STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA
RIA BRILIAN KUSUMASTUTI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah Provinsi Kalimantan Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Ria Brilian Kusumastuti NIM H14100096
ABSTRAK RIA BRILIAN KUSUMASTUTI. Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI. Provinsi Kalimantan Utara merupakan hasil pemekaran dari Kalimantan Timur, namun karena potensi alam yang melimpah dan berpotensi menjadi unggulan masih belum dikelola optimal sehingga menjadikan wilayah di perbatasan Indonesia-Malaysia ini pertumbuhannya jauh tertinggal dibandingkan dengan provinsi asalnya. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah merumuskan strategi pembangunan ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan analisis sektor basis dan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhannya. Metode Shift Share digunakan untuk menganalisis sektor basis dan panel data digunakan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor basis tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi untuk membangun perekonomian wilayah Provinsi Kalimantan Utara secara berkelanjutan adalah memprioritaskan pembangunan subsektor perkebunan sebagai sektor basis dengan wilayah pengembangannya adalah Kabupaten Bulungan dan Nunukan. Untuk mendorong pertumbuhan subsektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara tersebut adalah dengan perluasan areal, produktivitas dan peningkatan pendapatan daerah sebagai sumber investasi. Kata kunci: daya saing, panel data, pembangunan ekonomi wilayah, sektor basis, shift share
ABSTRACT RIA BRILIAN KUSUMASTUTI. Regional Economic Development Strategy of The North Kalimantan Province. Supervised by YETI LIS PURNAMADEWI. North Kalimantan Province is result of the segregation of East Kalimantan, but because of potential nature that abundant and potentially be base still not managed optimally, made border areas in Indonesia-Malaysia was growth relatively left behind than his home province. Thus, the aim of this study is to formulate a regional economic development strategy of North Kalimantan Province based of the base sector and factors that influenced the growth of base sector. Shift share method is used to analyze the base sector and panel data method used to analyze the factors that influence the growth of base sector in North Kalimantan Province. The results showed that the strategy to develop a sustainable economy in North Kalimantan Province is prioritize the development of plantation sector with the area of development is Bulungan and Nunukan regency. To encourage the growth of the plantation sector in North Kalimantan Province is by expansion of planting area, productivity and local government revenues as a source of investment. Keywords: base sector, competitiveness, panel data, regional economic development, shift share
STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA
RIA BRILIAN KUSUMASTUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pengembangan wilayah dengan judul Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr. selaku pembimbing selama proses penyusunan skripsi, Ibu Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku dosen penguji utama dan Bapak Dr. Muhammad Findi, M.E. selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi, pihak BPS pusat maupun provinsi, BAPPENAS, dinas perkebunan dan dinas sosial Provinsi Kalimantan Timur yang telah membantu selama pengumpulan data, para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan berbagai bantuan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Wasito dan Ibu Siti Rodhiyah serta keluarga atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Kepada sahabat penulis, Herlin, Anzy, Mega, Dian, Tiko, Dara, Hani, Elli, Annisa, Fatimah, Novia dan Silvia yang senantiasa memberi dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi, teman-teman satu bimbingan, Shintia, Vina, Cynthia, Emma, Fakhri dan Intania yang telah memberikan kritik, saran dan motivasi dalam penyelesaian skripsi serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014 Ria Brilian Kusumastuti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
9
Manfaat Penelitian
9
Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA
10 10
Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
10
Sektor Basis
13
Faktor yang Menentukan Pertumbuhan Sektor Ekonomi Basis
15
Penelitian Terdahulu
16
Kerangka Pemikiran
18
METODE
19
Lokasi Penelitian
19
Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
20
Metode Analisis
20
Perumusan Model Penelitian
23
Pengujian Model Penelitian
24
PEMBAHASAN
26
Struktur dan Kinerja Ekonomi Kalimantan Utara Secara Sektoral dan Spasial 26 Analisis Sektor Basis dan Wilayah Pengembangan Sektor Basis
29
Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Basis Kalimantan Utara
40
SIMPULAN DAN SARAN
41
Simpulan
41
Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
46
RIWAYAT HIDUP
50
DAFTAR TABEL 1
Pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan tahun 2008 hingga 2012 (ribu rupiah) 2 Kontribusi sektor ekonomi Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 (juta rupiah) 3 Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 (%) 4 Kondisi perekonomian wilayah kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Utara tahun 2012 (juta rupiah) 5 Nilai dan Pertumbuhan PDRB Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 6 Kontribusi PDRB masing-masing kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara tahun 2012 7 Gambaran umum kabupaten dan kota Provinsi Kalimantan Utara tahun 2011 8 Rasio PDRB Provinsi Kalimantan Utara dan PDB nasional (Nilai R a, Ri dan ri) 9 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan perhitungan shift share tahun 2008 hingga 2012 10 Nilai pergeseran bersih Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 11 Hasil analisis shift share pada komponen pertumbuhan pangsa wilayah di kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Utara 12 Hasil estimasi model faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor perkebunan Provinsi Kalimantan Utara dengan Fixed Effect Model (FEM)
2 6 7 8 26 27 28 30 31 32 35
40
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Kurva Kuznets "U-Terbalik" Kerangka pemikiran Profil pertumbuhan sektor ekonomi Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Malinau Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Bulungan Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Nunukan Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Tana Tidung Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kota Tarakan
11 19 33 37 37 38 38 39
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinearitas Hasil Pengujian dengan Metode PLS (Pooled Least Square) untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan
46
46
3 4 5 6 7
Hasil Pengujian dengan Metode Fixed Effect untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Hasil Pengujian dengan Metode Random Effect untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Hasil Hausman Test untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Hasil Chow Test untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Uji Normalitas untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan
47 48 49 49 49
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan merupakan proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pelaksanaan pembangunan dapat diarahkan pada peningkatan pendapatan nasional dan per kapita maupun pada besarnya penyerapan tenaga kerja serta pada bidang-bidang atau kegiatan yang dapat mendorong proses pertumbuhan ekonomi lebih cepat (BPS Jawa Barat, 2003). Proses pembangunan ekonomi di Indonesia masih belum mampu mewujudkan adanya pemerataan ekonomi antarwilayah, meskipun pertumbuhannya menunjukkan kondisi yang cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif meningkat dari 5.19% pada tahun 2006 menjadi sebesar 6.30% pada tahun 2012. Nilai pertumbuhan tersebut jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Vietnam masih lebih tinggi, dimana pertumbuhan Malaysia dan Vietnam pada tahun 2012 tumbuh masing-masing sebesar 5.6% dan 5.3%. Selain itu, menurut data World Bank pada tahun 2012, pertumbuhan di Indonesia tersebut juga masih lebih baik daripada pertumbuhan rata-rata untuk seluruh negara berkembang dengan pertumbuhan sebesar 4.8%. Masalah pemerataan ekonomi antarprovinsi di Indonesia dapat ditunjukkan dengan nilai indeks Williamson Coefficient of Variation (CVw). Dijelaskan dalam penelitian Lis Purnamadewi (2010), nilai indeks CWv di Indonesia pada tahun 2008 adalah sebesar 0.8514. Nilai CVw tersebut mendekati satu, artinya tingkat disparitas ekonomi antarwilayah khususnya disparitas ekonomi antarprovinsi masih relatif sangat tinggi. Tingkat disparitas ekonomi antarwilayah di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari nilai CVw tahun 1998 yaitu sekitar 0.6. Tingkat disparitas tersebut tidak hanya lebih tinggi daripada tingkat disparitas ekonomi di wilayah negara maju, tetapi juga lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat disparitas negara Asia lainnya. Rita Sari (2013) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia selama tahun 2004 hingga 2010 berada pada tingkat level tinggi, hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai CVw yang rata-rata di atas 0.8, meskipun sejak tahun 2008 mengalami sedikit penurunan menjadi 0.82 pada tahun 2010. Ketidakmerataan yang menyebabkan ketimpangan ini merupakan masalah yang harus dicarikan penyelesaiannya. Masalah pembangunan ekonomi antarwilayah ini juga terjadi di Pulau Kalimantan yang merupakan salah satu wilayah terluas di Indonesia dengan sumberdaya alam yang melimpah. Berdasarkan data lima tahun terakhir (2008 hingga 2012) menunjukkan bahwa meskipun pendapatan per kapita di masing-masing provinsi di Pulau Kalimantan mengalami peningkatan kecuali Provinsi Kalimantan Timur, namun terjadi disparitas pendapatan antar wilayah provinsi yang cukup besar sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. Provinsi Kalimantan Utara meskipun
2 awalnya merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Timur namun tingkat pendapatan per kapitanya jauh lebih rendah, hanya mencapai Rp 33,813, tidak sampai setengahnya dari pendapatan per kapita Provinsi Kalimantan Timur yang mencapai Rp 75,851 pada tahun 2012. Terlebih untuk provinsi lainnya, pendapatan per kapitanya jauh lebih rendah dari Provinsi Kalimantan Timur. Khusus untuk Provinsi Kalimantan Utara, selain pendapatan per kapitanya relatif rendah juga memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif kecil. Tabel 1 Pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan tahun 2008 hingga 2012 (ribu rupiah) Provinsi Kal. Barat Kal. Tengah Kal. Selatan Kal. Timur Kal. Utara
2008 11,325 (5.45) 15,263 (6.17) 13,078 (6.45) 72,173 (4.90) 22,856 (0.003)
2009 12,425 (4.80) 17,042 (5.57) 14,421 (5.29) 58,001 (2.28) 25,107 (0.001)
2010 13,723 (5.47) 19,163 (6.50) 16,422 (5.59) 62,000 (5.10) 28,023 (0.003)
2011 15,111 (5.97) 21,807 (6.77) 18,453 (6.12) 74,000 (4.08) 32,058 (0.002)
2012 16,832 (5.83) 24,468 (6.69) 20,197 (5.73) 75,851 (3.98) 33,813 (0.002)
Keterangan: Angka dalam (...) menunjukkan pertumbuhan ekonomi dalam % Sumber: Badan Pusat Statistik RI, 2012
Provinsi Kalimantan Utara merupakan wilayah yang dimekarkan dari Provinsi Kalimantan Timur yang direncanakan sejak tahun 2000. Dasar pertimbangan pembentukan provinsi ini adalah untuk mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, memperpendek rentang kendali (span of control) pemerintahan, terutama di kawasan perbatasan, dimana letak provinsi ini berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Negara Bagian Sabah dan Serawak, Malaysia Timur. Provinsi Kalimantan Utara ditetapkan sebagai provinsi termuda di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012 yang disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada tanggal 25 Oktober 2012. Pemerintahan Provinsi Kalimantan Utara berpusat di Tanjung Selor dan terdiri dari empat kabupaten dan satu kota dengan luas wilayah sebesar 85,618 km2. Pemerintah pusat berharap dengan adanya pemerintahan provinsi, permasalahan di perbatasan utara Kalimantan dapat langsung dikontrol dan dikendalikan oleh pemerintah pusat dan daerah sehingga dapat meningkatkam perekonomian warga Provinsi Kalimantan Utara.. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara menunjukkan hasil yang paling buruk apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Kalimantan. Selama tahun 2008 hingga 2012, Provinsi Kalimantan Utara hanya memiliki laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 0.003%. Nilai pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa perekonomian tumbuh sangat lambat bahkan jika dibandingkan dengan pertumbuhan Provinsi Kalimantan Timur sebagai provinsi induk sebelum terjadi pemekaran begitu juga dengan laju pertumbuhan nasional. Perekonomian Provinsi Kalimantan Utara selama tahun 2008 hingga 2012 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Utara yang meningkat sebesar Rp
3 1,309,547 juta selama lima tahun terakhir, sehingga pada akhir tahun 2012 total PDRBnya mencapai Rp 7,029,910 juta dengan laju peningkatan sebesar 3.73% per tahun. Sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB dengan nilai mencapai Rp 1,867,077 juta pada tahun 2012 disusul sektor pertambangan dan pertanian hingga sektor listrik, gas dan air bersih diurutan terakhir yang memiliki laju peningkatan melebihi laju total PDRB yaitu sebesar 4.51%. Kondisi tersebut memiliki sedikit kesamaan dengan Provinsi Kalimantan Timur dimana sektor pertambangan juga termasuk sektor yang memberikan paling banyak kontribusi terhadap pembentukan PDRB. Kondisi ketenagakerjaan yang terlihat dari total penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama pada tahun 2012, penyerapan tenaga kerja paling banyak berada di sektor pertanian yang menyerap hampir 200 ribu orang tenaga kerja (BPS Kalimantan Timur, 2012). Penyerapan tenaga kerja sisanya berada di sektor perdagangan, sektor pertambangan dan sektor bangunan hingga sektor listrik, gas dan air bersih yang hanya menyerap sekitar 2000 orang tenaga kerja pada tahun 2012 dan merupakan jumlah paling kecil dari total tenaga kerja yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Utara. Beberapa kondisi di atas mengindikasi bahwa pembangunan ekonomi masih belum cukup berhasil dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini terbukti dengan penetapan status daerah tertinggal oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal di Kabupaten Malinau dan Nunukan ke dalam daftar 183 kabupaten/kota tertinggal. Penetapan status daerah tertinggal ini didasarkan pada kriteria yaitu: (1) kondisi perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya manusia, (3) prasarana atau infrastruktur daerah, (4) kemampuan keuangan daerah, (5) aksesibilitas dan (6) karakteristik daerah. Oleh karena itu, pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dituntut untuk dapat melaksanakan pembangunan ekonomi yang tepat dan mengupayakan penghapusan status daerah tertinggal di kedua kabupaten tersebut. Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dapat mengalami perubahan. Perubahan struktural tersebut dapat dilihat dalam peranan sektor-sektor maupun wilayah yang berperan dalam pembentukan produksi nasional maupun besarnya persentase tenaga kerja. Dimana peranan ataupun sumbangan sektor primer dalam pembentukan PDRB akan semakin berkurang dan digantikan oleh peranan sektor sekunder maupun tersier yang meningkat dengan semakin majunya perekonomian di wilayah tersebut. Perubahan tersebut dapat terjadi akibat dari sejumlah faktor baik secara internal atau eksternal. Salah satu faktor internal yang menyebabkan perubahan tersebut adalah kemajuan teknologi. Arianti (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa variabel jarak memiliki hubungan yang positif namun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini cukup menunjukkan bahwa kemajuan teknologi berperan dalam penyediaan infrastruktur sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dari faktor eksternal disebabkan oleh peningkatan pendapatan dunia dan dampak peraturan mengenai perdagangan regional dan internasional. Pembangunan ekonomi daerah pada dasarnya dapat dikembangkan melalui dua pendekatan, yaitu secara sektoral dan spasial. Kedua pendekatan ini pada prinsipnya memiliki kesamaan, yaitu baik secara sektoral maupun spasial, pemerintah harus menentukan satu prioritas baik di sektor ekonomi tertentu
4 maupun di suatu wilayah tertentu. Bratakusumah (2003) menegaskan bahwa pembangunan daerah harus memperhatikan hal-hal yang bersifat mendasar, prosesnya harus memperhitungkan kemampuan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, sumberdaya alam dan keuangan serta sumberdaya lainnya. Pembangunan ekonomi dengan pendekatan sektoral memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap sama. Pembangunan tersebut berorientasi pada pencapaian target sektoral yang keberhasilannya dapat dilihat dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB dari tahun ke tahun. Berkembangnya satu atau beberapa sektor ekonomi yang lebih cepat dari pada sektor-sektor lain dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, sektor yang mempunyai perkembangan lebih cepat tersebut akan menjadi suatu sektor unggulan. Sektor perekonomian unggulan yang dimiliki oleh suatu wilayah akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, hal ini disebabkan akan memberikan keuntungan kompetitif atau komparatif cukup tinggi (Sjafrizal, 2008). Keunggulan kompetitif tersebut dalam metode Shift Share (SS) dijelaskan bahwa sektor basis harus memiliki daya saing dan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya. Lebih lanjut oleh Tarigan (2007) mengenai teknik Location Quotient (LQ), sektor basis merupakan sektor yang memiliki peranan lebih besar di suatu wilayah jika dibandingkan dengan peranan sektor tersebut secara nasional, seperti kegiatan ekspor barang dan jasa hingga di luar batas wilayah bersangkutan. Analisis Input-Output menambahkan bahwa sebagai sektor basis, sektor tersebut harus mempunyai keterkaitan dengan sektor lainnya dalam artian bahwa berkembangnya sektor basis tertentu akan mendorong peningkatan kinerja sektor lainnya. Pelaksanaan pembangunan daerah dengan potensi sektor basis perlu dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan. Dengan mengetahui peluang dan karakteristik dari masing-masing sektor sebagai unggulan daerah akan memberikan keuntungan bagi pemerintah dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan pembangunan daerah secara lebih tepat sasaran. Jensenn (1995) juga menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah yang baik dilakukan berdasarkan pendekatan potensi atau keunggulan daerah. Pada sektor pertanian misalnya, perlu mempertimbangkan kesesuaian lahan di daerah yang bersangkutan. Lahan yang sesuai akan sangat menentukan jenis tanaman apa yang dapat diusahakan dan akan memengaruhi tingkat produktivitas yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan setiap tanaman memiliki karakteristik sifat lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal (Djaenudin et al., 2002). Sedangkan pembangunan dengan pendekatan spasial melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang tersebut saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung penciptaan pertumbuhan ekonomi yang serasi dan seimbang (Tarigan, 2005).
