Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
STRATIFIKASI INDUK DAN PEBINAAN KELOMPOK SEBAGAI BAGIAN DALAM PERBAIKAN MUTU GENETIK SAPI BALI (The Stratification of Cow and the Function of Livestock Service as a Part of Improvement Genetics Quality of Bali Cattle) AINUR RASYID1, L. AFFANDHY1, D.B. WIJONO1, MADE LONDRA2 dan A.R. SIREGAR3 1
3
Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor16002
ABSTRACT The traditional breeding stock of beef cattle is mostly oriented on cow ability to produce the calf, but still not for the quality. The genetic improvement of beef cattle can be done by empowerment of groups of breeding stock.The survey is aimed to stratification cow of Bali cattle, for the proces of forming breeding stock. The survey was carried out in the Tabanan regency, province of Bali, as the area of local village breeding centre and combined with the Bali Cattle Improvement Project (P3 Bali). The survey was done through the observation technique, monitoring and livestock services of farmer groups. The observation was done on the performance body weight of cow and linier body size. The stratification of cow was grouped into three groups (Class) namely a group of cow having performance over means (A), a group of cow of the same means (B) and a group of cow under means (C). The livestock services were done to groups institution and gave suitable innovation technology. The data analysis on descriptive consisting of the average value, variety, and frequency distribution. The results of the survey showed that the average body weight of dam was 282.44 ± 51,53 kg (192.5–424 kg), body length, body height and chest girth were 121.1 cm; 114.3 cm and 162.4 cm. The stratification body weight of cow for Group A was 295–424 kg, B was 260–294 kg and C was 192.5–259 kg. It was concluded that the empowerement of groups by guidance service, and selecting and recording regularly will reinforce to keep good dam and the improvement of calf produced. Key Words: Bali Cattle, Stratification, Genetics Quality ABSTRAK Pembibitan sapi potong rakyat sebagian besar masih berorientasi pada kemampuan induk dalam produksi pedet, tetapi belum pada peningkatan kualitas pedet yang dihasilkan. Peningkatan mutu genetik sapi potong antara lain dapat dilakukan dengan pemberdayaan kelompok peternak penghasil bibit yang bermutu (breeding stock), melalui rekording, seleksi dan pembinaan kelembagaan. Penelitian bertujuan untuk stratifikasi induk sapi Bali, dalam rangka proses pembentukan kelompok penghasil bibit (breeding stock). Penelitian dilakukan di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali yang merupakan wilayah pembibitan dan dipadukan dengan kegiatan Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali). Penelitian dilakukan secara survei dengan teknik observasi, monitoring dan pembinaan kelompok. Observasi dilakukan terhadap performans bobot hidup dan ukuran linier tubuh tubuh. Stratifikasi induk dikelompokan menjadi 3 kelompok (Kelas) yaitu: kelompok sapi induk yang mempunyai performans di atas rata-rata (Kelas A), sama dengan rata-rata kelompok (Kelas B) dan di bawah rata-rata kelompok (Kelas C). Pembinaan kelompok dilakukan terhadap kelembagaan atau infrastruktur kelompok dan memberikan inovasi teknologi yang sesuai. Analisis data secara deskriptif meliputi nilai rataan, keragaman dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans rata-rata bobot hidup induk sebesar 282,44 ± 51,53 kg dengan kisaran 192,5–424 kg, panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada masing-masing sebesar 121,1 cm; 114,3 cm dan 162,4 cm. Stratifikasi berat badan induk untuk klas A sebesar 295–424 kg, B sebesar 260-294 kg dan C sebesar 192,5–259 kg. Disimpulkan bahwa stratifikasi induk dan pembinaan kelompok peternak yang diikuti dengan rekording dan seleksi yang teratur akan mendorong peternak untuk mempertahankan induk yang baik dan peningkatkan kualitas pedet yang dihasilkan. Kata Kunci: Sapi Bali, Stratifikasi, Mutu Genetik
112
