STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EKOWISATA MANGROVE KOTA REBAH SEI CARANG TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU Rendi Angga Saputra Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected]
Andi Zulfikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected]
Fitria Ulfah Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected]
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kondisi ekosistem mangrove, mengetahui indeks kesesuaian ekosistem mangrove, daya dukung kawasan untuk kegiatan ekowisata mangrove dan menyusun rekomendasi berupa strategi alternatif untuk pengembangan dan pengelolaan lanjutan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau. Dari hasil penelitian dan Pembahasan dapat disimpulkan bahwa ekosistem mangrove Kota Rebah Sei Carang ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu Bakau Hitam (Rhizophora spp.), Nyireh (Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut (Hibiscus tiliaceus spp.), Teruntum (Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang (Scyphiphora hydropillaceae spp.), Jeruju Hitam (Acanthus ilicifolius spp.). Sedangkan hasil indeks kesesuaian ekosistem untuk kegiatan wisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang yang didapatkan adalah kategori sesuai bersyarat (SB). Telah didapat 3 priorotas utama strategi alternatif untuk pengelolaan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang, yang mencangkup tiga aspek (ekowisata, masyarakat dan sarana prasarana) yaitu Pertama meningkatkan sistem pengelolaan ekosistem mangrove di kota rebah lebih maksimal, serta menjaga ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna menarik wisatawan lokal maupun manca negara, Kedua memaksimalkan keterlibatan masyarakat tempatan dalam kegiatan ekowisata dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata seperti menjadi pemandu, jasa rumah penginapan, dsb., dan yang Ketiga membangun track (jalur darat dan perairan) sebagai media pengunjung dalam mengamati ekosistem mangrove dan fauna yang ada. Terdapat 2 Usulan track dengan nilai daya dukung kawasannya untuk track perairan adalah 40 dan track darat 69,6 dapat digenapkan menjadi 70. Nilai daya dukung kawasan ini bisa berubah dan bersifat tidak mutlak, karena harus disesuaikan dengan track yang akan dibuat oleh pihak pengelola.
Kata Kunci: mangrove, ekowisata, indeks kesesuaian, daya dukung kawasan dan strategi pengembangan.
ABSTRACT
The purpose of this research was to know the potential and condition of mangrove ecosystems, to know suitability index of mangrove ecosystems, the carrying capacity of the region's mangrove ecotourism activities and make recommendations in the form of alternative strategies for continued development and management of ecotourism mangrove at Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau. From the result of research and discussion can be concluced that the mangrove ecosystem at Kota Rebah Sei Carang found 6 species of mangrove, Bakau Hitam (Rhizophora spp.), Nyireh (Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut (Hibiscus tiliaceus spp.), Teruntum (Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang (Scyphiphora hydropillaceae spp.), Jeruju Hitam (Acanthus ilicifolius spp.). While the results of the suitability index mangrove ecosystem for tourism activities in the city of Kota Rebah Sei Carang obtained are as many categories suit conditional. Has obtained 3 main priorities prime strategy alternatives for ecotourism management, mangrove at Kota Rebah Sei Carang, which includes 3 aspects (ecotourism, community and infrastructure) are first increase the system of management of mangrove ecosystems in Kota Rebah more leverage, as well as maintaining mangrove ecosystems and fauna that exist in order to attract local and foreign travelers, Second maximize the involvement of local communities in ecotourism activities and increase the ability of communities to manage ecotourism business as a guide, services of lodging houses, etc., and the third build a track (land and water) as a medium for visitors to observe the mangrove ecosystem and fauna there. There are 2 Proposed track with carrying capacity to track the waters of the region is 40 and land track can be fullfilled 69.6 to 70. Carrying capacity of this region can be changed and are not absolute, because it must be adapted to the track that will be made by the manager.
Keyword : mangrove, ecotourism, suitability index, the carrying capacity of the region and the development strategy.
PENDAHULUAN
pengembangan dan pengelolaan ekowisata mangrove adalah Kota Rebah Sei Carang.
Mangrove komponen
sebagai
ekosistem
salah
pesisir
satu
memegang
peranan yang cukup penting, baik di dalam memelihara produktivitas perairan pesisir maupun di dalam menunjang kehidupan penduduk di wilayah tersebut. Bagi wilayah pesisir, keberadaan hutan mangrove, terutama sebagai jalur hijau di sepanjang pantai/muara sungai sangatlah penting untuk suplai kayu bakar,
nener/ikan
mempertahankan
dan
udang
kualitas
serta
ekosistem
pertanian, perikanan dan permukiman yang berada di belakangnya dari gangguan abrasi, instrusi dan angin laut yang kencang. Onrizal (2002) dalam Muhaerin (2008). Salah-satu potensi yang juga dapat dikembangkan pada ekosistem mangrove adalah ekowisata.
yang bertanggung jawab
terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberikan manfaat secara ekonomi
dan
mempertahankan
keutuhan
budaya pada masyarakat setempat (Fandeli, 2000). Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu
bagi
pemanfaatan
wisata.
Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi wisata alam, wisata budaya dan ekowisata (Fandeli, 2000; META, 2002 dalam Yulianda, 2007). Salah-satu
wilayah
di
Carang
terletak
di
Kecamatan
Tanjungpinang Timur, Kelurahan Air Raja. Hutan
mangrove
memiliki
fungsi-fungsi
ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien,
tempat
grounds),
tempat
pemijahan
(spawning
pengasuhan
(nursery
grounds) dan tempat mencari makan (feeding grounds) bagi biota laut tertentu. Ekosistem hutan mangrove
merupakan tipe sistem
fragile, yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan.
