Strength-based Human Resources Management Kunci Peningkatan Kinerja Organisasi Oleh : Retno Utari Widyaiswara Madya Pusdiklat KNPK
Abstract Kinerja perusahaan sangat tergantung pada kinerja sumber daya manusia (SDM) nya. Tiap orang pasti memiliki kekuatan dan kelemahan, tapi kelemahan tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena kelemahan tidak ada kaitannya dengan penciptaan kinerja unggul (excellent performance). Konsep Competence-based Human Resources Management (CBHRM), memandang bahwa tiap orang mampu menjadi kompeten di segala bidang dengan cara memperbaiki kelemahan yang dimilikinya. Jadi manajer harus fokus pada area of improvement pegawainya. Berbeda dengan CBHRM, Strength-based Human Resources Management (SBHRM) memfokuskan pada kekuatan SDM yang merupakan kunci keberhasilan perusahaan dalam mempertahankan keunggulan bersaing. Dengan mengidentifikasikan kekuatan tiap individu, menempatkannya pada posisi yang tepat dan mendukungnya dengan kejelasan tugas dan tujuan serta suasana kerja yang harmonis, akan dapat memberikan kepuasan kerja bagi para pegawai yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Ada empat perubahan mindset yang dituntut dalam menerapkan SBHRM yaitu perubahan area of improvement focused menjadi strength focused, ‘What’ menjadi ‘Who’, perubahan reward system dan menanamkan budaya Good to Great. “People progress more rapidly in their areas of greatest talent than in their areas of weakness. Yet too many training and development approaches focus on making improvements in areas of weakness.” (Buckingham and Clifton) "Great managers think differently about developing their people, they focus on their strengths." (Marcus Buckingham) “Imagine working every day at that which you are best; at that which matches your personal style and your inborn talents; at that which energizes you and utilizes your best strengths.” (Kevin Burkholder)
Pendahuluan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah aset perusahaan. Itulah ungkapan yang sering kita dengar dalam dunia bisnis, terutama pada perusahaan jasa dimana pendapatan perusahaan Sumber Daya Manusia sangat tergantung pada kompetensi SDM nya. Memiliki SDM yang (SDM) adalah aset berkompetensi tinggi memang sangat diperlukan dalam suatu perusahaan. organisasi. Namun perlu kita kaji kembali, apakah aset tersebut benar-benar merupakan kekuatan atau malah akan menjadi beban bagi organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja personil di dalamnya. Dan kinerja seseorang dapat dihasilkan jika ia memiliki kekuatan. Sebenarnya yang merupakan kekuatan dari organisasi bukan jumlah sumber daya manusianya, melainkan kompetensi dan penempatan posisi yang tepat, sesuai dengan kemampuannya. Seseorang dikatakan memiliki kekuatan jika ia memiliki kecakapan dan dapat melaksanakan tugasnya sesuai atau bahkan melebihi target yang ditetapkan. Menghasilkan kinerja yang istimewa tidak hanya memberi kepuasan bagi individu itu sendiri , tetapi juga memberi kan dampak yang luar biasa bagi organisasi. Setiap pemimpin organisasi pasti ingin organisasi yang dipimpinnya semakin maju dan berkembang. Oleh karena itu ia harus tahu benar kekuatan masing-masing individu dan memetakannya sesuai dengan kompetensi yang dimilkinya. James C. Collins, dalam bukunya Good to Great, mengatakan bahwa “If you have the right people on the bus, the problem of how to motivate and manage people largely goes away”. Ini menunjukkan bahwa jika seorang pemimpin telah menempatkan pegawai yang kompeten sesuai dengan bidangnya, maka dapat dipastikan pekerjaan akan selesai secara tuntas dan efektif. Mengapa demikian? Karena orang yang bekerja sesuai dengan bakat, minat dan pengetahuan yang telah mereka asah tiap hari, tidak akan mengalami tekanan. Mereka bekerja seperti melakukan hobby sehingga dapat menghasilkan kinerja yang luar biasa. Jadi manajer tidak perlu lagi upaya untuk memotivasi mereka karena mereka telah termotivasi