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENDAHULUAN Usaha pembibitan sapi potong rakyat sebagai pemasok utama sapi potong bakalan di dalam negeri, sebagian besar dikelola secara tradisional karena keterbatasan modal, teknologi dan sumberdaya sehingga produktivitasnya rendah. Pola pembibitan rakyat sebagian besar berorienstasi pada kemampuan induk untuk menghasilkan anak, dan belum mengarah pada peningkatan kualitas pedet yang dihasilkan (RASYID et al. 2003). Oleh karena itu diperlukan program pembibitan sapi potong melalui pembinaan kelompok penghasil bibit. Sapi Bali merupakan salah satu sapi asli Indonesia yang diandalkan karena mempunyai kualitas daging dan karkas yang baik, kemampuan reproduksi baik dan mempunyai adaptasi tinggi terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan sehingga tersebar secara luas dibandingkan dengan sapi potong lokal lain. Ada persepsi menyatakan bahwa terjadinya penurunan produksi dan kualitas sapi Bali di Indonesia belum dapat dibuktikan kebenarannya, walaupun bobot sapi Bali yang dipotong sekarang ini lebih rendah dari tahuntahun sebelumnya (LINDSAY and ENTWISTLE, 2003). Upaya peningkatan mutu genetik sapi potong telah banyak dilakukan dalam berbagai program pembibitan tetapi belum memberikan hasil yang optimal (MUDIKJO dan MULADNO 1999). Program breeding pada sapi potong rakyat sulit dilakukan karena pendapatannya lambat dan berjangka panjang, sedangkan pendapatan yang memadai memerlukan tujuan pengembangan genetik yang stabil dalam periode yang lama (HUSODO, 2000; MARTOJO, 2003). Selanjutnya MARTOJO (2003) menyatakan bahwa program breeding yang tepat dan sederhana untuk peternakan sapi potong di pedesaan adalah pembentukan kelompok penghasil bibit, melalui rekording, seleksi dan pembinaan kelompok Rekording dan seleksi dilakukan terhadap induk dan hasil turunannya, yaitu induk-induk dengan performans produktivitas di atas rata-rata kelompok, bebas cacat genetik dan tidak pernah melahirkan cacat. Genetik diprioritaskan untuk dipertahankan dalam kelompok. Peningkatan mutu genetik pada dasarnya memerlukan dua pendekatan yaitu seleksi dan
perkawinan silang dan untuk sapi potong murni seperti sapi Bali di Propinsi Bali hanya dapat dilakukan melalui seleksi dan pembentukan breeding stock (THALIB, 2001). Stratifikasi induk sapi Bali dan pembinaan kelompok sebagai penghasil bibit yang bermutu diharapkan dapat memotivasi kelompok peternak dalam seleksi sapi induk dan hasil turunannya, guna memperbaiki mutu genetik sapi Bali. Tujuan penelitian adalah stratifikasi induk dalam rangka proses pembentukan kelompok penghasil bibit. MATERI DAN METODE Kegiatan penelitian dilakukan tahun 2004 di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali yang merupakan daerah pembibitan sapi Bali dan wilayah Village Breeding Centre (VBC) setempat. Kegiatan ini dipadukan dengan kegiatan Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali). Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan teknik observasi, monitoring dan pembinaan kelompok. Observasi dilakukan terhadap performans bobot hidup dan ukuran tubuh induk sapi Bali. Pengumpulan data dilakukan setiap tiga bulan selama 10 bulan pengamatan. Hasil pengukuran terhadap performans bobot hidup induk kemudian di stratifikasi menjadi tiga kelompok yaitu kelas A, B dan C. Kelas A merupakan kelompok induk yang mempunyai berat badan diatas ratarata kelompok, Kelas B adalah kelompok induk yang mempunyai berat badan sama dengan rata-rata kelompok, dan Kelas C adalah kelompok induk yang mempunyai berat badan dibawah rata-rata kelompok. Metode pengelompokan berdasarkan nilai percentil (P) yaitu Kelas C: P<33, Kelas B: P34-P66 dan Kelas A: P≥67. Materi penelitian menggunakan 100 ekor sapi Bali induk milik anggota kelompok peternak. Pembinaan kelompok dilakukan terhadap fungsi kelembagaan atau infrastruktur, kelompok, seleksi, rekording, dan memberikan inovasi teknologi yang sesuai. Pembinaan kelompok dilakukan dengan mengadakan pertemuan anggota sebanyak 2 kali, terhadap sebanyak 25–30 peternak yang berasal dari anggota kelompok tani dengan mengikutsertakan petugas P3 Bali.
