STRATEGI OPTIMASI SISTEM MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN PADA BANK JABAR BANTEN SYARIAH
ADNAN SHARIF
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Strategi Optimasi Sistem Manajemen Risiko Pembiayaan Pada Bank Jabar Banten Syariah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober2015
Adnan Sharif NIM H251120394
iii
RINGKASAN ADNAN SHARIF. Strategi Optimasi Sistem Manajemen Risiko Pembiayaan Pada Bank Jabar Banten Syariah. Di bawah bimbingan ABDUL KOHAR IRWANTO dan TB NUR AHMAD MAULANA.
Bank Jabar Banten (BJB) Syariah pada awalnya adalah unit usaha syariah dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat dan mulai mengelola usaha secara mandiri sejak tahun 2010. Salah satu indikator keberhasilan suatu Bank dalam mengelola risiko pembiayaan adalah tingkatNon Performing Financing (NPF). Pada tiga tahun terakhir tren NPF BJB Syariah terus mengalami peningkatan, maka diperlukan suatu penelitan mengenai tingkat dan profil risiko yang dihadapi oleh BJB Syariah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menguji hipotesis strategi manajemen risiko pembiayaan BJB Syariah, (2) Mengevaluasi tingkat risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah dan (3) Menganalisis alternatif keputusan bagi manajemen dalam halstrategi pengendalian risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah. Untuk menganalisis tingkat risiko kredit atau pembiayan yang dihadapi oleh BJB Syariah digunakan metodeCreditRisk+, sementara itu untuk menganalisis alternatif keputusan bagi manajemen dalam hal mitigasi risiko pembiayaan digunakan analisis internal dan eksternal, analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil yang didapatkan adalah profil dan tingkat risiko pembiayaan BJB Syariah masih tergolong aman. Hal ini terlihat dari expected loss periode 20122014 masih tertutupi oleh Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) yang telah dilakukan oleh BJB Syariah. Strategi paling optimum di bidang pembiayaanantara lain peningkatan peran direktur dalam membuat kebijakan strategik pembiayan seperti penyebaran portofolio pembiayaan pada sektor-sektor industri yang memiliki prospek usaha cukup sehat, menciptakan penilaian kelayakan calon debitur yang lebih hati-hati dan tepat sasaran serta memperkuat penilaian karakter calon debitur melalui penggunaan biro kredit hingga metode scorecard.
Kata Kunci : strategi optimasi, sistem manajemen, risiko pembiayaan, bank jabar banten syariah
iv
SUMMARY ADNAN SHARIF. Optimization Strategy of Financing Risk Management System at Bank Jabar Banten Syariah.Under supervision by ABDUL KOHAR IRWANTO and TB NUR AHMAD MAULANA.
Bank Jabar Banten (BJB) Syariah was a sharia division from Bank PembangunanDaerah Jawa Barat and started to manage their owned business since 2010. One of the success indicator for the Bankto manage their credit risk is a Non Performing Financing (NPF)rate. On the last three years BJB Syariah’s NPF trend keep increased, then be required a research aboutprofile and creditriskrate of BJB Syariah. The aim of this research is to: (1) Testing the hypothesis related credit risk management system at BJB Syariah, (2) Evaluating the credit risk rate that be faced by BJB Syariah and (3) Analyzing the alternatives of management decision in terms ofcredit risk mitigation strategy. To analyzing credit risk ratehas been used CreditRisk+ model, meanwhile to analyzingof alternatives for management decision has been used internal and external analysis, SWOT analysis (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) and AHP (Analytical Hierarchy Process). The result from this research is profile and credit risk rateof BJB Syariah still quite well. This matter looks from expected loss period 20122014 could be covered by reserved productive asset that had been done by BJB Syariah.The most optimization strategy on credit areaas follows enhancement director act to make a financing strategic policy such as the spread of credit portfolio on theindustrial sectors that has fit prospect, making feasibility valuation for new debtor with more prudent and right on target also strengthen character valuation for new debtor using credit bureau until scorecard method.
Keywords: optimization strategy, management system, financing risk, bank jabar banten syariah
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumu-mkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vi
STRATEGI OPTIMASI SISTEM MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN PADA BANK JABAR BANTEN SYARIAH
ADNAN SHARIF
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Mayor Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
vii
Penguji Luar Komisi pada Ujian : Dr. Ir. Budi Purwanto, ME
ix
x
PRAKATA
Puji syukur penulis hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Strategi Optimasi Sistem Manajemen Risiko Pembiayaan pada Bank Jabar Banten Syariah”. Keberhasilan dalam penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan, bimbingan, pengarahan, perhatian, dan dukungan yang telah diberikan dalam proses penyusunan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc dan BapakIr. TB Nur Ahmad Maulana, MBA, MSc, PhD selaku pembimbing, serta penguji Dr Ir.Budi Purwanto, ME dan Dr Ir. Jono M Munandar, MSc yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada orang-orang yang selama ini membantu penyelesaian studi dan penelitian diantaranya teman-teman sekelas Ilmu Manajemen Angkatan 3Pascasarjana IPB, Kang Hermawan dan Kang Ujang.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepadakeluarga tercinta antara lain Papa Achmad Yunus, MamaAmelia Zein, Kakak Azura Saphira dan Pak Tuo Amril Zeinyang selalu memberikan motivasi, doa, dukungan moral dan pengorbanan besar bagi penulis.Apresiasi tak lupa kepada seluruh sahabatkhususnya Fauzan Zamahsyarie, Ahmad Fakih, Zaki Abi Anwar, Herni Rifai, Vicka Pramudya Putra, Dian Lestari, Gamma Mufti Jauhari, Awalino Budiman dan Dinar Hadi atas dukungan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2015
Adnan Sharif
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Dimensi Risiko Kredit Analisis Lingkungan Perusahaan Metode Analytcal Hierarchy Process Penelitian Terdahulu
4 4 7 8 10
3 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengumpulan Data Uji Hipotesis Penelitian Pengolahan dan Analisis Data
12 12 13 13 14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Tingkat Risiko Pembiayaan Uji Hipotesis Analisis Faktor Internal dan Eksternal Analisis SWOT Strategi Pengendalian Risiko Pembiayaan Hasil PengolahanAHP Implikasi Manajerial
24 24 28 29 33 35 36 39
5 SIMPULAN DAN SARAN
40
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
43
xii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Portofolio pembiayaan berdasarkan kolektibilitas Nilai level hirarki Referensi penelitian terdahulu Dasar penyusunan hipotesis penelitan Uji metode CreditRisk+ Matriks IFE dan EFE Matriks SWOT Matriks pendapat individu Matriks pendapat gabungan Indeks acak Exposure at default Default rates Default rate volatility Recovery rate(RR) Loss Given Default (LGD) Potensi kerugian tahun 2012 Potensi kerugian tahun 2013 Potensi kerugian tahun 2014 Uji Hipotesis 1 Uji Hipotesis 2 Matriks IFE pembiayaan BJB Syariah Matriks IFE pembiayaan BJB Syariah Matriks SWOT pembiayaan BJB Syariah Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 3 Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 4 Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 5 Implikasi manajerial
3 9 10 13 14 18 19 21 22 23 24 24 25 25 25 26 27 27 28 28 30 31 34 37 38 39 39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Tren Non Performing Financing (NPF) Kerangka risiko kredit Kerangka pemikiran penelitian Matriks IE Struktur hirarki lengkap Perbandingan Actual Default dan VaR Matriks IE pembiayaan BJB Syariah Struktur hirariki pengendalian risiko pembiayaan BJB Syariah
1 4 12 19 20 29 32 36
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Segmentasi pembiayaan UMKM BJB Syariah Segmentasi pembiayaan Non UMKM BJB Syariah Kuesioner bobot faktor internal dan eksternal Kuesioner Analytical Hierarchy Process
44 44 45 49
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Bank Jabar Banten (BJB) Syariah pada awalnya merupakan unit usaha syariah dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat. Pada tahun 2010 BJB Syariah mulai mengelola usaha secara mandiri. Sebagai sebuah bisnis yang baru, tentunya BJB Syariah membutuhkan perencanaan yang komprehensif dan sistematis agar tujuan bisnisnya dapat tercapai. Salah satu upaya yang dilakukan oleh bank dalam rangka memperoleh keuntungan adalah melalui penyaluran pembiayaan kepada internal maupun eksternal. Kemudian dalam operasionalnya bank mengatur seberapa besar bunga atau marjin, jangka waktu dan batas maksimum pembiayaan. Salah satu ukuran keberhasilan bank dalam penyaluran pembiayaan adalah pengendalian portofolio pembiayaan nasabah tidak lancar atau Non Performing Financing (NPF). Pada Gambar 1 disampaikan tren NPF BJB Syariah posisi 31 Desember 2012 sampai 31 Desember 2014.
Rp. Juta
Non Performing Financing (NPF) 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 Non Performing Financing (NPF) NPF / Total Pembiayaan
2012
2013
2014
2,433
15,296
32,925
0.105%
0.563%
1.213%
1.400% 1.200% 1.000% 0.800% 0.600% 0.400% 0.200% 0.000%
Gambar 1. Tren Non Performing Financing (NPF) periode 2012-2014 Sumber (Data primer diolah 2015) Pada Gambar 1 di atas terlihat bahwa tren NPF BJB Syariah terus mengalami peningkatan pada periode 2012-2014. Hal ini disebabkan BJB Syariah cenderung melakukan ekspansi pembiayaan, sehingga risiko pembiayaan yang dihadapi juga meningkat setiap tahunnya. Walaupun tingkat NPF masih di bawah standar regulator yaitu 5% namun manajemen BJB Syariah menganggap peningkatan tren NPF perlu menjadi perhatian khusus. Hal ini dikarenakan tingkat risiko pembiayaan berdampak langsung terhadap alokasi penyediaan modal untuk menutupi risiko tersebut pada masa mendatang. Perhitungan tingkat risiko pembiayaan dapat menggunakan model internal untuk memperoleh alokasi modal yang lebih efisien dibandingkan model
2
standar. Menurut Crouchy (2001), bank yang menggunakan model standar harus lebih banyak menyediakan modal dibandingkan model internal. Peningkatan tingkat risiko pembiayaan menyebabkan BJB Syariah lebih memperkuat manajemen risiko dan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi manajemen BJB Syariah dalam menyusun rencana strategik untuk beberapa tahun mendatang. Pada tahun 2014 BJB Syariah telah menyusun 3 (tiga) prioritas strategi spesifik yang menitikberatkan pada inti bisnis perbankan, yaitu: 1) Penerapan budaya sadar risiko, budaya pengendalian dan budaya kepatuhan; 2) Pertumbuhan pembiayaan dengan menitikberatkan ekspansi pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM); dan 3) Peningkatan aset dengan pertumbuhan pembiayaan dan dana pihak ketiga yang seimbang. Untuk mencapai tujuan dari prioritas strategik tersebut, disusun strategi bisnis dan target sasaran. Strategi bisnis dan target sasaran disusun berdasarkan bidang yang ada di dalam struktur organisasi BJB Syariah. Terdapat beberapa bidang yang berkaitan langsung dengan 3 (tiga) prioritas strategik di atas yaitu: 1. Bidang pembiayaan terdapat strategi a) Menjaga kualitas pembiayaan yang sehat dan b) Melakukan ekspansi pembiayaan komersial. 2. Bidang manajemen risiko terdapat strategi a) Peningkatan budaya sadar risiko, b) Menyusun perumusan profil risiko setiap kantor cabang, c) Pengembangan limitlimit risiko terutama yang terkait dengan arah bisnis BJB Syariah, d) Menyempurnakan kerangka kerja manajemen risiko, dan e) Mengawasi profil risiko utama bank secara efektif. Dari prioritas dan langkah strategi di atas, perlu dikaji apakah tujuan tersebut sudah tepat dan mampu dicapai oleh BJB Syariah. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat risiko pembiayaan menggunakan model internal. Setelah diketahui tingkat risiko pembiayaan, penting juga untuk menentukan strategi pengendalian risiko. Karena pengendalian risiko sangat erat kaitannya dengan seberapa besar potensi pemasukan yang akan hilang dan berapa besar pengaruhnya terhadap profitabilitas. Oleh karena itu adanya model dan strategi pengelolaan risiko pembiayaan yang tepat diharapkan akan mengurangi potensi kehilangan pendapatan dari sektor pembiayaan BJB Syariah. Perumusan Masalah Peningkatan tingkat risiko pembiayaan pada tiga tahun terakhir menyebabkan manajemen BJB Syariah sangat perhatian terhadap pengelolaan portofolio pembiayaan. Sebagai bank yang baru beroperasi kurang dari lima tahun maka BJB Syariah perlu mengetahui tingkat risiko pembiayaan yang dihadapi saat ini. Peningkatan NPF tahun 2013 sebesar Rp12,862 juta atau 529% dari tahun 2012. Kontribusi terbesar peningkatan tersebut karena terdapat satu debitur dengan sisa hutang Rp10,080 juta masuk kolektibilitas 3 (kurang lancar). Peningkatan NPF tahun 2014 sebesar Rp17,629 juta atau 115% dari tahun 2013. Kontribusi terbesar peningkatan tersebut berasal dari satu debitur dengan sisa hutang Rp24,200 juta masuk kolektibilitas 5 (macet). Berikut disampaikan data portofolio pembiayaan BJB Syariah berdasarkan status kolektibilitas pada Tabel 1 di bawah ini.
