STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta)
Oleh DIAN PRATOMO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN Dian Pratomo, Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Pengembangan Usaha Mikro. Di bawah bimbingan : H. Musa Hubeis, sebagai ketua dan Hj. Illah Sailah, sebagai anggota Krisis ekonomi dan moneter telah membuat angka pengangguran meningkat sedangkan
pendapatan
masyarakat
menurun.
Pemerintah
sesuai
amanat
konstitusi yakni mengemban tugas untuk menyejahterakan rakyat, maka Departemen Sosial (Depsos) selaku departemen teknis yang menangani masalahmasalah sosial yang terjadi di masyarakat menciptakan sebuah program penanganan fakir miskin dengan nama “Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Pola Terpadu KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dengan LKM-BMT (Lembaga Keuangan Mikro – Baitul Maal wat Tamwil) di Daerah ADEM (Adopsi Desa Miskin) dan Sub Urban (Pinggiran Kota)”. Kegiatan ini dilaksanakan pada tahun 2004 di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Banten, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Bentuk riil dari program ini adalah penumbuhan 5 LKM BMT KUBE dengan nama “BMT KUBE Sejahtera” di masing-masing Propinsi tersebut, sehingga pada tahun 2004 tumbuh 45 BMT KUBE Sejahtera binaan Depsos. Penelitian ini dilakukan pada LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kebutuhan dasar yang bersifat kritis bagi usaha mikro (2) mengidentifikasi dan menganalisis seberapa besar pengaruh LKMS BMT terhadap perkembangan usaha mikro, dan menentukan strateginya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat usia responden mayoritas berada pada usia matang, yakni 36-44 tahun (48%), meskipun demikian ada juga yang termasuk usia dewasa awal (17-24 tahun). Bidang usaha yang dipilih responden meliputi bidang usaha yang mempunyai potensi di Kabupaten Sleman, terutama pertanian (48%) dan perdagangan (36%). Omset perusahaan sebelum menjadi nasabah BMT didapatkan antara Rp. 1.000.000 - Rp. 4.999.999 sebesar 80%. Omset setelah menjadi nasabah BMT didapatkan tidak meningkat, tetapi justru terjadi penurunan omset pada kelompok omset antara Rp. 1.000.000 - Rp. 4.999.999 menjadi kurang dari Rp. 1.000.000 sebanyak 4% responden. Perhitungan analisis khi kuadrat menunjukkan nilai khi kuadrat 168,63 dengan db 14. Nilai khi kuadrat tabel untuk db=14 dengan taraf nyata 5% adalah 23,68. Maka disimpulkan bahwa sistem pembiayaan syariah dengan pola murabahah sesuai dengan UKM adalah nyata. Nilai khi kuadrat 243,47 dengan db
14, nilai khi kuadrat tabel untuk db=14 dan taraf nyata 23,68. Maka disimpulkan bahwa penyaluran pembiayaan dengan pola murabahah sesuai dengan UKM adalah nyata. Nilai khi kuadrat 371,46 dengan db 14, nilai khi kuadrat tabel untuk db=14 dan taraf nyata 5% 23,68, maka disimpulkan bahwa kendala menerapkan pola bagi hasil BMT sesuai dengan UKM adalah nyata. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa posisi perusahaan berada dalam kondisi grow, sehingga dapat disarankan implementasi strategi antara lain: Memperbanyak kredit usaha untuk industri/usaha mikro, menawarkan paket pembiayaan dan angsuran yang berbeda antara usaha pengusaha dari berbagai sektor usaha, biaya pada simpanan nasabah seperti biaya administrasi maupun biaya bunga sebaiknya dihilangkan saja sehingga nasabah merasa tidak terbebani dengan biaya yang tidak diinginkan, dapat diminimalkan biaya pada proses pengurusan pembiayaan seperti biaya administrasi maupun biaya Notaris, dibuat penawaran paket-paket pembiayaan yang unik dan tidak dipunyai oleh paket pembiayaan pada lembaga keuangan lain dengan bagi hasil yang menarik, memilih lokasi yang dekat dengan nasabah yang memiliki karakteristik usaha yang digeluti, misalnya dekat dengan pasar, jika perlu ada karyawan BMT yang mengambil setoran debitur ke lokasi tempat usaha tiap debitur, advertorial dapat dijalankan dengan memasang halaman advertorial di surat kabar lokal, testimoni dapat dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dengan mengundang para nasabah dari kelompok industri mikro, sales force diperlukan karena tidak semua nasabah mempunyai waktu untuk datang, bertanya dan bertransaksi dengan BMT di kantor.
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam laporan akhir saya yang berjudul : ”Strategi Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Mengembangkan Usaha Mikro (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta)” merupakan gagasan atau hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Maret 2007
Dian Pratomo F052044085
STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta)
DIAN PRATOMO
Laporan Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Laporan Akhir : Strategi Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Mengembangkan Usaha Mikro (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, SlemanYogyakarta) Nama Mahasiswa
: Dian Pratomo
Nomor Pokok
: F052044085
Program Studi
: Industri Kecil Menengah
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Ketua
Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA
Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 30 Januari 2007
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 3 Oktober 1978 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari ayah Daim Srimukti dan ibu Siswodarsini. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Berbekal ijasah S1, penulis diterima bekerja di Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), sebuah Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang pemberdayaan usaha mikro kecil dan ekonomi kerakyatan. Pada tahun 2004 penulis diberi amanah sebagai Project Manager, dan dipercaya mengelola semua proyek PINBUK yang berhubungan dengan pemerintahan. Menikah pada Oktober 2003 dengan Atit Tunjung Sari dan telah dikaruniai seorang putri yang cantik bernama Annisa Syahrin Faiza.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pasca Sarjana (SPS), Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan. Penulis sadar bahwa laporan akhir ini tidak akan dapat tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi MPI SPS IPB atas pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian laporan akhir. 2. Ibu Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan pikirannya dalam melaksanakan bimbingan dan memberikan perhatian penuh dalam penyusunan laporan akhir ini. 3. Seluruh Staf Administrasi dan Dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu membuka wawasan dan cakrawala dalam rangka penulis menggali informasi lebih mendalam dalam proses penyampaian materi studi. 4. Istri dan Anakku tercinta yang selalu memberikan dorongan moril dan menemani melekan, sampai laporan akhir ini selesai. 5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah melahirkan, merawat, menjaga, memberikan do`a, dukungan dan semangat. 6. Sahabat-sahabat di PINBUK yang telah memberikan kesempatan dan keleluasaan penulis dalam penyelesaian laporan akhir ini. 7. Sahabat-sahabat di BMT Kube Sejahtera Unit 20 yang telah dengan terbuka menerima penulis selama masa penelitian dan memberikan informasi yang sangat berharga demi terselesaikannya laporan akhir ini. 8. Sahabat-sahabat MPI Angkatan V yang telah dengan kritis memberikan masukan dan saran yang sangat diperlukan dalam proses pembuatan laporan akhir.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………
xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………...
xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………………
xiv
I.
II.
PENDAHULUAN ………………………………………………………………..
1
A.
Sejarah ……………………………………………………………………..
1
B.
Produk ………………………………………………………………………
3
C.
Perumusan Masalah ………………………………………………………
5
ANALISIS MASALAH ………………………………………………………….
6
A.
Prinsip Analisis …………………………………………………………….
6
1.
Tujuan …………………………………………………………………
6
2.
Implementasi Praktis …………………………………………………
6
Metode Analisis ……………………………………………………………
11
1.
Metode ………………………………………………………………...
11
2.
Kelebihan-Kekurangan Metode …………………………………….
13
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………….
15
A.
Kondisi Umum ……………………………………………………………..
15
1.
Usaha Mikro .................................................................................
15
2.
Kajian Teori Syariah .....................................................................
17
3.
Perbandingan Sistem Syariah dan Sistem Konvensional ............
20
Hal yang Dikaji ....................................................................................
25
1.
Karakteristik Usaha Mikro.............................................................
25
2.
Sistem Pembiayaan Usaha Mikro.................................................
27
3.
Hasil Analisis Khi Kuadrat ............................................................
31
4.
Hasil Analisis SWOT ....................................................................
33
5.
Implementasi Strategis .................................................................
42
B.
III.
B.
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................
45
1. Kesimpulan .....................................................................................................
45
2. Saran .............................................................................................................
46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
47
LAMPIRAN ..........................................................................................................
49
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Sebaran LKMS BMT di Indonesia.............................................
9
2.
Perbandingan lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional............................................................
24
3.
Persepsi responden tentang pembiayaan pola murabahah
28
4.
Persepsi responden tentang penentuan penyaluran pembiayaan...............................................................................
29
5.
Persepsi responden tentang kendala penerapan pola bagi hasil..........................................................................................
30
6.
Perhitungan khi kuadrat pada sistem pembiayaan syariah dengan pola murabahah sesuai dengan Usaha Mikro.............
31
7.
Perhitungan khi kuadrat pada sistem pembiayaan syariah dengan pola murabahah sesuai dengan UKM..........................
32
8.
Perhitungan khi kuadrat pada kendala menerapkan pola bagi hasil BMT sesuai dengan UKM.................................................
33
9.
Faktor strategis internal.............................................................
35
10.
Faktor strategis eksternal..........................................................
36
11.
Analisis SWOT..........................................................................
38
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Hubungan antar pelaku ekonomi dalam Islam .........................
19
2.
Grafik faktor strategi eksternal dan internal .............................
36
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1.
Halaman Kuesioner kajian ....................................................................
50
I.
PENDAHULUAN
A. Sejarah Daerah pinggiran kota (sub urban) merupakan wilayah penyangga daerah kota, dengan kondisi penduduknya yang heterogen, baik dilihat dari kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, adat istiadat maupun karakteristik perilakunya yang bervariasi. Kaum urbanisan dengan permasalahannya dari desa di mana berasal, kemudian permasalahan tersebut masih melekat dibawa ke kota, sehingga menambah jumlah dan jenis permasalahan sosial, di samping penduduk setempat memang sebagian berada di bawah garis kemiskinan karena ancaman kekurangan pangan sebagai akibat rendahnya pasokan bahan pangan dari desa-desa. Kehidupan warga masyarakat pada umumnya labil, antara lain sering melambungnya harga-harga diperkotaan, masalah pemutusan hubungan kerja (PHK), tingkat konsumerisme yang tinggi serta ketergantungannya kepada hasil kerja pada saat itu, dengan kata lain kalau pada hari ini tidak bekerja berarti tidak mempunyai penghasilan dan tidak dapat makan. Tingkat kecemburuan sosial tinggi, karena banyak penduduk kota yang hidupnya glamour, menggunakan fasilitas yang dianggapnya mewah, tetapi dilain pihak terdapat kaum fakir miskin yang merasakan tidak adanya keadilan menimpa pada dirinya, sehingga dihinggapi keresahan sosial. Dalam hal ini yang kurang beruntung bertempat tinggal di lingkungan kumuh, mengontrak di rumah-rumah yang kurang layak huni, serta di lingkungan yang sangat rawan bencana. Pada umumnya mengadu nasib di sektor informal, yang masih beruntung, sedangkan yang kurang beruntung menjadi gelandangan, pengemis, pemulung, tuna susila, bahkan ada yang mengerjakan sesuatu dalam bentuk tindak kekerasan, semuanya menambah daftar penyandang masalah sosial serta kualitas masalahnya yang sangat bervariasi. Para keluarga fakir miskin pada umumnya belum mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang sangat dirasakan, bahkan ada yang tidak memahami sampai sejauhmana kualitas permasalahan yang dihadapi, walaupun sesungguhnya di antara mereka masih memiliki semangat dan motivasi, potensi atau kemampuan yang dapat diperdayakan.
