STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR
Oleh: RIZKI RAHAJUNING TYAS A14302007
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakulatas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan skripsi ini menjadi lebih baik.
Bogor, September 2006
Penulis
Judul
:
Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur
Nama
:
RIZKI RAHAJUNING TYAS
NRP
:
A14302007
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir. Teuku Hanafiah
Dr. Ir. Eka Intan K.P, MS
NIP. 130 321 039
NIP. 131 918 659
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP 130 422 698
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PEGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2006
Rizki Rahajuning Tyas A14302007
RINGKASAN
RIZKI RAHAJUNING TYAS. Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur. Dibawah Bimbingan Teuku Hanafiah dan Eka Intan K.P. Perencanaan pembangunan baik yang bersifat perencanaan sektoral maupun regional mempunyai keterkaitan antar sektor maupun antar tingkat administrasi, yaitu antara perencanaan pusat, regional dan lokal. Perencanaan pembangunan seharusnya mempertimbangkan: (a) hubungan saling menguntungkan antara pembangunan diberbagai tingkat administrasi, nasional, regional maupun lokal, (b) hubungan antara pembangunan diberbagai sektor dan (c) keterkaitan antar aspek sosial, ekonomi dan fisik dalam proses pembangunan. Penerapan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, telah membuat pemerintah daerah sibuk mengatur daerahnya masing-masing agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan menerapkan system demokrasi yang menekankan pada pemerintahan desentralisasi. Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah seharusnya dapat menggali dan mengembangkan potensi ekonomi wilayahnya untuk meningkatkan pendapatan wilayah, namun masih banyak daerah-daerah yang belum memiliki sektor unggulan untuk peningkatan pendapatan daerah. Dalam hal ini kebijakan pembangunan wilayah seharusnya memberi prioritas pengembangan pada sektor yang dapat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sementara itu dalam menerapkan strategi pembangunan wilayah juga diharapkan dapat menentukan berbagai lokasi yang berpotensi untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tertentu. Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten yang tergolong masih banyak menemui kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan sehingga menyebabkan realisasi pembangunan daerah masih jauh dari harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pembangunan yang terarah yang disesuaikan dengan potensi wilayahnya. Permasalahan yang dihadapi adalah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor yang menjadi basis ekonomi wilayah Kabupaten Situbondo, mengidentifikasi penyebaran sarana dan prasarana pembangunan, mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal pembangunan, serta merumuskan strategi pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan strategi kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo, sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi pihak-pihak yang berminat dalam pengembangan Kabupaten Situbondo, serta sebagai bahan informasi bagi penelitian yang akan datang. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data sekunder dapat dipenuhi melalui penelusuran arsip
dan pustaka milik dinas dan instansi setempat seperti dari BPS Kabupaten Situbondo, Bappeda Kabupaten Situbondo, Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo, dan instansi atau lembaga lain yang terkait dengan tujuan penelitian, dilengkapi sumber-sumber lain seperti dari internet, artikel-artikel. Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara kepada staff dan pegawai daerah Responden yang dipilih adalah merupakan perwakilan dari setiap instansi yang terkait sebanyak lima orang. Dari hasil perhitungan nilai LQ, sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten Situbondo pada periode 2000-2004 adalah sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Sektor-sektor basis ini berpotensi untuk mengekspor komoditi yang dihasilkan ke luar wilayah dan dinilai memiliki nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah dan merupakan sektor yang sangat berperan dalam perekonomian lokal serta layak untuk terus dikembangkan. Dari hasil analisis skalogram, secara umum keberadaan dan kelengkapan sarana prasarana pembangunan di wilayah Kabupaten Situbondo relatif memadai, tetapi masih terakumulasi di daerah-daerah perkotaan seperti: Kota Situbondo, Panarukan, Panji sehingga daerah sentra produksi pertanian yang umumnya berada di pedesaan cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitas-fasilitas tersebut, sehingga berdampak pada terjadinya kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan sebagai daerah belakangnya. Hasil analisis Matriks IFE menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo memiliki kondisi internal yang lemah, artinya kondisi kabupaten yang lemah disebabkan oleh belum optimalnya penelitian dan pengembangan yanga ada serta masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Hasil analisis Matriks EFE menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo belum mampu memanfaatkan kekuatan yang di miliki untuk memanfaatkan peluang. Berdasarkan hasil analisis Matriks IE Wilayah Kabupaten Situbondo, berada pada sel ke-V dari matriks IE. Pada posisi ini, pembangunan wilayah di Kabupaten Situbondo harus bisa mempertahankan kekuatan dan hal-hal yang telah dicapai selama ini dalam pembangunan untuk selanjutnya semakin ditingkatkan dalam upaya mewujudkan strategi pembangunan yang telah disusun dengan merealisasikan programprogram yang dimiliki Berdasarkan hasil analisis Matriks SWOT diperoleh 12 alternatif strategi yang dirumuskan dalam pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Berdasarkan hasil analisis Matriks QSP strategi yang menjadi prioritas utama, adalah strategi meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah,; strategi meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi. Sedangkan strategi komprehensifnya menghasilkan lima tujuan, empat strategi, 8 sasaran dan 10 program.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 25 Mei 1984. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Mariyono. SW dan Yayuk Sismawati. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD PG. Cintamanis Palembang pada tahun 1996, melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Tanjung Raja pada tahun 1999 dan SMU Negeri 1 Tanjung Raja pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian, Fakultas Pertanian, melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Bogor, September 2006
Penulis
STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR
RIZKI RAHAJUNING TYAS A14302007
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat, berkah, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu : 1. Keluarga besar tercinta, Ayahanda Mariyono SW dan Ibunda Yayuk Sismawati, Socha Ratna KusumaningTyas (Ocha), Tri Yoga Andalas (alm), Dhani Hari Adhitama (Dita), Kak Triaz, atas semua do’a, kasih sayang, kerja keras, kesabaran, dorongan, perhatian dan bantuan dalam meraih cita-cita penulis. 2. Ir. Teuku Hanafiah sebagai dosen pembimbing I skripsi dan Dr. Ir. Eka Intan K.P, MS sebagai dosen pembimbing II
yang dengan kesabarannya telah
membimbing, mengarahkan, memberikan masukan, saran dan kritikan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Sahara, SP, Msi dan A. Faroby Falatehan, SP. ME atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen. 4. Keluarga besar Situbondo, Bapak Mahmud dan Ibu Susiana serta mas Sugeng, Mb’ Iin, fitri atas perhatian, kasih sayang dan semangatnya. Keluarga di Dawuhan, p’de Sudarto dan Bu de Toewina atas doa, semangat dan kasih sayangnya, Fifing dan teman kecilku Lia terima kasih sudah mau berkeliling Kota Situbondo dalam pengambilan data penelitian.
5. Budi Dwi Setiawan (Ayang QQ), terima kasih atas semua cinta, kasih sayang, perhatian, doa, semangat dan kesabarannya untuk menemani penulis selama ini. Thank’s God u give me him… 6. Bapak dan Ibu staf dari Dinas Pertanian, Bappekab situbondo, BPS dan lembaga lain yang telah membantu dalam penyediaan data penelitian. 7. Teman EPS’39 dan all EPS’ers, teman-teman di Wisma Pelangi, Rini, Yushi, Endang, Widya dan Crist. Teman-teman KKP Desa Nanggela Kuningan Usro, Nyunyun, Nisa, Sabar, Ai, Dini, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan kebersamaannya selama ini. 8. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Nurina, Evi, Meika) yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaikan skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR.....................................................................................
i
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..........................................
1 1 6 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 2.1 Teori Dasar Perwilayahan ..................................................... 2.2 Teori Kutub dan Pusat Pertumbuhan ...................................... 2.3 Perencanaan Pembangunan .................................................. 2.3.1 Perencanaan Pembangunan Daerah ........................... 2.3.2 Otonomi Daerah di Indonesia .................................... 2.4 Teori dan Konsep Dasar Pembangunan Wilayah ................. 2.5 Teori Ekonomi Basis ............................................................ 2.6 Konsep dan Definisi Strategi................................................ 2.7 Hasil Penelitian Terdahulu ...................................................
9 9 9 12 18 19 22 24 26 32
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 3.1 Kerangka Teoritis ................................................................. 3.1.1 Pembangunan Wilayah dan Pusat Pelayanan ............ 3.1.2 Fungsi-Fungsi dalam Manajemen Fungsional........... 3.1.3 Elemen-Elemen Strategi Komprehensif ................... 3.2. Kerangka operasional .........................................................
36 36 36 41 49 51
BAB IV
METODE PENELITIAN ......................................................... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................ 4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................... 4.3 Metode Analisis.................................................................... 4.3.1 Location Quotient (LQ) ............................................. 4.3.2 Skalogram .................................................................. 4.3.3 Matriks EFE dan Matriks EFI.................................... 4.3.4 Matriks Internal-Eksternal (IE).................................. 4.3.5 Matriks SWOT........................................................... 4.3.6 Matriks QSPM ...........................................................
53 53 53 53 54 55 56 60 62 63
BAB V
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ................... 5.1 Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Situbondo..................
57 57
5.2 5.3
5.4 5.5 5.6
5.1.1 Kondisi Geografis ...................................................... 5.1.2 Topografi dan Jenis Tanah......................................... 5.1.3 Jenis Penggunaan Lahan ............................................ Administrasi Pemerintah Kabupaten Situbondo................... Potensi Sumberdaya .............................................................. 5.3.1 Potensi Sumberdaya Alam......................................... 5.3.2 Potensi Sumberdaya Manusia .................................... 5.3.3 Sarana dan Prasarana ................................................. Struktur Perekonomian Wilayah .......................................... Permasalahan Khusus ........................................................... Kebijakan Pembangunan Daerah...........................................
57 58 58 69 70 70 76 80 83 87 89
BAB VI
ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DAN PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN KABUPATEN SITUBONDO ...................................................... 92 6.1 Analisis Sektor Ekonomi Basis Kabupaten Situbondo ................................................................................ 92 6.2. Efek Pengganda Sektor Basis ................................................. 96 6.3. Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kabupaten Situbondo ................................................................................. 97
BAB VII
FORMULASI STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO ................................................... 7.1 Analisis Lingkungan Eksternal dan Internal ......................... 7.1.1 Analisis Lingkungan Internal...................................... 7.1.2 Analisis Lingkungan Eksternal ................................... 7.2 Tahap Masukan...................................................................... 7.2.1 Matriks IFE ................................................................. 7.2.2 Matriks EFE ................................................................ 7.2.3 Matriks IE ................................................................... 7.3 Tahap Pemaduan.................................................................... 7.3.1 Strategi Strengths-Opportunities (S-O) ...................... 7.3.2 Strategi Weakness-Opportunities (W-O) .................... 7.3.3 Strategi Strengths-Threats (S-T)................................. 7.3.4 Strategi Weakness- Threats (W-T).............................. 7.4 Tahap Pengambilan Keputusan ............................................ 7.5 Strategi Komprehensif .........................................................
106 106 106 112 115 116 118 120 121 121 123 125 126 127 129
BAB VIII KETERKAITAN ANTARA IDENTIFIKASI WILAYAH DAN ALTERNATIF STRATEGI ....................................................... 137 8.1 Kebijakan Pembangunan Sektoral.......................................... 138 8.2 Strategi Pembangunan Wilayah.............................................. 140 8.3 Strategi Komprehensif dan Program Pembangunan Kabupaten Situbondo .............................................................. 142 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 146 9.1. Kesimpulan............................................................................. 146 9.2. Saran ....................................................................................... 147
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 149 LAMPIRAN...................................................................................................... 152
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Keadaan Umum Kabupaten Situbondo ......................................................
6
2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah ....................................
58
3. Penilaian Bobot Faktor Strategis eksternal Wilayah .................................. 58 4. Matriks EFE................................................................................................ 60 5. Matriks IFE................................................................................................. 60 6. Matriks SWOT ........................................................................................... 63 7. Matriks QSP ............................................................................................... 65 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan ............................................... 68 9. Pembagian Wilayah Administrasi .............................................................. 69 10. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2004 ......................................................................... 77 11. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Perkecamatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2004.................................. 78 12. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Lapangan Usaha ..................... 79 13. Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Situbondo Tahun 2004......................... 82 14. Persentase PDRB atau Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan ............................................................................................. 85 15. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Situbondo Tahun 2000-2004 ................... 86 16. Jumlah Keluarga Miskin di Kabupaten Situbondo Tahun 2004 ................. 88 17. Nilai LQ Persektor Ekonomi Kabupaten Situbondo .................................... 95 18. Efek Pengganda Sektor Basis.........................................................................96 19. Hirarki Sarana Prasarana Pelayanan di Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kabupaten Situbondo Tahun 2004 ............................................................... 99 20. Fasilitas Pelayanan Utama di wilayah Kabupaten Situbondo .................... 102 21. Jenis Fasilitas Berdasarkan Derajat Penyebarannya di Wilayah Kabupaten Situbondo Tahun 2004 ............................................................................... 104 22. Matriks IFE Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo....................... 117 23. Matriks EFE Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo...................... 119
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1. Ilustrasi Elemen-Elemen dalam Strategi Komprehensif ................................ 49 2. Model Proses Manajemen .............................................................................. 50 3. Kerangka Pemikiran Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten................. 52 4. Matriks Internal-Eksternal (IE) ..................................................................... 62 5. Matriks IE Pembangunan Kabupaten Situbondo ........................................... 121 6. Ilustrasi Hubungan antar Elemen-Elemen Penyusun Strategi Komprehensif Kabupatens Situbondo .................................................................................... 136
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Nilai PDRB Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2004 .................................. 152 2. Nilai PDRB Propinsi Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2004 ................................... 153 3. Nilai PDRB Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2004 ................................... 154 4. Distribusi PDRB Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2004 .................................. 154 5. Analisa Skalogram Kabupaten Situbondo Tahun 2004 .............................. 155 6. Nilai Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo ................................................................... 156 7. Rating Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo .................................................................. 158 8. Matriks IFE dan EFE Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo...... ... 159 9. Matriks QSPM Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo .................................................................... 161 10. Matriks SWOT Kabupaten Situbondo ........................................................ 163 11. Kuisioner Penilaian Bobot dan Rating Faktor Strategis Internal dan Eksternal.............................................................................................. 164 12 Kuisioner Penilaian Daya Tarik Strategi Matriks QSP................................. 165 13. Peta Geografis Kabupaten Situbondo ..................................................... ... 166
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan baik yang bersifat perencanaan sektoral maupun regional mempunyai keterkaitan antar sektor maupun antar tingkat administrasi, yaitu antara perencanaan pusat, regional dan lokal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dusseldrop dalam Sumedi (1997), bahwa perencanaan pembangunan seharusnya mempertimbangkan: (a) hubungan saling menguntungkan antara pembangunan diberbagai tingkat administrasi, nasional, regional maupun lokal, (b) hubungan antara pembangunan diberbagai sektor dan (c) keterkaitan antar aspek sosial, ekonomi dan fisik dalam proses pembangunan. Konsep pembangunan desentralisasi adalah konsep pembangunan yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia saat ini melalui otonomi daerah.dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan yang terdesentralisasi ini, maka pelaksanaan pembangunan disetiap daerah otonomi perlu dipersiapkan dengan penyusunan konsep pembangunan yang lebih matang yang sesuai dengan potensi, kendala dan kesempatan yang dimiliki oleh setiap daerah otonom tersebut. Oleh karena itu setiap daerah akan memiliki prinsip yang berbeda dalam mengimplementasikan konsep dan strategi pembangunannya. Pada akhirnya pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah akan bersifat spesifik dan diharapkan unggul secara kompetitif (unggul dalam harga) maupun komparatif (unggul dalam sumberdaya) di bidang-bidang perekonomian tertentu. Pemilihan aktifitas disetiap wilayah merupakan suatu syarat untuk meningkatkan keunggulan komparatif
dan kompetitif suatu wilayah untuk
bersaing dengan wilayah lain. Keberhasilan peningkatan tersebut merupakan
modal penting bagi pemerintah daerah dalam menerjemahkan, mengisi dan mengaplikasikan prinsip-prinsip otonomi daerah secara langsung, nyata dan bertanggung jawab sehingga penerapan otonomi daerah akan memberi dampak positif yang besar bagi pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat luas. Pendekatan
pusat-belakang
(centre-pheripery),
mempertimbangkan
hubungan ekonomi antar kota sebagai pusat dan wilayah sekitarnya sebagai wilayah belakang (pheripery). Hubungan antara pusat dan wilayah belakang ini dapat berbentuk arus barang, jasa, arus orang (migrasi), arus kapital dan arus informasi dari wilayah belakang ke pusat atau sebaliknya. Intensitas hubungan antara pusat dan wilayah belakang tergantung pada berbagai faktor antara lain jarak. Jarak dalam hal ini dapat dinyatakan dalam satuan panjang (km), waktu tempuh, biaya untuk mencapainya atau kemudahan untuk mencapainya. Penerapan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, telah membuat pemerintah daerah sibuk mengatur daerahnya masing-masing agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan menerapkan system demokrasi yang menekankan pada pemerintahan desentralisasi. Menurut Koswara (1999) menyatakan bahwa tujuan pokok undangundang tentang pemerintahan daerah adalah untuk mewujudkan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberi keleluasaan kepada daerah untuk menjadi daerah otonom yang mandiri. Keberhasilan pembangunan kegiatan ekonomi didukung oleh potensi masing-masing wilayah. Dalam pembangunan dan pengembangan wilayah dimulai dari orde terkecil yaitu kecamatan, kabupaten, provinsi dimana harus
mempunyai keterkaitan yang jelas dan searah dalam pengembangan potensi perekonomian wilayah sehingga tidak terjadi dualisme kebijakan yang dikenal dengan “bottom up” dan “top down”. Hal ini sangat penting karena setiap wilayah mempunyai perbadaan potensi sumber daya alam, aksesibilitas terhadap faktor produksi serta ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung suatu kegiatan. Model pembangunan yang “bottom up” menunjukkan pembangunan yang didukung penuh oleh kemampuan wilayah bawah. Oleh karena itu pendekatan pembangunan yang didasarkan pada konsep pembangunan ekonomi lokal akan menciptakan pertumbuhan ekonomi kuat yang berbasis sumber daya lokal. Sehingga Gunawan (2000) menyebutkan bahwa essensi pengembangan lokal adalah terbitnya spirit kewiraswastaan lokal serta bertumbuh kembangnya perusahaan-perusahaan lokal. Pelaksanaan pembangunan wilayah memerlukan strategi yang harus disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik lokal, permasalahan yang dihadapi serta potensi yang tersedia di wilayah tersebut. Strategi pembangunan wilayah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Situbondo sebagai berikut: 1. Strategi peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan hidup. 2. Strategi peningkatan kualitas tenaga kerja yang sesuai dengan peluang kerja. 3. Strategi pemberdayaan masyarakat miskin. 4. Strategi peningkatan kualitas pendapatan daerah. 5. Strategi peningkatan kualitas produk industri rumah tangga, industri kecil dan industi menengah. 6. Strategi peningkatan kualitas kapasitas pengelolaan kepariwisataan. 7. Strategi peningkatan kualitas manajemen data.
8. Strategi peningkatan kualitas pelayanan publik. 9. Strategi peningkatan kualitas pengawasan dan pengendalian pertanahan. 10. Strategi peningkatan kualitas manajemen usaha. 11. Strategi peningkatan stabilitas keamanan dan ketertiban. 12. Strategi peningkatan kualitas upaya penegakan hukum. 13. Strategi peningkatan kualitas SDM aparatur. 14. Strategi peningkatan hubungan yang harmonis baik internal maupun eksternal Gambaran mengenai keadaan dan potensi lokasi penelitian adalah sebagai berikut Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km2 atau 163.85 Ha, bentuknya memanjang dari barat ke timur kurang lebih 140 Km. Pantai Utara umumnya berdataran rendah dan di sebelah Selatan berdataran tinggi dengan ratarata lebar wilayah lebih kurang 11 Km. Kabupaten ini terdiri dari 17 kecamatan dan 132 desa. Kabupaten Situbondo juga terdapat 4 kelurahan, dua berada di Kecamatan Situbondo yaitu Kelurahan Kapongan dan Kelurahan Dawuhan dan dua kelurahan di Kecamatan Panji yaitu Kelurahan Mimbaan dan Ardirejo. Jumlah desa menurut klasifikasinya sebanyak 24 tergolong wilayah perkotaan dan 112 wilayah pedesaan. Perkembangan desa di Kabupaten Situbondo seluruhnya tergolong desa swadaya. Dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo, kecamatan yang memiliki wilayah terluas adalah Kecamatan Banyuputih dengan luas wilayah 48,167 km2 dan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Besuki dengan luas wilayah 2,641 km2. Sedangkan kecamatan yang memiliki desa terbanyak adalah Kecamatan Panji dengan 12 desa dan kecamatan yang memiliki jumlah desa terkecil adalah Kecamatan Banyuputih dengan lima desa.
Tabel 1. Keadaan Umum Kabupaten Situbondo A.
LUAS DARATAN
1.638,49 Km2
1. Pemukiman / kampung
33,96 km2
2 .Persawahan 3. Pertanian tanah kering
247,66 km2 290,57 km2
4. Perkebunan
13,22 km2
5. Kawasan Hutan
734,36 km2
6. Tambak / kolam
12,23 km2
7. Rawa / Danau / Waduk
1,22 km2
8. Tanah tandus / Rusak
221,31 km2
9. Padang rumput 79,98 km2 10. Kebun campur 14,40 km2 B. WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN 1. Pembantu Bupati 4 2. Kecamatan 17 3. Perwakilan kecamatan 4 4. Kelurahan 4 5. Desa 131 6. Dusun 643 7. Rukun Warga 1.229 8. Rukun Tetangga 3.282 9. Lingkungan 21
Keterangan : -) Tidak ada data Sumber : www. Situbondo.com. I.2. Perumusan Masalah Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah seharusnya dapat menggali dan mengembangkan potensi ekonomi wilayahnya untuk meningkatkan pendapatan wilayah, namun masih banyak daerah-daerah yang belum memiliki sektor unggulan untuk peningkatan pendapatan daerah. Dalam hal ini kebijakan pembangunan wilayah seharusnya memberi prioritas pengembangan pada sektor yang dapat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sementara itu
dalam menerapkan strategi pembangunan wilayah juga diharapkan dapat menentukan berbagai lokasi yang berpotensi untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tertentu (Tarigan, 2002). Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten yang tergolong masih banyak menemui kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan sehingga menyebabkan realisasi pembangunan daerah masih jauh dari harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pembangunan yang terarah yang disesuaikan dengan potensi wilayahnya. Permasalahan yang dihadapi adalah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan yang cukup kompleks sebagai akibat berbagi keterbatasan yang dimiliki. Kemiskinan ditandai dengan kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan kesempatan ekonomi yang terbuka, terutama bagi mereka yang tertimpa kemiskinan secara fungsional maupun struktural. Menurut hasil perhitungan BPS tercatat bahwa penduduk miskin di Kabupaten Situbondo sampai pada tahun 2003 masih tergolong tinggi, yaitu terdapat sekitar 177.624 jiwa atau 28,57 persen dari total penduduk Kabupaten Situbondo berada di bawah garis kemiskinan. Tingginya jumlah pengangguran di Kabupaten Situbondo antara lain disebabkan oleh; rendahnya kualitas dan keterampilan tenaga kerja, terbatasnya kesempatan kerja, investasi pemerintah dan swasta belum dapat menggerakkan perekonomian daerah, meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), rendahnya kualitas lulusan Sekolah Menengah dalam menghadapi persaingan dunia kerja, terbatasnya jiwa kewirausahaan bagi angkatan kerja. Secara umum keberadaan dan kelengkapan sarana prasarana pembangunan di wilayah Kabupaten Situbondo termasuk memadai, tetapi akses masyarakat
terhadap sarana prasarana tersebut masih sangat terbatas, terutama untuk masyarakat pedesaan. Ini disebabkan karena sebagian besar sarana prasarana tersebut masih terakumulasi di daerah-daerah perkotaan seperti: Kota Situbondo, Panarukan, Panji sehingga daerah sentra produksi pertanian yang umumnya berada di pedesaan cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitas-fasilitas tersebut, karena interaksinya sangat terbatas ke pusat-pusat pelayanan tersebut. Hal ini kemudian berdampak pada terjadinya kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan sebagai daerah belakangnya. Permasalahan yang coba diangkat dalam penelitian ini adalah : 1) Sektor apa yang menjadi basis ekonomi wilayah Kabupaten Situbondo dalam memacu pembangunan ekonomi Propinsi Jawa Timur. 2) Bagaimana penyebaran sarana dan prasarana pembangunan di Kabupaten Situbondo dalam hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan. 3) Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal berupa faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman bagi Kabupaten Situbondo pembangunan sektor yang menunjang perekonomian Kabupaten Situbondo. 4)
Bagaimana
merumuskan
strategi
pembangunan
wilayah
Kabupaten
Situbondo.
I. 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengidentifikasi sektor yang menjadi basis ekonomi wilayah Kabupaten Situbondo dalam menunjang pembangunan ekonomi Propinsi Jawa Timur.
2) Mengidentifikasi penyebaran sarana dan prasarana pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. 3) Mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal berupa faktorfaktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman bagi Kabupaten Situbondo pembangunan sektor yang menunjang perekonomian Kabupaten Situbondo. 4) Merumuskan strategi pembangunan wilayah kabupaten dalam memacu perekonomian Kabupaten Situbondo Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah : A. Bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan strategi kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. B. Bahan pertimbangan dan informasi bagi pihak-pihak yang berminat dalam pengembangan Kabupaten Situbondo. C. Sebagai bahan informasi bagi penelitian yang akan datang.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Dasar Perwilayahan Perkembangan teori wilayah dalam rangka memahami struktur tata ruang wilayah telah lama dikembangkan para ahli perwilayahan seperti Weber (1909), Christaller (1933), Losch (1954) dan lain-lain mencoba memformulasikan konsep wilayah untuk keperluan penelaahan perwilayahan dan memberikan paduan dalam menentukan kebijakan pembangunan wilayah, terutama menyangkut tata ruang dan hubungan antara wilayah.
2.2. Teori Kutub dan Pusat Pertumbuhan Menurut Nasoetion (1985) dalam Gunawan (2000), kutub pertumbuhan merupakan suatu konsep yang pertama kali ditemukan oleh perroux pada tahun 1950. Perroux menyebutkan bahwa pertumbuhan tidak bisa terjadi di mana saja dan pada waktu yang bersamaan. Pertumbuhan hanya dapat terjadi pada tempattempat tertentu yang disebut dengan kutub pertumbuhan, dengan intensitas yang bebeda-beda. Glasson (1977) lebih menekankan kutub pertumbuhan dalam dimensi ruang ekonomi, atau dengan kata lain kutub pertumbuhan adalah medan kekuatan ekonomi yang mengandung pusat-pusat dan kutub-kutub serta mempunyai kekuatan sentrifugal yang memencar kesekelilingnya dan kekuatan sentripetal yang menarik kawasan sekitarnya kepusat-pusat tersebut. Tiap-tiap pusat merupakan penarik dan penolak serta mempunyai medan sendiri dalam suatu gugus medan pusat-pusat yang lain. Oleh karena itu konsep kutub pertumbuhan mempunyai ikatan dengan ruang ekonomi secara abstrak dan tidak adanya
keterkaitan dengan ruang geografi. Tiga ruang abstrak itu terdiri dari: (a) ruang yang ditentukan oleh rencana, (b) ruang sebagai media kekuatan-kekuatan, dan (c) rruang sebagai suatu keadaan yang homogen. Kutub pertumbuhan didefinisikan sebagai perusahaan-perusahaan atau industri atau kelompok perusahaan dan industri (Nasoetion 1985). Tetapi apabila kutub pertumbuhan didefinisikan sebagai suatu kekuatan geografi tertentu maka istilah pusat pertumbuhan lebih tepat digunakan dari pada kutub pertumbuhan. Perkembangan pusat-pusat pertumbuhan yang didukung oleh perusahaan yang propulsif akan berimplikasi pada peningkatan permintaan terhadap daerah belakangnya, yang jelas peningkatan ini berlangsung dalam konteks keterkaitan. Dengan demikian perkembangan pusat pertumbuhan pada dasarnya akan menimbulkan
perkembangan
daerah
pengaruhnya
juga.
Disamping
itu
perkembangan pusat pertumbuhan tidak menutup kemungkinan untuk memberi efek pada daerah belakangnya. Sebagai contoh adalah tertariknya tenaga-tenaga potensial dan modal dari daerah belakang ke pusat pertumbuhan. Efek polarisasi atau pengaruh pemusatan, sebagai contoh adalah adanya implikasi negatif dari perkembangan pusat-pusat pertumbuhan terhadap daerah belakang memberikan kontribusi kepada Friedman untuk mengembangkan suatu model Core-Periphery. Model ini digunakan untuk menanggapi kepincangan tata ruang. Friedman menerangkan bahwa pertumbuhan inti wilayah atau daerah metropolitan disubsidi oleh periphery. Berdasarkan model ini, tiap sistem geografi mengandung dua sistem tata ruang, yaitu : (a) inti merupakan pusat propulsif yang dinamis dari sistem, seperti daerah perkotaan atau pusat-pusat
pertumbuhan, dan (b) periphery, merupakan subsistem yang berada dalam ketergantungan terhadap inti. Nasoetion (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan inti yang lebih cepat dari pada periphery adalah implikasi dari adanya: A. Kesempatan investasi di periphery oleh para investor diabaikan. B. Aktivitas-aktivitas pusat yang lebih berorientasi pada ekspor C. Lokasi dari pasar nasional dan pelayanan ada di tempat D. Heterogenitas budaya pada pusat yang menciptakan suatu keadaan yang dapat dipergunakan bagi inovasi dan mengambil resiko E. Keterbatasan kapital dan distorsi sosial ekonomi di pasar periphery Berdasarkan uraian di atas, maka konsep dasar dari teori kutub pertumbuhan adalah: A. Konsep industri utama dan perusahaan pendorong B. Konsep polarisasi, yang pada hakekatnya menimbulkan aglomerasi ekonomi yang ditandai oleh: Economic internal to firm: biaya produksi rata-rata rendah akibat adanya economies of scale, spesialisasi dan efisiensi. Economic external to firm but internal to industri: penurunan biaya tiap unit produksi karena lokasi tertentu dari industri tersebut, misalkan dekat dengan sumber bahan baku dan tenaga kerja terampil. Economic external to industry but internal to urban area : perubahan penurunan biaya produksi rata-rata tiap perusahaan karena banyaknya industri yang tumbuh pada suatu tempat atau kota.
2.3. Perencanaan Pembangunan Perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu (Kunarjo, 1992). Pandangan lain perencanaan adalah merupakan proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Secara umum perencanaan dikaitkan dengan adanya kelangkaan sumberdaya ekonomi dan perencanaan ini digunakan untuk menentukan pilihan terbaik dari alternatif yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan dari sudut pandang Conyers (1991) dalam Rugesti (1999) adalah cenderung dianggap bukan hanya sebagai kegiatan yang terbatas tetapi juga merupakan bagian dari suatu proses pembangunan yang kompleks, yang melibatkan beberapa kegiatan berikut: 1. Identifikasi tujuan umum serta kenyataan yang ada. 2. Formulasi strategi yang luas guna mengatasi kenyataan yang ada. 3. Menerjemahkan strategi yang ada ke dalam bentuk rencana dan proyek. 4. Implementasi program dan proyek 5. Pemantauan terhadap implementasi dan hambatan yang timbul untuk mencapai tujuan dalam kenyataan. Jika perencanaan dikaitkan dengan pembangunan maka perencanaan itu dapat dikatakan sebagai alat pembangunan dan perencanaan sebagai tolok ukur terhadap berhasil atau tidaknya pembangunan tersebut (Kunarjo, 1992). Perencanaan dikatakan sebagai “alat” dari pembangunan karena :
1. Perencanaan digunakan sebagai pengarahan kegiatan serta pedoman pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan. 2. Perencanaan digunakan untuk menentukan skala prioritas kegiatan. 3. Perencanaan dapat digunakan untuk “meramalkan” kondisi dari kegiatan pada masa yang akan datang. Karena dengan perencanaan tersebut maka dapat dilakukan perkiraan-perkiraan kondisi yang mungkin dihadapi selama pelaksanaan kegiatan di masa mendatang. Perencanaan digunakan sebagai “tolok ukur” keberhasilan suatu pembangunan adalah karena perencanaan tersebut digunakan sebagai alat ukur atau standar bagi pengadaan evaluasi atau pengawasan pelaksanaan pembangunan.
Sehingga
keberhasilan
dan
kegagalan
pelaksanaan
pembangunan mempunyai keterkaitan langsung terhadap baik atau buruknya perencanaan yang bersangkutan. Tolok ukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembangunan adalah tercapai atau tidaknya tujuan dan sasaran dari kegiatan pembangunan itu sendiri. Menurut Hanafiah (1989), ada dua hal pokok yang patut disorot yang selama ini disinyalir menyebabkan frustasi di kalangan perencana, yaitu : 1) Perencanaan seyogyanya lebih berorientasi kepada kegiatan-kegiatan yang lebih realistis pada tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. 2) Perencanaan yang ada sekarang seyogyanya beralih dari hal-hal yang bersifat teknis kepada yang bersifat sosial-ekonomi-politis. Peninjauan teoritis terhadap aspek perencanaan dapat dibedakan atas: (a) Tipe perencanaan, (b) Bentuk dan gaya perencanaan dan (c) tatacara perencanaan. Penjelasan dari ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:
a) Tipe perencanaan, yaitu dapat dibedakan atas: 1) Tipe substantif, yaitu yang mencangkup perencanaan suatu proyek seperti perencanaan pendidikan, perencanaan industri, perencanaan tataguna tanah dan perencanaan sektoral lainnya. Dalam hal ini harus dapat dibedakan antara teori dalam perencanaan (Theory in Planning) dan teori perencanaan (Theory of Planning) itu sendiri. 2) Tipe tatacara, yaitu yang menyangkut perencanaan itu sendiri seperti lembaga dimana mereka terlibat, tatacara dan mekanisme yang mereka tempuh dalam perencanaan. b) Bentuk dan gaya perencanaan, yaitu dapat dibedakan atas: 1) Perencanaan Alokatif (Allocative Planning), yaitu perencanaan alokasi sumberdaya yang terbatas diantara para pemakai yang bersaing. Perencanaan ini lebih merupakan tugas utama perencana pusat. Perencanaan ini bersifat: ¾ Kompherensif, yaitu perencanaan yang melibatkan suatu gugus ketergantungan diantara: (i) tujuan yang ditetapkan secara eksplisit, (ii) alternatif utama dalam pemakaian sumberdaya yang tersedia, (iii) meramalkan kondisi eksternal yang dapat merubah target antara. ¾ Sistem keseimbangan yang luas, yaitu dalam hal penetapan pilihan yang optimal yang berlandaskan pada pemikiran-pemikiran intelektual, yang berdasarkan pada keseimbangan diantara berbagai komponen dari sistem agar diperoleh perubahan akhir yang sesuai perhitungan (dalam hal investasi).