3
Tabel 1. Portofolio pembiayaan berdasarkan kolektibilitas Status Pembiayaan Kolektibilitas Performing 1 (Lancar) Financing (PF) 2 (Dalam Perhatian Khusus) Sub Total 3 (Kurang Lancar) Non Performing 4 (Diragukan) Financing (NPF) 5 (Macet) Sub Total Grand Total PF/ Grand Total NPF/ Grand Total
2012 2,316,823 4,425 2,321,248 903 1,530 2,433 2,323,681 99.90% 0.10%
Juta Rp 2013 2,648,982 52,993 2,701,975 14,208 1,088 15,296 2,717,271 99.44% 0.56%
2014 2,556,449 125,099 2,681,548 5,435 3,215 24,275 32,925 2,714,473 98.79% 1.21%
Sumber (Data primer diolah 2015)
Setelah diketahui tingkat risiko pembiayaan maka dilakukan penentuan alternatif strategi pengendalian risiko. Berdasarkan latar belakang dan data yang ada, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah PPAP dapat menutupi kerugian akibat risiko pembiayaan? 2. Apakah standar risiko pembiayaan yang ditetapkan regulator tidak sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi dan harus diwaspadai? 3. Apakah faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan lebih berpengaruh dalam menyusun strategi manajemen risiko? Tujuan Penelitian Mengacu pada perumusan masalah seperti yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menguji hipotesis strategi manajemen risiko pembiayaan BJB Syariah 2. Mengevaluasi tingkat risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah. 3. Menganalisis alternatif keputusan manajemen BJB Syariah dalam hal strategi pengendalian risiko pembiayaan. Manfaat Penelitian
1.
2.
Manfaat penelitian ini adalah: Bagi BJB Syariah bermanfaat untuk menyusun dan memperbaiki strategi manajemen risiko yang dapat mengurangi potensi timbulnya risiko pembiayaan pada masa mendatang. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pembiayaan beserta risikonya. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terfokus pada tingkat risiko pembiayaan serta pengelolaannya dari sudut pandang BJB Syariah. Penentuan tingkat risiko pembiayaan berdasarkan data historis pembiayaan BJB Syariah periode 2012-2014.
2 TINJAUAN PUSTAKA Dimensi Risiko Kredit Menurut Djohanputro (2006), risiko adalah ketidakpastian hasil sebagai akibat keputusan, atau situasi saat ini. Risiko merupakan ukuran kuantitas, atau ukuran empiris yang dapat mengukur kemungkinan nilai suatu kejadian dengan fluktuasinya. Djohanputro (2006) mendefinisikan risiko kredit sebagai risiko dimana debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan atau turunnya mutu debitur atau pembeli, sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi. Bentuk dan Jenis Risiko Kredit Kuantitas dan mutu risiko kredit tercermin dalam kerangka risiko kredit pada Gambar 2. Penyebab gagal bayar pada risiko kredit adalah kebangkrutan dan kesulitan keuangan yang dihadapi nasabah. Apabila nasabah berada pada ambang batas kriteria kesehatan tidak dipenuhi, maka memiliki potensi gagal bayar dan menurunkan peringkat nasabah. Penurunan peringkat nasabah disebabkan penurunan kinerja nasabah. Kelemahan kontrak kredit menyebabkan pelanggaran kontrak kredit dan berpotensi dalam meningkatkan risiko kredit. Kebangkrutan nasabah
Gagal bayar
Kesulitan keuangan nasabah
Potensi gagal bayar
Ambang batas kriteria kesehatan tidak dipenuhi
Penurunan peringkat nasabah
Penurunan kinerja nasabah
Kelemahan kontrak kredit
Risiko Kredit
Pelanggaran kontrak Potensi pelanggaran kontrak
Gambar 2. Kerangka risiko kredit (Djohanputro 2006) Analisis Internal Risiko Kredit Menurut Lam (2003), analisis internal risiko kredit atau model portofolio kredit digunakan untuk mengukur risiko kredit dari eksposur individual dan menghitung besarnya kerugian yang dihadapi. Analisis internal risiko kredit terdiri dari beberapa model, yaitu : 1. Financial Models yang terdiri dari The RiskMetric Group’s and Kealhofer, McQuown and Vasicek (KMV’s) Portofolio Manager yang mengacu pada analisis terhadap struktur modal. Analisis pada model ini berdasarkan pada
2
2.
kemungkinan tingkat kegagalan debitur (peminjam) yang ditinjau dari nilai asset. Model ini digunakan untuk menganalisis nilai foreign currency swaps dan option pricing Econometric Model, yaitu McKinsey and Company’s Credit Portofolio View yang mengukur tingkat kegagalan (default rate) untuk debitur individu atau kelompok dengan memperhitungkan perilaku peubah makro ekonomi. Actuarial Model, yaitu CreditRisk+ Model. CreditRisk+ Model didasari oleh pendekatan portofolio untuk membentuk pola risiko kegagalan kredit dari informasi jumlah eksposur dan mutu kredit. Pengukuran CreditRisk+ Model menggunakan recovery rates, tingkat gagal bayar (default rates) dan volatilitas gagal bayar (default rates volatilities). Metode CreditRisk+ bersifat default model yang berarti semua eksposur portofolio menunjukkan risiko gagal bayar kredit konsumen. Model ini bisa diterapkan untuk menghitung risiko kredit, dimana distribusi kerugian dari portofolio kredit dicerminkan oleh frekuensi dari default kredit (frequency of event) dan nilai dari kredit yang gagal (severity of loan losses).
Kriteria Pengukuran Untuk mendapatkan hasil terbaik dari pelaksanaan manajemen risiko kredit, dimana salah satu pilar yang harus diperhatikan adalah masalah pengukuran risiko kredit. Bank Indonesia (BI) tidak menetapkan secara spesifik pendekatan pengukuran risiko kredit yang harus dijalankan oleh bank. Namun demikian, BI telah memberikan arah dalam pengaturan pengukuran risiko kredit yang mengacu pada konsep Basel yang harus dipedomani perbankan (Idroes 2008). 1. Basel I Basel I menerapkan standar umum untuk menghitung seluruh risiko dan menghitung kecukupan modal (capital adequency) 8% berdasarkan nilai Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). ATMR dihitung berdasarkan bobot risiko pada masing-masing aset pada portofolio bank. Metode pengukuran risiko kredit tersebut kurang sensitif terhadap perubahan risiko, karena bobot risiko untuk kredit dianggap sama, yaitu 100% tanpa ada pembedaan karakteristik risiko masing-masing perusahaan (private atau corporate). 2. Basel II Basel II adalah pengukuran risiko kredit dengan pendekatan model standard Basel II menggunakan metodologi yang sama dengan pengukuran risiko kredit sebelumnya (konsep ATMR–Basel I), namun disusun lebih peka terhadap risiko karena bobot risiko kredit masing-masing instrumen ditetapkan berdasarkan tingkatan dari instrumen tersebut dan mutu kreditnya. Terdapat dua (2) alternatif pendekatan dalam perhitungan risiko kredit dalam Basel II, yaitu : a. Standardised Approach (PendekatanTerstandar) Dalam Standardised Approach (SA), bank menggunakan metode perhitungan sebagaimana digunakan dalam Basel I. Perbedaannya terletak pada kategorisasi aset dan besarnya bobot risiko yang didasarkan pada peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat eksternal. Tujuan metode ini
3
adalah untuk menghitung cadangan modal (capital requirement) yang dibutuhkan oleh bank dan yang sebaiknya disisihkan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya kerugian akibat timbulnya risiko kredit. b. Internal Rating-Based Approach (Pendekatan Rating Internal) Dalam Internal Rating-Based Approach (IRB) bank diperkenankan menggunakan model internal dalam menghitung kebutuhan modal. Pendekatan ini diyakini memiliki akurasi lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan terstandar dan menghasilkan perhitungan permodalan yang lebih sesuai dengan profil risiko bank. Asumsi utama dalam pendekatan ini adalah bank pada dasarnya lebih mengetahui karakter dan kondisi debitur dibandingkan lembaga pemeringkat. Melalui pendekatan ini, bank dimungkinkan untuk menerapkan diferensiasi yang lebih tepat untuk masingmasing kategori asetnya. Komponen yang menjadi parameter utama dalam pendekatan IRB : 1) Probability of Default (PD), yaitu kecenderungan terjadinya default (gagal bayar) untuk setiap kategori aset. Untuk itu Bank harus menyediakan komponen PD untuk setiap kelompok debitur berdasarkan perhitungan internalnya. 2) Loss Given Default (LGD) adalah persentase kerugian yang diperkirakan akan terjadi, jika debitur default. 3) Exposure at Default (EAD) adalah perkiraan nilai eksposur pada saat terjadi default. 4) Maturity (M) adalah jangka waktu efektif dari eksposur bank. 3. CreditRisk+ Portfolio Salah satu model yang dapat digunakan oleh perbankan untuk pengukuran risiko kredit yang didasarkan atas data historis peminjamnya adalah menggunakan metode CreditRisk+ Portfolio. Metode ini merupakan pengembangan dari metode CreditRisk+ yang dapat mengukur estimasi kerugian dibulan berikutnya. Metode ini merupakan model aktuaria dalam perhitungan risiko kredit dengan menggunakan foundation approach. Pengukuran risiko kredit dengan menggunakan metode ini diperkenalkan oleh Credit Suisse First Boston (CSFB) pada akhir tahun 1997, yang bertujuan untuk menghitung distribusi kegagalan dari suatu kredit portofolio berdasarkan metodologi matematika (actuarial). Dengan mengetahui distribusi kegagalan akan diketahui nilai risiko dari suatu portofolio kredit. CreditRisk+ Portfolio digunakan untuk mencari peluang jumlah debitur yang default dalam suatu periode yang dinyatakan dengan poisson distribution. Model ini menitikberatkan tingkat default sebagai peubah acak dan memasukan variabilitas tingkat default untuk mengatasi ketidakpastian. Metode ini didasarkan pada pendekatan credit default model yang menggambarkan informasi jumlah dan batas waktu eksposure serta pengukuran risiko kredit sistematik debitur. Metode CreditRisk+ Portfolio memiliki kelebihan, yaitu relatif mudah untuk diimplementasikan dan kemudahan dalam ketersedian data. Kontribusi
4
marginal dari debitur dengan mudah dapat dihitung, CreditRisk+ Portfolio juga memfokuskan pada kondisi default yang dibutuhkan untuk mengestimasi potensi risiko. Dari berbagai instrument, data yang dibutuhkan hanya probability default, eksposure dan recovery rate (tingkat penerimaan kembali piutang yang sudah dihapusbukukan). CreditRisk+ memposisikan pada kondisi debitur tidak mampu membayar kewajiban yang dibutuhkan untuk mengestimasi potensi risiko. Keterbatasan metode CreditRisk+ (Crouhy, Galai dan Mark 2001) adalah : a. Asumsi bahwa risiko kredit tidak berhubungan dengan risiko pasar. b. Besarnya eksposur dari tiap debitur tetap dan tidak sensitif terhadap perubahan. c. Tidak memperhitungkan mitigasi risiko. Analisis Lingkungan Perusahaan Lingkungan perusahaan dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal terdiri dari peubah-peubah ancaman dan peluang yang berada di luar kontrol manajemen perusahaan. Lingkungan internal terdiri dari peubah-peubah yang merupakan kekuatan dan peluang serta berada dalam kontrol manajemen perusahaan (Wheelen dan Hunger 2008). Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan internal adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang serta mengatasi ancaman. Hal ini menjelaskan bahwa analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian sumber daya organisasi (Wheelen dan Hunger 2008). Menurut David (2009), kekuatan dan kelemahan internal merupakan aktivitas organisasi yang dapat dikontrol untuk dijalankan dengan sangat baik atau sangat buruk. Faktor-faktor internal ini muncul dalam aktivitas manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan (Litbang) serta sistem informasi manajemen dari sebuah bisnis. Analisis lingkungan eksternal Analisis lingkungan eksternal dilakukan untuk mengembangkan peluang yang dapat menguntungkan organisasi atau perusahaan dan menghindari berbagai ancaman. Peluang dan ancaman meliputi berbagai tren dan kejadian ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan dan teknologi yang secara nyata dapat menguntungkan, atau merugikan organisasi di masa mendatang (David 2009). Analisis Perumusan Strategi Teknik perumusan strategi dapat diintegrasikan pengambilan keputusan tiga (3) tahap (David 2009), yaitu: 1. Tahap Input Tahap ini terdiri dari:
ke
dalam
kerangka
5
2.
3.
a. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan. b. Matrik Evaluasi Faktor Internal (IFE) yang digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Tahap Pencocokan Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri dari: a. Matriks Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman) (SWOT) merupakan sebuah alat pencocokan yang membantu manajer mengembangkan empat jenis strategi, yaitu (1) Strategi SO (kekuatan-peluang) memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal; (2) Strategi WO (kelemahan-peluang) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara menarik keuntungan dari peluang eksternal; (3) Strategi ST (kekuatan-ancaman) menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari, atau mengurangi dampak ancaman eksternal; (4) Strategi WT (kelemahanancaman) merupakan strategi defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. b. Matriks Internal-Eksternal (IE). Matriks ini memposisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan sel yang didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu skor bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang mempunyai implikasi strategik yang berbeda-beda, yaitu (1) Divisi-divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan membangun (grow and build); Divisi-divisi yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan mempertahankan (hold and maintain); (3) Divisi yang masuk ke dalam sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau divestasi (harvest or divest). Tahap Keputusan Tahap pengambilan keputusan dapat menggunakan Matriks Perencanaan Strategik Kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Metode Analytical Hierarchy Process
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode pengambilan keputusan sederhana dan fleksibel, menampung kreativitas dalam rancangannya terhadap suatu masalah. Model AHP pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, ahli matematika dari University of Pitsburgh, Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. Analisis AHP ditujukan untuk membuat model permasalahan yang tidak terstruktur dan biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah–masalah terukur maupun masalah–masalah yang memerlukan pendapat (judgement). Menurut Saaty (1993) AHP dapat digunakan untuk pengambilan keputusan seperti: menetapkan prioritas, menghasilkan seperangkat alternatif, memilih alternatif kebijakan terbaik, menetapkan berbagai persyaratan, mengalokasikan sumber daya, meramalkan hasil, menaksir risiko, mengukur prestasi, merancang sistem, merencanakan dan memecahkan konflik.