Wiharyanto
(2007)
dalam
Shiddieqy (2014). Kota Rebah sebelumnya pernah dijadikan tempat ekowisata mangrove oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang, namun dengan berjalannya waktu kawasan ekowisata mangrove tersebut tidak terurus dan terbiar hingga mengalami kerusakan pada sarana dan
Pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata
Sungai
prasarana yang cukup parah. Kawasan Kota Rebah
memiliki potensi yang baik jika
dilakukan pengembangan dan pengelolaan lanjutan untuk dijadikan tempat ekowisata mangrove, karena dilihat dari beberapa faktor pendukungnya seperti diketahui dari hasil penelitian terdahulu dari aspek sumberdaya mangrovenya terbilang baik, selain itu akses jalan menuju ke Kota Rebah tersebut sangat baik, pengunjung ramai menghabiskan waktu bersantai di Kota Rebah karena pemandangan yang indah menjadi tujuan utama para pengunjung.
Jika
tersebut dikelola Kota
Tanjungpinang yang sangat potensi untuk
kawasan
Kota
Rebah
lagi dengan maksimal
dijadikan kawasan ekowisata mangrove dapat
meningkatkan
taraf
perekonomian
bagi
masyarakat tempatan dan dapat menjadi salah satu
pendapatan
asli
daerah
dari
karena
itu,
untuk
dapat
mengoptimalkan potensi sumberdaya dan lingkungan di kawasan hutan mangrove yang terletak
di
Kota
Rebah
Sei
digunakan.
sisi
pariwisatanya. Oleh
lainnya juga tidak terawat dan tidak dapat
Carang
Tanjungpinang perlu dilakukan pengkajian lanjutan untuk mengetahui potensi, daya dukung kawasan, permasalahan dan alternatif strategi pengembangan berkelanjutan yang mampu berkembang secara optimal untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata.
Berdasarkan
pendahuluan
kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Kota Rebah khususnya di ekosistem mangrove ini belum terdeteksi, maka
perlu
dilakukan
kajian
kepada
masyarakat tempatan kawasan Kota Rebah. Apakah dapat menimbulkan dampak positif dan negatif baik itu terhadap sumberdaya mangrovenya
maupun
pada
masyarakat
tempatan Kota Rebah. Sebagai gambaran dampak positif dari kegiatan pemanfaatan ini contohnya
Hutan mangrove Kota Rebah dengan
survey
adalah
penghasilan
dapat
bagi
menambah
masyarakat
kondisinya yang sangat berpotensi pernah
memanfaatkan,
dilakukan pengelolaan oleh pemerintah Kota
mangrove (berupa kayu, ikan, udang dan
Tanjungpinang
kepiting) yang dapat dijual. Dampak negatif
di
era
Kepemimpinan
seperti
sumberdaya
Walikota Hj. Suryatati A. Manan, saat itu
contohnya
fasilitas
dan
mangrove itu sendiri karena pemanfaatan
prasarana seperti Boardwalk atau pelantar
yang tidak terkelola dengan baik, seperti
kayu menjadi track utama bagi pengunjung
pemanfaatan
dalam mengamati dan menikmati keindahan
eksploitasi. Agar dampak pemanfaatan yang
ekosistem mangrove
bersifat
pendukung
seperti
sarana
yang ada,
fasilitas
adalah
hasil
yang
kerusakan
sumberdaya
positif
dapat
ekosistem
yang
dioptimalkan
over
dan
lainnya juga layak pakai seperti toilet umum
berkelanjutan, serta dampak negatifnya dapat
dan
tempat
diminimalkan maka perlu adanya suatu
dengan
pengelolaan secara benar dengan mengikuti
pondok-pondok
peranginan
pengunjung
bersantai.
berjalannya
waktu
Namun
kawasan
ekowisata
mangrove tersebut tidak terurus dan terbiar
kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian. Dari
hasil
penelitian
terdahulu
hingga mengalami kerusakan pada sarana dan
Shiddieqy (2014) diketahui bahwa hasil
prasarana yang cukup parah. Boardwalk atau
perhitungan nilai kelayakan ekowisata (NKE)
track pelantar kayu yang ada mengalami
di lokasi pengamatan, kawasan ekowisata Sei
kerusakan sehingga tidak layak pakai dan
Carang memiliki kriteria kategori sedang
akhirnya dibongkar namun sampai saat ini
dengan hasil kategori bernilai 1,72. Kategori
belum ada gantinya. Selain itu fasilitias
sedang menunjukan bahwa kondisi biofisik
mangrove
sebelum
dikembangkan
untuk
TINJAUAN PUSTAKA
kawasan objek ekowisata, perlu pengelolaan yang lebih lanjut agar potensi yang ada pada ekosistem
mangrove
ini
dapat
menjadi
Wisata
merupakan
pemanfaatan
suatu
sumberdaya
bentuk
alam
yang
kawasan ekowisata, beberapa hal yang yang
mengandalkan jasa alam untuk kepuasan
dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan
manusia.
reboisasi mangrove serta menjaga kebersihan
kepentingan wisata dikenal juga dengan
sungai dan wilayah sekitarnya.
pariwisata (Yulianda, 2007). Ekowisata lebih
Pengembangan dapat
didekati
konsep
melalui
ekowisata
analisis
potensi,
Kegiatan
popular
dan
dibandingkan
manusia
banyak dengan
untuk
dipergunakan
terjemahan
yang
kesesuaian ekologis, daya dukung ekosistem
seharusnya dari istilah ecotourism. Pengertian
mangrove serta analisis SWOT (Strengths,
tentang ekowisata mengalami perkembangan
Weaknesses, Opportunities dan Threats) guna
dari
mendapatkan
hakekatnya,
alternatif
strategi
untuk
waktu
ke
waktu.