¾ Analitis kuantitatif, yaitu dalam hal penetapan tujuan-tujuan yang bersifat komprehensif dan system keseimbangan yang harus dapat dijabarkan dalam model-model “national economic accaunt”, “input-output
matries”,
“simulated
system”
dan
“linear
programming”. ¾ Rasional Fungsional, yaitu dalam hal membuat keputusan yang rasional fungsional berdasarkan pemikiran-pemikiran perencana yang rasional. 2) Perencanaan Inovatif (Innovative Planning), yaitu perencanaan yang mencakup kegiatan-kegiatan untuk mengadakan perubahan struktural ke arah suatu sistem tatanan sosial masyarakat baru dalam pembangunan. Perencanaan ini mencakup aspek-aspek : ¾ Perubahan Kelembagaan, yaitu yang berkenaan dengan usahausaha menerjemahkan nilai-nilai umum ke dalam tatanan kelembagaan baru. ¾ Orientasi pada kegiatan, sebagai suatu kreatifitas social terhadap permasalahan, perencanaan inovatif lebih menaruh perhatian pada perwujudan tujuan dalam kegiatan melalui suatu intervensi. ¾ Mobilisasi Sumberdaya, perencana-perencana inovatif merupakan innovator
dalam
memobilisasikan
dan
mengorganisasikan
pemanfaatan sumberdaya kelembagaan. 3) Perencanaan
Transaktif
(Transactive
Planning),
yang
mecakup
perencanaan alokatif dan inovatif dimana proses saling belajar dan dialog diantara perencana teknis dan kelompok sasaran atau masyarakat
telah terpadu dan terorganisasikan dengan baik untuk kegiatan intervensi. c) Tatacara Perencanaan, khususnya yang menyangkut proses perencanaan itu sendiri yang dapat dibedakan atas dua dimensi, yaitu : 1. Dimensi Teknis-Metodologis, yaitu yang mencakup tugas-tugas analisis, seperti pengumpulan data, kuantifikasi masalah, spesifikasi tujuan, rancangan program. 2. Dimensi Politis-Institusional, yaitu yang mencakup penyusunan suatu system perencanaan, seperti sektor vs wilayah, komunikasi dengan berbagai kepentingan dan pihak yang terlibat, perundingan diantara berbagai lembaga (eksekutif dan legislatif). Ketika strategi pembangunan mulai bergeser dari strategi pertumbuhan ekonomi menjadi pemerataan, maka para perencana mengalami kesulitan. Strategi
pemerataan
ini
mengalami
kesukaran
teknis,
ketika
mengoperasikannya dalam suatu perencanaan pembangunan. Hal ini merupakan tantangan yang tidak kecil bagi tenaga-tenaga perencana. Salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah pemerataan pembangunan telah dilakukan system perencanaan pembangunan daerah (regional). Kemudian apabila dikaitkan dengan arti dan fungsi suatu perencanaan, maka Tjokroamidjoyo (1996) mengemukakan tentang arti dan fungsi perencanaan tersebut, yaitu : 1. Perencanaan
dalam
arti
seluas-luasnya
merupakan
suatu
proses
mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Perencanaan adalah suatu cara untuk mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. 3. Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai, bagaimana, bila, dan oleh siapa. Perencanaan adalah suatu paradoks, artinya semakin dibutuhkan semakin kurang kemampuan lembaga untuk melakukannya. Di satu pihak perencanaan makin esensial jika kelangkaan sumberdaya dan kegunaan strateginya makin besar. Di pihak lain justru kelangkaan ini pula yang membuat perencanaan formal makin sulit. Perencanaan harus bersifat interdisiplin dan mencakup perencanaan sosial dan ekonomi, mencari jalan keluar untuk menggabungkan imformasi sosial dalam proses perencanaan tersebut. Pada hakekatnya, perencanaan adalah upaya pemerintah untuk memperbesar kapasitasnya membuat pilihan guna mempertimbangkan dan menentukan pilihan atau alternatif yang akan ditempuhnya. Tugas demikian merupakan jantung proses pembangunan
(Bryant and White, 1987).
Dalam pembangunan nasional terdapat jalur utama pembangunan yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Pembangunan daerah (pelaksanaan asas “desentralisasi”), yaitu pembangunan yang berorientasi pada kepentingan daerah serta untuk menciptakan keserasian dan mempercepat pengembangan wilayah.
Pembangunan sektoral (pelaksanaan asas “dekonsentrasi”), yaitu suatu upaya untuk mencapai sasaran pembangunan nasional melalui pencapaian sasaran sektor-sektor tertentu.
Pembangunan lintas sektor dan lintas daerah (pelaksanaan asas “tugas pembantuan”),
yaitu
pembangunan
yang
mencakup
berbagai
sektor
pembangunan secara terintegrasi yang dilaksanakan di daerah.
2.3.1. Perencanaan Pembangunan Daerah Pembangunan daerah pada dasarnya adalah pembangunan diberbagai sektor yang luas baik pembangunan pedesaan, pertanian, industri, perdagangan, infrastruktur dan sebagainya (Abiyoso dan Hengki, 1994). Perencanaan pembangunan daerah masih berorientasi ke atas dan peranan atau dominasi sektoral masih terlalu besar. Hal ini disebabkan karena biaya pembangunan kurang dari 80 % masih berasal dari dana APBN dan dinas/instansi vertikal yang berorientasi proyek sehingga dalam kenyataannya keterpaduan sukar diwujudkan (Rugesti, 1999). Hendaknya keterpaduan itu lebih ditekankan pada keterpaduan program dan keterpaduan pelaksanaan pembangunan daerah. Disamping itu karena kemampuan atau kapasitas sumberdaya manusia di daerah relatif masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu pengurangan dominasi perencanaan dari atas yang menuju pemberdayaan perencanaan dari bawah. Walaupun perencanaan dari atas tersebut tidak selalu berarti negatif. Namun sudah saatnya dilakukan upaya peningkatan pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat dalam proses dan pelaksanaan pembangunan, agar keterpaduan perencanaan dari atas dengan perencanaan yang datang dari bawah dapat diwujudkan secara optimal.
2.3.2. Otonomi Daerah di Indonesia Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
(Sondakh, 2002). Menurut Kunarjo (2002), satu januari 2001 merupakan awal dari pergeseran sistem dan struktur pemerintahan dari system yang sentralis ke desentralistis. Satu januari 2001 aadalah awal pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pergeseran system pemerintahan dan hubungan antara pusat dan daerah yang demikian ini dengan sendirinya turut menggeser lingkungan strategis sekitarnya. Perubahan dalam lingkungan strategis mengharuskan individu, organisasi termasuk organisasi pemerintah lokal (propinsi dan kabupaten) untuk harus melakukan bukan saja penyesuaian struktur tetapi penyesuaian nilai, prilaku dan orientasi. Menurut Sondakh (2002) penyesuaian struktur yang dimaksud adalah melakukan restrukturisasi dari struktur dan sistem sentralis ke struktur dan system desentralis yang memberikan daerah otonomi yang lebih luas dalam mengurus rumah tangga daerahnya dan dalam melayani publik. Menurut Kunarjo (2002) perintah dasar tentang penerapan prinsip ditemukan dalam pasal 18 UUD 1945, yang pada gilirannya telah dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan , mulai dari UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948,
UU No. 18 Tahun 1965, dan UU No. 5 Tahun 1974, untuk kemudian dilengkapi dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang sekarang telah mengalami revisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. jadi otonomi daerah di Indonesia bukan baru saja dimulai sejak UU No. 22 Tahun 1999, tetapi jauh sebelumnya undang-undang itu lahir Indonesia telah memimpikan adanya otonomi daerah. Perkembangan di bidang pemerintahan senantiesa berlangsung terus dan akan selalu menuntut diadakannya pengaturan baru dan penyempurnaan. Dengan terbitnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah (yang sering disebut dengan Undang-Undang Otonomi Daerah) telah membawa perubahan yang mendasar terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. Melalui undang- undang tersebut pemerintah sangat berkeinginan mewujudkan otonomi daerah dan terbentuknya struktur pemerintahan daerah yang kondusif untuk mengemban tugas-tugas otonomi. Belajar dari pengalaman dari negara lain menunjukkan ada dua pola dalam perumusan pembagian urusan yaitu pola otonomi terbatas (ultras vires) dan pola otonomi luas (general competences). Dalam pola otonomi terbatas urusan daerah ditentukan secara limitatif
dan sisanya menjadi wewenang pusat.sedangkan
dalam pola otonomi luas dirumuskan bahwa urusan yang dilakukan pemerintah pusat terbatas dan sisanya menjadi tangguang jawab pemerintah daerah. Beberapa penulis mengartikan pengertian desentralisasi secara berbedabeda. Menurut Smith (1991) dalam Sondakh (2002) dari segi etimologis, desentralisasi
berarti
pembagian
wilayah
secara
administratif
maupun
pemerintahan. Desentralisasi meliputi pendelegasian wewenang ke dalam tingkat yang lebih rendah dalam hierarki pemerintahan dalam suatu negara maupun bagian dari suatu organisasi. Menurut Rondenelli desentralisasi dapat menjelma menjadi empat bentuk yaitu devolusi, dekonsentrasi, delegasi, dan privatisasi. Devolusi adalah penyerahan sebagian kewenangan yang dilakukan pemerintah pada daerah otonom, sedangkan konsentrasi merupakan penyerahan sebagian kewenangan pemerintah kepada pejabat pusat. Sementara itu apabila urusan kewenangan itu oleh pemerintah diserahkan kepada institusi secara khusus menggantikannya maka terminologi yang digunakan adalah delegasi, apabila oleh pemerintah diserahkan kepada swasta maka disebut privatisasi. Menurut Manor (1993), dengan adanya desentralisasi diharapkan: 1. Menanggulangi kemiskinan yang terjadi karena adanya kesenjangan antar daerah. 2. Membantu kelompok masyarakat yang hidup di pedesaan. 3. Memudahkan masalah-masalah pemungutan pajak. 4. Mengurangi pengeluaran pemerintah secara umum. 5. Memobilisasi sumber-sumber daerah. 6. Mengurangi tugas-tugas pemerintah pusat yang sudah terlalu banyak. 7. Mengenalkan perencanaan dari bawah. 8. Mengenalkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Menurut Osborne dan Gaebler (1992) dalam Tambunan (2005), terdapat empat kelebihan yang dimiliki oleh desentralisasi:
1. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi, karena lembaga tersebut dapat memberikan jawaban dengan cepat terhadap lembaga dan kebutuhan pelanggan yang berubah. 2. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang tersentralisasi, hal ini mengingat, para pekerja di baris depan lebih tahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi, jam demi jam, hari demi hari. Sering dapat menciptakan solusi terbaik jika mendapat dukungan dari pemimpin organisasi. 3. Lembaga
yang
terdesentralisasi
jauh
lebih
inovatif
daripada
yang
tersentralisasi. Inovasi muncul karena adanya gagasan yang baik dan berkembang dari karyawan yang benar-benar melaksanakan pekerjaannya. 4. Lembaga yang terdesentralisasi niscaya akan menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktivitas.
2.4. Teori dan Konsep Dasar Pembangunan Wilayah Pendefinisian wilayah banyak dilakukan untuk keperluan analisa ruang. Dalam menentukan batas-batas wilayah maka dikelompokkan menurut kriteria tertentu. Penentuan batas-batas wilayah menurut Hanafiah (1988) didasarkan pada kriteria : 1. Konsep Homogenitas Wilayah dapat diberi batas berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu, seperti unsur ekonomi wilayah, yaitu pendapatan perkapita, kelompok industri maju, tingkat pengangguran, keadaan sosial politik, identitas wilayah berdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya. 2. Konsep Nodalitas
Wilayah dibedakan atas perbedaan struktur tata ruang dalam wilayah dimana terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan mobilitas penduduk, arus faktor produksi, arus barang, pelayanan ataupun arus transportasi dan komunikasi. Hubungan saling keterkaitan ini terlihat pada hubungan antara pusat dan wilayah terbelakang. 3. Konsep Administrasi atau Unit Program Penetapan wilayah ini didasarkan pada perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti kebijaksanaan pembangunan, system ekonomi, tingkat pajak yang sama dan sebagainya. Pengertian yang ketiga ini memberi batasan suatu wilayah berdasarkan pembagian administrative negara. Jadi suatu wilayah adalah suatu ruang ekonomi yang berada di bawah suatu administrasi tertentu seperti suatu propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Wilayah seperti ini adalah wilayah perencanaan atau wilayah program. Gunawan (2000), wilayah sebagai metoda klasifikasi menghasilkan tiga tipe wilayah yaitu: 1. Wilayah Formal Wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dan kriteria tertentu. Pada mulanya, klasifikasi wilayah formal didasarkan atas persamaan fisik, seperti topografi, iklim atau vegetasi, kemudian berkembang lebih lanjut dengan pemakaian kriteria ekonomi ; seperti adanya wilayah industri dan wilayah pertanian bahkan mempergunakan kriteria sosial politik 2. Wilayah Fungsional
Wilayah yang memperlihatkan adanya suatu kekompakan fungsional, saling tergantung dalam kriteria tertentu. Wilayah fungsional ini terkadang dimasukkan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polarisasi dan terdiri dari unit-unit yang heterogen seperti kota besar, kota-kota kecil dan desa-desa secara fungsional saling tergantung. 3. Wilayah Perencanaan Wilayah ini merupakan kombinasi dari kedua wilayah di atas, yaitu wilayah formal dan fungsional. Dalam wilayah perencanaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain suatu wilayah harus cukup luas untuk memenuhi kriteria investasi dalam skala ekonomi, harus mampu menunjang industri dengan pengadaan tenaga kerja, persamaan ekonomi, mempunyai sedikitnya satu kota sebagai titik tumbuh dan strategi pembangunan yang sam untuk memecahkan masalah yang sama. Wilayah yang paling banyak digunakan menurut Sukirno dalam Gunawan (2000) adalah wilayah administrasi. Hal ini dikarenakan dua faktor, pertama, dalam melaksanakan kebijakan dan perencanaan pembangunan wilayah diperlukan berbagai badan pemerintah sehingga lebih praktis apabila suatu negara dipilah-pilah menjadi beberapa wilayah ekonomi berdasarkan suatu kaedah administrasi. Kedua, wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan suatu unit pengumpulan data. 2.5. Teori Ekonomi Basis Teori ini dikembangkan dari teori basis ekonomi perkotaan dimana dinyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah tergantung pada pertumbuhan
aktivitas ekspornya. Ide dasarnya adalah bahwa pertumbuhan suatu wilayah tergantung pada pertumbuhan fungsi ekspor dan permintaan dari luar wilayah tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan suatu wilayah melalui permintaan eksternal produknya. Menurut Hoover (1977) kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat dibedakan menjadi : ¾ Kegiatan Basis Kegiatan basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pembangunan wilayah secara keseluruhan. ¾ Kegiatan Non-Basis Kegiatan yang pertumbuhannya hanya merupakan akibat dari pembangunan wilayah secara keseluruhan. Teori basis menganalisis perubahan dalam suatu wilayah yang diakibatkan oleh ekspor pada kondisi statis dalam jangka pendek, sedangkan penerapan dalam kondisi yang dinamis dalam jangka panjang dijelaskan oleh teori basis ekspor yang dikemukakan oleh North dan Glasson (1977) dalam Nuryati (1999). Menurut teori ini pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi sumberdaya alam dan pertumbuhan basis ekspor yang sangat dipengaruhi oleh permintaan eksternal dari wilayah lain. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau bukan dapat digunakan beberapa metode yaitu : (a) metode pengukuran langsung dan (b) metode pengukuran tidak langsung (Agustina 1996). Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor
mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dengan cepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut di atas maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu : (a) metode melalui pendekatan asumsi, (b) metode LQ, (c) metode kombinasi antara a dan b, dan (d) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode tersebut, Glasson (1977) menyarankan untuk menggunakan metode LQ dalam penentuan sektor basis. Masalah yang mendasar dalam model ekonomi basis adalah masalah kesenjangan waktu (time lag). Hal ini diakui bahwa penggandaan basis (base multiplier) tidak berlangsung secara cepat karena membutuhkan waktu antara respon dari sektor basis terhadap perubahan sektor basis.
2.6. Konsep dan Definisi Strategi Menurut
Salusu
1996
mendefinisikan
strategi
adalah
suatu
seni
menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Strategi itu penting untuk dipahami oleh setiap eksekutif, manager, pejabat tinggi, kepala atau ketua, direktur, pejabat menengah, dan rendah. Hal ini harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat, bukan hanya oleh pejabat tingkat tinggi. Dengan merujuk pada pandangan Charles Hover, Higgins (1985) menjelaskan ada empat tingkatan strategi. Keseluruhannya disebut Master
Strategy, yaitu ; enterprise strategy, corporate strategy, business strategy, dan functional strategy. Masing-masing akan dibahas sebagai berikut: a) Enterprise Strategy; strategi ini berkaitan dengan respon masyarakat. Setiap organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat, dalam strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luas, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. Respon terhadap keinginan masyarakat perlu diberi perhatian dengan pertimbangan-pertimbangan etis. b) Corporate Strategy; strategi ini berkaitan dengan misi organisasi sehingga sering disebut grand strategy yang meliputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi. c) Business Strategy; strategi pada tingkat ini menjabarkan bagaimana merebut pasaran ditengah masyarakat. Bagaimana menempatkan organisasi di hati para masyarakat. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan
strategik
yang
sekaligus
mampu
menunjang
perkembangan organisasi ke tingkat yang lebih baik. d) Functional Strategy; strategi ini merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi fungsional yaitu, 1) Strategi fungsional ekonomi, yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan. 2) Strategi
fungsional
manajemen,
yaitu
mencakup
fungsi-fungsi
manajemen, yaitu planning, organizing, implementing, controlling,
staffing,
leading,
motivating,
communicating,
decision
making,
representing dan integrating. 3) Strategi isu strategic, fungsi utamanya adalah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah. Dalam mencoba menjelaskan tentang tipe-tipe strategi, Koteen (1991) dalam Salusu (1996) mengakui bahwa tipe-tipe strategi yang dikemukakan sebagai berikut sering pula dianggap sebagai suatu hierarki. Konsep koteen mirip dengan konsep Higgins, meski berbeda dalam pemberian istilah. Tipe-tipe strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Corporate Strategy (Strategi organisasi). Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, visi, tujuan, nilai-nilai, dan inisiatif strategik yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa. 2. Program Strategy (Strategi Program). Strategi ini lebih memperhatikan pada implikasi strategic dari suatu program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi. 3. Resource Support Strategy (Strategi Pendukung Sumberdaya). Strategi sumber daya ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan pemanfaatan sumbersumber daya essensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya.
4. Institutional Strategy ( Strategi Kelembagaan). Fokus dari strategi institusional ini adalah mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif strategik. Salah satu domain dari keputusan yang strategik yang penting adalah perumusan misi, tujuan, dan sasaran. Dimana misi adalah suatu pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam suatu produk dan pelayanan yang dapat ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dapat dilayani, nilai-nilai yang dapat diperoleh, serta aspirasi dan cita-cita di masa depan ( Kotler et al, 1987). Misi dibuat dalam jangka tiga sampai lima tahun dan dapat berubah. Perubahan itu dapat dilakukan jikalau terjadi perubahan penting dalam lingkungan, misalnya ada peluang yang harus dikejar, ada ancaman, atau tantangan yang sangat berarti. Misi cukup singkat dengan rumusan KISS yaitu keep it short and simple. Secara singkat pedoman perumusan misi dapat diuraikan sebagai berikut (Knauf,et al., 1991), misi diringkas dalam satu dua kalimat dalam satu paragraf, realistic dalam artian sejauh mana kemampuan organisasi mengantisipasi sumber keuangan dan sumberdaya manusia, harus spesifik agar dapat digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan tujuan dan program untuk merealisasikan misi itu. Dengan demikian haruslah operasional, artinya mampu menggambarkan hasil yang dapat dicapai, bukan hanya slogan atau keinginan belaka yang tidak akan pernah tercapai. Kalau misi menggambarkan kehendak suatu organisasi maka berbeda dengan visi yang menjelaskan mengenai bagaimana rupa dan bentuk yang seharusnya dari suatu organisasi kalau berjalan dengan baik. Perumusan visi
merupakan tanggung jawab dari manajemen tingkat atas. Namun itu haruslah merupakan proses interaksi yang memberikan peluang untuk mendapatkan umpan balik dari semua tingkatan manajemen (Salusu, 1996). Visi menggambarkan masa depan yang lebih baik, memberi harapan dan juga menggambarkan hasil-hasil yang memuaskan. Visi yang efektif adalah visi yang hidup, menantang, menghargai prestasi masa lampau, dan sebagai pengantar ke masa depan. Tujuan suatu organisasi diturunkan dari misi dan sasaran diturunkan dari tujuan.tujuan sesungguhnya merupakan gejala yang kompleks, tujuan dapat diartikan sebagai kondisi jangka panjang yang diinginkan, yang dinyatakan dalam istilah yang umum dan kualitatif, dan yang mungkin hanya sebagian yang dicapai. Ditinjau dari ilmu sosial goals dapat dibagi dalam enam kategori (Perrox, 1968 dalam Salusu 1996) yaitu : 1. Societal goals (Tujuan masyarakat). Tujuan ini diarahkan pada masyarakat, yaitu apa yang akan diperbuat untuk kepentingan masyarakat, apa fungsinya terhadap masyarakat. 2. Output goals (Tujuan yang berorientasi luaran). Dengan mengenal luaran dan tipe produk serta pelayanan jasa maka organisasi itu dapat dibedakan satu dengan yang lain. Ada empat tipe kelompok yang mendapatkan keuntungan, yaitu anggota, pemilik, klien dan masyarakat itu sendiri. 3. Investor goals (Tujuan berorientasi investor). Maksud tujuan kategori ini adalah berbuat sesuatu untuk kepentingan dan kebahagiaan investor. Keuntungan untuk para investor ini tidak mutlak dalam bentuk finansial, tetapi bisa dalam bentuk immateriil, misal dalam bentuk penghargaan.
4. System goals (Tujuan sistem). Kategori ini menyangkut keseluruhan sistem dalam organisasi yang ditetapkan oleh pihak eksekutif atau para investor melalui pengambilan keputusan organisasi. 5. Product goals (Tujuan produk). Kategori ini memegang peranan yang sangat penting karena menyangkut luaran dari produk dan jasa yang ditawarkan ke luar. 6. Derived goals (Tujuan yang bersumber pada organisasi). Tujuan ini sesungguhnya tidak secara murni berkaitan dengan hakikat organisasi. Ada tujuan lain yang terkandung di dalamnya tetapi tujuan itu dicapai dengan manfaat kekuasaan dari organisasi. Itulah sebabnya tujuan ini disebut dengan derived goals karena kemampuan untuk mencapai suatu keinginan bersumber pada eksistensi dan prilaku organisasi, tetapi tidak dipandang sebagai tindakan essensial dari organisasi. Didalam organisasi terdapat juga sasaran, sasaran dapat diartikan sebagai suatu aspirasi perseorangan atau suatu nilai yang akan dicapai melalui pelaksanaan dari beberapa kegiatan. Dalam organisasi dikenal sasaran primer dan sasaran skunder. Sasaran primer adalah sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi secara umum, sedangkan sasaran skunder ialah yang dilaksanakan oleh unit-unit kecil dalam organisasi untuk merealisasikan sasaran primer. Suatu sasaran dapat dikatakan baik apabila paling tidak memenuhi beberapa kriteria yang secara umum diterima oleh kebanyakan penulis, sebagai berikut: 1) Sasaran harus mengandung arti; 2) Sasaran harus masuk akal;
3) Sasaran haruslah menantang; 4) Sasaran hendaknya dikaitkan dengan sistem ganjaran atau upah; 5) Sasaran harus spesifik dan dapat diukur; 6) Sasaran harus konsisten satu terhadap yang lain. 2.7. Hasil Penelitian Terdahulu Telah banyak penelitian yang menggunakan pendekatan basis ekonomi untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam menganalisis pembangunan suatu wilayah. Pendekatan ini menentukan keberadaan suatu sektor basis terhadap peningkatan pendapatan suatu wilayah dan efek pengganda yang ditimbulkan terhadap pendapatan suatu daerah. Metode LQ juga digunakan oleh Suprapti (2001) untuk menganalisis basis ekonomi terhadap penataan ruang Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Hasil penelitian yang dilakukan Suprapti ini menunjukkan bahwa komoditas jagung merupakan komoditi pertanian yang diprioritaskan untuk dikembangkan di Kabupaten Sumenep dikarenakan nilai koefisien spesialisasinya paling besar dibandingkan komoditi basis lainnya dibeberapa kecamatan. Hasil penelitian mengenai analisis pembangunan wilayah pertanian dalam menghadapi otonomi daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat telah dilakukan oleh Afianto (2000). Salah satu analisisnya menggunakan LQ dengan indicator pendapatan. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat beberapa komoditi basis di setiap kecamatan. Dilihat dari efek penggandanya, komoditi basis tersebut berkisar antara 0 sampai 4,854. sedangkan surplus pendapatan yang dihasilkan diseluruh kecamatan relatif besar.
Penelitian M. Arif Rahman tahun 2003 menganalisis peranan basis sektor pertanian Kabupaten Kuningan. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa masingmasing kecamatan di Kabupaten Kuningan memiliki beberapa komoditi basis pertanian yang jumlahnya berbeda-beda. Secara keseluruhan surplus pendapatan komoditi basis yang dihasilkan relatif besar sehingga dapat digunakan untuk membeli komoditi non-basis yang masih kurang untuk pendapatan masyarakat setempat. Efek pengganda pendapatan yang dihasilkan di beberapa kecamatan tahun 2001 berkisar antara 1,0186 sampai 1,8997. hasil analisis kuosien lokalisasi dan spesialisasi menunjukkan hampir semua komoditi pertanian menyebar dan tidak ada spesialisasi kegiatan pertanian atau cenderung menghasilkan komoditi yang beragam. Pendekatan basis ekonomi yang menggunakan metode LQ pada penelitianpenelitian diatas menunjukkan begitu luasnya kegunaan dari metome ini. Namun demikian terdapat keberagaman dalam menggunakan metode tersebut untuk tujuan menganalisis sektor basis dan sektor non-basis di suatu wilayah. Perbedaan tersebut antara lain pada indikator yang digunakan, luasan yang diteliti, dan sektor ekonomi yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sumedi terhadap Fungsi Ekonomi Kota dalam Pembangunan Wilayah adalah koya kecamatan berfungsi sebagai pusat pemukiman penduduk, pusat aktivitas ekonomi dan penyediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang memberi pengaruh pada pertumbuhan desa-desa sekitarnya. Aksesibilitas pusat pertumbuhan kecil terhadap pusat lain atau kota yang hirarkinya lebih tinggi berpengaruh positif pada pertumbuhan pusat dan pada pertumbuhan wilayah layanannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dalam penelitiannya mengenai Analisis Pembangunan Ekonomi Lokal Kabupaten Tasikmalaya menyimpulkan bahwa potensi ekonomi Kabupaten Tasikmalaya tidak terlepas dari poyensi pertumbuhannya yang melebihi tingkat pertumbuhan Propinsi Jawa Barat, yang dikompilasi dengan adanya perkembangan tiap sektor yang termasuk dalam kategori progresif. Oleh karena itu Kabupaten Tasikmalaya mempunyai potensi pengembangan lokal yang cukup progresif, sedang sektor basis Kabupaten Tasikmalaya terletak pada sektor pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan, sektor bangunan, perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa. Keenam sektor ini memberikan efek pengganda dan surplus pendapatan bagi perekonomian Kabupaten Tasikmalaya sehingga berperan sebagai sektor potensial. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Misbah (2005) dalam analisis Strategi Pengembangan Bisnis Gula (Studi Kasus PT Madu Baru, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta) berdasarkan matrik EFI sebagai alat analisis kondisi internal perusahaan, PT Madu Baru memiliki empat faktor
kekuatan yang
memiliki nilai tertinggi yang sama pada matriks EFI tersebut adalah mempunyai pelanggan fanatik, semua produk yang terjual habis, mempunyai SDM yang pengalaman, kompeten dan inovatif serta situasi kerja kondusif. Sedangkan tiga faktor kelemahan dengan nilai terendah yang sama pada matriks EFI yaitu, supplesi BBM tinggi, HPP masih tinggi dan waskat belum dilaksanakan dengan baik.
Berhubungan dengan kondisi eksternal, PT Madu Baru menganggap ada empat faktor yang paling berpengaruh pada bisnis gula perusahaan. Pada matriks EFE ditampilkan keempat faktor tersebut memiliki bobot terbesar yang sama 0,085.secara seimbang faktor-faktor tersebut terbagi menjadi faktor peluang sebanyak dua faktor dan faktor lainnya dianggap sebagai faktor ancaman bagi perusahaan jika tidak diantisipasi dengan baik. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka penelitian ini bermaksud untuk merumuskan strategi-strategi pembangunan wilayah dan melihat bagaimana implementasi dari strategi pembangunan tersebut dengan menggunakan analisis SWOT serta melihat penyebaran sarana dan prasarana dalam mengidentifikasi sektor apa saja yang menjadi basis dalam perekonomian dalam pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dengan menggunakan metode Kuosien Lokasi (LQ). Sedangkan indikator yang digunakan adalah indikator pendapatan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui ketersediaan dan penyebaran sarana fasilitas pendukung pembangunan dengan menggunakan metode skalogram, selain itu juga menganalisis kebijakan pembangunan yang seperti apa yang dapat mendukung perekonomian Kabupaten Situbondo. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini lebih terfokus pada penetapan strategi-strategi pembangunan dengan melihat penyebaran sarana dan fasilitas pendukung pembangunan melalui analisis sektor basis perekonomian dan melihat kebijakan-kebijakan pembangunan yang mendukung perekonomian serta implementasi strategi kebijakan tersebut terhadap pembangunan wilayah penelitian, sedangkan penelitian terdahulu lebih banyak menganalisis peranan sektor basis pertanian dalam perekonomian suatu daerah
dalam pembangunan wilayah dan serta analisis strategi pengembangan perusahaan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Pembangunan Wilayah dan Pusat Pelayanan Penentuan prioritas pembangunan yang tepat berarti membuat suatu program pembangunan sesuai potensi yang ada di daerah serta mempertimbangkan system ekonomi, social, dan lingkungan yang ada. Dalam teori basis ekonomi sasaran pembangunan wilayah adalah meningkatkan pendapatan melalui sektor basis. Location Quotient (LQ) merupakan salah satu cara untuk mengetahui suatu sektor itu basis atau non-basis. Jika LQ suatu sektor lebih dari satu maka sektor tersebut merupakan sektor basis, tetapi jika LQ-nya kurang dari satu maka sektor tersebut non-basis. LQ dapat dimodifikasi menjadi kuosien lokalisasi yang mencerminkan tingkat aglomerasi dan kuosien spesialisasi untuk menelaah keunggulan komparatif suatu wilayah dalam memproduksi. Dengan demikian program pembangunan wilayah dalam usaha peningkatan pendapatan daerah dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Penggunaan metode ekonomi basis sangat baik untuk daerah yang belum berkembang, kecil dan tertutup. Semakin luas wilayahnya maka model ini akan semakin kurang dapat diandalkan.daerah yang belum berkembang adalah daerah yang perekonomiannya hanya terdiri dari beberapa sektor saja. Daerah tertutup adalah daerah yang keluar masuknya barang-barang atau jasa dapat diketahui misalkan pulau. Daerah kecil adalah daerah yang cakupannya tidak lebih dari wilayah kabupaten akan tetapi dapat juga propinsi asal tidak terlalu luas. Selain itu dengan adanya sektor basis ini, sektor tersebut dapat dijual keluar daerah,
sehingga akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi daerah tersebut, pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikkan permintaan akan sektor non-basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaiakn investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non-basis merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis. Teori basis ekonomi tertdapat banyak kekurangan, antara lain kekurangan yang bersifat teknis seperti unit pengukuran, metode identifikasi dan pemilihan unit wilayah serta diabaikannya peranan impor (Glasson, 1977). Walaupun memiliki kekurangan seperti yang telah diuraikan, teori basis ekonomi tetap relevan dalam analisa dan perencanaan regional serta bermanfaat dalam usaha memahami struktur ekonomi suatu wilayah. Teori ini juga berfungsi sebagai titik tolak yang penting bagi model-model yang lebih kompleks. Penggunaan metode kuantitatif digunakan untuk menghitung beberapa hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Namun untuk melakukan penelitian ini diperlukan beberapa asumsi. Asumsi yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian adalah sebagai berikut : 1.
Kegiatan perekonomian Kabupaten Situbondo adalah homogen.
2.
Terdapat pola permintaan yang sama antara kecamatan dan
kabupaten.
3.
Sistem perekonomian setiap kecamatan tertutup artinya kebutuhan
barang akan terlebih dahulu oleh produksi sendiri dan kekurangannya akan dibeli dari kecamatan lain yang berada pada wilayah Kabupaten Situbondo. Jika LQ >=1, maka sektor tersebut termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut lebih berperan bagi perekonomian kecamatan daripada perekonomian kabupaten. Sebaliknya jika LQ <1, maka sektor tersebut sektor non-basis. Artinya sektor tersebut kurang berarti dalam perekonomian kecamatan daripada perekonomian kabupaten. 2. Efek Pengganda Kekuatan sektor basis untuk menggerakkan perekonomian wilayah terletak pada koefisien pengganda pendapatan. Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pengaruh kebijakan pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan serta pasar dalam struktur tata ruang untuk mengacu pertumbuhan kegiatan perekonomian. Sebaliknya sektor yang mendominasi perekonomian suatu wilayah menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi pusat pertumbuhan dan pelayanan yang bagi kegiatan perekonomian berfungsi sebagai pusat pelayanan bagi masyarakat setempat juga pelayanan ekonomi. Oleh karena itu pusat pertumbuhan dan pelayanan memiliki sejumlah sarana dan fasilitas sosial ekonomi yaitu untuk kebutuhan penduduk seperti sarana pendidikan, sarana peribadatan, sarana kesehatan, kantor pemerintah dan sebagainya. Sarana dan fasilitas pelayanan ekonomi berkaitan dengan kegiatan perekonomian seperti sarana pemasaran, fasilitas perkreditan, industri dan lain-lain. Pemusatan fasilitas
pelayanan tersebut merupakan bentuk usaha mengkonsentrasikan kegiatan perekonomian. Integrasi wilayah ke suatu pusat pelayanan atau pengembangan dalam suatu kesatuan ditentukan oleh (1) jumlah dan distribusi penduduk, jumlah dan jenis, jumlah unit, dan tingkat sarana dan prasarana pembangunan yang dimiliki, (2) aksesibilitas wilayah, penyebaran sarana dan prasarana pembangunan akan memusat pada suatu wilayah dimana jumlah penduduk dan aksesibilitasnya tinggi. Indicator ini menunjukan hierarki pusat-pusat pertumbuhan dimana satu sam lain berkaitan dalam efektivitas ekonomi semakin besar jumlah jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan pada suatu pusat pertumbuhan dan pelayan dan sebaliknya (Hanafiah, 1988 dalam Sumedi, 1997). Model ini digunakan untuk mengetahui hierarki pusat pengembangan dan sarana pembangunan. Metode skalogram dapat memberikan informasi tentang hierarki pusat-pusat pengembangan dan penyebaran fasilitas pelayanan sosial ekonomi. Dalam analisis, fasilitas dibedakan menjadi fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi. Hal ini untuk melihat apakan kemajuan di bidang ekonomi akan diikuti oleh kemajuan di bidang sosial atau sebaliknya. Metode ini digunakan untuk mengetahui hierarki pusat-pusat pengembangan dan sarana pembangunan. Metode skalogram dapat memberikan informasi tentang hierarki pusat-pusat pengembangan dan penyebaran fasilitas pelayanan sosial ekonomi. Dalam analisis, fasilitas dibedakan menjadi fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi. Hal ini untuk melihat apakan kemajuan di bidang ekonomi akan diikuti oleh kemajuan di bidang sosial atau sebaliknya.