6
AHP memasukan aspek kualitatif dan kuantitatif pikiran manusia (Saaty 1993). Aspek kualitatif mendefinisikan persoalan dan hirarkinya, sedangkan aspek kuantitatif mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Pada penerapan metode AHP yang diutamakan adalah mutu data dari responden dan tidak tergantung pada kuantitasnya. Penilaian AHP memerlukan para pakar sebagai responden dalam pengambilan keputusan pemilihan alternatif. Para pakar disini merupakan orang–orang kompeten yang benar–benar menguasai, mempengaruhi pengambilan kebijakan atau benar–benar mengetahui informasi yang dibutuhkan. Jumlah responden dalam metode AHP tidak memiliki perumusan tertentu, namun hanya ada batas minimum, yaitu dua orang responden. Dalam metode AHP terdapat tiga (3) prinsip untuk memecahkan persoalan, yaitu : 1.
Menyusun hirarki Penyusunan hirarki dimulai dari permasalahan kompleks yang diuraikan menjadi unsur pokok, unsur pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya secara hirarki. Susunan hirarki terdiri dari tujuan, kriteria dan alternatif. Penilaian dilakukan melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1993) skala 1-9 merupakan skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai level hirarki Nilai Keterangan 1 Faktor vertikal sama penting dengan faktor horizontal 3 Faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal 5 Faktor vertikal jelas lebih penting dengan faktor horizontal 7 Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor horizontal 9 Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horizontal 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua (2) nilai yang berdekatan 1/(2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9
2.
3.
Penentuan prioritas Penentuan prioritas diperoleh melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) pada setiap level hirarki. Prinsip ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua unsur pada suatu level tertentu dalam kaitannya dengan level di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena berpengaruh terhadap prioritas unsur–unsur. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam matriks Pairwise Comparison. Konsistensi logis Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah obyek–obyek yang serupa dapat dikelompokan sesuai keseragaman dan relevansi. Arti kedua, menyangkut pada tingkat hubungan antara obyek–obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Dengan konsistensi logis menjamin bahwa unsur dikelompokan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.
7
Penelitian Terdahulu Agar penelitian ini lebih terarah pada masalah pokok yang ditelaah, ada beberapa tinjauan hasil penelitian terdahulu yang menjadi referensi bagi peneliti dalam mengembangkan analisis pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Referensi penelitan terdahulu No Peneliti dan Judul Penelitian Tahun 1. Kollar and Cisko Credit Risk (2014) Quantification with the use of CreditRisk+
2.
Darmanto, Latifah and Susanti (2014)
Penerapan Metode AHP (Analythical Hierarchy Process) Untuk Menentukan Kualitas Gula Tumbu Overview SWOT Analysis Method and Its Application In Organizations
3.
Abdi et al (2013)
4.
Yustine, Hoyyi and Maruddani (2012)
Pengukuran Probabilitas Kebangkrutan dan Valuasi Obligasi Korporasi dengan Metode CreditRisk+
5.
Matjik (2011)
Analisis Pengukuran Risiko Pembiayaan Dengan Model Standar Dan Internal Pada BPRS Harta Insan Karimah
Temuan Penelitian CreditRisk+ adalah model distribusi gagal bayar menggunakan sebaran Poisson. Hasil dari model tersebut adalah peluang distribusi gagal dengan menggunakan distribusi kelompok individu. Hasil penelitan menunjukkan aplikasi sistem penunjang keputusan dengan metode AHP lebih cepat dibandingkan perhitungan secara manual dan lebih efisien serta akurat. Hasil penelitian menunjukkan cara menghubungkan analisis SWOT dengan metode lainnya antara lain Balance Scorecard BSC dan QFD. Penelitian ini mengkaji peluang gagal bayar obligasi PT. Berlian Laju Tanker, Tbk periode 20072012. Peluang gagal bayar dari Obligasi III Berlian Laju Tanker adalah 0,632 senilai Rp153.481.545.500,-. Model internal menggunakan CreditRisk+ lebih efisien dalam mengukur risiko pembiayaan dibandingkan model standar. Hal ini dikarenakan capital charge yang dihasilkan model internal jauh lebih rendah.
8
No 6.
Peneliti dan Tahun Crouchy, Galai and Mark (2000)
Judul Penelitian A Comparative Analysis of Current Credit Risk Models
Temuan Penelitian Penelitan ini mengkaji perbandingan analisa model risiko kredit. Analisa pertama adalah CreditMetrics. Analisa kedua adalah pendekatan struktural dimana gagal bayar terjadi ketika nilai asset perusahaan jatuh di bawah tingkat kritis. Analisa ketiga adalah pendekatan menggunakan CreditRisk+, Analisa terakhir adalah CreditPortfolio View dimana peluang gagal bayar disesuaikan dengan kondisi makro.
3 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Manajemen risiko pembiayaan diperlukan sebagai strategi BJB Syariah untuk mengelola risiko serta mencapai keuntungan yang optimal. Pada akhirnya dapat diketahui bahwa sejumlah modal yang efisien untuk menutupi dan meminimalisir kerugian dari risiko kredit sebagai rekomendasi alternatif bagi manajemen puncak dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan. Kerangka operasional penelitian ini dimuat pada Gambar 3. BJB Syariah
Penyusunan Hipotesis Manajemen Risiko Pembiayaan
Kuantitas Eksposur Risiko
CreditRisk+
Faktor Internal
Matrix Internal Factor Evaluation (IFE)
Faktor Eksternal
Matrix External Factor Evaluation (EFE)
Internal Matrix – External (IE)
Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT)
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Uji Hipotesis &Rekomendasi Strategi Manajemen Risiko Pembiayaan Rekomendasi Pengelolaan Pembiayaan GambarStrategi 3. Kerangka pemikiran penelitianBJB Syariah
2
Pengumpulan Data
1.
2.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data Primer Data primer diperoleh melalui pencatatan, pengumpulan data dan wawancara langsung dengan pejabat berwenang yang terkait dengan penyaluran pembiayaan di BJB Syariah. Kegiatan wawancara terhadap pakar dari BJB Syariah dilakukan untuk memperoleh informasi yang dapat disaring menjadi peubah kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat digunakan sebagai input untuk alat analisis SWOT dan AHP. Analisis AHP digunakan untuk memetakan beberapa pilihan strategi yang berbasis pendapat para ahli. Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui data historis BJB Syariah, studi literatur, laporan penelitian dan publikasi elektronik. Jenis data sekunder yang digunakan adalah laporan tahunan BJB Syariah periode 2010-2014 dan bahan-bahan penunjang terkait penelitian. Uji Hipotesis Penelitan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka hipotesis yang diuji pada penelitian ini diantaranya: 1. Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) dapat menutupi nilai kerugian akibat risiko pembiayaan menggunakan model internal. 2. Pengukuran risiko pembiayaan menggunakan model internal lebih efisien dalam hal penentuan KPMM dibandingkan model standar dari regulator. 3. Faktor internal pengendalian manajemen risiko lebih penting, walaupun faktor eksternal masih berpengaruh. Penyusunan hipotesis tersebut di atas dilakukan dengan pertimbangan yang disampaikan pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Dasar penyusunan hipotesis penelitian No. 1.
2.
Perbandingan Model Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
Model Standar (Regulator) Penetapan KPMM sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Bobot risiko kredit
Bobot risiko kredit dianggap sama yaitu 100% tanpa ada perbedaan masing-masing debitur.
Model Internal KPMM sebesar kerugian maksimum dari data kumulatif peluang gagal bayar pembiayaan bank (unexpected loss). Bobot risiko dikategorikan menggunakan distribusi atas dasar kualitas kredit untuk mencari probabilitas default tiap debitur.
3
No. 3.
Perbandingan Model Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP)
4.
Alokasi modal (Capital Charge)
Model Standar (Regulator) PPAP mengikuti ketentuan regulator, yaitu prosentase status baki debet: 1% (lancar), 25% (dalam perhatian khusus), 50% (kurang lancar) dan 100% (macet). Makin besar total eksposur pembiayaan atau ATMR, maka alokasi modal untuk menutupi risiko pembiayaan makin besar.
Model Internal PPAP adalah sebesar kerugian yang diperkiran terjadi dari data peluang gagal bayar pembiayaan bank (expected loss) menggunakan sebaran Poisson. Alokasi modal hanya sebesar nilai unexpected loss sehingga tidak berpengaruh terhadap total eksposur pembiayaan bank.
Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan secara kualitatif dilakukan dengan mengkaji konsep manajemen risiko pembiayaan berdasarkan teori dan prinsip yang telah berkembang. Metode kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko pembiayaan dan menganalisis pengelolaan serta pengendalian risiko. Metode kualitatif juga digunakan untuk mengukur mutu manajemen risiko pembiayaan. Metode kuantitatif digunakan untuk mengukur risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah. Semua data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 dan software Expert Choice 11. Metode CreditRisk+ berdasarkan penelitian Matjik (2011) diketahui bahwa pengukuran risiko pembiayaan di BPRS Harta Insan Karimah menggunakan model internal (CreditRisk+) lebih efisien dibandingkan model standar karena adanya selisih capital charge sebesar Rp9,689 juta tahun 2010. Metode ini digunakan dalam penelitian karena telah dilakukan uji kesesuaian model dengan data portofolio pembiayaan BJB Syariah pada Tabel 5, diantaranya: Tabel 5. Uji metode CreditRisk+ No. 1.
Karakterisiktik Definisi risiko kredit
Model CreditRisk+ Risiko kredit tidak berhubungan dengan risiko pasar
2.
Jumlah baki debet tiap debitur
Jumlah baki debet tiap debitur relatif kecil
Data internal BJB Syariah BJB Syariah merupakan bank non-devisa sehingga tidak terpengaruh risiko pasar dalam penyaluran pembiayaan. Rata-rata jumlah baki debet tiap debitur maksimal Rp200 juta karena didominasi oleh pinjaman konsumtif Pegawai Negeri Sipil (PNS) pemerintah daerah.
4
No. 3.
Karakterisiktik Jumlah rekening pembiayaan
Metode CreditRisk+ Jumlah rekening pembiayaan relatif banyak.
4.
Variabel tingkat bunga bank dan spekulasi
Tidak memasukkan variabel bunga bank dan spekulasi yang mempengaruhi perhitungan tingkat risiko pembiayaan.
Data internal BJB Syariah Jumlah debitur BJB Syariah cukup banyak, dimana pada 31 Desember 2014 mencapai 21.554 nasabah. Perbankan syariah seperti BJB Syariah tidak diperkenankan menghitung varibel tingkat bunga bank dan spekulasi.
Menurut Credit Suisse First Boston (CSFB) (1997), tahapan yang dilakukan dalam metode ini meliputi: 1. Pengelompokan Eksposur dalam Band Eksposur diperoleh dari baki debet yang berpotensi default (gagal bayar). Eksposur kemudian dibagi kedalam beberapa band. Masing-masing band terdiri dari beberapa kelas. 2. Penghitungan Probability of Default Tahap ini dilakukan dengan menghitung rataan kemungkinan gagal bayar (probability of default) dan standar deviasi (standard deviation) setiap kelompok konsumen. Probability of default merupakan persentase gagal bayar bersih yang telah dikurangi oleh recovery rate. Recovery rate adalah persentase nilai utang yang dapat dibayar kembali atau persentase rataan tagihan tertunggak yang dapat dilunasi konsumen. Nilai recovery rate akan menurunkan tingkat kerugian dimana besarnya kerugian akibat adanya kredit yang gagal bayar akan segera ditutup sebagian dengan adanya recovery. 3. Mengukur Expected Loss Expected Loss (EL) merupakan kerugian akibat gagal bayar yang harus dapat ditutupi oleh provisi yang telah dicadangkan. Expected Loss (EL) merupakan hasil perkalian antara LGD dengan probability of default untuk seluruh kelompok debitur yang dapat dinotasikan : ELA=LGDA X PA...............…………….………………….......…………(1) Dimana : ELA = Expected Loss debitur A LGDA = Loss GivenDefault debitur A PA = Probability default debitur A Loss Given Default/Real Loss merupakan kewajiban debitur tidak tertagih yang tergantung dari status debitur bangkrut. Nilai real loss berkisar dari angka nol sampai dengan satu. Apabila nilai real loss nol merupakan nilai real loss yang paling rendah, maka tidak ada kerugian sama sekali dan recovery rate sama dengan 100%. Nilai real loss/LGD dapat dinotasikan : LGD = Eksposur – RR ..............……………….........................…..........…(2)
5
4.
RR = Recovery Rate Recovery Rate merupakan hasil bagi jumlah kewajiban debitur yang dihapusbukukan di kelas tertentu dengan nilai kelas tertentu yang dinyatakan dalam persentase. Nilai outstanding dari debitur yang dihapusbukukan dikelompokkan di dalam band dan kelas Mengukur Expected Number of Default pada tiap band ....................................................................................................(3) Dimana : µ = Expected number of default pada kelas ke-j ELj = Expected Loss pada kelas ke-j Lj = kelas ke-j Sedangkan ELj dapat dinotasikan berikut :
EA diperoleh dari :
Dimana : = Eksposur tiap debitur pada band L EA L = Band 5.
6.