5 Secara geografis, Provinsi Kalimantan Utara memiliki potensi alam yang melimpah dan menjadi potensi unggulan daerah. Beberapa potensi tersebut antara lain potensi hutan tropis, hasil laut dan tambak, sumberdaya mineral, pertanian, perkebunan dan sumberdaya air yang salah satunya berada di wilayah Ambalat yang diperkirakan kaya sumberdaya minyak dan gas. Wilayah Provinsi Kalimantan Utara sendiri merupakan wilayah yang strategis segitiga IndonesiaMalaysia-Filipina. Dibentuknya Provinsi Kalimantan Utara dengan segala potensi alam yang dimiliki menjadi suatu harapan dapat optimalnya kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan ekonomi di setiap wilayah sehingga dapat membebaskan status daerah tertinggal di Kabupaten Malinau dan Nunukan. Melimpahnya potensi alam di suatu wilayah dapat menjadi alternatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Demikian juga di Provinsi Kalimantan Utara, pengembangan sektor basis sangat diperlukan karena pada umumnya terdapat keterbatasan anggaran pemerintah yang menyebabkan pemerintah tidak mungkin dapat menggunakan anggaran tersebut untuk semua sektor ekonomi yang belum tentu memberikan hasil yang optimal. Selain itu, setiap sektor basis mempunyai ancaman, peluang dan hambatan yang dapat mengganggu perekonomian. Oleh karena itu, perlu dicari faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan sektor basis tersebut.
Perumusan Masalah Sebagaimana sudah dijelaskan, pembentukan Provinsi Kalimantan Utara didasarkan karena keterbatasan peran dan fungsi pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terhadap pembangunan ekonomi daerah khususnya di daerah yang letaknya jauh dari pusat pemerintah sehingga mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan yang dibuktikan dengan adanya tiga daerah berstatus daerah tertinggal, dimana dua dari tiga daerah tertinggal tersebut terletak di wilayah utara Provinsi Kalimantan Timur. Sebagai provinsi baru, pemerintah Provinsi Kalimantan Utara harus mampu mengatur dan mengurus sendiri segala kepentingan di wilayah tersebut termasuk dalam hal pembangunan ekonomi untuk dapat meningkatkan perekonomian menjadi lebih berkembang. Kondisi perekonomian Provinsi Kalimantan Utara ditunjukkan pada Tabel 2. Ditinjau dari struktur perekonomian Provinsi Kalimantan Utara selama lima tahun terakhir lebih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertambangan dan pertanian. Ketiga sektor tersebut dalam lima tahun terakhir (2008 hingga 2012) memberikan sumbangan terhadap pembentukan PDRB yang jauh lebih besar dibandingkan dengan enam sektor lainnya, masingmasing memberikan sumbangan lebih dari 15% dalam setiap tahunnya dengan kecenderungan yang meningkat kecuali sektor pertanian. Sedangkan enam sektor lainnya hanya memebrikan kontribusi kurang dari 10% terhadap PDRB. Namun demikian dalam upaya pembangunan yang berkelanjutan, sebagaimana yang tertuang dalam rencana pembangunan Provinsi Kalimantan Utara, sektor pertambangan tidak akan lagi menjadi sektor andalan dalam pembangunan ke depan. Sementra sektor pertanian, meskipun di antara ketiga sektor tersebut
6 kontribusinya terhadap PDRB yang terkecil dan cenderung menurun, namun merupakan sektor yang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja. Tabel 2 Kontribusi sektor ekonomi Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 (juta rupiah) Lap. Usaha
2008
2009
2010
2011
2012
Pertanian
1,145,914 (20.03)
1,151,884 1,196,791 (20.45) (19.76)
1,237,803 (19.00)
1,261,729 (17.95)
Pertambangan
1,065,808 (18.63)
1,184,422 1,333,611 (21.02) (22.02)
1,537,958 (23.61)
1,754,529 (24.96)
Ind.Pengolahan
748,263.52 (13.08)
369,719 (6.56)
341,576 (5.64)
304,575 (4.68)
315,984 (4.49)
75,597 (1.32)
80,230 (1.42)
86,180 (1.42)
92,809 (1.43)
97,625 (1.39)
341,505 (5.97)
366,344 (6.50)
402,170 (6.64)
424,213 (6.51)
447,662 (6.37)
1,450,956 1,583,365 (25.75) (26.14)
1,715,921 (26.34)
1,867,077 (26.56)
Listrik Bangunan Perdagangan
1,384,786 (24.21)
Pengangkutan
405,347 (7.09)
441,915 (7.84)
477,980 (7.89)
518,301 (7.96)
559,098 (7.95)
Keuangan
237,695 (4.16)
252,546 (4.48)
272,947 (4.51)
300,923 (4.62)
326,059 (4.64)
Jasa-jasa
315,448 (5.51)
336,171 (5.97)
363,143 (5.99)
382,299 (5.87)
394,438 (5.61)
5,634,189 6,057,764 (100) (100)
6,514,803 (100)
7,029,910 (100)
PDRB
5,720,363 (100)
Keterangan: (...) angka dalam %. Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, 2013
Sementara dari laju pertumbuhan sektor ekonomi Provinsi Kalimantan Utara (Tabel 3), dalam kurun waktu 2008 hingga 2012, selain sektor pertambangan, sektor yang mempunyai laju pertumbuhan yang relatif tinggi adalah sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan sektor keuangan dengan rata-rata laju pertumbuhan lebih dari 8% per tahun. Sedangkan sektor pertanian yang penyerapan tenaga kerjanya relatif besar, tingkat pertumbuhannya justru yang paling kecil dengan laju rata-rata per tahun sebesar 2.52%. Sebagaimana sudah diungkapkan bahwa meskipun sektor pertambangan mempunyai nilai pertumbuhan paling tinggi yakni 13.6% per tahun dan memiliki kontribusi yang relatif besar terhadap PDRB, namun dalam perencanaan pembangunan ke depan di Provinsi Kalimantan Utara tidak akan menjadi sektor andalan. Oleh karena itu menjadi penting menganalisis sektor selain sektor pertambangan, khususnya sektor riil yang dapat dijadikan sektor unggulan atau sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara yang mampu memicu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi wilayah mengingat beberapa sektor-sektor perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara yang memilki kontribusi tinggi tidak selalu memiliki pertumbuhan dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi pula.
7 Tabel 3 Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 (%) Lap. Usaha Pertanian Pertambangan Ind.Pengolahan Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan
2008 3.22 14.85 7.75 6.91 6.41 9.51 8.01 9.64 4.98 8.31
2009
2010
2011
0.52 11.13 (50.59) 6.13 7.27 4.78 9.02 6.25 6.57 (1.51)
3.90 12.60 (7.61) 7.42 9.78 9.13 8.16 8.08 8.02 7.52
3.43 15.32 (10.83) 7.69 5.48 8.37 8.44 10.25 5.28 7.54
Jasa-jasa PDRB Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, 2013
2012 1.93 14.08 3.75 5.19 5.53 8.81 7.87 8.35 3.18 7.91
Rata-rata Tahunan 2.60 13.60 (11.51) 6.67 6.89 8.12 8.30 8.51 5.61 5.96
Ketatnya persaingan ekonomi antarwilayah menyebabkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Utara akan sangat rentan terhadap pertumbuhan wilayah-wilayah lain yang lebih cepat. Oleh karena itu, persaingan antarwilayah memaksa pemerintah untuk mempunyai strategi yang dapat mendorong perekonomian menjadi lebih berkembang sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan ekonomi dari wilayah lain yang sudah maju. Oleh karena itu menjadi penting untuk mengkaji berbagai faktor yang berpotensi memengaruhi upaya pembangunan ekonomi sektoral khususnya sektor yang nantinya dapat diidentifikasi sebagai sektor basis. Disamping itu, untuk mengoptimalkan pengembangan sektor unggulan perlu diketahui wilayah-wilayah mana yang lebih potensial untuk dijadikan pusat pengembangan sektor basis mengingat setiap wilayah di Provinsi Kalimanta Utara, khususnya wilayah kabupaten, ditinjau dari struktur perekonomiannya mempunyai potensi ekonomi yang berbeda-beda. Dalam hal ini, pelaksanaan pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara dapat melalui pendekatan sektoral maupun spasial. Pembangunan ekonomi secara spasial menuntut identifikasi sektor basis yang layak dikembangkan dari beberapa wilayah karena setiap wilayah memiliki potensi alam yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga kebijakan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Provinsi Kalimantan Utara akan lebih efektif dan efisien. Tabel 4 menjelaskan besarnya kontribusi dari masing-masing sektor ekonomi di kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2012. Struktur perekonomian di masing-masing wilayah di Provinsi Kalimantan Utara disajikan dalam Tabel 4. Dari kelima wilayah tersebut, Kota Tarakan memiliki nilai PDRB yang paling tinggi pada tahun 2012 dengan nilai hampir setengah dari total PDRB provinsi. Perekonomian Kabupaten Malinau hingga tahun 2012 lebih didominasi oleh sektor pertambangan karena nilai kontribusinya yang paling tinggi di antara sektor lainnya dan dengan laju pertumbuhan yang paling tinggi hingga 22.12%. Besarnya kontribusi tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar Rp 72,705 juta. Kabupaten Bulungan pada tahun yang sama juga didominasi oleh sektor pertambangan dengan nilai kontribusi mencapai Rp 553,395 juta yang juga
8 meningkat dari tahun-tahun sebelumnya dengan laju pertumbuhan mencapai 13.38%. Sama halnya di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Tana Tidung, sektor pertambangan juga menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB di kabupaten ini dengan nilai kontribusi masing-masing sebesar Rp 653,019 juta dan Rp 94,367 juta di tahun 2012 dengan laju pertumbuhan mencapai 8.19% di Kabupaten Nunukan dan 6.48% di Kabupaten Tana Tidung meskipun laju tersebut bukan yang paling tinggi dibandingkan sektor lainnya. Tabel 4 Kondisi perekonomian wilayah kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Utara tahun 2012 (juta rupiah) Lap. Usaha
Malinau
Bulungan
Nunukan
Tana Tidung
Tarakan
149,931 (17.24)
347,282 (27.27)
412,651 (25.25)
68,540 (32.68)
283,324 (9.31)
328,677 (37.79)
553,395 (43.46)
653,019 (39.96)
94,366 (45.00)
125,072 (4.11)
Ind.Pengolahan
747 (0.09)
1,814 (0.14)
8,456 (0.52)
351 (0.17)
304,615 (10.01)
Listrik
4,547 (0.52)
12,088 (0.95)
12,416 (0.76)
2,952 (1.41)
65,622 (2.16)
Bangunan
184,104 (21.17)
5,957 (0.47)
141,915 (8.68)
1,554 (0.74)
114,133 (3.75)
Perdagangan
141,620 (16.28)
180,099 (14.14)
246,121 (15.06)
23,752 (11.33)
1,275,485 (41.92)
Pengangkutan
22,617 (2.60)
95,651 (7.51)
54,650 (3.34)
5,029 (2.40)
381,150 (12.53)
3,662 (0.42)
5,328 (0.42)
4,124 (0.25)
469 (0.22)
312,476 (10.27)
33,904 (3.90) 869,810 (100)
71,804 (5.64) 1,273,418 (100)
95,256 (5.83) 1,634,317 (100)
12,703 (6.06) 209,717 (100)
180,770 (5.94) 3,042,649 (100)
Pertanian Pertambangan
Keuangan Jasa-jasa PDRB
Keterangan: (...) angka dalam %. Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, 2013
Fenomena lain terjadi di Kota Tarakan. Wilayah ini pada tahun 2012 struktur perekonomiannya masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan laju pertumbuhan sebesar 7.71%. Penyebabnya karena wilayah ini menjadi salah satu tempat tujuan wisata dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, Provinsi Kalimantan Utara masih memiliki wilayah perbatasan sepanjang 2,004 km yang selama ini tidak terpantau oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan juga perbatasan darat yang sangat potensial untuk pengembangan perkebunan. Meskipun di empat wilayah di provinsi ini sangat didominasi oleh sektor pertambangan, namun sektor pertambangan belum tentu merupakan sektor yang dapat dikembangkan menjadi sektor basis. Hal ini juga dijelaskan oleh pemerintah daerah melalui Rencana Strategis Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur tahun 2010 hingga 2014 dimana pemerintah akan mulai beralih pada pengembangan sektor-sektor non migas karena sektor
9 pertambangan memiliki dampak yang buruk terhadap perkembangan sektor pertanian. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian yang dapat memberikan informasi mengenai perkembangan sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan baik di setiap daerah maupun secara keseluruhan Provinsi Kalimantan Utara dan bagaimana perubahan perkembangan ekonomi selama kurun waktu tertentu. Penelitian terhadap sektor ekonomi unggulan yang dihasilkan ini diharapkan mampu menjadi modal awal identifikasi potensi wilayah untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur maupun Provinsi Kalimantan Utara. Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur dan kinerja ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Utara baik secara sektoral maupun spasial? 2. Sektor perekonomian apa yang menjadi sektor basis di kabupaten/kota dan di Provinsi Kalimantan Utara dan wilayah kabupaten mana yang dapat dijadikan pusat pengembangan sektor basis? 3. Faktor apakah yang memengaruhi pertumbuhan sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. Menganalisis struktur dan kinerja ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Utara secara sektoral dan spasial. 2. Menganalisis sektor basis baik Provinsi Kalimantan Utara dan mengidentifikasi wilayah pengembangan sektor basis. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan dan masukan informasi kepada pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dalam mengkaji kebijakan mengenai pembangunan daerah dalam rangka menguatkan daya saing ekonomi wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga sesuai dengan apa yang direncanakan dan tepat pada sasaran kebijakan tersebut. 2. Sebagai sumber wawasan bagi pembaca mengenai kebijakan otonomi daerah khususnya tentang strategi pengembangan wilayah berdasarkan sektor basis dan pentingnya pengembangan sektor basis tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. 3. Sebagai sumber referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan serta sebagai rujukan bagi peneliti untuk penelitian selanjutnya.
