STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA
DUMASARI SIREGAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Dumasari Siregar NIM F351060041
ii
ABSTRACT DUMASARI SIREGAR. Strategy of Quality and Safety Improvement for Passion-Fruit Processed Product at PT. Pintu Besar Selatan, North Sumatra. Led by ENDANG GUMBIRA SA’ID and FAQIH UDIN.
Several quality deviations of syrup made from passion fruit (Passiflora edulis Sims) lead to the addition of standard that applies by the producers of passion-fruit syrup, such as food safety, to be able to compete with other syrup products. Therefore, for the food industries, quality standard is applied to meet the market and consumers preferences through the implementation of Quality Management System or Sistem Manajemen Mutu (SMM) using the ISO 9000 approach and Food Safety Management System using the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) approach. This research aims to create a quality improvement strategy based on the Quality Management System and Food Safety Management System. The research Method and data analysis was conducted in several stages as follows: (1) consumer survey using AHP weighting (pairwise comparison) and Quality Function Deployment (QFD), (2) evaluation of HACCP implementation using Self Assessment method, (3) determination and evaluation of company's internal and external factors using pairwise comparison, (4) determination of company position using the IE Matrix analysis, and (5) formulation of quality improvement strategy using the SWOT matrix analysis. From the results of this research, it is concluded that the strategies that should to be performed by the PT. Pintu Besar Selatan are: the enhancement of commitment and culture of work related to the increasing in both quality and safety of produced products; the improvement of product quality by providing the quality assurance in the form of certification; the improvement of production technology by using more advanced machineries and equipments; the developing partnership with suppliers and training for human resource in processing.
Keywords: strategy, quality improvement, food safety, ISO 9000:2000, HACCP, passion-fruit (Passiflora edulis Sims), syrup. iii
RINGKASAN DUMASARI SIREGAR. Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara. Dibimbing oleh E. Gumbira Sa’id dan Faqih Udin. Sari buah merupakan cairan buah yang tidak mengalami fermentasi dan diperoleh dari hasil pengepresan buah (Makhfoeld 1962), sedangkan menurut Standar Industri Indonesia (1979) sari buah di definisikan sebagai cairan yang diperoleh dari pemerasan buah yang disaring maupun tidak, tidak mengalami fermentasi dan dimaksudkan untuk minuman segar. Sirup adalah cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara dan lain-lain. Sirup tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air. Salah satu upaya untuk menjamin mutu dan keamanan pangan adalah pengembangan dan penerapan sistem HACCP pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota termasuk di Indonesia; dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional. Di indonesia, sistem HACCP ini telah diadopsi oleh Badan Standar Nasional (BSN) yang ditetapkan dalam SNI 01.4852-1998. Penelitian bertujuan untuk membuat suatu strategi peningkatan mutu produk olahan markisa berdasarkan sistem manajemen mutu (SMM) dan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk olahan markisa yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen, khususnya produk olahan markisa di Brastagi dan Medan. Manfaat penelitian diharapkan : (1) sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan mutu bagi industri olahan markisa di Brastagi dan Medan, (2) sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan dan keamanan
mutu
produk
sirup
markisa,
serta
program
strategi
dalam
pengembangan industri olahan markisa, dan (3) memberikan kontribusi pemikiran iv
dalam peningkatan mutu, pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan mengenai sistem manajemen mutu (SMM), sistem manajemen keamanan pangan (SMKP), dan strategi peningkatan mutu bagi produk markisa olahan. Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT. Pintu Besar Selatan yang berlokasi di daerah Peceran, tepatnya di kecamatan Brastagi, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara selama enam bulan dari awal bulan September sampai dengan akhir bulan Desember 2008. Metode yang digunakan adalah dengan pengumpulan data primer (melakukan wawancara dengan responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang industri sirup markisa dan melakukan pengamatan langsung di lapangan pada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan, dan pengumpulan data sekunder (penelusuran buku, hasil penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan observasi dan inspeksi di lapangan atas penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) ditemukan tujuh penyimpangan yaitu : aspek bangunan (dua penyimpangan berkategori minor), aspek fasilitas sanitasi (tiga penyimpangan berkategori minor), aspek peralatan (satu penyimpangan berkategori minor), aspek higiene karyawan (satu penyimpangan berkategori serius, satu penyimpangan berkategori mayor), aspek penyimpanan (satu penyimpangan mayor), aspek pemeliharaan sarana pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama (satu penyimpangan mayor) dan aspek manajemen
dan
pelatihan
(satu
penyimpangan
berkategori
mayor).
Penyimpangan-penyimpangan tersebut merupakan penyimpangan yang sangat penting yang harus segera diatasi sebelum diterapkannya sistem HACCP di perusahaan PT. Pintu Besar Selatan. Adapun spesifikasi harapan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk sirup markisa adalah warna, nilai gizi, kekentalan, keamanan pangan, dan kemasan. Atribut yang memiliki bobot konversi atau tingkat kepentingan tertinggi adalah atribut keamanan pangan. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran terhadap pentingnya keamanan pangan dalam mengkonsumsi suatu produk sangat besar karena kebersihan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Bahaya potensial pada bahan baku, bahan penolong/pembantu dan bahan tambahan pangan yang perlu dikendalikan adalah bahan baku buah markisa, gula,
v
natrium benzoat, CMC dan air. Penerimaan bahan baku, penambahan bahan tambahan makanan, gula dan air, pasteurisasi dan pembotolan harus dikendalikan sebagai titik kendali kritis atau CCP. Sedangkan lingkungan di pabrik, mesin dan peralatan, karyawan, pencucian, pemotongan buah, pengepresan, penyimpanan sirup dan distribusi produk perlu dikendalikan sebagai CP (Control Point). Untuk pengembangan strategi di perusahaan PT. Pintu Besar Selatan direkomendasikan sebagai berikut : (1) penerapan GMP dan HACCP, (2) meningkatkan kualitas produk, (3) penerapan teknologi pengolahan yang tepat, (4) membangun kemitraan dengan pemasok, dan (5) pelatihan SDM proses pengolahan.
vi
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA
DUMASARI SIREGAR
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
viii
Judul Tesis : Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara Nama
: Dumasari Siregar
NIM
: F351060041
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev Ketua
Ir. Faqih Udin, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Tanggal Ujian : 28 Juli 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
ix
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Tatit K Bunasor, MSc.
x
PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Pemahaman akan kaidah-kaidah ilmiah terasa bertambah dari waktu ke waktu selama studi dilakukan, berkat bimbingan yang tak kenal lelah dari komisi pembimbing, yaitu Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev sebagai Ketua dan Ir. Faqih Udin, MSc sebagai anggota. Kepada beliaubeliaulah penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya pertama-tama penulis sampaikan. Kedua, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tatit K Bunasor, MSc sebagai tim penguji dari luar Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan berharga bagi penyempurnaan tesis ini. Studi ini tidak akan mungkin dilakukan tanpa bantuan berbagai pihak. Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan yang telah menyediakan diri dipakai untuk studi kasus beserta karyawannya; atas kerjasama dan dukungannya yang baik dan cukup konsisten selama pelaksanaan studi. Terima kasih pula kepada Industri Rumah Tangga “Markisa asli famili” serta kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian tulisan ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Terakhir, penulis ingin menyampaikan hormat dan terima kasih yang tinggi kepada H. Drs. Amir Hud Siregar, Hj. Ramona Siregar, yang sebagai orang tua selalu mendorong penulis untuk mengembangkan ilmu dan berkarya. Juga kepada kakak dan adik penulis yaitu Mira Larasati Siregar, SH dan Rara Rezeki Anggreani Siregar terima kasih untuk dukungan dan semangatnya. Serta temanteman TIP angkatan 2006 dan 2007, teman-teman kost Ayu Pratiwi, Putu Ayu Trisna Dewa, Mursye Regar dan Esti Sulistiawati terima kasih atas persahabatan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009 Dumasari Siregar
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada Tanggal 15 Juli 1981 dari ayah H. Drs. Amir Hud Siregar dan ibu Hj. Ramona Siregar. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar di tempuh di SD Taman Harapan Medan, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 10 Medan dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 7 Medan. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) pada tahun 1999 dan menamatkannya pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis diterima melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
xii
DAFTAR ISI Halaman
ABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xix PENDAHULUAN .......................................................................................... Latar Belakang ....................................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... Kegunaan Penelitian ..............................................................................
1 1 6 6 7
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. Buah Markisa ......................................................................................... ISO 9000 ................................................................................................ Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ............................... Sanitasi ................................................................................................... Keamanan Pangan ................................................................................. Penelitian Terdahulu ..............................................................................
8 8 14 18 28 42 53
METODE PENELITIAN ................................................................................ Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................................... Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ Tata Cara Pengumpulan Data ................................................................ Analisis Data ..........................................................................................
55 55 57 58 59
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................................................ Sejarah Perusahaan ................................................................................ Lokasi Pabrik ......................................................................................... Struktur Organisasi Perusahaan ............................................................. Produk dan Bahan Baku ........................................................................ Proses Produksi Sirup Markisa ..............................................................
70 70 71 72 76 76
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... Atribut Mutu Produk ............................................................................ Aktivitas Proses ..................................................................................... House of Quality (HOQ) ........................................................................ Kebijakan Mutu ..................................................................................... Organisasi .............................................................................................. Deskripsi Produk ...................................................................................
93 93 96 105 106 108 108 xiii
Halaman Persyaratan Dasar .................................................................................. Good Manufacturing Practices (GMP) ................................................. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) ............................. Bagan Alir Proses .................................................................................. Prinsip HACCP ...................................................................................... Penanganan Konsumen .......................................................................... Prosedur Produk Recall ......................................................................... Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen ............................................. STRATEGI PENINGKATAN MUTU SARI BUAH DAN KONSENTRAT MARKISA ...................................................................................................... Faktor-faktor Lingkungan Internal ........................................................ Faktor-faktor Lingkungan Eksternal ..................................................... Analisis Matriks IFE dan EFE ............................................................... Perumusan Alternatif Strategi dan Struktur Hirarki Strategi Peningkatan Mutu Sirup Markisa ..........................................................
111 114 123 135 135 137 137 137
138 138 139 140 143
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 146 Kesimpulan ............................................................................................ 146 Saran ...................................................................................................... 147 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 148 LAMPIRAN .................................................................................................... 155
xiv
DAFTAR TABEL Halaman
1
Perkiraan permintaan buah-buahan di Indonesia tahun 1995-2015 .....
1
2
Prakiraan tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia tahun 1995-2010 .............................................................................................................. 2
3
Komposisi Kimia Sari Buah Markisa .................................................
9
4 Produksi buah markisa di Indonesia ...................................................
10
5 Komposisi nutrisi markisa ungu per 100 gram bagian yang dapat dimakan ...............................................................................................
13
6 Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi panen buah markisa tahun 2000-2007 di Provinsi Sumatera Utara .......................
13
7 Bahaya mikrobiologis yang dibagi berdasarkan resiko keparahan bahayanya ............................................................................................
23
8 Bahan kimia berbahaya pada pangan ..................................................
24
9 Material utama yang menyebabkan bahaya fisik ................................
25
10 Karakteristik bahaya pada produk pangan ..........................................
26
11 Penetapan kategori resiko produk .......................................................
27
12 Penetapan kategori resiko suatu bahan pangan ...................................
27
13 Persentase industri pangan yang sudah memahami dan menerapkan aspek keamanan pangan ......................................................................
45
14 Persentase industri kecil pangan yang mengimplementasikan dan tidak mengimplementasikan higiene ............................................
46
15 Daftar nama responden pakar ..............................................................
59
16 Skala penilaian kriteria dalam AHP ....................................................
66
17 Bagan perbandingan berpasangan .......................................................
67
18 Model matriks TOWS .........................................................................
68
19 Syarat mutu sirup menurut SNI 01-3544-1994 ...................................
77
20 Hasil penelitian bobot atribut mutu produk sirup markisa ..................
95
21 Rekapitulasi hasil penilaian tingkat kepuasaan konsumen terhadap mutu produk perusahaan PT. Pintu Besar Selatan dengan perusahaan pesaingnya ........................................................................................... 95
xv
Halaman 22 Rasio perbaikan, bobot dan persentasi bobot untuk perusahaan PT. Pintu Besar Selatan .............................................................................
96
23 Penilaian aktivitas proses produksi pada masing-masing perusahaan Sirup markisa ......................................................................................
98
24 Hubungan keterkaitan antara atribut mutu produk dengan aktivitas proses produksi sirup markisa ............................................................
99
25 Hubungan keterkaitan antar aktivitas proses produksi sirup markisa . 100 26 Perhitungan tingkat kepentingan dan nilai relatif proses .................... 104 27 Tingkat kepentingan atribut mutu produk dan nilai relatif aktivitas proses terkait ...................................................................................... 105 28 Deskripsi produk konsentrat produksi PT. Pintu Besar Selatan ......... 110 29 Hasil identifikasi penyimpangan/ketidaksesuaian dalam penerapan unsur-unsur GMP di PT. Pintu Besar Selatan ..................................... 122 30 Persyaratan kualitas air minum menurut Permenkes No. 907/Menkes/ SK/ VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 ..................................................... 124 31 Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan SSOP di PT. Pintu Besar Selatan ....................................................................................... 129 32 Pemantauan pada program SSOP di PT. Pintu Besar Selatan ............. 133 33 Faktor-faktor lingkungan internal ....................................................... 138 34 Faktor-faktor lingkungan eksternal ..................................................... 139 35 Internal factor evaluation (IFE) dan external factor evaluation (EFE) ................................................................................................... 141
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Buah markisa kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa) ........................
8
2
Buah markisa ungu (Passiflora edulis f.Edulis Sims) .........................
10
3
Diagram alir ekstraksi sari markisa .....................................................
11
4
Tahap pembuatan sari buah markisa ...................................................
12
5
Ilustrasi kelengkapan seragam pekerja ................................................
36
6
Sistem mutu dan keamanan pangan nasional ......................................
42
7 Hubungan antara tanggung jawab pemerintah, industri dan konsumen dalam implementasi sistem dan keamanan pangan ............................. 43 8
Diagram alir penelitian ........................................................................
56
9
Contoh matriks rumah kualitas ...........................................................
61
10 Sortasi buah .........................................................................................
78
11 Pencucian buah ...................................................................................
78
12 Mesin pemotong buah .........................................................................
79
13 Mesin pengorek buah ..........................................................................
79
14 Mesin pemisah biji dengan sari buah (Penyaringan I) .........................
80
15 Mesin pemisah sari buah dengan serat (Penyaringan II) .....................
81
16 Pemotongan buah markisa di industri “Noerlen”.................................
88
17 Pengorekan isi buah markisa di industri “Noerlen” ............................
88
18 Pemisahan biji dengan sari buah di industri “Noerlen” .......................
89
19 Pemisahan sari buah dengan serat di industri “Noerlen” .....................
89
20 Penyaringan sari buah di industri “Noerlen” ......................................
90
21 Pasteurisasi dan penambahan BTM ....................................................
90
22 Penyaringan sari buah di industri “Noerlen” ......................................
91
23 Pembotolan dan proses hermetis .........................................................
92
24 Proses pengemasan sirup markisa di industri “Noerlen” ....................
92
25 Matriks house of quality PT. Pintu Besar Selatan ............................... 106 26 Posisi perusahaan Pintu Besar Selatan ................................................ 142 27 Matriks SWOT perusahaan Pintu Besar Selatan ................................. 144
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1
Struktur organisasi perusahaan PT. Pintu Besar Selatan .................... 155
2
Gabungan pendapat pakar untuk atribut kualitas produk .................... 156
3
Perhitungan interval kelas untuk analisa QFD .................................... 157
4 Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap produk perusahaan PT. Pintu Besar Selatan ....................................... 158 5 Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap produk perusahaan Maju Jaya Pohon Pinang ...................................... 158 6 Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap produk perusahaan Tunggal Jaya Prima .............................................. 159 7 Daftar rasio perbaikan, bobot dan persentase bobot untuk perusahaan Maju Jaya Pohon Pinang ..................................................................... 159 8 Daftar rasio perbaikan, bobot dan persentase bobot untuk perusahaan Tunggal Jaya Prima ............................................................................. 160 9
Identifikasi bahaya dan penetapan resiko di PT. Pintu Besar Selatan . 161
10 Tabel penetapan titik kendali kritis (CCP) di PT. Pintu Besar Selatan .............................................................................................................. 167 11 Lembar kerja control measures di PT. Pintu Besar Selatan ................ 169
xviii
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan agroindustri buah-buahan di Indonesia belum berjalan dengan baik. Walaupun telah berusaha dengan keras, tetapi pemerintah belum mampu membangun industri buah-buahan nasional yang terintegrasi, mulai dari tingkat budidaya, industri pengolahan, hingga perdagangan. Kalaupun ada yang telah berjalan, tetapi skalanya masih kecil. Padahal, industri buah-buahan dapat memberikan pendapatan yang besar bagi masyarakat dan dapat memperkuat pasar domestik apabila dapat dilaksanakan secara baik dan terpadu. Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian (2008) memperkirakan, rata-rata peningkatan konsumsi buah-buahan per lima tahun pada periode 2005– 2015 adalah antara 31,5 – 44,5 persen. Dengan kata lain, total konsumsi akan meningkat dari 10,3 juta ton pada tahun 2005 menjadi 13,9 juta ton pada tahun 2010 dan 20 juta ton pada tahun 2015. Perkiraan permintaan buah-buahan di Indonesia pada periode 1995 – 2015 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Perkiraan Permintaan Buah-buahan di Indonesia Tahun 1995-2015 Tahun
Populasi (juta)*
1995 2000 2005 2010 2015
200 213 227 240 254
Peningkatan Konsumsi per 5 tahun (%)** 28,5 30,5 32,5 34,5 44,5
Konsumsi/Kapita (kg) 30,00 36,76 45,70 57,92 78,74
Total Konsumsi (ribu ton) 6.000 7.000 10.375 13.900 20.000
Sumber : * BPS dan ** Deptan (1992).
Di Indonesia saat ini, konsumsi buah-buahan ± 35 kg/kapita/tahun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan anjuran FAO yang mencapai 60 kg/kapita/tahun. Data World Bank (1992) yang disadur oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia per kapita per hari diproyeksikan meningkat dari 50 kalori/kapita/hari pada tahun 1995 menjadi 103 kalori/kapita/hari pada tahun 2010; atau secara keseluruhan terjadi peningkatan konsumsi total kalori dari 1,74% menjadi 3,16%. Proyeksi tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia pada tahun 1995 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :
2
Tabel 2 Prakiraan Tingkat Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Pada Tahun 1995 – 2010 Konsumsi BuahKonsumsi BuahBuahan Per Konsumsi Total Tahun Buahan (Kalori/Kapita/Hari) Konsumsi Total (Kalori/Kapita/Hari) (%) 1995 50 2.870 1,74 2000 62 2.999 2,06 2005 79 3.129 2,57 2010 103 3.256 3,16 Sumber : World Bank (1992) disadur oleh Badan Agribisnis Deptan (1999).
Akhir-akhir ini pasar buah nasional mendapatkan tekanan buah impor. Masuknya buah impor menjadi pesaing potensial karena adanya peluang pangsa pasar di Indonesia. Buah impor mempunyai karakteristik mutu yang seragam dan shelf-life lebih lama, yang menjadikan dayasaingnya di pasar lebih besar. Para importir buah mendapatkan pasokan buah dari luar negeri dengan memanfaatkan beberapa kelemahan atribut buah tropik misalnya warna kurang menarik, ukuran tidak seragam, dan citarasa yang tidak konsisten (Firdaus dan Wagiono 2008). Perbaikan mutu buah nasional merupakan suatu tuntutan, baik untuk memenuhi konsumsi domestik yang semakin ditantang oleh saingan buah impor, maupun untuk tujuan ekspor. Pemahaman terhadap konsep dayasaing dirasakan masih belum menyeluruh. Secara normatif bagaimana posisi dayasaing buah nasional sudah banyak dibicarakan, namun bagaimana posisi tersebut secara kuantitatif belum dikemukakan. Dayasaing secara langsung terkait dengan penerapan manajemen jaminan mutu, namun secara konseptual dan praktek belum diberi nilai yang baik (Firdaus dan Wagiono 2008). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi masalah produk buahbuahan Indonesia yang menjadi kendala adalah standarisasi mutu produk, keamanan pangan, budidaya tanaman yang baik, penanganan pasca panen, promosi dan pengembangan pasar. Sistem perdagangan bebas menuntut adanya sistem produksi yang efisien dan mutu produk yang baik. Dengan dukungan potensi alam dan potensi plasma nutfah buah-buahan yang sangat besar, Indonesia dapat mengembangkan buah-buahan tropisnya menjadi komoditas unggulan. Buah markisa termasuk salah satu buah tropis yang semakin meningkat popularitasnya di negara-negara barat karena rasa dan aromanya yang khas. Pada umumnya sari buah markisa digunakan sebagai bahan campuran dengan sari buah
3
lainnya. Negara produsen markisa adalah negara-negara di Amerika Selatan seperti Kolombia, Ekuador, Brazil, Argentina dan Peru, kemudian beberapa negara dari benua Afrika seperti Kenya, Zimbabwe, Burundi dan Afrika Selatan. Dari benua Asia dan Australia, produsen markisa adalah Australia, New Zealand, India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Pemasaran utama dari produk markisa adalah ke Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Eropa (Belanda, Jerman dan Inggris), Amerika Selatan (Brasil, Chile dan Argentina), Australia dan beberapa negara Asia (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Bahrain dan Kuwait) (www.bi.go.id diakses 23 Juni 2007). Markisa merupakan buah yang dapat dikonsumsi dalam bentuk segar juga dapat dalam bentuk juice, sirup maupun dalam bentuk jelly. Bagi kebanyakan masyarakat Sumatera Utara, mengkonsumsi markisa dalam bentuk sirup umumnya
dilakukan
pada
hari-hari
besar
tertentu,
sementara
untuk
mengkonsumsi sehari-hari umumnya lebih memilih markisa dalam bentuk buah segar. Sementara bagi masyarakat di luar wilayah Sumatera Utara, markisa adalah merupakan souvenir khas berupa sirup yang berasal dari wilayah tersebut yang dapat dijadikan buah tangan, manakala berkunjung ke wilayah tersebut. Hal ini yang menjadikan markisa merupakan salah satu komoditas yang sebenarnya memiliki kekhususan bagi konsumen (Winarso 2004). Markisa asam (Passiflora edulis) belum banyak dikembangkan oleh masyarakat, hanya di beberapa wilayah tertentu di Indonesia komoditas tersebut dapat dijumpai, seperti di wilayah Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Jawa Barat. Khusus untuk wilayah Sumatera Utara markisa menjadi penting artinya, mengingat peranan komoditas tersebut sebagai “trade mark” wilayah tersebut, seperti Sulawesi Selatan. Namun demikian pengembangan produksi maupun pemasaran banyak mengalami kendala dan hambatan, sehingga walaupun sebenarnya komoditas diatas telah lama dirintis untuk diusahakan, namun pertumbuhannya masih memprihatinkan. Salah satu strategi yang ditempuh oleh para pengusaha adalah melalui diversifikasi produk dan mutu (Winarso 2004). Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah mengenai keracunan pangan dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat sebagai akibat adanya insiden
4
keracunan pangan yang berdampak pada perdagangan pangan internasional dan perhatian publik yang meningkat terhadap isu keamanan pangan tersebut. Di negara Asia termasuk di Indonesia pun terdapat kecenderungan (trend) yang sama (Ben Embarek 2004). Beberapa jenis penyebab keracunan pangan adalah listeriosis, salmonellosis, flu burung (Avian Influenza), sapi gila atau mad cow (Bovine Spongiform Encephalophaty), penyakit kuku dan mulut pada sapi, dioksin dan ancaman bioterisme. Menurut Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centre for Diseases Control and Prevention (CDC), terjadi 6-53 juta kasus keracunan pangan di Amerika Serikat. Sebanyak 50.000 kasus diantaranya disebabkan oleh Salmonella (CDC 2001). Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit akibat keracunan pangan dan air bila dihitung dapat mencapai 0,8 juta orang meninggal setiap tahun, sedangkan di negara-negara industri yang sudah maju, penyakit karena keracunan pangan berakibat mencapai 30% dari jumlah populasi manusianya, dan 20 orang di antara dari satu juta orang yang ada meninggal setiap tahun karena kasus penyakit keracunan pangan. Bahkan di negara-negara Asia, kasus penyakit yang disebabkan karena keracunan pangan telah meningkat pada tahun 2003 dan 2004 yang disebabkan karena adanya penyediaan pangan dari jasa boga untuk keperluan di kantin sekolah, kantin perusahaan, dan untuk keperluan sosial dalam rangka pesta perayaan perkawinan (Ben Embarek 2004). Salah satu usaha menjamin mutu dan keamanan pangan adalah pengembangan dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota sejak tanggal 28 Juni 1993 (WHO 1993), dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional (Hathaway 1999; Orris 1999). Beberapa perusahaan pengolahan buah markisa di Brastagi-Sumatera Utara telah berdiri, salah satunya adalah PT. Pintu Besar Selatan. Perusahaan tersebut telah merintis penjualan markisa ke beberapa negara tujuan seperti ke Inggris, Singapura, Swedia dan beberapa negara lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa
5
pasar luar negeri tetap saja sulit untuk ditembus. Beberapa hal yang menyebabkan sulitnya menembus pasar luar negeri tersebut adalah sebagai berikut : a. Pihak perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan persyaratan konsumen luar negeri seperti penampilan minuman sirup markisa dalam bentuk kemasan kotak seperti jenis minuman lainnya. Hal ini disebabkan belum adanya teknologi kemasan yang sesuai untuk sirup markisa yaitu proses pengemasan kotak dengan sistem “teknologi kemasan dingin”. Kalaupun teknologi tersebut tersedia, maka biayanya masih sangat mahal. b. Konsumen luar negeri lebih mengutamakan makanan/minuman yang benarbenar bebas bahan pengawet, hal seperti ini tampaknya masih sulit untuk dilakukan oleh perusahaan (Winarso 2004). Penerapan sistem HACCP pada industri pangan seperti yang akan diterapkan pada PT Pintu Besar Selatan dinilai cukup efektif untuk mencegah dan meminimisasi resiko bahaya keracunan pangan, sehingga dinilai cukup baik untuk memberi jaminan keamanan pangan (Bauman 1990; Marriott 1997) karena : a.
Penerapan sistem HACCP dapat mengurangi tingkat resiko terhadap mortalitas yang dikaitkan dengan konsumsi pangan yang tidak aman (Antle 1999).
b.
Penerapan sistem HACCP sebagai bagian dari sistem manajemen mutu menyeluruh (Total Quality Management) bila diimplementasikan secara tepat dapat memberi keuntungan sebagai berikut : perbaikan dalam efisiensi operasional, mengurangi biaya transaksi dan menciptakan keuntungan yang lebih kompetitif (Cashwell et al. 1998; Bredahl et al. 2001; Farina dan Reardon 2000).
Selain itu, penerapan sistem HACCP tidak berdiri sendiri, tetapi dapat diterapkan dan diintegrasikan bersama dengan sistem lain misalnya Good Manufacturing Practices (GMP) dan ISO 9000 (Sunarya 1999). Produksi bahan baku atau ingredien yang digunakan oleh PT. Pintu Besar Selatan untuk bahan pangan haruslah dilakukan sesuai dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang baik agar produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan HACCP, diharapkan perusahaan industri pangan PT. Pintu Besar Selatan bisa
6
menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten, serta yang paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan
konsumen
terhadap
produk
perusahaan
dan
meningkatkan penjualan produk perusahaan. Suatu perusahaan harus mampu memetakan kekuatan dan kelemahannya dalam persaingan agar mampu memanfaatkan peluang yang ada dan meminimalkan resiko dari ancaman persaingan. Strategi yang dijalankan perusahaan merupakan reaksi atas perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi (Jamaran et al. 2003). Oleh karena itu, industri markisa olahan juga memerlukan suatu strategi untuk meningkatkan dayasaingnya. Persaingan yang terjadi dalam industri markisa olahan dapat dimenangkan jika industri yang bersangkutan memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif tersebut dapat dicapai dengan adanya strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan suatu usaha, baik internal maupun lingkungan eksternal dan industri markisa olahan. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang sesuai dengan posisi industri saat ini. Strategi tersebut juga harus disesuaikan dengan kemampuan penerapan pada industri markisa olahan sehingga dapat lebih efektif untuk pengembangan industri tersebut di masa yang akan datang.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat suatu strategi peningkatan mutu produk olahan buah markisa berdasarkan sistem manajemen mutu (SMM) dan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP), yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk olahan buah markisa yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen, khususnya produk olahan buah markisa di Brastagi dan Medan.
Ruang Lingkup Penelitian Secara khusus ruang lingkup penelitian ini fokus pada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan di Brastagi yang meliputi proses produksi markisa sampai dengan pembotolan, pengemasan dan pelabelan, penilaian harapan dan keinginan
7
konsumen terhadap produk olahan buah markisa, yaitu sirup markisa, serta faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi kinerja perusahaan PT. Pintu Besar Selatan. Selain PT. Pintu Besar Selatan, pada penelitian ini juga dilibatkan Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili produsen produk olahan markisa dengan Cap “Noerlen”.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan mutu bagi industri olahan buah markisa di Brastagi dan Medan. 2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan dan keamanan mutu produk olahan markisa, serta program strategi dalam pengembangan industri olahan markisa. 3. Memberikan kontribusi pemikiran dalam peningkatan mutu, pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM), Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi peningkatan mutu bagi produk olahan markisa.
TINJAUAN PUSTAKA Buah Markisa Markisa (Passion fruit) tergolong dalam filum Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas Monocotyledone dan famili Passifloraceae. Ada sekitar 400 jenis markisa yang telah diketahui, dan 50 – 60 jenis diantaranya dapat dimakan.
Beberapa
jenis
markisa
yang
terkenal
adalah
Passiflora
quandrangularis, Passiflora ligularis, Passiflora laurifolia dan Passiflora molissima. Gambar 1 dibawah ini adalah gambar dari markisa kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa) yang merupakan jenis markisa yang paling banyak diproduksi secara komersial, begitu juga dengan markisa ungu (Passiflora edulis Sims) (Nakasone dan Paull 1999).
Gambar 1 Buah Markisa Kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa). Tanaman markisa dapat berbunga sepanjang tahun, namun musim bunga yang utama adalah bulan Agustus-Oktober dan musim panen raya jatuh pada bulan November - Januari (Sunarjono 1998). Penanaman markisa bervariasi di tiap daerah. Markisa dinamakan Passion fruit atau granadilla di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya, grenadille di Prancis, buah negeri (Jawa), pasi (Sunda) di Indonesia, buah susu atau markisa di Malaysia, passionaria di Filipina dan linmangkon di Thailand. Markisa kuning (Passiflora edulis f. Flavicarpa) berasal dari Brazil bagian selatan, tumbuh di pinggiran hutan hujan. Markisa tumbuh baik pada ketinggian 0-800 mdpl dengan curah hujan 2000-3000 mm (Verheij dan Coronel 1997).
9
Dalam pemanfaatannya, buah markisa banyak diolah menjadi sari buah, konsentrat, cocktail, es krim, jam dan jelly. Flavor markisa yang kuat dan menyenangkan menjadikan buah tersebut sering ditambahkan pada beberapa produk makanan seperti pie, cake, saus, salad dan sherbets (Nakasone dan Paull 1999). Sari
buah
markisa
banyak
mengandung
Passiflorine,
suatu
zat
menentramkan urat syaraf serta mengandung ± 21.9 – 69.9 mg vitamin C per 100 gr sari buah. Komposisi sari buah markisa dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3 Komposisi Kimia Sari Buah Markisa Komponen Kadar air (%) Ekstrak eter (%) Serat kasar (%) Padatan terlarut (%) Asiditas (%) 0 Brix / asam pH Gula pereduksi (%) Gula non pereduksi (%) Total gula (%) Kalsium (mg %) Fosfor (mg %) Besi (mg %) Asam askorbat (mg %) Karoten (IU Vitamin A/100gr)
Kisaran 76.9 – 82.5 0.01 – 0.08 14.4 – 21.9 2.4 – 4.8 3.4 – 7.7 2.6 – 3.2 3.6 – 8.3 2.3 – 7.9 7.4 – 13.3 9.7 – 18.4 21.4 – 60.4 2.3 – 4.0 21.9 – 69.9 1073.0 – 1547.0
Rata-rata 80.4 0.05 17.3 3.4 5.3 2.8 6.2 4.6 10 12.1 30.1 2.6 34.6 1345.0
Sumber : Pruthi dan Lal (1959).
Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims) Jenis buah markisa yang digunakan sebagai bahan baku industri markisa olahan adalah buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) seperti terlihat pada Gambar 2, yang banyak tumbuh dan dibudidayakan di Propinsi Sumatera Utara. Buah diatas berbentuk bulat lonjong, dengan panjang antara 4.42 - 5.76 cm, garis tengah antara 4.05 - 5.18 cm dan bobot per buah antara 28.19 - 60.87 g. Sewaktu buah masih muda, kulitnya berwarna hijau dan setelah tua, berubah menjadi coklat ungu. Di dalam buah terdapat banyak biji berbentuk gepeng kecil berwarna hitam, yang masing-masing diselimuti selaput yang mengandung cairan masam berwarna kuning (Verheij dan Coronel 1997).
10
Gambar 2 Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims).
Produksi buah markisa di Indonesia pada umumnya mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 1999 dan 2004 dimana terjadi penurunan yang cukup merosot dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel 4). Mengingat produksi buah markisa yang terus meningkat, hal ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk mengembangkan bisnis markisa, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan. Tabel 4 Produksi Buah Markisa di Indonesia Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Produksi Buah Markisa (Ton) 17.340 * 3.738 * 14.952 * 15.401 * 15.863 * 71.898 ** 59.435 ** 75.767 ** 120.128 **
Keterangan : * = Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005. ** = Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2007.
Tanaman markisa yang berasal dari biji mulai berbuah setelah berumur 9-10 bulan, sedangkan yang berasal dari stek mulai berbuah lebih awal yaitu sekitar tujuh bulan. Warna buah pada mulanya berwarna hijau muda akan berubah ungu tua (edulis) atau kuning (flavicarpa) ketika matang. Sari buah yang berkualitas baik diperoleh dari buah markisa yang dipanen pada tingkat kematangan minimal 75% (Jagtiani et al. 1988).
11
Diagram alir pembuatan sari buah markisa dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan proses pembuatan sari buah markisa dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini : Buah Markisa Diblansir 1000C selama 2 menit Dipotong Dikeruk
Kulit
Pulp Markisa Pulper
Biji
Disaring Sari Markisa Gambar 3 Diagram Alir Ekstraksi Sari Markisa (Hardiansyah 2004). Blansir adalah perlakuan panas baik berupa air panas atau uap panas dengan suhu 100 0C selama 1 menit dan tekanan 1 atm. Buckle et al. (1985) menyatakan bahwa perlakuan blansir diperlukan untuk beberapa macam bahan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum dikeringkan atau dibekukan. Blansir bertujuan untuk menginaktifkan enzim peroksidase, katalase dan enzim pencoklatan lainnya. Blansir juga dapat mengurangi jumlah oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikroba dan mempertahankan warna. Tergantung dari panas yang diberikan blansir juga dapat menginaktifkan mikroorganisme. Suhu dan lamanya blansir berbeda-beda pada setiap bahan, tergantung dari sifat bahan yang akan diolah.
12
Na-benzoat
Air panas 1000C
Sari Markisa
Larutan gula dengan perbandingan 2 : 1 Disaring 100 mesh Tahap Pencampuran Sari markisa dihomogenisasi Dipasteurisasi suhu 800C selama 15 menit Pengisian Dikemas Sirup markisa Gambar 4 Tahap Pembuatan Sirup Markisa (Hardiansyah 2004). Perlakuan pasca panen buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar atau sari buah berbeda. Buah markisa termasuk buah klimakterik, untuk itu jika buah tersebut akan dijual sebagai buah segar, sebaiknya buah dipanen pada saat persentase warna ungu mencapai 50-70% dan tangkai buah disisakan ± 3 cm. Buah tersebut harus dijaga kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus, tidak keriput. Buah markisa dapat disimpan selama empat – lima minggu pada suhu 700C dan kelembaban nisbi 85-95% tanpa merusak kualitasnya (www.bi.go.id diakses 23 Juni 2007). Pada Tabel 5 dapat dilihat komposisi nutrisi dari buah markisa ungu.
13
Tabel 5 Komposisi Nutrisi Markisa Ungu Per 100 Gram Bagian yang Dapat Dimakan Komposisi Kandungan 72.2 Air (%) 3.0 Protein (gr) 0.12 Lemak (gr) 13.4 Total Karbohidrat (gr) 12.8 Serat (gr) 0.5 Abu (gr) 6.8 Kalsium (mg) 63.8 Fosfor (mg) 0.6 Besi (mg) 8.0 Natrium (mg) 208.1 Kalium (mg) 23.3 Asam Askorbat (mg) Sumber : Rodriguez, et al. (1993).
Untuk menghasilkan sari buah markisa yang bermutu baik, buah harus dipanen masak. Buah sebaiknya dipanen minimal pada saat kematangan mencapai 75% dan akan lebih baik jika buah dipanen masak. Tetapi buah yang dipanen masak yaitu yang telah jatuh dari tangkainya akan lebih cepat mengalami penurunan kadar air, sehingga kulitnya menjadi keriput. Namun demikian kondisi sari buahnya tetap tidak berubah. Dari 100 kg buah dapat dihasilkan sekitar 40 kg jus buah yang masih mengandung biji atau 30 kg jus buah (www.bi.go.id diakses 23 Juni 2007). Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi buah markisa di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2000-2007 mengalami peningkatan dan penurunan, seperti dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini : Tabel 6 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Panen Buah Markisa Tahun 2000-2007 Propinsi Sumatera Utara Tahun Luas Panen Produktivitas Panen Produksi Panen (Ha) (Kw/Ha) (Ton) 14.952 208.25 718 2000 0 0.00 0 2001 11.573 231.92 499 2002 15.437 232.14 665 2003 15.017 230.32 652 2004 14.157 228.71 619 2005 15.438 227.36 679 2006 11.197 34.94 3.205 2007 Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara 2008.
14
ISO 9000 Kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan mutu produk atau jasa serta kepuasan pelanggan semakin besar karena terbukanya perdagangan bebas dalam era globalisasi. Oleh karena itu perusahaan berusaha memenangkan persaingan dengan meningkatkan mutu produk atau jasa, sehingga dapat memberikan kepuasan pelanggan. Untuk meningkatkan mutu produk atau jasa perusahaan harus menerapkan sistem manajemen mutu. ISO 9000 merupakan salah satu standar sistem manajemen mutu yang diakui dunia internasional dan bersifat global untuk berbagai bidang usaha. Landasan Teori ISO 9000 merupakan suatu kumpulan standar manajemen mutu dan standar proses tetapi bukan standar produk. ISO 9000:2000 terdiri dari beberapa bagian yang memuat tentang sistem manajemen mutu, diantaranya ISO 9001:2000 dan ISO 9004: 2000. ISO 9001:2000 berisikan persyaratan standar yang digunakan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang sesuai. ISO 9004:2000 berisikan pedoman standar yang menyediakan acuan dalam peningkatan berkelanjutan sistem manajemen mutu untuk memberikan keuntungan pada semua pihak, termasuk kepuasan pelanggan. Dalam ISO 9001:2000 terdapat delapan prinsip sistem manajemen mutu yang dijadikan sebagai acuan kerangka kerja yang membimbing organisasi menuju peningkatan kerja. Kedelapan prinsip sistem manajemen mutu yang terdapat dalam ISO 9001:2000, adalah sebagai berikut (www.iso.ch) : 1. Fokus pada pelanggan Pelanggan merupakan bagian yang sangat penting bagi organisasi, oleh sebab itu manajemen organisasi harus benar-benar memahami, memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang bahkan melebihi harapan pelanggan. 2. Kepemimpinan Pemimpin sangat penting dalam menciptakan kesatuan arah dan tujuan organisasi, menciptakan dan mempertahankan lingkungan internal sehingga personel terlibat secara penuh untuk mencapai tujuan organisasi.
15
3. Keterlibatan personel Keterlibatan personel secara penuh pada semua tingkatan organisasi sangat penting sehingga kemampuan personel dapat digunakan untuk kepentingan organisasi. 4. Pendekatan proses Pendekatan proses sangat penting untuk mencapai hasil yang diinginkan agar lebih efisien, dengan mengelola aktivitas dan sumber-sumber daya yang berkaitan sebagai suatu proses. Proses merupakan integrasi yang berurutan dari personel, material, metode, mesin, dan peralatan, dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan keluaran yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. 5. Pendekatan sistem terhadap manajemen Pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan proses-proses yang saling berkaitan sebagai suatu sistem yang mendukung efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. 6. Peningkatan berkesinambungan Peningkatan berkesinambungan akan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan dan harus menjadi komitmen perusahaan. Peningkatan berkesinambungan merupakan suatu proses berkesinambungan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam memenuhi kebijakan dan mencapai tujuan organisasi. 7. Pendekatan faktual dalam pengambilan keputusan Keputusan yang efektif harus berdasarkan analisis data dan informasi yang faktual, sehingga masalah-masalah mutu dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan yang diambil harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan efektivitas implementasi sistem manajemen mutu. 8. Hubungan pemasok yang saling menguntungkan Organisasi dan pemasok-pemasoknya saling tergantung dan hubungan yang saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai tambah bagi pelanggan.
16
Pengertian dan Konsep Mutu Mutu dapat didefinisikan berdasarkan tinjauan dasar pendefinisiannya. Beberapa definisi mutu yang populer adalah sebagai berikut (Ma’arif dan Tanjung 2003) : a. Menurut American Society for Quality Control (1998), mutu adalah karakteristik produk dan fitur yang memenuhi kepuasan pelanggan. b. Menurut Webster dalam kamusnya, mutu dijelaskan sebagai tingkat atau derajat kemampuan suatu benda. c. Berdasarkan pengguna, mutu adalah apa yang diharapkan konsumen. d. Berdasarkan usaha manufaktur, mutu adalah derajat kecocokan produk dengan spesifikasi desain. e. Dan berdasarkan produk, mutu adalah tingkat karakteristik produk yang dapat diukur. Pengertian mutu adalah sebagai berikut: (1) mencapai atau melebihi harapan pelanggan; (2) berlaku untuk produk, jasa, proses, dan lingkungan, dan (3) suatu keadaan yang selalu berubah, artinya apa yang dianggap bermutu dewasa ini mungkin tidak cukup baik untuk dianggap bermutu di masa mendatang. Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa mutu mengisyaratkan adanya suatu karakteristik yang dapat diukur (Goetsch dan Davis 1997). Karakteristik yang dapat diukur tersebut dapat disebut sebagai dimensidimensi mutu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Beberapa dimensi mutu produk menurut Mowen dan Minor (1998) adalah sebagai berikut : (1) performance (kinerja), yaitu fungsi yang terdapat pada karakteristik produk; (2) features (fitur) yaitu sejumlah atribut yang menyusun suatu produk; (3) reliability (keandalan) yaitu kemungkinan terjadinya cacat pada produk; (4) durability (usia produk) yaitu rentang waktu produk aman untuk dikonsumsi; (5) serviceability (pelayanan) yaitu kemudahan produk untuk diperbaiki dan diperoleh; (6) aesthetics (estetika) yaitu penampilan produk, dan (7) perceived quality (persepsi mutu) yaitu brand image dan faktor intangible lainnya yang mempengaruhi persepsi konsumen mengenai mutu produk.
17
Manajemen Mutu Agar mutu produk sesuai dengan harapan konsumen maka harus dilakukan suatu perlakuan manajemen mutu. Manajemen mutu dapat diartikan sebagai suatu perilaku
sistematis
dan
berkesinambungan
upaya
memenuhi
kepuasaan
konsumen. Hal ini berimplikasi terhadap seluruh rantai pasokan mulai dari tahap awal produk diproduksi sampai dengan produk di tangan konsumen. Dengan demikian, semua pihak yang terlibat di dalam rantai pasokan ikut bertanggung jawab. Penekanannya adalah bahwa mutu tidak diinspeksi pada tahap akhir saja, tetapi pada semua tahapan produksi. Berdasarkan hal ini, dalam manajemen mutu dikenal dengan istilah pengendalian mutu dan jaminan mutu. Pengendalian mutu (quality control) adalah pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Menurut Juran (1995), pengendalian mutu merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan, sedangkan untuk jaminan mutu (quality assurance) merupakan jaminan dari suatu produk sehingga produk tersebut dibeli oleh konsumen dengan penuh keyakinan dan kepercayaan dan digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan tingkat kepuasaan yang tinggi. Dari istilah pengendalian mutu dan jaminan mutu, dapat disimpulkan bahwa pengendalian mutu lebih terfokus pada produk, sedangkan jaminan mutu terfokus pada rangkaian proses untuk menghasilkan produk yang bermutu. Manajemen mutu dalam bidang pertanian, khususnya untuk agribisnis buahbuahan dapat dilaksanakan dengan melalui keikutsertaan agribisnis buah-buahan dalam GAP dan penerapan HACCP. Namun untuk dapat ikut serta, maka diperlukan langkah-langkah berikut (Pusat Kajian Buah Tropis 2005a) : (1) tahap perencanaan. Tahap ini pelaku agribisnis mempelajari syarat mutu dan jaminan keamanan pangan yang dibutuhkan konsumen, melakukan persetujuan dengan konsumen mengenai protokol kegiatan untuk mencapai mutu, dan membuat dokumentasi mutu yang disepakati bersama; (2) pelatihan petani, distributor, dan petugas; (3) implementasi kegiatan dan pencatatan; (4) kontrol terhadap hal-hal yang bisa menyebabkan tidak tercapainya mutu, audit internal; dan (5) membuat logo jaminan mutu.
18
Hazard Analysis Critical Control Point Sejarah Metode HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dikembangkan di Amerika Serikat pada akhir 1960-an dengan tujuan untuk mengembangkan sebuah sistem yang dapat menjamin keamanan pangan bagi para astronot NASA (National Aeronautics and Space Administration). Metode diatas pertama kali dikembangkan oleh Pillsbury Corporation, NASA dan laboratorium-laboratorium angkatan darat Amerika Serikat. Metode HACCP sangat direkomendasikan oleh kerjasama gabungan FAO/WHO, Komisi Codex Alimentarius dan ICMSF (International Commission for Microbial Specifications for Foods). Lembagalembaga tersebut menganggap bahwa metode HACCP adalah metode yang sesuai untuk dikembangkan demi menjamin keamanan pangan. Di seluruh dunia, ketertarikan industri makanan akan metode tersebut berkembang secara bertahap sejak tahun 1980-an. Ketertarikan diatas menjadi semakin kuat selama sepuluh tahun terakhir, terutama sejak metode HACCP dimasukkan dalam peraturan-peraturan untuk impor bahan pangan di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di dunia internasional, seiring dengan hasil persetujuan perundingan Uruguay tentang negosiasi perdagangan lintas batas pada bulan Maret 1994 dan kemudahan-kemudahan lain yang diterapkan dalam perdagangan internasional setelah perundingan tersebut, penggunaan sistem manajemen keamanan pangan yang umum seperti HACCP menjadi semakin penting (European Committee for Standardization 2004). Status Peraturan-peraturan tentang HACCP di Dunia Keharusan penerapan metode HACCP dalam peraturan-peraturan tentang pangan di seluruh dunia telah menjadi semakin penting. Di Amerika Serikat badan-badan yang berwenang (FDA dan Departemen Pertanian) telah mengeluarkan peraturan yang mensyaratkan agar produk-produk daging, unggas atau perikanan yang akan dijual di Amerika Serikat diolah dengan sistem yang menerapkan metode HACCP. Pada tahun 1995, FDA juga mengusulkan agar perusahaan-perusahaan penghasil sari buah dan sayur juga menerapkan sistem HACCP. Sejak tahun 1992, The National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF) telah memasukkan prinsip-prinsip umum dan
19
penuntun HACCP sebagai bagian dari saran-saran yang mereka keluarkan (FAO 1998). NACMCF juga telah menegaskan bahwa pemerintah harus berperan untuk mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penerapan syarat-syarat HACCP, memastikan bahwa rencana penerapan HACCP dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip umum dan penuntun HACCP, mengeluarkan batas kritis yang diwajibkan jika perlu dan memastikan bahwa setiap rencana penerapan HACCP yang dibuat cukup memadai untuk menjamin keamanan pangan. Di Amerika Serikat, masing-masing lembaga telah mengembangkan dan menerapkan syaratsyarat HACCP yang sesuai dan telah mengembangkan sistem penilaiannya. Di Kanada, pemerintah telah menerapkan dua program pengawasan yang saling melengkapi yaitu The Quality Management Programme (QMP) dan The Food Safety Enhancement Program (FSEP). QMP (program pengelolaan kualitas) adalah program yang diwajibkan untuk perusahaan pengolahan ikan, sedangkan FSEP (program peningkatan keamanan pangan) bersifat sukarela untuk industri daging, unggas, susu, industri pengolahan buah dan sayur, industri kulit telur dan pengolahan telur. Baik QMP maupun FSEP, keduanya sesuai dengan penuntun HACCP internasional yang disetujui oleh Codex. Dalam FSEP, operator harus mengembangkan
dan
memelihara
sistem
HACCP
jika
mereka
ingin
mengkualifikasi sistem audit peraturan. QMP adalah program pengawasan makanan pertama di dunia yang berlandaskan prinsip-prinsip HACCP dan memiliki status diharuskan (www.filestube.com diakses 9 Agustus 2008). Di Australia, peraturan-peraturan tentang higiene makanan saat ini dikembangkan dan diwajibkan secara terpisah-pisah oleh setiap negara bagian dan wilayah. Namun demikian, satu set standar higiene makanan telah dikembangkan untuk menyelaraskan persyaratan-persyaratan higiene di berbagai wilayah di Australia. Pada standar baru ini terdapat komponen utama yaitu persyaratan bagi seluruh industri makanan agar dapat mengidentifikasi satu atau lebih potensi bahaya dalam pengolahan makanan dan dapat mengembangkan serta menerapkan program-program
keamanan
pangan
yang
(www.filestube.com diakses 9 Agustus 2008).
berlandaskan
pada
HACCP
20
Selandia Baru, salah satu negara pengekspor makanan terbesar, pada tahun 1990-an memutuskan untuk menerapkan secara sukarela sistem HACCP. Namun demikian, karena terjadi perubahan situasi dan peningkatan permintaan negaranegara pengimpor (klien industri makanan Selandia Baru), Dewan Standar Industri Selandia Baru memutuskan untuk menyusun suatu sistem yang mewajibkan penerapan HACCP untuk daging dan produk-produk laut (www.filestube.com diakses 9 Agustus 2008). Di negara-negara lain, terdapat kecenderungan global dalam hal peraturan yang mewajibkan penerapan HACCP setidaknya untuk komoditas makanan tertentu (misalnya daging dan produk-produk laut dan mengeluarkan sebuah mekanisme penilaian nasional yang berfungsi untuk memastikan bahwa sistem HACCP yang dikembangkan pada masing-masing industri makanan sesuai dengan standar internasional (Codex) (www.filestube.com diakses 9 Agustus 2008). Deskripsi HACCP Codex Alimentarius Commission 1 menjabarkan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) sebagai berikut: a. Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi
potensi-potensi
bahaya
tertentu
serta
cara-cara
pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. b. Sebuah alat untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan sistem pengendalian yang berfokus pada pencegahan terjadinya bahaya dan bukannya sistem yang semata-mata bergantung pada pengujian produk akhir. c. Sebuah sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan seperti perkembangan dalam rancangan alat, cara pengolahan atau perkembangan teknologi. d. Sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan dari produksi primer hingga konsumsi akhir, dimana penerapannya dipandu oleh bukti-bukti ilmiah tentang resiko terhadap kesehatan manusia.
1
Annex to CAC/RCP 1-1969, Rev. 3 (1997).
21
Dalam penerapan HACCP, Codex Alimentarius Commission (2003) menyebutkan sebagai berikut : a. Penerapan HACCP yang berhasil memerlukan komitmen yang utuh dan keterlibatan manajemen serta kerja keras. b. Hal tersebut memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk keahlian yang sesuai di bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obatobatan, kesehatan masyarkat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan rekayasa. c. Penerapan sistem HACCP sesuai dengan penerapan sistem manajemen mutu seperti seri ISO 9000 dan merupakan sistem pilihan diantara sistem-sistem pengelolaan keamanan pangan (FAO/WHO 1997). Tujuan HACCP Definisi istilah yang digunakan dalam penerapan HACCP terdapat pada ANNEX 1. Dalam definisi diatas beberapa konsep kunci harus ditegaskan, antara lain potensi bahaya terhadap keamanan pangan (food safety hazard), analisis potensi bahaya (hazard analysis), pengendalian yang sangat diperlukan untuk mencegah atau mengurangi resiko potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga batas yang dapat diterima dan bagian-bagian dari rantai makanan. Arti dari istilah-istilah tersebut beserta dampaknya (dalam hal kerja tim HACCP) harus dibahas dengan hati-hati dan dipahami sebelum merencanakan suatu sistem HACCP dalam suatu usaha di bidang pangan. Hal-hal tersebut
juga
harus
dijadikan
pegangan
utama
pada
seluruh
tahapan
pengembangan sistem HACCP hingga seluruh penerapan dan verifikasinya. Pemahaman yang lebih baik terhadap konsep-konsep tersebut oleh para anggota tim HACCP akan membantu proses penerimaan dengan akurasi yang lebih baik tentang hal-hal yang harus menjadi peranan utama dalam sistem HACCP dalam usaha pengolahan pangan. •
Tujuan dasar sistem HACCP adalah untuk menunjukkan letak potensi bahaya yang berasal dari makanan yang berhubungan dengan jenis bahan pangan yang diolah oleh perusahaan pengolah makanan dengan tujuan untuk melindungi kesehatan konsumen.
22
•
HACCP harus menjadi dasar analisis potensi bahaya dan ditujukan untuk pencegahan, penghilangan atau pengurangan potensi bahaya keamanan pangan hingga ke tingkat yang dapat diterima.
Prinsip-Prinsip sistem HACCP Sistem HACCP didasarkan pada tujuh prinsip sebagai berikut (FAO 1994): 1. Melakukan suatu analisis potensi bahaya. 2. Menentukan Titik-titik Pengendalian Kritis atau Critical Control Points (CCPs). 3. Menyusun batas-batas kritis. 4. Menyusun suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP. 5. Menyusun tindakan-tindakan perbaikan yang harus diambil ketika pengawasan menunjukkan bahwa suatu titik pengendalian kritis (CCP) berada diluar kendali. 6. Menyusun prosedur pengecekan ulang untuk memastikan bahwa sistem HACCP dapat bekerja dengan efektif. 7. Menyusun dokumentasi yang berhubungan dengan semua prosedur dan catatan-catatan yang sesuai untuk prinsip-prinsip ini beserta aplikasinya. Analisis Potensi Bahaya Menurut Panduan Codex (European Committee for Standardisation 2003), analisis potensi bahaya adalah : “Proses mengumpulkan dan mengkaji informasi tentang potensi bahaya dan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkannya untuk memutuskan yang mana yang paling berpengaruh nyata terhadap keamanan pangan dan dengan demikian harus dimasukkan dalam rencana HACCP.” Menurut NACMCF (1999) ataupun CAC (1997), tujuan dilaksanakannya analisis bahaya ini adalah untuk mengembangkan suatu daftar bahaya yang beberapa di antaranya diketahui nyata (signifikan) dapat menyebabkan cidera atau sakit bila tidak dikendalikan secara efektif, sedang proses analisis bahaya itu sendiri terdiri atas dua tahap, yaitu : identifikasi bahaya dan evaluasi bahaya. Bahaya (hazards) didalam konteks keamanan pangan menurut Mortimore dan Wallace (1995) adalah perangkat biologi, kimiawi, dan fisik yang dapat
23
menyebabkan gangguan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi manusia dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. International Commission of Microbiological Specifications for Foods (ICMSF 1992) membagi bahaya biologi berdasarkan tingkat resiko bahaya, yaitu Grup I yang mempunyai bahaya besar, Grup II mempunyai tingkat bahaya sedang tetapi bahaya penyakit yang ditimbulkannya berpotensi untuk menyebar, dan Grup III yang mempunyai tingkat bahaya sedang dengan penyebarannya yang terbatas. Jenis-jenis bahaya mikrobiologis tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini : Tabel 7 Bahaya Mikrobiologis (bakteri, virus dan parasit) yang dibagi Berdasarkan Resiko Keparahan Bahayanya Bahaya Sedang, Potensi Bahaya Sedang, Terbatas Bahaya Tinggi (Grup I) Menyebar (Grup II) Penyebaran (Grup III) Clostridium botulinum Listeria monocytogenes Bacillus cereus tipe A, B, E dan F Shigella dysenteriae Salmonella sp Campylobacter jejuni Salmonella typhii, Shigella sp Clostridium perfringens paratyphy A, B Virus Hepatitis A dan E Enterovirulent Staphyloccus aureus Escheichia coli (EEC) Brucella abortis; B. suis Streptococcus pyrogenes Vibrio cholerae, non O1 Vibrio cholerae O1 Rotavirus Vibrioparahaemolyticus Vibrio vulnivicus Norwalk virus grup Yersinia enterocolotica Taenia solium Entamoeba histolytica Giardia lamblia Trichinella spiralis Diphyllobothrium latum Taenia saginata Ascaris lumbricoides Cryptosporodium parvum Sumber : ICMSF (1992).
Menurut Cliver (1992) bahaya kimia dalam makanan dibagi menjadi dua macam, yaitu secara alami terjadi dan bahan kimia yang ditambahkan dengan sengaja. Bahan yang tidak disengaja ditambahkan berasal dari residu/kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi, bahan mentah pada penanganan yang terus terbawa sampai saat dikonsumsi, terdapat pada bahan pangan (sedikit atau banyak) akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan, sisa pestisida, pupuk, antibiotik, herbisida dan logam berat; sedangkan yang sengaja ditambahkan misalnya bahan pengawet, antioksidan, pengemulsi dan penstabil, pewarna, penguat rasa, humektan, pewangi, pengasam, pemanis, pemutih, enzim, penambah nilai gizi dan lain-lain.
24
Bahan-bahan kimia yang berbahaya pada pangan dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini : Tabel 8 Bahan Kimia Berbahaya Pada Pangan Sumber Bahan Kimia Terbentuk secara tidak sengaja
Ditambahkan secara sengaja atau tidak sengaja
Jenis Bahan Kimia Berbahaya • Mikotoksin • Skrombotoksin (histamin) • Ciguatoksin • Toksin jamur • Toksin kerang : toksin paralitik (PSP), toksin diare (DSP), neurotoksin (NSP), toksin amnestik (ASP) • Alkaloid pirolizidin • Fitohemaglutinin • PCB (polychlorinated biphenyl) • Bahan kimia pertanian : pestisida, fungisida, pupuk, insektisida, antibiotik, hormon pertumbuhan • Logam berbahaya (Pb, Zn, As, Hg, sianida) • Bahan tambahan (jumlah terbatas) : pengawet (nitrit dan sulfit), perangsang cita rasa (MSG), penambah gizi (niasin), bahan pewarna (amaranth, methanyl yellow, rhodamin B), bahan pemanis • Bahan bangunan dan sanitasi : lubrikan, pembersih, sanitaiser, pelapis cat.
Sumber : Fardiaz (1996).
Bahaya fisik didefinisikan sebagai benda asing yang berbentuk fisik yang secara normalnya tidak terdapat dalam pangan dan dapat menimbulkan penyakit (termasuk trauma psikologis) atau luka terhadap individu (Corlett 1992). Sumber bahaya fisik antara lain berasal dari bahan mentah air, gedung, peralatan, material gedung dan pekerja. Bahaya yang terkait dengan bahaya fisik lainnya meliputi rambut, kotoran, kelupasan cat, karat, debu dan kertas (Pierson dan Corlett 1992). Bahaya kimia sangat dikenali oleh sebagian besar konsumen, padahal pada kenyataannya memberikan resiko kesehatan tidak cukup fatal dan umumnya memberikan pengaruh dalam waktu yang panjang. Bahaya biologis lebih besar, kemungkinan
bahaya
yang
ditimbulkannya
dalam
bentuk
keracunan
pangan/makanan. Adapun bahaya fisik sangat mudah dikenali dan dihindari oleh konsumen (Thaheer 2005).
25
Tabel 9 Material Utama yang Menyebabkan Bahaya Fisik Material Gelas
Kayu
Batu/kerikil Logam
Bahaya Potensial Terpotong, berdarah, luka dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya Terpotong, infeksi, tercekik dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya Tercekik, gigi patah Terpotong, infeksi, mungkin perlu operasi untuk menghilangkannya
Sumber Botol, wadah, lampu, peralatan pengolahan Pallet, boks, gedung, pohon/ranting
Lapangan, gedung Mesin pengoahan lapangan, kawat, pekerja Serangga dan Penyakit, trauma psikologis dan Lapangan, peralatan kotorannya tercekik yang sudah lama tidak digunakan, gudang Bahan insulasi Tercekik, penggunaan asbes dalam Material bangunan waktu lama Potongan tulang Tercekik, trauma Lapangan, proses pengolahan (pemisahan tulang yang tidak benar) bahan Plastik Tercekik, terpotong, infeksi, mungkin Lapangan, pallet, memerlukan operasi untuk pengemas, pekerja menghilangkannya Bagian tubuh Tercekik, terpotong, gigi patah dan Pekerja/karyawan perlu operasi untuk (kuku, rambut, mungkin menghilangkannya bulu, dll) Sisik, kulit Tercekik Pembersihan sisik ikan dan pengulitan hewan secara tidak benar Sumber : Corlett (1992).
Identifikasi bahaya kadang-kadang atau seringkali dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan informasi dari peraturan pemerintah, undang-undang yang berlaku, hasil penelitian dari lembaga/instansi yang kompeten di bidangnya oleh tim HACCP dan selanjutnya tim HACCP akan meninjau atau mengkaji ulang tentang : bahan baku dan/atau ingredien yang digunakan dalam produk, aktivitas yang dilakukan pada setiap langkah proses pengolahan, peralatan yang digunakan untuk membuat/menghasilkan produk pangan, cara penyimpanan dan distribusi, serta tujuan penggunaan produk dan konsumen yang memanfaatkannya, sedang evaluasi bahaya dilakukan setelah bahaya-bahaya yang teridentifikasi tersebut dievaluasi berdasarkan dua faktor, yaitu berdasarkan tingkat keparahannya
26
menyebabkan sakit atau cidera dan peluang kemungkinan terjadinya bahaya tersebut (Bernand et al. 1999). Bahkan analisis bahaya ini diperlukan sebagai dasar penyediaan informasi penentuan titik kendali kritis atau CCP. Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya pada produk pangan, maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Kategori resiko bahaya pada produk pangan ada enam bahaya, yaitu bahaya A sampai F disajikan pada Tabel 10, sedangkan penetapan kategori resiko produk dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini : Tabel 10 Karakteristik Bahaya Pada Produk Pangan Kelompok Bahya Bahaya A
Bahaya B Bahaya C
Bahaya D Bahaya E Bahaya F
Karakteristik Bahaya Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok beresiko tinggi (lansia, bayi, immunocompromised) Produk mengandung ingredient yang sensitif terhadap bahaya biologi, kimia atau fisik Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali, yang secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan sebelum pengemasan Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di tangan konsumen, atau tidak ada pemanasan akhir atau pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan baku), atau tidak ada cara apapun bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik
Sumber : NACMCF (1995).
27
Tabel 11 Penetapan Kategori Resiko Produk Produk Beresiko Tinggi Produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serelia dan/atau ingredien susu yang perlu direfrigerasi
Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan susu Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau diatasnya yang disterilisasi dalam wadah yang tertutup secara hermetis
Produk Beresiko Sedang Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serelia dan atau ingredien atau penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi higiene makanan Sandwich dan kue pies daging untuk konsumsi segar Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads, mayones dan dressing
Produk Beresiko Rendah Produk asam (nilai pH di bawah 4,6) seperti pikel, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan minuman asam
Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas Selai (jam), marmelade dan conserves
Produk-produk konfeksioneri berbasis gula Minyak dan lemak Sumber : NACMCF (1995).
Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, ingredien pangan dan produk pangan, maka National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods (1995), mengelompokkan kategori resiko bahaya dalam enam kategori, yaitu kategori resiko I sampai dengan VI seperti yang tercantum pada Tabel 12 di bawah ini : Tabel 12 Penetapan Kategori Resiko Suatu Bahan Pangan Karakteristik Bahaya 0 (+) (++) (+++) (++++) (+++++) A+ (Kategori khusus) dengan atau tanpa bahaya B-F Sumber : NACMCF (1995).
