari: homoseluler yang seluruhnya terdiri dari sel baring, multiseriat dengan lebar 1-3 seri, tinggi sampai 461 µm, dengan rata-rata 246±20,93 µm, dan frekuensi 19 sel per mm. Serat: tak bersekat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, berdinding tipis sampai tebal, panjang mencapai 1408,35 mikron dengan rata-rata 1030,69±26,73 µm, , diameter serat 22,44±0,83 µm, diameter lumen 14,80±0,99 µm, tebal dinding 3,82±0,39 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: kristal prismatik banyak dijumpai dalam parenkim aksial berbilik. Struktur mikroskopis kayu S. grandiflora yang diteliti disajikan pada Gambar 6.
36
6.a
6.b
6.c
6.d
Gambar 6. Serianthes grandiflora Benth. (No. 29067) a. Penampang lintang (10x), b. Parenkim aksial bentuk vasisentrik (anak panah, lihat juga pori ganda radial 4 biasa dijumpai:bidang lintang, 40x), c. Ceruk persilangan pembuluh-jejari, sel jari-jari baring (anak panah, lihat juga kristal prismatik dijumpai:bidang radial, 100x), d. Jari-jari multiseriat, perforasi sederhana (anak panah, lihat juga kristal prismatik banyak dijumpai:bidang tangensial, 100x)
37
6. Serianthes minahassae Harms. Ciri Umum Warna: kayu teras putih hingga coklat merah muda, dapat dibedakan dengan jelas dari bagian gubalnya yang putih krem. Tekstur: kasar. Serat: berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak lunak. Bau: tidak berbau. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun diagonal atau radial dengan diameter lumen rata-rata 338±21,93 µm, bundar, 62,5% soliter, frekuensi 2 sel per mm2, panjang rata-rata 365±25,51 µm, bidang perforasi sederhana, tilosis tidak ada, tetapi terdapat endapan. Ceruk antar pembuluh selang-seling bersegi banyak, berukuran kecil (7±0,50 µm), berumbai. Percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana, bundar atau bersudut. Parenkim: aksial paratrakea jarang dan vasisentrik dengan panjang (2-4) sel per untai. Jari-jari: homoseluler yang seluruhnya terdiri dari sel baring, multiseriat dengan lebar 1-3 seri, tinggi sampai 347 µm, dengan rata-rata 226±15,48 µm, dan 19 sel per mm. Serat: tak bersekat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, berdinding tipis sampai tebal, panjang mencapai 1639,64 µm dengan rata-rata 1287,25±48,46 µm, diameter serat 22,46±1,03 µm, diameter lumen 14,79±1,11 µm, tebal dinding 3,84±0,26 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: kristal prismatik dalam parenkim aksial berbilik. Struktur mikroskopis kayu S. minahassae yang diteliti disajikan pada Gambar 7. Gambar 8 sampai 11 memperlihatkan ciri umum yang terdapat pada semua kayu yang diteliti dan ciri khusus yang ditemukan pada jenis tertentu.
38
7.a
7.c
7.b
7.d
Gambar 7. Serianthes minahassae Harms. (No. 8595) a.Penampang lintang (10x), b. Parenkim aksial bentuk vasisentrik (anak panah, lihat juga bentuk konfluen:bidang lintang, 40x), c. Ceruk persilangan pembuluh-jejari, sel jari-jari baring (anak panah, lihat juga kristal prismatik dijumpai:bidang radial, 100x), d. Jari-jari multiseriate, perforasi sederhana, ceruk selang-seling poligonal (anak panah, lihat juga kristal prismatik:bidang tangensial, 100x).
39
8
9
10
11
Gambar 8-11. Ciri anatomi spesifik dari enam jenis kayu yang diteliti 8. Kristal prismatik pada sel parenkim aksial berbilik Serianthes grandiflora Benth. (No.18250), dimiliki hampir semua jenis kayu yang diamati; bidang tangensial (200x). 9. Bidang perforasi sederhana dan susunan ceruk selangseling pada Leucaena pulverulenta Benth. (No. 30133) yang dijumpai juga pada semua jenis kayu yang diamati; bidang tangensial (100x). 10. Endapan berwarna kuning pekat pada L. pulverulenta Benth. (No. 29302) dijumpai juga pada semua jenis kayu yang diamati; bidang lintang (100x). 11. Pori bergerombol hanya ditemui pada L. pulverulenta Benth. (No. 29302) dan S. grandiflora Benth.; bidang lintang (100x)
40
B. PEMBAHASAN 1. Struktur Anatomi Enam Jenis Kayu yang Diteliti Secara umum dapat dijelaskan bahwa seluruh jenis kayu yang diteliti memiliki lingkaran tumbuh yang tidak jelas dengan porositas (pola susunan pori) tata baur. Pembuluh bergerombol hanya dijumpai pada L. pulverulenta dan S. grandiflora. Sel pembuluh pada ke enam kayu yang diteliti tidak mengandung tilosis tetapi diketahui berisi endapan yang berwarna kuning pekat. Menurut Sulistyobudi et al., (2008), frekuensi pembuluh masuk dalam kategori sedikit (≤ 5 sel per mm2), kecuali pada L. pulverulenta dengan 8±1 sel per mm2. Ceruk antar pembuluh umumnya berselang-seling segi banyak kecuali pada S. grandiflora. Ukuran ceruk pembuluh masuk kategori kecil kecuali pada kayu Leucaena spp. yang termasuk berukuran sedang. Rekapitulasi ciri anatomis ke enam jenis kayu yang diteliti disajikan pada Lampiran 1. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa semua jenis kayu memiliki sel parenkim aksial tipe paratrakea dengan 2-4 sel per untai. Parenkim apotrakea tersebar hanya ditemukan pada kayu Pithecellobium spp. Seluruh jenis kayu memiliki jari-jari homoseluler yang seluruhnya tersusun oleh sel baring, multiseriat dengan lebar 1-3 seri kecuali pada kayu Pithecellobium spp. Jari-jari pada P. angulatum dan P. jiringa adalah jari-jari uniseriat. Serat kayu pada umumnya tidak bersekat, kecuali kayu Leucaena spp. Dinding serat tipis sampai tebal kecuali pada Pithecellobium spp. yang tergolong sangat tipis. Panjang serat umumnya sedang dimana serat terpanjang (1306,5±84,78 µm) ditemukan pada kayu L. glabrata, sementara serat terpendek (1030,69±26,73 µm) pada S. grandiflora. Kristal prismatik dijumpai pada seluruh jenis kayu yang diteliti, kecuali pada P. angulatum. Kristal umumnya terdapat di dalam sel parenkim aksial berbilik. 2. Kualitas Serat a. Dimensi Serat Hasil pengukuran dan perhitungan dimensi serat disajikan dalam Tabel 3.
41
Tabel 3. Rata-rata dimensi serat 6 jenis kayu Panjang
Diameter
Lumen
Tbl Dinding
(L;µm)
(d;µm)
(l;µm)
(w;µm)
L. glabrata Rose
1306,52±84,78
21,81±1,13
10,75±1,43
5,53±0,50
L. pulverulenta Benth
1096,15±38,82
20,88±1,45
11,52±1,07
4,68±0,74
P. angulatum Benth
1125,76±35,02
29,72±1,71
23,08±1,49
3,32±0,33
P. jiringa Prain
1103,51±38,30
25,42±1,16
19,50±1,41
2,96±0,41
S. grandiflora Benth
1030,69±26,73
22,44±0,83
14,80±0,99
3,82±0,39
S. minahassae Harms
1287,25±48,46
22,46±1,03
14,79±1,11
3,84±0,26
Jenis kayu
Dari tabel di atas diketahui bahwa panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat pada semua jenis kayu yang diteliti tergolong bervariasi. Panjang serat berkisar 1030-1306 µm, diameter serat antara 20,88-29,72 µm, diameter lumen dari 10,75-23,08 µm, sedangkan tebal dindingnya antara 2,96-5,53 µm. Dari hasil uji beda nyata (Tabel 4) diketahui bahwa panjang serat P. angulatum sama dengan panjang serat P. jiringa tetapi panjang serat antara L. glabrata dan L. pulverulenta maupun antara S. grandiflora dan S. minahassae berbeda nyata. Tabel 4. Hasil Uji beda nyata panjang serat berdasarkan sebaran t student pada selang kepercayaan 95% L. pulverulenta Benth P. jiringa Prain S. minahassae Harms L. glabrata Rose
1
P. angulatum Benth
0
S. grandiflora Benth Keterangan : 0 = sama atau tidak berbeda nyata 1 = tidak sama atau berbeda nyata
1
b. Perbandingan Runkel atau Runkel Ratio (RR) Nilai RR dari keenam jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 12. Berdasarkan nilai RR tersebut, maka keenam jenis kayu tersebut masuk dalam kategori kualitas kelas II-III, kecuali pada L. glabrata Rose. yang tidak masuk dalam kriteria kelas karena RR nya > 1. Hal ini menunjukkan bahwa serat kayu L. glabrata sulit untuk digiling dan memiliki daerah ikatan antar serat yang rendah sehingga akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan jebol, tarik dan lipat yang rendah. 42
Gambar 12. Nilai Runkel ratio keenam jenis kayu c. Daya Tenun atau Felting Power (FP) Nilai FP dari keenam jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 13. Berdasarkan nilai FP, maka kayu L. glabrata, L. pulverulenta, dan S. minahassae masuk dalam kategori kualitas kelas II, sedangkan P. angulatum, P. jiringa dan S. grandiflora masuk kelas III. Hal ini menunjukkan bahwa kayu-kayu L. glabrata, L. pulverulenta dan S. minahassae memiliki sifat serat yang cenderung lebih lentur sehingga menghasilkan lembaran kertas yang baik dalam hal kekuatan sobek dibandingkan ketiga jenis kayu lain yang diteliti.