10
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi perekonomian di wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Pembahasan akan menjelaskan mengenai struktur dan kinerja ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Utara secara sektoral dan spasial. Selanjutnya akan ditampilkan hasil identifikasi sektor basis baik di masingmasing kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui daerah mana di Provinsi Kalimantan Utara yang memiliki potensi sektor basis yang serupa dengan sektor basis tingkat provinsi. Sehingga pembangunan yang dilakukan pemerintah akan lebih tepat sasaran. Dan di bagian akhir dari pembahasan akan dijelaskan faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan dari sektor basis tersebut. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis Shift Share (SS) untuk identifikasi sektor basis dan analisis ekonometrika data panel untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pertumbuhan sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Definisi Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi atau pembangunan diartikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat (Sukirno, 2011). Pembangunan ekonomi menurut Todaro (2004) terdiri dari tiga tujuan utama, yaitu: (1) meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, papan, kesehatan dan perlindungan, (2) meningkatkan taraf hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik dan juga perhatian yang lebih besar kepada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, dan (3) memperluas pilihan ekonomi sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan orang dan negara, tetapi juga dalam kebodohan dan kesengsaraan. Menurut Arsyad (1993), pembangunan ekonomi di suatu daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang dimiliki, membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di wilayah bersangkutan. Syarat utama pembangunan ekonomi adalah proses bertumbuhnya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Jhingan (2003) menjelaskan bahwa hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa pembangunan untuk menciptakan kemajuan materi harus muncul dari masyarakatnya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi atau diintimidasi dari luar.
11 Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut beberapa ahli, masalah-masalah pembangunan yang ingin dianalisis adalah tentang sebab-sebab perkembangan ekonomi dalam jangka panjang dan corak proses pertumbuhannya. Ahli sejarah W.W Rostow (Amerika Serikat) menyatakan bahwa perubahan dari keterbelakangan kepada kemajuan dijelaskan dalam satu seri tahapan yang harus dilalui oleh semua negara. Menurutnya, setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi. Tahap pertumbuhan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap Masyarakat Tradisional, yaitu suatu masyarakat yang strukturnya berkembang di dalam fungsi produksi yang terbatas. 2. Tahapan Prasyarat untuk Lepas Landas, adalah masa transisi dimana masyarakat sudah mempersiapkan diri untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang dan akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi berlangsung secara otomatis. 3. Tahap Lapas Landas, dimana pertumbuhan akan terus terjadi diikuti dengan perubahan-perubahan yang sangat drastis dalam masyarakat, politik dan ekonomi. 4. Tahapan Gerakan Menuju Kedewasaan, yaitu masyarakat sudah efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi dan kekayaan alamnya. 5. Tahapan Masyarakat Konsumsi Tinggi, dimana perhatian masyarakat lebih menekankan kepada masalah-masalah konsumsi dan kesejahteraan bukan lagi kepada masalah produksi. Koefisien Gini
PDB per kapita Sumber: Todaro dan Smith (2004)
Gambar 1 Kurva Kuznets "U-Terbalik" Kuznets dalam Jhingan (2003) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Pertumbuhan ekonomi dapat pula dilihat dari besarnya nilai tambah yang tercipta di suatu daerah. Pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya akan membaik. Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan
12 berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern. Koefisien Gini tampak seperti kurva berbentuk U terbalik, seiring dengan naiknya PDRB seperti terlihat pada Gambar 1. Menurut Samuelson dalam Tarigan (2002), teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) adalah setiap negara atau wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat berkembang dengan cepat, baik karena potensi alam ataupun karena sektor tersebut memiliki keunggulan kompetitif untuk dikembangkan. Perkembangan sektor dengan potensi besar tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang dan mendorong perekonomian secara menyeluruh. Pembangunan Ekonomi Wilayah Berbasis Sektoral dan Spasial Menurut Hardianto (2007), untuk mengantisipasi ketatnya persaingan antar daerah dan adanya liberalisasi perdagangan bebas, maka salah satu langkah dalam rangka mengembangkan wilayah adalah dengan strategi pengembangan wilayah yang berbasis sektoral. Artinya bahwa pemerintah perlu menentukan sektor ekonomi yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan sektor lainnya. Pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan sektor basis akan mengarahkan alokasi sumberdaya yang dimiliki pemerintah secara tepat kepada sektor tersebut melalui pemerataan antar komponen pendukungnya. Pembangunan wilayah melalui pendekatan sektoral lebih menekankan pada pemilihan sektor-sektor ekonomi wilayah yang dapat berperan sebagai penggerak ekonomi wilayah. Pembangunan tersebut harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pengembangan ekonomi wilayah dilakukan atas dasar karakteristik daerah yang bersangkutan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik. Suatu program hanya dapat tepat dilakukan pada suatu daerah tertentu dan tidak pada daerah dengan karakteristik berbeda lainnya. 2. Pengembangan ekonomi wilayah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Dalam hal ini pengembangan ekonomi wilayah harus mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. 3. Pengembangan ekonomi wilayah dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan kelembagaan pengelolaan pengembangan ekonomi di daerah, mengembangkan sumberdaya manusia, menciptakan iklim usaha yang dapat menarik modal dan investasi, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat, melakukan koordinasi terus-menerus dengan seluruh stakeholders pembangunan baik di daerah dan pusat. Selain pengembangan wilayah yang berbasis sektoral, pemerintah juga dapat melaksanakan pembangunan dengan pendekatan spasial. Pembangunan wilayah dengan pendekatan spasial memberikan penekanan pada aspek keruangan atau lokasi kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan sesuai dengan resources endowment yang dimiliknya. Dengan kata lain bahwa dari beberapa daerah yang terdapat dalam suatu wilayah yang lebih tinggi tingkatannya, pemerintah perlu menetapkan satu daerah yang memiliki keunggulan tertentu dibandingkan dengan daerah lainnya. Pendekatan spasial dapat menunjukkan perubahan kondisi fisik secara spasial seperti keragaman bentang lahan, bentuk lahan, penutup lahan dan
13 perubahannya, yang dapat menentukan pembangunan sektor-sektor wilayah dengan menetapkan suatu wilayah berdasarkan daya pendukung lingkungan. Pembangunan berbasis spasial ini dimaksudkan sebagai suatu langkah lebih lanjut dari pengembangan sektor basis agar sektor basis tersebut dapat dikembangkan secara optimal di daerah yang lebih unggul dalam sektor tersebut. Kedua pendekatan ini relevan untuk diterapkan dalam kajian pembangunan wilayah dengan karakteristik ekonomi wilayah yang berbeda-beda
Sektor Basis Sektor basis/unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor basis akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, di antaranya: memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar, memiliki keterkaitan antara sektor yang baik ke depan maupun ke belakang dan sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Usya 2006). Menurut Tarigan (2005), satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan adalah sektor basis. Kegiatan ekonomi basis merupakan kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Ekspor sektor basis dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah tersebut terhadap barang atau jasa seperti tempat wisata. Sedangkan kegiatan ekonomi non basis merupakan kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh penduduk yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan ini tidak melakukan ekspor barang jadi dan jasa maupun tenaga kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis atau pemasaran yang utama bersifat lokal (Glasson, 1974). Lebih lanjut menurut Glasson (1974) menjelaskan bahwa semakin banyak sektor basis yang dimiliki oleh suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis. Menurut Priyarsono et al. (2007), sektor basis atau non basis tidak bersifat statis tetapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau bahkan kemunduran dan definisinya dapat bergeser setiap tahun. Kemajuan sektor basis dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut: 1. Perkembangan jaringan komunikasi dan transportasi. 2. Perkembangan pendapatn dan penerimaan daerah. 3. Perkembangan teknologi. 4. Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Di sisi lain, sektor basis juga dapat mengalami kemunduran karena faktor sebagai berikut: 1. Adanya penurunan permintaan di luar daerah. 2. Kehabisan cadangan sumberdaya.
14
Kriteria Pemilihan Sektor Basis Sektor basis di suatu wilayah dapat dianalisis dengan beberapa pendekatan. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami kegiatan yang menjadi pemicu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Model ekonomi basis dengan teknik LQ pada intinya menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah yang tidak terbatas pada bentuk barang dan jasa, tetapi juga dapat berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001). Untuk mengetahui sektor basis dan non basis di suatu wilayah dengan menggunakan teknik LQ, dilakukan dengan membandingkan persentase sumbangan masing-masing sektor dalam PDRB suatu wilayah dengan persentase sumbangan sektor yang sama pada PDRB nasional. Sektor dengan nilai LQ yang lebih besar dari satu merupakan sektor basis di wilayah tersebut, berlaku sebaliknya apabila nilai LQ lebih kecil dari satu, maka sektor tersebut adalah sektor non basis. Pendekatan selanjutnya yang dapat digunakan yaitu metode SS. Metode SS digunakan untuk melihat pergeseran struktur aktivitas di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Analisis ini mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas di suatu wilayah. Hasil analisisnya memberikan gambaran kinerja aktivitas di suatu wilayah ke dalam komponen proportional shift, yaitu apakah pertumbuhan aktivitas ekonomi pada sektor tersebut lebih cepat atau lambat daripada pertumbuhan aktivitas ekonomi wilayah secara keseluruhan dan komponen differential shift, yaitu menjelaskan tingkat kompetisi suatu aktivitas/sektor tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut dalam wilayah. Nilai komponen proportional shift yang positif menunjukkan bahwa perkembangan aktivitas suatu sektor tertentu lebih cepat dari rata-rata. Sedangkan komponen differential shift bernilai positif menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi wilayah pada sektor yang bersangkutan kompetitif. Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sektor ekonomi di suatu wilayah yang memliki pertumbuhan tinggi dan juga kompetitif atau berdaya saing merupakan sektor yang dapat dikembangkan menjadi sektor basis. Pendekatan terakhir yang umum digunakan yaitu analisis input-output. Analisis ini digunakan untuk menganalisis suatu daerah atau hubungan dua atau lebih daerah yang tidak hanya menggambarkan struktur perekonomian tetapi juga memprediksi perubahan-perubahan yang terjadi. Tabel IO disusun dalam bentuk matrik yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antar sektor. Penentuan sektor basis dengan analisis input-output dilihat dari indeks keterkaitan ke depan (forward linkage) atau daya kepekaan dan indeks keterkaitan ke belakang (backward linkage) atau daya penyebaran. Nilai indeks keterkaitan ke depan yang lebih dari satu (i > 1) menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang dapat diunggulkan, artinya sektor tersebut akan lebih besar meningkatkan outputnya (sangat peka) karena peningkatan output sektor-sektor lainnya. Sedangkan nilai keterkaitan ke belakang yang lebih
15 besar dari satu (j > 1) menunjukkan sektor tersebut merupakan sektor yang dapat diunggulkan, karena peningkatan output pada sektor tersebut akan menyebabkan peningkatan yang lebih besar pada sektor-sektor lainnya.
Faktor yang Menentukan Pertumbuhan Sektor Ekonomi Basis Pertumbuhan sektor ekonomi terutama sektor yang menjadi sektor basis dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan menggunakan pendekatan teori produksi, pertumbuhan sektor basis dapat dijelaskan pula melalui faktor-faktor yang memengaruhi produksi. Fungsi produksi merupakan keterkaitan antara faktor-faktor produksi dan capaian tingkat produksi yang dihasilkan, dimana faktor produksi sering disebut dengan istilah input dan jumlah produksi disebut dengan output. Produksi juga merupakan kegiatan mengubah masukan menjadi luaran yang secara umum dapat diformulasikan dalam fungsi produksi sebagai berikut: Q=f K, L, M…… Dimana Q adalah luaran suatu barang tertentu selama satu periode, K adalah modal yang digunakan, L adalah penggunaan tenaga kerja dan M adalah bahan baku yang digunakan, serta masih banyak lagi variabel lain yang dapat memengaruhi produksi. Produksi adalah hubungan antara faktor-faktor produksi yang disebut input dengan hasil produksi atau output (Sudarsono, 1984). Dari input yang tersedia setiap pelaku produksi ingin memperoleh hasil maksimum sesuai tingkat teknologi yang ada pada saat itu. Fungsi produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk memperoleh output tertentu, yaitu bersifat labour intensive (menggunakan lebih banyak tenaga kerja) seperti yang banyak dilakukan pada sistem pertanian di Indonesia, atau dengan sistem capital intensive dengan lebih banyak menggunakan modal dan mesin seperti pada negara-negara maju. Untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan cara: 1. Menambah jumlah salah satu input yang digunakan. 2. Menambah beberapa input (lebih dari input yang digunakan). Faktor-faktor yang menentukan produksi dalam ilmu ekonomi disebut sebagai faktor produksi. Fungsi produksi seperti misalnya pada kegiatan pertanian dalam suatu perekonomian dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: Y=f X1 X2 … 𝑋𝑛 Dimana: Y menunjukkan besarnya output, X1 adalah besarnya tenaga kerja yang tersedia untuk keperluan produksi, X2 adalah luas lahan yang digunakan untuk berproduksi hingga faktor ke n (Xn) adalah faktor lain yang menentukan besar kecilnya produksi. a. Faktor Tenaga Kerja Dalam bidang pertanian, produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, antara lain tanah, benih, pupuk, obat hama dan tenaga kerja. Seorang produsen yang rasional akan mengkombinasikan faktor-faktor produksi sedemikian rupa untuk mencapat usaha yang efisien dan tidak akan menambah input jika penambahan output yang dihasilkan tidak menguntungkan.