Kategori Resiko 0 I II III IV V VI
Jenis Bahaya Tidak mengandung bahaya A sampai F Mengandung satu bahaya B sampai F Mengandung dua bahaya B sampai F Mengandung tiga bahaya B sampai F Mengandung empat bahaya B sampai F Mengandung lima bahaya B sampai F Kategori resiko paling tinggi (semua produk yang mempunyai bahaya A)
28
Dewanti (2000) menambahkan HACCP adalah suatu sistem manajemen untuk menjamin mutu dan keamanan pangan berdasarkan konsep pendekatan yang rasional, sistematis, dan komprehensif dalam mengidentifikasi dan memonitor bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan pangan. Inti dari sistem manajemen HACCP adalah sebagai berikut : a. Pengukuran pencegahan (Preventive Measure), yaitu berbagai prosedur, monitor, tindakan pencegahan dan juga pencatatan data yang bertujuan untuk mencegah secara dini terjadinya masalah yang mungkin timbul guna memperoleh mutu yang prima, aman, konsisten, sehingga memberi jaminan yang lebih baik pada konsumen. b. Pengawasan sewaktu proses (In Process Inspection), yaitu pengawasan yang dilakukan untuk mencegah semua bahaya selama proses produksi mulai dari tahap awal sampai produk siap dikonsumsi. Secara teknis, pengawasan dilakukan terhadap titik kendali kritis selama proses produksi. Cara ini lebih cermat daripada sekedar uji laboratorium. c. Pengawasan dan pengendalian produk akhir, yaitu merupakan bagian dari keseluruhan sistem yang dilakukan pengawasan pada tempat dan waktu yang tepat sesuai keperluan. d. Peranan perusahaan atau industri pengolah pangan, artinya dalam sistem ini peranan produsen sangat besar karena bertanggungjawab atas seluruh sistem, sedangkan pemerintah hanya melakukan verifikasi atas sistem yang diterapkan. Sanitasi Sanitasi adalah upaya penghilangan semua faktor luar bahan pangan yang menyebabkan kontaminasi bahan pangan sampai dengan makanan siap saji (FAO dan WHO 2003). Tujuan sanitasi adalah mencegah kontaminasi bahan pangan dan makanan siap saji sehingga aman dikonsumsi oleh manusia. Kontaminasi terjadi saat agen biologi, fisika atau kimia yang ada di lingkungan masuk ke dalam bahan pangan saat pengolahan maupun penanganan. Ilmu sanitasi adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip yang akan membantu dalam memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Sanitasi sendiri merupakan usaha pencegahan penyakit
29
dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit. Untuk mempraktikkan ilmu sanitasi seseorang harus mengubah segala sesuatu dalam lingkungan yang dapat secara langsung maupun tidak langsung membahayakan terhadap kehidupan manusia terutama pada aspek kesehatan. Bahaya-bahaya tersebut dapat berasal dari aspek biologis, kimia dan fisik. Namun, aspek biologis terutama mikroorganisme akan lebih banyak berkaitan dengan ilmu sanitasi. Keterkaitan tersebut disebabkan karena produksi penyakit dan produksi senyawa-senyawa dari proses pembusukan atau dekomposisi oleh mikroorganisme. Sanitasi pangan merupakan bagian paling penting dalam ilmu sanitasi. Hal ini dikarenakan baik secara langsung maupun tidak langsung, lingkungan hidup akan berhubungan dengan pasokan pangan manusia. Namun, kadang seseorang tidak tahu tingkat keamanannya, kebersihan dan kesehatannya yang berkaitan dengan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh pangan sebagai sumber penyakit. Contohnya kasus keracunan akibat mengkonsumsi hidangan pada acara resepsi pernikahan atau susu gratis yang dibagikan di sekolah-sekolah. Sanitasi pangan merupakan salah satu syarat untuk tercapainya keadaan yang aman dan sehat jika masyarakat mengkonsumsi suatu produk pangan. Hal ini dikenal juga dengan istilah keamanan pangan. Oleh karena itu, akan lebih banyak dijabarkan tentang sanitasi yang dilakukan industri pangan dan juga sebagian dapat diimplementasikan dalam rumah tangga (Dewanti 2005). Industri pangan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practices) untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi pada produk pangan. Definisi GMP adalah praktik pengolahan dan sanitasi pangan yang baik untuk menjamin bahwa produk pangan aman untuk dikonsumsi. Terdapat empat area utama GMP dalam pengolahan pangan yaitu personal (personnel), bangunan/gedung dan fasilitasnya (building and facilities), peralatan dan perlengkapan (equipment and utensils), kontrol produksi dan prosesnya (production and process controls). Fokus utama dari semua area GMP tersebut adalah proses pengendalian sanitasi yang diatur melalui SSOP (Sanitary Standard Operating Procedures), yaitu prosedur yang ditetapkan secara spesifik tahap-demi-tahap untuk prosesproses yang berkaitan dengan sanitasi. FDA (Food and Drug Administration)
30
telah menetapkan delapan bidang kunci kondisi sanitasi untuk SSOP yang intinya berisi tentang sanitasi pekerja, sanitasi ruang dan peralatan sanitasi, dan sanitasi lingkungan. Berikut merupakan delapan bidang kunci kondisi sanitasi untuk SSOP yang ditetapkan FDA (Food and Drug Administration 1995) adalah sebagai berikut : a. Keamanan air yang kontak dengan makanan atau permukaan yang kontak dengan makanan; atau yang digunakan dalam pembuatan es; b. Kondisi/kebersihan permukaan-permukaan yang kontak dengan makanan termasuk peralatan, sarung tangan, dan baju luar; c. Pencegahan kontaminasi silang (cross contamination) dari benda-benda yang tidak saniter pada makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan lain yang kontak dengan makanan; d. Pemeliharaan pencucian dan sanitasi tangan, dan fasilitas toilet; e. Perlindungan makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan yang kontak dengan makanan dari pencemaran (adulteration) dengan bahan pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa pembersih, bahan pensanitasi, kondensat, dan cemaran bahan kimia, fisik, dan biologis lain; f. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa toksik yang tepat; g. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan yang dapat mengakibatkan kontaminasi mikrobiologis makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan yang kontak dengan makanan dan h. Penghilangan hama dari pabrik makanan. Sumber-Sumber Kontaminasi Pangan Kasus keracunan makanan yang sering terjadi merupakan salah satu contoh bahwa masyarakat belum sepenuhnya mengetahui sanitasi dan cara pengolahan makanan yang baik dan aman. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui sumber-sumber dan penyebab terjadinya kasus keracunan makanan tersebut. Umumnya kasus keracunan makanan yang terjadi disebabkan oleh kontaminasi makanan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat menimbulkan penyakit seperti kasus keracunan. Umumnya mikroorganisme yang tumbuh pada makanan dibawa oleh medium pembawa yang kontak langung maupun tidak langsung dengan makanan.
31
Medium pembawa tersebut di antaranya adalah manusia/pekerja, hewan, dan lingkungan tempat pengolahan dan penyimpanan pangan. Medium pembawa tersebut membuat rantai penularan penyakit dari medium satu ke medium akhir yang kontak dengan makanan. Pekerja atau Manusia Pekerja yang menangani makanan dalam suatu industri pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroorganisme patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Manusia sehat dapat menjadi pembawa mikroorganisme tersebut dikarenakan pola atau kebiasaan tidak menjaga kebersihan diri sendiri. Contoh kongkrit yang sering terjadi adalah setelah pekerja yang mengunjungi kamar kecil untuk buang air tidak mencuci tangan sampai bersih kemudian tangan pekerja tersebut kontak dengan makanan. Contoh lainnya, kebiasaan tangan pekerja yang tidak disadari selalu menggaruk kulit, menggosok hidung, merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa merupakan andil yang besar dalam perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Selain bahaya biologis, manusia juga membawa bahaya fisik. Misalnya, rambut dan perhiasan (cincin) pekerja yang tidak disadari jatuh ke dalam makanan. Hewan Sumber kontaminasi yang kedua adalah berasal dari hewan. Hewan juga dapat menjadi medium pertumbuhan dan penyebaran penyakit. Pada industri pangan yang menjadikan hewan sebagai bahan baku mereka, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan hewan tersebut. Namun, untuk sebagian besar industri pangan tidak menghendaki adanya hewan yang berada di area pengolahan makanan. Semua hewan membawa debu, kotoran dan mikroorganisme. Ini termasuk hewan peliharaan rumah tangga seperti anjing dan kucing. Apabila hewan tersebut diizinkan berada di dekat makanan, makanan itu dapat menjadi terkontaminasi. a. Ternak Besar Staphylococcus
aureus
merupakan
penghuni
dari
hidung,
mulut,
tenggorokan, dan kulit dari hewan ternak. Tetapi sebagian besar yang terdapat
32
adalah dalam bentuk koagulase negatif sehingga tidak virulen potensial. Selain itu, Sterptokoki fekal, Clostridium perfringens, Salmonella, dan koliform merupakan penghuni alat pencernaan ternak (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009). b. Unggas Unggas adalah hewan yang mengandung Salmonella terbanyak termasuk galur-galur patogenik terhadap manusia. Penyakit perut oleh Salmonella pada manusia, kira-kira separuhnya disebabkan oleh produk-produk unggas terutama telur. Pada telur yang sudah mengandung S. typhimurium dapat menyebabkan penyakit typhus. Kulit-kulit telur menjadi sumber Salmonella dan dapat mengkontaminasi isi telur, bila kulit dan membrannya terluka atau bila telur dipecahkan. Oleh karena itu makanan yang mengandung produk-produk unggas perlu diperhatikan secara khusus, misalnya dengan mencuci bersih telur yang akan
digunakan.
Selain
Salmonella,
unggas
dapat
merupakan
sumber
Staphylococcus aureus bila kulitnya terluka dan terinfeksi oleh bakteri tersebut. Makin besar lukanya, penggandaan Staphylococcus aureus makin banyak (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009). c. Hewan Peliharaan Hewan-hewan peliharaan seperti anjing dan kucing diketahui banyak mengandung
Salmonella
yang
diperoleh
dari
makanan
anjing
yang
terkontaminasi. Oleh karena itu, hewan peliharaan sebaiknya tidak berkeliaran di areal persiapan, pelayanan, dan penyimpanan makanan. Pekerja yang telah memegang hewan harus mengganti baju dan mencuci tangannya dengan baik sebelum menangani makanan. Kontrol terhadap Salmonella dalam makanan hewan peliharaan akan membantu mengurangi salmonelosis pada hewan tersebut dan secara tidak langsung pada manusia (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009). d. Binatang Pengerat Tikus dapat mengkontaminasi makanan selama transportasi, penggudangan, dan dalam ruang persiapan pangan. Tikus membawa organisme penyakit pada kulit dan atau dalam alat pencernaan yang berasal dari makanan yang sudah terkontaminasi. Salah satu organisme penyakit tersebut adalah Salmonella yaitu S.
33
typhimurium, S. enteridis, dan S. newport. Kontrol terhadap tikus sangat penting dan
harus
dijaga
dari
tempat-tempat
di
mana
makanan
disimpan
(www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009). e. Serangga Lalat yang sering berdekatan dengan manusia dan paling sering ditemukan dalam pabrik makanan adalah Musa domestica. Tempat-tempat berkembang biak lalat yang paling disukai adalah kuku hewan, kotoran manusia, sampah, dan selokan. Oleh karena itu, kaleng-kaleng atau wadah-wadah sampah yang terbuka merupakan ancaman bagi sanitasi yang baik. Lalat sering kali membawa organisme-organisme penyakit dalam bagian-bagian mulut, pencernaan dan kaki. Karena serangga memakan kotoran-kotoran, semuanya ini dapat mengandung patogen usus yang berasal dari manusia maupun hewan, di antaranya Salmonella. Oleh karena itu sangat penting sekali bahan pangan dilindungi dari lalat. Kecoa juga sering dijumpai dalam pabrik makanan. Hewan tersebut biasanya meninggalkan bau khas pada benda dan mengotorinya dengan faeses yang agak cair. Kecoa suka akan makanan berpati, keju, dan bir; tetapi juga memakan hewan-hewan mati, kulit, dan kertas dinding. Kecoa sering mengkontaminasi makanan dan peralatan dengan membawa kotoran-kotoran yang mengandung patogen pada kaki dan tubuhnya. Nyamuk dan ngengat sering terdapat pada tempat-tempat pengolahan makanan dan dapat membawa organisme penyakit dan mengkontaminasi makanan. Hewan tersebut suka tempat yang hangat (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009). Debu dan kotoran Debu dan kotoran terdiri atas tanah, kulit mati, bulu-bulu halus dan berbagai partikel kecil lainnya. Debu dan kotoran ini sangat mudah tertiup ke makanan setelah terbawa ke dapur melalui pakaian dan sepatu. Tanah mengandung bakteri Clostridium perfringens penyebab keracunan makanan dan banyak lagi yang mengandung bakteri lain (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009).
34
Udara dan air Udara mengandung bakteri dan beberapa di antaranya dapat melekat pada makanan yang ditinggalkan dalam keadaan terbuka. Jika menggunakan air yang tidak berasal dari keran utama (misalnya dari tangki air yang tidak bertutup di loteng),
air
tersebut
dapat
mengandung
bakteri
yang
berbahaya
(www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009). Buangan (sampah) Sampah, terutama sampah dapur, mengandung makanan busuk, sisa-sisa makanan, sisa kupasan yang semuanya mengandung bakteri. Tempat sampah yang terbuka akan menarik lalat dan hama lainnya yang kemudian membawa bakteri ke makanan (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009). Jenis-jenis Sanitizer Sanitizer (desinfektan) adalah bahan yang digunakan untuk mereduksi jumlah mikroorganisme patogen dan perusak di dalam pengolahan pangan dan pada fasilitas dan perlengkapan persiapan makanan. Syarat-syarat sanitizer yang ideal adalah harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : sifat-sifat destruktif terhadap mikroorganisme, tahan terhadap lingkungan, sifat-sifat membersihkan yang baik, tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi, larut dalam air dengan berbagai perbandingan, bau dapat diterima atau tidak berbau, stabil dalam larutan pekat dan encer, mudah digunakan, banyak tersedia, murah dan mudah diukur dalam larutan yang telah digunakan (Winarno 2004). Jenis-jenis bahan sanitasi yang utama adalah sanitasi panas, sanitasi radiasi, dan sanitasi kimia. Sanitasi panas adalah bahan sanitasi dengan menggunakan uap panas dan air panas. Sanitasi radiasi adalah bahan sanitasi yang menggunakan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 2500A atau katode energi tinggi atau sinar gamma untuk menghancurkan mikroorganisme, sedangkan sanitasi kimia adalah bahan sanitasi yang menggunakan bahan-bahan kimia. Penggolongan sanitaiser kimia berdasarkan senyawa kimia yang mematikan mikroorganisme yaitu (1) senyawa-senyawa pelepas khlorin, (2) quaternary ammonium compounds, (3) iodophor, (4) senyawa amfoterik, dan (5) senyawa fenolik (Winarno dan Surono 2004).
35
Sanitasi Pekerja Higiene pekerja yang menangani makanan sangat penting peranannya di dalam mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan. Persyaratan bagi pekerja ini yang penting adalah sebagai berikut (Winarno 2004) : 1. Kesehatan yang baik; untuk mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat penyimpanan bakteri patogen, 2. Kebersihan; untuk mengurangi kemungkinan penyebaran bakteri oleh pekerja, 3. Kemauan untuk mengerti tentang sanitasi; merupakan prasyarat agar program sanitasi berjalan dengan efektif. Cara-cara untuk mengawasi higiene pekerja dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan secara periodik, menjaga kebersihan pekerja (rambut, kulit, tangan, kuku, dan pakaian), dan memberikan pendidikan mengenai prinsipprinsip higiene pekerja. Kebiasaan pekerja ketika sedang bekerja seperti membereskan rambut dan memegang bagian tubuh lain yang tidak mendukung higiene pekerja harus dihilangkan. Fasilitas pencucian tangan harus tersedia dalam kamar ganti pakaian, kamar kecil, dalam dapur, dan daerah pelayanan makanan. Fasilitas seperti air pencuci berupa air hangat (43 - 49 0C), sabun-sabun aseptik seperti yang digunakan di rumah-rumah sakit harus tersedia dalam jumlah cukup. Demikian pula handuk saniter atau alat-alat pengering tangan atau lap sekali pakai. Para pekerja tidak diperkenankan merokok di daerah-daerah persiapan makanan, ruang makan, dan setelah merokok, pekerja harus mencuci tangannya. Pakaian pekerja harus bersih, dan bila digunakan lebih dari satu hari harus disimpan dalam lemari. Tutup rambut atau kepala harus digunakan untuk mencegah terjadinya kontak antara rambut dengan makanan. Para pekerja disediakan seragam khusus yang dikenakan segera saat di pabrik, dan
tidak
diperkenankan datang ke pabrik dari rumah dengan seragam. Pekerja harus menggunakan penutup mulut dan hidung saat bekerja untuk meninimalkan kontaminasi ke makanan (Gambar 5).
36
Gambar 5 Ilustrasi Kelengkapan Seragam Pekerja (www.teknofood blogspot.com). Menjaga tempat kerja, staf dan peralatan bersih adalah bagian penting dari higinitas makanan, karena bekerja di area yang bersih dapat memberikan keuntungan antara lain adalah sebagai berikut : •
Mengurangi resiko terjadi produksi makanan yang berbahaya
•
Mencegah gangguan serangga seperti lalat, tikus dan lain-lain
•
Lebih menarik konsumen Selain menyebabkan luka atau penyakit, higiene yang buruk juga akan
menyebabkan terjadinya hal-hal berikut : •
Kontaminasi makanan
•
Terbuangnya makanan
•
Gangguan serangga
•
Kehilangan waktu kerja
•
Menurunnya efisiensi dan produktifitas
•
Kehilangan pelanggan dan keuntungan
•
Pelanggaran hukum (Dewanti 2005). Sanitasi Bangunan/Ruang dan Fasilitas Tempat kerja maupun pabrik harus tetap bersih dan rapi dan didesinfeksi
secara teratur. Penting untuk mengetahui bagaimana membersihkan semuanya secara teratur untuk menjaganya agar aman digunakan. Proses membersihkan adalah sebuah kerja keras yang membutuhkan energi. Agar permbersihan lebih efektif sebaiknya menggunakan air panas, detergen dan beberapa usaha
37
pembersihan lainnya secara fisik. Detergen adalah bahan kimia yang membantu melarutkan minyak dan membuang kotoran. Meskipun permukaan tersebut sudah kelihatan bersih, masih memungkinkan terdapat bakteri disana. Proses desinfeksi sangat diperlukan untuk memastikan permukaan tersebut aman. Desinfeksi adalah pengurangan bakteri sampai level yang aman. Cara umum yang digunakan adalah dengan menggunakan air panas ( ± 82°C), uap panas atau desinfektan yang sesuai. Untuk membersihkan sesuatu secara teratur, sebaiknya mengikuti enam tahap di bawah ini (Dewanti 2005): 1. Pre clean adalah membuang kotoran atau menyingkirkan makanan atau sisa-sisa produksi sebelum dilakukan pembersihan utama. Tahap ini dapat dilakukan dengan menyikat debu yang berasal dari sisa-sisa atau remahan makanan dan lapisan permukaan alat. Dapat menggunakan kain penggosok untuk menghilangkan noda yang bandel. 2. Main clean dilakukan dengan menggunakan air bersih atau air panas dan detergen. Juga harus memperhatikan areal yang sulit dibersihkan misalnya bagian sudut. 3. Pembilasan dilakukan dengan menggunakan air bersih dan lap bersih. 4. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan larutan desinfeksi dan membiarkannya beberapa saat. 5. Pembilasan akhir dilakukan dengan menggunakan air bersih dan lap bersih. 6. Pengeringan dapat dibiarkan kering secara alami atau menggunakan pengering
steril.
Pengeringan
dengan
menggunakan
lap
dapat
menyebarkan bakteri. Oleh karena itu jika mengeringkannya dengan lap harus menggunakan lap yang bersih dan kering atau lap dari bahan kertas. Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan meliputi sanitasi di dalam dan di luar area pengolahan makanan. Sanitasi di dalam area harus dimulai dari tata letak peralatan sehingga memudahkan pembersihan dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, sedangkan sanitasi di luar area pengolahan lebih berhubungan dengan lingkungan yang mendukung proses pengolahan makanan. Dengan meningkatnya populasi,
38
urbanisasi, perdagangan, dan pengolahan produk pangan, maka praktek-praktek sanitasi perlu mendapat perhatian lebih besar. Keterlibatan lingkungan seperti produksi limbah gas, limbah cair, dan limbah padat yang menimbulkan masalah pembuangan yang bervariasi tergantung pada toksisitas limbah, lokasi produksi dan pembuangan, serta volume limbah. Sanitasi lingkungan lebih menitikberatkan untuk pengendalian faktor-faktor eksternal seperti air, tanah, dan udara yang mendukung proses pengolahan makanan. Untuk mengatasi masalah air buangan harus dibuat fasilitas sistem saluran pembuangan yang baik, fasilitas kamar kecil, dan persediaan air yang terpisah dengan saluran air buangan, sedangkan untuk mengatasi masalah bahaya kontaminasi dari tanah maka disediakan alas kaki tersendiri bagi pekerja untuk di dalam ruangan pengolahan dan bahan baku sebelum diolah harus dilakukan tahap pembersihan dan sortasi sehingga adanya kotoran dari tanah dapat dihindari. Hal yang lebih penting lagi adalah diperlukan pembersihan secara rutin, serta sistem ventilasi yang baik sangat diperlukan untuk mengatur sirkulasi udara di area pengolahan. Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara membuang sampah segera agar tidak menumpuk, tempat sampah selalu dalam kondisi tertutup, dan jalan terpelihara supaya tidak berdebu atau kotor dan selokan yang berfungsi dengan baik. Penanggulangan Kontaminasi Permukaan tempat kerja, pisau, pakaian dan tangan yang tidak dicuci merupakan pembawa yang memindahkan bakteri ke makanan (kontak tidak langsung). Benda-benda dapat mengkontaminasi makanan selama tahap-tahap proses produksi. Bahan kimia, termasuk pestisida, pemutih dan bahan pembersih lainnya dapat mengkontaminasi makanan apabila tidak digunakan dengan hatihati. Apabila benda yang berbahaya dimasukkan dalam makanan secara sengaja, ini disebut kontaminasi disengaja dan merupakan tindakan kejahatan. Kontaminasi yang dibahas ini merupakan kontaminasi yang tidak sengaja dilakukan. Oleh karena itu perlu suatu upaya untuk mencegah kontaminasi dan keracunan.
Adapun
upaya-upaya
tersebut
antara
(www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009) :
lain
sebagai
berikut
39
1. Mencegah kontaminasi pada pangan a. menyentuh makanan sesedikit mungkin; b. menghindarkan makanan dari semua sumber bakteri; c. menutup makanan; d. memisahkan makanan mentah dari makanan yang sudah dimasak; e. menghindarkan hewan dan serangga dari tempat makanan; f. membuang sisa makanan dan sampah lain dengan hati-hati; g. menjaga tempat sampah tetap tertutup. 2. Menghentikan perkembangbiakan bakteri yang ada pada makanan untuk : a. mencegah makanan yang kering menjadi lembab; b. bakteri tidak dapat tumbuh tanpa kelembaban; c. menyimpan makanan pada suhu penyimpanan yang aman yaitu pada suhu di bawah 5°C atau menyimpan makanan panas di atas 63°C. 3. Memasak makanan hingga benar-benar matang. 4. Mengusahakan tidak menyiapkan makanan sebelum diperlukan. 5. Tidak menyimpan makanan pada zona suhu bahaya (5 - 63°C) lebih lama dari yang diperlukan. 6. Menghindarkan pemanasan makanan kembali. Bakteri memerlukan makanan, kelembaban, kehangatan dan waktu untuk tumbuh. Beberapa cara menghilangkan atau mengurangi kontaminasi oleh bakteri antara lain dengan memanaskan atau mencairkan makanan sepenuhnya sebelum memasak kecuali instruksi yang ada menyatakan sebaliknya, dan menjaga tempat agar tetap bersih (Wisaniyasa dan Sudjatha 2001). Kesehatan dan Keselamatan Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut : •
Kondisi dan lingkungan tempat kerja
•
Kesadaran dan kualitas pekerja
•
Peranan dan kualitas manajemen
40
Upaya
penanggulangannya
adalah
berdasarkan
peraturan
perundangan,
standarisasi, inspeksi, riset teknis, riset medis, riset psikologis, riset statistik, pendidikan, pelatihan, persuasi dan asuransi. Alat Pelindung Diri Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis dan administratif sangat perlu diutamakan karena merupakan cara pencegahan kecelakaan kerja yang terbaik. Namun kadangkala bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya sehingga perlu digunakan alat-alat pelindung diri (APD). Telah diketahui bahwa pemakaian APD dapat menimbulkan berbagai masalah, misalnya adalah sebagai berikut (Dwiari 2008) : •
Rasa ketidaknyamanan
•
Membatasi gerakan & persepsi sensoris pemakainya.
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan sebelum memilih alat pelindung diri adalah sebagai berikut (Dwiari 2008) : 1. Harus dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap bahayabahaya yang dihadapi pekerja. 2. Bobot alat harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan. 3. Harus dapat dipakai secara fleksibel. 4. Bentuknya harus cukup menarik. 5. Tidak mudah rusak. 6. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya. 7. Harus memenuhi ketentuan dari standar yang telah ada. 8. Tidak terlalu membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakai nya. 9. Suku cadangnya harus mudah diperoleh sehingga pemeliharaan APD dapat dilakukan dengan mudah. Berbagai jenis APD adalah sebagai berikut (Dwiari 2008) : a. Alat Pelindung Kepala b. Alat Pelindung Mata c. Alat Pelindung Telinga d. Alat Pelindung Pernafasan
41
e. Alat Pelindung Tangan f. Alat Pelindung Kaki g. Pakaian Pelindung h. Tali & Sabuk Pengaman Tujuan dari pemakaian alat pelindung kepala selain untuk mencegah rambut pekerja terjerat oleh mesin yang berputar, tetapi juga untuk melindungi kepala dari hal-hal berikut : •
Bahaya terbentur oleh benda tajam atau keras yang dapat menyebabkan luka gores, potong atau tusuk.
•
Bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-benda yang melayang atau meluncur di udara.
•
Panas radiasi, api & percikan bahan-bahan kimia korosif. Sarung tangan merupakan APD yang paling banyak digunakan karena
kecelakan pada tangan sering terjadi. Menurut bentuknya, sarung tangan dapat dibedakan menjadi tiga jenis di bawah ini : a. Gloves : sarung tangan biasa. b. Gaunlets : sarung tangan yang dilapisi oleh plat logam. c. Mitts : sarung tangan dimana keempat jari pemakainya dibungkus menjadi satu kecuali ibu jari yang mempunyai pembungkus sendiri. Alat Pelindung Kaki Sepatu keselamatan kerja digunakan untuk melindungi kaki dari bahaya sebagai berikut (Dwiari 2008) : a. Kejatuhan benda-benda berat. b. Kepercikan cairan bahan kimia yang korosif atau cairan panas. c. Tertusuk oleh benda-benda tajam. Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari bahaya kepercikan bahan-bahan kimia dan cuaca kerja yang ekstrim. Pakaian pelindung dapat berbentuk hal-hal berikut : a. Apron (celemek) yang menutupi sebagian dari tubuh pemakainya mulai dari dada sampai lutut. b. Overalls yang menutupi seluruh bagian tubuh.
42
Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredarannya. Keamanan pangan juga adalah sebuah tanggung jawab yang mengikat semua pihak, dari petani hingga konsumen yang menyiapkan makanan. Jika tanggung jawab tersebut diabaikan maka resiko yang akan dihadapi adalah keracunan yang dapat menyebabkan kematian. Pemerintah telah mengatur masalah keamanan pangan ini dalam UU RI No.7 Tahun1996 tentang “Perlindungan Pangan”. Pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri yang meliputi produsen bahan baku, industri pangan dan distributor, serta konsumen (WHO 1998). Keterlibatan ketiga sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan. Gambar 6 dan 7 menyajikan keterlibatan dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen dalam pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan. HACCP, ISO 9000, ISO 14000
Produksi bahan baku / penolong
Penanganan
GAP/GEP
GHP
Kekuatan
Pengolahan
GMP
Distribusi
Pasar
Konsumen
GDP
GRP
GCP
Kelemahan
Gambar 6 Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Nasional (Dwiari 2008).
43
• • • • • • • • •
IMPLEMENTASI SISTEM MUTU DAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI (Industri bahan KONSUMEN/ PEMERINTAH baku, Pengolahan, MASYARAKAT Distributor, Pengecer) Penyusunan kebijaksanaan • Penerapan sistem • Pengembangan SDM strategi, program dan peraturan jaminan mutu dan (pelatihan, penyuluh dan keamanan pangan penyebaran informasi Pelaksanaan program (GAP/GEP, GHP, GMP, kepada konsumen tentang Pemasyarakatan UU pangan GDP, GRP, HACCP, keamanan pangan) dan peraturan ISO 9000, ISO 14000, • Praktek penanganan dan Pengawasan dan low dll) pengolahan pangan yang enforcement • Pengawasan mutu dan baik (GCP) Pengumpulan informasi keamanan produk • Partisipasi dan Pengembangan iptek dan • Penerapan teknologi keperdulian masyarakat penelitian yang tepat (aman, ramah tentang mutu dan Pengembangan SDM lingkungan, dll) keamanan pangan (pengawas pangan, penyuluh • Pengembangan SDM pangan, industri) (manager, supervisor, Penyuluhan dan penyebaran pekerja pengolah informasi kepada konsumen pangan) Penyelidikan dan penyedikan kasus penyimpangan mutu dan keamanan pangan TANGGUNG JAWAB BERSAMA Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan
Gambar 7 Hubungan Antara Tanggung Jawab Pemerintah, Industri dan Konsumen dalam Implementasi Sistem dan Keamanan Pangan (WHO 1998). Permasalahan Keamanan Pangan Pada Industri Pangan Pemerintah Indonesia sebagai fasilisator dan regulator di bidang pangan telah menetapkan bahwa dalam memproduksi pangan untuk diperdagangkan, setiap industri pangan baik skala besar, menengah, menengah-kecil maupun skala kecil tanpa kecuali diharuskan memenuhi kaidah/aturan dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah dari aspek penyediaan fasilitas produksi, proses produksi/pengolahan, pengemasan produk, distribusi dan perdagangannya guna menjamin mutu dan keamanan produk pangannya. Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai macam aturan agar setiap industri pangan mampu dan sanggup menghasilkan pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan untuk kepentingan kesehatan manusia serta tercipta perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab. Beberapa peraturan itu antara lain : PerMenKes No. 23/MenKes/SK/I/1978 tentang pedoman cara produksi pangan
44
yang baik (CPPB) atau Good Manufacturing Practices (GMP); Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992; PerMenKes No. 722/MenKes/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan (BTP) dan penggunaannya; Pedoman higiene makanan Tahun 1996 (Departemen Kesehatan 1998); Undang-Undang Pangan RI No. 7 Tahun 1996 tentang keamanan pangan yang tercantum pada pasal 4 sampai dengan pasal 23 (Kantor Menpangan 1996); dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2004 tentang keamanan pangan, mutu dan gizi pangan (Badan POM 2004). Melengkapi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan mutu dan keamanan pangan di atas, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan dengan tujuan dan pertimbangan supaya : (1) Setiap industri pangan memberi informasi mengenai pangan yang disampaikan kepada masyarakat adalah benar dan tidak menyesatkan, (2) Konsumen/masyarakat berhak menuntut dan mengetahui bagaimana produk pangan dihasilkan mulai dari hulu sampai di hilirnya baik menyangkut aspek gizi, mutu dan keamanan pangan maupun lingkungannya (Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura 1999). Sementara itu, didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pada pasal 4 ayat a dan b disebutkan bahwa konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang serta jaminan yang dijanjikannya (Ditjen Perdagangan Dalam Negeri 1999). Implikasinya, konsumen pangan di Indonesia berhak mendapat jaminan mutu dan keamanan pangan dari setiap produsen/industri pangan yang memperdagangkan produk pangannya di Indonesia, tidak kecuali bagi industri pangan skala menengah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudibyo et al. (2001) menunjukkan bahwa dari sebanyak 80 sampel industri pangan di Jakarta yang digunakan dalam penelitian, pada umumnya industri pangan tersebut banyak yang belum menerapkan prinsip-prinsip atau aspek manajemen keamanan pangan yang baik untuk menjamin keamanan pangan produk pangan yang dihasilkannya. Persentase industri pangan yang sudah mengerti dan menerapkan/mengimplementasikan aspek keamanan pangan dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini :
45
Tabel 13 Persentase Industri Pangan Yang Sudah Memahami dan Menerapkan Aspek Keamanan Pangan (*) Aspek Keamanan Pangan
Persentase (%) Industri Pangan Yang Sudah Memahami dan Menerapkan Aspek Keamanan Pangan Paham dan Paham tapi Paham tapi Paham tapi menerapkan tidak menerapkan menerapkan secara menerapkan sebagian besar sebagian kecil penuh sama sekali
1. GMP (Good Manufacturing Practices)
25
40
25
10
2. SOP (Standard Operating Procedure)
25
35
7,5
32,5
30
45
20
5
3. Sanitasi dan Higiene
Sumber : Sudibyo et al. 2001.