Namun,
pengertian ekowisata
pada adalah
pengembangan ekowisata, serta rekomendasi
suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab
pengelolaan yang berkelanjutan. Untuk itulah
terhadap kelestarian area yang masih alami
maka dilakukan penelitian lanjutan mengenai
(natural area), memberikan manfaat secara
strategi
ekonomi
pengembangan
dan
pengelolaan
dan
mempertahankan
keutuhan
ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei
budaya pada masyarakat setempat. Atas dasar
Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau.
pengertian
ini,
dasarnya
merupakan
Mengetahui
potensi
dan
kondisi
ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau. 2.
Mengetahui indeks kesesuaian ekosistem mangrove Kota Rebah dan daya dukung kawasannya
untuk kegiatan ekowisata
mangrove. 3.
Menyusun rekomendasi berupa strategi alternatif
untuk
pengembangan
dan
pengelolaan lanjutan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau.
ekowisata bentuk
pada
gerakan
konservasi yang dilakukan oleh penduduk
TUJUAN PENELITIAN 1.
bentuk
dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya konservasionis (Fandeli, 2000). Menurut Dahuri (1996), alternative pemanfaatan ekosistem mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi:
penelitian
research),
pendidikan
rekreasi
terbatas/
ilmiah
(scientific
(education),
ekoturisme
dan
(limited
recreation/ecoturism). Menurut Muhaerin (2008), Sifat dan karakteristik
dari
ekowisatawan
adalah
mempunyai rasa tanggung jawab sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya.
Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan
Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang,
tertentu yang mereka lakukan tidak hanya
Provinsi Kepulauan Riau. Batasan wilayah
terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata
penelitian berada pada 1 (satu) Kelurahan,
saja. Wisatawan ekowisata biasanya lebih
yaitu
menyukai
Tanjungpinang Timur (Gambar 3).
perjalanan
dalam
kelompok-
Kelurahan
Batu
IX,
Kecamatan
kelompok kecil sehingga tidak mengganggu lingkungan disekitarnya. Daerah yang padat penduduknya atau alternatif lingkungan yang serba buatan dan prasarana lengkap kurang disukai karena dianggap merusak daya tarik alami. Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Kota Rebah Sei Carang, Kota Tanjungpinang (Sumber: Peta Kab. Bintan - Citra Spot Tahun 2007)
METODE PENELITIAN A.
B.
Alat Dan Bahan
C.
Metode Pengambilan Data Penelitian
Waktu Dan Tempat Penelitian
Data
yang
dikumpulkan
dalam
Waktu penelitian dilaksanakan pada
penelitian ini dikelompokan menjadi empat
Desember 2015 - Maret 2016. Penelitian
kelompok jenis data. Kelompok jenis data
dilaksanakan dalam dua tahap yaitu :
tersebut terdiri dari faktor fisik, faktor sosial
1.
Pengumpulan data, baik itu data
(masyarakat dan wisatawan), faktor biologi
sekunder maupun data primer
dan
Pengolahan
berkembang dan kebijakan pengelola di
2.
data
dan
penyusunan
laporan hasil penelitian. Lokasi penelitian berada di Kota Rebah Sei Carang. Secara administratif Kota Rebah Sei Carang berada di Kecamatan
faktor-faktor
lainnya
(isu-isu
yang
wilayah penelitian). Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
sebagai sumber data
Tabel Komposisi dan Jenis Data
(Sugiyono,
2001).
Adapun jumlah responden sebanyak 46 orang yang merupakan masyarakat tempatan yang bersdomisili di Kota Rebah Sei Carang. Dalam
hal
ini
yang
menjadi
pertimbangan adalah responden (masyarakat) yang memanfaatkan ekosistem mangrove dan bersedia untuk diwawancarai. Data yang dikumpulkan meliputi: - Data Karakteristik Responden (umur, pendidikan formal, pekerjaan) - Kegiatan a.
Metode Pengamatan Mangrove
Ekosistem
Pemanfaatan
Kawasan
Perairan Kota Rebah Sei Carang oleh Masyarakat
Data vegetasi mangrove yang diambil
- Pemahaman atau Persepsi Masyarakat
berupa data sekunder dan penentuan lokasi
Tentang Ekowisata Mangrove
stasiun pengamatan dibantu oleh literatur
- Keterlibatan Masyarakat
penelitian terdahulu. 2) b.
Metode Pengambilan Responden (masyarakat pengunjung)
Data dan
Pengunjung/wisatawan Data
responden
(pengunjung/
wisatawan) dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara secara
1)
Masyarakat Data
terstruktur
responden
(masyarakat)
dikumpulkan secara
langsung di
lokasi
penelitian
melalui
wawancara
secara
terstruktur
dengan
dengan
kuisioner
pengambilan
responden
(pedoman
terlampir).
sampel/responden
Metode yang
digunakan adalah accidental sampling, adalah teknik
penentuan
sampel
berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok
dengan
dengan kuisioner
pengambilan digunakan
(pedoman
terlampir).
Metode
sampel/responden adalah
Pertimbangan responden
responden
accidental
yang
yang sampling,
digunakan
(pengunjung/wisatawan)
adalah yang
berada di sekitar lokasi penelitian dan bersedia
diwawancarai.