16 Tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi. Faktor tenaga kerja meliputi seluruh jasa yang digunakan dalam produksi tetapi tidak termasuk kegiatan manajerial. Dalam produksi di bidang pertanian, kegiatan tenaga kerja meliputi kegiatan pembenihan, penanaman, pengairan atau irigasi, pemberantasan hama dan pemanenan. b. Faktor Lahan Penggunaan lahan atau tanah adalah tempat berlangsungnya proses dari setiap jenis tanaman untuk mendatangkan suatu hasil bagi kepentingan manusia. Mubyanto (1989), lahan sebagai salah satu faktor produksi yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Akan tetapi, penggunaan lahan yang semakin luas belum tentu akan meningkatkan efisiensi lahan tersebut. Bahkan lahan yang sangat luas dapat menyebabkan inefisiensi karena beberapa hal yaitu, lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor-faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja, terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah tersebut sehingga memengaruhi efisiensi usaha, dan terbatasnya persediaan modal pembiayaan. c. Faktor Lainnya Faktor produksi lain yang mungkin menentukan besarnya produksi antara lain adalah produktivitas. Produktivitas dapat diartikan sebagai produksi yang diciptakan oleh seorang tenaga kerja pada suatu waktu tertentu. Kenaikan produktivas berarti tenaga kerja tersebut dapat menghasilkan lebih banyak barang pada jangka waktu yang sama atau suatu tingkat produksi tertentu dapat dihasilkan dengan jangka waktu yang lebih singkat. Di samping produktivitas, kegiatan produksi juga dapat dipengaruhi oleh besar kecilnya modal yang digunakan dalam berproduksi. Modal tersebut digunakan untuk menyediakan input produksi, sehingga diharapkan ketika terjadi peningkatan jumlah modal maka produksi juga mengalami peningkatan.
Penelitian Terdahulu Susanto (2008) melakukan penelitian mengenai analisis sektor potensial dan pengembangan wilayah guna mendorong pembangunan di Kabupaten Rembang dengan periode waktu tahun 2003 hingga 2007. Hasil analisis LQ dan SS terdapat beberapa sektor potensial yang dapat dikembangkan di Kabupaten Rembang yaitu sektor pertanian, pertambangan dan jasa. Analisis gravitasi menunjukkan bahwa Kabupaten Rembang memiliki interaksi yang kuat dengan Kabupaten Pati, dimana tidak hanya karena jarak kedua wilayah, tetapi juga karena distribusi barang, jasa, uang dan penduduknya. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi, kebijakan pembangunan sektor basis di Kabupaten Rembang tidak harus melupakan sektor non basis. Yulianita (2008) meneliti tentang analisis sektor unggulan dan pengeluaran pemerintah di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Analisis LQ menunjukkan bahwa selama periode 2004 hingga 2008, kabupaten ini memiliki tiga sektor unggulan yaitu sektor pertanian, bangunan dan perdangan, hotel dan restoran. Selanjutnya analisis regresi OLS diperoleh bahwa pengaruh pengeluaran pemerintah signifikan terhadap sektor ekonomi unggulan di Kabupaten OKI.
17 Triseptina (2006) dengan penelitian tentang analisis sektor-sektor unggulan kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2000 hingga 2004 menunjukkan sektor basis yang paling banyak dimiliki oleh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Surplus pendapatan semua kabupaten/kota bernilai positif dan meningkat setiap tahun, artinya perekonomian tergantung dari sektor basis. Penyerapan tenaga kerja terbesar oleh sektor pertanian, tetapi kesejahteraannya lebih kecil dari sektor lainnya. Hasil analisis sektor basis menjadikan Provinsi Jawa Barat terbagi ke dalam lima kelompok wilayah yaitu wilayah basis pertanian, industri pengolahan, perdagangan, pertambangan dan wilayah yang tidak masuk ke dalam kelompok tersebut. Ropingi (2009) dalam penelitiannya mengenai analisis identifikasi dan peranan sektor pertanian dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Cilacap menunjukkan hasil bahwa sektor basis di Kabupaten Cilacap adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Cilacap dapat diketahui dari besarnya multiplier pendapatan selama periode analisis tahun 1999 hingga 2003. Dari sisi ketenagakerjaan, kapasitas tenaga kerja di sektor pertanian Kabupaten Cilacap meningkat. Usya (2006) meneliti analisis struktur ekonomi dan identifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang dengan menggunakan analisis Shift Share dan Location Quotien menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang dan terdapat empat sektor basis yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Subang. Keempat sektor tersebut adalah sektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan jasa-jasa. Sondari (2007) dalam penelitian mengenai analisis sektor unggulan dan kinerja ekonomi wilayah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2001 hingga 2005 berdasarkan nilai LQ, sektor yang menjadi sektor basis merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari tahun 2001 hingga 2005 yang ditunjukkan dengan peningkatan sebesar 20.86%. Hampir semua sektor di Provinsi Jawa Barat menunjukkan pertumbuhan yang positif kecuali sektor pertambangan dan penggalian, tetapi hal tersebut tidak memengaruhi terhadap penurunan kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat. Prasetyo (2009) dengan penelitian tentang pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia menunjukkan hasil dari regresi data panel bahwa kegiatan perekonomian di Indonesia masih bersifat padat karya sehingga kebijakan-kebijakan yang bersifat meningkatkan lapangan pekerjaan untuk menyerap tenaga kerja akan lebih efektif dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, infrastruktur baik listrik, jalan maupu air bersih mempunyai pengaruh yang positif terhadap perekonomian di Indonesia, dimana listrik memiliki peranan paling penting dalam proses produksi. Averiana (2013) meneliti tentang pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota di Indonesia tahun 2009 hingga 2011 dengan menggunakan metode data panel 155 kabupaten/kota dan periode waktu lima tahun menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur air, listrik, sekolah dan tempat tidur rumah sakit berpengaruh positif terhadap
18 kesejahteraan masyarakat, sedangkan ketersediaan infrastruktur panjang jalan per wilayah tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Sari (2013) dalam penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera tahun 2006 hingga 2010 dengan menggunakan metode data panel sepuluh provinsi dalam lima tahun menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Sumatera sektor pertanian, industri dan konstruksi yaitu PDRB, UMP dan PMA. Sektor pertambangan hanya PDRB dan sektor jasa adalah PDRB, UMP dan PMDN. Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang mendominasi penyerapan tenaga kerjanya di sektor pertanian, industri, konstruksi dan jasa. Pada penelitian ini akan menganalisis sektor basis baik di Provinsi Kalimantan Utara maupun di tingkat kabupaten/kota. Hasil analisis sektor basis akan menentukan proses pembangunan ekonomi secara sektoral dan spasial. Selanjutnya analisis data panel tentang faktor-faktor yang berpotensi memengaruhi pertumbuhan sektor basis digunakan sebagai pertimbangan dalam merumuskan strategi pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara.
Kerangka Pemikiran Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses berkesinambungan menuju kehidupan yang lebih baik. Arsyad (1993), pembangunan ekonomi di suatu daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang dimiliki, membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi di wilayah bersangkutan. Sektor basis dianggap mampu menjadi satu-satunya sektor yang dapat meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan (Tarigan, 2005). Oleh karena itu, pengembangan sektor basis sangat diperlukan bagi wilayah yang masih belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Pengembangan sektor basis akan menjadikan alokasi sumberdaya yang dimiliki pemerintah dapat digunakan secara tepat dan dapat mendorong pertumbuhan sektor lainnya. Pertumbuhan sektor basis dipengaruhi oleh beberapa faktor, oleh karena itu identifikasi faktor-faktor yang kemungkinan dapat memengaruhi pertumbuhan sektor tersebut harus dilakukan. Dengan demikian pemerintah dapat menetapkan suatu kebijakan atau strategi yang tepat dalam rangka menjaga pertumbuhan sektor basis wilayah tersebut.
19 Provinsi Kalimantan Utara
Struktur dan kinerja ekonomi wilayah
Sektoral
Spasial
Sektor Non-basis Penentuan wilayah dengan sektor basis
Sektor Basis
Faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor basis
Strategi pembangunan ekonomi secara sektoral dan spasial
Keterangan: Tidak dianalisis
Gambar 2 Kerangka pemikiran
METODE Lokasi Penelitian Objek pada penelitian ini adalah wilayah yang memiliki masalah pembangunan ekonomi yang masih relatif tertinggal dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Salah satu wilayah yang mengalami masalah tersebut adalah Provinsi Kalimantan Utara. Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan pada kondisi perekonomian di Kalimantan yang masih mengalami masalah disparitas ekonomi yang cukup tinggi, khususnya Provinsi Kalimantan Utara yang memiliki pendapatan per kapita dan pertumbuhan yang jauh lebih rendah dengan provinsi induknya yaitu Provinsi Kalimantan Timur. Oleh karena itu, Provinsi Kalimantan Utara dipilih sebagai objek penelitian dalam rangka membangun perekonomian yang lebih berkembang di wilayah tersebut. Waktu yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini dimulai dari bulan Januari hingga Oktober 2014.
20 Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dengan melakukan studi literatur berupa data PDRB provinsi dan kabupaten/kota, data luas lahan perkebunan, nilai produktivitas tanaman perkebunan, jumlah tenaga kerja perkebunan dan data Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten/kota. Data PDRB disajikan dalam bentuk analisis shift share dengan periode waktu tahun 2008 hingga 2012 dan data lainnya disajikan dalam bentuk analisis data panel yang menggabungkan antara data cross section (lima kabupaten yaitu Kabupaten Malinau, Bulungan, Nunukan, Tana Tidung dan Kota Tarakan) dan time series tahun 2000 hingga 2012. Data diperoleh dari berbagai instansi seperti BPS pusat dan daerah, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kalimantan Utara dan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur.
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis deskriptif dan metode analisis kuantitatif berupa analisis shift share dan regresi data panel. Analisis shift share diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan model regresi data panel diolah dengan menggunakan software Eviews 6.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk melihat kondisi struktur perekonomian serta besarnya kontribusi dari masing-masing sektor ekonomi terhadap pertumbuhan PDRB Provinsi Kalimantan Utara selama periode tahun 2008 hingga 2012. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitaif dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode analisis shift share dan metode regresi data panel. Analisis shift share dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis sektor basis dan daya saing sektor ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara. Sedangkan model data panel digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor basis di provinsi tersebut. 1.
Analisis Shift Share (SS) Analisis shift share mampu mengukur laju pertumbuhan suatu sektor/komoditas di suatu wilayah dengan wilayah nasionalnya (wilayah yang lebih tinggi) dan mengidentifikasi keunggulan kompetitif sektor tersebut di suatu wilayah serta menghitung seberapa besar kontribusinya terhadap pertumbuhan sektor ekonomi yang bersesuaian baik di kabupaten/kota maupun provinsi. Prinsip analisis shift share berusaha memecahkan besaran deviasi antara nilai tambah tahun akhir analisis dengan nilai tambah pada tahun dasar analisis atau perubahan
21 PDRB yang terjadi pada dua titik waktu (Auliandyni, 2013). Perubahan tersebut dinyatakan sebagai berikut: ∆Yij =Y'ij -Yij Dimana: ∆Yij merupakan perubahan PDRB sektor i pada wilayah j, Y’ij adalah PDRB tahun akhir analisis dari sektor i pada wilayah j dan Y ij adalah PDRB tahun awal analisis dari sektor i pada wilayah j. Terdapat tiga komponen dalam analisis shift share yang dijelaskan sebagai berikut (Budiharsono dalam Sondari 2007): 1. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN), merupakan perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional secara umum maupun segala perubahan yang memengaruhi semua sektor dan wilayah. Besarnya PN dirumuskan sebagai berikut: PNij =Yij ×Ra Keterangan: PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i di provinsi Yij = PDRB sektor wilayah provinsi pada tahun dasar analisis Ra = rasio PDB nasional Rumus persentase PN adalah: PNij %PN= ×100%
Yij
2.
Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), komponen ini tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industri, struktur dan keragaman pasar. Besarnya PP dirumuskan sebagai berikut: PPij =Yij × Ri − Ra Keterangan: PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i di provinsi Ri = rasio PDB nasional sektor i Rumus persentase PP adalah: PPij %PP= ×100% Yij Apabila nilai PPij < 0 menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah provinsi pertumbuhannya lambat, dan berlaku sebaliknya jika nilai PP ij > 0. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), komponen ini tumbuh karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Besarnya PPW dirumuskan sebagai berikut: PPWij =Yij × ri − Ri Keterangan: PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i di provinsi ri = rasio PDRB sektor i wilayah provinsi Rumus persentase PPW adalah: PPWij %PPW= ×100% Yij
22 Apabila nilai PPWij > 0 maka sektor/wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i dan berlaku sebaliknya jika nilai PPWij < 0. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Jika komponen pertumbuhan proporsional dan pangsa wilayah dijumlahkan, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan suatu sektor perekonomian. Pergeseran sektor i pada suatu wilayah dirumuskan sebagai berikut: PBij =PPij + PPWij Apabila nilai PBij > 0 maka pertumbuhan sektor i pada wilayah provinsi termasuk ke dalam kelompok maju, dan berlaku sebaliknya jika nilai PBij < 0. Analisis shift share dalam penelitian ini digunakan sebanyak dua kali. Analisis pertama yang dilakukan adalah untuk menganalisis kondisi perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara secara keseluruhan sehingga dapat diketahui sektor-sektor mana yang berpotensi dan layak dikembangkan sebagai sektor basis dalam melaksanakan pembangunan ekonomi wilayah berbasis sektoral. Selanjutnya analisis sektor basis di tingkat kabupaten/kota yang dilakukan untuk menetapkan satu daerah yang memiliki potensi sektor basis yang sesuai dengan hasil identifikasi sektor basis di provinsi, sehingga pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara juga dapat dilakukan secara spasial. 2.
Analisis Regresi Data Panel Metode data panel sebagai metode kuantitatif digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara dan diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews6. Analisis model data panel dilakukan dengan tiga macam metode yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square atau PLS), metode efek tetap (fixed effect model atau FEM) dan metode efek acak (random effect model atau REM). Pemilihan model serta model mana yang paling tepat dalam pengolahan data panel harus dilakukan melalui beberapa pengujian, antara lain: Chow Test, The Breusch-Pagan LM Test dan Hausman Test. Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi model dan uji kriteria ekonometrik klasik untuk mendapatkan model terbaik. Baltagi (2005) menjelaskan beberapa keunggulan penggunaan analisis data panel secara statistik maupun teori ekonomi, antara lain: 1. Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinearitas antarvariabel. 2. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individu antarwaktu. 3. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja. 4. Dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena unit data lebih banyak. Sebagaimana sudah dikemukakan, bahwa pendekatan umum dalam model data panel untuk mengetahui hubungan antarvariabel tidak bebas (endogen) dengan variabel bebas (eksogen) terbagi menjadi tiga metode yaitu PLS, FEM dan
23 REM. Setelah melakukan tahap pengujian sebagaimana seharusnya dalam menentukan model mana yang paling tepat, hasilnya adalah bahwa dalam penelitian ini model yang paling tepat digunakan adalah model FEM. Secara detail tahapan pengujian dalam evaluasi pemilihan model terbaik yaitu uji Chow maupun uji Hausman, yang selanjutnya dievaluasi dan dilakukan uji kriteria statistik maupun ekonometrika. Tahapan evaluasi model yang dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: a. Uji Chow Uji Chow atau Likelihood Test Ratio digunakan untuk mengetahui apakah model FEM lebih baik dibandingkan dengan model PLS berdasarkan signifikansi model diperoleh. Hipotesis yang digunakan yaitu: H0 : model Pooled Least Square (PLS) H1 : model Fixed Effect Model (FEM) Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5, nilai probabilitas sebesar 0.0000 lebih kecil dibandingkan taraf nyata 5% artinya tolak H0 yang menunjukkan bahwa model FEM lebih baik dibandingkan PLS. b. Uji Hausman Uji Hausman digunakan untuk mengetahui apakah model FEM lebih baik dari model REM. Dengan mengikuti kriteria Wald, nilai statistik Hausman akan mengikuti distribusi chi-square. Hipotesis dalam pengujian yaitu: H0 : model Random Effet (REM) H1 : model Fixed Effect Model (FEM) Hasil uji Hausman pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa nilai probabilitas 0.0000 juga lebih kecil dari taraf nyata 5% yang memiliki arti bahwa model FEM lebih baik dibandingkan model REM. Dari hasil kedua uji tersebut, model FEM dinyatakan sebagai model terbaik dari model PLS maupun REM karena memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Oleh karena itu, model yang dipilih dalam penelitian ini adalah model FEM.