Berdasarkan data dan keterangan di atas terlihat bahwa bila dirata-ratakan hasil persentasenya, maka baru sekitar 35 – 40% industri pangan berskala menengah yang mempunyai kesadaran, tanggung jawab dan komitmen untuk menghasilkan produk pangan yang aman ditinjau dari aspek penerapan GMP, sanitasi dan higiene serta SOP. Padahal ketiga aspek tersebut dalam program jaminan keamanan pangan merupakan program persyaratan dasar (prerequisite program) yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh setiap industri pangan termasuk industri pangan berskala menengah sebelum melangkah lebih lanjut dalam menerapkan sistem HACCP (WHO 1997; NACMCF 1998). Hasil penelitian Sudibyo dan Sumarsi (2004) menunjukkan bahwa industri pangan yang tidak mempraktekkan atau mengimplementasikan higiene pangan pada perusahaannya mencapai 2-5 kalinya dibandingkan dengan industri kecil pangan yang mempraktekkan/mengimplementasikan higiene pangan. Persentase industri kecil pangan yang sudah mengimplementasikan dan yang tidak mengimplementasikan higiene dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini :
46
Tabel 14 Persentase Industri Kecil Pangan Yang Mengimplementasikan dan Tidak Mengimplementasikan Higiene Persentase Industri Kecil Pangan yang mengimplementasikan/tidak No Aspek Kegiatan mengimplementasikan higiene Ya Tidak 1 Pelatihan terhadap karyawan yang 15,5 84,5 menangani pangan 2 Pengendalian bahan baku dan 25,5 74,5 bahan pembantu lain yang dipakai 3 Pengendalian penggunaan bahan 30,0 70,0 tambahan pangan (BTP) 4 Pengendalian kebersihan pribadi 30,0 70,0 karyawan (higiene personil) 5 Pengendalian proses produksi dan 40,0 60,0 peralatan produksi yang digunakan 45,5 55,5 6 Pengendalian dalam penanganan dan penyimpanan pangan untuk mencegah kontaminasi 40,0 60,0 7 Pengendalian alat-alat pembersih (sapu, alat pengepel, cairan deterjen, dan lain-lain) 8 Pengendalian hama 35,0 65,0 9 Pengendalian catatan/dokumen 20,0 80,0 Sumber : Sudibyo dan Sumarsi 2004.
Dari data dan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa industri pangan berskala menengah yang memiliki kesadaran, tanggung jawab dan komitmen untuk menghasilkan produk pangan yang aman ditinjau dari aspek penerapan sistem manajemen HACCP secara komulatif baru mencapai 40%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan sistem manajemen HACCP dalam industri pangan berskala menengah-kecil relatif masih rendah dan terdapat hambatan/kendala dalam pengembangan dan penerapannya. Secara umum berdasarkan hasil penelitian Sudibyo et al. (2001) terhadap industri pengan berskala menengah di Indonesia teridentifikasi bahwa program keamanan pangan dan penerapan sistem keamanan pangan ditinjau dari aspek GMP, sanitasi dan higiene, SOP, sistem HACCP dan pelatihan sistem keamanan pangan belum dilaksanakan secara penuh sehingga industri pangan berskala menengah tersebut perlu dibina, diberdayakan dan ditingkatkan kinerjanya dalam bidang keamanan pangan. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka era globalisasi dan perdagangan bebas, industri pangan dituntut untuk menghasilkan produk
47
pangan yang bermutu tinggi dan aman dikonsumsi oleh konsumen, sehingga mampu bersaing dengan produk pangan sejenis yang dihasilkan oleh industri pangan dari luar. Kendala Dalam Penerapan Sistem HACCP Penerapan sistem HACCP dalam industri pangan memerlukan perubahan sistem manajemen operasional yang harus diikuti oleh seluruh staf organisasi perusahaan. Untuk mencapai keberhasilan penerapan sistem HACCP, programprogram HACCP memerlukan dukungan yang tepat dan sistem manajemen yang baik, karena program HACCP tidak bekerja secara otomatis (Stevenson dan Bernard 1999). Namun demikian, terdapat bukti bahwa penerapan sistem HACCP dalam industri pangan mempunyai beberapa kendala dalam penerapannya. Kendala-kendala dalam penerapan sistem HACCP dalam industri pangan dapat mencakup : kurangnya komitmen manajemen, hambatan mental (psikologis), hambatan organisasi, biaya yang dikeluarkan untuk implementasi dan operasional sumber daya sistem HACCP, pengalokasian waktu dan adanya pemahaman konsep yang salah (misconception) tentang sistem HACCP. 1. Kurangnya Komitmen Manajemen Program HACCP tidaklah berbeda dengan program-program manajemen lainnya, yakni menyangkut adanya komitmen dalam pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya sehingga hasilnya akan terlihat selama penerapannya (Stevenson dan Bernard 1999). Oleh karena itu, kurangnya komitmen manajemen dari pihak pimpinan manajemen dapat memunculkan masalah-masalah dan kegagalan dalam praktek penerapan sistem HACCP. Tanpa adanya dukungan dan komitmen dari individu-individu yang terlibat dalam sistem HACCP, menyebabkan sistem HACCP akan menjadi tidak dipraktekkan dengan baik dan HACCP tidak akan mencapai sasaran sesuai yang diharapkan sebagai program keamanan yang dijanjikan (Mayes 1994). Dengan demikian, agar sistem HACCP berhasil diterapkan dalam industri pangan, harus ada komitmen yang jelas terhadap keamanan pangan dan konsep atau filosofi sistem HACCP. Perlu diketahui bahwa pengorganisasian dan pengelolaan program HACCP, pihak manajemen harus komitmen untuk menyediakan dan
48
mengalokasikan waktu dan sumber daya yang cukup melalui pendidikan dan pelatihan bagi penyelia (supervisor), karyawan pabrik dan personil yang bertanggung jawab di bidang teknis tentang fungsi dan peran mereka dalam sistem HACCP. Penting untuk dicatat/diperhatikan bahwa komitmen manajemen ini sebagai proses yang terus berjalan (Woody et al. 1999). Bahkan setelah periode pelatihan sistem HACCP, pelatihan tambahan lain yang diperlukan untuk pengembangan dan penerapan HACCP perlu diidentifikasi dan dilakukan. Misalnya, untuk karyawan yang bukan anggota tim HACCP, tetapi karyawan tersebut mempunyai tanggung jawab untuk memantau CCP, melakukan prosedur tindakan koreksi bila ada penyimpangan dan menyimpan hasil rekamannya. Karyawan tersebut perlu diberi pelatihan agar memahami dan mengerti tidak hanya apa tanggung jawabnya tetapi juga mengapa tanggung jawab tersebut penting dan dibebankan kepada karyawan yang bersangkutan. Oleh karena itu, pihak manajemen harus komit terhadap penyediaan waktu dan sumber daya yang diperlukan sebelum pelatihan sistem HACCP secara formal dilakukan. Komitmen manajemen ini harus dipelihara atau dijaga dalam rencana pengembangan sistem HACCP dan penerapannya, serta pengkajian kembali rencana HACCP yang sudah disusun bila program HACCP itu ingin berhasil diterapkan. 2. Hambatan Mental (Psikologi) Hambatan mental atau psikologis biasanya ditemui terhadap para peserta seminar atau pelatihan pada saat pengenalan sistem HACCP melalui seminar atau pelatihan, karena mereka beranggapan dan berpikir bahwa mereka akan mendapatkan kesulitan dalam menerapkan sistem HACCP dalam perusahaan industri pangannya. Mereka biasanya mempunyai perasaan pesimis dengan kondisi realistik perusahaan yang ada saat ini yang tidak memungkinkan untuk menerapkan sistem HACCP, bila kondisi perusahaan tidak didukung oleh pihak manajemen, misalnya perlu adanya penggantian peralatan baru untuk mendukung sistem HACCP, masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman karyawan tentang sistem HACCP, dan standar prosedur operasi (SOP), instruksi kerja dan lembar catatan kerja belum dibuat. Disamping itu, hambatan psikologis lainnya adalah kurangnya dukungan sumber keuangan dan daya beli
49
perusahaan (Jouve 1994), lebih kompleksnya praktek dalam penanganan pangan (Sheppard et al.
1990) dan kurangnya tenaga ahli di bidang
teknik/rekayasa/proses dan personil dibidangnya (Stevenson 1990), sehingga semua hal tersebut dikatakan sebagai hambatan mental (psikologis) dalam pengembangan sistem HACCP di industri pangan. Namun demikian, persepsi mereka terhadap sistem HACCP menjadi gugur, karena mereka pada prinsipnya belum memahami sistem HACCP secara jelas. Setelah karyawan dan staf diberi pendidikan dan pelatihan berkenaan dengan pemahaman sistem HACCP (termasuk definisi/terminologi, filosofi, prinsip-prinsip, keuntungan dan penerapan HACCP dalam perusahaan industri pangan), pembuatan dokumen standar prosedur operasi dan instruksi kerja serta program kelayakan dasar, maka mereka menjadi lebih percaya diri dan lebih perhatian terhadap pengendalian keamanan pangan karena dirasakan dapat lebih menjamin keamanan produk pangannya. 3. Hambatan Organisasi Pada awalnya, umumnya industri pangan tidak mengenal sebelumnya suatu struktur organisasi khusus yang bertanggung jawab untuk menerapkan sistem HACCP guna menjamin keamanan pangan produk yang dihasilkan. Perusahaan industri pangan hanya mengenal suatu organisasi fungsional sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri pangan. Padahal salah satu keuntungan sistem HACCP adalah kenyataan bahwa manajemen dalam industri pangan perlu program organisasi standar yang bertanggung jawab terhadap keamanan pangan yang mencakup sebagai berikut : bagian penjamin mutu dan keamanan pangan atau bagian pengendalian mutu; bagian pendidikan dan pelatihan tentang sistem; pengendalian proses yang ditujukan pada CCP; perbaikan mutu dan keamanan; inspeksi selama proses produksi dan pengendalian CCP; inspeksi terhadap bahan baku dan pengujiannya; pengujian produk akhir serta pengendalian dokumen dan penyimpanan data rekaman. Namun demikian, tidak berarti bahwa organisasi fungsional tidak dapat mengelola bagian-bagian tersebut, karena dalam kenyataannya bahwa tugastugas tersebut dapat didesain dan dibangun dengan baik pada setiap departemen yang sesuai dengan lingkup tanggung jawab tugasnya. Menurut
50
hasil studi Henson et al. (1999), dinyatakan bahwa persoalan mendasar dalam menerapkan dan mengoperasikan sistem HACCP yang sering dijumpai adalah berkaitan dengan penempatan personil/karyawan atau staffing. Hal ini disebabkan oleh yaitu : (a) perlu adanya pelatihan kembali karyawan terutama personil di tingkat penyelia (supervisor) dan ditingkat manajerial dan (b) motivasi karyawan, tidak hanya termasuk di bagian produksi saja tetapi juga personil di bagian supervisor atau manajerial. 4. Hambatan Dalam Biaya Implementasi dan Operasi Sistem HACCP Untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem HACCP dalam industri pangan memerlukan biaya yang cukup besar tidaklah dipungkiri, karena adanya beberapa perbaikan dalam sistem yang memerlukan biaya guna mendukung keberhasilan penerapan sistem HACCP. Pertanyaannya adalah apa saja yang memerlukan biaya besar untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem HACCP? Menurut hasil penelitian Henson et al. (1999) dinyatakan bahwa biaya besar utama untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem HACCP terdiri dari atau mencakup : biaya untuk konsultan dari luar, biaya investasi untuk peralatan baru, biaya untuk pendidikan dan pelatihan karyawan, biaya untuk perubahan manajerial, biaya untuk perubahan struktur pada pabrik dan biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan pembuatan dokumen sistem HACCP. 5. Konsepsi yang Salah Tentang Sistem HACCP Kendala lain yang membatasi dalam penerapan dan pengoperasian sistem HACCP adalah adanya sejumlah kontroversi yang timbul dari konsepsi yang salah tentang sistem HACCP. Bila konsepsi yang salah ini berlanjut hingga bertahan lama akan dapat merusak reputasi HACCP dan akan membahayakan keuntungan terhadap masyarakat (Motarjemi dan Kaferstein 1999). Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk diklarifikasi tentang konsep yang slaah ini pada saat sistem HACCP ini sedang diperkenalkan. Menurut Motarjemi dan Kaferstein (1999), beberapa konsepsi yang salah yang perlu diklarifikasi adalah sebagai berikut : Pertama, HACCP dianggap sebagai suatu metode baru yang menggantikan metode yang sebelumnya sudah ada untuk menjamin keamanan pangan yang berdasarkan aplikasi cara praktek
51
higiene yang baik atau good hygiene practices. Meskipun hal tersebut memang benar bahwa metode tradisional diketahui mempunyai kelemahan dan perbedaan yang tajam dalam pendekatannya ke arah jaminan keamanan pangan, HACCP tidak bisa mengganti metode tersebut. Dalam hal ini sistem HACCP dikenal sebagai pelengkap (komplemen) metode tradisonal tersebut dengan cara : (a) Mengidentifikasi beberapa tindakan pengendalian tambahan atau yang bersifat khusus pada pangan atau adanya pertanyaan pada saat sedang beroperasi, (b) Menempatkan penekanan tambahan pada beberapa titik cara praktek higiene yang baik dan bersifat sangat penting atau adanya operasi yang sedang dipertanyakan dan perlu dipantau secara ketat, dan (c) Mengamati pengukuran tindakan koreksi bila hasil pemantauan menunjukkan terjadinya hilang kendali atau lepas kendali dan (d) Dengan memberi lebih banyak pelatihan dan tanggung jawab kepada operatornya. Kedua, penerapan sistem HACCP dalam industri pangan cukup kompleks dan mencakup sejumlah dokumentasi dan penyimpanan catatan hasil perekaman yang banyak. Biasanya setiap sistem baru awalnya kelihatan rumit, khususnya bila personil-personil yang berkenaan menangani dengan hal tersebut tidak diberi pelatihan secara tepat atau bila pendekatan yang digunakan untuk pelatihan belum diadopsi. Dalam pengenalan sistem HACCP kepada perusahaan industri pengolah pangan, sebaiknya dan penting untuk diperhatikan jangan membuat binggung peserta pelatihan sehingga perlu penyederhanaan konsep serta menerangkan kebutuhan dan keuntungan sistem HACCP untuk keperluan bisnis perusahaannya. Pada tahap awal, penekanan sebaiknya difokuskan pada lima langkah/tahap prinsip HACCP yang membuat sistem benar-benar berbeda dalam konteks keamanan pangan. Kemudian perusahaan industri pangan perlu menyadari kebutuhan adanya program verifikasi, penyimpanan rekaman (catatan) dan dokumentasi. Dengan demikian, dokumen sistem HACCP tersebut perlu dilihat sebagai bukti penjamin keamanan pangan yang memadai daripada sekedar hanya memenuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah saja. Ketiga, penerapan sistem HACCP perlu dukungan suatu sumber daya yang besar. Memang benar, pada tahap awal penerapan, penerapan sistem
52
HACCP memerlukan sumber daya tambahan selain sumber daya yang sudah tersedia di perusahaan industri pangan, misalnya : untuk pelatihan personil/karyawan perusahaan, dukungan bagian teknisi untuk menjaga sistem keamanan dan kemungkinan adanya penambahan peralatan dan bahan tambahan lain yang baru. Tetapi, dalam jangka panjang adanya investasi baru untuk mendukung sumber daya, peralatan dan bahan tambahan lain tersebut akan kembali terbayar dengan menurunnya biaya untuk kasus penarikan produk yang terkontaminasi, perbaikan dalam keamanan pangan, makin tingginya kepercayaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan, dan berkurangnya keluhan dari pelanggan. Keempat, penerapan sistem HACCP pada industri menengah-kecil pangan tidak memungkinkan. Kenyataan menunjukkan bahwa perusahaan industri pangan skala menengah-kecil pada umumnya mempunyai eksulitan dalam menerapkan sistem HACCP. Beberapa permasalah tersebut adalah sebagai berikut : karena kurangnya tenaga ahli teknis-teknologis, terutama yang berkenaan dengan personil yang bisa melakukan analisis bahaya dan pemantauan secara tepat; makin besarnya perasaan ketidaknyamanan mereka dalam menyimpan catatan hasil rekaman dan dokumentasi, cepatnya karyawan perusahaan yang sering pindah ke perusahaan lain dan makin besarnya berbagai jenis pangan yang mereka sediakan. Menurut Jouve (1994), masalah utama yang dihadapi oleh industri menengah-kecil pangan dalam menerapkan sistem HACCP adalah berkaitan dengan semakin kecilnya sumber keuangan yang dimiliki oleh perusahaan untuk keperluan persiapan penerapan sistem HACCP (misalnya : biaya potensial penerapan sistem HACCP relatif lebih besar dibandingkan dengan tingkat kembalinya modal yang diinvestasikan; ketidakmampuan dan daya beli perusahaan yang rendah untuk mengusahakan kecukupan penerapan HACCP berpengaruh terhadap pengembangan sistem HACCP; ketidakcukupan tersedianya sumber daya teknis, yaitu : tenaga teknis dan data ilmiah yang tepat, kurangnya tenaga ahli khusus di bidang teknologi, mikrobiologi, kimia pangan yang berkontribusi terhadap studi HACCP; serta terbatasnya waktu untuk mendapatkan personil yang ahli untuk mengembangkan sistem HACCP.
53
Penelitian Terdahulu Muliana (1998) mengadakan penelitian mengenai manajemen mutu pada perusahaan agribisnis susu PT. Fajar Taurus dengan menggunakan metode proses hirarki analitik (PHA). Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang dilakukan, diketahui bahwa manajemen mutu yang dilaksanakan oleh perusahaan tersebut baru merupakan pengembangan dari sistem pengendalian mutu. Konsep dan unsur-unsur manajemen mutu terpadu telah terdefinisi secara jelas, walaupun belum dilaksanakan secara optimal. Kinerja manajemen mutu di peternakan maupun di pabrik pengolahan yang dinilai berdasarkan unsur-unsur manajemen mutu terpadu menunjukkan bobot yang sama baiknya. Permasalahan utama yang dirasakan masih rendah, hal ini dikarenakan pengendalian yang dilakukan pada pabrik pengolahan dianggap masih kurang terutama pada proses pengemasan. Nirang (1997) mengkaji mengenai manajemen mutu terpadu pada produk susu sapi perah. Penelitian bertempat di KPBS Pengalengan dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA) sebagai metode penelitian yang dipakai. Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan di KPBS tersebut, diketahui bahwa terdapat tiga masalah utama yang dihadapi KPBS, yaitu masalah mutu, biaya dan jumlah. Mutu serta jumlah susu segar sangat dipengaruhi oleh manajemen peternakan yang dilakukan. Berdasarkan hasil analisis kinerjanya, diketahui bahwa bagian dari KPBS yang berkinerja paling buruk adalah di peternak. Girsang (2007) mengkaji mengenai formulasi strategi pengendalian mutu dan keamanan pangan produk CPO (Crude Palm Oil) dan minyak goreng. Penelitian bertempat di PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Astro Lestari, Tbk dengan metode QFD, AHP dan SWOT sebagai penelitian yang dipakai. Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan di PTPN III dan PT. Astro Lestari, Tbk tersebut, diketahui bahwa terdapat permasalahan utama yang dihadapi PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok yaitu PKS Rambutan telah menerapkan dan mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000, namun perlu adanya penerapan sistem HACCP untuk menjamin CPO yang dihasilkan aman untuk diolah sebagai produk pangan. PMG Cap Sendok belum mendapat sertifikasi ISO 9001:2000 maupun sertifikasi HACCP, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menerapkan kedua sistem tersebut.
54
Rizki (2007) mengkaji mengenai kajian manajemen kualitas perspektif six sigma pada perusahaan Elsari Brownies & Bakery, Bogor dengan metode pengambilan data primer dan sekunder; metode penarikan sampel konsumen dan metode pengumpulan data dengan studi literatur, pengamatan langsung, dan kuesioner. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sistem manajemen kualitas yang diterapkan oleh perusahaan tersebut, mengukur efektifitas produksi dengan menggunakan konsep six sigma pada perusahaan tersebut, dan mendeskripsikan langkah yang perlu diambil oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas produknya. Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan di perusahaan Elsari Brownies & Bakery diketahui bahwa terdapat permasalahan utama yang dihadapi Elsari Brownies & Bakery yaitu (1) proyek six sigma dengan metode DMAIC dapat diaplikasikan dalam peningkatan kualitas dan kuantitas produksi pada kue brownies. Penerapan six sigma metode DMAIC dapat memperbaiki proses produksi dengan titik kritis permasalahn (CTQ) pada proses adonan, pemanggangan dan pendinginan; (2) langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk adalah perusahaan harus memiliki SOP yang jelas, sistem pencatatan, peningkatan kerja SDM, pembenahan alat-alat produksi dan tata letak penempatan mesin dan alat. Sudibyo (2008) mengkaji mengenai penyiapan kelayakan persyaratan dasar dan penyusunan rencana HACCP untuk produksi mi kering. Penelitian bertempat di PT. Kuala Pangan, Citeureup, Bogor dengan tahapan sebagai berikut : (1) melakukan evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar (GMP) di perusahaan dan (2) menyusun rencana HACCP (HACCP plan) untuk produksi mi kering. Hasil evaluasi terhadap kondisi persyaratan kelayakan dasar (GMP) di perusahaan tersebut dengan menggunakan pedoman penerapan GMP yang dikeluarkan oleh Badan POM tahun 2002 menunjukkan bahwa kondisi persyaratan dasar di perusahaan tersebut terdapat 13 penyimpangan dan hasil penilaiannya masuk dalam tingkat (rating) B, yaitu baik. Guna menyusun dan mengembangkan rencana HACCP dengan 12 tahapan langkah yang diterapkan dalam SNI 01.48521998 tersebut diperlukan adanya pelatihan sistem HACCP bagi sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam pengelolaan di perusahaan PT. Kuala Pangan terlebih dahulu.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi industri pertanian, khususnya pangan, untuk memenuhi harapan dan tuntutan konsumen akan produk pangan yang tidak hanya bermutu namun aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai upaya agar produk yang dihasilkan diterima oleh konsumen dan juga dapat mengungguli produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor mutu menurut konsumen dengan cara mengetahui keinginan dan persepsi konsumen terhadap produk yang bermutu. Upaya lain yang dilakukan adalah mengimplementasikan sistem mutu dan keamanan produk yang tersertifikasi seperti ISO 9001:2000 dan HACCP. Tuntutan jaminan keamanan pangan tersebut terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen yang terus meningkat. Oleh karena itu, perlu ada suatu sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan yang menjadi acuan bagi industri pangan seperti HACCP. HACCP adalah suatu sistem keamanan pangan yang biasa digunakan pada industri pangan untuk menjamin keamanan pangan yang diproduksi. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero risk atau tanpa resiko, tetapi sistem ini dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologi, kimia dan fisik. Sebuah perusahaan memiliki daya saing yang kuat jika perusahaan tersebut memiliki kualitas produk yang baik dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen. Menurut Subagyo (2000), QFD merupakan suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan aktivitas proses atau ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa di tiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan.
56
Perusahaan yang mampu memenuhi keinginan dan harapan konsumen akan memperoleh pasar yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan kemampuan bersaingnya. Berdasarkan keinginan dan harapan konsumen, perusahaan dapat mengkaji dengan jelas bahwa lingkungan internal perusahaan dapat menjadi suatu kekuatan untuk memenuhi keinginan tersebut, tapi dapat juga menjadi suatu kelemahan. Selain itu lingkungan eksternal perusahaan juga dapat menjadi suatu peluang atau ancaman yang akan mempengaruhi kegiatan perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumennya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini : Mulai PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Noerlen” Identifikasi faktor mutu sari buah dan konsentrat markisa
QFD (Quality Function Deployment)
Penentuan faktor-faktor internal dan eksternal Penilaian faktor-faktor lingkungan Penentuan posisi perusahaan
Matriks IFE Matriks EFE
Perumusan alternatif strategi
Analisis SWOT Matriks TOWS
Rekomendasi Strategi Selesai Gambar 8 Diagram Alir Penelitian. Dasar pemilihan industri markisa olahan sebagai obyek penelitian adalah dikarenakan saat ini cakupan pemasaran produk sari buah markisa sangat luas.
57
Produk tersebut diekspor ke negara-negara seperti Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Uni Eropa (Belanda, Jerman dan Inggris), Amerika Selatan (Brasil, Chile dan Argentina), Australia dan beberapa negara Asia (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Bahrain dan Kuwait). Tingkat kepuasaan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan oleh PT. Pintu Besar Selatan (PBS) dibandingkan dengan perusahaan pesaing, yaitu : a. PT. Maju Jaya Pohon Pinang (MJP) Cap “Pohon Pinang” dan Pohon Pinang adalah merupakan merek dagang atas label minuman yang diproduksi oleh PT. Maju Jaya Pohon Pinang, yang didirikan oleh Razali Chuwardi dengan investasi Rp 10 miliar di atas areal 1,5 Ha. Kapasitas produksinya enam juta botol sirup dan jus per tahun. b. UD. Tunggal Jaya Prima (TJP) Cap “Sarang Tawon” Sarang Tawon adalah merupakan merek dagang atas label minuman yang diproduksi oleh UD Tunggal Jaya Prima, yang didirikan oleh Rizal Chuwardi pada tanggal 12 Desember 1994, yang beralamat di Jl. Pukat/Sejati II No. 80 kemudian pada bulan Juli 2002 pindah ke Jl. Pelita I Blok A No. 19 Kawasan Industri Medan Star, Kecamatan Tanjung Morawa Km 19,2 Kabupaten Deli Serdang, Medan. Pabrik pengolahan sari buah yang terletak di Kawasan Industri Medan Star Tanjung Morawa memiliki luas areal 810 m2, sedangkan luas pabrik yang digunakan hanya sekitar 18 m x 36 m atau sekitar 648 m2. Pabrik Sarang Tawon memiliki jumlah karyawan antara 30 – 40 orang. Pabrik Sarang Tawon mampu mengolah bahan baku menjadi produk sirup markisa sebanyak 300 lusin per harinya. Hasil analisa tersebut akan diperoleh nilai rasio perbaikan, bobot dan persentasi bobot untuk setiap atribut mutu produk PBS. Dari analisa tersebut, dapat dibuat House of Quality pada perusahaan PBS.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di PT. Pintu Besar Selatan di Brastagi, dan Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili di Medan selama empat bulan yaitu pada bulan September sampai bulan Desember 2008.
58
Tata Cara Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang industri markisa dan melakukan pengamatan langsung di lapangan pada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili “Noerlen”. 2. Pengumpulan data sekunder, yaitu dengan penelusuran buku-buku, hasil-hasil penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan. Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Responden konsumen : jumlah responden konsumen yang dilibatkan adalah 50 orang yaitu ibu rumah tangga, karyawan swasta dan pegawai negeri. Responden konsumen digunakan untuk penilaian kualitas produk sirup markisa. Responden pakar : jumlah responden pakar yang dilibatkan adalah tujuh orang yang terdiri dari akademisi, birokrat dan praktisi. Kriteria umum yang digunakan dalam menentukan pakar adalah sebagai berikut : a. Mengetahui kondisi umum industri sirup markisa. Memiliki pengetahuan tentang proses pembuatan sirup markisa. b. Memiliki pengetahuan tentang penilaian mutu sirup markisa. c. Memiliki pengetahuan tentang proses perumusan strategi dan sistem penilaian dengan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Responden pakar dilibatkan untuk menentukan dan menilai tingkat kepentingan antar atribut mutu produk, menentukan aktivitas proses dan hubungannya, menentukan hubungan antar atribut mutu produk dengan aktivitas proses, menentukan lingkungan internal dan eksternal perusahaan, penilaian kelembagaan yang terlibat dan strategi peningkatan mutu dan keamanan sirup markisa. Responden pakar berasal dari PT. Pintu Besar Selatan, Dinas Perindustrian Sumatera Utara, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan dan Dosen. Daftar nama responden pakar dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini :
59
Tabel 15 Daftar Nama Responden Pakar Nama Suwandi Onggo M. Rajab Ir. Asmin Purba, MSc Drs. Indra Ginting, Apth, MM. 5. Ir. Rudsel Iriani Tetty
1. 2. 3. 4.
6. Rachmi Novianti 7. Ir. Taufik, MSc
Jabatan Direktur Utama Manajer Produksi Manager Produksi Kepala Sub Bagian Pengawasan Mutu Kasi Agro dan Hasil Hutan Pemilik Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili Cap “Noerlen” Dosen
Instansi PT. Pintu Besar Selatan PT. Pintu Besar Selatan PT. Pintu Besar Selatan BPOM Medan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili Cap “Noerlen” Universitas Sumatera Utara dan Universitas Islam Sumatera Utara
Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti dijelaskan di bawah ini :
Metode Quality Function Deployment (QFD) Total Quality Management (TQM) merupakan sistem manajemen yang mengikutsertakan seluruh anggota organisasi dalam menerapkan konsep dan teknik kendali mutu untuk mendapatkan kepuasaan pelanggan serta orang yang mengerjakannya (Marimin 2004). Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan TQM adalah Quality Function Deployment (QFD). Nasution (2001) mendefinisikan QFD sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menerjemahkannya ke dalam kebutuhan teknis yang relevan dimana masing-masing area fungsional dan tingkat organisasi dapat mengerti dan bertindak. Sementara itu, menurut Subagyo (2000) QFD adalah suatu cara untuk meningkatkan mutu barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa pada setiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan. Menurut Gasperz (2001), QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme
terstruktur
untuk
menentukan
kebutuhan
pelanggan
dan
60
menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak. Menurut Kolarik (1995), ciri khas QFD adalah target kualitas, analisis kompetitor dan karakteristik penjualan, alternatif proses produksi dan identifikasi bottleneck. Manfaat utama yang dapat diperoleh perusahaan dengan menggunakan metode QFD adalah sebagai berikut (Ariani 1999) : 1. Mengurangi Biaya Hal ini dapat terjadi karena produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsumen sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan atau pembuangan bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh konsumen. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan pengurangan biaya pembelian bahan baku, biaya overhead atau pengurangan upah dan penyederhanaan proses produksi. 2. Meningkatkan Pendapatan Hal ini dapat dilakukan dengan adanya pengurangan biaya agar hasil yang didapatkan menjadi meningkat. 3. Mengurangi Waktu Produksi QFD akan membuat tim pengembangan produk atau jasa untuk memfokuskan pada program pengembangan kebutuhan dan harapan konsumen. Proses dalam QFD dilaksanakan dengan menyusun sebuah matriks yang disebut rumah mutu atau The House of Quality (HOQ). Matriks ini menjelaskan apa saja yang menjadi harapan konsumen dan bagaimana memenuhinya. Matriks rumah mutu (Gambar 9) terdiri dari enam bagian dibawah ini (Ariani 1999) : 1. Kebutuhan konsumen, berisi daftar semua kebutuhan dan harapan konsumen yang umumnya ditentukan dengan riset pasar secara kualitatif. 2. Matriks perencanaan, berisi tingkat kepuasaan konsumen terhadap perusahaan dan pesaingnya, target perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen serta perbandingan kemampuan perusahaan dan pesaing dalam memenuhi kebutuhan konsumen. 3. Tanggapan teknis, merupakan aspek atau kegiatan teknis proses yang berhubungan dengan produk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut Mutu Produk Konsumen yang mengkonsumsi sirup markisa memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap mutu produk sirup markisa. Hal ini disebabkan perbedaan kepentingan terhadap produk tersebut. Perbedaan tersebut harus dapat dipahami oleh perusahaan dengan mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen. Jika perusahaan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen maka peningkatan dalam volume penjualan akan tercapai sehingga kemampuan perusahaan untuk bersaing semakin tinggi. Identifikasi terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen menghasilkan beberapa atribut mutu produk sirup markisa. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen ahli produk sirup markisa, terdapat beberapa atribut mutu produk yang telah dikembangkan dari ciri fisik dan atribut internal mutu produk. Adapun spesifikasi harapan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Warna Warna sirup markisa adalah kuning kekuningan, jika menggunakan pewarna, maka pewarnanya harus yang aman bagi kesehatan dan warnanya tidak terlalu terang.