Data
responden
pengunjung ini diambil dalam 4 tahap per akhir pekan selama rentang waktu 1 bulan dengan jumlah responden sebanyak 40 orang. Data yang dikumpulkan meliputi:
- Data
karakter
pendidikan,
responden
(umur,
pendapatan,
asal
a. Kerapatan Spesies Kerapatan spesies adalah jumlah
wisatawan)
individu spesies i dalam suatu unit
- Pemahaman atau persepsi wisatawan
area
yang
dinyatakan
tentang ekowisata, mangrove, kondisi
berikut :
mangrove serta sarana dan prasarana
Kerapatan Spesies = ni / A
sebagai
- Keinginan untuk berwisata mangrove. b. Kerapatan Total 3)
Faktor Fisik dan Faktor Biologi
Kerapatan Total adalah jumlah semua individu mangrove dalam
Pengumpulan data Faktor Fisik dan Faktor Biologi Ekosistem Mangrove
suatu unit area yang dinyatakan
di
sebagai berikut :
Daerah Penelitian. dilakukan dengan cara
Kerapatan Total = ∑n / A
mengumpulkan hasil penelitian terdahulu dari Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi dan
Keterangan : Ni: Jumlah total individu dari spesies i ∑n: Jumlah total individu seluruh spesies A: Luas area pengambilan contoh
sebagainya. Adapun data hasil penelitian terdahulu yang digunakan adalah keadaan umum atau faktor fisik lokasi penelitian seperti
(geografi,
topografi,
demografi,
aksesibilitas, d.s.b.) yang didapatkan dari
2. Analisis Kesesuaian Ekologis
Pemerintah Daerah. Sedangkan data faktor biologi (vegetasi mangrove dan obyek biota
Kegiatan
wisata
yang
akan
mangrove) menggunakan hasil penelitian
dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan
terdahulu Shiddieqy (2014).
potensi Setiap
C.
Analisis Data
1.
Analisis Mangrove
Potensi
Ekosistem
penelitian
peruntukannya.
wisata
mempunyai
sesuai objek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian
mengenai jenis spesies, jumlah individu, dan pohon
kegiatan
dan
persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang
Data yang dikumpulkan meliputi: data
diameter
sumberdaya
yang
terdahulu,
didapatkan data-data
wisata pantai dan wisata bahari adalah (Yulianda, 2007) :
dari
tersebut
kemudian diolah untuk mengetahui kerapatan setiap spesies dan kerapatan total semua spesies.
Penentuan
kesesuaian
berdasarkan
perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari
setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat
DDK
adalah
jumlah
dari tingkat persentase kesesuaian yang
pengunjung
diperoleh
ditampung di kawasan yang disediakan pada
penjumlah
nilai
dari
seluruh
parameter.
secara
fisik
dapat
waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan
Kesesuaian wisata pantai kategori wisata
yang
maksimum
mangrove
mempertimbangkan
5
parameter dengan 4 klasifikasi penilaian.
pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut (Yulianda, 2007) :
Parameter kesesuaian wisata pantai kategori wisata
mangrove
mangrove,
antara
kerapatan
lain: ketebalan mangrove,
jenis
mangrove, pasang surut, dan obyek biota. 4. Analisis SWOT Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Wisata Pantai Kategori Wisata Mangrove
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai
faktor
secara
sistematis
untuk
merumuskan strategi pengelolaan. Analisis ini didasarkan
pada
logika
yang
dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Opportunities),
namun
secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) Sumber : Yulianda (2007)
dan
ancaman
(Threats).
Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor internal, sedangkan faktor eksternal meliputi
3.
Analisis Daya Dukung
peluang dan ancaman. Keterkaitan antara
Analisa daya dukung ditujukan untuk pengembangan
wisata
bahari
dengan
faktor internal dan faktor eksternal tersebut digambarkan
dalam
matriks
SWOT.
memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir,
Alternatif strategi yang diperoleh adalah SO,
pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari.
ST, WO, dan WT. Matriks SWOT adalah alat
Mengingat pengembangan wisata bahari tidak
yang
bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang
kekuatan dan kelemahan yang merupakan
untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu
faktor internal dipadukan dengan peluang dan
penentuan daya dukung kawasan. Metode
ancaman yang merupakan faktor eksternal
yang diperkenalkan untuk menghitung daya
untuk
dukung
alternatif strategi yang dapat diterapkan bagi
pengembangan
ekowisata
alam
adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK).
dapat
menggambarkan
menghasilkan
empat
kelangsungan suatu kegiatan.
bagaimana
golongan
yang paling besar pada stasiun ini adalah pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
jenis Rhizophora Apiculata. Pada stasiun ini, A.
Potensi Sumberdaya Mangrove
kisaran
Ekosistem
mangrovenya adalah 32 ind/ 100 m2 untuk
mangrove
merupakan
kerapatan
total
semua
jenis
yang
tingkat pohon, 3 ind/ 25 m2 untuk tingkat
didominasi oleh beberapa spesies pohon
anakan dan 0 ind/ 1 m2 untuk tingkat semai
mangrove
(Shiddieqy, 2014).
komunitas
vegetasi
yang
pantai
mampu
tropis,
tumbuh
dan
berkembang pada daerah pasang-surut pantai
Stasiun
berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya
mangrove,
tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal
Rhizophora
yang
gymnorrhiza
cukup
mendapat
aliran
air,
dan
2
terdiri
yaitu
,
dari
6
Rhizopora
jenis
apiculata
mucronata,
Bruguiera
Xylocarpus
mekongensis,
terlindung dari gelombang besar dan arus
Hibiscus
pasang surut yang kuat. Ekosistem mangrove
memiliki kisaran kerapatan yang paling besar.
banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang
Kisaran kerapatan total semua jenis mangrove
dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai
pada stasiun ini adalah 9 ind/ 100 m2 untuk
yang
tingkat pohon, 2-6 ind/ 25 m2 untuk tingkat
terlindung
(Bengen,
2001
dalam
tiliaceus,
Acanthus
ilicifolius.
anakan dan 4 - 16 ind/ 1 m2 untuk tingkat
Muhaerin, 2008). Data potensi ekosistem mangrove
semai (Shiddieqy, 2014).
pada penelitian ini menggunakan dari hasil
Sama halnya dengan stasiun 1, pada
penelitian terdahulu yang dilakukan di Kota
stasiun 3 terdapat 4 jenis mangrove, yaitu
Rebah Sei Carang, oleh Shiddieqy (2014).