Perumusan Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan yang memperlihatkan sejauh mana variabel-variabel yang digunakan seperti luas lahan perkebunan, jumlah tenaga kerja perkebunan, produktivitas tanaman perkebunan dan pendapatan asli daerah memengaruhi pertumbuhan PDRB sektor perkebunan sebagai sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara. Persamaan ini menggunakan lima kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara dan dalam kurun waktu 13 tahun dari tahun 2000 hingga 2012. Hubungan antara variabel-variabel di atas digambarkan sebagai berikut: LnPTKBit =αi +β1 LnLPit +β2 LnTKPit +β3 LnPDVit +β4 LnPADit +εit Keterangan: LnPTKBit : nilai PDRB sektor perkebunan kabupaten/kota i tahun t (%) LnLPit : luas total lahan perkebunan kabupaten/kota i tahun t (%) LnTKPit : jumlah tenaga kerja perkebunan kabupaten/kota i tahun t (%)
24 LnPDVit LnPADit αi β1-β4 Ɛit i t
: produktivitas tanaman perkebunan kabupaten/kota i tahun t (%) : jumlah pendapatan asli daerah kabupaten/kota i tahun t (%) : intersep model yang berubah-ubah tiap kabupaten/kota : parameter yang diduga : error term : indeks dari lima kabupaten/kota : indeks waktu (2000-2012)
Pengujian Model Penelitian 1.
2.
Kriteria Statistik a. Uji-F Uji ini dilakukan untuk mengatahui apakah variabel eksogen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel endogen yang digunakan. Perumusan hipotesis uji-F adalah: H0 : β0 = β1 = β2 = ..... = βt = 0 H1 : minimal ada satu βt ≠ 0 Hasil regresi data panel yang dilakukan menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 siginfikan pada taraf nyata 5% (Lampiran 3). Artinya secara bersamaan tiga variabel bebas yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara. b. Uji-t Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel eksogen secara individu berpengaruh signifikan terhadap variabel endogen. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : βt = 0 H1 : βt ≠ 0 Hasil analisis menunjukkan bahwa dari empat variabel bebas yang digunakan terdapat tiga variabel yang signifikan pada taraf nyata 5% dan satu variabel tidak berpengaruh signifikan (Lampiran 3). Artinya tiga variabel yang signifikan tersebut masing-masing memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara. c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) merupakan angka yang memberikan persentase variasi total dalam variabel endogen yang dijelaskan oleh variabel eksogen. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel eksogen terhadap variabel endogen. Hasil analisis pada Lampiran 3 menunjukkan nilai R2 sebesar 0.988268, artinya sebesar 98.82% pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dalam model dan sisanya sebesar 1.18% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Kriteria Ekonometrika a. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan. Gujarati (2006) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi,
25
b.
c.
d.
yaitu (1) dugaan parameter koefisien regresi tetap tidak bias dan masih konsisten tetapi standar errornya dapat bias ke bawah, (2) perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien, dan (3) uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak dipercaya. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) yaitu dengan membandingkan sum square resid pada weighted statistic dan unweighted statistic. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai sum square resid pada weighted statistic sebesar 2.00 < sum square resid pada unweighted statistic sebesar 2.55 (Lampiran 3), artinya model panel yang digunakan sudah terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi karena adanya hubungan linier sempurna antar variabel eksogen penyusun model. Hal ini ditandai salah satunya dengan model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki R2 yang tinggi tetapi banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). Untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan menggabungkan data cross section dan time series, memanfaatkan informasi sebelumnya, mengeluarkan variabel dengan kolinearitas tinggi dan penambahan data baru (Juanda, 2009). Hasil analisis memberikan nilai R2 sebesar 0.988268 dan menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai matriks korelasi antarvariabel (Lampiran 1). Hal ini menjelaskan bahwa model sudah terbebas dari masalah multikolinearitas. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau diurutkan menurut ruang (cross section). Atau dengan kata lain autokorelasi terjadi karena antara sisaan tidak menyebar bebas. Cara mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW) dan membandingkan nilai DW statistik dengan DW tabel (n=65 dan k=4). Penentuan ada tidaknya autokorelasi dibantu dengan tabel DL (1.4709) dan DU (1.7311). Selang pengujian dalam autokorelasi yaitu: 0 < d < DL : tolak H0, ada autokorelasi positif DL ≤ d ≤ DU : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan DU < d < 4-DU : terima H0, tidak ada autokorelasi 4-DU ≤ d ≤ 4-DL : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan 4-DL < d < 4 : tolak H0, ada autokorelasi negatif Hasil analisis menunjukkan nilai DW statistik sebesar 1.047 dibandingkan dengan nilai DW tabel maka nilai tersebut mengindikasikan adanya autokorelasi positif. Namun karena model yang digunakan diboboti dengan cross section weights maka hal tersebut dapat diabaikan sehingga model dianggap sudah terbebas dari masalah autokorelasi. Uji Normalitas
26 Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan yaitu: H0 : residual menyebar normal H1 : residual tidak menyebar normal Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan uji Jarque-Bera. Hasil analisis menunjukkan nilai probabilitas 0.751239 (Lampiran 7) lebih besar dari taraf nyata 5%, artinya residual dalam model sudah menyebar normal.
PEMBAHASAN Struktur dan Kinerja Ekonomi Kalimantan Utara Secara Sektoral dan Spasial Peranan sektor-sektor dalam PDRB yang dapat dilihat dari besarnya sumbangan setiap sektor menggambarkan struktur ekonomi wilayah tersebut. Struktur perekonomian menggambarkan pola atau tatanan ekonomi seberapa besar kemampuan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Semakin besar nilai tambah dari suatu sektor ekonomi maka akan sangat berpotensi menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian di suatu wilayah. Akan tetapi, sektor lain dengan kontribusi yang lebih kecil tidak dapat diabaikan keberadaannya. Hal ini karena masih terdapat kemungkinan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan di masa mendatang. Tabel 5 Nilai dan Pertumbuhan PDRB Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 Lapangan Usaha Pertanian Pangan Perkebunan Kehutanan Pertambangan Ind.Pengolahan Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa
PDRB
PDRB (Juta rupiah) 2008 2012 1,145,914 1,261,729 635,192 764,145 97,030 152,597 413,692 344,987 1,065,808 1,754,530 748,264 315,984 75,597 97,625 341,505 447,662 1,384,786 1,867,077 405,347 559,098 237,695 326,059 315,448 394,438 5,720,363 7,029,910
Nilai Perubahan Persen % Tahunan 10.11 2.53 20.30 5.08 57.27 14.32 (16.61) (4.15) 64.62 16.15 (57.77) (14.44) 29.14 7.28 31.09 7.77 34.83 8.71 37.93 9.48 37.18 9.29 25.04 6.26 22.89 5.72
Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, 2013 (diolah)
Struktur perekonomian Provinsi Kalimantan Utara dengan pendekatan sektoral pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perekonomian di provinsi ini paling
27 banyak berasal dari kontribusi sektor pertanian, sektor pertambangan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Namun sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor yang paling tinggi kontribusinya baik pada tahun 2008 maupun tahun 2012 dengan peningkatan sebesar Rp 482,291 juta (34.83%) selama lima tahun tersebut. Sementara dua sektor lainnya yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan masing-masing pada tahun 2008 hingga 2012 mengalami perubahan nilai kontribusi yang berkebalikan, dimana pada tahun 2008 sektor pertanian memberikan kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan sektor pertambangan, kemudian di tahun 2012 sektor pertambangan menggantikan sektor pertanian di urutan terbesar kedua dengan kontribusi sebesar Rp 1,754,530 juta atau mengalami perubahan 64.62%, sedangkan sektor pertanian berubah sebesar 10.11% selama lima tahun. Sedangkan sektor dengan kontribusi terendah adalah sektor industri pengolahan yang justru mengalami penurunan sebesar -57.77%. Kontribusi sektor industri pengolahan ini mengalami penurunan hingga Rp 432,280 juta dalam waktu lima tahun. Dengan melihat cepatnya pertumbuhan sektor pertambangan, tidak menutup kemungkinan jika sektor ini pada nantinya dapat menjadi sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara menggantikan sektor perdagangan. Tabel 6 Kontribusi PDRB masing-masing kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara tahun 2012 Kabupaten/Kota Malinau Bulungan Nunukan Tana Tidung Tarakan Total Provinsi
Nilai PDRB (juta rupiah) 869,810 1,273,418 1,634,317 209,717 3,042,649 7,029,911
Kontribusi (%) 12.37 18.11 23.25 2.98 43.28 100
Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, 2013
Sementara struktur perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara secara spasial dapat dilihat pada Tabel 6. Perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 43.28% berasal dari PDRB Kota Tarakan. Sedangkan kontribusi terkecil terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Utara berasal dari Kabupaten Tana Tidung yang hanya memberikan kontribusi sebesar 2.98% dari Rp 7,029,911 juta total PDRB provinsi pada tahun 2012. Tingginya kontribusi Kota Tarakan disebabkan berkembangnya sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi lebih dari 40% dari total PDRB sedangkan nilai kontribusi Kabupaten Tana Tidung yang jauh lebih kecil dari kabupaten lainnya diduga karena sebagian besar lahan di kabupaten ini merupakan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), sehingga kegiatan perekonomian ini Kabupaten Tana Tidung khususnya kegiatan pertambangan yang merupakan sektor paling mendominasi terhadap PDRB menjadi sangat terbatas. Perkembangan pesat sektor pertambangan di Provinsi Kalimantan Utara ternyata mampu memberikan dampak buruk bagi perkembangan sektor-sektor lain khususnya sektor pertanian. Menurut pemerintah setempat, dampak dari
28 perkembangan sektor pertambangan diperkirakan dapat meningkatkan upah pertanian dan sektor lainnya. Jika hal ini terjadi, maka pihak-pihak berkepentingan di sektor pertanian dan sektor lainnya harus mengeluarkan biaya lebih untuk kenaikan upah para pekerjanya tersebut. Selain itu, kegiatan konversi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan dikhawatirkan akan menurunkan produksi pertanian karena berkurangnya kapasitas tanam komoditi pertanian. Dampak yang lebih parah adalah kerusakan lingkungan pada lahan bekas tambang. Kondisi geografis wilayah Provinsi Kalimantan Utara untuk tahun 2011 dijelaskan pada Tabel 7. Kabupaten Malinau merupakan wilayah terluas dengan luas 39,799.90 km2 dan merupakan satu dari dua kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Pada tahun yang sama, luas lahan perkebunan di kabupaten ini sebesar 8,242 Ha dengan nilai produktivitas tanaman perkebunan sebesar 391 kg/ha dengan komoditi perkebunan yang paling dominan adalah kakao. Sedangkan Kota Tarakan adalah wilayah dengan luas yang hanya sebesar 250,80 km2 namun merupakan pusat perekonomian dan jasa terbesar serta pusat transportasi di Provinsi Kalimantan Utara. Luas wilayah tersebut sebesar 639 Ha digunakan sebagai lahan perkebunan dengan produktivitas 900 kg/ha dan hanya memiliku satu komoditi perkebunan yaitu kelapa dalam. Luas lahan perkebunan terbesar berada di Kabupaten Nunukan yaitu seluas 77,930 Ha dengan produktivitas mencapai 368,564 kg/ha dari berbagai komoditi perkebunan yang di antaranya dominan adalah kelapa sawit dan kakao. Tabel 7 Gambaran umum kabupaten dan kota Provinsi Kalimantan Utara tahun 2011 Wilayah
Luas Wilayah (km2)
Malinau Bulungan Nunukan Tana Tidung Tarakan Kaltara
39,799.90 18,010.50 14,493.00 4,828.58 250.80 77,382.78
Lahan Produktivitas Pertanian Perkebunan Perkebunan (Kg/Ha) (Ha) (Ha) 12,543 8,242 391 14,266 41,611 5,275 13,390 77,930 9,983 4,056 4,401 647 60 639 900 44,315 132,823 17,196
Komoditi Perkebunan Dominan Kakao Kelapa sawit Kelapa sawit Kelapa sawit Kelapa dalam
Sumber: Berbagai sumber, 2012
Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan berbagai kebijakan untuk mengembangkan sektor pertanian termasuk di dalamnya sektor perkebunan, di antaranya pengembangan satu juta hektar sawit. Tahun 2008 kontribusi yang diberikan sektor perkebunan terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara adalah sebesar Rp 97,030 juta dan meningkat menjadi Rp 152,597 juta pada tahun 2012. Pertumbuhan sektor perkebunan dapat meningkat pesat dengan dukungan dari pemerintah dan instansi lainnya yang memfokuskan pada inovasi pembangunan pertanian sesuai dengan visi tahun 2010 hingga 2014. Penyediaan teknologi pertanian yang tepat dapat membantu peningkatan mutu produk, daya saing, nilai tambah dan proses pemasaran. Perubahan kebijakan pada pengembangan sektor pertambangan ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sektor migas yang selalu menjadi unggulan. Hal ini dilakukan mengingat ketersediaan sumberdaya migas
29 yang akan habis dalam beberapa waktu ke depan, sehingga apabila perekonomian tetap bergantung pada sektor ini, dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian daerah maupun nasional. Pengembangan sektor ekonomi selain pertambangan di Provinsi Kalimantan Utara sangat diperlukan terlebih lagi sektor yang dapat diperbaharui, salah satunya yang sudah memberikan hasil nyata adalah sektor pertanian khususnya sektor perkebunan yang telah mampu meningkatkan pendapatan terhadap PDRB sebesar Rp 55,566 juta selama lima tahun. Selain kontribusi terhadap pembentukan PDRB, sektor perkebunan juga telah banyak menyerap tenaga kerja. Data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja di bidang perkebunan mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2012. Pada tahun 2011 jumlah tenaga kerja di perkebunan sempat mengalami penurunan menjadi 57,835 tenaga kerja meskipun di tahun 2012 kembali meningkat. Hal ini cukup membuktikan bahwa berkembangnya sektor perkebunan akan meningkatkan penyerapan terhadap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran di Provinsi Kalimantan Utara. Sektor lain yang juga berpotensi mendominasi perekonomian Provinsi Kalimantan Utara adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dengan persentase pertumbuhan mencapai 37.93% dan nilainya sebesar Rp 153,750 juta. Namun demikian, sektor lain seperti sektor bangunan, perdagangan dan keuangan juga memiliki persentase pertumbuhan yang mencapai 30% selama tahun 2008 hingga 2012. Bahkan nilai pertumbuhan sektor perdagangan melebihi sektor pengangkutan yaitu sebesar Rp 482,291 juta.