2.
Rasa Rasa sirup markisa diharapkan tidak terlalu manis dan asam dan tidak menyakiti tenggorokan serta rasa manisnya harus seperti rasa gula asli. Rasa asam khas markisa harus tetap dipertahankan.
3.
Aroma Bau yang dikeluarkan oleh produk sirup markisa diharapkan tidak tajam untuk penciuman (hidung), diharapkan juga aromanya sesuai dengan aroma khas markisa.
4.
Nilai Gizi Konsumen mengharapkan dengan mengkonsumsi sirup markisa dapat memenuhi gizi akan kebutuhan vitamin C didalam tubuh sehingga dapat bermanfaat untuk kesehatan.
94
5.
Kekentalan Sirup markisa yang ada dalam kemasan diharapkan memiliki kekentalan dan tidak terlalu encer.
6.
Keamanan pangan Sirup markisa diharapkan bersih tanpa ada benda asing (pasir, kerikil dan kotoran lainnya), sehingga konsumen merasa aman mengkonsumsi produk markisa tersebut.
7.
Kemasan Konsumen menginginkan kemasan dalam bentuk botol plastik yang lebih praktis sehingga dapat dikonsumsi kapan pun dan dimana saja. Kemasan yang diinginkan konsumen adalah botol plastik Berdasarkan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) gabungan
pendapat para pakar (Lampiran 2) yang telah diolah menggunakan software Expert Choice 2000 maka diperoleh pembobotan atribut mutu produk yang memperhatikan bahwa atribut keamanan pangan, kekentalan dan nilai gizi secara berturut-turut merupakan tiga atribut mutu utama yang menjadi prioritas konsumen dalam mengkonsumsi sirup markisa dan sekaligus menjadi parameter utama konsumen dalam menilai produk sirup markisa yang lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya. Atribut yang memiliki bobot konversi atau tingkat kepentingan tertinggi (sembilan) adalah atribut keamanan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa atribut tersebut merupakan harapan tertinggi konsumen yang harus dipenuhi oleh perusahaan sirup markisa untuk dapat merebut hati konsumennya. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran terhadap pentingnya keamanan pangan dalam mengkonsumsi suatu produk sangat besar karena kebersihan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Urutan dari atribut-atribut mutu produk berdasarkan hasil penilaian bobot atribut mutu produk sirup markisa dapat dilihat pada Tabel 20 di bawah ini :
95
No 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 20 Hasil Penilaian Bobot Atribut Mutu Produk Sirup Markisa Atribut Kualitas Produk Bobot Rangking Bobot Konversi Keamanan Pangan 0.357 1 5 Kekentalan 0.220 2 4 Nilai Gizi 0.124 3 3 Warna 0.059 4 2 Kemasan 0.039 5 1 Penilaian konsumen terhadap atribut mutu sirup markisa dikonversikan ke
dalam kelas interval yang telah dihitung (Lampiran 3). Hasil penilaian konsumen pada sirup markisa terhadap atribut mutu produk, memperlihatkan mutu sirup markisa yang akan mempengaruhi jumlah konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 50 orang ibu rumah tangga dan karyawan memperlihatkan mutu produk sirup markisa yang berbeda antara perusahaan Pintu Besar Selatan sebagai perusahaan sirup markisa dengan perusahaan pesaingnya. Hasil kuesioner memperlihatkan bahwa mutu produk perusahaan Pintu Besar Selatan sudah memuaskan konsumen untuk atribut keamanan pangan dan kekentalan, sedangkan untuk atribut warna dan kemasan belum memuaskan untuk seluruh atribut mutu produk. Perhitungan hasil kuesioner tingkat kepuasan konsumen terhadap produk sirup markisa perusahaan Pintu Besar Selatan dan para pesaingnya dapat dilihat pada Lampiran 4, 5 dan 6 sedangkan rekapitulasi hasil penilaian tingkat kepuasan konsumen terhadap mutu produk perusahaan Pintu Besar Selatan dengan pesaingnya dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini : Tabel 21 Rekapitulasi Hasil Penilaian Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Mutu Produk Perusahaan Pintu Besar Selatan dengan Perusahaan Pesaingnya Perusahaan Perusahaan Perusahaan No Atribut Kualitas Produk PBS MJP TJP 1 Keamanan Pangan 4 2 4 2 Kekentalan 4 2 4 3 Nilai Gizi 3 3 3 4 Warna 3 3 3 5 Kemasan 3 3 3 Ket : PBS = Pintu Besar Selatan MJP = Maju Jaya Pohon Pinang TJP = Tunggal Jaya Prima n = 50 responden
96
Berdasarkan penilaian tingkat kepuasan konsumen yang diperoleh dari perusahaan mengenai target perusahaan, maka diperoleh nilai rasio perbaikan, bobot dan persentasi bobot untuk setiap atribut mutu produk PBS yang dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini : Tabel 22 Rasio Perbaikan, Bobot dan Persentasi Bobot untuk Perusahaan PBS No 1 2 3 4 5
Atribut Kualitas Produk Keamanan Pangan Kekentalan Nilai Gizi Warna Kemasan Total
Target Nilai
Skor Evaluasi
Tingkat Rasio Kepentingan Perbaikan
4
4
5
4 4 4 4
4 3 3 3
4 3 2 1
Bobot
%Bobot
1.0000
5.0000
29.4121
1.0000 1.3333 1.3333 1.3333 5.9999
4.0000 3.9999 2.6666 1.3333 16.9998
23.5296 23.5291 15.6860 7.8430 100.0000
Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa atribut warna dan kemasan merupakan atribut dengan rasio perbaikan lebih dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa atribut-atribut tersebut merupakan atribut mutu yang mendapat prioritas untuk diperbaiki oleh perusahaan PBS. Jika dibandingkan dengan para pesaingnya (Lampiran 7 dan 8), maka total bobot perbaikan perusahaan PBS lebih rendah dari pada kedua pesaingnya tersebut.
Aktivitas Proses Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, diskusi dengan para pakar serta studi literatur yang mendalam, diperoleh beberapa aktivitas proses yang dilakukan oleh perusahaan sirup markisa dalam melakukan kegiataan perusahaan. Aktivitas proses tersebut akan mempengaruhi mutu produk baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas proses yang mempengaruhi mutu sirup markisa dilihat mulai dari bahan baku diterima oleh perusahaan sampai produk jadi diterima oleh konsumen. Perusahaan yang saya teliti tidak mempunyai kebun markisa sendiri, tetapi membeli markisa dari petani maupun pengumpul. Adapun aktivitas proses yang diamati adalah sebagai berikut : 1.
Pengadaan bahan baku, yaitu aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi seluruh kebutuhan bahan baku selama operasi.
97
2.
Penanganan bahan baku, yaitu aktivitas memberikan perlakuan tambahan dan menyimpan bahan baku untuk sementara waktu di tempat tertentu sebelum diolah ke tahap selanjutnya.
3.
Sortasi buah, yaitu aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk memilih buah matang, setengah matang dan tidak matang serta memisahkan buah dari benda-benda asing (kerikil, pasir, batu, ranting dan lain-lain).
4.
Pencucian buah, yaitu aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada kulit buah.
5.
Penyaringan sari buah markisa, yaitu aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sari buah markisa yang seratnya lebih halus.
6.
Penambahan BTM, gula dan air, yaitu aktivitas yang dilakukan dengan menambahkan natrium benzoat, gula dan air sesuai dengan yang ditetapkan oleh perusahaan dan sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan tentang BTM pada makanan dan minuman.
7.
Pasteurisasi,
yaitu
aktivitas
yang
dilakukan
untuk
membunuh
mikroorganisme patogen yang dilakukan pada suhu 800C selama 15 menit. 8.
Pengisian sirup markisa ke dalam botol kaca dan plastik, yaitu kegiatan mengisi botol kaca dan plastik dengan sirup markisa.
9.
Pemasangan label kemasan, yaitu aktivitas memasang label kemasan berupa komposisi, nama perusahaan, merek, cara penyajian, masa kadaluarsa dan berat isi.
10. Pengemasan ke dalam dus, yaitu kegiatan menyusun sirup markisa dalam botol kaca dan plastik ke dalam dus, kemudian dus ditutup menggunakan lakban besar. 11. Penyimpanan produk, yaitu kegiatan menyimpan produk yang telah dikemas untuk sementara waktu sampai produk di jual ke pasaran. 12. Distribusi pemasaran, yaitu kegiatan menyalurkan produk ke distributor atau retail. Berdasarkan aktivitas proses diatas, dilakukan penilaian untuk mengkaji kemampuan aktivitas proses perusahaan dalam membentuk atribut mutu produk guna mencapai kepuasan konsumen. Hasil penilaian responden pakar terhadap
98
aktivitas proses produksi pada masing-masing perusahaan dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini : Tabel 23 Penilaian Aktivitas Proses Produksi pada Masing-Masing Perusahaan Sirup Markisa No Aktivitas Proses Perusahaan Perusahaan Perusahaan PBS MJP TJP 1 Pengadaan bahan baku 5 5 5 2 Penanganan bahan baku 5 5 5 3 Sortasi buah 5 4 5 4 Pencucian buah 5 5 5 5 Penambahan BTM 4 3 4 6 Penyaringan sari buah 5 4 5 7 Pasteurisasi 4 4 4 8 Pengisian sirup kedalam 4 5 5 botol kaca dan plastik 9 Pemasangan label kemasan 3 4 4 10 Pengemasan kedalam dus 4 4 4 11 Penyimpanan produk 4 5 5 12 Distribusi pemasaran 3 5 4 Ket : 5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (cukup baik), 2 (kurang baik), 1 (tidak baik) n = 50 responden
Hasil penilaian pada Tabel 23 memperlihatkan bahwa ada beberapa aktivitas proses yang belum baik. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan PBS harus melakukan perbaikan terhadap aktivitas proses tersebut, karena setiap karakteristik proses tersebut sangat besar pengaruhnya untuk membentuk seluruh atribut mutu produk. Aktivitas proses yang harus diperbaiki adalah penambahan BTM, pasteurisasi, pengisian sirup kedalam botol kaca dan plastik, pemasangan label kemasan, pengemasan kedalam dus, penyimpanan produk, dan distribusi pemasaran. Jika dibandingkan dengan pesaingnya, aktivitas proses tersebut pada perusahaan PBS berada dibawah pesaingnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh teknologi produksi yang digunakan dan cara melakukan aktivitas proses tersebut. Setiap aktivitas proses yang dilakukan perusahaan akan berpengaruh terhadap pembentukan atribut mutu produk baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, analisa keterkaitan antara aktivitas proses dengan atribut produk perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan atau hubungan masing-masing aktivitas proses dengan atribut mutu produk sirup markisa. Dengan diketahuinya keterkaitan diatas diharapkan dapat diketahui akar pemasalahan yang menyebabkan rendahnya mutu produk pada suatu perusahaan.
99
Matriks interaksi hubungan/keterkaitan antara atribut mutu produk dengan aktivitas proses didapatkan dengan wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan dan para pakar. Dua atribut mutu yaitu keamanan pangan dan warna sangat berkaitan erat dengan aktivitas proses pasteurisasi. Aktivitas proses ini juga merupakan aktivitas proses yang secara total paling besar pengaruhnya untuk membentuk seluruh atribut mutu produk. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas proses diatas merupakan aktivitas proses yang pertama harus diperhatikan oleh perusahaan. Aktivitas proses lain yang juga sangat besar pengaruhnya dalam membentuk atribut mutu produk adalah penyaringan sari buah, penanganan bahan baku dan pengisian sirup kedalam botol kaca dan plastik dengan merek perusahaan. Matriks keterkaitan antara atribut mutu produk dengan aktivitas proses dapat dilihat pada Tabel 24 di bawah ini : Tabel 24 Hubungan Keterkaitan antara Atribut Mutu Produk dengan Aktivitas Proses Produksi Sirup Markisa
Sortasi buah
Pencucian buah
Penyaringan sari buah
Penambahan BTM
Pasteurisasi
Pengisian sirup kedalambotol
Pemasangan label kemasan
Pengemasan kedalam dus
Penyimpanan produk
Distribusi pemasaran
Keamanan Pangan Kekentalan Nilai Gizi Warna Kemasan
Penanganan bahan baku
Atribut Kualitas Produk
Pengadaan bahan baku
Aktivitas Proses
1
10
5
5
5
10
10
10
1
1
5
5
0 0 0 0
0 5 5 0
0 5 5 0
0 1 1 0
5 1 1 0
10 5 10 0
10 5 10 0
1 0 1 5
0 0 1 5
0 0 0 10
0 0 1 5
0 0 0 10
Usaha perusahaan PBS untuk melakukan perbaikan proses berkaitan dengan seluruh aktivitas proses yang terdapat pada perusahaan, karena aktivitas proses tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Bahkan jika ditelaah aktivitas proses yang ada pada perusahaan tidak dapat terputus ataupun berdiri
100
sendiri karena aktivitas proses tersebut berkelanjutan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu dilakukan analisa aktivitas proses untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan antara masing-masing proses akan menghasilkan produk sirup markisa. Hubungan keterkaitan antar aktivitas proses yang diperoleh dari hasil wawancara dan diskusi dapat dilihat pada Tabel 25 di bawah ini : Tabel 25 Hubungan Keterkaitan antar Aktivitas Proses Produksi Sirup Markisa Aktivitas proses yang dinilai
Aktivitas proses terkait
Penanganan bahan baku
Sortasi
Pengadaan bahan baku Pencucian Penyaringan sari buah Penambahan Na-benzoat Pasteurisasi Pengisian sirup kedalam botol Pemasangan label kemasan Pengemasan kedalam dus Penyimpanan produk Distribusi pemasaran
Sortasi bahan baku Penanganan bahan baku
Pencucian buah Penyaringan sari buah Penambahan Na-benzoat
Hubungan dan alasan (++) semakin banyak pengadaan bahan baku akan menyebabkan semakin banyak kegiatan penanganan bahan baku, dan penyimpanan bahan baku (+) semakin banyak pengadaan bahan baku akan menyebabkan semakin banyaknya kegiatan sortasi bahan baku (+) semakin banyak pengadaan bahan baku akan menyebabkan semakin banyaknya kegiatan pencucian buah Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada (++) penanganan bahan baku dalam jumlah besar akan mengakibatkan kegiatan sortasi buah yang dipotong juga semakin besar. Tapi bisa saja bahan baku tersebut disimpan tanpa harus langsung disortasi pada saat itu juga (+) penanganan bahan baku dalam jumlah besar akan mengakibatkan pencucian buah juga semakin besar Tidak ada Tidak ada
101
Tabel 28 Hubungan Keterkaitan antar Aktivitas Proses (Lanjutan) Aktivitas proses yang dinilai
Aktivitas proses terkait
Hubungan dan alasan Tidak ada
Penanganan Bahan Baku
Pasteurisasi Pengisian sirup kedalam botol Pemasangan label kemasan Pengemasan kedalam dus Penyimpanan produk Distribusi pemasaran Pencucian buah
Penyaringan sari buah Sortasi Penambahan Na-benzoat Pasteurisasi Pengisian sirup kedalam botol Pemasangan label kemasan Pengemasan kedalam dus Penyimpanan produk Distribusi pemasaran
Penyaringan sari buah
Pencucian buah
Penambahan Na-benzoat Pasteurisasi Pengisian sirup kedalam botol Pemasangan label kemasan Pengemasan kedalam dus Penyimpanan produk Distribusi pemasaran
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada (++) semakin banyak buah yang disortasi akan menyebabkan semakin banyaknya kegiatan pencucian buah (+) semakin banyak buah yang disortasi akan mengakibatkan kegiatan pemotongan, pengorekan dan penyaringan buah semakin banyak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada (++) pencucian buah dalam jumlah besar akan mengakibatkan kegiatan pemotongan, pengorekan dan penyaringan buah juga semakin besar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
102
Tabel 28 Hubungan Keterkaitan antar Aktivitas Proses (Lanjutan) Aktivitas proses yang dinilai
Aktivitas proses terkait
Penambahan Na-benzoat
Pasteurisasi Penyaringan sari buah Pengisian sirup kedalam botol Pemasangan label kemasan Pengemasan kedalam dus Penyimpanan produk Distribusi pemasaran Pasteurisasi Penambahan Na-benzoat
Pengisian sirup kedalam botol Pemasangan label kemasan Pengemasan kedalam dus Penyimpanan produk Distribusi pemasaran Pengisian sirup kedalam botol
Pasteurisasi Pemasangan label kemasan Pengemasan kedalam dus Penyimpanan produk Distribusi pemasaran Pemasangan label kemasan Pengisian sirup kedalam botol Pengemasan kedalam dus Penyimpanan produk Distribusi pemasaran
Hubungan dan alasan (++) penyaringan sari buah yang banyak akan menyebabkan kegiatan penambahan Na-benzoat juga semakin banyak (+) semakin banyak sari buah yang disaring, akan menyebabkan proses kegiatan pasteurisasi juga semakin banyak (+) semakin banyak sari buah yang disaring, maka kegiatan pengisian konsentrat kedalam botol akan semakin banyak pula Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada (+) semakin banyak sari buah yang telah ditambahkan Na-benzoat, maka kegiatan pasteurisasi juga semakin banyak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada (++) semakin banyak sari buah yang dipasteurisasi maka akan semakin banyak kegiatan pengisian sirup kedalam botol Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada (++) semakin banyak botol yang telah diisi sirup, maka akan semakin banyak botol yang harus ditutup dengan merek Tidak ada Tidak ada Tidak ada
103
Tabel 28 Hubungan Keterkaitan antar Aktivitas Proses (Lanjutan) Aktivitas proses yang dinilai
Aktivitas proses terkait
Hubungan dan alasan
Pengemasan kedalam dus
(++) semakin banyak konsentrat yang sudah dikemas maka akan semakin banyak pengemasan kedalam dus untuk dipasarkan Tidak ada Tidak ada (++) produk yang telah dikemas membutuhkan kegiatan distribusi produk. Tapi dapat saja produk yang sudah dikemas kedalam dus disimpan untuk sementara waktu menunggu pendistribusiaannya (++) semakin banyak produk yang disimpan untuk dipasarkan, maka akan semakin banyak kegiatan distribusi produk untuk konsumen
Pemasangan label kemasan Penyimpanan produk Distribusi pemasaran
Pengemasan kedalam dus
Distribusi pemasaran
Penyimpanan produk
Distribusi pemasaran
Keterangan : Hubungan kuat positif (++) merupakan hubungan searah yang kuat, dimana bila salah satu aktivitas proses mengalami peningkatan akan berdampak kuat pada peningkatan aktivitas proses yang lainnya yang terkait. Hubunagn positif (+) merupakan hubungan searah, meskipun dampak yang dihasilkan tidaklah sekuat hubungan pada point diatas.
Setiap aktivitas proses yang terdapat pada perusahaan PBS diatas, memiliki tingkat kepentingan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Tingkat kepentingan tersebut didasarkan pada hubungan keterkaitan antara atribut mutu produk dengan aktivitas proses tersebut. Perhitungan tingkat kepentingan aktivitas proses dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini :
104
Tabel 26 Perhitungan Tingkat Kepentingan dan Nilai Relatif Proses No 1 2 3 4 5
Atribut Mutu Tingkat Produk Kepentingan Keamanan 5 Pangan Kekentalan 4 Nilai Gizi 3 Warna 2 Kemasan 1 Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif Ranking
A 1
B 10
C 5
D 5
E 5
0 0 0 0 5 0.008
0 5 5 0 75 0.121 2
0 5 5 0 50 0.081 4
0 1 1 0 30 0.048 7
5 1 1 0 50 0.081 4
Aktivitas Proses F G H 10 10 10 10 5 10 0 125 0.203 1
10 5 10 0 125 0.203 1
Keterangan : A
Pengadaan bahan baku
G
Pasteurisasi
B
Penanganan bahan baku
H
Pengisian sirup kedalam botol
C
Sortasi buah
I
Pemasangan label kemasan
D
Pencucian buah
J
Pengemasan kedalam dus
E
Penyaringan sari buah
K
Penyimpanan produk
F
Penambahan BTM
L
Distribusi pemasaran
1 0 1 5 61 0.099 3
I 1
J 1
K 5
L 5
0 0 1 5 12 0.019 9
0 0 0 10 15 0.024 8
0 0 1 5 32 0.052 6
0 0 0 10 35 0.057 5
Total
615 1.000
105
Hasil
perhitungan
nilai
relatif
dan
tingkat
kepentingan
proses
memperlihatkan bahwa penambahan BTM, pasteurisasi, penanganan bahan baku dan pengisian sirup kedalam botol, secara berurutan merupakan empat aktivitas proses yang memiliki tingkat kepentingan tertinggi di dalam aktivitas proses perusahaan PBS untuk menghasilkan produk sirup markisa. Oleh karena itu aktivitas proses tersebut sangat perlu diperhatikan dan harus terus dilakukan penyempurnaan guna memperoleh mutu produk yang diinginkan konsumen. Hasil perhitungan tingkat kepentingan proses dan nilai relatifnya dapat dilihat pada Tabel 27 di bawah ini : Tabel 27 Tingkat Kepentingan Atribut Mutu Produk dan Nilai Relatif Aktivitas Proses Terkait Tingkat Nilai Relatif No Proses Kepentingan 1 Pengadaan bahan baku 5 0.008 2 Penanganan bahan baku 0.121 75 3 Sortasi bahan baku 50 0.081 4 Pencucian bahan baku 30 0.048 5 Penyaringan sari buah 50 0.081 6 Penambahan BTM 0.203 125 7 Pasteurisasi 0.203 125 8 Pengisian sirup kedalam botol 0.099 61 9 Pemasangan label kemasan 12 0.019 10 Pengemasan kedalam dus 15 0.024 11 Penyimpanan produk 32 0.052 12 Distribusi pemasaran 35 0.056 Total 615 1.000 House of Quality (HOQ) atau Rumah Mutu Seluruh keterkaitan antara atribut mutu produk dengan aktivitas proses, tingkat kepentingan atribut mutu produk, penilaian konsumen terhadap mutu produk, rasio perbaikan serta hubungan antara aktivitas proses dapat dilihat pada matriks House of Quality (HOQ) atau Rumah Mutu PBS yang terdapat pada Gambar 25, sedangkan untuk Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili tidak dibuat House of Quality karena bersifat industri skala rumah tangga dan proses produksinya cukup sederhana. Karena alasan tersebut maka matriks HOQ Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili tidak dibuat.
106
Hubungan akitivitas proses terkait dengan aktivitas proses lainnya :
Hubungan antar persyaratan pelanggan dengan persyaratan teknik:
+ + = hubungan kuat positif + = dipengaruhi - = hubungan negatif -- = hubungan kuat negatif
+
Penyimpanan Sari Buah
Penambahan BTM
Pasteurisasi
Pengisian sirup kedalam botol
Pemasangan label kemasan
Pengemasan kedalam dus
Penyimpanan produk
Δ
z
{
{
{
z
z
z
Δ
Δ
{
{ {
Δ Δ
{ Δ Δ
z { z
z { z
Δ
{ {
4 3 4
1.00
4 3 3 3
2 3 3 3
4 3 3 3
4 4 4 4
1.00 1.33 1.33 1.33
50
125
125
61
12
15
32
35
0.203
0.203
0.099
0.019
0.024
0.052
0.056
z 3 5 4
0.081
4 4 4
4
30
5 4 5
4
0.048
5 5 5
Δ { 4 5 5
2
50
5 4 5
z 4 4 4
4
0.081
5 5 5
Δ { 3 4 4
{
75
5 5 5
Δ { 4 5 5
Rasio Perbaikan
Pencucian Buah
++
Sortasi Buah
++
Penanganan Bahan Baku
++
Pengadaan Bahan Baku
++
Target
+ ++
Perusahaan TJP
+ ++
0.121
Nilai Relatif
++
5
Keamanan 5 Pangan Kekentalan 4 Nilai Gizi 3 Warna 2 Kemasan 1 Perusahaan PBS Perusahaan MJP Perusahaan TJP Tingkat Kepentingan
++
0.008
Atribut Kualitas Produk
Bobot Konversi
++ ++ ++
+
+
+
Perusahaan MJP
+
Perusahaan PBS
+ +
Distribusi pemasaran
10 = z = kuat 5 = { = sedang 1 = Δ = lemah ( ) = tidak ada hubungan
Gambar 25 Matriks House of Quality PT. Pintu Besar Selatan. Kebijakan Mutu Kebijakan mutu adalah suatu pernyataan dari manajemen puncak yang menunjukkan komitmennya untuk menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem HACCP dalam rangka mencapai tingkat mutu dan keamanan yang tinggi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan (SNI, 1999). Penisella et al. (1999) mengungkapkan hasil survei yang dilakukan 127 perusahaan makanan yang sudah menerapkan HACCP di Inggris, bahwa beberapa alasan dukungan manajemen
107
pada penerapan HACCP, yaitu untuk meningkatkan keamanan produk yang dihasilkan (50%), memenuhi tekanan konsumen (37,5%), memenuhi persyaratan hukum (31,3%), mengikuti tren yang berkembang (15,6%), dan 3,1% lainnya karena membaca jurnal/buku. Corlett (1998) menyatakan bahwa dukungan manajemen adalah hal yang sangat penting dalam penerapan HACCP. Terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong manajemen untuk memberikan dukungan dan komitmennya dalam menerapkan HACCP, seperti dijelaskan di bawah ini : a. Ditemukan bahaya pada produk, pada batas yang tidak dapat diterima yang mengindikasikan bahwa sistem keamanan pangan yang dijalankan tidak efektif, adanya produk return, dan keluhan dari konsumen yang menyebabkan kerugian dan hilangnya pasar. b. Adanya desakan dari konsumen agar perusahaan menerapkan HACCP. c. Peraturan
yang
mensyaratkan
perusahaan
mengembangkan
dan
menerapkan HACCP, terutama produk daging dan perikanan. d. Produk yang dihasilkan akan dipasarkan di luar negeri dan memerlukan persyaratan HACCP. Penerapan HACCP memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan faktor pendukung seperti GMP dan SSOP, yang keseluruhannya merupakan bagian dari dukungan penuh manajemen puncak untuk menerapkan SMKP. Menurut Mayes (1994), penerapan HACCP bukan pekerjaan semalam karena meliputi evaluasi teknis secara rinci terhadap proses dan produk serta membutuhkan dukungan dan komitmen manajemen disamping pengalaman untuk menganalisa bahaya dan mengembangkan prosedur pengendalian dan pemantauan. PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” memiliki kebijakan
mutu yang hanya memenuhi sebagian dari yang
dipersyaratkan oleh HACCP. Kebijakan mutu yang ditetapkan oleh PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili dengan Cap “Noerlen” belum menyatakan secara spesifik tentang kebijakan terhadap keamanan produk yang dihasilkan bagi konsumen. Selain itu, kebijakan yang ditetapkan manajemen puncak belum sepenuhnya diikuti dengan penyediaan faktor-faktor pendukung penerapan HACCP seperti Good Manufacturing
108
Practices dan Standard Sanitation Operating Practices yang menjadi dasar program untuk penerapan HACCP. Organisasi Dalam SMKP HACCP, manajemen harus menetapkan uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang, fungsi, struktur organisasi dan personil yang bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk. Dalam hal ini, manajemen membentuk suatu tim HACCP yang terdiri dari beberapa personil yang memiliki latar belakang berbagai disiplin ilmu untuk menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik tertentu tersedia untuk pengembangan program HACCP efektif. Dalam organisasinya tercakup pembentukan tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta personalia dan pelatihan. a.
PT. Pintu Besar Selatan Manajemen puncak PT. Pintu Besar Selatan telah menetapkan uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personil di dalam struktur organisasi dan deskripsi kerja, namun belum memenuhi persyaratan organisasi yang diinginkan oleh HACCP secara keseluruhan karena perusahaan ini tidak memiliki tim HACCP. Pelatihan-pelatihan bagi karyawan telah dilakukan namun belum merupakan pelatihan mengenai sistem HACCP.
b.
Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili Cap “Noerlen” Belum mempunyai struktur organisasi, sehingga uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personil serta deskripsi kerja belum terlaksana sebagaimana meskinya. Deskripsi Produk Dalam penerapan HACCP, perusahaan harus menetapkan deskripsi produk
dan rencana penggunaan produk. Deskripsi produk berisi penjelasan dan spesifikasi produk akhir yang mencakup nama produk/nama dagang, komposisi produk, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dan lain-lain. Didalam menetapkan deskripsi produk, perlu diperhatikan dan diidentifikasi informasi yang akan berkaitan dengan program HACCP, agar memberi petunjuk
109
dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi, serta untuk membantu pengembangan batas-batas kritis. Beberapa informasi dasar yang dapat memberikan petunjuk akan potensi bahaya adalah sebagai berikut (Winarno 2004) : a. Pengendalian suhu yang benar untuk mencegah tumbuhnya bakteri, yang mempengaruhi umur produk dan persyaratan konsumen; b. Jenis pengemas utama adalah faktor penting dalam mengendalikan pertumbuhan bakteri, bahkan beberapa jenis pengemas dapat langsung dinyatakan mencegah bakteri patogen tertentu. Misalnya pengemas hampa akan mencegah bakteri patogen aerobik; c. Metode distribusi, hal ini penting untuk menginformasikan bahwa pada semua tahap distribusi harus dalam kondisi yang sama; d. Persyaratan
konsumen,
dalam
beberapa
hal
konsumen
meminta
persyaratan tertentu. PT. Pintu Besar Selatan memproduksi sirup markisa dengan merek Cap Pyramid Unta dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” dengan merek Cap Noerlen. Sirup markisa diproses dari buah markisa dengan standar produk yang ingin dicapai oleh PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili”. Komposisi sirup yang dihasilkan oleh PT. Pintu Besar Selatan dengan merek Cap Pyramid Unta adalah sari markisa, gula pasir dan natrium benzoat; dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” adalah sari markisa, gula pasir dan asam benzoat. Adapun cara penyiapan dan penyajiannya adalah dengan mencampurkan dua sendok makan (40cc) sirup ke dalam satu gelas (±250cc) air panas/dingin. Tipe pengemasan Cap Pyramid Unta dan Noerlen dikemas dalam kemasan primer dan sekunder, dimana kemasan primer berupa botol plastik jenis PET dan botol kaca; dan kemasan sekunder berupa kardus serta disimpan dalam suhu ruangan. Sirup markisa yang dikemas tersebut didistribusikan menggunakan kontainer barang dan mobil ke toko dan supermarket. Deskripsi produk sirup markisa produksi PT. Pintu Besar Selatan dan identifikasi penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 28 di bawah ini :
110
Tabel 28 Deskripsi Produk Sirup Markisa Produksi PT. Pintu Besar Selatan Uraian Konsentrat Deskripsi umum Produk minuman sirup markisa yang terbuat dari buah markisa dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan, berbentuk khas sari buah (SNI 01-37191995) dan sirup (SNI 01-3544-1994) Komposisi bahan baku Buah markisa, gula, natrium benzoat, air, serta CMC dan bahan tambahan lain Karakteristik produk • Fisik : cair, warna kekuningan dengan rasa dan aroma normal • Kimia : kandungan cemaran logam berat Pb maks. 1,0 (mg/kg), Cu maks. 10,0 (mg/kg), Zn maks. 25 (mg/kg), As maks. 0,5 (mg/kg), tidak boleh ada pemanis buatan, pewarna buatan dan pengawet sesuai dengan SNI 01-0222-1995 • Mikrobiologi : angka lempeng total maks. 5,0 x 102 koloni/ml, coliform maks. 20 (APM/ml), E.coli < 3 (APM/ml), Salmonella, S. Aureus, dan Vibrio cholera harus negatif, kapang dan khamir maks. 50 (koloni/ml). Metode pengemasan Dilakukan secara masinal menggunakan mesin pengemas dan manual. Bahan pengemas primer terbuat dari PET dan botol kaca, sedang pengemas sekunder terbuat dari karton jenis CFB. Pelabelan Nama dan kode produk, nomor lot, bobot netto, komposisi, nama dan alamat perusahaan, tanggal kadaluwarsa, tanggal produksi, kondisi penyimpanan dan petunjuk penggunaannya Umur simpan Satu tahun dalam suhu kamar/suhu ruang biasa Kondisi penyimpanan Suhu ruang, tidak terkena cahaya matahari langsung, tempat kering & tidak lembab, dan tidak berbau Distribusi • Menggunakan truk boks tertutup rapat atau truk tertutup rapat (untuk transportasi darat) • Menggunakan container dan kapal (untuk transportasi laut) Penjualan Dari industri ke distributor dan ekspor ke negara lain Target konsumen Produk dapat dikonsumsi oleh semua orang dan tidak ditujukan secara khusus untuk kelompok populasi tertentu Cara penggunaan Mencampurkan dua sendok makan (40cc) sirup ke dalam satu gelas (±250cc) air panas/dingin. Nama Produk
111
Persyaratan Dasar Di dalam setiap industri pengolahan pangan yang akan menerapkan sistem keamanan pangan model HACCP harus merencanakan, merancang/mendesain dan mengimplementasikan suatu program persyaratan kelayakan dasar atau sering disebut dengan istilah “prerequisite programs”. Persyaratan kelayakan dasar dapat diartikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui suatu unit pengolahan pangan sudah memenuhi persyaratan, baik dalam segi/aspek sanitasi dan higiene maupun dalam aspek cara berproduksi. Program persyaratan kelayakan dasar ini menurut Bernand dan Parkinson (1999) merupakan suatu fondasi yang harus dan perlu dipenuhi oleh setiap industri pangan guna menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu ditinjau dari aspek keamanan dan kesehatan. Persyaratan dasar (Prequisite) adalah suatu persyaratan teknis yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang akan memulai proses produksi dan menerapkan HACCP. Persyaratan ini berupa peraturan teknis proses produksi dan penerapan HACCP, dan dalam operasionalisasinya diwujudkan dalam standar prosedur operasi (SPO) atau dalam bentuk dokumentasi lainnya. Persyaratan dasar tersebut adalah sistem sanitasi/sanitation standard operating procedures (SSOP) dan diterapkannya cara-cara berproduksi yang baik atau GMP (Good Manufacturing Practice). Konsep program persyaratan kelayakan dasar ini pertama kali berasal dan dicetuskan oleh Agriculture and Agri-Food Canada’s (AAFC) dalam rangka program peningkatan keamanan pangan di Kanada dan mereka mendefinisikan program persyaratan kelayakan dasar ini sebagai “suatu langkah-langkah universal atau prosedur yang mengendalikan kondisi operasional dalam suatu industri pangan yang didirikannya guna memenuhi kondisi lingkungan tetap baik untuk menghasilkan pangan yang aman” (Gombas dan Stevenson 2000). NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods) (1998) mendefinisikan program persyaratan kelayakan dasar sebagai “suatu prosedur termasuk prosedur cara produksi pangan yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) yang ditujukan untuk menyediakan kondisi operasional dasar sistem HACCP”. Pada prinsipnya program persyaratan kelayakan dasar untuk sistem HACCP mencakup suatu program dan prosedur
112
yang sudah harus tersedia di dalam industri pangan yang didirikannya; termasuk juga didalamnya program penerimaan bahan baku dan cara penyimpanannya, manajemen terhadap adanya keluhan pelanggan/konsumen, kemampuan telusur bahan ingredien yang digunakan hingga produk pangan dihasilkan serta program persetujuan untuk pemasok (approved supplier) barang-barang yang masuk ke dalam perusahaan industri pangan (Gombas dan Stevenson 2000). Menurut Bernard dan Parkinson (1999), program persyaratan kelayakan dasar ini seperti halnya rancangan HACCP (HACCP Plan) sebaiknya terdokumentasi dengan baik dalam standard operating procedures (SOP) yang tertulis dan sebaiknya juga dimengerti dan dihayati oleh setiap karyawan yang bekerja di industri pangan yang bersangkutan. Bahkan progam persyaratan kelayakan dasar atau prerequisite programs ini jika diperlukan dapat ditinjau/dikaji ulang dan direvisi kembali oleh setiap industri pangan guna menjamin bahwa program yang didesain dan direncanakan, diimplementasikan secara efektif sesuai dengan tujuan keamanan pangan yang hendak dicapai (NACMCF 1998). Pada dasarnya, program persyaratan kelayakan dasar terdiri dari dua bagian, yaitu cara produksi pangan yang baik (CPPB) atau good manufacturing practices (GMP) dan standar prosedur operasional sanitasi atau sanitation standard operating procedures (SSOP). Di Indonesia, sesuai dengan peraturan yang ada di Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB) atau GMP. Pedoman penerapan GMP ini disusun berdasarkan pedoman umum higiene pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang pangan, terutama yang mengatur mengenai produksi pangan. Menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM 1996), tujuan penerapan GMP adalah menghasilkan produk akhir pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan selera atau tuntutan konsumen, baik konsumen domestik maupun internasional. Sedang tujuan khusus penerapan GMP adalah : (1) Memberikan prinsip-prinsip dasar yang penting dalam produksi pangan yang dapat diterapkan sepanjang rantai pangan mulai dari produksi primer sampai konsumen akhir, untuk menjamin bahwa pangan yang diproduksi aman
113
dan layak untuk dikonsumsi; (2) Mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi, seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, bahan, proses, mutu produk akhir, serta persyaratan penyimpanan dan distribusi; dan (3) Mengarahkan pendekatan dan penerapan sistem HACCP sebagai suatu cara untuk meningkatkan keamanan pangan. Pedoman penerapan GMP ini berguna bagi pemerintah sebagai dasar untuk mendorong dan menganjurkan industri pangan untuk menerapkan cara produksi pangan yang baik dalam rangka : (1) Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh pangan yang tidak memenuhi persyaratan, (2) Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa pangan yang dikonsumsi merupakan pangan yang layak, (3) Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan terhadap pangan yang diperdagangkan secara internasional, dan (4) Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan di bidang pangan kepada industri dan konsumen, sedang bagi industri pangan sebagai acuan dalam menerapkan praktek cara produksi pangan yang baik dalam rangka : (1) Memproduksi dan menyediakan pangan yang aman dan layak bagi konsumen; (2) Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat, misalnya dengan pelabelan dan pemberian petunjuk mengenai cara penyimpanan dan penyediaannya, sehingga masyarakat dapat melindungi pangan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi dan kerusakan pangan yaitu dengan cara penyimpanan, penanganan dan penyiapan yang baik; dan (3) Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap pangan yang diproduksinya (Ditjen POM 1996). Standar prosedur operasi sanitasi atau sanitation standard operating procedures (SSOP) juga merupakan salah satu unsur/komponen program persyaratan kelayakan dasar yang penting untuk mengimplementasikan dan menjaga sistem HACCP berjalan dengan baik dan sukses; bahkan SSOP yang sudah tertulis dan terdokumentasi dengan baik telah direkomendasikan dan dimandatorikan untuk diimplementasikan secara wajib dalam industri pangan berisiko tinggi seperti pada industri pengolahan ikan dan daging oleh US FDA dan USDA (Katsuyama dan Jantschke 1999).
114
Program persyaratan kelayakan dasar atau prerequisite programs yang perlu dipersiapkan oleh setiap industri pangan untuk mendukung penerapan sistem manajemen HACCP menurut Codex Alimentarius Commission atau CAC (2003) dalam General Principles of Food Hygiene mencakup : Desain bangunan, fasilitas dan peralatan produksi, pengendalian proses produksi atau operasi (pengendalian bahaya, sistem pengendalian higiene, persyaratan bahan mentah, pengemasan, pengolahan air, manajemen dan supervisi, dokumentasi dan rekaman, prosedur penarikan produk), pemeliharaan (maintenance) dan sanitasi (pemeliharaan dan pembersihan, program pembersihan, sistem pengendalian hama dan penyakit menular, pengelolaan dan pengolahan limbah, dan keefektifan pemantauan), Higiene/kebersihan personil/karyawan (status kesehatan karyawan, kebersihan personil, tingkah laku personil, prosedur penerimaan tamu/pengunjung), transportasi (persyaratan, penggunaan dan pemeliharaannya), informasi produk dan kesadaran (identifikasi lot, informasi produk, labelling), dan pendidikan konsumen, serta pelatihan. Good Manufacturing Practices (GMP) Evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar dilakukan dengan cara mengamati kondisi GMP perusahaan berdasarkan obeservasi di lapang, wawancara, pengamatan keadaan nyata perusahaan dan pencatatan data yang ada di perusahaan menggunakan check-list penilaian GMP yang berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai sarana untuk pemeriksaan kondisi GMP pada industri pangan di Indonesia. Hasil evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar dan penilaian terhadap program pemenuhan persyaratan kelayakan dasar yang diperoleh ini dapat menjadi bahan rujukan dan bahan masukan untuk perbaikan terhadap GMP dan fasilitas perusahaan yang akan menerapkan sistem HACCP. Selain evaluasi terhadap kondisi kelayakan persyaratan dasar itu, dilakukan pula identifikasi dan analisis terhadap kendalakendala yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan sistem HACCP di perusahaan. Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MEN/SK/I/1978 mengenai pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan, pedoman ini mencakup lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan,
115
produk akhir, laboratorium, personil, kemasan, label dan penyimpanan. Berikut ini dijelaskan penerapan GMP di Pabrik PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili”. PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” belum memiliki sertifikasi sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 dan sistem manajemen lingkungan ISO 14000. Demikian pula halnya untuk sistem manajemen keamanan pangan HACCP, walaupun sebagian besar unsur-unsurnya telah dipenuhi dan dilaksanakan, namun belum memiliki sertfiikasi HACCP. Prinsip-prinsip GMP sebagai prasyarat sistem HACCP belum dilaksanakan sesuai dengan standar yang seharusnya. Kegiatan sanitasi dilaksanakan sesuai dengan pengalaman yang biasa dilakukan. 1) Lokasi a. Lokasi Pabrik PT. Pintu Besar Selatan Cap Pyramid Unta berada di jalur trans Medan – Brastagi yang sangat strategis, karena berada tidak jauh dari jalan raya. b. Lokasi Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili”
Cap Noerlen
berada di Jalan Sei Tuan No. 7 Medan. 2) Bangunan Bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan suatu kegiatan industri terutama industri pengolahan pangan. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam bangunan adalah tata ruang, lantai, atap dan langit-langit, pintu, jendela, penerangan, dan ventilasi atau pengatur suhu. a. PT. Pintu Besar Selatan Tata ruang bangunan terdiri dari ruangan produksi dan ruang kantor yang terpisah sehingga tidak mengganggu proses produksi sirup markisa dan tidak mengakibatkan pencemaran sirup markisa. Susunan ruangan proses produksi diatur sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap sirup markisa. Ruangan proses pengolahan dan ruang pelengkap (gudang, bengkel, dan lain-lain) terletak terpisah, hal ini menjaga kontaminasi bahan dan peralatan lain. Luas
116
masing-masing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Lantai yang dipersyaratkan dalam GMP berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/Men.Kes/SK/I/1978 harus rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan serta memiliki kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air. Kondisi lantai di unit pengolahan tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan GMP menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/Men.Kes/SK/I/1978. Lantai di unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan tidak rata, tidak halus dan tidak licin namun mudah dibersihkan sesuai standar kebersihan serta memiliki kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air. Dinding pada ruangan pengolahan terbuat dari beton semen. Atap bangunan unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air dan mudah diperbaiki ataupun diganti bila terjadi kerusakan atau kebocoran. Tinggi dari lantai tiga meter sesuai persyaratan GMP. Pintu di bagian unit pengolahan merupakan pintu yang terbuat dari bahan tahan lama, permukaan tidak rata, tidak halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan, dapat ditutup dengan baik, serta membuka keluar. Bangunan unit pengolahan tidak memiliki jendela karena bangunan tersebut merupakan bangunan semi tertutup, demikian juga dengan bangunan unit pelengkap. Bangunan yang digunakan sebagai pabrik dan kantor di PT. Pintu Besar Selatan sesuai dengan persyaratan teknik dan higienis, dimana bangunan mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara. Untuk penerangan, bangunan unit pengolahan termasuk bangunan yang cukup penerangan karena di beberapa sudut ruangan pengolahan terlihat cukup terang. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Lokasinya berada di rumah pemilik industri tersebut, karena merupakan industri rumah tangga sehingga belum memenuhi persyaratan
117
GMP. Selain itu produksinya hanya 25 kg buah markisa per minggu, hanya berproduksi jika produksi sebelumnya sudah mulai habis ketersediaannya. 3) Fasilitas sanitasi a. PT. Pintu Besar Selatan Fasilitas sanitasi terdiri dari sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisaan dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan. PT. Pintu Besar Selatan belum mengelola fasilitas sanitasi dengan baik. Penyediaan sarana cuci tangan dan sabun belum terdapat di lingkungan proses pengolahan. Kamar mandi (toilet) sudah memadai, dimana bak air tidak pecah-pecah, berjamur dan berlumut. Air yang tersedia juga memadai untuk membersihkan anggota tubuh sebelum dan sesudah bekerja. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Fasilitas sanitasi terdiri dari sarana toilet dan sarana pembuangan (sisa dan limbah). Kamar mandi (toilet) sudah memadai, dimana tersedia sabun pencuci tangan untuk membersihkan tangan setelah menggunakan toilet. Kebersihan toilet juga sangat diperhatikan, dimana bak selalu pada keadaan bersih. 4) Peralatan produksi a. PT. Pintu Besar selatan Peralatan yang dipergunakan pabrik markisa Cap Pyramid Unta sudah memadai, dimana peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan mencukupi untuk proses pengolahan. Peralatan produksi sudah sesuai dengan persyaratan teknik yaitu sesuai dengan jenis produksi. Kendala pada peralatan adalah usianya yang sudah tua sehingga kinerja mesin dan peralatannya menjadi berkurang. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Peralatan yang dipergunakan masih sangat sederhana karena skala industri rumah tangga, sehingga proses pengolahan menjadi tidak efektif dan efisien karena masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana sekali.
118
5) Bahan a. PT. Pintu Besar Selatan Bahan baku dan bahan penolong telah mengalami pemeriksaan oleh pihak manajemen dan sortasi. Bahan baku yang berupa buah markisa telah disortasi sesuai dengan kriteria kematangan, persyaratan mutu dan komposis panen yang sudah ditetapkan oleh perusahaan tetapi belum terdokumentasi dan terstandarisasi. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili’ Bahan baku diperoleh dari pengumpul, sehingga kualiats buah markisanya lebih baik, dan tidak perlu melakukan sortasi lagi karena telah disortasi oleh pengumpul yang harus sesuai dengan kriteria buah markisa yang diinginkan oleh industri tersebut. 6) Proses pengolahan a. PT. Pintu Besar Selatan Proses pengolahan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, tetapi belum terdokumentasi dalam instruksi kerja (IK) bagian teknologi dan IK bagian teknik. Instruksi kerja proses pengolahan terdiri dari Penerimaan buah markisa di pabrik, Sortasi buah markisa, Pencucian, Pemotongan buah, Pengorekan, Pemisahan dengan biji, Penyaringan sari buah, Penambahan bahan penolong, Penyimpanan, Penyaringan, Pencampuran sari buah dengan gula, Pembotolan dan Pengemasan.
Langkah-langkah
yang
perlu
diperhatikan
selama
pengolahan dengan mengingat faktor suhu, kelembaban, tekanan dan lainlain, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal penting yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Proses pengolahan sama halnya dengan PT. Pintu Besar Selatan hanya saja pada industri ini sari buah markisa tidak mengalami penyimpanan. Sari buah langsung dilakukan pencampuran dengan gula, dimasak, disaring dan dilakukan pembotolan.
119
7) Produk akhir a. PT. Pintu Besar Selatan Produk akhir yang berupa sirup markisa Cap Pyramid Unta memiliki persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan, yang sesuai dengan standar mutu sirup di Indonesia (SNI). Produk akhir yang dihasilkan, sebelum didistribusikan ke masyarakat terlebih dahulu mengalami pemeriksaan secara fisik, sedangkan pemeriksaan kimia dan mikrobiologi dilakukan pada Laboratorium Universitas Sumatera Utara, sehingga aman untuk dikonsumsi. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Produk akhirnya telah dilakukan uji pemeriksaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan telah mendapatkan nomor kode registrasi MUI . 8) Laboratorium PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” tidak memiliki laboratorium tersendiri pada perusahaannya masingmasing, sehingga uji Laboratorium dilakukan dengan pihak luar seperti Universitas Sumatera Utara dan MUI. 9) Higiene Karyawan a. PT. Pintu Besar Selatan Seluruh personil yang berhubungan langsung dengan proses produksi sirup ataupun karyawan yang bekerja di pabrik seharusnya mengenakan pakaian kerja yang telah ditetapkan perusahaan seperti baju, sarung tangan, tutup kepala, penutup mulut, penutup telinga, dan sepatu kerja. Tetapi di pabrik sirup markisa Cap Pyramid Unta, permasalahan yang masih dan sering ditemukan adalah ketidakkonsistenan dalam menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang ada. Pada standar prosedur operasi (SOP), hal tersebut penting untuk digunakan, tetapi masih banyak karyawan yang lalai untuk menggunakannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pekerja, perlengkapan tersebut disediakan oleh perusahaan, tetapi pekerja malas menggunakannya. Ini merupakan ketidaktegasan pihak manajemen untuk mengawasi karyawannya dalam mematuhi peraturan yang sudah dibuat padahal peaturan tersebut sudah
120
terstandarisasi dalam SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Kebiasaan karyawan yang buruk terutama pada unit sortasi juga sangat berpengaruh pada mutu sirup markisa, seperti merokok, mengupil dan lain-lain. Sepatu yang tidak higienis karena dipakai diluar produksi juga dapat membawa kontaminan dari luar, contohnya debu. Pekerja yang dalam keadaan sakit tidak diperkenankan masuk kerja, apalagi dalam kondisi dengan penyakit yang menular. Check up kesehatan pekerja pada bagian pengolahan dilakukan minimal dua kali setahun. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Karyawan diwajibkan mengenakan sarung tangan, penutup kepala dan baju produksi. Karyawan juga dilarang untuk melakukan kebiasaan yang buruk saat bekerja, sepeti merokok, mengupil, mengunyah makanan dan minuman saat bekerja dan lain-lain yang menyebabkan kontaminasi terhadap produk. 10) Wadah dan Pembungkus a. PT. Pintu Besar Selatan Sirup markisa Cap Pyramid Unta dikemas dengan botol kaca dan plastik. Wadah/kemasan tersebut dibuat dari bahan jenis PET yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu produk, dapat mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari luar, tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan peredaran, serta telah dibersihkan dan dilakukan tindakan sanitasi sebelum dikemas. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Sirup markisa Cap Noerlen dikemas dengan botol plastik jenis PET sehingga tidak mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu produk karena tidak melepaskan unsur yang berbahaya. 11) Label Label pada kemasan sirup markisa Cap Pyramid Unta dan Noerlen terdiri atas nama merek, komposisi, volume isi (netto), saran penyajian, tanggal kadaluarsa, kode produksi, informasi nilai gizi, kode MD (Makanan
121
Dalam) 251.402.020.027 dan nama perusahaan yang memproduksi. Label kemasan sudah sesuai dengan yang disyaratkan oleh Menteri Kesehatan RI tentang pelabelan. 12) Penyimpanan a. PT. Pintu Besar Selatan Bahan baku disimpan dalam ruang yang khusus untuk buah markisa dan bahan penolong lainnya disimpan di masing-masing gudang yang terpisah. Seperti halnya di PT. Pintu Besar Selatan menetapkan sistem penyimpanan secara FIFO (First In First Out). Artinya setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Masing-masing bahan yang akan disimpan dan digunakan memiliki catatan yang berisi nama bahan, tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran dan jumlah pengeluaran. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Bahan baku berupa buah markisa tidak ada yang disimpan karena begitu buah markisa masuk langsung diproduksi pada hari itu juga. Bahan penolong lainnya disimpan pada suatu ruangan yang mempunyai beberapa laci untuk menyimpan bahan penolong tersebut. Bahan penolong yang masuk terlebih dahulu akan digunakan lebih dahulu juga (FIFO). 13) Pemeliharaan a. PT. Pintu Besar Selatan Bangunan dan bagian-bagian lainnya dipelihara secara teratur dan berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik. Alat dan perlengkapan yang dipergunakan dibersihkan dan dilakukan tindak sanitasi secara teratur sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk akhir. Alat pengangkutan dan alat pemindahan barang dalam bangunan unit produksi selalu bersih dan tidak merusak barang yang diangkut dan dipindahkan baik bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, serta produk akhir. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir selalu bersih dan dapat melindungi produk baik fisik maupun mutunya sampai ke tempat tujuan.
122
Limbah padat diletakkan dibelakang pabrik, dan akan dijual untuk pembuatan makanan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke got saluran pembuangan. Hal yang belum terangkum jelas dalam prosedur operasi untuk pemeliharaan ini adalah prosedur dalam pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta pembasmian mikroorganisme, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida. b. Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” Setiap proses produksi selesai, semua peralatan dibersihkan dengan air panas kemudian dicuci bersih. Pemeliharaan peralatan juga dilakukan tetapi karena peralatannya sangat sederhana sehingga pemeliharaanya tidak terlalu susah. Limbah padat dan limbah cairnya langsung dibuang begitu saja tanpa dikelola dengan baik, sehingga perlu penanganan lebih lanjut untuk menjamin bahwa limbah tersebut aman dan tidak berbahaya. Hasil identifikasi dan penyimpangan atau ketidaksesuai tersebut dapat dikelompokkan dalam unsur-unsur GMP yang disajikan pada Tabel 29 di bawah ini : Tabel 29 Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian Dalam Penerapan Unsur-Unsur GMP di PT. Pintu Besar Selatan No 1
2
Unsur/Elemen GMP Bangunan
Fasilitasi Sanitasi
Penyimpangan/Ketidaksesuaian
Kategori
• Pertemuan antara lantai dan dinding serta antara dinding dengan dinding berbentuk siku, sehingga hal ini tidak mudah untuk pembersihan bila ada deposit kotoran; • Rancang bangun untuk pabrik, khususnya dengan disain penutup (canopy) untuk perlindungan pada proses produksi di bagian atas proses pemisahan biji dengan sari buah belum lengkap untuk mencegah adanya kontaminasi silang. • Fasilitas untuk pencucian tangan tidak tersedia sabun cair dan pengering serta tidak adanya peringatan pencucian tangan sebelum bekerja atau setelah dari toilet; • Fasilitas toilet/urinoir karyawan tidak terawat dengan baik, ada pintu yang sudah rusak dan perlu adanya perbaikan;
• Minor
• Minor
• Minor
• Minor
123
Tabel 29 Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian Dalam Penerapan Unsur-Unsur GMP di PT. Pintu Besar Selatan (Lanjutan) No
Unsur/Elemen GMP
4
Higiene Karyawan
5
Penyimpangan
6
Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan Sanitasi serta Pengendalian Hama
7
Manajemen Pelatihan
dan
Penyimpangan/Ketidaksesuaian Kategori • Sebagian tempat sampah yang disediakan • Minor oleh perusahaan tidak ada penutupnya, sehingga dapat berpotensi menimbulkan adanya kontaminasi silang. • Tidak ada pengawasan dalam hal sanitasi • Serius pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ke ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet; • Kebersihan karyawan tidak terjaga • Mayor dengan baik dan kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene (misalnya pakaian seragam celemek ada yang kotor, kebiasaan minum di ruang produksi). • Di ruang gudang biasa/kering ditemukan • Mayor adanya penempatan barang yang tidak teratur dan tidak memisahkan penyimpanan bahan pangan dan bahan non pangan • Pencegahan binatang pengganggu tikus di • Mayor dalam pabrik belum efektif, terutama di gudang penyimpanan kering; • Pest control hingga saat ini dikerjakan oleh perusahaan sendiri. • Pimpinan/pihak manajemen mempunyai • Mayor wawasan terhadap metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP, TQM, dan lain-lain), tetapi belum melaksanakan penerapannya dalam perusahaan. • Alasan belum melaksanakan penerapan HACCP di perusahaan adalah HACCP cukup rumit dan perlu persiapan waktu, tenaga dan sumber daya lainnya.
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Menurut Corlett (1998), SSOP adalah prosedur tertulis yang harus digunakan oleh produsen pangan dalam melaksanakan produksi dan sanitasi di pabrik. Ada delapan bagian dalam SSOP yang terdiri dari 1) keamanan air untuk proses produksi, 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, 3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, 4) penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, 5) perlindungan bahan pangan, 6) pelabelan dan penyimpanan, 7) kontrol kesehatan pekerja, dan 8) pencegahan hama penyakit. Berikut ini diuraikan penerapan SSOP
124
di Pabrik PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili”. 1.
Keamanan air untuk proses produksi Air yang digunakan oleh Pabrik PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” adalah air yang berasal dari PDAM dan sumur bor. Syarat mutu untuk air pengolahan adalah sesuai dengan syarat air minum yang digunakan. Air sebagai bahan tambahan lain menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002
disebutkan/dinyatakan pada pasal 2 bahwa air yang digunakan untuk produksi makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan air minum. Persyaratan kualitas air minum berdasarkan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 mencakup persyaratan/parameter fisik, kimiawi, mikrobiologi dan kimia anorganik dapat dilihat pada Tabel 30 di bawah ini : Tabel 30 Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut PerMenKes No. 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 Kadar Maksimum No Jenis Parameter Uji Satuan yang Diperbolehkan 1 Parameter Fisik TCU 15 1.1. Warna Tidak berasa & bau 1.2. Rasa dan bau 0 Suhu udara ± 3 0C 1.3. Suhu/temperatur C 1.4. Kekeruhan NTU 5 1.5. Jumlah zat padat terlarut (TDS) mg/l 1000 2 Parameter Kimiawi 0,2 mg/l 2.1. Aluminium (Al) 0,3 mg/l 2.2. Besi (Fe) 500 mg/l 2.3. Kesadahan 250 mg/l 2.4. Klorida (Cl) 0,1 mg/l 2.5. Mangan (Mn) 6,5 – 8,5 2.6. pH 200 mg/l 2.7. Natrium (Na) 250 mg/l 2.8. Sulfat 1,0 mg/l 2.9. Tembaga (Cu) mg/l 2.10.Sisa klor 1,5 mg/l 2.11.Amonia 0,001 mg/l 2.12.Air raksa (Hg) 0,005 mg/l 2.13.Antimon (At) 0,7 mg/l 2.14.Barium (Ba) 0,3 mg/l 2.15.Boron (B)
125
Tabel 30 Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut PerMenKes No. 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 (sambungan) Kadar Maksimum No Jenis Parameter Uji Satuan yang Diperbolehkan 3 Kimia An-organik 0,05 3.1. Arsen (As) mg/l 1,5 3.2. Fluorida (F) mg/l 0,05 3.3. Kromium-valensi 6 mg/l 0,003 3.4. Kadmium (Cd) mg/l 3 3.5. Nitrit, sebagai NO2 mg/l 50 mg/l 3.6. Nitrat, sebagai NO3 0,07 mg/l 3.7. Sianida (CN) 0,01 mg/l 3.8. Selenium (Se) 4 Parameter Mikrobiologi 0 Jumlah/100 ml 4.1. E. Coli atau feacal coli 0 Jumlah/100 ml 4.2. total bakteri coliform Sumber : Departemen Kesehatan (2002).
2.
Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan Peralatan yang digunakan di Pabrik PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” termasuk sarung tangan dan baju produksi terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Pembersihan peralatan-peralatan memiliki prosedur yang dilakukan sebelum dan sesudah peralatan digunakan. Sarung tangan dan baju yang dikenakan pada waktu bekerja terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah terkelupas, bersih dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi.
3.
Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter Pencegahan kontaminasi dari obyek yang tidak saniter, terdiri dari material kemasan, makanan, dari permukaan yang kontak dengan bahan pangan seperti perlatan, sarung tangan, seragam produksi dan kontaminasi silang dari bahan baku. Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena cemaran atau kotoran. Tangan pekerja, sarung tangan dan seragam produksi, khususnya di unit pengemasan sangat memiliki peluang yang besar terjadinya kontaminasi dikarenakan metode pengemasan yang masih manual, yang dilakukan oleh tangan pekerja langsung.
126
Menurut Soekarto (1990), bagian tubuh pekerja industri pengolahan pangan yang sangat mudah mengotori/mencemari produk adalah tangan, kepala terutama bagian muka dan rambut, serta kaki. Oleh karenanya, bagianbagian tubuh tersebut perlu mendapat sarana untuk pencegahan kontaminasi seperti sarung tangan, sepatu khusus, penutup kepala dan mulut. Pekerja dibagian produksi terutama berhubungan langsung dengan makanan diwajibkan mengenakan penutup rambut, sarung tangan dan masker. Pekerja tidak diperkenankan mengenakan perhiasan (cincin, arloji), tidak diijinkan makan dan minum serta merokok selama berada di ruang produksi (Manley 1991). Untuk mengatasi permasalahan diatas adalah dengan cara menerapkan peraturan yang tegas dengan disertai pengawasan yang lebih ketat tentang penggunaan seragam kerja pada saat bekerja, serta meningkatkan pengetahuan pekerja tentang sanitasi (higiene) yang dapat ditempuh melalui pendidikan, penyuluhan serta pelatihan pekerja yang berhubungan dengan praktek sanitasi dan higiene yang baik. Menurut Winarno (1994), pimpinan perusahaan harus memberikan pendidikan untuk karyawan tentang higiene perorangan dan pengolahan makanan agar karyawan mengetahui tindakan yang diperlukan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi
makanan.
Pendidikan harus dilaksanakan, bukan hanya sampai pada taraf kognitif (tahu), tetapi sampai pada perubahan pola tingkah laku (attitude). Untuk sampai pada tahap tersebut, pendidikan harus dilaksanakan secara rutin, berkala, dan diawasi terus-menerus (Winarno 2002). Komitmen manajemen untuk mengawasi para pekerja masih kurang, karena tidak ada penegasan terhadap karyawan yang tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) pada saat bekerja. 4.
Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet Perusahaan PT. Pintu Besar Selatan menyediakan dua buah toilet untuk pekerja. Jumlah tersebut tidak sepadan dengan jumlah pekerja yang ada. Kondisi toiletnya cukup memadai dimana lantai dan dindingnya bersih. Sebaiknya perusahaan memperbaiki dan merenovasi toilet. Selain itu sebaiknya dibuat sarana tempat mencuci tangan dengan air yang mengalir dan
127
sabun yang selalu tersedia. Fasilitas lain yang seharusnya juga tersedia adalah tempat penyimpanan pakaian (loker) dan tempat penggantian pakaian. Sebaiknya di area pengemasan sebaiknya memiliki fasilitas hand cleaning dan pengering tangan, mengingat pengemasan masih mengandalkan tangan manusia. 5.
Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak dengan bahan pangan. Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan sudah terlindungi dari cemaran kimia, fisik dan biologis, tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan. Masing-masing bahan dan kemasan disimpan terpisah untuk menghindari kontaminasi. Para pekerja juga diharuskan untuk menggunakan sarung tangan sebelum dan sesudah mempergunakan atau berhubungan dengan bahan-bahan.
6.
Pelabelan dan penyimpanan Pabrik PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” sudah melakukan proses penyimpanan dengan baik, dimana bahan baku, bahan penolong, produk akhir, bahan pengemas disimpan terpisah dan menggunakan sistem FIFO sehingga bahan yang masuk terlebih dahulu akan keluar terlebih dahulu. Untuk mengetahui bahan yang masuk terlebih dahulu, dilakukan sistem pelabelan sehingga bahan-bahan tersebut mudah terdeteksi.
7.
Kontrol kesehatan pekerja Di Pabrik PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili”, general check-up belum ditangani oleh pihak perusahaan sendiri. Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak diperbolehkan masuk sampai kondisinya normal. General checkup sangat diperlukan untuk mengetahui kesehatan pekerja.
8.
Pencegahan hama penyakit Ruang produksi, gudang dan ruang lain di Pabrik PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” kemungkinan belum bebas dari hama pabrik seperti tikus, serangga dan lain-lain. Hal ini
128
dikarenakan belum adanya penerapan standar prosedur sanitasi untuk pemberantasan hama di lingkungan pabrik. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan SSOP secara ringkas di perusahaan PT Pintu Besar Selatan dapat dilihat pada Tabel 31, sedang hal-hal yang perlu dimonitor, tindakan koreksi dan rekaman SSOP dapat dilihat pada Tabel 32. SSOP ini akan memberikan manfaat bagi unit usaha perusahaan PT Pintu Besar Selatan dalam menjamin sistem keamanan produksi pangannya, antara lain : (a) Memberi jadwal pada prosedur sanitasi, (b) Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan, (c) Menjamin setiap personil mengerti sanitasi, (d) Memberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil, (e) Mendorong perencanaan
yang
menjamin
dilakukan
koreksi
bila
diperlukan,
(f)
Mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah, dan (g) Membawa peningkatan praktek sanitasi dan kondisi yang saniter di unit usaha.