113
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
dewasa (sapi induk) di Kabupaten Tabanan berjumlah sebesar 19.127 ekor atau sebesar 33,46% dari populasi sapi potong di Kabupaten Tabanan, dengan populasi terbanyak berada di Kecamatan Selemadeg (8.375 ekor), Kecamatan Baturiti (2.880 ekor), Kecamatan Marga dan Kecamatan Panebel masing-masing sebesar 2.538 ekor dan 1.512 ekor (ANONIMUS, 2002b).
Analisis data disajikan secara deskriptif meliputi nilai rataan, keragaman dan distribusi frekuensi. Parameter yang diukur meliputi bobot hidup dan ukuran linier tubuh induk, dan kelembagaan kelompok. HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi sapi potong di Bali
Performans induk
Populasi sapi betina dewasa tahun 2002 di Bali berjumlah sebesar 167.937 ekor atau sebesar 32,17% dari total populasi sapi potong di Bali tertera pada Tabel 1, adalah paling besar dibandingkan dengan populasi sapi jantan dewasa (14,72%), jantan muda (15,70%), betina muda (13,28%), pedet jantan (11,75%) maupun pedet betina (11,81%). Kondisi ini disebabkan karena sapi betina mempunyai peranan yang penting sebagai penghasil sapi bakalan, sehingga diberlakukan peraturan larangan pengeluaran sapi betina keluar Bali maupun pemotongan sapi betina produktif. Kabupaten Tabanan yang digunakan sebagai lokasi pengamatan merupakan wilayah yang digunakan sebagai instalasi populasi dasar (IPD) oleh Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali) dalam penjaringan sapi rakyat untuk calon bibit pada Breeding Centre yang berlokasi di Pulukan Kabupaten Jembrana. Populasi sapi betina
Kondisi performans induk sapi Bali di lokasi pengamatan menunjukan bahwa ratarata bobot hidup sebesar 282,44 ± 51,53 kg, panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada masing-masing sebesar 121,1 ± 5,79 cm, 114,3 ± 3,93 cm dan 162,4 ± 10,50 cm tertera pada Tabel 2. Hasil distribusi frekuensi terhadap bobot hidup pada ketiga lokasi pengamatan menunjukan bahwa frekuensi terbesar berada pada kisaran bobot hidup antara 260–294 kg sebanyak 32%, dan diikuti dengan kisaran bobot hidup 225–259 kg sebanyak 23% dan bobot hidup 295–329 kg (18%) dan frekuensi terkecil (3%) pada kisaran bobot hidup antara 400–434 kg tertera pada Tabel 3. Kondisi ini menunjukan bahwa berat badan induk sapi Bali paling banyak pada kisaran 260–294 kg, sesuai dengan nilai modus sebesar 294,4 kg tertera pada Tabel 2.