2
Untuk menanggulangi persoalan kemiskinan struktural maupun yang diakibatkan oleh krisis ekonomi, pemerintah memandang perlu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin. Kegiatan ini tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat yang sedang dialami, namun juga bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat yang semakin kuat bagi perkembangan masyarakat di masa yang akan datang (Kusuma, 2002) Penanganan fakir miskin di daerah sub urban mengandung spesifikasi tersendiri dan sering terjadi perubahan setiap saat seiring dengan cepatnya perubahan sistem nilai dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini patut disikapi dalam rencana penanganannya dan segera dilakukan secara intergratif dan sinergik, baik melalui program pengembangan KUBE maupun melalui networking dari berbagai pihak yang terkait, baik dari unsur pemerintah, lembaga swasta, perorangan maupun dunia usaha yang peduli secara langsung dalam memberikan kontribusinya (Depsos, 2004) Dalam memberikan pelayanan sosial bagi fakir miskin, banyak bentukbentuk kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain berupa bantuan sosial, pengguliran dana, pendampingan sosial, usaha kesejahteraan sosial, usaha ekonomi produktif, kemitraan usaha, sistem perbankan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk kepentingan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, khususnya pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin diperlukan indikator yang lebih merefleksikan tingkat kemiskinan yang sesungguhnya di masyarakat. Dalam rangka memecahkan permasalahan yang terjadi di daerah pinggiran kota, maka Departemen Sosial (Depsos) selaku departemen teknis yang menangani masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat menciptakan sebuah program penanganan fakir miskin dengan nama “Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Pola Terpadu KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dengan LKM-BMT (Lembaga Keuangan Mikro – Baitul Maal wat Tamwil) di Daerah ADEM (Adopsi Desa Miskin) dan Sub Urban (Pinggiran Kota)”. Kegiatan ini dilaksanakan pada tahun 2004 di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Banten, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Bentuk riil dari program ini adalah penumbuhan 5 LKM BMT KUBE dengan nama “BMT KUBE Sejahtera” di masing-masing Propinsi
3
tersebut, maka pada tahun 2004 tumbuh 45 BMT KUBE Sejahtera binaan Departemen Sosial. Sebagai unit usaha yang bergerak di bidang Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan pola usaha yang berbeda dengan Lembaga Keuangan Konvensional yang sudah berjalan saat ini, LKMS BMT unit 20 memiliki visi, yaitu menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan kepemilikan harta yang bebas dari riba. Adapun misinya adalah mengentaskan dan memberdayakan
masyarakat
miskin
untuk
lebih
berdayaguna
dan
mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh dukungan untuk mengembangkan usahanya. Salah satu hal terpenting dari program ini adalah adanya pendampingan, dimana di setiap LKMS BMT didampingi oleh satu orang yang telah berpengalaman
dalam
bidang
pengembangan
masyarakat
dan
pengembangan LKMS BMT itu sendiri. Pendampingan itu sendiri adalah suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan anggota masyarakat dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya (Setiabudi, 2002)
B. Produk Pada dasarnya tidak terdapat banyak perbedaan produk antara lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah. Perbedaan yang paling mendasar antara keduanya adalah dasar perhitungan bunga yang disebut dalam sistem lembaga keuangan syariah adalah marjin dan nisbah atau bagi hasil. Di dalam lembaga keuangan konvensional besarnya suku bunga telah ditetapkan dan hal ini merupakan alat utama lembaga keuangan konvensional dalam menjaring nasabahnya, serta pendapatan bunga dari kredit. Di lembaga keuangan syariah, besarnya marjin dan nisbah atau bagi hasil disepakati antara nasabah dengan lembaga keuangan. Produk – produk yang telah dikembangkan dan dipasarkan oleh LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 adalah : 1. Produk Tabungan a. Tabungan Berjangka / Deposito (TAJAKA)
4
b. Tabungan Pendidikan Anak (TADIKA) c. Tabungan Mandiri Sejahtera (TAMARA) d. Tabungan Haji Terwujud (TAHAJUD) e. Tabungan Idul Fitri (TADURI) 2. Produk Pembiayaan a. Pembiayaan total bagi hasil (Mudharabah) Akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Atau dengan kata lain, pembiayaan yang dilakukan melalui kerjasama usaha antara dua pihak dimana pemilik modal/BMT (shohibul maal) menyediakan modal 100%, sedangkan pihak lainnya/nasabah menjadi pengelolanya (mudharib) dengan mensyaratkan jenis atau bentuk usaha yang dilakukan. Pembiayaan ini dapat disalurkan untuk berbagai jenis usaha, yaitu perdagangan, perindustrian, pertanian dan jasa. b. Pembiayaan bersama bagi hasil (Musyarakah) Akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modalnya untuk tujuan mencari keuntungan dengan prinsip bagi hasil, yang porsinya disesuaikan dengan penyertaannya. Jenis pembiayaan ini cocok untuk nasabah yang telah memiliki usaha dan bermaksud mengembangkan usahanya, tetapi masih kekurangan dana untuk mengembangkan usaha tersebut. c. Pembiayaan pembelian barang bayar jatuh tempo (Murabahah) Akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dengan kata lain, pembiayaan murabahah ialah pembiayaan dengan prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dengan pihak lain selaku penjual dan nasabah selaku pembeli. Pembayaran dapat dilakukan pada saat jatuh tempo pembiayaan sesuai dengan kesepakatan bersama. Pembiayaan ini diperhitungkan dan dicatat sebagai piutang bank kepada nasabah. Pembiayaan ini sangat cocok bagi nasabah yang membutuhkan aset, namun kekurangan dana untuk melunasinya. d. Pembiayaan pembelian barang bayar angsuran (Bai` Bitsaman `Ajil)
5
Akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Atau dengan kata lain, pembiayaan murabahah ialah pembiayaan dengan prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dengan pihak lain selaku penjual dan nasabah selaku pembeli. Pembayaran dapat dilakukan secara angsuran sesuai dengan kesepakatan bersama. Pembiayaan ini diperhitungkan dan dicatat sebagai piutang bank kepada nasabah. Pembiayaan ini sangat cocok bagi nasabah yang membutuhkan aset, namun kekurangan dana untuk melunasinya.
C. Perumusan Masalah
1. Apa yang menjadi kebutuhan dasar bagi UMKM. 2. Seberapa besar pengaruh LKMS BMT terhadap perkembangan UMKM dan bagaimana strategi pengembangannya.
6
II. ANALISIS MASALAH
A. Prinsip Analisis 1. Tujuan Tujuan analisis adalah : 1. Mengidentifikasi kebutuhan dasar bagi usaha mikro 2. Mengidentifikasi dan menganalisis seberapa besar pengaruh LKMS BMT terhadap perkembangan usaha mikro 3. Menentukan strategi yang diperlukan dalam rangka mengembangkan kapasitas LKMS BMT maupun usaha mikro 2. Implementasi Praktis Ekonomi rakyat atau sering disebut juga dengan istilah ekonomi mikro, umumnya berbasis pada sumber daya ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya, maka pembangunan ekonomi rakyat diyakini akan memperkuat fondasi perekonomian nasional (Mennegkop dan UKM, 2005) Perekonomian Indonesia akan memiliki fundamental yang kuat, jika ekonomi rakyat telah menjadi pelaku utama yang produktif dan berdaya
saing
dalam
perekonomian
nasional.
Untuk
itu,
pembangunan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan Usaha Mikro menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang (Deperindag, 2002). Upaya pemberdayaan
Usaha Mikro secara otomatis juga
melakukan upaya pemberdayaan masyarakat telah dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya memberikan bantuan kesehatan, beasiswa pendidikan, hingga bantuan teknis dan hibah peralatan, serta modal. Pendekatan ini memang mampu menurunkan angka kemiskinan, tetapi menimbulkan permasalahan baru, yaitu munculnya sikap ketergantungan dan melemahnya sikap sosial dan kemandirian. Beberapa pengamat ekonomi berpendapat, cara tersebut tidak menyelesaikan akar masalah penyebab kemiskinan, yaitu adanya ketimpangan distribusi dan akses terhadap sumber daya ekonomi. Saat ini, tak kurang ada 40-an juta unit usaha dan 90% di antaranya adalah Usaha Mikro yang merupakan unit usaha yang
7
sangat
strategis
sebagai
pintu
masuk
skenario
pengentasan
kemiskinan (Ismawan, 2004), alasannya sederhana, jika semua unit usaha ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka usahausaha ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan, dan memberikan penghasilan bagi para pelakunya. Mengembangkan kelompok usaha ini menjadi lebih produktif, dan secara riil dapat menekan angka kemiskinan, serta akan mengembangkan ekonomi rakyat secara luas. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan para pelaku Usaha Mikro, dibutuhkan sebuah kerjasama berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta,
yang berkompeten dan memiliki perhatian besar
terhadap perkembangan perekonomian bangsa pada umumnya dan perkembangan Usaha Mikro pada khususnya. Salah satu lembaga yang mempunyai perhatian besar terhadap perkembangan Usaha Mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (LKMS BMT) (Ridwan, 2004). LKMS BMT berdiri di garda terdepan dalam mendukung penyediaan jasa keuangan para pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah yang belum layak menurut standar penilaian perbankan (bankable). LKMS
BMT
adalah
lembaga
keuangan
dan
pembiayaan
berlandaskan syariah yang didirikan dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat untuk memecahkan masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi para pelaku Usaha Mikro yang pada umumnya adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah (Aziz, 2004). LKMS BMT memiliki dua bidang kerja, yaitu sebagai Lembaga Maal (Baitul Maal) dan sebagai Lembaga Tamwil (Baitul Tamwil). Baitul Maal dimaksudkan untuk menghimpun zakat, infaq maupun shadaqah dan menyalurkannya kepada pihak-pihak yang berhak mendapatkannya dalam bentuk pemberian tunai langsung maupun pinjaman modal tanpa bagi hasil. Baitul Maal ini bersifat nirlaba (sosial) dan Lembaga Tamwil dimaksudkan untuk menghimpun dana masyarakat mampu (aghniya) dalam bentuk saham, simpanan ataupun deposito dan menyalurkannya sebagai modal usaha dengan ketentuan bagi hasil antara pemodal, peminjam dan LKMS BMT. Kegiatan
Lembaga
Tamwil
ini
bersifat
profit
motive.
Dalam
perkembangan kegiatan LKMS BMT, Lembaga Tamwil menjadi
8
kegiatan utama sementara Lembaga Maal
menjadi kegiatan
sampingan, bahkan sebagian besar LKMS BMT tidak melakukan kegiatan Lembaga Maal. Bagi hasil adalah jumlah keuntungan yang didapat oleh peminjam sehubungan dengan penggunaan modal (pinjaman) untuk kegiatan usaha dimana dari jumlah keuntungan tersebut dibagi antara peminjam dan pemodal. Bagi hasil ditentukan pada akhir periode peminjaman. Hal Ini merupakan perbedaan prinsip dengan bank konvensional, dimana keuntungan berupa bunga sudah ditentukan pada awal periode peminjaman. Bangunan ekonomi Islam ditegakkan di atas lima nilai dasar, yaitu Tauhid (ketuhanan), `adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khilafah (pemerintahan) dan Ma`ad (hasil). Kelimanya menjadi dasar pijakan dalam operasional. Ekonomi islam tidak sekedar ilmu, melainkan juga sistem yang aplikatif (Antonio, 2001) LKMS BMT tidak menerapkan sistem bunga sebagaimana layaknya lembaga keuangan konvensional, akan tetapi menerapkan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan kaidah syariah ekonomi Islam. Kata ”syariah” menurut bahasa memiliki makna ”jalan yang menuju air”. Dalam konteks agama, syariah berarti jalan menuju kehidupan yang baik atau sempurna (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2003), maka dapat diartikan bahwa LKMS BMT adalah sebuah lembaga keuangan yang bertujuan untuk mengajak anggotanya dalam kegiatan ekonomi menuju jalan yang baik dan benar sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Ciri utama dari LKMS BMT adalah (Depsos, 2005) Pertama, berorientasi
bisnis,
pemanfaatan
mencari
ekonomi
laba
paling
bersama,
bawah
meningkatkan
untuk
anggota
dan
lingkungannya. Kedua, bukan lembaga sosial tetapi dimanfaatkan untuk mengaktifkan penggunaan dana sumbagan sosial, zakat, infaq dan
shadaqah
bagi
kesejahteraan
orang
banyak
secara
berkelanjutan. Ketiga, tumbuh dari bawah berdasarkan peran partisipasi
dari
masyarakat
sekitar.