Langkah-langkah metode skalogram adalah : 1.
Tulis
seluruh
nama
pusat
pengembangan
atau
wilayah
pembangunan bila analisis dilakukan untuk mengetahui hierarki suatu wilayah pembangunan. 2.
Cantumkan jumlah penduduk seluruh pusat pengembangan atau
wilayah pembangunan tersebut, dimana jumlah penduduk terbanyak berada pada urutan teratas dan seterusnya sampai urutan terbawah ditempati oleh pusat pengembangan yang mempunyai jumlah penduduk yang terkecil. 3.
Tulis dan hitung jumlah jenis dan jumlah unit prasarana
pembangunan yang diamati pada setiap pusat pengembangan. 4.
Urutkan peringkat pusat pengembangan menurut jumlah jenis dan
jumlah unit prasarana pembangunan pada baris tabel skalogram. 5.
Urutkan peringkat sarana dan prasarana pembangunan menurut
jumlah jenis dan jumlah unit pada kolom tabel skalogram. 6.
Tetapkan
hierarki
pusat
pengembangan
dan
prasarana
pembangunan dimana pusat pengembangan memiliki sarana dan prasarana pembangunan terbanyak ditempatkan sebagai peringkat pertama. Prasarana yang menjadi indikator ekonomi antara lain : pasar, perusahaan, bank, koperasi, lembaga keuangan, dan lain-lain. Sedang fasilitas yang dijadikan indikator sosial adalah: sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, puskesmas, dan lainlain. Menurut Hanafiah (1988), metode skalogram dapat digunakan untuk beberapa kepentingan seperti:
a)
Memperlihatkan hubungan dasar antara jumlah penduduk dan
ketersediaan fasilitas pembangunan. b)
Dapat mengorganisasikan data mengenai suatu wilayah.
c)
Membandingkan antara pusat-pusat pengembangan yang ada
berdasarkan atas fasilitas pembangunan yang dimiliki. d)
Menggambarkan hierarki pusat-pusat pengembangan.
e)
Secara potensial dapat digunakan untuk merancang pusat-pusat
pengembangan baru dan pengalokasian prasarana pembangunan. Keterbatasan metode ini yaitu: (1) hasil akhir dapat dipengaruhi oleh pemilihan indikator fasilitas pelayanan yang ada, (2) tidak memberikan informasi mengenai ukuran, kondisi dan kualitas fasilitas pelayanan dan (3) tidak mencakup faktor-faktor lokasi tata ruang dan perhitungannya masih agak kasar. Dari uraian di atas dapat diambil suatu pemahaman bahwa dalam perencanaan pembangunan wilayah perlu memperhatikan lokasi kegiatan sesuai dengan potensi wilayah tertentu dan juga memperhatikan lokasi kegiatan terhadap pusat pertumbuhan dan pelayanan. Pertimbangannya adalah untuk mempercepat peningkatan pendapatan dan keuangan daerah dalam pembangunan wilayah.
3.1.2. Fungsi-Fungsi dalam Manajemen Fungsional Manajemen fungsional dengan pengertiannya yang sering berubah dan berkembang terus-menerus secara dinamis ternyata tidak berbeda unsur yang menggambarkan fungsi-fungsinya. Oleh karena sifatnya yang konsisten itulah, sebelum membahas tentang manajemen strategik sebagai perkembangan
manajemen berikutnya, perlu dibahas lebih dahulu setiap fungsinya, berikut uraian dari setiap fungsi manajemen tersebut: A. PERENCANAAN (PLANNING) Menurut Nawawi (2003), beberapa pengertian dari perencanaan sebagai salah satu fungsi dari manajemen adalah sebagai berikut; Perencanaan adalah pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, program, metode, sistem atau cara, anggaran dan standar (tolok ukur) yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan; perencanaan juga mempunyai arti sebagai kegiatan persiapan yang dilakukan melalui perumusan dan penetapan keputusan, yang berisi langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Dengan kata lain perencanaan berfungsi sebagai langkah awal yang akan mewarnai pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Esensi perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah pengambilan keputusan dengan memilah dan memilih alternatif kegiatan yang akan atau tidak dilaksanakan, agar usaha pencapaian tujuan organisasi dapat berlangsung secara efektif dan efesien (Nawawi, 2003). B. PENGORGANISASIAN (ORGANIZING) Pengorganisasian sebagai salah satu fungsi Manajemen Fungsional yang merupakan sistem kerjasama sekelompok orang, yang dilakukan dengan pembidangan dan pembagian seluruh pekerjaan atau tugas dengan membentuk sejumlah satuan atau unit kerja, yang menghimpun pekerjaan sejenis dalam satu satuan unit kerja. Kemudian dilanjutkan dengan penetapan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, diikuti dengan mengatur hubungan kerjanya,
baik secara vertikal, horizontal maupun diagonal. Hasil pertama dari fungsi manajemen ini adalah struktur organisasi, yang selain memberikan gambaran tentang pembagian dan pembidangan pekerjaan/tugas juga menggambarkan hubungan kerja (network), yang dalam pengertian lama disebut prosedur atau mekanisme kerja. Kerjasama dilakukan dengan saling memberi informasi/data, keterangan, bertukar pikiran, pengalaman, penyampaian saran dan kritik yang sehat, rapat, diskusi. Dalam usaha melaksanakan tugas pokok organisasi agar berlangsung secara efektif dan efisien, kerjasama yang dilaksanakan melalui jaringan kerja internal berarti juga koordinasi secara vertikal, horizontal dan diagonal, antar unit kerja yang tugas pokoknya masing-masing merupakan bagian dari tugas pokok organisasi, bersifat saling mempengaruhi satu sama lain. C.
PELAKSANAAN (ACTUATING) Fungsi ketiga manajemen fungsional adalah Pelaksanaan atau Penggerakan
(actuating), yang dilakukan setelah sebuah organisasi memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian dengan memiliki struktur organisasi termasuk tersedianya personil sebagai pelaksana sesuai kebutuhan satuan kerja yang dibentuk. Diantaranya kegiatannya adalah melakukan pengarahan (commanding), bimbingan (directing), dan komunikasi (communication) termasuk koordinasi yang telah dijelaskan dalam fungsi pengorganisasian. Pengarahan dan bimbingan adalah kegiatan menciptakan, memelihara, menjaga/mempertahankan dan memajukan organisasi melalui setiap personil, baik secara struktural maupun fungsional, agar langkah operasionalnya tidak keluar dari usaha mencapai tujuan organisasi. Kegiatan pengarahan dan bimbingan sebagai perwujudan dari fungsi
pelaksanaan
dalam
manajemen
fungsional
memerlukan
penciptaan
dan
pengembangan komunikasi secara efektif dan efisien (Nawawi, 2003). D. PENGAWASAN/KONTROL (CONTROL) Pengawasan atau kontrol adalah fungsi di dalam manajemen fungsional yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan atau manajer semua unit kerja terhadap pelaksanaan pekerjaan dilingkungannya.pengawasan diartikan sebagai proses pengukuran (measurment) dan menilai (evaluation) tingkat efektivitas kerja personil dan tingkat efisiensi penggunaan sarana kerja dalam memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Setiap kegiatan pengawasan memerlukan tolok ukur atau kriteria untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam bekerja, yang dalam penilaian kinerja disebut standar pekerjaan. Tanpa tolok ukur tidak satupun sistem kontrol yang dapat dilakukan secara efektif. Suatu sistem kontrol terdiri dari: standar (tolok ukur), proses pengukuran (Penilaian), koreksi dan umpan balik. Pengawasan terhadap efektivitas kerja dapat dilakukan pada tingkat pencapaian tujuan (hasil) yang tertera secara kualitatif di dalam perencanaan sebuah organisasi non profit. Sedangkan pengawasan dalam bentuk penilaian efensiensi kerja dilakukan pada ketepatan penggunaan metode (cara kerja), alat termasuk teknologi, informasi, tenaga kerja (SDM), dengan tolok ukur terwujudnya proses pelaksanaan pekerjaan terbaik dengan mencapai hasil yang terbaik pula sesuai tujuan di dalam perencanaan organisasi non profit. Menurut Rina dalam Misbah (2005), manajemen strategik adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dan bertahap yang bertujuan untuk menjaga agar organisasi secara keseluruhan dapat sesuai dengan lingkungannya.
Pengertian bertahap dalam menejemen strategik mengandung makna bahwa proses menejemen strategik dimulai dari tahap pertama dan dilanjutkan ke tahap berikutnya sampai dengan tahap yang terakhir, kemudian kembali mulai dari tahap awal dan seterusnya sehingga merupakan proses yang siklikal. Hal tersebut membuktikan bahwa proses manajemen strategik bersifat berkelanjutan. Proses manajemen strategis dapat digambarkan sebagai pendekatan obyektif, logis, dan sistematis untuk membuat keputusan-keputusan besar dalam sebuah organisasi. Proses manajemen strategis ini bertujuan mengelola informasi kualitatif dan kuantitatif dengan cara yang memungkinkan dibuatnya keputusankeputusan yang efektif dalam kondisi yang tidak pasti (David, 2004). Proses manajemen strategis merupakan proses yang dinamis dan berkesinambungan. Perubahan pada salah satu dari komponen atau bagian utama dari model tersebut dapat menyebabkan perubahan pada satu atau semua unsur yang lain. Oleh karena itu, aktivitas merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi strategi harus dilaksanakan terus-menerus. Menurut David dalam Misbah (2005) proses manajemen strategik terdiri dari tiga tahap, yaitu perumusan, implementasi dan evaluasi strategi. Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi bisnis, menggali peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan sasaran jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Menggali misi, sasaran dan strategi organisasi yang sudah ada merupakan titik awal yang logis untuk menejemen strategik karena situasi dan kondisi perusahaan saat ini mungkin menghalangi strategi tertentu dan mungkin bahkan mendikte suatu tindakan. Strategi menetapkan keunggulan
bersaing jangka panjang, sehingga keputusan strategi mempunyai konsekuensi berbagai fungsi utama dan berpengaruh jangka panjang pada suatu organisasi. Tahap terakhir dalam manajemen strategik adalah tahap evaluasi strategi. Evaluasi strategi utama berarti usaha untuk memperoleh informasi tentang bilamana suatu strategi tertentu tidak berfungsi dengan baik. Karena faktor-faktor eksternal dan internal yang selalu berubah, semua strategi dapat dimodifikasi di masa depan. Ada tiga aktivitas mendasar untuk melakukan evaluasi strategi, yaitu; (1) Meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi sekarang, (2) mengukur prestasi dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi strategi perlu dilakukan karena keberhasilan hari ini bukan jaminan keberhasilan di masa depan.keberhasilan akan menciptakan masalah baru dan berbeda. Hasil dari evaluasi strategi harus segera diinformasikan kepada bagian atau rangkaian yang tidak berfungsi dengan baik, kemudian segera dilaksanakan dengan tindakan yang korektif. Sebelum merumuskan strategi yang akan dijalankan oleh suatu organisasi perlu dilakukan berbagai analisis atas situasi dan kondisi yang dihadapi organisasi. Analisis lingkungan tempat organisasi organisasi itu berada, secara garis besar dibagi dalam dua kelompok. Pertama, lingkungan internal yang sifatnya di dalam organisasi, yang meliputi faktor kekuatan atau kelebihan dan kelemahan organisasi. Kedua, lingkungan eksternal organisasi yang dibagi menjadi kelompok lingkungan makro yang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pada kinerja organisasi yang terdiri atas pertimbangan politik, pertimbangan ekonomi, pertimbangan sosial, pertimbangan teknologi. Dan kelompok lingkungan industri atau pesaing bisnis yang berpengaruh langsung dan
signifikan terhadap organisasi yang terdiri atas lima variabel pertimbangan utama yaitu ancaman masuknya pendatang baru, persaingan sesama perusahaan dalam industri, ancaman dari produk substitusi, kekuatan tawar-menawar pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok. Hasil dari analisis internal dan eksternal, kemudian masing-masing diringkas dalam bentuk matriks EFE (Evaluasi Faktor Eksternal) dan EFI (Evaluasi Faktor Internal). Setelah diperoleh hasil masing-masing faktor, selanjutnya perlu dicocokkan antara kedua matriks (EFE dan EFI) dalam matriks internal-eksternal (IE) untuk menentukan posisi unit bisnis dalam suatu perusahaan. Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang sudah dikenal luas. Hasil analisis SWOT dapat menunjukkan kualitas dan kuantifikasi posisi organisasi yang kemudian memberikan
rekomendasi
strategik
terhadap
strategi
perusahaan
serta
rekomendasi fungsional kebutuhan atau modifikasi sumber daya organisasi. Terdapat beberapa teknik analisis SWOT yang bisa digunakan, diantaranya dengan pendekatan kualitatif matriks SWOT atau melalui pendekatan kuantitatif. Matriks SWOT merupakan alat analisis penting yang dapat membantu manajer dalam mengembangkan empat macam strategi, yaitu (1) strategi S-O yang dikembangkan agar perusahaan dapat menggunakan kekuatan internal untuk mengambil keuntungan dari peluang eksternal, (2) strategi W-O yang bertujuan untuk mengatasi kelemahan internal dengan menggunakan peluang eksternal, (3) strategi S-T dikembangkan agar perusahaan dapat menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal, dan (4) strategi W-T merupakan taktik bertahan dengan menekan kelemahan dan menghindari ancaman lingkungan.
Pertimbangan yang muncul dari analisis lingkungan eksternal dalam analisis SWOT akan menjadi faktor peluang (opportunity) atau ancaman (threat) bagi perusahaan. Sedangkan hasil dari analisis internal meliputi faktor kelebihan atau kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) organisasi. Organisasi pada umumnya menjalankan strategi WO, ST, atau WT agar memperoleh situasi yang memungkinkan organisasi untuk bisa menerapkan strategi SO. Pearce dan Robinson (1997) dalam Misbah (2005), mendefinisikan keempat faktor lingkungan internal dan eksternal di atas. Faktor peluang didefinisikan sebagai situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Sebaliknya, faktor tantangan didefinisikan sebagai situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Faktor kekuatan didefinisikan sebagai sumber daya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani perusahaan. Kekuatan adalah kompetensi khusus yang memberi keunggulan komparatif bagi perusahaan pasar. Sebaliknya, faktor kelemahan didefinisikan sebagai keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan. Setelah melakukan analisis input (eksternal dan internal) dan pencocokan (internal-eksternal dan SWOT) yang memadukan antara sumber daya dan kemampuan internal dengan peluang dan resiko yang diciptakan oleh faktor-faktor eksternal, organisasi perusahaan perlu untuk memutuskan langkah yang akan diambil perusahaan selanjutnya. Dari beberapa alternatif tindakan yang diperoleh dari dua tahap perumusan strategi sebelumnya, perlu ditetapkan alternatif strategi terbaik yang spesifik untuk dilaksanakan oleh perusahaan. Untuk mengambil
keputusan itu, perlu alat bantu berupa Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM). Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) merupakan satusatunya teknik analisis yang terdapat dalam literatur yang dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak (David, 2002). 3.1.3. Elemen-Elemen Strategi Komprehensif Altenatif strategi terpilih yang akan diterapkan perlu dijabarkan lebih rinci dengan mempertimbangkan seluruh faktor yang terkait dengan pilihan strategi tersebut. Elemen pilihan strategi terdiri dari komponen misi bisnis, sasaran, tujuan (objective), sasaran atau target (goals) dan program (King & Cleland, 1978).misi bisnis mempunyai hubungan dengan elemen-elemen pilihan strategi yang lain. Tujuan (objective) yang lebih kompleks harus dikembangkan dalam lingkup misi bisnis. Tujuan ini menspesifikkan apa yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam memenuhi misi bisnis yang telah ditetapkan. Berdasarkan pada tujuan yang dipilih, maka perlu dikembangkan strategi sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan (objective). Sasaran (goals) merupakan pernyataan-pernyataan yang lebih spesifik tentang apa yang ingin dicapai dalam kerangka tujuan dan strategi. Program kegiatan merupakan kumpulan aktivitas yang terfokus pada sasaran (goals) dan tujuan (objective). Ilustrasi hubungan antara misi dan elemen-elemen pilihan strategi lainnya yang membentuk sebuah strategi komprehensif dapat dilihat pada Gambar 2.
MISI
TUJUAN (Objective)
STRATEGI
SASARAN (Goals)
PROGRAM
Gambar 1. Ilustrasi Elemen-Elemen dalam Strategi Komprehensif Sumber : King & Cleland, 1978.
3.2. Kerangka Operasional Adanya sentralisasi kewenangan di pemerintahan pusat menyebabkan suatu daerah tidak dapat secara leluasa menggali dan mengelola potensi wilayahnya untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Sehingga menuntut adanya suatu otonomi daerah yang dapat mengoptimalkan pengelolaan pendapatan daerahnya. Dengan adanya otonomi daerah ini, maka pelaksanaan pembangunan di setiap daerah dapat dilaksanakan secara optimal oleh pemerintahan lokal sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang menerapkan sistem demokrasi dengan menekankan pada pemerintahan yang sentralisasi. Pemerintah lokal mengatur tataruang daerahnya yang meliputi kegiatan ekonomi wilayah dan mengatur struktur organisasi tataruang Penelitian ini menggunakan dua alat analisis yaitu pendekatan LQ yang digunakan untuk melihat sektor-sektor basis perekonomian dan metode skalogram yang digunakan untuk melihat penyebaran sarana dan prasarana pembangunan wilayah dalam hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan. Hasil dari analisis dari kedua alat ini digunakan untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan lingkungan eksternal dalam bentuk matriks IFE dan matriks EFE. Hasil dari identifikasi matriks ini digunakan untuk menyusun suatu matriks SWOT yanga akan menghasilkan berbagai alternatif strategi. Yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan matriks QSP untuk mendapatkan strategi terbaik dari pembangunan wilayah di masa yang akan datang. Dan tahap terakhir adalah menyusun strategi komprehensif pembangunan yang terdiri dari eleman
misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program. Selanjutnya adalah tahap analisa kebijakan.
Sentralisasi Kewenangan
OTONOMI DAERAH
Kegiatan Ekonomi Wilayah
Struktur Organisasi Tata Ruang
Pendekatan (LQ)
SKALOGRAM Penyebaran Sarana dan Prasarana Pembangunan
Sektor Basis Perekonomian
Analisis lingkunganEksternal (Matriks EFE)
Analisis Lingkungan Internal (Matriks EFI)
Tahap Masukan (Matriks IFE dan EFE)
Tahap Perumusan Alternatif Strategi (Matriks SWOT)
Tahap Pemilihan Strategi Terbaik (Matriks QSPM)
Strategi Pembangunan Wilayah Masa datang
Analisa Kebijakan Pembangunan
Gambar 3. Kerangka Operasional Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini bersifat studi kasus dengan daerah penelitian Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini memakan waktu selama tiga bulan dilakukan pada Juni sampai Agustus 2006. pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan kondisi geografis yang sangat mendukung, potensi ekonomi wilayah yang masih mungkin dapat digali lebih lanjut untuk dilakukan penelitian.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data sekunder dapat dipenuhi melalui penelusuran arsip dan pustaka milik dinas dan instansi setempat seperti dari BPS Kabupaten Situbondo, Bappeda Kabupaten Situbondo, Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo, dan instansi atau lembaga lain yang terkait dengan tujuan penelitian, dilengkapi sumber-sumber lain seperti dari internet, artikelartikel.sedangkan data primer diperoleh dari wawancara kepada staff dan pegawai daerah Responden yang dipilih adalah merupakan perwakilan dari setiap instansi yang terkait sebanyak lima orang. Tahun awal data PDRB atas dasar harga konstan adalah pada tahun 2000 dimana pada tahun ini merupakan awal dari berlakunya otonomi daerah.
4.3. Metode Analisis Dalam penelitian ini digunakan dua jenis metode analisis, yaitu metode deskriptif dan metode kuntitatif. Pemakaian metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan pembangunan, keadaan umum wilayah, keadaan sosial ekonomi, potensi wilayah, dan lain-lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
4.3.1. Location Quotient (LQ) Penggunaan metode kuantitatif digunakan untuk menghitung beberapa hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Namun untuk melakukan penelitian ini diperlukan beberapa asumsi. Asumsi yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian adalah sebagai berikut : 4. Kegiatan perekonomian Kabupaten Situbondo adalah homogen. 5. Terdapat pola permintaan yang sama antara kecamatan dan kabupaten. 6. Sistem perekonomian setiap kecamatan tertutup artinya kebutuhan barang akan terlebih dahulu oleh produksi sendiri dan kekurangannya akan dibeli dari kecamatan lain yang berada pada wilayah Kabupaten Situbondo. Dengan menggunakan asumsi di atas maka dapat dilakukan perhitungan tentang beberapa hal sebagai berikut : 1. Kuosien Lokasi (LQ)
Kuosien lokasi merupakan perbandingan antara harga relatif suatu daerah dengan total pendapatan relatif sektor atau sektor tertentu pada daerah yang lebih luas. LQ = Si / Ni atau Si / S S/N
Ni / N
LQ : Besarnya Kosien lokasi sektor perekonomian Si : Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten S : Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat provinsi Ni : Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten N : Jumlah pendapatan total sektor perekonomian pada tingkat provinsi Jika LQ >=1, maka sektor tersebut termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut lebih berperan bagi perekonomian kecamatan daripada perekonomian kabupaten. Sebaliknya jika LQ <1, maka sektor tersebut sektor non-basis. Artinya sektor tersebut kurang berarti dalam perekonomian kecamatan daripada perekonomian kabupaten. 2. Efek Pengganda Kekuatan sektor basis untuk menggerakkan perekonomian wilayah terletak pada koefisien pengganda pendapatan. Q=
Yb+ Yn Yb
Yb : Jumlah pendapatan dari sektor basis. Yn : Jumlah pendapatan dari sektor non-basis. Y : Total pendapatan (Basis dan Non-basis)
Q : Efek pengganda
4.3.2. Skalogram Metode ini digunakan untuk mengetahui hierarki pusat-pusat pengembangan dan sarana pembangunan. Metode skalogram dapat memberikan informasi tentang hierarki pusat-pusat pengembangan dan penyebaran fasilitas pelayanan sosial ekonomi. Dalam analisis, fasilitas dibedakan menjadi fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi. Hal ini untuk melihat apakan kemajuan di bidang ekonomi akan diikuti oleh kemajuan di bidang sosial atau sebaliknya. Langkah-langkah metode skalogram adalah : 7. Tulis seluruh nama pusat pengembangan atau wilayah pembangunan bila analisis dilakukan untuk mengetahui hierarki suatu wilayah pembangunan. 8. Cantumkan jumlah penduduk seluruh pusat pengembangan atau wilayah pembangunan tersebut, dimana jumlah penduduk terbanyak berada pada urutan teratas dan seterusnya sampai urutan terbawah ditempati oleh pusat pengembangan yang mempunyai jumlah penduduk yang terkecil. 9. Tulis dan hitung jumlah jenis dan jumlah unit prasarana pembangunan yang diamati pada setiap pusat pengembangan. 10. Urutkan peringkat pusat pengembangan menurut jumlah jenis dan jumlah unit prasarana pembangunan pada baris tabel skalogram. 11. Urutkan peringkat sarana dan prasarana pembangunan menurut jumlah jenis dan jumlah unit pada kolom tabel skalogram.
12.
Tetapkan hierarki pusat pengembangan dan prasarana pembangunan
dimana pusat pengembangan memiliki sarana dan prasarana pembangunan terbanyak ditempatkan sebagai peringkat pertama.
4.3.3. Matriks EFI dan Matriks EFE Matriks EFI (evaluasi faktor internal) merupakan alat untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha dan juga memberikan dasar untuk mengendalikan dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang ini. Matiks EFE (evaluasi faktor eksternal) merupaka alat untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan persaingan. Terdapat lima langkah dalam menyusun matriks EFE dan EFI, yaitu : 1) Buat daftar faktor-faktor internal yang diidentifikasi dalam proses audit internal. Cari antara 10 dan 20 faktor, termasuk kekuatan maupun kelemahan. Tuliskan kekuatan terlebih dahulu, kemudian kelemahan. Demikian juga untuk faktor eksternal, buat daftar faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit eksternal. Cari antara 10 dan 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Daftar peluang kemudian ancaman, usahakan sespesifik mungkin bisa menggunakan persentase, rasio, dan angka perbandingan. 2) Beri bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (amat penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari setiap faktor tersebut agar berhasil dalam industri. Jumlah seluruh bobot yang diberikan
pada faktor di atas harus sama dengan 1,0. penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategik internal dan eksternal tersebut kepada pihak menejemen perusahaan dengan menggunakan metode paired comparison dalam Nurjanah, 2006. Inti dari metode paired comparison adalah membandingkan secara bersamaan dua variabel yang terdapat dalam seperangkat variabel dan memilih salah satu variabel yang dinilai responden lebih penting melalui skala penilaian (Kinner, 1991 dalam Nurjanah, 2006). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah sebagai berikut: 1= jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2= jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3= jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 berikut:
Tabel 2. Penilai Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah Faktor Strategis Internal
A
B
C
D
...
A B C D ... Total
Tabel 3. Penilai Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah
Total
Bobot
Faktor Strategis Internal
A
B
C
D
...
Total
Bobot
A B C D ... Total
Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus: A1 =
X1 n
∑ I =1
Keterangan : a1 = Bobot variabel ke-i Xi = Nilai variabel ke-i i = 1, 2, 3...n n = Jumlah variabel
Sumber: Kinner (1991) 3) Untuk faktor eksternal, beri peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini menjawab faktor ini, dengan catatan 4 = jawaban atau respon perusahaan superior, 3 = jawaban di atas rata-rata, 2 = jawaban rata-rata, 1 = jawaban jelek. Untuk faktor internal berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor yang menunjukkan apakah faktor itu mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemahan kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3), atau kekuatan utama (peringkat = 4). Peringkat didasarkan pada keadaan perusahaan, sedangkan bobot dalam langkah dua didasarkan pada kondisi industri. 4) Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk mendapatkan nilai yang dibobot
5) Jumlahkan nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan nilai yang dibobot total bagi organisasi. Total nilai yang dibobot tertinggi untuk suatu organisasi adalah 4,0 dan yang terendah adalah 1,0. rata-rata nilai yang dibobot adalah 2,5. untuk penilaian faktor eksternal, jumlah nilai yang dibobot sama dengan 4,0 menunjukkan bahwa suatu strategi perusahaan secara efektif memanfaatkan peluang yang ada dan meminimalkan pengaruh negatif potensial dari ancaman eksternal. Jumlah nilai sama dengan 1,0 menunjukkan bahwa perusahaan masih lemah dalam mengatasi ancaman eksternal dan belum dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Tabel 4. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE). Faktor-faktor eksternal kunci
PELUANG 1. 2. ... ANCAMAN 1. 2. ... Jumlah
Bobot (Xi)
Peringkat (Yi)
Nilai yang dibobot (Xi x Yi)
1,0
Sumber David, 2002. Untuk penilaian faktor internal, total nilai yang dibobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedang jumlah nilai yang dibobot yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Ketika sebuah faktor internal kunci merupakan kekuatan dan kelemahan, faktor itu harus dimasukkan dua kali dalam matriks EFI, dengan bobot dan peringkat harus diberikan untuk setiap pernyataan.
Tabel 5. Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) Faktor-faktor eksternal kunci
KEKUATAN 1. 2. ... KELEMAHAN 1. 2. ... Jumlah
Bobot (Xi)
Peringkat (Yi)
Nilai yang dibobot (Xi x Yi)
1,0
Sumber David, 2002.
4.3.4. Matriks Internal-Eksternal (IE) Matriks IE disusun berdasarkan dua dimensi kunci : total nilai EFI yang diberi bobot pada sumbu-X dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu-Y. Pada sumbu-X matriks IE, total nilai EFI yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah; nilai dari 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang (rata-rata); dan nilai antara 3,0 sampai 4,0 kuat. Demikian pula pada sumbu-Y, total nilai EFE yang diberi bobot 1,0 sampai 1,99 dianggap rendah; nilai 2,0 sampai 2,99 sedang dan nilai 3,0 sampai 4,0 tinggi. Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda. Pertama, kategori yang masuk dalam sel I, II atau IV dapat disebut tumbuh dan bina. Untuk kategori ini bisa menerapkan strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan integrasi horizontal) kedua yang termasuk dalam sel III, V atau VII dapat dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara. Strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi terbanyak yang dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini. Ketiga yang termasuk dalam sel VI, VIII atau IX adalah panen atau divestasi. Organisasi yang sukses dapat mencapai portofolio bisnis yang diposisikan dalam atau di sekitar sel I dalam matriks IE.
SKOR EFI SKOR EFE
4,0
Tinggi (3,0 – 4,0)
Kuat (3,0 – 4,0)
Lemah (1,0 – 1,99)
Rata-rata (2,0 – 2,99) 2,0
3,0
1,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3,0 Sedang (2,0 – 2,99) 2,0 Rendah (1,0 – 1,99) 1,0 Gambar 4. Matriks IE (Internal-Eksternal) Sumber David, 2002.
4.3.5. Matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) Matriks SWOT merupakan matriks yang memiliki sembilan sel, tersusun atas tiga baris dan tiga kolom. Langkah-langkah dalam penyusunan matriks SWOT adalah sebagai berikut: 1. Tuliskan peluang eksternal kunci perusahaan pada baris kedua kolom kesatu 2. Tuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan pada baris ketiga kolom kesatu 3. Tuliskan kekuatan internal kunci perusahaan pada baris kesatu kolom kedua 4. Tuliskan kelemahan internal kunci perusahaan pada baris kesatu kolom ketiga 5. Mencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat resultan strategi SO pada baris kedua kolom kedua 6. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat resultan strategi WO pada baris kedua kolom ketiga 7. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat resultan strategi ST pada baris ketiga kolom kedua
8. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat resultan strategi WT pada baris ketiga kolom ketiga. Tabel 6. Matriks SWOT Faktor Internal
KEKUATAN (S) 1. 2. Daftar Kekuatan 3. ...
KELEMAHAN (W) 1. 2. Daftar Kelemahan 3. ...
Faktor Eksternal PELUANG (O) 1. 2. Daftar Peluang 3. ... ANCAMAN (T) 1. 2. Daftar ancaman 3. ...
Strategi SO 1. 2. Gunakan kekuatan 3.untukmemanfaatkan peluang ... Strategi ST 1. Gunakan kekuatan 2. untuk mengatasi 3. ancaman ...
Strategi WO 1. Atasi 2. kelemahan 3. dengan.memanfaatkan peluang ... Strategi WT 1. Meminimalkankelema han 2. dan menghindari 3. ancaman ...
Sumber: David, 2002
4.3.6. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) atau Matriks QSPM Format dasar matriks QSPM diperlihatkan pada tabel 6. langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembangkan QSPM (David, 2002), terdiri dari: 1. Mengisi kolom pertama sebelah kiri QSPM dengan daftar peluang atau ancaman dan kekuatan atau kelemahan internal perusahaan. Informasi ini berasal dari Matriks EFE dan Matriks EFI, dan masing-masing terdiri dari minimal 10 faktor sukses kritis eksternal dan 10 faktor sukses kritir internal. 2. Memberi bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal. Bobot ini juga bisa diambil dari Matriks EFE dan EFI.
3. Memeriksa pencocokan (tahap 2) matriks dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan. Kelompokkan strategi menjadi set yang saling eksklusif bila mungkin, dan catat pada baris teratas dari QSPM. 4. Menetapkan nilai daya tarik (AS). Nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal satu per satu, dan menentukan ada atau tidaknya pengaruh faktor tersebut terhadap strategi yang akan dibuat. Jika faktor tersebut berpengaruh, maka strategi itu harus dibandingkan relatif pada faktor kunci. Nilai daya tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas yang lain, mempertimbangkan faktor kunci sukses tertentu. Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = amat menarik. Jika dalam pemeriksaan faktor sukses kritis tidak berpengaruh terhadap strategi pilihan spesifik yang akan dibuat, maka nilai daya tarik tidak perlu diberikan pada strategi tersebut. Hindari pemberian nilai daya tarik yang sama pada setiap strategi. 5. Menghitung total nilai daya tarik (TAS), yang ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot (langkah 2) dengan nilai daya tarik (langkah 4) dalam setiap baris. Total nilai daya tarik menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif, dengan hanya mempertimbangkan dampak dari faktor sukses kritis di baris tersebut. Semakin tinggi total nilai daya tarik, strategi alternatif tersebut semakin menarik (hanya dengan mempertimbangkan faktor kunci pada baris itu). 6.
Tabel 7. Matriks Perencanaan Strategik Kuantitatif – QSPM Faktor-Faktor Kunci
Bobot
ALTERNATIF STRATEGI Strategi 1 AS TAS
Strategi 2 AS TAS
Strategi 3 AS TAS
FAKTOR-FAKTOR KUNCI EKSTERNAL Ekonomi Politik/Legal/Pemerintah Teknologi Persaingan
FAKTOR-FAKTOR KUNCI INTERNAL Manajemen Keuangan/Akunting Pemasaran Produksi/Operasi Litbang Sistem Informasi Manajemen/Komputer Sumber : David, 2002 7. Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menjumlahkan total nilai daya Tarik dalam setiap kolom strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi. Semakin tiggi nilai menunjukkan strategi itu semakin menarik, mempertimbangkan semua faktor sukses kritis eksternal dan internal relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Besarnya perbedaan antara jumlah total nilai daya tarik dalam suatu set alternatif strategi menunjukkan seberapa besar sebuah strategi lebih diinginkan relatif terhadap yang lain. Terlihat bahwa kolom pertama (sebelah kiri) dari QSPM terdiri dari faktorfaktor kunci eksternal dan internal yang tersedia dari tahap 1. sedangkan pada aris pertama (paling atas) menunjukkan strategi alternatif yang layak yang tersedia dari tahap 2 perumusan strategi. Akan tetapi, tidak semua strategi yang diusulkan
dengan teknik pencocokan (tahap 2) harus dievaluasi dalam QSPM. QSPM mengevaluasi strategi alternatif yang masih dalam set strategi yang sama, bukan semua set strategi yang sangat variatif.
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Situbondo 5.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Situbondo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang cukup terkenal dengan sebutan Daerah Wisata Pantai Pasir Putih yang letaknya berada diujung timur pulau jawa bagian utara dengan posisi diantara 70351 – 70441 Lintang Selatan dan 1330301 – 1140421 Bujur Timur , dengan batasan wilayah Utara dengan Selat Madura, sebelah Timur dengan Selat Bali, sebelah Selatan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km2 atau 163.85 Ha, bentuknya memanjang dari barat ke timur kurang lebih 140 Km. Pantai Utara umumnya berdataran rendah dan di sebelah Selatan berdataran tinggi dengan rata-rata lebar wilayah lebih kurang 11 km. Luas wilayah menurut kecamatan terluas adalah Kecamatan Banyuputih 481,67 km2 disebabkan oleh karena luasnya hutan jati diperbatasan antara Kecamatan Banyuputih dan Wilayah Banyuwangi Utara. Sedangkan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Besuki yaitu 26,41 km2, dari 17 kecamatan yang ada diantaranya terdiri dari 14 kecamatan memiliki pantai dan empat kecamatan yang tidak memiliki pantai, yaitu Kecamatan Sumbermalang, Kecamatan Jatibanteng, Kecamatan Situbondo, Kecamatan Panji.