Menghitung Total Expected Loss Total expected loss merupakan penjumlahan dari expected loss tiap band. Expected loss tiap band diperoleh dari penjumlahan expected loss tiap kelas pada band tersebut. Expected loss tiap kelas dapat dinotasikan berikut : EL=µ x Lj x L x Real Loss..............................................................................(6) Menghitung Unexpected Loss Unexpected Loss (UL), merupakan kerugian akibat gagal bayar konsumen yang harus dapat dikendalikan, meskipun tidak diharapkan sebelumnya. Unexpected Loss adalah nilai kumulatif kemungkinan gagal (cumulative probability of default) yang diasumsikan mencapai tingkat keyakinan tertentu. Cumulative probability of default menggunakan distribusi Poisson dengan asumsi kemungkinan gagal (probability of default) dari sebagian kelompok konsumen bernilai kecil dan kejadian macet antar kelompok debitur saling independen. Dalam Crouhy et al. (2001), rumus distribusi Poisson dinotasikan berikut : e -µ µn Peluang (n defaults) = .........................................................(7) n! Dimana :
6
n = Jumlah konsumen yang gagal bayar e = Nilai distribusi Poisson (2,718281828) µ = Nilai rataan expected number of default sehingga dapat dirumuskan: UL = n x Lj x L x Real Loss..........................................................................(8) 7.
8.
Modal Ekonomi (Economic Capital) Economic Capital adalah modal yang harus dimiliki perusahaan untuk menutupi kerugian maksimum yang disebabkan oleh gagal bayar debitur pada portofolio kredit. Economic Capital dalam pengukuran risiko kredit diperoleh dari selisih UEL dan EL. Economic Capital = UEL – EL....................................................................(9) Uji Validitas Menurut Jorion (2006) backtesting adalah uji statistik membandingkan banyaknya pengecualian dalam suatu pengamatan terhadap jumlah yang diharapkan (Value at Risk). Pengecualian memiliki definisikan dimana kondisi actual default lebih buruk daripada Value at Risk (VaR). Berdasarkan hasil penelitan Iskandar (2011) dan Matjik (2011) backtesting model CreditRisk+ dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran VaR dengan kerugian aktual tiap periode. Salah satu model Backtesting yang direkomendasikan The Basel Committee perihal penerimaan model internal adalah Kupiec Test. Model ini akan memeriksa apakah VaR sesuai dengan tingkat keyakinan yang ditetapkan. Selanjutnya uji hipotesis dilakukan dengan membandingkan Likelihood Ratio (LR) dengan Critical Value (CV). LR = -2ln [(1-P)T-V.Pv]+2ln[(1-V/T)T-V.(V/T)v] ………………………..(10) Dimana : LR P T V
= = = =
Llikelihood Ratio Confidence Level Jumlah data yang diobservasi Jumlah ambang batas kesalahan
Setelah diperoleh LR maka perlu dilakukan uji hipotesis; hipotesis diterima atau model dapat diterima apabila LR< CV dan hipotesis ditolak atau model tidak diterima apabila LR > CV. Analisis Faktor Internal dan Eksternal Untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan atau organisasi berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, disusun matriks IFE dan EFE dengan tahapan berikut: a. Mengindentifikasi dan menelaah secara mendalam terhadap setiap faktor yang menjadi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan yang memengaruhi perusahaan.
7
b.
Memberi bobot setiap faktor dengan angka 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot tersebut menandakan tingkat kepentingan relatif faktor tersebut. Jumlah seluruh bobot sama dengan 1,0. Memberikan peringkat 1-4 pada setiap faktor internal dan eksternal utama untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, di mana : 4 = respon sangat bagus 3 = respon di atas rataan 2 = respon rataan 1 = respon di bawah rataan Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk memperoleh nilai tertimbang. Menjumlahkan seluruh skor terbobot untuk mendapatkan skor terbobot total (total weighted score). Dalam matriks EFE, skor bobot total tertinggi yang mungkin dicapai 4,0, skor bobot terendah 1,0 dan rataan skor bobot 2,5. Skor bobot 4,0 mengindikasikan organisasi merespon sangat baik peluang dan ancaman yang ada. Skor total 1,0 menandakan organisasi tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada atau menghindari ancaman yang muncul. Dalam matriks IFE, skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan posisi internal organisasi yang lemah, sedangkan skor di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Model matriks IFE dan EFE ditunjukkan pada Tabel 6.
c.
d. e.
Tabel 6. Matriks IFE dan EFE Faktor internal/eksternal utama
Bobot (a)
Peringkat (b)
Nilai tertimbang (a x b)
Kekuatan / Peluang 1. 2. n. Kelemahan / Ancaman 1. 2. n. Total Sumber (David 2009)
Analisis Matriks Internal – Eksternal (IE) Matriks IE terdiri dari dua (2) dimensi, yaitu total skor matriks IFE pada sumbu x dan total skor matriks EFE pada sumbu y. Skor bobot IFE 1,0-1,99 menunjukkan posisi internal lemah, skor 2,0-2,99 posisinya sedang dan skor 3,0-4,0 posisinya kuat. Skor bobot EFE 1,0-1,99 menunjukkan posisi rendah, skor 2,0-2,99 posisinya sedang dan skor 3,0-4,0 posisinya tinggi. Matriks IE menurut David (2009) dapat dilihat pada Gambar 4.
8
Skor Total IFE Kuat 4,0
3,0
I Grow and Build
II Grow and Build
3,0
IV Grow and Build
V Hold and Maintain
2,0
VII Hold and Maintain
Rataan Rendah 1,0
Lemah 2,0
4,0 Tinggi Skor Total EFE
Rataan
1,0
III Hold and Maintain
VIII Harvest & Divestiture
VI Harvest & Divestiture IX Harvest & Divestiture
Gambar 4. Matriks IE (David 2009)
Analisis SWOT Matriks SWOT pada Tabel 7 terdiri dari sembilan (9) sel, terdapat empat (4) sel faktor utama, empat (4) sel strategi dan satu (1) sel yang dibiarkan kosong (sel kiri atas). Keempat sel strategi yang diberi nama SO, WO, ST dan WT. Dalam membentuk matriks SWOT terdapat delapan (8) langkah : a. Membuat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan. b. Membuat daftar ancaman-ancaman utama perusahaan. c. Membuat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan. d. Membuat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan. e. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan masukkan hasilnya pada sel strategi SO. f. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan masukkan hasilnya pada sel strategi WO. g. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan masukkan hasilnya pada sel strategi ST. h. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan masukkan hasilnya pada sel strategi WT. Tabel 7. Matriks SWOT IFE
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Menciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI ST
STRATEGI WT
EFE
Peluang (O)
Ancaman (T)
Menciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Sumber (David 2009)
Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
9
Penentuan Prioritas dengan AHP Dalam menentukan prioritas faktor, aktor, tujuan dan strategi untuk mengelola dan mengendalikan risiko dilakukan dengan metode AHP (Saaty, 1993). Langkah awal dalam AHP adalah menyusun hirarki. Penentuan faktor, aktor dan tujuan dilakukan melalui kuesioner, sedangkan alternatif strategi didapatkan dari analisis SWOT yang sudah dilakukan sebelumnya. Langkah dalam penggunaan metode AHP sebagai suatu alat untuk memecahkan persoalan sebagai berikut: a. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan. Hal pertama yang dilakukan yaitu mengidentifikasi persoalan dengan melakukan analisis mendalam terhadap persoalan yang dihadapi dan ingin dipecahkan. Setelah itu dapat dilakukan pengidentifikasian dan pemilihan unsur–unsur yang akan masuk komponen sistem, seperti focus, forces, actors, objecitives dan scenario dalam struktur AHP nantinya. Komponen-komponen sistem diidentifikasikan berdasarkan kemampuan pada analisis untuk menemukan unsur–unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem. b. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajerial secara menyeluruh. Hirarki merupakan suatu abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk saling berkaitan. Struktur hirarki disusun berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil berdasarkan sudut pandang dari tingkat puncak sampai ke tingkat dimana dimungkinkan campur tangan untuk memecahkan persoalan tersebut. Hirarki yang dapat terbentuk dalam metode AHP sendiri dapat berupa hiraki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam struktur hirarki lengkap, semua unsur pada satu tingkat memiliki hubungan dengan semua unsur yang ada pada tingkat berikutnya. F
Fokus
Aktor
Tujuan
Alternatif
F1
K1
K11
F2
F3
F4
K2
K3
K4
Kn
K12
K13
K14
Kn1
Gambar 5. Struktur hirarki lengkap c.
Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks perbandingan berpasangan ini berfungsi untuk mengetahui kontribusi dan pengaruh setiap unsur yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh yang berada setingkat di atasnya. Pada matriks ini, pasangan–pasangan unsur
10
d.
5.
6.
dibandingkan berkenaan suatu kriteria di tingkat yang lebih tinggi. Dalam membandingkan dua unsur, biasanya memberi suatu pertimbangan yang menunjukan dominasi sebagai bilangan bulat. Matriks ini memiliki satu tempat untuk memasukkan bilangan itu dan satu tempat lain untuk memasukan nilai resiprokalnya. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matriks dilangkah 3. Setelah matriks pembanding berpasangan antar unsur dibuat, dilakukan pembandingan berpasangan antar setiap unsur pada kolom ke-i dengan setiap unsur pada baris ke-j. Pembandingan berpasangan antar unsur tersebut dilakukan dengan pertanyaan “seberapa kuat unsur baris ke-I didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak hirarki, dibandingkan dengan kolom ke-j?”. Apabila unsur-unsur yang dipertimbangkan merupakan sebuah peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah “seberapa lebih mungkin suatu unsur baris ke-i dibandingkan dengan unsur dipuncak hirarki?”. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel Lampiran 3. Angka–angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu unsur dibandingkan dengan unsur lainnya sehubungan dengan sifat kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Angka 1-9 digunakan bila Fi lebih mendominasi atau memengaruhi sifat fokus puncak hirarki (x) dibandingkan dengan Fj, namun bila Fi kurang mendominasi atau kurang memengaruhi sifat X dibandingkan Fj, maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh, bila unsur F24 memiliki nilai 7, maka nilai unsur F24 adalah 1/7. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua unsur pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki, berkenaan dengan kriteria unsur di atasnya. Matriks perbandingan dalam AHP dibedakan menjadi dua yaitu: Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MGP). 1) MPI MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki unsur yang disimbolkan dengan aij, yaitu unsur matriks pada baris kolom ke-i dan kolom ke-j. MPI dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Matriks pendapat individu
X
A1
A2
A3
...
An
A1
a11
a12
a13
...
a1n
a22 ... an2
a23 ... an3
... ... ...
a2n ... ann
A2 a21 ... ... An an1 Sumber (Saaty 1993)
11
2) MPG MPG adalah susunan matriks baru yang unsur (gij) berasal dari rataan geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10% dan setiap unsur pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. MPG dapat dilihat dari Tabel 9. Tabel 9. Matriks pendapat gabungan
X
G1
G2
G3
…
Gn
G1
g11
g12
g13
…
G1n
g22 … gn2
g23 … gn3
… … …
G2n … gnn
G2 g21 … … Gn gn1 Sumber (Saaty 1993)
Rumus rataan geometrik adalah: n
gij =
n
a
ij ( k )
…….…………………..…….………...…............(1)
k 1
7.
dengan : n = jumlah responden (pakar) aij(k) = sel penilaian setiap pakar Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor–vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya. Vektor prioritas dapat dihitung dengan rumus: VE …..….....……….............…..…….(2) VP (Vektor Prioritas) = n
a n
ij
i 1
n
dimana : VE (Vektor Eigen ) =
n
a
ij
.…..…......…...….......…..…...(3)
i 1
8.