Keempat,
milik
bersama
masyarakat setempat dari lingkungan LKMS BMT itu sendiri, bukan milik orang lain dari luar masyarakat itu. Kelima,
LKMS BMT
9
mengadakan kajian rutin pendampingan usaha anggota secara berkala yang waktu dan tempatnya ditentukan (biasanya di balai RW/RT/desa, kantor LKMS BMT, rumah anggota, masjid dan sebagainya), biasanya diisi dengan perbincangan bisnis para nasabah LKMS BMT, di samping pendampingan mental spiritualnya terutama motif berusaha. Keenam, manajemen LKMS BMT adalah orang profesional. Ada
beberapa
alasan
mengapa
harus
mendirikan
dan
mengembangkan LKMS BMT (PINBUK, 2004), yaitu pertama, pembangunan nasional harus dipercepat. Kedua, lebih dari 98% dari struktur pengusaha nasional adalah Usaha Mikro (kecil bawah) yang salah
satu
faktor
kesulitannya
adalah
masalah
permodalan,
sementara kurang mengenal Bank atau Lembaga Keuangan dan atau sulit mengaksesnya. Ketiga, Bank segan ”menyentuh” Usaha Mikro, karena biaya Bank (over head cost) ”terlalu mahal” untuk pembiayaan kecil-kecil
dan
banyak
jumlahnya.
Keempat,
sebagian
besar
penduduk golongan ekonomi lemah dan tertinggal, terjerat rentenir dengan
prosedur
yang
gampang
dan
sederhana,
namun
memberatkan akibat pembebanan bunga pinjaman yang besar. Untuk itu LKMS BMT didirikan sebagai counter terhadap praktek para rentenir tersebut. Dengan kekuatan yang tumbuh dari bawah, dewasa ini, LKMS BMT sudah menunjukan kiprahnya dalam kancah perekonomian Indonesia. Ini terbukti dengan banyaknya BMT tersebar di seluruh Indonesia (Tabel 1). Ada beberapa catatan perkembangan LKMS BMT yang dapat membuat sadar akan besarnya peran LKMS BMT di masa sekarang maupun mendatang. LKMS BMT Tumang, berdiri tanggal 1 Oktober 1998 di desa Cepogo, Kab. Boyolali, Jawa Tengah, dengan modal awal Rp. 7.050.000,- yang terkumpul dari 60 orang anggota pendirinya. Tahun 2005 telah membukukan aset sebesar Rp. 4.000.000.000,- dengan melayani lebih dari 1.800 anggota/nasabah. LKMS BMT Mardhatillah, Sumedang, Jawa Barat, berdiri tahun 1996, dengan modal awal Rp. 5.000.000,- yang terkumpul dari 20 orang anggota
pendirinya.
Tahun
2005,
asetnya
mencapai
Rp.
10
2.000.000.000,-
dengan
melayani
tidak
kurang
dari
5.000
anggota/nasabah. LKMS BMT Bina Umat Sejahtera (BUS), berdiri di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, yang berdiri tahun 1995, dengan modal awal Rp. 10.000.000,- yang terkumpul dari 20 orang anggota pendirinya. Tahun 2005, asetnya mencapai Rp. 28.000.000.000,dengan melayani kurang lebih 11.000 anggota/nasabah. Tabel 1. Sebaran LKMS BMT di Indonesia
1
Aceh
2
7
23
Jumlah aset Rp 50 jt 250 Jt 37
2
Sumatera Utara
1
8
53
87
7
156
3
Sumatera Barat
1
5
17
28
9
60
4
Riau
2
5
20
23
15
65
5
Jambi
1
1
2
5
3
12
6
Bengkulu
-
1
10
5
4
20
7
Sumatera Selatan
1
3
14
38
9
65
8
Lampung
1
1
14
19
7
42
9
Jakarta
5
36
53
55
16
165
10
Jawa Barat
7
23
290
293
24
637
11
Jawa Tengah
150
9
215
225
49
648
12
Yogyakarta
15
10
29
14
9
77
13
Jawa Timur
16
32
271
230
62
600
14
Bali
1
6
4
3
1
15
15
Kalimantan Barat
2
5
13
17
2
43
16
Kalimantan Tengah
-
5
4
3
2
10
17
Kalimantan Timur
2
9
7
4
2
24
18
Kalimantan Selatan
3
4
5
4
1
17
19
-
1
21
31
9
62
20
Sulawesi Utara dan Gorontalo Sulawesi Tengah
1
2
4
2
2
11
21
Sulawesi Tenggara
-
1
11
7
4
23
22
Sulawesi Selatan
10
51
71
83
29
244
23
Nusa Tenggara Barat
1
4
41
39
8
93
24
Nusa Tenggara Timur Maluku dan Maluku Utara Papua dan Irjabar
-
1
2
4
1
8
2
5
10
7
4
21
3
2
6
7
3
18
237
223
1.202
1.260
289
3.037
No
25 26
Propinsi
Jumlah
Sumber : PINBUK, 2005.
Jumlah aset > Rp 1 M
Jumlah aset Rp 500 Jt 1M
Jumlah aset Rp 250 jt 500 Jt
Jumlah aset < Rp 50 Jt
Total (unit)
7
76
11
LKMS BMT Baiturrahman, berdiri pada tahun 1998 di lingkungan pabrik pupuk Kaltim, Bontang, Kalimantan Timur, dengan modal awal Rp. 28.900.000,- yang terkumpul dari 30 orang anggota pendirinya. Tahun 2005, asetnya mencapai Rp. 6.000.000.000,- dengan melayani lebih dari 3.700 anggota/nasabah (PINBUK, 2005). Masih banyak lagi contoh-contoh LKMS BMT yang lain. Hal ini
membuktikan bahwa
eksistensi LKMS BMT tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Sampai saat ini, belum ada regulasi yang mengatur tentang badan hukum LKMS BMT, akan tetapi dapat diatasi dengan payung hukum koperasi. LKMS BMT dianjurkan untuk mengurus kendala legalitas ini. Untuk itu diharapkan, dengan memiliki badan hukum, maka LKMS BMT bisa lebih berkembang, karena mampu mengakses sumber dana. Dengan begitu dapat membantu pengembangan Usaha Mikro di Indonesia, karena Usaha Mikro di Indonesia identik dengan akar kemiskinan
(Rudjito, 2004). Angka BPS untuk tahun 2003
menunjukkan ada 36,1 juta penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan (BPS, 2004) Dalam praktiknya, pola operasional LKMS BMT tidak sepenuhnya mengadaptasi
pola
koperasi,
melainkan
mengadaptasi
dan
mengadopsi pola-pola pengembangan lembaga keuangan dan pengembangan masyarakat berbasis kelompok (Depsos, 2005). Kajian ini menjadi penting adanya, apabila memang terbukti bahwa LKMS BMT memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan pekembangan
perekonomian Usaha
Mikro
bangsa pada
pada
umumnya
khususnya,
maka
dan sudah
seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan LKMS BMT dan Usaha Mikro yang merupakan bagian dari ekonomi rakyat yang merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia.
B. Metode Analisis 1. Metode Untuk menunjang keperluan analisis dalam membahas peran LKMS dalam pengembangan usaha mikro ini, telah dilakukan pengumpulan dan pencarian data, serta studi kepustakaan yang
12
menyangkut teori-teori tentang LKMS dan perkembangan kondisi usaha mikro. Data yang telah dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang digunakan dalam kajian ini berupa data hasil kuesioner (Lampiran 1) yang disebarkan kepada para nasabah LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nasabah dari LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 sekarang ini sudah mencapai kurang lebih 300 nasabah, dan yang dijadikan responden sebanyak 100 nasabah. Data
sekunder
digunakan
sebagai
data
tambahan
dalam
menunjang analisis. Data sekunder mencakup data kuantitatif, yaitu data portofolio pembiayaan LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 berdasarkan jenis pembiayaan yang sudah disalurkan, data mengenai perkembangan LKMS BMT dan proyeksi perkembangan ke depan. Data lain secara kualitatif dapat diperoleh dari literatur – literatur yang berkaitan dengan ekonomi syariah atau lembaga keuangan syariah, serta ulasan-ulasan para pakar yang dipublikasikan dalam buletin, jurnal, internet, dan media-media lain. Data yang terkumpul telah dianalisa dengan menggunakan metode analisa sebagai berikut : a. Deskriptif kualitatif Statistik
deskriptif
menganalisa
data
adalah
statistik
dengan
cara
yang
digunakan
untuk
mendeskripsikan
atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2002). Metode analisis deskriptif kualitatif ini dimaksudkan untuk memaparkan atau deskripsi statistik
peubah-peubah
ukuran
analisis
yang
meliputi
karakteristik, perilaku, dan sistem pembiayaan. Dalam hal ini digunakan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT). b. Tabulasi silang Metode analisis lainnya yang digunakan adalah metode analisis tabulasi silang yang merupakan analisis hubungan antara
13
karakteristik, dan perilaku dengan jumlah penyaluran pembiayaan syariah. c. Analisis Khi Kuadrat Analisis khi kuadrat adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas, dimana data berbentuk nominal dan contohnya besar (Sugiyono, 2002). Analisis khi kuadrat dapat digunakan untuk menguji perbedaan nyata antara banyak yang diamati dari obyek atau jawab yang masuk dalam masing-masing kategori dengan banyak yang diharapkan menurut pengujian hipotesis nol. Analisis khi kuadrat ini dipilih karena yang diuji berkaitan dengan suatu perbandingan mengenai frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan (Siegel, 1997). Rumus khi kuadrat adalah : k
[ f 0 − f h ]2
i =1
fh
χ =∑ 2
Data kajian ini mengikuti distribusi khi kuadrat dengan derajat bebas db=k-1, yaitu pada distribusi khi kuadrat dengan db=14. Frekuensi yang diharapkan (fh) untuk masing-masing kelas ditetapkan berbeda
berdasarkan
kategori
”banyak
yang
diharapkan”.
Pengambilan kesimpulan didapatkan jika nilai khi kuadrat hitung > khi kuadrat tabel dengan db=14 dan taraf nyata 0,05. 2. Kelebihan dan Kekurangan Metode a. Kelebihan metode Kelebihan metode pengumpulan data adalah: 1) Mudah dan cepat, karena data teknis yang berkaitan dengan masalah pembiayaan tersedia di kantor LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20. 2) Hemat biaya, karena sasaran yang dijadikan responden adalah nasabah dari LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20, dengan wilayah sebaran yang berbasis wilayah desa sehingga hasil kuesioner secara lengkap dan cepat dapat diterima kembali dan telah terisi.
14
3) Dengan analisis deskriptif kualitatif tidak ada uji nyata, tidak ada taraf kesalahan, karena tidak dimaksudkan untuk generalisasi. b. Kekurangan metode Kekurangan metode pengumpulan data : Mengingat yang melakukan pengisian adalah masyarakat desa, maka
dapat
dipertanyakan
tingkat
pemahaman
responden
terhadap suatu pertanyaan, sehingga hal ini berdampak pada tingkat akurasi jawabannya.
15
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum 1. Usaha Mikro Upaya-upaya penanggulangan kemiskinan salah satunya adalah memperkuat peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selama
ini
UMKM
diakui
keberadaannya
sebagai
penopang
perekonomian masyarakat. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 memberikan pelajaran bahwa UMKM sanggup memberi kontribusi
terhadap
perekonomian
nasional,
khususnya
dalam
menyediakan kesempatan kerja. Keberadaan pengusaha mikro, kecil, dan menengah, khususnya yang berskala usaha mikro merupakan wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Posisi seperti ini menempatkan usaha mikro sebagai jalur utama dalam pengembangan sistem ekonomi kerakyatan cukup memprihatinkan. Tidak terlalu mengejutkan jika jumlah pengusaha mikro relatif banyak, tetapi hanya penguasa sebagian aset produksi dan menyumbang sebagian kecil produksi nasional (Wiyono, 2003) Proses
pengembangan
usaha
mikro
sebagai
manifestasi
perkembangan ekonomi lokal dan penanggulangan kemiskinan menjadi sangat penting sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Proses ini tidak akan berjalan dengan baik kalau penguatan peran usaha mikro dari tingkat lokal tidak diikutsertakan sebagai pihak berkepentingan yang utama. Di samping penguatan peran pengusaha mikro
tersebut
mempunyai
arti
strategis
bagi
kesejahteraan
masyarakat setempat, sekaligus sebagai penggerak perekonomian daerah dan transformasi sosial ekonomi dalam komunitas lokal. Upaya pengembangan dan penguatan potensi pengusaha mikro di tingkat lokal sebagai kelompok ekonomi strategis di daerah harus berorientasi pada pemberdayaan, sehingga terbentuk pelaku ekonomi lokal yang mandiri dan kuat melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pada umumnya dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) pada khususnya.