Rhizopora apiculata, Rhizophora mucronata,
Dari hasil penelitian tersebut ditemukan 8
Bruguiera gymnorrhiza, Hibiscus tiliaceus.
spesies mangrove dari 6 famili, yaitu famili
Kerapatan jenis yang paling besar pada
malvaceae,
stasiun ini adalah pada jenis Rhizophora spp..
Acanthaceae
Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total
Rhizophoraceae,
Combretaceae,
Meliaceae,
Rubiaceae,
(Lampiran 1 dan 2).
semua jenis mangrovenya adalah 16 ind/ 100 yang dilakukana
m2 untuk tingkat pohon, 0 - 6 ind/ 25 m2
Shiddieqy (2014) diperoleh kisaran Kerapatan
untuk tingkat anakan dan 1 - 4 ind/ 1 m2
jenis dan Kerapatan total setiap stasiunnya
untuk tingkat semai (Shiddieqy, 2014).
Dari penelitian
baik itu untuk tingkat pohon, anakan maupun semai (lampiran 3). Stasiun mangrove,
1
yaitu
B. terdiri
dari
Rhizopora
4
jenis
apiculata,
Keberadaan Mangrove
Fauna
Ekosistem
Mangrove memiliki fungsi ekologis
Rhizophora mucronata, Lumnitzera littorea,
sebagai
habitat
berbagai
jenis
satwa.
Scyphiphora hydropillaceae Kerapatan jenis
Komunitas fauna yang didapati berdasarkan
pengamatan langsung serta pengkolaborasian
dan data berdasarkan pengamatan langsung di
data
lapangan
penelitian
Shiddieqy
(2014)
yang
dijadikan data sekunder terdapat dua jenis
demi
keakuratan
data
yang
didapatkan.
kelompok fauna, yaitu kelompok fauna darat (terestrial) dan kelompok fauna perairan (akuatik). Kelompok fauna darat (terestrial)
Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove
di sei carang terdapat burung jenis bangau putih (Pandio haliateus alba), burung gagak hutan (Covvus enca), reptil jenis biawak Dari 3 stasiun penelitian yang dibagi
(Varanus salvator), dan hewan mamalia yaitu monyet yang termasuk hewan primata dengan
menjadi 18 plot tidak didapat satupun lokasi yang berkategori sesuai (S). Hasil indeks
jenis Mocca fascicularis.
kesesuaian ekosistem tingkat kesesuaian yang C.
Kesesuaian Ekologis Kegiatan Ekowisata
untuk
(SB) yang menunjukkan bahwa kondisi
Muhaerin (2008), Kegiatan wisata yang
akan
dikembangkan
hendaknya
disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Indeks kesesuaian ekologis dapat
mengidentifikasikan
didapatkan adalah kategori sesuai bersyarat
apakah
suatu
ekosistem sesuai (S), sesuai bersyarat (SB),
ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei Carang
dapat
dijadikan
daerah
wisata
mangrove, dengan syarat terlebih dahulu harus dilakukan pengelolaan yang matang sebelum kawasan ini dijadikan kawasan wisata mangrove.
atau tidak sesuai (N) untuk suatu kegiatan wisata.
Kesesuaian
wisata
mangrove
mempertimbangkan 5 parameter dengan 4 klasifikasi tersebut
penilaian. adalah
Parameter-parameter
ketebalan
mangrove,
D.
Rekomendasi Usulan Track Darat dan Perairan berdasarkan Analisis Daya Dukung Kawasan untuk Kegiatan Ekowisata Mangrove Salah
satu
diberikan
surut dan obyek biota.
membangun
Parameter ketebalan mangrove, kerapatan
sebagai media pengunjung dalam mengamati
mangrove, jenis mangrove dan obyek biota
ekosistem mangrove dan fauna yang ada.
menggunakan
terdahulu
Berdasarkan pertimbangan melihat kondisi
Sedangkan parameter
track lama yang pernah dibuat sudah rusak
menggunakan
data
dan tidak layak untuk digunakan lagi, maka
perbandingan, yaitu antara data primer yang
demi keselamatan pengukuran track lama
diakses melalui situs resmi pasanglaut.com
yang dibutuhkan untuk analisis daya dukung
(Shiddieqy, pasang
2014). surut
penelitian
track
penelitian (darat
ini
yang
kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang
data
pada
rekomendasi
dan
adalah perairan)
kawasan
(DDK)
menggunakan
ukuran
dan tempat olah raga air seperti olah raga
perkiraan, dengan menyesuaikan ukuran track
kano, lomba dayung dan sebagainya. Untuk
lama.
penjelasan penghitungan analisis DDK. Adapun nilai daya dukung kawasan
ekosistem mangrove Kota Rebah Sei Carang
2)
berdasarkan track yang diusulkan adalah sebagai berikut.
Daratan Pada penelitian ini terdapat 3 usulan
track daratan yang dapat dilakukan dalam kegiatan ekowisata mangrove di Kota Rebah
Nilai daya dukung kawasan untuk wisata mangrove
Sei Carang dengan total nilai DDK 69,6 dimana pengunjung yang dapat melakukan aktifitas sebanyak 69,6 digenapkan menjadi 70 orang dalam 1 hari dengan rentang waktu 8 jam/hari. Kegiatan yang dilakukan di daratan lebih efektif guna pengamatan yang
Perairan
lebih jelas pada ekosistem mangrove itu
Kegiatan ekowisata mangrove Kota
sendiri maupun fauna yang ada di kawasan
Rebah Sei Carang dapat dilakukan dengan
ini. Untuk penjelasan penghitungan analisis
mengitari sungai di kawasan ekosistem
DDK.