5.1.2. Topografi dan Jenis Tanah Temperatur di daerah ini kurang lebih diantara 24,70 C – 27,90 C dengan rata-rata curah hujan antara 994 mm – 1.503 mm per tahun dan daerah ini tergolong kering. Kabupaten Situbondo berada pada ketinggian 0 – 1.250 m di atas permukaan air laut. Keadaan tanah menurut teksturnya pada umumnya tergolong sedang 96,26 persen, halus 2,75 persen dan tergolong kasar 0,99 persen. Drainase tanah tergolong tidak tergenang 99,42 persen, kadang tergenang 0,05 persen, dan selalu tergenang 0,53 persen. Jenis tanah di daerah ini berbagai jenis antara lain Alluvial, Regosol, Gleysol, Renzine, Grumosol, Mediteran, Latosol, serta Andosol.
5.1.3. Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Situbondo memiliki luas 163.850 ha yang terdiri dari 18,57 persen lahan sawah, 17,09 persen pertanian tanah kering, 1,09 persen perkebunan, 44,80 persen lahan hutan dan 0,27 persen digunakan untuk lain-lainnya. Penggunann lahan pada umumnya didominasi oleh lahan kehutanan. Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan (Ha) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penggunaan Lahan Pemukiman Sawah Pertanian tanah kering Kebun campur Perkebunan Hutan Rawa/Danau/Waduk Tambak/Kolam Padang rumput Tanah tandus Lain-lain Total
Luas 2.822,00 30.426,50 27.995,30 414,00 1.780,26 73.407,00 174,00 1.876,30 7.464,10 17.052,10 438,44 163.850,00
Sumber : BPS Kabupaten Situbondo (2004)
Persentase 1,72 18,57 17,09 0,25 1,09 44,80 0,11 1,15 4,56 10,41 0,27 100,000
5.2. Administrasi Pemerintahan Kabupaten Situbondo Batasan administratif Wilayah Kabupaten Situbondo, terdiri dari 17 kecamatan dan 132 desa. Kabupaten Situbondo juga terdapat empat kelurahan, dua berada di Kecamatan Situbondo yaitu Kelurahan Kapongan dan Kelurahan Dawuhan dan dua kelurahan di Kecamatan Panji yaitu Kelurahan Mimbaan dan Ardirejo. Jumlah desa menurut klasifikasinya sebanyak 24 tergolong wilayah perkotaan dan 112 wilayah pedesaan. Luas tanah eks desa 10,83 Ha dan tanah kas desa seluas 836,37 Ha. Perkembangan desa di Kabupaten Situbondo seluruhnya tergolong desa swadaya. Tabel 9. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Situbondo Jumlah Desa Dusun/Lingkunga n 1 Sumbermalang 9 32 2 Jatibanteng 8 35 3 Banyuglugur 7 45 4 Besuki 10 28 5 Suboh 8 30 6 Mlandingan 7 28 7 Bungatan 7 54 8 Kendit 7 34 9 Panarukan 8 51 10 Situbondo 6 24 11 Mangaran 12 55 12 Panji 6 44 13 Kapongan 10 55 14 Arjasa 8 48 15 Jangkar 8 38 16 Asembagus 10 38 17 Banyuputih 5 25 Jumlah 136 664 Sumber : Situbondo Dalam Angka 2004 No
Kecamatan
Luas (Ha)
12.947 6.608 7.266 2.641 3.084 3.961 6.607 11.414 5.438 2.781 3.570 4.699 4.455 21.638 6.700 11.874 48.167 163.850
Dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo, kecamatan yang memiliki wilayah terluas adalah Kecamatan Banyuputih dengan luas wilayah 48,167 km2
dan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Besuki dengan luas wilayah 2,641 km2. Sedangkan kecamatan yang memiliki desa terbanyak adalah Kecamatan Panji dengan 12 desa dan kecamatan yang memiliki jumlah desa terkecil adalah Kecamatan Banyuputih dengan lima desa.
Dari jumlah desa dan kelurahan yang ada di Kabupaten Situbondo, berdasarkan pembagian wilayah kota dan desa, sebanyak empat desa/kelurahan termasuk wilayah kota dan 96 berstatus sebagai desa. Ditinjau dari potensi dan kondisi wilayahnya dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu wilayah utara merupakan pantai dan laut yang sangat potensial untuk pengembangan komoditi perikanan, baik budidaya maupun penangkapan ikan. Wilayah tengah bertopografi datar dan mempunyai potensi untuk pertanian. Sedangkan wilayah selatan bertopografi miring mempunyai potensi untuk tanaman perkebunan dan kehutanan.
5.3. Potensi Sumberdaya 5.3.1. Potensi Sumberdaya Alam a. Sektor Pertanian Potensi sektor pertanian Kabupaten Situbondo yang memberi kontribusi terbesar diantaranya adalah produksi pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan laut, tambak, hatchery, peternakan dan kehutanan, utamanya hutan jati di Kecamatan Banyuputih, Kecamatan Kendit dan sebagian tersebar di beberapa kecamatan lainnya. Produksi tanaman pangan diantaranya adalah padi, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, kedele, buah-buahan utamanya mangga dan sayuran. Produksi tanaman pangan di tahun 2004 dibandingkan dengan tahun
sebelumnya mengalami kenaikan dan beberapa komoditi mengalami penurunan. Komoditi yang mengalami kenaikan hanyalah komoditi jagung dan kedele. Komoditi yan mengalami penurunan prodksi diantaranya meliputi padi, ubi kayu, kacang tanah, dan kacang hijau. Bila dilihat besarnya penurunan produksi untuk beberapa komoditi tersebut, masing-masing sebagai berikut; produksi padi sawah dan padi gogo masingmasing turun 8,09 persen dan 26,20 persen, ubi kayu turun 6,27 persen, kacang tanah turun 61,66 persen. Komoditi yang mengalami kenaikan produksi, jagung meningkat 23,18 persen dan kedele naik sebesar 40,54 persen. Bila dilihat dari luas panen masing-masing komoditi , diantaranya yang mengalami kenaikan adalah jagung, kacang hijau dan kedelai, masing-masing mengalami kenaikan luas panen sebesar 5,78 persen, 3,66 persen dan 23,28 persen. Sedangkan komoditi yang mengalami penurunan luas panen adalah komoditi padi sawah, padi gogo, ubi kayu dan kacang tanah. Masing-masing padi sawah turun 8,39 persen, ubi kayu 17,13 persen dan kacang tanah turun sebesar 78,22 persen. Produksi sayuran mengalami kenaikan yang bervariasi untuk beberapa komoditi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya utamanya komoditi seperti bawang merah, bawang daun, cabe, ketimun dan melon. Sedangkan produksi lainnya mengalami penurunan produksi, diantaranya kacang panjang, terong dan semangka. Produksi bawang merah mengalami kenaikan 61,44 persen, cabe mangalami kenaikan 21,18 persen, tomat juga mengalami kenaikan 81,25 persen. Produksi buah-buahan yang menjadi komoditi unggulan dan cukup dikenal adalah penghasil mangga yang merupakan ciri khas daerah, dengan memasyarakatnya tanaman mangga hampir di setiap pekarangan rumah. Produksi mangga di tahun 2004 mengalami kenaikan dari 157.718 Kw menjadi 335.732 Kw atau naik
sebesar 122,87 persen, sedangkan komoditi buah-buahan lainnya juga mengalami kenaikan diantaranya alpukat, rambutan, pisang dan nangka, namun tidak sebanyak tanaman mangga. b. Sektor Perkebunan Tanaman perkebunan yang mampu memberikan kontribusi terhadap nilai tambah di sektor ini adalah komoditi kelapa, kopi, tebu, tembakau, kapuk, kapas, asam jawa, siwalan, cengkeh, jambu mente, pinang dan biji jarak. Produksi kelapa pada tanaman perkebunan rakyat pada tahun 2004 mengalami kenaikan dari 4.661 ton menjadi 4.676 ton atau naik sebasar 0,32 persen. Kopi atau ose kering produksinya stabil, sementara produksi tanaman tebu mengalami kenaikan dari 37.391 ton menjadi 37.720 ton atau naik sebesar 0,88 persen. Sedangkan produksi tanaman perkebunan lainnya seperti cengkeh, jambu mente, kapuk randu, siwalan, pinang, asam jawa, nilam, melinjo dan jarak perubahannya cukup bervariasi dan tidak terlalu besar kontribusinya terhadap nilai tambah sub sektor perkebunan. Dari sub sektor perkebunan yang dikelola oleh PTPN XI diantaranya produksi tebu mengalami kenaikan dari 6.872 ton menjadi 6.878 ton atau naik 0,09 persen, sedangkan yang dikelola oleh perusahaan swasta juga mengalami kenaikan dari 915 ton menjadi 920 ton atau naik 0,55 persen. Sementara produksi kopi tahun 2004 dibandingkan dengan tahun 2003 juga mengalami kenaikan dari 338 ton menjadi 339 ton atau naik 0,30 persen sedangkan tanaman kapuk randu produksinya turun dari 78 ton menjadi 66 ton atau turun 18,18 persen. c. Sektor Peternakan
Produksi sub sektor peternakan dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang bervariasi sesuai dengan tingkat kebutuhan konsumsi masyarakat. Populasi ternak tahun 2004 menunjukkan perkembangan yang positif antara lain dapat ditunjukkan dengan kenaikan populasi sapi dari 134.799 menjadi 135.068 atau naik 0,20 persen, sapi perah naik 0,71 persen, populasi kambing naik satu persen, populasi domba naik 0,29 persen, ayam kampung atau buras naik sampai 0,69 persen, ayam ras turun 2,41 persen dan itik naik 1,18 persen. Demikian pula bila dilihat dari produksinya, produksi daging di tahun 2004 mengalami kenaikan 3,06 persen, produksi telur naik sampai 3,19 persen, produksi susu naik 9,22 persen, kulit sapi turun 0,10 persen, kulit kambing naik 2,80 persen dan kulit domba turun 1,76 persen. Dari data RPH (Rumah Potong Hewan) dipeloleh jumlah ternak yang dipotong, diantaranya sapi mengalami kenaikan dari 7.987 ekor menjadi 8.019 ekor atau naik 0,40 persen, kambing naik 2,75 persen dan domba turun 0,90 persen, ayam kampung dan ayam ras naik masing-masing 0,74 persen dan 2,17 persen. d. Sektor Perikanan Potensi
strategis
yang
dimiliki
Kabupaten
Situbondo
adalah
membentangnya laut atau pantai hampir di setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Sumbermalang, Kecamatan Jatibanteng dan Panji. Sub sektor perikanan laut yang memberikan kontribusi yang besar terhadap nilai tambah sektor perikanan, antara lain disumbang oleh peranan budidaya
tambak dan hatchery serta hasil dari perikanan laut baik yang diusahakan secara tradisional maupun modern oleh masyarakat sekitar maupun pengusaha swasta. Produksi budidaya tambak, kolam dan penangkapan ikan di peraoran umumnya mengalami kenaikan dari 322,9 ton menjadi 539,70 ton dengan nilai produksi di tahun 2004 mencapai 25,32 milyar rupiah. Beberapa hasil produksi yang diantaranya jenis ikan lele, mujair, udang windu putih, bandeng, gurame, tombro, nila gift, tawas dan ikan lainnya. Sementara itu untuk produksi ikan olahan diantaranya ikan pindang dan ikan kering mengalami kenaikan. Cukup dibanggakan seharusnya dari potensi perikanan yang ada di Situbondo, jumlah pengusaha tambak dan hatchery yang ada di sepanjang pantai dari ujung barat (Kecamatan Banyuglugur) sampai ujung timur (Kecamatan Banyuputih) mencapai 155 tambak baik yang dikelola secara intensif, semi intensif maupun tradisional. Sedangkan banyaknya pengusaha hatchery sebanyak 38 buah yang tersebar di lima kecamatan diantaranya di Kecamatan Banyuglugur, Bungatan, Kendit, Panarukan dan Kapongan dengan luas areal 292.660 m2. Potensi ini sangat memberikan
peluang
bagi
masyarakat
sekitarnya
dalam
mengangkat
kesejahteraannya. Bila dikaitkan dengan upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) tentunya merupakan sumber yang strategis, karena pendapatan yang dihasilkan oleh pengusaha tambak/hatchery sangat besar.
e. Sektor Kehutanan
Produksi sub sektor kehutanan yang paling dominan berada di Kecamatan Banyuputih, yaitu hutan jati di perbatasan Taman Nasional Baluran dengan Banyuwangi Utara. Selain itu juga di Kecamatan Kendit dan sebagian pula di Kecamatan Bungatan serta sebagian kecil tersebar di kecamatan lainnya. Produksi sub sektor kehutanan diantaranya berupa kayu jati dan kayu rimba, kayu bakar, lak cabang dan getah pinus. Produksi kayu jati gelondongan, pada tahun 2004 sebesar 3.995 m3 dengan nilai produksi 7,51 milyar rupiah, sedangkan produksi kayu bakar jati sebanyak 34 m3 nilai produksi 2,07 juta rupiah. Produksi hasil hutan lainnya yang cukup menunjang berupa lak cabang dengan produksi 908 ton dengan nilai 182,52 juta rupiah, sedangkan produksi lainnya seperti getah pinus, kedawung dan hasil hutan lainnya dan juga meningkat dari tahun ke tahun. f. Sektor Pariwisata Sarana pariwisata di Kabupaten Situbondo yang telah dikenal luas adalah Pantai Pasir Putih dan Taman Nasional Baluran. Selain kedua lokasi tersebut, masih terdapat beberapa obyek wisata yang potensial dan dapat dikembangkan antara lain Pantai Pathek, Obyek Wisata Taman Istana Dewi Rengganis dan situs Cikasur di Kecamatan Sumbermalang merupakan obyek wisata yang belum dapat tersentuh dan dikelola dengan baik sehingga keberadaannya belum dapat termanfaatkan dengan optimal di samping obyek wisata religius berupa tempat tetirah, Agrowisata di Desa Kayumas Kecamatan Arjasa berkaitan dengan segitiga emas Kawah Ijen antara Situbondo-Bondowoso-Banyuwangi. Dalam mendukung pengembangan pariwisata Kabupaten Situbondo telah tersedia sarana pendukungnya antara lain hotel melati sebanyak 20 hotel dengan
jumlah kamar 518 buah dan jumlah tempat tidur sebanyak 910 buah serta menyerap tenaga kerja sebanyak 270 orang.
5.3.2. Potensi Sumberdaya Manusia a. Penduduk Dari hasil Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan setiap tahun, penduduk Kabupaten Situbondo tahun 2004 telah mencapai 621.624 jiwa, yang terdiri dari 302.306 jiwa penduduk laki-laki dan 319.318 jiwa penduduk perempuan. Perbandingan antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan/sex ratio sebesar 94,67 persen artinya dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 95 jiwa penduduk laki-laki. Dengan demikian penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki, dengan rasio jenis kelamin sebesar 319.318. berdasarkan hasil registrasi penduduk, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Situbondo rata-rata 0,53 persen setiap tahun. Dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan usia terdapat 71,69 persen penduduk usia produktif yaitu penduduk usia dewasa (15-64 tahun) dan terdapat 36,18 persen penduduk usia non produktif yang terdiri dari penduduk usia anak-anak (0-14 tahun) dan penduduk usia tua (65+ tahun) yang proporsinya masing-masing sebesar 22,44 persen dan 13,74 persen. Nilai perbandingan penduduk usia non produktif dengan penduduk usia produktif sebesar 50,51. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan menanggung sekitar 50 orang usia non produktif. Namun faktanya beban ekonomi yang ditanggung kelompok usia produktif lebih besar karena tidak semua penduduk usia 15-64 tahun aktif secara ekonomi. Hal ini tergambar dari banyaknya kelompok usia produktif yang benar-benar bekerja hanya sebanyak 304,270 jiwa (48,95 persen) atau dengan rasio sebesar 0,51 antara jumlah penduduk non produktif terhadap penduduk produktif. Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2004 N o
Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
0-4
26,455
22,122
48,577
2
5-9
20,827
25,307
46,134
3
10-14
24,079
20,763
44,842
4
15-19
18,499
21,652
40,151
5
20-24
22,832
26,244
49,076
6
25-29
28,767
28,121
56,888
7
30-34
24,968
29,253
54,221
8
35-39
27,184
24,821
52,005
9
40-44
23,155
29,640
52,795
1 0
45-49
22,170
21,572
43,742
1 1
50-54
20,795
16,817
37,612
1 2
55-59
17,140
13,987
31,127
1 3
60-64
10,332
17,319
27,651
1 4
65-69
7,390
10,559
17,949
1 5
70-74
4,851
7,179
12,030
1 6
75+
2,862
3,962
6,834
1 7
TT
26,455
3,962
48,577
302,306
319,318
621,624
Total Sumber : Susenas (2004)
Dari jumlah penduduk yang tersebar di 17 kecamatan, dapat dilihat lima urutan terpadat atau terbanyak masing-masing adalah Kecamatan Panji 61,089 jiwa, Kecamatan Besuki 57,487 jiwa, Kecamatan Panarukan 49,927 jiwa, Kecamatan Banyuputih 49,055 jiwa, dan Kecamatan Asembagus 48,011 jiwa. Bila dilihat dari urtan jumlah terkecil atau terjarang penduduknya masingmasing adalah Kecamatan Jatibanteng 21,561 jiwa, Kecamatan Banyuglugur 21,582 jiwa, Kecamatan Mlandingan 22,202 jiwa, Kecamatan Bungatan 24,931 jiwa dan Kecamatan Suboh 24,952 jiwa. Angka kepadatan penduduk di Kabupaten Situbondo pada Tahun 2004 sebesar 379 Jiwa/ km2, sedangkan pada tahun 2000 tingkat kepadatan penduduk sebesar 369 jiwa/km2. Sementara itu pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,53 persen setiap tahunnya. Penyebaran penduduk antar wilayah di Kabupaten Situbondo tidak merata. Hal ini dapat dilihat dari kepadatan penduduk yang
sangat bervariasi antara 101,82 jiwa/km2 pada Kecamatan Banyuputih yang merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terjarang sampai 2.176.71 jiwa/km2 pada Kecamatan Besuki yang merupakan kecamatan dengan jumlah kepadatan penduduk terpadat. Tabel 11. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2004 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17
Sumbermalang Jatibanteng Banyuglugur Besuki Suboh Mlandingan Bungatan Kendit Panarukan Situbondo Mangaran Panji Kapongan Arjasa Jangkar Asembagus Banyuputih
Luas Wilayah (km2) 129,47 66,08 72,66 26,41 30,84 39,61 66,07 114,14 54,38 27,81 46,99 35,70 44,55 216,38 67,00 118,74 481,67
Jumlah Penduduk (jiwa) 26,916 21,561 21,582 57,487 24,952 22,202 24,931 27,692 49,927 45,414 30,120 61,089 35,266 39,361 36,058 48,011 49,055
Tingkat Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
1638,5
621,624
11918.63
TOTAL Sumber : BPS Kabupaten Situbondo (2004)
b. Tenaga Kerja
207.8937 326.2863 297.0273 2176.713 809.0791 560.515 377.3422 242.6143 918.1133 1633.01 640.9874 1711.176 791.6049 181.9068 538.1791 404.3372 101.8436
Pada tahun 2004 terdapat 482,071 orang penduduk usia kerja dan 309,706 orang yang merupakan angkatan kerja dari keseluruhan jumlah penduduk. Dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 64,24 persen. Kualifikasi angkatan kerja di Kabupaten Situbondo masih didominasi oleh SD dan tidak tamat SD sebesar 62,17 persen, sementara itu yang tamat SLTP sebesar 17,82 persen dan tenaga kerja yang menamatkan pendidikan SLTA dan perguruan tinggi sebanyak 20,01 persen. Dengan kondisi rata-rata pendidikan angkatan kerja masih didominasi oleh tenaga kerja yang hanya tamat SD dan tidak tamat SD. Berdasarkan komposisi penduduk menurut mata pencaharian, sektor pertanian yang merupakan sektor terbesar dan paling dominan, karena sebagian besar penduduk di Kabupaten Situbondo memiliki pekerjaan utama pada sektor ini. Angkatan kerja yang diserap oleh sektor ini yaitu sebanyak 184,787 tenaga kerja atau 65,54 persen. Jika dibandingkan dengan kontribusi sektor pertanian pada PDRB sebesar 33,26 persen maka pendapatan rata-rata petani masih cukup rendah. Tabel 12. Jumlah dan Presentase Penduduk Menurut Lapangan Usaha No Lapangan Usaha Laki-Laki 1 Pertanian 128119 2 Pertambangan 857 3 Industri 12193 4 Listrik, gas, air minum 291 5 Konstruksi 7294 6 Perdagangan 19893 7 Komunikasi 17757 8 Keuangan 1941 9 Jasa-jasa 19602 10 lainnya 566 Sumber : BPS Kabupaten Situbondo 5.3.3. Sarana dan Prasarana
Perempuan 56668 2862 23289 275 550 12113 -
Total 184787 857 15055 291 7294 43182 18032 2491 31715 566
a. Perhubungan Sarana transportasi yang menghubungkan antar daerah baik antar desa, kecamatan maupun antar kota dapat dilalui dengan jaringan jalan darat dan laut. Luas jalan dapat dibedakan atas jalan negara, jalan propinsi dan jalan kabupaten. Luas jalan negara di kabupaten ini sepanjang 110,030 km status kolektor dengan kondisi jalan baik, tergolong kelas I, jalan propinsi sepanjang 16,980 km status kolektor dengan kondisi jalan baik dan sepanjang 5,038 km status lokal dengan kondisi jalan sedang, dengan rincian tergolong kelas II sepanjang 3,800 km dan kelas III sepanjang 1,239 km. Sedangkan panjang jalan kabupaten sepanjang 1.142,394 km dengan rincian kondisi jalan aspal lapen 1105,945 km aspal hotmix 163,674 km, jalan berbatu atau krikil 136,809 km, banyaknya jembatan negara adalah 136 buah, jembatan propinsi 8 buah dan jembatah kabupaten sebanyak 202 buah. b. Pendidikan Kualitas sumberdaya manusia akan menentukan dalam pembangunan suatu wilayah, sebab pembangunan wilayah membutuhkan sumberdaya manusia yang memadai dan terampil. Untuk memperoleh kualitas sumberdaya manusia yang memadai dan terampil diperlukan fasilitas pendidikan yang memadai juga. Oleh karena itu, fasilitas pendidikan sangat berperan dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Pembangunan di bidang pendidikan dari tahun ke tahun ditunjukkan oleh perkembangan institusi atau lembaga, jumlah guru, murid, dan tingkat partisipasi sekolah dari tahun ke tahun. Perkembangan lembaga pendidikan menurut tingkatnya dapat dilihat dari kenaikan dan penurunan, TK selama lima tahun
mengalami kenaikan sebesar 49,19 persen, yaitu dari 124 buah pada tahun 2000 menjadi 182 buah pada tahun 2004. SD/MI mengalami penurunan dari 544 buah pada tahun 2000 menjadi 541 buah pada tahun 2004 atau turun 0,55 persen. Hal ini terjadi karena adanya re grouping terhadap beberapa SD/MI yang kekurangan murid. Tingkat SLTP naik 24,69 persen dari 81 buah di tahun 2000 menjadi 101 buah di tahun 2004. Untuk tingkat SLTA/SMK/MA mengalami kenaikan dari 33 buah menjadi 42 buah di tahun 2004 atau naik sebesar 27,27 persen. Penyelenggaraan pendidikan tinggi di Kabupaten Situbondo sampai saat ini masih diselenggarakan oleh lembaga pendidikan swasta dengan jumlah tiga perguruan tinggi swasta, yaitu Institut Agama Islam Ibrahimy di Sukorejo, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI di Panji dan Universitas Abdurrahman Saleh di Situbondo. Dari ketiga lembaga tersebut jumlah mahasiswa sampai tahun 2004/2005 tercatat sebanyak 2,277 orang atau naik 4,74 persen dibandingkan dengan tahun 2003/2004 yang tercatat sebanyak 2,174 orang. Fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Situbondo dapat dilihat pada Tabel 13. Sementara itu, jumlah penduduk buta huruf latin usia 10-44 tahun pada tahun 2004 sebanyak 20,059 orang yang terdiri dari 9,159 orang laki-laki dan 10,900 orang perempuan. Berdasarkan Analisis Indikator Makro Jawa Timur 2000-2004 yang dikeluarkan oleh BPS Propinsi Jawa Timur Indeks Pendidikan Kabupaten Situbondo adalah 59,61, sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Situbondo tahun 2004 sebesar 58,03 yang menempati urutan ke 36 untuk tingkat Jawa Timur. Tabel 13. Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Situbondo Tahun 2004
Bangunan Sekolah
Status
Jumla h
Rasio Guru Murid
TK 182 182 swasta SD 541 311 negeri dan 230 swasta SLTP 101 54 negeri dan 47 swasta MTS SLTA 42 23 negeri dan 19 swasta SMK 6 1 negeri dan 5 swasta PT 3 3 swasta Pondok Pesantren 92 Sumber : BPS Kabupten Situbondo (2004)
12,87 13,75 12,69 14,91 6,46 8,46 -
c. Kesehatan Ketersediaan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia. Jika fasilitas kesehatan tersedia dengan memadai maka kualitas sumberdaya manusia akan semakin baik. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajad kesehatan manusia, Kabupaten Situbondo memiliki berbagai sumberdaya kesehatan antara lain sebagai berikut : 1. Dua unit rumah sakit (RSUD Kabupaten Situbondo dan RS swasta Elizabeth situbondo). 2. Tujuh belas unit puskesmas induk, 57 puskesmas pembantu (PUSTU), 33 unit puskesmas keliling dan tiga unit puskesmas perawatan. 3. Jumlah unit POLIDES sebanyak 65 unit dan 811 posyandu. 4. Jumlah kader kesehatan sebanyak 1373. 5. Jumlah tenaga medis sebanyak 22 yang terdiri dari dokter umum 11 orang, dokter gigi tiga orang, bidan 8 orang, perawat umum 32 orang.
d. Peribadatan Jenis dan jumlah sarana peribadatan di wilayah Kabupaten Situbondo meliputi masjid sebanyak 598 buah, langgar sebanyak 3184, mushola/surau sebanyak 1057 buah, gereja protestan sebanyak 17 buah dan gereja katolik sebanyak lima buah.
5.4. Struktur Perekonomian Wilayah Besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung atas dasar harga yang berlaku untuk tahun 2003 sebesar 2.624.582,48 juta rupiah atau 2,62 milyar rupiah lebih. Sementara itu pendapatan per kapita mencapai 3.630.386 rupiah/tahun, sedangkan untuk PDRB tahun 2002 sebesar 2.342.597,17 milyar rupiah dengan tingkat pendapatan per kapita 3.371.769 rupiah/tahun. PDRB tahun 2004 mencapai 2.903,51 milyar rupiah, yang berarti ada kenaikan atau pertumbuhan sebesar 10,63 persen. Kenaikan nilai PDRB dari perhitungan atas harga berlaku tersebut antara lain disebabkan oleh kenaikan harga barang-barang yang terjadi selama tahun 2004 dan juga disebabkan oleh kenaikan produksi dibeberapa sektor ekonomi, seperti pada sub sektor perikanan, kehutanan, perdagangan dan jasa. Bila dilihat nilai PDRB atas harga konstan, yang dihitung dengan menggunakan harga tahun dasar 2000 mencapai sebesar 2.054,59 milyar rupiah, sedangkan tahun 2003 mencapai 1.972,18 milyar rupiah ataunaik sebesar 4,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini belum bisa memenuhi target pemerintah yang ditargetkan lima persen atau lebih. Hal ini masih sulit disebabkan oleh pengaruh kenaikan harga-harga di tahun-tahun sebelumnya yang tinggi yang menyebabkan naiknya biaya produksi, lemahnya tingkat produktifitas dan kurang terjangkaunya biaya produksi yang terus melambung tinggi, disisi lain kenaikan biaya produksi belum sepadab dengan kenaikan produksi yang dihasilkan. Hal ini sangat dirasakan oleh sektor-sektor yang mempunyai peranan terbesar sumbangannya pada PDRB, seperti sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, industri atau pabrik gula. Bila dilihat masing-masing sektor dan sub sektor ekonomi, laju pertumbuhan tertinggi masing-masing adalah sektor konstruksi atau bangunan 6,75 persen, pertanian 4,92 persen, perdagangan 4,17 persen, industri pengolahan 3,69 persen, jasa-jasa 3,34 persen, penggalian 3,32 persen, listrik dan air bersih sebesar 3,20 persen, pengangkutan dan komunikasi sebesar 3,06 persen dan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 1,14 persen. Pertumbuhan ekonomi yang berada diatas empat persen hanyalah tiga sektor, yaitu konstruksi, pertanian, perdagangan, hotel dan restoran. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh pasca banjir, yang mengakibatkan banyaknya pembangunan fisik yang dilakukan baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat serta sektor yang lebih elastis bahwa masyarakat cenderung lebih banyak mobilitasnya pada sektor pertanian dan perdagangan. Sektor lain yang
masih tumbuh secara perlahan sebagai dampak krisis berkepanjangan, sehingga memerlukan waktu dan investasi yang cukup lama sekitar lima tahun sampai 10 tahun untuk kembali normal tumbuh diatas lima persen. Untuk sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sekitar tiga persen adalah sektor industri pengolahan, jasa-jasa, sektor penggalian, listrik dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi. Sektor perdagangan dan jasa-jasa adalah merupakan alternatif kegiatan usaha yang lebih banyak dilakukan oleh dunia usaha dan perorangan. Sektor lain yang mengalami pertumbuhan yang kecil dibawah tiga persen adalah sektor yang menopang roda perekonomian, yaitu peranan lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pertumbuhan ekonomi yang kecil di sektor ini sangat dipengaruhi oleh kondisi yang masih belum membaiknya perekonomian secara optimal, yaitu dengan belum stabilnya nilai rupiah terhadap dolar, tingkat harga-harga yang masih cenderung tinggi, dan tingginya suku bunga perbankan. Tabel 14. Persentase PDRB atau Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Atas Harga Dasar Konstan No
Sektor
2004 (%)
1
Pertanian
4,92
2
Pertamb.& Penggalian
3,32
3
Industri
3,69
4
Listrik, Gas & Air
3,20
5
Bangunan
6,75
6
Perdag., Hotel & Rest
4,17
7
Angkutan & Kom
3,06
8
Bank & Lemb. Keu.
1,14
9
Jasa-jasa
3,34
Pertumbuhan PDRB/Pertumbuhan Ekonomi
4,18
Sumber: BPS Kabupaten Situbondo, 2004 Laju pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Situbondo selama kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat. Pada tahun 2000 perekonomian Kabupaten Situbondo tumbuh sebesar 2,47 persen dan pada tahun 2001 mengalami meningkat 0,21 poin sehingga menjadi 2,68 persen. Sedangkan pada tahun 2002 meningkat 0,25 poin atau meningkat sebesar 2,93
persen, laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004 yang meningkat 0,28 point dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2003 sebesar 3,9 persen. Tabel 15. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Situbondo Tahun 2000-2004 Tahun
Pertumbuhan PDRB (%)
2000
2,47
2001
2,68
2002
2,93
2003
3,9
2004
4,18
Sumber: PDRB Kabupaten Situbondo, 2004 Dominannya sektor pertanian sangatlah ditentukan oleh peranan dari subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, dan perikanan laut yang menjadi potensi daerah. Potensi lainnya yang sangat mendukung diantaranya adalah 155 buah pengusaha tambak dan hatchery di sepanjang pantai, empat buah pabrik gula, 9 buah TPI, penghasil komoditi andalan, dan Daerah Wisata Pantai Pasir Putih dan Taman Nasional Baluran yang cukup banyak menyerap wisatawan baik domestik maupun asing. Struktur ekonomi di Kabupaten Situbondo belum mengalami pergeseran struktur ekonomi yang berarti, artinya masih didomonasi oleh sektor pertanian sebab dipengaruhi oleh kondisi dan potensi ekonomi yang bersifat agraris. Sedangkan sektor lain diharapkan bisa mendukung sektor pertanian yaitu peranan sektor industri, perdagangan dan sektor jasa dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi tinggi. Dengan membandingkan besarnya selisih PDRB atas dasar harga konstan tahun ini dengan tahun sebelumnya dapat diketahui besarnya pertumbuhan ekonomi. Adapun perkembangannya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Situbondo dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari 2,47 pada tahun 2000 meningkat menjadi 4,11 pada tahun 2004. Kondisi tersebut menandakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten ini memiliki peluang untuk ditingkatkan.
Adapun perkembangan pendapatan perkapita dari tahun 2000-2004 diketahui bahwa dalam kurun waktu selama 5 tahun (lima) ternyata pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Situbondo meningkat sekitar 80 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum masyarakat Situbondo memiliki kinerja yang cukup baik dalam meningkatkan pendapatannya. Komposisi PDRB menurut sektor primer (pertanian dan penggalian), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih dan bangunan), sedangkan sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa) menunjukkan kenaikan dan penurunan di masing-masing sektor ekonomi, namun tidak menunjukkan pergeseran. Struktur ekonomi Kabupaten Situbondo secara sektoral masih bertumpu pada sektor primer, utamanya adalah sektor pertanian yang setiap tahunnya menyumbang lebih dari 33,26 persen, namun bila dilihat dari kelompoknya berada pada sektor tersier yaitu sebesar 51,63 persen. 5.5.Permasalahan khusus a. Kemiskinan Kabupaten Situbondo menghadapi masalah kemiskinan yang cukup kompleks sebagai akibat berbagi keterbatasan yang dimiliki. Kemiskinan ditandai dengan kerentanan,
ketidakberdayaan,
keterisolasian
dan
ketidakmampuan
untuk
memanfaatkan kesempatan ekonomi yang terbuka, terutama bagi mereka yang tertimpa kemiskinan secara fungsional maupun struktural. Menurut hasil perhitungan BPS tercatat bahwa penduduk miskin di Kabupaten Situbondo sampai pada tahun 2003 masih tergolong tinggi, yaitu terdapat sekitar 177.624 jiwa atau 28,57 persen dari total penduduk Kabupaten Situbondo berada di bawah garis kemiskinan. Perkembangan jumlah penduduk miskin setelah diadakan pendataan kemiskinan dengan indikator baru pada tahun 2004, menunjukkan jumlah rumah tangga miskin naik sebesar 3,31 persen dibandingkan dengan tahun 2001. Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin naik sebesar 2,46 persen. Tabel 16. Jumlah Keluarga Miskin di Kabupaten Situbondo Tahun 2004
No
1 2 3 4
Kecamatan
Sumbermalang Jatibanteng Banyuglugur Besuki
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jumlah Penduduk KK Miskin Miskin 18,160 6,616 9,185 3,538 11,308 3,843 11,969 4,755
Suboh 12,729 Mlandingan 9,250 Bungatan 7,801 Kendit 6,820 Panarukan 10,149 Situbondo 7,422 Mangaran 9,041 Panji 13,776 Kapongan 11,789 Arjasa 9,797 Jangkar 7,132 Asembagus 11,098 Banyuputih 10,198 Total 177,624 Sumber : BPS Kabupaten Situbondo, 2004
4,454 3,728 3,499 3,492 4,544 2,986 4,315 5,648 5,171 4,163 3,583 4,947 4,383 73,665
Persntase KK Miskin 70,02 52,71 56,06 25,11 50,65 46,13 44,12 34,64 28,31 21,60 37,37 31,66 41,54 32,06 26,88 32,47 30,20 36,00
b. Pengangguran Pada tahun 2004 perkembangan jumlah kesempatan kerja mengalami penurunan sebesar 0,43 persen dari 302,082 orang pada tahun 2003 menjadi 300,778 orang pada tahun 2004. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2004 sebanyak 309,706 orang mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2003 sebanyak 311,789. Dari jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja tersebut, maka masih terjadi pengangguran pada tahun 2003 sebesar 9,707 orang menjadi 8,928 orang pada tahun 2004. Kualifikasi tingkat pendidikan angkatan kerja di Kabupaten Situbondo masih didominasi oleh SD dan tidak tamat SD sebesar 62,17 persen. Sementara itu yang tamat SLTP sebesar 17,82 persen, sedangkan tenaga kerja yang menamatkan pendidikan SLTA dan perguruan tinggi sebanyak 20,01 persen.