16
Dikaitkan dengan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan, usaha mikro memiliki makna yang strategis. Dilihat dari perspektif ini, penguatan usaha mikro dengan wadahnya LKM berperan dalam dua saluran. Pertama, usaha mikro dapat menciptakan kesempatan kerja, hal ini disebabkan LKM relatif bersifat padat karya dengan modal yang kecil. Kedua, melalui pengembangan usaha mikro yang secara langsung terkait dengan penduduk miskin yang memiliki usaha produktif.
Dengan
demikian
sekurang-kurangnya
terdapat
dua
alternatif dalam penanggulangan kemiskinan, yaitu memperkuat LKM dan memperkuat usaha mikro yang pada umumnya dijalankan oleh penduduk miskin. Strategi untuk memperkuat usaha mikro didasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan kelemahan-kelemahan yang melekat
di
dalam
usaha
mikro.
Salah
satu
alternatif
untuk
memperkuat posisi usaha mikro adalah dengan mendorong terjadinya kemitraan dan keterkaitan antar pelaku-pelaku ekonomi, baik antar pelaku usaha mikro maupun usaha mikro dengan usaha besar. Diharapkan kemitraan dan keterkaitan akan menghasilkan nilai tambah (ekonomi dan sosial) yang akan memperkuat struktur ekonomi nasional. Dengan adanya kemitraan dan keterkaitan diharapkan beberapa masalah yang melekat dalam usaha mikro dapat diatasi. Dalam rangka menciptakan kemitraan dan keterkaitan ini, lembaga keuangan dapat ikut aktif dalam memperkuat posisi usaha mikro. Dalam konteks ini, pihak lembaga keuangan selain memberikan kemudahan dalam mengakses pembiayaan, dapat juga memfasilitasi informasi pasar, mendorong aliansi strategis, dan memberikan dukungan bantuan manajemen pengelolaan usaha. Menurut Bintoro (2003), peran pemerintah, pusat maupun daerah, dalam menumbuhkan kemitraan dan keterkaitan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, pemerintah dapat melakukan inisiasi awal dalam bentuk program intervensi. Dalam program ini pemerintah hanya sebagai fasilitator untuk menggerakkan kemitraan dan keterkaitan, seperti yang ada dalam program Pengembangan Ekonomi Lokal. Kemitraan dan keterkaitan
17
dapat beragam sesuai dengan potensi yang ada pada tiap-tiap daerah. Secara tidak langsung, peran pemerintah adalah menciptakan iklim yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya kemitraan dan keterkaitan. Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal dan moneter, kemudahan perizinan dan informasi yang cepat. Bagi pemerintah daerah dituntut untuk mendorong melalui berbagai kebijakan dan peraturan daerah yang mendukung.
2. Kajian Teori Syariah Ekonomi Islam ada bukan karena alasan apologetik, melainkan karena alasan keharusan, bukan karena Islam dulu pernah jaya dan menjadi obor dunia, ataupun adanya kelemahan pada sistem kapitalisme maupun sosialisme. Ekonomi Islam ada karena tuntutan dari kesempurnaan Islam, artinya Islam harus dipeluk secara kaffah dan komprehensif (Rosyidi, 2006) Lembaga keuangan syariah menurut Antonio (2001) adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan lembaga keuangan syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan ciri-ciri yang menonjol, yaitu pelarangan riba dalam berbagai bentuknya, tidak mengenal konsep time-value of money, serta konsep uang sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan. Fungsi dan peran bank syariah di antaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi
yang
dikeluarkan
oleh
Accounting
and
Auditing
Organization for Islamic Financial Institution atau AAOIFI (Susilo, 2005) sebagai berikut : 1. Manajer investasi yang dapat mengelola investasi atas dana nasabah, misalnya menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi. 2. Investor yang dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah Islam dan membagi keuntungan atau kerugian yang diperoleh secara
18
proporsional sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana. 3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa layanan perbankan seperti bank konvensional sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah yang dapat memberikan pelayanan sosial dalam bentuk pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan penyaluran dana sosial (qardhul hasan). Paradigma ekonomi islam pada hakekatnya mengatur hubungan antara pelaku ekonomi, agar dapat terlibat dalam kegiatan usaha ekonomi dan dapat memperoleh keuntungan secara wajar sesuai dengan perjanjian yang disepakati berdasarkan ketentuan Al-Qur`an dan Hadist. Selain mengatur tentang masalah aqidah dan akhlak, Islam juga mengatur masalah hubungan antar manusia (Muamalah). Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa kerangka kegiatan muamalah, secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bidang sosial, politik, dan ekonomi. Muamalah di bidang ekonomi mengatur tentang kegiatan konsumsi, simpanan dan investasi. Berbeda dengan sistem lainnya,
Islam
mengajarkan
pola
konsumsi
moderat
yang
memungkinkan adanya simpanan yang dapat disalurkan untuk pembiayaan investasi, baik untuk investasi di sektor perdagangan (trade), produksi (manufacture), maupun jasa-jasa (services). Oleh karena itu, diperlukan lembaga keuangan yang dapat bertindak sebagai intermediator antara pihak yang berlebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Maka dapat dikatakan bahwa antara pola konsumsi, simpanan, investasi dan keberadaan lembaga keuangan pada hakekatnya akan membentuk suatu siklus kegiatan ekonomi yang saling terkait satu sama lain. Lembaga berdasarkan
keuangan
yang
prinsip-prinsip
dapat
muamalah
menjadi adalah
intermediator bank
syariah.
Sebagaimana halnya bank konvensional, kegiatan usaha bank syariah
pada
intinya
dapat
dibedakan
menjadi
dua,
yaitu
penghimpunan dana dan penyaluran dana. Namun dalam sistem
19
operasional bank syariah terdapat ciri khusus, dimana pemilik dana menyimpan uangnya di bank tidak dengan motif untuk mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil dari nasabah yang menggunakan dana tersebut untuk kegiatan ekonomi produktif.
ISLAM
Akhlaq
Muamalah
Aqidah
Ekonomi
Politik
Sosial
Perdagangan Konsumsi
Simpanan
Investasi
Produksi Jasa
Intermediasi : Bank Syariah/Lembaga Keuangan Syariah
Gambar 1. Hubungan antar pelaku ekonomi dalam Islam (Chrishandoyo, 1999)
Potensi pasar untuk pengembangan lembaga keuangan syariah masih luas, hal ini bisa dilihat dari jumlah penduduk muslim di Indonesia yang sangat tinggi. Di samping itu respon dan minat
20
masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi dengan mengunakan prinsip-prinsip Syariah menunjukkan antusiasme yang cukup tinggi (Fadjrijah, 2006)
3. Perbandingan Sistem Syariah dan Sistem Konvensional Dalam beberapa hal, menurut Antonio (2001), kedua sistem ini memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut hal-hal berikut : a. Akad dan aspek legalitas Dalam sistem syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi, karena akad dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan / perjanjian yang telah dilakukan, bila hukum hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam sistem syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut 1) Rukun, seperti : •
Penjual
•
Pembeli
•
Barang
•
Harga
•
Akad/Ijab qabul
2) Syarat, seperti : •
Barang dan jasa harus halal, sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah
•
Harga barang dan jasa harus jelas
•
Tempat penyerahan harus jelas, karena akan berdampak pada biaya transportasi
21
•
Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal
b. Lembaga penyelesai sengketa Berbeda dengan sistem konvensional, jika dalam sistem syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung RI dan Majelis Ulama Indonesia. c. Struktur organisasi Kedua sistem ini bisa memiliki struktur organisasi yang sama, tetapi unsur yang amat membedakan antara keduanya adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah pada sistem syariah yang bertugas mengawasi operasional dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris. Hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. 1) Dewan Pengawas Syariah (DPS) Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksitransaksi yang berlaku dalam sistem syariah sangat khusus jika dibanding sistem konvensional. Maka diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional.
22
DPS harus membuat pernyataan secara berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (Annual Report) bank yang bersangkutan. Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. 2) Dewan Syariah Nasional (DSN) Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pula jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS, serta hal itu bukan mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai payung dari organisasi keislaman di tanah air, menganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya perbankan syariah. Lembaga ini kelak dikenal dengan Dewan Syariah Nasional. DSN dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah MUI, dipimpin oleh Ketua Umum MUI dan Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari DSN dijalankan oleh Badan Pelaksana
Harian
dengan
Ketua
dan
sekretaris
serta
beberapa anggota. Fungsi
utama
DSN
adalah
mengawasi
produk-produk
lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan
23
tersebut, DSN membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi DPS pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produkproduknya. Fungsi lain dari DSN adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah di rekomendasikan oleh DPS pada lembaga yang bersangkutan. Selain itu, DSN bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai DSN pada suatu lembaga keuangan syariah. DSN dapat memberikan teguran kepada lembaga keuangan syariah jiak lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika DSN telah menerima laporan dari DPS pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, maka DSN dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan
tersebut
tidak
mengembangkan
lebih
jauh
tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah. d. Bisnis dan usaha yang dibiayai Dalam sistem syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, lembaga keuangan syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. (Tabel 2) Dalam sistem syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, di antaranya sebagai berikut : 1) Apakah obyek pembiayaan halal atau haram ? 2) Apakah menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat ? 3) Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila ?
24
4) Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ? 5) Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal ? 6) Apakah proyek dapat merugikan syiar islam, baik secara langsung maupun tidak langsung ? Tabel 2. Perbandingan lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1.
Melakukan investasi-investasi
LEMBAGA KEUANGAN KONVENSIONAL 1. Investasi yang halal dan haram
yang halal 2.
Berdasarkan prinsip bagi hasil,
2. Memakai perangkat bunga
jual beli, atau sewa 3.
3. Orientasi keuntungan saja
Mencari kemakmuran dunia dan kebahagiaan akhirat
4.
5.
4. Hubungan dengan nasabah
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan
dalam bentuk hubungan
kemitraan
debitor-debitor
Penghimpunan dan penyaluran
5. Tidak terdapat dewan sejenis
dana harus sesuai dengan fatwa DPS Sumber : Antonio, 2001.
e. Lingkungan kerja dan corporate culture Sebuah
lembaga
keuangan
syariah
selayaknya
memiliki
lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Di samping itu, karyawan lembaga keuangan syariah harus skillful dan profesional (fathonah), serta mampu melaksanakan tugas secara team work dimana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
25
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwasanya bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi SAW mengatakan bahwa senyum adalah sedekah.
B. Hal Yang Dikaji Di dalam kajian ini ada dua kompenen yang ingin diteliti, berkaitan dengan kebutuhan dasar yang bersifat kritis bagi usaha mikro dan pengaruh LKMS BMT terhadap perkembangan usaha mikro. Dari hasil penyebaran kuesioner yang diisi oleh 100 responden didapatkan data berikut : 1. Karakteristik Usaha Mikro Berdasarkan pengumpulan data dari 100 responden yang dikumpulkan dari nasabah BMT KUBE Sejahtera unit 20 dapat digambarkan karakteristik Usaha Mikro yang digeluti responden. Uraiannya: a. Identitas pemilik usaha Nasabah BMT KUBE Sejahtera unit 20 mempunyai berbagai latar
belakang
sosial
ekonomi.
Jenis
kelamin
responden
menunjukkan bahwa 60% nasabah adalah pria dan 40% nasabah adalah wanita. Alamat nasabah berada pada lingkup Kabupaten Sleman Propinsi DIY, terutama Kecamatan Mlati. Agama yang dianut
semua
responden
adalah
Islam.