Analisis Sektor Basis dan Wilayah Pengembangan Sektor Basis Sektor basis pada dasarnya harus dapat memberikan kontribusi untuk berswasembada dan memenuhi kebutuhan di wilayah lain serta dapat menghasilkan PDRB dalam jumlah yang besar. Setiap wilayah umumnya akan memiliki satu atau lebih sektor yang menjadi unggulan di wilayah tersebut. Sektor basis tersebut juga harus memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dibandingkan sektor lainnya dan juga berdaya saing. Daya saing serta peranan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah dapat dianalisis dengan menggunakan analisis shift share. Analisis Sektor Basis di Provinsi Kalimantan Utara Identifikasi sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara dengan menggunakan metode analisis shift share dijelaskan sebagai berikut: 1. Rasio PDRB Provinsi Kalimantan Utara dan PDB Nasional Analisis shift share dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana rasio PDRB Provinsi Kalimantan Utara dengan nasional pada dua titik waktu yaitu tahun 2008 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2012 sebagai tahun akhir analisis yang disajikan dalam Tabel 8. Nilai Ra periode 2008 hingga 2012 adalah sebesar 0.26 untuk semua sektor dan diperoleh dari selisih antara total PDB nasional tahun 2012 dengan total PDB nasional tahun 2008 dibagi dengan total PDB nasional tahun 2008. Nilai Ra yang positif (Ra > 0) mengindikasi bahwa perekonomian nasional mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 0.26.
30 Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDB nasional setiap sektor pada tahun 2012 dengan PDB nasional setiap sektor tahun 2008 dibagi dengan PDB nasional setiap sektor tahun 2008. Pada Tabel 8, semua sektor memiliki nilai Ri positif (Ri > 0) yang artinya setiap sektor ekonomi di tingkat nasional mengalami pertumbuhan positif. Besarnya pertumbuhan sektor pengangkutan diduga sangat dipengaruhi oleh adanya kegiatan pengembangan kepariwisataan yang sering mengalami masalah ketersediaan sarana dan prasarana. Sedangkan sektor perkebunan juga mengalami pertumbuhan positif dengan nilai R i sebesar 0.17 meskipun masih berada di bawah sektor pengangkutan. Tabel 8 Rasio PDRB Provinsi Kalimantan Utara dan PDB nasional (Nilai R a, Ri dan ri) Lapangan Usaha Pertanian Pangan Perkebunan Kehutanan Pertambangan Ind.Pengolahan Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa Total
Ra
Ri
ri
0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26
0.15 0.16 0.17 0.05 0.12 0.20 0.34 0.30 0.30 0.60 0.27 0.27 0.26
0.01 0.03 0.57 (0.17) 0.65 (0.58) 0.29 0.31 0.35 0.38 0.37 0.25 0.23
Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, (diolah)
Nilai ri diperoleh dari selisih PDB setiap sektor Provinsi Kalimantan Utara tahun 2012 dengan PDRB setiap sektor Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 dibagi dengan PDRB setiap sektor Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008. Berdasarkan Tabel 8, hampir semua sektor ekonomi Provinsi Kalimantan Utara memiliki nilai ri yang positif (ri > 0) kecuali sektor kehutanan dan industri pengolahan. Sementara sektor dengan nilai ri terbesar dimiliki oleh sektor pertambangan dan sektor perkebunan dengan nilai masing-masing 0.65 dan 0.57. 2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Periode 2008 Hingga 2012 Analisis shift share menggunakan tiga komponen nilai, yaitu pertumbuhan nasional (PN), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) serta komponen pergeseran bersih (PB). Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa komponen PN memiliki nilai PN ij > 0, yaitu sebesar 25.76%. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional selama tahun 2008 hingga 2012 telah memengaruhi peningkatan PDRB Provinsi Kalimantan Utara sebesar Rp 1,473,679.88 juta. Secara sektoral, peningkatan kontribusi terbesar terdapat pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar Rp 356,748.51 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan nasional. Sedangkan sektor perkebunan masih kurang responsif terhadap
31 perubahan kebijakan nasional karena peningkatan kontribusi yang dimiliki relatif lebih kecil dibandingkan sektor perdagangan yaitu sebesar Rp 24,996.98 juta. Komponen PP menunjukkan laju pertumbuhan sektor ekonomi di suatu wilayah, jika PPij > 0 artinya sektor tersebut memiliki pertumbuhan cepat. Berdasarkan Tabel 9, pertumbuhan PDRB Provinsi Kalimantan Utara tidak mengalami perubahan secara keseluruhan. Namun jika ditinjau per sektor, maka sektor ekonomi dengan pertumbuhan paling cepat ditunjukkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai 34.20%. Pertumbuhan cepat sektor pengangkutan selain untuk mendukung kegiatan kepariwisataan juga sebagai upaya untuk meningkatkan produksi di bidang pertanian maupun industri di desa. Sektor perkebunan menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan yang lambat selama tahun 2008 hingga 2012 dengan nilai pertunbuhan -8.92%. Lambatnya pertumbuhan sektor perkebunan disebabkan penggunaan lahan perkebunan yang belum optimal. Pada tahun 2012, tercatat bahwa kurang dari 40% lahan perkebunan tidak menghasilkan, sementara sisanya merupakan lahan perkebunan yang tidak menghasilkan. Bahkan penggunaan lahan di Kabupaten Tana Tidung masih sebesar 1% dari total lahan menghasilkan yang ada. Tabel 9 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan perhitungan shift share tahun 2008 hingga 2012 Komponen PN Komponen PP Komponen PPW Juta (Rp) % Juta (Rp) % Juta (Rp) % Pertanian 321,782.55 25.76 (130,176.77) (10.42) (178,935.91) (14.33) Pangan 190,210.28 25.76 (73,687.73) (9.98) (90,714.45) (12.29) 24,996.98 25.76 (8,657.29) (8.92) 39,226.78 40.43 Perkebunan 106,575.29 25.76 (84,576.98) (20.44) (90,703.02) (21.93) Kehutanan Prtambangan 274,573.31 25.76 (147,171.67) (13.81) 561,320.51 52.67 Ind.Pnglhan 192,767.63 25.76 (41,943.34) (5.61) (583,104.16) (77.93) Listrik 19,475.24 25.76 6,168.19 8.16 (3,615.42) (4.78) Bangunan 87,978.57 25.76 15,964.87 4.67 2,213.73 0.65 Perdagangan 356,748.51 25.76 59,246.54 4.28 66,296.36 4.79 Pngangkutan 104,425.59 25.76 138,623.80 34.20 (89,299.03) (22.03) Keuangan 61,234.98 25.76 3,596.94 1.51 23,532.02 9.90 Jasa-jasa 81,265.68 25.76 3,411.23 1.08 (5,686.68) (1.80) Total 1,473,679.88 25.76 - (164,132.74) (2.87) Lapangan Usaha
Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, 2013 (diolah)
Komponen ketiga yaitu komponen PPW yang menunjukkan baik tidaknya daya saing dari suatu sektor ekonomi. Nilai PPWij > 0 artinya sektor tersebut berdaya saing baik. Pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa sektor dengan nilai PPW terbesar dimiliki oleh sektor pertambangan dan sektor perkebunan dengan nilai masing-masing 52.67% dan 40.43%, artinya kedua sektor ini mempunyai daya saing paling baik dibandingkan sektor keuangan, sektor perdagangan dan sektor bangunan yang juga memiliki nilai PPW positif. Apabila dicermati antara sektor pertambangan dan perkebunan, sektor perkebunan yang tumbuh lebih cepat dari sektor pertambangan ternyata masih belum mampu mengungguli daya saing
32 sektor pertambangan. Namun dengan pertumbuhan yang lambat, sektor perkebunan telah cukup berhasil menunjukkan bahwa sektor ini berdaya saing. Selain itu, telah dijelaskan dalam Renstra BPTP Kaltim tahun 2010 hingga 2014, sektor perkebunan akan menerima dampak dari sektor pertambangan apabila sektor pertambangan tidak dibatasi pertumbuhannya. Oleh karena itu, untuk tetap menjaga dan meningkatkan pertumbuhan dan daya saing sektor perkebunan, pemerintah akan melaksanakan perlindungan lahan pertanian dan perkebunan dari konversi dan rehabilitasi lahan bekas tambang agar dapat dimanfaatkan kembali menjadi lahan pertanian maupun perkebunan. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kalimantan Utara Profil pertumbuhan sektor ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara dapat dievaluasi dengan menggunakan nilai pergeseran bersih (PB) yang diperoleh dari penjumlahan nilai PP dan PPW setiap sektor ekonomi. Apabila nilai PBij > 0 artinya pertumbuhan sektor i termasuk ke dalam kelompok maju. Tabel 10 Nilai pergeseran bersih Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 Lapangan Usaha Pertanian Pangan Perkebunan Kehutanan Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa Total
Pertumbuhan Bersih (PB) Juta (Rp) % (309,112.68) (164,402.18) 30,569.49 (175,279.99) 414,148.84 (625,047.49) 2,552.77 18,178.61 125,542.90 49,324.77 27,128.95 (2,275.44) (164,132.74)
(24.75) (22.27) 31.51 (42.37) 38.86 (83.53) 3.38 5.32 9.07 12.17 11.41 (0.72) (2.87)
Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, 2013 (diolah)
Berdasarkan Tabel 10, selama tahun 2008 hingga 2012 di Provinsi Kalimantan Utara terdapat tujuh yang memiliki PB positif termasuk satu sektor di sektor pertanian, yaitu sektor perkebunan sebesar 31.51%, sektor pertambangan sebesar 38.86%, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 3.38%, sektor bangunan sebesar 5.32%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 9.07%, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 12.17% dan sektor jasa sebesar 11.41%. Kutujuh sektor tersebut dikelompokkan ke dalam sektor dengan pertumbuhan maju atau progresif. Dan sektor lainnya dikategorikan menjadi sektor dengan pertumbuhan lambat yaitu sektor pertanian secara keseluruhan sebesar -24.75%, sektor industri pengolahan sebesar -83.53%, sektor jasa sebesar -0.72% dan jika dari sektor pertanian terdapat sektor pertanian tanaman pangan dan kehutanan
33 dengan nilai PB masing-masing -22.27% dan -42.37%. Nilai total pergeseran bersih sektor ekonomi Provinsi Kalimantan Utara sebesar -2.87%, artinya bahwa perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara memiliki laju pertumbuhan yang lambat meskipun tujuh dari sekian sektor yang ditampilkan merupakan sektor dengan pertumbuhan yang maju. 0.40
Pertanian
0.30
Tanaman Perkebunan
0.20
Kehutanan
0.10
Pertambangan
(0.60) (0.50) (0.40) (0.30) (0.20) (0.10) (0.10) (0.20) (0.30) (0.40) (0.50)
Industri Pengolahan 0.10
0.20 Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
(0.60)
Gambar 3 Profil pertumbuhan sektor ekonomi Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012 Pada Gambar 3, garis yang memotong kuadran II dan IV menunjukkan nilai PBij = 0. Sektor-sektor yang berada di atas garis PB (PBij > 0) termasuk sektor dengan pertumbuhan maju, yaitu sektor pertambangan, sektor perkebunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sebaliknya sektor yang berada di bawah garis PB (PBij < 0) menunjukkan sektor dengan pertumbuhan lambat. Sementara untuk sektor perkebunan yang berada di kuadran II menunjukkan bahwa sektor perkebunan memiliki daya saing yang baik dengan pertumbuhan lambat. Sektor ini merupakan sektor yang potensial, yaitu memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam suatu wilayah karena PBij > 0 (Zainudin, 2012). Analisis Wilayah Pengembangan Sektor Basis Identifikasi sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara dengan metode shift share menunjukkan bahwa sektor perkebunan merupakan sektor yang memiliki daya saing paling baik dan layak dikembangkan menjadi sektor basis. Pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara dengan sektor basis akan lebih optimal apabila pemerintah mengetahui bagaimana potensi yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten/kota, sehingga dapat ditetapkan satu wilayah sebagai pusat pengembangan sektor perkebunan. 1. Kabupaten Malinau Secara sektoral struktur perekonomian di Kabupaten Malinau pada tahun
34 2008 lebih didominasi oleh sektor kehutanan dengan kontribusi terhadap pembentukan PDRB mencapai Rp 177,128 juta. Hingga tahun 2012, sektor kehutanan tidak lagi menjadi sektor dengan kontribusi terbesar di Kabupaten Malinau. Dengan nilai kontribusi mencapai Rp 328,677 juta, sektor pertambangan menggantikan sektor kehutanan menjadi sektor yang mendominasi dalam waktu lima tahun. Sumbangan sektor kehutanan yang menurun menjadi sebesar Rp 107,256 juta disebabkan karena pada tahun 2009 dan 2010 telah terjadi perubahan kontribusi yang sangat drastis. Di sisi lain, kontribusi sektor perkebunan selama lima tahun hanya meningkat sebesar Rp 176 juta. Berdasarkan Tabel 11, sektor pertambangan termasuk ke dalam sektor yang memiliki daya saing kurang baik meskipun pertumbuhannya cukup cepat. Hal ini dapat dilihat dari nilai PPW sebesar -10.46%. Berbeda dengan sektor pertambangan, sektor industri pengolahan justru menjadi satu-satunya sektor berdaya saing baik dengan nilai PPW sebesar 32.57% meskipun pertumbuhan sektor ini sangat lambat yang disebabkan karena komposisi pembentukan nilai kontribusi sektor ini hanya berasal dari industri pengolahan non migas. Sedangkan sektor perkebunan yang tumbuh sangat cepat justru memiliki daya saing yang kurang baik dengan nilai PPW sebesar -41.53%. Penyebabnya adalah menurunnya kualitas dan kuantitas dari produksi komoditi perkebunan. 2. Kabupaten Bulungan Struktur perekonomian di Kabupaten Bulungan telah didominasi oleh sektor industri pengolahan dengan nilai kontribusi sebesar Rp 480,316 juta pada tahun 2008. Sementara pada tahun yang sama, sektor perkebunan memberikan kontribusi sebesar Rp 9,687 juta. Besarnya kontribusi sektor industri pengolahan diduga karena berkembangnya wilayah agroindustri. Penurunan signifikan dialami sektor industri pengolahan dalam waktu lima tahun. Hal ini dibuktikan dengan sumbangan sektor industri pengolahan yang terus turun menjadi sebesar Rp 1,814 juta. Dominasi sektor ini digantikan oleh sektor pertambangan dengan sumbangan terbesar sebesar Rp 553,395 juta terhadap PDRB pada tahun 2012. Namun sektor lain diantaranya sektor perkebunan juga mengalami peningkatan menjadi Rp 15,178 juta. Berdasarkan Tabel 11, sektor pertambangan memiliki daya saing yang baik dengan nilai PPW sebesar 24.95% dengan pertumbuhan yang relatif cepat. Fenomena lain ditunjukkan sektor kehutanan yang berdaya saing baik dengan nilai PPW mencapai 40.50%, akan tetapi kondisi hutan di lapang justru menunjukkan bahwa maraknya pembekuan lahan hutan sebagai lahan tambak menyebabkan kondisi hutan menjadi memprihatinkan. Sedangkan sektor perkebunan dengan pertumbuhan yang lebih cepat daripada kedua sektor di atas memiliki daya saing yang lebih rendah dengan nilai PPW sebesar 3.80% meskipun nilai tersebut masih menunjukkan sektor perkebunan sebagai sektor yang berdaya saing baik. 3. Kabupaten Nunukan Pada tahun 2008, sektor pertambangan mendominasi perekonomian Kabupaten Nunukan dengan kontribusi terhadap PDRB mencapai Rp 653,019 juta. Seluruh sektor ekonomi di kabupaten ini kecuali sektor kehutanan memberikan sumbangan yang terus meningkat hingga tahun 2012. Selama lima tahun, sektor perkebunan menyumbang sebesar Rp 49,005 juta sehingga total kontribusinya terhadap PDRB di tahun 2012 mencapai Rp 127,517 juta.