Gambar 13. Nilai felting power keenam jenis kayu d. Perbandingan Muhlsteph atau Muhlsteph Ratio (MR) Nilai MR dari keenam jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 14. Berdasarkan nilai MR tersebut, maka kayu Pithecellobium spp., dan 43
Serianthes spp. masuk dalam kategori kualitas kelas II, sedangkan kayu Leucaena spp. masuk dalam kualitas kelas III. Hal ini menunjukkan bahwa serat kayu Pithecellobium spp. dan Serianthes spp. memiliki luas permukaan yang lebih luas sehingga luas daerah ikatan dan kontak antar seratnya lebih besar. Hal ini menyebabkan lembaran kertas yang dihasilkan cenderung memiliki katahanan tarik dan ketahanan retak yang lebih baik dibandingkan kayu Leucaena spp.
Gambar 14. Nilai Muhlsteph ratio keenam jenis kayu e. Perbandingan Fleksibilitas atau Flexibility Ratio (FR) Nilai FR dari keenam jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan nilai FR tersebut, semua jenis kayu yang diteliti masuk kategori kualitas kelas II, kecuali pada kayu L. glabrata, dimana nilai FR nya masuk katefori kualitas kelas III. Hal ini menunjukkan kelima jenis kayu yang diteliti memiliki ikatan antar serat yang lebih sempurna sehingga menghasilkan lembaran pulp dengan sifat kekuatan yang lebih baik, porositas yang lebih rendah dan kerapatan kertas yang lebih tinggi dibandingkan kayu L. glabrata.
44
Gambar 15. Nilai flexibility ratio keenam jenis kayu
f. Koefisien Kekakuan atau Coefficient of Rigidity (CR) Nilai CR dari keenam jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 16. Berdasarkan nilai Crnya, maka kayu Pithecellobium spp. masuk ke dalam kategori kualitas kelas II, sedangkan Leucaena spp. dan Serianthes spp. masuk kualitas kelas III. Dengan demikian maka, kayu Pithecellobium spp. memiliki kerapatan yang rendah sehingga lembaran kertas yang dihasilkan lebih lentur yang akan menghasilkan kertas yang memiliki ketahanan lipat yang lebih baik dan cenderung memiliki ketahanan tarik dan retak yang lebih baik pula dibandingkan kayu Leucaena spp. dan Serianthes spp.
Gambar 16. Nilai coefficient of rigidity keenam jenis kayu Scoring kualitas serat dari enam jenis kayu yang diteliti berdasarkan kriteria kualitas serat menurut Rachman dan Siagian (1976) disajikan pada Tabel 5.
45
Tabel 5. Scoring kualitas serat keenam jenis kayu Kriteria L RR FP MR FR CR Scoring
1306,52 1,03 59,9 75,71 0,49 0,25
50 0 50 25 25 25 125
1096,15 0,81 52,5 69,56 0,55 0,22
Kriteria
P. jiringa N. hit N. k
L RR FP MR FR CR Scoring
1103,51 0,30 43,41 41,15 0,77 0,12
P. angulatum N. hit N. k
50 25 50 25 50 25 225
III
Kelas
Kelas
Jenis Kayu L. pulverulenta N. hit N. k
L. glabrata N. hit N. k
II
50 50 25 50 50 50 275
II
Jenis Kayu S. grandiflora N. hit N. k
50 50 25 50 50 50 275
1125,76 0,29 37,88 39,69 0,78 0,11
1030,69 0,52 45,93 56,50 0,66 0,17
II
S. minahassae N. hit N. k
50 25 25 50 50 25 225
1287,25 0,52 57,31 56,64 0,66 0,17
II
50 25 50 50 50 25 250 II
Berdasarkan hasil scoring pada Tabel 5 diketahui bahwa kualitas serat kayu Pithecellobium spp dan Serianthes spp masuk kualitas kelas II, sedangkan kayu Leucaena spp. kelas II-III. Kualitas II menunjukkan bahwa serat mudah menggepeng dengan ikatan antar serat dan daya tenun yang baik karena dinding selnya tipis sampai sedang dengan lumen agak lebar. Serat yang demikian akan menghasilkan lembaran pulp dengan keteguhan sobek, retak, dan tarik yang sedang. Kualitas III menunjukkan bahwa serat mudah menggepeng namun ikatan serat dan daya tenunnya kurang baik. Serat yang demikian akan menghasilkan lembaran pulp dengan keteguhan sobek, retak dan tarik yang rendah (Rachman dan Siagian, 1976). Dengan demikian, maka jenis kayu P. angulatum dan P. jiringa berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas berdasarkan nilai tertinggi.
46
Gambar 12 sampai 15 memperlihatkan serat terpanjang dan serat terpendek, serta perbandingan panjang serat diantara jenis kayu Pithecellobium spp. Tabel 6 memuat data perbandingan kualitas serat antara Pithecellobium spp. dengan Acacia mangium yang selama ini dikenal sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas yang paling diminati.
17
18
Gambar 17. Serat terpanjang (L. glabrata Rose), 40x
Gambar 18. Serat terpendek (S. grandiflora Benth), 40x
19
20
Gambar 19-20. Serat P. angulatum Benth dan P. jiringa Prain yang memiliki kesamaan ukuran panjang serat, 40x.
47
Tabel 6. Perbandingan kualitas serat kayu P. angulatum dan P. jiringa dengan Acacia mangium hasil penelitian Sahri et al., 1993 Kriteria
Jenis Kayu P. jiringa N. hit N. k
P. angulatum N. hit N. k
A. mangium N. hit N. k
1125,76
50
1103,51
50
1017,5
50
RR
0,29
50
0,30
50
0,73
25
FP
37,88
25
43,41
25
50,12
50
MR
39,69
50
41,15
50
66,21
25
FR
0,78
50
0,77
50
0,58
50
CR Scoring
0,11
50 275
0,12
50 275
0,21
25 225
L
Kelas
II
II
II
Berdasarkan tabel di atas, mutu serat P. angulatum dan P. jiringa lebih baik dibandingkan mutu serat A. mangium apalagi jika dilihat dari nilai RR kayu A. mangium yang jauh lebih besar (0,73) dibandingkan RR kayu Pithecellobium spp. (0,29-0,30). Dengan demikian, maka penggunaan serat kayu P. angulatum dan P. jiringa sebagai bahan baku pulp dan kertas perlu dipromosikan mengingat serat-seratnya lebih mudah digiling dan tidak memerlukan tenaga yang besar. 3. Kemungkinan Penggunaan Empat Jenis Kayu Lainnya Hasil penelitian menunjukkan bahwa Leucaena spp. merupakan kayu yang paling keras. Dengan demikian, maka penggunaan kayu ini sebagai papan lantai merupakan tujuan yang paling baik, disamping sebagai bahan baku konstruksi, mebel dan furniture, serta vinir mengingat permukaan kayu yang mengkilap, licin, dan bercorak menarik sebagaimana Van Tue et al., (1998). Sementara kayu Serianthes spp. dengan ciri-ciri: kekerasan agak keras hingga agak lunak, permukaan agak mengkilap hingga kusam, licin hingga kesat, dengan warna agak gelap hingga terang, maka cocok dipromosikan untuk tujuan-tujuan penggunaan seperti bahan baku mebel, pemisah ruangan, peti kemas, patung, ukiran dan barang kerajinan lainnya sebagaimana Soerianegara et al., (1995).
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Ciri umum dan ciri anatomi utama dari ke enam jenis kelompok kayu sangat kurang dikenal (The Least Known Wood Species) famili Leguminosae adalah kayu teras berwarna putih sampai coklat kehitaman yang dapat dibedakan dari bagian gubalnya, tekstur agak halus sampai kasar, arah serat lurus hingga berpadu, kusam sampai mengkilap, kekerasan agak lunak sampai keras, lingkar tumbuh tidak jelas, porositas tata baur, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat, bidang perforasi sederhana dengan susunan ceruk berselang-seling segi banyak, berumbai, jari-jari homoseluler seluruhnya terdiri dari sel baring, multiseriat dengan 1-3 seri, memiliki kristal prismatik di dalam parenkim aksial berbilik.