Meskipun
semua
responden beragama Islam, tetapi alasan memilih menjadi nasabah BMT bukan hanya karena nasabah beragama Islam, karena ada 8% responden yang bukan beragama Islam. Umur usaha yang digeluti responden rata-rata cukup muda, yakni kurang dari satu tahun (36%) dan di atas lima tahun (32%). Hal ini menunjukkan bahwa mereka tertarik untuk memulai usaha baru seiring dengan hadirnya BMT KUBE Sejahtera unit 20 yang menawarkan konsep bagi hasil. Dari aspek pendapatan total sebelum bergabung didapatkan bahwa mayoritas berpendapatan kurang dari Rp. 200.000 (40%). Setelah bergabung dengan BMT
26
mayoritas pendapatan responden naik menjadi antara Rp. 200.000 - Rp. 2.999.999 (96%). Lama menjadi nasabah produk tabungan mayoritas selama 6 bulan - 2 tahun (24%). Lama menjadi nasabah produk pembiayaan mayoritas selama 6 bulan - 2 tahun (60%). Jenis simpanan nasabah mayoritas adalah tabungan dengan besar saldo kurang dari Rp. 1.000.000 (56%), meskipun ada responden yang menyimpan dalam bentuk Tabungan Berjangka (TAJAKA) dengan besar kurang dari Rp. 1.000.000 (4%). Dengan besarnya dana yang disimpan oleh nasabah sebesar tersebut,
maka
agak
sulit
bagi
BMT
untuk
melakukan
penghimpunan dana masyarakat untuk disebarkan kembali dalam bentuk pembiayaan, sehingga BMT perlu mencari sumber permodalan lain yang dapat digunakan untuk mengadakan penyebaran dana pada masyarakat. b. Permodalan Omzet perusahaan sebelum menjadi nasabah BMT sebesar Rp. 1.000.000 - Rp. 4.999.999 (80%). Omzet setelah menjadi nasabah BMT didapatkan tidak meningkat, tetapi justru terjadi penurunan omset pada kelompok omzet antara Rp. 1.000.000 Rp. 4.999.999 menjadi kurang dari Rp. 1.000.000 sebanyak 4% responden. Jumlah karyawan terbesar antara satu sampai tiga orang (60%). c. Hubungan dengan bank Jenis pembiayaan yang digeluti responden mayoritas kurang dari Rp. 50 juta, baik untuk pembiayaan mudharabah (36%) maupun murabahah (36%). Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha mikro yang mempunyai usaha dan modal kecil. d. Jenis usaha Dilihat dari tingkat pendidikan responden pemilik usaha didapatkan 48% mempunyai pendidikan setingkat SMP dan SMA, sedangkan sisanya berpendidikan SD. Tingkat usia responden mayoritas berada pada usia matang, yakni 36-44 tahun (48%), meskipun demikian ada juga yang termasuk usia dewasa awal 1724 tahun. Bidang usaha yang dipilih responden meliputi bidang
27
usaha yang mempunyai potensi di Kabupaten Sleman, yakni pertanian (48%) dan perdagangan (36%). Dilihat dari usia nasabah yang termasuk golongan dewasa, akan tetapi usia usaha/awal memulai usaha mayoritas sekitar satu tahun. Hal ini membuktikan bahwa para nasabah adalah orangorang yang baru memulai usaha dan sebelumnya bekerja untuk orang lain. Dilihat dari lamanya menjadi nasabah juga dapat diketahui bahwa BMT memberikan pembiayaan pada para nasabah pada awal-awal nasabah membuka usaha (kurang dari satu tahun). Hal ini menunjukkan bahwa BMT merupakan solusi bagi para pengusaha pemula untuk mendapatkan pinjaman pembiayaan. 2. Sistem Pembiayaan Usaha Mikro Persepsi responden tentang pembiayaan yang diberikan oleh BMT dapat dilihat pada uraian berikut : a. Pola Murabahah Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa jawaban responden tentang karakteristik Usaha Mikro yang lebih sesuai dengan pola murabahah mempunyai rentang jawaban 12% 100%, atau jika dirata-rata 56%. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik pola murabahah cocok dengan karakteristik UKM tetapi tidak sepenuhnya karena sekitar 56%.
b. Penentuan penyaluran pembiayaan Penentuan penyaluran pembiayaan UKM (Tabel 4) dijawab oleh responden antara 4% - 100%, hal ini menunjukkan rentang ekstrim terhadap penilaian responden, dengan rataan 52%. Jawaban yang ekstrim, di antaranya pola pembagian bagi hasil sama dengan pemberian bunga bank dijawab tidak oleh 96% responden. Alasan pemilihan BMT yang dianggap mempunyai syarat yang lebih mudah dijawab ya oleh 100% responden. Pelayanan yang tidak berbelit-belit, kenyamanan dengan sistem bagi hasil sistem syariah dan pelayanan sistem BMT lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga juga dibenarkan seluruhnya oleh responden.
28
Tabel 3. Persepsi responden tentang pembiayaan pola murabahah No
Jenis Pertanyaan
Jawab (%) Ya Tidak 92 8
1.
Apakah Anda memilih BMT karena beragama islam ?
2.
Apakah Anda lebih menyukai sistem bunga dalam berhubungan dengan lembaga keuangan ?
16
84
3.
Apakah ada perbedaan antara sistem bunga dengan sistem syariah ?
96
4
4.
Apakah hanya BMT yang menjalankan sistem syariah ?
36
64
5.
Apakah BMT sudah menjalankan pola kerja sesuai dengan syariah ?
100
0
6.
Apakah Anda mengetahui dengan jelas sistem syariah pada BMT ?
76
24
7.
Jika ada lembaga keuangan lain yang menerapkan sistem syariah, apakah Anda akan menjadi nasabah lembaga keuangan tersebut ?
84
16
8.
Menurut Anda, apakah sistem syariah lebih memberi keuntungan pada Usaha Mikro ?
68
32
9.
Menurut Anda, apakah sistem syariah lebih menjamin kelangsungan Usaha Mikro ?
60
40
10.
Apakah sistem syariah lebih pengembangan Usaha Mikro ?
dalam
96
4
11.
Apakah sistem administrasi dibandingkan sistem bunga ?
mudah
60
40
12.
Apakah sistem syariah menjamin permodalan Usaha Mikro lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga ?
88
12
13.
Apakah pelayanan BMT sudah memuaskan Anda ?
100
0
membantu
syariah
lebih
14.
Apakah dalam mengajukan permohonan pembiayaan ke BMT memerlukan waktu yang cukup lama ?
12
88
15.
Menurut Anda, apakah waktu kurang dari satu minggu merupakan waktu yang ideal dalam proses permohonan pembiayaan?
84
16
29
Tabel 4. Persepsi responden tentang penentuan penyaluran pembiayaan Jawab (%) Ya Tidak 96 4
No
Jenis Pertanyaan
16.
Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena sesuai dengan syariah ?
17.
Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena syaratnya mudah ?
100
0
18.
Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena prosesnya cepat dan tidak berbelit-belit ?
100
0
19.
Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena resiko dibagi sama rata ?
96
4
20.
Apakah Anda (Mudharabah) pembiayaan ?
lebih menyukai pola bagi hasil dalam mengajukan permohonan
84
16
21.
Apakah Anda lebih menyukai pola bagi hasil (Musyarakah) dalam mengajukan permohonan pembiayaan ?
72
28
22.
Apakah Anda lebih menyukai pola Murabahah dalam mengajukan permohonan pembiayaan ?
88
12
23.
Apakah Anda lebih menyukai pola sewa (Ijarah) dalam mengajukan permohonan pembiayaan ?
60
40
24.
Apakah dalam praktiknya pembiayaan syariah sama dengan sistem bunga ?
8
92
25.
Apakah Anda mengetahui kelemahan dan kelebihan dari setiap pola pembiayaan dalam sistem syariah ?
76
24
26.
Apakah Anda lebih merasa nyaman dengan pola pembiayaan syariah ?
100
0
27.
Apakah sistem syariah memberi keuntungan sama dengan sistem bunga dalam pola pembiayaan ?
4
96
28.
Apakah pelayanan dalam sistem BMT lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga ?
100
0
29.
Apakah jarak (jauh-dekat) BMT dari tempat tinggal saudara merupakan suatu kendala ?
64
36
30.
Apakah penyerarahan agunan pada BMT merupakan kendala ?
12
88
30
c. Kendala penerapan pola bagi hasil Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa jawaban responden tentang kendala pola penerapan bagi hasil mempunyai rentang jawaban antara 12% - 100%, atau jika dirata-rata 56%. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik pola murabahah cocok dengan karakteristik UKM, tetapi tidak sepenuhnya mempunyai kecocokan karena sekitar 56%. Tabel 5. Persepsi responden tentang kendala penerapan pola bagi hasil No. 31. 32. 33. 34.
35.
36. 37.
38.
39.
40.
41. 42.
43. 44. 45.
Jenis Pertanyaan Apakah lama pemrosesan dalam permohonan pembiayaan merupakan kendala ? Apakah legalitas usaha Anda merupakan kendala dalam permohonan pembiayaan di BMT ? Apakah Anda mengalami kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan dari BMT ? Apakah pola administrasi usaha Anda merupakan kendala dalam mengajukan permohonan pembiayaan di BMT ? Apakah besar kecilnya pembiayaan yang diberikan BMT merupakan hambatan dalam pengembangan usaha Anda ? Apakah jangkauan pasar BMT merupakan hambatan dalam penyaluran pembiayaan kepada Usaha Mikro ? Apakah tempat tinggal (desa atau kota) mempengaruhi jumlah pembiayaan yang diterima dari BMT ? Apakah sistem BMT saat ini menunjang program peningkatan kinerja Usaha Mikro Anda secara keseluruhan ? Apakah pola administrasi yang diterapkan BMT menghambat dalam permohonan pembiayaan untuk Anda ? Menurut Anda, apakah sistem di BMT lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga dalam meningkatkan usaha Anda ? Apakah modal merupakan kendala utama dalam pengembangan usaha Anda ? Apakah penilaian negatif terhadap sejumlah Usaha Mikro merupakan kerugian bagi Anda dalam mendapatkan pembiayaana dari BMT ? Menurut Anda, apakah keberadaan BMT harus terus digalakkan ? Menurut Anda, apakah disetiap wilayah pedesaan perlu didirikan BMT ? Apakah diperlukan dukungan dari pemerintah untuk pengembangan BMT ?
Jawab (%) Ya Tidak 96 4 8
92
4
96
48
52
60
40
24
76
12
88
84
16
4
96
100
0
96
4
56
44
100
0
96
4
100
0
31
3. Hasil Analisis Khi Kuadrat Adapun hasil perhitungan khi kuadrat sebagai berikut : Tabel 6. Perhitungan khi kuadrat pada sistem pembiayaan syariah dengan pola murabahah sesuai dengan Usaha Mikro Pertanyaan
total
fo
fh
fo-fh
(fo-fh)2
(fo-fh)2/fh
1
92
71.2
20.8
432.64
6.0764045
2
16
71.2
-55.2
3047.04
42.795506
3
96
71.2
24.8
615.04
8.6382022
4
36
71.2
-35.2
1239.04
17.402247
5
100
71.2
28.8
829.44
11.649438
6
76
71.2
4.8
23.04
0.3235955
7
84
71.2
12.8
163.84
2.3011236
8
68
71.2
-3.2
10.24
0.1438202
9
60
71.2
-11.2
125.44
1.7617978
10
96
71.2
24.8
615.04
8.6382022
11
60
71.2
-11.2
125.44
1.7617978
12
88
71.2
16.8
282.24
3.9640449
13
100
71.2
28.8
829.44
11.649438
14
12
71.2
-59.2
3504.64
49.222472
15
84
71.2
12.8
163.84
2.3011236
1068
1068
-4.3E-14
12006.4
168.62921
Keterangan : fo : frekuensi yang diobservasi fh : frekuensi yang diharapkan Hasil perhitungan menunjukkan nilai khi kuadrat 168,63 pada db=14. Nilai khi kuadrat tabel untuk db=14 dan pada taraf nyata 0,05 sebesar 23,68. Nilai khi kuadrat hitung > khi kuadrat tabel, maka dapat dinyatakan sistem pembiayaan syariah dengan pola murabahah sesuai dengan Usaha Mikro adalah nyata. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik Usaha Mikro yang meliputi pendidikan nasabah, usia, jenis usaha nasabah, umur perusahaan, omzet perusahaan sebagai nasabah, ukuran perusahaan jenis usaha, permodalan, maupun jenis layanan yang diberikan oleh BMT sudah seperti karakterisrik yang dipunyai nasabah.
32
Tabel 7. Perhitungan khi kuadrat pada sistem pembiayaan syariah dengan pola murabahah sesuai dengan Usaha Mikro Pertanyaan
fo
fh
fo-fh
(fo-fh)2
(fo-fh)2/fh
16
96 70.66667 25.33333
641.7778
9.081761
17
100 70.66667 29.33333
860.4444
12.176101
18
100 70.66667 29.33333
860.4444
12.176101
19
96 70.66667 25.33333
641.7778
9.081761
20
84 70.66667 13.33333
177.7778
2.5157233
21
72 70.66667 1.333333
1.777778
0.0251572
22
88 70.66667 17.33333
300.4444
4.2515723
23
60 70.66667
-10.6667
113.7778
1.6100629
24
8 70.66667
-62.6667
3927.111
55.572327
25
76 70.66667 5.333333
28.44444
0.4025157
26
100 70.66667 29.33333
860.4444
12.176101
-66.6667
4444.444
62.893082
100 70.66667 29.33333
860.4444
12.176101
27
4 70.66667
28 29
64 70.66667
-6.66667
44.44444
0.6289308
30
12 70.66667
-58.6667
3441.778
48.704403
-7.1E-14
17205.33
243.4717
Total
1060
1060
Keterangan : fo : frekuensi yang diobservasi fh : frekuensi yang diharapkan Hasil perhitungan menunjukkan nilai khi kuadrat 243,47 dengan db=14.