35 Sedangkan sumbangan sektor kehutanan yang menurun disebabkan adanya permasalahan di antaranya pengelolaan usaha kehutanan yang masih tradisional dan sulitnya memasarkan hasil produksi karena infrastruktur pendukung tidak memadai. Berdasarkan Tabel 11, sektor pertambangan yang tumbuh cepat memiliki daya saing kurang baik dengan nilai PPW sebesar -0.35%. Sektor dengan daya saing baik dimiliki oelh sektor perkebunan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, sektor pengangkutan, sektor keuangan dan sektor jasa. Pertumbuhan sektor perkebunan merupakan yang tercepat kedua setelah sektor keuangan, namun daya saingnya lebih tinggi dengan nilai PPW sebesar 9.53% meskipun masih lebih rendah dari sektor pengangkutan dan sektor listrik. Adanya penerapan kebijakan perkebunan yang berusaha memberdayakan kegiatan perkebunan baik di hulu dan hilir serta penerapan organisasi modern yang berlandaskan pada penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu penyebab meningkatnya nilai tambah dan daya saing usaha perkebunan di daerah ini. Tabel 11 Hasil analisis shift share pada komponen pertumbuhan pangsa wilayah di kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Utara Lap. Usaha Pert. Pangan Perkebunan Kehutanan Pertambangan Ind.Pengolahan Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa
Total
Malinau (6.14) (41.53) (29.96) (10.46) 32.57* (16.08) (29.26) (4.86) (7.21) (19.15) (12.99) 13.38
Nilai PPW (%) Bulungan Nunukan Tn.Tidung Tarakan (52.71) (10.53) (17.32) (4.22) 3.80* 9.54* (39.93) (45.63) 40.50* (15.15) 15.80* 7.07* 24.95* (0.35) (9.41) (10.46) (80.70) 2.27* 26.61* 32.57* (7.22) 13.88* (16.84) (16.08) (1.54) (23.35) (21.06) (29.26) (2.45) (13.45) (17.59) (4.86) (24.99) 21.55* (36.79) (7.21) (28.12) 1.63* (43.19) (19.15) (24.57) 1.87* (17.99) (12.99) 6.08 9.08 (1.68) 13.38
Sumber: BPS Prov. Kalimantan Timur, 2013 (diolah)
4.
Kabupaten Tana Tidung Sektor pertambangan telah mendominasi struktur perekonomian Kabupaten Tana Tidung secara sektoral dengan kontribusi terhadap PDRB mencapai Rp 74,955 juta pada tahun 2008. Serupa dengan Kabupaten Nunukan, seluruh sektor ekonomi di kabupaten ini memberikan sumbangan yang terus meningkat hingga tahun 2012. Selama lima tahun, sektor perkebunan menyumbang sebesar Rp 832 juta sehingga total kontribusinya terhadap PDRB di tahun 2012 mencapai Rp 7,256 juta. Sementara sektor pertanian yang meliputi tanaman pangan, perikanan dan peternakan menempati urutan kedua sebagai sektor yang memberikan kontribusi terbesar dengan nilai kontribusi pada tahun 2012 sebesar Rp 35,912 juta. Tabel 11 menunjukkan bahwa sektor pertambangan yang tumbuh cepat memiliki daya saing kurang baik yang ditunjukkan oleh nilai PPW sebesar -
36 9.41%. Sektor dengan daya saing baik hanya dimiliki oleh sektor industri pengolahan dan kehutanan dengan nilai PPW masing-masing sebesar 26.61% dan 15.80%. Sektor perkebunan meskipun pertumbuhannya termasuk sektor yang maju, namun memiliki daya saing kurang baik dengan nilai PPW sebesar 39.93%. Lemahnya daya saing baik sektor perkebunan maupun sektor pertambangan di Kabupaten Tana Tidung diduga karena kondisi infrastruktur daerah yang memprihatinkan dari segi sarana prasana perhubungan dan keterbatasan kantor pemerintahan. Infrastruktur yang memadai dapat menjadikan daerah ini lebih maju dengan cepat karena berbagai produk unggulan memiliki akses untuk dipasarkan ke daerah lain. Selain itu, kondisi infrastruktur akan memengaruhi ketertarikan investor untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut. 5. Kota Tarakan Struktur perekonomian di Kota Tarakan didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai kontribusi mencapai Rp 945,017 juta pada tahun 2008. Dari tahun 2008 hingga 2012, hampir seluruh sektor ekonomi di daerah ini memberikan sumbangan yang terus meningkat kecuali sektor kehutanan yang mengalami penurunan menjadi sebesar Rp 955 juta. Tingginya kontribusi dari sektor perdagangan ini disebabkan karena Kota Tarakan merupakan salah satu kota tujuan wisata yang ada di Provinsi Kalimantan Utara. Sehingga pada tahun 2012 pun, sektor ini tetap mendominasi struktur perekonomian di Kota Tarakan. Berdasarkan Tabel 11, meskipun sektor perdagangan mendominasi perekonomian di Kota Tarakan hingga tahun 2012, namun ternyata daya saing dari sektor ini tidak cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai PPW sebesar 4.86%. Hanya sektor industri pengolahan dan sektor kehutanan yang memiliki nilai PPW positif, artinya kedua sektor ini merupakan sektor yang memiliki daya saing terbaik dari sektor lainnya meskipun keduanya merupakan sektor yang pertumbuhannya termasuk lambat. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi di Masing-masing Kabupaten dan Kota Evaluasi profil pertumbuhan sektor ekonomi di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara juga didasarkan dari besar kecilnya nilai pergeseran bersih. Nilai pergeseran bersih di Kabupaten Malinau adalah 13.38%, artinya perekonomian di kabupaten ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat meskipun terdapat tiga sektor yang masuk dalam kategori sektor tidak maju termasuk sektor industri pengolahan dan sektor perkebunan. Profil pertumbuhan sektor ekonomi di Kabupaten Malinau ditunjukkan pada Gambar 4. Sektor industri pengolahan berada di atas garis PB (PBij > 0) bersama sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa termasuk ke dalam sektor dengan pertumbuhan maju atau progresif. Sementara sektor perkebunan dan sektor-sektor lainnya termasuk ke dalam sektor kurang maju (PBij < 0). Dengan demikian, sektor industri pengolahan dengan daya saing yang baik dan pertumbuhan lambat merupakan sektor yang memiliki potensi lebih besar untuk dikembangkan daripada sektorsektor lainnya di Kabupaten Malinau. Nilai pergeseran bersih Kabupaten Bulungan sebesar 6.08% menunjukkan bahwa perekonomian tumbuh cukup cepat. Berdasarkan Gambar 5, hampir semua
37 sektor kecuali sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor jasa-jasa berada di atas garis PB (PBij > 0), artinya sektor tersebut pertumbuhannya maju. Dengan demikian, sektor yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Kabupaten Bulungan adalah sektor perkebunan karena sektor ini memiliki nilai daya saing dan pertumbuhan yang lebih dari satu. 0.50
Pertanian
(2.50)
(2.00)
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
Tanaman Perkebunan 1.50 Kehutanan Pertambangan
(0.50)
Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan
(1.00)
(1.50)
Perdagangan, Ho tel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Jasa-jasa
(2.00)
(2.50)
Gambar 4 Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Malinau 2.00
Pertanian Tanaman Perkebunan
1.00
Kehutanan
(1.50)
(1.00)
(0.50) (1.00) (2.00) (3.00) (4.00)
Pertambangan
0.50
1.00
1.50 Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
(5.00)
Gambar 5 Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Bulungan Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Nunukan termasuk ke dalam kategori pertumbuhan yang cepat yang ditunjukkan dengan nilai pergeseran bersih sebesar 9.08%. Gambar 6 menunjukkan profil pertumbuhan sektor ekonomi di Kabupaten Nunukan, dimana hampir semua sektor kecuali sektor kehutanan dan sektor bangunan berada di atas garis PB (PBij > 0), artinya sektor-sektor tersebut pertumbuhannya maju. Dengan kondisi tersebut, sektor perkebunan yang berada
38 pada kuadran I dengan daya saing baik dan pertumbuhan cepat menjadi sektor paling berpotensi untuk dikembangkan jika dibandingkan dengan sektor lainnya. 0.80
Pertanian
0.60
Tanaman Perkebunan
0.40
Kehutanan Pertambangan
0.20
Industri Pengolahan
(2.00)
(1.00)
(0.20)
-
1.00
2.00
Listrik, Gas & Air
3.00 Bersih
Bangunan
(0.40)
Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
(0.60) (0.80) (1.00)
Gambar 6 Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Nunukan Nilai pergeseran bersih Kabupaten Tana Tidung sebesar -1.68%, artinya perekonomian tumbuh lambat. Kondisi ini sangat berbeda dengan ketiga kabupaten sebelumnya yang memiliki pertumbuhan positif. Berdasarkan Gambar 7, seluruh sektor ekonomi di kabupaten ini tumbuh maju kecuali sektor kehutanan, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor pertanian. Sementara sektor perkebunan yang tumbuh cukup maju ternyata kurang tepat jika dikembangkan. Oleh karena itu, sektor yang potensial untuk dikembangkan adalah sektor industri pengolahan karena memiliki daya saing yang baik. 0.20
Pertanian
0.15
Tanaman Perkebunan
0.10
Kehutanan Pertambangan
0.05
Industri Pengolahan
(0.40)
(0.30)
(0.20)
(0.10) (0.05) (0.10)
(0.15) (0.20)
0.10
0.20
Listrik, Gas & Air
0.30 Bersih
Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
(0.25)
Gambar 7 Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Tana Tidung Nilai pergeseran bersih Kota Tarakan sebesar 13.38% menunjukkan perekonomian tumbuh cepat meskipun terdapat tiga sektor yang dikategorikan tidak maju yaitu sektor perkebunan, sektor kehutanan dan sektor industri
39 pengolahan. Berdasarkan Gambar 8, seluruh sektor ekonomi di Kota Tarakan merupakan sektor yang pertumbuhannya maju. Sektor perdagangan yang selalu mendominasi perekonomian Kota Tarakan sangat disayangkan karena daya saingnya kurang baik. Namun melihat peluang berkembangnya sektor pariwisata di wilayah ini, sektor perdagangan perlu dikembangkan bersamaan sektor industri pengolahan. 0.50
Pertanian
Tanaman Perkebunan
(1.00)
(0.50) (1.00) (1.50) (2.00) (2.50)
1.00
2.00
3.00
4.00
Kehutanan Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
(3.00)
Gambar 8 Profil pertumbuhan sektor ekonomi Kota Tarakan Prioritas Pembangunan Ekonomi Wilayah Kalimantan Utara Pembangunan ekonomi wilayah pada dasarnya dapat dikembangkan dengan dua pendekatan yaitu baik secara sektoral maupun per wilayahan. Prinsip kedua pendekatan ini sama yaitu pemilihan salah satu dari sektor atau wilayah yang mempunyai kontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Provinsi Kalimantan Utara dari hasil analisis shift share yang dilakukan, diketahui bahwa sektor perkebunan merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan menjadi sektor basis. Sektor perkebunan di provinsi ini memiliki daya saing yang cukup tinggi meskipun pertumbuhannya masih belum cepat. Namun karena pemerintah telah mencanangkan visi untuk pengembangan sektor-sektor non migas, maka sektor perkebunan muncul sebagai sektor alternatif yang potensial untuk mengatasi permasalahan ekonomi. Identifikasi sektor basis di kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Utara akan sangat membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan pembangunan sektor basis menjadi lebih efisien. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan sektor perkebunan sebagai sektor basis di tingkat provinsi dapat dikembangkan lebih tepat di wilayah yang juga memiliki sektor perkebunan sebagai sektor basisnya. Selain itu, keterbatasan sumberdaya finansial tentunya dapat menjadi kendala apabila pemerintah tidak memilih satu kabupaten/kota yang lebih unggul di sektor perkebunan. Berdasarkan identifikasi sektor basis dengan analisis shift share di tingkat kabupaten/kota, beberapa daerah memiliki sektor basis yang sama yaitu sektor
40 perkebunan dan sektor industri pengolahan. Daerah dengan sektor perkebunan yang lebih unggul berada di Kabupaten Bulungan dan Nunukan. Sedangkan sektor industri pengolahan menjadi basis di Kabupaten Malinau, Tana Tidung dan Kota Tarakan. Akan tetapi di Kota Tarakan, sektor perdagangan, hotel dan restoran juga memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi sektor basis karena potensinya hampir sama dengan sektor industri pengolahan, dimana kondisi geografis Kota Tarakan sangat mendukung berkembangnya sektor tersebut karena wilayah ini merupakan tujuan wisata dari dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, agar pembangunan ekonomi dengan sektor perkebunan sebagai sektor basis dapat terlaksana dengan lebih efisien di Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Bulungan dan Nunukan dapat menjadi alternatif daerah yang tepat untuk pengembangan sektor basis tersebut.
Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Basis Kalimantan Utara Analisis data panel mengenai faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara dengan metode PLS menghasilkan estimasi model dengan nilai R-squared sebesar 0.607254 (Lampiran 2). Nilai probabilitas (F-statistic) sebesar 0.000000 lebih kecil dari taraf nyata 5% yang artinya minimal ada satu variabel yang signifikan memengaruhi pertumbuhan sektor perkebunan dengan tingkat kepercayaan 95%. Estimasi model dengan pendekatan FEM (Lampiran 3) menghasilkan Rsquared 0.988268 dan dengan model REM menghasilkan R-squared sebesar 0.607254 (Lampiran 4). Uji Chow dilakukan untuk memilih pendekatan model terbaik antara PLS dan FEM sedangkan uji Hausman digunakan untuk memilih model terbaik antara REM dan FEM. Hasil uji Chow (Lampiran 6) dan uji Hausman (Lampiran 5) masing-masing menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata 5%. Nilai tersebut menyatakan bahwa pendekatan FEM lebih baik daripada model PLS maupun REM dengan tingkat kepercayaan 95%, sehingga model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model FEM. Tabel 12 Hasil estimasi model faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor perkebunan Provinsi Kalimantan Utara dengan Fixed Effect Model (FEM) Variabel LNLP* LNTKP LNPDV* LNPAD* C
Koefisien
Std. Error
t - statistik
Prob
0.084428 0.053094 0.132266 0.094540 4.905333
0.037044 0.034275 0.036533 0.021002 0.480214
2.279127 1.549091 3.620466 4.501401 10.21489
0.0265 0.1270 0.0006 0.0000 0.0000
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5% Sumber: hasil pengolahan dengan EVIEWS 6.0
Berdasarkan Tabel 12, dengan taraf nyata 5% terdapat tiga variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara, yaitu variabel luas lahan perkebunan (LNLP), produktivitas
41 tanaman perkebunan (LNPDV) dan pendapatan asli daerah (LNPAD). Ketiga variabel yang dimaksud memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, artinya pertumbuhan sektor perkebunan signifikan dipengaruhi oleh ketiga variabel bebas tersebut. Sedangkan variabel tenaga kerja perkebunan (LNTKP) tidak berpengaruh signifikan meskipun memiliki korelasi yang positif dengan pertumbuhan sektor perkebunan. Sesuai uji kriteria ekonomi, setiap peningkatan 1% dari luas lahan perkebunan yang digunakan sebagai salah satu input produksi perkebunan maka akan meningkatkan produksi sektor perkebunan itu sendiri. Dimana pada akhirnya produksi yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 0.08% karena penambahan lahan perkebunan dengan asumsi variabel yang lain tetap (cateris paribus). Variabel lain yaitu produktivitas tanaman perkebunan dan pendapatan asli daerah juga memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan sektor perkebunan. Produktivitas tanaman perkebunan akan meningkatkan pertumbuhan sektor perkebunan sebesar 0.13% ketika produktivitasnya mengalami peningkatan sebesar 1%. Produktivitas tanaman perkebunan yang dimaksud adalah besarnya perbandingan produksi terhadap luas lahan yang digunakan. Pendapatan asli daerah dari hasil analisis data panel juga mempunyai hubungan yang positif terhadap pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara. Hal ini dibuktikan ketika pendapatan asli daerah setempat meningkat sebesar 1% maka pertumbuhan sektor perkebunan juga mengalami peningkatan sebesar 0.09%. Peningkatan pertumbuhan sektor perkebunan ini bisa disebabkan karena pendapatan asli daerah yang diterima oleh pemerintah lebih banyak dialokasikan sebagai modal untuk pengembangan kegiatan perkebunan. Variabel terakhir yaitu tenaga kerja perkebunan menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan sektor perkebunan, dimana nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata 5%. Hal ini bisa disebabkan karena kegiatan produksi sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara sudah lebih ke arah padat modal, sehingga ketika terjadi penambahan jumlah tenaga kerja justru membuat produksi perkebunan tidak efisien. Kegiatan yang lebih padat modal ini dapat dilihat dari berkembangnya teknologi yang lebih maju dalam pengolahan produk perkebunan, sehingga dengan memanfaatkan teknologi tersebut dapat meningkatkan kualitas dan nilai nilai tambah produk perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis deskriptif terhadap struktur dan kinerja perekonomian wilayah, analisis sektor basis dan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhannya di Provinsi Kalimantan Utara maka secara umum strategi pembangunan ekonomi wilayahnya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah memprioritaskan pembangunan subsektor
42 perkebunan sebagai sektor basis dengan wilayah pengembangannya adalah Kabupaten Bulungan dan Nunukan. Untuk mendorong pertumbuhan subsektor perkebunan tersebut adalah dengan perluasan areal, produktivitas dan peningkatan pendapatan daerah sebagai sumber investasi. Secara rinci, beberapa kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam kurun waktu lima tahun (2008 hingga 2012), secara sektoral, struktur perekonomian wilayah Provinsi Kalimantan Utara didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran; pertambangan dan pertanian dengan pertumbuhan yang positif dan cenderung meningkat kecuali sektor pertanian yang pertumbuhannya cenderung menurun. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama, secara spasial, struktur perekonomian wilayah Provinsi Kalimantan Utara terkonsentrasi pada Kota Tarakan. Hampir 50% PDRB Provinsi Kalimantan Utara terkonsentrasi di wilayah tersebut. Kecuali di Kota Tarakan, di seluruh (empat) kabupaten struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor pertambangan disusul dengan pertanian kecuali di Kabupaten Malinau disusul dengan sektor bangunan, baru kemudian sektor pertanian. Di Kota Tarakan sektor yang dominan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. 2. Hasil analisis sektor basis dengan menggunakan analisis shif share menunjukkan bahwa sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara diurut dari nilai tertinggi daya saingnya adalah sektor pertambangan, perkebunan, keuangan dan perdagangan dengan nilai pertambangan dan perkebunan jauh lebih tinggi dari sektor keuangan dan perdagangan. Pilihan sektor basis untuk pembangunan ekonomi Provinsi Kalimantan Utara yang berkelanjutan adalah sektor perkebunan. Hanya saja, subsektor perkebunan ini memiliki pertumbuhan lambat. Hal ini karena kapasitas lahan perkebunan yang menghasilkan masih kurang dari 40%. 3. Hasil identifikasi sektor basis di masing-masing wilayah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kalimantan Utara menunjukkan bahwa Kabupaten Bulungan dan Nunukan merupakan wilayah pengembangan sektor basis karena sektor basis di kedua wilayah tersebut adalah sektor perkebunan. Komoditi utama perkebunan di Kabupaten Bulungan dan Nunukan adalah kelapa sawit. 4. Pertumbuhan sektor perkebunan sebagai sektor basis dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh luas lahan perkebunan, produktivitas tanaman perkebunan dan pendapatan asli daerah.
Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka saran yang dapat disampaikan adalah: 1. Ketergantungan terhadap pendapatan dari sektor migas sudah seharusnya dikurangi karena ketersediaan sumberdaya migas yang tidak terbarukan dapat habis pada beberapa waktu mendatang. Selain itu, dampak buruk yang ditimbulkan dari berkembangnya sektor pertambangan di Provinsi Kalimantan Utara dapat mengancam sektor
43
2.
3.
4.
lain khususnya sektor perkebunan. Oleh karena itu, upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dalam melindungi perkembangan sektor perkebunan harus dipertahankan. Hal ini juga dikarenakan masih belum dikelolanya wilayah perbatasan darat Provinsi Kalimantan Utara secara optimal yang cocok untuk pengembangan sektor perkebunan. Pembangunan ekonomi Provinsi Kalimantan Utara dengan mengembangkan sektor perkebunan sebagai sektor basis akan lebih efisien apabila pemerintah menetapkan satu wilayah yang juga memiliki sektor basis di sektor perkebunan. Dan wilayah yang memiliki keunggulan di sektor perkebunan adalah Kabupaten Bulungan dan Nunukan, dimana keduanya memiliki komoditi kelapa sawit yang produksinya paling tinggi dari komoditi lainnya. Penggunaan teknologi di sektor perkebunan maupun sektor lainnya akan membantu meningkatkan efisiensi produksinya. Namun apabila penggunaan teknologi di sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara justru mengurangi peran tenaga kerja, seharusnya pemerintah terlebih dahulu mensosialisasikannya kepada tenaga kerja perkebunan agar para tenaga kerja tersebut mampu memanfaatkan kemajuan teknologi yang semakin berkembang. Dengan demikian, kontribusi sektor perkebunan tidak hanya terhadap pembentukan PDRB namun juga terhadap penyerapan tenaga kerja. Untuk arah kebijakan di masa mendatang, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi komoditi unggulan dari sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara, khususnya untuk mengetahui apakah komoditi kelapa sawit yang produksinya cukup besar di Kabupaten Bulungan maupun Nunukan layak dikembangkan menjadi komoditi basis sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah di provinsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad L. 1993. Ekonomi Pembangunan. Jakarta (ID): Guna Darma. Auliandyni D. 2013. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Sektor Pertanian terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Lombok Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Averiana M. 2013. Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Terhadao Kesejahteraan Masyarakat: Analisis Kabupaten/Kota di Indonesia 2009-2011 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. Berbagai Edisi. Bulungan Dalam Angka. Bulungan (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Malinau Dalam Angka. Malinau (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Nunukan Dalam Angka. Nunukan (ID): BPS.
44 _______________________. Berbagai Edisi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bulungan. Bulungan (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Malinau. Malinau (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Nunukan. Nunukan (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Tana Tidung. Tana Tidung (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Kalimantan Timur. Kalimantan Timur (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Kota Tarakan. Tarakan (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Tana Tidung Dalam Angka. Tana Tidung (ID): BPS. _______________________. Berbagai Edisi. Tarakan Dalam Angka. Tarakan (ID): BPS. Baltagi, BH. 2005. Econometrics Analysis of Panel Data Third Edition. England (GB): John Wiley and Sons, Ltd. Bratakusumah DS, Riyadi. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita. [DISBUN] Dinas Perkebunan. 2014. Potensi Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara [internet]. [diacu 2014 Jul 12]. Tersedia dari: http://disbun.kaltimprov.go.id/potensi_daerah.html. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Pr. Glasson J. 1974. Pengantar Perencanaan Regional. Paul Sitohang, penerjemah (1990). Jakarta (ID): Lembaga Penerbit FE UI. Gujarati DN. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Ke-3. Julius A Mulyadi [penerjemah]. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Jensenn B. 1995. Pengenalan Masalah Untuk Perencanaan Pembangunan dalam Perencanaan Sebagai Suatu Dialog. Jakarta (ID): Lembaga Administrasi Negara, DSE. Jhingan ML. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Edisi Ke-9. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr. [Kemenegpdt] Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. 2005. Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 001, Tahun 2005. Jakarta (ID): Kementerian PDT. Lis Purnamadewi Y. 2010. Dampak Perubahan Produktivitas Sektoral Berbasis Investasi terhadap Disparitas Ekonomi Antarwilayah di Indonesia [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Prasetyo RB dan Firdaus M. 2009. Pengaruh Infrastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Vol. 2 No. 2, hlm. 222-236. Sulawesi Tengah (ID): Badan Pusat Statistik.
45 Priyarsono DS, Sahara, Firdaus M. 2007. Ekonomi Regional. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Rita Sari N. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antarprovinsi di Indonesia Tahun 2004-2010 [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Ropingi, Agustono, Yuliani T. 2009. Analisis Identifikasi dan Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah di Kabupaten Cilacap. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10 No. 2, hlm. 139-153. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Sari N. 2013. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Sumatera 2006-2010 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sondari D. 2007. Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sukirno S. 2011. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Jakarta (ID): Penerbit Kencana. Susanto A. 2008. Analisis Sektor Potensial dan Pengembangan Wilayah Guna Mendorong Pembangunan di Kabupaten Rembang. Jurnal Ekonomi dan Manajemen Vol. 18 No. 2. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Tarigan R. 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Medan (ID): Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. ________. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Penerbit Bumi Aksara. ________. 2007. Perencanaan Pembangunan Regional. Jakarta (ID): Penerbit PT. Bumi Aksara. Todaro MP dan Smith SC. 2004. Pembangunan Ekonomi. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Triseptina V. 2006. Analisis Sektor-sektor Unggulan Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Usya N. 2006. Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yulianita A. 2008. Analisis Sektor Unggulan dan Pengeluaran Pemerintah di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Jurnal Ekonomi Pembangunan Hal: 70-85. Palembang (ID): Universitas Sriwijaya. Zainudin K. 2012. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bone Periode 2006-2012. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.
46 Lampiran 1 Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinearitas LNPTKB LNPTKB LNLP LNTKP LNPDV LNPAD
1 0.634556 0.44745 0.447423 -0.10206
LNLP LNTKP LNPDV LNPAD 0.634556 0.44745 0.447423 -0.10206 1 0.926335 0.139185 -0.13513 0.926335 1 -0.02637 -0.22811 0.139185 -0.02637 1 0.066932 -0.13513 -0.22811 0.066932 1
Lampiran 2 Hasil Pengujian dengan Metode PLS (Pooled Least Square) untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Dependent Variable: LNPTKB Method: Panel Least Squares Date: 10/14/14 Time: 11:06 Sample: 2000 2012 Periods included: 13 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 65 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNLP LNTKP LNPDV LNPAD C
1.032723 -0.508949 0.396136 -0.253562 5.417326
0.189124 0.154802 0.142798 0.175462 3.197548
5.460571 -3.287748 2.774099 -1.445113 1.694213
0.0000 0.0017 0.0074 0.1536 0.0954
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.607254 0.581071 1.015270 61.84637 -90.61465 23.19262 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
8.574630 1.568596 2.941989 3.109250 3.007984 0.716266
47 Lampiran 3 Hasil Pengujian dengan Metode Fixed Effect untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Dependent Variable: LNPTKB Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 10/14/14 Time: 11:08 Sample: 2000 2012 Periods included: 13 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 65 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNLP LNTKP LNPDV LNPAD C
0.084428 0.053094 0.132266 0.094540 4.905333
0.037044 0.034275 0.036533 0.021002 0.480214
2.279127 1.549091 3.620466 4.501401 10.21489
0.0265 0.1270 0.0006 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.988268 0.986592 0.189107 589.6416 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
10.72452 5.104438 2.002643 1.047089
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.983797 2.551517
Mean dependent var Durbin-Watson stat
8.574630 0.889102
48 Lampiran 4 Hasil Pengujian dengan Metode Random Effect untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Dependent Variable: LNPTKB Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 10/14/14 Time: 11:17 Sample: 2000 2012 Periods included: 13 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 65 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNLP LNTKP LNPDV LNPAD C
1.032723 -0.508949 0.396136 -0.253562 5.417326
0.038402 0.031433 0.028996 0.035628 0.649273
26.89230 -16.19155 13.66192 -7.116911 8.343683
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
3.96E-06 0.206154
Rho 0.0000 1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.607254 0.581071 1.015270 23.19262 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
8.574630 1.568596 61.84637 0.716266
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.607254 61.84637
Mean dependent var Durbin-Watson stat
8.574630 0.716266
49 Lampiran 5 Hasil Hausman Test untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: RW Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
1399.227577
4
0.0000
Lampiran 6 Hasil Chow Test untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan Redundant Fixed Effects Tests Equation: FW Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic
d.f.
Prob.
469.995967
(4,56)
0.0000
Lampiran 7 Uji Normalitas untuk Mengestimasi Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Perkebunan 9
Series: Standardized Residuals Sample 2000 2012 Observations 65
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
9.78e-17 0.011413 0.519494 -0.420308 0.176893 0.210463 3.184512
Jarque-Bera Probability
0.572064 0.751239
2 1 0 -0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
50
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Ria Brilian Kusumastuti, lahir di Sukoharjo pada tanggal 1 Juni 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Wasito dan Ibu Purwati (Almh). Pada tahun 2004 penulis menamatkan jenjang pendidikan SD di SD Negeri Kateguhan II kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Selogiri. Pada tahun 2010 penulis menamatkan jenjang pendidikan di SMA Negeri 1 Tawangsari dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan ataupun organisasi kampus. Penulis dipercaya untuk menjadi staff divisi kewirausahaan (DISTRO) HIPOTESA pada tahun kepengurusan 2011-2012 kemudian pada tahun selanjutnya penulis juga dipercaya sebagai ketua divisi kewirausahaan (DISTRO) HIPOTESA. Selain itu pada tahun 2013 penulis berhasil lolos dalam acara 2nd Asean Academic Society International Conference (AASIC) dengan beberapa teman satu tim.