2.
Parameter ciri anatomis sebagai pembeda diantara ke enam jenis kayu tersebut adalah tipe parenkim, pengelompokan pori, frekuensi pembuluh, ada tidaknya serat bersekat, ukuran ceruk, dan panjang serat.
3.
Berdasarkan kriteria mutu serat, maka jenis kayu yang direkomendasikan sebagai bahan baku pulp dan kertas adalah P. angulatum dan P. jiringa.
B. Saran 1.
Untuk menetapkan tujuan penggunaan yang paling optimal dari keempat jenis kayu lainnya perlu dilakukan penelitian tentang sifat fisis dan sifat mekanisnya.
2.
Untuk mengetahui kualitas pulp dan kertas yang sesungguhnya, percobaan pembuatan pulp dan kertas menggunakan kayu Pithecellobium spp. perlu dilakukan.
3.
Sebagai persiapan pemanfaatan kayu-kayu tersebut dalam skala besar, penelitian silvikultur dari enam jenis kayu yang diteliti perlu dilakukan.
49
DAFTAR PUSTAKA Abdurrohim, S., Y. I. Mandang, dan U. Sutisna. 2004. Atlas Kayu Indonesia. Jilid III. Departemen Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Brewbaker, J. L., D. L. Plucknett and V. Gonzales. 1972. Varietal variation and yield trials of Leucaena leucocephala (koa haole). In Hawaii Agricultural Experiment Station Research Bulletin No. 166. University of Hawaii, College of Tropical Agriculture, Honolulu. 29 p. Casey, J. 1980a. Pulp and Paper: Chemistry and Chemical Technology. Third Edition Vol. IA. New York: Willey and Sons Inc. ----------. 1980b. Pulp and Paper: Chemistry and Chemical Technology. Third Edition Vol. IIA. New York: Willey and Sons Inc. Departemen Perindustrian. 1982. Perkembangan Industri Kertas dan Pulp di Indonesia Bagian A. Jakarta: Departemen Perindustrian. Fengel, D, and G. Wegener. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Hardjono Sastrohamidjojo (Penerjemah), Soenardi Prawirohatmodko (Editor). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Haygreen, J. G dan J.L. Bowyer. 1982. Forest Products and Wood Science: An Introduction. The Iowa State University Press/Ames. Heyne, K. 1989. Tumbuhan Berguna. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Penerjemah). Jakarta: Yayasan Wana Jaya. Laban, B.Y. 2005. Prospek Produk Industri Hasil Hutan Indonesia. Paper dalam Seminar Kesiapan Indonesia dalam Implementasi ISPM # 15: Solid Wood Packaging Material. Pusat Standardisasi dan Lingkungan. Sekjen Departemen Kehutanan, Jakarta, 27 April. Mandang, Y. I. dan I K. N. Pandit. 2002. Seri Manual Pedoman Identifikasi Kayu Di Lapangan. Bogor: Yayasan PROSEA Indonesia. Ogata, K. , T. Fujii, H. Abe dan P. Baas. 2008. Identification of the Timbers of Southeast Asia and the Western Pacific. Japan: Kaiseisha Press. Pandit, I K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Baku. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Panshin, A. J. dan C. de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology: Structure, Identification, Uses, and Properties of the Commercial Woods of the United States and Canada. New York: McGraw-Hill Book Company.
50
Rachman, A. N. dan R. M Siagian. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III. Bogor: Laporan LPHH No. 75. Rowel, R. M. 2005. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. USA : CRC Press Sahri M. H., F. H. Ismail, N. A. Saleh. 1993. Anatomy of Acacia mangium Grown in Malaysia. IAWA. Bulletin n.s Vol. 10 (4), 1989: 364-373. Silitonga, T., R. M. Siagian dan N. Aman. 1972. Cara Pengukuran Serat Kayu di Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor: Laporan LPHH No. 12. Soerianegara, I. 1995. General part of Litsea. In R.H.M.J. Lemmens, I. Soerianegara and W.C. Wong (Eds). Plant Resources of South East Asia 5 (2). Timber trees: Minor Commercial Timber. PROSEA Foundation, Bogor. p.306-323. Sofyan, K., D. S. Nawawi dan T. Priadi. 1993. Sifat Pulp Jenis-jenis Kayu Cepat Tumbuh. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sulistyobudi, A., Y. I. Mandang, R. Damayanti dan S. Rulliaty. 2008. Ciri Mikroskopik untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. Komite Perhimpunan Anatomiwan Kayu Internasional (IAWA). Bogor: Puslibang Hasil Hutan. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood. New York: Van Nostrand Reinhold. Van Tue, H, E. Boer and M.S.M. Sosef. 1998. General part of Melicope. In Sosef, M.S.M., L.T. Hong and S. Prawirohatmodjo (Eds). Plant Resources of South East Asia No. 5 (3). Timber trees: Lesser-known timbers. Bachuys Publisher, Leiden.p.364-366 Wheeler, E. A, and P. Baas. 1998. Wood Identification - A Review. IAWA Journal Vol. 19 (3): 241-264. Leiden Netherland ------------------------------- and P.C. Gasson. 1989. IAWA List of Microscopic Features for Hardwood Identification. IAWA Bull. N. s. 10 (3): 219-332.
51
Lampiran 1. Rekapitulasi Ciri Mikroskopis Enam Jenis Kayu yang Diteliti No. 1 2
Leucaena glabrata 27108 27109
Parameter LINGKAR TUMBUH PEMBULUH: a. Porositas b.Sebaran/susunan c. Pengelompokan d. Bentuk pembuluh soliter e. Bidang perforasi f. Ceruk(susunan) g. Ukuran rata-rata ceruk(µ) h. Ceruk berumbai i. Ceruk persilangan pembuluh jari-jari
j. Penebalan ulir/spiral k. Rata-rata diam. tangensial (µ) l. Frekuensi per mm2 m. Rata-rata panjang (µ) n. Tilosis dan endapan dalam pembuluh o. Elemen trakea tak berlubang
Tidak jelas
Tidak jelas
Baur Diagonal/radial Sebagian besar soliter Bundar Sederhana Selang-seling bersegi banyak
Leucaena pulverulenta 29302 30133 Tidak jelas
Tidak jelas
Pithecellobium angulatum 25596 21698 Tidak jelas
Tidak jelas
Baur Diagonal/radial Sebagian besar soliter Bundar Sederhana Selang-seling bersegi banyak 8±0.74 Dijumpai Dijumpai Dengan halaman Dengan halaman jelas; serupa dgn jelas; serupa dgn ceruk antar ceruk antar pembuluh pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut 229±9.56 2±0.39 316±21.24
Baur Baur Diagonal/radial Diagonal/radial Bergerombol biasa Bergerombol biasa dijumpai dijumpai Bundar Bundar Sederhana Sederhana Selang-seling Selang-seling bersegi banyak bersegi banyak 8±0.53 Dijumpai Dijumpai Dengan halaman Dengan halaman jelas; serupa dgn jelas; serupa dgn ceruk antar ceruk antar pembuluh, pembuluh, dengan halaman dengan halaman yang sempit sampai yang sempit sampai sederhana;ceruk sederhana;ceruk bundar atau bundar atau bersudut bersudut 181±10.99 8±1.11 235±12.61
Baur Diagonal/radial Sebagian besar soliter Bundar Sederhana Selang-seling bersegi banyak
Baur Diagonal/radial Sebagian besar soliter Bundar Sederhana Selang-seling bersegi banyak 5±0.39 Dijumpai Dijumpai Dengan halaman Dengan halaman jelas; serupa dgn jelas; serupa dgn ceruk antar ceruk antar pembuluh, pembuluh, dengan halaman dengan halaman yang sempit sampai yang sempit sampai sederhana;ceruk sederhana;ceruk bundar atau bundar atau bersudut bersudut 236±17.05 2±0.27 364±22.84
Endapan
Endapan
Endapan
Endapan
Endapan
Endapan
-
-
-
-
-
-
Lampiran 1. Lanjutan No. 3
4
5
6
Parameter SERAT: a. Bentuk ceruk
b. Penebalan ulir/spiral c. Serat bersekat d. Tebal dinding serat e. Rata-rata panjang PARENKIMA: a. Aksial jarang b. Aksial apotrakea c. Aksial paratrakea d. Panjang sel per untai JARI-JARI: a. Lebar b. Jari-jari agregat c. Tinggi jari-jari d. Komposisi e. Sel seludang dan sel ubin f. Sel jari-jari berperforasi g. Frekuensi per mm j. Susunan bertingkat INKLUSI MINERAL: a. Kristal prismatik