dengan : aij = unsur MPI pada baris ke-i dan kolom ke-j n = jumlah unsur yang diperbandingkan Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki Langkah yang digunakan adalah mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing–masing matriks. Dengan cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hirarki harus 10% atau kurang. Jika tidak, mutu informasi harus diperbaiki, antara lain dengan
12
memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang kuesioner atau lebih baik dalam mengarahkan responden yang mengisi kuesioner. Rumus untuk perhitungan uji konsistensi adalah: n CI = max …………………...…….....................................…..……...(4) n 1 dengan : CI = Indeks Konsistensi max = eigen value maksimum n = jumlah unsur yang diperbandingkan dimana: VB max = ……………….....………....................................................…(5) n VA VB (Nilai Eigen) = ……….........….……....................................(6) VP VA (Vektor Antara) = aij x VP ……..….......…......................................(7) Untuk mengetahui apakah nilai CI cukup baik atau tidak, maka perlu diketahui rasio konsistensinya (CR) yaitu: CI CR = …………………..…….………………..……………………....(8) RI RI adalah indeks acak yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory, dari matrik berorde 1 sampai 15 dengan menggunakan sampel berukuran 100. Tabel RI tersebut seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Indeks acak
N 1 2 RI 0 0 N 8 9 RI 1,41 1,45 Sumber (Saaty 1993)
3 0,58 10 1,49
4 0,9 11 1,51
5 1,12 12 1.48
6 1,24 13 1.56
7 1,32 14 1.57
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Tingkat Risiko Pembiayaan Perhitungan tingkat risiko pembiayaan menggunakan model CreditRisk+ dimana jumlah debitur dikelompokkan ke dalam band sesuai besaran eksposurnya. Besarnya band disesuaikan dengan portofolio pembiayaan BJB Syariah. Band akan dibagi menjadi 6 selang kelas yaitu band 1 (Rp10-200 juta), band 2 (> Rp200-400 juta), band 3 (> Rp400-600 juta), band 4 (> Rp600-800 juta), band 5 (> Rp800-1,000 juta) dan band 6 (> Rp1-25 miliar). Dari setiap band akan direkap data NPF periode 2012-2014 seperti pada Tabel 11. Tabel 11. Exposure at default (EAD) 10 > 200 > 400 > 600 > 800 >1
Band juta 200 juta juta 400 juta juta 600 juta juta 800 juta juta 1,000 juta miliar 25 miliar TOTAL
RpJuta
2012 540 893 1,000 2,433
2013
2014 326 770 900 800 12,500 15,296
902 1,646 1,077 1,350 27,950 32,925
Sumber (Data primer diolah 2015) Berdasarkan Tabel 11 di atas terlihat EAD tertinggi diperoleh tahun 2014, dimana sebaran tertinggi pada band 6. Hal ini dikarenakan band tersebut memiliki rentang terbesar. Sampai saat ini NPF terbesar berasal dari pembiayaan dengan eksposur > Rp10,000 juta atau segmentasi pembiayaan komersial dan korporasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan default rates yaitu peristiwa terjadinya default pada setiap debitur. Default rates merupakan perbandingan jumlah EAD terhadap loss given band. Pada Tabel 12 dan 13 disajikan hasil perhitungan default rates dan default rate volatility. Tabel 12. Default rates 10 > 200 > 400 > 600 > 800 >1
juta juta juta juta juta miliar
Band -
200 400 600 800 1,000 25
0/00 juta juta juta juta juta miliar
Sumber (Data primer diolah 2015)
2012 2.700 2.233 0.040
2013
2014 1.629 1.925 1.500 0.800 0.500
4.508 4.116 1.795 1.688 1.118
2
Tabel 13. Default rate volatility 10 > 200 > 400 > 600 > 800 >1
juta juta juta juta juta miliar
Band -
200 400 600 800 1,000 25
juta juta juta juta juta miliar
0/00 2012 1.643 1.494 0.200
2013
2014 1.276 1.387 1.225 0.894 0.707
2.123 2.029 1.340 1.299 1.057
Sumber (Data primer diolah 2015) Setelah mendapatkan hasil perhitungan default rates, maka perlu dilakukan perhitungan volatility atau standar deviasi dari default rates. Default rates volatility adalah akar dari rata-rata default per tahun. Saat peristiwa default maka BJB Syariah akan mendapatkan kerugian sebesar jumlah yang dipinjamkan kepada debitur dikurangi dengan recovery. Pada Tabel 14 akan disajikan hasil perhitungan recovery rate pada setiap band. Tabel 14. Recovery rate (RR) 10 > 200 > 400 > 600 > 800 >1
juta juta juta juta juta miliar
Band -
200 400 600 800 1,000 25
juta juta juta juta juta miliar
RpJuta 2012 141.210 233.590 261.500
2013 85.182 201.355 235.350 209.200 3,268.750
2014 235.789 430.511 281.636 353.025 7,308.925
Sumber (Data primer diolah 2015) Asumsi Recovery Rate (RR) pada penelitan ini berdasarkan data RR BJB Syariah periode 2012-2014 yaitu 26.15%. Recovery berasal dari penjualan agunan debitur dan pendapatan angsuran dari debitur dengan status hapus buku. Secara keseluruhan RR terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, dimana hal ini sesuai dengan tren peningkatan EAD. Makin besar RR menunjukkan keberhasilan unit kerja Remedial dalam melakukan penagihan atas pembiayaan hapus buku dan melakukan penjualan agunan dengan optimal. Tingkat kerugian yang diakibatkan oleh peristiwa default disesuaikan dengan RR, sehingga akan mendapatkan nilai Loss Given Default (LGD). Besarnya RR diasumsikan sebesar 26,15% sehingga LGD menjadi (1-26.15% = 73,85%). LGD dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini. Tabel 15. Loss Given Default (LGD) 10 > 200 > 400 > 600 > 800 >1
juta juta juta juta juta miliar
Band -
200 400 600 800 1,000 25
juta juta juta juta juta miliar
Sumber (Data primer diolah 2015)
2012 398.790 659.680 738.500
RpJuta 2013 240.560 568.645 664.650 590.800 9,231.250
2014 665.891 1,215.802 795.365 996.975 20,641.075
3
Setelah diperoleh data LGD maka CreditRisk+ akan menghitung Probability of Default (PD) melalui Poisson Model. Dalam CreditRisk+, setiap pembiayaan dianggap memiliki PD yang kecil, bersifat random dan independent terhadap pembiayaan lain, maka frekuensi dari default harus dimodelkan dengan Poisson Distribution. PD digunakan untuk mencari potensi kerugian atau distribution of losses pada BJB Syariah. Distribution of losses terdiri dari Expected Loss (EL) dan Unexpected Loss (UL). Potensi kerugian sektor pembiayaan BJB Syariah tahun 20122014 dapat dilihat pada Tabel 16-18 berikut ini. Tabel 16. Potensi kerugian tahun 2012 Band 1 2
n 2 6 2 5
Rp
PD 0.244964
LGD 1,993,950
EL 797,580,000
0.267276
1,649,199
1,319,359,201
UL 2,392,740,000 3,298,398,002
3 4 5 6
1
0.0384316
29,540 3,672,689
738,500,000 2,855,439,201
738,500,000 6,429,638,002
Sumber (Data primer diolah 2015) Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa band 1 (Rp10-200 juta), band 2 (> Rp200400 juta) dan band 6 (> Rp1-25 miliar) terdapat pembiayaan dengan status tidak lancar (NPF). Pada tahun 2012 terlihat bahwa kelompok eksposur pembiayaan band 3 (> Rp400-600 juta), band 4 (> Rp600-800 juta) dan band 5 (>Rp800-1,000 juta) memiliki risiko pembiayaan lebih rendah dibandingkan band lainnya, namun hal tersebut bisa berubah pada tahun yang berbeda. LGD diperoleh setelah dibagi oleh nilai pada setiap band. Pada tahun 2012 Expected Loss (EL) atau kerugian yang dapat diperkirakan sebesar Rp2,855,439,201,- atau 44.41% dari potensi kerugian pembiayaan yaitu Unexpected Loss (UL). UL merupakan potensi kerugian maksimum dari sektor pembiayaan, yaitu Rp6,429,638,002,- atau 0.28% dari total eksposur pembiayaan tahun 2012. Potensi kerugian tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 17.
4
Tabel 17. Potensi kerugian tahun 2013 Band 1 2 3
Rp
n 1 4 1 4 1 4
PD 0.3195244
LGD 1,202,802
EL 240,560,467
0.2808108
1,421,613
568,645,000
0.3346952
1,107,750
664,650,000
1 1 1 2
0.3594632
590,800
590,800,000
0.3032653
369,250
9,231,250,000
3,489,413
11,055,345,000
UL 962,241,868 2,274,580,000 2,658,600,000
4 5 6
590,800,000 18,462,500,000 24,948,721,868
Sumber (Data primer diolah 2015) Berdasarkan tabel 16 terlihat bahwa pada band 1 (Rp10-200 juta), band 2 (> Rp200-400 juta), band 3 (> Rp400-600 juta), band 5 (> Rp800-1,000 juta) dan band 6 (> Rp1-25 miliar) terdapat pembiayaan dengan status tidak lancar atau (NPF). Pada tahun 2013 terlihat bahwa kelompok eksposur pembiayaan band 4 (> Rp600-800 juta) memiliki risiko kredit atau pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan band lainnya namun hal tersebut bisa berubah pada tahun yang berbeda. Pada tahun 2013 EL atau kerugian yang dapat diperkirakan terjadi adalah Rp11,055,345,000,- atau 44.31% dari potensi kerugian pembiayaan yaitu UL. UL merupakan potensi kerugian maksimum dari sektor pembiayaan ini Rp24,968,721,868,- atau 0.92% dari total eksposur pembiayaan tahun 2013. Selanjutnya potensi kerugian pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Potensi kerugian tahun 2014 Band 1 2 3 4
n 4 8 4 8 1 4 1 4
Rp
PD 0.1896292
LGD 3,329,454
EL 2,663,563,361.02
0.1950459
3,039,505
4,863,208,646
0.2981988
1,325,608
795,364,500
0.3121561
1,246,219
996,975,000
UL 5,327,126,722 9,726,417,293 3,181,458,000 3,987,900,000
5
-
6
1 3
0.3655111
825,643
20,641,075,000
6,436,975
27,296,623,146
61,923,225,000 84,146,127,015
Sumber (Data primer diolah 2015) Berdasarkan tabel 16 di atas terlihat bahwa pada band 1 (Rp10-200 juta), band 2 (> Rp200-400 juta), band 3 (> Rp400-600 juta), band 4 (> Rp600-800 juta) dan band 6 (> Rp1-25 miliar) terdapat pembiayaan dengan status tidak lancar (NPF).
5
Pada tahun 2014 terlihat bahwa kelompok eksposur pembiayaan band 5 (> Rp8001,000 juta) memiliki risiko kredit atau pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan band lainnya namun hal tersebut bisa berubah pada tahun yang berbeda. Pada tahun 2014 EL atau kerugian yang dapat diperkirakan terjadi sebesar Rp27,296,623,146,atau 32.44% dari potensi kerugian pembiayaan yaitu UL. UL merupakan potensi kerugian maksimum dari sektor pembiayaan ini Rp84,146,127,015,- atau 3.10% dari total eksposur pembiayaan tahun 2014. Uji Hipotesis Berdasarkan hipotesis yang telah disusun dalam penelitian ini maka hasil uji hipotesis 1 dan 2 dapat terlihat pada Tabel 19 dan 20. Uji hipotesis 1 strategi manajemen risiko pembiayaan yang digunakan antara lain: Ho : PPAP dapat menutupi nilai kerugian risiko pembiayaan. H1 : PPAP tidak dapat menutupi nilai kerugian risiko pembiayan Hipotesis diterima atau gagal tolak Ho dikarenakan nilai PPAP periode 20122014 > Expected Loss. Hal ini berarti walaupun terjadi peningkatan NPF dalam tiga tahun terakhir, namun BJB Syariah mampu melakukan pengendalian risiko pembiayaan dengan cara melakukan pencadangan pada tingkat yang relatif aman. Tabel 19. Uji Hipotesis 1 (PPAP) Tahun 2012 2013 2014
Expected Loss 2,855 11,055 27,297
RpJuta Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif 16,423 24,368 31,708
Uji Hipotesis Hipotesis diterima Hipotesis diterima Hipotesis diterima
Sumber (Data primer diolah 2015) Uji hipotesis 2 strategi manajemen risiko pembiayaan antara lain: Ho : Model internal lebih efisien dalam penentuan KPMM. H1 : Model standar dari regulator lebih efisien dalam penentuan KPMM. Hipotesis diterima atau gagal tolak Ho dikarenakan penentuan KPMM menggunakan model standar > model internal, sehingga model internal terbukti lebih efisien. Pada tahun 2014 terdapat Rp133,012 juta surplus modal jika penentuan KPMM bank menggunakan model internal. Surplus modal tersebut dapat digunakan oleh manajemen BJB Syariah untuk melakukan ekspansi usaha. Tabel 20. Uji Hipotesis 2 (KPMM) Tahun 2012 2013 2014
Model Standar 185,894 217,832 217,158
Sumber (Data primer diolah 2015)
RpJuta Model Internal 6,430 29,949 84,146
Uji Hipotesis Hipotesis diterima Hipotesis diterima Hipotesis diterima
6
Setelah dilakukan evaluasi tingkat risiko pembiayaan dengan CreditRisk+ maka perlu dilakukan uji validitas. Hal ini penting untuk memastikan model pengukuran risiko dapat digunakan untuk memprediksi tingkat risiko pembiayaan. Pengujian validitas model dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran data actual default dengan Value at Risk (VaR), yaitu data UL. Berdasarkan hasil perbandingan kedua nilai tersebut tidak ada nominal actual default yang melebihi VaR. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Gambar 6. Perbandingan Actual Default dan VaR 90,000
80,000
Rp. Juta
70,000 60,000 50,000 40,000 30,000
20,000 10,000 0 Actual Default (Rp Juta) VaR (Rp Juta)
2012 2,433 6,430
2013 15,296 24,949
2014 32,925 84,146
Gambar 6. Perbandingan Actual Default dan VaR Sumber: Data Primer Diolah (2015) Berdasarkan uji validitas pada Gambar 6 terlihat selama periode waktu pengamatan 2012-2014 tidak ada actual default > VaR. Hal ini berarti pada skala kepercayaan 99% model CreditRisk+ yang digunakan dalam penelitian ini masih layak. Selanjutnya backtesting perlu dilakukan dengan membandingkan Likelihood Ratio (LR) terhadap Critical Value (CV). CV diperoleh dari tabel Chi Square (α = 5%, df= 1) adalah 3.841. Karena hasil perhitungan LR (0.873) < CV (3.841), maka model CreditRisk+ masih layak digunakan sebagai pengukuran risiko pembiayaan. Analisis Faktor Internal dan Eksternal Setelah dilakukan evaluasi tingkat risiko pembiayaan Bank menggunakan CreditRisk+. Selanjutnya perlu diketahui strategi yang tepat untuk memitigasi risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah. Hal ini dikarenakan CreditRisk+ tidak memperhitungkan mitigasi risiko (Crouchy, Galai dan Mark 2001). Tahap pertama dalam analisa perumusan strategi yaitu analisa internal guna mengetahui faktor internal yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan dan analisa faktor eksternal guna mengetahui kekuatan dan kelemahan. Pengambilan data melalui pengisian kuesioner oleh para praktisi BJB Syariah maupun praktisi perbankan syariah. Hasil pengisian kuesioner akan dianalisa menggunakan matriks IFE dan EFE sebagai salah satu dasar penentuan strategi pengelolaan pembiayaan di BJB Syariah.
7
Berdasarkan hasil pengolahan data analisis internal dan eksternal maka diperoleh skor untuk faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Skor untuk faktor kekuatan adalah 1.69 dan faktor kelemahan adalah 1.43 sehingga jumlah skor keseluruhan untuk faktor internal adalah 3.12. Skor tersebut menunjukkan posisi internal termasuk dalam kategori sedang. Sementara itu skor untuk faktor peluang adalah 1.38 dan faktor ancaman adalah 1.56 sehingga jumlah skor keseluruhan untuk faktor eksternal adalah 2.96. Skor tersebut menunjukkan posisi eksternal termasuk dalam kategori sedang. Matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 21 dan 22. Tabel 21. Matriks IFE pembiayaan BJB Syariah No.