dengan sendirinya. Competence based Human Resource Management (CBHRM) Sebelum kita mengenal Strength-based Organization, mungkin ada baiknya kita sedikit flashback dengan istilah Competence-based Organization. Pengelolaan SDM dalam organisasi ini dikenal dengan Competence-based Human Resource Mangement. Dalam CBHRM, kompetensi yang merupakan landasan dalam manajemen SDM ini didefinisikan sebagai serangkaian pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan perilaku (attitude) yang dibutuhkan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam prakteknya, kompetensi seorang pegawai dinilai dengan membandingkan serangkaian persyaratan (required competencies) dengan kompetensi yang dimiliki (actual competencies). Jika terdapat ketidaksesuaian, maka akan dilakukan analisa kesenjangan kompetensi (competency gap analysis). Jika timbul kesenjangan atau terjadi hambatan dalam pelaksanaan pekerjaan, langkah pertama yang dilakukan pemimpin adalah mengidentifikasi kelemahan, menentukan area of improvement`dan mengirimkan mereka ke pusat pelatihan. Dengan mengikutsertakan mereka kedalam pelatihan, para manajer berharap tak ada lagi kesenjangan kompetensi dan pekerjaan dapat
diselesaikan dengan baik. Tentu saja ini bukan langkah yang salah. Namun kita harus mempertimbangkan, apakah diklat yang relatif singkat itu dapat langsung mengubah mereka menjadi kompeten? Tentu tidak ada yang bisa memastikan adanya peningkatan kompetensi secara cepat. Inti dari konsep CBHRM adalah bahwa kinerja organisasi dapat dicapai dengan mengelola dan memandang SDM sebagai berikut: 1. Setiap orang mampu belajar untuk menjadi kompeten di segala bidang. 2. Ruang untuk berkembang bagi seseorang terletak pada area kelemahannya. Pernyataan pertama menunjukkan harapan organisasi agar tiap individu dapat menjadi ahli di segala bidang. Semakin luas bidang yang digeluti, umumnya akan semakin tinggi reward yang diberikan oleh organisasi tersebut. Sedangkan pernyataan kedua, manajer cenderung lebih fokus pada perbaikan area kelemahan dalam meningkatkan kompetensi. Organisasi berharap apa yang dilakukan dapat mengatasi kesenjangan kompetensi. Pandangan seperti inilah yang kemudian oleh Marcus Buckingham, sorang penganut aliran kekuatan, disebut sebagai damage control bukan development. Selama organisasi bekerja dibawah 2 asumsi diatas, maka mereka tidak pernah dapat mengeksplorasi kekuatan para pegawainya. Mereka hanya sibuk di area kelemahan. Strength-based Organization Kelangsungan hidup organisasi tergantung dari keberhasilannya mencapai tujuan. Dan dalam era persaingan yang semakin ketat ini, untuk dapat mencapai tujuan, tiap organisasi perlu bekerja seoptimal mungkin untuk menghasilkan kinerja yang memuaskan. Dan menjadi tanggung jawab manajemen untuk mengukur dan menilai kinerja perusahaan secara periodik. Penilaian kinerja ditujukan untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Kinerja organisasi tentunya sangat tergantung pada kinerja pegawai. Namun faktanya, kadang penilaian kinerja tidak dapat dijadikan alat yang efektif untuk melakukan perbaikan. Jika mau jujur, mungkin sebagian besar orang enggan saat dilakukan penilaian kinerja oleh atasannya. Mungkin hal ini karena sudut pandang antara manajer sebagai pengawas dan pegawai itu sendiri berbeda. Ibarat dokter, dalam menilai bawahannya, manajer selalu melihat kelemahannya dan menurut mereka area inilah yang harus diperbaiki, sehingga perlu mengikutsertakan mereka dalam pelatihan-pelatihan. Sebaliknya dari pihak pegawai itu sendiri, jika mereka ditanya mengenai hal-hal yang membuat mereka bisa berubah ke Kinerja organisasi tentunya arah yang lebih baik, tentu mereka akan melihat dari sisi sangat tergantung pada kekuatannya. Area itulah yang ingin mereka perbaiki. kinerja pegawai. Namun Mungkin inilah perbedaan sudut pandang yang menjadi faktanya, kadang penilaian penyebab tidak tercapainya kinerja yang memuaskan. kinerja tidak dapat dijadikan Menghadapi kompetisi yang semakin ketat saat ini, alat yang efektif untuk menurut Marcus Buckingham, menjadi organisasi yang melakukan perbaikan. berbasis kekuatan (Strength- based Organization) merupakan suatu tuntutan. Dengan berbasis kekuatan, organisasi dapat