Leucaena glabrata 27108 27109
Leucaena pulverulenta 29302 30133
Pithecellobium angulatum 25596 21698
Dengan ceruk Dengan ceruk sederhana sampai sederhana sampai berhalaman sangat berhalaman sangat kecil kecil Tidak ada Tidak ada Dijumpai Dijumpai Tipis sampai tebal Tipis sampai tebal 1306.5±84.78
Dengan ceruk Dengan ceruk sederhana sampai sederhana sampai berhalaman sangat berhalaman sangat kecil kecil Tidak ada Tidak ada Dijumpai Dijumpai Tipis sampai tebal Tipis sampai tebal 1096.2±38.82
Dengan ceruk Dengan ceruk sederhana sampai sederhana sampai berhalaman sangat berhalaman sangat kecil kecil Tidak ada Tidak ada Tidak bersekat Tidak bersekat Sangat tipis Sangat tipis 1125.76±35.02
Vaskisentrik, aliform, konfluen 2-4 sel
-
Tersebar
Ada Tersebar
-
Paratrakea jarang
4 sel
4 sel
Vaskisentrik, aliform 2 -4 sel
1-3 seri, -
Vaskisentrik 2 -4 sel
Vaskisentrik, aliform, konfluen 2 sel
1-3 seri 305±27.65 Seluruhnya sel Seluruhnya sel baring baring 16±0.5 -
1-3 seri -
1-3 seri 308±37.94 Seluruhnya sel Seluruhnya sel baring baring 16±0.59 -
Seluruhnya 1 seri Seluruhnya 1 seri 218±13.61 Seluruhnya sel Seluruhnya sel baring baring 22±0.54 -
Dalam parenkim aksial tak berbilik
Dalam parenkim aksial berbilik
Tidak ada
Dalam parenkim aksial berbilik
Dalam parenkim aksial berbilik
Tidak ada
Lampiran 1. Lanjutan No. 1 2
Pithecellobium jiringa 14251 7736
Parameter
Serianthes grandiflora 29067 18250
Serianthes minahassae 8595 10754
LINGKAR TUMBUH PEMBULUH: a. Porositas b.Sebaran/susunan c. Pengelompokan
Tidak jelas
Tidak jelas
Tidak jelas
Tidak jelas
Tidak jelas
Tidak jelas
Baur Diagonal/radial Hampir seluruhnya soliter
Baur Diagonal/radial Hampir seluruhnya soliter
Baur Diagonal/radial Sebagian soliter, dan berganda 2-4
Bundar Sederhana Selang-seling bersegi banyak
Baur Diagonal/radial Berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai, Bergerombol biasa dijumpai Bundar Sederhana
Baur Diagonal/radial Sebagian soliter, dan berganda 2-4
d. Bentuk pembuluh soliter e. Bidang perforasi f. Ceruk(susunan)
Baur Diagonal/radial Berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai, Bergerombol biasa dijumpai Bundar Sederhana Selang-seling
Selang-seling
g. Ukuran rata-rata ceruk(µ) h. Ceruk berumbai
Dijumpai
Bundar Sederhana Selang-seling bersegi banyak 6±0.49 Dijumpai
i. Ceruk persilangan pembuluh jari-jari
Dengan halaman jelas; serupa dgn ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut
j. Penebalan ulir/spiral k. Rata-rata diam. tangensial (µ) l. Frekuensi per mm2 m. Rata-rata panjang (µ) n. Tilosis dan endapan dalam pembuluh o. Elemen trakea tak berlubang
-
Dengan halaman jelas; serupa dgn ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut
174±11.58 1±0.29 294±20.92
Dijumpai
6±0.41 Dijumpai
Dengan halaman jelas; serupa dgn ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut
-
Dengan halaman jelas; serupa dgn ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut
171±6.95 5±0.39 304±18.61
Bundar Sederhana Selang-seling bersegi banyak Dijumpai
Bundar Sederhana Selang-seling bersegi banyak 7±0.50 Dijumpai
Dengan halaman an jelas; serupa dgn ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut
-
Dengan halaman jelas; serupa dgn ceruk antar pembuluh, dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut
338±21.93 2±0.33 365±25.51
Endapan
Endapan
Endapan
Endapan
Endapan
Endapan
-
-
-
-
-
-
Lampiran 1. Lanjutan No. 3
4
5
6
Pithecellobium jiringa 14251 7736
Parameter SERAT: a. Bentuk ceruk
b. Penebalan ulir/spiral c. Serat bersekat d. Tebal dinding serat e. Rata-rata panjang PARENKIMA: a. Aksial jarang b. Aksial apotrakea c. Aksial paratrakea d. Panjang sel per untai JARI-JARI: a. Lebar b. Jari-jari agregat c. Tinggi jari-jari d. Komposisi e. Sel seludang dan sel ubin f. Sel jari-jari berperforasi g. Frekuensi per mm j. Susunan bertingkat INKLUSI MINERAL: a. Kristal prismatik
Serianthes grandiflora 29067 14251
Serianthes minahassae 7736 29067
Dengan ceruk Dengan ceruk sederhana sampai sederhana sampai berhalaman sangat berhalaman sangat kecil kecil Tidak ada Tidak ada Tidak bersekat Tidak bersekat Sangat tipis Sangat tipis 1103.51±38.30
Dengan ceruk Dengan ceruk sederhana sampai sederhana sampai berhalaman sangat berhalaman sangat kecil kecil Tidak ada Tidak ada Tidak bersekat Tidak bersekat Tipis sampai tebal Tipis sampai tebal 1030.69±26.73
Dengan ceruk Dengan ceruk sederhana sampai sederhana sampai berhalaman sangat berhalaman sangat kecil kecil Tidak ada Tidak ada Tidak bersekat Tidak bersekat Tipis sampai tebal Tipis sampai tebal 1287.25±48.46
-
Tersebar
-
-
Paratrakea jarang
Paratrakea sepihak
Vaskisentrik
Paratrakea jarang
2 sel per untai
2 sel per untai
2-4sel peruntai
2-4sel peruntai
Vaskisentrik, konfluen 2-4sel peruntai
Seluruhnya 1 seri Seluruhnya 1 seri 216±13.86 Seluruhnya sel Seluruhnya sel baring baring 21±0.60 -
1-3 seri -
1-3 seri 246±20.93 Seluruhnya sel Seluruhnya sel baring baring 19±0.51 -
1-3 seri -
Dalam parenkim aksial berbilik
Dalam parenkim aksial berbilik
Dalam parenkim aksial berbilik
Tidak ada
Dalam parenkim aksial berbilik
Vaskisentrik, paratrakea jarang 2-4sel peruntai
1-3 seri 226±15.48 Seluruhnya sel Seluruhnya sel baring baring 19±0.40 Dalam parenkim aksial berbilik
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Hasil Preparat Mikrotom No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
A.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh Berganda
Frekuensi Pembuluh per mm2
Bacaan
Mikron
Soliter
110 130 90 85 80 85 115 110 110 115 120 105 105 80 90 85 110 100 105 80 95 135 90 85 65
252 298 206 195 183 195 263 252 252 263 275 240 240 183 206 195 252 229 240 183 218 309 206 195 149
1 2
1 3 1 3 3 1 1 2
1 1
1 2 2 3 1 1 3 1 2 2 2 2 2 5 1 2 1 1 3 1 3 3 1 2 3
227
76%
24%
2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
440 230 685 165 220 310 300 335 405 345 240 330 440 190 565 440 420 510 360 410 360 310 385 385 325
418 219 651 157 209 295 285 318 385 328 228 314 418 181 537 418 399 485 342 390 342 295 366 366 309
17 16 16 16 14 16 13 14 16 15 15 14 13 13 14 15 15 14 14 13 17 17 14 14 15
346
15
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Leucaena glabrata / 27108 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
140 160 100 130 100 180 120 190 230 90 125 170 130 140 180 135 80 105 205 160 125 165 125 140 125
Rata-rata
321 366 229 298 229 412 275 435 527 206 286 389 298 321 412 309 183 240 469 366 286 378 286 321 286
325
1 1 1 2 1 2
1 1
1 2 2 1 1 2
1 2
2
40 25 45 35 30 38 30 42 41 38
10 6 11 8 7 9 7 10 10 9
9
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
B.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Bacaan
Mikron
Soliter
110 107 100 79 66 100 95 129 100 100 90 100 100 100 92 100 124 100 100 86 112 109 100 114 107
252 245 229 181 151 229 218 295 229 229 206 229 229 229 211 229 284 229 229 197 256 250 229 261 245
1 3 1 2 1 1 1
231
67%
Berganda
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
320 210 120 368 274 265 310 190 312 332 218 250 270 220 255 410 195 385 250 280 365 310 212 380 265
304 200 114 350 260 252 295 181 296 315 207 238 257 209 242 390 185 366 238 266 347 295 201 361 252