1 2 3 4 5
Faktor Internal Kekuatan Pengalaman BJB Syariah dalam menyalurkan pembiayaan. Adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko. Sistem informasi manajemen risiko yang membantu dalam pengelolaan risiko kredit. Pertumbuhan portofolio pembiayaan dari tahun ke tahun. Tingkat margin pembiayaan yang ditetapkan cukup bersaing.
Bobot (a)
Peringkat Nilai tertimbang (b) (a x b)
0.10
3.40
0.32
0.11
3.80
0.41
0.10
3.60
0.37
0.10
3.60
0.34
0.10
3.40
0.35
6
Sub Total Kelemahan Jumlah dan mutu sumberdaya manusia masih kurang guna menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan.
1.79 0.10
2.00
7
Tenor pinjaman yang lama (lebih dari 1 tahun).
0.09
1.80
0.16
Lemahnya proses monitoring pinjaman oleh 0.11 petugas Bank. 9 Persyaratan pembiayaan relatif longgar. 0.10 10 Pembiayaan yang terkonsentrasi pada industri 0.10 atau sektor tertentu. Sub Total
1.80
0.195
2.00 1.80
0.20 0.18
8
Total
1.00
0.191
0.93 2.73
Sumber (Data primer diolah 2015) Berdasarkan matriks IFE nampak bahwa faktor kekuatan lebih baik dari faktor kelemahan. Faktor kekuatan yang paling berpengaruh adalah adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko. Satuan kerja manajemen risiko merupakan salah satu divisi di bawah koordinasi Direktorat Kepatuhan yang bertugas menetapkan kebijakan dan prosedur terkait seluruh proses pembiayaan dan memastikan profil risiko berada dalam kisaran toleransi risiko. Satuan kerja
8
manajemen risiko juga berperan menetapkan limit portofolio bank secara keseluruhan atau terpisah tiap lini bisnis. Sementara itu komite pemantau risiko adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dan berperan memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris untuk memastikan seluruh kebijakan manajemen risiko dilaksanakan dengan baik. Sementara itu faktor kelemahan yang memiliki skor tertinggi adalah persyaratan pembiayaan relatif longgar. BJB Syariah perlu melakukan audit khusus terhadap persyaratan pembiayaan yang diberikan kepada debitur sehingga risiko pembiayaan dapat dikendalikan pada masa mendatang. Tabel 22. Matriks EFE pembiayaan BJB Syariah No.
1
2 3
4 5 6
7
Faktor Eksternal Peluang Relatif masih banyaknya UMKM dan non UMKM yang belum memperoleh akses pembiayaan dari Bank dan Lembaga Keuangan. Kebutuhan akan pembiayaan relatif tinggi.
Bobot (a)
Peringkat Nilai tertimbang (b) (a x b)
0.14
3.40
0.47
0.16
3.80
0.59
Adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 membuka peluang BJB Syariah untuk menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan wilayah Asean dalam hal penyediaan dan penyaluran dana. Sub Total Ancaman Kenaikan suku bunga Bank Indonesia. Kondisi usaha debitur. Adanya persaingan dalam hal penyaluran pembiayaan untuk UMKM baik dari bank umum konvensional, bank syariah lain maupun BPR dan BPRS. Kondisi perekonomian nasional seperti ketatnya likuiditas, kenaikan inflasi dan perubahan kebijakan pemerintah maupun perekonomian global yang mempengaruhi kualitas penyediaan dana dan kecukupan penyediaan dana untuk masa yang akan datang. Sub Total
0.15
3.40
0.50
Total
1.00
1.56 0.14 0.18 0.11
1.40 2.20 1.40
0.19 0.39 0.15
0.14
1.80
0.25
0.98 2.54
Sumber (Data primer diolah 2015) Berdasarkan matriks EFE nampak bahwa faktor ancaman lebih baik dari faktor peluang. Faktor peluang yang memiliki skor tertinggi adalah kebutuhan pembiayaan relatif tinggi. Kebutuhan pembiayaan baik dari debitur lama atau baru selalu
9
meningkat seiring pengembangan usaha tiap debitur. Peluang untuk penyaluran pembiayaan cukup besar berasal dari UMKM wilayah Banten, DKI Jakarta hingga Jawa Barat. UMKM menarik perhatian BJB Syariah karena menawarkan marjin pembiayaan relatif tinggi. Sementara itu faktor ancaman yang memiliki skor tertinggi adalah kondisi usaha debitur. Kondisi usaha debitur selama pembiayaan berjalan harus selalu dimonitor dengan baik oleh petugas bank karena kondisi usaha debitur berkaitan langsung dengan pembayaran kewajiban tiap debitur kepada bank. Berdasarkan matriks IFE dan EFE maka perlu dilakukan tahap perumusan strategi menggunakan matrisk IE pada Gambar 7. Skor Total IFE Kuat 4,0
Rataan
3,00 2,73
4,0
I Grow and Build
II Grow and Build
3,00
IV Grow and Build
V Hold and Maintain
Tinggi Skor Total EFE
Rataan
2.54 2,0
Rendah 1,0
VII Hold and Maintain
VIII Harvest & Divestiture
Lemah 2,0
1,0
III Hold and Maintain VI Harvest & Divestiture IX Harvest & Divestiture
Gambar 7. Matriks IE pembiayaan BJB Syariah Pada Gambar 9 di atas terlihat bahwa posisi pembiayaan BJB Syariah terdapat pada kuadran V. Strategi yang dirumuskan kuadran V adalah Hold and Maintain. Strategi umum yang digunakan pada kuadran V diantaranya market penetration dan product development. BJB Syariah perlu melakukan pengembangan inovasi produk pembiayaan bagi UMKM dan non UMKM agar dapat lebih kompetitif. Penetrasi pasar dapat dilakukan melalui kerjasama penyaluran pembiayaan antar Lembaga Keuangan (LK) seperti Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Hipotesis terakhir yang diuji pada penelitian ini antara lain: Ho : Faktor internal pengendalian manajemen risiko lebih penting. H1 : Faktor eksternal pengendalian manajemen risiko lebih penting Hipotesis diterima atau gagal tolak Ho dikarenkan bahwa faktor internal (bobot 2.73) memiliki bobot lebih besar dari faktor eksternal (bobot 2.54). Hal ini berarti faktor internal pengendalian manajemen risiko pembiayaan lebih penting walaupun faktor eksternal juga masih berpengaruh, sehingga hipotesis penelitian diterima.
10
Analisis SWOT Berdasarkan Matriks IFE dan EFE yang telah dibuat kemudian dirangkum dalam Matriks Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman) (SWOT) untuk memberikan rumusan alternatif strategi yang sesuai bagi BJB Syariah. Analisis SWOT akan menghasilkan empat jenis strategi. Strategi pertama adalah SO (Strengths-Opportunities), yaitu peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan melalui inovasi produk pembiayaan dan kerjasama antara lembaga keuangan. Peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan yang sehat dapat memberikan keuntungan finansial karena menggantikan potensi pendapatan yang hilang dari pembiayaan bermasalah serta mempertahankan tingkat NPF. Strategi kedua adalah WO (Weaknesses-Opportunities) melalui memperketat syarat pemberian kredit, dimana petugas bank harus memenuhi standar kompetensi dalam hal analisa risiko pembiayaan. Syarat pembiayaan yang ketat akan memastikan penyaluran pembiayaan telah diberikan kepada debitur dengan kualifikasi tinggi. Strategi ketiga adalah ST (Strengths-Threats) melalui penilaian risiko pembiayaan yang lebih komprehensif sehingga peramalan tingkat kesehatan bank pada masa mendatang dapat diprediksi. Divisi manajemen risiko dan komite pemantau risiko memiliki peran penting dalam merumuskan penilaian risiko yang lebih komprehensif. Strategi keempat adalah WT (Weaknesses-Threats) melalui penilaian kelayakan calon debitur. Penilaian kelayakan calon debitur dengan memperhatikan sektor usaha yang perlu dihindari oleh bank dan segmentasi pembiayaan dengan tingkat NPF relatif aman. Kelayakan calon debitur mengedepankan prinsip kehati-hatian berdasarkan faktor 5 C (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral) sangat penting karena kemampuan bayar tiap debitur dapat diprediksi melalui faktor tersebut. Matriks SWOT selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 23.
11
Tabel 23. Matriks SWOT Pembiayaan BJB syariah Strengths (Kekuatan) 1. Adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko. 2. Sistem informasi FAKTOR INTERNAL manajemen risiko yang membantu dalam pengelolaan risiko kredit. 3. Tingkat margin pembiayaan yang ditetapkan cukup bersaing. 4. Pertumbuhan portofolio pembiayaan dari tahun ke tahun. FAKTOR EKSTERNAL 5. Pengalaman BJB Syariah dalam menyalurkan pembiayaan. Opportunities (Peluang) Strengths – Opportunities 1. Kebutuhan akan pembiayaan relatif S1,S3,S4,S5,O1,O2,03 tinggi. Peningkatan jumlah dan 2. Adanya Masyarakat Ekonomi portofolio pembiayaan Asean (MEA) 2015 membuka melalui inovasi produk peluang BJB Syariah untuk pembiayaan dan kerjasama menjalin kerjasama dengan antar lembaga keuangan. lembaga keuangan wilayah ASEAN dalam hal penyediaan dan penyaluran dana 3. Relatif masih banyaknya UMKM dan Non UMKM yang belum memperoleh akses pembiayaan dari Bank dan Lembaga Keuangan. Threats (Ancaman) Strengths – Threats 1. Kondisi usaha debitur. S1,S2,S5,T2,T3,T4 2. Kondisi perekonomian nasional Penilaian parameter risiko seperti ketatnya likuiditas, kenaikan lebih komprehensif sehingga inflasi dan perubahan kebijakan peramalan tingkat kesehatan pemerintah maupun perekonomian bank pada masa mendatang global yang mempengaruhi kualitas dapat diprediksi. penyediaan dana untuk masa mendatang. 3. Kenaikan suku bunga Bank Indonesia. 4. Adanya persaingan dalam hal penyaluran pembiayaan untuk UMKM baik dari Bank umum konvensional, Bank syariah lain maupun Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Sumber (Data primer diolah 2015)
Weaknesses (Kelemahan) 1. Persyaratan pembiayaan relatif longgar. 2. Lemahnya proses monitoring pinjaman oleh petugas Bank. 3. Jumlah dan mutu sumberdaya manusia masih kurang guna menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan. 4. Pembiayaan terkonsentrasi pada sektor usaha yang sempit. 5. Tenor pinjaman relatif lama. Weaknesses – Opportunities W1,W2, W3,W4,O1,O3 Memperketat syarat pemberian kredit, dimana petugas bank harus memenuhi standar kompetensi dalam hal analisa risiko pembiayaan.
Weaknesses - Threats W1,W4,W5,T1,T2 Penilaian kelayakan calon debitur dengan memperhatikan sektor usaha yang perlu dihindari oleh bank dan segmentasi pembiayaan dengan tingkat NPF relatif aman.
12
Strategi Pengendalian Risiko Pembiayaan Penentuan strategi pengendalian risiko pembiayaan pada BJB Syariah membutuhkan analisis yang tepat melalui pertimbangan para ahli yang memiliki kompetensi dalam pengendalian risiko pembiayaan. Pertimbangan para ahli yang berpengalaman dibidang manajemen risiko perbankan diperoleh melalui diskusi dan hasil pengisian kuesioner Analytic Hierarchy Process (AHP). Ada empat hal yang saling terkait dan penting untuk dievaluasi, yaitu faktor penyusun strategi pengendalian risiko pembiayaan, aktor yang berperan dalam menyusun strategi pengendalian risiko pembiayaan, tujuan pengendalian risiko pembiayaan dan alternatif strategi pengendalian risiko pembiayaan yang mungkin dijalankan oleh suatu organisasi. Keempat atribut ini akan menyusun strategi pengendalian risiko yang paling tepat untuk diterapkan pada BJB Syariah. Berdasarkan matriks SWOT pada Tabel 21 telah diketahui bahwa faktor utama yang memengaruhi penyusunan strategi pengendalian risiko pembiayaan antara lain: 1. Adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko (F1). 2. Persyaratan pembiayaan relatif longgar (F2). 3. Kebutuhan akan pembiayaan relatif tinggi (F3). 4. Kondisi usaha debitur (F4). Aktor merupakan orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan strategi pengendalian risiko pembiayaan. Aktor atau pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan strategi pengendalian risiko pembiayaan pada BJB Syariah antara lain Account Officer (A1), Manajer (A2), Pemimpin Cabang (A3), Reviewer Pembiayaan Kantor Pusat (A4), Pemimpin Divisi Pembiayaan (A5) dan Direktur (A6). Direktur merupakan jabatan tertinggi dalam jajaran manajemen BJB Syariah yang juga bertindak dalam pengambilan keputusan pembiayaan untuk calon debitur dengan limit tertentu. Pemimpin Divisi Pembiayaan dan Reviewer Pembiayaan Kantor Pusat adalah pihak yang turut serta memberikan rekomendasi dan menentukan keputusan pembiayaan. Selanjutnya Pemimpin Cabang dan Manajer membuat kebijakan umum terkait strategi cabang untuk dapat meningkatkan jumlah dan portofolio pembiayaan yang sehat. Sementara itu Account Officer (AO) merupakan pelaksana kegiatan pemasaran di lapangan dan pihak yang pertama kali menganalisa kelayakan pembiayaan sebelum diputuskan oleh komite pembiayaan sesuai limit yang berlaku di BJB Syariah. Penentuan tujuan dalam merumuskan strategi merupakan aspek penting dan memerlukan perhatian serius dari perusahaan. Adanya tujuan yang jelas maka setiap kegiatan akan fokus dan program yang diterapkan akan berjalan efektif. Tujuan yang diharapkan dalam pengendalian risiko pembiayaan BJB Syariah antara lain: 1. Menciptakan penilaian kelayakan calon debitur yang lebih hati-hati dan tepat sasaran (T1). 2. Meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan dan portofolio (T2). 3. Peramalan Tingkat Kesehatan Bank di masa yang akan datang (T3).