1)
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan
mangrove tersebut, namun kegiatan yang dilakukan harus mematuhi daya dukung
pada kawasan ini salah satunya
kawasan sebagaimana terdapat 1 usulan track
boardwalk atau pelantar kayu yang dibuat
perairan di kawasan ini dengan nilai DDK 40.
guna
Artinya dalam 1 hari pengunjung yang bisa
Kawasan ini tidak terlalu dipengaruhi oleh
menggunakan track perairan hanya 40 orang
pasang surut air, namun untuk mengantisipasi
dengan rentang waktu yang disediakan selama
perlu dibangun boarwalk yang tingginya
4 jam/hari dengan pertimbangan faktor
melebihi dari kondisi pasang tertinggi air laut
pasang surut perairan di kawasan ini. Para
di kawasan ini.
mengitari
kawasan
adalah
mangrove
ini.
wisatawan dapat menikmati keindahannya langsung dari perairan. Sarana dan prasarana
G.
Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Mangrove
yang dibutuhkan adalah alat transportasi laut tradisional seperti sampan kolek dan pelantar tempat
mengangkut
dan
menurunkan
Analisis mengidentifikasi
SWOT
digunakan
relasi-relasi
untuk
sumberdaya
wisatawan. Selain dapat digunakan sebagai
ekowisata dengan sumberdaya yang lain.
media observasi juga dapat digunakan untuk
Oleh sebab itu, semua pihak khususnya
kegiatan lain seperti fotografi, memancing
masyarakat lokal perlu mengetahui apa
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh
yaitu monyet yang termasuk hewan
kawasan
primata dengan jenis Mocca fascicularis.
dan
(Damanik
obyek
dan
ekowisata
Weber,
tersebut
2006).
dalam
(Muhaerin, 2008).
(Shiddieqy, 2014). b.
Kelemahan (weaknesses)
1) Berdasarkan indeks kesesuaian ekosistem 1.
Faktor-Faktor Internal (IFAS)
tingkat
Identifikasi
adalah kategori sesuai bersyarat (SB)
faktor-faktor
strategis
kesesuaian
yang
internal didapatkan dari hasil wawancara
yang
dengan
ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei
masyarakat,
pengunjung
dan
menunjukkan
didapatkan
bahwa
kondisi
pengamatan secara langsung di lapangan.
Carang dapat dijadikan daerah wisata
a.
mangrove, namun dengan syarat terlebih
Kekuatan (strengths)
1) Potensi
ekosistem
yang
dahulu harus dilakukan pengelolaan yang
mendukung untuk dilakukan pengelolaan
matang sebelum kawasan ini dijadikan
lanjutan kegiatan ekowisata mangrove.
kawasan wisata mangrove. Jika tidak
Kawasan mangrove kota rebah sei carang
dilakukan
ditemukan 8 spesies mangrove dari 6
dikhawatirkan nilai indeks kesesuaian
famili,
ekosistem akan menurun dan tidak sesuai
yaitu
mangrove
famili
malvaceae,
Meliaceae,
Rhizophoraceae,
Combretaceae,
Rubiaceae, Acanthaceae (Tabel 10). 2) Antusias masyarakat setempat yang ingin terlibat
dalam
yang
serius
sebagai kawasan ekowisata mangrove. 2) Kesadaran sebagian masyarakat tentang pentingnya ekosistem mangrove masih
ekowisata
rendah. Sebagian masyarakat setempat
mangrove kota rebah, baik itu sebagai
menyadari kurangnya perhatian mereka
penyedia
terhadap ekosistem mangrove yang ada di
jasa
kegiatan
pengelolaan
home
stay,
pemandu
wisata, berdagang kuliner, dan jasa
kota
rebah,
sehingga
transportasi air (pengemudi pompong
kondisinya
atau perahu).
dan terkesan tidak terjaga.
semakin
lambat
laun
memperihatinkan
3) Keberadaan Fauna ekosistem mangrove
3) Terjadi erosi tanah di sekitar kawasan
kota rebah yaitu terdapat 2 kelompok
ekowisata mangrove kota rebah sei
fauna, kelompok fauna darat (terestrial)
carang
dan kelompok fauna perairan (akuatik).
mengakibatkan perairan berubah warna
Kelompok fauna darat (terestrial) di sei
menjadi kemerahan (keruh) dan kondisi
carang terdapat burung jenis bangau putih
ini dapat dilihat secara kasat mata.
(Pandio haliateus alba), burung gagak
Sehingga
hutan (Covvus enca), reptil jenis biawak
mempengaruhi ekosistem mangrove yang
(Varanus salvator), dan hewan mamalia
ada.
saat
dilanda
hujan
dikhawatirkan
yang
akan
Faktor-faktor Eksternal (EFAS)
mengatakan
Identifikasi
strategis
berwisata di kawasan hutan mangrove ini
eksternal didapatkan dari hasil wawancara
jika fasilitas, sarana dan prasarana sudah
dengan
terpenuhi sesuai perencanaan pengelolaan
2.
faktor-faktor
masyarakat,
pengunjung
dan
pengamatan secara langsung di lapangan. a.
event
b.
tahunan
datang
kembali
yang ditawarkan.