16 19 18 17 17 16 21 17 20 17 16 15 17 17 14 14 15 14 17 18 18 16 15 16 17
265
17
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Leucaena glabrata / 27109 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
114 100 200 119 100 114 120 144 140 150 116 148 176 118 136 200 124 159 144 122 181 134 100 100 100
Rata-rata
261 229 458 273 229 261 275 330 321 344 266 339 403 270 311 458 284 364 330 279 414 307 229 229 229
308
1 1 1 2 2
1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 3
2 1 2 1 1 1 1 2
33%
1 3 4 4 1 3 1 4 6 1 1 5 4 2 6 3 2 2 3 3 1 1 5 2 3
2,84
31 27 30 26 28 30 27 36 22 25
7 6 7 6 7 7 6 9 5 6
7
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
C.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Bacaan
Mikron
Soliter
60 80 50 70 80 90 100 45 60 60 80 100 65 70 55 85 90 50 80 65 80 65 75 65 78
137 183 115 160 183 206 229 103 137 137 183 229 149 160 126 195 206 115 183 149 183 149 172 149 179
4 7 3 3 3 2 1 2 1 6 10 5 2 3 3 6 5 3 4 5 6 2 4 3
165
57%
Berganda
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
370 345 235 410 215 317 225 310 265 200 250 432 205 415 400 268 510 164 305 366 284 282 285 240 269
352 328 223 390 204 301 214 295 252 190 238 410 195 394 380 255 485 156 290 348 270 268 271 228 256
14 19 18 17 18 13 19 19 19 16 16 16 17 15 16 14 14 16 15 18 15 15 14 15 16
288
16
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Leucaena pulverulenta / 29302 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
85 100 120 100 80 90 100 110 160 110 100 75 85 112 115 100 95 115 95 85 90 100 120 92 122
Rata-rata
195 229 275 229 183 206 229 252 366 252 229 172 195 256 263 229 218 263 218 195 206 229 275 211 279
234
6 2
3 3 5 2 1 1 2 1 4 2 3 3 5 5 2 2 3 3 2
14 8 9 10 7 3 9 9 9 5 9 14 18 4 10 9 14 15 15 12 10 10 10 12 8
43%
10
3 2
35 32 30 30 35 37 41 40 35 36
8 8 7 7 8 9 10 10 8 9
8
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
D.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Bacaan
Mikron
Soliter
Berganda
85 130 60 75 80 85 85 100 110 80 75 60 75 90 80 60 70 80 80 90 85 50 40 90 90
195 298 137 172 183 195 195 229 252 183 172 137 172 206 183 137 160 183 183 206 195 115 92 206 206
2 5 3
1 1 3 1
184
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
237 158 910 175 348 210 600 235 320 430 360 275 480 565 168 335 365 700 210 362 345 165 295 200 210
225 150 865 166 331 200 570 223 304 409 342 261 456 537 160 318 347 665 200 344 328 157 280 190 200
19 15 16 15 20 18 16 12 13 13 14 13 15 17 16 15 13 14 12 12 12 17 18 17 16
329
15
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Leucaena pulverulenta / 30133 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
85 90 100 145 100 70 60 110 120 100 90 120 100 100 105 110 105 110 125 155 110 90 60 120 95
Rata-rata
195 206 229 332 229 160 137 252 275 229 206 275 229 229 240 252 240 252 286 355 252 206 137 275 218
236
4 2 3 2 3 4
1 1 3 2 1 1 3 1 3 4 3 2 1 4 3 2 1 4 2 1
5 9 11 1 5 3 3 11 6 5 3 7 18 7 10 7 6 7 15 10 5 5 5 9 5
46%
54%
7
5 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 4
28 25 35 35 40 42 40 31 32 31
7 6 8 8 10 10 10 7 8 7
8
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
E.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X Bacaan
% Pembuluh
Mikron
Soliter
270 332 254 270 373 229 279 511 295 229 330 311 218 334 261 334 245 273 268 344 314 334 334 263 229
2 2 1 1
297
84%
Berganda
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
300 230 195 245 260 200 210 240 280 300 200 280 362 223 210 165 225 300 350 250 292 228 246 260 200
285 219 185 233 247 190 200 228 266 285 190 266 344 212 200 157 214 285 333 238 277 217 234 247 190
20 23 19 20 23 24 20 19 21 20 24 21 21 19 21 19 22 21 22 19 20 23 21 22 20
238
21
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Pithecellobium angulatum / 25596 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
171 123 130 183 176 100 283 138 156 117 163 142 136 119 163 130 128 221 200 170 171 184 136 170 111
Rata-rata
392 282 298 419 403 229 648 316 357 268 373 325 311 273 373 298 293 506 458 389 392 421 311 389 254
359
118 145 111 118 163 100 122 223 129 100 144 136 95 146 114 146 107 119 117 150 137 146 146 115 100
1 1 2 1 2
1 1
1 1
1 2 3 2 2 3 2 1 2 1 3 1 2 2
2
16%
2 2 1 1 2 3 1 2 3 2 2 1 2 3 2 2 3 2 1 2 1 3 5 2 2
2
30 31 22 23 25 23 25 22 28 21
7 7 5 6 6 6 6 5 7 5
6
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
F.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X Bacaan
% Pembuluh
Mikron
Soliter
Berganda
252 229 252 252 229 275 195 252 183 183 183 252 252 263 195 172 172 344 263 298 263 263 263 344 229
1 2 2 2 2 1
1
242
75%
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
220 190 157 131 220 240 215 250 240 240 230 190 230 200 288 185 170 155 155 185 243 190 200 340 150
209 181 149 124 209 228 204 238 228 228 219 181 219 190 274 176 162 147 147 176 231 181 190 323 143
24 27 23 26 25 23 23 23 26 22 23 22 23 23 24 25 23 22 20 22 22 21 22 23 24
198
23
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Pithecellobium angulatum / 21698 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
150 155 130 150 150 225 150 100 210 150 110 170 180 210 180 175 220 170 150 120 170 115 155 170 155
Rata-rata
344 355 298 344 344 515 344 229 481 344 252 389 412 481 412 401 504 389 344 275 389 263 355 389 355
368
110 100 110 110 100 120 85 110 80 80 80 110 110 115 85 75 75 150 115 130 115 115 115 150 100
1 2 1 2 2
1 1
1 2 1 1 1 1 1 1
1 1 2 1
1 1 1
25%
3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 3 1 2 6 1 1 2 1 1 1
2
24 20 20 24 22 23 18 27 21 20
6 5 5 6 5 6 4 6 5 5
5
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
G.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Bacaan
Mikron
Soliter
100 100 100 118 105 119 121 100 100 122 100 130 100 89 106 105 110 100 58 110 87 75 88 100 70
229 229 229 270 240 273 277 229 229 279 229 298 229 204 243 240 252 229 133 252 199 172 202 229 160
1
230
79%
Berganda
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
192 194 200 317 334 247 257 185 185 205 157 305 172 360 245 245 165 231 280 290 145 205 300 220 185
182 184 190 301 317 235 244 176 176 195 149 290 163 342 233 233 157 219 266 276 138 195 285 209 176
19 23 19 21 17 21 18 21 17 18 21 21 20 19 19 21 21 21 18 19 19 21 18 20 17
221
20
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Pithecellobium jiringa / 14251 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
160 160 111 79 127 127 200 123 127 100 157 78 130 85 159 200 100 68 119 80 112 121 200 121 170
Rata-rata
366 366 254 181 291 291 458 282 291 229 360 179 298 195 364 458 229 156 273 183 256 277 458 277 389
294
1 2 2 1 2 3 1 1 2 2 2 1 1 2 1 3 2 1 2 2 1 1
1 1 1 2 1 1
1
21%
1 2 2 2 3 2 4 3 6 3 3 2 2 2 1 1 2 1 3 2 4 2 2 1 1
2
18 16 18 14 16 14 19 15 25 17
4 4 4 3 4 3 5 4 6 4
4
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
H.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Bacaan
Mikron
Soliter
50 50 80 85 90 67 75 80 80 100 70 100 75 87 60 100 100 90 85 82 85 105 75 73 102
115 115 183 195 206 153 172 183 183 229 160 229 172 199 137 229 229 206 195 188 195 240 172 167 234
2 2 2 2 1 1 3 2 2 2 1 1 1 2 1
187
89%
Berganda
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