13
Setelah diperoleh tujuan maka diperlukan alternatif strategi pengendalian risiko pembiayaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya, antara lain: 1. Penilaian kelayakan calon debitur dengan memperhatikan sektor usaha yang perlu dihindari oleh bank dan segmentasi pembiayaan dengan tingkat NPF relatif aman (S1). 2. Peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan melalui inovasi produk pembiayaan dan kerjasama antar lembaga keuangan (S2). 3. Penilaian parameter risiko lebih komprehensif sehingga peramalan tingkat kesehatan bank pada masa mendatang dapat diprediksi (S3). 4. Memperketat syarat pemberian kredit, dimana petugas bank harus memenuhi standar kompetensi dalam hal analisa risiko pembiayaan (S4). Hasil Pengolahan AHP Hasil pengolahan horizontal menunjukkan hubungan antara unsur dalam satu hirarki dengan unsur lainnya ditingkat hirarki yang berbeda. Berdasarkan pengolahan horizontal akan terlihat tingkat pengaruh antara satu faktor terhadap sejumlah faktor lain pada tingkat hirarki di bawahnya. Struktur Hirarki dapat dilihat pada Gambar 8. Strategi Manajemen Risiko Pembiayaan
Fokus
Persyaratan Pembiayaan Longgar 0,173
Adanya SKMR dan KPR 0,094
Faktor
Kebutuhan Pembiayaan Tinggi 0,239
Kondisi Usaha Debitur 0,494
Aktor Account Officer 0,081
Tujuan
Alternatif Strategi
Manajer 0,085
Kelayakan Calon Debitur 0,508
Penilaian Kelayakan Calon Debitur 0,293
Pemimpin Cabang 0,158
Reviewer Kantor Pusat 0,194
Kesiapan Peningkatan Pembiayaan 0,258
Peningkatan Portofolio Pembiayaan 0,208
Penilaian Risiko Lebih Komprehensif 0,278
Gambar 8. Struktur hirarki pengendalian risiko pembiayaan BJB Syariah Sumber (Data primer diolah 2015)
Pin Div Pembiayaan 0,223
Peramalan Tingkat Kesehatan Bank 0,234
Memperketat Syarat Kredit 0,220
Direktur 0,259
14
a.
Faktor Faktor yang paling berpengaruh terhadap strategi manajemen risiko pembiayaan BJB Syariah adalah kondisi usaha debitur dengan skor bobot sebesar 0.494. Faktor kedua yang berpengaruh adalah kebutuhan pembiayaan relatif tinggi dengan bobot 0.239. Faktor ketiga adalah persyaratan pembiayaan relatif longgar dengan bobot 0.173 dan faktor keempat adalah adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko dengan bobot 0.094. Oleh karena itu strategi manajemen risiko pembiayaan harus menitikberatkan pada metode penilaian kelayakan calon debitur dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian untuk antisipasi peningkatan NPF dimasa mendatang sehingga dapat memaksimalkan keuntungan BJB Syariah. b.
Aktor Berdasarkan hasil analisis AHP diperoleh bahwa Direktur merupakan aktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko, persyaratan pembiayaan relatif longgar dan kebutuhan pembiayaan relatif tinggi dengan bobot 0.293; 0.417 dan 0.321. Hasil penilaian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 24. Direktur BJB syariah memiliki kewenangan dalam menentukan arah kebijakan dan pengelolaan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Direktur berperan penting dalam menentukan jumlah dan portofolio pembiayaan yang sehat untuk meningkatkan keuntungan bagi BJB Syariah. Selain itu direktur wajib memperketat syarat pemberian kredit demi kelancaran pembayaran kewajiban dari para debitur sehingga rasio NPF dapat terkendali. Untuk menunjang penyaluran pembiayaan yang lebih sehat, maka direktur harus dapat mengidentifikasi risiko yang akan muncul secara lebih komprehensif seperti pembuatan kebijakan sektor usaha yang perlu dihindari oleh BJB Syariah disebabkan kondisi makro ekonomi Indonesia. Sementara itu terkait kondisi usaha debitur, aktor yang paling berpengaruh adalah pemimpin cabang dengan bobot 0.209. Hal ini dikarenakan pemimpin cabang memiliki tanggung jawab secara teknis terhadap pencapaian target dan pengendalian risiko pembiayaan di cabang yang dipimpinnya sehingga penilaian kelayakan calon debitur adalah antisipasi awal dalam pengendalian risiko pembiayaan. Pemimpin cabang adalah pihak yang melakukan penyaringan terhadap calon debitur sebelum diajukan ke kantor pusat atau diterima menjadi debitur di BJB Syariah. Tabel 24. Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 3 A/F F1 F2 F3 A1 0.108 0.032 0.027 A2 0.098 0.055 0.046 A3 0.149 0.099 0.097 A4 0.068 0.172 0.266 A5 0.284 0.225 0.243 A6 0.293 0.417 0.321 Sumber (Data primer diolah 2015)
F4 0.119 0.111 0.209 0.191 0.202 0.168
15
c.
Tujuan Manajemen risiko pembiayaan memiliki tujuan yang ingin dicapai secara lebih spesifik. Berdasarkan Tabel 25 di bawah ini maka pencapaian tujuan untuk menciptakan penilaian kelayakan calon debitur yang lebih hati-hati dan tepat sasaran sangat berkaitan dengan tugas dari reviewer pembiayaan kantor pusat dengan bobot 0.672 kemudian unit bisnis diwakili account officer dengan bobot 0.545, manajer dengan bobot 0.538 dan pemimpin divisi pembiayaan dengan bobot 0.535. Reviewer kantor pusat BJB Syariah adalah pihak independen yang akan melakukan analisa risiko pembiayaan dan kesesuaian pengajuan pembiayaan dengan kebijakan internal Bank. Pencapaian tujuan selanjutnya yaitu untuk meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan dan portofolio sangat erat dengan tugas manajer di cabang. Manajer merupakan atasan langsung dari account officer yang berperan mengelola sumberdaya dan infrastruktur cabang secara optimal untuk mencapai target pembiayaan. Sedangkan dalam rangka pencapaian tujuan peramalan tingkat kesehatan Bank dimasa yang akan datang dimiliki oleh direktur dengan bobot 0.427, khususnya direktur yang membawahi manajamen risiko karena berkaitan langsung dengan kinerja BJB Syariah secara keseluruhan. Tabel 25. Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 4 T/A A1 A2 A3 A4
A5
A6
T1
0.545
0.538
0.531
0.672
0.535
0.327
T2
0.368
0.381
0.371
0.130
0.219
0.246
0.099
0.198
0.245
0.427
T3 0.088 0.081 Sumber (Data primer diolah 2015) d.
Strategi Berdasarkan Tabel 26 di bawah ini, strategi yang paling berpengaruh terhadap pencapaian tujuan menciptakan penilaian kelayakan calon debitur yang lebih hati-hati dan tepat sasaran adalah Penilaian kelayakan calon debitur dengan memperhatikan sektor usaha yang perlu dihindari oleh bank dan segmentasi pembiayaan dengan tingkat NPF relatif aman dengan bobot 0.441. Strategi ini dinilai yang paling sesuai dengan tujuan penilaian keyakan calon debitur, karena dengan memperhatikan sektor usaha dan segmentasi yang tepat maka penyaluran pembiayaan akan lebih optimal. Strategi yang paling berpengaruh terhadap tujuan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan dan portofolio serta peramalan tingkat kesehatan Bank dimasa mendatang adalah peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan melalui inovasi produk pembiayaan dan kerjasama antar lembaga keuangan dengan bobot 0.402 dan 0.310. Ekspansi pembiayaan menyebabkan BJB Syariah harus mempersiapkan infrastruktur dan sumberdaya manusia. Strategi ini dianggap yang paling tepat karena ekspansi pembiayaan merupakan langkah awal yang bisa dilakukan dalam rangka pengembangan bisnis pada masa yang akan datang dan tentunya jika bisa dikelola degan baik, maka akan menyehatkan kondisi keuangan Bank di masa mendatang.
16
Tabel 26. Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 5 S/T T1 T2 S1 0.441 S2 0.063 S3 0.250 S4 0.246 Sumber (Data primer diolah 2015)
0.140 0.402 0.329 0.129
T3 0.142 0.310 0.283 0.265
Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pengelolaan risiko terhadap pembiayaan yang telah disalurkan oleh PT. Bank Jabar Banten Syariah sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan menggunakan metode CreditRisk+ menunjukkan hasil positif dimana expected loss masih dapat ditutupi oleh PPAP. Karena itu untuk menjaga kinerja yang sudah baik ini, implikasi manajerial yang direkomendasikan untuk diterapkan pada bidang manajemen risiko dan pembiayaan antara lain berdasarkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (POAC) disampaikan pada Tabel 27. Tabel 27. Implikasi manajerial POAC P (Planning)
O (Organizing) A (Actuating)
C (Controlling)
Manajemen Risiko - Menetapkan kebijakan pembiayaan tiap segmentasi (mikro, kecil, menengah, komersial dan korporasi). - Menetapkan alternatif kebijakan evaluasi tingkat risiko pembiayaan menggunakan model internal. Sosialisasi kepada seluruh unit bisnis mengenai kebijakan pembiayaan bank. - Ekspansi segmentasi pembiayaan menengah (Rp500 juta – Rp2 miliar) karena memiliki tingkat risiko terendah. - Melakukan evaluasi tingkat risiko pembiayaan secara bertahap. - Alokasi surplus KPMM menggunakan model internal untuk ekspansi usaha. Pembatasan pembiayaan komersial dan korporasi karena memiliki tingkat risiko pembiayaan tertinggi.
Sumber (Data primer diolah 2015)
Pembiayaan - Meningkatkan peran direktur untuk mendorong ekspansi pembiayaan pada sektor industri yang prospektif. - Menetapkan penilaian karakter calon debitur sebagai komponen penting dalam kelayakan pembiayaan. Melakukan optimasi fungsi sistem informasi dan komite pembiayaan - Melakukan analisa kelayakan calon debitur melalui kriteria bobot risiko lebih komprehensif. - Menggunakan biro kredit sebagai sistem informasi dalam penentuan kelayakan calon debitur. - Menggunakan scoring system (scorecard) sebagai alat bantu dalam menilai kelayakan calon debitur. Memperkuat fungsi audit internal dalam hal pengawasan dan kontrol mekanisme penyaluran pembiayaan.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan mengenai strategi optimasi sistem manajemen risiko pembiayaan pada BJB Syariah, diperoleh beberapa kesimpulan berikut: 1. Seluruh hipotesis yang disusun pada penelitian ini berhasil diterima, antara lain: PPAP masih dapat menutupi expected loss; model internal terbukti lebih efisien daripada model standar dari regulator dalam penentuan KPMM; dan faktor internal pengendalian manajemen risiko pembiayaan lebih penting dibandingkan faktor eksternal. 2. Hasil analisis tingkat risiko pembiayaan dengan CreditRisk+ menunjukkan bahwa tingkat risiko pembiayaan periode 2012-2014 telah dikelola dengan baik dan cukup sehat sesuai ketentuan regulator. 3. Dalam rangka pengelolaan risiko pembiayaan maka strategi yang dapat dilakukan antara lain penilaian kelayakan calon debitur, peningkatan peran direktur dalam membuat kebijakan strategik pembiayaan seperti penyebaran portofolio pembiayaan pada sektor usaha yang prospektif dan menciptakan penilaian kelayakan calon debitur lebih hati-hati dan tepat sasaran. Saran 1.
2.
Risiko pembiayaan selalu berkembang maka BJB Syariah perlu melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap sistem manajemen risiko pembiayaan dan bertindak proaktif terhadap munculnya peluang tindakan fraud dari sisi debitur maupun dari internal Bank untuk memastikan pertumbuhan kinerja Bank yang sehat dan berkesinambungan. Untuk penelitian lanjutan, sebaiknya dilakukan penelitan untuk menguji hipotesis lainnya terkait sistem manajemen risiko pembiayaan di BJB Syariah.
LAMPIRAN
2
Lampiran 1. Segmentasi pembiayaan UMKM BJB Syariah Kriteria Sekunder (dalam Kriteria Primer (dalam rupiah) rupiah) Segmentasi Pembiayaan Kekayaan Hasil Penjualan Total Plafond Pembiayaan Bersih Tahunan Mikro <50 juta <300 juta Maksimal 50 juta >300 juta – 2,5 Kecil >50 – 500 juta > 50 – 500 juta miliar >500 juta – 5 Menengah >2,5 – 50 miliar > 500 juta – 2 miliar miliar Lampiran 2. Segmentasi pembiayaan Non UMKM BJB Syariah Kriteria Sekunder Kriteria Primer (dalam rupiah) (dalam rupiah) Segmentasi Pembiayaan Kekayaan Hasil Penjualan Total Plafond Bersih Tahunan Pembiayaan > 10 – 500 Komersial > 100 – 500 miliar > 10 – 25 miliar miliar > 300 juta – 2,5 Korporasi > 500 miliar > 25 miliar miliar
3
KUESIONER BOBOT FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMENGARUHI PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN RISIKO KREDIT PEMBIAYAAN OLEH BANK BJB SYARIAH Identitas Responden Nama Responden
:
Pendidikan
: ______________________________________________
Jenis Kelamin
: ______________________________________________
Jabatan
: ______________________________________________
Tanggal Pengisian
: ______________________________________________
Alamat dan Tlp
: ______________________________________________
_____________________________________________
Tujuan Mendapatkan penilaian para responden terhadap tingkat kepentingan faktor-faktor dalam operasional yang mempengaruhi risiko kredit pembiayaan yang diperoleh dari wawancara. Tingkat kepentingan adalah berupa pemberian bobot terhadap seberapa besar faktor operasional tersebut mempengaruhi risiko kredit pembiayaan. Petunjuk Umum 1. 2. 3. 4.
Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tidak tertunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. Seluruh definisi yang digunakan dalam kuesioner ini sepenuhnya menjadi hak responden, dalam artian bahwa responden dapat saja memiliki pandangan berbeda mengenai suatu faktor di dalam kuesioner ini, dengan responden lainnya, ataupun dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan kuat.
Petunjuk Khusus 1. Pemberian bobot terhadap faktor-faktor operasional internal dan eksternal yang ada pada kuesioner ini, berarti seperti yang dipaparkan di bawah ini : 1 = Tidak Penting 2 = Agak penting 3 = penting 4 = Sangat Penting 2. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktor-faktor operasional internal (Strenghts dan Weaknesses) dan eksternal (Opportunities dan Threats) yang telah ada.
4
Faktor Strategik Internal : Faktor-faktor internal yang memengaruhi perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan risiko kredit. Bobot No Faktor Internal (Kelemahan) 1 2 3 4 1
Jumlah dan mutu sumberdaya manusia masih kurang guna menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan
2
Tenor pinjaman yang lama (lebih dari 1 tahun)
3
Lemahnya proses monitoring pinjaman oleh petugas Bank
4
Persyaratan pembiayaan relatif longgar
5
Pembiayaan yang terperhatiantrasi pada industri atau sektor tertentu
Bobot No
Faktor Internal (Kekuatan) 1
1
Pengalaman BJB Syariah dalam menyalurkan pembiayaan
2
Adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko
3
Sistem informasi manajemen risiko yang membantu dalam pengelolaan risiko kredit
4
Pertumbuhan portofolio pembiayaan dari tahun ke tahun
5
Tingkat margin pembiayaan yang ditetapkan cukup bersaing
2
3
4
5
Faktor Strategik Eksternal : Faktor-faktor eksternal yang memengaruhi perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan risiko kredit. Bobot No Faktor Eksternal (Ancaman) 1 2 3 4 1
Kenaikan suku bunga Bank Indonesia
2
Kondisi usaha debitur
3
Adanya persaingan dalam hal penyaluran pembiayaan untuk UMKM baik dari bank umum konvensional, bank syariah lain maupun BPR dan BPRS.
4
Kondisi perekonomian nasional seperti ketatnya likuiditas, kenaikan inflasi dan perubahan kebijakan pemerintah maupun perekonomian global yang mempengaruhi kualitas penyediaan dana dan kecukupan penyediaan dana untuk masa yang akan datang
No
Faktor Eksternal (Peluang)
Bobot 1 1
Relatif masih banyaknya UMKM dan non UMKM yang belum memperoleh akses pembiayaan dari Bank dan Lembaga Keuangan
2
Kebutuhan akan pembiayaan relatif tinggi
3
Adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 membuka peluang BJB Syariah untuk menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan wilayah Asean dalam hal penyediaan dan penyaluran dana.
2
3
4
6
STRATEGI OPTIMASI SISTEM MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN PADA BANK JABAR BANTEN SYARIAH
Oleh : Adnan Sharif
Gambaran Ringkas Survei ini merupakan program penelitian Tesis pada program Magister Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Survei ini bertujuan untuk menyelesaikan tesis, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan akademik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan, sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui.
7
KUESIONER PEMILIHAN STRATEGI PENGENDALIAN RISIKO PEMBIAYAAN
Identitas Responden Nama Responden
:
_____________________________________________
Pendidikan
: ______________________________________________
Jenis Kelamin
: ______________________________________________
Jabatan
: ______________________________________________
Tanggal Pengisian
: ______________________________________________
Alamat dan Tlp
: ______________________________________________
Tujuan Mendapatkan penilaian para responden, terhadap pemilihan strategi pengelolaan dan pengendalian risiko kredit pembiayaan pada Bank BJB Syariah. Petunjuk Umum 1. 2. 3. 4.
Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tidak tertunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. Seluruh definisi yang digunakan dalam kuesioner ini sepenuhnya menjadi hak responden, dalam artian bahwa responden dapat saja memiliki pandangan berbeda mengenai suatu faktor di dalam kuesioner ini, dengan responden lainnya, ataupun dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan kuat.
Petunjuk Khusus 1. 2. 3.
Pada bagian ini anda diminta untuk membandingkan antara unsur-unsur A dan B, lalu memberi jawaban X pada nilai perbandingannya. Jawaban dari pertanyaan tersebut diberi nilai oleh responden berdasarkan tingkat kepentingan dari unsur-unsur yang dibandingkan secara bersamaan. Nilai perbandingan yang diberikan mempunyai skala 1-9.
8
Definisi dari skala yang digunakan untuk menilai komparasi ditentukan sebagai berikut : Nilai Komparasi Definisi (A dibandingkan B) 1 A dan B sama penting 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan Contoh : Anda diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan antara ‘Sumber Pendapatan ancaman terhadap kelancaran angsuran’ dengan ‘Dasar Penilaian Kelayakan Calon Debitur’ 1.
Jika anda menganggap ‘Sumber Pendapatan (SP) ancaman terhadap kelancaran angsuran’ sedikit lebih penting dari ‘Dasar Penilaian (DP) kelayakan calon debitur’ maka : A Tingkat Kepentingan B SP 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DP
2.
Jika anda menganggap ‘Sumber Pendapatan (SP) ancaman terhadap kelancaran angsuran’ jelas lebih penting dari ‘Dasar Penilaian (DP) kelayakan calon debitur’ A Tingkat Kepentingan B SP 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DP
A. FAKTOR 1. Peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan (F1) 2. Memperketat syarat pemberian kredit (F2) 3. Penilaian risiko yang lebih komprehensif (F3) 4. Penilaian kelayakan calon debitur (F4) B. AKTOR 1. Account Officer (A1) 2. Manajer (A2) 3. Pemimpin Cabang (A3) 4. Reviewer Pembiayaan Kantor Pusat (A4) 5. Pemimpin Divisi Pembiayaan (A5) 6. Direktur (A6)
9
C. TUJUAN 1. Menciptakan penilaian kelayakan calon debitur yang lebih prudent dan tepat sasaran (T1) 2. Meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan dan portofolio (T2) 3. Peramalan Tingkat Kesehatan Bank di masa yang akan datang (T3) D. ALTERNATIF STRATEGI 1. Memperketat penilaian character calon debitur (S1) 2. Ekspansi pembiayaan tidak hanya pada sektor tertentu (S2) 3. Penilaian risiko secara lebih hati-hati, komprehensif dan berlapis (S3) 4. Syarat pemberian kredit yang lebih ketat (S4) FAKTOR Dalam pengisian bobot prioritas alternatif strategi terhadap empat faktor yang perlu dipertimbangkan berdasarkan hasil perhitungan skor bobot, yaitu Peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan (F1), Memperketat syarat pemberian kredit (F2), Penilaian risiko yang lebih komprehensif (F3) dan Penilaian kelayakan calon debitur (F4). Bandingkan berdasarkan tingkat kepentingan/pengaruh relatif antara satu faktor dengan lainnya dalam menentukan bobot prioritas alternatif strategi.
F1 F1 F1 F2 F2 F3
9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4
Nilai Perbandingan 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3
4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9
F2 F3 F4 F3 F4 F4
AKTOR Terdapat tiga aktor yang berperan dalam pengambilan keputusan pemilihan strategi, yaitu Account Officer (A1), Manajer (A2) Pemimpin Cabang (A3) Reviewer Pembiayaan Kantor Pusat (A4), Pemimpin Divisi Pembiayaan (A5) dan Direktur (A6). a.
Bandingkan tingkat kepentingan pengaruh relatif antara aktor satu dengan aktor lainnya dalam konteks pengaruh Peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan untuk pemilihan strategi manajemen risiko.
10
A1 A1 A1 A1 A1 A2 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A4 A4 A5
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Nilai Perbandingan 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
A2 A3 A4 A5 A6 A3 A4 A5 A6 A4 A5 A6 A5 A6 A6
b.
Bandingkan tingkat kepentingan pengaruh relatif antara aktor satu dengan aktor lainnya dalam konteks pengaruh Memperketat syarat pemberian kredit untuk pemilihan strategi manajemen risiko. Nilai Perbandingan A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A4 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A5 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A4 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A5 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6 A3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A4 A3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A5 A3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6 A4 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A5 A4 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6 A5 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6
c.
Bandingkan tingkat kepentingan pengaruh relatif antara aktor satu dengan aktor lainnya dalam konteks pengaruh Penilaian risiko yang lebih komprehensif untuk pemilihan strategi manajemen risiko. Nilai Perbandingan A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2
11
A1 A1 A1 A1 A2 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A4 A4 A5 d.
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
A3 A4 A5 A6 A3 A4 A5 A6 A4 A5 A6 A5 A6 A6
Bandingkan tingkat kepentingan pengaruh relatif antara aktor satu dengan aktor lainnya dalam konteks pengaruh Penilaian kelayakan calon debitur untuk pemilihan strategi manajemen risiko. Nilai Perbandingan A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A4 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A5 A1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A3 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A4 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A5 A2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6 A3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A4 A3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A5 A3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6 A4 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A5 A4 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6 A5 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A6
TUJUAN Terdapat 3 (tiga) tujuan yang ingin dicapai melalui strategi yang dipilih perusahaan, yaitu : 1. Menciptakan penilaian kelayakan calon debitur yang lebih prudent dan tepat sasaran (T1) 2. Meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan dan portofolio (T2)
12
3. Peramalan Tingkat Kesehatan Bank di masa yang akan datang (T3) Bandingkan tingkat kepentingan pengaruh relatif antara tujuan satu dengan tujuan lainnya untuk para aktor dalam menentukan bobot prioritas pemilihan alternatif strategi manajemen risiko. a.
b.
c.
d.
e.
f.
Tujuan terhadap kepentingan Account Officer Nilai Perbandingan T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4
5 5 5
6 6 6
7 7 7
8 8 8
9 9 9
T2 T3 T3
Tujuan terhadap kepentingan Manajer Nilai Perbandingan T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4
5 5 5
6 6 6
7 7 7
8 8 8
9 9 9
T2 T3 T3
8 8 8
9 9 9
B T2 T3 T3
Tujuan terhadap kepentingan Reviewer Pembiayaan Kantor Pusat A Nilai Perbandingan T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8
9 9 9
B T2 T3 T3
9 9 9
B T2 T3 T3
9 9 9
B T2 T3 T3
Tujuan terhadap kepentingan Pemimpin Cabang A Nilai Perbandingan T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4
5 5 5
6 6 6
Tujuan terhadap kepentingan Pemimpin Divisi Pembiayaan A Nilai Perbandingan T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 Tujuan terhadap kepentingan Direktur A Nilai Perbandingan T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 T1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 T2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4
5 5 5
6 6 6
7 7 7
7 7 7
7 7 7
8 8 8
8 8 8
13
STRATEGI Terdapat empat alternatif strategi SWOT yang akan dinilai bobot prioritas dalam strategi mengatasi peningkatan risiko kredit, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Memperketat penilaian character calon debitur (S1) Ekspansi pembiayaan tidak hanya pada sektor tertentu (S2) Penilaian risiko secara lebih hati-hati, komprehensif dan berlapis (S3) Syarat pemberian kredit yang lebih ketat (S4)
Bandingkan tingkat kepentingan pengaruh relatif antara alternatif satu dengan alternatif lainnya untuk mencapai tujuan-tujuan di bawah ini. a.
b.
c.
Jika tujuan untuk ‘Menciptakan penilaian kelayakan prudent dan tepat sasaran. Nilai Perbandingan S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 S2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 S2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 S3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 Jika tujuan untuk ‘Meningkatkan kesiapan dalam portofolio’ Nilai Perbandingan S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 S2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 S2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 S3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3
calon debitur yang lebih
5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9
S2 S3 S4 S3 S4 S4
peningkatan pembiayaan dan
4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5
Jika tujuan untuk ‘Peramalan Tingkat Kesehatan Bank datang’ Nilai Perbandingan S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 S1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 S2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 S2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 S3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9
S2 S3 S4 S3 S4 S4
di masa yang akan
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9
S2 S3 S4 S3 S4 S4
14
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 13 Mei 1987 sebagai putra kedua dari pasangan Achmad Yunus dan Amelia Zein serta mempunyai satu orang kakak yaitu Azura Saphira. Pendidikan yang pernah ditempuh penulis antara lain Sekolah Dasar (SD) Islam Harapan Ibu lulus pada tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 19 Jakarta lulus pada tahun 2002, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 47 Jakarta lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada semester ketiga berhasil diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis menyelesaikan studi S-1 pada tahun 2009. Selama masa studi S-1 penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2007-2008. Selain itu penulis pernah mengikuti pendidikan ketahanan nasional di Universitas Thammasat, Thailand bulan Februari 2009. Penulis memulai karir perbankan sejak tahun 2009 di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk dan bergabung dengan PT. Bank Jabar Banten Syariah pada tahun 2013. Pelatihan dan sertifikasi perbankan yang pernah diikuti penulis diantaranya Management Training Bank Danamon hingga sertifikasi manajemen risiko. Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Ilmu Manajemen, IPB mulai tahun 2012.