129
No 1
2
Tabel 31 Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di Perusahaan PBS Kunci Tindakan Rekaman Persyaratan Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Koreksi Sanitasi Keamanan air
Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
• Air yang digunakan pada proses produksi terbagi menjadi dua, yaitu air bersih yang digunakan pada pencucian alat-alat produksi dan air minum untuk produksi;
• Semua peralatan yang kontak dengan makanan/produk akhir terbuat dari bahan yang bersifat inert (stainless steel). Hal ini bertujuan untuk mencegah cemaran fisik dari korosi logam peralatan produksi; • Proses pembersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan terdiri dari pembersihan clean in place (CIP) dan pembersihan untuk kemasan yang digunakan untuk produk akhir; • Penggunaan seragam produksi dipakai setiap hari dan diganti seminggu dua kali dan dijaga kebersihannya oleh masing-masing karyawan; Perusahaan menyediakan sarung tangan dan penutup mulut di bagian kemasan primer; • Pembersihan peralatan produksi yang digunakan sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan, yang meliputi : penyemprotan air biasa pada seluruh permukaan yang kontak dan bersihkan sampai kotorannya hilang, gosok permukaan alat dengan larutan Duboa 1%, semprotkan air panas ke permukaan alat dan kemudian keringkan;
• Bila air diproses keperluan produksi memenuhi standar maka dilakukan ulang
yang untuk belum mutu, akan proses
• Agar kegiatan sanitasi berjalan efektif, maka berhentikan/stop operasi dan bersihkan serta disanitasi • Bila perlu karyawan diistirahatkan
• Hasil pemeriksaan mutu air untuk produksi disimpan di bagian QC dan teknik • Hasil pengujian mutu air untuk produksi eksternal disimpan di bagian QC • Monitoring hasil sanitasi permukaan disimpan di bagian QC • Monitoring terhadap karyawan disimpan di bagian QC
130
Tabel 31 Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di Perusahaan PBS (Lanjutan) No
Kunci Persyaratan Sanitasi
3
Pencegahan Kontaminasi Silang
4
Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi Toilet
dan
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Tindakan Koreksi
Rekaman
• Pencegahan kontaminasi silang dilakukan mulai dari bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan yang baru masuk sampai penyimpanan produk akhir. Bahan baku dan bahan pembantu yang berada di ruang gudang penyimpanan kondisi kemasannya ada yang bersih, kotor dan berdebu; • Pencegahan kontaminasi silang pada saat produksi dilakukan dengan cara pemeriksaan bagian dalam alat produksi sebelum digunakan untuk proses produksi sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan; • Bagian dalam alat produksi harus bebas dari kotoran dan cemaran fisik agar tidak mengkontaminasi produk akhir pada saat proses produksi; • Setelah dikemas primer dengan plastik jenis PET dan botol kaca dan kemasan sekunder kotak karton harus ditutup dan disegel (discal) dengan rapat untuk mencegah kontaminasi dari cemaran fisik, mikroba dan zat lain; • Selama proses produksi, personil harus bekerja sesuai dengan prosedur GMP menggunakan seragam dan sepatu yang sesuai dengan GMP, penggunaan sarung tangan dan tutup mulut/kepala; • Pemeliharaan fasilitas sanitasi terdiri dari kegiatan sanitasi di ruang produksi, gudang penyimpanan, ruang karantina dan ruang MCK. Kegiatan sanitasi di ruang produksi secara umum dilakukan dua minggu sekali pada saat hari libur kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, membersihkan bagian luar alat produksi, tangki penampungan, dan bagian dinding yang dapat dijangkau; kegiatan sanitasi rutin di ruang produksi dilakukan oleh personil produksi, sedang kegiatan sanitasi bulanan dilakukan oleh personil QC dan maintenance. • Kegiatan sanitasi di ruang gudang dan karantina dilakukan satu minggu sekali. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, dinding, pallet penyimpanan bahan baku dan produk akhir, dan pintu. Pembersihan lantai ruang produksi dan gudang menggunakan sabun deterjen untuk lantai, yaitu Drathon 10 dengan dosis 660 ml per 3400 ml air. • Kegiatan sanitasi di ruang MCK dilakukan setiap hari kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan toilet, kamar mandi, dan tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan terdiri dari air yang mengalir, tetapi kadang-kadang tidak ada sabun cair dan lap pengering.
• Bila ada masalah produksi, stop produksi dan tahan produk yang dihasilkan • Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP; • Evaluasi keamanan produk yang dihasilkan
• Hasil pemeriksaan dan monitoring pembersihan disimpan di bagian QC; • Hasil pemeriksaan dan monitoring karyawan disimpan di bagian QC
• Cek fasilitas cuci tangan dan toilet dan inspeksi di lapangan dan bila ada kerusakan segera diperbaiki • Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP • Evaluasi keamanan produk yang dihasilkan
• Hasil pemeriksaan dan monitoring program sanitasi disimpan di bagian QC; • Hasil pemeriksaan dan monitoring karyawan disimpan di bagian QC
131
Tabel 31 Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di Perusahaan PBS (Lanjutan) No
Kunci Persyaratan Sanitasi
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Tindakan Koreksi
Rekaman
• Bila ada bahan pengkontaminan, hilangkan bahan tersebut dari permukaan • Menghindarkan lingkungan ruang produksi dari adanya genangan air; • Memindahkan bahan toksik tidak berlabel dengan benar. • Bila ada/terjadi pelabelan yang salah, produksi dihentikan, pisahkan produk yang salah; • Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP
• Catatan hasil pemeriksaan dan monitoring penggunaan bahan kimia disimpan di bagian QC; • Catatan tindakan koreksi dari pemeriksaan dan evaluasi disimpan di bagian QC
5
Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
• Bahan-bahan non pangan atau bahan-bahan kimia yang digunakan selama pengolahan seperti larutan klorin pekat, deterjen/sabun cair, larutan Dharton, larutan Duboa 1% dan pelumas disimpan di gudang penyimpanan khusus di luar area pengolahan dan penggunaannya harus sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan. • Wadah larutan kimia di dalam area pengolahan ditempatkan di pojok ruangan yang jauh dari produk dan pekerja; jika terjadi kontaminasi bahan non pangan/kimia seperti sabun, maka pekerja wajib melaporkannya kepada supervisor. Supervisor akan meneruskan informasi kepada kepala bagian produksi dan produk akan disingkirkan/dipisah; • Senyawa toksik disimpan dalam wadah berlabel yang juga disertai dengan tanggal penerimaan produk.
6
Pelabelan, penyimpangan dan penggunaan bahan toksin yang benar
• Setiap kemasan yang berisi produk akhir harus mempunyai label yang memberikan informasi mengenai karakteristik dari produk akhir yang dikemas; Informasi label terdiri atas : nama produk, bobot netto, kode produksi, kadaluarsa, dan cara penggunaan produk; • Penyimpanan produk akhir sirup markisa diletakkan terpisah dengan bahan baku utama, bahan pembantu lain, bahan tambahan pangan dan produk yang cacat; sedang penyimpanan bahan yang sensitif terhadap suhu disimpan di ruang sensitive room; • Sistem yang digunakan dalam penyimpanan adalah prinsip FIFO (First In First Out), yaitu produk akhir yang production date atau lotnya lebih lama dikeluarkan terlebih dahulu dibandingkan lot yang baru; • Semua kegiatan pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan kimia/toksik menggunakan SOP dan IK yang sudah ditetapkan perusahaan.
• Hasil pemeriksaan dan monitoring kegiatan pelabelan dan penyimpanan disimpan di bagian QC; • Hasil pemeriksaan dan monitoring penggunaan bahan kimia disimpan di bagian QC;
132
Tabel 31 Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di Perusahaan PBS (Lanjutan) No
Kunci Persyaratan Sanitasi
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Tindakan Koreksi
Rekaman
• Bila ada karyawan yang terkena penyakit diistirahatkan dan tidak diperkenankan ke ruang produksi; • Lakukan pemantauan karyawan dengan lebih ketat. • Perusahaan perlu menetapkan program pest control; • Perlu dibuat denah penempatan program pest control di seluruh pabrik
• Catatan hasil pemeriksaan dan monitoring terhadap karyawan yang menderita sakit disimpan di bagian HRD • Hasil pemeriksaan dan monitoring kegiatan pest control disimpan di bagian QC; • Hasil tindakan koreksi pemeriksaan dan monitoring pest control disimpan di bagian QC.
7
Pengawasan kondisi kesehatan personil
• Kontrol kondisi kesehatan karyawan/personil terutama di bagian produksi kurang dimanfaatkan/diperhatikan oleh karyawan yang bersangkutan, meskipun perusahaan telah menyediakan fasilitas klinik dan dokter serta perawatan kesehatan; • Pengawasan kesehatan karyawan di perusahaan perlu lebih diintensifkan meskipun perusahaan telah mempunyai SOP dan IK (Instruksi Kerja) yang sudah ditetapkan perusahaan; • Efektifitas pemantauan kesehatan karyawan sebaiknya perlu dikaji ulang oleh pihak perusahaan atau manajemen, sehingga diperlukan adanya aksi tindak koreksi yang tepat.
8
Menghilangkan pest dari unit pengolahan
• Hama yang terdapat di kawasan PT Pintu Besar Selatan terdiri dari serangga (lalat, kecoa, labalaba, nyamuk dan lain-lain), burung dan tikus. Penanganan hama serangga seperti lalat, nyamuk dan serangga lain dilakukan dengan memasang insecta trap. Lampu insecta trap diletakkan di luar ruang produksi/gudang dan dikontrol setiap satu bulan sekali. • Di ruang produksi dipasang lem perangkap lalat. Lem perangkat lalat juga dipasang di dekat pintu masuk ruang produksi. Adanya lalat atau serangga di dalam ruang produksi dikontrol oleh personil produksi sebelum aktifitas produksi. • Pencegahan binatang lain seperti burung dilakukan dengan cara memasang kawat kassa di ventilasi ruangan atau pintu trap plastik pada pintu ruang gudang, dan ruang produksi.
133
Tabel 32 Pemantauan Pada Program Sanitation Standard Operating Procedure (SOP) di Perusahaan PBS No
Kunci Persyaratan Sanitasi
Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP Apa
Dimana
Bagaimana
Kapan
Siapa
Tindakan Koreksi
Rekaman
1
Keamanan air
• Kualitas air
• Unit treatment air • Outlet
• Cek kualitas air
• Sebelum operasi
• Bagian QC • Operator water treatment
• Bila belum memenuhi standar, lakukan proses ulang
• Monitoring kualitas air
2
Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
• Permukaan harus bersih • Permukaan disanitasi • Sarung tangan dan pakaian harus bersih • Kebiasaan karyawan
• Line produksi
• Inspeksi visual
secara
• Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
• Bagian QC
• Stop operasi, dibersihkan dan disanitasi
• Karyawan
• Inspeksi terhadap karyawan
• Bagian QC
• Istirahatkan karyawan
• Line produksi • Karyawan • Toilet dan wastafel • Gudang penyimpanan
• Cek bahan konsentrasi sanitaiser • Cek fasilitas pencuci tangan dan toilet • Inspeksi di lapangan • Inspeksi karyawan
• Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam • Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
• Bagian QC • Superviso produksi
• Tempat cuci tangan • Tempat toilet • Bagian sanitasi
• Cek fasilitas pencuci tangan dan toilet • Inspeksi ke lapangan • Cek bahan konsentrasi sanitaiser
• Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan • Peringatkan dan latih kembali karyawan • Evaluasi keamanan produk, untuk didisposisi, direproses atau dimusnahkan • Perbaiki dan laporkan bila ada kerusakan
• Monitoring permukaan yang kontak dengan pangan • Monitoring terhadap karyawan • Monitoring karyawan • Monitoring pembersihan • Monitoring tata letak produk dalam ruangan
3
Pencegahan kontaminasi
• Desain ruang untuk bahan baku dan produk jadi
4
Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet
• Fasilitas cuci tangan • Fasilitas toilet • Fasilitas sanitasi
• Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam
• Petugas kebersihan
• Sebelum dan setiap sekali • Sebelum dan setiap sekali
• Bagian QC
operasi 4 jam operasi 4 jam
• Peringatkan pelaksana dan latih kembali
• Monitoring harian sanitasi • Tindakan koreksi yang dilakukan
134
Tabel 32 Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SOP) di Perusahaan PBS (Lanjutan) No 5
Kunci Persyaratan Sanitasi Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP Apa
Dimana
• Bahan yang berpotensi untuk mengkontaminasi
Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar
• Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan
7
Pengawasan kondisi kesehatan personil
8
Menghilangkan pest dari unit pengolahan
6
• Produk pangan • Bahan pengemas • Permukaan yang kontak langsung dengan pangan • Tempat/ruang penyimpanan
Bagaimana • Cek bahan dan akses personil/karyawan • Inspeksi secara visual • Cek pelabelan
• Tempat penerapan/ aplikasi
• Cek aplikasinya
• Karyawan dengan tanda-tanda penyakit/luka
• Karyawan yang masuk ruang kerja • Pada saat sedang bekerja
• Pest di produksi gudang
• Seluruh ruangan produksi dan lingkungan pabrik
ruang dan
Kapan • Sebelum dan setiap sekali • Sebelum dan setiap sekali • Satu kali hari
Siapa
operasi 3 jam operasi 4 jam setiap
• Bagian QC • Dibantu oleh bagian produksi • Bagian QC
• Satu kali per hari
• Bagian QC
• Dilakukan inspeksi terhadap karyawan/ pelaksana
• Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
• Bagian QC • Supervisor produksi
• Cek dan inspeksi ke lapang
• Dua hari
• Bagian QC dibantu bagian produksi
cara
kali
setiap
Tindakan Koreksi • Hilangkan bahan kontaminan dari permukaan • Hindari adanya genangan air di dalam ruang produksi • Pindahkan bahan toksin tidak berlabel dengan benar • Peringatkan karyawan dan latih kembali • Stop produksi, dan recall produk yang terkena • Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan
• Tetapkan program pest control dengan baik • Terapkan tempat/ denah penempatannya
Rekaman • Monitoring/ pemantauan • Tindakan koreksi • Monitoring/ pemantauan • Tindakan koreksi
• Monitoring kesehatan karyawan • Tindakan koreksi • Monitoring pest control • Tindakan koreksi yang dilakukan
135
Bagan Alir Proses Bagan alir proses merupakan sebuah diagram yang menggambarkan tahaptahap operasional dalam pengerjaan sebuah produk atau produk lainnya dalam suatu proses pengolahan. Pada umumnya proses pembuatan sirup markisa di PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” sama saja, yang membedakannya hanya pada bahan pengawet yang digunakan, dosis dan takarannya. Prinsip HACCP Tim HACCP harus menerapkan tujuh prinsip HACCP yang menjadi persyaratan utama HACCP. Ketujuh prinsip tersebut, yaitu identifikasi bahaya dan penetapan resiko, penetapan titik kendali kritis (Critical Control Point/CCP), penetapan
batas
kritis,
pemantauan
CCP,
tindakan
koreksi
terhadap
penyimpangan, verifikasi dan dokumentasi. 1.
Identifikasi bahaya dan penetapan resiko Mengidentifikasi bahaya-bahaya potensial yang mungkin timbul yang berhubungan dengan produksi makanan dan cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya pada setiap tahap mulai dari penerimaan, penanganan bahan baku, proses produksi, produk akhir hingga distribusi. Analisa bahaya yang ditemukan di Pabrik PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” adalah kemungkinan bahaya fiisk,kimia dan biologi dimana kemungkinan bahaya tersebut dapat timbul di hampir semua tahapan kecuali tahap distribusi. Tabel identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di Pabrik sari buah dan konsentrat markisa dapat dilihat pada Lampiran 9.
2.
Penetepan titik kendali kritis (Critical Control Point/CCP) Menetapkan titik, prosedur atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya. Yang dimaksud dengan tahap adalah setiap langkah dalam produksi makanan dan atau pengolahan termasuk bahan mentah, penanganan, produksi, transportasi, formulasi, pengolahan, penyimpanan dan lain-lain.
136
Pada proses pengolahan buah markisa menjadi sirup di pabrik sirup markisa diidentifikasikan beberapa titik kendali kritis (CCP), yaitu pada peralatan mesin dan alat, tahap penerimaan bahan baku dan sortasi buah markisa, proses penambahan bahan ptambahan dan pembotolan. Tabel penetapan titik kendali kritis (Critical Control Point/CCP) di pabrik sirup markisa dapat dilihat pada Lampiran 10. 3.
Penetapan batas kritis Menetapkan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis dari keseluruhan CCP yang teridentifikasi dapat dilihat pada Lampiran 10.
4.
Pemantauan / Monitoring CCP Pemantauan/monitoring CCP dilakukan dengan menetapkan sistem atau prosedur untuk memantau pengendalian CCP dan batas kritis termasuk pengamatan, pengukuran, pengujian dan pencatatan secara terjadwal. Pemantauan/monitoring dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 11.
5.
Tindakan koreksi terhadap penyimpangan Menetapkan tindakan koreksi atau perbaikan yang harus dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan terjadinya penyimpangan pada CCP dan batas kritis. Tindakan koreksi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.
6.
Penetapan verifikasi Menetapkan prosedur pemeriksaan termasuk pengujian dan prosedur tambahan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah dilaksanakan dan bekerja secara efektif. Penetapan verifikasi diatas dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 11.
7.
Catatan dan dokumentasi Menyusun dokumentasi yang mencakup semua prosedur dan catatan yang tepat mengenai prinsip dan penerapan HACCP untuk mengarsipkan HACCP. Catatan dan dokumentasi tersebut dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 11.
137
Penanganan Konsumen Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menangani keluhan-keluhan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, organisasi harus menetapkan metode untuk mengidentifikasi, menempatkan dan menarik kembali produk yang mengalami kerusakan atau menyalahi standar yang telah ditetapkan. Prosedur Produk Recall Untuk menjaga kepuasaan pelanggan dan menghindari konsumen dan mengkonsumsi produk yang tidak aman, maka perusahaan mempunyai kebijakan untuk melakukan penarikan produk (product recall). Informasi yang menjadi alasan untuk melakukan penarikan produk terutama adalah keluhan atau komplain dai pelanggan dan adanya kesalahan bahan baku atau proses produksi. Produk yang telah ditarik selanjutnya akan dikumpulkan pada tempat yang terpisah yang telah ditentukan. Informasi dan data penarikan produk akan didokumentasikan dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang akan dilakukan dengan adanya penarikan produk antara lain sebagai berikut : a. Menyelidiki penyebab masalah dan menyusun tindakan koreksi agar tidak terulang kembali. b. Penanganan terhadap produk yang ditarik. c. Penghentian proses produksi sampai diperoleh hasil perbaikan yang memenuhi persyaratan konsumen. Pelaksanaan penarikan produk tersebut dilakukan dibawah tanggung jawab Manajer. Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen Perusahaan harus menjamin bahwa semua dokumen dan data yang terkait dengan HACCP Plan telah mempunyai identitas, ditinjau dan disahkan untuk menjamin kemutahirannya. Setiap perubahan terhadap dokumen harus diperiksa dan disetuji oleh manajemen atau wakil manajemen yang ditunjuk dan dilaporkan pada
Tim
HACCP
agar
dapat
didokumentasikan.
Kegiatan
perubahan/revisi/amandemen dokumen tersebut berada di bawah tanggung jawab sekretaris Tim HACCP.
STRATEGI PENINGKATAN MUTU SIRUP MARKISA Faktor-Faktor Lingkungan Internal Faktor-faktor lingkungan internal pada industri sirup markisa diperoleh berdasarkan wawancara yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung ke lokasi penelitian. PT Pintu Besar Selatan mempunyai kontrol langsung terhadap faktor-faktor internal dan perusahaan dapat memanfaatkan faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan guna meningkatkan keuntungan serta mengatasi kelemahan agar tidak merugikan bagi perusahaan. Faktor-faktor ini dilihat dari berbagai aspek internal, yaitu pemasaran, produksi dan operasi, keuangan dan sumberdaya manusia. Adapun faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 33 di bawah ini : Tabel 33 Faktor-Faktor Lingkungan Internal No 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6
Faktor-Faktor Lingkungan Internal Kekuatan Alat angkut pemasaran milik sendiri Lokasi usaha yang strategis Pengiriman produk tepat waktu Kegiatan promosi produk melalui pameran Sistem operasi dan produksi yang baku Terjaminnya ketersediaan bahan baku Penanganan bahan baku yang baik Harga yang bersaing Kelemahan Merek produk belum begitu dikenal Teknologi produksi masih sederhana Tenaga penjual yang terbatas Mutu produk yang belum memuaskan Keterbatasan dalam pendanaan Sistem sanitasi yang belum berjalan dengan baik
Bobot 0.0653 0.0715 0.0800 0.1011 0.1950 0.1674 0.2487 0.0710 0.1287 0.0909 0.0650 0.2133 0.1377 0.3644
Berdasarkan tabel terlihat bahwa terdapat 14 faktor lingkungan internal yang terdiri dari delapan faktor yang menjadi kekuatan dan enam faktor yang menjadi kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki perusahaan merupakan faktor yang bisa merugikan aktivitas perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah penanganan bahan baku yang baik (0.2487), sistem operasi dan produksi yang baku (0.1950) dan terjaminnya ketersediaan
139
bahan baku (0.1674), sedangkan untuk faktor kelemahan adalah sistem sanitasi yang belum berjalan dengan baik (0.3644), mutu produk yang belum memuaskan (0.2133) dan keterbatasan dalam pendanaan ( 0.1377). Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Faktor-faktor lingkungan eksternal dikaji dari berbagai aspek eksternal yang ada, seperti ekonomi, sosial, teknologi, politik, konsumen, pesaing dan pemasok. Berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh 13 faktor eksternal yang terdiri tujuh faktor menjadi peluang dan enam faktor menjadi ancaman. Peluang merupakan suatu kondisi yang berada diluar perusahaan yang dapat dimanfaatkan perusahaan dengan sebaik-baiknya untuk menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan ancaman merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang harus dihindari perusahaan karena secara langsung ataupun tidak langsung dapat merugikan perusahaan. Perusahaan tidak mempunyai kontrol langsung terhadap faktor-faktor eksternal ini, oleh karena itu perusahaan harus bisa memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman yang ada. Adapun faktorfaktor lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 34 di bawah ini : Tabel 34 Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal No 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6
Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Peluang Ketersediaan kredit bagi IKM Peningkatan pola hidup sehat Kebijakan tentang pengembangan IKM Perkembangan teknologi Jumlah penduduk Indonesia yang besar Peningkatan tingkat pendidikan Tersedianya pemasok bahan baku di beberapa lokasi Ancaman Kondisi perekonomian Indonesia Kebijakan tentang perdagangan Loyalitas konsumen terhadap merek tertentu Keberadaan perusahaan sejenis Adanya substitusi produk yang sejenis Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi
Bobot 0.2049 0.2264 0.1925 0.0796 0.0437 0.0369 0.2165 0.1070 0.0390 0.3243 0.2056 0.2032 0.1209
140
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa terdapat tiga faktor peluang utama yaitu peningkatan pola hidup sehat (0.2264), tersedianya pemasok bahan baku di berbagai lokasi (0.2165) dan ketersediaan bagi kredit IKM (0.2049), sedangkan tiga faktor ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan adalah loyalitas konsumen terhadap merek tertentu (0.3243), keberadaan perusahaan sejenis (0.2056) dan adanya substitusi produk yang sejenis (0.2032). Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks IFE dan EFE merupakan alat analisa yang menggunakan faktorfaktor lingkungan internal dan faktor-faktor lingkungan eksternal yang dimiliki perusahaan untuk menentukan total nilai posisi internal dan total nilai posisi eksternal. Nilai posisi internal dan nilai posisi eksternal tersebut dapat menentukan posisi suatu perusahaan. Posisi perusahaan dapat berada pada kuadran I memiliki peluang dan kekuatan, kuadran II menghadapi berbagai ancaman tapi masih memiliki kekuatan internal, kuadran III menghadapi peluang yang besar tapi memiliki beberapa kelemahan dan kuadran IV menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) dapat terlihat pada Tabel 35 di bawah ini :
141
Tabel 35 Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) No A 1 2 3 4 5 6 7 8 B 1 2 3 4 5 6
A 1 2 3 4 5 6 7 B 1 2 3 4 5 6
Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal Kekuatan Alat angkut pemasaran milik sendiri Lokasi usaha yang strategis Pengiriman produk tepat waktu Kegiatan promosi produk melalui pameran Sistem operasi dan produksi yang baku Terjaminnya ketersediaan bahan baku Penanganan bahan baku yang baik Harga yang bersaing Total nilai faktor kekuatan Kelemahan Merek produk yang belum terkenal Teknologi produksi masih sederhana Tenaga penjual yang terbatas Kualitas produk yang belum memuaskan Keterbatasan dalam pendanaan Sistem sanitasi yang belum berjalan baik Total nilai faktor kelemahan Nilai Posisi Internal Peluang Ketersediaan kredit bagi IKM Kesadaran akan pola hidup sehat Kebijakan tentang pengembangan IKM Perkembangan teknologi Jumlah penduduk Indonesia yang besar Peningkatan tingkat pendidikan Tersedianya pemasok bahan baku diberbagai lokasi Total nilai faktor peluang Ancaman Kondisi perekonomian Indonesia Kebijakan tentang perdagangan Loyalitas konsumen terhadap merek tertentu Keberadaan perusahaan sejenis Adanya produk substitusi Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi Total nilai faktor ancaman Nilai Posisi Eksternal
Bobot
Rating
Nilai
0.0653 0.0715 0.0800 0.1011 0.1950 0.1674 0.2487 0.0710
3 3 3 4 4 4 4 3
0.1959 0.2145 0.2400 0.4044 0.7800 0.6695 0.9948 0.2130 3.4976
0.1287 0.0909 0.0650 0.2133 0.1377 0.3644
2 1 2 2 2 2
0.2574 0.0909 0.1300 0.4266 0.2754 0.7288 1.9909 1.5067
0.2165 0.2264 0.1925 0.0796 0.0437 0.0369 0.2049
4 4 3 3 2 2 4
0.8660 0.9056 0.5775 0.2388 0.0874 0.0738 0.8196 3.5687
0.1070 0.0390 0.3243 0.2056 0.2032 0.1209
2 1 3 4 2 3
0.2140 0.0390 0.9729 0.8224 0.4064 0.3627 2.8174 0.7513
Berdasarkan Tabel 35 terlihat bahwa total nilai kekuatan yang diperoleh sebesar 3.4976 dan total nilai kelemahan 1.9909. Hal ini memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar daripada kelemahan internal perusahaan, sedangkan hasil evaluasi faktor eksternal memperlihatkan bahwa total nilai
142
peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebesar 3.5687 dan total nilai ancaman sebesar 2.8174. Hal ini memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki peluang yang besar dibandingkan ancaman yang dihadapinya. Adapun hasil evaluasi faktor internal dan evaluasi faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 35. Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa posisi perusahaan berada pada kuadran I, dimana nilai posisi internal (total nilai kekuatan-kelemahan) adalah 1.5067 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluangancaman) adalah 0.7513. Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 26 di bawah ini :
Berbagai Peluang Kuadran I Kuadran III
Posisi Perusahaan (1.5067 ; 0.7513)
Kelemahan
Kekuatan
Internal Internal
Kuadran IV
Kuadran II
Berbagai Ancaman Gambar 26 Posisi Perusahaan Pintu Besar Selatan. Gambar 26 memperlihatkan bahwa posisi perusahaan berada pada petumbuhan yang agresif (growth oriented strategy) di kuadran I. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berada pada situasi yang sangat menguntungkan, dimana perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memenfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan petumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).
143
Perumusan Alternatif Strategi dan Struktur Hirarki Strategi Peningkatan Mutu Sirup Markisa Analisa terhadap lingkungan perusahaan memperlihatkan bahwa perusahaan dalam menjalan berbagai aktivitas perusahaan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan internal seperti pemasaran, keuangan, produksi dan operasi serta SDM. Perusahaan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan eksternal seperti kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah dan teknologi. Faktor-faktor lingkungan tersebut sangat erat kaitannya dengan aktor atau lembaga yang terkait dengan faktor tersebut, seperti pemasok, distributor, lembaga keuangan, pemerintah, pesaing atau industri produk substitusi dan konsumen atau pengguna produk sari buah dan konsentrat markisa. Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi perusahaan Pintu Besar Selatan berada pada kuadran I, posisi perusahaan ini mendukung untuk strategi agresif misalnya dengan melakukan ekspansi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Ekspansi secara horizontal dapat dilakukan perusahaan dengan memperluas jaringan distribusinya, sedangkan ekspansi secara vertikal dapat dilakukan dengan memiliki pemasok atau melakukan kontrak kerjasama dengan pemasok bahan baku. Strategi agresif jika diaplikasikan dalam matriks TOWS adalah strategi S-O, dimana perusahaan menciptkan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Jika posisi perusahaan bergeser, maka perusahaan harus menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun perumusan alternatif strategi dengan menggunakan matriks TOWS dapat dilihat pada Gambar 27 di bawah ini :
144
INTERNAL
EKSTERNAL
PELUANG (O) 1. Ketersediaan kredit bagi IKM 2. Peningkatan pola hidup sehat 3. Kebijakan tentang pengembangan IKM 4. Perkembangan teknologi 5. Jumlah penduduk Indonesia yang besar 6. Peningkatan tingkat pendidikan 7. Tersedianya pemasok bahan baku dibeberapa lokasi ANCAMAN (T) 1. Kondisi perekonomian Indonesia 2. Kebijakan tentang perdagangan 3. Loyalitas konsumen terhadap merek tertentu 4. Keberadaan industri yang sejenis 5. Adanya substitusi produk yang sejenis 6. Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi
KEKUATAN (S) 1. Alat angkut pemasaran milik sendiri 2. Lokasi usaha yang strategis 3. Pengiriman produk tepat waktu 4. Kegiatan promosi produk melalui pemasaran 5. Sistem operasi dan produksi yang baku 6. Terjaminnya ketersediaan bahan baku 7. Penanganan bahan baku yang baik 8. Harga yang bersaing SRATEGI S-O 1. Memperluas jarngan distribusi produk (S1-8 & O1-7) 2. Meningkatkan kualitas produk (S5,7) 3. Meningkatkan teknologi produksi yang digunakan (S5 & O4,6) 4. Membangun kemitraan dengan pemasok (S2 & O7)
STRATEGI S-T 1. Membuat diferensiasi produk melalui merek, karakteristik khusus dan pelayanan pelanggan (S1-3,6 & T1-6) 2. Membuat variasi produk (S6 & T1-5) 3. Meningkat kualitas produk (S6 & T2-6) 4. Meningkatkan kerjasama yang baik dengan distributor dan retail (S1-3 & T4,5)
KELEMAHAN (W) 1. Merek produk belum dikenal 2. Teknologi produksi masih sederhana 3. Tenaga penjual yang terbatas 4. Kualitas produk yang belum memuaskan 5. Keterbatasan dalam pendanaan 6. Sistem sanitasi yang belum berjalan dengan baik
STRATEGI W-O 1. Efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan produksi (W4,6 & O4,6,7) 2. Meningkatkan sumber pendanaan (W2,5 & O1,3) 3. Meningkatkan modal kerja untuk pembiayaan promosi produk (W1,5 & O1,2) 4. Meningkatkan teknologi produksi (W2,4 & O4) 5. Menambah tenaga penjual untuk pengembangan pasar (W1,6 & O2,5) STRATEGI W-T 1. Penerapan manajemen kualitas yang baik (W2,4 & T5,6) 2. Bermitra dengan masyarakat setempat dalam hal pendanaan dan tenaga kerja (W1-5 & T3-5) 3. Perencanaan produksi yang matang (W1,24,6 & T1,2,5,6) 4. Meningkatkan promosi produk (W4,5,6 & T2,,3,5)
Gambar 27 Matriks SWOT Perusahaan Pintu Besar Selatan.
145
Berdasarkan kondisi diatas dan analisis matriks SWOT, maka alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Penerapan GMP dan HACCP. 2. Meningkatkan kualitas produk. 3. Penerapan teknologi pengolahan yang tepat. 4. Membangun kemitraan dengan pemasok. 5. Pelatihan SDM proses pengolahan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Informasi mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap produk sirup markisa, dikaji dari berbagai atribut mutu produk, yaitu warna, kekentalan, keamanan pangan dan kemasan. Matriks HOQ memperlihatkan bahwa untuk meningkatkan mutu produk atribut, Mutu yang harus diperbaiki oleh Perusahaan PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga “Markisa Asli Famili” adalah nilai gizi, warna dan kemasan. 2. Perusahaan sirup markisa PT. Pintu Besar Selatan belum mendapatkan sertifikasi ISO 9001 : 2000 maupun sertifikasi HACCP, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menerapkan kedua sistem dengan melengkapi dan memperbaiki unsur-unsur yang terkandung dalam kedua sistem tersebut. Unsur yang perlu dilengkapi dan diperbaiki dalam sistem ISO 9001 : 2000 adalah komitmen manajemen, tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi; SDM; infrastruktur serta desain dan pengembangan. Unsur yang perlu dilengkapi dan diperbaiki dalam penerapan sistem HACCP adalah Personil dan Pelatihan, GMP dan SSOP. 3. Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan perusahaan PT. Pintu Besar Selatan secara berurutan adalah penanganan bahan baku yang baik (0.2487), sistem operasi dan produksi yang baku (0.1950), terjaminnya ketersediaan bahan baku (0.1674), kegiatan promosi produk melalui pameran (0.1011), pengiriman produk tepat waktu (0.0800), lokasi usaha yang strategis (0.0715), harga yang bersaing (0.0710) dan alat angkut pemasaran milik sendiri (0.0653), sedangkan yang menjadi kelemahan perusahaan adalah sistem sanitasi yang belum berjalan dengan baik (0.3644), kualitas produk yang belum memuaskan (0.2133), keterbatasan dalam pendanaan (0.1377), merek produk yang belum terkenal (0.1287), teknologi produksi masih sederhana (0.0909) dan tenaga penjual yang terbatas (0.0650).