menghasilkan kinerja yang luar biasa. Marcus yang pernah bergabung di Gallup Organization melakukan survei mengenai kekuatan yang dimiliki para pegawai dan hasil survey menunjukan bahwa organisasi yang berbasis kekuatan mengalami peningkatan dalam hal produktivitas, layanan pelanggan dan juga penurunan dalam turn over karyawan. Sebagai penganut aliran kekuatan, Marcus berpendapat bahwa setiap individu itu memiliki karakter yang unik serta kekuatan yang harus dikembangkan. Kekuatan yang dimaksud disini adalah bakat (talent) dan minat yang dimiliki selama ini. Talent didefinisikan sebagai "any recurring pattern of thought, feeling, or behavior that can be productively applied".` Jadi Talenta atau Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Bakat baru muncul jika dikembangkan dan selalu diasah. Seseorang yang tidak tahu dan tidak mengembangkan bakatnya maka bakat tersebut hanya merupakan kemampuan latent saja. Sedangkan minat menurut John Holland, adalah aktivitas atau tugas-tugas yang membangkitkan perasaan ingin tahu, perhatian, dan memberi kesenangan atau kenikmatan. Minat merupakani indikator dari kekuatan seseorang di area tertentu yang dapat memotivasinya untuk selalu belajar dan menghasilkan kinerja yang tinggi. Bakat akan sulit dikembangkan apabila tidak diikuti dengan adanya minat pada bidang yang ditekuni. Sebagai contoh, keahlian seseorang di bidang keuangan bukanlah bakat. Tidak ada bayi terlahir yang langsung memiliki kemampuan menghitung uang. Keahlian tersebut ia peroleh karena ada minat yang besar untuk memperdalam pengetahuan di bidang keuangan dan bidang tersebut digelutinya dalam pekerjaannya setiap hari. Marcus Buckingham dan Curt Coffman (1999), dalam bukunya First, Break All The Rules ingin mengubah deficit paradigm dalam CBHRM yang selama ini banyak dianut oleh banyak perusahaan. Buku ini merupakan hasi penelitian berdasarkan 80.000 interviu kepada para manajer dari berbagai jenis perusahaan selama 25 tahun saat ia bergabung di Gallup Organization. Dalam buku tersebut dijelaskan “the dos and the don’ts” yang harus dilakukan manajer. Kritik tajam ini dilontarkan karena dikhawatirkan perbaikan yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan ini malah akan mematikan area of strengths seseorang. Menurutnya, selama ini perusahaan terlalu mefokuskan pada cara mengatasi kelemahan. Banyak waktu dan dana yang dihabiskan hanya untuk menutupi kesenjanagn kompetensi (competency gap). Ini bukan berarti organisasi tidak berupaya untuk memperbaiki kelemahan, tapi jika memang organisasi tidak memiliki SDM yang mampu memperbaiki kelemahan itu, mengapa tidak memanfaatkan pihak lain untuk menanganinya? Dengan demikian, organisasi dapat lebih berkonsentrasi pada pengembangan kekuatan yang dimiliki. Hasil yang diperoleh
Buckingham dan Coffman dari checklist penelitian mengenai deficit paradigm yang dianut oleh banyak ● ● ● organisasi adalah sebagai beikut: Menurut kamus Websters’ dan the 1. Organisasi telah menghabiskan waktu dan biaya Oxford English Dictionary, pelatihan guna mengatasi kesenjangan kelemahan adalah “an area where kompetensi. we lack proficiency”, tapi 2. Rencana pengembangan pegawai didasarkan Buckingham mengartikan dari sudut pada areas of improvement dari kelemahan. yang berbeda. Ia 3. Organisasi mempromosikan pegawainya mendefinisikannya sebagai“anything berdasarkan skills atau experiences yang mereka that gets in the way of excellent miliki. Pegawai yang mempelajari semua hal, performance” akan lebih dihargai. Penghargaan, reputasi/status dan gaji tinggi diberikan pada ● ● ● mereka yang berkategori the most experienced well rounded people. 