270 310 227 357 237 200 180 220 180 200 180 155 230 190 220 232 200 215 200 210 280 170 270 220 210
257 295 216 339 225 190 171 209 171 190 171 147 219 181 209 220 190 204 190 200 266 162 257 209 200
24 25 21 25 20 24 18 24 25 21 23 22 22 19 19 19 21 22 23 21 23 19 20 23 22
211
22
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Pithecellobium jiringa / 7736 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
145 160 150 135 80 85 165 135 160 115 115 155 90 110 130 135 130 135 140 85 115 180 134 100 130
Rata-rata
332 366 344 309 183 195 378 309 366 263 263 355 206 252 298 309 298 309 321 195 263 412 307 229 298
294
1
2 1 1 1 2 2 2 1 1
1 1
11%
2 2 2 2 1 1 3 2 4 2 1 1 1 2 1 4 1 1 1 2 2 2 2 3 1
2
21 22 27 26 24 26 20 22 26 20
5 5 6 6 6 6 5 5 6 5
6
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
I.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Frekuensi Pembuluh per mm2
Bacaan
Mikron
Soliter
Berganda
75 75 65 85 50 90 90 90 70 70 85 70 80 85 75 75 70 85 80 80 80 85 80 70 80
172 172 149 195 115 206 206 206 160 160 195 160 183 195 172 172 160 195 183 183 183 195 183 160 183
2 3 1 4 2 1 2 1 2 3 2 2 3 4 4 3 1 3 7 2 3 4 5 2 4
1
2 1
4 3 1 4 2 5 4 1 4 3 2 4 3 6 4 3 5 5 7 5 3 4 5 6 7
178
74%
26%
4
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
240 260 220 285 170 180 285 255 200 100 100 280 165 270 227 200 180 210 215 155 180 310 220 275 160
228 247 209 271 162 171 271 242 190 95 95 266 157 257 216 190 171 200 204 147 171 295 209 261 152
18 18 17 17 16 20 19 17 18 19 20 21 17 17 21 17 18 20 16 18 21 20 21 20 20
203
19
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Serianthes grandiflora / 29067 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
145 115 155 80 95 130 180 130 150 135 150 155 130 155 165 110 150 195 145 165 115 145 160 115 160
Rata-rata
332 263 355 183 218 298 412 298 344 309 344 355 298 355 378 252 344 447 332 378 263 332 366 263 366
323
2 1 1 1 1
2 1
28 29 30 30 32 30 30 33 31 31
7 7 7 7 8 7 7 8 7 7
7
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
J.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Bacaan
Mikron
Soliter
50 65 70 50 55 75 60 90 70 85 65 70 55 80 70 90 60 70 70 75 80 60 80 70 75
115 149 160 115 126 172 137 206 160 195 149 160 126 183 160 206 137 160 160 172 183 137 183 160 172
3 4 2 3 3 4 2 1 5 4 2 4 1 4
159
74%
Berganda
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
325 365 225 195 264 250 270 305 335 350 396 375 350 330 335 485 200 400 210 235 350 190 300 300 265
309 347 214 185 251 238 257 290 318 333 376 356 333 314 318 461 190 380 200 223 333 181 285 285 252
16 20 21 19 19 20 22 17 16 18 19 20 23 20 22 16 22 19 20 18 18 20 16 17 19
289
19
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Serianthes grandiflora / 18250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
150 100 100 140 190 140 135 130 75 115 125 170 115 120 115 80 120 80 190 125 135 120 120 130 80
Rata-rata
344 229 229 321 435 321 309 298 172 263 286 389 263 275 263 183 275 183 435 286 309 275 275 298 183
284
2 2 3 2 2 1 3 1 2 1
2 2 1
3 4 5 3 3 4 4 3 5 4 8 6 3 4 4 4 2 4 3 2 3 3 5 5 3
26%
4
1
1 1
2 1 1 2 1 1 1 1
30 26 25 21 24 26 27 20 23 26
7 6 6 5 6 6 6 5 6 6
6
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
K.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Bacaan
Mikron
Soliter
Berganda
120 95 112 157 235 175 125 150 163 125 115 100 150 130 85 100 115 130 90 135 87 100 117 80 135
275 218 256 360 538 401 286 344 373 286 263 229 344 298 195 229 263 298 206 309 199 229 268 183 309
1 2
1
286
57%
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
290 170 330 145 240 230 205 300 135 177 160 224 230 185 200 230 230 215 175 180 200 200 200 285 175
276 162 314 138 228 219 195 285 128 168 152 213 219 176 190 219 219 204 166 171 190 190 190 271 166
21 19 18 19 18 19 17 19 18 20 20 20 17 17 17 19 17 19 18 19 21 18 17 17 18
202
18
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Serianthes minahassae / 8595 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
154 167 185 180 132 140 80 160 125 130 125 135 185 170 125 195 135 145 165 137 90 165 75 140 155
Rata-rata
353 382 424 412 302 321 183 366 286 298 286 309 424 389 286 447 309 332 378 314 206 378 172 321 355
329
1 1 1 1
3 2 2 3 2 4 2 2 3 4 2 4 3 6 6 5 4 5 3 5 2 3 4 3 2
43%
3
1 3 2 2 2 2 3 2 3 4 3
2 1 1 2 1 1 2
5 3 2 1 2 1
1 1
21 28 24 29 34 33 26 37 33 30
5 7 6 7 8 8 6 9 8 7
7
Lampiran 2. Lanjutan No.
Panjang Pembuluh 40 X Bacaan
L.
Mikron
d Tangensial Lumen 40X
% Pembuluh
Bacaan
Mikron
Soliter
Berganda
198 179 114 140 180 166 132 183 174 161 137 200 160 153 164 187 162 157 122 181 166 163 174 129 120
453 410 261 321 412 380 302 419 398 369 314 458 366 350 376 428 371 360 279 414 380 373 398 295 275
1 2 2
1 1
367
68%
Frekuensi Pembuluh per mm2
Tinggi Jari-jari 100X
Frekuensi Jari-jari per mm
Bacaan
Mikron
220 360 340 275 265 235 240 375 200 180 245 200 230 180 270 365 320 280 210 200 290 260 270 285 315
209 342 323 261 252 223 228 356 190 171 233 190 219 171 257 347 304 266 200 190 276 247 257 271 299
19 21 21 20 19 17 18 17 19 19 18 18 24 17 19 17 17 19 19 17 18 18 20 19 18
251
19
Ceruk antar Pembuluh Selangseling (400X) Bacaan Mikron
Serianthes minahassae / 10754 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
196 225 228 194 200 200 180 126 177 191 149 105 130 203 280 146 82 181 121 161 200 174 143 192 180
Rata-rata
449 515 522 444 458 458 412 289 405 437 341 240 298 465 641 334 188 414 277 369 458 398 327 440 412
400
1 4 1 2 3 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 2 1
1 1 1
3 4 2 2 3 4 2 3 2 2 5 2 2 3 1 4 3 2 2 2 2 1 3 4 3
32%
3
1 1 1 1 1 1 1 1 1
25 38 30 30 30 30 25 33 26 29
6 9 7 7 7 7 6 8 6 7
7
Lampiran 3. Nilai Tengah Populasi, Standar Deviasi dan Selang Kepercayaan 95% Hasil Pengukuran Preparat Mikrotom Parameter
Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
Panjang Pembuluh (µm)
Diameter Tangensial
Frekuensi Pembuluh
Tinggi Jari-jari (µm)
Frekuensi Jari-jari per mm
Ceruk antar Pembulu h (µm)
Lumen per mm2 (µm) Diantara Leucaena glabrata
316
229
2
305
16
8
76,62
34,49
1,39
99,74
1,79
1,58
316±21.24
229±9.56
2±0.39
305±27.65
16±0.50
8±0.74
Diantara Leucaena pulverulenta Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
235
181
8
308
16
8
45,48
39,66
4,01
136,87
2,13
1,14
235±12.61
181±10.99
8±1.11
308±37.94
16±0.59
8±0.53
Diantara Pithecellobium angulatum Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
364
236
2
218
22
5
82,41
61,50
0,99
49,11
1,95
0,83
364±22.84
236±17.05
2±0.27
218±13.61
22±0.54
5±0.39
Diantara Pithecellobium jiringa Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
294
174
1
216
21
6
75,46
41,76
1,06
50,02
2,17
1,04
294±20.92
174±11.58
1±0.29
216±13.86
21±0.60
6±0.49
Diantara Serianthes grandiflora Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
304
171
5
246
19
6
67,13
25,09
1,39
75,51
1,85
0,88
304±18.61
171±6.95
5±0.39
246±20.93
19±0.51
6±0.41
Diantara Serianthes minahassae Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
365
338
2
226
19
7
92,03
79,10
1,20
55,84
1,44
1,07
365±25.51
338±21.93
2±0.33
226±15.48
19±0.40
7±0.50
69
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Dimensi Serat Panjang Serat
No.