Nilai khi kuadrat tabel untuk db=14 pada taraf nyata 0,05
sebesar 23,68. Nilai khi kuadrat hitung > khi kuadrat tabel, maka dapat dinyatakan bahwa penyaluran pembiayaan dengan pola murabahah sesuai dengan UKM adalah nyata. Pada Tabel 8, hasil perhitungan menunjukkan nilai khi kuadrat 371,46 pada db=14. Nilai khi kuadrat tabel untuk db=14 pada taraf nyata 0,05 sebesar 23,68. Nilai khi kuadrat hitung > khi kuadrat tabel, maka dapat dinyatakan bahwa kendala menerapkan pola bagi hasil BMT sesuai dengan UKM adalah nyata. Kesesuaian menawarkan
ini
jenis
menunjukkan layanan
yang
bahwa
BMT
sesuai
dengan
KUBE
telah
karakteristik
industri/usaha mikro yang dilayaninya. Hal ini berarti bahwa
33
kebutuhan usaha mikro dalam bidang pembiayaan telah dapat dipenuhi oleh layanan/karakteristik yang diberikan oleh BMT KUBE selaku lembaga keuangan. Tabel 8. Perhitungan khi kuadrat pada kendala menerapkan pola bagi hasil BMT sesuai dengan Usaha Mikro Pertanyaan
fo
fh
(fo-fh)2
fo-fh
(fo-fh)2/fh
31
96
59.2
36.8
1354.24
22.875676
32
8
59.2
-51.2
2621.44
44.281081
33
4
59.2
-55.2
3047.04
51.47027
34
48
59.2
-11.2
125.44
2.1189189
35
60
59.2
0.8
0.64
0.0108108
36
24
59.2
-35.2
1239.04
20.92973
37
12
59.2
-47.2
2227.84
37.632432
38
84
59.2
24.8
615.04
10.389189
39
4
59.2
-55.2
3047.04
51.47027
40
100
59.2
40.8
1664.64
28.118919
41
96
59.2
36.8
1354.24
22.875676
42
56
59.2
-3.2
10.24
0.172973
43
100
59.2
40.8
1664.64
28.118919
44
96
59.2
36.8
1354.24
22.875676
45
100
59.2
40.8
1664.64
28.118919
888
888
0
21990.4
371.45946
Total
Keterangan : fo : frekuensi yang diobservasi fh : frekuensi yang diharapkan 4. Hasil Analisis SWOT Untuk menyusun strategi dalam melakukan analisis internal dan eksternal dengan analisis SWOT. Faktor internal dan eksternal tersebut diuraikan sebagai berikut : a. Strenghts (kekuatan) 1. Prosedur pengurusan yang tidak berbelit Untuk mengajukan permohonan pembiayaan para nasabah terkesan tidak dipersulit dengan berbagai berkas yang harus diisi.
34
2. Syarat pengajuan mudah Syarat pengajuan juga mudah, yakni tinggal mengisi aplikasi yang dikehendaki dan petugas BMT yang selanjutnya akan menyelesaikan. 3. Didukung masyarakat Pendirian lembaga keuangan ini merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan, pendampingan sosial, usaha kesejahteraan sosial, usaha ekonomi produktif, kemitraan usaha, dan sistem perbankan melalui Lembaga Keuangan Mikro yang bertujuan pengentasan kemiskinan sesuai dengan program pemerintah. 4. Petugas pendampingan yang intensif Selain memberi dana, petugas BMT juga mendampingi nasabah dalam pengelolaan usahanya, sehingga dapat diminimalkan nasabah yang pailit. 5. Pelayanan yang lebih personalize Pelayanan yang terjadi pada BMT bersifat kekeluargaan dengan sapaan baik antar petugas dengan nasabah maupun antar nasabah dengan nasabah. Hal ini masih sesuai dengan tradisi masyarakat sub-urban yang bersifat kekeluargaan. b. Weakness (kelemahan) 1) Belum populer di masyarakat Lembaga
Keuangan
dengan prinsip
syariah
pertama
berkembang sekitar tahun 1990-an, sehingga masyarakat belum memahami prinsip operasinya, terutama Lembaga Keuangan Mikro Syariah. 2) Modal masih terbatas LKM BMT masih mengalami kekurangan modal cukup besar, sehingga perlu dicarikan solusi optimal. c. Opportunities (peluang) 1) Potensi pasar yang besar Potensi industri/usaha mikro masih cukup besar untuk dijadikan lahan pemberian kredit, yakni 40 juta unit usaha. 2) Didukung program pemerintah Program ini didukung oleh pemerintah dalam rangka program pengentasan kemiskinan.
35
3) Masih banyak masyarakat terjerat rentenir Bagi hasil untuk pihak bank masih lebih sedikit daripada masyarakat mencari sumber dana pembiayaan dari rentenir, sehingga masyarakat punya potensi untuk beralih pada pembiayaan ini. d. Threats (ancaman) 1) Lembaga Keuangan yang mempunyai jaringan dan modal lebih besar Lembaga Keuangan dengan modal dan jaringan besar dapat mengancam kelangsungan BMT karena lebih berpengalaman dan agresif dalam melakukan pemasaran produknya. 2) BMT pesaing Meskipun BMT merupakan ”barang” baru, tetapi pertumbuhan usahanya cukup signifikan sehingga terjadi persaingan antar sesama BMT untuk mencari nasabah sebanyak-banyaknya.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dirangkum faktor strategik internal dalam Tabel 9. Tabel 9. Faktor strategik internal 1. Faktor strategik internal
Bobot (a)
Rating (b)
Nilai c=(axb)
0,2
3
0,6
0,2 0,2
3 4
0,6 0,8
Strenghts 1. Prosedur pengurusan yang tidak berbelit 2. Syarat pengajuan mudah 3. Didukung oleh pemerintah dan masyarakat 4. Petugas pendampingan yang intensif 5. Pelayanan yang lebih personalize
0,1
2
0,2
0,05
2
0,1
Weaknesess 1. Belum populer di masyarakat 2. Modal masih terbatas Jumlah (1)
0,1 0,15 1
2 3
0,2 0,45 2,95
36
Sedangkan faktor strategik eksternal disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Faktor strategik eksternal 2. Faktor strategik eksternal
Bobot (a)
Opportunities 0,3 1. Potensi pasar yang besar 2. Didukung oleh pemerintah dan 0,2 masyarakat 3. Masih banyak masyarakat terjerat 0,1 rentenir Threats 1. Bank yang mempunyai jaringan 0,2 dan modal lebih besar 0,2 2. BMT pesaing Jumlah (2) 1 Total (1+2) 2
Rating (b)
Nilai c=(axb)
4 4
1,2 0,8
2
0,2
2
0,4
3
0,6 3,2 6,15
Total skor faktor strategik internal=2,9 Total skor faktor strategik eksternal=3,2
Kuat
Rata-rata
Lemah
4 Tinggi
Grow
3
Menen -gah 2 Rendah
1 1
2
3
4
Gambar 2. Grafik faktor strategi eksternal dan internal
Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa faktor strategi eksternal didapatkan 3,2 dan strategi internal 2,9. Strategi eksternal termasuk dalam kategori tinggi dan strategi internal masuk dalam kategori rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perusahaan sedang berada
37
pada kondisi grow (berkembang). Sebagai perusahaan yang mempunyai potensi besar, maka peluang untuk terus tumbuh besar terbuka lebar. Keadaan berkembang ini ditopang oleh kekuatan dalam hal target nasabah dan dukungan pemerintah yang besar, disertai dengan peluang akan nasabah yang akan dilayani. Jumlah pengusaha mikro yang ada masih cukup besar, yakni 40 juta unit usaha yang menyerap ratusan juta tenaga kerja di dalamnya.
38
Dari analisis SWOT tersebut dapat disusun matriks strategi seperti tabel berikut : Tabel 11. Analisis SWOT Strength (S)
Weakness (W)
Internal Prosedur pengurusan yang tidak berbelit. Syarat pengajuan mudah. Didukung masyarakat. Petugas pendampingan yang intensif Pelayanan yang lebih personalize . Strategi S-O
W1 Belum populer di masyarakat. W2 Modal masih terbatas.
O1 Potensi pasar yang besar.
Memperluas spread dan jumlah nasabah (S1,S2,S3,S4; O1,O2,O3).
Mengedukasi nasabah secara massal (W1;O1,O3).
O2 Didukung program pemerintah.
Melakukan positioning sebagai LKS yang mengutamakan pelayanan (S1,S5;O1).
Menambah modal dengan pinjaman modal pemerintah (W2;O1,O2).
O3 Masih banyak masyarakat terjerat rentenir.
Menjual program pemberdayaan masyarakat (S3,S4;O2,O3).
Menambah modal dari sumber dana pihak ketiga yang tidak mengikat (W2;O1). Strategi W-T
S1
S2 S3 S4 Eksternal S5 Opportunities (O)
Threats (T)
Strategi S-T
Strategi W-O
T1 Bank mempunyai jaringan dan modal lebih besar.
Menargetkan nasabah Mempertahankan kelompok usaha mikro mutu pelayanan (W1;T1,T2). (S1;T1).
T2 BMT pesaing
Melakukan penetrasi pasar Melakukan lebih gencar lagi optimalisasi terhadap modal yang (S1,S3;T2). dipinjamkan (W2;T1,T2).