4. Organisasi lebih mementingkan pelatihan karyawan pada saat recruitment daripada memilih mereka sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan di tempat itu 5. Penilaian kinerja karyawan mengacu pada peraturan, kebijakan, prosedur dan behavioral competencies Menurut kamus Websters’ dan the Oxford English Dictionary, kelemahan adalah “an area where we lack proficiency”, tapi Buckingham mengartikan dari sudut yang berbeda. Ia mendefinisikannya sebagai“anything that gets in the way of excellent performance”. Tiap orang pasti memiliki kelemahan, tapi kelemahan tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena kelemahan tidak dibutuhkan dan tidak ada kaitannya dengan penciptaan kinerja unggul (excellent performance). Jadi, singkat kata, untuk apa organisasi sibuk memperbaiki kelemahan. Strength-based Human Resources Management (Strength-based HRM) Seperti telah diuraikan di atas, bahwa dalam konsep CBHRM (1) tiap orang mampu belajar untuk bisa kompeten di segala bidang dan (2) ruang yang perlu diperbaiki atau ruang untuk berkembang adalah pada area kelemahan. Pada kenyataannya, tidak semua orang mampu menjadi kompeten di segala bidang dengan hanya belajar atau mengikuti diklat dalam waktu singkat. Menjadi kompeten itu butuh waktu dan pengalaman. Pendapat inilah yang dikritik oleh Buckingham. Dan bersama dengan Donald O. Clifton, ia melanjutkan surveinya lagi terhadap 198.000 karyawan yang bekerja di 7.939 unit bisnis dalam 36 perusahaan yang terangkum dalam lebih dari 2 juta interview selama 30 tahun. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku keduanya yang berjudul “Now, Discover your Strength”. Dalam buku tersebut ia tidak hanya mengkritik paradigm, tetapi juga memberikan resolusi berupa “know how” mengenai strengths yang dia ajukan kepada para pegawai yang ia sebut sebagai The Thirty-four Themes of Strengths Finder. Clifton selanjutanya menyempurnakan dan menerbitkan versi terbaru dari Theme of Strength dengan judul Strengths Finder 2.0. Langkah awal yang ia usulkan kepada tiap organisasi adalah mengubah mindset menjadi Strength-based Organization. Menurut Buckingham (1) Talent dan minat seseorang bersifat unik dan
tahan lama, dan (2) ruang terbaik bagi seseorang untuk berkembang adalah pada area kekuatan. Karena tiap individu itu unik, maka manajer harus lebih fokus pada kekuatan dan mengeksplor talent (bakat) dan minatnya. Jadi, dalam strength-based HRM , talent merupakan landasan bagi pengembangan seseorang. Seseorang harus tahu minat dan talent yang dimiliki kemudian mengasah nya setiap hari dengan skill dan knowledge yang sesuai. Dengan begitiu akan dihasilkan kinerja yang unggul. Tidak hanya mindset, tapi pola pertanyaan yang diajukanpun diubah. Pola pertanyaan dari deficiency based model seperti “What are the problems?”, “What’s wrong?” or “What needs to be fixed?” diubah menjadi asset-based approach yaitu “What’s working well?”, “What’s good about what you are currently doing?”. Dengan mengidentifikasikan kekuatan tiap individu dan menempatkannya di tempat yang tepat yaitu tempat bisa memberikannya kesempatan untuk mengembangkan diri dan berkreasi. Singkatnya, untuk menciptakan kinerja yang unggul, manajer harus memadukan hal-hal yang bersifat positif, yaitu kekuatan yang dimiliki dan kesempatan. Dua pernyataan senada juga dikatakan oleh James C. Collins atau Jim Collins “If you have the right people on the bus, the problem of how to motivate and manage people are largely goes away” dan “Put you people in your biggest opportunities, not in your biggest problems”. Memang pada dasarnya sesorang yang bekerja sesuai dengan bakat dan minatnya, tidak akan pernah merasa terpaksa atau tertekan. Mereka telah termotivasi dengan sendirinya untuk melakukan yang terbaik, sehingga manajer atau atasannya tidak perlu lagi upaya untuk memotivasinya karena mereka memang sudah berada di jalurnya. Menurut Buckingham, dengan mengidentifikasi kekuatan tiap individui dan menempatkan mereka di posisi yang tepat akan