A.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
1339,65 1213,7 1396,9 1454,15 1396,9 1442,7 1442,7 1248,05 1568,65 1534,3 1557,2 1534,3 1351,1 1488,5 1706,05 1603 1477,05 1339,65 1660,25 1408,35 1522,85 1603 1603 1374 1419,8 1832 1820,55 2175,5 1580,1 1580,1
75 90 120 85 100 100 85 85 80 80 90 95 85 115 95
18 21,6 28,8 20,4 24 24 20,4 20,4 19,2 19,2 21,6 22,8 20,4 27,6 22,8
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Leucaena glabrata / 27108 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
585 530 610 635 610 630 630 545 685 670 680 670 590 650 745 700 645 585 725 615 665 700 700 600 620 800 795 950 690 690
1522,47 191,02
22,08 3,04
40 40 75 50 50 60 35 30 50 30 35 35 30 75 40
9,6 9,6 18 12 12 14,4 8,4 7,2 12 7,2 8,4 8,4 7,2 18 9,6
4,2 6 5,4 4,2 6 4,8 6 6,6 3,6 6 6,6 7,2 6,6 4,8 6,6
10,8 3,60
5,64 1,08
Lampiran 4. Lanjutan Panjang Serat
No.
B.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
650,36 1126,68 526,7 1167,9 991,57 1156,45 1726,66 1032,79 627,46 1225,15 1332,78 991,57 712,19 1055,69 916 1330,49 993,86 1479,34 565,63 638,91 1408,35 1025,92 1577,81 1055,69 1275,53 849,59 1305,3 1259,5 1328,2 1383,16
100 95 100 76 74 102 100 90 64 112 74 100 78 81 100
24 22,8 24 18,24 17,76 24,48 24 21,6 15,36 26,88 17,76 24 18,72 19,44 24
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Leucaena glabrata / 27109 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
284 492 230 510 433 505 754 451 274 535 582 433 311 461 400 581 434 646 247 279 615 448 689 461 557 371 570 550 580 604
1090,5743 308,91488
21,536 3,37
38 74 65 24 31 41 60 51 31 79 36 61 22 32 24
9,12 17,76 15,6 5,76 7,44 9,84 14,4 12,24 7,44 18,96 8,64 14,64 5,28 7,68 5,76
7,44 2,52 4,2 6,24 5,16 7,32 4,8 4,68 3,96 3,96 4,56 4,68 6,72 5,88 9,12
10,70 4,55
5,42 1,70
Lampiran 4. Lanjutan Panjang Serat
No.
C.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
75 95 75 85 80 100 80 90 65 85 90 80 80 95 85
18 22,8 18 20,4 19,2 24 19,2 21,6 15,6 20,4 21,6 19,2 19,2 22,8 20,4
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Leucaena pulverulenta / 29302 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
435 390 400 550 515 465 470 525 415 565 420 440 420 450 500 775 455 485 480 480 460 405 495 415 445 440 450 465 560 550
996,15 893,1 916 1259,5 1179,35 1064,85 1076,3 1202,25 950,35 1293,85 961,8 1007,6 961,8 1030,5 1145 1774,75 1041,95 1110,65 1099,2 1099,2 1053,4 927,45 1133,55 950,35 1019,05 1007,6 1030,5 1064,85 1282,4 1259,5
1093,0933 169,9569
20,16 2,18
35 65 45 50 45 70 45 50 35 45 60 40 55 60 55
8,4 15,6 10,8 12 10,8 16,8 10,8 12 8,4 10,8 14,4 9,6 13,2 14,4 13,2
4,8 3,6 3,6 4,2 4,2 3,6 4,2 4,8 3,6 4,8 3,6 4,8 3 4,2 3,6
12,08 2,50
4,04 0,58
Lampiran 4. Lanjutan Panjang Serat
No.
D.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
80 70 75 90 90 85 85 100 100 70 160 85 90 100 70
19,2 16,8 18 21,6 21,6 20,4 20,4 24 24 16,8 38,4 20,4 21,6 24 16,8
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Leucaena pulverulenta / 30133 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
520 450 510 500 450 410 490 450 380 520 380 400 420 430 480 520 530 560 490 680 490 480 520 420 450 490 520 470 470 520
1190,8 1030,5 1167,9 1145 1030,5 938,9 1122,1 1030,5 870,2 1190,8 870,2 916 961,8 984,7 1099,2 1190,8 1213,7 1282,4 1122,1 1557,2 1122,1 1099,2 1190,8 961,8 1030,5 1122,1 1190,8 1076,3 1076,3 1190,8
1099,2 137,79426
21,6 5,29
45 35 30 65 45 45 45 70 40 45 50 30 75 30 35
10,8 8,4 7,2 15,6 10,8 10,8 10,8 16,8 9,6 10,8 12 7,2 18 7,2 8,4
4,2 4,2 5,4 3 5,4 4,8 4,8 3,6 7,2 3 13,2 6,6 1,8 8,4 4,2
10,96 3,42
5,32 2,77
Lampiran 4. Lanjutan No.
Panjang Serat Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
120 115 144 100 180 87 113 125 148 136 126 111 115 126 114
28,8 27,6 34,56 24 43,2 20,88 27,12 30 35,52 32,64 30,24 26,64 27,6 30,24 27,36
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
E. Pithecellobium angulatum / 25596 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
521 500 562 338 500 500 492 680 491 638 564 580 510 364 500 600 552 532 470 500 580 559 480 477 495 514 522 522 495 588
1193,09 1145 1286,98 774,02 1145 1145 1126,68 1557,2 1124,39 1461,02 1291,56 1328,2 1167,9 833,56 1145 1374 1264,08 1218,28 1076,3 1145 1328,2 1280,11 1099,2 1092,33 1133,55 1177,06 1195,38 1195,38 1133,55 1346,52
1192,7847 154,81593
29,76 5,28
100 84 120 74 137 66 95 92 127 96 100 80 94 95 95
24 20,16 28,8 17,76 32,88 15,84 22,8 22,08 30,48 23,04 24 19,2 22,56 22,8 22,8
2,4 3,72 2,88 3,12 5,16 2,52 2,16 3,96 2,52 4,8 3,12 3,72 2,52 3,72 2,28
23,28 4,55
3,24 0,92
Lampiran 4. Lanjutan Panjang Serat
No.
F.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
105 135 110 130 120 115 150 140 130 120 135 110 150 80 125
25,2 32,4 26,4 31,2 28,8 27,6 36 33,6 31,2 28,8 32,4 26,4 36 19,2 30
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Pithecellobium angulatum / 21698 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
450 435 480 365 470 470 480 530 420 435 470 435 470 480 465 480 435 470 480 470 450 460 470 490 480 430 460 550 440 450
1030,5 996,15 1099,2 835,85 1076,3 1076,3 1099,2 1213,7 961,8 996,15 1076,3 996,15 1076,3 1099,2 1064,85 1099,2 996,15 1076,3 1099,2 1076,3 1030,5 1053,4 1076,3 1122,1 1099,2 984,7 1053,4 1259,5 1007,6 1030,5
1058,7433 75,57678
29,68 4,41
75 100 90 90 100 90 120 100 100 100 110 90 120 60 85
18 24 21,6 21,6 24 21,6 28,8 24 24 24 26,4 21,6 28,8 14,4 20,4
3,6 4,2 2,4 4,8 2,4 3 3,6 4,8 3,6 2,4 3 2,4 3,6 2,4 4,8
22,88 3,75
3,4 0,93
Lampiran 4. Lanjutan Panjang Serat
No.
G.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
1215,99 964,09 1035,08 1245,76 1000,73 1222,86 977,83 1071,72 1197,67 1122,1 1096,91 1142,71 1307,59 1307,59 856,46 1131,26 916 838,14 1021,34 1103,78 1268,66 1374 1488,5 1025,92 1374 1396,9 1424,38 1096,91 1145 1055,69
100 100 119 100 116 100 88 100 114 101 113 100 112 110 121
24 24 28,56 24 27,84 24 21,12 24 27,36 24,24 27,12 24 26,88 26,4 29,04
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Pithecellobium jiringa / 14251
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
531 421 452 544 437 534 427 468 523 490 479 499 571 571 374 494 400 366 446 482 554 600 650 448 600 610 622 479 500 461
1147,519 169,14315
25,504 2,24
67 67 100 89 82 83 60 90 100 79 100 81 100 87 100
16,08 16,08 24 21,36 19,68 19,92 14,4 21,6 24 18,96 24 19,44 24 20,88 24
3,96 3,96 2,28 1,32 4,08 2,04 3,36 1,2 1,68 2,64 1,56 2,28 1,44 2,76 2,52
20,56 3,21
2,472 0,99
Lampiran 4. Lanjutan Panjang Serat
No.