Tingginya jumlah pengangguran di Kabupaten Situbondo antara lain disebabkan oleh; rendahnya kualitas dan keterampilan tenaga kerja, terbatasnya kesempatan kerja, investasi pemerintah dan swasta belum dapat menggerakkan perekonomian daerah, meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), rendahnya kualitas lulusan Sekolah Menengah dalam menghadapi persaingan dunia kerja, terbatasnya jiwa kewirausahaan bagi angkatan kerja.
5.6. Kebijakan Pembangunan Daerah Visi Kabupaten Situbondo adalah “Terwujudnya Masyarakat Situbondo Yang Agamis, Demokratis, Berkualitas, Berpola Pikir Maju, Sejahtera, Dan Berwawasan Lingkungan Serta Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme”. Visi ini diarahkan pada terbentuknya masyarakat yang dapat mempertahankan prinsip-prinsip kehidupan sesuai dengan akhlak, hati nurani dan nilai-nilai kebenaran dengan motto juang “ Situbondo Sejahtera, Aman, Nyaman, Tentram, Rapi dan Indah (SANTRI)”. Melalui visi ini diharapkan dapat diwujudkan masyarakat yang sejahtera, cerdas, berkepribadian dan konsisten dalam melaksanakan pembangunan. Untuk mewujudkan visi Kabupaten Situbondo, maka ditetapkan misi dari pembangunan daerah sebagai berikut: 1. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat 3. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan 4. Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup
Keterkaitan misi dengan prioritas pembangunan Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut: 1. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dilaksanakan dengan cara peningkatan sistem pemerintahan dan pembangunan yang berkelanjutan, optimalisasi pengawasan internal. 2. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dilaksanakan dengan cara penanganan kemiskinan; peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor; peningkatan dan pemeliharaan sarana infrastruktur; peningkatan pengelolaan sumbersumber PAD dan keuangan daerah; revitalisasi bidang pertanian dan perikanan 3. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan dapat dilaksanakan dengan cara
peningkatan
aksesibilitas
pendidikan;
peningkatan
aksesibilitas
kesehatan; perbaikan kualitas kependudukan; perbaikan kualitas kesejahteraan sosial dan kesetaraan gender. 4. Meningkatkan kehidupan masyarakat yang demokratis, dilaksanakan dengan cara peningkatan harmonisasi antar kelompok masyarakat; peningkatan keamanan dan ketertiban di masyarakat, penegakan hukum dan HAM serta bela negara. 5. Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat dilaksanakan
dengan
melalui
pemanfaatan
pembinaan
pengelolaan
sumberdaya alam; peningkatan kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan hidup. Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Situbondo kemudian dijabarkan dalam beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan wilayah, diantaranya adalah:
1) Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor 2) Pemanfaatan pembinaan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup (revitalisasi bidang pertanian dan perikanan) 3) Peringkatan dan pemeliharaan infrastruktur dan aksesibilitas pendidikan, kesehatan, kependudukan dan kesejahteraan sosial dan kesetaraan gender 4) Peningkatan sistem pemerintahan dan pembangunan yang berkelanjutan serta peningkatan pengelolaan sumber-sumber PAD dan keuangan daerah 5) Optimalisasi pengawasan intern daerah
BAB VI ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DAN HIERARKI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN
Adanya otonomi daerah menuntut kepada daerah agar dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah daerah adalah melihat, mengobservasi dan meneliti secara akurat berbagai potensi ekonomi daerah sehingga pemerintah daerah dapat merancang dan membuat kebijakan pembangunan ekonomi daerah yang terpadu. 6.1. Analisis Sektor Ekonomi Basis Kabupaten Situbondo Sektor ekonomi di suatu wilayah dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis menghasilkan barang dan jasa untuk pasar domestik daerah itu maupun pasar luar daerahnya, sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar daerahnya sendiri. Kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan menyebabkan mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Perkembangan sektor basis diharapkan dapat membantu dalam mempercepat pembangunan ekonomi lokal suatu wilayah. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan sektor basis dan non basis digunakan metode Location Quetient (LQ) yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan atau peranan sektor dalam suatu wilayah terhadap peranan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas. Perhitungan LQ akan menunjukkan efisiensi relatif wilayah serta fokus pada substitusi impor yang potensial atau komoditi dengan potensi ekspor. Untuk melihat sektor-sektor unggulan yang akan diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi lokal Kabupaten Situbondo didasarkan atas nilai LQ dari seluruh sektor. Dari hasil perhitungan nilai LQ berdasarkan indikator pendapatan, sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten Situbondo pada periode 2000-2004 adalah sektor pertanian, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Sektor-sektor basis ini berpotensi untuk mengekspor komoditi yang dihasilkan ke luar wilayah, sedangkan sektor lain yang nilai LQ-nya kurang dari satu dan merupakan sektor non basis hanya mampu menghasilkan komoditi untuk dipasarkan secara lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Besarnya koefisien LQ dari sektor-sektor perekonomian tersebut dapat dilihat pada Tabel 18 Selama waktu 5 tahun analisis tersebut, sektor pertanian tetap menjadi basis,dengan nilai LQ sebesar 1,888 di tahun 2004 yang berarti bahwa sektor ini mempunyai derajad spesialisasi kabupaten dalam kontribusinya terhadap pendapatan sektor keuangan di Propinsi Jawa Timur 1,888 kali lebih besar pada tahun 2004. Hal ini disebabkan karena kabupaten ini memang unggul dalam potensi pertaniannya yaitu pada tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Penurunan nilai LQ terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dimana pada tahun 2000 sektor ini menjadi sektor basis namun pada 4 tahun
terakhir tidak lagi menjadi sektor basis, hal ini juga disebabkan oleh tidak stabilnya kondisi perekonomian daerah tetapi dalam sub sektornya sendiri yang masih merupakan sektor basis adalah sub sektor sewa bangunan dengan nilai LQ sebesar 1,989 di tahun 2004. Selain itu sub sektor yang menjadi basis perekonomian di sektor jasa-jasa adalah sub sektor pemerintahan umum dengan nilai LQ sebesar 1,220 ditahun 2004 dan tetap stabil (LQ>1) dari tahun 20002004. Sub sektor pemerintah umum merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan terutama berada pada bidang pariwisata karena Kabupaten DT II Situbondo banyak memiliki potensi pariwisata yang belum teroptimal. Dari hasil analisis LQ tersebut menunjukkan bahwa sektor primer tidak mengalami pergeseran dalam struktur perekonomian yang diindikasikan dengan nilai LQ yang stabil (LQ>1) dari tahun ketahun. Nilai LQ sektor pertanian yang besarnya di atas 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo mampu untuk mengekspor produk pertaniannya ke daerah lain. Disamping itu, hal ini juga menunjukkan bahwa sektor pertanian di kabupaten ini memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah dan merupakan sektor yang sangat berperan dalam perekonomian lokal Kabupaten Situbondo serta layak untuk terus dikembangkan. Sektor selanjutnya yang memiliki prospek pengembangan disamping sektor pertanian yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi yang juga merupakan sektor basis dengan nilai LQ sebesar 1,315 pada tahun 2004. Pengembangan sektorsektor tersebut diharapkan dapat berperan dalam membangkitkan ekonomi lokal Kabupaten Situbondo sekaligus untuk mencapai visi dan misi. Pengembangan sektor basis dapat menciptakan sejumlah lapangan pekerjaan baru di sektor itu sendiri dan sektor-sektor lainnya karena aktivitas ekonomi dari sektor basis tersebut. Terciptanya aktivitas ekonomi baru ini akan semakin membuka peluang untuk pengembangan ekonomi lokal Kabupaten Situbondo. Tabel 17. Nilai Location Quotient Persektor Ekonomi Kabupaten Situbondo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2000-2004 Sektor/sub sektor I. Pertanian a. Tanaman pangan b. Tanaman perkebunan c. Peternakan & hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan II. Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan migas b. Pertambangan non migas c. Penggalian III. Industri pengolahan a. Makanan, minuman & tembakau
2000 1.741 1.722 2.127 0.806 0.234 3.374
2001 1.779 1.767 2.127 0.794 0.213 3.541
2002 1.682 1.752 2.122 0.831 0.253 3.249
2003 1.822 1.808 2.218 0.840 0.381 0.320
2004 1.888 1.903 2.324 0.835 0.471 3.022
0.243 0.000 0.000 0.335 0.314
0.248 0.000 0.000 0.323 0.359
0.285 0.000 0.000 0.365 0.360
0.319 0.000 0.000 0.408 0.353
0.328 0.000 0.000 0.419 0.353
0.590
0.590
0.604
0.594
0.601
b. Textil barang dari kulit & alas kaki c. Barang dari kayu & hasil hutan d. Kertas barang cetakan e. Pupuk kimia, barang dari karet f. Semen, bahan galian non logam g. Barang lainnya IV. Listrik, gas dan air minum a. Listrik b. Gas kota c. Air bersih V. Bangunan VI. Perdagangan, hotel & restoran a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran VII. Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi VIII. Keuangan, persewaan & jasa perusahaan a. Bank b. Lembaga keuangan bukan bank c. Jasa penunjang keuangan d. Sewa bangunan e. Jasa perusahaan IX. Jasa-jasa a. Pemerintah umum b. Swasta
0.046
0.047
0.051
0.054
0.056
0.103 0.025
0.107 0.027
0.104 0.027
0.109 0.029
0.124 0.026
0.016
0.016
0.016
0.016
0.016
0.406 0.097
0.411 0.102
0.424 0.104
0.449 0.100
0.463 0.051
0.551 0.597 0.000 0.975 0.819
0.575 0.621 0.000 1.063 0.826
0.554 0.612 0.000 1.038 0.939
0.544 0.607 0.000 1.066 0.984
0.507 0.563 0.000 1.060 1.048
1.317 1.404 0.651 0.973
1.262 1.358 0.599 0.897
1.220 1.325 0.477 0.828
1.187 1.296 0.424 0.792
1.150 1.261 0.363 0.755
1.337 1.673 0.209
1.390 1.797 0.212
1.334 1.807 0.185
1.335 1.781 0.193
1.315 1.714 0.204
1.006 0.453
0.992 0.437
0.967 0.443
0.957 0.445
0.922 0.430
0.328 0.000 2.104 0.234 0.769 1.065 0.491
0.317 0.000 2.112 0.231 0.778 1.114 0.474
0.318 0.000 2.047 0.232 0.815 1.184 0.491
0.317 0.000 2.049 0.241 0.810 1.190 0.483
0.322 0.000 1.989 2.324 0.821 1.220 0.494
Sumber: PDRB Kabupaten Situbondo, 2004 (diolah)
Jadi penerapan dalam mekanisme pembangunan ekonomi lokal adalah dengan memberikan perhatian terhadap kegiatan basis ekonomi yang melibatkan pengembangan faktor endogennya melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam lokal untuk membentuk lapangan pekerjaan baru yang menstimulasi aktivitas perekonomian lokal. Setelah merumuskan strategi pembangunan, Kabupaten Situbondo dalam mengimplementasikan strategi pembangunan diharapkan lebih dapat mengembangkan sektor-sektor lain yang pada saat ini bukan merupakan sektor
basis menjadi basis di masa yang akan datang sehingga pelaksanaan pembangunan dapat dikatakan berjalan dengan adanya peningkatan jumlah sector yang menjadi basis perekonomian. 6.2. Efek Pengganda Komoditi Basis Efek pengganda adalah suatu teknik analisis yang dapat memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari perkembangan suatu sektor atau aktivitas ekonomi terhadap pertumbuhan dan perkembangan sektor lainnya. Jadi koefisien pengganda akan menunjukkan potensi perubahan kesejahteraan yang disebabkan karena suatu aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Tabel 18. Efek Pengganda Komoditi Basis di Wilayah Kabupaten Situbondo Tahun 2004 NNo
Sektor Basis
Pendapatan Non Basis
Pendapatan Basis
Pengganda Pendapata n
1
Pertanian
49.481,82
644.572,88
1,1335
2
Perdagangan hotel dan restoran
78.447,38
587.824,55
1,0767
3
Pengangkutan dan komunikasi
6.294,57
147.275,68
1,0427
Sumber: PDRB Situbondo, 2004 (diolah) Secara umum efek pengganda yang dihasilkan dari komoditi basis pada setiap sektor di wilayah Kabupaten Situbondo nilainya berkisar antara 1,0427 pendapatan terbesar adalah sektor pertanian dengan nilai pengganda 1,1335, kemudian sektor yang memiliki efek pengganda terkecil adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu 1,0427. jika suatu wilayah memperoleh surplus pendapatan yang besar dari komoditi basis tetapi wilayah tersebut memperoleh pendapatan dari komoditi non basis yang sangat kecil maka nilai dari efek penggandanya akan kecil, demikian juga sebaliknya. Karena nilai efek pengganda menggambarkan dampak dari suatu komoditi basis terhadap pendapatan suatu sektor secara keseluruhan, maka nilai efek pengganda sebesar 1,1335 di sektor pertanian berarti bahwa kabupaten yang memperoleh peningkatan pendapatan dari komoditi basisnya sebesar Rp. 10.000 akan memberikan peningkatan pendapatan total komoditi pertanian sebesar Rp. 11.335. hal ini berarti terjadi peningkatan pendapatan dari komoditi non basisnya sebesar Rp. 1335. jadi pengembangan komoditi non basis di Kabupaten Situbondo dapat mendorong pembangunan pertanian di wilayah ini selanjutnya melalui mekanisme pengganda pendapatan.
6.3. Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kabupaten Situbondo Suatu wilayah tidak dapat tumbuh dan berkembang dalam intensitas yang sama di semua tempat. Beberapa tempat atau daerah terkadang lebih berkembang daripada daerah lainnya. Hal ini umumnya berkaitan dengan adanya pusat pertumbuhan dan pelayanan yang memiliki daya sentrifugal dan sentripetal terhadap wilayah sekitarnya. Keberadaan pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan ini tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana pembangunan wilayah tersebut. Keberadaan pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan dalam suatu wilayah akan memberikan keuntungan-keuntungan dari adanya aglomerasi fasilitas pelayanan di pusat-pusat tersebut seperti konsentrasi produksi yang lebih efisien, keuntungan bagi penyediaan fasilitas pelayanan sentral dan kemudahan dalam memperoleh pelayanan yang beragam serta hubungan antar wilayah yang lebih intens dan akan menyebabkan konsentrasi penduduk yang tersusun dalam suatu hierarki pusat pertumbuhan dan pelayanan. Dalam menentukan hierarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan dapat dilihat dari keberadaan sarana dan prasarana dengan menggunakan metode skalogram. Hirarki tertinggi diberikan pada wilayah yang memiliki jumlah jenis dan unit sarana prasarana terbanyak, sebaliknya hirarki terendah diberikan pada wilayah yang mempunyai jumlah jenis dan unit prasarana paling sedikit. Berdasarkan jumlah jenis dan unit sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan sosial ekonomi pada pusat pelayanan dapat disusun skalogram untuk Kabupaten Situbondo seperti yang disajikan pada lampiran 5, dari tabel skalogram tersebut dapat diketahui informasi tentang hirarki atau tingkat pusat pertumbuhan dan pelayanan dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah seperti pada Tabel 19. Data pada tabel skalogram menunjukkan bahwa pusat pengembangan yang mempunyai fasilitas paling lengkap dibandingkan dengan kecamatan lain adalah Kecamatan Situbondo dengan 23 jenis (100 persen) sarana prasarana dan Kecamatan Panji dan Kecamatan Panarukan sebanyak 21 (91,30 persen) jenis sarana prasarana dan Kecamatan Banyuputih 20 (86,96 persen) jenis sarana prasarana. Sedangkan kecamatan yang memiliki jenis sarana prasarana terbatas adalah Kecamatan Jatibanteng 14 (60,87 persen) jenis sarana dan Kecamatan Sumbermalang 16 jenis sarana prasarana (69,57 persen), Kecamatan Mangaran 16 jenis sarana prasaranan (69,57). Untuk jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan, Kecamatan Situbondo menempati posisi tertinggi dalam hirarki pusat pelayanan dengan jumlah sarana dan prasarana sebanyak 596 unit yang diikuti oleh Kecamatan Panarukan sebanyak 519 unit sarana prasarana dan Kecamatan Panji sebanyak 506 unit sarana prasarana.sedangkan kecamatan dengan hirarki pusat pelayanan terendah adalah Kecamatan Banyuglugur yang hanya memiliki 298 unit sarana prasarana. Tabel 19. Hirarki Sarana Prasarana Pelayanan di Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kabupaten Situbondo Tahun 2004
N
Kecamatan
Jumla h Penduduk
1
Sumbermalang
26916
16
266
16
2
Jatibanteng
21561
14
301
13
3
Banyuglugur
21582
19
241
17
4
Besuki
57487
19
415
7
5
Suboh
24952
19
298
14
6 7 8 9 1
Mlandingan Bungatan Kendit Panarukan Situbondo
22202 24931 27692 49927 45414
17 18 18 21 23
418 445 381 519 596
6 4 10 2 1
1
Mangaran
30120
16
317
12
1
Panji
61089
21
506
3
o
Jumla h Jenis
Jumla h Unit
Pering kat
0 1 2 1 Kapongan 3
35266
18
434
5
1 Arjasa 4
39361
17
378
11
1 Jangkar 5
36058
17
284
15
1 Asembagus 6
48011
18
405
8
1 Banyuputih 7
49055
20
393
9
Sumber : BPS Kabupaten Situbondo, 2004 (diolah). Secara umum keberadaan dan kelengkapan sarana prasarana pembangunan di wilayah Kabupaten Situbondo termasuk memadai, tetapi akses masyarakat terhadap sarana prasarana tersebut masih sangat terbatas, terutama untuk masyarakat pedesaan. Ini disebabkan karena sebagian besar sarana prasarana tersebut masih terakumulasi di daerah-daerah perkotaan seperti: Kota Situbondo, Panarukan, Panji sehingga daerah sentra produksi pertanian yang umumnya berada di pedesaan cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitas-fasilitas tersebut, karena interaksinya sangat terbatas ke pusat-pusat pelayanan tersebut. Hal ini kemudian berdampak pada terjadinya kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan sebagai daerah belakangnya. Ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di suatu wilayah juga berkaitan dengan jumlah masyarakat yang dilayaninya, yang memanfaatkan
sarana prasarana tersebut. Suatu daerah dengan jumlah penduduk yang relatif besar membutuhkan fasilitas pelayanan yang relatif besar dibandingkan dengan kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk lebih sedikit. Jadi alokasi sarana prasarana pembangunan akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan. Faktor jumlah penduduk ini juga menyebabkan rendahnya tingkat ketersediaan sarana prasarana pembangunan di beberapa pusat pertumbuhan. Kecamatan Panji yang seharusnya menempati urutan pertama dalam hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan berdasarkan jumlah penduduk yang dilayaninya, ternyata hanya menempati peringkat ketiga dalam jumlah unit sarana yang dimilikinya. Namun demikian kecamatan ini mempunyai jumlah jenis sarana prasarana yang paling lengkap dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Situbondo. Berbeda halnya dengan Kecamatan Situbondo, walaupun menempati urutan ke enam dalam jumlah penduduknya tetapi kecamatan ini menempati urutan pertama dalam hirarki pembangunan dengan jumlah jenis sarana prasarana relatif besar. Hal ini disebabkan karena Situbondo dikembangkan sebagai pusat pemasaran dan pertumbuhan utama di wilayah Kabupaten Situbondo sehingga memungkinkan daerah ini memiliki sarana prasarana yang lebih lengkap dibandingkan dengan kecamatan lainnya dengan jumlah penduduk yang lebih besar. Ternyata dari hasil analisis tersebut hirarki puast-pusat pertumbuhan dan pelayanan yang didasarkan pada ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi tidak tersusun atas dasar pertimbangan jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan distribusi sarana prasarana di suatu wilayah tidak hanya memperhitungkan indikator jumlah penduduk, tetapi ada indikator lain yang juga penting seperti; topografi, luas wilayah, sistem transportasi dan komunikasi. Kecamatan-kecamatan dengan peringkat sarana prasarana yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat jumlah penduduknya, akan lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan atau permintaan masyarakat akan pelayanan dari sarana prasarana pembangunan tersebut, dibandingkan dengan kecamatan yang jumlah penduduknya lebih tinggi daripada peringkat sarana prasarana pembangunan yang dimiliki. Kecamatan yang mempunyai peringkat sarana prasarana pembangunan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduknya yaitu kecamatan; Situbondo, Bungatan, Panji dan Kecamatan Panarukan. Namun kondisi ini tidak menjadikan kecamatan-kecamatan tersebut mempunyai permintaan terhadap sarana prasarana pelayanan akan seimbang dengan penawarannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh luas wilayah dan penyebaran sarana dan prasarana tersebut di wilayah kecamatan. Selain menunjukkan hirarki pusat-pusat pengembangan di suatu wilayah analisis skalogram juga memperlihatkan hirarki sarana prasarana pembangunan yang terdapat dalam tata ruang wilayah pembangunan. Hirarki ini menggambarkan jenis prasarana pembangunan yang tingkat ketersediaannya tinggi, sedang atau rendah, sehingga dapat membantu dalam perencanaan selanjutnya untuk alokasi sarana prasarana baru.
Tabel 20. Fasilitas-fasilitas Pelayanan Utama di Wilayah Kabupaten Situbondo Tahun 2004 N o
Jenis Fasilitas
Jumla h
Peringkat
1
Langgar
3184
1
2
Musholla
1057
2
3
Masjid
598
3
4
SD
460
4
5
Koperasi
316
5
6
Dukun bayi
308
6
7
Kantor desa
136
7
8
Restoran/Rumah makan
105
8
9
Pondok pesantren
92
9
1 0
Puskesmas
57
10
1 1
Pasar
54
11
1 2
SLTP
49
12
1 3
Kantor pos
30
13
1 4
Gereja
23
14
1 5
Dokter
22
15
Sumber : BPS,2004 (diolah) Lihat Tabel Lampiran 5. Sarana prasarana dengan tingkat ketersediaan paling tinggi (jumlah unit paling banyak) menempati peringkat atas dan sarana prasarana dengan tingkat ketersediaan rendah menempati hirarki yang lebih rendah.sarana dengan peringkat yang lebih tinggi adalah merupakan sarana prasarana pembangunan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat suatu wilayah. Pada Tabel 20 diidentifikasi 15 jenis sarana prasarana pembangunan yang menempati urutan peringkat tertinggi. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar sarana prasarana pembangunan yang terpenting dan yang terbanyak dibutuhkan masyarakat adalah sarana prasarana yang menyediakan kebutuhan dasar manusia
yaitu; sarana perekonomian (pasar, restoran/rumah makan, koperasi) untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari masyarakat, sarana pendidikan (SD, SLTP, Pondok pesantren) dan sarana kesehatan (dokter, puskesmas, dukun bayi). Selain itu fasilitas lain yang juga menempati urutan atas adalah sarana peribadatan (masjid, langgar, musholla, gereja) dan fasilitas pemerintahan (kantor desa). Penyebaran fasilitas-fasilitas tersebut di wilayah Kabupaten Situbondo dapat diketahui dengan melihat beberapa jumlah kecamatan yang memiliki fasilitas tersebut. Beberapa fasilitas utama dimiliki oleh semua atau sebagian besar kecamatan di Kabupaten Situbondo. Fasilitas ini derajad penyebarannya dikategorikan tinggi (besar dari 90 persen), fasilitas yang derajat penyebarannya cukup adalah fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh 30-90 persen kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Situbondo, dan fasilitas dengan derajad penyebaran rendah ketersediaannya kurang dari 30 persen. Pada Tabel 21 Disajikan pengklasifikasian fasilitas tersebut berdasarkan derajad penyebarannya di wilayah Kabupaten Situbondo. Setelah diidentifikasi ternyata sebagian besar fasilitas pelayanan yang ada di wilayah Kabupaten Situbondo, derajat penyebarannya termasuk tinggi. Fasilitasfasilitas ini merupakan fasilitas dasar yang sangat dibutuhkan oleh penduduk dan tingkat permintaan penduduk terhadap fasilitas-fasilitas ini sangat tinggi, sehingga dibutuhkan keberadaannya disetiap kecamatan untuk memudahkan dalam perolehan pelayanannya. Tabel 21. Jenis Fasilitas Pelayanan Berdasarkan Penyebarannya di Wilayah Kabupaten Situbondo Tahun 2004 Derajat Penyebaran Tinggi (> 90 %)
Cukup (30-90 %)
Rendah (< 30 %)
Derajat
Jenis Fasilitas -
Masjid - Restoran Langgar - KUA Musholla - Dokter SD - Pasar SLTP - Koperasi Puskesmas - Kantor pos PUSTU - Dukun bayi Gereja Pondok pesantren SMU Panti asuhan Hotel SMK - Bidan RSU - Bank
Sumber : BPS, 2004 (diolah) Fasilitas-fasilitas yang keberadaannya terbatas di beberapa kecamatan saja (derajat penyebaran rendah) umumnya dalah fasilitas pelayanan yang jangkauan pelayanannya relatif luas atau jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan
tersebut juga sedikit, sehingga tidak dibutuhkan untuk berada di setiap kecamatan. Fasilitas-fisilitas ini umumnya dibangun di pusat-pusat pemukiman atau pusat pengembangan utama atau di lokasi-lokasi khusus yang potensial dan perlu untuk dibangun fasilitas tersebut. Dari hasil analisis skalogram maka dapat diketahui pada saat ini pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan di Kabupaten Situbondo masih mengumpul di daerah perkotaan, dengan perumusan strategi pembangunan diharapkan pusat-pusat pertumbuhan tidak hanya mengumpul di satu titik. Selain itu implementasi dari strategi pembangunan dapat menentukan daerah-daerah mana saja yang harus mengalami pembangunan fasilitas pelayanan, sehingga dapat tercipta pemerataan pembangunan.
BAB VII FORMULASI STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH
7.1. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal 7.1.1. Analisis Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Kabupaten Situbondo dalam melaksanakan pembangunan wilayahnya. a. Kekuatan Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal diperoleh faktor-faktor yang menjadi kekuatan yang dapat dimanfaatkan oleh Kabupaten Situbondo dalam melaksanakan pembangunan wilayahnya dalah sebagai berikut: a. Kondisi geografis kabupaten yang strategis Kabupaten Situbondo memiliki kondisi geografis yang sangat strategis yaitu memiliki garis pantai dengan panjang ± 168 Km lebih besar berpotensi perikanan, pariwisata, tambak, pelabuhan dan industri, dengan topografi dataran rendah, sedang, dan tinggi yang lebih besar drainase yang baik untuk mengembangkan sektor pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, agrowisata. Akses jalan negara sebagai jalur utama Jawa – Bali bagian utara lebih besar berpotensi dalam pengembangan daerah sepanjang jalan, terminal cargo. b. Tersedianya potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia Kabupaten Situbondo memiliki potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang sangat besar. Potensi SDA tersebut antara lain meliputi potensi pada sektor pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan dan pariwisata. Selain itu tersedianya jumlah tenaga kerja di berbagai bidang dan juga tenaga kerja di kabupaten ini juga mempunyai kinerja yang sangat baik dalam mendukung perekonomian daerah. c. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’ Pondok pesantren yang ada di kabupaten ini mendukung terwujudnya masyarakat yang madani, agamis dan berpola pikir maju dan banyaknya kyai yang mempunyai karisma di wilayah ini berpotensi sebagai barometer dalam pendidikan modern islam di Indonesia. d. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis Kabupaten Situbondo mempunyai penduduk yang yang terbuka dan dinamis dimana semua itu merupakan modal dasar dalam pembangunan daerah. Serta tersedianya lembaga sebagai wadah otonomi dari seluruh masyarakat yang
berwujud lembaga ekonomi, lembaga keagamaan, adat istiadat dan swadaya masyarakat. e. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah Kederadaan industri rumah tangga, industri kecil dan menengah ini sangat mendukung usaha perbaikan kondisi perekonomian wilayah kabupaten dalam memacu pembangunan wilayah lokal., serta mampu menyerap banyak tenaga kerja di daerah sekitar. f. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah Dengan adanya otonomi daerah menuntut wilayah Kabupaten Situbondo untuk mengatur urusan rumah tangga dan perekonomian wilayah dan melayani masyarakat. Meningkatkan kewenangan yang lebih luas bagi daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerah dan mengelola keuangan daerah. g. Perekonomian daerah yang semakin membaik Nilai dan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Kabupaten Situbondo tahun 2000 samapi tahun 2004 selalu meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat berimplikasi pada meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga daya beli dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat. h. Koodinasi antar lembaga, dinas atau instansi terkait Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi terkait di Kabupaten Situbondo dalam melaksanakan kegiatan pembangunan telah berjalan cukup baik. Adanya koordinasi yang baik antar lembaga dinas, atau instansi terkait dapat meningkatkan efektifitas kegiatan pembangunan. Program pembangunan yang tumpang tindih dapat dihindari dengan adanya keterpaduan program anta dinas atau instansi terkait. i. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah Pelaksanaan otonomi daerah mengisyaratkan adanya pelaksanaan sistem pemerintahan di daerah yang harus dijalankan secara demokratis, bersih, efektif dan efisien serta berorientasi pada peningkatan pelayanan pada masyarakat. Kemampuan tersebut sangat ditentukan oleh ketersediaan kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah yang profesional dan berdedikasi tinggi untuk terus mengembangkan diri dan meningkatkan kinerjanya bagi kepentingan masyarakat. j. Motto juang” Situbondo adalah Daerah SANTRI” Faktor ini yang dapat dijadikan sebagai kekuatan yang akan menciptakan masyarakat yang memiliki pribadi yang berkualitas dalam mendukung kegiatan pembangunan. k. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
Dalam mendukung kelestarian lingkungan dan sumberdaya yang ada di wilayah kabupaten, maka terdapat beberapa lembaga yang menangani pengelolaan lingkungan hidup sehingga dapat menciptakan keselarasan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan daerah. Serta tersedianya produk hukum yang menangani bidang perusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. b. Kelemahan Sedangkan faktor-faktor yang menjadi kelemahan yang harus diatasi adalah sebagai berikut: a. Kualitas SDM yang rendah Kualitas sumberdaya manusia dari Kabupaten Situbondo dapat dikatakan masih cukup rendah. Hal ini terlihat dari angka pendidikan masyarakat Kabupaten Situbondo yang mayoritas berpendididkan rendah. Data tahun 2004 menunjukkan komposisi angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah mencapai sebesar 62,17 persen, sementara itu yang tamat SLTP sebesar 17,82 persen dan tenaga kerja yang menamatkan pendidikan SLTA dan perguruan tinggi sebanyak 20,01 persen. Dengan kondisi rata-rata pendidikan angkatan kerja masih didominasi oleh tenaga kerja yang hanya tamat SD dan tidak tamat SD. b. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran merupakan kelemahan bagi Kabupaten Situbondo dalam melaksanakan pembangunannya. Menurut data Susenas tercatat bahwa penduduk miskin di Kabupaten Situbondo sampai pada tahun 2003 masih tergolong tinggi, yaitu terdapat sekitar 177.624 jiwa atau 28,57 persen dari total penduduk Kabupaten Situbondo berada di bawah garis kemiskinan. Perkembangan jumlah penduduk miskin setelah diadakan pendataan kemiskinan dengan indikator baru pada tahun 2004, menunjukkan jumlah rumah tangga miskin naik sebesar 3,31 persen dibandingkan dengan tahun 2001. Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin naik sebesar 2,46 persen.
Sedangkan pada tahun 2004 perkembangan jumlah kesempatan kerja mengalami penurunan sebesar 0,43 persen dari 302.082 orang pada tahun 2003 menjadi 300,778 orang pada tahun 2004. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2004 sebanyak 309,706 orang mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2003 sebanyak 311,789. Dari jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja tersebut, maka masih terjadi pengangguran pada tahun 2003 sebesar 9,707 orang menjadi 8,928 orang pada tahun 2004. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran merupakan permasalahan yang cukup kompleks sehingga memerlukan perhatian besar untuk dapat diatasi. c. Ketersediaan dana untuk pembanguan daerah yang terbatas/kecil Sumber-sumber dana pembangunan Kabupaten Situbondo berasal dari APBD kabupaten, APBD propinsi dan APBN. Dana yang tersedia untuk membiayai pembangunan daerah tergantung dari proporsi dan kemampuan sumber dana. Kemampuan pemerintah Kabupaten Situbondo dalam menghimpun dana masih rendah, hal ini yang menyebabkan ketersediaan dana untuk pembangunan daerah menjadi sangat kecil dan terbatas mengingat banyak sektor yang harus dibiayai dan ditangani pemerintah. d. Sumber-sumber pendapatan daerah belum tergali dan dikelola secara optimal Keterbatasan teknologi dan pengetahuan menyebabkan banyaknya sumber pendapatan daerah yang masih belum bisa tergali dan dikelola secara optimal. Hal ini yang menyebabkan keterbatasan dana dalam pembangunan daerah Kabupaten Situbondo, sehingga menjadi faktor kelemahan dalam pembangunan wilayah. Selain itu juga disebabkan rendahnya daya saing produk pertanian, industri rumah tangga, industri kecil dan menengah.
e. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang Faktor kelemahan yang kelima di wilayah Kabupaten Situbondo adalah adanya penyimpangan terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Hal ini dissebabkan karena adanya tidak konsistennya sikap aparatur pemerintah pembangunan daerah dalam melaksanakan pembangunan daerahnya, serta terbatasnya kemampuan aparatur pemerintah kabupaten dalam memberikan pelayanan serta penyelenggaraan urusan publik kepada masyarakat belum optimal sehingga menyebabkan tidak efisiennya kegiatan pembangunan wilayah. f. Rendahnya partisipasi masyarakat Pembangunan wilayah tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya partisipasi dari masyarakat setempat. Pembangunan di Kabupaten Situbondo ini tergolong belum mendapatkan partisipasi dari masyarakat sepenuhnya. Hal ini terlihat dari kepedulian masyarakat yang rendah terhadap lingkungan, masih sangat lemahnya pengawasan terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan. g. Penelitian dan pengembangan Penelitian dan pengembangan di Kabupaten Situbondo masih sangat lemah. Padahal penelitian dan pengembangan sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan kegiatan pembangunan. h. Sarana dan prasarana kurang memadai Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan faktor penunjang yang memberikan kontribusi penting dalam mensukseskan kegiatan pembangunan suatu wilayah. Sarana dan prasarana di Kabupaten Situbondo dinilai masih sangat kurang khususnya sarana pendidikan, kesehatan. Hal ini terlihat dari jumlah
sarana dan prasarana yang masih kurang dari jumlah yang dibutuhkan ataupun dari banyaknya sarana yang berada dalam kondisi rusak. i. Jumlah dan pertambahan penduduk Meskipun jumlah dan pertambahan penduduk di Kabupaten Situbondo masih cukup rendah namun dengan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia menyebabkan tingginya angka pengangguran. Sehingga jumlah dan pertambahan penduduk menjadi kelemahan bagi Kabupaten Situbondo.