berdampak pada peningkatan kepuasan dan kinerja individu serta kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, penerapan konsep ini akan membantu meningkatkan produktivitas, moral pegawai, pelayanan dan kepuasan pelanggan serta menurunkan turn over pegawai. Beberapa perusahaan di Amerika seperti Well Fargo, Intel, Best & Buy dan Yahoo Inc. telah berkomitmen untuk menjadi Strength-based Organization. Bahkan Yahoo Inc. telah memusatkan rencana manajemen kinerjanya pada kekuatan dan bakat personil di dalamnya. Strength-based Performance Kevin Burkholder mengembangkan konsep Strength-based Organization terkait dengan kinerja dan kepuasan pegawai. Ia secara lebih detail menggambarkan Strength-based Performance dalam bentuk segitiga. Disini organisasi harus memfokuskan pada kekuatan SDM (dalam hal ini talents), nilai (values) termasuk kepribadian (personality). Dengan menemukan kekuatan dan memgaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dalam mengatasi masalah, tiap individu dapat mencapai kinerja dan kepuasan. Kepuasan pegawai dalam bekerja ini akan meningkatkan keterikatan yang lebih kuat dan berdampak pada peningkatan kinerja organisasi yang luar biasa.
Kekuatan pegawai dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.
Ia berharap dapat ditugaskan;
2. Ia mempersiapkan diri sebelum melakukan; 3. Ia sangat terfokus saat melakukan; 4. Ia merasa efektif saat melakukan; 5. Ia merasa puas setelah melakukan.
Antusiasme, komitmen, tanggung jawab dan akuntabilitas individu adalah elemen penting dalam meraih kesuksesan organisasi. Para pegawai adalah the builders. Dengan kekuatan, kepribadian yang ada dalam diri tiap individu, didukung dengan nilai/budaya organisasi, kejelasan tugas dan tujuan, serta harmonisasi semua bagian pada organisasi yang dilaksanakan secara konsisten akan menciptakan kepuasan bagi pegawai itu sendiri dan juga peningkatan kinerja organisasi yang luar biasa. Strength-based Performance ini juga diakui oleh Jim Collins, seperti yang dikatakan dalam bukunya “Good to Great” (2001). Buku ini berisi strategi yang ingin mengubah perusahaan dari kinerja rata-rata (good) menjadi luar biasa (great). Menurutnya, dalam menghadapi persaingan yang ketat seperti sekarang ini, perusahaan tidak boleh cukup puas hanya dengan predikat good job saja melainkan harus bisa mencapai great job. Ada pernyataan Collins yang cukup menarik terkait dengan perbaikan kinerja ini. If you begin with the “Who”, rather than the “What”, you can more easily adapt to a changing world. Pernyataan ini memberikan sinyal kepada para manajer agar dalam menyelesaikan pekerjaan harus difokuskan pada “Who” bukan “What”. Maksudnya, jika manajer lebih mementingkan pada “What” (pekerjaan/ tugas yang harus selesai ), maka akan ada kecenderungan manajer untuk menunjuk siapapun agar tugas itu terlaksana walaupun sebenarnya ia tidak kompeten di bidang itu. Memang pada akhirnya tugas dapat diselesaikan, tapi bagaimana dengan kualitas pekerjaan? Tentu biasa saja, bukan great job, karena dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya. Sebaliknya, jika manajer menekankan pada “Who “atau pegawai yang memang cakap di bidangnya, maka hasilnya akan sempurna. Jadi dalam penugasan, utamakan “Who” bukan “What”. Dalam mewujudkan Strength-based Performance, bukanlah tugas mudah. Manajer harus bisa mengidentifikasikan kekuatan masing-masing pegawainya. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana cara mengidentifikasikan kekuatan tersebut? Apakah melalui psikotes atau alat ukur lainnya? Marcus menawarkan metode sederhana yang dapat dengan mudah mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki tiap individu pada suatu organisasi. Kekuatan pegawai dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Ia berharap dapat ditugaskan. Ia mengajukan diri secara sukarela untuk melaksanakan tugas tersebut dan merasa antusias ketika mengetahui bahwa dia lah yang ditugaskan untuk melakukannya.