Peluang (opportunity)
1) Adanya
akan
yang
Ancaman (threats)
1) Sistem
pengelolaan
yang
diselenggarakan di kawasan kota rebah
pemerintah
sei carang. Event tahunan yang telah
maksimal. Kurang maksimalnya sistem
menjadi agenda tetap menjadi harapan
pengelolaan
besar bagi kawasan ini untuk dapat
pemerintah kota Tanjungpinang terhadap
diketahui banyak orang. Salah satu
kawasan ini dapat menghambat proses
agenda besar yang selalu melibatkan
pengembangannya.
banyak pengunjung adalah serangkaian
instansi atau dinas yang ditunjuk dalam
Festival
mengelola akan berdampak sangat buruk.
Sungai
Carang.
Selain
pesertanya dari dalam daerah, ada pula
2) Berpotensi
daerah
dilakukan
yang
yang
kurang
dilakukan
Tidak
dilakukannya
oleh
fokusnya
perbuatan-
peserta yang berasal dari luar daerah
perbuatan tidak terpuji. Seperti yang
Provinsi Kepri bahkan juga menarik
diketahui kawasan ini selain tempatnya
peserta dari manca negara untuk ikut
tertutup, tempat ini juga sudah tak ramai
serta.
pengunjung sehingga suasana menjadi
2) Nilai Daya Dukung Kawasan (DDK)
sepi. Kondisi yang seperti inilah kerap
yang mendukung, dapat dibangun 2 jenis
mengundang hal-hal yang tidak terpuji.
track yaitu track darat dan track perairan
Terutama yang terjadi dikalangan anak
guna
muda,
pengunjung
mengamati
dan
menikmati wisata mangrove di Kota
tidak
menutup
kemungkinan
termasuk yang masih berstatus pelajar.
Rebah. Dari 2 jenis track tersebut jika ditotalkan
daya
tampung
pengujung
sebanyak 110 orang perhari dalam jangka waktu 8 jam. Nilai DDK ini dapat
3.
Penentuan Bobot dan Skor Setiap Faktor Pemberian
bobot
masing-masing
berubah dan ditingkatkan lagi sesuai
faktor harus sesuai dengan kriteria penilaian
keinginan
perencanaan
obyek wisata hutan mangrove. Sedangkan
sebagaimana yang diinginkan oleh pihak
hasil penilaian faktor-faktor internal dan
pengelola.
eksternal digunakan untuk menghitung rating
dan
desain
3) Keinginan pengunjung untuk berwisata mangrove, sebanyak 85% pengunjung
atau tingkat kepentingan suatu faktor terhadap suatu kegiatan. (Muhaerin, 2008).
Matriks Faktor Strategi Eksternal (EFAS) 4.
Matriks SWOT Setelah matriks IFAS dan EFAS
selesai,
selanjutnya
dihubungkan
unsur-unsur
tersebut
matriks
untuk
dalam
memperoleh beberapa alternative strategi. Matriks
ini
menghubungkan
empat
kemungkinan strategi, yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil Berdasarkan hasil analisis SWOT
peluang yang ada (strategi S-O), mengunakan peluang yang dimiliki ancama
yang
mendapatkan
untuk
dihadapai keuntungan
mengatasi
(Stategi dari
S-T), peluang
yang
dilakukan
alternatif
strategi
berikut :
meminimalkan kelemahan untuk menghindari
1. Meningkatkan
Alternatif Strategi Prioritas dari strategi yang dihasilkan
dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai terkecil (Muhaerin, 2008)
kegiatan
diperoleh ekowisata
sistem
pengelolaan
ekosistem mangrove di kota rebah lebih
5.
telah
mangrove di Kota Rebah Sei Carang sebagai
dengan mengatasi kelemahan (Stategi W-O),
ancama (Stategi W-T) (Muhaerin, 2008).
maka
maksimal,
serta
menjaga
ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna menarik wisatawan lokal maupun manca negara. 2. Memaksimalkan keterlibatan masyarakat tempatan dalam kegiatan ekowisata dan meningkatkan kemampuan
masyarakat
dalam mengelola bisnis ekowisata seperti Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS)
menjadi pemandu, jasa rumah penginapan, dsb. 3. Membangun track (jalur darat dan perairan) sebagai media pengunjung dalam mengamati ekosistem mangrove dan fauna yang ada. 4. Meningkatkan pemahaman masyarakat dengan seminar
melaksanakan maupun
sosialisasi,
pelatihan
tentang
ekosistem mangrove. Guna menjadi
pemandu
wisata
yang
berwawasan
dalam melayani pengunjung.
bahkan
dengan Instansi/dinas/badan pihak
ke
:
Meningkatkan
sistem
pengelolaan ekosistem mangrove di kota
5. Membangun komitmen bersama antara Pemda
Pertama
3
dalam
menyukseskan proses pengembangan
rebah
lebih
maksimal,
serta
menjaga
ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna menarik wisatawan lokal maupun manca negara.
dan pengelolaan kawasan ekosistem
Kedua : Memaksimalkan keterlibatan
mangrove kota rebah sebagai daerah
masyarakat
ekowisata mangrove.
ekowisata dan meningkatkan kemampuan
6. Membangun
sistem
monitoring
dan
tempatan
dalam
kegiatan
masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata
evaluasi yang baik dengan melibatkan
seperti
menjadi
para pemangku kepentingan.
penginapan, dsb.
pemandu,
jasa
rumah
7. Meningkatkan nilai indeks kesesuaian
Ketiga : Membangun track (jalur darat
ekosistem guna kelayakan kawasan kota
dan perairan) sebagai media pengunjung
rebah
dalam mengamati ekosistem mangrove dan
sebagai
kawasan
ekowisata
mangrove sehingga mendapatkan nilai
fauna yang ada.
kategori sesuai (S). 8. Merangkul masyarakat dan pengunjung
PENUTUP
dalam kegiatan reboisasi secara rutin, untuk
menghindari
erosi
tanah
dan
A.
meningkatkan ekosistem mangrove yang ada.