147
4. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang perusahaan secara berurutan adalah kesadaran akan pola hidup sehat (0.2264), ketersediaan kredit bagi IKM (0.2165), tersedianya pemasok bahan baku diberbagai lokasi (0.2049), kebijakan tentang pengembangan IKM (0.1925), perkembangan teknologi (0.0796), jumlah penduduk Indonesia yang besar (0.0437) dan peningkatan tingkat pendidikan (0.0369). Sedangkan yang menjadi ancaman adalah loyalitas konsumen terhadap merek tertentu (0.3243), keberadaan perusahaan sejenis (0.2056), adanya substitusi (0.2032), tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi (0.1209), kondisi perekonomian Indonesia (0.1070) dan kebijakan tentang perdagangan (0.0390). 5. Alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh PT. Pintu Besar Selatan dalam meningkatkan mutu produknya saat ini adalah : (1) penerapan GMP dan HACCP, (2) meningkatkan kualitas produk, (3) penerapan teknologi pengolahan yang tepat, (4) membangun kemitraan dengan pemasok dan (5) pelatihan SDM proses pengolahan.
Saran Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan PT. Pintu Besar Selatan sebaiknya memperbaiki teknologi produksi seperti pengepakan dan pembotolan agar dapat meningkatkan mutu produk sirup markisa. 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Medan dan instansi terkait lainnya sebaiknya lebih menyebarluaskan informasi mengenai pelatihan, pameran dan pendanaan yang tersedia untuk industri sirup markisa agar setiap perusahaan dapat bersaing dengan produk sejenis maupun produk substitusi. 3. Guna menghadapi pasar yang semakin kompetitif untuk lima tahun ke depan terhadap produk yang sejenis dan isu keamanan pangan yang semakin kompleks serta bahaya keamanan pangannya harus mudah dilacak/ditelusuri, maka disarankan perlu dikaji pengharmonisasian sistem HACCP ke dalam sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 pada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan dan Industri Rumah Tangga Cap “Noerlen”.
DAFTAR PUSTAKA Ariani DW. 1999. Manajemen Kualitas. Universitas Atmajaya. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2007. Beberapa Indikator Penting Sosial-Ekonomi Indonesia. Edisi Juli 2006. Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2004. Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. Ben Embarek PK. 2004. Safe Food Supply and Global Health – WHO’s Perpective. Proceeding 4th Asian Conference on Food Safety and Nutrition Safety, March 2-5, 2004; Nusa Dua – Bali, Indonesia. Bernand DT dan Parkinson N.G. 1999. Prerequisite to HACCP. Didalam : Stevenson KE and Bernand DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : The Food Processors Institute, hlm 25 – 29. Bredahl ME, Norther JR and Boecker A. 2001. Consumer demand sparks the growth of quality assurance schemes in the European food sector. In Changing Structure of Global Food Consumption and Trade. USDA Workin Paper. Washington, DC : United State of Department of Agriculture (USDA). Buckle KA, R.A. Edwards GH. and Wooton M. 1985. Ilmu Pangan (terjemahan). UI-Press. Jakarta. [CAC] Codex Allimentarius Commission. 1997. Hazard Analysis and Critical Control System and Guidelines for Its Application. Alinorm 97/13 A. Rome : Codex Alimentarius Commission. [CAC] Codex Allimentarius Commission. 2003. Recommended International Code of Practice : General Principles of Food Hygiene. CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003. Rome : Codex Alimentarius Commission. Caswell JA, Bredahl ME and Hooker NH. 1998. How Quality Management Metasystems are Affecting the Food Industry. Review of Agricultural Economics, 20 (2) : 547-557. [CDC] Centre for Disease Control and Prevention. 2001. Update : Outbreaks of Foodborne Disease in United States. Morbidity – Mortality Weekly Report, 50 : 611-612.
149
Cliver DO. 1992. Overview of Biological, Chemical, and Physical Hazard. Didalam HACCP Principles and Applications, ed. by Pierson MD and Corlett DA Jr. New York : Chapman and Hall. Corlett DA. 1992. Overview of Biological, Chemical, and Physical Hazard. Didalam HACCP Principles and Applications, ed. by Pierson MD and Corlett DA Jr. New York : Chapman and Hall. David FR. 1995. Strategic Manegement . Fifth Edition. Prentice Hall International Inc. A Simon and Schuster Company Englewood Cliffs. New Jersey. David FR. 2002. Manajemen Strategi : Konsep. Sindoro A, penerjemah. PT Prenhallindo. Jakarta. Terjemahan dari : Concepts of Strategic Management. Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta : Departemen Kesehatan. Dewanti R. 2000. Diklat Quality Control Supervisor untuk HACCP Pada Industri Mie dan Biskuit. Deperindag, Jakarta. Dewanti R. 2005. Keracunan Pangan. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara. 2005. Buku Saku Statistik Pertanian 2000-2004. Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara. 2008. Buku Saku Statistik Pertanian 2002-2007. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM). 1996. Pedoman Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB). Jakarta : Ditjen POM, Departemen Kesehatan. Dwiari SR. 2008. Teknologi Pangan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional. European Committee for Standardization. 2004. Pelatihan Penerapan Metode HACCP. European Committee for Standardization-Implementing Agency for The Contract No. Asia/2003/069-236. Food Agriculture Organization. 2004. Fardiaz S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA. IPB. Bogor.
150
Fardiaz S. 1996. Proses Thermal Dalam Pengendalian Tahap pengolahan Kritis Untuk Menjamin Keamanan Pangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB, Bogor. Bogor : Fateta IPB. Fardiaz S. 1996. Pengenalan HACCP Pada Industri Pangan. Didalam Pelatihan Singkat Penerapan Cara Berproduksi Yang Baik dan HACCP, di Palembang, tanggal 10-11 Oktober 1996. Jakarta : Direktorat Jenderal Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Fardiaz S. 1983. Mempelajari Perubahan Kimia dan Mikrobiologi dalam Usaha peningkatan Daya Tahan Tahu Segar Selama Penyimpanan. Fateta-IPB. Bogor. FAO. 1994. The Use of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Principles in Food Control. The Report of an FAO Expert Technical Meeting. The UN. Canada. FDA. 1995. Sanitation, Sanitary Regulation and Voluntary Programs. Didalam G. Marriot, Norman (ed). Principles of Food Sanitation, hal 7. Third Edition Chapman and Hall. New York. Gaspersz V. 2001. Manajemen Kualitas, Penerapan Konsep-Konsep Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Girsang CI. 2007. Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Agro Lestari, Tbk [Tesis]. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fateta-IPB. Bogor. Goetsch D. L. Dan S. Davis. 1997. Introduction to Total Quality: Quality, Productivity, Competitiveness. Prentice-Hall International. New Jersey. Gombas DE, Stevenson KE and Bernard DT. 1999. Monitoring Critical Control Points (CCPs). Didalam : Stevenson KE and Bernard DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : The Food Processors Institute, hlm : 89-93. Hardiansyah. 2004. Mempelajari Aplikasi Teknologi Pangan dalam Pengembangan Sari Buah Markisa Ungu di PT. Fits Mandiri [skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta-IPB. Bogor. Hambali, E dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Pengemasan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Laboratorium
Hathaway S. 1999. Management of Food Safety in International Trade. Food Control 10 : 247-253.
151
Henson S, Holt G and Nothern J. 1999. Costs and Benefits of Implementing HACCP in UK Dairy Processing Sector. Food Control 10 : 99-106. [ICMSF] International Commission on Microbiological Safety of Foods. 1992. Overview of Biological, Chemical, and Physical Hazard. Didalam : HACCP Principles and Applications, ed. By Pierson MD and Corlett DA Jr. New York : Chapman and Hall. ISO.
2001. Quality http://www.iso.ch.
Management
System
ISO
9000:2000.
[online]
Jagtiani J. H. T. Chan Jr and W. S. Sakai 1998. Tropical Fruit Processing. Academic Press Inc. San Diego California. USA. Jamaran I, Arkeman Y, dan Fajarsari M. 2003. Formulasi Strategi Pemasaran Produk Komestika Tradisional melalui Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Perusahaan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol 13, November 2003. Jouve JL. 1994. HACCP as Applied in European Economic Community. Food Control 5 (3) : 181-186. Juran J. M. 1995. Kepemimpinan Mutu: Pedoman Peningkatan Mutu Untuk Meraih Keunggulan Kompetitif. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Kantor Menpangan (Kantor Menteri Negara Urusan Pangan). 1996. UndangUndang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta : Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura. 1999. Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta : Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura. Katsuyama AM and Jantschke M. 1999. Sanitation and Standard Operating Procedures. Didalam : Stevenson KE and Bernard DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : The Food Processors Institute, hlm : 31-37. Kolarik W. J. 1995. Creating Quality : Concepts, Systems, Strategies and Tools. McGraw Hill. Singapore. Marimin. 2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Mayes T. 1994. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Training. Food Control 5 (3) : 190-195. Mortimore S and Wallace C. 1995. HACCP : A Pratical Approach. London : Chapman and Hall.
152
Mortarjemi Y and Kaferstein F. 1999. Food Safety, Hazard Analysis and Critical Control Point and the Increase in Foodborne Diseases : A paradox?. Food Control 10 : 325-333. Mowen J. C. dan M. Minor. 1998. Customer Behaviour. Edisi Kelima. Prentice Hall. New Jersey Muliana, R.A. 1998. Manajemen Mutu pada Perusahaan Agribisnis Susu PT. Fajar Taurus : Analisis Manajemen Mutu Terpadu dengan Menggunakan Metode Proses Hirarki Analitik. Skripsi pada Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB, Bogor. Nakasone H. Y, R.E. Paull. 1999. Crop Production Science in Horticulture Tropical Fruit. CAB International. Nasution M. N. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Ghalia Indonesia. Jakarta. [NACMCF] National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods. 1995. Hazard Analysis and Critical Control Point System. Didalam Stevenson KE and Bernard DT, editor. Establishing Hazard Analysis Critical Control Point Programs : A Workshop Manual. Washington, DC : The Food Processors Institute, hlm : 2-1 – 2-25. [NACMCF] National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods. 1999. Hazard Analysis and Critical Control Point and Guidelines for Its Application, Appendix B. Didalam : Stevenson KE and Bernard DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : the Food Processors Institute, hlm : 127-132. [NACMCF] National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods. 1998. Hazard Analysis and Critical Control Point System and Guideliness for Its Application. J. Food Protect. 61 : 762-775. Nirang, S.G.M. 1997. Kajian Manajemen Mutu Susu Sapi Perah pada Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pengalengan, Dati II Kab. Bandung, Jawa Barat. Skripsi pada Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB, Bogor. Paine F.A. dan H.Y. Paine. 1992. Editor. A Handbook of Food Packaging. Second Edition. Blackie Academic & Professional. Chapman & Hall. London. Pruthi J.S and G. Lal. 1959. Chemical Composition of Passion Fruit. J. Sci Food Agr. Chapman & Hall. London. . Pusat Kajian Buah Tropis. 2005a. Manajemen Mutu. PKBT IPB (Institut Pertanian Bogor). Bogor. Tidak Untuk Dipublikasi.
153
Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian. 1994. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3544-1994 Sirup. Jakarta : Pusat Standarisasi Industri, Departemen Perindustrian. Rangkuti F. 2008. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia. Jakarta. Sheppard J, Kipps M and Thomsom J. 1990. Hygiene and Hazard Analysis in Food Service. Didalam Cooper, C editor. Progress in Tourism, Recreation and Hospitality Management. London : Belhaven Press, hlm : 192-226. SNI. 1998. Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. SNI 01-4852-1998. Stevenson KE. 1990. Implementing HACCP in Food Industry. Food Technol. 44 (5) : 179-182. Stevenson KE and Bernard DT. 1999. Organizing and Managing HACCP Program. Didalam : Stevenson KE and Bernard DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : the Food Processors Institute, hlm : 111-115. Subagyo P. 2000. Manajemen Operasi. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Sudibyo A. 2008. Penyiapan Kelayakan Persyaratan Dasar dan Penyusunan Rencana HACCP Untuk Produksi Mi Kering Pada PT Kuala Pangan Di Citeureup, Bogor [Tesis]. Magister Profesi Teknologi Pangan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. IPB-Bogor. Sudibyo A, Rahayu SE, Rohaman MM, Ridwan IN, Sirait SD, Aprianita N dan Sutrisniati D. 2001. Pengembangan dan Penerapan Sistem HACCP Pada Industri Pangan di Indonesia. Warta IHP vol. 18 No. 1-2 : 7-18. Sudibyo A dan Sumarsi. 2004. Penelitian Terhadap Kesadaran dan Tanggung Jawab Industri Pangan Skala Kecil Dalam Memproduksi Pangan Yang Aman dan Bermutu. Warta IHP Vol. 21 No. 1-2 : 41-45. Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara. Jakarta. Verheij dan R. E. Coronel. 1997. PROSEA : Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2. Buah-Buahan yang Dapat Dimakan. PT. Gramedia. Jakarta. Winarno FG. 1996. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno FG. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor : M-Brio Press.
154
Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid I. Bogor : M-Brio Press. Winarno FG dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor : M-Brio Press. Wisaniyasa dan Sudjatha. 2001. Pengantar Teknologi Pangan. Program Studi Teknologi pertanian. Universitas Udayana. Denpasar. Winarso B. 2004. Pola Produksi dan Usaha Pemasaran Komoditas Markisa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Woody JM, Gravani RB and Bernard DT. 1999. HACCP Training. Didalam Stevenson, KE and Bernard DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : the Food Processors Institute, hlm : 123-126. [WHO] World Health Organization. 1993. Guidelines fot the Application of Hazard Anaysis Critical Control Point (HACCP) System. Alinorm 95/13, appendix II. Rome : Codex Allimentarius Commission (CAC) – WHO. [WHO] World Health Organization. 1997. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guideliness for Its Application. In General Requirements (Food Hygiene) 2nd edition. Supplement Vol. I B. Rome : CAC – WHO, hlm : 33-54. World Health Organization. 2002. Fact Sheet 237 : Food Safety and Foodborne Illness. Geneva. Switzerland. (www.who.int/fsf). http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/markisa [23 Juni 2007]. http://www.hortikultura.go.id [9 Februari 2008]. http://www.seaedunet.seamolec.org [3 Februari 2009]. http://filestube.com [diakses 9 Agustus 2008]. http://teknofood blogspot.com [diakses 25 April 2007].
155
Lampiran 1. Struktur Organisasi Perusahaan PT. Pintu Besar Selatan Direktur Utama
General Manager
Manager Keuangan
Keuangan
Pembukuan
Manager Operasional
Manager pemasaran
Penjualan
Promosi
Kasir
Supir
SPG
Kolektor
Kernet
Salesman
Manager Produksi
Humas/SDM
Kabag Produksi
Kabag Gudang
Pengawas Produksi
Karyan Gudang
Karyawan/ti Produksi
Karyawan/ti
Sekretaris
156
Lampiran 2. Gabungan Pendapat Pakar untuk Atribut Kualitas Produk Atribut Kualitas Produk Aroma Nilai Gizi Kekentalan Keamanan Pangan Kemasan
Warna
Nilai Gizi
Kekentalan
1.0
2.11927 2.20818
Keamanan Pangan 3.22711 2.67183 2.4794
Kemasan 2.67183 2.37957 5.0 7.0
157
Lampiran 3. Perhitungan Interval Kelas Untuk Analisa QFD Nilai Indeks Maksimum adalah : Nilai indeks maksimum =
Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi
=
Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen Jumlah interval kelas
= 5 x 50
= 50
5
Nilai Indeks Minimum adalah : Nilai indeks maksimum =
Total nilai minimum Bobot jawaban tertinggi
= Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen Jumlah interval kelas = 1 x 50
= 10
5
Range dari Nilai Indeks Diatas adalah : Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum = 50 – 10
= 40
Panjang interval kelas adalah : Panjang interval kelas
=
Range Jumlah interval kelas
= 40
= 8
5
Berdasarkan data tersebut, maka interval kelas pada penelitian ini adalah : 10 – 18 = sangat tidak memuaskan > 18 – 26 = tidak memuaskan > 26 – 34 = cukup memuaskan > 34 – 42 = memuaskan > 42 – 50 = sangat memuaskan
158
Lampiran 4. Hasil Kuesioner Tingkat Kepuasan Konsumen Sirup Markisa terhadap Produk Perusahaan PBS No
Atribut-atribut Kualitas Produk
Sangat tidak puas 1 0 0 1 5
Tidak puas
Cukup puas
1 Keamanan pangan 7 10 2 Kekentalan 6 18 3 Nilai Gizi 8 27 4 Rasa 0 20 5 Kemasan 18 19 Ket : Total Nilai = (1 x 1) + (7 x 2) + (10 x 3) + (29 x 4) + (3 x 5) ⁄ Indeks = 176⁄50 35.20
Puas
Sangat puas
Jumlah
Total nilai
Indeks
Tingkat kepuasaan
29 24 15 23 7
3 2 0 6 1
50 50 50 50 50
176 172 157 183 131
35.20 34.40 31.40 36.60 26.20
4 4 3 4 3
= 176
Lampiran 5. Hasil Kuesioner Tingkat Kepuasan Konsumen Sirup Markisa terhadap Produk Perusahaan MJP No 1 2 3 4 5
Atribut-atribut Kualitas Produk Keamanan pangan Kekentalan Nilai Gizi Warna Kemasan
Sangat tidak puas 7 2 0 0 6
Tidak puas
Cukup puas
Puas
Sangat puas
Jumlah
Total nilai
Indeks
Tingkat kepuasaan
18 23 1 5 13
25 20 29 30 21
0 5 20 14 10
0 0 0 1 0
50 50 50 50 50
118 128 159 161 135
23.60 25.60 33.80 32.20 27.00
2 2 3 3 3
159
Lampiran 6. Hasil Kuesioner Tingkat Kepuasan Konsumen Sirup Markisa terhadap Produk Perusahaan TJP No 1 2 3 4 5
Atribut-atribut Kualitas Produk Keamanan pangan Kekentalan Nilai Gizi Warna Kemasan
Sangat tidak puas 0 2 0 1 9
Tidak puas
Cukup puas
Puas
Sangat puas
Jumlah
Total nilai
Indeks
Tingkat kepuasaan
0 8 3 5 12
13 11 32 27 25
31 28 15 17 4
6 1 0 0 0
50 50 50 50 50
193 168 162 160 124
38.60 33.60 32.40 32.00 24.80
4 4 3 3 3
Lampiran 7. Daftar Rasio Perbaikan, Bobot dan Persentase Bobot untuk Perusahaan MJP No
Atribut Kualitas Produk
Target Nilai
Skor Evaluasi
1 2 3 6 7
Keamanan Kekentalan Nilai Gizi Warna Kemasan Total
4 4 4 4 4
2 2 3 3 3 ⁄
Ket : %
100%
10.0000 25.9998
Tingkat Kepentingan 5 4 3 2 1
4⁄2 2 5 2 10 100
38.4618
Rasio Perbaikan 2.0000 2.0000 1.3333 1.3333 1.3333 7.9999
Bobot
%Bobot
10.0000 8.0000 3.9999 2.6666 1.3333 25.9998
38.4618 30.7694 15.3843 10.2562 5.1281 100.000
160
Lampiran 8. Daftar Rasio Perbaikan, Bobot dan Persentase Bobot untuk Perusahaan TJP No
Atribut Kualitas Produk
Target Nilai
Skor Evaluasi
1 2 3 4 5
Keamanan Kekentalan Nilai Gizi Warna Kemasan Total
4 4 4 4 4
4 4 3 3 3
Tingkat Kepentingan 5 4 3 2 1
Rasio Perbaikan 1.0000 1.0000 1.3333 1.3333 1.3333 5.9999
Bobot
%Bobot
5.0000 4.0000 3.9999 2.6666 1.3333 16.9998
29.4121 23.5296 23.5291 15.6860 7.8430 100.000
161
Lampiran 9. Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PT. Pintu Besar Selatan, Medan
1.
2.
Tahap Lingkungan (semua tahapan)
Peralatan dan Mesin
Bahaya Fisik : • Foreign bodies (tikus, serangga, burung) Kimia : Mikrobiologi : Fisik : Kimia : • Kontaminasi logam
Mikrobiologi : • Bakteri
Sumber Bahaya
PRINSIP 1 Probability
Severity
Sign
Tindakan Pencegahan
Lingkungan pabrik yang tidak bersih
M
M
S
SSOP dan melakukan proses pengendalian dan pemberantasan hama secara teratur dan hati-hati
Bahan dari peralatan yang telah korosi sehingga memungkinkan untuk teroksidasi
M
M
S
Pemeliharaan dan perawatan peralatan/mesin secara berkala dan peralatan yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan stainless steel atau epoksi
Peralatan yang tidak bersih
M
M
S
Prosedur dikontrol dengan SOP dan sebaiknya sebelum dan setelah proses pengolahan semua peralatan dan mesin dicuci dengan air panas dan dingin
162
Lampiran 9. Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PT. Pintu Besar Selatan, Medan (Lanjutan)
3.
4.
Tahap Karyawan/ Pekerja
Penerimaan bahan baku dan sortasi
Bahaya Fisik : • Rambut, kuku, pasir, tanah, puntung rokok Kimia : Mikrobiologi : • Kontaminasi penyakit menular Fisik : • Tanah, pasir, potongan daun, serangga dan kotoran lain • Buah mentah
Sumber Bahaya
Severity
Sign
Tindakan Pencegahan
Kontaminasi pekerja yang tidak memperhatikan kebersihan pada waktu bekerja
L
M
S
Pelatihan pekerja dan perlunya inspeksi pekerja pada saat bekerja
Pekerja yang sedang sakit
L
M
S
Kontrol kesehatan setiap karyawan secara berkala
Penanganan pemasok buah markisa yang tidak bersih pada saat panen di kebun
M
M
S
Perlu inspeksi dan pembinaan ke pemasok, dimana pemanenan buah markisa tidak diperkenankan memakai sapu
L
M
S
M
M
S
Sortasi dan tolak jika tidak memenuhi kriteria matang panen Pelatihan pemasok mengenai rotasi panen, terutama pada panen puncak
L
H
S
• Buah busuk
Buah yang terlalu cepat dipanen Buah yang terlalu lama dipanen
Kimia : • Residu pestisida
Penggunaan pestisida dalam penanggulangan hama tanaman
Mikrobiologi : -
PRINSIP 1 Probability
Analisis laboratorium dan pelatihan ke pemasok mengenai pemakaian bahan agrokimia
163
Lampiran 9. Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PT. Pintu Besar Selatan, Medan (Lanjutan)
5.
Tahap Pencucian
Bahaya Fisik : • Kotoran belum hilang dari bahan • Kontaminasi silang dari air Kimia : Residu pestisida
Sumber Bahaya
PRINSIP 1 Probability
Pencucian buah yang tidak bersih serta kondisi air yang kotor. Konsentrasi klorin kurang dari standar yang ditetapkan.
Severity
Sign
H
L
TS
H
L
TS
Tindakan Pencegahan Pengendalian kualitas air yang digunakan, jika menggunakan air sumur. Penambahan klorin sesuai standar
M
H
S Pencucian buah harus benar-benar bersih.
Pencucian buah yang tidak bersih.
Mikrobiologi : 6.
Pemotongan buah
Fisik : Kimia : Mikrobiologi : Kontaminasi silang dari mesin
Sanitasi mesin yang kurang baik
M
H
S
• Perawatan mesin dan peralatan secara berkala. • Pengendalian sanitasi mesin dan peralatan. • Pencucian sebelum dan sesudah proses pengolahan baik pada mesin dan peralatan.
164
Lampiran 9. Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PT. Pintu Besar Selatan, Medan (Lanjutan)
7.
8.
Tahap Pengepresan/ penyaringan
Pemanasan, penambahan BTM, gula dan air
Bahaya Fisik : Sari buah tidak terekstrak sempurna dan masih belum jernih Kimia : Mikrobiologi : Kontaminasi silang dari mesin Fisik : Kimia : • Natrium benzoat Mikrobiologi : • Bakteri
Sumber Bahaya
PRINSIP 1 Probability
Severity
Sign
Tindakan Pencegahan
Kondisi mesin yang kurang baik.
M
L
TS
Perawatan mesin dan peralatan secara berkala.
Sanitasi mesin yang kurang baik.
M
H
S
Pengontrolan sanitasi mesin dan peralatan sebelum dan sesudah proses pengolahan.
Penggunaan bahan tambahan makanan untuk memperpanjang masa simpan
H
M
S
Analisis laboratorium dan pelatihan ke perusahaan mengenai dampak dari bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan peraturan
H
L
TS
Bakteri yang suka pada larutan gula dan asam
Menjaga suhu pemasakan dan pencampuran bahan tambahan makanan
165
Lampiran 9. Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PT. Pintu Besar Selatan, Medan (Lanjutan)
9.
Tahap Pasteurisasi
Bahaya Fisik : Kimia : Mikrobiologi : Bakteri
Sumber Bahaya
•
11. Penyimpanan sari buah dan konsentrat markisa
Fisik : • Kontaminasi pekerja Kimia : Mikrobiologi : Fisik : • Pemisahan endapan sari buah dengan air Kimia : Mikrobiologi : -
Severity
Sign
Tindakan Pencegahan
• Perawatan mesin dan peralatan pasteurisasi secara berkala. • Pemeriksaan dan kontrol suhu dan lama pasteurisasi secara teratur.
Suhu pasteurisasi tidak standar Lama pasteurisasi tidak tepat.
H
M
S
H
M
S
Pekerja yang tidak higienis
H
M
S
Suhu penyimpanan dibawah standar prosedur yang ditetapkan
L
L
TS
• 10. Pengemasan/ pembotolan
PRINSIP 1 Probability
SOP dan SSOP
Menjaga suhu penyimpanan secara konstan
166
Lampiran 9. Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PT. Pintu Besar Selatan, Medan (Lanjutan) Tahap
12. Distribusi produk
Bahaya
Fisik : Kimia : Mikrobiologi : -
Sumber Bahaya
PRINSIP 1 Probability
Severity
Sign
Tindakan Pencegahan
167
Lampiran 10. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP) di PT. Pintu Besar Selatan PRINSIP 1 Tahap/Input Bahaya 1. Lingkungan (semua Fisik : tahapan) • Foreign bodies (tikus, serangga, burung) 2. Peralatan dan Mesin Kimia : • Kontaminasi logam Fisik : • Rambut, kuku, pasir, tanah dan puntung rokok Mikrobiologi : • Kontaminasi penyakit menular 4. Penerimaan bahan Fisik : baku dan sortasi buah • Tanah, pasir, potongan daun, serangga dan kotoran lain • Buah mentah • Buah busuk Kimia : • Residu pestisida 5. Pencucian Fisik : • Kotoran belum hilang dari bahan • Kontaminasi silang dari air Kimia : • Residu pestisida
P1
P2
P3
P4
CCP/CP
Ya
Ya
Tidak
Ya
CP
Ya
Ya
Tidak
Ya
CP
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak Tidak
Tidak Tidak
CP CP
Ya
Ya
CCP
Ya Ya
Ya Ya
Tidak Tidak
Ya Ya
CP CP
Ya
Ya
Tidak
Ya
CP
Ya
Ya
Tidak
Ya
CP
3. Karyawan/Pekerja
6. Pemotongan buah
Mikrobiologi : • Kontaminasi silang dari mesin
CP Ya
Ya
CP
168
Lampiran 10. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP) di PT. Pintu Besar Selatan (Lanjutan) PRINSIP 1 Tahap/Input 7. Pengepresan/ Penyaringan
Bahaya
Fisik : • Sari buah tidak terekstrak sempurna dan masih belum jernih Mikrobiologi : • Kontaminasi silang dari mesin 8. Pemasakan, Kimia : penambahan BTM, • Natrium benzoat gula dan air Mikrobiologi : • Bakteri 9. Pasteurisasi Mikrobiologi : • Bakteri 10.Pengemasan/ Fisik : Pembotolan • Kontaminasi pekerja 11.Penyimpanan sari Fisik : buah dan konsentrat • Perpisahan endapan sari buah dengan air markisa 12.Distribusi produk Fisik : • Perpisahan endapan
P1
P2
P3
P4
CCP/CP
Ya
Ya
Tidak
Ya
CP
Ya
Ya
Tidak
Ya
CP
Ya
Ya
Ya
CCP
Ya
Ya
Ya
CCP
Ya
Ya
Ya
CCP
Ya
Ya
Tidak
Ya
CCP
Ya
Ya
Tidak
Tidak
CP
Ya
Ya
Tidak
Tidak
CP
169
Lampiran 11. Lembar Kerja Control Measures di PT. Pintu Besar Selatan CCP Prinsip 2
BATAS KRITIS Prinsip 3
Apa Tingkat Penerimaan bahan • Tingkat kematangan baku kematangan • Busuk • Tidak rusak markisa mekanis • Rusak mekanis • Residu kimia
Penambahan bahan pengawet • Na-benzoat
Jenis dan jumlah Dosis bahan pengawet pengawet 1500 ppm
MONITORING Prinsip 4 Dimana Bagaimana Di bagian CoA penerimaan Pemasok markisa
Kapan Setiap penerimaan markisa
Siapa Asisten QA
Di bagian • CoA proses • Uji pengolahan laborator ium
Setiap penambahan bahan pengawet
Kepala produksi
TINDAKAN KOREKSI Prinsip 5
PENCATATAN
VERIFIKASI
Prinsip 6
Prinsip 7
Tolak jika tidak memenuhi persyaratan mutu bahan baku
• Log monitoring penerimaan markisa • Log tindakan koreksi • Log analisis mutu bahan baku markisa
• Kontrol penerimaan • Penimbangan • Laksanakan SOP
• Pencatatan hasil penimbangan pengawet • Hasil analisis kadar pengawet pada produk akhir
• Evaluasi laporan monitoring • Evaluasi tindakan koreksi • Evaluasi laporan analisis mutu bahan baku • Evaluasi laporan monitoring • Evaluasi tindakan koreksi • Evaluasi laporan analisis mutu
170
Lampiran 11. Lembar Kerja Control Measures di PT. Pintu Besar Selatan (Lanjutan) CCP Prinsip 2 Pasteurisasi • Mikroba pathogen
Pengemasan/ Pembotolan • Kontaminasi pekerja
BATAS KRITIS Prinsip 3
MONITORING
Apa Suhu 80 0C • Suhu selama 15 menit • waktu
• Tuang pengisian bersih (total mikroba udara ≤ 50 koloni /5 menit) • Alat dicuci, mikroba maks 100 koloni / swab • Pengawasan ketat kebersihan karyawan
• Kebersihan karyawan • Gejala penyakit pada karyawan
Prinsip 4 Dimana Bagaimana Di ruang Visual bagian proses pasteurisasi
Ruang pengemasan
• Visual
• General
TINDAKAN KOREKSI Prinsip 5 Kapan Setiap pasteurisasi
siapa Kepala produksi
• Setiap hari sebelum masuk ruangan • Enam bulan sekali
Kepala packing
• Pasteurisasi ulang • Atur sesuai kebutuhan panas dan waktu pasteurisasi
• Jika ada yang sakit, maka dipulangkan untuk istirahat hingga sembuh • Jika parah, maka diantar ke rumah sakit
PENCATATA N Prinsip 6 • Log monitoring proses pasteurisasi • Log tindakan koreksi • Log laporan pembersihan dan perawatan mesin/alat • Log monitoring sanitasi dan kesehatan pekerja • Log laporan tindakan koreksi • Log laporan analisis mutu
VERIFIKASI Prinsip 7 • Evaluasi laporan monitoring • Evaluasi tindakan koreksi • Evaluasi laporan analisis mutu • Evaluasi laporan monitoring sanitasi pekerja • Evaluasi laporan tindakan koreksi