2. Ia mempersiapkan diri sebelum melakukan. Ia membuat perencanaan sebaik- baiknya, mulai dari penjadualan, metode, saran, atau media yang harus disiapkan. 3. Ia sangat terfokus saat melakukan. Ia selalu antusias dan serius dalam melaksanakan tugas yang sedang dilakukan dan ia selalu ingin belajar tentang aktivitas tersebut 4. Ia merasa efektif saat melakukan. Ia kerap memperoleh penghargaan dan penilaian yang luar biasa dalam penugasannya dan orang lain mengakui bakat dan keahliannya di bidang tersebut. 5. Ia merasa puas setelah melakukan. Ia mendapat kepuasan setelah melaksanakan tugas dan ingin bisa memperoleh kesempatan melakukannya lagi. Jawaban atas checlists sederhana itu merupakan masukan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan yang dimilki oleh tiap individu. Penutup Selama ini, organisasi selalu lebih memfokuskan diri pada kelemahan dan cara mengatasi nya daripada mengeksplor kekuatan yang dimiliki. Masalah menjadi sesuatu keharusan untuk diselesaikan. Pendekatan inilah yang ingin diperbaiki oleh aliran kekuatan. Hal ini bukan berarti kita mengabaikan atau masa bodoh denga kelemahan. Kelemahan dapat diselesaikan jika kita memang memiliki kekuatan di bidang tersebut. Tapi ika tidak, maka sebaiknya kita tidak memaksalan diri dan segera mencari ahli yang dapat menanganinya agar kita dapat lebih fokus pada kekuatan. Inilah latar belakang lahirnya konsep strength-based organization. Untuk meningkatkan kinerja, organisasi harus memusatkan perhatiannya pada kekuatan masing-masing SDM. Dengan mengidentifikasikan kekuatan tiap individu, menempatkan mereka pada posisi yang tepat dan mendukungnya dengan kejelasan tugas dan tujuan serta suasana kerja yang harmonis akan dapat memberikan kepuasan kerja bagi para pegawai yang apada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Tentunya untuk menerapkan Strength-based HRM , ada beberapa hal yang perlu diubah. Pertama, perubahan mindset dari area of improvement focused menjadi strength focused. Kedua, menanamkan budaya good to great, ketiga perubahan fokus dalam penyelesaikan pekerjaan dari “What” menjadi “Who” , dan keempat perubahan reward system. Penghargaan diberikan kepada mereka yang berhasil meningkatkan kinerja organisasi melalui kekuatan yang dimiliki, bukan mereka yang dianggap paling mengetahui banyak hal atau the most experienced well rounded people. Sebagai penutup, inilah pesan yang patut kita teladani dari Warren Buffet ketika berbicara di depan
mahasiswa di University of Nebraska “I am really no different from any of you, if there is any difference between you and me, it may simply be that I get up every day and have a chance to do what I love to do, every day. If you want to learn anything from me, this is the best advice I can give you.” Kini saatnya untuk memfokuskan pada kekuatan dan bakat kita. It's time to change. It's time to be great! Clifton StrengthsFinderTM Themes Achiever® Activator® Adaptability®
Analytical® ArrangerTM
Belief® Command® Communication® Competition® Connectedness®
Consistency® FairnessTM
Context® Deliberative® Developer®
People strong in the Achiever theme have a great deal of stamina and work hard. They take great satisfaction from being busy and productive. People strong in the Activator theme can make things happen by turning thoughts into action. They are often impatient. People strong in the Adaptability theme prefer to "go with the flow." They tend to be "now" people who take things as they come and discover the future one day at a time. People strong in the Analytical theme search for reasons and causes. They have the ability to think about all the factors that might affect a situation. People strong in the Arranger theme can organize, but they also have a flexibility that complements this ability. They like to figure out how all of the pieces and resources can be arranged for maximum productivity. People strong in the Belief theme have certain core values that are unchanging. Out of these values emerges a defined purpose for their life. People strong in the Command theme have presence. They can take control of a situation and make decisions. People strong in the Communication theme generally find it easy to put their thoughts into words. They are good conversationalists and presenters. People strong in the Competition theme measure their progress against the performance of others. They strive to win first place and revel in contests. People strong in the Connectedness theme have faith in