7.1.2. Analisis Lingkungan Eksternal Analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang menjadi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Kabupaten Situbondo dalam melaksanakan pembangunan wilayah. a. Peluang Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal diperoleh beberapa faktor yang menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan. Peluang-peluang tersebut adalah sebagai berikut; a. Adanya peraturan dan perundang-undangan otonomi daerah Peraturan dan perundang-undangan otonomi daerah merupakan salah satu peluang bagi pembangunan daerah. Dalam pelaksanaan otonomi daerah digunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, dimana daerah diberikan kewenangan seluas-luasnya dalam mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah kecuali urusan pemerintah pusat. pergeseran kewenangan tersebut memberikan posisi dan peluang yang lebih besar pada daerah untuk berperan seoptimal mungkin dalam membangun daerahnya. Dengan demikian Kabupaten Situbondo mempunyai
kewenangan yang lebih besar untuk mengelola sektor-sektor pembangunan yang akan dilaksanakan dan menentukan strategi pembangunan daerahnya. b. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi Dengan terbukanya peluang pasar tersebut menjadi peluang yang sangat baik dalam mengembangkan dan meningkatkan kondisi perekonomian daerah kabupaten dalam bidang perdagangan. Sehingga dapat membuka peluang pasar tenaga kerja terdidik baik dalam maupun luar negeri. c. Adanya reformasi di bidang poltik dan administrasi publik Faktor yang menjadi peluang dalam pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo adalah adanya reformasi di bidang politik dan administrasi publik, dimana terjadi perubahan struktur politik dan administrasi publik menuju lebih demokrasi dan terbuka serta lebih memperhatikan kepentingan masyarakat. d. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi merupakan suatu peluang karena menjadi fasilitator, stimulator atau promotor bagi kebijakan dan kegiatan pembangunan wilayah. Pemerintah pusat atau pemerintah propinsi akan menangani aspek-aspek pembangunan wilayah yang tidak efektif atau efisien bila ditangani oleh pemerintah daerah. e. Perkembangan teknologi Perkembangan teknologi pada umumnya menjadi suatu peluang yang dapat memberikan dampak positif bagi kinerja pembangunan. f. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain Kesempatan untuk melakukan kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain baik pemerintah maupun masyarakat masih cukup terbuka
lebar, apalagi dengan potensi sumberdaya yang belum dimanfaatkan secara optimal. Peluang ini diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah seperti keterbatasan dana pembangunan dan transfer teknologi. g. Pengaruh pemberdayaan perempuan Peluang pembangunan daerah Kabupaten Situbondo yang lain adalah adanya pengaruh pemberdayaan perempuan yang dipandang dapat tercapainya kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini perempuan turut berpartisipasi dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Sehingga dapat dijadikan sebagai peluang dalam memperbaiki pembangunan sebelumnya. b. Ancaman Sedangkan faktor-faktor yang menjadi ancaman yang harus diatasi adalah sebagai berikut: a. Persaingan makin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional Adanya persaingan antar wilayah dan perlakuan standarisasi internasionl menuntut daya saing yang tinggi menjadi suatu ancaman bagi pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo karena dalam beberapa hal Kabupaten ini belum memiliki daya saing yang cukup untuk menghadapi persaingan antar wilayah dengan pemberlakuan standarisasi internasional. b. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup Masih banyaknya nelayan yang masuk Situbondo tanpa memperhatikan alih fungsi lahan pertanian belum terkendali, serta banyaknya wisatawan asing yang masuk tanpa memperdulikan lingkungan. Hal ini menjadi ancaman bagi
pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo selain itu juga masih terdapat perambahan hutan yang tidak terkendali. c. Adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah Dengan adanya pusat wisata di wilayah kabupaten yang banyak mengundang wisatawan asing maupun wisatawan domestik menyebabkan timbulnya provokasi yang dapat mengancam stabilitas wilayah kabupaten. Sehingga menjadi ancaman dalam strategi pembangunan wilayah.
7.2. Tahap masukan Tahap ini berupa analisis Matrik IFE (Internal Faktor Evaluation) dan EFE (External Faktor Evaluation) yang dilakukan berdasarkan hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor strategis internal serta identifikasi peluang dan ancaman yang merupakan faktor strategis eksternal. Analisis ini bertujuan untuk menilai dan mengevaluasi pengaruh faktor-faktor strategis terhadap keberhasilan pembangunan Kabupaten Situbondo. Pengisian Matriks EFE dan IFE dilakukan dengan memberikan bobot dan rating pada setiap faktor strategid internal dan eksternal. Pemberian bobot dan rating dilakukan dengan pengisian kuisioner oleh lima orang responden. Penentuan bobot dilakukan dengan menggunakan metode paired comparison sehingga diperoleh bobot masing-masing variabel. Pada metode ini masingmasing faktor internal dan eksternal dibandingkan dan diberi nilai. Dengan pemberian bobot dan rating dari masing-masing faktor, selanjutnya dapat diperoleh skor bobot.
7.2.1. Matriks IFE Matriks ini merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor strategis internal Kabupaten Situbondo berupa kekuatan dan kelemahan yang telah diberi bobot dan rating. Dari hasil analisis Matriks IFE diperoleh total skor untuk faktor strategis internal adalah sebesar 2,018 yang menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo memiliki kondisi internal yang lemah (di bawah rata-rata 2,5). Artinya melihat kondisi internal Kabupaten Situbondo yang lemah dikarenakan masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran serta minimnya kegiatan penelitian dan pengembangan di daerah ini. Elemen-elemen kekuatan dan kelemahan bagi pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo masing-masing bernilai skor bobot 1,087 dan 0,931. Kekuatan yang dimiliki oleh Kabupaten Situbondo yaitu kondisi geografis kabupaten yang strategis (skor 0,149). Kondisi geografis suatu wilayah merupakan faktor yang sangat mutlak sebagai modal dasar dalam proses pembangunan. Kekuatan yang menempati urutan kedua adalah banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah (skor 0,135). Adanya industri rumah tangga, industri kecil dan industri menengah ini mampu meningkatkan perekonomian penduduk dan dapat menunjang perekonomian kabupaten secara umum. Kekuatan utama lainnya yang menempati urutan ketiga adalah adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (skor 0,124). Kelembagaan ini sangat mendukung terwujudnya lingkungan kabupaten yang selaras dengan alam dalam proses pembangunan wilayah. Tabel 22. Matriks IFE Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Faktor Strategis Internal Kekuatan
Bobot Rating
Skor 1.087
Kondisi geografis kabupaten yang strategis Tersedianya potensi SDA dan SDM Banyaknya pesantren ternama dan kyai kharismatik Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah Banyaknya industri rumah tangga, kecil dan menengah Perekonomian daerah yang semakin membaik Koordinasi antar lembaga, dinas, atau instansi terkait Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah Motto juang “Situbondo adalah daerah SANTRI” Adanya lembaga pengelola SDA dan lingkungan hidup Kelemahan Kualitas SDM yang rendah Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran Ketersediaan dana pembangunan yang terbatas atau kecil Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola optimal Rendahnya partisipasi masyarakat Penyimpangan terhadap rencana tata ruang Penelitian dan pengembangan Sarana prasarana yang kurang memadai Jumlah dan pertambahan penduduk TOTAL
0.047 0.047 0.053 0.050 0.049
3.2 1.2 1.2 1.6 2.0
0.149 0.056 0.064 0.081 0.098
0.052
2.6
0.135
0.047 0.049 0.050 0.045
2.4 2.2 1.2 2.2
0.113 0.109 0.061 0.098
0.052
2.4
0.124
0.049 0.051
2.4 1.4
0.931 0.118 0.071
0.058
2.0
0.116
0.054
2.0
0.108
0.053 0.054 0.044 0.048 0.048 1.000
2.6 2.0 1.6 2.4 1.8
0.138 0.108 0.070 0.115 0.086 2.018
Kelemahan utama yang dihadapi oleh Kabupaten Situbondo yaitu penelitian dan pengembangan yang ditunjukkan dengan skor terendah 0,070. Penelitian dan pengembangan di Kabupaten Situbondo masih sangat lemah. Padahal penelitian dan pengembangan sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan kegiatan pembangunan. Kelemahan utama lainya yang menempati urutan kedua adalah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran dengan skor 0,071 yang menjadi hambatan dalam pembangunan wilayah. Hasil analisis Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 22.
7.2.2 Matriks EFE Matriks ini merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor strategis eksternal Kabupaten Situbondo berupa peluang dan ancaman yang telah diberi bobot dan rating. Dari hasil analisis Matriks EFE diperoleh total skor untuk faktor strategis eksternal adalah sebesar 2,307 dengan skor untuk elemen peluang dan ancaman masing-masing sebesar 1,674 dan 0,633. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor kekuatan yang belum dapat dilaksanakan secara optimal seperti kondisi geografis kabupaten yang strategis dan banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah serta adanya kelembagaan yang mengelola SDA dan lingkungan hidup. Hasil analisis Matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 23. Peluang terbesar yang dimiliki oleh Kabupaten Situbondo adalah adanya peraturan perundang-undangan tentang otonomi daerah yang memiliki skor bobot 0,363. hal ini menunjukkan bahwa faktor ini sangat berpengaruh terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo.adanya peraturan tentang otonomi daerah ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan untuk mempercepat proses pembangunan.
Tabel 23. Matriks EFE Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Faktor Strategis Eksternal Bobot Peluang Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang 0.091 otonomi daerah Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar 0.117 negeri akibat globalisasi Adanya reformasi di bidang poltik dan administrasi 0.109 publik Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi 0.082 Perkembangan teknologi 0.083
Rating Skor 1.674 4.0
0.363
2.2
0.257
2.4
0.262
1.8 1.6
0.147 0.132
Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta/pihak lain Pengaruh pemberdayaan perempuan Ancaman Persaingan makin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional Pelanggaran kaidah lngkungan hidup Adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah TOTAL
0.137
1.8
0.247
0.102
2.6
0.266 0.633
0.103
2.4
0.247
0.086
2.6
0.224
0.090
1.8
0.162
1.000
2.307
Peluang terbesar lainnya bagi Kabupaten Situbondo yaitu adanya pengaruh pemberdayaan perempuan dengan skor 0,266. Adanya pengaruh pemberdayaan perempuan yang dipandang dapat tercapainya kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini perempuan turut berpartisipasi dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Sehingga dapat dijadikan sebagai peluang dalam memperbaiki pembangunan sebelumnya. Sedangkan ancaman utama yang dihadapi Kabupaten Situbondo adalah adanya Persaingan makin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional dengan skor bobot terbesar yaitu 0,247. Adanya persaingan antar wilayah dan perlakuan standarisasi internasionl menuntut daya saing yang tinggi sehingga menjadi suatu ancaman bagi pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Selanjutnya ancaman terbesar kedua bagi Kabupaten Situbondo yaitu pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup (skor 0,224). Pelanggaran kaidah lingkungan hidup menjadi ancaman bagi Kabupaten Situbondo karena kabupaten ini kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan bersama.
7.2.3. Matriks IE (Internal-Eksternal) Total nilai IFE yang telah diberi bobt diperoleh sebesar 2,018 dan EFE yang telah diberi bobot sebesar 2,307, sebagaimana yang diperlihatkan dalam matriks IFE dan matriks EFE pada table di atas. Kedua nilai yang telah diberi bobot tersebut, jika digunakan dalam matriks IE dapat menggambarkan posisi strategis wilayah Kabupaten Situbondo. Dari hasil analisis matriks IE yang telah diperoleh menunjukkan bahwa dalam sistem manajemen yang berlangsung saat ini, kondisi pembangunan wilayah yang dilaksanakan di Kabupaten Situbondo berada pada sel ke-V dari matriks IE yang berarti bahwa kabupaten ini harus bisa mempertahankan kekuatan-kekuatan yang ada dan hal- hal yang telah dicapai selama pembangunan dan untuk selanjutnya perlu lebih ditingkatkan dalam melaksanakan rumusan strategi di masa yang akan datang sesuai dengan program yang dimiliki.
SKOR EFI SKOR EFE
Kuat (3,0 – 4,0) 4,0
Tinggi (3,0 – 4,0)
3,0
Lemah (1,0 – 1,99)
Rata-rata (2,0 – 2,99) 2,0
1,0
I
II
III
IV
V
VI
3,0 Sedang (2,0 – 2,99) 2,0
VII
Rendah (1,0 – 1,99)
VIII
IX
1,0 Gambar 5. Matriks IE (Internal-Eksternal) Wilayah Kabupaten Situbondo.
Pertahankan dan pelihara
7.3. Tahap Pemaduan Setelah dilakukan analisis faktor internal dan faktor eksternal maka tahap selanjutnya adalah proses pemaduan antara elemen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan menggunakan Matriks SWOT. Pemaduan atau pencocokan ini bertujuan untuk menentukan alternatif strategi dalam pembangunan Kabupaten Situbondo. Strategi tersebut meliputi strategi SO, WO, ST, dan WT.
7.3.1. Strategi Strengths-Opportunities (S-O) Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal guna memperoleh keuntungan bagi kabupaten Situbondo dalam pembangunan wilayahnya. Beberapa alternatif strategi S-O yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah. Strategi ini merupakan rekomendasi dari peluang adanya peraturan dan perundang-undangan tentang otonomi daerah dan kebijakan pemerintah pusat atau propinsi. Juga kekuatan yang dimiliki oleh Kabupaten Situbondo berupa potensi SDA yang besar, perekonomian daerah yang semakin membaik, kondisi geografis kabupatan yang strategis.
2. Peningkatan kualitas produk industri rumah tangga, industri kecil dan menengah dalam menghadapi pasar dalam negeri dan luar negeri guna mendukung perekonomian daerah. Strategi ini didasarkan atas adanya peluang terbukanya pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi, perkembangan teknologi dan adanya pengaruh pemberdayaan perempuan yang bertujuan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan dalam bermasyarakat dan bernegara. Peluang-peluang tersebut diraih dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki Kabupaten Situbondo yang berupa tersedianya potensi SDA dan SDM serta banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah. 3. Pemberdayaan kelembagaan, aparatur dan kebijakan pembangunan daerah untuk meningkatkan kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain. Strategi ini didasarkan atas peluang adanya peraturan dan perundangundangan tentang otonomi daerah, kebijakan pemerintah pusat/propinsi serta kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain. Peluang tersebut diraih dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki oleh Kabupaten Situbondo berupa koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi terkait dan struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah. 4. Pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan di bidang pertanian dan perikanan dalam upaya peningkatan kualitas produksi sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah. Strategi ini didasarkan atas peluang adanya perkembangan teknologi. Peluang tersebut diraih dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki oleh
Kabupaten Situbondo berupa kondisi geografis kabupaten yang strategis dan adanya lembaga pengelolaan SDA dan lingkungan hidup.
7.3.2. Strategi Weakness-Opportunities (W-O) Strategi W-O merupakan strategi yang disususn untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa alternatif strategi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi. Strategi ini direkomendasikan untuk mengatasi kelemahan KabupatenI Situbondo berupa kualitas SDM yang rendah, sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal, dan adanya penelitian dan pengembangan. Dengan memanfaatkan peluang-peluang berupa perkembangan teknologi maka diharapkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi. 2. Meningkatkan
pemberdayaan
perempuan
dalam
upaya
mewujudkan
kesetaraan dan keadilan dalam bermasyarakat, bernegara. Strategi ini direkomendasikan untuk mengatasi kelemahan Kabupaten Situbondo berupa rendahnya partisipasi masyarakat, adanya jumlah dan pertambahan penduduk. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan peluang adanya pengaruh pemberdayaan perempuan. 3. Mengoptimalkan
pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan menciptakan
lapangan kerja dengan memanfaatkan kerjasama dan kemitraan dengan pihak swasta/pihak lain.
Strategi ini direkomendasikan untuk mengatasi kelemahan Kabupaten Situbondo berupa sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal, tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, dan jumlah dan pertambahan
penduduk.
Dengan
memanfaatkan
peluang-peluang
berupa
kebijakan pemerintah pusat atau propinsi dan kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta/pihak lain, maka diharapkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi. 4. Memperbaiki sarana dan prasarana serta meningkatkan ketersediaan dana pembangunan
dan
mempercepat
pemerataan
pembangunan
dengan
memanfaatkan kerjasama dengan swasta atau pihak lain guna menghindari adanya penyimpangan terhadap rencana tata ruang. Strategi ini direkomendasikan untuk mengatasi kelemahan Kabupaten Situbondo berupa tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, ketersediaan dana pembangunan terbatas atau kecil, adanya penyimpangan terhadap rencana tata ruang, dan sarana prasarana yang kurang memadai. Dengan memanfaatkan peluang-peluang berupa peraturan dan perundang-undangan tentang otonomi daerah, adanya reformasi di bidang politik dan administrasi publik, kebijakan pemerintah pusat/propinsi dan adanya kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta/pihak lain maka diharapkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi. 7.3.3. Strategi Strength-Threats (S-T) Strategi S-T merupakan strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal bagi pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo. Beberapa alternatif strategi S-T yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat akibat globalisasi dengan memanfaatkan perekonomian daerah yang semakin membaik. Strategi ini didasarkan atas tanggapan kekuatan dari kondisi geografis kabupaten yang strategis, tersedianya potensi SDA dan SDM, serta perekonomian daerah yang semakin membaik. Faktor-faktor kekuatan tersebut dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menghindari ancaman berupa persaingan yang semakin ketat dan penerapan standarisasi internasional akibat adanya globalisasi. 2. Pemberdayaan kelembagaan daerah dan masyarakat dalam mengatasi adanya provokasi yang dapat menimbulkan instabilitas wilayah dalam upaya mendukung motto juang Kabupaten”Situbondo adalah daerah SANTRI” Strategi ini didasarkan atas tanggapan kekuatan dari kondisi geografis kabupaten yang strategis, tersedianya potensi SDA dan SDM, struktur kelembagaan dan aparatur daerah, serta motto juang ”Situbondo adalah daerah SANTRI”. Faktor-faktor kekuatan tersebut dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menghindari ancaman berupa adanya provokasi dari luar yang dapat menimbulkan instabilitas wilayah.
7.3.4. Strategi Weakness-Threats (W-T) Strategi W-T merupakan strategi yang diusulkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Beberapa alternatif strategi W-T yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualias SDM dan mengembangkan Litbang dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan standarisasi internasional. Strategi ini disusun untuk mengantisipasi kelemahan Kabupaten Situbondo berupa kualitas SDM yang rendah, penelitian dan pengembangan. memadai. Kelemahan-kelemahan tersebut perlu ditingkatkan untuk menghindari ancaman berupa persaingan yang ketat akibat adanya globalisasi. Dengan meningkatnya kualitas SDM Kabupaten Situbondo akan memiliki daya saing yang tinggi untuk menghadapi era globalisasi. 2. Memperbaiki sarana prasarana dan mengoptimalkan pemanfaatan SDA untuk menghadapi pelnggaran dan perusakan lingkungan hidup. Strategi ini disusun untuk mengantisipasi kelemahan Kabupaten Situbondo berupa sumber-sumber pendapatan daerah yang masih belum tergali dan dikelola secara optimal, rendahnya partisipasi msyarakat dan sarana prasarana yang kurang memadai. Kelemahan-kelemahan tersebut perlu ditingkatkan untuk menghindari ancaman berupa pelanggaran kaidah lingkungan hidup. Hasil analisis Matriks SWOT dapat dilihat pada Lampiran 10.
7.4. Tahap Pengambilan Keputusan Tahap selanjutnya dari formulasi strategi adalah tahap pengambilan keputusan dengan menggunakan Matriks QSPM. Analisis ini dilakukan untuk menentukan prioritas strategi yang dapat disusun oleh pemerintah KabupatenI
Situbondo dalam pembangunan wilayahnya. Hasil analisis QSPM menunjukkan bahwa strategi yang memiliki nilai Total Attractiveness Score (TAS) terbesar adalah strategi meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah guna meningkatkan perekonomian daerah (5,425), sedangkan strategi yang memiliki nilai TAS terkecil adalah strategi menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam menghadapi
persaingan yang
semakin
ketat akibat
globalisasi
dengan
memanfaatkan perekonomian daerah yang semakin membaik (4,103). Besarnya nilai ketertarikan relatif alternatif strategi yang diusulkan dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari besarnya nilai ketertarikan relatif alternatif strategi dapat disusun urutan prioritas strategi berdasarkan nilai TAS tertinggi sampai terendah. Adapun urutan prioritas strategi yang dihasilkan dari Matriks QSPM adalah sebagai berikut: 1.
Meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah (5,425).
2.
Meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi (5,139).
3.
Memperbaiki sarana dan prasarana serta meningkatkan ketersediaan dana pembangunan
dan
mempercepat
pemerataan
pembangunan
dengan
memanfaatkan kerjasama dengan swasta atau pihak lain guna menghindari adanya penyimpangan terhadap rencana tata ruang (4,952).
4.
Peningkatan kualitas produk industri rumah tangga, industri kecil dan menengah dalam menghadapi pasar dalam negeri dan luar negeri guna mendukung perekonomian daerah (4,874).
5.
Pemberdayaan kelembagaan, aparatur dan kebijakan pembangunan daerah untuk meningkatkan kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain (4,824).
6.
Pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan di bidang pertanian dan perikanan dalam upaya peningkatan kualitas produksi sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah (4,780).
7.
Meningkatkan
pemberdayaan
perempuan
dalam
upaya
mewujudkan
kesetaraan dan keadilan dalam bermasyarakat sebagai upaya dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan (4,769). 8.
Memperbaiki sarana prasarana dan mengoptimalkan pemanfaatan SDA untuk menghadapi pelnggaran dan perusakan lingkungan hidup (4,753).
9.
Mengoptimalkan
pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan menciptakan
lapangan kerja dengan memanfaatkan kerjasama dan kemitraan dengan pihak swasta/pihak lain (4,585). 10. Pemberdayaan kelembagaan daerah dan masyarakat dalam mengatasi adanya provokasi yang dapat menimbulkan instabilitas wilayah dalam upaya mendukung motto juang Kabupaten”Situbondo adalah daerah SANTRI” (4,518). 11. Meningkatkan kualias SDM dan mengembangkan Litbang dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan standarisasi internasional (4,429).
12. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat akibat globalisasi dengan memanfaatkan perekonomian daerah yang semakin membaik (4,103).
7.5. Strategi Komprehensif Kabupaten
Situbondo
memiliki
misi
dari
pembangunan
daerah
mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Good Governance), meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Tujuan (objective) yang ingin dicapai dalam pembangunan wilayah adalah: (O1) Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor (O2) Pemanfaatan pembinaan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup (revitalisasi bidang pertanian dan perikanan) (O3) Peringkatan dan pemeliharaan infrastruktur dan aksesibilitas pendidikan, kesehatan, kependudukan dan kesejahteraan sosial dan kesetaraan gender (O4) Peningkatan sistem pemerintahan dan pembangunan yang berkelanjutan serta peningkatan pengelolaan sumber-sumber PAD dan keuangan daerah (O5) Optimalisasi pengawasan intern daerah Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan perlu dikembangkan strategi yang akan dijalankan dalam pembangunan wilayah. Strategi yang sebaiknya dikembangkan oleh Kabupaten Situbondo yaitu meningkatkan potensi SDA
dengan
memanfaatkan
dukungan
dari
pemerintah
daerah
dan
mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah serta meningkatkan kualitas SDM,
mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi Yang meliputi beberapa strategi terkait sebagai berikut: (S1) Mengoptimalkan
pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan menciptakan
lapangan kerja dengan memanfaatkan kerjasama dan kemitraan dengan pihak swasta/pihak lain (S2) Memperbaiki sarana prasarana dan mengoptimalkan pemanfaatan SDA untuk menghadapi pelanggaran dan perusakan lingkungan hidup (S3) Pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan di bidang pertanian dan perikanan dalam upaya peningkatan kualitas produksi sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah (S4) Meningkatkan kualias SDM dan mengembangkan Litbang dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan standarisasi internasional Tujuan dan strategi yang telah disusun, menjadi kerangka untuk mengembangkan sasaran (Goal) yang ingin dicapai secara lebih spesifik. Sasaran yang dapat dikembangkan adalah: (G1) Memiliki masyarakat yang makmur, sejahtera dengan tingkat investasi dan ekspor yang tinggi (G2) Memiliki infrastruktur dan aksesibbilitas yang memadai di berbagai bidang (G3) Kesempatan kerja yang tinggi (G4) Terjalin hubungan yang baik dengan berbagai pihak, baik swasta ataupun pihak yang terkait lainnya (G5) Produk-produk unggulan daerah yang mampu bersaing di pasar dalam dan luar negeri
(G6) Memiliki kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, partispasi masyarakat yang tinggi dalam pelaksanaan pembangunan daerah (G7) Memiliki sistem kelembagaan dan aparatur daerah yang berkualitas dan dapat menerapkan pemerintahan yang jujur, adil dan dapat dipercaya (G8) Sumberdaya alam yang terkelola dengan baik dan dapat meningkatkan sumber pendapatan daerah Dengan fokus pada sasaran (goal) dan tujuan (objective) yang ingin dicapai, Kabupaten Situbondo dapat menyusun program sebagai berikut: (P1) Pemberdayaan masyarakat melalui tri daya (pemberdayaan manusia, usaha, sarana dan prasarana lingkungan) (P2) Perbaikan sarana prasarana pemukiman, kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum (P3) Pengembangan kewirausahaan dan daya saing koperasi, pengembangan SDM koperasi dan industri kecil lainnya (P4) Perluasan Kerja Sistem Padat Karya (PKSPK) (P5) Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan melalui Peningkatan Peran Wanita (P2W) (P6) Menjalin kerjasama secara integral dengan pihak swasta ataupun pihak lain yang terkait (P7) Pengembangan industri kecil dan menengah melalui peningkatan usaha ekonomi pengadaan sarana produksi (P8) Pelatihan atau bimbingan teknis peningkatan kualitas SDM, pembinaan pegawai secara terpadu dan berkesinambungan (P9) Penyempurnaan dan penguatan kelembagaan dan sistem pemerintahan
(P10) Pengelolaan dan pengawasan terhadap pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup Elemen-elemen strategi di atas saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Saling keterkaitan ini menunjukkan bahwa strategi komprehensif memberikan solusi yang menyeluruh dan integral bagi wilayah kabupaten. Meskipun demikian, dimensi waktu juga membatasi pelaksanaan rangkaian strategi yang disusun. Artinya ada rangkaian strategi yang dapat dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, ada juga strategi yang sifat pelaksanaannya harus kronologis (berurutan waktunya dari strategi yang satu ke strategi berikutnya). Pangkal dari strategi komprehensif Kabupaten Situbondo adalah pernyataan misi kabupaten: mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Good Governance), meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Tujuan (objective) yang pertama dari Kabupaten Situbondo adalah Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor (O1). Tujuan ini dikembangkan ke dalam strategi mengoptimalkan
pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan menciptakan
lapangan kerja dengan memanfaatkan kerjasama dan kemitraan dengan pihak swasta/pihak lain (S1). Strategi 1 (S1) menetapkan sasaran menetapkan sasaran Kesempatan kerja yang tinggi (G3) dan sumberdaya alam yang terkelola dengan baik dan dapat meningkatkan sumber pendapatan daerah (G8). Berdasarkan arahan strategi ini, program kegiatan yang perlu dijalankan adalah pemberdayaan masyarakat melalui tri daya (pemberdayaan manusia, usaha, sarana dan prasarana lingkungan) (P1), pengembangan industri kecil dan menengah melalui
peningkatan usaha ekonomi pengadaan sarana produksi (P7), perluasan Kerja Sistem Padat Karya (PKSPK) (P4), menjalin kerjasama secara integral dengan pihak swasta ataupun pihak lain yang terkait (P6), pengelolaan dan pengawasan terhadap pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup (P10). Tujuan yang kedua adalah pemanfaatan pembinaan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup (revitalisasi bidang pertanian dan perikanan) (O2), tujuan ini dikembangkan ke dalam strategi memperbaiki sarana prasarana dan mengoptimalkan pemanfaatan SDA untuk menghadapi pelanggaran dan perusakan lingkungan hidup (S2). Strategi 2 (S2) menetapkan sasaran sumberdaya alam yang terkelola dengan baik dan dapat meningkatkan sumber pendapatan daerah (G8), program kegiatan yang mendukung strategi ini adalah pengelolaan dan pengawasan terhadap pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup (P10). Sedangkan tujuan yang ketiga adalah peningkatan dan pemeliharaan infrastruktur dan aksesibilitas pendidikan, kesehatan, kependudukan dan kesejahteraan sosial dan kesetaraan gender (O3) yang dikembangkan dalam strategi memperbaiki sarana prasarana dan mengoptimalkan pemanfaatan SDA untuk
menghadapi pelanggaran dan perusakan lingkungan hidup (S2). Strategi 2
(S2) menetapkan sasaran memiliki infrastruktur dan aksesibbilitas yang memadai di berbagai bidang (G2), sumberdaya alam yang terkelola dengan baik dan dapat meningkatkan sumber pendapatan daerah (G8) dengan program perbaikan sarana prasarana pemukiman, kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum (P2), pengelolaan dan pengawasan terhadap pelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup (P10), peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan melalui Peningkatan Peran Wanita (P2W) (P5). Tujuan yang keempat adalah peningkatan sistem pemerintahan dan pembangunan yang berkelanjutan serta peningkatan pengelolaan sumber-sumber PAD dan keuangan daerah (O4) tujuan ini dikembangkan ke dalam strategi pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan di bidang pertanian dan perikanan dalam upaya peningkatan kualitas produksi sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah (S3). Strategi 3 (S3) menetapkan sasaran terjalin hubungan yang baik dengan berbagai pihak, baik swasta ataupun pihak yang terkait lainnya (G4), produk-produk unggulan daerah yang mampu bersaing di pasar dalam dan luar negeri (G5), memiliki sistem kelembagaan dan aparatur daerah yang berkualitas dan dapat menerapkan pemerintahan
yang jujur, adil dan dapat
dipercaya (G7). Program kegiatan yang mendukung strategi ini adalah menjalin kerjasama secara integral dengan pihak swasta ataupun pihak lain yang terkait (P6), pelatihan atau bimbingan teknis peningkatan kualitas SDM, pembinaan pegawai secara terpadu dan berkesinambungan (P8), penyempurnaan dan penguatan kelembagaan dan sistem pemerintahan (P9). Tujuan yang terakhir adalah optimalisasi pengawasan intern daerah (O5) tujuan ini dikembangkan dengan strategi meningkatkan kualias SDM dan mengembangkan Litbang dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan standarisasi internasional (S4). Strategi 4 (S4) menetapkan sasaran sebagai berikut memiliki kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, partispasi masyarakat yang tinggi dalam pelaksanaan pembangunan daerah (G6), memiliki sistem kelembagaan dan aparatur daerah yang berkualitas dan dapat menerapkan
pemerintahan yang jujur, adil dan dapat dipercaya (G7) dan program kegiatan yang mendukung strategi ini adalah pemberdayaan masyarakat melalui tri daya (pemberdayaan manusia, usaha, sarana dan prasarana lingkungan) (P1), penyempurnaan dan penguatan kelembagaan dan sistem pemerintahan (P9). Ilustrasi keterkaitan antar elemen strategi komprehensif yang telah disusun di atas dapat dilihat pada gambar 6.
GAQMBAR 6 TENTANG ILUSTRASI KOMPREHENSIF
BAB VIII KETERKAITAN ANTARA IDENTIFIKASI WILAYAH DAN ALTERNATIF STRATEGI
Pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Situbondo banyak menemukan kendala dan permasalahan sehingga menyebabkan realisasi pembangunan daerah masih jauh dari harapan. Sehubungan dengan itu, Kabupaten Situbondo memiliki Visi
“Terwujudnya
Masyarakat
Situbondo
Yang
Agamis,
Demokratis,
Berkualitas, Berpola Pikir Maju, Sejahtera, Dan Berwawasan Lingkungan Serta Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme”. Visi ini diarahkan pada terbentuknya masyarakat yang dapat mempertahankan prinsip-prinsip kehidupan sesuai dengan akhlak, hati nurani dan nilai-nilai kebenaran dengan motto juang “Situbondo Sejahtera, Aman, Nyaman, Tentram, Rapi dan Indah (SANTRI)”. Melalui visi ini diharapkan dapat diwujudkan masyarakat yang sejahtera, cerdas, berkepribadian dan konsisten dalam melaksanakan pembangunan. Pendekatan pembangunan wilayah di Kabupaten Situbondo dilaksanakan dengan menyusun perencanaan pembangunan berdasarkan hubungan fungsional antar wilayah. Oleh karena itu disusun satuan perencanaan pembangunan wilayah berdasarkan konsep kutub pertumbuhan dan pusat pertumbuhan. Berkaitan dengan itu, kota kecamatan dijadikan sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan kecil pedesaan. Untuk mencapai hasil pembangunan yang optimal maka pelaksanaan pembangunan wilayah di Kabupaten Situbondo harus disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik lokal, permasalahan yang dihadapi serta potensi yang tersedia di wilayah tersebut. Oleh karena itu dalam merumuskan strategi pembangunan
wilayah
terlebih
dahulu
perlu
dilakukan
studi
rencana
pembangunan wilayah dengan lingkup kegiatan identifikasi wilayah. Strategi pembangunan wilayah tersebut harus mempertimbangkan intensitas kegiatan perekonomian yang ada, ketersediaan infrastruktur wilayah. Untuk itu dilakukan analisis sektor unggulan, analisis hirarki fasilitas penanganan yang dimaksudkan agar pemanfaatan sumberdaya lokal lebih optimal.