Kesimpulan Ekosistem mangrove Kota Rebah Sei
Carang ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu
9. Perbanyak event agar kawasan kota rebah menjadi lebih ramai dikunjungi sehingga tidak terlihat sepi.
Bakau Hitam
(Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut (Hibiscus
10. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengunjung tentang pentingnya menjaga
(Rhizophora spp.), Nyireh
tiliaceus
spp.),
Teruntum
(Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang (Scyphiphora hydropillaceae spp.), Jeruju
serta menciptakan suasana alam dan
Hitam
lingkungan yang sehat.
kerapatan spesies didominasi oleh jenis
Dari sepuluh alternatif strategi yang didapat, maka telah diambil tiga prioritas utama alternatif strategi untuk pengelolaan ekosistem mangrove kota rebah sei carang sebagai
daerah
ekowisata.
tiga
prioritas utama yang diperoleh adalah :
strategi
(Acanthus
ilicifolius
spp.).
Nilai
Rhizophora spp. Baik itu ditingkat pohon, semai maupun anakan. Hasil indeks kesesuaian ekosistem untuk kegiatan wisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang yang didapatkan adalah kategori
sesuai
bersyarat
(SB)
yang
menunjukkan
bahwa
kondisi
ekosistem
3.
Membangun
track
dan
perairan)
dijadikan daerah wisata mangrove, dengan
dalam mengamati ekosistem mangrove
syarat
dan fauna yang ada.
dahulu
harus
dilakukan
media
darat
mangrove di Kota Rebah Sei Carang dapat
terlebih
sebagai
(jalur
pengunjung
pengelolaan yang matang sebelum kawasan ini dijadikan kawasan wisata mangrove. Ada
B.
Saran
2 usulan lokasi track yaitu track perairan dan
1.
Perlu perhatian khusus Pemerintah
track darat, dimana track perairan berjumlah
Daerah dalam hal pengembangan dan
1 track usulan dan track darat berjumlah 3
Pengelolaan kawasan Kota Rebah ini,
track usulan. adapun nilai daya dukung
sehingga apa yang direncanakan dapat
kawasan untuk track perairan adalah 40 dan
berjalan sesuai harapan.
track darat 69,6 dapat digenapkan menjadi 70.
2.
Perlu
dilaksanakannya
program
Nilai daya dukung kawasan ini bisa berubah
rehabilitasi mangrove di kawasan Kota
dan bersifat tidak mutlak, karena harus
Rebah
disesuikan dengan track yang akan dibuat
mendapatkan nilai kategori sesuai (S)
oleh pihak pengelola.
sebagai kawasan ekowisata mangrove.
Sei
Carang
ini,
agar
Telah didapat 3 priorotas utama strategi
alternatif
untuk
pengelolaan
ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang,
yang
mencangkup
3
aspek
(ekowisata, masyarakat dan sarana prasarana) yaitu adalah : 1.
Meningkatkan
sistem
pengelolaan
ekosistem mangrove di kota rebah lebih maksimal,
serta
menjaga
menarik wisatawan lokal maupun manca negara. Memaksimalkan keterlibatan masyarakat tempatan dalam kegiatan ekowisata dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata seperti menjadi
pemandu,
penginapan, dsb.
jasa
Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
ekosistem
mangrove dan fauna yang ada guna
2.
DAFTAR PUSTAKA
rumah
Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut serta pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan. Prosiding pelatihan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Bogor, 29 Oktober – 3 November 2001. Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor BPS
(Badan Pusat Statistik) Kota Tanjungpinang. 2014. Tanjungpinang
dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang. BPS
BPS
(Badan Pusat Statistik) Kota Tanjungpinang. 2015. Tanjungpinang dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang. (Badan Pusat Statistik) Kota Tanjungpinang. 2016. Tanjungpinang dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang.
Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Berganda Hutan Manrove di Sumatera. PPLH. Institut Pertanian Bogor. Bogor Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Damanik, J dan H. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada dan C.V Andi Offset. Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: Fakultas kehutanan. Universitas Gadjah mada. Kelurahan Air Raja. 2013. Kondisi Umum Wilayah Kelurahan Air Raja. Pemerintah Kota Tanjungpinang. Kelurahan Air Raja. 2014. Kondisi Umum Wilayah Kelurahan Air Raja. Pemerintah Kota Tanjungpinang. Muhaerin, M. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove untuk Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove. http:// www.irwantoshut.com. Diakses 1 April 2014. Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Tinjauan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia. Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT: Teknik membedah kasus bisnis-reorientasi konsep perencanaan strategis untuk menghadapi Abad 21. cetakan ke-10. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Santoso, N. 2006. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Indonesia. Dalam bahan pelatihan. 2006. “Training Workshop on Developing The Capacity of Environmental NGOs in Indonesia to Effeticvely Implement Wetland Project According to the Ramsar Guidelines and Obyectives of the Convention on Biodiversity”. Bogor. Shiddieqy, 2014. Kelayakan Ekowisata Mangrove Arungan Sungai Di Sungai Carang Berdasarkan Pada Biofisik Mangrove [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan : Universitas Maritim Raja Ali Haji. Sugiyono, 2015. Defenisi sampling dan teknik sampling. www.eurekapendidikan.com/ 2015/09/defenisi-sampling-dan-tekniksampling.html. Disalin dan dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan. Diakses 26 Desember 2015. Yulianda, F. 2006. Bahan Kuliah Pengelolaan Kawasan Wisata Air. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB. Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir berbasis konservasi. Makalah Seminar Sains 21 Februari 2007. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.