39
Strategi-strategi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : b. Strategi S-O Strategi yang bertumpu pada strenghts dan opportunities adalah bentuk yang agresif, karena perusahaan mempunyai kekuatan dan peluang yang terbuka. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menggunakan kekuatannya untuk mengambil peluang yang ada. Berikut strategi yang dapat dijalankan : 1) Memperbanyak/memperluas spread dan jumlah nasabah (S1,S2,S3, S4;O1,O2,O3) Strategi ini didasarkan atas kekuatan perusahaan dalam pengurusan yang tidak berbelit dan mudah, serta di sisi lain peluang pembiayaan untuk indutri mikro sangat besar mencapai 40 jutaan unit usaha di seluruh Indonesia. Selama ini potensi kredit mikro belum digarap dengan baik oleh bank umum, sehingga potensi yang besar tersebut
masih
merupakan
lahan
”pasar
baru”
yang
dapat
dioptimalkan untuk dapat menyerap dana yang dipunyai BMT. Potensi yang besar ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang dimata rakyat kecil masih punya kepercayaan yang kuat, sehingga rakyat akan tertarik menjadi nasabah. 2) Melakukan positioning sebagai LKS yang mengutamakan pelayanan (S1,S5;O1). BMT selama ini sudah dikenal dengan pelayanan yang ramah dan hangat kepada nasabahnya, dan hal ini yang tidak dipunyai oleh bank umum yang sangat sibuk dengan nasabah yang hilir mudik, sehingga aspek kekeluargaan menjadi terbengkalai. 3) Menjual program pemberdayaan masyarakat (S3,S4;O2,O3). Dengan misi utama untuk pengurangan pengangguran, maka peluang untuk terus tumbuh di kalangan masyarakat industri mikro semakin besar. Pembiayaan yang dilakukan perlu difokuskan pada pemberdayaan masyarakat dengan bentuk optimasi terhadap potensi riil yang ada di Sleman dan sekitarnya. c. Strategi W-O Strategi yang bertumpu pada weakness dan opportunities dapat berupa action yang wait and see, karena perusahaan mempunyai kelemahan pada salah satu sisi dan peluang pada sisi yang lain. Jika
40
peluang tersebut besar dan perusahaan dapat mengatasi kelemahan, maka perusahaan dapat tumbuh. Jika keadaan sebaliknya, maka perusahaan akan mengalami penurunan. Dengan kata lain, strategi W-O ini dapat dilihat sebagai bentuk tantangan yang harus di atasi perusahaan. Strategi penghimpunan dana difokuskan secara simultan, baik yang berasal dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat (dana program) maupun dari masyarakat melalui upaya pemasaran aktif. Dalam hal ini yang dapat dijalankan adalah : 1) Mengedukasi nasabah secara massal (W1;O1,O3). Mendidik masyarakat untuk memanfaatkan layanan BMT dengan bagi hasil merupakan salah satu solusi. Iklan-iklan yang above the line dirasakan kurang cocok dengan industri mikro yang menjadi target sasaran. Justru iklan yang bersifat advertorial dan testimoni lebih mengena dalam meraih peluang usaha mikro yang masih besar. 2) Menambah modal dengan pinjaman modal pemerintah (W2;O1,O2). Dengan
potensi
yang
masih
besar,
maka
BMT
perlu
mempersiapkan diri sewaktu-waktu terjadi lonjakan nasabah untuk meminta pembiayaan maupun nasabah yang hendak meminta dana yang disimpannya di BMT. Jika hal ini terjadi, maka BMT memerlukan dana besar untuk menambah permodalan. Dana dari pemerintah sangat mungkin didapatkan, karena program BMT KUBE merupakan salah satu program pemerintah, maka logis bila pemerintah mengucurkan dananya. Pemerintah, baik pada tingkat pemerintah pusat
maupun
pemerintah
daerah
sebenarnya
banyak
mengalokasikan dana untuk pengentasan kemiskinan masyarakat. Jika BMT dapat meyakinkan pemerintah untuk menyalurkan dananya melalui bank pada masyarakat, maka hal itu merupakan sumber permodalan yang besar. 3) Menambah modal dari sumber dana pihak ketiga (W2;O1). Selain sumber permodalan dari pemerintah, sumber lain dapat diambilkan dari sumber dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga dapat berupa simpanan maupun deposito, seperti Tabungan Berjangka (TAJAKA), Tabungan Pendidikan Anak (TADIKA), Tabungan Mandiri Sejahtera
(TAMARA),
Tabungan
Haji
Terwujud
(TAHAJUD),
41
Tabungan Idul Fitri (TADURI). Sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa simpanan masyarakat dalam bentuk simpanan maupun deposito masih sangat minim. Mayoritas hanya mempunyai simpanan kurang dari Rp. 1.000.000 dan deposito kurang dari Rp.1.000.000. Jika perusahaan dapat merangsang masyarakat untuk menyimpan dananya maka merupakan sumber pembiayaan yang cukup besar. d. Strategi S-T Strategi yang bertumpu pada strenghts dan threaths berupa action yang offensive, karena perusahaan mempunyai kekuatan pada salah satu sisi dan kelemahan pada sisi yang lain. Kekuatan tersebut digunakan untuk mengatasi kelemahan yang dipunyai. Dengan kata lain, strategi S-T ini dapat dilihat sebagai bentuk menutupi kekurangan perusahaan dengan menentukan strategi yang tepat. Berikut ini strategi yang dapat dijalankan : 1) Menargetkan nasabah kelompok usaha mikro (S1;T1) Strategi ini sesuai dengan prinsip, pilihlah medan tempur yang tepat. Dengan karakteristik sumber daya yang dipunyai BMT, maka dia tidak harus bertempur melawan bank umum dengan segala karakteristiknya. Karakteristik BMT adalah kecil dan sederhana yang justru
cocok dengan usaha mikro
yang
tidak membutuhkan
permodalan sangat besar, tetapi syarat mendapatkan pembiayaan dapat dengan mudah. 2) Melakukan penetrasi pasar lebih gencar lagi (S1,S3;T2) Selain perlu melakukan edukasi pada calon nasabah, perlu dilakukan strategi jemput bola pada nasabah yang mempunyai waktu terbatas. Dalam hal ini diperlukan sales force yang dapat ditugasi untuk memasarkan produk-produk pembiayaan, maupun produk tabungan guna meningkatkan modal pembiayaan. e. Strategi W-T Strategi yang sesuai dalam kondisi perusahaan W-T adalah defensif, artinya bertahan dari ancaman yang menyerang kelemahan perusahaan. Ancaman perusahaan yang berasal dari faktor internal dan eksternal dapat melumpuhkan perusahaan, jika perusahaan mampu bertahan dalam kondisi sulit.
42
1) Mempertahankan mutu pelayanan (W1;T1,T2). BMT yang dikenal mempunyai prosedur yang mudah dan tidak berbelit perlu terus dipertahankan. Mutu pelayanan seperti ini sangat diperlukan perusahaan mengingat daerah kerja tempat dimana para pengusaha mikro tersebut adalah daerah sub-urban yang masih mempunyai kekeluargaan yang cukup akrab. 2) Melakukan optimasi terhadap modal yang dipinjamkan (W2;T1,T2). Optimasi
sumber
daya
modal
perusahaan
diperlukan
mengingat modal perusahaan terbatas. Dalam hal ini perusahaan perlu mempertahankan tingkat spread yang ideal, artinya kebutuhan pembiayaan nasabah dapat terpenuhi, tetapi likuiditas perusahaan juga tetap terjaga. Tingkat spread yang besar akan menggangu likuiditas, jika nasabah melakukan rush.
5. Implementasi Strategis Strategi yang telah dirumuskan pada analisis SWOT tersebut perlu diimplementasikan pada kebijakan perusahaan. Langkah-langkah tersebut diimplementasi pada aspek produk, harga, tempat dan promosi. Uraian implementasi strategi yang dimaksud adalah : a. Produk Variasi produk dengan karakteristik yang dipunyai oleh nasabah penting untuk ditawarkan. Hal ini terkait dengan pendapatan yang didapatkan oleh pengusaha mikro yang berkonsekuensi terhadap termin pembayaran angsuran. Tentunya nasabah dengan bidang usaha jasa, perdagangan, pertanian mempunyai kebutuhan modal dan waktu menghasilkan/produksi yang berbeda, sehingga angsuran yang dibayar disesuaikan setelah berproduksi. 1) Memperbanyak kredit usaha untuk industri/usaha mikro. 2) Menawarkan paket pembiayaan dan angsuran yang berbeda antara usaha pengusaha dari berbagai sektor usaha. b. Harga Harga merupakan aspek penting dalam pemasaran produk. Penentuan harga merupakan proses unik, karena melibatkan tawar menawar yang dapat diprediksikan dari aspek cost, value dan competitor. Aspek yang sulit untuk ditawar adalah value dan competitor, karena hal
43
ini spesifik dan unik pada tiap kasus yang dihadapi perusahaan. Biaya terdapat pada produk simpanan maupun pembiayaan yang disalurkan perusahaan. 1) Biaya pada simpanan nasabah seperti biaya administrasi maupun biaya bunga sebaiknya dihilangkan saja, sehingga nasabah merasa tidak terbebani dengan biaya yang tidak diinginkan. 2) Dapat diminimalkan biaya pada proses pengurusan pembiayaan seperti biaya administrasi maupun biaya Notaris. 3) Dibuat penawaran paket-paket pembiayaan yang unik dan tidak dipunyai oleh paket pembiayaan pada lembaga keuangan yang lain dengan bagi hasil yang menarik. c. Tempat Tempat atau kantor dimana BMT berada penting artinya dalam pemberian pelayanan pada masyarakat. Apalagi biaya transportasi saat ini semakin mahal dan keterbatasan waktu untuk menjangkau kantor BMT, sehingga strategi tempat adalah ; 1) Memilih lokasi yang dekat dengan nasabah yang memiliki karakteristik usaha yang digeluti, misalnya dekat dengan pasar. 2) Jika perlu ada karyawan BMT yang mengambil setoran debitur ke lokasi tempat usaha tiap debitur.
d. Promosi Promosi yang dilakukan sebaiknya promosi yang bersifat mendidik. Dalam hal ini strategi yang dapat dijalankan adalah : 1) Advertorial Advertorial dapat dijalankan dengan memasang halaman advertorial di surat kabar lokal, ataupun brosur yang berisi paparan logis dan menarik tentang alasan yang menguatkan mengapa produk bank BMT layak untuk dipertimbangkan dan digunakan oleh nasabah. Kemasan dan isi/materi dibuat semenarik mungkin agar para pembaca dapat terpengaruh tanpa merasa ditipu oleh pembuat advertorial. 2) Testimoni Testimoni
dapat
dilakukan
melalui
pertemuan-pertemuan
dengan mengundang para nasabah dari kelompok industri mikro.
44
Pertemuan tersebut berisi ”pengakuan” dari nasabah yang telah sukses dengan pembiayaan dari BMT, untuk menyakinkan dapat juga diberikan uraian dari perangkat desa/kelurahan untuk menyakinkan bahwa program BMT KUBE ini didukung oleh pemerintah. 3) Sales Force Sales
force,
diperlukan
karena
tidak
semua
nasabah
mempunyai waktu untuk datang, bertanya dan bertransaksi dengan BMT di kantor, sehingga kehadiran sales force di tempat usaha nasabah menjadi strategis untuk memasarkan produk bank secara agresif pada calon nasabah.
45
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan a. Dari hasil kajian ini, dapat diketahui bahwasanya BMT memberikan peluang dengan memberikan pembiayaan kepada para nasabahnya untuk bisa membuka usaha baru dengan konsep bagi hasil yang adil dan menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari umur usaha yang digeluti nasabah rata-rata cukup muda, yakni kurang dari 1 tahun (36%), 1 – 5 tahun (32%), di atas 5 tahun (32%). b. Dari
aspek
pendapatan
total
sebelum
bergabung
dengan
BMT
didapatkan bahwa mayoritas berpendapatan kurang dari Rp. 200.000 (40%). Setelah bergabung dengan BMT mayoritas pendapatan naik menjadi antara Rp. 200.000 – Rp. 2.999.999 (96%). Peningkatan yang cukup nyata ini menunjukkan bahwa modal kerja yang diberikan oleh BMT benar-benar dimanfaatkan oleh nasabah, dan ternyata modal mampu dikelola dengan baik, sehingga memberikan keuntungan yang bagus. Hal ini dikarenakan BMT memberikan bimbingan dan arahan, baik teknis usaha maupun manajemen usaha. c. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa posisi perusahaan berada dalam kondisi grow. Maka implementasi strategi yang diperlukan yaitu (1) memperbanyak kredit usaha untuk industri/usaha mikro, (2) biaya pada simpanan nasabah seperti biaya administrasi sebaiknya dihilangkan, agar nasabah merasa tidak terbebani dengan biaya yang tidak diinginkan, (3) dapat diminimalkan biaya pada proses pengurusan pembiayaan seperti biaya administrasi maupun biaya Notaris, (4) dibuat penawaran paketpaket pembiayaan yang unik dan tidak dipunyai oleh paket pembiayaan pada lembaga keuangan yang lain dengan bagi hasil yang menarik, (5) memilih lokasi yang dekat dengan nasabah yang memiliki karakteristik usaha yang digeluti, misalnya dekat dengan pasar, jika perlu ada karyawan BMT yang mengambil setoran debitur ke lokasi tempat usaha tiap debitur, (6) advertorial dapat dijalankan dengan memasang halaman advertorial di surat kabar lokal, (7) testimoni dapat dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dengan mengundang para nasabah dari kelompok industri mikro, (8) Sales force diperlukan karena tidak semua nasabah
46
mempunyai waktu untuk datang, bertanya dan bertransaksi dengan BMT di kantor.
2. Saran a. Dunia perbankan hendaknya memberikan peluang lebih besar kepada BMT untuk dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam mengakses modal usaha, sehingga diharapkan BMT akan semakin banyak menjangkau usaha mikro yang tidak tersentuh oleh perbankan. b. Pemerintah hendaknya memberikan dukungannya dalam pengembangan usaha mikro maupun Lembaga Keuangan Mikro Syariah melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada usaha mikro dan LKMS, karena harus diakui bahwasanya merekalah yang masih mendominasi perekonomian Indonesia, sehingga harus menjadi perhatian utama. c. Diharapkan seluruh lapisan masyarakat yang sudah paham tentang sistem ekonomi syariah, baik secara mikro maupun makro, ikut serta dalam upaya sosialisasi sistem syariah. d. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang manajemen keuangan dan operasional LKMS BMT, karena hal ini juga berpengaruh terhadap perkembangan LKMS BMT itu sendiri dalam upayanya mengangkat kesejahteraan usaha mikro.