8.1. Kebijakan Pembangunan Sektoral Pengembangan sektor basis untuk dijadikan sebagai sektor unggulan merupakan kebijaksanaan yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Berdasarkan hasil analisis basis ekonomi dengan menggunakan perhitungan nilai LQ, sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten Situbondo pada periode 20012003 adalah sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Ketiga sektor tersebut sangat potensial untuk dikembangkan pada perekonomian wilayah Kabupaten Situbondo karena sektor-sektor ini sangat berperan dalam menghasilkan pendapatan bagi daerah dan juga diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan pendapatan wilayah. Untuk itu kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo sebaiknya diprioritaskan pada ketiga sektor tersebut. Namun dengan adanya implementasi dari strategi pembangunan yang telah dirumuskan diharapkan dapat mengembangkan sektor lain yang pada masa sekarang bukan basis menjadi sektor basis di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan strategi pembangunan dan program yang telah dirumuskan Pengembangan sektor perekonomian tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan wilayah yang terkait dengan pengembangan pusat pertumbuhan dan
pusat pelayanan. Adanya pusat pertumbuhan dan pelayanan diharapkan mampu mempunyai peran dan fungsi sesuai dengan basis ekonomi wilayah serta potensi wilayah belakangnya. Hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa dalam hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan, pusat pengembangan yang mempunyai fasilitas paling lengkap adalah Kecamatan Situbondo dengan 23 jenis (100 persen) sarana prasarana dan Kecamatan Panji dan Kecamatan Panarukan sebanyak 21 (91,30 persen) jenis sarana prasarana dan Kecamatan Banyuputih 20
(86,96
persen) jenis sarana prasarana. Sedangkan kecamatan yang memiliki jenis sarana prasarana terbatas adalah Kecamatan Jatibanteng 14 (60,87 persen) jenis sarana dan Kecamatan Sumbermalang 16 jenis sarana prasarana (69,57 persen), Kecamatan Mangaran 16 jenis sarana prasaranan (69,57). Untuk jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan, Kecamatan Besuki menempati posisi tertinggi dalam hirarki pusat pelayanan dengan jumlah sarana dan prasarana sebanyak 596 unit yang diikuti oleh Kecamatan Bungatan sebanyak 519 unit sarana prasarana dan Kecamatan Panji sebanyak 506 unit sarana prasarana. Sedangkan kecamatan dengan hirarki pusat pelayanan terendah adalah Kecamatan Banyuglugur yang hanya memiliki 298 unit sarana prasarana. Hasil analisis skalogram ini juga menunjukkan bahwa keberadaan sarana dan prasarana pelayanan di Kabupaten Stubondo masih terakumulasi di daerah perkotaan seperti: Kota Situbondo, Panarukan, Panji dan Banyuputih sebagai pusat-pusat pelayanan. Hal ini menyebabkan daerah pedesaan cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitas-fasilitas tersebut karena terbatasnya interaksi dengan pusat-pusat pelayanan tersebut sehingga terjadi kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan sebagai hinterland-nya.
Dengan perumusan strategi pembangunan diharapkan pada masa yang akan datang diharapkan pusat-pusat pertumbuhan yang ada tidak terpusat lagi pada satu titik. Selain itu implementasi dari strategi pembangunan diharapkan dapat menentukan daerah-daerah mana saja yang harus mengalami pembangunan fasilitas pelayanan, sehingga dapat tercipta pemerataan pembangunan. Dengan begitu strategi pembangunan yang telah dirumuskan dapat mewujudkan tujuan dan misi dari Kabupaten Situbondo. 8.2. Strategi Pembangunan Wilayah Pelaksanaan pembangunan wilayah memerlukan strategi yang harus disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik lokal, permasalahan yang dihadapi serta potensi yang tersedia di wilayah tersebut. Strategi pembangunan wilayah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Situbondo sebagai berikut: 15. Strategi peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan hidup. 16. Strategi peningkatan kualitas tenaga kerja yang sesuai dengan peluang kerja. 17. Strategi pemberdayaan masyarakat miskin. 18. Strategi peningkatan kualitas pendapatan daerah. 19. Strategi peningkatan kualitas produk industri rumah tangga, industri kecil dan industi menengah. 20. Strategi peningkatan kualitas kapasitas pengelolaan kepariwisataan. 21. Strategi peningkatan kualitas manajemen data. 22. Strategi peningkatan kualitas pelayanan publik. 23. Strategi peningkatan kualitas pengawasan dan pengendalian pertanahan. 24. Strategi peningkatan kualitas manajemen usaha. 25. Strategi peningkatan stabilitas keamanan dan ketertiban.
26. Strategi peningkatan kualitas upaya penegakan hukum. 27. Strategi peningkatan kualitas SDM aparatur. 28. Strategi peningkatan hubungan yang harmonis baik internal maupun eksternal. Strategi yang selama ini telah diterapkan di Kabupaten Situbondo tidak jauh berbeda dibandingkan dengan strategi yang dihasilkan dari analisis Matriks SWOT. Berdasarkan hasil analisis Matriks SWOT diperoleh 12 alternatif strategi yang dapat dirumuskan dalam pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Beberapa alternatif strategi yang menjadi prioritas utama berdasarkan hasil analisis Matriks QSP, yaitu: 13. Meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah dengan nilai Total Attractiveness Score (TAS) sebesar 5,425. Strategi ini menempati prioritas utama karena potensi sumberdaya merupakan modal dalam pelaksanaan pembangunan dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian daerah dalam upaya mendukung adanya otonomi daerah. 2. Meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi dengan nilai Total Attractiveness Score (TAS) sebesar 5,139. Strategi ini memiliki prioritas yang tinggi karena sumberdaya manusia merupakan faktor yang menjadi objek sekaligus subjek pembangunan, oleh karena itu kualitas sumberdaya manusia menjadi faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan wilayah sehingga untuk mencapai pembangunan yang optimal diperlukan sumberdaya manusia yang memiliki kualitas memadai. Selain
itu mengingat kualitas SDM di Kabupaten Situbondo masih relatif rendah, dan juga masih banyak sumber pendapatan yang berasal dari sumberdaya alam belum diolah secara optimal, hal itu juga disebabkan karena rendahnya pengetahuan tentang teknologi maka strategi ini tepat diterapkan di kabupaten ini.
8.3 Strategi Komprehensif dan Program Pembangunan Kabupaten Situbondo Hasil analisis dan pengolahan yang telah dilakukan, mendorong Kabupaten Situbondo mengembangkan serangkaian strategi komprehensif, dari tataran misi hingga implementasinya dalam bentuk program-program pembangunan wilayah. Kabupaten Situbondo memiliki misi dari pembangunan daerah mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Good Governance), meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Tujuan (objective) yang ingin dicapai dalam pembangunan wilayah adalah: (O1) Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor (O2) Pemanfaatan pembinaan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup (revitalisasi bidang pertanian dan perikanan) (O3) Peringkatan dan pemeliharaan infrastruktur dan aksesibilitas pendidikan, kesehatan, kependudukan dan kesejahteraan sosial dan kesetaraan gender (O4) Peningkatan sistem pemerintahan dan pembangunan yang berkelanjutan serta peningkatan pengelolaan sumber-sumber PAD dan keuangan daerah (O5) Optimalisasi pengawasan intern daerah
Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan perlu dikembangkan strategi yang akan dijalankan dalam pembangunan wilayah. Strategi yang sebaiknya dikembangkan oleh Kabupaten Situbondo yaitu meningkatkan potensi SDA
dengan
memanfaatkan
dukungan
dari
pemerintah
daerah
dan
mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah serta meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi Yang meliputi beberapa strategi terkait sebagai berikut: (S1) Mengoptimalkan
pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan menciptakan
lapangan kerja dengan memanfaatkan kerjasama dan kemitraan dengan pihak swasta/pihak lain (S2) Memperbaiki sarana prasarana dan mengoptimalkan pemanfaatan SDA untuk menghadapi pelanggaran dan perusakan lingkungan hidup (S3) Pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan di bidang pertanian dan perikanan dalam upaya peningkatan kualitas produksi sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah (S4) Meningkatkan kualias SDM dan mengembangkan Litbang dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan standarisasi internasional Dengan fokus pada sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, kabupaten ini dapat menyusun program berikut: (G1) Memiliki masyarakat yang makmur, sejahtera dengan tingkat investasi dan ekspor yang tinggi (G2) Memiliki infrastruktur dan aksesibbilitas yang memadai di berbagai bidang (G3) Kesempatan kerja yang tinggi
(G4) Terjalin hubungan yang baik dengan berbagai pihak, baik swasta ataupun pihak yang terkait lainnya (G5) Produk-produk unggulan daerah yang mampu bersaing di pasar dalam dan luar negeri (G6) Memiliki kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, partispasi masyarakat yang tinggi dalam pelaksanaan pembangunan daerah (G7) Memiliki sistem kelembagaan dan aparatur daerah yang berkualitas dan dapat menerapkan pemerintahan yang jujur, adil dan dapat dipercaya (G8) Sumberdaya alam yang terkelola dengan baik dan dapat meningkatkan sumber pendapatan daerah Dengan fokus pada sasaran (goal) dan tujuan (objective) yang ingin dicapai, Kabupaten Situbondo dapat menyusun program sebagai berikut: (P1) Pemberdayaan masyarakat melalui tri daya (pemberdayaan manusia, usaha, sarana dan prasarana lingkungan) (P2) Perbaikan sarana prasarana pemukiman, kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum (P3) Pengembangan kewirausahaan dan daya saing koperasi, pengembangan SDM koperasi dan industri kecil lainnya (P4) Perluasan Kerja Sistem Padat Karya (PKSPK) (P5) Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan melalui Peningkatan Peran Wanita (P2W) (P6) Menjalin kerjasama secara integral dengan pihak swasta ataupun pihak lain yang terkait
(P7) Pengembangan industri kecil dan menengah melalui peningkatan usaha ekonomi pengadaan sarana produksi (P8) Pelatihan atau bimbingan teknis peningkatan kualitas SDM, pembinaan pegawai secara terpadu dan berkesinambungan (P9) Penyempurnaan dan penguatan kelembagaan dan sistem pemerintahan (P10) Pengelolaan dan pengawasan terhadap pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten Situbondo pada periode 20002004 adalah sektor pertanian, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Sektor-sektor basis ini berpotensi untuk mengekspor komoditi yang dihasilkan ke luar wilayah dan dinilai memiliki nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah dan merupakan sektor yang sangat berperan dalam perekonomian lokal serta layak untuk terus dikembangkan. 2. Secara umum keberadaan dan kelengkapan sarana prasarana pembangunan di wilayah Kabupaten Situbondo relatif memadai, tetapi masih terakumulasi di daerah-daerah perkotaan seperti: Kota Situbondo, Panarukan, Panji sehingga daerah sentra produksi pertanian yang umumnya berada di pedesaan cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitasfasilitas tersebut, sehingga berdampak pada terjadinya kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan sebagai daerah belakangnya. 3. Hasil analisis Matriks IFE menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo memiliki kondisi internal yang lemah, artinya kondisi kabupaten yang lemah disebabkan oleh belum optimalnya penelitian dan pengembangan yanga ada serta masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Hasil analisis Matriks EFE menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo belum mampu memanfaatkan kekuatan yang di miliki untuk memanfaatkan peluang.
Berdasarkan hasil analisis Matriks IE Wilayah Kabupaten Situbondo, berada pada sel ke-V dari matriks IE. Pada posisi ini, pembangunan wilayah di Kabupaten Situbondo harus bisa mempertahankan kekuatan dan hal-hal yang telah dicapai selama ini dalam pembangunan untuk selanjutnya semakin ditingkatkan dalam upaya mewujudkan strategi pembangunan yang telah disusun dengan merealisasikan program-program yang dimiliki 4. Berdasarkan hasil analisis Matriks SWOT diperoleh 12 alternatif strategi yang dirumuskan dalam pembangunan wilayah Kabupaten Situbondo. Berdasarkan hasil analisis Matriks QSP strategi yang menjadi prioritas utama, adalah strategi meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah,; strategi meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi. Sedangkan strategi komprehensifnya menghasilkan lima tujuan, empat strategi, 8 sasaran dan 10 program. 9.2. Saran Berdasarkan hasil analisis, saran yang dapat disampaikan adalah: 1. Dalam rangka meningkatkan perekonomian lokal Kabupaten Situbondo maka diperlukan suatu kebijakan yang mengarah pada pengembangan sektor basis sebagai sektor unggulan, serta mengembangkan sektor jasa dan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang bukan basis menjadi basis di masa datang. 2. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan penyebaran sarana dan prasarana pelayanan di Kabupaten Situbondo perlu lebih
mempertimbangkan
jumlah penduduk, distribusi spasial dan mobilitas
penduduk serta jangkauan pelayanan dari setiap fasilitas. 3. Pemerintah daerah Kabupaten Situbondo diharapkan dapat melaksanakan kedua belas (12) alternatif strategi dan strategi komprehensif yang telah disusun sesuai dengan tingkat kepentingan dan prioritas masing-masing wilayah.
DAFTAR PUSTAKA Abiyoso, Hengki. 1994. Pembangunan Metropolis dan Kota Baru Kawasan Timur Indonesia, Mencari Dimensi Baru Transmigrasi, Kesempatan Kerja dan Pembangunan Desa di Indonesia. Pusat Studi Pembangunan Wilayah CENREDS (Center for Regional Development Studies). Afianto. 2000. Analiasis Pembangunan Wilayah Pertanian dalam Menghadapi Otonomi Daerah(Studi Kasus Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Agustina, M. 1996. Fungsi Kota Sedang dalam Pembangunan Wilayah Studi Kasus Kota Kudus dan Kota Klaten Propinsi Dati I Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Badan Perencanaan Kabupaten Situbondo. 2004. Peraturan Daerah Kabupaten Situbondo Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Bappekab Kabupaten Situbondo. Situbondo. Badan Pusat Statistik. 2004. Kabupaten Situbondo Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik Kabupaten Situbondo. Situbondo. . 2003. Kabupaten Situbondo Dalam Angka 2002. Badan Pusat Statistik Kabupaten Situbondo. Situbondo. . 2004. Pendapatan Regional Kabupaten Situbondo 20012003. Badan Pusat Statistik Kabupaten Situbondo. Situbondo. . 2005. Propinsi Jawa Timur Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur. Jawa Timur. Bryant and White. 1987. Manajemen Pembangunan : untuk Negara Berkembang. LP3ES. Jakarta. Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga (Terjemahan). Fisipol UGM. Yogyakarta. David, Fred R. 2002. Manajemen Strategis Konsep. Sindoro, Alexander, Penerjemah; Agus Widyantoro; Editor. Jakarta: Prenhallindo. Terjemahan dari: Concepts of Strategic Management. Dartavia, Zaira. 2003. Analisis Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Wilayah Studi Kasus Wilayah Pembangunan Barat Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Gunawan. 2000. Analisis Pembangunan Ekonomi Lokal Studi Kasus Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Diterjemahkan : Paul Sitohang. LPFEUI. Jakarta. Hanafiah, T. 1988a. Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. 1988b. Aspek Lokasi dalam Analisis Ekonomi Wilayah. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Irawati. 1998. Peranan dan Fungsi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan dalam Pembangunan Wilayah : Studi Kasus Kabupaten DT II Bandung, Propinsi DT I Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. King, William Richard. 1938. Strategic Planning and Policy. Library of Congress Cataloging in Publication Data. Kunarjo. 1992. Perencanaan Pembiayaan Pembangunan. UIP. Jakarta. Misbah, Ahmad. 2005. Strategi Pengembangan Bisnis Gula (Studi Kasus PT Madu Baru, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Nasoetion, W. M. 1985. Struktur Tata Ruang Wilayah Memusat : Penyebab dan Pengaruhnya pada Daerah Belakang Studi Kasus Kota Madya Tebing Tinggi Sumatra Utara. Thesis Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Nuryati, eli. 1992. Peranan dan Fungsi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan dalam Rangka Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten DT II Tangerang). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Nurjanah, Siti. 2006. Strategi Pembangunan Wilayah Tertinggal (Studi Kasus Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Pasaribu, Dicky Armansyah. 2005. Strategi Pengembangan Bisnis Minyak Kelapa Sawit (CPO) (Studi Kasus di PT Socfindo, Sumatra Utara. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Rugesty, Yelda. 1999. Peranan BAPPEDA Tingkat I dalam Perencanaan Pembangunan Daerah (Studi Kasus pada Bappeda Tingkat I Propinsi Sumatra Barat). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Editor; A, Ariobimo Nusantara. Grasindo. Jakarta. Suprapti. 2001. Analisis Sektor Basis Ekonomi terhadap Penataan Ruang Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Steiner, George A. 1979. Strategic Planning. New York: The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co., Inc. Tambunan, T. 1995. Pola Pembangunan Ekonomi di Pedesaan. Prisma 8 ; 4 – 18. Jakarta. Tjokroamidjojo, B. 1996. Perencanaan Pembangunan. PT Gunung Agung. Jakarta.
163
Lampiran 1. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2004 Sektor/sub sektor
2000
2001
2002
2003
2004
I. Pertanian a. Tanaman pangan b. Tanaman perkebunan
617214.65 364887.04 125583.95
631933.9 371722.24 126068.24
633552.16 369340.36 128760.99
661477.3 384297.68 135953.48
694054.7 406878.83 140740.84
c. Peternakan & hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan
41352.78 1720.04 83670.84 9010.51 0 0
40782.38 1766.47 91594.57 9346.12 0 0
43433.5 2001.2 90016.11 10945.49 0 0
45878.22 2046.21 9330.71 12396.1 0 0
47481.76 2000.06 96953.21 12807.19 0 0
9010.51 190439.25
9346.12 194360.24
10945.49 192099.17
12396.1 195228.61
12807.19 202442.23
176469.25
179491.1
176553.81
178325.09
184425.96
1080.84
1121.57
1178.44
1232.74
1256.79
1819.07 1560.14 674.85 6925.09 1910.01 15156.61 13647.55 0 1689.06 58948.35
1966.69 1698.21 680.71 7351.27 2050.68 16607.09 14803.54 0 1803.55 59412.87
2000.24 1775.99 699.69 7748.7 2142.3 17577.8 15696.51 0 1881.29 67686.09
2176.73 2054.29 717.83 8567.22 2154.72 18808.26 16820.31 0 1987.95 71655.77
2355.09 2175.08 721.85 9251.75 2255.69 19410.35 17408.41 0 2001.94 76495.32
577214.25 504212.05 8039.91 64962.29
591569.68 515817.33 7714.2 68038.16
614156.99 539225.82 6538.55 68392.63
639602.8 562073.66 6554.85 70974.29
666271.94 587824.94 6601.78 71845.6
125704.51 121189.38 4515.13
131923.5 126730.9 5192.6
141972.4 136243.5 5728.91
149011.76 142977.31 6034.45
153570.25 147275.68 6294.57
83136.19 7913.3 3210.98 0 66514.59
85932.58 8007.4 3237.59 0 68832.02
87251.78 8537.4 3368.1 0 69223.15
88504.34 8985.06 3494.74 0 69669.22
89514.97 9205.04 3748.86 0 69896.5
5497.32 119356.17 80103.97 39252.2 1796180.49
5855.55 123157.81 83775.91 39381.9 1844243.77
6123.14 132954.15 90256.75 42697.39 1898196.03
6531.51 135498.95 92057.79 43441.16 1972183.88
66664.57 140028.17 94921.86 45736.31 2054595.12
II. Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan migas b. Pertambangan non migas c. Penggalian III. Industri pengolahan a. Makanan, minuman & tembakau b. Textil barang dari kulit & alas kaki c. Barang dari kayu & hasil hutan d. Kertas barang cetakan e. Pupuk kimia, barang dari karet f. Semen, bahan galian non logam g. Barang lainnya IV. Listrik, gas dan air minum a. Listrik b. Gas kota c. Air bersih V. Bangunan VI. Perdagangan, hotel & restoran a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran VII. Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi VIII. Keuangan, persewaan & jasa perusahaan a. Bank b. Lembaga keuangan bukan bank c. Jasa penunjang keuangan d. Sewa bangunan e. Jasa perusahaan IX. Jasa-jasa a. Pemerintah umum b. Swasta PDRB Kabupaten Situbondo
Sumber: PDRB Kabupaten Situbondo, 2004
164
Lampiran 2. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2004 Sektor/sub sektor I. Pertanian a. Tanaman pangan b. Tanaman perkebunan c. Peternakan & hasilnya d. Kehutanan d. Perikanan II. Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan migas b. Pertambangan non migas c. Penggalian III. Industri pengolahan a. Makanan, minuman & tembakau b. Textil barang dari kulit & alas kaki c. Barang dari kayu & hasil hutan d. Kertas barang cetakan e. Pupuk kimia, barang dari karet f. Semen, bahan galian non logam g. Barang lainnya IV. Listrik, gas dan air minum a. Listrik b. Gas kota c. Air bersih V. Bangunan VI. Perdagangan, hotel & restoran a.Perdagangan b. Hotel c. Restoran VII. Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi VIII. Keuangan, persewaan & jasa perusahaan a. Bank b. Lembaga keuangan bukan bank c. Jasa penunjang keuangan d. Sewa bangunan e. Jasa perusahaan IX. Jasa-jasa a. Pemerintah umum b. Swasta
2000 40029337.76 23934215.36 6668048.33 5796234.4 830665.8 2799973.81 4184214.43 821417.88 322948.12 3039848.43 68431836.46 33800580.37
2001 40533877.14 24011428.2 6761827.8 5860486.05 948230.8 2951904.29 4296325.31 610453.9 386846.01 3299025.41 61850431.56 34715483.55
2002 43354488.14 24257703.46 6982271.72 6016548.19 909815.18 3188149.59 4415073.37 574348.76 393518.58 3447206.03 61396901.69 33649117.07
2003 42143435.26 24674936.26 7115176.19 6340742.64 623924.45 3388655.58 4512702.2 582552.55 401514.79 3528634.79 64133626.56 34854710.77
2004 43331493.13 25205496.12 7138569.05 6705049.51 500785.59 3781592.44 4595921.87 600760.9 388361.86 3606799.1 67520434.83 36172779.2
2642041.78 1988225.95 7187186.03 4762127.36 1926407.63 2233708.88 3104244.22 2583345.54 325199.09 195699.62 8130677.83
2703150.87 2106316.3 7292905.49 4922040.13 2039532.4 2285595.36 3297555.47 2718055.52 385926.62 193573.32 8202906.17
2663683.2 2222655.48 7461235.42 5062333.16 2104196.13 2366496.54 3653095.55 2949987.84 494483.68 208624.04 8293319.45
2636642.43 2315050.39 8198652.37 5236183.76 2215956.12 2502650.81 4016156.12 3216552.65 583161.85 216441.63 8447765.37
2668228.28 2236279.92 9723670.02 5343652.6 2353743.64 5221120.96 4510427.06 3644984.6 642860.15 222582.31 8604401.3
49475748.74 40542461.46 1395312.35 7537974.93
53475477.92 43348018.29 1470764.57 8656695.06
57926650.32 46841744.1 1579109.03 9505797.19
62512781.39 50325521.47 1793422.39 10393837.53
68295968.36 54937067.13 2144867.97 11214033.26
10618126.92 8179489.46 2438637.66
10833961.42 8045375.15 2788586.26
12245296.15 8677188.23 3568107.93
12953457.6 9315706.79 3637750.8
13767280.43 10129449.63 3637750.8
9329173.44 1970969.24 1106881.76 23014 3569797.87 2658510.58 17526993.36 8492530.76 9034372.36
9886365.48 2091708.52 1165724.55 21518.97 3718227.41 2889186.02 18071669.72 8581342.62 9490327.1
10382141.57 2219095.38 1218907.35 21325.83 3891297.88 3031515.33 18765422.86 8770500.66 10014922.2
10738413.3 2342550.54 1278057.22 22337.89 3945461.6 3150006.06 19426128.75 8978521.71 10447599.03
11444531.47 2525806.49 1372942.77 23582.79 4141868.95 3380330.47 20095274.48 9172490.39 10922784.1
PDRB Provinsi Jawa Timur
202830063.81
210448570.39
218452389.09
228884458.54
Sumber: PDRB Propinsi Jawa Timur, 2004
242165652.9
165
Lampiran 3. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2004 No Sektor 2002 2003 2004 1 Pertanian 633.552.16 661.477.30 694.054.70 2 Pertambangan & 10.945.49 12.396.10 12.807.19 Penggalian 3 Industri Pengolahan 192.009.17 195.228.61 202.442.23 4 Listrik, Gas dan Air 17.577.80 18.808.26 19.410.35 Minum 5 Bangunan 67.686.09 71.655.77 76.495.32 6 Perdagangan, hotel 614.156.99 639.602.80 666.271.94 dan Restoran 7 Pengangkutan & 141.972.40 149.011.76 153.570.25 Komunikasi 8 Keuangan, 87.251.78 88.504.34 89.514.97 Persewaan dan Jasa 9 Jasa-jasa 132.954.15 135.498.95 140.028.17 PDRB 1.898.196.03 1.972.183.88 2.054.595.12 Sumber : BPS Kabupeten Situbondo 2004 Lampiran 4. Distribusi Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2004 No Sektor 2002 2003 2004 1 Pertanian 33,38 33,54 33,78 2 Pertambangan & 0,58 0,63 0,62 Penggalian 3 Industri Pengolahan 10,12 9,90 9,85 4 Listrik, Gas dan Air 0,93 0,95 0,94 Minum 5 Bangunan 3,57 3,63 3,72 6 Perdagangan, hotel 32,35 32,43 32,43 dan Restoran 7 Pengangkutan & 7,48 7,56 7,47 Komunikasi 8 Keuangan, 4,60 4,49 4,36 Persewaan dan Jasa 9 Jasa-jasa 7,00 6,87 6,82 PDRB 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupeten Situbondo 2004
Lampiran 5. Analisis Skalogram Kabupaten DT II Situbondo Tahun 2004
100 8
5 8 29, 4 21
5 2 3 3 7 4 3 4 6 15 54 88, 2 11
100
5
7
1
25 14 30 12 15 11 12 25 24 27 11 18 17 27 4 12 24 17 308
1 3 1 2 1 4 3
1 1 10 18 58, 8 18
1 1 2 1 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 16 30 94, 1 13
100 6
2 3
5 1 1 6
1
2 2
2
7 20 41 ,2 16
3 3 17 ,6 23
Juml Jenis Pras aran a 16 14 19 19 19 17 18 18 21 23 16 21 18 17 17 18 20
Juml . Unit Pras aran a 266 301 241 415 298 418 445 381 519 596 317 506 434 378 284 406 393
Peringkat
100
1
Bank
9 7 8 10 8 7 7 7 8 6 6 12 10 8 8 10 5 17 136
Hotel
3 2 4 12 7 9 15 2 25 87 20 60 15 6 14 25 10 17 316
Dukun Bayi
1 1 2
2 1 8 1 2 3
Kantor Pos
1 2 1
Pasar
Bidan
1 1 1 2 1 2 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 17 22 10 0 15
Panti Asuhan
1 1 5,8 8 24
1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 17 19 10 0 17
Kantor Desa
2 3 6 17, 6 22
9 6 7 4 8 5 6 3 2 6 6 9 9 3 8 10 14 17 105
Koperasi
3
3 2 2 5 2 2 3 3 4 5 2 6 3 5 3 3 4 17 57 10 0 10
Dokter
4
1 1 9 12 52 ,9 20
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 17 10 0 19
KUA
100
3 1
1
Restoran
2
1 2
PUSTU
100
1
3 6 6 23 35, 3 14
1 1 1
Puskesmas
100
3
3
RSU
100
Peringkat
2 5
3 7 9 6 7 4 5 15 6 2 8 10 7 14 92 82, 4 9
1 1 3 2 1 1 2 2 5 9 1 5 1 3 2 3 7 17 49 10 0 12
SMK
Derajat Penyebaran (%)
3 4
23 27 18 39 19 21 18 22 32 34 19 40 27 35 24 34 28 17 460
SMU
4 6 17 28 18 82 69 136 239 106 67 69 50 20 43 75 28 17 1057
SLTP
152 196 119 160 177 230 160 135 211 331 136 198 246 210 125 170 228 17 3184
SD
30 35 20 32 29 35 34 30 41 38 36 52 35 48 36 40 27 17 598
Pondok Pesantren
Sumbermalang 26916 Jatibanteng 21561 Banyuglugur 21582 Besuki 57487 Suboh 24952 Mlandingan 22202 Bungatan 24931 Kendit 27692 Panarukan 49927 Situbondo 45414 Mangaran 30120 Panji 61089 Kapongan 35266 Arjasa 39361 Jangkar 36058 Asembagus 48011 Banyuputih 49055 Juml. Jenis Prasarana Juml. Unit Prasarana
Kecamatan
Juml. Penduduk (2004)
Gereja
Musholla
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Langgar
No
Masjid
Analisa Skalogram Kabupaten DT II Situbondo (Keadaan Tahun 2004)
16 13 17 7 14 6 4 10 2 1 12 3 5 11 15 8 9
Sumber : BPS Kabupaten Situbondo 2004 (diolah)
166
167
Lampiran 6. Nilai Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo 1. Nilai bobot faktor strategis internal pembangunan wilayah Kabupaten DT II Situbondo Faktor Strategis Internal A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis
Resp 1 0.042
Resp 2 0.050
Resp 3 0.047
Resp 4 0.048
Resp 5 0.046
Ratarata 0.047
B. Tersedianya potensi SDA dan SDM
0.053
0.049
0.043
0.045
0.044
0.047
C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’
0.049
0.053
0.053
0.056
0.057
0.053
D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis
0.041
0.049
0.055
0.056
0.052
0.050
E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah
0.049
0.046
0.042
0.053
0.055
0.049
F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah
0.068
0.047
0.049
0.048
0.047
0.052
G. Perekonomian daerah yang semakin membaik
0.036
0.052
0.047
0.048
0.052
0.047
H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait
0.039
0.052
0.053
0.051
0.052
0.049
I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah
0.041
0.055
0.049
0.053
0.055
0.050
J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI”
0.039
0.044
0.047
0.047
0.046
0.045
K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
0.053
0.052
0.052
0.051
0.050
0.052
L. Kualitas SDM yang rendah
0.054
0.047
0.047
0.047
0.050
0.049
M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran
0.053
0.043
0.050
0.056
0.054
0.051
N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau kecil
0.047
0.060
0.062
0.061
0.057
0.058
O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal
0.074
0.049
0.050
0.047
0.049
0.054
P. Rendahnya partisipasi masyarakat
0.063
0.052
0.053
0.047
0.052
0.053
Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang
0.063
0.052
0.055
0.053
0.049
0.054
R. Penelitian dan pengembangan
0.033
0.055
0.050
0.041
0.042
0.044
S. Sarana prasarana yang kurang memadai
0.055
0.049
0.046
0.044
0.046
0.048
T. Jumlah dan pertambahan penduduk TOTAL
0.049
0.046
0.050
0.050
0.044
0.048
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
168
2. Nilai bobot faktor strategis eksternal pembangunan wilayah Kabupaten DT II Situbondo
A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang Otonomi Daerah
Resp 1 0.112
Resp 2 0.096
Resp 3 0.082
Resp 4 0.083
Resp 5 0.081
Ratarata 0.091
B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi
0.134
0.127
0.099
0.111
0.112
0.117
Faktor Strategis Eksternal
C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik
0.106
0.121
0.117
0.083
0.118
0.109
D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi
0.073
0.083
0.082
0.090
0.081
0.082
E. Perkembangan teknologi
0.073
0.083
0.094
0.090
0.075
0.083
F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain
0.123
0.140
0.135
0.153
0.137
0.137
G. Pengaruh pemberdayaan perempuan
0.089
0.102
0.105
0.090
0.124
0.102
H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional
0.089
0.076
0.088
0.097
0.099
0.090
I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup
0.067
0.076
0.117
0.083
0.087
0.086
J. adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah
0.134
0.096
0.082
0.118
0.087
0.103
TOTAL
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
169
Lampiran 7. Rating Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo 1. Rating Faktor Strategis Internal Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo Faktor Strategis Internal
Resp 1
Resp 2
Resp 3
Resp 4
Resp 5
Ratarata
N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau kecil
4 1 1 1 2 3 2 2 1 3 2 1 2 3
3 1 1 2 2 3 1 2 1 2 3 2 1 2
3 1 1 1 1 2 2 3 2 1 1 2 1 2
3 2 2 3 1 2 3 2 1 3 2 4 2 2
3 1 1 1 4 3 4 2 1 2 4 3 1 1
3.2 1.2 1.2 1.6 2.0 2.6 2.4 2.2 1.2 2.2 2.4 2.4 1.4 2.0
O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal
4
1
3
1
1
2.0
P. Rendahnya partisipasi masyarakat Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang
2 1
2 1
3 4
4 1
2 3
R. Penelitian dan pengembangan
1
3
2
1
1
2.6 2.0 1.6
S. Sarana prasarana yang kurang memadai
2 3
3 2
3 1
2 1
2 2
A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis B. Tersedianya potensi SDA dan SDM C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’ D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah G. Perekonomian daerah yang semakin membaik H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI” K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup L. Kualitas SDM yang rendah M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran
T. Jumlah dan pertambahan penduduk
2.4 1.8
TOTAL
2. Rating Faktor Strategis eksternal Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo Resp 1
Resp 2
Resp 3
Resp 4
Resp 5
Ratarata
A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang Otonomi Daerah
4
4
4
4
4
4.0
B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi
1
3
2
3
2
2.2
C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik
2
3
3
2
2
2.4
D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi
2
2
2
1
2
1.8
E. Perkembangan teknologi
2
1
1
3
1
1.6
F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain
3
2
1
2
1
1.8
G. Pengaruh pemberdayaan perempuan
4
1
4
2
2
2.6
H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional
3
3
2
2
2
2.4
I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup
2
2
3
3
3
2.6
J. adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah
3
1
2
1
2
1.8
Faktor Strategis Eksternal
TOTAL
170
Lampiran 8. Matriks IFE dan EFE Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo 1. Matriks IFE Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo Faktor Strategis Internal
Bobot
Rating
Skor
A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis
0.047
3.2
0.149
B. Tersedianya potensi SDA dan SDM
0.047
1.2
0.056
0.053
1.2
0.064
0.050
1.6
0.081
0.049
2.0
0.098
F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah
0.052
2.6
0.135
G. Perekonomian daerah yang semakin membaik
0.047
2.4
0.113
0.049
2.2
0.109
0.050
1.2
0.061
0.045
2.2
0.098
0.052
2.4
0.124
1.087
Kekuatan
C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’ D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah
H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI” K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
0.931
Kelemahan L. Kualitas SDM yang rendah
0.049
2.4
0.118
M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran
0.051
1.4
0.071
N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau kecil
0.058
2.0
0.116
O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal
0.054
2.0
0.108
P. Rendahnya partisipasi masyarakat
0.053
2.6
0.138
Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang
0.054
2.0
0.108
R. Penelitian dan pengembangan
0.044
1.6
0.070
S. Sarana prasarana yang kurang memadai
0.048
2.4
T. Jumlah dan pertambahan penduduk TOTAL
0.048 1.000
1.8
0.115 0.086 2.018
171
2. Matriks EFE Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Skor
1.674
Peluang A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang Otonomi Daerah
0.091
4.0
0.363
B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi
0.117
2.2
0.257
C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik
0.109
2.4
0.262
D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi
0.082
1.8
0.147
E. Perkembangan teknologi
0.083
1.6
0.132
F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain
0.137
1.8
0.247
G. Pengaruh pemberdayaan perempuan
0.102
2.6
0.266 0.633
Ancaman H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional
0.103
2.4
0.247
I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup
0.086
2.6
0.224
J. adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah
0.090
1.8
0.162
TOTAL
1.000
2.307
174 Lampiran 10. Matriks SWOT Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo INTERNAL
STRENGTH/KEKUATAN (S)
WEAKNESS/KELEMAHAN (W)
1. Kondisi geografis kabupaten yang strategis 2. Tersedianya potensi SDA dan SDM 3. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai’kharismatik’ 4. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis 5. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah 6. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah 7. Perekonomian daerah yang semakin membaik 8. koordinasi antar lembaga, dinas/instansi terkait 9. Struktur kelembagaan dan aparatur daerah 10.Motto juang “Situbondo adalah daerah SANTRI” 11. Adanya lembaga pengelolaan SDA dan lingkungan hidup
1. Kualitas SDM yang rendah 2. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran 3. Ketersediaan dana untuk pembangunan daerah yang terbatas atau kecil 4. Sumber pendapatan daerah belum tergali dan dikelola secara optimal 5. Rendahnya pertisipasi masyarakat 6. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang 7. Penelitian dan pengembangan 8. Sarana prasarana yang kurang memadai 9. Jumlah dan pertambahan penduduk
EKSTERNAL OPPORTUNITIES/PELUANG (O) STRATEGI S-O 1. Adanya peraturan dan perundang- 1. Meningkatkan potensi SDA dengan undangan tentang otonomi daerah memanfaatkan dukungan dari 2. Terbukanya peluang pasar dalam pemerintah daerah dan negeri dan luar negeri akibat mengoptimalkan pelaksanaan globalisasi otonomi daerah guna meningkatkan 3. Adanya reformasi dibidang politik dan perekonomian daerah (S1, S2, S5, S7, administrasi publik O1, O4) 4. Kebijakan pemerintah pusat atau 2. Peningkatan kualitas produk industri provinsi rumah tangga, industri kecil dan 5. Perkembangan teknologi menengah dalam menghadapi 6. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak peluang pasar dalam negeri dan luar swasta atau pihak lain negeri guna mendukung ekonomi 7. Pengaruh pemberdayaan perempuan daerah (S2, S6, O2, O5, O7) 3. Pemberdayaan kelembagaan dan aparatur daerah serta kebijakan pembangunan daerah untuk meningkatkan kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain (S8, S9, O1, O4, O6) 4. Pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dalam proses produksi bidang pertanian dan perikanan dalammenunjang kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan (S1, S11, O5)
1.