H.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
1030,5 916 1099,2 973,25 1190,8 1259,5 1030,5 1041,95 1225,15 984,7 984,7 847,3 961,8 1316,75 1099,2 1041,95 996,15 938,9 1087,75 1213,7 1076,3 1145 1225,15 1110,65 1030,5 824,4 938,9 1019,05 1110,65 1064,85
100 90 65 100 115 120 140 110 115 100 100 112 100 122 95
24 21,6 15,6 24 27,6 28,8 33,6 26,4 27,6 24 24 26,88 24 29,28 22,8
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Pithecellobium jiringa / 7736
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
450 400 480 425 520 550 450 455 535 430 430 370 420 575 480 455 435 410 475 530 470 500 535 485 450 360 410 445 485 465
1059,5067 118,29586
25,344 4,09
70 50 35 75 75 100 105 90 85 84 65 74 75 85 85
16,8 12 8,4 18 18 24 25,2 21,6 20,4 20,16 15,6 17,76 18 20,4 20,4
3,6 4,8 3,6 3 4,8 2,4 4,2 2,4 3,6 1,92 4,2 4,56 3 4,44 1,2
18,448 4,27
3,448 1,10
Lampiran 4. Lanjutan No.
Panjang Serat Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
1041,95 1041,95 1408,35 1145 1145 1053,4 1030,5 961,8 984,7 1076,3 1007,6 1030,5 1053,4 1076,3 938,9 961,8 1030,5 1053,4 1190,8 1259,5 1145 1133,55 984,7 961,8 1030,5 916 1087,75 1099,2 1122,1 1007,6
80 85 100 100 100 100 100 100 90 90 95 100 100 70 100
19,2 20,4 24 24 24 24 24 24 21,6 21,6 22,8 24 24 16,8 24
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
I. Serianthes grandiflora / 29067 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
455 455 615 500 500 460 450 420 430 470 440 450 460 470 410 420 450 460 520 550 500 495 430 420 450 400 475 480 490 440
1065,995 101,0946
22,56 2,23
55 45 70 60 70 60 65 55 60 50 55 80 60 40 60
13,2 10,8 16,8 14,4 16,8 14,4 15,6 13,2 14,4 12 13,2 19,2 14,4 9,6 14,4
3 4,8 3,6 4,8 3,6 4,8 4,2 5,4 3,6 4,8 4,8 2,4 4,8 3,6 4,8
14,16 2,41
4,2 0,85
Lampiran 4. Lanjutan Panjang Serat
No.
J.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
950,35 1110,65 973,25 835,85 961,8 1007,6 755,7 1019,05 961,8 984,7 938,9 984,7 1019,05 1122,1 847,3 1019,05 1030,5 1145 1053,4 1133,55 1007,6 812,95 1110,65 1099,2 1076,3 870,2 1007,6 938,9 1110,65 973,25
85 90 95 80 80 90 75 100 100 100 90 100 100 95 115
20,4 21,6 22,8 19,2 19,2 21,6 18 24 24 24 21,6 24 24 22,8 27,6
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Serianthes grandiflora / 18250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
415 485 425 365 420 440 330 445 420 430 410 430 445 490 370 445 450 500 460 495 440 355 485 480 470 380 440 410 485 425
995,38667 99,498223
22,32 2,48
45 60 50 55 50 60 55 60 85 75 70 85 75 70 70
10,8 14,4 12 13,2 12 14,4 13,2 14,4 20,4 18 16,8 20,4 18 16,8 16,8
4,8 3,6 5,4 3 3,6 3,6 2,4 4,8 1,8 3 2,4 1,8 3 3 5,4
15,44 3,00
3,44 1,19
Lampiran 4. Lanjutan Panjang Serat
No.
K.
Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
1396,9 1603 1415,22 1236,6 1085,46 1062,56 980,12 1261,79 1241,18 1177,06 1603 1268,66 1199,96 1087,75 1442,7 1268,66 1241,18 1122,1 961,8 1374 1603 1282,4 1385,45 1293,85 1145 1190,8 1122,1 1117,52 1179,35 1145
77 86 85 100 100 100 100 100 78 90 95 89 80 85 85
18,48 20,64 20,4 24 24 24 24 24 18,72 21,6 22,8 21,36 19,2 20,4 20,4
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
Serianthes minahassae / 8595 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
610 700 618 540 474 464 428 551 542 514 700 554 524 475 630 554 542 490 420 600 700 560 605 565 500 520 490 488 515 500
1249,8057 169,25465
21,6 2,06
41 54 50 62 72 69 60 59 46 62 60 62 45 45 57
9,84 12,96 12 14,88 17,28 16,56 14,4 14,16 11,04 14,88 14,4 14,88 10,8 10,8 13,68
4,32 3,84 4,2 4,56 3,36 3,72 4,8 4,92 3,84 3,36 4,2 3,24 4,2 4,8 3,36
13,504 2,20
4,048 0,57
Lampiran 4. Lanjutan No.
Panjang Serat Bacaan
Diameter Serat Mikron
Bacaan
Mikron
131 113 82 100 91 74 78 100 98 100 91 108 97 94 101
31,44 27,12 19,68 24 21,84 17,76 18,72 24 23,52 24 21,84 25,92 23,28 22,56 24,24
Diameter Lumen Bacaan Mikron
Tebal Dinding Serat Mikron
L. Serianthes minahassae / 10754 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Rata-rata STDEV
456 600 515 535 530 489 579 610 440 575 572 543 630 263 716 678 650 600 715 633 628 552 617 544 624 509 645 634 635 637
1044,24 1374 1179,35 1225,15 1213,7 1119,81 1325,91 1396,9 1007,6 1316,75 1309,88 1243,47 1442,7 602,27 1639,64 1552,62 1488,5 1374 1637,35 1449,57 1438,12 1264,08 1412,93 1245,76 1428,96 1165,61 1477,05 1451,86 1454,15 1458,73
1324,6887 207,5703
23,328 3,38
96 89 55 62 64 47 56 79 51 65 56 78 73 64 70
23,04 21,36 13,2 14,88 15,36 11,28 13,44 18,96 12,24 15,6 13,44 18,72 17,52 15,36 16,8
4,2 2,88 3,24 4,56 3,24 3,24 2,64 2,52 5,64 4,2 4,2 3,6 2,88 3,6 3,72
16,08 3,35
3,624 0,83
Lampiran 5. Nilai Tengah Populasi, Standar Deviasi dan Selang Kepercayaan 95% Hasil Pengukuran Preparat Maserasi Parameter
Panjang Serat (µm)
Diameter Serat (µm)
Diameter Lumen (µm)
Tebal Dinding Serat (µm)
Diantara Leucaena glabrata Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
1306,52
21,81
10,75
5,53
335,06
3,16
3,99
1,40
1306.52±84.78
21.81±1.13
10.75±1.43
5.53±0.50
Diantara Leucaena pulverulenta Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
1096,15
20,88
11,52
4,68
153,43
4,04
2,99
2,07
1096.15±38.82
20.88±1.45
11.52±1.07
4.68±0.74
Diantara Pithecellobium angulatum Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
1125,76
29,72
23,08
3,32
138,41
4,78
4,15
0,91
1125.76±35.02
29.72±1.71
23.08±1.49
3.32±0.33
Diantara Pithecellobium jiringa Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
1103,51
25,42
19,50
2,96
151,36
3,24
3,93
1,14
1103.51±38.30
25.42±1.16
19.50±1.41
2.96±0.41
Diantara Serianthes grandiflora Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
1030,69
22,44
14,80
3,82
105,63
2,32
2,78
1,09
1030.69±26.73
22.44±0.83
14.80±0.99
3.82±0.39
Diantara Serianthes minahassae Rata-rata Populasi Standar Deviasi Selang Kepercayaan
1287.25
22.46
14.79
3.84
191.53
2.89
3.11
0.73
1287.25±48.46
22.46±1.03
14.79±1.11
3.84±0.26
82
Lampiran 6. Perhitungan uji beda nyata dengan sebaran t-student terhadap panjang serat. Diketahui: Populasi 1 = Leucaena glabrata Rose. Populasi 2 = Leucaena pulverulenta Benth. Populasi 3 = Pithecellobium angulathum Benth. Populasi 4 = Pithecellobium jiringa Prain. Populasi 5 = Serianthes grandiflora Benth. Populasi 6 = Serianthes minahassae Harms. t(v) = 1.96 1. Uji beda nyata populasi 1 dan populasi 2 Hipotesis : H0 : H0 : Kriteria uji :
dimana, Jadi, thit > t(v) maka terima H1 (pada tingkat kepercayaan 95%, rata-rata nilai tengah populasi 1 berbeda nyata dengan populasi 2). 2. Uji beda nyata populasi 3 dan populasi 4 Hipotesis : H0 : H0 : Kriteria uji :
dimana, 83
Jadi, thit ≤ t(v) maka terima H0 (pada tingkat kepercayaan 95%, rata-rata nilai tengah populasi 3 tidak berbeda nyata dengan populasi 4). 3. Uji beda nyata populasi 5 dan populasi 6 Hipotesis : H0 : H0 : Kriteria uji :
dimana,
Jadi, thit > t(v) maka terima H1 (pada tingkat kepercayaan 95%, rata-rata nilai tengah populasi 5 berbeda nyata dengan populasi 6).
84