DAFTAR PUSTAKA Antonio, MS. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press, Jakarta Aziz, MA. 2004. Penanggulangan Kemiskinan Melalui POKUSMA dan BMT. PINBUK Press, Jakarta Bintoro, 2003. Peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam Penanggulangan Kemiskinan. Bappenas, Jakarta BPS, 2004. Penduduk Fakir Miskin Tahun 2004. Biro Pusat Statistik, Jakarta Chrishandoyo, W. 1999. Analisa Perilaku Konsumen dan Implikasinya terhadap Strategi Pemasaran Bank BNI Syariah. Tesis pada Program Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor, Bogor Deperindag. 2002. Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah 20022004. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta Depsos. 2004. Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif Melalui KUBE dan LKM. Departemen Sosial RI, Jakarta _______. 2005. Standar Operasional Departemen Sosial RI, Jakarta
Prosedur
LKM
KUBE
SEJAHTERA.
Fadjrijah, SC. 2006. Evaluasi Perbankan Syariah 2006 dan Arah Kebijakan Perbankan Syariah Ke Depan. Seminar Perbankan Syariah UIN Sunan Ampel, Surabaya Ismawan, B. 2004. Keuangan Mikro dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Gema PKM, Jakarta Kusuma, SH. 2002. Membangun Institusi Warga Untuk Menanggulangi Kemiskinan Masyarakat dan Kelembagaan Lokal. Jurnal Analisis Sosial, Vol. 7 No. 2 Juni 2002 : 169-186. Akatiga, Bandung Mennegkop dan UKM. 2005. Rencana dan Strategi Kementerian Negara Koperasi dan UKM 2005 – 2009. Kementerian Negara Koperasi dan UKM PINBUK, 2004. Manajemen Operasional Baitul Maal wat Tamwil. PINBUK Press, Jakarta ________, 2005. Laporan Tahunan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil 2005. PINBUK Press, Jakarta Ridwan, M. 2004. Manajemen Baitul Maal wat Tamwil (BMT). UII Press, Yogyakarta Rosyidi, S. 2006. Keharusan Ekonomi Islam. Seminar Perbankan Syariah UIN Sunan Ampel, Surabaya
48 Rudjito, 2004. Peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan. Gema PKM, Jakarta Setiabudi, B. 2002. Pendampingan yang Mandiri dan Berkelanjutan Dalam Pengembangan Keuangan Mikro Guna Menanggulangi Kemiskinan. Gema PKM. Jakarta Siegel, S. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung Susilo, S. 2005. Pengaruh Karakteristik dan Perilaku UKM, serta Sistem Pembiayaan terhadap Penyaluran Pembiayaan BNI Syariah. Laporan Akhir/Tesis pada Program Studi Industri Kecil Menengah. Institut Pertanian Bogor, Bogor Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia. 2003. Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah. Djambatan, Jakarta Wiyono, T. 2003. Analisa Strategis Pola Pembiayaan Kredit Mikro pada Bank BNI: Solusi Pemenuhan Permodalan Bagi Usaha Kecil. Laporan Akhir/Tesis pada Program Studi Industri Kecil Menengah. Institut Pertanian Bogor, Bogor
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Kuesioner kajian
Petunjuk Pengisian Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang tersedia yang sesuai dengan kondisi Saudara
I.
DATA NASABAH/ANGGOTA 1. Jenis Kelamin O Pria O Wanita 2. Alamat
3. Agama yang Saudara anut ? O Islam O Kristen O Katolik O Hindu O Budha 4. Pendidikan Terakhir O SD/Madrasah O SLTP O SLTA/Aliyah O Sarjana O Lainnya, sebutkan 5. Usia O 17 – 24 Tahun O 25 – 34 Tahun O 35 – 44 Tahun O 45 – 54 Tahun O Lainnya, sebutkan 6. Bidang usaha O Jasa O Perdagangan O Konstruksi O Perindustrian O Pertambangan O Pertanian O Lainnya, sebutkan
O Lainnya, sebutkan
51
Lanjutan Lampiran 1. 7. Umur perusahaan O < 1 tahun O 1 tahun - 5 tahun O Lainnya, sebutkan 8. Pendapatan total rataan per bulan sebelum menjadi anggota BMT O < Rp. 200.000,O Rp. 200.000,- s/d Rp. 699.999,O Rp. 700.000,- s/d Rp. 2.999.999,O lainnya, sebutkan 9. Pendapatan total rataan per bulan setelah menjadi anggota BMT O < Rp. 200.000,O Rp. 200.000,- s/d Rp. 699.999,O Rp. 700.000,- s/d Rp. 2.999.999,O lainnya, sebutkan 10. Omzet usaha (Penjualan) per tahun sebelum menjadi anggota BMT O < Rp. 1.000.000,O Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 4.999.999,O Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 9.999.999,O lainnya, sebutkan 11. Omzet usaha (Penjualan) per tahun sebelum menjadi anggota BMT O < Rp. 1.000.000,O Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 4.999.999,O Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 9.999.999,O lainnya, sebutkan 12. Jumlah karyawan yang terlibat saat ini O 1 – 3 orang O 4 – 6 orang O 7 – 10 orang O lainnya, sebutkan 13. Lama menjadi Nasabah BMT : Jenis Produk
Lama Menjadi nasabah
Tabungan
O < 6 bulan
O 6 bln – 2 th
O > 2 tahun
Deposito
O < 6 bulan
O 6 bln – 2 th
O > 2 tahun
Pembiayaan
O < 6 bulan
O 6 bln – 2 th
O > 2 tahun
Lainnya
O < 6 bulan
O 6 bln – 2 th
O > 2 tahun
52
Lanjutan Lampiran 1.
14. Besarnya simpanan yang dimiliki di BMT : Jenis Simpanan
Besarnya Simpanan (Rp. Juta)
Tabungan
O<1
O 1 – 10
O 10 - 50
O 50 - 100
O > 100
Deposito
O<1
O 1 – 10
O 10 - 50
O 50 - 100
O > 100
15. Besarnya pembiayaan yang sudah diperoleh dari BMT Jenis Pembiayaan
Besarnya Pembiayaan (Rp. Juta)
Mudharabah
O < 50
O 50 - 100 O 100 - 500
O 500 – 1.000
O > 1.000
Musyarakah
O < 50
O 50 - 100 O 100 - 500
O 500 – 1.000
O > 1.000
Murabahah
O < 50
O 50 - 100 O 100 - 500
O 500 – 1.000
O > 1.000
Istishna
O < 50
O 50 - 100 O 100 - 500
O 500 – 1.000
O > 1.000
Ijarah
O < 50
O 50 - 100 O 100 - 500
O 500 – 1.000
O > 1.000
Lainnya
O < 50
O 50 - 100 O 100 - 500
O 500 – 1.000
O > 1.000
II. PERSEPSI RESPONDEN 1. Apakah Anda memilih BMT karena beragama islam ? O Ya O Tidak 2. Apakah Anda lebih menyukai sistem bunga dalam berhubungan dengan lembaga keuangan ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 3. Apakah ada perbedaan antara sistem bunga dengan sistem syariah ? O Ya O Tidak 4. Apakah hanya BMT yang menjalankan sistem syariah ? O Ya O Tidak
53
Lanjutan Lampiran 1.
5. Apakah BMT sudah menjalankan pola kerja sesuai dengan syariah ? O Ya O Tidak 6. Apakah Anda mengetahui dengan jelas sistem syariah pada BMT ? O Ya O Tidak 7. Jika ada lembaga keuangan lain yang menerapkan sistem syariah, apakah Anda akan menjadi nasabah lembaga keuangan tersebut ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 8. Menurut Anda, apakah sistem syariah lebih memberi keuntungan pada Usaha Mikro ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 9. Menurut Anda, apakah sistem syariah lebih menjamin kelangsungan Usaha Mikro ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 10. Apakah sistem syariah lebih membantu dalam pengembangan Usaha Mikro ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ .................................................................................................................................
54
Lanjutan Lampiran 1.
11. Apakah sistem administrasi syariah lebih mudah dibandingkan sistem bunga ? O Ya O Tidak 12. Apakah sistem syariah menjamin permodalan Usaha Mikro lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 13. Apakah pelayanan BMT sudah memuaskan Anda ? O Ya O Tidak 14. Apakah dalam mengajukan permohonan pembiayaan ke BMT memerlukan waktu yang cukup lama ? O Ya O Tidak 15. Menurut Anda, apakah waktu kurang dari satu minggu merupakan waktu yang ideal dalam proses permohonan pembiayaan ? O Ya O Tidak 16. Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena sesuai dengan syariah ? O Ya O Tidak 17. Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena syaratnya mudah ? O Ya O Tidak 18. Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena prosesnya cepat dan tidak berbelit-belit ? O Ya O Tidak
55
Lanjutan Lampiran 1.
19. Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena resiko dibagi sama rata ? O Ya O Tidak 20. Apakah Anda lebih menyukai pola bagi hasil (Mudharabah) dalam mengajukan permohonan pembiayaan ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 21. Apakah Anda lebih menyukai pola bagi hasil (Musyarakah) dalam mengajukan permohonan pembiayaan ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 22. Apakah Anda lebih menyukai pola Murabahah dalam mengajukan permohonan pembiayaan ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 23. Apakah Anda lebih menyukai pola sewa (Ijarah) dalam mengajukan permohonan pembiayaan ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ .................................................................................................................................
56
Lanjutan Lampiran 1.
24. Apakah dalam praktiknya pembiayaan syariah sama dengan sistem bunga ? O Ya O Tidak 25. Apakah Anda mengetahui kelemahan dan kelebihan dari setiap pola pembiayaan dalam sistem syariah ? O Ya O Tidak 26. Apakah Anda lebih merasa nyaman dengan pola pembiayaan syariah ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 27. Apakah sistem syariah memberi keuntungan sama dengan sistem bunga dalam pola pembiayaan ? O Ya O Tidak 28. Apakah pelayanan dalam sistem BMT lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga ? O Ya O Tidak 29. Apakah jarak (jauh-dekat) BMT dari tempat tinggal saudara merupakan suatu kendala ? O Ya O Tidak 30. Apakah penyerarahan agunan pada BMT merupakan kendala ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ .................................................................................................................................
57
Lanjutan Lampiran 1.
31. Apakah lama pemrosesan dalam permohonan pembiayaan merupakan kendala ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 32. Apakah legalitas usaha Anda merupakan kendala dalam permohonan pembiayaan di BMT ? O Ya O Tidak Jelaskan ................................................................................................................. ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 33. Apakah Anda mengalami kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan dari BMT ? O Ya O Tidak Jelaskan ................................................................................................................. ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 34. Apakah pola administrasi usaha Anda merupakan kendala dalam mengajukan permohonan pembiayaan di BMT ? O Ya O Tidak 35. Apakah besar kecilnya pembiayaan yang diberikan BMT merupakan hambatan dalam pengembangan usaha Anda ? O Ya O Tidak 36. Apakah jangkauan pasar BMT merupakan hambatan dalam penyaluran pembiayaan kepada Usaha Mikro ? O Ya O Tidak
58
Lanjutan Lampiran 1.
37. Apakah tempat tinggal (desa atau kota) mempengaruhi jumlah pembiayaan yang diterima dari BMT ? O Ya O Tidak 38. Apakah sistem BMT saat ini menunjang program peningkatan kinerja Usaha Mikro Anda secara keseluruhan ? O Ya O Tidak 39. Apakah
pola
administrasi
yang
diterapkan
BMT
menghambat
dalam
permohonan pembiayaan untuk Anda ? O Ya O Tidak 40. Menurut Anda, apakah sistem di BMT lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga dalam meningkatkan usaha Anda ? O Ya O Tidak 41. Apakah modal merupakan kendala utama dalam pengembangan usaha Anda ? O Ya O Tidak 42. Apakah penilaian negatif terhadap sejumlah Usaha Mikro merupakan kerugian bagi Anda dalam mendapatkan pembiayaana dari BMT ? O Ya O Tidak 43. Menurut Anda, apakah keberadaan BMT harus terus digalakkan ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ .................................................................................................................................
59
Lanjutan Lampiran 1.
44. Menurut Anda, apakah disetiap wilayah pedesaan perlu didirikan BMT ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ ................................................................................................................................. 45. Apakah diperlukan dukungan dari pemerintah untuk pengembangan BMT ? O Ya O Tidak Alasannya ............................................................................................................... ................................................................................................................................ .................................................................................................................................