Tabel 1. Populasi sapi potong di Bali tahun 2002 Kabupaten Denpasar
Sapi jantan
Sapi betina
Dewasa
Muda
Pedet
Kebiri
Dewasa
Muda
Pedet
62
599
764
118
2.638
1.421
1.169
Jumlah 6.774
Badung
4.650
5.720
4.790
973
12.662
6.192
5.315
40.302
Gianyar
6.477
7.885
6.123
-
19.233
6.936
6.072
52.726
Klungkung
3.908
3.935
5.161
32
17.849
5.157
5.423
41.465
Karangasem
21.254
18.522
14.646
-
43.013
19.272
14.851
131.558
Bangli
18.162
19.335
5.383
-
12.244
5.422
4.339
64.885
Buleleng
14.086
14.689
15.120
1.214
31.241
14.357
15.623
106.330
Jembrana
756
1.157
2.015
515
9.930
3.475
2.939
20.786
Tabanan
7.525
10.113
7.309
11
19.127
7.124
5.938
57.147
Jumlah
76.880
81.955
61.311
2.861
167.937
69.359
61.668
521.973
Sumber: ANONIMUS (2002a)
114
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 2. Performans induk sapi Bali yang beranak rata-rata 2 kali di Kabupaten Tabanan - Bali Kecamatan
N (ekor)
BB (kg)
PB (cm)
TB (cm)
LD (cm)
TP (cm)
Panabel Baturiti Marga Rata-rata SD Minimal Maksimal Median Modus
42 19 35 96
250,9 298,7 311,4 282,44 51,53 192,5 424,00 258,7 294,4
117,8 124,2 123,1 121,1 5,79 107,00 135,00 120,0 120,0
113,3 113,2 116,4 114,3 3,93 106,00 124,00 114,0 115,0
156,3 165,2 157,9 162,4 10,50 140,00 190,00 160,0 162,0
112,7 117.5 114,9
-
BH = bobot hidup; PB = Panjang badan; TB = Tinggi badan; LD = Lingkar dada; TP = Tinggi pinggul Tabel 3. Distribusi frekuensi bobot hidup induk sapi Bali di Kabupaten Tabanan-Bali Frekuensi
Interval berat badan(kg)
Lokasi pengamatan
(ekor)
(%)
Marge
Baturiti
Panebel
190–224
10
11
1
-
9
225–259
22
23
4
3
15
260–294
31
32
10
7
14
295–329
17
18
6
6
5
330–364
9
9
8
1
-
365–399
4
4
2
2
-
400–434
3
3
3
-
-
Total
96
100
34
19
43
Hasil pengelompokan terhadap performans bobot hidup dan ukuran tubuh induk sapi Bali menunjukan bahwa kelompok di atas rata-rata (Kelas A) mempunyai bobot hidup antara 295– 424 kg, kelompok rata-rata (Kelas B) mempunyai bobot hidup antara 260–294 kg dan kelompok di bawah rata-rata (Kelas) adalah seberat 192,5–259 kg. tertera pada Tabel 4. Stratifikasi performans bobot hidup dan ukuran linier tubuh induk sapi Bali hasil pengamatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar mutu sapi induk yang digunakan oleh Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali) yaitu untuk bobot hidup Skor A sebesar >265 kg, skor, B sebesar 225–265 kg dan skor C adalah sebesar <225 kg tertera pada Tabel 5.
Kelembagaan kelompok Pembinaan kelompok dilakukan terhadap fungsi kelembagaan, infrastruktur kelompok; serta memotivasi peternak dalam upaya menumbuhkan kemajuan kelompok sehingga menjadi kelompok yang dinamis. Kelompok dinamis merupakan suatu kondisi kearah kemajuan kelompok dan akan terwujud apabila fungsi kelompok tani dapat berjalan secara baik (SUWASONO, 1989). Fungsi kelompok tani yaitu sebagai kelas belajar, unit produksi dan wahana kerjasama dapat terwujud apabila dalam kelompok itu ditimbulkan suatu dinamika. Dinamika kelompok menjadi ukuran sampai berapa jauh kelompok tersebut dapat mengorganisasikan dan didalamnya tercakup unsur memajukan suatu kelompok itu hidup, bergerak aktif dalam mencapai tujuan kelompok (GUNTORO dan SULASTRI, 2000)
115
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 4. Hasil pengelompokan terhadap induk sapi Bali yang beranak rata-rata 2 kali di Kabupaten TabananBali Kelompok (Kelas) A B C
Uraian
BH (kg)
PB (cm)
TB (cm)
LD (cm)
Minimal
295
124
117
165
Maximal
424
135
124
190
Minimal
260
120
113
158
Maximal
294
123
116
164
Minimal
192,5
107
106
140
Maximal
259
119
112
157