2.
3.
4.
THREATS/ANCAMAN STRATEGI S-T 1. Menciptakan iklim usaha yang 1. (T) 1. Persaingan makin ketat akibat pasar kondusif dalam menghadapi bebas dan perlakuan standarisasi persaingan yang semakin ketat akibat internasional globalisasi dengan memanfaatkan 2. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan perekonomian daerah yang semakin 2. hidup membaik (S6, S7, T1) 3. Adanya provokasi dari luar yang 2. Pemberdayaan kelembagaan daerah menimbulkan instabilitas wilayah dan masyarakat dalam mengatasi provokasi dari luar yang dapat mengakibatkan instabilitas wilayah sebagai upaya mendukung motto juang ”Situbondo adalah daerah SANTRI” (S2, S9, S10, T3)
STRATEGI W-O Meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi (W1, W4, W7, O5) Meningkatkan pengaruh pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan kesetaraan, kesejahteraan dan keadilan hidup bermasyarakat sebagai upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan (W5, W9, O7) Mengoptimalkan pemanfaatan SDA dan menciptakan lapangan kerja dengan memanfaatkan peluang kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain (W2, W4, W9, O4, O6) Memperbaiki sarana prasarana dengan meningkatkan ketersediaan dana pembangunan serta mempercepat pembangunan dengan memanfaatkan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain guna menghindari adanya penyimpangan terhadap tata ruang (W2, W3, W6, W8, O1, O3, O4, O6)
STRATEGI W-T Meningkatkan kualitas SDM dan mengembangkan Litbang dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan standarisasi internasional (W1, W7, T1) Meningkatkan sarana prasarana dan partisipasi masyarakat dalam mengoptimalkan pengelolaan SDA untuk menghadapi pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup (W4, W5, W8, T2)
Lampiran 9. Matriks QSPM Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo FAKTOR PENENTU Kekuatan
STRAT 1 Bobot
AS
A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis
0.047
4
B. Tersedianya potensi SDA dan SDM
0.047 0.053
C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’
TAS
STRAT 2 AS
TAS
STRAT 3 AS
TAS
0.188
2.8
0.132
2.2
0.103
2.6
0.122
2.6
0.122
2.6
2.4
0.127
2
0.106
3.2
STRAT 4 AS
TAS
STRAT 5 AS
TAS
STRAT 6 AS
TAS
2.2
0.103
2
0.094
3.2
0.150
0.122
3
0.141
2.2
0.103
2
0.094
0.170
2.6
0.138
1.6
0.085
1.8
0.095
D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis
0.05
3.2
0.160
1.8
0.090
2.4
0.120
3.2
0.160
3
0.150
2.6
0.130
E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah
0.049
2.6
0.127
2.6
0.127
2.6
0.127
2.2
0.108
1.8
0.088
1.8
0.088
0.052
3
0.156
3
0.156
3
0.156
3
0.156
3.2
0.166
3
0.156
G. Perekonomian daerah yang semakin membaik
0.047
2.6
0.122
2.6
0.122
2.6
0.122
2.6
0.122
2.8
0.132
2.8
0.132
H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait
0.049
3.4
0.167
2.2
0.108
2.8
0.137
1.8
0.088
3
0.147
2.4
0.118
I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah
0.050
2.4
0.120
2.4
0.120
2.4
0.120
2.4
0.120
2.2
0.110
2.2
0.110
J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI”
0.045
3
0.135
1.8
0.081
2
0.090
3
0.135
2.6
0.117
1.8
0.081
0.052
2.6
0.135
2.6
0.135
2.6
0.135
2.6
0.135
2.6
0.135
2.6
0.135
L. Kualitas SDM yang rendah
0.049
2.2
0.108
1.8
0.088
1.4
0.069
1.8
0.088
2
0.098
1.8
0.088
M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran
0.051
4
0.204
4
0.204
4
0.204
4
0.204
3.6
0.184
4
0.204
N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau kecil
0.058
1.8
0.104
1.8
0.104
1.8
0.104
1.8
0.104
1.8
0.104
1.8
0.104
O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal
0.054
2.4
0.130
2
0.108
2.4
0.130
1.6
0.086
3
0.162
2
0.108
P. Rendahnya partisipasi masyarakat
0.053
2
0.106
2
0.106
2
0.106
2
0.106
2
0.106
2
0.106
Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang
0.054
2
0.108
2
0.108
2
0.108
2
0.108
2
0.108
1.6
0.086
R. Penelitian dan pengembangan
0.044
3
0.132
3
0.132
2.2
0.097
3
0.132
2.2
0.097
2.4
0.106
S. Sarana prasarana yang kurang memadai
0.048
4
0.192
2
0.096
1.6
0.077
2.4
0.115
2.4
0.115
1.8
0.086
T. Jumlah dan pertambahan penduduk
0.048
2.4
0.115
2.4
0.115
2.4
0.115
2.4
0.115
2.8
0.134
2.4
0.115
0.091
2.8
0.255
2.8
0.255
2.8
0.255
2.8
0.255
2.6
0.237
2
0.182 0.374
F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah
K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup Kelemahan
Peluang A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang Otonomi Daerah
0.117
3
0.351
3.2
0.374
2
0.234
2
0.234
2.8
0.328
3.2
C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik
B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi
0.109
3
0.327
3
0.327
3
0.327
3
0.327
3
0.327
2.6
0.283
D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi
0.082
2.6
0.213
2.2
0.180
1.8
0.148
1.6
0.131
2.2
0.180
2.4
0.197
E. Perkembangan teknologi
0.083
2.6
0.216
2.6
0.216
2.6
0.216
2.6
0.216
3
0.249
3
0.249
0.137
2.2
0.301
2.2
0.301
2.2
0.301
2.2
0.301
2.6
0.356
2.2
0.301
0.102
2.2
0.224
2.2
0.224
2.2
0.224
2.2
0.224
2.4
0.245
2.6
0.265
F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain G. Pengaruh pemberdayaan perempuan Ancaman H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional
0.103
2.6
0.268
2.6
0.268
2.6
0.268
2.6
0.268
2.6
0.268
2.6
0.268
I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup
0.086
2.8
0.241
2.8
0.241
2.8
0.241
2.8
0.241
2.8
0.241
2.8
0.241
0.09
3
0.270
1.4
0.126
2.2
0.198
1.4
0.126
2.4
0.216
1.8
0.162
J. adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah TOTAL PRIORITAS STRATEGI TERPILIH
5.425
4.874
1
4
4.8242 5
4.780
5.139
6
2
4.769 7
172
Lampiran 9. Matriks QSPM Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo (lanjutan) FAKTOR PENENTU Kekuatan
STRAT 7
AS
TAS
AS
TAS
STRAT 11 AS
TAS
STRAT 12
0.047
2
0.094
1.8
0.085
1.8
0.085
2.8
0.132
2
0.094
1.8
0.085
B. Tersedianya potensi SDA dan SDM
0.047
2.6
0.122
2.4
0.113
2.2
0.103
2
0.094
1.6
0.075
2.4
0.113
0.053
2.8
0.148
2.8
0.148
2.2
0.117
1.4
0.074
1.4
0.074
2.6
0.138
D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis
0.05
2.6
0.130
2.4
0.120
2.6
0.130
2.8
0.140
2.4
0.120
2.6
0.130
E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah
0.049
2.8
0.137
2.8
0.137
2
0.098
1.4
0.069
1.2
0.059
2.2
0.108
0.052
2.4
0.125
2
0.104
2.4
0.125
2.6
0.135
2
0.104
2.8
0.146
G. Perekonomian daerah yang semakin membaik
0.047
2.6
0.122
2.4
0.113
2
0.094
2.4
0.113
1.6
0.075
2.2
0.103
H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait
0.049
2
0.098
2
0.098
1.6
0.078
2.8
0.137
2.6
0.127
2
0.098
I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah
0.050
3
0.150
2.4
0.120
2.2
0.110
2.2
0.110
1.8
0.090
2.4
0.120
J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI”
0.045
2.4
0.108
1.8
0.081
2.6
0.117
2.6
0.117
2.6
0.117
2.6
0.117
0.052
3.4
0.177
2.4
0.125
2
0.104
2.4
0.125
1.8
0.094
2.4
0.125
L. Kualitas SDM yang rendah
0.049
1.8
0.088
2
0.098
2
0.098
1.6
0.078
1.8
0.088
2.4
0.118
M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran
0.051
2.2
0.112
3.2
0.163
3
0.153
3
0.153
2.8
0.143
3
0.153
N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau kecil
0.058
2.2
0.128
3
0.174
1.8
0.104
1.8
0.104
2.2
0.128
2.2
0.128
O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal
0.054
1.6
0.086
2.6
0.140
1.6
0.086
3
0.162
3
0.162
2
0.108
P. Rendahnya partisipasi masyarakat
0.053
1.4
0.074
2.6
0.138
2
0.106
2
0.106
2.6
0.138
2.4
0.127
Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang
0.054
2.2
0.119
2.6
0.140
1.6
0.086
1.8
0.097
2.2
0.119
2
0.108
R. Penelitian dan pengembangan
0.044
2
0.088
2.4
0.106
2.4
0.106
1.8
0.079
2
0.088
2.8
0.123
S. Sarana prasarana yang kurang memadai
0.048
2
0.096
3
0.144
2
0.096
1.8
0.086
2.6
0.125
2
0.096
T. Jumlah dan pertambahan penduduk
0.048
2
0.096
2.6
0.125
2
0.096
2.4
0.115
2.4
0.115
2.4
0.115
0.091
2.6
0.237
3.4
0.309
2.6
0.237
2.4
0.218
2.6
0.237
2.6
0.237
K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
TAS
STRAT 10
A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis
F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah
AS
STRAT 9
AS
C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’
TAS
STRAT 8
Bobot
AS
TAS
Kelemahan
Peluang A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang Otonomi Daerah
0.117
2.4
0.281
2.8
0.328
1.8
0.211
2.4
0.281
2.4
0.281
2.2
0.257
C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik
B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi
0.109
2.8
0.305
3
0.327
2
0.218
2.4
0.262
2
0.218
2.4
0.262
D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi
0.082
2.4
0.197
2.6
0.213
1.8
0.148
1.8
0.148
1.6
0.131
2
0.164
E. Perkembangan teknologi
0.083
2.4
0.199
2.4
0.199
1.8
0.149
2.4
0.199
2.4
0.199
2.4
0.199
0.137
2.8
0.384
2.4
0.329
2
0.274
2.4
0.329
2.6
0.356
2.4
0.329
0.102
1.6
0.163
2
0.204
1.8
0.184
2.2
0.224
2.2
0.224
2.4
0.245
F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain G. Pengaruh pemberdayaan perempuan Ancaman H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan
0.103
perlakuan standarisasi internasional I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup J. adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah TOTAL PRIORITAS STRATEGI TERPILIH
1.8
0.185
1.6
0.165
2
0.206
2.2
0.227
2.2
0.227
2.4
0.247
0.086
1.8
0.155
2
0.172
2.8
0.241
2.6
0.224
2.6
0.224
3
0.258
0.09
2
0.180
2.6
0.234
1.6
0.144
2
0.180
2.2
0.198
2.2
0.198
4.585 9
4.952
4.103
4.518
3
12
10
4.429 11
4.753 8
173
174 Lampiran 10. Matriks SWOT Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten DT II Situbondo INTERNAL
STRENGTH/KEKUATAN (S)
WEAKNESS/KELEMAHAN (W)
1. Kondisi geografis kabupaten yang strategis 2. Tersedianya potensi SDA dan SDM 3. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai’kharismatik’ 4. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis 5. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah 6. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah 7. Perekonomian daerah yang semakin membaik 8. koordinasi antar lembaga, dinas/instansi terkait 9. Struktur kelembagaan dan aparatur daerah 10.Motto juang “Situbondo adalah daerah SANTRI” 11. Adanya lembaga pengelolaan SDA dan lingkungan hidup
1. Kualitas SDM yang rendah 2. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran 3. Ketersediaan dana untuk pembangunan daerah yang terbatas atau kecil 4. Sumber pendapatan daerah belum tergali dan dikelola secara optimal 5. Rendahnya pertisipasi masyarakat 6. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang 7. Penelitian dan pengembangan 8. Sarana prasarana yang kurang memadai 9. Jumlah dan pertambahan penduduk
EKSTERNAL OPPORTUNITIES/PELUANG (O) STRATEGI S-O 1. Adanya peraturan dan perundang- 1. Meningkatkan potensi SDA dengan undangan tentang otonomi daerah memanfaatkan dukungan dari 2. Terbukanya peluang pasar dalam pemerintah daerah dan negeri dan luar negeri akibat mengoptimalkan pelaksanaan globalisasi otonomi daerah guna meningkatkan 3. Adanya reformasi dibidang politik dan perekonomian daerah (S1, S2, S5, S7, administrasi publik O1, O4) 4. Kebijakan pemerintah pusat atau 2. Peningkatan kualitas produk industri provinsi rumah tangga, industri kecil dan 5. Perkembangan teknologi menengah dalam menghadapi 6. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak peluang pasar dalam negeri dan luar swasta atau pihak lain negeri guna mendukung ekonomi 7. Pengaruh pemberdayaan perempuan daerah (S2, S6, O2, O5, O7) 3. Pemberdayaan kelembagaan dan aparatur daerah serta kebijakan pembangunan daerah untuk meningkatkan kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain (S8, S9, O1, O4, O6) 4. Pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dalam proses produksi bidang pertanian dan perikanan dalammenunjang kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan (S1, S11, O5)
1.
2.
3.
4.
THREATS/ANCAMAN STRATEGI S-T 1. Menciptakan iklim usaha yang 1. (T) 1. Persaingan makin ketat akibat pasar kondusif dalam menghadapi bebas dan perlakuan standarisasi persaingan yang semakin ketat akibat internasional globalisasi dengan memanfaatkan 2. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan perekonomian daerah yang semakin 2. hidup membaik (S6, S7, T1) 3. Adanya provokasi dari luar yang 2. Pemberdayaan kelembagaan daerah menimbulkan instabilitas wilayah dan masyarakat dalam mengatasi provokasi dari luar yang dapat mengakibatkan instabilitas wilayah sebagai upaya mendukung motto juang ”Situbondo adalah daerah SANTRI” (S2, S9, S10, T3)
STRATEGI W-O Meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi (W1, W4, W7, O5) Meningkatkan pengaruh pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan kesetaraan, kesejahteraan dan keadilan hidup bermasyarakat sebagai upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan (W5, W9, O7) Mengoptimalkan pemanfaatan SDA dan menciptakan lapangan kerja dengan memanfaatkan peluang kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain (W2, W4, W9, O4, O6) Memperbaiki sarana prasarana dengan meningkatkan ketersediaan dana pembangunan serta mempercepat pembangunan dengan memanfaatkan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain guna menghindari adanya penyimpangan terhadap tata ruang (W2, W3, W6, W8, O1, O3, O4, O6)
STRATEGI W-T Meningkatkan kualitas SDM dan mengembangkan Litbang dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan standarisasi internasional (W1, W7, T1) Meningkatkan sarana prasarana dan partisipasi masyarakat dalam mengoptimalkan pengelolaan SDA untuk menghadapi pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup (W4, W5, W8, T2)
Lampiran 11.
175
KUISIONER PENELITIAN PENILAIAN BOBOT DAN RATING FAKTOR STRATEGIS INTERNAL DAN EKSTERNAL WILAYAH Dalam rangka penelitian untuk penyusunan skripsi dengan judul : STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN (Studi Kasus Kabupaten Situbondo, Daerah Tingkat II Situbondo)
IDENTITAS RESPONDEN Nama
:
Pekerjaan/Jabatan
:
Alamat
:
Saya mohon Bapak/Ibu dapat mengisinya secara obyektif dan benar, karena kuisioner
ini adalah
untuk
penelitian skripsi dengan tujuan
ilmiah
sehingga diperlukan data yang valid dan akurat. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Pcneliti: Rizki Rahajuning Tyas A14302007
R
EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
2
TUJUAN : Mendapatkan penilaian para responden mengenai faktor-faktor strategis internal maupun eksternal dalam wilayah Kabupaten yaitu dengan cara pemberian bobot terhadap seberapa besar faktor strategis tersebut dapat mempengaruhi atau menentukan keberhasilan analisa untuk merumuskan alternatif strategi pembangunan. PETUNJUK UMUM : 1. Pcngisian kuisioner dilakukan secara tertulis oleh responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam pengisian kuisioner, rcsponden diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tidak menunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. PETUNJUK KHUSUS : 1.
Pertanyaan yang diajukan akan berbentuk perbandingan antara suatu elemen yang ada dikolom sebelah kiri dengan elemen yang ada di sebelah puncak atau baris atas.
2.
Jawaban dari pertanyaan tersebut diberi nilai oleh responden berdasarkan tingkat kepentingan dari elemen-elemen yang dibandingkan.
3.
Skala penilaian perbandingan berpasangan yang diberikan mempunyai nilai antara 1 sampai 3 atau kebalikan.
Identitas Kepentingan
Definisi Nilai
1
Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal
2
Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal
3
Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
3
a. Dalam penentuan faktor prioritas faktor eksternal ada atribut yang harus diperbandingkan. Faktor Strategis Eksternal A B C D E F G H I J Total
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
Keterangan: Peluang A. Adanya peraturan dan perundang-undangan otonomi daerah. B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi. C. Adanya reformasi di bidang poltik dan administrasi public. D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi. E. Perkembangan teknologi. F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain. G. Pengaruh pemberdayaan perempuan. Ancaman H. Persaingan makin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional. I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup. J. Adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah.
4
b. Dalam penentuan faktor prioritas faktor internal ada atribut yang harus diperbandingkan
Faktor Strategis Internal A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T Total
A B C D E F G H I
J
K L M N O P Q R S
T Total
Keterangan: Kekuatan A Kondisi geografis kabupaten yang strategis. B. Tersedianya potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’. D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis. E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah. F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah. G. Perekonomian daerah yang semakin membaik. H. Koodinasi antar lembaga, dinas atau instansi terkait. I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah. J. Motto juang” Situbondo adalah Daerah SANTRI”. K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Bobot
5
Kelemahan L. Kualitas SDM yang rendah M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran N. Ketersediaan dana untuk pembanguan daerah yang terbatas/kecil O. Sumber-sumber pendapatan daerah belum tergali dan dikelola secara optimal P. Rendahnya partisipasi masyarakat Q. penyimpangan terhadap rencana tata ruang R. Penelitian dan pengembangan S. Sarana dan prasarana kurang memadai T. Jumlah dan pertambahan penduduk
Bagian Pengisian Rating 1. Peringkat faktor-faktor internal Berilah rating pada masing-masing faktor internal yang ada dalam wilayah sesuai dengan keadaan saat ini. Untuk faktor kekuatan yaitu (1) Kekuatan yang kecil, (2) Kekuatan yang sedang, (3) Kekuatan sedang, (4) Kekuatan yang sangat besar. Sedangkan untuk faktor kelemahan yaitu (1) Kelemahan yang sangat berarti, (2) Kelemahan yang cukup berarti, (3) Kelemahan yang kurang berarti, (4) Kelemahan yang tidak berarti.
Faktor-faktor internal Kekuatan
Rating
A Kondisi geografis kabupaten yang strategis.
(
)
B. Tersedianya potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.
(
)
C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’.
(
)
D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis.
(
)
E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah.
(
)
F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah.
(
)
G. Perekonomian daerah yang semakin membaik.
(
)
H. Koodinasi antar lembaga, dinas atau instansi terkait.
(
)
I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah.
(
)
J. Motto juang” Situbondo adalah Daerah SANTRI”.
(
)
6
K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
(
)
L. Kualitas SDM yang rendah.
(
)
M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran.
(
)
N. Ketersediaan dana untuk pembanguan daerah yang terbatas/kecil.
(
)
(
)
P. Rendahnya partisipasi masyarakat.
(
)
Q. penyimpangan terhadap rencana tata ruang.
(
)
R. Penelitian dan pengembangan.
(
)
S. Sarana dan prasarana kurang memadai.
(
)
T. Jumlah dan pertambahan penduduk.
(
)
(
)
(
)
C. Adanya reformasi di bidang poltik dan administrasi publik.
(
)
D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi.
(
)
E. Perkembangan teknologi.
(
)
F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain.
(
)
G. Pengaruh pemberdayaan perempuan.
(
)
(
)
(
)
(
)
Kelemahan
O. Sumber-sumber pendapatan daerah belum tergali dan dikelola secara optimal.
Faktor-faktor eksternal Peluang A. Adanya peraturan dan perundang-undangan otonomi daerah. B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi.
Ancaman H. Persaingan makin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional. I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup. J. Adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah.
Lampiran 12.
176
KUISIONER PENELITIAN PENILAIAN DAYA TARIK STRATEGI MATRIKS QSP (QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX}
Judul Skripsi : STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN (Studi Kasus Kabupaten DT II Situbondo, Propinsi DT I Jawa Timur)
IDENTITAS RESPONDEN Nama
:
Pekerjaan/Jabatan
:
Alamat
:
Saya mohon Bapak/Ibu dapat mengisinya secara obyektif dan benar, karena kuisioner ini adalah untuk penelitian skripsi dengan tujuan ilmiah sehingga diperlukan data yang valid dan akurat. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Peneliti : Rizki RahajuningTyas A14302007
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2
TUJUAN : Menetapkan kemenarikan relatif (relative attractiveness) dari alternatif strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT, guna menetapkan strategi yang paling tepat untuk dilaksanakan pembangunan wilayah Kabupaten DT II Situbondo di masa yang akan datang. Alternatif strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT : 1. Meningkatkan potensi SDA dengan memanfaatkan dukungan dari pemerintah daerah dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah guna meningkatkan perekonomian daerah (Strategi S-O) 2. Peningkatan kualitas produk industri rumah tangga, industri kecil dan menengah dalam menghadapi peluang pasar dalam negeri dan luar negeri guna mendukung ekonomi daerah (Strategi S-O) 3. Pemberdayaan
kelembagaan
dan
aparatur
daerah
serta
kebijakan
pembangunan daerah untuk meningkatkan kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain (Strategi S-O) 4.
Pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dalam proses produksi bidang pertanian dan perikanan dalammenunjang kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan (Strategi S-O)
5. Meningkatkan kualitas SDM, mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta pengembangan Litbang melalui pemanfaatan teknologi (Strategi W-O) 6. Meningkatkan pengaruh pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan kesetaraan, kesejahteraan dan keadilan hidup bermasyarakat sebagai upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan (Strategi W-O) 7. Mengoptimalkan pemanfaatan SDA dan menciptakan lapangan kerja dengan memanfaatkan peluang kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain (Strategi W-O)
3
8. Memperbaiki sarana prasarana dengan meningkatkan ketersediaan dana pembangunan serta mempercepat pembangunan dengan memanfaatkan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain guna menghindari adanya penyimpangan terhadap tata ruang (Strategi W-O) 9. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat akibat globalisasi dengan memanfaatkan perekonomian daerah yang semakin membaik (Strategi S-T). 10. Pemberdayaan kelembagaan daerah dan masyarakat dalam mengatasi provokasi dari luar yang dapat mengakibatkan instabilitas wilayah sebagai upaya mendukung motto juang ”Situbondo adalah daerah SANTRI” (Strategi S-T) 11. Meningkatkan kualitas SDM dan mengembangkan Litbang dalam menghadapi persaingan pasar bebas dan standarisasi internasional (Strategi W-T) 12. Meningkatkan sarana
prasarana dan partisipasi masyarakat dalam
mengoptimalkan pengelolaan SDA untuk menghadapi pelanggaran kaidahkaidah lingkungan hidup (Strategi W-T)
4
PETUNJUK PENGISIAN : Tentukan Attractive Score (AS) atau daya tarik dari faktor eksternal dan faktor internal untuk setiap alternatif strategi. Nilai daya tarik ditentukan dengan memeriksa setiap faktor penentu eksternal dan internal dengan mengajukan pertanyaan "Apakah faktor ini akan mempengaruhi pilihan strategi yang akan dibuat?". Nilai daya tarik tersebut adalah : 4 = faktor tersebut sangat mempengaruhi alternatif strategi yang akan dipilih. 3 = faktor tersebut cukup mempengaruhi alternatif stralegi yang akan dipilih. 2 = faktor tersebut agak mempengaruhi alternatif strategi yang akan dipilih. 1 = faktor tersebut tidak mempengaruhi alternatif strategi yang akan dipilih.
5
FAKTOR PENENTU Kekuatan A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis B. Tersedianya potensi SDA dan SDM C. Banyaknya pondok pesantren ternama dan kyai ‘kharismatik’ D. Karakteristik masyarakat yang terbuka dan dinamis E. Adanya regulasi yang mengatur kewenangan wilayah F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah G. Perekonomian daerah yang semakin membaik H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI” K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup Kelemahan L. Kualitas SDM yang rendah M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau kecil O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal P. Rendahnya partisipasi masyarakat Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang R. Penelitian dan pengembangan S. Sarana prasarana yang kurang memadai T. Jumlah dan pertambahan penduduk Peluang A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang Otonomi Daerah B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri
Bobot 0.047 0.047 0.053 0.050 0.049 0.052 0.047 0.049 0.050 0.045 0.052 0.049 0.051 0.058 0.054 0.053 0.054 0.044 0.048 0.091 0.117
STRAT 1 AS TAS
STRAT 2 AS TAS
STRAT 3 AS TAS
STRAT 4 AS TAS
STRAT 5 AS TAS
STRAT 6 AS TAS
STRAT 7 AS TAS
STRAT 8 AS TAS
STRAT 9 AS TAS
6
akibat globalisasi C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi E. Perkembangan teknologi F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain G. Pengaruh pemberdayaan perempuan Ancaman H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan perlakuan standarisasi internasional I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan hidup J. adanya provokasi dari luar yang mampu menimbulkan instabilitas wilayah
TOTAL PRIORITAS STRATEGI TERPILIH
0.109 0.082 0.083 0.137 0.102 0.103 0.086 0.090
7
Peluang A. Adanya peraturan dan perundang-undangan tentang Otonomi Daerah B. Terbukanya peluang pasar dalam negeri dan luar negeri akibat globalisasi C. Adanya reformasi dibidang politik dan administrasi publik D. Kebijakan pemerintah pusat atau propinsi E. Perkembangan teknologi F. Kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain G. Pengaruh pemberdayaan perempuan FAKTOR PENENTU Ancaman Kekuatan H. Persaingan yang semakin ketat akibat pasar bebas dan A. Kondisi geografis kabupaten yang strategis perlakuan standarisasi internasional B. Tersedianya potensi SDA dan SDM hidup I. Pelanggaran kaidah-kaidah lingkungan C.adanya Banyaknya pondok pesantren kyai J. provokasi dari luar yangternama mampudan menimbulkan ‘kharismatik’ instabilitas wilayah D. Karakteristik masyarakatTOTAL yang terbuka dan dinamis E. AdanyaPRIORITAS regulasi yang mengatur kewenangan wilayah STRATEGI TERPILIH F. Banyaknya industri rumah tangga, industri kecil dan menengah G. Perekonomian daerah yang semakin membaik H. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi yang terkait I. Struktur kelembagaan dan aparatur pemerintah daerah J. Motto juang”Situbondo adalah daerah SANTRI” K. Adanya lembaga pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup Kelemahan L. Kualitas SDM yang rendah M. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran N. Ketersediaan dana untuk pembangunan yang terbatas atau kecil O. Sumber pendapatan daerah yang belum tergali dan dikelola secara optimal P. Rendahnya partisipasi masyarakat Q. Penyimpangan terhadap rencana tata ruang R. Penelitian dan pengembangan S. Sarana prasarana yang kurang memadai T. Jumlah dan pertambahan penduduk
0.091 0.117 0.109 0.082 0.083 0.137 0.102 Bobot 0.103 0.047 0.047 0.086 0.090 0.053 0.050 0.049 0.052 0.047 0.049 0.050 0.045 0.052 0.049 0.051 0.058 0.054 0.053 0.054 0.044 0.048
STRAT 10 AS TAS
STRAT 11 AS TAS
STRAT 12 AS TAS
82,4
100
10 0
10
8
17
17, 6
5,8 8
10 0
10 0
100
10 0
15
21
11
25 14 30 27 15 11 12 25 24 12 11 18 17 27 4 12 24 17 30 8 6
10 0
29 ,4
88, 2
10 0
1 2 1 1 1 2
1 10 18
1 1 2 1 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 16 30
18
13
10 0
58, 8
94, 1
10 0
1 3 1 2 1 4 3
1
Hotel
35,3
19
1
5 8
9 7 8 10 8 7 7 7 8 6 6 12 10 8 8 10 5 17 13 6 7
1
5 2 3 3 7 4 3 4 6 15 54
3 2 4 12 7 9 15 2 25 87 20 60 15 6 14 25 10 17 31 6 5
2 1 8 1 2 3
Tempat Pariwisata
100
24
Dukun bayi
100
100
22
Kantor Pos
12
1 1 1 2 1 2 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 17 22
Panti Asuhan
4
1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 17 19
Kantor Desa
9
9 6 7 4 8 5 6 3 2 6 6 9 9 3 8 10 4 17 105
Koperasi
14
1 1
3 2 2 5 2 2 3 3 4 5 2 6 3 5 3 3 4 17 57
1 3 2 3 6
Pasar
2
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 17
1 1 1 1 2 3 1 1 1 9 1 2 2 0 5 2, 9
Bidan
1
3
Dokter
1 1 3 2 1 1 2 2 5 9 1 5 1 3 2 3 7 17 49
KUA
23 27 18 39 19 21 18 22 32 34 19 40 27 35 24 34 28 17 460
Restoran/RM
3 3 7 9 6 7 4 5 15 6 2 8 10 7 14 92
PUSTU
4 2 5 3 3 6 6 23
Puskesmas
4 6 17 106 18 82 239 136 69 28 67 69 50 20 43 75 28 17 1057
RSU
152 196 119 331 177 230 160 135 211 160 136 198 246 210 125 170 228 17 3184
SMK
SLTP
30 35 20 38 29 35 34 30 41 32 36 52 35 48 36 4 27 17 598
SMU
SD
Derajat Penyebaran (%)
Pondok Pesantren
Peringkat
26916 21561 21582 57487 24952 22202 24931 27692 49927 45414 30120 61089 35266 39361 36058 48011 49055
Gereja
Sumbermalang Jatibanteng Banyuglugur Besuki Suboh Mlandingan Bungatan Kendit Panarukan Situbondo Mangaran Panji Kapongan Arjasa Jangkar Asembagus Banyuputih Juml. Jenis Prasarana Juml. Unit Prasarana
Musholla
Juml. Pendud uk
Langgar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kecamatan
Masjid
Analisa Skalogram Kabupaten DT II Situbondo (Keadaan Tahun 2004) No
2 3
5 1 1 6
1
2 2 2
7 2 0 1 6 4 1 , 2
3 3 23 17,6
Juml. Jenis Prasarana
Juml. Unit Prasara na
Perin gkat
16 14 19 19 19 17 18 18 21 23 16 21 18 17 17 18 20
266 301 241 596 298 418 519 381 445 415 317 506 434 378 284 405 393
16 13 17 1 14 6 2 10 4 7 12 3 5 11 15 8 9
Pendapatan Sektor Pertanian per Kecamatan di Kabupaten Situbondo (juta rupiah) Kacanag Kecamatan Padi Sawah Padi Tegal Jagung Ubi Kayu Tanah Sumbermalang 174747,78 21.75 17.42 17.96 1252.18 Jatibanteng 129,83 61.79 208696.3 30.46 330.36 Banyuglugur 94,86 50.81 639.45 6.94 488.65 Besuki 3282,93 346.45 67.48 391.12 257.27 Suboh 12302,89 1001.67 15.42 546.67 126.62 Mlandingan 151,79 34.59 88.39 53.85 27.28 Bungatan 162,16 50.81 155.34 6.56 22.39 Kendit 13029,18 293.04 123.76 5.05 163.18 Panarukan 851,79 71.18 79.83 591.11 273.88 Situbondo 303,35 51.05 135.69 2.35 8.74 Mangaran 727,89 0 34.48 14 30.61 Panji 4671,51 5.08 13.52 39.25 4.72 Kapongan 107,26 62.18 17.21 61.88 131.52 Arjasa 132,60 921.42 36.95 38.74 6.29 Jangkar 4397,09 19.89 37.8 67.09 387.39 Asembagus 173,61 0 100.54 16.62 418 Banyuputih 115,86 43.74 254.7 4.46 61.23 TOTAL 219009,38 3035.45 210514.3 1894.11 3990.31
Kacang Hijau 1809.4 326.59 1224.09 263.23 54.61 25.2 26.25 24.5 11.2 5.6 83.66 17.5 149.47 35.35 367.54 11.2 6.65 4442.04
Kedelai 35.03 103.36 28.11 32.52 35.03 5542.7 309.65 1.38 404.21 19.46 6.62 26.17 5.54 16.91 3.94 91.52 11.37 6673.52
Ubi Jalar 136.38 91.71 115.68 6.83 14.82 31.14 25.05 1.12 11.55 31.67 0 13.52 30.02 5.05 8.69 0 1.24 524.47
TOTAL 178037.9 209770.4 2648.59 4647.83 14097.73 5954.94 758.21 13641.21 2294.75 3284.91 897.26 4791.27 565.08 1193.31 5289.43 811.49 499.25 449183.6
Lampiran 12. Peta Geografis Kabupaten DT II Situbondo
110
100 090
070
050
080 120
030
130
040 170
060 150 020
140 160 010
010 KEC. SUMBERMALANG 020 KEC. JATIBANTENG 030 KEC. BANYUGLUGUR 040 KEC. BESUKI 050 KEC. SUBOH 060 KEC. MLANDINGAN 070 KEC. BUNGATAN 080 KEC. KENDIT 090 KEC. PANARUKAN
100 KEC. SITUBONDO 110 KEC. MANGARAN 120 KEC. PANJI 130 KEC. KAPONGAN 140 KEC. ARJASA 150 KEC. JANGKAR 160 KEC. ASEMBAGUS 170 KEC. BANYUPUTIH
177