the links between all things. They believe there are few coincidences and that almost every event has a reason. / People strong in the Consistency theme (also called Fairness in the first StrengthsFinder assessment) are keenly aware of the need to treat people the same. They try to treat everyone in the world fairly by setting up clear rules and adhering to them. People strong in the Context theme enjoy thinking about the past. They understand the present by researching its history. People strong in the Deliberative theme are best described by the serious care they take in making decisions or choices. They anticipate the obstacles. People strong in the Developer theme recognize and cultivate the potential in others. They spot the signs of each small improvement and derive satisfaction
from these improvements. DisciplineTM People strong in the Discipline theme enjoy routine and structure. Their world is best described by the order they create. EmpathyTM People strong in the Empathy theme can sense the feelings of other people by imagining themselves in others' lives or others' situations. FocusTM People strong in the Focus theme can take a direction, follow through, and make the corrections necessary to stay on track. They prioritize, then act. Futuristic® People strong in the Futuristic theme are inspired by the future and what could be. They inspire others with their visions of the future. Harmony® People strong in the Harmony theme look for consensus. They don't enjoy conflict; rather, they seek areas of agreement. Ideation® People strong in the Ideation theme are fascinated by ideas. They are able to find connections between seemingly disparate phenomena. Inclusiveness® / People strong in the Inclusiveness theme are accepting of others. They show Includer® awareness of those who feel left out, and make an effort to include them. Individualization® People strong in the Individualization theme are intrigued with the unique qualities of each person. They have a gift for figuring out how people who are different can work together productively. Input® People strong in the Input theme have a craving to know more. Often they like to collect and archive all kinds of information. Intellection® People strong in the Intellection theme are characterized by their intellectual activity. They are introspective and appreciate intellectual discussions. Learner® People strong in the Learner theme have a great desire to learn and want to continuously improve. In particular, the process of learning, rather than the outcome, excites them. Maximizer®
Positivity® Relator®
Responsibility®
Restorative® Self-Assurance®
People strong in the Maximizer theme focus on strengths as a way to stimulate personal and group excellence. They seek to transform something strong into something superb. People strong in the Positivity theme have an enthusiasm that is contagious. They are upbeat and can get others excited about what they are going to do. People who are strong in the Relator theme enjoy close relationships with others. They find deep satisfaction in working hard with friends to achieve a goal. People strong in the Responsibility theme take psychological ownership of what they say they will do. They are committed to stable values such as honesty and loyalty. People strong in the Restorative theme are adept at dealing with problems. They are good at figuring out what is wrong and resolving it. People strong in the Self-assurance theme feel confident in their ability to manage their own lives. They possess an inner compass that gives them
Significance® StrategicTM
Woo®
confidence that their decisions are right. People strong in the Significance theme want to be very important in the eyes of others. They are independent and want to be recognized. People strong in the Strategic theme create alternative ways to proceed. Faced with any given scenario, they can quickly spot the relevant patterns and issues. People strong in the Woo theme love the challenge of meeting new people and winning them over. They derive satisfaction from breaking the ice and making a connection with another person. (Woo stands for Winning Others Over)
(Sumber: http://www.stregthstest.com/ strengthsfinder_theme )
Daftar Pustaka: http://businessjournal.gallup.com/content/721/woo.aspx http://www.gmlperformance.com/gmlnew/berita-243-strength-revolution http://www.KevinBurkholder.com. http://www.stregthmanagement.com http://www.stregthstest.com/strengthsfinder_themes