Kelas A: di atas rata-rata kelompok, B: rata-rata kelompok, Kelas C: di bawah rata-rata kelompok Tabel 5. Standar performans induk sapi Bali umur 5 tahun Uraian
Skor sapi induk A (Baik)
B (Cukup)
C (jelek)
Bobot hidup (kg)
>265
225–265
< 225
Panjang badan (cm)
>122
113–122
< 113
Tinggi badan (cm)
>118
109–118
< 109
Lingkar dada (cm)
>162
153–162
< 153
Temperamen
Jinak
Dapat dikendalikan
Sulit dikendalikan
Warna bulu
Merah bata
Merah bata coklat
Pucat/kecoklatan
Sumber: ANONIMUS (1983) (Data diolah kembali)
Hasil pengamatan terhadap kelembagaan dan aktivitas kelompok peternak sapi Bali di lokasi pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan/ aktivitas kelompok dapat berjalan dengan baik walaupun struktur atau kelembagaan kelompok belum baik tertera pada Tabel 6. Kondisi ini disebabkan karena kelompok peternak telah lama dibentuk, tetapi fungsi kelembagaan kelompok belum berjalan dengan baik. Struktur kelompok merupakan cara kelompok untuk mengatur dirinya sendiri dalam mencapai tujuan kelompok, terkait dengan struktur kekuasaan, pengambilan keputusan, struktur tugas atau pembagian kerja dan struktur komunikasi (SLAMET,1978, disitasi oleh GUNTORO dan SULASTRI, 2000). Kegiatan kelompok peternak binaan dari P3 Bali yaitu kegiatan pemeriksaan umum (PU) meliputi kegiatan penimbangan ternak, pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi; dan kegiatan penyuluhan massal (PM). Disamping itu dalam proses produksi peternak binaan mendapat bantuan kredit berupa 2 ekor sapi
116
Bali yang pengembaliannya sampai 5 tahun (ANONIMUS, 2004). Tujuan pembinaan kelompok dalam kegiatan ini adalah membantu proses pembentukan kelompok peternak penghasil bibit (breeding stock). Untuk membentuk kelompok breeding stock diperlukan suatu kelembagaan dan infrastruktur kelompok yang kompak serta mampu memanfaatkan/ mengarahkan sumberdaya semaksimal mungkin. Pembinaan kelompok diharapkan memberikan suatu pemahaman dan partisipasi peternak dalam mempertahankan sapi yang baik; karena akibat kebutuhan ekonomi peternak harus mengeluarkan ternak peliharaannya walaupun ternak tersebut bermutu baik (THALIB dan SIREGAR, 1991). Keberhasilan program pengembangan ternak selain ditentukan aspek teknis, aspek sosial (individu peternak) sangat menentukan dalam proses sosialisasi program sebelum dan diimplementasikan (WAHYUNI HENDAYANA, 2001).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 6. Diskripsi kelembagaan dan aktivitas kelompok sapi Bali di lokasi pengamatan Uraian
Aktifitas kegiatan
Struktur kelembagaan kelompok Ketua kelompok Pengurus kelompok Administrasi kelompok Kegiatan keuangan untuk modal kelompok Kegiatan kelompok Kesehatan dan vaksinasi Rekording dan penimbangan ternak Pertemuan kelompok Kelembagaan proses produksi Pola hubungan dengan pihak luar Jaringan pemasaran
Belum jelas Ada, umumnya pamong desa Belum jelas Belum lengkap Belum ada
Dengan metode recording dan seleksi secara sederhana serta diikuti dengan pembinaan kelompok, maka sapi induk terpilih (mempunyai performans produksi dan reproduksi baik) diupayakan dipertahankan dalam kelompok. Dalam hal ini kelompok berperan dalam menjaga ternak yang masuk kategori baik, tidak dikeluarkan dari kelompok dengan cara dibeli dan digaduhkan kembali kepada peternaknya. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pemupukan modal kelompok melalui simpan pinjam yang diawali dengan kegiatan menabung bagi anggotanya serta menggalang kerjasama dengan lembaga keuangan atau KUD setempat. KESIMPULAN Performans bobot hidup induk sapi Bali terpilih pada kelompok A sebesar 295–424 kg, kelompok B sebesar 260–294 kg. Pemberdayaan kelompok peternak melalui pembinaan kelembagaan dan diikuti dengan rekording dan seleksi yang teratur akan mendorong peternak untuk mempertahankan induk dan turunannya yang bermutu guna peningkatan mutu genetik sapi Bali. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada staf Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali yaitu Ir. I Gede Bagus Mahabratha, I Ketut. Terima, I Ketut
Ada, secara berkala Ada, secara berkala Ada, secara berkala Ada Terbatas. Terbatas pada blantik lokal
Suryana, Bambang Wijono dan petugas teknis di Instalasi Populasi Dasar unit Kecamatan Panebel (I Ketut Budharsa) dan unit Kecamatan Marga (I Nyoman. Wata) yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan penelitian. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dwi Supriyanto, Worosabana dan Bambang Suryanto teknisi litkayasa Loka Penelitian Sapi Potong yang ikut membantu pelaksanaan kegiatan ini. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 1983. Petunjuk Teknis Penentuan Urutan Nilai Mutu Genetik (Ranking). Proyek Pembibitan Sapi Bali. Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (Inpress). ANONIMUS. 2002a. Laporan Tahunan 2002. Dinas Peternakan Propinsi Bali. ANONIMUS. 2002b. Laporan Cacah Jiwa Ternak Propinsi Bali Tahun 2002. Dinas Peternakan Propinsi Bali. ANONIMUS. 2004. Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali. Kerjasama antara Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya dengan Proyek Pembinaan Peningkatan Produksi Peternakan Tahun Anggaran 2004. GUNTORO, B. dan E. SULASTRI. 2000. Pengaruh Jarak Antara Lokasi Kelompok Tani Ternak Sapi Potong dan Pusat Kota Terhadap Dinamika Kelompoknya pada Sistem Perkampungan Ternak di Kabupaten Bantul. Bull. Peternakan 24(3): 35–141.
117
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
HUSODO, S.Y. 2000. Upaya HKTI dalam Mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional dan Agribisnis Peternakan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18–19 September 2000 Puslitbang Peternakan. hlm.
RASYID, A., GUNAWAN, L. AFFANDHY, D.B. WOJONO dan A.R. SIREGAR. 2003 Pembentukan Bibit Unggul Sapi Potong: Analisis Potensi Biologis Berbagai Genotipe Sapi Potong. Laporan Akhir. Loka Penelitian Sapi Potong. Grati.
LINDSAY, D. and K. ENTWISTLE. 2003. Summary and Recommendations. Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. Proc. of Workshop 4–7 February 2002, Bali, Indonesia. ENTWISTLE, K. and D.R. LINDSAY (Eds.). ACIAR. No. 110. Canberra.
SUWASONO, S. 1989. Upaya Mendinamiskan Kelompok Tani Nelayan di Jawa Timur. Pros. Seminar Penyuluhan Pertanian, APP Penanggungan Malang dan ISPI Jawa Timur. Malang, 23 Desember 1989.
MARTOJO, H. 2003. A Simple Selection Program for Smallhorder Bali Cattle Farmers. Proc. of Workshop 4–7 February 2002, Bali, Indonesia. ENTWISTLE, K. and D.R. LINDSAY (Eds.). ACIAR. No. 110. Canberra. MUDIKJO, K dan MULADNO. 1999. Pengembangan Industri Sapi Potong pada Era Pasca Krisis. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1–2 Desember 1998 Puslitbang Peternakan, Bogor (Jilid I).
118
THALIB, C. 2001. Pengembangan Sistem Perbibitan Sapi Potong Nasional. Wartazoa 11(1): 10–19. THALIB, C. dan A.R. SIREGAR. 1991. Peranan Pemuliaan Ternak Potong di Indonesia. Wartazoa 2 (1–2) September 1991. WAHYUNI, S., R. HENDAYANA. 2001. Rekayasa Sosial Dalam Pengembangan Peternakan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17–18 September 2001 Puslitbang Peternakan.